BAB I1amel Invaginasi

  • Upload
    amel

  • View
    237

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

xsx

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Intususepsi dikenal juga dengan nama Invaginasi. Intususepsi merupakan penyebab tersering dari obstruksi usus akut pada bayi, ketika satu bagian atas dari usus invaginasi ke bagian bawah dari usus tersebut. Jika progress dari intususepsi ini tidah di tatalaksana segera, dapat berakibat fatal. Kematian yang disebabkan oleh intususepsi jarang ditemukan di negara maju, ini disebabkan waktu diagnosis yang cepat dan terapi operatif. Di negara berkembang, pasien mungkin ditemukan telah dalam kondisi serius, dan angka kematian yang tinggi karena terbatasnya akses kesehatan. 1 65% kasus intususepsi timbul pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dengan insiden puncak antara bulan kelima dan kesembilan kehidupan. Walaupun keadaan ini bisa timbul pasca bedah, yang hanya melibatkan usus halus dalam 86% demikian, atau bisa timbul pada anak yang lebih besar dengan lesi seperti polip atau divertikulum meckel sebagai titik pembawanya. Biasanya intususepsi yang terjadi pada bayi, tidak diketahui sebab pastinya. Pada anak di bawah usia 4 tahun , 95% invaginasi dimulai pada atau dekat katup ileosekalis. 2 Invaginasi sering ditemukan pada anak dan jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak dan bayi merupakan hal yang masih sulit ditemukan dibandingkan dengan invaginasi pada orang dewasa. Invaginasi pada anak dan bayi sering dijumpai pada usia di bawah 2 tahun dan terbanyak ditemukan pada usia 5-9 bulan. Penyebab invaginasi pada anak dan bayi 70%-90% tidak diketahui; beberapa kepustakaan menghubungkan dengan hypertrophied peyer's patches akibat infeksi oleh virus, perubahan cuaca atau perubahan pola makanan. Sedangkan invaginasi pada anak yang besar dan orang dewasa penyebabnya adalah suatu kelainan patologis (divertikel Meckel, polip, tumor). Pada referensi lain dikatakan 70% pasien dibawah umur 1 tahun (sering pada usia 6-7 bulan). Insidensi bervariasi dari 1-4 per 1000 kelahiran hidup, dan pria 4 kali lebih banyak daripada wanita. Serta lebih banyak ditemukan pada bayi dengan gizi baik.(3,4)Kasus invaginasi masuk ke rumah sakit sebagai kasus gawat darurat. Tindakan pertama yaitu mengatasi kekurangan cairan, elektrolit & keseimbangan asam basa.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAI. DEFINISIInvaginasi atau intususepsi adalah suatu keadaan akut saluran cerna dimana suatu segmen usus bagian proximal masuk ke bagian distal yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi usus strangulasi.(3,5,6,7) Bila disertai strangulasi harus diingat kemungkinan terjadinya peritonitis setelah perforasi. Invaginasi hampir selalu terjadi di ileum terminal. Bagian segmen usus yang masuk ke bagian distal disebut intususeptum. Sedangkan bagian usus yang mengandung intususeptum disebut intususipien.Gambar 1. Intususepsi (8)

Gambar 2. Anatomi dari intususepsi tipikal ileum dalam kolon. Intussusceptum dan intussuscipens. (9)

II. ANATOMIUsus halus merupakan tabung komplek, berlipat-lipat yang membentang dari pylorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup, panjang usus halus sekitar 12 kaki/ sekitar 3,6 meter, sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia dewasa adalah5-6 m. Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proximalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya semakin berkurang sampai sekitar 2,5 cm. (7)Usus halus mencakup duodenum, jejunum dan ileum. Panjang duodenum 26 cm, sedangkan yejunum+ileum : 6 m . Dimana 2/5 bagian adalah jejunum (Snel, 89). Sepertiga proximal usus halus terdiri dari jejunum, 2/3 yang berikut merupakan ileum. Tak ada batas pasti antara bagian usus halus. Sepertinya terlihat perubahan bertahap dari ketebalan dinding usus yang menurun dengan lebih jauh ke distal usus. Lebar lumen juga mengikuti pola serupa. Sehingga obstruksi lebih mudah timbul dalam ileum distalis dibandingkan jejunum proximalis.(3) Batas antara duodenum dan jejunum adalahligamentum treits. Semuanya bertanggung jawab bagi sebagian besar panjang saluran pencernaan dan luas permukaan mukosanya yang luas merupakan tempat absorpsi bahan makanan, air dan mineral yang memungkinkan pemeliharaan normal, pertumbuhan dan perkembangan.

Gambar 3. Anatomi traktus digestiv (10)

Ada perbedaan antara usus halus proximal dan distal dalam mesenterium, yaitu pada mesenterium jejunum lemak yang terkandung di antara lembaran berakhir tepat sebelum batas usus dalam area Bering dan pembuluh darah dapar terlihat. Kalau pada ileum, lemak terbentang sampai dinding usus sehingga pembuluh darah sulit dilihat. Usus halus mesenterika seluruhnya dilayani oleh a. mesenterika superior melalui 12 -15 cabang yang membentuk arcades yang kemudian menimbulkan arteri lurus yang menyilang mesenterium langsung ke dinding usus.(2)Jejunum dan ileum dapat dibedakan dari11:1. Lekukan lekukan jejunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum di bawah sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak pada bagian bawah rongga peritoneum dan dalam pelvis.2. Jejunum lebih besar,berdinding lebih tebal dan lebih merahdaripada ileum Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih permanen yaituplica circularis, lebih besar, lebih banyak dan pada yejunum lebih berdekatan ; sedangkan pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian bawah lipatan ini tidak ada.3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta.4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanyamembentuk satu atau dua arkadedengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek, yang beraal dari 3 atau 4 atau malahan lebih arkade.5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak ditemukan dari pangkal sampai dinding usus halus.6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.

Dinding usus halus di bagi dalam 4 lapisan 2,3:1. Tunica Serosa.Terdiri dari jaringan ikat longgar yang dilapisi oleh mesotel.2. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tidak bergaris membentuk tunica muskularis usus halus. Lapisan ini paling tebal di dalam duodenum dan berkurang dalamnya kearah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum sirkulare. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe terletak di antara kedua lapisan otot ini.3. Tela Submukosa. Tela Submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara tunika muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak dibawah mukosa. Dalam ruang ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Juga ditemukan neuroplexus Meissner.4. Tunica Mukosa.Tunica mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum tersusun dalam lipatan sirkuler tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, vili.Lipatan dan vili lebih banyak di dalam jejunum dibandingkan di dalam ileum, sehingga bertanggung jawab lebih besar permukaan absorbsi dalam bagian usus ini.Ada dua area dalam tingkatan submukosa dan bagian spesifik usus halus2,5 1. Plaque peyer Plaque peyer terutama berada di dalam ileum dan lebih banyak ke distal. Ia terdiri dari agregasi lymphaticus yang dikelilingi oleh plexus lymphaticus di atas permukaan mesenterica usus.2. Glandula BrunnerGlandula Brunner ada hampir seluruhnya di dalam duodenum, tetapi di dalam jejunum proximal ia terdapat di proximal dan menurun dengan penuaan. Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5 meter, terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya pada saat kosong 6,5 cm dalam sekum, dan berkurang menjadi 2,5 cm dalam sigmoid. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke usus halus. (7) Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden dan sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebut fleksura hepatica dan kiri fleksura lienalis. (7)Dinding kolon terdiri dari 4 lapisan, yaitu:2,51. Tunika SerosaMembentuk apendises epiploica, yaitu kantong-kantong kecil yang berisi lemak dan menonjol dari serosa, kecuali pada rectum.2. Tunika Muscularis Terdiri atas stratum longitudinal di sebelah luar dan stratum circular di sebelah dalam. Stratum circular membentuk m.Sphincter ani internus sedangkan stratum longitudinale membentuk 3 pita yang disebut taenia coli, yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga membentuk kolon berlipat-lipat seperti kantong (haustrae). 3. Tela SubmucosaDibentuk oleh jaringan penyambung longgar yang berisi pembuluh darah dan kelenjar getah bening. 4. Tunika MukosaLicin karena tidak mempunyai vili, permukaan dalamnya mempunyai lipatan-Lipatan (plicae mucosae) berbentuk bulan sabit karena tidak mencapai seluruh lingkaran lumen dan dinamakan plicae semilunares.

Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah11 : Perbedaan eksterna1. Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedang kan colon asenden dan colon desenden terfiksasi tidak mudah bergerak.2. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar yang terisi.3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke bawah menyilang garis tengah, menuju fosa iliaka kanan.4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus. Pada usus besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita yaitu taenia coli.5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dindingnya. Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices epiploideae.6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular. Perbedaan interna1. Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plica silcularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.2. Mukosa usus halus mempunyai fili, sedangkan mukosa usus besar tidak mempunyai.3. Kelompokan jaringan limfoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa usus halus , jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.

VaskularisasiUsus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesenterika superior (memperdarahi belahan kanan; sekum, kolon ascenden dan duapertiga proximal kolon transversum) akan bercabang ke a.ileokolika, a.kolika dextra. Sedang arteri mesenterika inferior (memperdarahi sepertiga kolon transversum, kolon descenden, sigmoid dan bagian proximal rectum) akan bercabang ke a.kolika sinistra, a.sigmoid, a.hemoroidalis superior.(7)Aliran balik vena dari kolon berjalan parallel dengan arterinya. V.mesenterika superior untuk kolon ascenden dan transversum. Sedang v.mesenterika inferior untuk kolon descenden, sigmoid dan rectum. Rektum disuplai oleh a.hemoroidalis superior (cabang dari a.mesenterika inferior) dan a.hemoroidalis inferior (cabang dari a.pudenda interna). Sedang aliran venanya yaitu v.hemoroidalis superior dan inferior. (7,12)Aliran LimfeSejalan dengan perdarahannya antara lain kelenjar para kolik, kelenjar dalam mesenterium, kelenjar para aorta pada pangkal a.mesenterika superior dan inferior. Aliran limfe pada rectum yaitu, inguinal, kelenjar iliaka interna, kelenjar para kolik, kelenjar di mesenterium, dan kel.para aorta. (13)

PersyarafanUsus besar diperarafi oleh system otonom kecuali sfingter externa diatur secara volunter. Kolon dipersarafi oleh system parasimpatis yang berasal dari n.splannikus dan pleksus presakralis serta serabut yang berasal dari n.vagus. Sedangkan rectum dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari plexus mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis L 2-4 serta serabut simpatis yang berasal dari S 2-4. (13)II. EPIDEMIOLOGIAngka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang , menurut angka yang pernah dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat abdomen dan 3% dari kejadian obstruksi usus , angka lain melaporkan 1% dari semua kasus obstruksi usus, 5% dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan dewasa), sedangkan angka-angka yang menggambarkan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin dan umur belum pernah dilaporkan, sedangkan segmen usus yang telibat yang pernah dilaporkan Anderson 281 pasien terjadi pada usus halus (Jejunum, Ileum) 7 pasien ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336 kasus yang ia laporkan . Desai pada 667 pasien menggambarkan 53% pada duodenum,jejunum atau ileum, 14% lead pointnya pada ileoseccal, 16% kolon dan 5% termasuk appendik veriformis. Hampir 70 % kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, sedangkan Orloff mendapatkan 69% dari 1814 kasus pada bayi dan anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Chairl Ismail 1988 mendapatkan insiden tertinggi dicapai pada anak-anak umur antara 4 sampai dengan 9 bulan. Perbandingan antara laki-laki dan wanita adalah 2:1 Insidensi tertinggi dari inttususepsi terdapat pada usia dibawah 2 tahun. Orloof mendapatkan 69% dari1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia kurang dari 1 tahun. Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan penyebab kira-kira 80-90% dari kasus obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi lebih jarang terjadi dan diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 5% dari kasus obstruksi.14III. KLASIFIKASI11Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :1. Enterik: usus halus ke usus halus2. Ileosekal: valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari intususepsi.3. Kolokolika: kolon ke kolon.4. Ileokoloika: ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai valvula ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk masing-masing jenis intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran : 39% ileosekal, 31,5 % ileokolika, 6,7% enterik, 4,7 % kolokolika, dan sisanya adalah bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas. IV. ETIOLOGIPenyebab kebanyakan invaginasi belum diketahui. Berdasarkan fakta-fakta yang dikumpulkan dari bayi-bayi dengan invaginasi didapatkan hal-hal sebagai berikut :1. Adanya penebalan Plaque Peyer akibat suatu proses dari infeksi virus pada usus. Adenovirus ditemukan dari limfonodi mesenterika pada pembedahan dan juga dari biakan permukaan dengan presentase yang lebih tinggi pada anak dengan invaginasi daripada control. Invaginasi pada anak biasanya disebut idiopatik, dimana disebabkan oleh penebalan plaque Peyeri yaitu suatu jaringan limfoid di dinding ileum bagian distal, yang dapat merangsang peristaltic usus sebagai upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan invaginasi.(3,4,6)2. Adanya perubahan flora usus sehingga timbul peristaltic yang meniggi. Perubahan flora memang terjadi pada usia 6-9 bulan sehubungan dengan perubahan pola makan pada bayi. (3,7,12)3. Sedangkan pada anak di atas usia 2 tahun atau orang dewasa umumnya ditemukan pencetus gerakan peristaltic yang berlebihan tersebut, misalnya: polip, divertikel Meckel, limfoma, hemangioma, dan mesenteric hematom.3,5,7)Sekali usus bagian proximal masuk ke bagian usus distal, oleh adanya peristaltic, maka bagian usus proximal ini akan tetap ada dan bahkan lebih jauh masuk dalam usus bagian distal.V. PATOFISIOLOGIBerbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus. Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapat sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan dari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi. Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi.Invaginasi merupakan keadaan yang potensial berbahaya, karena bukan saja terjadi obstruksi tetapi termasuk jenis strangulasi dimana pembuluh-pembuluh darah dalam mesenterium dari usus bagian proximal yang masuk ke bagian distal (intususeptum) terjepit diantara kedua dinding usus tersebut, sehingga kemungkinan intususeptum mengalami nekrosis. Konstriksi mesenterium menyumbat aliran balik vena; selanjutnya terjadi pembengkakan intususeptum, karena edema dan perdarahan mukosa menyebabkan tinja mengandung darah, kadang mengandung mucus (red currant jelly-selai kismis merah). (3,4,5,6)Pada proses strangulasi tersirat oleh adanya rasa sakit & perdarahan per rectal. Serangan sakit mula-mula hilang timbul kemudian menetap, gelisah sewaktu serangan dan sering disertai rangsangan muntah. 3,7)Puncak invaginasi dapat berjalan sampai ke kolon tranversum, desenden, sigmoid, bahkan sampai & melewati anus pada kasus yang ditelantarkan. Tanda ini harus dibedakan dari prolaps rectum. (3,5). Proses obstruksi usus sebenarnya sudah dimulai sejak invaginasi terjadi, tetapi penampilan klinik obstruksi memerlukan waktu. Umumnya setelah 10-12 jam sampai menjelang 24 jam gejala. (15)

Gambar 4. Right-Hemicolectomy Specimen (Tampakkan luar) tampakkan intususepsi Ileocecal. (15)VI. MANIFESTASI KLINIS2,4,5,6Rasa sakit adalah gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dengan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala. Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah, keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut. Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran darah dari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan. Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan pada 90%, muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya masa abdomen pada 73% kasus. Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi pada anak-anak.Pada orang dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan lain. Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan radiologis seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis. Pemeriksaan radiologis sering tidak berhasil mengkonfirmasikan diagnosis karena tidak terdapat intususepsi pada saat dilakukan pemeriksaan. Intussusepsi yang terjadi beberapa saat sebelumnya telah tereduksi spontan. Dengan demikian diagnosis intussusepsi harus dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan obstruksi usus yang berulang, meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan laim tidak memberikan hasil yang positif.Pada kasus intususepsi kronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan.VII. DIAGNOSISGejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada tinja dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus pada + 20% kasus. Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang disebut sebagai gejala paling awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus. Pasien biasanya mendapatkan intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya invaginasi sulit ditentukan. Muntah reflektif menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini dijumpai pada 75% pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai gejalayang dominan pada sebagian besar pasien. Muntah reflektif terjadi tanpa penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan sampai muntah bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan didapatkan pada 90%. Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dances Sign dan Sousage Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja serta tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi.Dances Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dances Sign.Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio uteri, feces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang patognomonik. Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.TRIAS INVAGINASI: Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu Muntah warna hijau (cairan lambung) Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) = currant jelly stool Pemeriksaan Fisik : Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter. Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan ( Sousage Like Sign ) Nyeri tekan (+) Dancen sign (+) Sensasi kekosongan padakuadran kanan bawah karena masuknya sekum pada kolon ascenden RT:pseudoportio(+), lender darah (+)Sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi usus yang lama.

RadiologisFoto abdomen 3 posisi : Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaranplika circularis usus)

Gambar 5. Foto abdomen 3 posisiColon In loopberfungsi sebagai : Diagnosis:cupping sign, letak invaginasi Terapi: Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi dan kejadian < 24 jamReposisidianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar bersama feses dan udara. Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan kausanya adalah intususepsi,pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan.Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance pada barium di tempat ini.Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan. Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi mempunyai riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadang mencapai waktu bertahun tahun. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada orng dewasa daripada anak-anak. Biasanya ditemukan suatu kelainan lokal pada usus namun Goodal telah mengumpulkan dari literatur 122 kasus intususepssi khroni primeir pada orang dewasa. Beberapa penulis tidak menyetujui konsep bahwa intususepsi tersebut berlangsung terus menerus dalam waktu demikian lama. Stallman mempertanyakan tepatnya penggunaan istilah intususepsi kronis. Goldman dan Elman mengemukakan keyakinannya bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan intususepsi yang berlangsung lebih dari 1 minggu. Para penulis ini berpendapat, hal yang paling mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini adalah adanya reduksi spontan dan rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium yang panjang, yang memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan sirkulasi,kemungkinan dapat menyebabkan terpeliharanya integritas striktural usus. Serangan ini dapat berulang dalam waktu yang lama dengan status kesehatan penderita yang relatif baik, sampai akhirnya terdapat suatu serangan yang demikian beratnya sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi diperlukan.Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu melalui :1. Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti diatas).2. Pemeriksaan penunjang ( Ultrasonography, Barium Enema dan Computed Tomography)

Gambar 7. CT-scan abdomen

USG ABDOMEN

Gambar 8. USG DOPPLERVIII. PENATALAKSANAAN1,2,4,5,6,15,16

Reposisi HidrostatikKasus invaginasi masuk RS sebagai kasus gawat darurat. Tindakan pertama yaitu:1. Tindakan perbaikan keadaan umum mutlak perlu dikerjakan sebelum melakukan tindakan apa pun.2. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi & mencegah aspirasi.3. Rehidrasi. Hati-hati tanda dehidrasi kadang-kadang tidak jelas tampak karena bayi bergizi baik & malah sering gemuk.4. Obat-obat penenang untuk penahan rasa sakit.5. Setelah keadaan umum baik dilakukan tindakan pembedahan, bila jelas telah tampak tanda-tanda obstruksi usus. Atau dilakukan tindakan reposisi bila tidak terdapat kontraindikasi.Dasar pengobatan pada invaginasi ialah reposisi usus yang masuk ke lumen usus lainnya. Reposisi dapat dicapai dengan barium enema, reposisi pneumostatik atau melalui pembedahan. (1,2,9)Reduksi HidrostatikMetode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.Reposisi barium diikuti oleh X-ray. Mula-mula tampak bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi. Dengan tekanan hidrostatik sebesar - 1 meter air, barium didorong ke arah.proksimal. tekanan hidrostatik tidak boleh melewati 1 meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisis hidrostatik Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum terminalis. Pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang diberikan per os akan keluar melalui dubur. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium pada haustra sepanjang bekas tempat invaginasi Pada saat sekarang ini barium enema yang digunakan untuk prosedur diagnostic, kurang lebih 75% berhasil mereduksi invaginasi.(1) Pemberian sedikit sedative yang cukup sebelum prosedur enema sangat banyak membantu berhasilnya reduksi hidrostatik ini.(14)Indikasi:1. tidak terdapat gejala & tanda rangsangan peritoneum2. tidak toksik juga tidak terdapat obstruksi tinggi3. tidak dehidrasi4. gejala invaginasi kurang dari 48 jamkontra indikasi:,1. distensi abdomen yang berlebihan, 2. invaginasi rekuren3. gejala invaginasi lebih dari 48 jam, 4. peritonitis Pengelolaan Masukan oral dihentikan, penderita diberi cairan intravena dan selanjutkan dilakukan reposisi usus. Bergantung pada keadaan penderita, reposisi dilakukan dengan operasi atau barium enema. Pada operasi, reposisi secara manual dan hasilnya langsung diketahui. Reposisi barium diikuti oleh X-ray, Mula-mula tampak bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi. Dengan tekanan hidrostatik sebesar 3/4 meter air, barium didorong ke arah proksimal. Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum terminalis. Pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang diberikan per os akan keluar melalui dubur. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium pada haustra sepanjang bekas tempat invaginasi. Sejak 1876, barium enema sudah dipergunakan untuk pengobatan invaginasi dan hasilnya memuaskan. Hanya sedikit kemungkinan terjadi perforasi walaupun usus telah mengalami gangren, asal tekanan hidrostatik tidak melebihi 1 meter. Demikian pula lamanya perawatan pada reposisi barium lebih pendek daripada operasi. Sebaliknya dengan reduksi manual pada operasi ternyata lebih bersifat traumatik, sehingga lebih mudah terjadi ruptur usus. Dengan kelebihan yang disebut tadi, di Skandinavia reposisi barium lebih banyak digunakan. Survival rate 55%, masing-masing 81% pada umur kurang 1 tahun dan 15% pada usia kurang 3 bulan. Kadang-kadang reposisi barium tidak berhasil, misalnya pada umur kurang 3 bulan dan invaginasi ileo-ileal. Bayangan kontras dalam bentuk cupping tidak mencapai ileum terminalis sehingga memerlukan operasi. Operasi dini tanpa terapi barium dikerjakan bila terjadi perforasi, peritonitis dan tanda-tanda obstruksi. Keadaan ini biasanya pada invaginasi yang sudah berlangsung 48 jam. Demikian pula pada kasus-kasus relapse. Invaginasi berulang 11% setelah reposisi barium dan 3% pada operasi tanpa reseksi usus. Bisanya reseksi dilakukan jika aliran darah tidak pulih kembali setelah dihangatkan dengan larutan fisiologik. Usus yang mengalami invaginasi nampak kebiruan. Pada perawatan ke-2x, dikerjakan operasi tanpa barium enema(3). Reduksi Manual (Milking) Dan Reseksi UsusPasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi Laparotomi dengan incisi transversal interspina Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan.Penanganan Lain:1. Pre-operatifPenanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit.

2. Durante Operatifreseksi anastosmose segmen usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.Operasi tidak akan dilakukan pada keadaan umum bayi yang jelek. Bayi baru dapat dibius dan dioperasi bila kita sudah yakin perfusi darah ke jaringan sudah baik. Kalau proses penyakit diduga sudah lebih dari 24 jam atau bayi menderita demam maka diharuskan pemberian antibiotik berspektrum luas.Pembedahan sudah dapat dilakukan kalau perfusi jaringan sudah cukup yang dapat diukur secara klinis dari produksi urin, yaitu 0,5 1 ml/kgBB/jam melalui kateter. Kriteria lainnya adalah suhu tubuh kurang dari 38C, nadi kurang dari 120 kali per menit, pernapasan tidak lebih dari 40 kali/ menit, turgor kulit membaik, dan paling utama kesadaran yang baik. Akral yang tadinya dingin jadi hangat kembali. Biasanya dengan pemberian cairan sejumlah 50% dari kebutuhan ( untuk koreksi & kebutuhan normal), perfusi jaringan sudah dapat dicapai.Pembedahan dan anestesi yang dikerjakan pada waktu perfusi jaringan tidak memadai akan menyebabkan tertimbunnya hasil-hasil metabolisme yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh, dan hal ini akan mengakibatkan oksigenasi jaringan yang buruk, yang dapat berakibat kerusakan sel yang irreversible, dan bila menyangkut organ vital akan menyebabkan kematian.Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual dengan mendorong invaginatum dari anal kearah sudut ileo-sekal, dorongan dilakukan dengan hati-hati tanpa tarikan dari bagian proximal.Reposisi dengan pembedahan dicapai melalui laparatomi. Setelah dinding perut dibuka, tindakan selanjutnya tergantung pada temuan yang ada. Reposisi dikerjakan secara manual diperas seperti memeras susu sapi yang disebut milking, dikerjakan secara halus dan perlahan dengan sabar, dan diselingi dengan istirahat beberapa waktu untuk memberi kesempatan agar aliran darah balik yang mengurangi edema sehingga mempermudah usaha milking selanjutnya. Jangan sekali-kali menarik bagian usus yang masuk ke dalam usus lainnya, tetapi diperas dari pihak lainnya. Kalau terjadi kebocoran usus sebelum atau sesudah milking maka dilakukan dengan reseksi usus, kemudian anastomosa end to end. Kalau kita berhasil dengan milking, maka sebagian besar pakar tidak melakukan fiksasi sekum. Apabila terdapat kerusakan usus yang cukup luas, danbanyak bagian dari usus itu yang harus diangkat. Maka pada kasus ini tidak dapat dilakukan anastomosis end to end, harus colostomy supaya proses digestive tetap berjalan.(16)Kalau ditemukan penyebab yang menjadi factor pencetus seperti divertikulum atau duplikasi maka perlu dilakukan reseksi. Pada penderita yang berhasil dengan cara milking umumnya sudah dapat meninggalkan rumah sakit pada hari ke-4 dan ke-5 pascabedah.

3. Pasca Operasi Hindari Dehidrasi Pertahankan stabilitas elektrolit Pengawasan akan inflamasi dan infeksi Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus

IX. PROGNOSIS15Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA1. Hanz-Iko Huppertz Prof. Dr , Montse Soriano-Gabarro MD, MSc , Elisabetta Franco Prof , Urlich Desselberger MD, Judith Wolleswinkel-van den Bosch PhD , Carlo Giaquinto MD ,et all. Intussusception Among Young Children in Europe. The Pediatric Infectious Disease Journal , 2006 January 25 (1) 22-27. 2. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. Edisi ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 2010. p270-272.3. Intususseption. Diunduh tanggal 20 Desember 2015 < http://www.emedicinehealth.com/includes/basicsearch.asp_october,26_2005>4. Behrman, Kliegman, Arvin; NELSON Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15,2000, Penerbit Buku Kedokteran EGC5. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 2005. p627-6296. Soelarto Reksoprodjo editor ketua; Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Cetakan I 1995, FKUI Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/R.S Dr. Cipto Mangunkusumo, Penerbit Binarupa Aksara, hal : 119 121.7. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson; Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Buku I, Cetakan I 2006, Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal : 435-4588. Intussusception. Pediatric Digestive Surgery. Diunduh pada tanggal 19 Desember 2015 dari http://www.uuhsc.utah.edu/healthinfo/pediatric/digestive/intussus.htm.9. Intussusception. Diundung tanggal 20 Desember 2015. http://www.yoursurgery.com/procedures/intussusception10. http://www.drhull.com/encymaster/intussusception.html. July 15,199911. Invaginasi. Di unduh pada tanggal 20 Desember 2015 dari http://kedokteranugm.com/?tag=ugm/invaginasi .12. Suharyono, Aswitha Boediarso, EM Halimun; Gastroenterologi Anak Praktis, Cetakan II 1994, Balai Penerbit FKUI 1998, hal : 421 -423.13. Robbins, S.L, M.D. dan Kumar, V.,M.D.,1995, Traktus Gastrointestinal dalam Buku Ajar Patologi II, ed. 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal 281-29314. Staf Pengajar Ilmu kesehatan masyarakat. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, 198515. Gabriel Conder , John Rendre, et all. Abdominal Radiology Intussusception , Cambrige University Press.16. J Holder , G.K Von Schulthess et all. Disease of the abdomen and pelvis , 2006 . Springer science , Italy. p218-223 .

1