25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya. Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu: “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya” Sedangkan KUHAP sendiri diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah: 1. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakantindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan 2. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik 3. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang- undangan 4. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

  • Upload
    haphuc

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah

penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi,

maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan.

Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari

dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai

tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya

diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan

bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan

pelakunya. Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP

yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu:

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana

yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”

Sedangkan KUHAP sendiri diatur dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Berdasarkan

rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung dalam

pengertian penyidikan adalah:

1. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung

tindakantindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan

2. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik

3. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-

undangan

4. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan

bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan

tersangkanya.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

Berdasarkan keempat unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum

dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak

pidana itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya.

Adanya tindak pidana yang belum terang itu diketahui dari penyelidikannya.1

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, penyidik adalah pejabat polisi

Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang

diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Tugas utama dari penyidik adalah mencari dan mengumpulkan bukti yang

dengan bukti tersebut membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan

menemukan tersangka.2

Penyidikan meliputi kegiatan penggeledahan dan penyitaan, demikian

halnya penyidikan yang dilakukan terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika

yang ditangani. Penyitaan ini erat hubungannya dengan kewenangan Polri

sebagai penyidik sering membutuhkan penyitaan meskipun sifatnya sementara,

terutama bila adanya dugaan telah terjadi suatu perbuatan pidana.3

Penyitaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menyita atau

pengambilan milik pribadi oleh pemerintah tanpa ganti rugi. Proses penegakan

hukum mengesahkan adanya suatu tindakan berupa penyitaan. Oleh karenanya

penyitaan merupakan tindakan hukum berupa pengambil alihan dari

1 Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia , (Malang:

Bayumedia Publishing, April 2005), hal.380-381 2 Leden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana Penyelidikan dan

Penyidikan , Jakarta: Sinar Grafika, hal. 11. 3 Bambang Poernomo. 1996. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta. Seksi Kepidanaan

Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Halaman 57.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

penguasaan untuk sementara waktu barang-barang dari tangan seseorang atau

kelompok untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan. Pengertian

penyitaan itu sendiri dirumuskan dalam Pasal 1 Angka 16 KUHAP yang

berbunyi:

“penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih

dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak

bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian

dalam penyidikan, penuntutan peradilan”.

Sedangkan di dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti

pada pasal 1 ayat 4 berbunyi:

“Penyitaan adalah serangkaian tindkaan penyidik untuk mengambil alih

dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak

bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian

dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan”.

Dalam penyitaan tentu terdapat ketentuan yang harus dipehatikan dan

ada sesuatu hal yang perlu dimengerti dalam penyitaan, hal ini di atur dalam

peraturan pemerintah tentang kitab Undang-Undang acara pidana Pasal 1 ayat

16 KUHAP, mangenai paksaan penyitaan, bahkan adanya keputusan menteri

pertahanan yang mengatur masalah penyitaan.4 Arti penting masalah penyitaan

tercermin dalam Pasal 38 Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinyatakan bahwa penyitaan

hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua Pengadilan Negeri

setempat, walaupun dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak penyidik

harus segera bertindak dan dapat melakukan penyitaan hanya atas benda

bergerak dan wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan guna

4 Ibid, hlm. 265.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

mendapatkan persetujuan. Penyitaan sangat erat hubungannya dengan hak-hak

azasi manusia. Dalam melakukan suatu penyitaan harus diusahakan adanya

imbangan yang layak. Imbangan antara kepentingan instansi yang dalam

melakukan penyitaan terhadap orang yang disangka telah melakukan tindak

kejahatan di satu pihak, dengan kepentingan orang itu sendiri di lain pihak

serta untuk kepentingan masyarakat dimana orang tersebut memegang peranan

penting dalam proses penyidikan tindak pidana.5

Penyitaan dengan surat perintah merupakan syarat obyektif, yang dapat

diuji kebenarannya oleh orang lain, misalnya hakim waktu mengeluarkan

perintah melakukan penyitaan atas permintaan jaksa dan waktu menerima

pengaduan dari terdakwa. Banyaknya aturan tentang penyitaan memberi

petunjuk adanya usaha dari pembentuk Undang-undang untuk membatasi

tindakan penyitaan pada keadaan-keadaan yang secara obyektif dirasa sangat

perlu sehingga hak azasi manusia tetap dijunjung tinggi. Meskipun demikian

dapat ditemukan beberapa kekurangan dalam hal penyitaan ini, misalnya :

1. Polisi tidak menunjukkan surat perintah penyitaan dalam melakukan

penyitaan sebagaimana ditentukan oleh Undang-undang.

2. Hakim dalam hal ini dapat memberi atau menolak ijin perpanjangan

waktu penyitaan, tidak diwajibkan untuk menyelidiki perkaranya dengan

mempertimbangkan alasan-alasannya, maka untuk itu penyitaan

5 Leden Marpaung, 1992, Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm

79.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

dilakukan semata-mata untuk dapat mempermudah pelaksanaan

pengusutan.6

Seringkali dijumpai seorang tersangka mengalami penyitaan oleh aparat

penyidik sebagai tindakan darurat, tanpa memenuhi ketentuan hukum

mengenai penyitaan atau bahkan tersangka dikenai tindakan lain yang dirasa

sebagai penderitaan oleh tersangka. Penyidik seringkali tidak memperhatikan

hal-hal yang seharusnya dipenuhi sebagai dasar mengambil tindakan hukum,

sehingga dapat terjadi kesalahan prosedural dalam pelaksanaan penyitaan

terhadap tersangka tindak pidana. Oleh karena itu dalam hal penyitaan perlu

dipertimbangkan hal-hal yang berkenaan dengan tata cara pelaksanaan

penyitaan terhadap barang bukti tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang

ditangani polisi sebagai aparat penyidik dalam pemeriksaan pendahuluan.

Berdasarkan pengertian (penafsiran otentik) sebagaimana dirumuskan

dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP tentang pengertian penyitaan dapat

disimpulkan bahwa benda yang disita atau benda sitaan yang dalam beberapa

Pasal KUHAP (Pasal 8 ayat (3) huruf b,40, 45 ayat (2), 46 (2), 181 Pasal ayat

(1), 194, 197 ayat (1) huruf i, 205 ayat (2) dinamakan juga sebagai "barang

bukti" adalah berfungsi (berguna) untuk kepentingan "pembuktian" dalam

penyidikan, penuntutan dan peradilan.7 Barang bukti dapat diartikan sebagai

benda-benda yang dipergunakan untuk memperoleh hal-hal yang benar-benar

dapat meyakinkan hakim akan kesalahan terdakwa terhadap perkara pidana

6 Leden Marpaung, 1992, Ibid., halaman 84.

7 Bambang Poernomo. 1996, Ibid., halaman 92.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

yang dituduhkan.8 Pengertian barang bukti dalam Peraturan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata

Cara Pengelolaan Barang Bukti pada pasal 1 ayat 5 berbunyi:

“Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau

tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk

keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan

pemeriksaan di sidang pengadilan”.

Dalam perkembangannya hukum acara pidana di indonesia dari dahulu

sampai sekarang ini tidak terlepas dari apa yang di sebut sebagai pembuktian,

apa saja jenis tindak pidananya pastilah melewati proses pembuktian. Hal ini

tidak terlepas dari sistem pembuktian pidana Indonesia yang ada pada KUHAP

yang masih menganut Sistem Negatif Wettelijk dalam pembuktian pidana.

Pembuktian dalam hal ini bukanlah upaya untuk mencari-cari kesalahan pelaku

saja namun yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk mencari kebenaran

dan keadilan materil. hal ini didalam pembuktian pidana di Indonesia kita

mengenal dua hal yang sering kita dengar yaitu alat bukti dan barang bukti di

samping adanya proses yang menimbulkan keyakinan hakim dalam

pembuktian.

Sehingga dalam hal pembuktian adanya peranan barang bukti

khususnya kasus-kasus pidana yang pada dewasa ini semakin beragam saja,

sehingga perlunya peninjauan khusus dalam hal barang bukti ini. Dalam proses

perkara pidana di Indonesia, barang bukti memegang peranan yang sangat

penting, dimana barang bukti dapat membuat terang tentang terjadinya suatu

tindak pidana dan akhirnya akan digunakan sebagai bahan pembuktian, untuk

8 J.C.TSimorangkir,dkk, 2004, Kamus Hukum,(cetakan kedelapan), Jakarta: Sinar Grafika

Offset, Hal 14.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

menunjang keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa sebagaimana yang di

dakwakan oleh jaksa penuntut umum didalam surat dakwaan di pengadilan.

Penerapan suatu kaidah hukum merupakan salah satu sistem yang harus

dilakukan untuk mewujudkan suatu tujuan hukum sendiri yakni mencapai

keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Kepastian hukum dapat

diterapkan dalam penyitaan tindakan dalam tindak pidana narkotika. Akhir-

akhir ini tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan

dengan modus operandi yang tinggi dan teknologi yang canggih, aparat

penegak hukum diharapkan mampu mencegah dan menanggulangi kejahatan

tersebut guna meningkatkan moralitas dan kualitas sumber daya manusia di

Indonesia khususnya bagi generasi penerus bangsa.9 Salah satu tindak pidana

yang terjadi di Indonesia adalah tindak pidana narkotika, pengertian narkotika

menurut undang-undang nomor 35 tahun 2009 Pasal 1 ayat 1 berbunyi :

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, dan dapat

menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-

golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini”.

Pasal 6 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 membagi narkotika

dalam 3 golongan yaitu, narkotika golongan I, narkotika golongan II dan

narkotika golongan III. Golongan I ini dilarang digunakan untuk kepentingan

pelayanan kesehatan sebagaimana dijelaskan pada pasal 8 ayat 1 yang berbunyi

: “Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan

kesehatan”. Namun dalam Pasal 8 ayat 2 dijelaskan penggunaan Dalam jumlah

terbatas dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan

9 A.Hamzah dan RM.Surahman, Kejahatan Narkotika dan Psitropika, Sinar Grafika

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

dan teknologi dan reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah

mendapatkan persetujuan menteri atas rekomendasi kepala badan pengawas

obat dan makanan. Narkotika golongan II dan golongan III yang berupa bahan

baku, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur

dengan peraturan menteri.

Penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan tanpa hak dan melawan

hukum yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin

menikmati pengaruhnya, dalam jumlah berlebih, kurang teratur, dan

berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik,

mental dan kehidupan sosial.10

Dalam upaya menangani keadaan ini, maka dari itu tepat ditahun 2009

keluarlah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-

undang ini tampil dengan lebih sempurna sebagai perubahan dari undang-

undang yang lama. Undang-undang ini tidak hanya mengatur mengenai

narkotika saja namun juga mengatur mengenai precursor narkotika yang

merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan

dalam pembuatan narkotika.11

Sebagai contoh kasus, Petugas Satresnarkoba Polresta Padang

menciduk tiga pengedar sabu di dua lokasi berbeda, pada hari Rabu tanggal 12

April 2017 sekitar pukul 17.30 WIB. Ketika ditangkap, para pelaku berusaha

membuang barang bukti untuk mengelabuhi polisi. Penangkapan pertama

dilakukan terhadap pelaku Randi Chandra 19 tahun di kawasan Kampung

10

Akhmad Ali, 2008, Menguak Realitas Hukum, Rampai Kolom dan Artikel Pilihan dalam

Bidang Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm. 16 11

A.Hamzah dan RM.Surahman, op.cit

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

Teluk Nibung Jalan Padang-Painan, RT 01/RW 05, Kelurahan Gates,

Kecamatan Lubuk begalung. Dari penangkapan pertama, petugas menangkap 2

pelaku lain, Dozi Akbar 22 tahun dan Jeki Ride Pambora 27 tahun di jalan

Batang Kajai Teluk Nibung, RT 02/RW 03 Keturahan Gates, Kecamatan

Lubuk Begalung. Dalam penangkapan terhadap ketiga pelaku tersebut petugas

menemukan barang bukti berupa satu paket kecil sabu dan 3 unit HP. Setelah

ditemukan barang bukti, ketiga pelaku langsung digiring ke Mapolresta

Padang. “Untuk memancing pelaku, petugas kemudian menggunakan teknik

undercoverbuy (pembelian terselubung),” sebut Kapolresta Padang Kombes

Pol Chairul Aziz melalui Kasat Resnarkoba Kompol Abriadi.

Petugas menjalin komunikasi dengan pelaku melalui handphone dan

kemudian memesan sabu kepada pelaku. Alhasil, pelaku yang termakan umpan

polisi sanggup menyadiakan sabu tersebut dan sepakat untuk melakukan

transaksi di salah satu warung yang sudah tidak dipakai di Kampung Teluk

Nimbung, Jalan Padang-Painan, RT 01/RW 05, Kelurahan Gates.

Setelah adanya kesepakatan dengan pelaku untuk melakukan transaksi ,

petugas berpakaian preman langsung menuju lokasi. Beberapa petugas

menyebar melakukan pengintaian. Tak lama menunggu, pelaku yang sudah

menjadi target operasi itu mendatangi warung tersebut. Saat itu juga, pelaku

dengan petugas yang menyamar melakukan transaksi, namun merasa curiga

orang bertransaksi itu adalah polisi, saat pelaku hendak menyerahkan barang

dan meminta uang, pelaku sempat melempar sabu tersebut dari tangannya dan

merusaha kabur. Namun polisi yang sudah siaga di sekitar lokasi langsung

membekuk pelaku.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

Setelah dibekuk, petugas mengambil sabu tersebut sebagai barang

bukti. Saat diinterogasi, pelaku mengakui sabu tersebut miliknya yang dibeli

dari Jeki Ride Pambora dan pelaku Dozi Akbar. Mendapat informasi itu,

petugas langsung menuju kediaman pelaku Jeki Ride Pambora di Jalan Batang

kajai Telung Nibung. Alhasil petugas menangkap pelaku Jeki Ride Pambora

dan Pelaku Dozi Akbar saat tengah duduk di tepi jalan di depan rumah Jeki

Ride Pambora. Setelah menagkap kedua pelaku, petugas menggeledah tubuh

pelaku yang disaksikan oleh Ketua RT dan warga setempat. Setelah itu petugas

membawa ketiga pelaku bersama barang bukti ke Mapolresta Padang untuk

pengusutan lebih lanjut. Setelah ditangkap dan ditemukan sabu, kembali

dilakukan pengembangan hingga ditangkap lagi dua orang pelaku yang

berperan sebagai Bandar Narkoba,” kata Kompol Abriadi. Terhadap ketiga

pelaku akan dijerat pasal 112 jo 114 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009

tentang penyalahgunaan narkotika dengan ancaman hukuman diatas lima tahun

kurungan penjara.

Dari contoh kasus yang di jabarkan penulis di atas, rata-rata

penangkapan pelaku pengguna narkotika berasal dari pengembangan kasus dan

tidak dijelaskan berapa jumlah barang bukti yang didapat secara rinci serta

sulitnya mencari saksi pada saat penangkapan.

Perkara penyalahgunaan narkotika penanganan terhadap perkara ini

tetap melalui prosedur penanganan tindak pidana, dengan berdasarkan pada

KUHAP. Proses penanganan perkara pidana diawali dengan pemeriksaan

pendahuluan dimana tahap ini cukup menentukan, karena tahap inilah

dikumpulkan bukti-bukti. Apabila bukti-bukti telah lengkap untuk bahan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

penuntutan, maka pemeriksaan dimuka sidang pengadilan akan lancar. Barang

bukti pidana sesuai dengan Pasal 39 yang dihubungkan dengan Pasal 1 butir 15

KUHAP adalah benda-benda yang dapat disita menurut hukum karena ada

hubungannya atau keterlibatannya dengan tindak pidana (misalnya benda yang

dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana; yang

dipergunakan menghalanghalangi penyidikan tindak pidana atau benda lain

yang berhubungan dengan tindak pidana). Barang bukti ini dapat disita

penegak hukum dan menjadi tanggungjawabnya atas rusak atau hilangnya

barang bukti tersebut.

Penyidik dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan wajib

bertanggungjawab terhadap barang sitaan untuk dirawat, disimpan dan dijaga

dengan baik karena barang tersebut sebagai bukti dalam menunjukkan pelaku

kejahatan. Ada kemungkinan barang-barang sitaan tersebut dapat hilang atau

rusak yang disebabkan banyak faktor, misalnya adanya bencana alam,

dihilangkan sengaja, dibuat cacat hukum, terbakar ataupun cara penyimpanan

yang salah.12

Dengan adanya kemungkinan ini penyidik wajib mengganti kerugian

hilang dan atau rusaknya barang tersebut dan besarnya ganti rugi juga

ditentukan dari ketentuan-ketentuan peraturan ada. Kepolisian yang berwenang

bertanggungjawab secara penuh terhadap rusak dan atau hilangnya barang

sitaan yang berada dalam kekuasaannya. Berdasarkan uraian tersebut penulis

tertarik untuk mengkaji tentang pelaksanaan penyitaan barang bukti dilakukan

12

Erni Widhayanti, 1989, Hak-hak Tersangka/Terdakwa Di Dalam KUHAP Bidang

Penyidikan, Sinar Grafika, Jakarta. Halaman 36.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

oleh aparat Kepolisian Resort Kota Padang dalam kasus tindak pidana

penyalahgunaan narkotika. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian guna menyusun proposal skripsi dengan judul :

PELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI NARKOTIKA OLEH

PENYIDIK KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DI

WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, penulisan membatasi bahasan yang akan

diteliti dengan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan penyitaan barang bukti narkotika oleh

Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di wilayah hukum

Polresta Padang?

2. Apa kendala dalam pelaksanaan penyitaan barang bukti narkotika oleh

Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di wilayah hukum

Polresta Padang?

3. Bagaimanakah upaya mengatasi kendala dalam pelaksanaan penyitaan

barang bukti narkotika oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik

Indonesia di wilayah hukum Polresta Padang?

C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka

penulisan ini ditujukan:

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

1. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan penyitaan barang bukti

narkotika oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di

wilayah hukum Polresta Padang.

2. Untuk mengetahui apa kendala dalam pelaksanaan penyitaan barang

bukti narkotika oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di

wilayah hukum Polresta Padang.

3. Untuk mengetahui bagaimanakah upaya mengatasi kendala dalam

pelaksanaan penyitaan barang bukti narkotika oleh Penyidik Kepolisian

Negara Republik Indonesia di wilayah hukum Polresta Padang.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis

a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan hasilnya dapat menjadi suatu

sumbangan pemikiran serta dapat menambah wawasan pembaca

terhadap pemahaman pelaksanaan penyitaan barang bukti narkotika

oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di wilayah

hukum Polresta Padang.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu referensi bagi

mahasiswa fakultas hukum dalam pembuatan karya ilmiah.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa

fakultas hukum tentang pelaksanaan penyitaan barang bukti narkotika

oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia di wilayah

hukum Polresta Padang.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

d. Hasil penelitian hendaknya mampu mempertajam pengetahuan penulis

terhadap masalah yang diteliti.

2. Secara praktis

a. Untuk memberikan masukan pada masyarakat pada pelaksanaan

penyitaan barang bukti narkotika oleh Penyidik Kepolisian Negara

Republik Indonesia di wilayah hukum Polresta Padang.

b. Untuk memberikan masukan pada penyidik terhadap pelaksanaan

penyitaan barang bukti narkotika oleh Penyidik Kepolisian Negara

Republik Indonesia di wilayah hukum Polresta Padang.

E. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teori

Tindakan penyitaan oleh penyidik merupakan tindakan yang

dilakukan dalam rangka penegakan hukum. Untuk itu dalam penelitian ini

penulis menggunakan teori penegakan hukum. Penegakan hukum

merupakan usaha-usaha untuk menegakan norma norma atau kaedah kaedah

sekaligus nilai nilai yang ada dibelakangnya. Selain itu penegakan hukum

juga dapat diartikan sebagai proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku

dalam lalu lintas atau hubungan hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.13

Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor faktor

yang mungkin mempengaruhinya. Faktor faktor tersebut mempunyai arti

yang netral sehingga dampak positif atau negatifnya trletak pada isi faktor

13

Satjipto Rahardjo.Masalah Penegakan Hukum.Sinar Baru: Bandung.1983.Hal 24

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum

adalah:14

a. Faktor hukum

Praktik penyelenggaraan hukum dilapangan ada kalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan

oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat

abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang

telah ditentukan secara normatif.

Justru itu suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya

berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang

kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka

pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law

enforcement, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan

hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai

kaidah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai

kedamaian.

b. Faktor penegak hukum

Mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum

memainkan peranan penting. Apabila peraturan sudah baik, tetapi

kualitas penegak hukum kurang baik, maka akan ada masalah dalam

penegakan hukum itu sendiri.

14

Soerjono soekanto. Faktor-faktor yang memepengaruhi penegakan hukum. Cetakan

kelima. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004. hlm 42

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

c. Faktor sarana atau fasilitas pendukung

Faktor sarana atau fasilitasnpendukung mencakup perangkat

lunak dan perangkat keras,, salah saatu contoh peraangkat lunak

adalah pendidikan.

d. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasala dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyrakat. Setiap warga masyarakat

atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum,

persoalan yang diambil adaah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan

hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan

hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan saah satu indicator

berfungsinya hukum yang bersangkutan.

e. Faktor Kebudayaan

Kebudayan (system) hukum pada dasarnya mencakup nilai-

nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan

konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan apa

yang dianggap buruk. Menurut soerjonoo soekanto, kebudayaan

mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat,

yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya

bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka

berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalh

suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetakan peraturan

mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang dilarang.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

Adapun teori teori penegakan hukum, sebagai berikut:

a. Teori aliran utilitis.

Teori aliran utilitis disebut juga teori aliran kegunaan yakni

aliran yang menggariskan bahwa tujuan hukum yaitu untuk mengabdi

kepada kegunaan, yaitu kegunaan yang dinikmati oleh warga

masyarakat dengan kadar setinggi mungkin.

b. Teori Keadilan

Tujuan hukum adalah keadilan dilihat secara luas. Keadilan

dapat dilihat dari seberapa besar dampaknya bagikesejahteraan

manusia. Adapun apa yang dianggap bermanfaat dan tidak

bermanfaat, diukur dengan perspektif ekonomi.

c. Teori Etis

Teori Etis yaitu teori yang menyatakan bahwa isi suatu hukum

yang berlaku bagi suatu bangsa yaitu haruslah berdasarkan pada

kesadaran etis suatu bangsa yang bersangkutan, melaksanakan

pandangan pandangan yang benar akan nilai nilai kehidupan yang

baik, menurut teori ini tujuan hukum adalah mencapai keadilan dan

penegakan hukum.

d. Teori penegakan hukum john graham

Bahwa penegakan hukum dilapangan oleh polisi merupakan

kebijakan penegakan hukum dalam pencegahan kejahatan.

2. Kerangka Konseptual

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

Kerangka konseptual merupakan gambaran bagaimana hubungan

antara konsep-konsep yang akan diteliti. Salah satu cara untuk menjelaskan

konsep adalah definisi.

a. Penyitaan

Dalam pasal 1 ayat 16 KUHAP, Penyitaan adalah serangkaian tindakan

penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah

penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak

berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan

dan peradilan.

b. Barang bukti

Pengertian barang bukti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

benda yang digunakan untuk meyakinkan hakim akan kesalahan

terdakwa terhadap perkara pidana yang dituduhkan kepadanya; barang

yang dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam suatu perkara. Barang

bukti dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik

tersebut dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan

(alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang

merupakan hasil dari suatu delik.15

c. Tindak Pidana Narkotika

Tindak Pidana Narkotika, adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh

undang undang, dan tercela dalam kaitan dengan kegiatan pemakaian

dan peredaran atau perdagangan penggunaan obat atau zat kimia yang

15

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia.Sinar Grafika.2015,Jakarta. Cet.ke 9.

Hlm 254

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

berfungsi menurunkan tingkat kesadaran ingatan atau fisik bahkan

menimbulkan masalah dan gangguan kesehatan kejiwaan seorang, dalam

situasi dan kondisi tertentu yang telah terjadi, karenanya dapat dikenakan

sanksi fisik maupun moral bahkan perampasan kekayaan bagi

pelakunya.16

Tindak Pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan

Pasal 148 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 yang merupakan

ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam

Undang-undang Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya

adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangksikan lagi bahwa

semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut merupakan

kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan

kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar

kepentingankepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat

besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak

sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.

d. Penyidik

Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 KUHAP, penyidik adalah pejabat polisi

Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu

yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan

penyidikan.

F. Metode Penelitian

16

Supramono,G.Hukum Narkotika Indonesia.Djambatan.2001, Jakarta

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

Dalam usaha memcahkan permasalahan yang telah dirumuskan perlu

adanya metode pelitian yang jelas dan sistematis, berkaitan dengan itu ada

beberapa tahap yang perlu ditentukan antara lain:

1. Pendekatan Masalah

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan metode

yuridis empiris atau metode yuridis sosiologis yaitu pendekatan yang

dilakukan terhadap norma hukum yang berlaku dihubungkan dengan

fakta fakta yang ada di lapangan.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian yang besifat

deskriptif, ditujukan untuk memberikan data yang sedetail mungkin

mengenai masalah yang diteliti, serta memberikan gambaran mengenai

proses pelaksanaan penyitaan dan tanggung jawab keamanan barang

bukti narkotika.Dalam hal ini, penulis mendeskripsikan atau

menggambarkan tentang bagaimana proses pelaksanaan penyitaan oleh

penyidik terhadap barang bukti pada tindak pidana narkotika.

3. Jenis dan Sumber data

a. Jenis data

1) Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari hasil

penelitian langsung di lapangan (field research) baik itu hasil

wawancara dan pengamatan di lapangan yang berkaitan dengan

permasalahan.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

2) Data sekunder

Data sekunder merupakan informasi-informasi dari bahan

studi kepustakaan yang diperlukan bagi penelitian17

.

a) Bahan Hukum Primer

Adapun bahan hukum yang saya gunakan untuk

mendukung data sekunder yaitu bahan hukum primer dan bahan

hukum tersier. Bahan hukum primer yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana.

- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Republik Indonesia.

- Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.

- Peraturan Presiden Nomor 23 Tahunb 2010 Tentang Badan

Narkotika Nasional.

- Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Prosedur

Administrasi Pertanggung Jawaban Keuangan di Polri.

- Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 10

Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di

Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

17

Amiruddin Dan Zainal Asikin.2003.Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja

Grafindo Persada, Hal-167

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

- Peraturan Kapolri Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan

Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resort

dan Kepolisian Sektor.

- Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 27/ J.

A/3/ 1998 tentang Syarat dan Tata Cara Penetapan Status

Barang Sitaan Narkotika.

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer.18

Bahan hukum sekunder ini

berupa buku-buku, majalah atau jurnal hukum, teori-teori

atau pendapat sarjana, hasil penelitian hukum, hasil karya

ilmiah dari kalangan hukum dan sebagainya. Bahan hukum

sekunder yang terutama digunakan adalah buku teks karena

buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum

dan pandangan-pandangan klasik para sarjana.

c) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang

memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder.19

Bahan hukum tersier ini

berupa kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, ensiklopedia

dan sebagainya.

18

Ibid, hlm. 114. 19

Bambang Sunggono. 2010, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, hlm 113

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

b. sumber data

1) Penelitian lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dapat didefinisikan yaitu secara

langsung mengadakan pengamatan untuk memperoleh informasi

yang diperlukan dalam penyusunan laporan

2) Penelitian kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan

hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian

baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini:

a. Studi dokumen

Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dari

data yang terdapat dilapangan. Dengan menggunakan teknik ini

peneliti akan mencari dan menghimpun data-data atau kasus-kasus

yang berkaitan dengan penyitaan barang bukti narkotika yang

dilakukan oleh Penyidik SATRESNARKOBA Polresta Padang.

b. Wawancara

Wawancara atau dikenal dengan istilah interview adalah salah

satu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara

langsung oleh pewawancara kepada responden dan jawaban respoden

bisa dicatat atau direkam. Menurut Kartono, Wawancara adalah suatu

percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu dan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

merupakan proses Tanya-jawab lisan, dimana dua orang atau lebih

saling berhadapan secara fisik”.20

Oleh karna itu wawancara yang di

gunakanan penulis adalah wawancara semi tersruktur, yaitu

wawancara dengan membuat pedoman wawancara terlebih dahulu

disusun dan dipersiapkan. Namun, tidak menutup kemungkinan

adanya pertanyaan-pertanyaan baru yang secara spontan sebagai

reaksi dari narasumber yang menjadi sampel. Dalam hal ini

penulismenggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara non

random dengan bentuk purposive sampling. Adapun yang dijadikan

narasumber dalam wawancara ini yaitu

1) Kasat Reserse Narkotika Polresta Padang (Unit Idik II)

2) Dua orang penyidik di Kepolisian Polresta Padang

Sifat daftar pertanyaan yang akan digunakan dalam

menghimpun data melalui wawancara untuk penelitian ini adalah

campuran yaitu sebagian jawaban pertanyaan telah disediakan oleh

peneliti dan sebagian besar lagi bebas dijawab oleh responden.

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan segala keterangan dan

informasi yang berkaitan dengan penyitaan barang bukti narkotika

yang dilakukan oleh Penyidik SATRESNARKOBA Polresta Padang.

5. Pengolahan dan Analisis Data

a. Pengolahan data

20

Jonathan sarwono, Pintar Menulis Karya Ilmiah-Kunci Sukses Dalam Menulis Ilmiah,

C.V ANDI OFFSET, 2010. hlm.34

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/38537/2/BAB I.pdfBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan

Pengolahan data diperlukan dalam usaha merapikan data-data

yang telah dikumpulkan sehingga memudahkan dalam menganalisa

data tersebut. Pengolahan data ini meliputi:

1) Editing (pengeditan)

Editing merupakan proses penelitian kembali terhadap catatan-

catatan, berkas-berkas dan informasi yang telah dikumpulkan.

Tujuan dilakukannya editing dalam proposal penelitian ini

adalah untuk meneliti kembali hasil wawancara yang diperoleh

dari narasumber dan memeriksa apakah hasil wawancara

tersebut sudah dapat dipertanggung jawabkan sesuai kenyataan

dengan mencocokannya dari catatan-catatan dan berkas-berkas

yang telah didapat secara langsung.

2) Tabulasi

Tabulasi adalah bentuk pengolahan data yang dilakukan dengan

menyajikannya dalam bentuk table. Penyajian data dalam

bentuk table berfungsi sebagai pemapar gambaran deskriptif

mengenai sesuatu variable tertentu.21

b. Analisis data

Semua data yang telah diolah dilakukan analisis secara

kualitatif, analisis kualitatif dilakukan dengan melihat pelaksanaan

penyitaan barang bukti narkotika sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

21

Bambang Sunggono,op. cit. hlm. 130.