Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Disini akan dibahas terlebih dahulu gambaran secara umum dari
model pembelajaran kooperatif. Ada beberapa pendapat tentang pengertian
dari model pembelajaran kooperatif. Menurut Nur dan Wikandari (2000:
25), pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada
model pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling
membantu dalam belajar. Kemudian menurut Depdiknas (2003: 5)
Cooperative Learning (pembelajaran kooperatif) merupakan strategi
pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerjasama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan akhir. Sedangkan
menurut Slavin (dalam Isjoni, 2011: 15) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan
bekerja sama dalam kelompok – kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Jadi
model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana
siswa bekerja sama dalam kelompok – kelompok kecil (4-6 orang) yang
bersifat heterogen untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan begitu
siswa akan bertanggung jawab atas belajarnya sendiri dan berusaha
menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yang
diberikan pada mereka.
Secara lebih detail tentang model pembelajaran kooperatif disini akan
dipaparkan 2 pendapat, yaitu menurut Davidson dan Warsham (dalam
Isjoni, 2011: 15), pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan
pembelajaran yang berefektifitas yang mengintegrasikan keterampilan sosial
yang bermuatan akademik. Dan menurut Ibrahim, dkk (2000: 7) model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak – tidaknya
6
tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu : hasil belajar akademik, penerimaan
terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Jadi dapat
dikatakan bahwa ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penggunaan
model pembelajaran kooperatif, antara lain untuk pengembangan
keterampilan sosial, penerimaan terhadap keragaman, dan untuk
meningkatkan hasil belajar akademik.
Dari beberapa uraian yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan
bahwa, model pembelajaran kooperative (cooperative learning ) adalah
suatu model pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok –
kelompok kecil (4-6 orang) yang bersifat heterogen untuk menyelesaikan
suatu persoalan, yang bertujuan untuk pengembangan keterampilan sosial,
penerimaan terhadap keragaman, dan untuk meningkatkan hasil belajar
akademik.
2.1.2 Ciri – Ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Ada 2 pendapat tentang ciri – ciri dari model pembelajaran kooperatif,
yaitu : Ciri – ciri model pembelajaran kooperatif menurut Nur (dalam
Widyantini, 2006: 4), sebagai berikut :
a. Siswa dalam kelompok bekerja sama menyelesaikan materi belajar
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai,
b. Kelompok dibentuk secara heterogen,
c. Penghargaan lebih diberikan kepada kelompok, bukan kepada
individu.
Dan menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model
kooperatif memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menyelesaikan materi belajar,
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah,
7
c. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
jenis kelamin yang berbeda – beda,
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
memiliki ciri – ciri, antara lain :
a. Siswa bekerja dalam sebuah kelompok kecil yang bersifat heterogen,
yaitu terdiri dari beberapa individu yang memiliki latar belakang dan
keragamannya masing – masing. Mulai dari siswa berkemampuan
rendah, sedang, dan tinggi. Serta jika memungkinkan maka anggota
kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda
– beda, untuk menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar
yang akan dicapai,
b. Penghargaan atau apresiasi lebih diberikan pada kelompok daripada
individu.
2.1.3 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif
memiliki beberapa tujuan. Disini akan dibahas lebih detail lagi tujuan dari
model pembelajaran kooperatif. Ada beberapa pendapat tentang tujuan dari
model pembelajaran kooperatif, menurut Widyantini (2006: 4) adalah hasil
belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai
keragaman dari temannya serta pengembangan keterampilan sosial.
Menurut Johnson & Johnson (dalam Trianto, 2010: 57), menyatakan bahwa
tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu
maupun secara kelompok. Menurut Louisell dan Descamps (dalam Trianto,
2010: 57) juga menambahkan, karena siswa bekerja dalam suatu tim, maka
dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari
latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan –
keterampilan proses dan pemecahan masalah. Sedangkan menurut Ibrahim,
8
dkk (2000: 7-8), model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan, yaitu :
a. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik. Beberapa
ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep – konsep yang sulit,
b. Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras,
budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan.
Mengajarkan untuk saling menghargai satu sama lain,
c. Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang
dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
memiliki beberapa tujuan, antara lain :
a. Memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi belajar,
b. Pengembangan keterampilan sosial karena dalam satu kelompok
terdiri dari beberapa individu dengan latar belakang dan
keragamannya masing – masing, maka akan mengajarkan penerimaan
terhadap keberagaman dan menghargai satu sama lain,serta
c. Mengembangkan keterampilan – keterampilan dalam bekerja sama
dan pemecahan masalah
2.1.4 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble
Ada beberapa pendapat tentang pengertian dari model pembelajaran
kooperatif tipe scramble. Antara lain menurut Budiharto, dkk (1997)
Scramble berasal dari bahasa inggris yang artinya “perebutan, perjuangan,
pertarungan”, dimana belajar ditekankan sambil bermain sehingga siswa
mendapatkan suasana menyenangkan. Teknik ini menghendaki siswa
melakukan penyusunan atau pengurutan suatu struktur bahasa yang
sebelumnya dengan sengaja telah dikacaukan susunannya. Menurut Suyatno
(dalam Iis, 2011: 13), Scramble merupakan salah satu tipe pembelajaran
9
kooperatif yang disajikan dalam bentuk kartu. Menurut Widodo (dalam Nur,
2011: 21), model pembelajaran scramble adalah suatu model pembelajaran
dengan membagikan kartu soal dan kartu jawaban yang disertai dengan
alternatif jawaban yang tersedia namun dengan susunan yang acak dan
siswa mengoreksi jawaban tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat.
Menurut Hanafiah dan Suhana (dalam Nur, 2011: 18) model pembelajaran
scramble bersifat aktif, siswa dituntut aktif bekerja sama serta bertanggung
jawab terhadap kelompoknya untuk menyelesaikan kartu soal guna
memperoleh poin dan diharapkan dapat meningkatkan kebersamaan siswa.
Dalam pembelajaran scramble, guru hendaknya sebagai pembimbing harus
bersikap terbuka, ramah, dan sabar. Sedangkan menurut Komalasari (2010:
84) model pembelajaran scramble yaitu model pembelajaran yang mengajak
siswa mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan atau pasangan dari suatu
konsep secara kreatif dengan cara menyusun huruf-huruf yang disusun
secara acak sehingga membentuk suatu jawaban atau pasangan konsep yang
dimaksud.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Scramble adalah
salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang dalam
pembelajarannya membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil untuk
kemudian dibagikan kartu soal dan kartu jawaban kepada masing – masing
kelompok tersebut. Dimana kartu jawaban yang diberikan kepada siswa
telah diacak susunan kata atau huruf atau kalimatnya, dan menjadi tugas
bagi siswa untuk menyusun kata atau huruf atau kalimat tersebut untuk
kemudian dicocokkan dengan lembar soal yang diberikan.
2.1.5 Bentuk – Bentuk Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble
Menurut Weblogask (2012) sesuai dengan sifat jawabannya scramble
terdiri atas bermacam – macam bentuk, yakni :
10
a. Scramble kata, yaitu sebuah permainan menyusun kata-kata dari
huruf-huruf yang telah dikacaukan letaknya, sehingga membentuk
suatu kata tertentu yang bermakna,
Misalnya : alpjera = pelajar
ktarsurt = struktur
b. Scramble kalimat, yaitu sebuah permainan menyusun kalimat dari
kata-kata acak. Bentuk kalimat hendaknya logis, bermakna, tepat, dan
benar.
Misalnya : berasal – dari – Bandung – saya = Saya berasal dari
Bandung
c. Scramble wacana, yaitu sebuah permainan menyusun wacana logis
berdasarkan kalimat-kalimat acak. Hasil susunan wacana hendaknya
logis, bermakna.
Misalnya :
Pemerintah Indonesia tidak akan mampu mengurus dan mengatur
sendiri pemerintahan di semua wilayah negeri kita. Negara Indonesia
sangat luas. Oleh karena itu, pemerintah pusat menyerahkan sebagian
kewenangan menyelenggarakan pemerintahannya kepada daerah.
Menjadi :
Negara Indonesia sangat luas. Pemerintah Indonesia tidak akan
mampu mengurus dan mengatur sendiri pemerintahan di semua
wilayah negeri kita. Oleh karena itu, pemerintah pusat menyerahkan
sebagian kewenangan menyelenggarakan pemerintahannya kepada
daerah.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe scramble memiliki 3 bentuk, yaitu : Scramble kata, Scramble
kalimat, dan Scramble wacana. Dalam penelitian ini peneliti akan
menggunakan bentuk Scramble kata.
11
2.1.6 Langkah – Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble
Menurut Suyatno dalam Iis (2011: 13), langkah-langkah dalam
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe scramble, yaitu :
a. Membuat kartu soal sesuai materi ajar
Guru membuat soal – soal sesuai dengan materi yang akan disajikan
kepada siswa,
b. Membuat kartu jawaban dengan diacak
Guru membuat pilihan jawaban yang susunan katanya diacak sesuai
jawaban soal-soal pada kartu soal, Karena dalam penelitian ini
menggunakan dua bentuk scramble yaitu scramble kata dan scramble
kalimat maka dalam kartu jawaban akan terdiri atas kedua bentuk
scramble tersebut.
c. Sajikan materi
Guru menyajikan materi ajar kepada siswa,
d. Bagikan kartu soal dan kartu jawaban pada kelompok
Guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil (4-6 orang)
yang bersifat heterogen (terdiri dari siswa berkemampuan rendah,
sedang, tinggi atau dari beragam latar belakang seperti suku/ras),
kemudian bagikan kartu soal dan kartu jawaban kepada masing-
masing kelompok.
e. Siswa berkelompok mengerjakan kartu soal
Siswa dalam kelompok bekerjasama dan saling membantu
mengerjakan soal-soal yang ada pada kartu soal,
f. Siswa mencari jawaban untuk setiap soal-soal dalam kartu soal
Siswa menyusun kartu jawaban yang susunan huruf dan katanya telah
diacak menjadi susunan yang tepat untuk kemudian dipasangkan
dengan soal-soal pada kartu soal.
Dari penjabaran di atas dapat diketahui secara jelas tahapan – tahapan
dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe scramble. Dalam
12
penelitian ini sendiri peneliti akan menggunakan tahapan – tahapan yang
telah dijabarkan di atas dalam melaksanakan penelitian
2.1.7 Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe scramble
Menurut Dhevita Nur (2013), model pembelajaran kooperatif tipe
scramble memiliki beberapa kelebihan, antara lain :
a. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang dikerjakan dalam kelompoknya, setiap anggota kelompok
harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai
tujuan yang sama, setiap anggota kelompok harus membagi tugas
dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya,
setiap anggota kelompok akan dikenai evaluasi, setiap anggota
kelompok berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan setiap
anggota kelompok akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif,
sehingga dalam teknik ini, setiap siswa tidak ada yang diam
karena setiap individu di kelompok diberi tanggung jawab akan
keberhasilan kelompoknya. Mendorong siswa untuk belajar
mengerjakan soal tersebut,
b. Metode pembelajaran ini akan memungkinkan siswa untuk belajar
sambil bermain. Mereka dapat berekreasi sekaligus belajar dan
berpikir, mempelajari sesuatu secara santai dan tidak membuatnya
stres atau tertekan. Kegiatan tersebut dapat mendorong
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
c. Selain untuk menimbulkan kegembiraan dan melatih keterampilan
tertentu, metode scramble juga dapat memupuk rasa solidaritas
dalam kelompok.
d. Materi yang diberikan melalui salah satu metode permainan ini
biasanya mengesankan dan sulit untuk dilupakan.
13
e. Sifat kompetitif dalam metode ini dapat mendorong siswa
berlomba-lomba untuk maju
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe scramble memiliki beberapa kelebihan, dimana akan sangat
bermanfaat bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajar jika model
pembelajaran kooperatif tipe scramble ini diterapkan dalam pembelajaran.
2.1.8 Hasil Belajar
Ada beberapa pendapat tentang pengertian dari hasil belajar, antara
lain menurut Tim penyusun KBBI (2005) Hasil belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.
Menurut Samsul Hadi dan Rukiyah (2009) hasil belajar adalah proses
pemberian nilai terhadap hasil– hasil belajar yang dicapai siswa dengan
kriteria tertentu. Dari dua pendapat di atas dapat dikatakan bahwa hasil
belajar adalah pemberian nilai oleh guru terhadap penguasaan pengetahuan
dan keterampilan siswa dengan kriteria tertentu yang lazimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka.
Kemudian ada pandangan berbeda dari beberapa pendapat yaitu
menurut Mulyono Abdulrahman (1999) hasil belajar adalah kemampuan
yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Menurut Winkel
(dalam Lina, 2009: 5), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti
keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Sedangkan menurut Arif
Gunarso (dalam Lina, 2009: 5), hasil belajar adalah usaha maksimal yang
dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Dari sini
dapat dilihat bahwa hasil belajar tidak selalu tentang proses penilaian tetapi
tentang hasil usaha maksimal seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha
dalam kegiatan belajar.
Selanjutnya ada pandangan berbeda pula dari beberapa pendapat,
antara lain menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Lina, 2009: 5), hasil
belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa
14
dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum
belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan
pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Hasil belajar
mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Menurut Nana
Sudjana (dalam techonly13, 2009) menyatakan bahwa proses penilaian
terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang
kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui
kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun
dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan
kelas maupun individu. Setiap keberhasilan belajar diukur dari seberapa
jauh hasil belajar yang diperoleh siswa. Keberhasilan siswa dalam mencapai
tujuan pengajaran diwujudkan dengan nilai. Nana Sudjana menyatakan pula
bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses
belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang
diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang
dicapai siswa. Dari sini dapat dilihat bahwa hasil belajar tidak hanya tentang
nilai dan hasil usaha siswa dalam kegiatan belajar, tetapi hasil belajar juga
memberikan informasi mengenai perkembangan siswa setelah melalui
kegiatan belajar sehingga nantinya dapat menjadi pedoman bagi guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar selanjutnya. Selain itu juga memberikan
informasi bagi guru apakah guru telah menyampaikan pembelajaran dengan
baik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
penilaian oleh guru terhadap kemampuan pengetahuan dan keterampilan
siswa setelah melaui kegiatan belajar yang lazimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka. Yang juga memberikan informasi tentang
perkembangan siswa. Jadi nantinya dalam penelitian ini, hasil belajar yang
dimaksudkan adalah penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap
kemampuan pengetahuan siswa yang ditunjukkan dengan nilai tes (angka).
15
2.1.9 Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,
sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan
UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004). Pendidikan
Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang,
yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang terakhir pada Kurikulum
2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai
wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang
berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan
dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu,
anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk
mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga
memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang
memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan
bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara (Sudjatmiko, 2008: 12). Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk diri yang
beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, untuk menjadi warga
negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh UUD 1945
(Sudjana, 2003: 4). Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap
pada tuntutan perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun
2004 serta Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata
Pelajaran Kewarganegaraan yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan
16
Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat
Pendidikan Menengah Umum.
Secara garis besar mata pelajaran Kewarganegaraan memiliki 3
dimensi, yaitu :
1. Dimensi Pengetahuan Kewarganegaraan (Civics Knowledge) yang
mencakup bidang politik, hukum, dan moral,
2. Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (Civics Skills), meliputi
keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
3. Dimensi Nilai – nilai Kewarganegaraan (Civics Values) mancakup
antara lain percaya diri, penguasaan atas nilai religius, norma dan
moral luhur (Sudjana, 2003: 4).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah
sebuah mata pelajaran yang bertujuan untuk pengembangan potensi individu
warga negara Indonesia sehingga memiliki wawasan, sikap, dan
keterampilan yang cakap untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Serta mengembangkan dan
melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa
Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku
kehidupan sehari-hari.
2.2.Kajian hasil penelitian yang relevan
Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu
antara lain:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Febri Belandina Lay, 2011
Mahasiswa Universitas Negeri Malang Program Studi S1 PGSD
dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Scramble Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VA Pada Mata Pelajaran
PKn SDN Madyopuro 4 Kecamatan Kedungkandang Kota
Malang”. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut :
nilai rata – rata siswa pada siklus I adalah 69,54%, sebanyak 11
17
siswa (33,3%) belum tuntas karena berada di bawah kriteria
penilaian, sebanyak 22 siswa (66,66%) tuntas karena sudah
mencapai kriteria ketuntasan oleh karena itu perlu diadakan
perbaikan pada siklus II. Pada siklus II nilai rata –rata yang
diperoleh siswa kelas VA SDN Madyopuro 4 adalah 74,54%,
sebanyak 9 siswa (27,27%) yang belum tuntas atau belum mencapai
kriteria ketuntasan. Dengan melihat pada nilai rata – rata siswa pada
tiap siklus maka pada siklus II nilai siswa mengalami peningkatan.
Maka dalam penelitiannya disimpulkan bahwa model pembelajaran
scramble ini dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas VA
SDN Madyopuro 4 Kota Malang.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Jusniar Silaban, dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Scramble Terhadap Hasil Belajar
Siswa Pada Mata Pelajaran PKN di Kelas X SMA Negeri 1 Pakkat
Tahun Pelajaran 2011/2012”. Penelitian ini dilakukan di SMA
Negeri 1 Pakkat Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan populasi yang
berjumlah 160 orang siswa. Sampel penelitian ditentukan sebesar
20% dari jumlah populasi yakni 32 yang Orang. Dari hasil analisis
data dan perhitungan dapat diketahui bahwa r hitung (rh) sebesar
0,653 sedangkan r tabel (rt) sebesar 0,349 Dengan demikian, harga
> yaitu 0,653 > 0,349 sehingga koefisien korelasi X terhadap Y
adalah signifikan. Untuk pengujian hipotesis digunakan uji t. Dari
hasil perhitungan yang dilakukan uji t diperoleh t hitung > t tabel
yakni 4,904 > 2,042. Berdasarkan hasil pengujian maka Ho ditolak
dan Ha diterima. Dari hasil analisis regresi linear menghasilkan Y
positif sehingga menunjukkan ada pengaruh yang signifikan model
pembelajaran Scramble terhadap hasil belajar.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Rakhmawati, dengan judul
“Penggunaan Model Pembelajaran Scramble Untuk Peningkatan
Motivasi Belajar IPA (Fisika) Pada Siswa SMP Negeri 16
Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dalam penelitiannya
18
disimpulkan bahwa melaui penggunaan model pembelajaran
scramble dalam pembelajaran IPA (Fisika) dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa SMP Negeri 16 Purworejo. Hal tersebut
terlihat dari data hasil observasi motivasi belajar siswa meningkat
dari 46,94% pada pra siklus menjadi 60,81% pada siklus I dan
meningkat lagi menjadi 73,39% pada siklus II. Persentase angket
motivasi belajar siswa meningkat 58,06% pada pra siklus menjadi
72,90% pada siklus I dan menjadi 81,29% pada siklus II.
Peningkatan motivasi belajar ini berpengaruh terhadap peningkatan
hasil belajar. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya rata-rata
nilai siswa. Rata-rata nilai siswa meningkat dari 59,98 dengan
ketuntasan 38,71% pada pra siklus menjadi 77,66 dengan
ketuntasan 80,69% pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 85,97
dengan ketuntasan 93,97% pada siklus II.
Dari beberapa penelitian di atas dapat diketahui bahwa penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe scramble memiliki dampak/pengaruh
yang positive, maka dari itu peneliti bermaksud menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe scramble pada siswa kelas 4 SD Negeri 2
Pilang Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora untuk meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
2.3. Kerangka Berpikir
Dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas 4
SD Negeri 2 Pilang Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora, siswa
tampak tak antusias dan kurang bersemangat dalam mengikuti jalannya
pembelajaran. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, antara
lain karena pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang memang
membosankan karena banyaknya materi yang sifatnya hafalan dan kurangnya
aspek penalaran atau logika dalam pelajaran tersebut, sehingga menyebabkan
siswa kurang bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu
19
juga karena guru yang masih menggunakan metode ceramah sehingga murid
menjadi bosan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini pada akhirnya
berdampak pada hasil belajar siswa, dimana sebanyak 33,3% siswa mendapat
nilai di bawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Tentunya perlu
adanya tindak lanjut untuk mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu peneliti bermaksud menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe scramble dalam mengatasi permasalahan tersebut, dimana
dengan penggunaan model pembelajaran ini ditujukan untuk meningkatkan
hasil belajar siswa. Model pembelajaran scramble ini sendiri adalah salah
satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang dalam pembelajarannya
membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil untuk kemudian dibagikan
lembar soal dan kartu jawaban kepada masing – masing kelompok tersebut.
Kartu jawaban yang diberikan kepada siswa telah diacak susunan huruf / kata
/ kalimat-nya, dan menjadi tugas bagi siswa untuk menyusun
huruf/kata/kalimat tersebut untuk kemudian dicocokkan dengan lembar soal
yang diberikan.
Model pembelajaran ini memiliki beberapa manfaat, antara lain yaitu
pertama dalam model pembelajaran kooperatif tipe scramble ini siswa belajar
sambil bermain. Maksudnya adalah terdapat unsur permainan dalam model
pembelajaran ini, dimana siswa bekerjasama dalam kelompok menyusun
kartu jawaban yang telah diacak susunan huruf/kata/kalimat-nya, untuk
kemudian mencocokkan dengan soal-soal yang ada pada lembar soal yang
diberikan, dengan demikian suasana akan menjadi santai dan menyenangkan.
Hal ini tentunya akan menjadikan siswa lebih antusias dalam mengikuti
pelajaran. Yang kedua adalah model pembelajaran ini melibatkan seluruh
siswa. Jadi dengan terlibatnya seluruh siswa dalam pembelajaran, maka dapat
dipastikan bahwa setiap siswa akan melakukan kegiatan belajar, dengan
begitu diharapkan pula bahwa setiap siswa dapat memahami pelajaran ini
dengan baik. Yang ketiga adalah sifat kompetitif dalam model pembelajaran
ini dapat mendorong siswa untuk berlomba-lomba maju. Hal ini sangatlah
baik, karena dengan begitu siswa akan termotivasi untuk bersungguh-
20
sungguh dalam mengerjakan tugasnya, yang diharapkan pula akan
meningkatkan tingkat pemahaman siswa terhadap materi. Yang keempat
dalam model pembelajaran ini akan menimbulkan rasa gembira dan
menyenangkan bagi para siswa, hal ini tentu baik karena akan menimbulkan
antusias dan semangat dalam diri siswa untuk mengikuti pelajaran. Dan yang
terakhir adalah dengan model pembelajaran ini siswa akan lebih mudah
dalam memahami materi yang diajarkan, ini tentunya menjadi suatu hal yang
sangat baik karena pokok dari suatu pembelajaran adalah siswa mengerti
tentang apa yang diajarkan.
Kelima hal diatas tentunya akan sangat bermanfaat bagi siswa dalam
meningkatkan hasil belajar mereka pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Dan tentunya menjadi pegangan bagi peneliti, untuk
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe scramble dalam
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan kelas 4 SD Negeri 2 Pilang Kecamatan Randublatung
Kabupaten Blora.
21
Skema Kerangka Berpikir
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat
dirumuskan hipotesis pada Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai
berikut : Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe scramble diduga
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan kelas 4 SD Negeri 2 Pilang Kecamatan Randublatung
Kabupaten Blora.
Belajar
Sambil
Bermain
Mening-
katkan
Hasil
Belajar
Model
Pembelajaran
Kooperatif Tipe
Scramble
Menimbulk
an Rasa
Senang dan
Gembira
Bagi Siswa
Materi
Lebih
Mudah
Dipahami
Melibatkan
Seluruh
Siswa
Sifat
Kompetitif