Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti
kemampuan atau kekuatan. Dari kata ini bisa diungkapkan dengan
kalimat lain bahwa pemberdayaan merupakan suatu proses menuju
berdaya atau proses untuk memperoleh daya/ kekuatan/ kemampuan
dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/ kemampuan dari pihak
yang memiliki daya kepada pihak yang belum/ kurang berdaya.
Makna “memperoleh” pada pengertian di atas berarti bahwa dalam
pemberdayaan masyarakat yang mencari, mengusahakan,
melakukan dan menciptakan situasi atau meminta kepada pihak lain
untuk memberi daya/ kekuatan/ kemampuan (K Dwi, 2016: 16-17).
Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang
menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai
pengontrolan, dan mempengaruhi, kejadian-kejadian serta lembaga-
lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan
menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan,
dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan
kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Mardikanto,
2013: 29).
Konsep pemberdayaan sudah tidak asing lagi dikalangan
masyarakat. Banyak sekali pemerintah yang membangun lembaga
19
dengan nama pemberdayaan, seperti Badan Pemberdayaan
Masyarakat (Bapermas), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
tingkat Desa maupun Kelurahan. Bahkan, banyak sekali Lembaga
Swadaya Masyarakat yang melakukan program pemberdayaan
masyarakat. Selain itu, didalam dunia usaha pemberdayaan
masyarakat juga dilakukan melalui program CSR (Corporate Social
Responbility).
Popularitas pemberdayaan tidak sebanding dengan
realisasinya,. Pemberdayaan masyarakat tidak semudah seperti
membalikan tangan. Kegiatan pemberdayaan bukan sekedar
membangun sesuatu, memberikan pelatihan keterampilan,
melakukan pendampingan, memberikan sumbangan/ hadiah, atau
bentuk-bentuk kegiatan lainnya. Pemberdayaan masyarakat
merupakan upaya untuk menjadikan masyarakat berdaya dan
mandiri, mampu berdiri diatas kakinya sendiri. Bentuk
pemberdayaan perlu sesuai dengan potensi, masalah, dan kebutuhan
masyarakat sangat lokal atau masyarakat setempat (Anwas, 2014:
3).
2.1.2 Tujuan Pemberdayaan
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah tidak lain
untuk membentuk individu menjadi berdaya dan mandiri secara
finansial, berfikir, maupun bertindak sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Tujuan pemberdayaan juga untuk mengentas
kemiskinan didalam masyarakat, dengan meningkatkan
20
perekonomian masyarakat. Selain itu, mengubah perilaku dan
kebiasaan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Tujuan pemberdayaan meliputi berbagai upaya perbaikan
sebagai berikut: (Theresia Dkk, 2015: 153)
a) Perbaikan kelembagaan (better innstitusion)
Dengan perbaikan kegiatan/ tindakan yang dilakukan,
diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk
pengembangan jejaring kemitraan-usaha.
b) Perbaikan usaha (better business)
Perbaikan pendidikan (semangat belajar), perbaikan
aksebilitas, kegiatan, dan perbaikan kelembagaan, diharapkan
akan memperbaiki bisnis yang dilakukan.
c) Perbaikan pendapatan (better income)
Dengan terjadinya perbaikan bisnis yang dilakukan,
diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang
diperolehnya, termasuk pendapatan keluarga dan masyarakatnya.
d) Perbaikan lingkungan (better environment)
Perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki
lingkungan (fisik dan sosial), karena kerusakan lingkungan
seringkali disebabkan oleh kemiskinan atau pendapatan yang
terbatas.
21
e) Perbaikan kehidupan (better living)
Tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang
membaik diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan
setiap keluarga dan masyarakat.
f) Perbaikan masyarakat (better community)
Keadaan kehidupan yang baik, yang didukung oleh
lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik, diharapkan akan
terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik pula.
2.1.3 Indikator Keberhasilan Pemberdayaan
Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari
bagaimana masyarakat tersebut mampu untuk meningkatkan
perekonomiannya secara mandiri. Selain itu, Keberhasilan
pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari unsur peningkatan:
kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat
kesejahteraan, kemampuan kultural dan politis.
Indikator keberhasilan yang dipakai untuk mengukur
keberhasilan program pemberdayaan masyarakat mencakup hal-hal
sebagai berikut (Arifin, 2014: 23-24) :
1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin.
2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatab yang dilakukan
penduduk msikin dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia.
3. Meningkatknya kepedulian masyarakat terhadap upaya
peningkatan ksejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.
22
4. Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan
makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok,
makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem
administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi kelompok
dengan kelompok lain di dalam masyarakat.
5. Meningkatnya kapasitas masyarakaat dan pemerataaan
pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga
miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan
sosial dasarnya.
2.1.4 Koperasi menurut Mohammad Hatta
Koperasi berasal dari kata “ko” yang artinya bersama dan
kata “operasi” yang artinya bekerja. Sehingga koperasi artinya
sama-sama bekerja. Perkumpulan yang diberi nama koperasi ialah
perkumpulan kerjasama dalam mencapai suatu tujuan. Di dalam
koperasi tidak ada sebagian anggota yang bekerja memangku
tangan, melainkan semua anggota bekerjasama untuk mencapai
tujuan (Patra, 2008: 73).
Pengertian koperasi di Indonesia termuat dalam Undang-
undang nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian yang
menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip kopersi, sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas
kekeluargaan. Koperasi sendiri tidak terlepas dari pemikiran
23
Mohammad Hatta atau yang biasa dikenal dengan bung hatta atau
bapak koperasi Indonesia.
Sebelum menggagas koperasi, Hatta mencetuskan pemikiran
mengenai demokrasi ekonomi. Hatta sendiri mengistilahkan
demokrasi sebagai kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat atau
demokrasi dipahami Hatta disini bukanlah demokrasi yang
dipraktikan negara-negara barat. Demokrasi disini bukan pula
praktik-praktik demokrasi milik negara komunis, Uni Soviet.
Karena menurutnya, demokrasi rakyat versi komunis bukanlah
sebuah demokrasi. Lalu, dalam tulisan Hatta di Daulat Rakyat tahun
1932, Hatta juga menambahkan penilaiannya mengenai demokrasi
barat, bahwa demokrasi yang dilahirkan oleh revolusi perancis tidak
memberikan kemerdekaan rakyat yang sebenarnya, melainkan
menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Sebab itu demokrasi politik
saja tidak cukup untuk mencapai kedaulatan rakyat, melainkan
membutuhkan demokrasi yang lainnya, yaitu demokrasi ekonomi
(Patra, 2008: 66).
Demokrasi ekonomi sendiri memakai dasar “segala
penghasilan yang mengenai penghidupan orang banyak harus
berlaku dibawah tanggungan orang banyak pula”. Pemikiran hatta
mengenai demokrasi ekonomi inilah yang menjadi cikal bakal
terbentuknya pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. Dengan adanya
demokrasi ekonomi barulah bisa terjamin adanya keadilan sosial
yang menghendaki kemakmuran yang merata ke seluruh rakyat.
24
Demokrasi ekonomi yang bertujuan menciptakan keadilan
sosial jelas sangat mempengaruhi pemikiran-pemikiran Hatta di
bidang ekonomi dan dalam demokrasi ekonomi inilah juga menjadi
landasan dari pemikiran Hatta dalam masalah pembangunan
ekonomi secara nasional. dalam pandangan Hatta, pembangunan
ekonomi nasional terdapat dua cara yang sangat utama dan
fundamental sifatnya, yaitu :
Pertama, pembangunan yang kecil-kecil dan sedang besarnya
dikerjakan oleh rakyat secara koperasi. Koperasi dapat berkembang
secara berangsur-angsur, dari kecil, sedang, menjadi besar, dari
pertukangan menjadi industri. Kedua, pembangunan yang besar-
besar dikerjakan oleh pemerintah atau dipercayakan kepada badan-
badan hukum tertentu yang dibawah penguasaan atau pengawasan
pemerintah. Pedoman bagi segala usaha tersebut ialah mencapai
“sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Gagasan koperasi yang dicetuskan oleh Hatta sebagai bentuk
organisasi ekonomi rakyat indonesia selain dipengaruhi oleh
perkembangan koperasi di Denmark yang dikaitkannya dengan
kehidupan demokrasi politik di negara itu. Hatta tampaknya
mempunyai pandangan yang sama dengan Ravnholt bahwa dasar-
dasar demokrasi ekonomi yang dijalankan dalam perkumpulan
koperasi akan menjadi landasan utama bagi kehidupan demokrasi
politik. Dalam pidato radionya untuk menyambut hari koperasi yang
ketiga pada tanggal 11 Juli 1953, Hatta mengutip Ravnholt yang
25
dikemukakannya dalam buku The Danish Co-operative Movement
(Arief, 2002: 104) :
“Dalam perkumpulan koperasi, dasar-dasar demokrasi
ekonomi telah lebih dahulu dijalankan sebelum rakyat
Denemarken seluruhnya mengenal demokrasi politik”.
Untuk membangkitkan ekonomi rakyat, Hatta menyatakan
bahwa koperasi adalah suatu alat yang efektif untuk membangun
ekonomi kerakyatan. Seperti yang dikatakannya (Patra, 2008: 20) :
“koperasi pada selanjutnya, mendidik semangat percaya pada
diri sendiri, memperkuat kemauan bertindak dengan dasar
self-help. Dengan koperasi rakyat seluruhnya dapat ikut serta
membangun, berangsur-angsur maju dari yang kecil melalui
yang sedang sampai akhirnya ke lapangan perekonomian
yang besar. Tenaga ekonomi yang lemah lambat laun disusun
menjadi kuat. Koperasi dapat pula menyelenggarakan
pembentukan kapital nasional dalam jangka waktu yang
lebih cepat, dengan jalan menyimpan sedikit demi sedikit
tapi teratur. Sebab itu koperasi dianggap sebagai suatu alat
yang efektif untuk membangun kembali ekonomi rakyat
yang terbelakang. Koperasi merasionilkan perekonomian,
karena menyingkatkan jalan antara produksi dan konsumsi.
Dengan adanya koperasi-konsumsi yang teratur dan bekerja
baik, perusahaan-perantaraan yang sebenarnya tidak perlu,
yang hanya memperbesar ongkos dan memahalkan harga
dapat disingkirkan. Tenaga-tenaga ekonomi yang tersingkir
itu, dapat dialirkan kepada bidang produksi yang lebih
produktif. Karena itu produsen lebih pantas memperoleh
upah yang pantas bagi jerihnya dan konsumen membayar
harga yang murah”.
Menurut Hatta, koperasi dan demokrasi bersifat saling
menunjang. Koperasi mempertebal rasa tanggung jawab dalam
kehidupan demokrasi dan demokrasi yang berakar baik
menyuburkan kehidupan koperasi (Arief, 2002: 105). Mohammad
26
Hatta dalam Almanak Koperasi 1957-1958 membagi asas-asas
koperasi dalam dua bagian, yaitu : (Hendrojogi, 2010: 32)
Dasar-dasar Pokok
- Demokrasi koperatif, yang artinya bahwa kemudi (pengelolaan)
dan tanggung jawab, adalah berada di tangan anggota sendiri
- Dasar persamaan hak suara.
- Tiap orang boleh menjadi anggota.
- Demokrasi ekonomi, keuntungan dibagi kepada anggota
menurut jasa-jasanya.
- Sebagian keuntungan diperuntukkan pendidikan anggota.
Dasar-dasar moral
- Tidak boleh dijual dan dikedaikan barang-barang palsu.
- Harga barang harus sama dengan harga pasar setempat.
- Ukuran dan timbangan barang harus benar dan dijamin.
- Jual beli dengan tunai: kredit dilarang karena menggerakkan hati
orang untuk membeli diluar kemampuannya.
Menurut Mohammad Hatta, untuk disebut koperasi, sesuatu
organisasi setidak-tidaknya harus melaksanakan asas-asas diatas.
Hatta menjelaskan bahwa dalam koperasi terdapat suatu tujuan yang
utama yaitu menyelenggarakan keperluan hidup bersama dengan
sebaik-baiknya dan memperbaiki nasib orang-orang yang lemah
ekonominya dengan jalan kerjasama. Dalam menguraikan tujuan
koperasi, Hatta menganalogikan bahwa antara satu individu dengan
27
individu yang lain seperti sebuah sapu lidi, yang mana kalau lidi itu
berjalan sendiri-sendiri menjadi lemah dan mudah patah. Tetapi
apabila diikat menjadi sapu, ia merupakan satu kesatuan yang kuat
dan tidak mudah dipatah (Patra, 2008: 107).
2.1.5 Jenis-jenis Koperasi
Berbagai macam koperasi lahir seirama dengan aneka jenis
usaha untuk memperbaiki kehidupan. Oleh karena itu, banyak
macam-macam kebutuhan dan usaha untuk memperbaiki kehidupan
itu, maka lahirlah pula berbagai jenis koperasi. dalam garis besarnya
sekian banyak jenis koperasi tersebut dapat dibagi menjadi 5
golongan, sebagai berikut: (Widiyanti dkk, 2003: 49)
1. Koperasi konsumsi, merupakan koperasi yang anggota-
anggotanya terdiri dari tiap orang yang mempunyai kepentingan
langsung dalam lapangan konsumsi. Sesuai dengan namanya,
anggota-anggota koperasi konsumsi ini biasanya terdiri dari
konsumen atau pemakai barang-barang. Yang mendirikan
koperasi ini biasanya para konsumen atau pemakai barang-
barang seperti ara pegawai negri, buruh atau karyawan dan
anggota-anggota ABRI yang berusaha memperoleh barang-
barang kebutuhan dengan mudah dan murah.
2. Koperasi kredit atau koperasi simpan pinjam, merupakan
koperasi yang bergerak dalam lapangan usaha pembentukan
modal melalui tabungan-tabungan para anggota secara teratur
dan terus-menerus kemudian dipinjamkan kepada para anggota
28
dengan cara mudah, cepat, dan tepat untuk tujuan produksi dan
kesejahteraan. Contohnya adalah unit-unit simpan pinjam dalam
KUD, KSU, Credit Union, Bukopin, Bank Koperasi Pasar, dll.
3. Koperasi Produksi, merupakan koperasi yang bergerak
dibidang kegiatan ekonomi pembuatan dan penjualan barang-
barang baik yang dilakukan oleh koperasi sebagai organisasi
maupun orang-orang koperasi. contohnya Koperasi Peternakan
Sapi Perah, Koperasi Tahu Tempe, Koperasi Pembuatan Sepatu,
Koperasi Kerajinan, dll.
4. Koperasi Jasa, merupakan koperasi yang bergerak dibidang
penyediaan jasa tertentu bagi para anggota maupun masyarakat
umum. Contohnya, adalah Koperasi Angkutan, Koperasi
Perencanaaan dan Konstruksi Bangunan, Koperasi Jasa Audit,
Koperasi Perumahan Nasional (KOPERNAS), dll.
5. Koperasi Serba Usaha, merupakan koperasi yang
menyelenggarakan usaha lebih dari satu macam kebutuhan
ekonomi atau kepentingan ekonomi para anggotanya. Biasanya
koperasi demikian tidak dibentuk sekaligus untuk melakukan
bermacam-macam usaha, melainkan makin luas karena
kebutuhan anggotanya yang semakin berkembang. Koperasi
serba usaha yang ada di daerah pedesaan, atau kecamatan dapat
disebut sebagai Koperasi Unit Desa (KUD). Hal itu dikarenakan,
bahwa KUD juga memiliki fungsi sebagai perkreditan,
penyediaan dan penyaluran sarana produksi pertanian dan
29
keperluan sehari-hari, pengelolaan dan pemasaran hasil
pertanian, pelayanan jasa-jasa, serta melakukan kegiatan
perekonomian lainnya.
Koperasi Setia Budi Wanita Kota Malang masuk ke dalam
jenis koperasi Serba Usaha. Hal itu dikarenakan, koperasi Setia Budi
Wanita bergerak dissegala bidang mulai dari simpan pinjam,
pertokoan (konsumsi), produksi. Koperasi Setia Budi Wanita juga
mempunyai WCC (Women Crisis Center) untuk membantu para
perempuan di Kota Malang dalam menyelesaikan segala
persoalannya, terutama kekerasan dalam rumah tangga terhadap
perempuan dan anak.
2.1.6 Perempuan dalam Pembangunan
Perbedaan gender telah melahirkan berbagai bentuk
ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam
berbagai bentuk ketidakadilan, seperti subordinasi, marginalisasi,
beban kerja lebih banyak dan stereotip. Sesungguhnya perbedaan
gender tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketidakadilan gender. Ternyata, perbedaan gender tersebut telah
melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki maupun
perempuan. Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur
dimana kaum lelaki dan perempuan menjadi korban dalam sistem itu
(Handayani & Sugiarti, 2002: 15-16).
Salah satu bentuk ketidakadilan gender yang sering terjadi di
dalam masyarakat dan sudah terjadi di dalam tradisi masyarakat.
30
Bentuk ketidakadilan gender ini yaitu proses marginalisasi atau
pemiskinan terhadap kaum perempuan. marginalisasi juga dapat
disebut sebagai pemiskinan ekonomi. Proses marginalisasi ini dalam
berbagai sumbernya dapat berasal dari kebijakan pemerintah,
keyakinan, tafsiran agama, tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi
ilmu pengetahuan. Sebagai salah satu contoh marginalisasi terhadap
perempuan yaitu adanya anggapan bahwa perempuan tidak perlu
sekolah tinggi-tinggi nanti ujung-ujungnya juga akan ke dapur.
Peranan perempuan di dalam pembangunan adalah hak dan
kewajiban yang dijalankan oleh perempuan pada status dan
kedudukan tertentu dalam pembangunan, baik pembangunan di
bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Mengupayakan
perempuan masuk ke dalam pembangunan berarti mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender. Dimana posisi perempuan tidak lagi
dalam posisi terbelakang atau kedua (Sudarta, 2012: 3).
Di dalam Koperasi Setia Budi Wanita terdapat fenomena
yang menggambarkan tentang peranan perempuan dalam
pembangunan yang ditandai dengan berjalanya koperasi sebesar
Setia Budi Wanita yang mayoritas pengurusnya adalah kaum
perempuan, berbagai kegiatan yang ada didalamnya juga
menunjukan adanya proses pembangunan baik secara ekonomi
maupun sosial secara umum di pihak perempuan dalam kehidupan
sehari-hari. Dari gambaran diatas telah jelas bahwa perempuan
masih dalam unsur WID (Women In Development) dikarenakan
31
adanya peran dan keikut sertaan perempuan dalam menyokong
berjalanya koperasi tersebut, kemudian setelah adanya proses
tersebut maka posisi perempuan pada saat ini di koperasi Setia Budi
Wanita telah mencapai WAD (Women And Development) yaitu
dengan artian perempuan tersebut mampu untuk mempengaruhi
dalam proses pembangunan dan bukan hanya sebagai followers
semata.
Berikut penjelasan lebih rinci mengenai WID (Women In
Development), WAD (Women And Development) dan GAD (Gender
And Development) (Handayani & Sugiarti, 2002: 38) :
a) Pendekatan WID (Women In Development)
Berkenaan dengan pola pemikiran modern tentang
modernisasi pembangunan negara-negara internasional,
didapatkan bahwa pembangunan merupakan proses kemajuan
yang berjalan secara linear dan pasti. Dalam kenyataannya,
posisi perempuan berada di belakang, kurang diperhatikan.
Dengan kata lain, posisi perempuan tertinggal dalam proses
pembangunan, baik sebagai pelaku, objek maupun pemanfaatan
pembangunan.
Ketertinggalan perempuan dalam proses pembangunan
disebabkan oleh tidak dilibatkannya perempuan karena berbagai
alasan, baik alasan klasik seperti peran subordinat perempuan
maupun alasan-alasan yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial
budaya. Untuk lebih meningkatkan peran perempuan maka
32
ditempuh strategi dengan pendekatan WID. Pendekatan WID
berpijak dari dua sasaran, yaitu :
1. Pentingnya prinsip egalitarian, prinsip egalitarian adalah
kepercayaan bahwa semua orang sederajat. Dalam WID
antara laki-laki dan perempuan mempunyai derajat dan
kedudukan sebagai mitra yang sejajar.
2. WID menitikberatkan pada pengadaan program yang dapat
mengurangi atau menghapuskan diskriminasi yang dialami
oleh para perempuan di sektor produksi.
Program-program yang dapat diterapkan untuk pelaksanaan
pendekatan WID adalah program-program yang dapat
menghasilkan pendapatan bagi perempuan. Untuk lebih
mendorong perempuan memasuki dunia publik, maka
diperlukan beberapa persyaratan antara lain pendidikan dan
keterampilan. Dimana, pemberian kesempatan kepada kaum
perempuan untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
Sedangkan keterampilan, diharapkan akan menjadi nilai lebih
bagi kaum perempuan dalam mencari penghasilan atau
menambah pendapatan keluarga.
b) Pendekatan WAD (Women And Development)
WAD singkatan dari Women And Development atau
perempuan dan pembangunan. Kata penghubung “dan”
menunjukan pada pengertian kesejajaran antara kata
“perempuan” dan “pembangunan”. Jika pendekatan WID
33
menekankan terintegrasikannya perempuan dalam
pembangunan, maka WAD lebih mengarahkan pada hubungan
antara perempuan dan proses pembangunan.
Implementasi pendekatan WAD dititik beratkan pada
pengembangan kegiatan peningkatan pendapatan tanpa
memperhatikan unsur waktu yang digunakan oleh perempuan.
kegiatan-kegiatan dilakukan berada di luar tanggung jawab dan
tanggung jawab unsur domestik. Oleh karena WAD
menekankan pada hubungan antara perempuan dan
pembangunan maka implementasinya adalah ukuran
produktivitas perempuan baik secara kesempatan maupun
kemampuan yang dimiliki. WID dan WAD memiliki kesamaan
yaitu sama-sama dalam kerangka ekonomi dan politik negara.
c) Pendekatan GAD (Gender And Development)
Pendekatan GAD atau Gender and Development lebih
menekankan pada hubungan sosial. Berbeda dengan pendekatan
WID dan WAD yang berorientasi pada aspek sosial dan politik.
Seperti yang sudah diketahui bahwa gender merupakan
hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan bukan
perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara jenis kelamin.
Gender lebih mengarah pada hubungan sosial antara laki-laki
dan perempuan. hubungan ini dikonstruksikan baik secara sosial
maupun budaya.
34
Pada kenyataannya yang sering terjadi di dalam masyarakat,
perempuan berada dalam hubungan yang tersubordinasi dengan
laki-laki. Pendekatan GAD lebih menekankan bagaimana
hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam proses
pembangunan. Dalam pendekatan GAD, posisi perempuan
diletakkan dalam konstruksi sosial gender serta pemberian
peran tertentu kepada perempuan maupun laki-laki. Laki-laki
berperan atau terlibat dalam penempatan posisi perempuan.
yang pada artinya, nasib kaum perempuan turut dipikirkan oleh
laki-laki, sehingga laki-laki juga turut berjuang dalam
kepentingan-kepentingan kaum perempuan.
GAD tidak hanya sekedar menjawab kebutuhan praktis,
untuk mengubah kondisi kaum perempuan, melainkan juga
menjawab kebutuhan strategis kaum perempuan, yakni
memperjuangkan perubahan posisi kaum perempuan, dalam hal
ini posisi perempuan sejajar dengan laki-laki.
2.1.7 Pemberdayaan Perempuan melalui Koperasi
Pemberdayaan perempuan adalah usaha pengalokasian
kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial. Posisi
perempuan akan membaik hanya ketika perempuan dapat menjadi
mandiri dan mampu menguasai atas keputusan-keputusan yang
berkaitan dengan kehidupannya (Afviva, 2011: 32). Menurut
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia,
Meutia Hatta Swasono, pemberdayaan perempuan adalah
35
serangkaian upaya sistematis pemampuan perempuan untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka, meningkatkan kesempatan
mereka untuk berpartisipasi menjadi bagian pelaku pembangunan
dan menikmatinya, juga kesempatan untuk menjadi pengambil
keputusan dalam kehidupan ekonomi mereka. Pemberdayaan
perempuan bertujuan untuk membangun kemandirian,
meningkatkan rasa percaya diri (self confidence) untuk memilih
peranannya, serta mampu berpartisipasi aktif membangun
kehidupan dan kesejahteraannya (Alam, 2007: 5).
Upaya pemberdayaan perempuan dapat dikategorikan
sebagai upaya untuk meningkatkan kepemilikan dan kontrol
perempuan terhadap sumber daya ekonomi dan non ekonomi.
(Parawansa, 2006: 124) Peningkatan peran perempuan dalam pasar
atau sektor ekonomi diharapkan dapat meningkatkan kontribusi
perempuan dalam perekonomian rumah tangga dan tingkat
kesejahteraan masyarakat selain meningkatkan kualitas hidup
perempuan. sehingga perempuan yang sudah berdaya dapat
membuka usaha sendiri dan meningkatkan perekonomian keluarga,
serta dapat membuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat sekitar
yang masih belum mempunyai pekerjaan. Untuk mewujudkan
pemberdayaan terhadap perempuan, dibutuhkan wadah yang
mandiri dan fleksibel guna memberdayakan perempuan, salah
satunya yaitu koperasi Setia Budi Wanita Kota Malang.
36
Menurut Gemari, salah satu kegiatan pemberdayaan
perempuan yang bisa dilakukan adalah melalui usaha koperasi.
koperasi yang selama ini dikenal sebagai pilar dari perekonomian
bangsa merupakan pilihan tepat bagi kaum perempuan dalam
meningkatkan kesejahteraan keluarga maupun kelompoknya.
Apalagi, saat ini peranan pemerintah dalam melindungi koperasi
dari hambatan kekuatan besar dan jaringan yang kokoh, sehingga
memungkinkan koperasi dan anggotanya bisa hidup sejahtera.
Menurut Tesfay, koperasi memiliki peran kunci bagi perempuan
dalam memenuhi kebutuhan dengan menyediakan sumber daya
umum produksi (seperti kredit, tanah, fasilitas pemasaran,
infrastruktur, peralatan, teknologi) yang meningkatkan pendapatan
mereka. Dengan membentuk diri menjadi koperasi, mereka bisa
mendapatkan keuntungan dari skala ekonomi dan meningkatkan
akses mereka ke pasar (Devanty, 2017: 3).
Koperasi Setia Budi Wanita lahir pada tanggal 30 Desember
1977. Koperasi ini didirikan oleh Ibu Mursia Zafril Ilyas dengan
berbadan hukum nomor: 3992/BH/11/77. Koperasi Setia Budi
Wanita melaksanakan kegiatan pelatihan keterampilan berupa
keterampilan menjahit, beauty class, daur ulang, tata boga, payet
(sulam pita), baju rajut, dan bunga acrylic. Kegiatan pelatihan
keterampilan ini dilaksanakan dua kali dalam satu bulan.
Tujuan dari dilakukannya pelatihan keterampilan ini yaitu
membuat perempuan lebih aktif dan kreatif didalam
37
mengembangkan potensinya. Selain itu, diharapkan anggota dari
koperasi Setia Budi Wanita Kota Malang ini lebih mampu untuk
meningkatkan perekonomiannya maupun perekonomian
keluarganya.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian yang
akan dilakukan tentang pemberdayaan melalui koperasi adalah yang
pertama, penelitian milik Minarti tahun 2014 yang berjudul pemberdayaan
perempuan melalui program keterampilan menjahit oleh Koperasi Wanita
Wira Usaha Sejahtera di Bulak Timur-Depok. Penelitian terdahulu yang
kedua yaitu milik Firman Arief Pratditya tahun 2016 yang berjudul
Pemberdayaan Masyarakat melalui Koperasi (Studi langkah-langkah
Pemberdayaan di Koperasi Keparakan Mandiri Sejahtera (KOKKMAS)
Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsang, Kota Yogyakarta).
Penelitian terdahulu yang ketiga adalah penelitian terdahulu milik Toyyib
Alamsyah tahun 2014 yang berjudul Pemberdayaan Perempuan melalui
Home Industry Kain Jumputan di Kampung Celeban, Kelurahan Tahunan,
Yogyakarta. Selain itu, penelitian terdahulu juga diambil dari jurnal
internasional ISSN No: 2348-537X Volume 01 milik Ambrish tahun 2014
yang berjudul Enterpreneurship Development: An Approach to Economic
Empowerment of Women.
Beberapa penelitian terdahulu memiliki relevansi dengan penelitian
yang akan dilakukan. Dapat dilihat dari judul penelitian dan hasil temuan
masing-masing penelitian terdahulu yang telah dilakukan, sehingga dapat
38
ditemukan relefansi antara penelitian terdahulu dan penelitian yang akan
dilakukan. Hasil temuan dan relefansi penelitian dapat dilihat dari tabel
berikut :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Judul Penelitian Hasil Temuan Relevansi 1. Pemberdayaan perempuan
melalui program keterampilan
menjahit oleh Koperasi Wanita
Wira Usaha Bina Sejahtera di
Bulak Timur – Depok.
Dari Minarti, 106054002047,
Program Studi Pengembangan
Masyarakat Islam, Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi,
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta,
Tahun 2014
Program yang dilakukan di
Koperasi Wira Usaha Bina
Sejahtera dalam pemberian
pelatihan keterampilan
menjahit adalah upaya
pemberdayaan perempuan
dalam mengembangkan
potensi sehingga dapat
membuka usaha sendiri
bagi para perempuan bisa
memberdayakan diri sendiri
juga dapat membantu
perekonomian keluarganya.
Penelitian yang akan
dilakukan sama
dengan penelitian
sebelumnya tentang
pemberdayaan
perempuan melalui
koperasi dan
pemberian
keterampilan. Akan
tetapi dari tempat
penelitian berbeda
dengan penelitian
sebelumnya. Penelitian
sebelumnya dilakukan
di Koperasi Wanita
Wira Usaha Bina
Sejahtera di Bulak
Timur-Depok, dan
penelitian yang akan
dilakukan di Koperasi
Setia Budi Wanita
Kota Malang.
2. Pemberdayaan Masyarakat
melalui Koperasi (Studi
langkah-langkah
Pemberdayaan di Koperasi
Keparakan Mandiri Sejahtera
(KOKKMAS) Kelurahan
Keparakan, Kecamatan
Mergangsang, Kota
Yogyakarta).
Dari Firman Arief Pratditya,
11230032,
Program Studi Pengembangan
Masyarakat Islam, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Tahun 2016
Langkah-langkah
pemberdayaan masyarakat
yang dilakukan oleh
Koperasi Kerajinan
Mandiri Sejahtera dalam
meningkatkan
perekonomian pengrajin
kulit sepat dan sandal
dengan cara pembentukan
kelompok, pendampingan,
pengadaan alat produksi,
promosi, simpan pinjam,
sampai dengan pemberian
modal.
Penelitian yang akan
dilakukan sama
dengan penelitian
sebelumnya yaitu
tentang pemberdayaan
melalui Koperasi.
Akan tetapi yang
menjadi pembedanya
yaitu program
pemberdayaan yang
dilakukan oleh
koperasi tersebut dan
tempat penelitian.
Penelitian sebelumnya
dilakukan di Kota
Yogyakarta,
sedangkan penelitian
yang akan dilakukan di
Kota Malang.
3. Pemberdayaan Perempuan
melalui Home Industry Kain
Pemberdayaan yang
diberikan oleh Ibu-ibu
Penelitian yang akan
dilakukan sama
39
Jumputan di Kampung
Celeban, Kelurahan Tahunan,
Yogyakarta.
Toyyib Alamsyah, 10230008,
Program Studi Pengembangan
Masyarakat Islam, Fakultas
Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Tahun 2014
warga kampung Celeban
melalui beberapa kegiatan
pelatihan teknik dan
pengembangan motif kain
jumputan. Kemudian
dilakukannya
pendampingan dalam
bentuk modal oleh lembaga
LSPPK serta
pendampingan dalam
proses kegiatan produksi,
pemasaran, dan penjualan
produk melalui pembuatan
showroom, web design, dan
leaflet.
dengan penelitian
sebelumnya yaitu
tentang pemberdayaan
perempuan dan
pemberian
keterampilan. Akan
tetapi yang menjadi
pembedanya yaitu
pemberdayaan yang
dilakukan dalam
penelitian sebelumnya
melalui Home Industry
dan tempat penelitian
sebelumnya dilakukan
di Kota Yogyakarta,
sedangkan penelitian
yang akan dilakukan di
Kota Malang.
4. Enterpreneurship
Development: An Approach
to Economic Empowerment
of Women.
Ambish, Departement of
Mikcofinance, Amity
University,
ISSN No: 2348-537X, Volume
01,
Tahun 2014
Masyarakat India perlu
melakukan perubahan
sehubungan dengan peran
perempuan sebagai
pengusaha. Sehingga
perempuan dapat berperan
aktif didalam peningkatan
perekonomiannya melalui
UMKM serta
mengembangkan bakatnya
dalam bidang
kewirausahaan.
Penelitian terdahulu
relevan jika dikaitkan
dengan penelitian saat
ini, yang menjadi
persamaannya yaitu
penelitian terdahulu
dan saat ini sama-sama
membahas mengenai
kewirausahaan
perempuan untuk
meningkatkan
perekonomian.
Perbedaannya yaitu
pemberdayaan yang
dilakukan dalam
penelitian terdahulu
melalui UMKM dan
bertempat di Negara
India sedangkan
pemberdayaan yang
dilakukan dalam
penelitian yang akan
dilakukan melalui
Pemberian
keterampilan dan
bertempat di Kota
Malang.
40
2.3 Landasan Teori Strukturasi oleh Anthony Giddens
Penelitian ini menggunakan Teori Strukturasi yang digagas oleh
Anthony Giddens. Teori strukturasi berusaha mempelajari pandangan-
pandangan dualisme antara objektivitas dan subjektivitas dalam teori sosial,
namun harus dikonseptualisasikan kembali sebagai dualitas-dualitas
struktur. Dalam teori Strukturasi ini, Giddens membahas unsur-unsur
terpenting didalamnya, seperti Agency atau aktor dan struktur. Teori
strukturasi membahas dualitas antara struktur dan agency, dualitas yang
dimaksud dalam teori ini yaitu hubungan antara struktur dan agency atau
aktor. Dimana, struktur dan agency saling berhubungan satu sama lain.
Agency atau aktor membentuk struktur dan struktur melibatkan agen.
Bentuk dualitas ini yang terlintas anatar ruang dan waktu menjadi sebuah
praktik sosial.
Hubungan antara agen dan struktur saling ketergantungan atau
adanya hubungan timbal balik antara agen dan struktur. Dua point tersebut
tidak dapat ssaling terpisahkan karena bentuknya memang saling
terintegrasi. Sehingga agen dan struktur ini menciptakan sebuah arus yang
kontinu di dalam tindakan maupun di setiap peristiwa. Hubungan agen dan
struktur dapat melalui tiga gugus besar yaitu Signifikasi, Dominasi dan
Legitimasi. Struktur signifikasi selalu harus dipahami dalam kaitannya
dengan dominasi dan legitimasi. Sekali lagi pemahaman ini harus diarahkan
pada pengaruh kuat kekuasaan dalam kehidupan sosial (Giddens, 2010: 50).
Signifikasi menyangkut skemata pemaknaan, simbolik, penyebutan
dan wacana. Para agen, secara rutin melibatkan bagian-bagian temporal dan
41
spasial perjumpaan-perjumpaan dalam proses penciptaan makna.
Komunikasi, sebagai unsur umum interaksi, merupakan konsep yang lebih
mencangkup dibanding dengan isi komunikasi (Giddens 2010: 47).
Dominasi menyangkut skemata penguasaan aktor atau agen. Selanjutnya,
legitimasi menyangkut peraturan normatif yang terungkap dalam tata
hukum (Giddens, 2010: 50).
Tabel 2.2 (S-D-L dalam Konsep Anthony Giddens)
Struktur Wilayah Teoritis Tata Institusional
Sigifikasi Teori Pengodean Tata – tata simbolis/ cara –
cara wacana
Dominasi Teori autorisasi sumber daya
Teori alokasi sumber daya
Institusi politik
Institusi ekonomi
Legitimasi Teori regulasi normatif Institusi hukum
Struktur menurut Giddens, hanya ada di dalam dan melalui aktivitas
agen manusia. Struktur hanya dapat terwujud karena adanya aturan (rules)
dan sumber daya (resources). Struktur juga dinyatakan seperti hubungan
pengharapan, kelompok peran dan norma-norma, jaringan komunikasi dan
institusi sosial, dimana keduanya berpengaruh dan dipengaruhi oleh aksi
sosial. Struktur menfasilitasi individu dengan aturan yang membimbing
tindakan mereka. Akan tetapi, tindakan mereka juga bertujuan untuk
menciptakan aturan-aturan baru dan mereproduksi yang lama.
Agency disini dibahas secara detail mulai dari perilaku sosial yang
kemudian di golongkan ke 3 macam bentuk kesadaran yaitu kesadaran
diskursif, kesadaran praktis dan kognisi/ ketidaksadaran. Agen sendiri tidak
lain adalah aktor yaitu individu atau masyarakat itu sendiri. Di dalam
pemberdayaan melalui koperasi yang menjadi agen atau aktor adalah orang
42
yang di berdayakan dan orang yang memberdayakan. Sedangkan struktur
sendiri tidak lain yaitu proses pembentukan lembaga atau instansi dalam hal
ini Koperasi Setia Budi Wanita Kota Malang. Lembaga atau Koperasi Setia
Budi Wanita tersebut disebut struktur, karena lembaga tersebut memiliki
aturan atau sumberdaya yang berpengaruh pada anggota koperasi.
Berikut penggolongan struktur dan agency didalam pemberdayaan
melalui koperasi ini.
Tabel 2.3 Pengelompokan Struktur dan Agency
Struktur Agency
Koperasi Setia Budi Wanita
- Instansi atau lembaga
- Pelaksanaan aturan
- Memiliki sumberdaya
Pengurus dan anggota Koperasi
Setia Budi Wanita
- Individu atau aktor yang
diberdayakan
- Pengurus atau pemberdaya
Berdasarkan tabel tersebut menunjukan bahwa terdapat dua
pemisahan kriteria antara struktur dan agency sehingga dapat diketahui dan
dapat digolongkan mana yang masuk ke dalam struktur dan mana yang
masuk ke dalam agency atau aktor. Berikut penjelasan terkait struktur dan
agency.
a. Struktur
Struktur merupakan aturan dan sumberdaya atau seperangkat relasi
transformasi, terorganisis sebagai kelengkapan-kelengkapan dari sistem-
sistem sosial. Struktur sebagai suatu penciptaan pola relasi-relasi sosial
atau fenomena-fenomena sosial. Struktur disini sebagai “sesuatu yang
berada diluar” tindakan manusia, sebagai sumber pengekang inisiatif
bebas subjek yang mandiri (Giddens, 2010: 26).
43
Struktur merujuk pada kelengkapan-kelengkapan penstrukturan
yang memungkinkan pengikatan waktu-ruang dalam sistem-sistem
sosial. Kelengkapan-kelengkapan itu memungkinkan keberadaan
praktik-praktik sosial serupa dalam rentang waktu dan ruang yang sangat
beragam sekaligus memberikan praktik-praktik sosial itu suatu bentuk
sistematik. Giddens mengatakan bahwa struktur adalah tatanan
sesungguhnya dari relasi-relasi transformatif sistem sosial. Struktur ada
dalam perwujudan praktik-praktik tersebut dan sebagai jejak-jejak
ingatan yang berorientasi pada perilaku-perilaku para agen manusia yang
pintar (Giddens, 2010: 27).
Konsep tentang struktur dan sistem akan lebih banyak digunakan
didalam teori strukturasi ini karena strukturlah yang paling banyak
menggunakannya. Aspek aturan dan aspek sumberdaya menjadi aspek
yang sangat penting didalam struktur tersebut. hal tersebut dikarenakan
aturan dan sumberdaya merupakan hal yang paling banyak digunakan
oleh lembaga atau organisasi untuk memberikan garis dalam mereka
menjalankan tugas dan kewajiban sehari-hari.
Struktur bukan merupakan representasi aktivitas sosial maupun
gagasan namun, struktur merupakan teknik menyelam dibalik fenomena
kehidupan sosial untuk menemukan relasi-relasi dasar yang mengatur
fenomena tersebut. Sehingga, mirip dengan terseingkapnya unsur-unsur
dalam linguistik (Giddens, 2009: 20). Yang dimaksud struktur sebagai
teknik disini adalah batasan-batasan yang akan dilakukan oleh segala
44
individu yang ada dalam fenomena tersebut kemudian didalamnya juga
memiliki hak dan kewajiban serta hukuman (sanksi).
b. Agency
Agen menurut Giddens adalah aktor yang berpengetahuan dan selalu
berusaha melakukan rasionalisasi atas tindakan-tindakannya. Manusia
sebagai agen selalu memonitor tindakan-tindakannya melalui proses
yang disebut pemantauan refleksi atas tindakan. Pada proses pemantauan
ini agen menilai aspek-aspek sosial dan fisik dimana agen terlibat dalam
suatu tindakan. Tindakan memiliki konsekuensi yang tidak dimaksutkan.
Bagi Giddens, seorang agen adalah mahluk yang rasional dan
sengaja secara rasional berperilaku sesuai dengan apa yang dia tahu dan
percaya akan menjadi hasil dari tindakannya. Tindakan yang disengaja,
bagaimanapun, sering menghasilkan konsekuensi yang pada awalnya
tidak dipertanggungjawabkan oleh agen Konsekuensi yang tidak
diharapkan ini pada gilirannya menjadi alasan agen untuk tindakan yang
tidak diketahui di masa depan (Loyal, 2003 :56).
Makna agency menurut Giddens disini mengacu pada kekuasaan
kemampuan agen dalam melalukan tindakan, terlepas apakah hasilnya
sesuai dengan maksud awal agen. Membahas mengenai tindakan agen
atau agency tidak telepas dari kesadaran individu dalam melakukannya.
Kesadaran individu ini dibagi menjadi 3 yaitu : kesadaran diskursif,
kesadaran praktis, dan kognisi/ ketidaksadaran (Giddens, 2010: 8).
Beberapa tipe kesadaran ini akan membedakan tindakan yang ada dalam
agency agar mampu menjalankan suatu misi atau tujuan nya, oleh karena
45
itu beberapa tipe tindakan kesadaran tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut :
1. Kesadaran diskursif dapat diartikan sebagai pengetahuan teoritis
agency dalam suatu hal namun bisa diaplikasikan secara baik
dilapangan olehnya. Kesadaran diskursif ini bukan berarti
menganggap agency tidak bisa melakukannya namun hanya saja
belum dipraktikan secara baik.
2. Kesadaran praktis adalah karakter agen atau subjek manusia yang
terutama luput dari perhatian strukturalisme. Gagasan kesadaran
praktis ini sangat penting dalam teori strukturasi. Kesadaran praktis
adalah pemikiran individu secara objektif dalam melihat fenomena
sehingga dalam menentukan solusi terkadang terlepas dari kaidah-
kaidah yang ada di dalam tatanan sosial tersebut. pemikiran agency
di dalam kesadaran praktis ini lebih dipengaruhi oleh ego yang ada
di dalam dirinya sendiri.
3. Ketidaksadaran atau kognisi adalah tindakan-tindakan agency
diluar diskursif maupun praktis. Kognisi terkadang keluar dari
tujuan agency tersebut namun, tetap dalam satu aturan yang dibentuk
oleh struktur.