16
BAB I PENDAHULUAN Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. Banyak kemajuan yang telah dicapai melalui penelitian dan oleh karenanya diperlukan pedoman tatalaksana sebagai rangkuman penelitian yang ada. 14 Penyakit kardiovaskular saat ini menempati urutan pertama penyebab kematian di negara-negara maju dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian utama di negara berkembang pada tahun 2020. Salah satu manifestasi yang paling sering dari penyakit kardiovaskular adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas tinggi. 1 Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, penyakit kardiovaskuler memiliki prevalensi 7,2% dan PJK menjadi penyebab kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi. 2 Gambaran klinis PJK termasuk iskemia tanpa gejala, angina pektoris stabil, angina tidak stabil, infark miokard, gagal jantung, dan kematian mendadak (sudden death). Kejadian-kejadian yang bersifat akut dan memiliki risiko kematian tinggi telah dikategorikan ke dalam Sindroma Koroner Akut (SKA). Sindroma Koroner Akut (SKA) dapat dibedakan menjadi ST-segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI), Non ST- segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), serta Unstable Angina Pectoris (UAP). 1 Keluhan utama pada SKA adalah nyeri dada dan dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) digolongkan berdasarkan ada atau tidaknya elevasi segmen ST. Sindroma Koroner Akut (SKA) tanpa elevasi segmen ST dibagi lagi berdasarkan hasil pemeriksan enzim jantung. Jika terjadi peningkatan enzim didiagnosis dengan NSTEMI dan jika tidak terjadi penningkatan enzim didiagnosis dengan UAP. 3 Non ST- segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dan UAP dianggap sebagai kondisi yang memiliki hubungan yang erat, dimana patogenesa dan presentasi klinisnya sama namun berbeda dalam derajat berat ringannya. Pada NSTEMI iskemia yang terjadi cukup berat untuk mengakibatkan kerusakan miokard dan petanda kerusakan miokard tersebut dapat

BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang

utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian

yang tinggi. Banyak kemajuan yang telah dicapai melalui penelitian dan oleh

karenanya diperlukan pedoman tatalaksana sebagai rangkuman penelitian yang

ada.14

Penyakit kardiovaskular saat ini menempati urutan pertama penyebab

kematian di negara-negara maju dan diperkirakan akan menjadi penyebab

kematian utama di negara berkembang pada tahun 2020. Salah satu manifestasi

yang paling sering dari penyakit kardiovaskular adalah Penyakit Jantung Koroner

(PJK) yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas tinggi.1 Di Indonesia,

berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, penyakit kardiovaskuler memiliki

prevalensi 7,2% dan PJK menjadi penyebab kematian terbanyak setelah stroke

dan hipertensi.2

Gambaran klinis PJK termasuk iskemia tanpa gejala, angina pektoris stabil,

angina tidak stabil, infark miokard, gagal jantung, dan kematian mendadak

(sudden death). Kejadian-kejadian yang bersifat akut dan memiliki risiko

kematian tinggi telah dikategorikan ke dalam Sindroma Koroner Akut (SKA).

Sindroma Koroner Akut (SKA) dapat dibedakan menjadi ST-segment Elevation

Myocardial Infarction (STEMI), Non ST-segment Elevation Myocardial

Infarction (NSTEMI), serta Unstable Angina Pectoris (UAP).1

Keluhan utama pada SKA adalah nyeri dada dan dengan gambaran

elektrokardiografi (EKG) digolongkan berdasarkan ada atau tidaknya elevasi

segmen ST. Sindroma Koroner Akut (SKA) tanpa elevasi segmen ST dibagi lagi

berdasarkan hasil pemeriksan enzim jantung. Jika terjadi peningkatan enzim

didiagnosis dengan NSTEMI dan jika tidak terjadi penningkatan enzim

didiagnosis dengan UAP.3 Non ST-segment Elevation Myocardial Infarction

(NSTEMI) dan UAP dianggap sebagai kondisi yang memiliki hubungan yang

erat, dimana patogenesa dan presentasi klinisnya sama namun berbeda dalam

derajat berat ringannya. Pada NSTEMI iskemia yang terjadi cukup berat untuk

mengakibatkan kerusakan miokard dan petanda kerusakan miokard tersebut dapat

Page 2: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

diperiksa secara kuantitatif. Sedangkan pada UAP iskemia tidak mengakibatkan

kerusakan miokard.4 Dengan meluasnya iskemia miokard, UAP/NSTEMI dapat

berubah menjadi STEMI.5

Menurut Data Statistik American Heart Association (AHA) 2008, pada

tahun 2005 jumlah penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika Serikat

akibat SKA hampir mencapai 1,5 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,1

juta orang (80%) menunjukkan kasus NSTEMI, sedangkan 20% kasus tercatat

menderita STEMI.6 Dalam 20 tahun terakhir, angka mortalitas pasien STEMI

berkurang dengan adanya strategi diagnostik dan terapi yang baru. Namun, untuk

kasus NSTEMI angka mortalitasnya masih belum berubah.4 Kasus NTSEMI lebih

sering menyebabkan kematian dibanding STEMI karena kadang-kadang tidak

terdiagnosis pada saat pasien masuk rumah sakit.5

Page 3: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome (ACS)

adalah sindroma klinik yang mempunyai dasar fisiologi yang sama, yaitu adanya

erosi, fisura, ataupun robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan trombosis

intravaskular yang menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan

oksigen miokard. Yang termasuk kedalam SKA adalah ST-segment Elevation

Myocardial Infarction (STEMI), Non ST-segment Elevation Myocardial

Infarction (NSTEMI), serta Unstable Angina Pectoris (UAP).7

2.2 EPIDEMIOLOGI

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan masalah kesehatan publik yang

bermakna di negara industri, dan mulai menjadi bermakna di negara-negara

sedang berkembang. Di Amerika Serikat, sebanyak 1,36 juta penyebab rawat inap

adalah kasus SKA.8 Menurut The American Heart Association, lebih dari 6 juta

penduduk Amerika menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta

orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokard setiap tahun.

Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun dan

tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.1

Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler juga cukup tinggi. Menurut

data statistik WHO tahun 2008, penyakit jantung iskemik merupakan penyebab

utama kematian di dunia (12,8%), disusul oleh stroke dan penyakit

serebrovaskuler lainnya. Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007,

penyakit kardiovaskuler yang dalam hal ini Penyakit Jantung Koroner (PJK),

menjadi penyebab kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi.2,6

Page 4: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

2.3 PATOFISIOLOGI

Proses terjadinya plak aterosklerotik dipahami bukan proses sederhana

karena penumpukan kolesterol, tetapi disfungsi endotel dan proses inflamasi juga

berperan penting. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika

intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup

sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi

melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density

lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan pembentukan

kapsul fibrosis.8

Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik terutama monosit, bermigrasi

menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif

endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami

differensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang

juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya

membentuk fatty streaks.7 Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat

kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor

necrosis factor α, IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin

mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel

otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler)

pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika

media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis

yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh

darah. Makrofag juga menghasilkan matriks metalloproteinase (MMPs), enzim

yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak.7,8

Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos

dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan

kecenderungan untuk mengalami ruptur. LDL yang termodifikasi meningkatkan

respons inflamasi oleh makrofag. Respons inflamasi ini memberikan umpan balik,

menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya

mengalami modifikasi lagi, dan seterusnya.9 Makrofag yang terstimulasi akan

memproduksi matriks metalloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain,

sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fibrosis,

Page 5: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fibrosis menipis, ruptur plak mudah

terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pada

plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinflamatorik ini

menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses anti

inflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak.

Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses inflamasi yang terjadi

pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka.

Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah

pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan

menjadi rentan mengalami ruptur.8

Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring

berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis

lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak

aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari

50% diameter lumen. Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks

subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan

adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya

terbentuk trombus.8,9

Page 6: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

Gambar 2.1 Patofisiologi SKA

2.4 FAKTOR RISIKO

Faktor risiko SKA dapat dikategorikan atas:5

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

Merupakan faktor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu

diantaranya: usia, jenis kelamin (laki-laki ≥ 45 tahun; perempuan ≥ 55 tahun),

riwayat keluarga (MI pada ayah atau saudara laki-laki sebelum berusia 55 tahun

atau pada ibu atau saudara perempuan berusia 65 tahun).

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

Merupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi

tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:

merokok, peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, diabetes mellitus, gaya hidup

yang tidak aktif, obesitas, dan peningkatan kadar homosistein.

2.5 DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Nyeri dada merupakan keluhan utama sebagian besar pasien dengan ACS.

Nyeri dada biasanya berlokasi retrosternal, sentral, atau di dada kiri, menjalar ke

rahang atau lengan atas.4 Gejalanya dapat bervariasi, dapat berupa gejala khas

angina, yaitu nyeri dada tipikal yang berlangsung selama ± 20 menit atau lebih

yang terasa seperti ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa

diperas dan terpelintir. Keluhan dapat pula berupa nyeri atipikal seperti nyeri

epigastrium, nyeri dada tajam, atau sesak nafas memberat.1

Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut.

Gejala yang timbul seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, dan rasa tidak

nyaman di epigastrium. Mual muntah dapat terjadi terutama pada wanita,

penderita diabetes mellitus, atau pasien usia lanjut. Kecurigaan harus lebih besar

pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multiple agar tidak terjadi

kesalahan diagnosis.4

2. Pemeriksaan Fisik

Page 7: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

Temuan pada pemeriksaan fisik biasanya normal. Tujuan penting

pemeriksaan fisik adalah menyingkirkan penyebab nyeri dada non kardiak dan

kelainan jantung non iskemik.1 Pemeriksaan fisik juga penting untuk

mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari ACS.4

3. Elektrokardiografi

Pemeriksaan EKG 12 lead saat istirahat merupakan perangkat diagnostik

utama dalam penilaian pasien dengan dugaan ACS. Pada gambaran EKG normal,

gelombang T biasanya positif pada sadapan I, II, dan V3 sampai dengan V6,

terbalik pada sadapan aVR, bervariasi pada sadapan III, aVF, aVL, dan V1, jarang

didapatkan terbalik pada V2. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik

(inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik).3

Gambaran EKG secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal

penting yang menentukan resiko pada pasien. Jumlah sadapan yang menunjukkan

depresi segmen ST berkorelasi dengan beratnya iskemia. Depresi segmen ST ≥

0,5 mm (0,05 mV) pada dua atau lebih sadapan berurutan dalam konteks klinis

yang sesuai sangat sugestif untuk UAP/NSTEMI, sedangkan untuk STEMI akan

tampak adanya gambaran elevasi pada segment ST. Akan tetapi, gambaran EKG

normal juga tidak menyingkirkan kemungkinan UAP/NSTEMI.1

Page 8: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

Gambar 2.2 Perubahan EKG pada STEMI

Gambar 2.3 Depresi segmen ST

4. Biomarker

Sejak tahun 1960 pemeriksaan Creatine Kinase isoenzime MB (CK-MB)

telah diterima secara luas sebagai standard emas untuk penetapan diagnosis infark

miokard. Sampai saat ini CK-MB masih direkomendasikan sebagai protein

petanda infark miokard. CK-MB terlepas dalam sirkulasi setelah infark, paling

cepat terdeteksi 3-4 jam setelah onset gejala dan tetap meningkat kira-kira 65 jam

pasca infark.10

Cardiac Troponin T atau I (cTnT atau cTnI) merupakan petanda biokimia

yang lebih disukai untuk mendeteksi jejas miokard, karena hampir spesifik

absolut jaringan miokard dan mempunyai sensitivitas yang tinggi, bahkan dapat

menunjukkan adanya nekrosis miokard kecil yang tidak terdeteksi pada EKG

maupun oleh CK-MB.10 Pada pasien dengan infark miokard akut, peningkatan

awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2

minggu. Pada NSTEMI peningkatan troponin minor biasanya membaik dalam 48-

72 jam.1 Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu aspartate aminotransferase

Page 9: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

(AST), lactate dehydrogenase (LDH), myoglobin, carbonic anhydrase III (CA III),

dan myosin light chain (MLC). Pada UAP tidak terjadi peningkatan enzim

jantung.10

Gambar 2.3 Beberapa Biomarker Jantung

Page 10: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

Secara ringkas alur diagnosis ACS dapat digambarkan pada bagan berikut

ini:1

Gambar 2.4 Alur Diagnosis ACS

2.6 PENATALAKSANAAN

Berikut merupakan penanganan chest pain dengan ACS di Unit Gawat

daraurat:1

1. Segera berikan oksigen 4L/mnt kanul nasal, pertahankan saturasi O2 >

90%2. Berikan aspirin 160-325 mg3. Nitrogliserin sublingual atau IV4. Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang5. Monitoring tanda vital dan evaluasi saturasi oksigen6. Pasang jalur IV7. Kaji EKG 12 sadapan8. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik9. Lakukan ceklis terapi fibrinolisis dan lihat kontraindikasi10. Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan evaluasi system

pembekuan darah11. Foto toraks

Page 11: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

12. Target evaluasi harus difokuskan pada nyeri dada, tanda dan gejala

gagal jantung, riwayat sakit jantung, fator risiko SKA dan gambaran

riwayat untuk pemberian trombolisis13. Untuk pasien SKA STEMI, tujuan reperfusi adalah pemberian terapi

fibrinolisis dalam 30 menit setelah 30 menit sampai IGD atau PCI

dalam 90 menit setelah sampai.1

Tabel: Strategi terapi reperfusi (fibrinolisis atau invasif)

Terapi Fibrinolisis Terapi Invasif (PCI)

Onset < 3 jam Tidak tersedia pilihan invasif

terapi- Kontak doctor-baloon atau

door-baloon > 90 menit- (door-baloon) minus (door-

needle) lebih dari 1 jam. Tidak terdapat kontraindikasi

fibrinolisis

Onset > 3 jam Tersedia ahli PCI

- Kontak doctor-baloon atau

door baloon < 90 menit.- (Doorbaloon) minus (door-

needle) < 1 jam Kontraindikasi fibrinolisis,

termasuk resiko perdarahan

dan perdarahan intraserebral. STEMI resiko tinggi (CHF, Killip

≥ 3) Diagnosis STEMI diragukan.

Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat

membatasi luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka

kematian. Ada beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya Alteplase recombinant

(Activase), Reteplase, Tenecplase, dan Streptokinase (Streptase). Di Indonesia

umumnya tersedia Streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta U,

dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% diberikan secara infus selama 1 jam.1

1. Obat-obatan anti-iskemik

Isosorbid mononitrat, diberikan sekali sehari dalam bentuk sediaan lepas

lambat untuk mencegah toleransi terhadap nitrat. Jika diperlukan, diberikan

bersama dengan gliseril trinitrat semprot.11

Page 12: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

Calcium Channel Blocker (CCB, misalnya amlodipin, diltiazem). Diltiazem

dapat diresepkan untuk pasien yang tidak tahan beta‐blocker karena efek

sampingnya pada konduksi elektrik kardiak. Obat kerja pendek (misalnya

nifedipin) tidak digunakan karena efek sampingnya refleks takikardia yang umum

terjadi pada awal penggunaan dan dapat memperburuk gejala angina.1

Nicorandil dapat ditambahkan sebagai kombinasi dengan antiangina

lainnya. Pada semua antiangina, efek pusing/sakit kepala yang sangat merupakan

masalah yang sering dialami pasien. Jika hal ini berkaitan dengan dosis, maka

dosis harus disesuaikan sambil tetap menjaga tekanan darah.11

2. Obat-obatan antiplatelet

Semua pasien UAP/NSTEMI mendapat terapi aspirin 75 mg/hari dan

clopidogrel 75 mg/hari, dengan loading dose 300 mg yang diberikan saat gejala

muncul atau pertama dirawat. Manfaat penambahan clopidogrel pada terapi

aspirin standard, yaitu menurunkan 20% resiko kematian, infark miokard non‐

fatal dan stroke.11

Antagonis reseptor glikoprotein IIb/IIIa, misalnya tirofiban atau eptifibatide

merupakan inhibitor kuat agregasi platelet. Obat‐obat tersebut menghambat

pembentukan fibrinogen pada platelet. Walaupun antagonis reseptor glikoprotein

IIb/IIIa menghambat pembentukan thrombus, uji klinik menunjukkan bahwa

mereka hanya efektif untuk pasien UAP/NSTEMI resiko tinggi, atau untuk pasien

yang potensial mendapat PCI yang ditunda, jika digunakan bersama dengan

aspirin dan heparin/LMWH.4

3. Antikoagulan

LMWH lebih banyak digunakan daripada unfractionated heparin karena

untuk membatasi perluasan thrombosis koroner pada UAP/NSTEMI. Enoxaparin

1mg/kg 2 kali/hari lebih baik daripada unfractinated heparin. Biaya enoxaparin

lebih tinggi, tetapi mempunyai aktivitas anti‐faktor Xa lebih besar, tidak

memerlukan monitor terus menerus, dan dapat diberikan dengan mudah 2

kali/hari sehingga menjadi pilihan terapi yang cukup popular. Enoxaparin

diberikan terus sampai pasien bebas dari angina atau paling sedikit selama 24 jam.

Durasi terapi yang dianjurkan adalah 2‐8 hari. Jika pasien memiliki gangguan

fungsi ginjal, enoxaparin diberikan 1 mg/kg sekali sehari.1

Page 13: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

2.7 PROGNOSIS

Prognosis ACS (STEMI, Non-STEMI/UAP) dapat diperkirakan dengan

melakukan penilaian risiko kuantitatif. Penilaian ini bertujuan untuk penentuan

keputusan klinis dan memprediksi risiko kejadian iskemik jangka pendek dan

menengah. Skor risiko yang paling banyak dipakai diantranya adalah

Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) risk score.12

Gambar 2.5 TIMI RISK SCORE untuk UAP/NSTEMI

Selain menggunakan skor TIMI, stratifikasi risiko pada UAP/NSTEMI

dapat dinilai dengan menggunakan Global Registry of Acute Coronary Events

(GRACE) score. Skor ini menyajikan stratifikasi risiko baik saat masuk, selama

perawatan, maupun saat keluar dengan lebih akurat.12

Gambar 2.6 GRACE SCORE

Page 14: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

Sementara itu, untuk scoring TIMI pada kasus STEMI, criteria sedikit

berbeda, yaitu: (sebelumnya pertimbangkan tanda dan gejala berikut : nyeri dada

lebih dari 30 menit, ST elevasi, onset kurang dari 6 jam).

Gambar 2.7. TIMI RISK score untuk STEMI

1. DM, riwayat hipertensi atau riwayat angina (1 point).2. Tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg (3point).3. Denyut nadi > 100 BPM (2 point).4. Kelas Killip II-IV (2 point).5. Berat badan kurang dari 67 kg (1 point).6. ST elevasi pada lead anterior atau terdapat LBBB (1 point).7. Waktu onset hingga penataksanaan lebih dari 4 jam (1 point).

Ditambah dengan criteria usia:1. Usia lebih dari atau sama dengan 75 tahun (3 point).2. 65-74 tahun (2 point).3. Kurang dari 65 tahun (0 point).

Skor ini memberikan informasi prediksi kematian dalam 30 hari sesudah

terjadi infark miokard sebagai berikut. 0 point: 0,8%. 1 point: 1,6%. 2 point: 2,2%. 3 point: 4,4%. 4 point: 7,3%. 5 point: 12%. 6 point: 16%.

Page 15: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

7 point: 23%. 8 point: 27%. 9-14 point: 36%.

KILLIP Score :

KILLIP 1 : Pasien tanpa gejala klinis gagal jantung.

KILLIP 2 : Pasien dengan rales atau crackles di paru, bunyi S3(+), dan Tekanan

Vena Jugular meningkat.

KILLIP 3 : Pasien dengan edema pulmonary akut.

KILLIP 4 : Pasien dengan shok kardiogenik atau hipotensi ( tekanan darah sistol

<90 mmhg),dan terdapat vasokonstriksi peripheral (oliguria, sianosis

atau berkeringat lebih).

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamm CW., Bassand JP., Agewall S., Bax J., Boersma E. 2011. ESCGuidelines for the Management of Acute Coronary Syndromes in PatientsPresenting Without persistent ST-segment Elevation. European HeartJournal. 2011; 32: 2999-3054.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Hasil RisetKesehatan Dasar. Kementerian Kesehatan RI. 2007.

3. Myrtha R. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA).CDK. 2011; 38: 541-2.

4. Theroux, Nanette K., Wenger PZ., Theodore GG., Lincoff AM., Peterson ED.,et al. 2012 ACCF/AHA Focused Update of the Guideline for the Managementof Patients With Unstable Angina/Non -ST-Elevation Myocardial Infarction(Updating Guidelines and Replacing the 2011 Focused Update) : A Report ofthe American Cardiology Foundation/American Heart Association Task Forceon Practice College of the 2007 Guideline. Circulation. 2012; 126:875-910.

5. Kabo P. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular SecaraRasional. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta. 2012.

6. Oktarina R., Karani Y., Edward Z. Hubungan Kadar Glukosa Darah SaatMasuk Rumah Sakit Dengan Lama Hari Rawat Pasien Sindrom Koroner Akut

Page 16: BAB I PENDAHULUANdocshare02.docshare.tips/files/26588/265887991.pdf · 2017. 1. 24. · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome

(SKA) Di RSUP Dr. M. Djamil Padang Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2:94-7.

7. Majid A. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, danPengobatan Terkini. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Universitas SumateraUtara 2007.

8. Myrtha R. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. CDK. 2012; 39: 261-4.

9. Ramrakha, P., Hill, J., Oxford Handbook of Cardiology: Coronary ArteryDisease. 1st ed. USA: Oxford University Press. 2006.

10. Sargowo D., Samsu N. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I padaDiagnosis Infark Miokard Akut. Maj Kedokt Indon. 2007; 57: 363-70.

11. Fletcher G. terj. Lyrawati D. Sindrom koroner akut – Farmakologi. 2008; 1-7.

12. Pollack CV., Sites FD., Shofer FS. Application of the TIMI Risk Score forUnstable Angina and Non ST-Elevation Acute Coronary Syndrome toUnselected Emergency Department Chest Pain Population. ACAD EMERGMED. 2006; 13: 13-8.