Upload
voosky-gzero
View
93
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
k3
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemeriksaan diagnostik radiologi telah menjadi bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan kita sehari-hari, terutama didalam penatalaksanaan
klinis pasien di dalam pelayanan kesehatan. Sejak ditemukannya sinar X oleh
Roentgen pada tahun 1895 dan kemudian diproduksinya peralatan radiografi
pertama untuk penggunaan diagnostik klinis, prinsip dasar dari radiografi tidak
mengalami perubahan sama sekali, yaitu memproduksi suatu gambar pada film
reseptor dengan sumber radiasi dari suatu berkas sinar-X yang mengalami
absorbsi dan attenuasi ketika melalui berbagai organ atau bagian pada tubuh.
Pada era maju sekarang ini, umumnya layanan radiologi telah
dikelompokkan menjadi 2 (dua) prosedur, yaitu radiologi diagnostik dan
intervensional. Radiologi diagnostik adalah cabang ilmu radiologi yang
berhubungan dengan penggunaan pesawat sinarX untuk prosedur diagnosis,
sedangkan radiologi intervensional adalah cabang ilmu radiologi yang
berhubungan dengan penggunaan pesawat sinarX untuk memandu prosedur
perkutaneus seperti pelaksanaan biopsi, pengeluaran cairan, pemasukan kateter,
atau pelebaran terhadap saluran atau pembuluh darah yang menyempit. Jenis
pesawat sinarX yang digunakan untuk radiologi intervensional: fluoroskopi
konvensional dan CArm, CArm/ UArm cinefluorografi dan Computed
Tomography (CT).
Perkembangan teknologi radiologi telah memberikan banyak sumbangan
tidak hanya dalam perluasan wawasan ilmu dan kemampuan diagnostik radiologi,
akan tetapi juga dalam proteksi radiasi pada pasien-pasien yang mengharuskan
pemberian radiasi kepada pasen serendah mungkin sesuai dengan kebutuhan
klinis merupakan aspek penting dalam pelayanan diagnostik radiologi yang perlu
mendapat perhatian secara kontinu. Karena selama radiasi sinar-x menembus
bahan/materi terjadi tumbukan foton dengan atom-atom bahan yang akan
menimbulkan ionisasi didalam bahan tersebut, oleh karena sinar-x merupakan
1
2
radiasi pengion, kejadian inilah yang memungkinkan timbulnya efek radiasi
terhadap tubuh, baik yang bersifat non stokastik , stokastik maupun efek genetik.
Dengan demikian diperlukan upaya yang terus menerus untuk melakukan
kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja dalam medan radiasi pengion melalui
tindakan proteksi radiasi, baik berupa kegiatan survey radiasi, personal
monitoring, jaminan kualitas radiodiagnostik, ketaatan terhadap prosedur kerja
dengan radiasi, standar pelayanan radiografi, standar prosedur pemeriksaan
radiografi. Semua perangkat tersebut untuk meminimalkan tingkat paparan radiasi
yang diterima oleh pekerja radiasi, pasien maupun lingkungan dimana pesawat
radiasi pengion dioperasikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan Kesehatan Kerja (KKK)
2.1.1 Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja
Keselamatan Kesehatan Kerja merupakan instrumen yang memproteksi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat
kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan. K3 bertujuan untuk mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko
kecelakaan kerja.
Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Kesehatan Kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran
berdasarkan prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau mental
maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap
penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum (Sumakmur, 1988).
2.1.2 Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal
cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di
semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya
dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.
3
4
4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
2.1.3 Dasar Hukum
Pemberlakuan K3 untuk seluruh Perusahaan di Indonesia wajib mematuhi
Undang-undang dan Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan/dikeluarkan/
diberlakukan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang terangkum
sebagai berikut :
1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa ”Setiap
Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Atas dasar pasal tersebut maka telah disusun :
a. UU No.1 th.1951 tentang Pernyataan berlakunya UU Kerja th. 1948 No.12
b. UU No.3 th.1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO no.120 mengenai
Higiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor
c. UU No.14 th.1969 tentang Pokok-Pokok mengenai Tenaga Kerja sebagai
pelaksanaan dari Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 tersebut di Pasal 9 UU
No.14 th.1969 yang menyatakan ”Setiap tenaga kerja berhak mendapat
perlindungan atas keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moril kerja serta
perlakukan sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan moral agama ”
dan di pasal 10 menyatakan Pemerintah membina perlindungan kerja yang
mencakup :
1) Norma keselamatan kerja
2) Norma kesehatan kerja
3) Norma kerja
4) Pemberian ganti kerugian, perawatan, dan rehabilitasi dalam hal
kecelakaan kerja
2. Undang-undang no.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, cakupan
materinya termasuk masalah kesehatan kerja.
3. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
4. Permenkes No. 453/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Keselamatan
Lingkungan Rumah Sakit.
5
5. Permenaker No. 5/Menaker/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
2.1.4 Tujuan dan Manfaat K3 Rumah Sakit
Tujuan K3 di Rumah Sakit adalah terciptanya :
a) cara kerja,
b) lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan
c) dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS.
Manfaat K3 Rumah Sakit
1. Bagi RS :
a. Meningkatkan mutu pelayanan
b. Mempertahankan kelangsungan operasional RS
c. Meningkatkan citra RS.
2. Bagi karyawan RS :
a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK)
b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
3. Bagi pasien dan pengunjung :
a. Mutu layanan yang baik
b. Kepuasan pasien dan pengunjung
2.1.5 Potensial Bahaya
Ancaman bahaya di rumah sakit terdiri atas : ancaman bahaya biologi,
ancaman bahaya kimia, ancaman bahaya fisika, ergonomi, ancaman bahaya
psikososial, keselamatan dan kecelakaan kerja di rumah sakit.
1. Ancaman Bahaya Biologi
Bahaya biologi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
mikroorganisme hidup seperti bakteri, virus, riketsia, parasit dan jamur.
Yang termasuk ancaman biologi di rumah sakit :
a) Infeksi nosokomial
b) Tuberkulosis
c) Hepatitis B
d) AIDS
6
2. Ancaman Bahaya Kimia
Adanya bahan-bahan kimia di rumah sakit dapat menimbulkan bahaya bagi
penderita maupun para pekerjanya. Kecelakaan akibat bahan-bahan kimia dapat
menyebabkan keracunan kronik. Bahan-bahan kimia yang mempunyai risiko
mengakibatkan gangguan kesehatan antara lain adalah gas anestetik (halotan, nitro
oksida), formaldehid, etilen oksida, merkuri dan debu.
3. Ancaman Bahaya Fisika
Faktor fisika merupakan beban tambahan bagi pekerja di rumah sakit yang apabila
tidak dilakukan upaya-upaya penanggulangannya dapat menyebabkan penyakit
akibat kerja. Faktor fisika di rumah sakit seperti bising, panas, getaran, radiasi,
cahaya dan listrik. Contohnya pekerja yang bekerja di ruang generator, perlu
disadari dapat memberi dampak negatif pada pendengaran dan non pendengaran.
2.1.6 Upaya atau langkah-langkah pengendalian Kesehatan Keselamatan
Kerja
Untuk mengatasi ancaman bahaya di rumah sakit terdiri atas : ancaman
bahaya biologi, ancaman bahaya kimia, ancaman bahaya fisika, keselamatan dan
kecelakaan kerja di rumah sakit, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :
a. Pengenalan/Identifikasi Lingkungan Kerja
Informasi yang perlu diketahui adalah pekerja yang terlibat, proses kerja dan
limbah/sisa buangan, potensi bahaya yang mungkin ada dan bahaya kecelakaan
kerja. Sebagai contohnya pekerja yang bekerja di ruang radiologi, sebaiknya
bukan orang sedang hamil, pekerja dilengkapi dengan alat deteksi paparan zat
radiasi serta ruang dibuat sesuai dengan standar yang berwenang.
b. Evaluasi Lingkungan Kerja
Penilaian karakteristik dan besarnya potensipotensi bahaya yang mungkin timbul
di lingkungan kerja. Sebagai contoh : lingkungan kerja secara berkala dinilai
apakah ada kebocoran zat berbahaya bagi kesehatan.
c. Pengendalian Lingkungan Kerja
Pengendalian dibedakan atas pengendalian lingkungan dan pengendalian
perorangan. Pengendalian lingkungan meliputi perubahan dari proses kerja
7
dan/atau lingkungan kerja dengan maksud untuk pengendalian terhadap bahaya
kesehatan baik dengan meniadakan atau mengurangi serta mencegah kontak.
Pengendalian ancaman bahaya kesehatan dapat dilakukan pencegahan dengan
peraturanperaturan, standar, pengawasan serta pendidikan dan latihan untuk
mencegah ancaman-ancaman tersebut.
d. Pelayanan Kesehatan Kerja
Meliputi upaya pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Bentuk
kegiatan dapat berupa pemberian informasi pencegahan kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja atau berupa klinik yang dilengkapi dengan alat deteksi dini
kemungkinan terjadi penyakit akibat kerja, pengobatan dan pemulihan yang
berkaitan dengan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Contohnya ada prosedur
kerja tentang cara pengamanan pekerja pengambil contoh darah di laboratorium
klinik atas kemungkinan hepatitis.
2.2 Menajemen Kesehatan Keselamatan Kerja di Bagian Radiologi
2.2.1 Kesehatan dan keselamatan Kerja di bagian radiologi
Keselamatan kerja radiasi adalah upaya yang dilakukan untuk
menciptakan kondisi agar dosis radiasi pengion yang mengenai manusia dan
lingkungan hidup tidak melampaui nilai batas yang ditentukan.
Radiasi adalah risiko berbahaya yang dikenal baik dilingkungan rumah
sakit dan usaha penanggulangannya sudah dilakukan. Rumah sakit sebaiknya
mempunyain petugas yang bertanggung jawab (safety officer) atas keamanan
daerah sekitar radiasi dan perlindungan bagi petugasnya.
2.2.2 Jaminan Mutu Radiologi
Asal dari manajemen mutu modern dapat ditelusuri pada awal tahun 1900,
oleh pekerja insinyur industri yang bernama Frederick Winslow Taylor.
Kemudian di Amerika manajemen mutu tidak hanya diterapkan di bidang industri
tetapi juga di bidang pelayanan kesehatan, termasuk radiologi.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) memberikan batasan
penjaminan kualitas dalam bidang radiologi diagnostik sebagai berikut :
”Usaha terorganisasi yang dilakukan oleh staf yang mengoperasikan untuk
8
menjamin bahwa gambar diagnostik yang dihasilkan oleh fasilitas tersebut
memiliki kualitas cukup tinggi sehingga dapat memberikan informasi diagnostik
secara konsisten dengan biaya yang minimum dan dengan paparan radiasi sekecil
mungkin yang diterima pasien” .
Jadi esensinya, sasaran program penjaminan mutu dalam pelayanan
radiologi diagnostik adalah memantau performa dari seluruh komponen atau
faktor yang dapat mempengaruhi kualitas gambar dan usaha memperkecil adanya
pemborosan film dalam bagian radiologi. Justifikasi riil dari upaya penjaminan
kualitas dan pengendalian kualitas adalah tertuju pada hasil yang diharapkan dapat
dicapai yaitu dalam ungkapan internasional dikenal dengan 3D (Dose, Diagnosis,
Dollars), yang maknanya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Dose (dosis), meminimalkan dosis radiasi terhadap pasien sehingga
manfaat pemeriksaan dapat melebihi resiko. Sementara mengurangi dosis
pasien berarti juga mengurangi dosis terhadap personel.
b. Diagnosis, mengurangi dosis radiasi sembari menjaga dan meningkatkan
kualitas gambar atau informasi diagnostik berarti telah mengoptimasi
diagnosis atau dengan kata lain diagnosis dapat ditegakkan.
c. Dollars, dengan mengurangi jumlah pengulangan dalam pemotretan,
utilisasi dari sumber daya dapat ditingkatkan dan pengurangan jumlah film
dan bahan lainnya pada akhirnya mengurangi biaya pemeriksaan dan
penghematan biaya.
2.2.3 Standar Prosedur Pemeriksaan Radiologi Diagnostik
a. Pemeriksaan radiografi untuk tujuan diagnostik hanya dilakukan sesuai
dengan permintaan yang tercantum pada formulir permintaan pemeriksaan
radiologi
b. Pemeriksaan radiologi hanya dapat/boleh dilakukan oleh radiografer yang
telah memiliki surat izin radiografer dan surat izin bekerja yang
dikeluarkan oleh menteri kesehatan indonesia atau pejabat lain yang
ditunjuk.
c. Setiap radiografer yang melakukan pemeriksaan radiografi selalu memakai
personal monitoring yang secara berkala harus diukur untuk mengetahui
9
besarnya paparan radiasi yang diterima dalam selang waktu tertentu dan
hasil paparan radiasi tersebut tercatat dalam lembar catatan dosis pribadi
d. Pemeriksaan dan tindakan radiografi melalui pemilihan faktor eksposi
yang optimal, posisi, dan centrasi yang sesuai dengan jenis dan tujuan
pemeriksaan dengan memperhatikan limitasi dosis dengan cara membuat
luas lapangan penyinaran yang digunakan sesuai dengan besar/luas objek
yang diperiksa.
e. Setiap hasil pemeriksaan secara radiografi selalu sesuai dengan imaje
kriteria yang telah ditentukan.
f. Sebelum eksposi dilakukan pastikan bahwa tidak ada seorangpun kecuali
petugas kamar radiasi berada diruang radiasi dan pintu masuk kamar
radiasi sudah terkunci sehingga tidak memungkinkan orang lain masuk.
g. Pastikan bahwa identitas pasien yang akan dilakukan pemeriksaan
radiografi adalah benar-benar pasien yang namanya tercantum dalam surat
permintaan pemeriksaan radiologi.
h. Untuk pemeriksaan dengan bahan kontras pastikan bahwa formulir inform
consent telah ditandatangani oleh pasien/keluarga pasien.
i. Pastikan bahwa persiapan untuk menanggulangi keadaan darurat medik
akibat pemasukan bahan kontras telah tersedia sebelum pemeriksaan
dilakukan termasuk tabung oksigen yang selalu terisi oksigen beserta
maskernya.
2.2.4 Ketentuan Umum Pencegahan Efek Radiasi
1) Tempatkan pasien pada tempat yang terpisah atau bersama pasien lain dengan
infeksi aktif organisme yang sama dan tanpa infeksi lain.
2) Melaksanakan kewaspadaan universal.
3) Perawatan lingkungan yaitu dengan membersihkan setiap hari peralatan dan
permukaan lain yang sering tersentuh oleh pasien.
4) Peralatan perawatan pasien gunakan terpisah satu sama lain, jika terpaksa harus
digunakan satu sama lain secara bersama maka peralatan tersebut harus selalu
dibersihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan pada yang lain.
Tindakan yang harus dilakukan :
10
1) Tempatkan pasien pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan ruang
kerja lainnya.
2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja pada air yang mengalir atau
alcuta.
3) Menggunakan alat pelindung kerja seperti masker, gaun pelindung dan sarung
tangan.
4) Melakukan tindakan desinfeksi, dekontaminasi dan sterilisasi, terhadap
berbagai peralatan yang digunakan, meja kerja, lantai dan lain-lain terutama yang
sering tersentuh oleh pasien.
5) Melaksanakan penanganan dan pengolahan limbah dengan cara yang benar,
khususnya limbah infeksi.
6) Memberikan pengobatan yang adekuat pada penderita.
2.3 Tindakan Proteksi Radiasi
Tindakan proteksi radiasi yang dilakukan tentunya merupakan tindakan
proteksi radiasi terhadap paparan radiasi sinar – X, jadi merupakan tindakan
proteksi radiasi eksterna, karena sumber radiasi berada di luar tubuh manusia.
Sebelum menerangkan apa yang dimaksud dengan tindakan proteksi radiasi
eksterna terlebih dahulu perlu diterangkan mengenai pengertian, filosopi / falasah
dan tujuan proteksi radiasi. Proteksi radiasi atau fisika kesehatan dan keselamatan
radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik
kesehatan yang perlu diberikan kepada seseorang atau kelompok orang terhadap
kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion. Adapun filosofi /
falsafah proteksi radiasi adalah analisa atau perhitungan untung rugi yang harus
mencakup keuntungan yang harus diperoleh oleh masyarakat bukan hanya oleh
sesorang atau kelompok . Dengan demikian perlu diperhitungkan anatara resiko
dan manfaat dari kegiatan yang menggunakan peralatan dan atau sumber radiasi
pengion. Untuk proteksi radiasi ditentukan bahwa manfaat haruslah jauh lebih
besar daripada resiko yang mungkin diperoleh oleh pekerja radiasi dan
masyarakat. Untuk maksud tersebut filosofi / falsafah proteksi radiasi
menyatakan bahwa setiap pemanfaatan zat radioaktif dan atau sumber radiasi
pengion lainnya :Hanya didasarkan pada azas manfaat dan justifikasi. yang berarti
11
harus ada izin pemanfaatan dari BAPETEN ( Badan Pengawas Tenaga
Atom ).Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnaya ( As Low As
Reasonable Achievable – ALARA ) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi
dan sosial dan dosis equivalent yang diterima seseorang tidak boleh melampaui
Nilai Batas Dosis ( NBD ) yang telah ditetapkan. Adapun tindakan proteksi
radiasi eksterna adalah tindakan untuk mengupayakan agar tingkat paparan radiasi
yang diterima pekerja radiasi menjadi serendah mungkin. Untuk maksud tersebut
perlu diperhatikan faktor-faktor utama proteksi radiasi yaitu : factor waktu, factor
jarak dan factor penahan radiasi (perisai).
2.4 Peningkatan Mutu Radiografer
Upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas
radiografer adalah :
1. Mengikuti Seminar Radiografi untuk radiografer bekerja sama dengan
profesi PARI Cabang profinsi Riau, untuk meningkatkan pengetahuan
ilmu radiografi yang semakin berkembang.
2. Mengikuti Seminar Proteksi radiasi untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang keselamatan dan kesehatan kerja dengan radiasi.
3. Membentuk Gugus Kendali Mutu, yang diharapkan dapat mempercepat
penyelesaian masalah yang dihadapi di Instalasi radiologi, terutama yang
berkaitan dengan pemeliharaan sarana, fasilitas dan peralatan radiologi
yang belum tertangani secara serius.
4. Mengirim radiografer secara berkala dan bergantian untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan bidang radiografi, Quality Assurance
radiodiagnostik yang diselenggarakan oleh organisasi profesi tingkat
cabang maupun pusat.
5. Melengkapi alat deteksi radiasi ( Survey Meter type 490 ) untuk
memonitor tingkat paparan radiasi lingkungan ruang radiasi, untuk
memastikan bahwa tingkat paparan radiasi masih berada dalam batas yang
aman
6. Melengkapi buku-buku kepustakaan instalasi radiologi dengan buku-buku
Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik pada
12
penyelenggaraan pelayanan radiologi maupun yang berkaitan dengan
keselamatan dan kesehatan kerja dengan radiasi.
2.5 Efek Biologi Radiasi
Efek Deterministik ( Non Stokastik ) dapat terjadi akibat penyinaran lokal
maupun menyeluruh sehingga sejumlah cukup banyak sel mati dan tidak dapat
dikompesasikan oleh pembelahan sel yang masih hidup. Di Samping efek yang
mematikan sel, radiasi dapat merusak jaringan dengan cara menimbulkan reaksi
peradangan yang mempengaruhi permiabilitas sel dan jaringan, mempengaruhi
migrasi alamiah sel pada alat tubuh yang sedang berkembang, atau efek tak
langsung melalui organ laian ( misalnya penyinaran pada hipopisis akan
mempengaruhi fungsi kelenjar endokrin yang lain).
Dampak radiologi terhadap manusia dan lingkungan (sebagai end-point)
terjadi oleh adanya proses interaksi antara radiasi pengion yang berasal dari luar
(external) maupun dalam tubuh (internal) dengan bahan sel biologi. Interaksi
tersebut akan menyebabkan perubahan pada DNA sel biologi seperti kematian sel
atau mutasi sel. Akan tetapi secara ilmiah setiap sel memiliki kemampuan untuk
memperbaiki perubahan yang terjadi pada DNA. Hal itu berarti sebagian besar
perubahan yang terjadi pada molekul tidak menimbulkan kerusakan kecuali untuk
sel yang gagal melakukan perbaikan.
Ciri-Ciri Efek Deterninistik ( Non Stokastik )
a. Mempunyai dosis ambang
b. Umumnya timbul tidak begitu lama setelah terkena radiasi.
c. Ada penyembuhan spontan ( tergantung keparahan )
d. Dosis radiasi mempengaruhi keparahan efek ( makin besar dosis, efek
makin parah ).Jika kematian masing-masing sel bersifat acak ( stokastik ),
terganggunya fungsi jaringan atau organ bersifat deterministik, karena
memerlukan dosis ambang untuk dapat menimbulkan terjadinya efek.
Menurut International Commission Radiation Protection ( ICRP ) besarnya
dosis ambang ini untuk efek deterministik pada testis, ovarium, lensa mata
dan sumsun tulang manusia dewasa.
13
2.6 Efek Biologis Pada Sistem, Organ atau Jaringan
1. Darah dan Sumsum Tulang Merah
Darah putih merupakan komponen seluler darah yang tercepat mengalami
perubahan akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlah sel.
Kompenen seluler darah yang lain ( butir pembeku dan darah merah ) menyusun
setelah sel darah putih.Sumsum tulang merah yang mendapat dosis tidak terlalu
tinggi masih adapt memproduksi sel-sel darah merah, sedang pada dosis yang
cukup tinggi akan terjadi kerusakan permanen yang berakhir dengan kematian
( dosis lethal 3 – 5 Sv). Akibat penekanan aktivitas sumsum tulang maka orang
yang terkena radiasi akan menderita: Kecenderungan pendarahan dan infeksi·
Anemia dan kekurangan hemoglobin. Efek stokastik pada penyinaran sumsum
tulang adalah leukemia dan kanker sel darah merah.
2. Saluran Pencernaan Makanan
Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual,
muntah, gangguan pencernaan dan penyerapan makanan serta diare. Kemudian
dapat timbul karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah.Efek stokastik
yang dapat timbul berupa kanker pada epithel saluran pencernaan.
3. Organ Reproduksi
Efek somatik non stokastok pada organ reproduksi adalah sterilitas,
sedangkan efek genetik (pewarisan) terjadi karena mutasi gen atau kromosom
pada sel kelamin.
4. Sistem Syaraf
Sistem syaraf termasuk tahan radiasi. Kematian karena kerusakan sistem
syaraf terjadi pada dosis puluhan Sievert.
5. Mata
Lensa mata peka terhadap radiasi. Katarak merupakan efek somatik non
stokastik yang masa tenangnya lama (bisa bertahun-tahun).
6. Kulit
Efek somatik non stokastik pada kulit bervariasi dengan besarnya dopsis,
mulai dengan kemerahan sampai luka bakar dan kematian jaringan. Efek somatik
stokastik pada kulit adalah kanker kulit.
7. Tulang
14
Bagian tulang yang peka terhadap radiasi adalah sumsum tulang dan
selaput dalam serta luar pada tulang. Kerusakan pada tulang biasanya terjadi
karena penimbunan Stontium-90 atau Radium-226 dalam tulang.Efek somatik
stokastik berupa kanker pada sel epithel selaput tulang.
8. Kelenjar Gondok
Kelenjar gondok berfungsi mengatur metabolisme umum melalui hormon tiroxin
yang dihasilkannya. Kelenjar ini relatif tahan terhadap penyinaran luar namun
mudah rusak karena kontaminasi internal oleh Yodium Radioaktif.
9. Paru-paru
Paru-paru pada umumnya menderita kerusakan akibat penyinaran dari gas, uap
atau partikel dalam bentuk aerosol yang bersifat radioaktif yang terhirup melalui
pernafasan.
10. Hati dan Ginjal
Kedua organ ini relatif tahan terhadap radiasi.
2.7 Pengawasan Kesehatan
Pengawasan kesehatan ini dimaksudkan untuk menentukan apakah
keadaan kesehatan pekerja radiasi sesuai dengan tugas yang akan dilakukan dan
untuk mengetahui apakah ada pengaruh radiasi pada kesehatan pekerja radiasi
tersebut selama bekerja dengan radiasi. Keharusan pemeriksan kesehatan ini tidak
hanya bagi mereka yang bekerja di Batan atau industri lain yang menggunakan
sumber radiasi pengion akan tetapi juga bagi pekerja radiasi dalam bidang medik
dan telah diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 172/Men
Kes/PER/III/91. Selain untuk memantau keadaan kesehatan pekerja radiasi,
pemeriksaan kesehatan juga penting bagi penguasa Instalasi Atom, jika
dikemudian hari ada pekerja radiasi yang menggugat bahwa sakit yang
dideritanya adalah diakibatkan oleh radiasi yang diterimanya (Medico-legal),
walaupun resiko sakit akibat radiasi ini sangat kecil. Peraturan mengenai
pengawasan kesehatan antara lain :
2. Penguasa Instalasi Atom wajib melakukan pemeriksaan kesehatan
terhadap calon pekerja radiasi, sekali setahun bagi pekerja radiasi dan
15
pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja dengan Instalasi
Atom.
3. Pemeriksaan kesehatan khusus harus dilaksanakan apabila dosis radiasi
yang diterima pekerja radiasi melampaui nilai seperti yang tercantum
dalam peraturan mengenai pembatasan dosis dan diterima dalam jangka
waktu yang singkat.
4. seluruh hasil pemeriksaan kesehatan harus dicatat dalam kartu kesehatan
dan kartu ini harus disimpan untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 30
tahun sejak bekerja dengan radiasi. Di dalam kartu kesehatan harus ada
keterangan tentang sifat pekerjaan dan alasan pemberian pemeriksaan
kesehatan khusus.
5. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan radiasi harus tersedia
di daerah kerja yang isinya tergantung pada jenis kecelakaan yang
mungkin terjadi, jenis radiasi, jenis kontaminasi pada tubuh manusia.
16
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
a. Keselamatan kerja radiasi adalah upaya yang dilakukan untuk
menciptakan kondisi agar dosis radiasi pengion yang mengenai manusia
dan lingkungan hidup tidak melampaui nilai batas yang ditentukan.
b. Ancaman bahaya di rumah sakit terdiri atas: ancaman bahaya biologi,
ancaman bahaya kimia, ancaman bahaya fisika, ergonomi, ancaman
bahaya psikososial, keselamatan dan kecelakaan kerja di rumah sakit.
c. Proteksi radiasi merupakan tindakan untuk mengupayakan agar tingkat
paparan radiasi yang diterima pekerja radiasi menjadi serendah mungkin
dengan memperhatikan factor-faktor utama dari proteksi radiasi yang
meliputi faktor waktu, faktor jarak dan faktor penahan radiasi (perisai).
3.2 Saran
a. Pengawasan kesehatan wajib dilakukan bagi para pekerja radiasi sekali
setahun untuk menilai dosis radiasi yang diterima pekerja untuk
meminimalkan segala risiko-risiko yang dapat timbul akibat paparan
radiasi.
17
DAFTAR PUSTAKA
Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2007. Modul Ringkas Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi. http://www.batan-bdg.go.id/K2/ModulRingkas.pdf . [Diakses pada : 28 November 2012].
Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2011. Pedoman Keselamatan Dan Proteksi Radiasi Kawasan Nuklir Serpong. Puspiptek. Serpong.
Corporate Safety Coordinator. 2010. Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3). Health And Safety. PT Tira Austenite Tbk.
Helena, Lora Karo Karo. 2010. Gambaran Manajemen Kesehatan Radiasi Sinar-X Di Unit Radiologi RS AL DR.Komang Makes Belawan Tahun 2010. Skripsi. FKM USU. Medan
Marpaung, Togap. 2006. Proteksi Radiasi Dalam Radiologi Intervensional. Seminar Keselamatan Nuklir.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta
Prayitno, Budi. 2010. Kajian Terhadap Implementasi Program Proteksi Radiasi Di Instalasi Elemen Bakar Eksperimental. Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir. Yogyakarta.
Rumhadi, Eddy Iskandar. 2011. Standar Prosedur Pemeriksaan Radiografi Diagnostik. http://cafe-radiologi.blogspot.com/2011/10/standar-prosedur-pemeriksaan-radiografi.html . [Diakses pada : 28 November 2012].