148
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi rendahnya standar hidup seseorang (Todaro,2002). Oleh karena itu, status kesehatan yang relatif baik dibutuhkan oleh manusia untuk menopang semua aktivitas hidupnya. Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tersebut dengan menginvestasikan dan atau mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa kesehatan (Grossman, 1972). Maka untuk mencapai kondisi kesehatan yang baik tersebut dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. Kehidupan manusia yang semakin modern dalam berbagai aspek kehidupan termasuk aspek kesehatan lambat laun seiring dengan perkembangan zaman yang terjadi mampu menjelaskan secara rasional bagaimana mengoptimalkan 1

BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan tinggi

rendahnya standar hidup seseorang (Todaro,2002). Oleh karena itu, status kesehatan

yang relatif baik dibutuhkan oleh manusia untuk menopang semua aktivitas hidupnya.

Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tersebut dengan

menginvestasikan dan atau mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa kesehatan

(Grossman, 1972). Maka untuk mencapai kondisi kesehatan yang baik tersebut

dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula.

Kehidupan manusia yang semakin modern dalam berbagai aspek kehidupan

termasuk aspek kesehatan lambat laun seiring dengan perkembangan zaman yang

terjadi mampu menjelaskan secara rasional bagaimana mengoptimalkan status

kesehatan, sehingga berbagai upaya dilakukan melalui kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi (IPTEK) seperti diantaranya : menemukan cara penyembuhan berbagai

penyakit, penemuan obat-obat baru, teknik kedokteran yang lebih mutakhir,

pengenalan dan antisipasi penyakit yang lebih dini dan berbagai hal tentang upaya

mewujudkan status kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh bagi setiap

masyarakat.

1

Page 2: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Dilihat dari perspektif ekonomi, kesehatan merupakan faktor penentu tinggi

rendahnya kualitas sumber daya manusia. Teori ekonomi mikro tentang permintaan

(demand) jasa pelayanan kesehatan menyebutkan bahwa harga berbanding terbalik

dengan jumlah permintaan jasa pelayanan kesehatan. Teori ini mengatakan bahwa

jika jasa pelayanan kesehatan merupakan normal good, makin tinggi income keluarga

maka makin besar demand terhadap jasa pelayanan kesehatan tersebut. Sebaliknya

jika jenis jasa pelayanan kesehatan tersebut merupakan inferior good, meningkatnya

pendapatan keluarga akan menurunkan demand terhadap jenis jasa pelayanan

kesehatan tersebut (Folland et al., 2001).

Faktor kesehatan bukan merupakan barang inferior, karena semakin tinggi

tingkat kekayaan akan meningkatkan akses jasa pelayanan kesehatan. Faktor-faktor

lain yang cenderung meningkatkan akses jasa pelayanan kesehatan adalah usia dan

banyaknya gangguan kesehatan yang diderita. Faktor pendidikan cenderung

menurunkan akses jasa pelayanan kesehatan adalah hal yang harus disikapi dengan

bijak melalui penyuluhan kesehatan.

Faktor kesehatan berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia (quality

of human resources) itu sendiri. Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia

(SDM) akan ditentukan oleh status kesehatan, pendidikan dan tingkat pendapatan per

kapita (Ananta dan Hatmadji, 1985). Dalam kegiatan perekonomian, ketiga indikator

kualitas sumber daya manusia tersebut secara tidak langsung juga akan berimbas pada

2

Page 3: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

tinggi rendahnya produktifitas sumber daya manusia, dalam hal ini khususnya

produktifitas tenaga kerja .

Sebagai indikator kesejahteraan rakyat, tujuan jangka panjang pembangunan

kesehatan Indonesia adalah peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap warga negara Indonesia agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan masyarakat yang

semaksimal mungkin. Pemerintah melalui instansi terkait telah merumuskan program

jangka menengah mengenai keadaan masyarakat yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan yakni melalui program “Visi Indonesia Sehat 2010”. Dalam

visi Indonesia Sehat 2010, bermaterikan gambaran masyarakat, bangsa dan negara

yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, dan memiliki

derajat kesehatan yang optimal.

Guna merealisasikan visi tersebut dalam mencapai tujuan pembangunan

kesehatan secara khusus telah dilakukan langkah-langkah melalui beberapa program

baik secara sektoral kesehatan maupun secara lintas sektor. Program- program

tersebut antara lain mengenai penyediaan berbagai sarana kesehatan, tenaga

kesehatan dan obat-obatan untuk seluruh lapisan penduduk (Statistik Kesehatan ,

2004).

3

Page 4: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Jasa pelayanan kesehatan terdiri dari dua macam yaitu jasa pelayanan

kesehatan modern dan tradisional. Jasa pelayanan kesehatan modern adalah jasa yang

memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran yang

modern, termasuk di dalamnya adalah jasa pelayanan kesehatan swasta dan

pemerintah. Pelayanan kesehatan harus dapat dirasakan oleh seluruh lapisan

masyarakat dan mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Maka pelayanan

kesehatan juga harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya sesuai dengan

kebutuhan pemakai jasa pelayanan dan terjamin mutunya (ascessibility, affordability,

quality assurance).

Ronald Andersen et al (1975), membagi faktor yang menentukan pemanfaatan

pelayanan kesehatan menjadi tiga yaitu faktor predisposing yaitu kecenderungan

individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan yang di tentukan oleh serangkaian

variabel seperti keadaan demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), keadaan

sosial (pendidikan, ras, jumlah keluarga, agama, etnik, pekerjaan), sikap/kepercayaan

yang muncul (terhadap pelayana kesehatan, terhadap tenaga kerja, perilaku

masyarakat terhadap sehat dan sakit) ; faktor pendukung yaitu faktor yang

menunjukkan kemampuan individu dalam menggunakan pelayanan kesehatan, yang

ditunjukkan oleh variabel sumber pendapatan keluarga (pendapatan dan tabungan

keluarga, asuransi/sumber pendapatan lain, jenis pelayanan kesehatan yang tersedia

serta keterjangkauan pelayanan kesehatan baik segi jarak maupun harga pelayanan),

sumber daya yang ada di masyarakat yang tercermin dari ketersediaan kesehatan

4

Page 5: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

termasuk jenis dan rasio masing-masing pelayanan dan tenaga kesehatannya dengan

jumlah penduduk, kemudian harga pelayanan kesehatan yang memadai dan sesuai

dengan kemampuan mereka) ; faktor kebutuhan yaitu faktor yang menunjukkan

kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ditunjukkan

dengan adanya kebutuhan karena alasan yang kuat seperti pendekatan terhadap

penyakit yang dirasakan serta adanya jawaban atas penyakit tersebut dengan cara

mencari pelayanan kesehatan. Pelayanan terhadap suatu penyakit merupakan bagian

dari kebutuhan.

Menurut Fuchs (1998), Dunlop dan Zubkoff (1981) dalam Laksono (2005)

menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap

pelayanan kesehatan yaitu : kebutuhan berbasis fisiologis, penilaian pribadi akan

status kesehatan, variabel-variabel ekonomi tariff, penghasilan masyarakat, adanya

asuransi kesehatan dan dan jaminan kesehatan, variabel-variabel demografis dan

umur, dan jenis kelamin.

Beberapa studi atau penelitian yang pernah dilakukan sehubungan dengan

penggunaan pelayanan kesehatan di mulai pada tahun 1980-an. Ascobat (1981) dalam

Tjiptoherijanto (1990) menemukan pengeluaran per kapita mempengaruhi

kecenderungan untuk memanfaatkan (berkunjung) ke fasilitas pelayanan kesehatan

tradisional atau modern. Semakin tinggi pengeluaran per kapita maka semakin besar

kemungkinan si individu untuk memilih dan mampu membayar pelayanan kesehatan

5

Page 6: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

modern dibandingkan pelayanan kesehatan tradisional. Faktor harga atau biaya

kunjungan juga mempengaruhi tingkat kunjungan ke fasilitas pelayanan.

Data yang diperoleh dari Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota

Makassar, jumlah RS di Kota Makassar Tahun 2007 adalah sebanyak 15 buah dengan

jumlah tempat tidur sebanyak 3.023 buah. Ini berarti bahwa rasio Rumah Sakit

terhadap penduduk adalah 1,21 RS per 100.000 penduduk, sedangkan rasio tempat

tidur (TT) terhadap penduduk adalah 245 TT per 100.000 penduduk. Pemanfaatan

rumah sakit juga diukur dengan Bed Occupancy Rate (BOR), Length Of Stay (LOS),

Turn Over Interval (TOI), Bed Turn Over (BTO), Net Death Rate (NDR) dan Gross

Death Rate (GDR). Secara nasional rata-rata BOR sebesar 55%, LOS adalah 5 hari,

TOI 4 hari, BTO 40 kali, NDR 18 pasien per 1.000 pasien keluar dan GDR 37 pasien

per 1.000 pasien keluar. Sedangkan untuk RS yang ada di Kota Makassar pada tahun

2007, BOR sebesar 70,2 %, LOS adalah 11 hari (jika termasuk RS.Jiwa DADI yang

rata-rata LOS=57,58) tanpa RS Dadi LOS= 6 hari , TOI 40.8 , NDR 9,6 % dan GDR

15,2 %. Adapun jumlah sarana kesehatan (Rumah Sakit) yang mampu memberikan

pelayanan 4(empat) spesialis dasar sebanyak 14 buah RS dari 15 RS yang ada di Kota

Makassar (93 %) (Profil Kesehatan Makassar, 2007).

Jumlah kunjungan rawat jalan dan rawat inap di sarana pelayanan kesehatan

di Kota Makassar tahun 2009 adalah untuk rawat jalan sebanyak 1.709.083 dan rawat

inap sebanyak 6.135 (Makassar Dalam Angka, 2010).

6

Page 7: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan dilihat sejauh

mana pengaruh beberapa faktor seperti pendapatan, biaya atau harga kunjungan,

jarak, biaya atau harga obat alternatif, pendidikan, jenis penyakit dan kualitas

pelayanan dapat mempengaruhi permintaan jasa pelayanan kesehatan di Kota

Makassar. Oleh karena itu penelitian ini berjudul “Analisis Permintaan Jasa

Pelayanan Kesehatan di Kota Makassar”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah

yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

Apakah ada pengaruh antara pendapatan, biaya atau harga kunjungan, jarak,

biaya atau harga obat alternatif, pendidikan, jenis penyakit dan kualitas

layanan dengan permintaan jasa pelayanan kesehatan secara parsial dan

simultan di Kota Makassar.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk menganalisis dan mengukur besarnya pengaruh pendapatan, biaya atau

harga kunjungan, jarak, biaya atau harga obat alternatif, pendidikan, jenis

penyakit dan kualitas layanan terhadap permintaan jasa pelayanan kesehatan

secara parsial dan simultan di Kota Makassar.

7

Page 8: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut :

1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai bagaimana perilaku dan pilihan

yang dilakukan oleh individu atau keluarga untuk mencapai status kesehatan yang

optimum yang tercermin pada pemanfaatan (utilization) fasilitas jasa pelayanan

kesehatan yang disediakan oleh Pemerintah kota Makassar.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pemerintah kota Makassar setempat

maupun pihak-pihak yang terkait untuk menentukan kebijakan pengembangan

jasa pelayanan kesehatan.

3. Sebagai bahan informasi dan menambah literatur bagi pihak-pihak lain yang ingin

mengadakan penelitian lebih lanjut dan mendalam tentang permintaan jasa

pelayanan kesehatan.

8

Page 9: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Perdebatan Teori Permintaan

Seseorang dalam usaha memenuhi kebutuhannya, pertama kali yang akan

dilakukan adalah pemilihan atas berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan. Selain itu

juga dilihat apakah harganya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Jika harganya

tidak sesuai, maka ia akan memilih barang dan jasa yang sesuai dengan kemampuan

yang dimilikinya. Perilaku tersebut sesuai dengan hukum permintaan (Samuelson &

Nordhaus, 1992), yang mengatakan bahwa bila harga suatu barang atau jasa naik,

maka jumlah barang dan jasa yang diminta konsumen akan mengalami penurunan.

Dan sebaliknya bila harga dari suatu barang atau jasa turun, maka jumlah barang dan

jasa yang dimintai konsumen akan mengalami kenaikan (ceteris paribus).

Permintaan suatu barang di pasar akan terjadi apabila konsumen mempunyai

keinginan (willing) dan kemampuan (ability) untuk membeli , pada tahap konsumen

hanya memiliki keinginan atau kemampuan saja maka permintaan suatu barang

belum terjadi, kedua syarat willing dan ability harus ada untuk terjadinya permintaan

(Turner, 1971) dalam (Salma, 2004).

9

Page 10: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Teori permintaan menerangkan sifat dari permintaan pembeli pada suatu

komoditas (barang dan jasa) dan juga menerangkan hubungan antara jumlah yang

diminta dan harga serta pembentukan kurva permintaan (Sugiarto, 2005). Dalam teori

permintaan beberapa istilah perlu diketahui seperti permintaan, hukum permintaan,

daftar permintaan, kurva permintaan, permintaan dan jumlah barang yang diminta

dan sebagainya.

Permintaan/ demand adalah sejumlah barang atau jasa yang diminta oleh

konsumen pada beberapa tingkat harga pada suatu waktu tertentu dan pada tempat

atau pasar tertentu (Palutturi, 2005). Menurut Lipsey (1990), demand adalah jumlah

yang diminta merupakan jumlah yang diinginkan. Jumlah ini adalah berapa banyak

yang akan dibeli oleh rumah tangga pada harga tertentu suatu komoditas, harga

komoditas lain, pendapatan, selera, dan lain-lain.

Fungsi permintaan menunjukan hubungan antara kuantitas suatu barang yang

diminta dengan semua faktor yang mempengaruhinya: harga, pendapatan, selera dan

harapan-harapan untuk masa mendatang (Arsyad, 1991 : 22).

Hubungan antara harga satuan komoditas (barang dan jasa) yang mau dibayar

pembeli dengan jumlah komoditas tersebut dapat disusun dalam suatu tabel yaitu

daftar permintaan. Data yang diperoleh dari daftar permintaan tersebut dapat

digunakan pula untuk menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu komoditas

dengan jumlah komoditas tersebut yang diminta dalam suatu kurva permintaan. Perlu

10

Page 11: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

dibedakan antara permintaan dan jumlah barang yang diminta. Permintaan adalah

keseluruhan daripada kurva permintaan sedangkan jumlah barang yang diminta

adalah banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga tertentu (Sugiarto, 2005).

Kurva permintaan dapat bergeser ke kiri atau ke kanan sebagai efek faktor

bukan harga. Secara umum faktor penentu permintaan yaitu harga barang itu sendiri,

harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan rumah

tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, corak distribusi pendapatan dalam

masyarakat, cita rasa masyarakat, jumlah penduduk, dan ramalan mengenai keadaan

di masa yang akan datang (Palutturi, 2005).

Elastisitas permintaan merupakan suatu ukuran kuantitatif yang menunjukkan

besarnya pengaruh perubahan harga atau faktor-faktor lainnya terhadap perubahan

permintaan suatu komoditas. Secara umum elastisitas permintaan dapat dibedakan

menjadi elastisitas permintaan terhadap harga (price elasticity of demand), elastisitas

permintaan terhadap pendapatan (income elasticity of demand), dan elastisitas

permintaan silang (cross price elasticity of demand). Elastisitas permintaan terhadap

harga, mengukur seberapa besar perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila

harganya berubah. Jadi elastisitas permintaan terhadap harga adalah ukuran kepekaan

perubahan jumlah komoditas yang diminta terhadap perubahan harga komoditas

tersebut dengan asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas permintaan terhadap harga

merupakan hasil bagi antara persentase perubahan harga. Nilai yang diperoleh

tersebut merupakan suatu besaran yang menggambarkan sampai berapa besarkah

11

Page 12: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila dibandingkan dengan perubahan

harga (Sugiarto, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi elastisitas permintaan yaitu banyaknya

barang pengganti yang tersedia, jumlah penggunaan barang tersebut, besarnya

persentase pendapatan yang dibelanjakan dan jangka waktu dimana permintaan itu di

analisis (Tri kunawangsih & Antyo Pracoyo, 2006).

Koefisien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan atas suatu

komoditas sebagai akibat dari perubahan pendapatan konsumen dikenal dengan

elastisitas permintaan terhadap pendapatan. Elasisitas permintaan terhadap

pendapatan merupakan suatu besaran yang berguna untuk menunjukkan responsivitas

konsumsi suatu komoditas terhadap perubahan pendapatan (income) (Sugiarto, 2005).

Koefisien yang menunjukkan besarnya perubahan permintaan suatu

komoditas apabila terjadi perubahan harga komoditas lain dinamakan elastisitas

permintaan silang. Koefisien elastisitas permintaan silang sering digunakan untuk

mengukur kekuatan hubungan komplemen atau substitusi diantara berbagai

komoditas (Sugiarto, 2005).

2.1.2 Perdebatan Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Ilmu ekonomi merupakan suatu ilmu yang mengkaji tentang bagaimana

individu disisi masyarakat melakukan pilihan. Dilihat dengan atau tanpa

menggunakan sarana alat tukar (uang) guna memanfaatkan sumber daya yang langka

12

Page 13: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

dalam menghasilkan berbagai barang dan jasa, dan mendistribusikannya diantara

mereka bagi keperluan konsumsi, pada waktu sekarang atau dimasa yang akan

datang, diantara berbagai individu dan kelompok – kelompok masyarakat

(Samuelson, 1979). Dari penjelasan tesebut, ada 1 hal yang masalah utama yang

dihadapi manusia disegala bidang yaitu memanfaatkan segalanya atau scarcity.

Dari masalah utama itulah, lahir 2 alasan yang mendasari kehadiran ilmu

ekonomi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Pertama, adanya

keterbatasan sumber daya bagi kehidupan, masyarakat, organisasi dan setiap individu.

Kedua, kenyataan bahwa kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) manusia dan

masyarakat tidak dapat terpenuhi dengan sempurna. Dari kedua alasan tersebut naka

proses pilihan harus dilakukan (Andhika, 2010).

Grossman (1972) dalam penelitian yang sangat berpengaruh dalam khasanah

ekonomi kesehatan menggunakan teori modal manusia (human capital) untuk

menggambarkan demand untuk kesehatan dan demand untuk pelayanan kesehatan.

Dalam teori ini disebutkan bahwa seseorang melakukan investasi untuk bekerja dan

menghasilkan uang melalui pendidikan, pelatihan, dan kesehatan. Grossman

menguraikan bahwa demand untuk kesehatan memiliki beberapa hal yang

membedakan dengan pendekatan tradisional demand dalam sektor lain: yang

diinginkan masyarakat atau konsumen adalah kesehatan, bukan pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan merupakan derived demand sebagai input untuk menghasilkan

kesehatan. Dengan demikian, demand untuk pelayanan rumah sakit pada umumnya

13

Page 14: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

berbeda dengan demand untuk pelayanan hotel; masyarakat tidak membeli kesehatan

dari pasar secara pasif. Masyarakat menghasilkannya, menggunakan waktu untuk

usaha-usaha peningkatan kesehatan, di samping menggunakan pelayanan kesehatan;

kesehatan dapat dianggap sebagai bahan investasi karena tahan lama dan tidak

terdepresiasi dengan segera; kesehatan dapat dianggap sebagai bahan konsumsi

sekaligus sebagai bahan investasi.

Secara umum keadaan demand dan need jasa pelayanan kesehatan dapat

dilukiskan dalam suatu konsep yang disebut fenomena gunung es atau ice-berg

phenomenon. Konsep ini mengacu pada pengertian bahwa demand yang benar

seharusnya merupakan bagian dari need. Secara konseptual, need akan jasa pelayanan

kesehatan dapat berwujud suatu gunung es yang hanya sedikit puncaknya terlihat

sebagai demand (Palutturi, 2005).

Dalam pemikiran yang rasional semua orang ingin menjadi sehat. Kesehatan

merupakan modal untuk bekerja dan hidup untuk mengembangkan keturunan. Latar

belakang inilah yang membuat orang ingin menjadi sehat. Ada keinginan yang

bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand utuk menjadi sehat tidaklah sama

antarmanusia. Seseorang yang kebutuhan hidupnya sangat tergantung dari

kesehatannya tentu akan mempunyai demand yang lebih tinggi akan status

kesehatannya (Palutturi, 2005).

14

Page 15: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Menurut teori Blum dalam Palutturi (2005), kesehatan dipengaruhi oleh

keturunan, lingkungan hidup, perilaku dan pelayanan kesehatan. Akan tetapi konsep

ini dinilai sulit untuk menerangkan hubungan antara demand terhadap kesehatan

dengan demand terhadap jasa pelayanan kesehatan. Untuk menerangkan hubungan

tersebut, digunakan konsep yang berasal dari prinsip ekonomi. Pendekatan ekonomi

menekankan bahwa kesehatan merupakan suatu modal untuk bekerja. Jasa pelayanan

kesehatan, termasuk rumah sakit merupakan salah satu input dalam proses

menghasilkan hari-hari sehat.

Dengan konsep ini, maka jasa pelayanan kesehatan merupakan salah satu

input yang digunakan untuk proses produksi yang akan menghasilkan kesehatan.

Demand terhadap jasa pelayanan pada rumah sakit tergantung terhadap demand akan

kesehatan sendiri (Palutturi, 2005).

2.1.3 Perdebatan Teori Kebutuhan Dasar Manusia

Kebutuhan manusia sangatlah beragam dari kebutuhan yang paling mendasar

(fisiologis) yang lebih diarahkan pada upaya mempertahankan kelangsungan hidup

sampai dengan kebutuhan manusia akan keindahan. Upaya pengklasifikasian

kebutuhan manusia telah banyak dilakukan oleh psikolog, antara lain oleh Abraham

Maslow pada tahun 1970 dengan hipotesisnya kebutuhan diorganisir sedemikian rupa

untuk menetapkan prioritas dan hierarki kepentingan. Menurut Maslow terdapat lima

tingkatan kebutuhan yang berjajar dalam prioritas dari urutan terendah hingga urutan

15

Page 16: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

yang tertinggi. Tingkatan-tingkatan ini masuk kedalam tiga tingkatan kategori dasar,

yaitu (1) kelangsungan hidup dan keamanan, (2) interaksi manusia, cinta dan afilasi,

(3) aktualisasi diri (kompetensi, ekspresi diri dan pengertian) (Andhika: 2010).

Maslow mengidentifikasikan hierarki tujuh tingkatan kebutuhan yang disusun

berjenjang dengan urutan manusia. Orang akan tetap berada dalam sebuah tingkat

kebutuhannya dalam tingkat itu terpuaskan. Kemudian kebutuhan yang baru muncul

pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk kebutuhan pengetahuan dan keindahan

diidentifikasikan Maslow sebagai tambahan kebutuhan kognitif bagi sejumlah orang

yang memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (Andhika: 2010).

Dalam konteks kebutuhan Maslow, kesehatan merupakan bagian dari

kebutuhan fisiologis yang paling mendasar di samping kebutuhan fisiologis lainnya

seperti makan, minum dan perumahan. Menurut Mills dan Gilson (1990) kesehatan

merupakan suatu kebutuhan (need) yang diartikan secara umum yang merupakan

perbandingan antara situasi nyata dan standar teknis tertentu yang telah disepakati.

Selain itu juga kesehatan merupakan kebutuhan yang dirasakan (felt need) yaitu

kebutuhan yang dirasakan sendiri oleh individu. Sehingga keputusan untuk

memanfaatkan suatu jasa pelayanan kesehatan merupakan pencerminan kombinasi

normatif dan kebutuhan yang dirasakan (Andhika: 2010).

16

Page 17: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

2.1.4 Perbedaan permintaan (demand), kebutuhan (need), dan keinginan

(wants) atas kesehatan.

Dalam manajemen pemasaran (Kasali, 2000) terdapat dua konsep yang sangat

mendasar yaitu kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Kebutuhan adalah hal-hal

yang mendasar yang dibutuhkan makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya.

Tanaman membutuhkan air, tanah, pupuk dan udara untuk hidup. Manusia tidak

hanya membutuhkan makanan dan minuman, tetapi juga cinta, penghargaan,

persaudaraan, pengetahuan dan sebagainya. Kalau kebutuhan itu tidak terpenuhi,

mereka akan merasa tidak bahagia, ada yang dirasakan kurang dalam kehidupannya.

Kebutuhan manusia amat bervariasi dan kompleks.

Sedangkan keinginan adalah pernyataan manusia terhadap kebutuhan-

kebutuhannya yang dipertajam oleh budaya dan kepribadiannya. perbedaannya

dengan kebutuhan terletak pada barang-barang yang dipilih untuk melangsungkan

kehidupannya.

Untuk membahas pengertian ini, model dari Cooper (Posnett 1988) dalam

Palutturi (2005) juga sangat menarik untuk dibahas. Dalam model Cooper, keinginan

(wants) diartikan sebagai keinginan seseorang untuk menjadi lebih sehat dalam hidup.

Keinginan ini didasarkan pada penilaian diri terhadap status kesehatannya.

Permintaan (demand) merupakan keinginan untuk lebih sehat diwujudkan dalam

perilaku mencari pertolongan tenaga kedokteran. Sedangkan kebutuhan (needs)

adalah keadaan kesehatan yang dinyatakan oleh tenaga kedokteran harus

mendapatkan penanganan medis.

17

Page 18: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Persoalan kesehatan, kebutuhan (need) pelayanan kesehatan dan permintaan

(demand) pelayanan kesehatan merupakan tiga konsep berbeda di dalam ekonomi

kesehatan yang harus dijelaskan untuk menghindari kerancuan karena ketiga istilah

tersebut kerap digunakan secara bergantian satu sama lain.

Ada 3 situasi yang dapat diperhatikan atas tingkat persoalan kesehatan dan

kebutuhan pelayanan kesehatan yang dirasakan oleh seorang individu. Permintaan

pelayanan kesehatan timbul melalui proses perubahan persoalan kesehatan menjadi

persoalan kesehatan yang dirasakan, dilanjutkan dengan merasa dibutuhkannya

pelayanan kesehatan dan akhirnya dinyatakan dengan permintaan aktual. Dalam

upayanya mengubah kebutuhan pelayanan yang dirasakan menjadi suatu bentuk

permintaan yang efektif, konsumen harus memiliki kesediaan (willingness) dan

kemampuan (ability) untuk membeli atau membayar sejumlah jenis pelayanan

kesehatan yang diperlukan (Andhika, 2010).

Dengan memahami konsep kebutuhan dan permintaan pelayanan kesehatan

yang diperlukan dapat dijelaskan tentang mengapa dan bagaimanam kerap timbul

kesenjangan dalam banyak hal antara penyedia (provider) dan konsumen pelayanan

kesehatan. Kesenjangan antara kebutuhan dan permintaan, misalnya timbul akibat

kuantitas pelayanan yang diinginkan masyarakat (dalam membentuk kesediaan untuk

membayar) dan kuantitas pelayanan professional yang seharusnya mereka inginkan

jarang bertemu dan bersesuaian.

18

Page 19: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

2.1.5 Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Prinsip dasar teori ekonomi menyatakan bahwa suatu barang atau jasa sebagai

faktor produksi mempuyai harga dapat ditukar dengan barang lain atau mempunyai

kegunaan dan bersifat langka (jumlah yang tersedia sangat sedikit dibandingkan

dengan jumlah yang dibutuhkan). Debreu (1959) dalam Palutturi (2005)

mengemukakan bahwa sesuatu dapat dikategorikan sebagai komoditas bila memiliki

sifat temporary (mempunyai jangka waku penggunaan), spatially (membutuhkan

tempat untuk memakainya), dan physically (mempunyai ukuran , jam kerja tertentu

dalam pemakiannya).

Kriteria tersebut dimiliki oleh jasa pelayanan kesehatan dan karenanya dapat

dikatakan sebagai komoditas ekonomi yang dikonsumsi individu atau rumah tangga.

Adanya demand terhadap jasa pelayanan kesehatan menurut Grossman (1972) karena

kesehatan merupakan komoditas yang harus dibeli (consumption commodity) sebab

dapat membuat pembelinya merasa dirinya lebih baik dan nyaman. Kesehatan

dianggap sebagai suatu investasi (investment commodity) artinya bila keadaan sehat

maka semua waktu yang tersedia dapat digunakan secara produktif sehingga secara

tidak langsung merupakan investasi.

Meskipun jasa pelayanan kesehatan merupakan suatu komoditas ekonomi,

namun memiliki perbedaan dengan komoditas ekonomi pada umumnya karena

adanya karakteristik tersendiri berupa demand terhadap jasa pelayanan kesehatan

timbul akibat adanya permintaan kesehatan yang baik, dimana meningkatnya umur

19

Page 20: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

seseorang bisa merupakan mulai menurunnya kondisi kesehatan yang lebih baik;

demand terhadap jasa pelayanan kesehatan mempunyai faktor-faktor eksogen antara

lain ketidak tahuan pasien-pasien sehingga penderita mendelegasikan keputusannya

kepada petugas kesehatan (dokter/ paramedik), faktor penghasilan pemakai jasa

pelayanan kesehatan dan sebagainya; dan demand terhadap jasa pelayanan kesehatan

melibatkan banyak hal, antara lain penyediaan dan tingkat keterampilan petugas

kesehatan yang ada, dimana peran ganda yang dimilikinya (penyedia jasa pelayanan

medis dan wakil pasien) dapat menciptakan motif ekonomi berupa jasa pelayanan

kesehatan yang berlebih-lebihan (unnecessary procedure) Amran Razak (2000)

dalam Haeruddin (2007).

Menurut Fuchs (1998), Dunlop dan Zubkoff (1981) dalam Laksono (2005)

menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap

pelayanan kesehatan yaitu kebutuhan berbasis fisiologis, penilaian pribadi akan status

kesehatan, variabel-variabel ekonomi tariff, penghasilan masyarakat, Asuransi

Kesehatan dan Jaminan Kesehatan, variabel-variabel demografis dan umur dan jenis

kelamin. Disamping faktor-faktor tersebut masih ada faktor lain misalnya:

pengiklanan, pengaruh jumlah dokter dan fasilitas jasa pelayanan kesehatan, serta

pengaruh inflasi.

Faktor pertama dan kedua sangat erat hubungannya. Kebutuhan berbasis pada

aspek fisiologis menekankan pentingnya keputusan petugas medis yang menentukan

perlu tidaknya seseorang mendapatkan pelayanan medik. Keputusan petugas medik

ini akan mempengaruhi penilaian seseorang akan status kesehatannya. Dari situasi ini

20

Page 21: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

maka demand pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan atau dikurangi. Faktor-faktor

ini dapat diwakilkan dalam pola epidemiologi yang seharusnya diukur berdasarkan

kebutuhan masyarakat (Palutturi: 2005).

Menurut Santerre dan Neun (2000) dalam Andhika (2010), ada beberapa

faktor yang berpengaruh terhadap jumlah permintaan pemeliharaan pelayanan

kesehatan (Quantity demanded) seperti harga pembayaran secara langsung oleh

rumah tangga, pendapatan bersih (real income), biaya waktu (time cost), termasuk di

dalamnya adalah biaya (uang) untuk perjalanan termasuk muatan bis atau bensin di

tambah biaya pengganti untuk waktu, harga barang substitusi dan komplementer,

selera dan preferensi, termasuk di dalamnya status pernikahan, pendidikan dan gaya

hidup, fisik dan mental hidup, status kesehatan serta kualitas pelayanan (quality of

care).

Menurut Mills & Gilson (1990) dalam Andhika (2010), hubungan antara teori

permintaan dengan jasa pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang sangat

dipengaruhi oleh pendapatan, sarana dan kualitas pelayanan kesehatan. Pendapatan

memiliki hubungan (asosiasi) dengan besarnya permintaan akan pemeliharaan

kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan modern. Harga berperan dalam

menentukan permintaan terhadap pemeliharaan kesehatan. Meningkatnya harga

mungkin akan lebih mengurangi permintaan dari kelompok yang berpendapatan

rendah dibanding dengan kelompok yang berpendapatan tinggi. Sulitnya pencapaian

sarana pelayanan kesehatan secara fisik akan menurunkan permintaan. Kemanjuran

21

Page 22: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan sangat berpengaruh dalam

pengambilan keputusan untuk meminta pelayanan dan pemberi jasa tertentu.

Ada 2 pendekatan yang lazim digunakan dalam membahas permintaan

(demand) terhadap jasa pelayanan kesehatan. Pertama yaitu teori agency relationship

atau yang lebih dikenal dengan supplier - induced demand model. Sedangkan

pendekatan yang kedua yaitu investment model yang diajukan oleh Grossman (1972).

Supplier Induced Demand menggambarkan suatu keadaan dimana seorang

dokter menetapkan demand pasiennya dengan cara tidak berbasis pada need.

Penetapan ini dilakukan dengan basis usaha meningkatkan demand dari tingkat yang

seharusnya. Dengan demikian istilah terjemahannya adalah “dokter meningkatkan

demand” pasiennya.

Supplier Induced Demand terjadi akibat tidak seimbangnya informasi yang ada

pada dokter dengan pasiennya (Rice 1998). Dokter meningkatkan demand pasiennya

berbasis pada motivasi ekonomi untuk meningkatkan pendapatannya. Folland dkk

(2001), memberikan suatu pernyataan bahwa supplier induced demand adalah

penyalahgunaan hubungan dokter-pasien oleh dokter dalam usaha memperoleh

keuntungan pribadi dokter. Supplier induced demand terutama terjadi pada sistem

pembayaran fee-for-service. Apabila tidak terdapat etika yang kuat, maka dengan

mudah akan terjadi penyimpangan profesi seperti: diperiksanya pasien dengan USG

walaupun secara medis tidak memerlukan pemeriksaan tersebut.

Dengan bergesernya sifat rumah sakit menjadi suatu lembaga ekonomi, maka

risiko penyimpangan profesi akan semakin tinggi akibat tuntutan investasi. Pada

22

Page 23: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

kasus diatas. Apabila pembelian USG dilakukan atas dasar pinjaman kredit bank,

maka kaidah-kaidah investasi harus diperhatikan misalnya melalui pay-back period.

Prinsip bahwa “bangsal rumah sakit harus diisi” dapat mendorong terjadinya Supplier

Induced Demand”.

Sebaliknya dapat terjadi suatu keadaan yang disebut sebagai Supplier Reduced

Demand. Supplier Reduced Demand mencerminkan keadaan dimana justru dokter

atau rumah sakit menetapkan demand di bawah yang seharusnya. Pada kasus pasien

yang seharusnya diperiksa menggunakan USG. Akan tetapi mungkin re-imburstment

asuransi kesehatan yang dimiliki perusahaan tersebut memberikan ganti rugi yang di

bawah unit cost pemerikasaan USG. Rumah sakit akan rugi jika menggunakan USG

untuk pasien tersebut.

Secara perhitungan ekonomi, tidak diperiksanya dengan USG akan

menghindarkan rumah sakit dari kerugian. Dengan demikian need pasien tersebut

tidak dapat terwujud sebagai demand.

Contoh lain adalah pada sistem pembayaran rumah sakit yang berbasis pada

anggaran. Apabila rumah sakit dapat menyelenggarakan pelayanan di bawah

anggaran, misalnya 90% maka 10% sisanya dapat masuk sebagai jasa rumah sakit.

Dengan konsep seperti ini rumah sakit akan mempunyai insentif untuk melakukan

Supplier Reduced Demand.

Perbedaan utama antara kedua pendekatan tersebut ada pada asumsinya

tentang kedudukan pasien dalam model tersebut. Pada pendekatan pertama, peranan

pasien begitu kecil dibandingkan pada ahli kesehatan/ dokter dalam membentuk

23

Page 24: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

permintaan terhadap jasa pelayanan kesehatan. Sementara Grossman menyatakan

bahwa konsumen (pasien) cukup memiliki informasi dan kebebasan dalam

menentukan permintaannya.

Perbedaan utama antara kedua pendekatan tersebut ada pada asumsinya

tentang kedudukan pasien dalam model tersebut. Pada pendekatan pertama, peranan

pasien begitu kecil dibandingkan pada ahli kesehatan/ dokter dalam membentuk

permintaan terhadap jasa pelayanan kesehatan. Sementara Grossman menyatakan

bahwa konsumen (pasien) cukup memiliki informasi dan kebebasan dalam

menentukan permintaannya.

2.2 Karakteristik Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan dalam Konteks

Ekonomi

Pokok bahasan dalam ilmu ekonomi akan selalu mengarah pada demand,

supply dan distribusi komoditi, dimana komoditinya adalah pelayanan kesehatan

bukan kesehatan itu sendiri Dari sudut pandang demand, masyarakat ingin

memperbaiki status kesehatannya, sehingga mereka membutuhkan pelayanan

kesehatan sebagai salah satu cara untuk mencapai status kesehatan yang lebih tinggi.

Sedangkan dari sudut pandang supply / produksi utama dari pelayanan kesehatan

adalah kesehatan dan sekaligus menghasilkan outpun lainnya. Kesehatan sendiri tidak

dapat diperjualbelikan, dalam pengertian bahwa kesehatan itu tidak dapat secara

langsung dibeli atau dijual di pasar kesehatan merupakan salah satu ciri komoditi.

24

Page 25: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Singkatnya kesehatan tidak dapat dipertukarkan. Kesehatan hanya memiliki value in

use dan bukannya value in exchange (Tjiptoherijanto, 1990 dalam Andhika, 2010).

Hubungan antara keinginan kesehatan permintaan akan pelayanan kesehatan

hanya kelihatannya saja yang sederhana, namun sebenarnya sangat kompleks.

Penyebab utamanya karena persoalan kesenjangan informasi. Menterjemahkan

keinginan sehat menjadi konsumsi pelayanan kesehatan melibatkan berbagai

informasi tentang berbagai hal, antara lain : aspek status kesehatan saat ini, informasi

status kesehatan yang lebih baik informasi tentang macam pelayanan yang

tersedia,tentang kesesuaian pelayanan tersebut, dan lain sebagainya. Hal ini

disebabkan karena permintaan pelayanan kesehatan mengandung masalah uncertainty

(ketidakpastian), sakit sebagai ciri-ciri persoalan kesehatan merupakan suatu

ketidakpastian. Keduanya, imperfect information dan uncertainty merupakan

karakteristik umum dari permintaan pelayanan kesehatan dan kesehatan.

Jasa pelayanan kesehatan berbeda dengan barang dan jasa pelayanan ekonomi

lainnya. Jasa pelayanan kesehatan atau jasa pelayanan medis sangat heterogen, terdiri

atas banyak sekali barang dan pelayanan yang bertujuan memelihara, memperbaiki,

memulihkan kesehatan fisik dan jiwa seorang. Karena sifatnya yang sangat

heterogen, jasa pelayanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif.

Beberapa karakteristik khusus jasa pelayanan kesehatan yaitu intangibility,

inseparability, inventory, dan inkonsistensi (Santerre dan Neun, 2000) dalam Andhika

(2010). Intangibility merupakan karakteristik jasa pelayanan kesehatan yang tidak

bisa dinilai oleh panca indera. Konsumen (pasien) tidak bisa melihat, mendengar,

25

Page 26: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

membau, merasakan, atau mengecap jasa pelayanan kesehatan. Inseparability yaitu

karakteristik dimana produksi dan konsumsi jasa pelayanan kesehatan terjadi secara

simultan (bersama). Makanan bisa dibuat dulu, untuk dikonsumsi kemudian.

Tindakan operatif yang dilakukan dokter bedah pada saat yang sama digunakan oleh

pasien. Inventory merupakan karakteristik dimana jasa pelayanan kesehatan tidak bisa

disimpan untuk digunakan pada saat dibutuhkan oleh pasien nantinya. Inkonsistensi

merupakan karakteristik jasa pelayanan kesehatan dimana komposisi dan kualitas jasa

pelayanan kesehatan yang diterima pasien dari seorang dokter dari waktu ke waktu,

maupun jasa pelayanan kesehatan yang digunakan antar pasien, bervariasi.

Jadi jasa pelayanan kesehatan sulit diukur secara kuantitatif. Biasanya jasa

pelayanan kesehatan diukur berdasarkan ketersediaaan (jumlah dokter atau tempat

tidur rumah sakit per 1.000 penduduk) atau penggunaan (jumlah konsultasi atau

pembedahan per kapita) (Palutturi: 2005).

2.1 Hubungan antara Pendapatan, Biaya atau Harga Kunjungan, Jarak,

Biaya atau Harga Obat Alternatif, Pendidikan, Jenis Penyakit dan

Kualitas Layanan terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

2.3.1 Pengaruh Pendapatan terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak

permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan pendapatan selalu menimbulkan

perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang.

Ada hubungan (asosiasi) antara tingginya pendapatan dengan besarnya

permintaan akan pemeliharaan kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan

26

Page 27: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

modern. Jika pendapatan meningkat maka garis pendapatan akan bergeser kekanan

sehingga jumlah barang dan jasa kesehatan meningkat. Pada masyarakat

berpendapatan rendah, akan mencukupi kebutuhan barang terlebih dahulu, setelah

kebutuhan akan barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan (Andersen et al,

1975; Santerre & Neun, 2000 dalam Andhika 2010; Mills & Gilson,1990).

Sebagian besar jasa pelayanan kesehatan merupakan barang normal di mana

kenaikan pendapatan keluarga akan meningkatkan demand untuk jasa pelayanan

kesehatan. Akan tetapi ada kecenderungan mereka yang berpendapatan tinggi tidak

menyukai jasa pelayanan kesehatan yang menghabiskan banyak waktu. Hal ini

diantisipasi oleh rumah sakit-rumah sakit yang menginginkan pasien dari golongan

mampu. Masa tunggu dan antrean untuk mendapatkan jasa pelayanan medis harus

dikurangi (Palutturi, 2005).

Kerangka teori yang mendasari penelitian ini adalah teori konsumsi dan

ekonomi kesejahteraan merurut Pindyck dan Rubinfeld (1998). Untuk mecapai

kesejahteraan tertentu individu akan mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa, yang

dalam hal ini konsumsi jasa ditekankan dalam bentuk jasa pelayanan kesehatan.

Kurva kepuasan konsumsi barang dan kesehatan menjelaskan bahwa kepuasan

seseorang ditentukan oleh konsumsi kesehatan dan konsumsi barang yang dibatasi

oleh garis pendapatan (Joko: 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan biaya jasa

pelayanan kesehatan akan juga berpengaruh terhadap jumlah jasa pelayanan

kesehatan yang diminta. Jika pendapatan meningkat, maka garis pendapatan akan

27

Page 28: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

bergeser ke kanan sehingga jumlah barang dan kesehatan meningkat. Meningkatnya

konsumsi barang dan kesehatan berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan

individu tersebut. Jadi dalam hal ini konsumsi kesehatan ditentukan oleh besarnya

tingkat pendapatan. Oleh karena itu faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pendapatan juga akan mempengaruhi konsumsi kesehatan. Faktor tersebut antara lain

biaya jasa kesehatan dan jarak tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan

serta jumlah tanggungan keluarga (Joko: 2005).

Faktor lainnya yang mempengaruhi konsumsi kesehatan sangat banyak,

terutama yang berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi, dan budaya seperti

tingkat pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan kebiasaan. Besar kecilnya

kekayaan dapat mempengaruhi konsumsi kesehatan. Misalnya pada masyarakat yang

berpendapatan rendah, akan mencukupi kebutuhan barang lebih dulu, setelah

kebutuhan akan barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan. Faktor yang

berpengaruh langsung terhadap pendapatan, misalnya biaya yang terkait dengan jasa

pelayanan kesehatan, menjadikan biaya jasa pelayanan kesehatan naik. Keadaan ini

menurunkan konsumsi kesehatan, karena dengan naiknya biaya kesehatan akan

menurukan pendapatan relatif, yaitu pendapatan tetap sementara biaya kesehatan naik

(Joko: 2005).

Menurut Miler dan Meineres (1997) dalam Andhika (2010), Engel sebagai

pelopor dalam penelitian tentang pengeluaran rumah tangga. Penelitian Engel

melahirkan empat butir kesimpulan, yang kemudian dikenal dengan hukum Engel.

28

Page 29: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Keempat butir kesimpulannya yang dirumuskan tersebut adalah jika pendapatan

meningkat, maka persentase pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin kecil,

persentase pengeluaran untuk konsumsi pakaian relatif tetap dan tidak tergantung

pada tingkat pendapatan, persentase pengeluaran untuk konsumsi keperluan rumah

relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan dan jika pendapatan

meningkat, maka persentase pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, rekreasi,

barang mewah dan tabungan semakin meningkat.

Menurut Scheiber (1990) dalam Essential of health economics karangan

Diane M. Dewar (2009) menyebutkan bahwa permintaan untuk pelayanan kesehatan

bergantung pada status usia, pendapatan, pendidikan dan kesehatan itu sendiri.

Permintaan untuk kesehatan sangat sensitif terhadap harga dan pendapatan.

Hubungan antara pendapatan dan jumlah permintaan penggunaan jasa pelayanan

kesehatan dapat menjadi barang normal ketika penelitian di dasarkan kepada respon

individu. Namun data makroekonomi yang membandingkan agregat pendapatan dan

pengeluaran kesehatan secara luas menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan

merupakan barang yang superior. Hal ini berlaku baik pada Negara-negara industri

maupun Negara berkembang.

2.3.2 Pengaruh Biaya atau Harga Kunjungan terhadap Permintaan Jasa

Pelayanan Kesehatan

Harga berperan dalam menentukan permintaan terhadap jasa pemeliharaan

kesehatan. Biaya atau harga pelayanan kesehatan dengan permintaan jasa pelayanan

kesehatan berpengaruh negatif. Meningkatnya harga mungkin akan lebih mengurangi

29

Page 30: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

permintaan dari kelompok yang berpendapatan rendah dibanding dengan kelompok

yang berpendapatan tinggi (Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson, 1990).

Sangat penting untuk dicatat bahwa hubungan negatif ini secara khusus

terlihat pada keadaan pasien mempunyai pilihan. Pada pelayanan rumah sakit, tingkat

demand pasien sangat dipengaruhi oleh dokter. Keputusan dari dokter sangat

mempengaruhi dalam length of stay, jenis pemeriksaan, keharusan untuk operasi, dan

lain-lain. Pada keadaan yang membutuhkan penanganan medis segera maka faktor

biaya mungkin tidak berperan dalam mempengaruhi demand. Hubungan biaya

dengan demand yang bersifat negatif pada pelayanan rumah sakit terutama pada

pelayanan yang bersifat efektif (Sukri : 2005).

2.3.3 Pengaruh Jarak terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh

negatif terhadap jumlah pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena semakin

jauh tempat tinggal dari tempat pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Ini telah

sesuai dengan teori permintaan yang dikemukakan oleh Nicholson (2003), yaitu jika

barang yang diminta semakin mahal, maka jumlah barang yang dibeli akan semakin

sedikit (Andersen et al,1975; Mills & Gilson,1990).

Jarak membatasi kemampuan dan kemauan wanita untuk mencari pelayanan,

terutama jika sarana transportasi yang tersedia terbatas, komunikasi sulit dan di

daerah tersebut tidak tersedia tempat pelayanan.

30

Page 31: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

2.3.4 Pengaruh Biaya atau Harga Obat Alternatif terhadap Permintaan Jasa

Pelayanan Kesehatan

Obat alternatif merupakan komoditas yang dapat menggantikan fungsi dari

biaya atau harga kunjungan ke rumah sakit sehingga harga komoditas pengganti dapat

mempengaruhi permintaan komoditas yang dapat digantikannya.

Pada umumnya bila harga komoditas pengganti bertambah murah maka

komoditas yang digantikannya akan mengalami pengurangan dalam permintaan.

Adanya barang pengganti (subsitusi) dari suatu barang/jasa dapat mengubah jumlah

permintaan, kemudian berpengaruh pada harga dan penawaran. Munculnya barang

pengganti yang lebih murah, kemungkinan besar akan mendorong sebagian besar

konsumen untuk memilih barang subsitusi tersebut (Sugiarto: 2005).

2.3.5 Pengaruh Pendidikan terhadap Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Faktor sosial dan budaya akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap

pentingnya kesehatan. Sebagai contoh faktor tingkat pendidikan dan pengetahuan

mempengaruhi nilai pentingnya kesehatan. Seseorang dengan pendidikan tinggi

cenderung mempunyai demand yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi

cenderung untuk meningkatkan kesadaran status kesehatan dan konsekuensinya untuk

menggunakan pelayanan kesehatan. Masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi

menganggap penting nilai kesehatan, sehingga akan mengkonsumsi jasa kesehatan

lebih banyak dibandingkan masyarakat yang pendidikan dan pengetahuannya lebih

rendah. Faktor budaya setempat juga sangat menentukan konsumsi kesehatan (Joko:

2005).

31

Page 32: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Grossman mengembangkan model dimana kesehatan dipandang sebagai stok

modal yang menghasilkan output kehidupan yang sehat. Individu dapat mengadakan

investasi pada kesehatan yang dikombinasikan dengan waktu (kunjungan dokter)

dengan membeli input (jasa medis). Model Grossman menghipotesiskan bahwa

permintaan terhadap modal kesehatan berhubungan negatif terhadap umur, positif

terhadap tingkat upah dan pendidikan. Grossman percaya pula bahwa umur,

pendapatan dan pendidikan memiliki efek pada permintaan jasa pelayanan kesehatan

baik sebagai modal kesehatan maupun sebagai derived demand dalam rangka untuk

menjaga tingkat kesehatan tertentu (Rahmatia: 2004).

Status pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pemanfaatan jasa

pelayanan kesehatan, karena status pendidikan mempengaruhi kesadaran dan

pengetahuan seseorang tentang kesehatan. Hal yang sering menjadi penghambat bagi

pemanfaatan jasa pelayanan tersebut adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan

seseorang tentang hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kesehatan. Kurangnya

kesadaran dan pengetahuan seseorang sangat bervariasi, mulai dari tidak mengetahui

tempat jasa pelayanan kesehatan yang tersedia hingga kurangnya pemahaman tentang

manfaat pelayanan, tanda-tanda bahaya atau kegawatan yang memerlukan pelayanan.

(Joko: 2005).

2.3.6 Pengaruh Jenis Penyakit terhadap Permintaan Jasa Pelayanan

Kesehatan

Tingkat kekayaan secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap

permintaan pelayanan kesehatan. Ini terjadi karena variasi kekayaan petani di desa

32

Page 33: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

sangat kecil. Namun ada kecenderungan bahwa keluarga yang lebih kaya lebih

banyak melakukan akses terhadap pelayanan kesehatan. Keadaan ini menunjukkan

bahwa pelayanan kesehatan bukanlah barang inferior karena meningkatnya tingkat

kekayaan suatu rumah tangga tidak menyebabkan permintaan pelayanan kesehatan

turun. Masyarakat pedesaan telah menempatkan faktor kesehatan sebagai jasa yang

penting. Demikian juga faktor-faktor yang lain, secara statistik tidak berpengaruh

terhadap permintaan pelayanan kesehatan di desa karena variasinya kecil. Usia dan

penyakit cenderung meningkatkan pelayanan kesehatan. Gejala ini wajar karena

semakin tua seseorang, kondisi kesehatannya semakin menurun sehingga cenderung

lebih banyak melakukan akses terhadap pelayanan kesehatan. Demikian juga semakin

banyak jenis penyakit/gangguan kesehatan yang diderita oleh masyarakat, akan

meningkat pula akses pelayanan kesehatan (Joko : 2005).

2.3.7 Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Permintaan Jasa Pelayanan

Kesehatan

Kualitas layanan kesehatan berpengaruh positif terhadap permintaan layanan

kesehatan, kualitas layanan meliputi penilaian mengenai keputusan dokter,

penanganan medis yang dilakukan, tingkat kemanjuran dll. Semakin tinggi kualitas

layanan yang diberikan maka semakin tinggi permintaan terhadap pelayanan

kesehatan (Andersen et al, 1975; Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson,1990).

2.4 Studi Empiris

Untuk menunjang penelitian ini, telah dilakukan beberapa penelitian yang

dilakukan oleh peneliti terdahulu dimulai pada tahun 1980-an. Ascobat (1981) dalam

33

Page 34: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Andhika (2010) membuktikan adanya pengaruh-pengaruh yang signifikan dari

variabel-variabel tertentu terhadap permintaan pelayanan kesehatan tertentu.

Pengeluaran per kapita, misalnya mempengaruhi kecenderungan untuk

memanfaatkan (berkunjung) ke fasilitas pelayanan kesehatan tradisional atau modern.

Semakin tinggi pengeluaran per kapita maka semakin besar kemungkinan si individu

untuk memilih dan mampu membayar pelayanan kesehatan modern dibandingkan

pelayanan kesehatan tradisional. Faktor harga atau biaya kunjungan juga

mempengaruhi tingkat kunjungan ke fasilitas pelayanan. Fasilitas modern umumnya

menetapkan biaya yang relatif lebih tinggi dibandingkan fasilitas tradisonal didalam

kelompok fasilitas modern sendiri ada perbedaan biaya antara fasilitas kesehatan

swasta yang relatif lebih tinggi biayanya dibandingkan fasilitas kesehatan publik

milik pemerintah. Perbedaan harga tersebut terjadi karena pada fasiltas kesehatan

permerintah umumnya terdapat sejumlah subsidi kesehatan.

Deolikar (1992) dalam Andhika (2010) dalam penelitiannya menyebutkan

bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan

pada anak-anak, yaitu faktor umur, pendidikan orang tua (ayah dan ibu), urutan anak

dalam keluarga, ada tidaknya akte kelahiran, jumlah anggota keluarga, serta akses

menuju pelayanan kesehatan.

Andhika Widyatama Putra (2010) dalam penelitiannya menjelaskan beberapa

faktor yang mempengaruhi penggunaan layanan kesehatan khususnya di Kabupaten

Semarang. Beberapa faktor tersebut adalah pendapatan keluarga, biaya kunjungan,

tingkat pendidikan, jarak dan kualitas layanan kesehatan. Dengan metode analisis

34

Page 35: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

regresi linier berganda, beberapa faktor tersebut dicari pengaruhnya terhadap

frekuensi kunjungan ke layanan kesehatan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah

pendapatan keluarga, tingkat pendidikan, jarak dan kualitas layanan berpengaruh

secara signifikan terhadap frekuensi kunjungan ke layanan kesehatan. Pembenahan

infrastruktur sektor kesehatan disertai dengan upaya aktif dari pemerintah menjadi

suatu solusi yang dianggap tepat atas permasalahan yang ada. Serta didukung oleh

peningkatan kesadaran dan kemauan pola konsumsi masyarakat terhadap layanan

kesehatan yang ada, sehingga terjadi pola permintaan dan penawaran kesahatan yang

dinamis.

Berdasarkan penelitian Haeruddin (2007) mengenai analisis permintaan jasa

pelayanan kesehatan pada rumah sakit umum daerah syekh yusuf di Kabupaten Gowa

menyimpulkan bahwa faktor pendapatan, pendidikan, umur mempunyai pengaruh

yang tidak signifikan dalam hubungannya dengan permintaan jasa pelayanan

kesehatan di rumah sakit umum daerah syekh yusuf sungguminasa. Faktor jarak

mempunyai pengaruh yang signifikan dan konsumsi terhadap pelayanan kesehatan

tidak dipengaruhi oleh naik turunnya pendapatan (fixed). Jadi, meskipun pendapatan

berubah (bertambah atau berkurang), maka pengeluaran terhadap pelayanan

kesehatan tidak berubah.

Berdasarkan hasil penelitian Musfira Nur (2011) mengenai permintaan jasa

pelayanan kesehatan pada rumah sakit bersalin di kota Makassar diperoleh bahwa

biaya atau harga kunjungan, lama pendidikan masyarakat, jarak layanan kesehatan

ataupun aksesibilitas dan umur berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaan

35

Page 36: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

jasa pelayanan kesehatan, sedangkan pendapatan keluarga dan biaya atau harga obat

alternatif tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap penggunaan jasa pelayanan

kesehatan.

Hasil penelitian Joko et al (2005) mengenai permintaan pelayanan kesehatan

rumah tangga petani di Jawa Tengah menyebutkan bahwa jarak antara tempat tinggal

dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh negatif terhadap jumlah pelayanan

kesehatan. Hal ini dapat dipahami karena semakin jauh tempat tinggal dari tempat

pelayanan kesehatan akan semakin mahal.

Tingkat kekayaan secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap

permintaan pelayanan kesehatan. Ini terjadi karena variasi kekayaan petani di desa

sangat kecil. Namun ada kecenderungan bahwa keluarga yang lebih kaya lebih

banyak melakukan akses terhadap pelayanan kesehatan. Keadaan ini menunjukkan

bahwa pelayanan kesehatan bukanlah barang inferior karena meningkatnya tingkat

kekayaan suatu rumah tangga tidak menyebabkan permintaan pelayanan kesehatan

turun. Masyarakat pedesaan telah menempatkan factor kesehatan sebagai jasa yang

penting (Joko: 2005).

Demikian juga faktor-faktor yang lain, secara statistik tidak berpengaruh

terhadap permintaan pelayanan kesehatan di desa karena variasinya kecil. Usia dan

penyakit cenderung meningkatkan pelayanan kesehatan. Gejala ini wajar karena

semakin tua seseorang, kondisi kesehatannya semakin menurun sehingga cenderung

lebih banyak melakukan akses terhadap pelayanan kesehatan. Demikian juga semakin

banyak jenis penyakit/ gangguan kesehatan yang diderita oleh masyarakat, akan

36

Page 37: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

meningkat pula akses pelayanan kesehatan. Ada satu hal yang mungkin agak kurang

masuk akal, yaitu tingkat pendidikan cenderung menurunkan akses pelayanan

kesehatan. Secara normatif, semakin tinggi tingkat pendidikannya, seharusnya

masyarakat lebih menganggap penting faktor kesehatan. Salah satu alasan mengapa

hal ini terjadi adalah rata-rata tingkat pendidikan di pedesaan masih rendah, sehinga

dengan tingkat pendidikan tersebut masyarakat belum tergugah bahwa faktor

kesehatan adalah penting. Untuk mengantisipasi gejala tersebut, diperlukan

penyuluhan khusus di bidang kesehatan masyarakat (Joko: 2005).

Satu hal yang menarik untuk diperhatikan adalah wanita lebih cenderung

banyak melakukan akses terhadap pelayanan kesehatan. Pengamatan di lapangan

memang menunjukkan bahwa yang mengunjungi tempat pelayanan kesehatan adalah

kaum wanita. Ada dua hal yang menjadi penyebab. Pertama, gangguan kesehatan

kaum wanita lebih banyak dari pada pria, terutama yang berhubungan dengan

masalah kewanitaan. Kedua, wanita biasanya mengunjungi tempat pelayanan

kesehatan karena mengantar anaknya, dan pada saat yang bersamaan mereka juga

sekaligus mendapatkan pelayanan kesehatan. Keadaan ini yang menyebabkan,

mengapa wanita lebih banyak mengakses tempat pelayanan kesehatan (Joko: 2005).

Astati dalam penelitiannya menyebutkan bahwa umur, tingkat pendidikan,

biaya pengobatan berpengaruh positif dan nyata terhadap permintaan pelayanan

kesehatan pekerja usaha industri pakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Adapun

tingkat pendapatan berpengaruh negatif dan nyata terhadap permintaan pelayanan

kesehatan pekerja usaha industri pakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan,

37

Page 38: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

sedangkan waktu kunjungan tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan pelayanan

kesehatan pekerja usaha industri pakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dan

pada beban pekerjaan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antara pekerjaan

ringan dan pekerjaan berat dalam mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan

pekerja usaha industri pakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sedangkan jenis

penyakit memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata antara penyakit ringan dan

penyakit berat dalam mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan pekerja usaha

industri pakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Yuli Eko Sarwono (2011) dalam penelitiannya mengenai Analisis Permintaan

Masyarakat Akan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) Di Kota Semarang

menyimpulkan bahwa pendapatan keluarga, umur, tingkat pendidikan, kualitas

layanan berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi kunjungan ke layanan

kesehatan. Peningkatan layanan di Puskesmas merupakan hal yang perlu dilakukan

agar meningkatkan frekuensi kunjungan ke puskesmas Kota Semarang.

Tahan P. Hutapea (2009) dalam penelitiannya mengenai Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Permintaan (Demand) Masyarakat Terhadap Pemilihan Kelas

Perawatan Pada Rumah Sakit Dr.Syaiful Malang, Jawa Timur menyimpulkan bahwa

factor yang berpengaruh secara signifikan berdasarkan uji regresi logistik adalah

ability (penghasilan), availability (kelengkapan sarana atau fasilitas kelas) dan

willingness (biaya yang dikeluarkan untuk membayar perawatan). Faktor

acceptability (kepuasan terhadap pelayanan) dan accessibility (jarak tempat tinggal

dengan Rumah Sakit) tidak berpengaruh.

38

Page 39: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

2.5 Kerangka Pikir

Berangkat dari apa yang telah diungkapkan Grossman bahwa ada sejumlah

stok kesehatan disetiap invidu, maka seorang individu pasti akan berusaha menjaga

stok kesehatannya dengan mengkonsumsi (atau investasi) sejumlah pelayanan

kesehatan. Namun, mengingat karakteristik pelayanan kesehatan yang heterogen,

maka konsumen harus menentukan pilihan pelayanan kesehatan apa yang

dibutuhkannya.

Pilihan konsumen atas suatu pelayanan kesehatan tidak berdiri sendiri. Pilihan

tesebut dipengaruhi oleh sederet faktor penentu. Dengan mengetahui pengaruh faktor-

faktor penentu yang ada sedianya dapat diketahui bagaimana proses pilihan si

konsumen dalam memilih pelayanan kesehatan.

Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tertentu dengan

menginvestasikan dan atau mengkonsumsi sejumlah barang dan jasa kesehatan

(Grossman, 1972). Dalam hal ini investasi dianggap sebagai jumlah permintaan

individu terhadap pelayanan kesehatan, dengan unit analisis yaitu jumlah atau

frekuensi kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam kurun waktu tertentu. Jadi, investasi

inilah yang akan menjadi variabel bebas (dependent variable) dalam analisis ini.

Diasumsikan bahwa jumlah atau frekuensi kunjungan ke fasilitas kesehatan

merupakan kuantitas permintaan individu terhadap pelayanan kesehatan atas

permasalahan kesehatan yang dimiliki individu tersebut.

Ada hubungan (asosiasi) antara tingginya pendapatan dengan besarnya

permintaan akan pemeliharaan kesehatan, terutama dalam hal pelayanan kesehatan

39

Page 40: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

modern. Jika pendapatan meningkat maka garis pendapatan akan bergeser kekanan

sehingga jumlah barang dan jasa kesehatan meningkat. Pada masyarakat

berpendapatan rendah, akan mencukupi kebutuhan barang terlebih dahulu, setelah

kebutuhan akan barang tercukupi akan mengkonsumsi kesehatan (Andersen et al,

1975; Fuchs et al dalam Laksono, 2005; Santerre & Neun, 2000; Mills &

Gilson,1990).

Harga berperan dalam menentukan permintaan terhadap pemeliharaan

kesehatan. Biaya atau harga pelayanan kesehatan dengan permintaan pelayanan

kesehatan berpengaruh negatif. Meningkatnya harga mungkin akan lebih mengurangi

permintaan dari kelompok yang berpendapatan rendah dibanding dengan kelompok

yang berpendapatan tinggi. (Santerre & Neun, 2000; Mills & Gilson, 1990).

Jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berpengaruh

negatif terhadap jumlah pelayanan kesehatan. Semakin jauh tempat tinggal dari

tempat pelayanan kesehatan akan semakin mahal. Hal ini sesuai dengan teori

permintaan yaitu jika barang yang diminta semakin mahal, maka jumlah barang yang

dibeli akan semakin sedikit (Andersen et al,1975; Mills & Gilson,1990).

Obat alternatif merupakan komoditas yang dapat menggantikan fungsi dari

biaya atau harga kunjungan ke rumah sakit sehingga harga komoditas pengganti dapat

mempengaruhi permintaan komoditas yang dapat digantikannya. Pada umumnya bila

harga komoditas pengganti bertambah murah maka komoditas yang digantikannya

akan mengalami pengurangan dalam permintaan (Sugiarto: 2005).

40

Page 41: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Tingkat pendidikan seseorang dapat memberikan pengaruh terhadap

kemampuan berpikir, daya tangkap dan pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Tingkat pendidikan dan pengetahuan mempengaruhi nilai pentingnya kesehatan.

Masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi menganggap penting nilai kesehatan.

Semakin tinggi tingkat pendidikannnya, masyarakat lebih menganggap penting faktor

kesehatan (Andersen et al, 1975; Fuchs et al dalam Laksono, 2005; Santerre & Neun,

2000).

Jenis penyakit mempengaruhi permintaan terhadap jasa pelayanan kesehatan.

Semakin berat jenis penyakit seseorang, akan lebih meningkatkan permintaannya

terhadap jasa pelayanan kesehatan. Sebab semakin kompleks penyakit yang

dideritanya berarti semakin tinggi pula penanganan yang harus dilakukan yang berarti

akan meningkatkan permintaan terhadap jasa pelayanan kesehatan.

Kualitas layanan kesehatan berpengaruh terhadap permintaan layanan kesehatan,

kualitas layanan meliputi penilaian mengenai keputusan dokter, penanganan medis yang

dilakukan, tingkat kemanjuran dll. Semakin tinggi kualitas layanan yang diberikan maka

semakin tinggi permintaan terhadap pelayanan kesehatan (Andersen et al, 1975; Santerre

& Neun, 2000; Mills & Gilson,1990).

Adapun kerangka pemikiran yang ingin dipaparkan dalam penulisan ini dapat

divisualisasikan dalam Gambar 1.

Gambar 1 menguraikan tentang bagaimana pengaruh dari faktor tingkat

pendapatan, biaya atau harga kunjungan, jarak, biaya atau harga obat alternatif, lama

41

Page 42: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

pendidikan, jenis penyakit dan kualitas layanan terhadap besarnya permintaan jasa

pelayanan kesehatan di Kota Makassar.

Gambar 1. Kerangka Pikir Analisis Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan di Kota

Makassar.

Berdasarkan permasalahan pokok di atas kemudian dikemukakan tujuan dan

kegunaan serta hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang

dikemukakan. Kemudian untuk membuktikan hipotesis, maka digunakan model

analisis regresi berganda yang akan menunjukkan pengaruh dari faktor-faktor yang

telah diajukan terhadap besarnya jumlah permintaan jasa pelayanan kesehatan di Kota

Makassar.

42

Pendapatan

Biaya atau Harga Kunjungan

Jarak

Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan di Kota

Makassar

Biaya atau Harga Obat Alternatif

Pendidikan

Jenis Penyakit

Kualitas Layanan

Page 43: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

2.6 Hipotesis

Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian

yang disusun berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu hipotesis selalu

dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menguhubungkan dua variabel atau lebih

(J. Supranto, 1997). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Diduga bahwa secara parsial pendapatan, biaya atau harga obat alternatif,

pendidikan, jenis penyakit dan kualitas layanan berpengaruh positif dan signifikan,

sedangkan biaya atau harga kunjungan dan jarak berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap permintaan jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar.

Diduga pula bahwa secara simultan pendapatan, biaya atau harga kunjungan,

jarak, biaya atau harga obat alternatif, pendidikan, jenis penyakit dan kualitas layanan

berpengaruh terhadap permintaan jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar.

43

Page 44: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar, ibukota dari provinsi Sulawesi

Selatan, yang memiliki tempat pelayanan kesehatan yang sudah cukup baik dan maju

di bandingkan dengan Kota dan Kabupaten lainnya di provinsi Sulawesi Selatan.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi yaitu sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang

mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supamo, 1999). Masalah populasi

timbul terutama pada penelitian yang menggunakan metode survey sebagai teknik

pengumpulan data. Populasi dalam penelitian ini adalah pengguna fasilitas kesehatan

di Kota Makassar, dalam hal ini fasilitas kesehatan dapat berupa rumah sakit umum

milik pemerintah maupun swasta, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan,

sanatorium, puskesmas, jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi, fisioterapi,

bidan, jasa dokter: umum, spesialis, gigi, maupun pengobatan alternatif seperti jasa

pengobatan herbal, tabib, dukun yang ada di Kota Makassar.

Sampel adalah bagian yang menjadi objek sesungguhnya dari suatu penelitian,

dan metodologi untuk memilih dan mengambil individu-individu masuk ke dalam

sampel yang representatif disebut sampling (Soeratno dan Arsyad, 1999). Sampel

44

Page 45: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode accidental sampling yaitu

pengambilan sampel secara acak. Adapun jumlah sampel yang akan diteliti sebanyak

100 responden.

Accidental sampling adalah cara pengambilan sampel dengan cara mengambil

sampel dimana pun didapatkan tanpa syarat pengambilan tertentu. Hasil dari

sampling tersebut memiliki sifat yang objektif.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data penelitian merupakan faktor yang penting yang menjadi

pertimbangan yang menentukan metode pengumpulan data. Data yang digunakan

dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis berdasarkan pada pengelompokannya

yaitu :

a. Data Primer

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara

langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer secara khusus

dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian

(Indriantoro, 1999). Dalam penelitian ini data diambil berdasarkan kuesioner

yang diwawancarakan kepada responden. Data primer tersebut meliputi

identitas responden, jumlah kunjungan untuk menggunakan fasilitas

pelayanan kesehatan di lingkup Kota Makassar, pendapatan keluarga, biaya

atau harga kunjungan ke fasilitas kesehatan, jarak tempat tinggal terhadap

45

Page 46: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

fasilitas kesehatan, umur responden, biaya atau harga obat alternatif yang

dikeluarkan, tingkat pendidikan dan jenis penyakit.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti

secara tidak langsung melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh

pihak lain (Indriantoro, 1999). Dalam penelitian ini data diperoleh dari Dinas

Kesehatan Kota Makassar, literatur-literatur lain yang membahas mengenai

materi penelitian berupa data jumlah pengunjung dan data pendukung lainnya

yang dianggap dapat mendukung penelitian ini. Adapun yang termasuk dalam

data sekunder berupa data jumlah pemanfaatan Rumah Sakit dan jumlah

kunjungan rawat jalan dan rawat inap di sarana pelayanan kesehatan di Kota

Makassar.

3.4 Metode Pengumpulan Data

1. Penelitian Lapangan

Yaitu pengambilan data di daerah/ lokasi penelitian dengan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

Observasi

Teknik ini digunakan untuk mendeskripsikan tentang keadaan lapangan

dengan pengamatan yang dilakukan terhadap masyarakat yang

senantiasa bersifat obyektif faktual. Tujuannya untuk memperoleh

gambaran yang lengkap mengenai keadaan lokasi penelitian.

46

Page 47: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Interview

Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan lengkap mengenai

masyarakat, maka dilakukan wawancara terhadap narasumber dan

responden yaitu masyarakat.

Kuisioner

Kuisioner digunakan untuk merekam data tentang kegiatan masyarakat.

Pengisian kuisioner dilakukan secara terstruktur dengan

mempergunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan.

2. Penelitian Kepustakaan

Yaitu penelitian melalui beberapa buku bacaan, literatur atau keterangan-

keterangan ilmiah untuk memperoleh teori yang melandasi dalam

menganalisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian.

3.5 Metode Analisis

Model analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model

analisis inferensial, yaitu analisis regresi berganda untuk mengetahui pengaruh

pendapatan, biaya atau harga kunjungan, jarak, biaya atau harga obat alternatif,

tingkat pendidikan, jenis penyakit dan kualitas layanan terhadap jumlah permintaan

jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar yang dinyatakan dalam bentuk fungsi

sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7) ………………………………………(1)

47

Page 48: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Secara eksplisit dapat dinyatakan dalam fungsi Cobb-Douglas berikut:

Y = β0 X1 β1 X2 β2 X3 β3 X4

β4 e β5X5 + β6X6+ β7X7 + μ ………………………………..(2)

Untuk mengestimasi koefisien regresi, Feldstein (1988) mengadakan

transformasi ke bentuk linear dengan menggunakan logaritma natural (ln) ke dalam

model sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

LnY = Ln β0 + β1Ln X1 + β2 Ln X2 + β3 Ln X3 + β4 Ln X4 + β5 X5

+ β6 X6+ β7 X7 + μi ……………………..……………….(3)

dimana:

Y : Permintaan terhadap jasa pelayanan kesehatan

Β0 : Konstanta

β1, β2, β3, β4, β5, β6, β7 : Parameter

X1 : Pendapatan keluarga

X2 : Biaya atau harga kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan

X3 : Jarak tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan

X4 : Biaya atau harga obat alternatif yang menunjang kesehatan pengguna jasa

pelayanan kesehatan

X5 : Tingkat Pendidikan pasien

X6 : Jenis Penyakit

X7 : Kualitas Layanan

μi : Error term

3.6 Uji Asumsi Klasik

48

Page 49: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Pengujian asumsi klasik pada model regresi digunakan untuk menunjukkan

apakah hubungan antara variabel bebas memiliki hubungan yang valid atau tidak

terhadap variabel terikat. Adapun asumsi dasar yang harus dipenuhi, antara lain:

a. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah tidak adanya hubungan linear antar variabel

independen dalam suatu model regresi. Untuk mengetahui atau mendeketsi

ada tidaknya multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat korelasi antar

variabel bebas (Correlation Matrix) dimana apabila kurang dari 0,80 maka

tidak terdapat multikolinearitas dan sebaliknya apabila hubungan variabel di

atas 0.80 maka terdapat multikolinearitas. Selain itu, untuk mendeteksi adanya

multikolinearitas dapat dilakukan dengan cara lain, yakni dengan

membandingkan nilai koefisien determinasi parsial (r2) dengan nilai koefisien

determinasi majemuk (R2), jika r2 lebih kecil dari nilai R2 maka tidak terdapat

multikolinearitas.

b. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi apabila varian tidak konstan atau berubah-

ubah atau keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama.

Untuk mendeteksi heteroskedasitas pada model persamaan regresi dilakukan

dengan Uji White Test menggunakan White Heteroskedasticity-Consistent

Standard Errors & Covariance.

Selain itu, pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas dapat

dilakukan dengan Uji White Test menggunakan cross term, yaitu dengan cara

49

Page 50: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

meregresi residual kuadrat (Ui2) dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat

dan perkalian variabel bebas. Pedoman dalam penggunaan model white test

adalah jika nilai Chi-Square hitung (nilai R2 untuk menghitung χ2, di mana χ2

= Obs*R-square) lebih besar dari nilai X2 tabel dengan derajat kepercayaan

tertentu, maka ada heterokedasitisitas dan sebaliknya jika Chi-Square hitung

lebih kecil dari nilai X2 tabel menunjukan tidak adanya heterokedasitisitas.

c. Uji Autokolerasi

Uji autokorelasi digunakan untuk melihat adanya autokorelasi antara

variabel bebas yang diurutkan berdasarkan waktu. Hal ini dapat dilihat dalam

pengujian terhadap nilai Durbin Watson (Uji DW). Nilai DW kemudian

dibandingkan dengan nilai d-tabel. Hasil perbandingan akan menghasilkan

kesimpulan seperti kriteria sebagai berikut:

1. Jika d < dl, berarti terdapat autokorelasi positif

2. Jika d > (4 - dl), berarti terdapat autokorelasi negatif

3. Jika du < d < (4 - dl), berarti tidak terdapat autokorelasi

4. Jika dl < d < du atau (4 - du), berarti tidak dapat disimpulkan

Sedangkan untuk mengetahui tingkat signifikansi dari masing-masing

koefisien regresi variabel independen terhadap variabel dependen maka dapat

menggunakan uji statistik diantaranya :

1. Analisis koefisien determinasi (R2)

Analisis koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa

besar pengaruh variabel independen (pendapatan keluarga, biaya atau harga

50

Page 51: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

kunjungan, tingkat pendidikan, jarak, biaya atau harga obat alternatif, jenis

penyakit dan kualitas layanan) terhadap variabel dependen (pemintaan jasa

pelayanan kesehatan).

Koefisien Determinan (R2) pada intinya mengukur kebenaran model

analisis regresi. Dimana analisisnya adalah apabila nilai R2 mendekati angka

1, maka variabel independen semakin mendekati hubungan dengan variabel

dependen sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan model tersebut dapat

dibenarkan. Model yang baik adalah model yang meminimumkan residual

berarti variasi variabel independen dapat menerangkan variabel dependennya

dengan α sebesar diatas 0,75 (Gujarati, 2003), sehingga diperoleh korelasi

yang tinggi antara variabel dependen dan variabel independen.

Akan tetapi ada kalanya dalam penggunaan koefisisen determinasi

terjadi bias terhadap satu variabel indipenden yang dimasukkan dalam model.

Setiap tambahan satu variabel indipenden akan menyebabkan peningkatan R2,

tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara siginifikan terhadap

varibel dependen (memiliki nilai t yang signifikan).

2. Uji Statistik F

Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen

secara signifikan terhadap variabel dependen. Dimana jika Fhitung < Ftabel, maka

51

Page 52: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

H0 diterima atau variabel independen secara bersama-sama tidak memiliki

pengaruh terhadap variabel dependen (tidak signifikan) dengan kata lain

perubahan yang terjadi pada variabel terikat tidak dapat dijelaskan oleh

perubahan variabel independen, dimana tingkat signifikansi yang digunakan

yaitu 5%.

3. Uji Statistik t

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel

independen secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh secara signifikan

terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, untuk mengetahui apakah

masing-masing variabel independen dapat menjelaskan perubahan yang

terjadi pada variabel dependen secara nyata.

Untuk mengkaji pengaruh variabel independen terhadap dependen

secara individu dapat dilihat hipotesis berikut: H0 : ß1 = 0 tidak

berpengaruh, H1 : ß1 > 0 berpengaruh positif, H1 : ß1 < 0 berpengaruh

negatif. Dimana ß1 adalah koefisien variabel independen ke-1 yaitu

nilaiparameter hipotesis. Biasanya nilai ß dianggap nol, artinya tidak ada

pengaruh variable X1 terhadap Y. Bila thitung > ttabel maka Ho diterima

(signifikan) dan jika thitung < ttabel Ho diterima (tidak signifikan). Uji t

digunakan untuk membuat keputusan apakah hipotesis terbukti atau tidak,

dimana tingkat signifikan yang digunakan yaitu 5%.

3.7 Batasan Variabel

52

Page 53: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Untuk lebih mengarahkan dalam pembahasan, maka penulis memberikan

batasan variabel yang meliputi:

1) Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan (Y) adalah banyaknya kunjungan yang

dilakukan pengguna jasa layanan kesehatan selama 3 bulan terakhir yang

menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di lingkungan Kota Makassar,

dalam hal ini fasilitas kesehatan dapat berupa rumah sakit umum milik

pemerintah maupun swasta, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan,

sanatorium, puskesmas, jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi,

fisioterapi, bidan, jasa dokter: umum, spesialis, gigi, maupun pengobatan

alternatif seperti jasa pengobatan herbal, dukun, tabib yang ada di Kota

Makassar. Skala pengukuran variabel ini adalah dalam frekuensi kunjungan.

2) Pendapatan (X1) adalah seluruh pendapatan yang diterima oleh keluarga

pengguna jasa pelayanan kesehatan baik dari pendapatan utama, sampingan

dan lainnya, variabel ini diukur dengan rata-rata jumlah total semua

pendapatan yang diterima keluarga konsumen dengan satuan rupiah tiap

bulannya.

3) Biaya atau harga kunjungan (X2) merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan

pengunjung selama menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan meliputi biaya

rawat jalan, biaya rawat inap, dan biaya konsultasi yang diukur dengan satuan

rupiah dalam setahun terakhir.

4) Jarak (X3) merupakan jarak lokasi tempat tinggal pengunjung dengan fasilitas

kesehatan yang digunakan, yang diukur dengan satuan kilometer (km).

53

Page 54: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

5) Biaya atau harga obat alternatif (X4) merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan

oleh para pengguna jasa pelayanan kesehatan selain dari biaya kunjungan

seperti biaya ke bidan, tabib, dukun atau pengobatan herbal, atau beli di apotik

atau toko obat secara langsung yang diukur dengan satuan rupiah.

6) Tingkat pendidikan (X5) merupakan latar belakang pendidikan pengunjung

atau pendidikan terakhir yang sudah diluluskan, yang diukur dengan jumlah

tahun pendidikan yang sudah ditempuh. 0 = lulusan SMA ke bawah atau 1 =

lulusan D1 ke atas.

7) Jenis penyakit (X6) merupakan jenis penyakit yang diderita oleh pengguna

jasa pelayanan kesehatan. 0 = penyakit ringan atau 1 = penyakit berat.

8) Kualitas layanan (X7) merupakan penilaian pengunjung mengenai baik atau

tidaknya layanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang

digunakan dengan skala pengukuran yaitu 0 = tidak memuaskan atau 1 =

sangat memuaskan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

54

Page 55: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

4.1.1 Kota Makassar

Kota Makassar sebagai ibukota Propinsi Sulawesi Selatan juga merupakan

pintu gerbang dan pusat perdagangan Kawasan Timur Indonesia. Secara geografis

Kota Makassar terletak di Pesisir Pantai Barat bagian selatan Sulawesi Selatan, pada

titik koordinat 119°, 18’, 27’, 97” Bujur Timur dan 5’. 8’, 6’, 19” Lintang Selatan.

Secara administratif Kota Makassar mempunyai batas-batas wilayah yaitu

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa, Sebelah utara berbatasan

dengan Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sebelah timur berbatasan dengan

Kabupaten Maros dan Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar. Topografi

pada umumnya berupa daerah pantai. Letak ketinggian Kota Makassar berkisar 0,5 –

10 meter dari permukaan laut.

Kota Makassar memiliki luas wilayah 175,77 km2 yang terbagi kedalam 14

Kecamatan dan 143 Kelurahan. Selain memiliki wilayah daratan, Kota makassar juga

memiliki wilayah kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis pantai Kota makassar.

Adapun pulau-pulau di wilayahnya merupakan bagian dari dua Kecamatan yaitu

Kecamatan Ujung Pandang dan Ujung Tanah. Pulau-pulau ini merupakan gugusan

pulau-pulau karang sebanyak 12 pulau, bagian dari gugusan pulau-pulau Sangkarang,

atau disebut juga Pulau-pulau Pabbiring atau lebih dikenal dengan nama Kepulauan

Spermonde. Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Lanjukang (terjauh), pulau Langkai,

Pulau Lumu-lumu, Pulau Bone Tambung, Pulau Kodingareng, pulau Barrang Lompo,

55

Page 56: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Pulau Barrang Caddi, pulau Kodingareng Keke, Pulau Samalona, Pulau Lae-Lae,

Pulau Gusung, dan Pulau Kayangan (terdekat).

Penduduk Kota Makassar tahun 2009 tercatat sebanyak 1.272.349 jiwa yang

terdiri dari 610.270 laki-laki dan 662.079 perempuan. Sementara itu jumlah

penduduk Kota Makassar tahun 2008 tercatat sebanyak 1.253.656 jiwa. Komposisi

penduduk menurut jenis kelamin dapat ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin Rasio

jenis kelamin penduduk Kota Makassar yaitu sekitar 92,17 persen, yang berarti setiap

100 penduduk wanita terdapat 92 penduduk laki-laki.

Penyebaran penduduk Kota Makassar dirinci menurut kecamatan,

menunjukkan bahwa penduduk masih terkonsentrasi diwilayah kecamatan Tamalate,

yaitu sebanyak 154.464 atau sekitar 12,14 persen dari total penduduk, disusul

kecamatan Rappocini sebanyak 145.090 jiwa (11,40 persen). Kecamatan

Panakkukang sebanyak 136.555 jiwa (10,73 persen), dan yang terendah adalah

kecamatan Ujung Pandang sebanyak 29.064 jiwa (2,28 persen). Ditinjau dari

kepadatan penduduk kecamatan Makassar adalah terpadat yaitu 33.390 jiwa per km

persegi, disusul kecamatan Mariso (30.457 jiwa per km persegi), kecamatan Bontoala

(29.872 jiwa per km persegi). Sedang kecamatan Biringkanaya merupakan kecamatan

dengan kepadatan penduduk terendah yaitu sekitar 2.709 jiwa per km persegi,

kemudian kecamatan Tamalanrea 2.841 jiwa per km persegi), Manggala (4.163 jiwa

per km persegi), kecamatan Ujung Tanah (8.266 jiwa per km persegi), kecamatan

Panakkukang 8.009 jiwa per km persegi.

56

Page 57: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Wilayah-wilayah yang kepadatan penduduknya masih rendah tersebut masih

memungkinkan untuk pengembangan daerah pemukiman terutama di 3 (tiga)

kecamatan yaitu Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala.

4.1.2 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Makassar

Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan bisa dilihat dari 2 aspek

kesehatan yaitu sarana kesehatan dan sumber daya manusia. Pada tahun 2009 di Kota

Makassar terdapat 16 Rumah Sakit, yang terdiri dari 7 Rumah Sakit

Pemerintah/ABRI, 8 Rumah Sakit Swasta serta 1 Rumah Sakit khusus lainnya.

Jumlah Puskesmas pada tahun 2009, dari 121 unit puskesmas dapat dikategorikan

menjadi 37 puskesmas, 47 puskesmas pembantu dan puskesmas keliling 37 buah.

Di samping sarana kesehatan, ada sumber daya manusia di bidang kesehatan

seperti dokter praktek sebanyak 3.551 orang dan bidan praktek sebanyak 117 orang.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar pada tahun 2009

tercatat ada 37 buah rumah sakit, 13 buah rumah sakit bersalin, dan 16 buah

puskesmas. Sarana kesehatan di Kota Makassar dapat dirinci pada Tabel 4.1.

4.2 Hubungan Antar Variabel yang Berhubungan dengan Frekuensi

Kunjungan

Berdasarkan penelitian lapangan yang dilakukan bahwa sebagian besar

responden menggunakan jasa pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan yang ada di

kota Makassar sedikit banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya

pendapatan keluarga, biaya atau harga kunjungan, jarak tempat tinggal terhadap

sarana kesehatan, biaya atau harga obat alternatif, tingkat pendidikan, dan jenis

57

Page 58: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

penyakit. Selain itu, faktor kualitas dari jasa pelayanan kesehatan di lingkungan kota

Makassar juga sangat mempengaruhi frekuensi kunjungan responden.

Tabel 4.1

Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Makassar

No. Sarana

Kesehatan

Pemilikan /Pengelolaan

Pem. Pem. Pem. TNI/ Swasta

Pusat Prop. Kota Polri

1 Rumah Sakit Umum 1 2 1 3 8

2 Rumah Sakit Jiwa   1      

3 Rumah Sakit Bersalin   2     10

4 RS.Khusus lainnya   1      

5 Puskesmas     37    

6 Puskesmas Pembantu     47    

7 Puskesmas Keliling     37    

8 Balai Pengobatan 2 2      

9 Apotik         291

10 Toko Obat         46

11 Dokter Praktek         2176

Sumber : Makassar Dalam Angka, 2010

4.2.1 Hubungan Antara Pendapatan Keluarga dengan Frekuensi Kunjungan

Tabel 4.2 ini adalah distribusi reponden dilihat dari pendapatan keluarga

dengan jumlah kunjungannya ke tempat pelayanan kesehatan selama tiga bulan

58

Page 59: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

terakhir dalam hal ini masyarakat yang menggunakan fasilitas jasa pelayanan

kesehatan di lingkungan Kota Makassar.

Pada umumnya masyarakat menggunakan jasa pelayanan kesehatan yang ada

di Kota Makassar tingkat keseringannya di bawah 8 kali. Hal ini dikarenakan

responden cenderung menggunakan jasa pelayanan kesehatan tersebut hanya pada

saat mereka membutuhkannya.

Berdasarkan pada Tabel 4.2 diketahui bahwa dari 100 responden (100 persen)

yang memiliki pendapatan keluarga antara Rp 500.000,00 sampai Rp 999.999,00 per

bulan sebanyak 7 responden (7 persen) dengan frekuensi kunjungan 1 sampai 2 kali

selama satu tahun terakhir. Kemudian dari 31 responden (31 persen) yang memiliki

pendapatan keluarga antara Rp 1.000.000,00 sampai Rp 2.499.999,00 per bulan,

sebanyak 19 persen (19 responden) memiliki frekuensi kunjungan 1 sampai 2 kali dan

12 persen (12 responden) memiliki frekuensi kunjungan 3 sampai 4 kali.

Adapun dari 42 responden (42 persen) yang memiliki pendapatan keluarga

antara Rp 2.500.000,00 sampai Rp 5.000.000,00 per bulan sebanyak 16 persen (16

responden) memiliki frekuensi kunjungan 1 sampai 2 kali kunjungan, 19 persen (19

responden) memiliki frekuensi kunjungan 3 sampai 4 kali, dan 7 persen (7 responden)

memiliki frekuensi kunjungan lebih dari 4 kali. Kemudian dari 20 responden (20

persen) yang memiliki pendapatan keluarga di atas Rp 5.000.000,00 per bulan,

sebanyak 2 persen (2 responden) memiliki frekuensi kunjungan 1 sampai 2 kali,

hanya 5 persen (5 responden) yang memiliki frekuensi kunjungan 3 sampai 4 kali,

dan 13 persen (13 persen) memiliki frekuensi kunjungan lebih dari 4 kali.

59

Page 60: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Tabel 4.2

Distribusi Responden Menurut Pendapatan Keluarga dengan Frekuensi

Kunjungan

Pendapatan

(Ribu Rupiah)

Frekuensi Kunjungan Total

1-2 kali 3-4 kali > 4 kali

500 - 999,999 7 0 0 7

1000 - 2499,999 19 12 0 31

2500 - 5000 16 19 7 42

>5000 2 5 13 20

Total 44 36 20 100

Sumber : Data Primer, 2012

Hal itu menunjukkan bahwa mayoritas pengguna jasa pelayanan kesehatan di

Kota Makassar adalah kalangan yang berpenghasilan di atas Rp 2.500.000,00 atau

bisa dikategorikan kalangan menengah ke atas/ mampu jika di bandingkan dengan

pendapatan per kapita berdasarkan harga konstan yang sebesar Rp. 5.890.286,00 per

tahun atau Rp. 490.857,16667 per bulan pada tahun 2010 (BPS Kota Makassar,

2011).

4.2.2 Hubungan Antara Biaya atau Harga Kunjungan dengan Frekuensi

Kunjungan

Distribusi besarnya biaya yang dikeluarkan oleh tiap-tiap responden dalam

menggunakan jasa pelayanan kesehatan pada tempat pelayanan kesehatan yang ada di

kota Makassar, dapat dilihat pada Tabel 4.3.

60

Page 61: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Berdasarkan pada Tabel 4.3 diketahui bahwa dari 38 responden (38 persen)

yang memiliki biaya atau harga kunjungan di bawah Rp 150.000,00 sebanyak 31

responden memiliki frekuensi kunjungan 1 sampai 2 kali dan 7 responden memiliki

frekuensi kunjungan sebanyak 3 sampai 4 kali. Adapun pada level biaya atau harga

kunjungan antara Rp 150.000,00 sampai Rp. 499.999,00 yang memiliki frekuensi

kunjungan 1 sampai 2 kali sebanyak 9 responden, 14 responden memiliki frekuensi

sebanyak 3 sampai 4 kali dan 4 responden yang memiliki frekuensi kunjungan lebih

dari 4. Kemudian dari 100 responden 28 responden di antaranya memiliki biaya atau

harga kunjungan antara Rp 500.000,00 sampai Rp 1.000.000,00 yang terdiri dari

frekuensi kunjungan 1 sampai 2 kali sebanyak 3 responden, frekuensi kunjungan 3

sampai 4 kali sebanyak 13 responden dan 12 responden yang frekuensi kunjungannya

lebih dari 4 kali. Sisanya dari 7 responden yang memiliki biaya atau harga kunjungan

lebih dari Rp 1.000.000,00, sebanyak 1 responden yang memiliki frekuensi

kunjungannya 1 sampai 2 kali dan 6 responden yang frekuensi kunjungannya lebih

dari 4 kali.

Tabel 4.3

Distribusi Responden Menurut Biaya atau Harga Kunjungan dengan Frekuensi

Kunjungan

Biaya atau Harga Frekuensi Kunjungan Total

61

Page 62: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Kunjungan

(Ribu Rupiah) 1-2 kali 3-4 kali > 4 kali

<150 31 7 0 38

150 - 499,999 9 14 4 27

500 - 1000 3 13 12 28

>1000 1 0 6 7

Total 44 34 22 100

Sumber : Data Primer, 2012

Dari pengamatan yang telah dilakukan variasi biaya kunjungan yang

dikeluarkan oleh responden tergantung pada keperluan menggunakan jasa pelayanan

kesehatan, jenis konsultasi, lama atau tidaknya perawatan dan beberapa faktor lain

yang mempengaruhinya. Dari Tabel tersebut menunjukkan biaya kunjungan

responden terbanyak berada pada kisaran di bawah Rp 150.000,00.

4.2.3 Hubungan Antara Jarak Tempat Tinggal dengan Frekuensi Kunjungan

Gambaran jarak tempat tinggal responden terhadap jasa pelayanan kesehatan

dalam penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Distribusi Responden Jarak Tempat Tinggal dengan Frekuensi Kunjungan

Jarak

(kilometer)

Frekuensi Kunjungan Total

1-2 kali 3-4 kali > 4 kali

< 3 11 9 8 28

62

Page 63: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

3 - 5,9 14 11 8 33

6 – 9 8 14 4 26

> 9 11 2 0 13

Total 44 36 20 100

Sumber : Data Primer, 2012

Sebagian besar responden yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan pada

tempat pelayanan yang ada di Kota Makassar mempunyai tempat tinggal yang

jaraknya 3 sampai 5,9 kilometer terlihat dari tabel di atas, 33 responden memiliki

tempat tinggal 3 sampai 5,9 kilometer dan 28 responden memiliki tempat tinggal

yang jaraknya dibawah 3 kilometer, 26 responden bertempat tinggal 6 sampai 9

kilometer dan 13 responden memiliki tempat tinggal lebih dari 9 meter.

Berdasarkan Tabel 4.4, terdapat 28 responden yang memiliki jarak tempat

tinggal kurang dari 3 kilometer dengan 11 responden yang frekuensi kunjungan 1

sampai 2 kali, 9 responden dengan frekuensi 3 sampai 4 kali dan 8 responden dengan

frekuensi kunjungan lebih dari 4 kali. Adapun dari 33 responden yang memiliki

tempat tinggal yang jaraknya 3 sampai 5,9 kilometer, sebanyak 14 responden

memiliki frekuensi kunjungan 1 sampai 2 kali, 11 responden memiliki frekuensi

kunjungan 3 sampai 4 kali, dan 8 responden memiliki frekuensi kunjungan lebih dari

4 kali. Kemudian dari 26 responden yang memiliki tempat tinggal yang jaraknya 6

sampai 9 kilometer, sebanyak 8 responden memiliki frekuensi kunjungan 1 sampai 2

kali, 14 responden memiliki frekuensi kunjungan 3 sampai 4 kali, dan 4 responden

63

Page 64: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

memiliki frekuensi kunjungan lebih dari 4 kali. Dan sisanya sebanyak 13 responden

memiliki tempat tinggal yang jaraknya lebih dari 9 kilometer, 11 diantaranya

memiliki frekuensi kunjungan sebanyak 1 sampai 2 kali, dan 2 responden yang

memiliki kunjungan sebanyak 3 sampai 4 kali.

4.2.4 Hubungan Antara Biaya atau Harga Obat Alternatif dengan Frekuensi

Kunjungan

Distribusi besarnya biaya yang dikeluarkan oleh tiap-tiap responden selain

dari biaya kunjungan, dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Dari observasi yang telah dilakukan, besarnya biaya atau harga obat alternatif

yang dikeluarkan berkisar di bawah Rp 50.000,00. Terdapat 38 responden yang

memiliki pengeluaran untuk biaya atau harga obat alternatif kurang dari Rp.

50.000,00 dengan 30 responden yang frekuensi kunjungannya 1 sampai 2 kali dan 8

responden yang frekuensi kunjungannya 3 sampai 4 kali. Dari 34 responden yang

memiliki pengeluaran untuk biaya atau harga obat alternatif antara Rp. 50.000,00

sampai Rp 99.999,00 sebanyak 12 responden memiliki frekuensi kunjungan 1 sampai

2 kali, 18 responden memiliki frekuensi kunjungan 3 sampai 4 kali dan 4 responden

memiliki frekuensi kunjungan lebih dari 4 kali. Kemudian dari 19 responden yang

memiliki pengeluaran untuk biaya atau harga obat alternatif antara Rp 100.000,00

sampai Rp. 200.000,00 sebanyak 2 responden memiliki frekuensi kunjungan 1

sampai 2 kali, 6 responden memiliki frekuensi kunjungan 3 sampai 4 kali dan 11

responden memiliki frekuensi kunjungan lebih dari 4 kali. Sisanya dari 9 responden

yang memiliki pengeluaran untuk biaya atau harga obat alternatif lebih dari Rp

64

Page 65: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

200.000,00 sebanyak 3 responden memiliki frekuensi kunjungan 3 sampai 4 kali dan

6 responden memiliki frekuensi kunjungan lebih dari 4 kali.

Tabel 4.5

Distribusi Responden Menurut Biaya atau Harga Obat Alternatif dengan

Frekuensi Kunjungan

Biaya atau Harga Frekuensi Kunjungan Total

Obat Alternatif 1-2 kali 3-4 kali > 4 kali

< 50.000 30 8 0 38

50.000 - 99.999 12 18 4 34

100.000 - 200.000 2 6 11 19

> 200.000 0 3 6 9

Total 44 35 21 100

Sumber : Data Primer, 2012

4.2.5 Hubungan Antara Pendidikan dengan Frekuensi Kunjungan

Pendidikan ditentukan berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang telah

ditempuh responden. Gambaran mengenai pendidikan responden dapat dilihat pada

Tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6

Distribusi Responden Menurut Pendidikan dengan Frekuensi Kunjungan

65

Page 66: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

PendidikanFrekuensi Kunjungan

Total1-2 kali 3-4 kali > 4 kali

≤ SMA 33 14 3 50

≥ D1 11 21 18 50

Total 44 35 21 100

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan pada Tabel 4.6 diketahui bahwa dari 50 responden (50 persen)

yang pendidikannya SMA ke bawah, sebanyak 33 responden memiliki frekuensi

kunjungan 1 sampai 2 kali, 14 responden memiliki frekuensi kunjungan 3 sampai 4

kali dan 3 responden memiliki frekuensi kunjungan lebih dari 4 kali. Adapun 50

reponden lainnya yang telah menempu pendidikan D1 ke atas, 11 responden memiliki

frekuensi kunjungan 1 sampai 2 kali, 21 responden memiliki frekuensi sebanyak 3

sampai 4 kali dan 18 responden yang memiliki frekuensi kunjungan lebih dari 4 kali.

Tingkat pendidikan berkaitan dengan kesadaran akan kesehatan seperti

penanganan penyakit, pemeriksaan kesehatan yang tepat, dan lainnya. Untuk

mengantisipasi hal tersebut peran pemerintah dalam menggalakkan pentingnya

kesehatan bagi masyarakat dengan sosialisasi juga harus lebih terarah dan tepat

sasaran.

4.2.6 Hubungan Antara Jenis Penyakit dengan Frekuensi Kunjungan

66

Page 67: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Jenis penyakit ditentukan berdasarkan jenis penyakit yang di derita oleh

responden. Gambaran mengenai jenis penyakit responden dapat dilihat pada Tabel

4.7.

Tabel 4.7

Distribusi Responden Menurut Jenis Penyakit dengan Frekuensi Kunjungan

PendidikanFrekuensi Kunjungan

Total1-2 kali 3-4 kali > 4 kali

Ringan 39 18 3 60

Berat 5 15 20 40

Total 44 33 23 100

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan pada Tabel 4.7 diketahui bahwa dari 60 responden (60 persen)

yang menderita jenis penyakit ringan, sebanyak 39 responden memiliki frekuensi

kunjungan 1 sampai 2 kali, 18 responden memiliki frekuensi kunjungan 3 sampai 4

kali dan 3 responden memiliki frekuensi kunjungan lebih dari 4 kali. Adapun 40

reponden lainnya yang menderita jenis penyakit berat, 5 responden memiliki

frekuensi kunjungan 1 sampai 2 kali, 15 responden memiliki frekuensi sebanyak 3

sampai 4 kali dan 20 responden yang memiliki frekuensi kunjungan lebih dari 4 kali.

4.2.7 Hubungan Antara Kualitas Layanan dengan Frekuensi Kunjungan

67

Page 68: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Kualitas layanan kesehatan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi

penggunaan layanan kesehatan, berikut ini adalah penilaian responden terhadap

kualitas layanan kesehatan yang ada di kota Makassar.

Tabel 4.8

Distribusi Responden Menurut Kualitas Layanan dengan Frekuensi Kunjungan

Kualitas LayananFrekuensi Kunjungan

Total1-2 kali 3-4 kali > 4 kali

Tidak memuaskan 7 2 0 9

Sangat memuaskan 37 33 21 91

Total 44 35 21 100

Sumber : Data Primer, 2012

Berdasarkan pada Tabel 4.8 diketahui bahwa dari 100 responden hanya 9

responden (9 persen) yang tidak puas terhadap kualitas layanan pada tempat

pelayanan kesehatan yang ada di kota Makassar, sebanyak 7 responden yang

memiliki frekuensi kunjungan 1 sampai 2 kali dan 2 responden memiliki frekuensi

kunjungan 3 sampai 4 kali. Sisanya sebanyak 91 reponden menilai kualitas layanan

kesehatan yang ada di kota Makassar sudah sangat memuaskan yang, 37 responden

memiliki frekuensi kunjungan 1 sampai 2 kali, 33 responden memiliki frekuensi

sebanyak 3 sampai 4 kali dan 21 responden yang memiliki frekuensi kunjungan lebih

dari 4 kali.

68

Page 69: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Berikut ini adalah gambaran mengenai profil sosial ekonomi responden agar

mempermudah dalam membaca karakteristik responden yang menjadi obyek

penelitian yang akan dianalisis.

1. Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian di temukan bahwa diantara 100 responden, 74

diantaranya berjenis kelamin perempuan, sedangkan sisanya sebanyak 26

dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa reponden

dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak menggunakan layanan

kesehatan dibandingkan laki-laki. Menurut Fuchs (1998), Dunlop dan

Zubkoff (1981) dalam Laksono (2005) menyebutkan bahwa penggunaan

pelayanan kesehatan oleh wanita ternyata lebih tinggi dari pada laki-laki

karena wanita mempunyai insidensi terhadap penyakit yang lebih besar

dan angka kerja wanita lebih kecil dari laki-laki sehingga kesediaan

meluangkan waktu untuk pelayanan kesehatan juga lebih besar.

2. Waktu Tunggu Dalam Memperoleh Layanan Kesehatan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara 100 responden, 15

reponden menjawab waktu tunggu untuk mendapatkan layanan kurang

dari 30 menit, 24 reponden menjawab 30 sampai 59 menit, 32 menjawab

60 sampai 119 menit dan sebanyak 29 responden mendapatkan layanan

lebih dari 120 menit.

3. Jenis Layanan Kesehatan

69

Page 70: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Dalam menggunakan layanan kesehatan, ada beberapa jenis layanan

kesehatan yang digunakan masyarakat, berikut ini adalah gambaran mengenai

jenis layanan kesehatan berdasarkan responden. Diantara 100 reponden, 23

reponden memilih menggunakan jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik

kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium, 16 reponden

menggunakan puskesmas, 5 reponden menggunakan jasa ahli kesehatan

seperti akupuntur, ahli gizi, fisioterapi, 25 reponden menggunakan jasa dokter

umum, 26 reponden menggunakan jasa dokter spesialis, 3 reponden

menggunakan jasa dokter gigi dan sebanyak 2 reponden menggunakan jasa

lainnya berupa klinik kecantikan.

4. Alternatif Layanan Kesehatan Lain (Substitusi)

Dalam menggunakan layanan kesehatan, ada beberapa alternatif layanan

kesehatan lain yang digunakan masyarakat berikut ini adalah gambaran

mengenai alternatif layanan kesehatan berdasarkan responden. Diantara 100

reponden, 52 reponden memilih membeli di Apotik atau toko obat secara

langsung, 2 reponden menggunakan jasa bidan, 12 reponden memilih

pengobatan tradisional(jamu), 33 reponden menggunakan jasa pengobatan

tradisional (dukun, tabib) dan hanya 1 reponden menggunakan jasa alternatif

lainnya yaitu tukang gigi.

4.3 Analisis Statistik Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan pada Tempat

Pelayanan Kesehatan di Kota Makassar

70

Page 71: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi berganda yaitu persamaan regresi yang melibatkan 2 (dua) variabel atau lebih

(Gujarati, 2003). Regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui besarnya

pengaruh dari suatu variabel dependen terhadap variabel independen. Perhitungan

data dalam penelitian ini menggunakan program Eviews-3 dan SPSS-16.0. Program

Eviews-3 dan SPSS-16.0 membantu dalam melakukan pengujian model yang telah

ditentukan, mencari nilai koefisien dari tiap-tiap variabel, serta pengujian hipotesis

secara parsial maupun bersama-sama.

4.3.1 Uji Asumsi Klasik

4.3.1.1 Uji Multikolineritas

Multikolinieritas adalah hubungan yang terjadi diantara variabel independen

atau variabel independen yang satu fungsi dari variabel independen yang lain. Untuk

mendeteksi multikolinearitas dengan menggunakan E-Views dapat dilakukan dengan

melihat korelasi antar variabel bebas (Correlation Matrix). Pada tabel 4.9 Correlation

Matrix memperlihatkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada model persamaan

ini karena semua variabel bebas memiliki korelasi yang lemah di bawah 0,80.

Tabel 4.9

Correlation Matrix

71

Page 72: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

obs Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

Y 1.000000 0.422033 0.636295 -0.063462 0.621108 0.495795 0.627261 0.325283

X1 0.422033 1.000000 0.565640 -0.161843 0.558950 0.281822 0.363330 0.144776

X2 0.636295 0.565640 1.000000 -0.037296 0.787008 0.471067 0.558832 0.101293

X3 -0.063462 -0.161843 -0.037296 1.000000 -0.010616 -0.091557 0.005261 0.022040

X4 0.621108 0.558950 0.787008 -0.010616 1.000000 0.586933 0.534380 0.192005

X5 0.495795 0.281822 0.471067 -0.091557 0.586933 1.000000 0.426974 0.104828

X6 0.627261 0.363330 0.558832 0.005261 0.534380 0.426974 1.000000 0.262160

X7 0.325283 0.144776 0.101293 0.022040 0.192005 0.104828 0.262160 1.000000

Dimana:

Y : Permintaan terhadap jasa pelayanan kesehatan

X1 : Pendapatan keluarga

X2 : Biaya atau harga kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan

X3 : Jarak tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan

X4 : Biaya atau harga obat alternatif yang menunjang kesehatan pengguna jasa

pelayanan kesehatan

X5 : Tingkat Pendidikan pasien

X6 : Jenis Penyakit

X7 : Kualitas Layanan

4.3.1.2 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi apabila varian tidak konstan atau berubah-ubah.

Untuk mendeteksi heteroskedasitas pada model persamaan regresi maka digunakan

White Heteroskedasticity Test. Pada model regresi penelitian ini akan dibandingkan

Estimation Output sebelum dan sesudah dilakukan koreksi dengan cross term. Dari

hasil uji heterokedasitisitas dengan menggunakan uji white test yang menggunakan

72

Page 73: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

cross term, maka dapat disimpulkan bahwa nilai (Obs*R-Squared = X2-hitung) =

55,36677 < 116,51105 (X2-tabel), dengan df = 93 dan α = 0.05, dengan demikian

hasil uji heterokedasitisitas (cross term) tidak terdapat adanya penyakit asumsi klasik

(heterokedasitisitas), yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10

Hasil Estimasi dengan Uji White Test yang Menggunakan Cross Term

White Heteroskedasticity Test:F-statistic 2.721059 Probability 0.000299

Obs*R-squared 55.36677 Probability 0.004560

Test Equation:Dependent Variable: RESID^2

Method: Least SquaresDate: 02/04/12 Time: 23:58

Sample: 1 100Included observations: 100

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.C 9.655109 6.202334 1.556690 0.1242

PENDAPATAN -1.047668 0.750544 -1.395879 0.1673PENDAPATAN^2 0.067798 0.035117 1.930642 0.0577

PENDAPATAN*BIAYA -0.067935 0.045851 -1.481664 0.1430PENDAPATAN*JARAK 0.000632 0.043985 0.014373 0.9886

PENDAPATAN*ALTERNATIF -0.034517 0.067359 -0.512428 0.6100PENDAPATAN*PENDIDIKAN 0.123785 0.094090 1.315598 0.1927

PENDAPATAN*PENYAKIT -0.000511 0.091154 -0.005608 0.9955PENDAPATAN*KUALITAS 0.225559 0.154299 1.461833 0.1484

BIAYA -0.638687 0.837525 -0.762588 0.4483BIAYA^2 0.042126 0.029603 1.423020 0.1593

BIAYA*JARAK 0.001047 0.044297 0.023629 0.9812BIAYA*ALTERNATIF 0.080720 0.061468 1.313200 0.1935BIAYA*PENDIDIKAN -0.204138 0.095215 -2.143965 0.0356

BIAYA*PENYAKIT -0.028976 0.096792 -0.299369 0.7656BIAYA*KUALITAS -0.183733 0.118195 -1.554498 0.1247

JARAK 1.252020 0.662321 1.890351 0.0630JARAK^2 0.001037 0.041840 0.024790 0.9803

JARAK*ALTERNATIF -0.118718 0.058921 -2.014882 0.0479JARAK*PENDIDIKAN 0.002112 0.080829 0.026124 0.9792

JARAK*PENYAKIT 0.211769 0.074299 2.850210 0.0058JARAK*KUALITAS -0.120273 0.127952 -0.939987 0.3506

ALTERNATIF 0.394144 0.931657 0.423057 0.6736ALTERNATIF^2 -0.038333 0.050681 -0.756354 0.4520

ALTERNATIF*PENDIDIKAN -0.039714 0.140536 -0.282593 0.7783

73

Page 74: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

ALTERNATIF*PENYAKIT -0.054526 0.099822 -0.546231 0.5867ALTERNATIF*KUALITAS 0.114562 0.139270 0.822592 0.4136

PENDIDIKAN 1.101720 1.531550 0.719350 0.4744PENDIDIKAN*PENYAKIT 0.241504 0.116617 2.070924 0.0422PENDIDIKAN*KUALITAS -0.054374 0.183252 -0.296717 0.7676

PENYAKIT 0.476838 1.492532 0.319483 0.7503KUALITAS -2.117101 1.556306 -1.360337 0.1782R-squared 0.553668 Mean dependent var 0.153129

Adjusted R-squared 0.350193 S.D. dependent var 0.199985S.E. of regression 0.161209 Akaike info criterion -0.557891Sum squared resid 1.767211 Schwarz criterion 0.275764

Log likelihood 59.89454 F-statistic 2.721059Durbin-Watson stat 2.098936 Prob(F-statistic) 0.000299

4.3.2.3Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk melihat adanya autokorelasi antara variabel

bebas yang diurutkan berdasarkan waktu. Hal ini dapat dilihat dalam pengujian

terhadap nilai Durbin Watson (Uji DW) yang di bandingkan dengan nilai d-tabel.

Berdasarkan Tabel 4.11 memperlihatkan bahwa uji DW sebesar 1,855708, dengan dl

sebesar 1,5279 dan du sebesar 1,8262 maka dapat di simpulkan bahwa du = 1,8262 <

1,855708 < (4 – dl = 1,5279 = 2,4721) berarti tidak terdapat autokorelasi pada model.

Tabel 4.11

Hasil Estimasi Pengaruh Pendapatan, Biaya atau Harga Kunjungan,

Jarak Tempat Tinggal, Biaya atau Harga Obat Alternatif, Pendidikan, Jenis

74

Page 75: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Penyakit dan Kualitas Layanan Terhadap Permintaan Jasa Pelayanan

Kesehatan Di Kota Makassar

Dependent Variable: PERMINTAANMethod: Least SquaresDate: 01/25/12 Time: 23:24Sample: 1 100Included observations: 100

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -2.346829 0.861732 -2.723387 0.0077

PENDAPATAN 0.013695 0.064494 0.212346 0.8323BIAYA 0.149452 0.060685 2.462727 0.0156JARAK -0.035433 0.060548 -0.585202 0.5598

ALTERNATIF 0.065752 0.079050 0.831779 0.4077PENDIDIKAN 0.172667 0.103505 1.668207 0.0987

PENYAKIT 0.356854 0.106164 3.361330 0.0011KUALITAS 0.382094 0.149993 2.547410 0.0125

R-squared 0.575326 Mean dependent var 0.942253Adjusted R-squared 0.543014 S.D. dependent var 0.603508S.E. of regression 0.407976 Akaike info criterion 1.121402Sum squared resid 15.31289 Schwarz criterion 1.329815Log likelihood -48.07009 F-statistic 17.80525Durbin-Watson stat 1.855708 Prob(F-statistic) 0.000000

4.3.2 Pengujian Hipotesis

4.3.2.1 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi

adalah nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel

independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang

mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Dari hasil regresi pengaruh variabel pendapatan keluarga, biaya atau harga

kunjungan, jarak tempat tinggal, biaya atau harga obat alternatif , pendidikan, jenis

75

Page 76: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

penyakit dan kualitas layanan terhadap permintaan jasa pelayanan kesehatan (Y)

diperoleh nilai R2 sebesar 0,575326.

Hal ini berarti variasi variabel independen (bebas) menjelaskan variasi

permintaan jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar sebesar 57,53 persen. Adapun

sisanya variasi variabel lain dijelaskan diluar model sebesar 42,47 persen. Untuk R2

sebesar 0,575326 ini dinyatakan bahwa model valid sebab data yang digunakan

adalah data primer. Dimana model yang valid apabila menggunakan data primer lebih

dari 0,25 (R2 > 0,25). Secara terperinci hasil regresi dapat dilihat pada Tabel 4.12.

4.3.2.2 Deteksi Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model

dapat dilakukan dengan uji simultan (uji F). Uji statistik F pada dasarnya

menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model

mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dari regresi

pengaruh pendapatan keluarga, biaya atau harga kunjungan, jarak, biaya atau harga

obat alternatif , pendidikan, jenis penyakit, dan kualitas layanan terhadap frekuensi

kunjungan pada tempat pelayanan kesehatan di Kota Makassar , maka diperoleh F-

tabel sebesar 2,197679 (α:5% dan df :100-7=93) sedangkan F-statistik / F-hitung

sebesar 17,80525. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara

bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (F-hitung > F-tabel).

Tabel 4.12

Rekapitulasi Data Hasil Regresi Linear Berganda

76

Page 77: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Variabel Penelitian Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Konstanta (c) -2.346829 0.861732 -2.723387 0.0077

Pendapatan Keluarga 0.013695 0.064494 0.212346 0.8323

Biaya atau Harga Kunjungan 0.149452* 0.060685 2.462727 0.0156

Jarak Tempat Tinggal -0.035433 0.060548 -0.585202 0.5598

Biaya atau Harga Obat Alternatif 0.065752 0.079050 0.831779 0.4077

Pendidikan 0.172667 0.103505 1.668207 0.0987

Jenis Penyakit 0.356854* 0.106164 3.361330 0.0011

Kualitas layanan 0.382094* 0.149993 2.547410 0.0125

R-squared 0.575326

R 0.76

Adjusted R-squared 0.543014  

S.E. of regression 0.407976  

F-statistic 17.80525  

F-tabel (0,05:6:93) 2.197679

n 100  

Df 93  

t tabel (0,05:93) 1.985802 

* Signifikansi pada level 5%        

Sumber : Lampiran, data diolah, 2012

4.3.1.3 Deteksi Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik T)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh masing-

masing variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Dalam regresi pengaruh pendapatan keluarga, biaya atau harga kunjungan,

jarak, biaya atau harga obat alternatif , pendidikan, jenis penyakit, dan kualitas

77

Page 78: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

layanan terhadap frekuensi kunjungan pada tempat pelayanan kesehatan di Kota

Makassar, dengan α:5% dan df = 93 (n-k =100-7), maka diperoleh nilai t-tabel

sebesar 1,985802.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel biaya atau harga biaya

kunjungan, jenis penyakit dan kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap

permintaan jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar. Sedangkan pendapatan

keluarga, jarak tempat tinggal, biaya atau harga obat alternatif dan pendidikan tidak

berpengaruh signifikan terhadap permintaan jasa pelayanan kesehatan.

Biaya atau harga kunjungan dengan koefisien 0,149452 dengan nilai t-statistic

2,462727 menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan biaya atau harga kunjungan

jasa pelayanan kesehatan sebesar 1% maka permintaan kunjungan akan meningkat

sebesar 0,149252%, hal ini menunjukkan bahwa jasa pelayanan kesehatan tidak

termasuk barang normal sesuai yang dikemukakan oleh Scheiber (1990) dalam

essential of health economics (Diane M. Dewar, 2008) yang mengatakan bahwa

layanan kesehatan merupakan barang superior. Hal ini berlaku baik bagi Negara

industry maupun Negara berkembang.

Untuk variabel jenis penyakit menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan

antara penyakit berat dan penyakit ringan terhadap permintaan jasa pelayanan

kesehatan di Kota Makassar. Penyakit berat mempunyai pengaruh yang lebih besar di

bandingkan penyakit ringan.

Adapun variabel kualitas layanan menunjukkan bahwa ada perbedaan

signifikan antara responden yang puas terhadap pelayanan kesehatan yang ada di

78

Page 79: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Kota Makassar di bandingkan responden yang tidak puas terhadap pelayanan

kesehatan yang ada di Kota Makassar.

Variabel biaya atau harga kunjungan signifikan dengan t-hitung sebesar

2,462727, jenis penyakit dengan t-hitung sebesar 3,361330 dan kualitas layanan

dengan t-hitung sebesar 2,547410.

4.4 Interpretasi Hasil

Dalam regresi pengaruh pendapatan keluarga, biaya atau harga kunjungan,

jarak, biaya atau harga obat alternatif , pendidikan, jenis penyakit, dan kualitas

layanan terhadap frekuensi kunjungan pada tempat pelayanan kesehatan di Kota

Makassar, dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS), diperoleh

nilai seperti pada Tabel 4.12.

1. Pendapatan Keluarga

Dari hasil regresi ditemukan bahwa besarnya pendapatan keluarga tidak

signifikan terhadap frekuensi kunjungan dalam menggunakan jasa pelayanan

kesehatan pada tempat pelayanan kesehatan di kota Makassar. Hasil yang didapatkan

tidak signifikan yang berarti variabel pendapatan keluarga tidak mempengaruhi

besarnya permintaan jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar. Hal ini sejalan

dengan Haeruddin (2007) mengenai analisis permintaan jasa pelayanan kesehatan

pada rumah sakit umum daerah syekh yusuf di Kabupaten Gowa menyimpulkan

bahwa faktor pendapatan, pendidikan, umur mempunyai pengaruh yang tidak

signifikan dalam hubungannya dengan permintaan jasa pelayanan kesehatan di rumah

sakit umum daerah syekh yusuf sungguminasa.

79

Page 80: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Jika di asumsikan variabel lain tetap maka kenaikan 1% pendapatan akan

meningkatkan 0,013695% frekuensi kunjungan yang telah dilakukan selama tiga

bulan terakhir.

2. Biaya atau Harga Kunjungan

Berdasarkan hasil regresi diperoleh hasil bahwa biaya kunjungan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap frekuensi kunjungan dalam menggunakan layanan

kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian Andhika (2010) mengenai analisis

permintaan penggunaan pelayanan kesehatan pada rumah sakit umum milik

pemerintah di kabupaten Semarang yang menyebutkan bahwa biaya atau harga

kunjungan berpengaruh postif terhadap frekuensi kunjungan dalam menggunakan

layanan kesehatan. Samuelson & Nordhaus (1992) menyebutkan bahwa seseorang

dalam usaha memenuhi kebutuhannya, pertama kali yang akan dilakukan adalah

pemilihan atas berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan, selain itu juga dilihat

apakah harganya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Jika harganya tidak

sesuai, maka ia akan memilih barang dan jasa yang sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya. Konsep choice dan opportunity cost (Mills & Gilson 1990) berkaitan

dengan beberapa pilihan atas layanan kesehatan yang ada, yang berakibat pada biaya

yang dikeluarkan untuk masing-masing pilihan dengan tingkat kepuasan tertentu pula

di masing-masing pilihan. Karena menurut Grossman (1972) permintaan kesehatan

yang efektif akan terjadi ketika konsumen memiliki kesediaan (willingness) dan

kemampuan (ability) untuk membeli atau membayar sejumlah jenis pelayanan

kesehatan yang diperlukan.

80

Page 81: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Jika di asumsikan variabel lain tetap maka kenaikan 1% biaya atau harga

kunjungan akan meningkatkan 0,149452% frekuensi kunjungan yang telah dilakukan

selama tiga bulan terakhir.

3. Jarak Tempat Tinggal

Berdasarkan hipotesis penelitian jarak tempat tinggal berpengaruh negatif

terhadap frekuensi penggunaan jasa pelayanan kesehatan pada tempat pelayanan

kesehatan di Kota Makassar, hal itu sejalan dengan hasil regresi yang menunjukkan

bahwa jarak tempat tinggal berpengaruh negatif terhadap frekuensi kunjungan dalam

menggunakan jasa pelayanan kesehatan. Jika diasumsikan dengan fungsi log maka

kenaikan 1% jarak tempat tinggal seseorang terhadap lokasi jasa pelayanan kesehatan

akan menurunkan 0.035433% frekuensi kunjungan yang telah dilakukan selama tiga

bulan terakhir. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andhika (2010)

yang menyebutkan bahwa permintaan penggunaan jasa pelayanan kesehatan

dipengaruhi oleh variabel jarak tempat tinggal terhadap lokasi daripada jasa

pelayanan kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai jarak yang tidak signifikan terhadap

frekuensi kunjungan, hal yang sama juga di dapatkan oleh Tahan P. Hutapea pada

penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan (demand)

masyarakat terhadap pemilihan kelas perawatan pada Rumah Sakit Umum Dr.Syaiful

Anwar Malang, Jawa Timur. Hal ini dapat dijelaskan karena faktor jarak ini hanya

menjadi bahan pertimbangan pada pemilihan tempat pelayanan kesehatan di kota

Makassar. Jarak hanya berpengaruh pada pemilihan tempat pelayanan kesehatan

81

Page 82: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

karena responden tentu akan memikirkan kedekatan tempat tinggal dengan tempat

pelayanan kesehatan.

4. Biaya atau Harga Obat Alternatif

Berdasarkan hasil regresi diperoleh hasil bahwa biaya atau harga obat

alternatif berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap frekuensi kunjungan

dalam menggunakan jasa pelayanan kesehatan. Samuelson & Nordhaus (1992)

menyebutkan bahwa seseorang dalam usaha memenuhi kebutuhannya, pertama kali

yang akan dilakukan adalah pemilihan atas berbagai barang dan jasa yang

dibutuhkan, selain itu juga dilihat apakah harganya sesuai dengan kemampuan yang

dimiliki. Jika harganya tidak sesuai, maka ia akan memilih barang dan jasa yang

sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Konsep choice dan opportunity cost (Mills & Gilson 1990) berkaitan dengan

beberapa pilihan atas layanan kesehatan yang ada, yang berakibat pada biaya yang

dikeluarkan untuk masing-masing pilihan dengan tingkat kepuasan tertentu pula di

masing-masing pilihan. Karena menurut Grossman (1972) permintaan kesehatan yang

efektif akan terjadi ketika konsumen memiliki kesediaan (willingness) dan

kemampuan (ability) untuk membeli atau membayar sejumlah jenis pelayanan

kesehatan yang diperlukan. Berdasarkan hasil penelitian mengenai biaya atau harga

obat alternatif yang tidak signifikan terhadap frekuensi kunjungan, dapat dijelaskan

bahwa kesediaan (willingness) tidak pada kondisi yang sama. Kurang spesifiknya

variabel biaya atau harga obat alternatif menjadi kelemahan dalam proses pengukuran

variabel ini.

82

Page 83: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Jika di asumsikan variabel lain tetap maka kenaikan 1% biaya atau harga obat

alternatif akan meningkatkan 0,065752 % frekuensi kunjungan yang telah dilakukan

selama tiga bulan terakhir.

5. Pendidikan

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada perbedaan permintaan jasa

pelayanan kesehatan di Kota Makassar berdasarkan tingkat pendidikan. Dari hasil

regresi ditemukan bahwa tinggi atau rendahnya tingkat pendidikan tidak berpengaruh

terhadap frekuensi kunjungan dalam menggunakan jasa pelayanan kesehatan. Hal ini

sejalan dengan penelitian terdahulu Andhika (2010) dan Sugiarti (2005) yang

menyebutkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap penggunaan

jasa pelayanan kesehatan.

6. Jenis Penyakit

Berdasarkan hasil regresi diperoleh hasil bahwa ada perbedaan permintaan

jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar berdasarkan tingkat jenis penyakit.

Perbedaan permintaan jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar antara penyakit

berat dan penyakit ringan adalah sebesar 0,356754%. Permintaan jasa pelayanan

kesehatan di Kota Makassar untuk penyakit berat lebih tinggi dibandingkan dengan

penyakit ringan.Hasil ini sejalan dengan penelitian Astati yang menyebutkan bahwa

jenis penyakit memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata antara penyakit ringan

dan penyakit berat dalam mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan pekerja

usaha industri pakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

7. Kualitas Pelayanan

83

Page 84: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Berdasarkan hasil regresi diperoleh hasil bahwa ada perbedaan permintaan

jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar berdasarkan tingkat kualitas layanan.

Perbedaan permintaan jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar antara kualitas

yang sangat memuaskan dan kualitas yang tidak memuaskan adalah sebesar

0,382094%. Permintaan jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar dengankualitas

yang sangat memuaskan lebih tinggi dibandingkan dengan kualitas yang tidak

memuaskan. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu Andhika (2010) dan Sugiarti

(2005) yang menyebutkan bahwa kualitas layanan kesehatan berpengaruh positif

terhadap penggunaan layanan kesehatan, sesuai dengan hipotesis penelitian yang

diajukan, sehingga hipotesis penelitian dapat diterima.

Keterangan : (*) Variabel pendidikan, jenis penyakit dan kualitas layanan kesehatan

menggunakan data kualitatif yang dikuantitatifkan maka interpretasi hanya

sebatas pengaruhnya saja, karena koefisien variabel tidak bisa dijelaskan.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kecenderungan permintaan yang terjadi di Kota Makassar terhadap jasa

pelayanan kesehatan pada dasarnya berjalan cukup maksimal. Ada

84

Page 85: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

beberapa aspek yang menyangkut hal tersebut seperti pengetahuan

masyarakat terhadap penggunaan layanan kesehatan, kesadaran atas kondisi

kesehatan,serta kepuasan masyarakat dalam menggunakan jasa pelayanan

kesehatan, dan faktor-faktor lainnya.

2. Penggunaan dan pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar

dipengaruhi oleh beberapa variabel diantaranya biaya atau harga

kunjungan, jenis penyakit dan kualitas layanan sedangkan pendapatan

keluarga, pendidikan masyarakat, jarak atau aksesibilitas dan biaya atau

harga obat alternatif tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap

penggunaan jasa pelayanan kesehatan berdasarkan tingkat signifikansi

variabel dan uji t yang diukur pada α=5%.

3. Hasil uji koefisien determinasi (R2) pengaruh pendapatan keluarga, biaya

atau harga kunjungan, jarak, biaya atau harga obat alternatif , pendidikan,

jenis penyakit, dan kualitas layanan terhadap frekuensi kunjungan pada

tempat pelayanan kesehatan di Kota Makassar menunjukkan bahwa

besarnya nilai R-squared sedang yaitu 0.575326. Nilai ini berarti bahwa

hanya 57,53 % variabel independen dapat dijelaskan oleh model.

4. Uji F-statistik menunjukkan bahwa semua variabel independen dalam

model regresi yaitu pengaruh pendapatan keluarga, biaya atau harga

kunjungan, jarak tempat tinggal, biaya atau harga obat alternatif, tingkat

pendidikan, jenis penyakit dan kualitas layanan berpengaruh secara

85

Page 86: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

bersama-sama mempengaruhi variabel frekuensi kunjungan dalam

penggunaan jasa pelayanan kesehatan di Kota Makassar.

4.2 Keterbatasan

Kelemahan dalam analisis penelitian ini adalah tidak signifikannya pengaruh

pendapatan keluarga, jarak tempat tinggal, biaya atau harga obat alternatif dan tingkat

pendidikan terhadap penggunaan jasa pelayanan kesehatan padahal beberapa teori

menyebutkan bahwa variabel tersebut berpengaruh terhadap penggunaan layanan

kesehatan, di sisi lain ada teori yang menyebutkan bahwa permintaan harus

berdasarkan kesediaan (willingness) dan kemampuan (ability) untuk membeli atau

membayar sejumlah jenis pelayanan kesehatan yang diperlukan, tidak samanya

kesediaan dari semua responden menjadikan variabel ini tidak signifikan dan

seharusnya lebih spesifik lagi dalam proses pengukurannya.

4.3 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka pada bagian ini

dikemukakan beberapa saran dan rekomendasi sebagai berikut:

a. Berkaitan dengan adanya pengaruh positif tingkat pendidikan terhadap

penggunaan jasa pelayanan kesehatan yang berarti perlu dilakukannya

upaya peningkatan kesadaran terhadap status kesehatan yang dimiliki

masyarakat terutama yang berpendidikan rendah, sedangkan implikasi

kebijakan yang berkaitan dengan pengaruh jarak terhadap penggunaan

layanan kesehatan adalah dengan cara mendirikan atau merencanakan

program kesehatan oleh pemerintah daerah setempat yang bertujuan

86

Page 87: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

memeratakan dan memudahkan masyarakat terutama bagi masyarakat

yang sulit mengakses layanan kesehatan dengan kualitas yang sama di

setiap fasilitas layanan kesehatan. Oleh karena itu, peningkatan kualitas

layanan kesehatan sudah seharusnya ditingkatkan kaitannya dengan

pengaruh kualitas layanan kesehatan dengan tingkat penggunaannya /

permintaannya.

b. Dilihat dari sisi permintaan, maka rekomendasi yang diberikan adalah

dengan meningkatkan permintaan masyarakat terhadap layanan kesehatan

dengan peran serta masyarakat yang kooperatif terhadap kebijakan

pemerintah yang dilakukan, sehingga kedepanya bisa tercipta penawaran

dan permintaan yang seimbang supaya tercipta kondisi tingkat kesehatan

yang lebih baik. Tingkat kesehatan yang baik bisa menjadi tolak ukur

kualitas SDM dan daya saing tiap-tiap daerah.

c. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini masih terbatas pada lingkup

layanan kesehatan yang berupa tempat pelayanan yang ada di Kota

Makassar. Oleh karena itu, lingkup penelitian bisa diperluas lagi untuk

mendapatkan analisis yang lebih menyeluruh. Berkaitan dengan variabel

dan metode penelitan yang digunakan perlu dikaji lagi pengukurannya

terutama terutama variabel pendapatan keluarga, jarak, biaya atau harga

obat alternatif dan pendidikan. Oleh karena itu, studi lanjutan perlu

dilakukan sehubungan dengan saran tersebut sehingga hasilnya bisa lebih

baik lagi.

87

Page 88: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Ananta dan Hatmadi. 1985. Mutu Modal Manusia : Suatu Analisis Pendahuluan. Jakarta: LPFE UI.

Andersen, Ronald et al.. 1975. Equity In Health : Empirical Analysis in Social Policy. London : Cambridge Mall Bailinger Publishing.

Andhika. 2010. Analisis Permintaan Penggunaan Layanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Umum Milik Pemerintah Di Kabupaten Semarang. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

88

Page 89: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Arsyad, Lincolin (1991). Ikhtisar teori dan Soal Jawab Ekonomi Mikro, Edisi 1. Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Azwar, azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara.

Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Kesehatan 2004-2008. Makassar.

Badan Pusat Statistik. 2010. Makassar Dalam Angka 2010. Makassar.

Departemen Kesehatan. 1997.

Dewar, Diane M., 2009. The Essential Of Health Economics. First Edition. USA: Jones & Bartlett Publishers.

Folland Sherman, Allen C. Goodman and Miron Stano. 2001. The Economics of Health and Health Care. Third Edition. New Jersey: Prentis Hall Inc.

Grossman, Michael. 1972. On The Concept of Health Capital and Demand for Health. Journal of Political Economic. Vol. 80.

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Penerbit Erlangga. Terjemahan : Sumarno Zain.

Haeruddin. 2007. Analisis Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Makassar: Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin.

Hutapea, Tahan P., 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan (Demand) Masyarakat Terhadap Pemilihan Kelas Perawatan Pada Rumah sakit Umum Dr.Syaiful Malang, Jawa Timur. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Vol 12: 94-101.

Indriantoro dan Supomo. 1999. Metodologi Untuk Aplikasi dan Bisnis. Yogyakarta : BPFE.

Joko Mariyono et al.. 2005. “Ketimpangan Jender dalam akses Pelayanan Kesehatan Rumah Tangga Petani Pedesaan : Kasus Dua Desa di Kabupaten Tegal, Jawa tengah.

Kasali, Rhenald. 2000. Membidik Pasar Indonesia Segmentasi, Targeting, Positioning. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Kunawangsih, Tri dan Antyo Pracoyo. 2006. Aspek Dasar Ekonomi Mikro. Jakarta: PT Grasindo.

89

Page 90: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Laksono Trisnantoro. 2005. Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Lipsey, Richard, Peter O. Steiner, Douglas D.Purvis, Paul N. Courant (1990), Microeconomics. Ninth edition. New York: Harper Collins Publishers.

Maslow, A. 1970. Motivation and Personality 2nd Edition. New York : Harper and Row.

Mills, Anne and Lucy Gilson. 1990. Ekonomi Kesehatan untuk Negara-Negara Berkembang (Terjemahan). Jakarta : Dian Rakyat.

Nicholson, W., 2003. Microeconomics: Basic Principle and Extenssion. The Dryden Press, Chicago.

Nur, Musfira. 2011. Analisis Permintaan Jasa Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Bersalin di Kota Makassar. Makassar : Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin.

Pallutturi, Sukri. 2005. Ekonomi Kesehatan. Penerbit : Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM UNHAS

Pindycs, Robert S, Daniel L. Rubinfeld (1992) Microeconomics. Second edition. New York: MacMillan Publishing Company.

Profil Kesehatan Makassar 2007.

Rahmatia. 2004. Pola dan Efisiensi Konsumsi Wanita Perkotaan Sul Sel : Suatu Aplikasi Model Ekonomi RumahTangga untuk Efek Human Capital dan Social Capital. Disertasi PPS UH. Makasar.

Sadono Sukirno. 2003. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Salma, J. 1962. Health as An Investment. Journal of Political Economy. Vol.70

Samuelson, Paul A. 1997. Economics 11th Edition. New York : Mc Graw Hill.

Santere, Rexford E and Neun Stephen P. 2000. Health Economics (Theories, Insight, and Indistry Studies) Revised Edition. USA : Harcourt College Publisher.

Sarwono, Yuli Eko. 2011. Analisis Permintaan Masyarakat Akan Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) Di Kota Semarang. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

90

Page 91: BAB I-BAB v & Daftar Pustaka

Soeratno dan Arsyad. 2003. Metode Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.

Sugiarto, dkk. 2005. Ekonomi Mikro. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Supranto, J. 2001. Statistik : Teori dan Aplikasi Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Tjiptoherijanto. 1990. Ekonomi Kesehatan. Jakarta : Pusat Antar Universitas Indonesia.

Todaro P Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke-3 Jilid 1. Jakarta PenerbitErlangga.

Varian, Hal R. 1992. Microeconomics Analysis. Third Edtion. New York : Norton and Company.

91