Click here to load reader
Upload
ardian-perdana-putra
View
793
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama 6 bulan di Lab. Bioteknologi dan Ekologi Perairan,
Institut Teknologi Bandung.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabung reaksi, Erlenmeyer (50
ml, 100 ml, 500 ml), Kawat Oose, spatula, pH meter, bunsen, pipet tetes, mikropipet, gelas
ukur (25 ml, 1000 ml), hemasitometer, mikroskop, botol semprot, oven, blender,
saringan/ayakan tepung, cutter, neraca analitik, dandang, Akuarium (50 x 30 x 30 cm3 dan
130 x 50 x 50 cm3), instalasi aerasi, pompa akuarium + filter.
III.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku pelet untuk lele yaitu
tepung ikan, bungkil kedelai, tepung terigu, bungkil kacang tanah, tepung kacang hijau,
dedak, multivitamin, rumput Mutiara (Hedyothis corymbosa), daun Nimba (Azadirachta
indica), daun Talas (Colocasia esculenta), aquades dan media tumbuh kultur yaitu NB, NA,
serta YPDB dengan komposisi media dapat dilihat pada lampiran A.
III.2.3 Kultur Mikroba
Kultur mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi pada penelitian ini adalah
Saccharomyces cerevisiae yang berasal dari koleksi Laboratorium Mikrobiologi Institut
Teknologi Bandung.
III.2.4 Hewan Uji
Dalam desain penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah burayak ikan lele
(Clarias gariepinus L.) yaitu benih berukuran 10 cm sebanyak 90 ekor (5 ekor x 6 perlakuan
x 3 seri) yang berasal dari distributor bibit lele di Jl. Kalidam, Kota Cimahi.
19
III.3 Metode Penelitian
III.3.1 Gambaran Umum Tata Kerja
Pembagian tahapan penelitian mengacu pada penelitian Sidhi (2009) dengan beberapa
modifikasi sesuai kebutuhan pengujian. Secara garis besar penelitian ini dapat dibagi menjadi
lima tahapan umum seperti yang tertera pada gambar III.1. Langkah-langkah penelitian
mencakup tahap persiapan, pembuatan formulasi pakan, fermentasi bahan pakan, tahapan
pembuatan pelet dan diakhiri dengan tahapan pengujian pakan pada ikan lele dumbo.
Gambar III.1 Diagram Alir Tata Kerja Penelitian
Pengujian pakan pada ikan belum terlaksana karena beberapa alasan, diantaranya
karena setelah 5 kali percobaan, hewan uji yang digunakan selalu mati saat masih dalam
proses aklimatisasi. Hal ini membuat data yang dapat diolah dalam analisis statistik adalah
data uji proksimat dan data pertumbuhan mikroba pada tahap pembuatan kurva tumbuh.
20
III.3.2 Tahap Persiapan
I.1.1.1 Sterilisasi dan Pembuatan Media
Sterilisasi basah dilakukan terhadap alat-alat berbahan gelas dan media kultur
mikroba yaitu dengan pemanasan menggunakan otoklaf pada suhu 1210 C, tekanan 15 lbs,
selama 15 menit. Untuk alat dan bahan yang tidak tahan panas, sterilisasi dilakukan dengan
menyemprotkan Alkohol 70% sebelum proses pengerjaan berlangsung. Alkohol 70% juga
digunakan dalam sterilisasi peralatan pengultur mikroba saat pengerjaan berlangsung.
Peralatan seperti Oose dicelupkan dalam alkohol dan dibakar dalam nyala bunsen untuk
menghindari kontaminasi.
Pengerjaan kultur mikroba dilakukan dengan metode aseptik dalam laminar air-flow
yang telah terdedah UV selama 15 menit. Jika laminar air-flow tidak tersedia, metode aseptik
dapat dilakukan di tempat terbuka dengan terlebih dahulu mensterilisasi area dengan
menyemprotkan alkohol 70% di permukaan alas dan melakukan pengerjaan di radius 20 cm
dari nyala bunsen.
Berdasarkan penelitian Rosdyana (2004), media yang digunakan untuk
Saccharomyces cerevisiae adalah YEPDB (Yeast Extract Pepton Dextrose Broth) dan
YEPDA (Yeast Extract Pepton Dextrose Agar). Pembuatan YEPDB (1 liter) dilakukan
dengan melarutkan 5 g Yeast Extract dan 10 g Pepton Bacto dalam Akuades hingga 1 L,
kemudian dipanaskan dan diaduk. Proses pengadukan dapat menggunakan spatula atau
batang magnet, jika pemanasan menggunakan magnetic stirrer. Setelah mulai mendidih
ditambahkan 20 g Glukosa, kemudian diangkat. YEPDB kemudian disimpan dalam
Erlenmeyer tertutup untuk disterilisasi dengan autoklaf. Dalam diagram alir, proses
pembuatan YEPDB sebagaimana tertera pada gambar III.2.
Yeast extract 5 gr + Pepton 10 gr
↓ ← dilarutkan + ditambahkan aquades hingga 1000 ml
1000 ml
↓ ← dipanaskan + diaduk
Mendidih
↓ ← ditambah Glukosa 20 gr + diaduk
Kaldu YEPD
↓ ← Otoklaf 15 menit
Kaldu YEPD sterilGambar III.2 Pembuatan Medium YEPDB
21
Pembuatan YEPDA dilakukan dengan menambahkan 20 g agar pada larutan YEPDB
kemudian dipanaskan dan diaduk hingga mendidih.
I.1.1.2 Subkultur dan aktivasi
Kultur murni Saccharomyces cerevisiae yang berasal dari koleksi laboratorium
disubkultur terlebih dahulu pada media YEPDA miring dalam tabung reaksi. Hal ini
bertujuan mengantisipasi rusaknya kultur murni karena kontaminasi.
Kultur mikroba yang akan digunakan sebagai inokulum diaktivasi dengan cara
subkultur pada media pengaya yaitu YEPDB secara bertahap. Untuk media sebanyak 1 L,
aktivasi dilakukan dengan inokulasi 1 ose Saccharomyces pada 100 ml YEPDB dan
diinkubasi 24 jam pada suhu ruang disertai agitasi. Setelah 24 jam, kultur diinokulasikan
dengan mencampurkan 100 ml kultur kedalam 900 ml YEPDB steril, kemudian diinkubasi 24
jam pada suhu ruang disertai agitasi. Kultur berumur 24 jam siap untuk digunakan dalam
fermentasi pakan.
I.1.1.3 Pembuatan Kurva Tumbuh Mikroba
Pembuatan kurva tumbuh bertujuan untuk mengetahui waktu yang paling optimal
untuk memanen suatu kultur sebagai inokulum. Metodenya adalah dengan menghitung
jumlah sel dalam kultur secara periodik. Ada dua macam metode perhitungan jumlah sel
mikroba, yaitu cara tak langsung dengan menggunakan kurva baku yang dikombinasikan
dengan pengukuran optical density (OD), atau dengan penghitungan langsung jumlah sel
mikroba dengan mikroskop dan Hemasitometer. Sesuai karakter kultur serta ukuran sel
Saccharomyces cerevisiae, metode yang digunakan adalah penghitungan langsung dengan
Hemasitometer.
Untuk fermentasi bahan pakan dan herba, yang dibutuhkan adalah inokulum dalam
kondisi aktif, sehingga laju perubahan kimiawi dalam substrat pakan berjalan optimal. Untuk
keperluan fermentasi bahan pakan dan herba, dibutuhkan kultur berbentuk cair, sehingga
pengamatan kurva tumbuh dilakukan dalam media tumbuh YEPDB cair. YEPDB terlebih
dahulu dibagi dalam beberapa volume misalnya (10 ml – 90 ml – 900 ml), kemudian
disterilisasi dengan autoklaf.
Setelah YEPDB siap, dilakukan proses aktivasi kultur dengan cara melakukan
subkultur dari kultur murni yang berbentuk padat ke medium cair, sehingga diperoleh kultur
cair dalam kondisi pertumbuhan yang aktif. Proses subkultur dilakukan secara bertahap mulai
dari 10 ml → 100 ml → 1000 ml, dengan lama inkubasi pada masing-masing tahap 24 jam
dalam suhu ruang. Pengamatan kurva tumbuh dilakukan pada tahap terakhir (100 ml → 1000
22
ml). Waktu inokulasi menjadi T0, dengan pengamatan sampel setiap 2 jam selama 24 jam.
Parameter yang diamati adalah pH dan kepadatan populasinya.
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter, sedangkan kepadatan populasi
diketahui melalui penghitungan jumlah sel atau spora, tergantung jenis dan karakteristik
mikrobanya. Untuk Saccharomyces, kepadatan populasi diketahui melalui penghitungan
jumlah sel secara langsung dengan menggunakan hemasitometer. Dari data tersebut dibuat
grafik perubahan kepadatan populasinya.
III.3.3Pembuatan Formulasi Pakan
Dalam penelitian ini ada dua variabel perlakuan yang digunakan yaitu fermentasi
bahan baku pakan utama dan penggunaan herba. Terdapat dua perlakukan untuk variabel
fermentasi pakan, yaitu:
- Pakan tidak terfermentasi (1)
- Pakan terfermentasi (2).
Sedangkan untuk variabel penggunaan herba ada tiga macam perlakuan:
- Tanpa suplemen herba (A)
- dengan suplemen herba tanpa fermentasi (B)
- dengan suplemen herba terfermentasi (C)
Dengan kombinasi tersebut terdapat 6 macam perlakukan dengan jumlah masing-masing
sampel sebanyak 1 kg. Skema komposisinya sebagaimana tertera dalam tabel III.1.
Tabel III.1 Kombinasi Perlakuan (fermentasi pakan x penambahan herba)Perlakuan 1A 1B 1C 2A 2B 2C
Pakan tanpa Fermentasi √ √ √Pakan dengan Fermentasi √ √ √Herba tanpa Fermentasi √ √Herba dengan Fermentasi √ √
Formulasi pakan utama yang digunakan mengacu pada komposisi yang dikeluarkan
BAPPENAS (2008), dengan beberapa modifikasi. Adapun formulasi untuk 1 Kg pelet pakan
lele yang dimodifikasi dari sumber BAPPENAS adalah sebagai berikut: 32% tepung ikan,
38% bungkil kedelai, 10,5% tepung terigu, 9% bungkil kacang hijau, 9% dedak dan 1,5%
vitamin-mineral. Pada referensi aslinya, terdapat komponen tepung darah dan bungkil kacang
tanah. Karena tepung darah sulit diperoleh dan harganya pun mahal, maka digantikan dengan
tepung ikan. Selain itu kacang tanah dalam bentuk bungkil juga sulit diperoleh di toko pakan,
sehingga disubtitusi dengan bungkil kacang kedelai yang lebih mudah didapat.
23
Bahan baku pakan yang diperoleh dari pasar masih berbentuk kasar sehingga butuh
untuk dihaluskan dengan cara digiling menggunakan blender kering. Pada aplikasinya dalam
skala produksi, digunakan mesin giling/mesin pembuat tepung.
Untuk suplemen herba, digunakan 3 macam tumbuhan, yaitu:
- Rumput Mutiara (Hedyothis corymbosa)
- Nimba (Azadirachta indica)
- Talas (Colocasia esculenta)
Ketiga macam herba diproses secara terpisah. Bahan baku yang diperoleh dalam
bentuk segar seperti daun talas, dikeringkan dengan oven bersuhu 600 C selama 24 jam.
Setelah kering, bahan digiling hingga berbentuk serbuk menggunakan blender. Untuk
mempermudah pencampuran pakan dan proses fermentasi, serbuk herba diayak sehingga
dihasilkan serbuk yang halus.
Jumlah total bahan pakan utama yang dibutuhkan untuk keseluruhan sampel adalah
5,6 kg. Namun pada prosesnya jumlah bahan baku yang disiapkan adalah 6 kg, yaitu 3 kg
untuk sampel pakan 1 (tidak difermentasi), 3 kg untuk sampel pakan 2 (difermentasi).
Sedangkan untuk masing-masing bahan baku herba disiapkan 200 gr (100 gr difermentasi,
100 gr tidak difermentasi).
III.3.4 Fermentasi Bahan Pakan
Karena adanya tahap fermentasi, dilakukan beberapa modifikasi dari metode
pembuatan pelet pakan dari Warintek, diantaranya adalah penambahan air sebanyak 25-30%
untuk menjaga kelembaban selama proses fermentasi berlangsung. Sebanyak 3 kg bahan
baku pakan utama dicampurkan hingga merata, kemudian ditambahkan 2,5 L air. Adonan
diaduk hingga rata, kemudian dikukus selama 10 menit. Setelah diangkat, adonan diangin-
angin agar suhunya turun, kemudian ditempatkan pada wadah bersih. Selanjutnya adalah
inokulasi S. cerevisiae. suhu inokulum aktif S. cerevisiae sebanyak 200 ml yang telah
diencerkan hingga 1L dengan aquades.
Masing-masing herba difermentasi secara terpisah. Sebanyak 100 gr herba
ditambahkan inokulum aktif Saccharomyces cerevisiae sebanyak 25% v/w atau 25 ml yang
sudah diencerkan hingga 300 ml dengan aquades. Fermentasi pakan utama dan herba
dilakukan selama 3 x 24 jam, dalam suhu kamar. Setelah masa fermentasi selesai, ketiga
macam herba dicampur hingga merata.
Sampel yang tidak difermentasi diberikan perlakuan yang sama, kecuali penambahan
mikroba dan inkubasi. Inokulum mikroba digantikan dengan aquades steril dengan jumlah
24
yang sama. Penambahan aquades pada sampel yang tidak difermentasi dilakukan bersamaan
dengan selesainya fermentasi (Hari ke-3).
III.3.5 Pengolahan Pasca Fermentasi
Setelah fermentasi selesai, bahan pakan dan herba ditimbang dan dicampurkan sesuai
kombinasi perlakuan fermentasi pakan dan penambahan herba. Herba ditambahkan pada
pakan dengan komposisi 1:9 dari bahan baku pakan utama dengan berat total masing-masing
sampel 1 kg. Rincian komposisi tiap sampel pakan dapat dilihat pada tabel III.2.
Tabel III.2 Matriks Komposisi Bahan Pakan Utama dan Suplemen HerbaKode Sampel Bahan baku utama herba
1A 1 kg – 1B 900 gr 100 gr1C 900 gr 100 gr *2A 1 kg * –2B 900 gr * 100 gr2C 900 gr * 100 gr *
Keterangan: tanda asteriks (*) menandakan bahan difermentasi
Bahan pakan utama dan herba dicampur hingga rata dan kalis. Kemudian dilakukan
pencetakan adonan menjadi pelet dengan menggunakan mesin pencetak pelet. Pelet
dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 600 C selama 6 jam. Pakan yang telah kering
kemudian disimpan dalam wadah tertutup agar awet (tidak rusak).
Gambar III.3 Herba setelah di giling menjadi tepung
25
Gambar III.4 Sampel Daun Talas setelah difermentasi
Gambar III.5 Sampel Daun Nimba setelah difermentasi
26
Gambar III.6 Sampel Rumput Mutiara setelah difermentasi
III.3.6 Pengujian Pakan
Uji ini bertujuan untuk mengamati efek dari pakan terhadap perkembangan lele dan
efek dari kombinasi dua perlakukan, fermentasi pakan dan penambahan herba. Uji pakan
pada lele dilakukan terhadap 6 sampel (1A, 1B, 1C, 2A, 2B, 2C) selama 20 hari pengamatan
dengan rancangan acak lengkap faktorial (Sa’diyah, 2002). Parameter utama yang diamati
adalah laju pertambahan berat ikan. Selain itu, faktor fisika kimia seperti pH, DO, kadar
Nitrit, Nitrat dan Amonia juga diamati sebagai data pendukung.
I.1.1.4 Uji Proksimat
Uji Proksimat dilakukan di Laboratorium Biokimia D3 UNPAD di Jl. Japati,
Bandung. Tiap sampel pakan disiapkan sebanyak 100 gr.
I.1.1.5 Pengukuran Faktor Fisika Kimia
A. Oksigen Terlarut (DO) dan Suhu
Kadar oksigen terlarut (DO) dan suhu dilakukan setiap dua hari sekali. DO diukur
menggunakan DO Meter, sedangkan suhu diukur menggunakan termometer.
B. pH
Pengukuran pH dilakukan setiap 4 hari sekali dengan pH meter.
C. Nitrit, Nitrat dan Amonia
Kadar nitrit, nitrat dan amonia diukur pada awal dan akhir masa pengamatan. Nitrit
diukur dengan metode diazotasi-spektrofotometri, nitrat diukur dengan metode
Brusin-spektrofotometri, sedangkan kadar amonia diukur dengan metode Nessler-
27
spektrofotometri. Pengerjaan ketiga metode tersebut hampir sama, yaitu
menambahkan sejumlah reagen dalam sampel air akuarium dengan jumlah tertentu di
dalam tabung reaksi. Tabung kemudian dikocok dengan votex dan diukur
absorbansinya untuk kemudian dicocokkan dengan kurva standar tiap senyawa. Yang
membedakan adalah jenis reagen, jumlah reagen, panjang gelombang
spektrofotometer dan grafik standar tiap senyawa.
Diazotasi-spektrofotometri dilakukan dengan cara menambahkan 0,1 mL asam
sulfanilat dan asam naftil kedalam 2,5 ml sampel air di tabung reaksi. Tabung dikocok
menggunakan votex dan didiamkan selama 15 menit. Sampel kemudian diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 371 nm dan
hasilnya dibandingkan dengan kurva standar Nitrit.
Brusin-spektrofotometri dilakukan dengan cara menambahkan 0,2 NaCl, 1 mL
H2SO4, serta 50 µL Brusin sulfanilat kedalam 1 ml sampel air di tabung reaksi.
Tabung dikocok menggunakan votex dan dipanaskan selama 20 menit. Setelah
dipanaskan, larutan ditambah 250 µL akuades. Sampel kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 507 nm dengan spektrofotometer dan
hasilnya dibandingkan dengan kurva standar Nitrat.
Nessler-spektrofotometri dilakukan dengan cara menambahkan 100 µL reagen
Nessler serta 10 µL Seignette kedalam 5 ml sampel air di tabung reaksi. Tabung
dikocok menggunakan votex. Sampel kemudian diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm dan hasilnya dibandingkan dengan
kurva standar Amonia.
I.1.1.6 Pengukuran Faktor Biologi (Berat dan Panjang)
Sampel pakan yang berjumlah 6 jenis masing-masing diujikan pada satu kelompok
ikan yang berjumlah 5 ekor/kelompok. Setiap kelompok ikan ditempatkan dalam akuarium
berukuran 50 x 30 x 30 cm3 yang diisi air sebanyak 20 L dan aerasi 2 L/menit. Bagian luar
akuarium ditutup dengan plastik hitam untuk mengurangi cahaya yang masuk. Pengamatan
dilakukan sebanyak 3 seri, sehingga total akuarium yang digunakan adalah 18 akuarium.
Sebelum dilakukan pengamatan, dilakukan proses aklimatisasi selama 7 hari untuk
membiasakan ikan dengan kondisi lingkungan pengujian. Pada hari pertama aklimatisasi, air
akuarium ditambahkan 10 ppm formalin dan 20 ppm garam. Pada hari ke-3, ke-5 dan ke-7
dilakukan penggantian air sebanyak 25% disertai penambahan 25 ppm formalin dan 50 ppm
garam. Penambahan formalin dan garam bertujuan membersihkan ikan dari parasit yang
28
mungkin menempel dan mencegah adanya penularan penyakit antar ikan. Ikan dipuasakan
selama 2 hari sebelum diberikan pakan yang akan diuji.
Selama pengamatan, ikan diberikan pakan secara ad libitum (ikan diberikan pakan
hingga batas kenyang) sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Berat ikan ditimbang
setiap 4 hari sekali dengan timbangan digital. Panjang ikan diukur menggunakan mistar. Dari
kedua data tersebut dihitung rata-rata laju pertambahan bobot dan panjang dari setiap
pengamatan. Dengan desain tersebut maka terdapat 18 plot dengan jumlah lele sebanyak 90
ekor. Skema pengujian dapat dilihat pada tabel …
Tabel III.3 Skema pengujian pakan
SeriJumlah Ikan/kode plot
1 (Pakan Tidak Difermentasi)
2 (Pakan Difermentasi)
A (Tanpa Herba)1 5 / 1A1 5 / 2A12 5 / 1A2 5 / 2A23 5 / 1A3 5 / 2A3
B (Dengan Herba Tidak Terfermentasi)
1 5 / 1B1 5 / 2B12 5 / 1B2 5 / 2B23 5 / 1B3 5 / 2B3
C (Dengan Herba Terfermentasi)
1 5 / 1C1 5 / 2C12 5 / 1C2 5 / 2C23 5 / 1C3 5 / 2C3
Total 90Untuk mengurangi kadar amonia dalam akuarium, setiap dua hari sekali air diganti
sebanyak 15 persen (Sidhi, 2009). Jika dibutuhkan, jumlah air yang diganti dapat
diperbanyak hingga 70-80% (Datta, 2007) dari total air dalam akuarium.
III.3.7 Pengolahan Data
Data utama yang diperoleh, yaitu data pertambahan berat dan panjang individu, diolah
lebih lanjut secara statistik agar besar pengaruh tiap sampel pakan terhadap laju pertumbuhan
lele dapat diketahui. Efisiensi penggunaan tiap sampel pakan dalam budidaya dapat diketahui
dengan menghitung rasio konversi pakan (FCR, Food Conversion Ratio).
Menurut Afrianto (2005), pertumbuhan dapat ditentukan berdasarkan pertumbuhan
mutlak, pertumbuhan relatif dan laju pertumbuhan harian. Dalam penelitian ini, yang
digunakan adalah pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan relatif yang dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut:
Pertumbuhan Mutlak = W t−W o
Pertumbuhan relatif = W t−W o
t
29
Keterangan:
Wt : Berat akhir
W0 : Berat awal
t : Waktu yang digunakan
Untuk menghitung rasio konversi pakan (FCR) digunakan rumus sebagai berikut:
FCR= Jumlahberat pakan yang diberikankenaikanberat ikan
Analisis pertambahan berat badan dan panjang ikan dilakukan secara statistik
menggunakan program SPSS dengan one-way ANOVA dengan uji kehomogenisitasannya
menggunakan uji Tukey (Sidhi, 2009).
30