Upload
daduz-dcannonball
View
31
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gambaran perilaku merokok pada pasien hipertensi
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku merokok adalah proses menghirup silinder kertas berukuran
memanjang yang berisi daun-daun tembakau dengan cara membakar salah satu
ujungnya dan dibiarkan membara agar dapat dihisap di salah satu ujungnya.
Pada zaman modern saat ini, rokok bukanlah benda asing lagi. Bagi mereka
yang hidup di kota maupun desa umumnya mereka sudah mengenal benda yang
bernama rokok ini, bahkan oleh sebagian orang, rokok sudah menjadi kebutuhan
hidup yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kehidupan sehari-hari (Jaya,
2009). Rokok mengandung lebih dari 1. 000 bahan zat organik, baik berupa gas
maupun partikel yang umumnya bersifat racun (toksik), iritasi, dapat
menimbulkan kanker (karsinogenik) dan dapat mengakibatkan kecanduan
(adiktif). Beberapa pabrik rokok telah berusaha mengurangi konsentrasi bahan-
bahan yang terkandung, dengan menggunakan filter ataupun menurunkan kadar
tar dan nikotinnya. Tar adalah kumpulan dari ratusan atau bahkan ribuan bahan
kimia dalam komponen padat asap rokok setelah dikurangi nikotin dan air. Tar
mengandung bahan-bahan karsinogen. Nikotin adalah bahan adiktif yaitu bahan
yang dapat membuat orang menjadi ketagihan dan menimbulkan ketergantungan.
Bila seseorang menyulut sebatang rokok dan kemudian mengisapnya, maka itu
berarti orang tersebut menghisap semua bahan kimia tersebut (Bangun, 2008).
Tar dan nikotin serta bahan-bahan yang terdapat di dalam rokok sangat
berpotensi menyebabkan tekanan dalam darah meningkat atau hipertensi.
1
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa
oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Tubuh
akan bereaksi lapar, yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan
menetap, timbulah gejala yang disebut sebagai penyakit tekanan darah tinggi
(vitahealth, 2006). Pada tahun 2000, terjadi sekitar 4, 8 juta kasus kematian
premature di seluruh dunia yang diakibatkan kebiasaan merokok. Angka rata-rata
itu diambilkan dari sedikitnya 3, 9 juta sampai tertinggi 5, 9 juta kasus kematian
akibat rokok. Dari 4, 8 juta kasus kematian itu, 2, 4 juta terjadi di negara-negara
yang sedang maju dan 2, 4 juta lainnya di sejumlah negara industri berkembang.
Jumlah konsumsi rokok di Indonesia, menurut The Tobacco Atlas 2002,
menempati posisi kelima tertinggi di dunia, yaitu sebesar 215 milyar batang.
Mengikuti China sebanyak 1, 634 triliun batang, Amerika Serikat sebanyak 451
miliar batang, jepang sebanyak 328 miliar batang, dan Rusia sebanyak 258
miliar batang. Menurut Demografi Universitas Indonesia, sebanyak 427. 948
orang meninggal di Indonesia rata-rata per tahunnya akibat berbagai penyakit
yang disebabkan rokok. (Jaya, 2009). Presentase Nasional merokok setiap hari
pada penduduk umur>10 tahun adalah (23, 7%). Sebanyak 17 Provinsi
mempunyai prevalensi merokok setiap hari pada penduduk umur >10 tahun diatas
prevalensi nasional, yaitu Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara (Riskesdas, 2007). Kepala
2
Dinas Kesehatan Pemprov Jawa Timur juga mengungkapkan bahwa angka
konsumsi rokok di Jawa Timur terus meningkat, tercatat jumlah rokok pemula
meningkat 38% setiap tahunnya, tahun 2011 meningkat menjadi 91, 7 %
diantaranya berusia 13 – 15 tahun. Sekalipun telah ada tekanan kepada pemerintah
yang berganti–ganti dari badan yang berkepentingan untuk melarang menghisap
rokok, sejauh ini gerakan tersebut tidak berhasil (Payne, 1995 : 40). Menurut
Yoga (1997:62) faktor yang berperan dalam kesulitan perokok aktif untuk
berhenti merokok, faktor pertama adalah akibat ketergantungan atau adiksi pada
nikotin yang ada di dalam asap rokok, faktor kedua adalah faktor psikologis yang
merasakan adanya kehilangan sesuatu kegiatan tertentu kalau berhenti merokok.
Merokok merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Semakin banyak faktor
risiko yang dimiliki, maka semakin besar pula peluang menderita hipertensi
(Vitahealth, 2006).
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa
oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Tubuh
akan bereaksi lapar, yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan
menetap, timbulah gejala yang disebut sebagai penyakit tekanan darah tinggi.
Faktor risiko hipertensi diantaranya adalah pria, berusia lanjut (45 tahun keatas),
dari keluarga hipertensi, menderita diabetes militus, memiliki kadar kolesterol
yang tinggi, obesitas, menyukai makanan dengan kadar garam yang tinggi,
merokok, dan penderita gangguan jantung ( vitahealth, 2006).
3
Faktor penyebab hipertensi diantaranya adalah faktor genetik, umur, jenis
kelamin, etnis, obesitas, pola asupan garam dalam diet dan merokok. Jadi perilaku
merokok bukan merupakan satu-satunya penyebab hipertensi. Perilaku merokok
merupakan salah satu penyebab hipertensi yang dapat dimodifikasi atau masih
dapat dikendalikan.
Dari hasil survei di Dinas Kesehatan Kota Blitar, didapatkan jumlah penderita
hipertensi pada tahun 2010 mencapai 894 jiwa; Kecamatan Sananwetan 317
orang, Kepanjen Kidul 47 orang. Sukorejo 530 orang. Pada tahun 2011
mencapai 1.039 orang;kecamatan Sananwetan 49 orang, Kepanjen Kidul 170
orang, Sukorejo 820 orang. Dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu
1.501 orang; Kecamatan Sananwetan 364 orang, Kepanjen Kidul 151 orang,
Sukorejo 986 orang. Dari data di atas jumlah penderita hipertensi di Kota Blitar
pada 3 tahun terakhir terus meningkat dan yang mempunyai prevalensi tertinggi
penderita hipertensi adalah kecamatan Sukorejo.
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 22 Maret
2013 di Dinas Kesehatan Kota Blitar, angka penderita hipertensi yang tertinggi
terdapat di wilayah Kecamatan Sukorejo, dan dari tahun ke tahun jumlah
konsumsi rokok juga mengalami peningkatan maka peneliti ingin mengetahui
lebih lanjut mengenai gambaran perilaku merokok pada pasien hipertensi di
Puskesmas Sukorejo, Kota Blitar. Dari 10 responden yang menjawab merokok
sebanyak 6 responden.
4
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : ”Bagaimana gambaran perilaku merokok pada
pasien dengan hipertensi?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui gambaran perilaku merokok pada pasien dengan hipertensi di
UPTD Kesehatan Kecamatan Sukorejo Kota Blitar.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan sehingga peneliti bisa memberikan
informasi tentang bahaya merokok serta usaha untuk memberi pencegahan
penyakit hipertensi.
1.4.2 Bagi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan guna meningkatkan
mutu pelayanan sehingga para petugas kesehatan bisa memberikan informasi
tentang hipertensi dan bahaya merokok.
1.4.3 Bagi institusi pendidikan
Dapat menjadi bahan untuk menentukan metode pembelajaran terutama yang
berkaitan dengan pencegahan terjadinya hipertensi dan juga sebagai bahan
pustaka / sumbangan pengetahuan untuk pembaca.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Merokok merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Semakin banyak
faktor risiko yang dimiliki, maka semakin besar pula peluang menderita
hipertensi (Vitahealth, 2006).
2.1 Konsep Perilaku
2.1.1 Pengertian perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Jadi pada hakekatnya perilaku manusia
adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri. Perilaku adalah respon atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) (Notoadmojo, 2005).
Skiner membedakan adanya dua respon, yaitu:
a) Respondent respont atau reflexive, yaitu respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut
eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.
Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya
terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons ini juga
mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih
atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan
pesta, dan sebagainya.
b) Operant respons atau instrumental respons, yaitu respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang
ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons.
6
6
Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik
(respons terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh
penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut
akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
2.1.2 Bentuk perilaku
Secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan suatu respon organisme
terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut. Respon ini berbetuk dua macam,
yaitu:
a) Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan / kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Oleh sebab itu disebut covert behavior atau unobservable behavior.
b) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang
lain.
2.1.3 Proses adopsi perilaku
Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yakni:
7
a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2.1.4 Ranah perilaku
Perilaku manusia itu sangat komplek dan mempunyai ruang lingkup yang
luas. Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku dalam 3
domain yang terdiri dari : a) ranah kognitif (cognitif domain), b) ranah afektif
(affective domain), dan c) ranah psikomotor (psychomotor domain).
Terbentuknya perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain
kognitif, dalam arti subyek tahu dulu terhadap stimulus yang berupa materi atau
obyek diluarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut,
dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap terhadap obyek
yang diketahui. Akhirnya rangsangan tersebut menimbulkan respon lebih jauh
berupa tindakan (action) terhadap stimulus atau obyek tadi.
Namun demikian dalam kenyataan stimulus yang diterima subyek dapat
langsung menimbulkan tindakan. Artinya seorang dapat berperilaku baru tanpa
terlebih dahulu mengetahui makna dari stimulus yang diterimanya. Dengan kata
lain, tindakan(practice) seseorang tidak harus didasari pengetahuan atau sikap
(Notoadmodjo, 2003).
8
2.1.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun
eksternal (lingkungan). Banyak teori tentang determinan perilaku ini, masing-
masing berdasarkan asumsi yang dibangun. Dibawah ini salah satu teori
determinan perilaku kesehatan menurut Lawrence Green. Berangkat dari analisis
penyebab masalah kesehatan, Green membedakan ada dua determinan masalah
kesehatan tersebut, yakni behavioral factors (faktor perilaku) dan non behavioral
factors (faktor non perilaku). Selanjutnya Green menganalisis, bahwa faktor
perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :
2.1.5.1 Faktor-faktor predisposisi (disposing factors), yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,
tradisi dan sebagainya.
a) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif. Pengetahuan yang dicakup
di dalam domain kogntif mempunyi 6 tingkatan, yakni; Tahu (know)/C1 yang
diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yag spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima; Memahami (comprehension)/C2 diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar-benar tentang obyek yang diketahui
9
dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar; Aplikasi
(application)/C3 diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya); Analisis(analysis)/C4 adalah
suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan
masih ada kaitannya satu sama lain; Sintesis (synthesis)/C5 menunjuk kepada
suatu kemampuan untuk atau menghubungkan bagian-bagiandalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru misal dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan, dapatmenyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah
ada; Evaluasi (evalution)/C6 diartikan dengan kemampuan melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan kriteria yang
ditentukan sendiri atau yang telah ditetapkan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara melalui
kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukurkan subyek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau
diukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas (Notoatmodjo,
2003).
b) Sikap (attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
yang sudah melibatkan faktor pendapat, dan emosi yang bersangkutan.
Menurut Campbell dalam Notoatmodjo (2005) sikap adalah suatu sindroma
atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.
10
Komponen sikap menurut Allport dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok : kepercayaan atau keyakinan,
ide dan konsep suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu
objek, kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama
membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, maka
pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Tingkatan sikap antara lain; menerima (receiving) yaitu seseorang atau subjek
mau menerima stimulus yang diberikan objek; menanggapi (responding) yaitu
memberi tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi;
menghargai (valuing) diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang
positif terhadap objek atau stimulus; dan bertanggung jawab (responsible) atas
segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap
yang paling tinggi.
c) Keyakinan
Keyakinan adalah pendirian bahwa sesuatu fenomena atau objek benar atau
nyata. Kepercayaan, kebenaran adalah kata-kata yang sering digunakan untuk
mengungkapkan atau menyiratkan kenyakinan. Dalam keyakinan dan perilaku
dalam kesehatannya, seseorang akan mengalami runtutan peristiwa sebagai
berikut: seseorang harus yakin bahwa kesehatannya terancam, orang tersebut
harus merasakan potensi keseriusan kondisi tersebut dalam bentuk nyeri atau
ketidaknyamanan, dalam mengukur keadaan tersebut orang yang bersangkutan
harus yakin bahwa manfaat yang berasal dari perilaku sehat melebihi pengeluaran
yang harus dibayarkan dan sangat mungkin dilaksanakan serta berada dalam
11
kapasitas jangkauannya, dan harus ada suatu kekuatan pencetus yang membuat
seorang itu merasa perlu mengambil tindakan.
d) Nilai
Didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi
pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.
2.1.5.2 Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor pemungkin mencakup berbagai ketrampilan dan sumber daya yang
perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan. Faktor pemungkin juga menyangkut keterjangkauan
berbagai sumber daya, biaya, waktu, jarak, dan ketersediaan transportasi. Yang
dimaksud dengan ketrampilan adalah kemampuan seseorang untuk menjalankan
upaya yang menyangkut perilaku yang diharapkan.
2.1.5.3 Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku para tokoh masyarakat,
tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk kesehatan. Termasuk
juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun
pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat,
masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan
dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para
tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas
kesehatan. Hal ini berati bahwa promosi kesehatan adalah program-program
kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam
masyarakat sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan
fisik, sosial budaya, politik, dan sebagainya). Promosi kesehatan tidak hanya
12
mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap, dan praktek kesehatan
saja, tetapi juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun
non-fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
(Notoatmodjo 2003).
2.1.6 Domain perilaku
Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku
manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni : kognitif
(cognitive), afektif (affective), psikomotor (psychomotor). Dalam
perkembangannya teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil
pendidikan kesehatan yakni :
a) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga
b) Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku
13
yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
c) Praktek atau tindakan (practice)
Menurut Notoatmodjo (2003), suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
suatu tindakan covert behaviour. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga
diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Praktek ini mempunyai
beberapa tingkatan yaitu persepsi (perception), respon terpimpin (guieded
respons), mekanisme (mechanism), adaptasi (adaption).
2.1.7 Cara pengukuran perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara,
secara langsung, maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang
paling baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu
mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya seperti
dimana responden membuang air besar, makanan yang disajikan ibu dalam
keluarga untuk mengamati praktik gizi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).
Secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall).
Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa
yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005).
Untuk mengukur perilaku, setiap jawaban benar diberikan skor 1 dan
jawaban yang salah diberikan skor 0. Berdasarkan skoring tersebut jawaban benar
dari masing-masing responden dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah
14
yang diharapkan kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase
(Arikunto, 2006).
Rumusan yang digunakan adalah :
Keterangan: n = Nilai
Sp = Skor perolehan
Sm = Skor maksimal
Dalam prosentase tersebut kemudian ditafsirkan ke dalam skala kualitatif
dengan menggunakan skala (Arikunto, 2006) yaitu:
Baik : jika 76-100%
Cukup : jika 60-75%
Kurang : jika 60%
2.2 Konsep Merokok
2.2.1 Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm
(bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-
daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan
dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.
(Jaya, 2009).
2.2.2 Jenis-Jenis Rokok
15
Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Perbedaan ini didasarkan atas
bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok,
dan penggunaan filter pada rokok.
a. Rokok Berdasarkan Bahan Pembungkus
a. Klobot : Rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.
b. Kawung : Rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.
c. Sigaret : Rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.
d. Cerutu : Rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau
2.2.3 Rokok Berdasarkan Bahan Baku
Berdasarkan bahan baku atau isi, Rokok dibedakan menjadi:
a. Rokok Putih : Rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang
diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
b. Rokok Kretek : Rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau
dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
c. Rokok Klembak : Rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,
cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan
aroma tertentu.
2.2.4 Rokok berdasarkan proses pembuatannya
Berdasarkan proses pembuatannya, rokok dibedakan menjadi:
a. Sigaret Kretek Tangan (SKT) : Rokok yang proses pembuatannya dengan cara
digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu
sederhana.
16
b. Sigaret Kretek Mesin (SKM) : Rokok yang proses pembuatannya
menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam
mesin pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa
rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan
keluaran sekitar 6000-8000 batang rokok per menit. Mesin pembuat rokok
biasanya dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok sehingga keluaran
yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan namun telah dalam bentuk
pak. Adapula mesin pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran
berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak. Sayangnya, belum
ditemukan mesin yang mampu menghasilkan SKT karena terdapat perbedaan
diameter pangkal dengan diameter ujung SKT. Pada SKM, lingkar pangkal
rokok dan lingkar ujung rokok sama besar. (Jaya, 2009).
2.2.5 Rokok berdasarkan Penggunaan Filter.
a. Rokok Filter (RF) : Rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat
gabus.
b. Rokok NON Filter (RNF) : Rokok yang pada bagian pangkalnya
tidak terdapat gabus.
2.2.6 Racun pada rokok
Setiap jenis dan merk rokok memiliki kadar kandungan zat kimia yang
berbeda-beda. Namun yang paling dominan adalah nikotin dan tar. Beberapa
jenis racun yang terkandung dalam sebatang rokok diantaranya :
1. Aceton (Bahan pembuat cat)
2. Naftalene (Bahan kapur barus)
3. Arsenik (Penyebab kematian aktivis HAM, Munir)
17
4. Tar (Bahan karsinogen penyebab kanker)
5. Metanol (Bahan bakar roket)
6. Vinyl Chlorida (Bahan plastic PVC)
7. Fenol Butane (Bahan bakar korek api)
8. Potassium Nitrat (Bahan baku pembuatan bom dan pupuk)
9. Polonium-201 (Bahan radioaktif)
10. Amonia (Bahan untuk pencuci lantai)
11. DDT (Racun serangga)
12. Hidrogen Sianida (gas beracun di kamar eksekusi hukuman mati)
13. Nikotin (Zat yang bias menimbulkan kecanduan)
14. Cadmium (Digunakan untuk aki mobil)
15. Karbonmonoksida (Asap dari knalpot kendaraan).
2.2.7 Bahaya merokok bagi kesehatan
a. Rokok dan zat yang dikandungnya
Rokok merupakan benda yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Merokok
sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Bahaya
meroko terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang.
Efek-efek yang merugikan merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak
penelitian membuktikan kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya
berbagai penyakit seperti penyakit jantung, gangguan pembuluh darah, kanker
paru-paru kanker rongga mulut, kanker laring, kanker esofagus, bronkitis,
tekanan darah tinggi, impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin.
Pasien-pasien merokok juga beresiko tinggi mengalami komplikasi atau
sukarnya penyembuhan luka setelah pembedahan termasuk bedah plastik dan
18
rekonstruksi, operasi plastik pembentukan payudara dan operasi yang
menyangkut anggota tubuh bagian bawah. Pada kenyataannya kebiasaan
merokok ini sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan
buruk. Apalagi orang yang merokok untuk mengalihkan diri dari stress dan
tekanan emosi, lebih sulit melepaskan diri dari kebiasaan ini dibandingkan
perokok yang tidak memiliki latar belakang depresi. Komponen gas asap rokok
adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida, dan
formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbazol dan kresol. Zat-zat
ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen).
b. Merokok menyebabkan antibodi menurun
Pengaruh asap rokok secara langsung adalah iritasi terhadap gusi dan secara
tidak langsung adalah melalui produk-produk rokok seperti nikotin yang sudah
masuk melalui aliran darah dan ludah. Jaringan pendukung gigi yang sehat
seperti gigi, semen gigi, dan tulang tulang tempat tertanamnya gigi menjadi
rusak karena terganggunya fungsi normal mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi dan dapat merangsang tubuh untuk menghancurkan jaringan sehat
disekitarnya. Pada perokok terdapat penurunan zat kekebalan tubuh (antibodi)
yang terdapat di dalam ludah yang berguna untuk menetralisir bakteri dalam
rongga mulut dan menyebabkan gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Sel
pertahanan tubuh tidak dapat mendekati dan memekan bakteri-bakteri penyerang
tubuh sehingga sel pertahanan tubuh tidak peka lagi terhadap perubahan
disekitarnya juga tehadap infeksi.
c. Asap rokok penyebab utama kanker paru
19
Kanker paru merupakan kanker penyebab kematian tertinggi. Hampir 90%
pengidap kanker paru tidak bisa diselamatkan karena jika sudah akut, dengan
mudah kenker akan menyebar ke jaringan tubuh sekelilingnya seperti hati, tulang
belakang, dan otak meleui pembuluh darah. Penyebab utama kanker paru adalah
asap rokok. Zat-zat radioaktif juga bisa menyebabkan kanker, namun jumlah
kasusnya relatif sedikit. Kematian umumnya bukan terjadi akibat kesulitan
bernafas karena membesarnya kanker, tetapi posisi paru-paru dalam sistem
peredaran darah yang membuat kanker mudah menyebar ke seluruh tubuh.
Penyebaran (matastase) kanker ke arah otak dan bagian kritis lainnya menjadi
penyebab 90 % penderita meninggal dalam 3 tahun setelah didiagnosis (Vitahelth,
2006).
d. Ancaman utama rokok terhadap berbagai organ tubuh.
1. Otak: Stroke, perubahan kimia otak.
2. Mulut dan tenggorokan: kanker bibir, mulut, tenggorokkan, dan laring.
3. Jantung: melemahkan arteri, meningkatkan risiko serangan jantung.
4. Dada: kanker esofagus.
5. Paru-paru: kanker, emfisema, asma, penyakit paru obstruktif kronis.
6. Hati: kanker
7. Perut: tukak, lambung, kanker lambung, pankreas dan usus besar, pelebaran
pembuluh nadi perut.
8. Ginjal dan kandung kemih: kanker.
9. Reproduksi pria: kerusakan sperma, impoten.
10. Reproduksi perempuan: kanker leher rahim, mandul.
11. Kaki: gangren akibat penggumpalan darah
20
2.2.8 Tipe-tipe perokok
Perokok dapat dibagi menjadi 4 tipe yaitu :
a. Perokok ringan
Perokok ringan adalah seseorang yang menghabiskan rokok sekitar 1-10
batang setiap hari
b. Perokok sedang
Perokok sedang adalah perokok yang merokok skitar 11-21 batang setiap hari.
c. Perokok berat
Perokok berat adalah perokok yang merokok sekitar 20-30 batang setiap hari
d. Perokok sangat berat
Perokok sangat berat adalah perokok yang bila mengkonsumsi rokok lebih
dari 31 batang setiap hari.
2.2.9 Fakta tentang orang merokok.
2.2.9.1 Orang mulai merokok.
Menghisap rokok adalah suatu tingkah laku yang dipelajari. Menghisap rokok itu
dipromosikan, atau sekurang- kurangnya tidak dilarang dengan giat, di
masyarakat, barang kali karena ada jumlah uang yang besar sekali yang yang
terkait.
Perbuatan merokok sering kali dipelajari pada usia sangat dini, dan studi-studi
telah memperlihatkan bahwa anak-anak usia 10-13 tahun telah mulai ingin
merokok, sekalipun mereka belum mulai betul-betul merokok. Hal ini dipengaruhi
oleh media massa, dan sekalipun iklan-iklan rokok di televisi sekarang telah
dilarang dan merokok telah itentang dalam film-film televisi dan sandiwara,
21
sponsor tembakau pada peristiwa olahraga yang disiarkan melalui televisi tetap
diperbolehkan. Ini semua memberi pesan kuat bahwa seorang perokok entah
bagaimana (lazimnya tidak didefinisikan) lebih menarik, lebih matang, lebih
dewasa, lebih caggih dan sukses.
Anak-anak yang amat kuat cenderung mulai merokok adalah mereka yang telah
matang terlalu dini secara fisik bagi usia mereka, dan terutama anak-anak yang
membenci tokoh penguasa. Mereka menganggap merokok sebagai suatu cara
untuk menegaskan kematangan mereka sendiri dan kemandirian mereka dan
melawan terhadap tokoh-tokoh wibawa semacam itu. (Mark Payne, 1995:41)
2.2.9.2 Orang sulit untuk berhenti merokok.
Sekali seseorang telah mulai merokok, mereka kemudian cenderung terus
merokok, meskipun terhadap perasaan bahwa mereka ingin berhenti merokok. Hal
ini disebabkan oleh fisik dan mental mereka kecanduan, dan mereka merasa
menghisap rokok memberi suatu penerimaan sosial dan persahabatan. Banyak
perokok menganggap rokok sebagai sebuah pemecahan terhadap suatu masalah-
masalah kecemasan., kurang percaya diri, kebosanan dan ketidak mampuan untuk
berkonsentrasi yang mereka alami, serta merokok menolong mereka memecahkan
kesulitan-kesulitan mereka itu atau menenangkan diri mereka setelah mengalami
sesuatu yang buruk.(Ir. Iman Soeharto, 2004: 65)
Sebagian besar perokok memang berusaha berhenti mengisap rokok pada tahap
tertentu, dan ada laju sukses awal sekitar 70 hingga 80%, tetapi angka sukses
jangka panjang hanyalah 20%. Hanya ada usaha dari masyarakat untuk
memperoleh jauh lebih banyak sumber agar tersedia untuk menolong orang-orang
22
berhenti menghisap rokok dan tetap menjauhi rokok. Saran-saran menuju hal ini
meliputi:
a) Pendidikan pasien secara lebih baik mengenai bahaya-bahaya merokok.
b) Perkumpulan-perkumpulan mereka yang telah berhenti merokok (Smokers
Anonymous).
c) Membuat tersedianya permen karet yang tersedia di Puskesmas.
d) Melarang semua iklan rokok dan penyandang dana peristiwa-peristiwa oleh
perusahaan-perusahaan rokok.
Dengan kata lain, berusaha berhenti merokok tanpa mengubah situasi dan
masalah-masalah yang menyebabkan tingkah laku merokok, besar
kemungkinannya tidak akan berhasil. (Mark Payne, 1995:39)
2.2.9.3 Fakta lain tentang rokok
a) Fakta menunjukkan bahwa kebiasaan merokok turut menyumbang polusi
udara, pemanasa global, keracunan, asma dan sindrom kematian bayi tiba-
tiba.yang perlu di perhatikan adalah bahwa Anda tidak hidup sendiri di planet ini
dan jika anda adalah perokok maka bukan hanya anda yang terkena bahaya
melainkan orang disekitar anda juga akan terkena bahayanya.
b) Di negara-negara maju dengan tingkat pendidikan tinggi jumlah perokoknya
cukup rendah. Ini artinya dapat dikaitkan dengan semakin tinggin tingkat SDM
manusia mana seseorang tersebut akan lebih memilih untuk menghindari rokok
(walaupun pernyataan ini bersifat subjektif, saya harapkan anda dapat lebih
mempertimbangkan untuk berhenti merokok).
c) Merokok adalah kecanduan tembakau, bukan kebiasaan buruk.
23
d) Ketika merokok anda bukannya terlihat keren, melainkan bodoh. Bayangkan
saja, anda memilih untuk melakukan aktivitas yang mengeluarkan biaya dan
membahayakan kesehatan. Maka intelegensia anda patut dipertanyakan.
e) Nikotine lebih berbahaya daripada kokain, heroin atau alkohol jika dilihat dari
kadar ketergantungannya. Apalagi rokok merupakan produk lokal yang mudah
didapat dimana saja kapan saja. Kecanduan tembakau lebih banyak pengaruh
negatifnya ketimbang heroin.
f) Semakin lama anda bertahan dengan rokok, semakin sulit pula anda terlepas
dari jeratannya.
g) Tidak semua orang bisa sukses berhenti merokok di percobaan pertama. Fakta
menunjukkan bahwa sebagian besar mantan perokok sebelumnya telah mencoba
beberapa kali usaha berhenti merokok hingga akhirnya mereka berhasil. Jadi
intinya jangan menyerah ketika memanganda belum bisa lepas dari rokok, coba
terus (Jaya, 2009).
2.2.10 Perilaku merokok
Seorang perokok mempunyai alasan untuk tidak berhenti merokok yaitu :
a) Merokok karena kecanduan atau tergila - gila
Ciri-ciri perokok ini adalah:
1) Perokok terus menghisap rokok tanpa ada selang beberapa waktu untuk
berhenti menghisap. Jadi rokok mati selang beberapa waktu perokok akan
menghidupkan rokok lagi.
2) Perokok sangat tergantung pada rokok.
3) Perokok selalu melakukan persiapan cadangan rokok.
24
4) Perokok tipe ini tergolong jenis perokok berat dan sangat berat. Perokok
berat menghabiskan sekitar 21-30 batang per hari. Perokok sangat berat
menghabiskan lebih dari 31 batang per hari.
5) Perokok merokok setiap saat tanpa melihat sedang atau tidak sedang
melakukan kegiatan.
b) Merokok karena kebiasaan
Ciri-ciri perokok ini adalah:
1) Perokok merokok secara otomatis setelah faktor - faktor pemicu tertentu
dan tingkah laku pemicu tertentu seperti setelah makan, minum teh, kopi, alkohol,
waktu menonton TV, membaca buku, waktu BAB.
2) Jika tidak ada faktor - faktor pemicu tertentu dan tingkah laku tertentu,
perokok tidak akan merokok.
3) Perokok tipe ini tergolong jenis perokok sedang, yang menghabiskan
rokok sekitar 11-21 batang per hari.
4) Perokok mempunyai waktu sela untuk tidak merokok.
c) Merokok karena ketegangan, kecemasan atau stres
Ciri-ciri perokok ini adalah:
1) Perokok hanya akan merokok jika terdapat seseorang atau keadaan yang
membuat mereka cemas diantaranya pada waktu akan presentasi/rapat, mendapat
tugas baru, akan menemui pimpinan.
2) Jika tidak cemas, perokok tidak akan merokok.
25
3) Perokok tipe ini tergolong jenis perokok ringan yang menghabiskan rokok
sekitar 1 - 10 batang per hari.
d) Merokok karena merangsang
Ciri-ciri perokok ini adalah:
1) Perokok hanya merokok jika merasa bosan dan loyo, sehingga rokok hanya
sebagai perangsang untuk memulai suatu kegiatan.
2) Jika tidak bosan, perokok tidak akan merokok.
3) Perokok tipe ini tergolong jenis perokok ringan yang menghabiskan rokok
sekitar 1 - 10 batang per hari.
Dalam hal ini, faktor yang mempengaruhi alasan seseorang tidak mau
berhenti merokok adalah apabila seseorang mencoba untuk merokok, maka
mereka akan cenderung terus merokok, meskipun terdapat perasaan bahwa
mereka ingin berhenti. Hal ini disebabkan oleh fisik dan mental mereka
kecanduan, dan mereka merasa menghisap rokok memberi mereka suatu
penerimaan sosial dan persahabatan. Banyak perokok menganggap rokok sebagai
sebuah pemecahan terhadap masalah - masalah kecemasan, kurang percaya diri,
kebosanan dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi yang mereka alami, dan
merasa bahwa merokok menolong mereka memecahkan kesulitan - kesulitan
mereka itu atau menenangkan diri mereka setelah mengalami sesuatu yang buruk.
Sebagaian besar perokok memang berusaha berhenti menghisap rokok pada tahap
tertentu, dan ada laju sukses awal sekitar 70 hingga 80%, tetapi angka sukses
jangka panjang hanyalah 20% (Mark Payne, 1995).
26
Berhenti merokok memberikan manfaat dalam jangka pendek dan panjang,
yaitu (Mark Payne,1995:48)
a) Manfaat jangka pendek
1) Dengan cepat sanggup bernapas lebih mudah dan mampu berolah raga jauh
lebih lama dan lebih keras
2) Akan memperoleh kembali indra penciuman dan pengecapan
3) Nafas, pakaian dan rambut tidak lagi akan berbau asbak
4) Gigi dan gusi akan jauh lebih sehat
5) Kulit akan membaik terutama kulit wajah
6) Anda akan mempunyai uang lebih banyak
b) Manfaat jangka panjang
1) Akan ada perbaikan yang dramatis pada peluang – peluang anda untuk
mencapai dan menikmati usia pensiun. Resiko serangan jantung akan lenyap
dengan cepat segera setelah anda berhenti merokok dan setelah menjauhi rokok
selama 1 tahun resiko terkena serangan jantung menurun 50%. Setelah 5 hingga
10 tahun, resiko terkena serangan jantung seorang bekas perokok hampir sama
banyaknya dengan seorang yang tidak merokok.
2) Apabila merokok 5 batang atau lebih seharinya dan mengalami sebuah
serangan jantung, maka dengan berhenti merokok pada tahap ini akan mengurangi
risiko mendapat serangan jantung sebanyak 7 kali.
27
Adapun cara dan strategi berhenti merokok adalah (Mark Payne, 1995):
a) Setelah menganalisis tingkah laku merokok macam apa yang dimiliki dan
masalah – masalah di balik kebiasaan merokok, susun rencana dan strategi untuk
mengatasi masalah itu.
b) Memilih satu hari dalam dua hingga tiga minggu mendatang, buatlah
peringatan bagi diri sendiridan katakanlah kepada orang lain bahwa anda akan
berhenti merokok pada hari itu.
c) Meminta dukungan orang lain dan jauhilah faktor – faktor pemicu dan tingkah
laku pemicu.
d) Menemukan masalah – masalah yang menyebabkan orang tetap menghisap
rokok.
e) Membuang faktor – faktor pemicu dan tingkah laku pemicu. Ubahalah kegiatan
rutin anda dan jauhi atau kurangi semua faktor dan perilaku yang memicu
merokok seperti ketegangan jiwa, marah, kopi, atau alkohol (sebagai gantinya
minumlah air mineral), dan keadaan – keadaan pergaulan dengan peokok lainnya.
Cegahlah krisis pribadi, liburan – liburan yang menenangkan dan hubungan
dengan para perokok lain pada tahap awal ini.
f) Mencari pengganti merokok. Ini barangkali dapat berupa kegiatan atau benda.
Olahraga, terutama latihan – latihan pernafasan, serta pergaulan sosial akan
menjauhkan perhatian dari rokok dan ada banyak kegiatan yang dapat membuat
tangan dan mulut tetap sibuk seperti tusuk gigi, permen dan permen karet.
28
Pergilah jalan – jalan setelah makan. Pergilah mandi sebelum makan pagi dan
mandilah air hangat pada malam hari.
g) Mencari dukungan mental dan emosional dari diri sendiri dan orang lain.
Secara mental persiapkanlah diri sendiri untuk berhenti merokok dengan
menentukan hari tertentu sebelumnya, kemudian katakanlah kepada orang lain.
Atasilah rasa takut untuk berhenti merokok. Anggaplah diri kita tidak berhenti
merokok. Jangan minta maaf karena tidak merokok. Mintalah teman – teman dan
kerabat – kerabat untuk menolong mengatasi gejala penyapihan.
h) Memberi hadiah diri sendiri karena berlaku tidak merokok. Misalnya
simpanlah uang yang dihemat karena tidak merokok untuk mentraktir diri karena
tidak merokok.
i) Membuat semakin sulit untuk menghisap rokok. Buatlah rokok dan korek tidak
gampang ditemukan dengan menyembunyikannya, menaruhnya di laci, kantong
atau ruangan lainnya.
j) Menggunakan taktik – taktik penundaan. Tingkatkanlah waktu antara
menghisap rokok : satu jam pada minggu pertama, dua jam pada minggu kedua,
dan seterusnya. Hilangkanlah kesempatan merokok yang gampang terlebih dahulu
dengan tidak merokok sebelum makan pagi atau satu jam sebelum tidur, dan
perlahan – lahan tingkatkanlah periode tidak merokok.( Mary P. McGowan, M.D,
1997: 113 )
2.2.11 Alasan merokok (tingkat dorongan)
29
1) Merokok karena tergila-gila atau kecanduan
Jenis merokok macam ini tidak terjadi sampai seseorang menghisap rokok selama
beberapa waktu , dan ini sungguh merupakan suatu kecanduan. Si perokok akan
mempunyai suatu hasrat sangat kuat untuk menghisap rokok, dan yakin bahwa
tidak mungkin hidup lebih lama sekarang tanpa sebatang rokok bila hasrat ini
muncul.
Jenis tingkah laku merokok ini adalah upaya mati-matian yang dilakukan
seseorang yang kehabisan rokok untuk membeli sebatang rokok setelah toko-toko
tutup. Mereka akan mengambil banyak langkah persiapan untuk senantaisa
menyimpan cadanngan rokok, atau sebagai gantinya. Pecandu rokok mempunyai
2 masalah :
a) Kesulitan awal yang menyebabkan mereka terus tetap merokok.
b) Gejala pelepasan yang itimbulkan akibat berhenti merokok.
Dalam tahap menghentikan kecanduan rokok tidak hanya dilakukan oleh
diri sendiri, tetapi teman-teman dan saudara harus diminta bantuannya untuk
memberi dukungan mental dan emosionalbersama-sama dengan dihilangkannya
sebanyak mungkin faktor-faktor pemicu dan tingkah laku pemicu. (Mark
Payne,1995:45)
2) Merokok karena ketegangan, kecemasan, atau stres
Keadaan cemas atau stres merupakan salah satu alasan paling lazim bagi si
perokok untuk merokok. Hal ini disebabkan akibat cemas yang dibuat oleh
seseorang atau faktor tertentu, dan merokok sebagai suatu cara untuk
menenangkan diri mereka sendiri. Tapi pada kenyataannya merokok dapat
30
menyebabkan lebih tegang dan meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah
perokok.
Cara mengatasi jenis ini adalah menghadapi masalah yang menimbulkan
kecemasan itu dengan cara lain. Yaitu dengan mempelajari teknik relaksasi seperti
bernapas dalam-dalam, olahraga, atau carilah pengganti yang siap tersedia. (Mark
Payne,1995:46)
3) Merokok untuk merangsang
Merokok hanya untuk merangsang merupakan tindakan yang berkaitan dengan
kebosanan. Perokok ini merasa bahwa mereka membutuhkan rangsangan untuk
mulai menjalani hari itu untuk menolong mereka memusatkan perhatian pada
suatu kegiatan yang dihadapinya.
Rokok membuat perokoknya “bersemangat”, tetapi gunakanlah perangsangan
yang lebih alami. Kalu perokok terlalu banyak dibebani pekerjaan, maka
rencanakanlah untuk beristirahat beberapa jam dan kembali segar tanpa
memerlukan rokok.
4) Merokok karena kebiasaan
Kebiasaan merokok merupakan proses otomatis. Perokok sering kali tidak
menyadari bahwa mereka sedang merokok. Mereka menyalakan batang rokok
satu demi satu, tanpa pernah menyadari berapa banyak rokok yang dihisap.
Dala sebuah buku harian dikatakan bahwa tipe perokok seperti ini, kalau
tidak menyimpan rokok secara tidak lazim atau tidak membaw korek api akan
pula menyingkapkan merokok karena kebiasaan. (Mark Payne,1995:47)
31
Faktor pemicu dari kebiasaan merokok antara lain yaitu sesudah makan, setelah
minum teh, kopi atau alkohol, dan sebagainya yang dapat meningkatkan
kebiasaan merokok dalam kehidupan sehari-hari.
5) Merokok untuk bersantai
Banyak perokok menggunakan sarana untuk mengendurkan saraf, atau merokok
dalam keadaan santai. Guna menghentikan rokok karena relaksasi perokok harus
menemukan cara relaksasi yang tidak melibatkan rokok. atau dengan cara berdiri
di luar dalam cuaca dingin, atau duduk di sebuah kursi yang keras dalam suatu
lingkungan yang tidak nyaman.(Mark Payne,1995:48)
2.3 Hipertensi
2.3.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas
dan angka kematian (mortalitas). Tekanan yang abnormal tinggi pada pembuluh
darah menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, gagal jantung,
serangan jantung, dan kerusakan ginjal. Menurut WHO tekanan darah dianggap
normal bila kurang dari 135/85 mmHg, sedangkan dikatakan hipertensi bila lebih
dari 140/90 mmHg, dan di antara nilai tersebut dikatakan normal tinggi. Namun
buat orang Indonesia, banyak dokter berpendapat bahwa tekanan darah yang ideal
adalah sekitar 110/120 / 80/90 mmHg (Vitahelth, 2006).
32
2.3.2 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Tekanan Darah untuk dewasa di atas 18 tahun
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik dan Diastolik(mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stadium II >160 atau >100
2.3.3 Penyebab hipertensi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder
disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal,
gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun
penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang
tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari
faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-
faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis
kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi obesitas,
pola asupan garam dalam diet).
1. Faktor tidak dapat dimodifikasi
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
33
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih
besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial
dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien
yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar
atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang
terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit
multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan
bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45
tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan
berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik
meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik
meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis,
pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik.
Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut
sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang
dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.
34
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon
estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,
yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang
berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan
sensitifitas terhadap vasopresin lebih besar.
2. Faktor dapat dimodifikasi
a. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk
35
wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita
bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional).
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin
dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan
perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan
insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi
natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.
b. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya
hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100
mmol (sekitar 2, 4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium
yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga
volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi.
c. Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya
stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.
36
2.3.4 Usaha pencegahan hipertensi
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan, demikian juga terhadap
hipertensi. Pada umumnya, orang akan berusaha mengenali hipertensi jika
dirinya atau keluarganya sakit keras atau meninggal dunia akibat hipertensi. Agar
terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan
yang baik (stop high blood presure), antara lain sebagai berikut (Adib, 2009):
a. Mengurangi konsumsi garam
b. Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g garam dapur
untuk diet setiap hari.
c. Menghindari kegemukan
d. Hindarkan kegemukan dengan menjaga berat badan normal atau tidak
berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih 10% dari berat
badan normal.
e. Membatasi konsumsi lemak
f. Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu
tinggi. Kadar kolesterol darah yang teralalu tinggi dapat menyebabkan
terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Lama
kelamaan jika endapan kolesterolbertambah akan akan menyumbat pembuluh
nadi dan mengganggu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat
kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah hipertensi. Kadar
kolesterol normal dalam darah dibatasi maksimal 200 mg – 250 mg per 100 cc
serum darah. Untuk menjaga agar kadar kolesterol darah tidak bertambah
tinggi.
37
g. Olahraga teratur
Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat menyerap atau
menghilangkan endapan kolesterol pada pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud
adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau
dinamik), seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda. Tidak dianjurkan
melakukan olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi,
karena latihan yang berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi.
a. Makan banyak buah dan sayuran segar
Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah yang
banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan darah.
i. Tidak merokok dan tidak minum alkohol
j. Latihan relaksasi atau meditasi
Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stres atau ketegangan jiwa.
Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan atau mngendorkan otot tubuh
sambil membayangkan sesuatu yang damai, indah, dan menyenangkan.
Relaksasi dapat pula dilakukan dengan mendengarkan musik atau bernyanyi.
k. Berusaha membina hidup yang positif
Dalam kehidupan dunia modern yang penuh dengan persaingan, tuntuan,
atau tantangan yang menumpuk menjadi tekanan atau beban stres (ketegangan)
bagi setiap orang. Jika tekanan stres terlampau besar sehingga melampaui daya
tahan individu, akan menimbulkan sakit kepala, suka marah, tidak bisa tidur,
ataupun hipertensi. (Adib, 2009).
38
2.3.5 Cara mengatasi hipertensi
Hipertensi bisa diatasi dengan memodifikasi gaya hidup, pengobatan dengan
antihipertensi diberikan jika modifikasi gaya hidup tidak berhasil. Hipertensi
dapat dikendalikan dengan terapi tanpa obat atau terapi dengan obat. Semua
pasien tanpa memperhatikan apakah terapi dengan obat dibutuhkan, sebaiknya
dipertimbangkan juga untuk terapi tanpa obat, antara lain:
a. Mengendalikan berat badan
b. Pembatasan asupan garam (sodium/Na)
c. Menjaga kondisi tubuh agar tetap rileks
d. Meninggalkan kebiasaan merokok dan minum alkohol.
Tujuan pengobatan tersebut adalah untuk mengurangi morbiditas atau
mortalitas kardiovaskuler akibat tekanan darah tinggi seminimal mungkin agar
tidak mengganggu kualitas hidup pasien. Tekanan darah harus diturunkan
serendah mungkin yang tidak menggaunggu fungsi ginjal, otak, jantung,
maupun kualitas hidup sambil dilakukan pengendalian faktor risiko
kardiovaskuler. Tekanan darah (Blood Pressure = BP) adalah perkalian antara
curah jantung (Cardiac Output = CO) dan tekanan vaskuler perifer (Peripheral
Vascular Resistance = PVR). Semua obat anti-hipertensi harus bekerja
mengurangi CO dan PVR ini. (Kuncara, 2003).
2.3.6 Jenis hipertensi
Hipertensi dapat di diagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri, tetapi
lebih sering dijumpai terkait dengan penyakit lain, misalnya obesitas,
arteriosklerosis, dan diabetes mellitus. Menurut Vitahealth (2006), berdasarkan
penyebabnya hipertensi dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
39
a) Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan
pasti apa penyebabnya. Para pakar menunjuk stress sebagai tertuduh utama,
setelah itu banyak faktor lain yang mempengaruhi, dan para pakar juga
menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik)
dengan risiko untuk juga menderita penyakit ini. Faktor lain yang dapat
dimasukkan dalam daftar penyebab hipertensi jenis ini adalah lingkungan,
kelainan metabolisme intra seluler, dan faktor yang meningkatkan risikonya
seperti obesitas, konsumsi alkohol, merokok, dan kelainan darah (polisitemia).
b) Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Pada 5-10 persen kasus sisanya, penyebab spesifikasinya sudah diketahui,
yaitu gangguan hormonal, penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit
pembuluh darah, atau berhubungan dengan kehamilan. Kasus yang jarang terjadi
adalah karena tumor kelenjar adrenal. Garam dapur akan memperburuk kondisi
hipertensi, tetapi bukan faktor penyebab.
2.3.7 Penatalaksanaan
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan
terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg
dan tekanan diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko. Hal ini
dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat antihipertensi.
Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan risiko kardiovaskular
dengan biaya sedikit, dan risiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski
harus disertai obat antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dosis dan obat.
40
Langkah-langkah yang dianjurkan adalah :
1) Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan.
2) Membatasi alkohol.
3) Meningkatkan aktivitas fisik aerobik.
4) Mengurangi asupan natrium.
5) Mempertahankan asukan kalium yang adekuat.
6) Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat.
7) Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam
makanan.
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien
dimulai dengan dosis rendah kemudian secara titrasi sesuai dengan umur,
kebutuhan, dan usia. Terapi yang opyimal harus efektif selama 24 jam, dan lebih
disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat
mengontrol hipertensi terus-menerus dan lancer, dan melindungi pasien terhadap
berbagai risiko dari kematian mendadak, serangan jantung, atau stroke akibat
peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang terdapat pula
obat yang berisi kombinasi dosis rendah dua obat dari golongan yang berbeda.
Kombinasi ini terbukti memberikan efektivitas tambahan dan mengurangi efek
samping (Kapita Selekta Kedokteran, 1999).
2.3.8 Diet hipertensi
2.3.8.1 Definisi
Diet adalah salah satu cara untuk mengatasi hipertensi tanpa efek samping
yang serius, karena metode pengendaliannya yang alami (Vitahealth, 2006).
41
2.3.8.2 Tujuan
Tujuan diet hipertensi adalah
1) Mengurangi asupan garam
Mengurangi garam sering juga diimbangi dengan asupan lebih banyak
kalsium, magnesium, dan kalium ( bila diperlukan untuk kasus tertentu). Puasa
garam untuk kasus tertentu dapat menurunkan tekanan darah secara nyata.
Umumnya kita mengkonsumsi lebih banyak garam daripada yang dibutuhkan
tubuh. Idealnya, kita cukup menggunakan sekitar satu sendok teh saja atau
sekitar 5 gram per hari.
2) Memperbanyak serat
Mengkonsumsi lebih banyak sayur atau makanan rumahan yang mengandung
banyak serat akan memperlancar buang air besar dan menahan sebagian asupan
natrium. Sebaiknya penderita hipertensi menghindari makanan kalengan dan
makanan siap saji dari restoran, yang dikuatirkan mengandung banyak pengawet
dan kurang serat. Dari penelitian lain ditemukan bahwa dengan mengkonsumsi 7
gram serat per hari dapat membantu menurunkan tekanan darah sisitolik sebanyak
5 poin. Konsumsi serat juga dapat memperlancar buang air, menyebabkan makan
lebih sedikit dan mengurangi asupan natrium. Serat pun mudah didapat dalam
makanan, misalnya semangkuk sereal mengandung sekitar 7 gram serat.
3) Menghentikan kebiasaan buruk
Menghentikan rokok, kopi, dan alkohol dapat mengurangi beban jantung,
sehingga jantung dapat bekerja dengan baik. Rokok dapat meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh darah dengan mengendapkan kolesterol pada pembuluh
darah jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras.
42
Sedangkan alkohol dapat memacu tekanan darah. Karena itu 90 mililiter per
minggu adalah batas tertinggi yang boleh dikonsumsi. Ukuran tersebut sama
dengan 6 kaleng bir @360 mililiter atau 6 gelas anggur @120 mililiter.
Selain itu, kopi dapat memacu detak jantung. Menghentikan atau mengurangi
kopi berarti menyayangi jantung agar tidak terbebani lebih berat.
4) Perbanyak asupan kalium
Penelitian menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi 3500 miligram kalium
dapat membantu mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah
yang ideal dapat dicapai kembali tekanan yang normal. Kalium bekerja mengusir
natrium dari senyawanya, sehingga lebih mudah dikeluarkan.
Sumber kalium mudah didapatkan dari asupan makanan sehari-hari, contoh:
sebutir kentang rebus mengandung 838 miligram kalium sehingga empat butir
kentang (3352 miligram) akan mendekati kebutuhan tersebut. Atau dengan
semangkuk bayam yang mengandung 800 miligram kalium cukup ditambahkan
tiga butir kentang. Makanan lain yang kaya kalium adalah pisang, sari jeruk,
jagung, kobis, dan brokoli.
5) Penuhi jumlah magnesium
Juga ditemukan hubungan antara rendahnya asupan magnesium dengan
hipertensi. Tetapi belum dapat dipastikan berapa banyak magnesium yang
dibutuhkan untuk mengatasi hipertensi. Kebutuhan magnesium menurut
kecukupan gizi yang dianjurkan atau RDA (Recommended Dietary Allowance)
adalah sekitar 350 miligram. Kekurangan asupan magnesium terjadi dengan
semakin banyaknya makanan olahan yang dikonsumsi.
43
6) Lengkapi kebutuhan kalsium
Walaupun masih menjadi perdebatan mengenai ada atau tidaknya pengaruh
kalsium dengan penurunan tekanan darah, tetapi untuk menjaga dari risiko lain,
800 miligram kalsium per hari (setara dengan tiga gelas susu) sudah lebih dari
cukup. Sumber lain yang kaya kalsium adalah keju rendah lemak dan ikan,
seperti salmon.
7) Manfaat sayuran dan bumbu dapur
Sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk pengontrolan tekanan
darah, adalah: a) Tomat, b) Wortel, c) Seledri sedikitnya 4 batang per hari dalam
sup atau masakan lain, d) Bawang putih sedikitnya satu suing per hari. Bisa juga
digunakan bawang merah dan bawang bombai, d) Kunyit, e) Bumbu lain adalah
lada hitam, adas, kemangi, dan rempah lainnya (Vitahealth, 2006).
2.3.9 Patofisiologi Hipertensi
2.3.9.1 Hipertensi essensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara factor
genetic dan lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu mediator neuro-hormonal.
2.3.9.2 Secara umum disebabkan oleh peningkatan tahanan perifer dan atau
peningkatan volume darah.
2.3.9.3 Gen yang berpengaruh pada hipertensi primer (factor herediter
diperkirakan meliputi 30% sampai 40% hipertensi primer) meliputi reseptor
angiotensin 2, Gen angiotensin dan renin, Gen sintelase oksida nitrat endothelial,
gen protein reseptor kinase, gen reseptor adrenergic, gen kalsium transport dan
natrium hydrogen antiporter, dan gen yang berhubungan dengan resistensi
insulin, obesitas, hiperlipidemia, dan hipertensi sebagai kelompok bawaan.
44
2.4 Kerangka Konsep
Keterangan :
= Dikaji
= Tidak dikaji = Tidak dikaji
Gambar 2. 4 Gambaran Perilaku Merokok pada Pasien Hipertensi
Sumber: Modifikasi dari Vitahealth (2006) dan Notoatmodjo (2005)
45
Pasien hipertensi
Faktor risiko hipertensia. Faktor yang bisa dikontrol1. Obesitas2. Konsumsi alkohol 3. Kebiasaan merokok4. Kurang aktivitas olahraga5. Konsumsi garam berlebih6. Pola makan sembaranganb. Faktor yang tidak bisa
dikontrol1. Faktor keturunan2. Jenis kelamin3. Usia4. Pekerjaan, pendidikan, dan
sosio ekonomi5. Lingkungan
Perilaku merokok
Domain perilaku :
2. Pengetahuan
3. Sikap
Pasien hipertensi yang merokok
Pasien hipertensi dapat mengontrol perilaku merokok
1. Tindakan
3. Kebiasaan merokok
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
1. Faktor predisposisia. Pengetahuanb. Sikapc. Keyakinand. Nilai
2. Faktor pemungkin3. Faktor penguat
BAB 3
METODE PENELITIAN
.
3.1 Desain Penelitian
Rancangan atau desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam
penelitian, yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2003:79).
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian diskriptif yaitu
penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan tentang perilaku merokok/kebiasaan
merokok pada pasien hipertensi.
3.2 Kerangka Kerja
Gambar 3. 1 Kerangka kerja penelitian
46
Menetapkan populasi yaitu penderita hipertensi yang merokok di wilayah Sukorejo Kota Blitar
Menetapkan sampel menggunakan teknik “accidental sampling” yaitu penderita Hipertensi yang merokok di wilayah Sukorejo Kota Blitar
Mengumpulkan data
Mengolah Data
Menganalisa Data
Menyusun laporan hasil penelitian
3.3 Populasi, Sampel, dan Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia; pasien) yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan. Pada penelitian ini populasinya adalah penderita
Hipertensi di wilayah Sukorejo Kota Blitar yang berjumlah 357 orang pada bulan
Januari-Juni tahun 2013.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan “sampling” tertentu
untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi (Nursalam, 2001). Dalam penelitian
sampel yang digunakan adalah pasien yang berobat di Poli Umum UPTD
Kesehatan Kecamatan Sukorejo Kota Blitar yang memenuhi kriteria inklusi pasien
Hipertensi yang pernah merokok, dan saat ini masih merokok. Menurut Arikunto
(2006), jika populasi lebih dari 100, sampel dapat diambil 10 - 15% atau 20 –
25% dari jumlah populasi, jadi besar sampel :
Sampel = 10% x populasi
Sampel = 10% x 357
= 36 Orang
3.3.3 Sampling
Metode sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi
untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2002). Pada peneliti ini menggunakan
teknik “accidental sampling” yaitu mengambil kasus atau responden yang
kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian
(Notoatmodjo, 2010).
47
3.4 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Kesehatan Kecamatan Sukorejo Kota
Blitar. Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2013.
3.5 Variabel penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia, dll). Ciri yang dimiliki oleh anggota suatu
kelompok (orang, benda, situasi) berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok
tersebut (Nursalam, 2003). Variabel dalam penelitian ini adalah perilaku
merokok.
3.6 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur)
itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi
oleh orang lain (Nursalam, 2003).
48
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variable Definisi Parameter Alat Ukur Skala SkoringGambaran perilaku merokok pada pasien hipertensi.
Tindakan menghirup silinder kertas berukuran memanjang yang berisi daun-daun tembakau dengan cara membakar salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar dapat dihisap di salah satu ujungnya sehingga bahan-bahan yang terkandung di dalamnya menyebabkan tekanan dalam darah meningkat atau hipertensi
1. Sejak kapan perilaku merokok pada pasien Hipertensi bermula.
2. Jumlah batang rokok yang dihabiskan pasien Hipertensi dalam sehari.
3. Faktor pemicu/stessor pasien Hipertensi merokok.
4. Kendala pasien Hipertensi untuk berhenti merokok.
5. Alasan atau tingkat dorongan pasien hipertensi merokok.
6. Jenis rokok yang dikonsumsi
Kuesioner Ordinal Setiap jawaban benar diberikan skor 1 dan jawaban yang salah diberikan skor 0. Dengan kategori:Baik: Jika jawaban benar 76-100%Cukup : Jika jawaban benar 60-75%Kurang : Jika jawaban benar < 60%
49
3.7 Teknik Pengumpulan Data
3.7.1 Izin penelitian
Setelah mendapat surat pengantar izin penelitian dari Program Studi DIII
Keperawatan Blitar, peneliti meminta surat rekomendasi penelitian kepada Badan
Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Daerah Kota Blitar,
setelah mendapatkan izin, peneliti mendatangi UPTD Kesehatan Kecamatan
Sukorejo Kota Blitar untuk menyerahkan surat izin penelitian tersebut,
selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data di Poli umum UPTD Kesehatan
Kecamatan Sukorejo Kota Blitar.
3.7.2 Instrumen pengumpulan data
Instrumen penelitian adalah suatu alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah.
(Arikunto, 1998). Peneliti menggunakan instrumen berupa Kuisioner yang berisi
pertanyaan terbuka, artinya Kuisioner yang disajikan dalam bentuk kolom yang
nantinya akan diisi oleh responden. Instrumen berupa Kuisioner ini, dilengkapi
dengan data umum pola perilaku merokok pada pasien hipertensi yang berisi jenis
kelamin, umur, dan pendidikan terakhir.
3.7.3 Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli 2013.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menunggu pasien Hipertensi yang
datang di poli Umum UPTD kesehatan Kecamatan Sukorejo, kemudian
melakukan pendekatan kepada calon responden dengan memperkenalkan diri
50
serta menjelaskan maksud dan tujuan. Selanjutnya, peneliti menjelaskan cara
mengisi kuesioner dengan benar.
3.8 Teknik Pengolahan Data
Pada pembahasan ini, peneliti akan menguraikan tentang pengolahan data,
analisa data, dan penyajian data.
3.8.1 Pengolahan data
1. Persiapan
Langkah persiapan adalah memilih atau menyortir data sedemikian rupa yang
bermaksud merapikan data agar bersih, rapi, dan tinggal mengadakan
pengolahan lanjutan atau menganalisa (Arikunto, 2006). Adapun kegiatan yang
dilakukan peneliti mengecek nama dan kelengkapan identitas responden untuk
menghindari kesalahan atau kekurangan, identitas, sampel, dan mengecek
macam isian data, kelengkapan dan pertanyaan atau pernyataan pada kuesioner.
2. Editing
Yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan.
3. Coding
Merupakan kegiatan pemberian kode (angka) terhadap data yang terdiri dari
beberapa kategori.
Sedangkan untuk penilaian Perilaku merokok pada pasien hipertensi yang
didapatkan melalui Kuisioner.
51
4. Entri data
Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke
dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi
frekuensi sederhana.
3.8.2 Analisis data
Analisa data adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis terhadap
data yang dikumpulkan dengan tujuan supaya trends dan reletionship bisa
dideteksi (Nursalam dan Siti Pariani, 2001).
Untuk mengukur perilaku, setiap jawaban benar diberikan skor 1 dan
jawaban yang salah diberikan skor 0. Berdasarkan skoring tersebut jawaban benar
dari masing-masing responden dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah
yang diharapkan kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase
(Arikunto, 2006).
Rumusan yang digunakan adalah :
Keterangan: n = Nilai
Sp = Skor perolehan
Sm = Skor maksimal
Dalam prosentase tersebut kemudian ditafsirkan ke dalam skala kualitatif
dengan menggunakan skala (Arikunto, 2006) yaitu:
Baik : jika 76-100%
Cukup : jika 60-75%
Kurang : jika 60%
52
3.8.3 Penyajian data
Cara penyajian data penelitian dilakukan melalui berbagai bentuk. Pada
umumnya dikelompokkan menjadi tiga yaitu penyajian dalam bentuk teks, tabel,
dan grafik (Notoadmojo, 2010). Pada penelitian ini data umum disajikan dalam
bentuk diagram dan data kgusus disajikan dalam bentuk tabel serta teks yang
digunakan untuk memperjelas keterangan.
3.9 Etika Penelitian
3. 9. 1 Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang
mungkin akan terjadi dan sesudah pengumpulan data. Calon responden bersedia
untuk diteliti, maka mereka harus menandatangai lembar persetujuan tersebut.
Calon responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak boleh memaksa dan
tetap menghormati hak-haknya.
3.9.2 Tanpa nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak boleh
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data atau kuesioner,
cukup dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.
3.9.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dan dijamin oleh peneliti karena hanya
kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil
riset.
53
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2009. Cara mudah memahami dan menghindari hipertensi. Jantung dan stroke. Yogyakarta : Dianloka printika.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi Keenam, Jakarta, PT. Rineka Cipta
Gunawan, 2001. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta : Kanisius.
Jaya, M. 2009. Pembunuh berbahaya itu bernama rokok. Yogyakarta : Riz’ma.
Kuncara, H. 2003. Aplikasi klinis Patofisiologi : pemeriksaan dan managemen. Jakarta : Buku kedokteran EGC.
Payne, Mark. 1995. Kiat Menghindari Penyakit Jantung. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta
Notoatmojo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmojo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam, 2009. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : salemba Medika
P. McGowan, Mary. 1997. Menjaga Kebugaran Jantung. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Soeharto, Iman. 2004. Serangan Jantung dan Stroke. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Vitahealth. 2006. Hipertensi. Jakarta :Gramedia Pustaka Utama.
Yoga, Tjandra Aditama. (1997). Rokok dan Kesehatan. Edisi ketiga, Jakarta, Universitas Indonesia
54