15
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja, dianggap sebagai masa topan-badai dan stres (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan untuk menentukan nasib diri sendiri. Jika diarahkan dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki tanggungjawab tetapi kalau tidak dibimbing, maka ia dapat menjadi orang yang tidak memiliki masa depan yang baik (Dariyo, 2004). Agustiani (2000) menuliskan masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan secara fisik, psikis, dan sosial. Sejalan dengan perubahan yang dialami oleh remaja, lingkungan sekitarnya juga seperti orangtua atau anggota keluarga, guru, teman sebaya dan masyarakat umumnya menanggapinya dengan cara yang berbeda. Harapan dan tuntutan dari lingkungan sekitar menimbulkan masalah tersendiri bagi remaja sehingga remaja sangat membutuhkan pengertian dari lingkungan sekitar (Gunarsa, 2003). Masa remaja merupakan salah satu masa yang penting dalam perkembangan manusia karena masa remaja merupakan masa pengembangan identitas diri.

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

1

BAB IPENGANTAR

1.1 Latar BelakangMasa remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak

pelopor psikologi perkembangan remaja, dianggap sebagai

masa topan-badai dan stres (storm and stress), karena

mereka telah memiliki keinginan untuk menentukan nasib

diri sendiri. Jika diarahkan dengan baik, maka ia akan

menjadi seorang individu yang memiliki tanggungjawab

tetapi kalau tidak dibimbing, maka ia dapat menjadi orang

yang tidak memiliki masa depan yang baik (Dariyo, 2004).

Agustiani (2000) menuliskan masa remaja merupakan masa

transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa

ini individu mengalami perubahan secara fisik, psikis, dan

sosial. Sejalan dengan perubahan yang dialami oleh remaja,

lingkungan sekitarnya juga seperti orangtua atau anggota

keluarga, guru, teman sebaya dan masyarakat umumnya

menanggapinya dengan cara yang berbeda. Harapan dan

tuntutan dari lingkungan sekitar menimbulkan masalah

tersendiri bagi remaja sehingga remaja sangat

membutuhkan pengertian dari lingkungan sekitar (Gunarsa,

2003).

Masa remaja merupakan salah satu masa yang

penting dalam perkembangan manusia karena masa remaja

merupakan masa pengembangan identitas diri.

Page 2: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

2

Pengembangan identitas merupakan isu yang sentral pada

masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa,

dapat juga dikatakan sebagai aspek sentral bagi kepribadian

yang sehat, yang merefleksikan kesadaran diri (Rifany,

2008). Selanjutnya Rosidi (2009) menuliskan masa remaja

sebagai masa yang menarik untuk diperhatikan karena

pada masa remaja, mereka diperhadapkan pada masalah

perkembangan maupun masalah lingkungan.

Tugas perkembangan remaja adalah tugas yang cukup

sulit, karena mereka harus mengkoordinasikan berbagai hal

untuk menyelesaikan krisis identitasnya. Remaja harus

menemukan apa yang mereka yakini, sikap dan nilai-nilai

idealnya, yang dapat memberikan suatu peran dalam

kehidupan sosialnya. Jika krisis identitas ini dapat

diselesaikan dengan baik biasanya suatu “rasa identitas

optimal” ini dialami sebagai rasa kesejahteraan psikososial.

Pada masa ini remaja akan mengalami rasa aman dan

mengetahui apa yang harus ditempuh, dan suatu keyakinan

batin tentang pengakuan yang diantisipasi oleh mereka yang

penting baginya. Hal ini mengakibatkan remaja dapat

menerima diri dan orang lain, merasa bahwa dia menduduki

tempat bermakna dalam keseluruhan kenyataan (Cremers,

1989).

Menurut Erikson ada delapan tahap perkembangan

manusia. Dari delapan tahap perkembangan ini, remaja

berada pada tahap perkembangan kelima yaitu identity

versus identity confusion. Remaja yang sukses dalam

Page 3: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

3

menghadapi konflik identitas akan muncul dengan diri yang

stabil dan dapat diterima. Remaja yang belum sukses dalam

menghadapi krisis ini akan mengalami apa yang dikatakan

oleh Erikson sebagai identity confusion. Kebingungan ini

bisa mengakibatkan dua hal yaitu individu akan menarik

diri dan mengisolasi diri dari teman dan keluarga atau

menenggelamkan diri di lingkungan pergaulan sehingga

kehilangan identitas mereka dalam keramaian ( Santrock,

2007). Selanjutnya Cremers (1989) menuliskan kebingungan

identitas mengakibatkan suasana ketakutan,

ketidakpastian, ketegangan, isolasi, dan ketidaksanggupan

mengambil keputusan. Keadaan ini dapat menyebabkan

remaja merasa terisolasi, kosong, cemas, dan bimbang.

Remaja diperhadapkan dengan pilihan-pilihan dan

ketika mereka mulai menyadari bahwa mereka harus

bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dan

kehidupannya, remaja mulai mencari hidup seperti apakah

yang akan mereka jalani. Pertanyaan mengenai identitas diri

akan muncul sepanjang kehidupan, tetapi akan menjadi

sangat penting pada masa remaja. Remaja yang sedang

mencari identitas diri akan mempertanyakan siapakah aku?

apakah aku? apa yang aku lakukan dalam hidup?

bagaimana aku melakukannya sendiri?. Hal-hal ini akan

menimbulkan konflik dalam diri remaja (Santrock, 2007).

Jawaban atas pertanyaan tentang identitas diri kemudian

diformulasikan menjadi standar tingkahlaku, dimana dalam

masa pencarian itu tentunya akan terjadi interaksi sosial,

Page 4: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

4

terutama dengan orang-orang terdekat seperti keluarga dan

teman sebaya.

Untuk mendapatkan jawaban dari setiap pertanyaan-

pertanyaan yang muncul maka remaja harus mencapainya

dengan memiliki identitas diri yang positif, hal ini dapat

diketahui melalui kemampuan remaja dalam memahami

tentang siapa dirinya, karena pemahaman diri merupakan

hal yang penting untuk menjalani kehidupan yang

selanjutnya. Individu yang tidak memiliki pemahaman yang

baik tentang dirinya, kemungkinan akan hidup dalam

ketidakpastian serta tidak mengetahui kelebihan maupun

kekurangan dirinya (Gardner dalam Ristianti, 2009). Lebih

lanjut Santrock (2007) menuliskan bahwa remaja yang

memiliki pemahaman diri yang benar akan dapat

mendeksripsikan diri dan mengetahui tentang keunikan

dirinya, kemampuan, kelebihan, dan kekurangan dalam

dirinya.

Identitas diri merupakan perasaan keunikan

seseorang, keinginan untuk menjadi seorang yang berarti,

dan mendapat pengakuan dari lingkungan sekitar, Gecas

dan Burke (dalam Monika dkk., 2005). Identitas diri

merupakan karakterisrik diri yang dipengaruhi oleh orang

lain, yang nampak dalam perilaku seseorang menurut

Marcia dan Waterman (dalam Wookfolk, 1995). Selanjutnya

(Rifany, 2008), menuliskan identitas diri itu merujuk kepada

pengorganisasian atau dorongan, kemampuan, dan

keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi

Page 5: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

5

kemampuan memilih dan mengambil keputusan, baik

menyangkut pekerjaan, orientasi seksual, dan filsafat hidup.

Boerne (dalam Rosidi, 2009) mengatakan bahwa individu

yang telah mencapai rasa identitas diri yang positif setelah

masa pencarian yang aktif cenderung lebih otonom dan

kreatif.

Fuhrman (dalam Ristianti, 2009) menuliskan, faktor

yang memengaruhi identitas diri remaja diantaranya

dukungan sosial teman sebaya dan hubungan orangtua-

remaja. Pemilihan variabel dukungan sosial teman sebaya

dan hubungan orangtua-remaja, dapat dijadikan prediktor

identitas diri remaja, karena lingkungan sosial remaja

selalu bersama dengan keluarga dan teman sebaya,

sehingga dibutuhkan orangtua dan teman sebaya untuk

mengarahkan, memberikan penilaian, dan menerima remaja

agar dapat menemukan identitas diri yang positif. Atkinson,

dkk (2000) menuliskan bahwa penilaian yang konsisten dari

orangtua dan teman sebaya sangat diperlukan untuk remaja

sehingga pencarian akan identitas diri akan lebih mudah.

Hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada

guru Bimbingan Konseling SMA Kristen 1 Salatiga

menyatakan siswa-siswi umumnya mereka memiliki

kemampuan untuk membangun relasi yang baik dengan

teman-teman sebaya, namun mereka kurang mampu

memanfaatkan waktu belajar dengan baik dan kurang

konsentrasi itu terlihat pada kecenderungan untuk mencari

kesenangan secara pribadi daripada berada di sekolah

Page 6: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

6

untuk belajar. Bagi siswa yang nantinya akan melanjutkan

studi, mereka dibimbing dan diarahkan agar dapat memilih

jurusan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Melalui

bimbingan ini, dapat menolong mereka untuk tidak

mengalami kebingungan dalam mengambil keputusan yang

berkaitan dengan studi dan pekerjaan yang akan dijalaninya

di kemudian hari.

Untuk menolong siswa dalam menentukkan

kelanjutan studi atau karier, mereka dibimbing dan

diarahkan juga oleh guru bimbingan dan konseling,

sehingga mereka juga dapat menentukan langkah dalam

studi dan karier, Luyckx,dkk (2002) menuliskan individu

yang memiliki identitas diri yang positif mengetahui apa

yang akan mereka lakukan dimasa depan sedangkan

individu yang memiliki identitas diri yang negatif akan

mengalami konflik dalam batin karena tidak mengetahui

akan apa yang akan dilakukan di masa depan.

Dukungan sosial merupakan suatu kenyamanan,

perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima

individu dari oranglain maupun kelompok (Sarafino, 2004).

Selanjutnya Para (2008) menuliskan bahwa dukungan sosial

yang diberikan oleh teman sebaya kepada remaja

memberikan pengaruh pada perkembangan identitas diri

karena teman sebaya memberikan berbagai peluang yang

dapat mempengaruhi sikap remaja terkait dengan proses

pengembangan identitas diri.

Page 7: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

7

Salah satu tempat untuk remaja dapat saling

memberikan dukungan sosial berupa informasi yaitu di

sekolah. Hilman (dalam Ristianti, 2009) menuliskan bahwa

dukungan sosial teman sebaya biasanya terjadi dalam

interaksinya di lingkungan sekolah melalui berbagai macam

perkumpulan maupun organisasi yang terdapat di sekolah

melalui kegiatan ektrakulikuler. Melalui kegiatan

ekstrakulikuler, remaja dapat saling berinteraksi dan saling

mengakrabkan diri.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ristianti

(2009) tentang adanya hubungan yang signifikan dukungan

sosial teman sebaya dengan identitas diri pada remaja di

SMA Pusaka 1 Jakarta, dengan sumbangan r=0,565 dengan

signifikansi 0,000 (p<0,01). Penelitian yang dilakukan oleh

Ryan dan Patrick (dalam Santrock, 2007) menyatakan

bahwa relasi antara teman-teman sebaya di masa kanak-

kanak dan masa remaja juga berdampak bagi

perkembangan identitas diri pada masa selanjutnya.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Meeus dan

Dekovi (1999), pada remaja Belanda menyatakan bahwa

dukungan dari teman sebaya memberikan pengaruh yang

positif terhadap pengembangan identitas diri.

Selanjutnya lingkungan keluarga (orangtua)

merupakan tempat remaja mendapatkan penilaian dan

arahan untuk menemukan identitas diri. Dilihat dari segi

psikologis, masa remaja itu merupakan suatu masa yang

penuh dengan gejolak, pergolakan pencarian identitas diri

Page 8: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

8

sehingga masa remaja disebut masa pancaroba atau “storm

and stress”, yaitu masa yang penuh tekanan dan kekacauan

emosional. Di masa ini banyak sekali godaan dan gangguan.

Pada masa ini mulai tumbuh secara kuat rasa ingin tahu

dan mencoba terhadap segala hal. Oleh karena itu, didikan,

bimbingan, dan bantuan dari orangtua sangat besar sekali

manfaatnya bagi pembentukan kepribadian mereka di masa

berikutnya. Jika dalam suasana jiwa yang labil dan sifat

ingin tahu dan coba-coba yang kuat itu, remaja tidak

mendapat didikan, bimbingan, dan bantuan yang tepat,

maka dapat saja mereka kemudian tergelincir ke jalan yang

salah seperti senang menggunakan narkoba, melacur,

mabuk-mabukan, tawuran, obyek-obyek yang tidak jelas

arah-tujuannya. Memang masa remaja ini dapat dikatakan

masa kritis dalam garis kehidupan manusia. Bila remaja

dapat melewati masa ini dengan baik dan selamat dalam arti

mampu menghadapi godaan-godaan dalam kehidupannya

(Gemari, 2007).

Orangtua memiliki pengaruh yang signifikan bagi

remaja dan orangtua dapat memberikan keyakinan kepada

remaja untuk menemukan identitas diri (Kusnia dan

Rahayu, 2010). Remaja membutuhkan relasi yang baik

dengan orangtua agar dapat memahami tentang siapa

dirinya, namun pada kenyataannya tidak semua remaja

memiliki keluarga yang harmonis sehingga seringkali

mereka mengalami konflik dengan orangtuanya. Santrock

(2007) menuliskan bahwa selama dasawarsa terakhir para

Page 9: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

9

ahli perkembangan mulai mengeksplorasi peran dari

struktur kelekatan yang sama serta konsep-konsep terkait,

seperti keterjalinan dengan orangtua dimasa remaja. Mereka

berpendapat bahwa kelekatan yang aman terhadap orangtua

dimasa remaja dapat mendorong kompetensi sosial dan

kesejahteraan di masa remaja, sebagaimana terlihat dalam

karakteristik harga diri, penyesuaian emosi, dan kesehatan

fisik. Pada masa pencarian identitas diri remaja seringkali

mengalami konflik dengan orangtua. Oleh karena itu,

remaja membutuhkan orangtua yang dapat memahami dan

menolong mereka untuk mengerti tentang identitasnya.

Hubungan orangtua-remaja dalam interaksi yang terbuka

dan saling menghargai dapat memberikan kesempatan

kepada remaja untuk bertanya dan untuk berbeda pendapat

dalam konteks yang saling mendukung, akan

mengembangkan pola perkembangan identitas yang sehat.

Selanjutnya Steinberg (2001) menuliskan, sebagaimana

gagasan Erikson tentang "krisis identitas" pada remaja,

sebaiknya orangtua memahami remaja dalam masa

eksplorasi identitas dan mendorong remaja untuk memiliki

kemandirian.

Penelitian sebelumnya tentang aspek-aspek hubungan

orangtua-remaja yang dilakukan oleh Somers (2006), yaitu

kelekatan, komunikasi, dan kehangatan. Dengan

memperhatikan, salah satu aspek dari hubungan orangtua-

remaja yaitu kehangatan, berkaitan dengan hal ini Laible

dan Thompson (2000) menuliskan tentang pentingnya

Page 10: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

10

kehangatan dalam keluarga berdampak pada kemampuan

remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik

sehingga ia dapat menjalani hidup dengan memiliki identitas

diri yang positif yaitu hidup dengan penuh simpati.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Copper (1998),

secara umum mengindikasikan bahwa pengembangan

identitas diri remaja dapat ditingkatkan melalui relasi

keluarga. Harter (1990) telah mengidentifikasikan proses-

proses lain dalam keluarga yang dapat mengembangkan

perkembangan identitas diri remaja. Orangtua yang

menampilkan perilaku memperbolehkan (seperti

menjelaskan, menerima, dan empati) akan mendorong

perkembangan identitas remaja. Selanjutnya Grotevant dan

Cooper (1985) melakukan penelitian pada 84 remaja kulit

putih dia menyatakan bahwa komunikasi antara orangtua-

remaja memberikan kontribusi yang positif terhadap

eksplorasi identitas diri remaja. Selanjutnya penelitian yang

dilakukan oleh Reis dan Younis (2004) menyatakan bahwa

komunikasi yang buruk antara ibu dan remaja serta

seringnya konflik dengan teman berhubungan dengan

rendahnya perkembangan identitas yang positif. Hasil

penelitian (Faber, dkk: 2003) yang dilakukan pada 157

remaja di Midwest University, menunjukkan bahwa

kelekatan pada ibu memiliki korelasi yang negatif pada

diffused identity dan kelekatan pada ayah memiliki korelasi

yang positif terhadap achieved identity, hal ini berarti

hubungan dengan orangtua (ayah) memberikan pengaruh

Page 11: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

11

yang positif terhadap pengembangan identitas diri remaja.

penelitian ini menyatakan bahwa beberapa remaja yang

memilki kelekatan pada ayah melakukan eksplorasi dan

membuat sebuah komitmen identitas. Hasil penelitian ini

didukung oleh hasil kajian Pratiwi (2009) tentang adanya

hubungan yang signifikan identitas diri dengan kelekatan

pada orangtua, dengan sumbangan sebesar 0,273 dan taraf

signifikansi 0,001 (p<0,05). Beberapa penelitian yang telah

dipaparkan diatas, menunjukkan bahwa adanya pengaruh

dari hubungan orangtua-remaja terhadap identitas diri

remaja, berbeda dengan penelitian yang lakukan pada

remaja Belanda oleh Meeus dan Dekovi (1999), hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa hubungan orangtua-

remaja tidak memberikan pengaruh terhadap identitas diri

remaja.

Aspek-aspek dari identitas diri remaja menurut Oya,

Zeynap, Aly (1999) yaitu Social Identity, Physical Identity,

Personal Identity, Familial Identity, Moral-Ethical Identity.

Berdasarkan aspek-aspek dari identitas diri dapat dilihat

fenomena yang muncul tentang identitas diri yang nampak

di SMA Kristen 1 Salatiga, melalui wawancara yang

dilakukan oleh penulis pada salah satu siswa mengatakan

bahwa secara sosial mereka mampu membangun

pertemanan dalam sebuah kelompok terlihat pada

penerimaan yang diberikan oleh teman dalam sebuah

kelompok diskusi ataupun kelompok kegiatan

eksrakulikuler. Dalam hubungan dengan teman sebaya,

Page 12: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

12

adanya keakraban dan keramahan antara teman, dalam

kelompok mereka juga dapat saling memberikan dukungan

bagi teman yang membutuhkan, misalnya mereka dapat

mendiskusikan tentang rencana untuk melanjutkan studi

kepada teman, karena terlihat bahwa pada umumnya

mereka banyak yang mengalami kebingungan dalam

memilih tempat dan jurusan yang akan mereka jalani. Jika

hal-hal yang dituliskan diatas dialami oleh remaja, maka

melalui penelitian ini kiranya dapat menolong mereka

untuk dapat mengembangkan identitas diri yang positif

sehingga tidak terjadi kebingungan identitas, seperti yang

diungkapkan oleh Cremers (1989), remaja yang mengalami

kebingungan identitas akan mengakibatkan pada

ketidakmampuan mengambil keputusan.

Secara teoritis alasan penulis untuk meneliti tentang

identitas diri remaja yaitu pertama, penelitian tentang

identitas diri masih sedikit yang meneliti; kedua, penelitian

lain tentang identias diri belum ada yang menghubungkan

dengan hubungan orangtua-remaja, misalnya peneliti

sebelumnya melakukan penelitian dengan menggunakan

variabel lain yaitu hubungan antara kelekatan pada

orangtua terhadap identitas diri, hubungan self body image

terhadap identitas diri remaja.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh beberapa

peneliti yang telah dipaparkan di atas, nampaknya sudah

cukup banyak yang telah meneliti tentang identitas diri

remaja yang berkaitan dengan variabel yang lain dengan

Page 13: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

13

konteks budaya yang berbeda, namun penulis masih

tertarik untuk menelusuri tentang identitas diri remaja,

secara khusus pada remaja di SMA Kristen 1 Salatiga

karena melalui hasil wawancara pada guru bimbingan

konseling dan salah satu siswa SMA Kristen 1 Salatiga,

dapat penulis simpulkan bahwa terdapat fenomena yang

ingin diteliti tentang identitas diri remaja, secara sosial

mereka mampu membangun relasi dengan teman, adanya

penerimaan dalam kelompok, saling diskusi tentang apa

yang akan dilakukan dimasa depan tetapi nampaknya

mereka kurang mampu memanfaatkan waktu belajar

dengan baik dan kurang konsentrasi itu terlihat pada

kecenderungan untuk mencari kesenangan secara pribadi.

Pada umumnya mereka mengalami kebingungan untuk

pemilihan karier dan studi pada masa yang akan datang.

Fenomena diatas diperkuat oleh pernyataan Boerne (dalam

Rosidi, 2009) Individu yang telah mencapai identitas diri

yang positif akan menunjukkan kapasitas yang lebih besar

untuk menjalin keakraban dengan lingkungannya dan

mampu bersikap mandiri dalam membuat keputusan yang

berkaitan dengan masa depan. SMA Kristen 1 Salatiga,

memiliki kegiatan-kegitan ektrakulikuler, yang memberikan

peluang bagi siswa untuk dapat mengeksplorasi diri dan

saling memberikan dukungan sosial. Hal ini diperkuat

pernyataan Erikson (dalam Soetjiningsih, 2004) mengatakan

bahwa untuk menemukan jati dirinya maka remaja harus

memiliki peran dalam kehidupan sosialnya, berjuang dan

Page 14: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

14

mengisi masa remajanya dengan hal-hal yang positif yang

dapat mengembangkan dirinya.

Permasalahan dan alasan yang telah dicantumkan

diatas yang mendorong penulis untuk meneliti tentang

Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Hubungan Orangtua-

Remaja apakah dapat dijadikan prediktor Identitas Diri

Siswa SMA Kristen 1 Salatiga.

1.2 Rumusan MasalahDari permasalahan diatas, maka penulis membuat

rumusan masalah: apakah dukungan sosial teman sebaya

dan hubungan orangtua-remaja merupakan prediktor

identitas diri siswa SMA Kristen 1 Salatiga.

1.3 Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui

dukungan sosial teman sebaya dan hubungan orangtua-

remaja sebagai prediktor identitas diri siswa SMA Kristen 1

Salatiga.

1.4 Manfaat PenelitianPenelitiaan ini kiranya dapat memberikan manfaat bagi:

1. Manfaat TeoritisMemberikan sumbangan ilmiah bagi perkembangan

ilmu psikologi perkembangan dan menambah

wawasan tentang pengaruh dukungan sosial teman

Page 15: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2899/2/T2_832009002_BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall,

15

sebaya dan hubungan orangtua-remaja terhadap

identitas diri pada remaja.

2. Manfaat Praktis:a. Bagi orang tua

Memberikan sumbangan pemikiran kepada

orangtua agar meningkatkan relasi dalam keluarga

melalui komunikasi, kehangatan, dan kelekatan

dalam keluarga sehingga dapat menolong remaja

dalam mengembangkan identitas diri yang positif.

b. Bagi SMA Kristen 1 Salatiga

Memberikan sumbangan penelitian dan sebagai

masukan dalam membina dan mengarahkan

remaja yang sedang dalam tahap pengembangan

identitas diri.

c. Bagi penulis

Menambah wawasan mengenai ilmu psikologi

perkembangan remaja dan faktor yang dapat

dijadikan prediktor identitas diri remaja sehingga

dapat menambah pengetahuan yang berkaitan

dengan pengembangan identitas diri remaja.

d. Bagi penelitian berikutnya

Dapat dijadikan bahan acuan dan informasi untuk

meneliti lebih lanjut dalam melakukan penelitian

yang sejenis dengan menggunakan variabel lain

yang dapat dijadikan prediktor identitas diri

remaja.