cc bab 1,2,3-

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tujuan pendidikan tinggi di Politeknik Kesehatan Padang mengarah pada pendidikan professional, yaitu menghasilkan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan akademik dan keterampilan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan yang mencakup Kesehatan Lingkungan, Keperawatan, Gizi, Kesehatan Gigi dan Kebidanan. Saat ini tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin tinggi, hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya pengetahuan, status sosial dan ekonomi masyarakat. Suatu kewajiban bagi penyedia pelayanan kesehatan untuk berupaya memenuhi tuntutan tersebut, sehingga masyarakat akan merasa puas dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Salah satu faktor yang sangat dominan dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan adalah adanya sumber daya kesehatan yang profesional seperti sanitarian, perawat, ahli gizi, ahli kesehatan gigi dan bidan. Dalam proses belajar mengajar di Politeknik Kesehatan Padang, salah satu upaya untuk menghasilkan tenaga kesehatan profesional adalah dengan melakukan praktek belajar lapangan yang dikenal dengan praktek kerja lapangan (PKL) dengan pusat kegiatan di tingkat korong atau nagari. Proses belajar mengajar yang diberikan diharapkan dapat memberikan bekal ilmu pengetahuan untuk diterapkan yang didapat di korong tersebut. Sehingga diharapkan setiap kegiatan dalam PKL ini dapat secara langsung maupun tidak langsung memperbaiki status kesehatan masyarakat yang ada di Korong tersebut, dan juga tujuan pendidikan di Politeknik Kesehatan Padang pun dapat tercapai secara maksimal. Peningkatan pelaksanaan program kesehatan masyarakat menuntut peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pengenalan masalah dan penyebab terjadinya

1

masalah serta alternatif cara-cara pemecahan, yang meliputi :perencanaan, pengelolaan teknis dan administrasi serta penilaian program di tingkat jorong atau kenagarian. Praktek belajar lapangan ini diadakan di Jorong Koto Tinggi Kenagarian Koto Tinggi. Jorong Bukik Kili terletak pada jalan lintas Padang Solok.

1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan umum Mahasiswa mampu menerapkan konsep pemecahan masalah (problem solving) dalam menangani masalah kesehatan yang ditemukan secara terencana dan terpadu.

1.2.2 Tujuan Khusus Dalam melakukan survei, diharapkan mahasiswa mampu: a) Menerapkan konsep metodologi penelitian dalam mengidentifikasi masalah kesehatan masyarakat (kerangka konsep, definisi operasional, penyusunan instrumen, penetapan populasi dan sampel, pengumpulan, pengolahan dan analisis data) b) Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah kesehatan masyarakat. c) Menyusun dan menyajikan laporan hasil survei d) Menyusun prioritas masalah kesehatan masyarakat dan menyusun alternatif pemecahan masalahnya.. e) Menyusun rencana operasional (POA) program kesehatan masyarakat bersama-sama masyarakat melalui Musyawarah Masyarakat Jorong/nagari (MMJ/N) f) Melakukan intervensi kesehatan sebagai bentuk pengabdian masyarakat berupa kegiatan fisik dan non fisik. g) Melakukan evaluasi program intervensi yang telah dilaksanakan. h) Menyusun dan menyajikan laporan pengabdian masyarakat.

2

1.3 Manfaat 1.3.1 Bagi Masyarakat a. Dapat menambah pengetahuan masyarakat dalam bidang kesehatan dan terinovasi untuk bertindak sesuai dengan prilaku hidup bersih dan sehat. b. Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk dapat menilai status kesehatan masyarakat sendiri. 1.3.2 Bagi Mahasiswa a. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang sudah diperoleh dibangku kuliah secara nyata diwilayah Jorong Koto Tinggi. b. Mahasiswa dapat pengalaman yang berharga terutama dalam

penyelenggaraan tahap-tahap manajemen selama PKL serta memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam menanggulangi masalah kesehatan yang ada dimasyarakat. c. Dapat bekerjasama dengan berbagai bidang profesi, baik sesama mahasiswa maupun dengan instansi terkait baik lintas program maupun lintas sektoral dalam rangka menanggulangi masalah kesehatan ditingkat kecamatan atau nagari/jorong.

1.3.3 Bagi Politeknik Kesehatan Padang Dengan adanya PKL diharapkan keberadaan Politeknik Kesehatan Padang tampak nyata dalam masyarakat khususnya dalam penerapan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

3

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKL

2.1

Gambaran Geografi Nagari Koto Tinggi terletak di Kecamatan Baso Kabupaten Agam, terdiri dari 6

Jorong, yaitu Jorong Koto Tinggi, Batu Taba, Kubang Pipik, Koto Gadang, Sungai Sariak, dan Ladang Hutan. Jorong Koto Tinggi sebelah Utara berbatasan dengan Jorong Baso, sebelah selatan berbatasan dengan Jorong Kubang Pipik, sebelah Barat berbatasan dengan Jorong Batu Taba, dan sebelah timur berbatasan dengan Jororng Sungai Sariak.

2.2

Gambaran Demografi

2.2.1 Manajemen Nagari Nagari adalah wilayah administrasi dan sesudah Indonesia merdeka, hal ini di adaptasi oleh pemerintah sehingga untuk wilayah Provinsi Sumatera Barat, struktur wilayah administrasi secara berturut dari tingkat yang paling tinggi adalah provinsikabupaten-kecamatan-nagari. Nagari dipimpin oleh seorang wali nagari, dan dalam menjalankan pemerintahannya, wali nagari dibantu oleh beberapa orang kepala jorong, semacam ketua RT. Wali nagari dipilih oleh anak nagari (penduduk nagari) secara demokratis. Dan biasanya yang dipilih sebagai wali nagari adalah orang yang dianggap paling menguasai tentang semua aspek kehidupan dalam budaya alam Minangkabau, sehingga wali nagari tersebut mampu menjawab semua persoalan-persoalan yang dihadapi oleh nagari (Wikipedia, 2004). Wali nagari bebas mengambil kebijaksanaan demi kemajuan nagarinya, namun tentu saja kebijaksanaan wali nagari tidaklah bisa dilakukan secara otoriter karena ada Kerapatan Adat Nagari (KAN), suatu badan legislative sekaligus yudikatif yang beranggotakan Tungku Tigo Sajarangan. Tungku Tigo Sajarangan adalah semacam perwakilan anak nagari yang terdiri dari alim ulama, cadiak pandai (kaum intelektual) dan ninik mamak para pemimpin suku dalam suatu nagari. Keputusan penting yang akan 4

diambil selalu dimusyawarahkan antara wali nagari dan Tungku Tigo Sajarangan di Balai Adat atau Balaiurung Sari Nagari (Wikipedia, 2004).

2.2.2 Susunan Organisasi Nagari Susunan organisasi nagari dan tata kerja Pemerintahan Nagari antara lain: a. Susunan organisasi pemerintah nagari terdiri dari wali nagari dan perangkat nagari. b. Perangkat nagari terdiri dari: 1) Sekretaris nagari 2) Kepala urusan 3) Kepala jorong c. Jumlah jorong disesuaikan dengan kondisi nagari yang bersangkutan. d. Susunan organisasi pemerintah nagari ditetapkan oleh wali nagari setelah mendapatkan persetujuan BAMUS. e. Susunan organisasi pemerintah nagari dilaporkan oleh wali nagari kepada bupati melalui camat. 2.2.3 Pemberdayaan Masyarakat Nagari Pemberdayaan Masyarakat dikategorikan sebagai salah satu yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, karena dalam hal ini terdapat hubungan timbale balik antara pemberdayaan masyarakat dengan kapasitas pemerintah daerah, dimana apabila masyarakatnya mampu dan mandiri akan sangat mendukung peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan sebaliknya peningkatan kapasitas pemerintah daerah akan memperkuat upaya-upaya pemerintahan dalam pemberdayaan masyarakat (Hazurlis, 2002). Yang dimaksud dengan pemerintahan dalam Peraturan Daerah ini adalah sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 huruf o, dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yaitu kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh organisasi pemerintahan yang terdepan tetapi tidak berada di bawah Camat karena nagari merupakan kesatuan masyarakat hokum adat yang mempunyai susunan asli yang Berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. 5

Oleh sebab itu pemerintahan nagari berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga nagari Berdasarkan otonomi asli yang dimilikinya. Dengan demikian pemerintahan nagari dapat mengembangkan peran serta seluruh masyarakat secara demokratis dengan memanfaatkan nilai-nilai budaya Minangkabau 2000). Pemberdayaan masyarakat di samping menciptakan peningkatan kesejahteraan dan kemandirian dengan mementingkan aspek-aspek humanism, juga harus mampu meningkatkan motivasi dan partisipasi aktif guna mewujudkan daya cipta dan karya dalam pembangunan. Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan pembangunan nagari diharapkan mempunyai dampak positif, secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut: a) Partisipasi aktif masyarakat dalam proses pemerintahan, baik dalam proses penentuan kebijakan dan pelaksanaan maupun dalam proses evaluasi dan pengawasan akan semakin meningkat. b) Perkembangan proses demokrasi dalam kehidupan masyarakat akan meningkat. c) Munculnya kreativitas dan inovasi mengembangkan pembangunan di daerahnya. d) Kelembagaan budaya dan adat istiadat yang dikenal dengan Tigo Tungku Sajarangan, Tigo Tali Sapilin dan peran serta masyarakat akan lebih berperan dalam rangka membina moral masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nagari untuk kepentingan pada generasi dimasa yang akan dating. e) Meningkatkan pengawasan atas jalannya pemerintahan, sehingga keinginan untuk mewujudkan good govermance yang digambarkan oleh masyarakat semakin nyata (Hazurlis, 2002). 2.2.4 Mekanisme Pemberdayaan Masyarakat Nagari Sebagai unit pemerintahan otonom setiap nagari adalah lembaga yang melaksanakan kekuasaan pemerintahan melalui Kerapatan Adat yang berfungsi sekaligus sebagai badan eksekutif, legislative, dan yudikatif. Di dalam Kerapatan Adat berkumpul para ninik mamak yang mewakili kaumnya dengan secara musyawarah mufakat melaksanakan pemilihan Wali Nagari, melakukan peradilan atas anggotanya dan menetapkan peraturang demi kepentingan anak 6 serta peranan lembaga

lainnya sebagai mitra kerja dalam rangka pemberdayaan masyarakat (Perda Sumbar,

nagari. Suasana demokratis selalu mewarnai hubungan pemimpin dengan masyarakat, baik di dalam menyelenggarakan pemerintahan maupun dalam urusan hokum adat (Sutoro, 2003) Dalam pelaksanaan UU No 5/1979, nagari telah berhenti menjadi suatu unit administratif yang resmi. Namun, sebuah Perda tahun 1983 mengijinkan nagari sebagai masyarakat hokum adat dan mengakui Kerapatan Adat Nagari (KAN) sebagai institusi yang mewakili masyarakat ini. Sejumlah pelaksanaan peraturan memberikan perintah terperincibagaimana KAN diangkat menurut adat dan bagaimana KAN menjalankan tugas-tugas utamanya, yaitu:

memperkuat nilai-nilai tradisional, menjaga kesatuan penduduk nagari, mengelola kekayaan dan menyelesaikan perselisihan masalah-masalah adat. Surat edaran Pengadilan Tinggi Sumatera Barat menyatakan bahwa perselisihan adat tidak akan diterima kecuali jika KAN telah memberikan sebuah keputusan. Nagari sebagai masyarakat hokum adat dan KAN dengan demikian, secara berlawanan asas, diatur secara formal sebagai institusi dan hokum informal (Sutoro, 2003) Penerapan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa konsekuensi perubahan kelembagaan, struktur, mekanisme dan nilai-nilai ideal yang dikandung suatu proses penyelenggaraan pemerintahan. Singkronisasi vertical dipelihara pada batas-batas

terselenggaranya kesatuan dan persatuan bangsa, namun pada hakekatnya desentralisasi sebagai wujud teritorial yang otonom, lebih mengemukakan untuk menerapkan standar-standar dan warna penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan keanekaragaman dan spesifikasi daerah yang bersangkutan. Dimaklumi bahwa tuntutan drastic tentang perubahan yang langsung dirasakan oleh masyarakat, baik dalam bentuk layanan publik maupun layanan sipil (Busra, 2002). 2.2.5 Pemberdayaan Masyarakat Nagari Dalam Bidang Kesehatan Untuk menjunjung upaya peningkatan kegiatan pelayanan kesehatan perlu diciptakan calon-calon pemimpin masyarakat di Kanagarian dengan jalan menambah pengetahuan para Tokoh Masyarakat (TOMA), misalnya unsure 7

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagari (LPMN), pemuka agama, ketua tim penggerak PKK, guru, coordinator kader posyandu, kepala suku dan lain sebagainya dengan keadaan setempat (Depkes RI, 1998). a. Tujuan Menurut Depkes RI (1998) tujuan pemberdayaan masyarakat nagari dalam bidang kesehatan antara lain: 1. Setiap pemimpin kelompok masyarakat baik formal maupun informal

mempunyai wawasan Kesuma (kesehatan untuk semua). 2. Setiap kelompok masyarakat baik di tingkat kewilayahan maupun organisasi, mempunyai bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang merupakan wujud partisipasi mereka dalam menanggulangi masalah kesehatan yang ada di masyarakat dengan baik (Depkes RI, 1998). b. Manfaat Manfaat pemberdayaan pemimpin masyarakat yang berwawasan kesehatan menurut Depkes RI (1998) antara lain: 1. Sangat membantu dalam penyebaran informasi. 2. Sangat membantu dalam menyadarkan warga. 3. Sangat bermanfaat dalam upaya mengumpulkan warga untuk kegiatan yang sudah ditentukan. 4. Sangat bermanfaat dalam menetapkan jenis kegiatan yang lebih sesuai dengan keinginan warga (Depkes RI, 1998). c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan masyarakat nagari dalam suatu kegiatan menurut Depkes RI (1998), adalah: 1). Faktor masyarakat pada umumnya. a). Manfaat kegiatan yang dilakukan: Jika kegiatan yang diselenggarakan memberikan manfaat yang nyata dan jelas bagi masyarakat, maka kesediaan masyarakat untuk berperan serta menjadi lebih besar. b). Adanya kesempatan untuk berperan serta

8

Kesediaan berperan serta juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan atau ajakan untukberperan sert dalam masyarakat dilihat bahwa mwmang ada hal-hal yang berguna dalam kegiatan itu. c). Memiliki keterampilan yang bias disumbangkan. Jika kegiatan dilaksanakan membuktikan orang-orang dengan memiliki keterampilan tertentu, maka hal ini akan menarik bagi orang-orang yang memiliki orang-orang tersebut untuk ikut berperan serta. d). Rasa memiliki Rasa memiliki sebuah kegiatan akan tumbuh jika sejak awal kegiatan masyarakta sudah ikut diikutsertakan dalam kegiatan. Jika peran serta ini bias ditumbuhkan dengan baik, maka peran serta masyarakat dalam kegiatan di desa akan dapat dilestarikan. 2) Faktor tokoh masyarakat dan pimpinan kader. Jika dalam kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh-tokoh masyarakat atau pimpinan kader yang disegani ikut serta maka merekaakan tertarik juga untuk ikut serta. Dalam kehidupan sehari-hari mereka merupakan tokoh yang dapat dijadikan panutan, akrab dengan anggota masyarakat dan menyadari pentingnya peran serta masyarakat dalam kegiatan di desa. Peranan tokoh masyarakat dan memimpin kader menjadi semakin penting. 3) Faktor petugas Petugas yang memiliki sikap yang baik seperti akrab dengan masyarakat, menunjukkan perhatian pada kegiatan masyarakat dan mampu mendekati para tokoh masyarakat berperan serta. Jika sifat-sifat tadi belum dimiliki oleh petugas maka ia akan mengalami lebih banyak kesukaran dalam mengajak masyarakat untuk berperan serta. 4) Faktor cara kerja yang digunakan Jika cara kerja yang digunakan dalam kegiatan desa bersifat terpusat (sentralisasi) dimana semua hal diputuskan oleh atasan, maka peluang masyarakat untuk berperan serta juga menjadi lebih sulit. Demikian juga halnya dengan cara kerja yang menggunakan sistem target dan mengakibatkan

9

suatu kegiatan menjadi dipaksakan, sehingga mengurangi kesediaan masyarakat untuk ikut berperan serta. 2.2.6 Komunikasi Dalam Menggerakkan Peran Masyarakat a. Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, dimana seluruh proses kegiatan manusia tidak terlepas dari proses komunikasi. Bluben (1998) mengemukakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana individu berintegrasi baik dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat untuk menciptakan, mengirimkan serta menggunakan informasi kepada lingkungannya (Andi, 1997) b. Model komunikasi Salah satu model komunikasi yang digunakan oleh Laswel. c. Komponen Dasar Komunikasi Dari model komunikasi yang dikemukakan oleh Laswell tersebut, maka dapat dilihat beberapa element dari proses komunikasi, yaitu: 1) Sumber Pengirim pesan (sumber) adalah individu atau orang tempat asalnya pesan. Pesan yang dikirim berasal dari otak si pengirim harus menciptakan dulu pesan yang dikirim, dengan menentukan arti apa yang akan disamapaikan kemudian menjadikannya ke dalam pesan yang dikirim melalui saluran. 2) Pesan Pesan adalah rangsangan (stimulus) yang disampaikan oleh sumber kepada sasaran baik berupaverbal (seperti buku, majalah, Koran, dll)maupun non verbal (berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi muka dan nada suara). 3) Saluran/media Saluran adalah sarana yang dipilih oleh sumber untuk menyampaikan pesan kepada sasaran atau audient. Ada dua yang dikenal yaitu: a) Media massa, seperti surat kabar, majalah, radio dan televise.

10

b) Media pribadi, seperti integrasi antara sumber dan sasaran melalui pembicaraan langsung, telepon dan melalui surat. 4) Sasaran (penerima pesan) Adalah orang yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterima. 5) Umpan balik (Feed back) Umpan balik adalah respon terhadap pesan yang dikirim terhadap penerima pesan. Dengan diberikan reaksi ini kepada pengirim maka pengirim dapat mengetahui apakah pesan yang disampaikan

diinterpretasikan sama dengan yang dimaksudnya (Andi, 1997). 6) Akibat Adalah hasil dari suatu komunikasi yang menjadikan perubahan pada diri sasaran (Azwar, 1996). d. Peran Serta Masyarakat Pada waktu melaksanakan program kesehatan seharusnya dengan mengikutsertakan masyarakat. Ditinjau dari prinsip pokok kesehatan bahwa setiap pelaksanaan pengorganisasian kegiatan kemasyarakatan mengikuti prinsip dari, oleh peran serta masyarakat. Dengan adanya peran serta masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) dari masyarakat, serta adanya kesinambungan pelaksanaan program (Azwar, 1996) Agar pengorganisasian masyarakat berhasil dilakukan dan tujuan pelaksanaan tercapai ada beberapa teknik perencanaan yang dipergunakan dikenal dengan pendekatan edukatif yang terdiri dari lima langkah sebagai berikut: 1) Melakukan pendekatan internal Sasaran pendekatan internal adalah perangkat organisasi yang akan melaksanakan program kemasyarakatan tujuannya untuk mempersiapkan pelaksana yang akan melaksanakan program tersebut sehingga program yang akan dilaksanakan berhasil sesuai dengan tujuan. 2) Melakukan pendekatan eksternal 11

Sasaran pendekatan eksternal adalah pemuka masyarakat baik formal maupun informal yang ada di wilayah tempat pelaksanaan program kemasyarakatan tersebut. Tujuannya adalah untuk mendapatkan

dukungan baik moril maupun materil 3) Melakukan penelitian masyarakat mandiri Penelitian masyarakat mandiri dilaksanakan oleh masyarakat sendiri tujuannya agar masyarakat mengenal sendiri berbagai masalah yang dihadapinya. 4) Melaksanakan musyawarah masyarakat Perumusan prioritas masalah dan mencari jalan keluarnya harus dilaksanakan oleh masyarakat sendiri. Lazimnya melalui pertemuan kemasyarakatan yang ada di Indonesia dikenal dengan Musyawarah Masyarakat Nagari (MMN). 5) Melaksanakan jalan keluar yang ditetapkan. Kegiatan terakhir yang dilakukan adalah melaksanakan jalan keluar yang telah disepakati. 2.2.7 Gambaran Demografi Jorong Koto Tinggi terdiri dari 254 Kepala Keluarga (KK), dengan jumlah penduduk 869 orang, terdiri dari 416 orang penduduk Laki-laki dan 453 orang penduduk Perempuan. Dengan mayoritas pekerjaan kepala keluarga bertani dan ibu senagai Ibu Rumah Tangga.

2.3

Gambaran Fasilitas Sarana Dan Prasarana Umum Fasilitas sarana dan prasarana umum yang terdapat di Kanagarian Koto Tinggi diantaranya adalah 1 buah posyandu, 1 buah mushala dan1 buah mesjid.

12

BAB III PELAKSANAN SURVEI 3.1. Metode Survei 3.1.1 Disain Survey Pelaksanaan survei dilakukan dengan pendekatan cross sectional study dimana pengumpulan data pada waktu yang bersamaan atau sesaat. 3.1.2 Populasi dan Sampel 3.1.2.1 Populasi Populasi sasaran dalam pengumpulan data adalah Kepala Keluarga ( KK ) yang mempunyai Balita Usia 0 59 Bulan di jorong koto tinggi sebanyak 57 KK. Keluarga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Konsep yang digunakan adalah keluarga besar ( ekstended family ). Data gambaran KK balita bias didapatkan pada Bidan Desa/ Relawan/ Kantor Wali Jorong/ Nagari. Segmen populasi ditetapkan berdasarkan kebutuhan dan kelompok penduduk yang rentan menderita masalah kesehatan, yaitu : 1. Anak balita umur 0 59 bulan 2. Ibu hamil 3. Ibu nifas 4. Anak usia sekolah 5. Remaja 6. Dewasa 7. Lansia 3.1.2.2 Sampel Sampel adalah sebagian populasi sasaran dengan jumlah yang ditetapkan dengan rumus besar sampel : d Zc = PxQ (N-n) n (N-1) 13

Keterangan: N Zc P Q D N = jumlah sampel = derajat kepercayaan yang diinginkan = proporsi kejadian pada populasi yang sukses (dapat digunakan p=0,5) = proporsi kejadian pada populasi yang gagal (1-P) = presisi mutlak (5%) = populasi 1. Seluruh KK yang mempunyai balita terpilih dijadikan sampel untuk keterangan keluarga / rumah tangga sebanyak 54 KK. 2. Seluruh segmen atau beberapa segmen yang terpilih dijadikan sampel untuk keterangan individu seperti : a. Bayi berumur 0 11 bulan diambil secara total sampling untuk pertanyaan individu. b. Balita umur 12 59 bulan diambil secara total sampling untuk pertanyaan individu. c. Ibu hamil diambil secara total sampling untuk pertanyaan individu. d. Ibu nifas diambil secara total sampling untuk pertanyaan individu. e. Anak usia sekolah diambil secara total sampling untuk pertanyaan individu. f. Remaja diambil secara total sampling untuk pertanyaan individu. g. Lansia diambil secara total sampling untuk pertanyaan individu. 3. Sampel anak balita bila dalam 1 keluarga ditemukan lebih dari satu balita maka yang di ambil yang terkecil, dengan alasan agar dapat di gali informasi lebih akurat tentang sampel. 4. Data sasaran yang di peroleh dari beberapa sumber di catat dalam daftar sampling ( lihat contoh pada lampiran A), kemudian dilakukan pengambilan sampel dengan metode acak sederhana dengan menggunakan tabel random. Kemudian sampel yang terpilih dipetakan ( mapping ) untuk memudahkan dalam pengumpulan data.

14

3.1.3 Kerangka Konsep

15

3.1.4 Variabel Pengumpul Data 3.1.4.1 Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui penelusuran dokumen dari Puskesmas, Bidan Desa, Relawan, Jorong, dan nagari serta instansi yang berkaitan dengan PKL, sehubungan dengan Data Demografi dan Geografi ( batas wilayah dan topografi tanah ), cakupan program kesehatan, organisasi formal / non formal yang ada di jorong dan nagari. 3.1.4.2 Data Primer Data primer dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kuesioner terdiri dari pertanyaan keluarga ( cover berwarna ) dan pertanyaan individu ( kertas putih ). Pengukuran dan pemeriksaan menggunakan alat tensimeter, HB Sahli, Timbangan dacin, Microtois, Alat Ukur Panjang Badan ( AUPB ), pita fiber glass, CHN Kit, Alat Pemeriksaan Gigi ( Kaca Mulut, Ekskapator, Feriodental Probe, Sonde ), dan pengamatan dilakukan dengan menggunakan formulir inspeksi sanitasi dan konsumsi gizi dengan form semi quantitative food frequency. 3.1.5 Definisi Operasional No 1. Variabel Angka kematian Definisi Cara Ukur Hasil Ukur y Ya y Tidak y Ya y Tidak Skala Ukur Nominal

2.

Angka kesakitan

Ada/tidak bayi atau ibu yang Wawancara melahirkan meninggal setahun terakhir, sampai dengan hari wawancara. Ada/tidak ada anggota Wawancara keluarga yang sakit diare, ISPA dalam satu bulan dan TB Paru dalam satu tahun terakhir sampai hari wawancara. Kurang energi kronis yang Pengukuran terjadi pada ibu hamil yang LILA ditandai dengan ukuran lingkar lengan atas (LILA) bumil < 23,5 cm. Penyakit kurang darah Pengukuran 16

Nominal

KEK Bumil

y KEK : LILA Ordinal < 23,5 cm y Tidak KEK : 23,5 cm y Anemia : HB Ordinal

Anemia

Bumil

ditandai dengan rendahnya HB nilai HB ibu hamil.

Karies Gigi

BBLR

3.

Status Gizi

4.

Frekuensi Konsumsi Makanan Pokok

5.

Frekuensi Konsumsi Protein Hewani

y BBLR : < Ordinal 2500 gr y Normal : 2500 gr Keadaan keseimbangan antara Pengukuran BB/U : Ordinal intake makanan dan antropometr y Kurang Gizi penampakan tubuh sesuai i dengan : < -2 SD umur dan jenis kelamin. indeks y Normal : BB/U, 2 SD TB/U, dan TB/U : BB/TB y Pendek : < -2 dengan SD baku y Normal : rujukan 2 SD WHO 2005 BB/TB : y Kurang : < -2 SD y Normal : 2 SD Frekuensi konsumsi pangan Wawancara y Kurang : < Ordinal kelompok makanan pokok dengan 3x/hari oleh balita sampel dalam Form Food y Cukup : sehari. Frequency 3x/hari Questionair e (FFQ) Frekuensi konsumsi pangan Wawancara y Kurang : < Ordinal kelompok protein hewani oleh dengan 1x/hari balita sampel dalam sehari. Form Food y Cukup : Frequency 1x/hari Questionair e (FFQ) Frekuensi konsumsi pangan Wawancara y Kurang : < Ordinal kelompok protein Nabati oleh dengan 1x/hari balita sampel dalam sehari. Form Food y Cukup : Frequency 1x/hari Questionair 17

Suatu penyakit (lubang gigi) Pemeriksaa pada jaringan keras gigi yang n gigi terjadi pada kepala keluarga (Ibu) usia 35 50 tahun dan anak usia 6 14 tahun. Berat badan bayi anak sampel wawancara sewaktu lahir rendah.

< 11 gr% y Tidak Anemia : HB 11 gr% Ordinal y 2

6.

Frekuensi Konsumsi Protein Nabati

7.

Frekuensi Konsumsi Sayuran

e (FFQ) Frekuensi konsumsi pangan Wawancara y Kurang : < Ordinal kelompok sayuran oleh balita dengan 1x/hari sampel dalam sehari. Form Food y Cukup : Frequency 1x/hari Questionair e (FFQ)

8.

Frekuensi Frekuensi konsumsi pangan Konsumsi kelompok buah - buahan oleh Buah balita sampel dalam sehari. buahan

9.

Konsumsi Kuantitas zat gizi energi yang Zat Gizi dikonsumsi balita dalam Energi Balita sehari dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004. Kuantitas zat gizi protein yang dikonsumsi balita dalam sehari dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004. Kuantitas zat gizi energi yang dikonsumsi ibu dalam sehari dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004. Kuantitas zat gizi protein yang dikonsumsi bumil dalam sehari dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004.

10. Konsumsi Zat Gizi Protein Balita

11. Konsumsi Zat Gizi Energi Bumil 12. Konsumsi Zat Gizi Protein Bumil

Wawancara dengan Form Food Frequency Questionair e (FFQ) Wawancara dengan Form Food Frequency Questionair e (FFQ) Wawancara dengan Form Food Frequency Questionair e (FFQ) Wawancara dengan Form Recall 1 x 24 jam Wawancara dengan Form Recall 1 x 24 jam

y Kurang : < Ordinal 1x/hari y Cukup : 1x/hari y Kurang : < Ordinal 100 % AKG y Cukup : 100 % AKG y Kurang : < Ordinal 100 % AKG y Cukup : 100 % AKG y Kurang : < Ordinal 100 % AKG y Cukup : 100 % AKG y Kurang : < Ordinal 100 % AKG y Cukup : 100 % AKG

18

13. Konsumsi Kuantitas zat gizi, besi (Fe) Zat Gizi (Fe) yang dikonsumsi bumil dalam Bumil sehari dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004.

Wawancara y Kurang : < Ordinal dengan 100 % AKG Form Recall y Cukup : 1 x 24 jam 100 % AKG

14. Pola Asuh Makan Batita (6 36 ) bulan

Cara cara pengasuhan dan Wawancara tindakan ibu dalam membimbing anak terutama yang berkaitan dengan makanan yang diberikan. Wawancara dan Pengamatan .

15. Sumber Air Sarana yang digunakan Bersih keluarga untuk keperluan air minum/ masak/ cuci alat makan sehari hari.

Ordinal y Kurang apabila Skor < 11 y Cukup apabila Skor 11 Ordinal y Tidak memenuhi syarat (apabila menggunaka n sungai, kolam, dan selokan). y Memenuhi syarat (apabila menggunaka n SGL dan PAM).

16. Tingkat resiko pencemaran air minum.

Mutu air yang dilihat dari Inspeksi inspeksi sanitasi yang sanitasi. disesuaikan dengan jenis sarana.

17. Kualitas air Mutu air yang dilihat dari segi minum fisik air. 18. Tempat Tempat/wadah yang Buang Air digunakan oleh anggota Besar. keluarga untuk buang air 19

Observasi. Wawancara dan pengamatan

Ordinal y Berisiko, apabila Skor 6 - 10 y Tidak berisiko, apabila Skor 0-5 Ordinal y Baik y Jelek y Jelek: selain Ordinal leher angsa/septik

besar sehari-hari.

. y

19. Tempat Pengumpula n Sampah

Alat pengumpulan sampah Wawancara dan kondisi sarana, dan pengumpulan sampah akhir. pengamatan . Kondisi fisik rumah yang Pengamatan dilihat dari letak, dinding, lantai, atap, loteng, ventilasi, pencahayaan dan rasio hunian kamar. Upaya yang dilakukan Pengamatan keluarga untuk mengamankan hewan peliharaan dari penyakit pencemaran.

y y

20. Perumahan

y y

21. Tempat hewan peliharaan

y

y

22. Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Kondisi terpenuhinya Wawancara y kebutuhan pangan keluarga dan croscek yang tercermin dari FFQ kontinuitas tersedianya pangan pokok, protein hewani dan protein nabati dalam keluarga.

y

tank Baik: leher angsa/septik tank. Memenuhi syarat, Tidak memenuhi syarat. Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat. Baik: apabila hewan peliharaan dikandangka n, Tidak baik: apabila hewan peliharaan tidak dikandangka n. Rumah Tangga tahan pangan: Rumah Tangga dimana ketersediaan pangan pokok dan protein hewani, serta nabati/protei n hewani saja tersedia secara continue. Rumah Tangga kurang tahan pangan:

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

20

23. Pemanfaatan sarana kesehatan

Jenis layanan yang diperoleh Wawancara oleh anggota keluarga dari sarana puskesmas, pustu, dan bidan desa Akses ke posyandu, jenis Wawancara layanan yang diterima, KMS, dan penyuluhan di posyandu.

y

y y

24. Pemanfaatan Posyandu

y 25. Pemeriksaan Kehamilan (K1) Pernah memeriksakan Wawancara kehamilan pada 3 bulan pertama kehamilan dengan K1 = 5T (KP : M33 ya semua).

y

y

26. Pemeriksaan Kehamilan (K4)

Frekuensi pemeriksaan Wawancara kehamilan sewaktu mengandung anak yang sebagai sampel 4 kali atau lebih dengan komposisi 1 : 1 : 2

y

y

Rumah Tangga dimana salah satu dari pangan pokok atau protein hewani tidak tersedia secara continue. Kurang, apabila Skor 1 merupakan penyebab timbulnya masalah. o Angka OR55 Tahun) A. Kesehatan Lansia Tabel 3.2.1.68 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Kesehatan Lansia di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Kategori Ya Tidak Total Frekuensi 0 12 12 Persentase 0.0 100.0 100.0

54

Berdasarkan tabel 3.2.1.68 dapat disimpulkan bahwa tidak ada lansia yang sedang sakit saat pemeriksaan. Tabel 3.2.1.69 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Kunjungan ke Posyandu Lansia di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Kategori Mengunjungi posyandulansia 3 bulan terakhir Tidak mengunjungi posyandu lansia 3 bulan terakhir Total Frekuensi 2 10 12 Persentase 16.7 83.3 100.0

Berdasarkan tabel 3.2.1.64 dapat disimpulkan bahwa pada umunya lansia tidak mengunjungi posyandu pada 3 bulan terakhir, yaitu 83,3%. Tabel 3.2.1.70 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Kemampuan memenuhi kebutuhan makan / minum Kategori Tidak perlu bantuan Sebagian perlu bantuan Total Frekuensi 10 2 12 Persentase 83.3 16.7 100.0

Berdasarkan tabel 3.2.1.70 dapat disimpulkan bahwa sebagian dari lansia memerlukan bantuan dalam memenuhi kebutuhan makan/minum, yaitu 16,7%. Tabel 3.2.1.71 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Kemampuan memenuhi kebutuhan mandi / berpakaian di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Kategori Tidak perlu bantuan Sebagian perlu bantuan Total Frekuensi 11 1 12 Persentase 91.7 8.3 100.0

55

Berdasarkan tabel 3.2.1.71 dapat disimpulkan bahwa lansia yang memerlukan bantuan dalam memenuhi kebutuhan mandi/berpakaian, yaitu 8,3%. Tabel 3.2.1.72 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Kemampuan memenuhi kebutuhan mobilisasi / bergerak / berpindah di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Kategori Tidak perlu bantuan Sebagian perlu bantuan Total Frekuensi 11 1 12 Persentase 91.7 8.3 100.0

Berdasarkan tabel 3.2.1.72 dapat disimpulkan lansia yang memerlukan bantuan dalam memenuhi kebutuhan mobilisasi / bergerak / berpindah , yaitu 8,3%. Tabel 3.2.1.73 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Kesehatan lansia dalam 3 bulan terakhir di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Kategori Ya Tidak Total Frekuensi 7 5 12 Persentase 58.3 41.7 100.0

Berdasarkan tabel 3.2.1.74 dapat disimpulkan bahwa dalam 3 bulan terakhir sebagian lansia tidak sehat, yaitu 41,7%. Tabel 3.2.1.72 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Riwayat Penyakit Degeneratif di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Penyakit Ya Frekuensi Perentase (%) 2 16.7 2 16.7 1 8.3 1 8.3 1 8.3 0 0.0 56 Tidak Frekuensi Persentase (%) 10 83.3 10 83.3 11 91.7 11 91.7 11 91.7 12 100.0 Jumlah

Hipertensi Rematik Diabetes mellitus Asthma Stroke Kanker

12 12 12 12 12 12

Keluhan nyeri sendi Keluhan sakit kepala Keluhan pusing Keluhan tidak bisa jalan Keluhan tidak ada nafsu makan Keluhan merasa tidak diperhatikan / kesepian Keluhan sudah BAB Keluhan inkonienensia Urine Keluhan nyeri dada Keluhan sesak nafas Lain-lain

3 8 8 1 3 0 1 2 1 2 3

25.0 66.7 66.7 8.3 25.0 0.0 8.3 16.7 8.3 16.7 25.0

9 4 4 11 9 12 11 10 11 10 9

75.0 33.3 33.3 91.7 75.0 100.0 91.7 83.3 91.7 83.3 75.0

12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Berdasarkan tabel 3.2.1.72 dapat disimpulkan bahwa pada umumnya lansia memiliki keluhan sakit kepala dan pusing, yaitu 66,7%. Tabel 3.2.1.73 Distribusi Frekuensi lansia berdasarkan senam lansia Kategori Mengikuti senam lansia 1 bulan terakhir Tidak mengikuti senam lansia 1 bulan terakhir Total Frekuensi 6 Persentase 50.0

6 12

50.0 100.0

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dalam 1 bulan terakhir sebagian lansia tidak mengikuti senam lansia, yaitu 50%.

57

Hasil Analisi Univariat Ibu Hamil Tabel 3.2.1 74 Distribusi Frekuensi Status Gizi Ibu Hamil Berdasarkan Kategori Lingkar Lengan Atas Di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Kategori KEK Tidak KEK Total Frekuensi 0 2 2 % 0 100 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat berdasarkan kategori lingkar lengan atas dari 2 orang ibu hamil tidak ada yang mengalami KEK (100 %). Tabel 3.2.1.75 Distribusi Frekuensi Status Gizi Ibu Hamil Berdasarkan Kategori Hemoglobin Di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Kategori Anemia Tidak Anemia Total Frekuensi 0 2 2 % 0 100 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat berdasarkan kategori hemoglobin dari 2 orang ibu hamil tidak ada yang mengalami anemia (100 %).

58

3.3 Hasil Analisis Bivariat A. Hasil Analisis Bivariat kejadian ISPA Tabel 3.2.1.76 Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan Pernah Didiagnosis Menderita ISPAOleh Tenaga Kesehatan di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Pernah Menderita ISPA Kondisi Fisik Rumah n Tidak memenuhi syarat Memenuhi Syarat Total 17 8 25 Ya % 40,5 72,7 47,2 n 25 3 28 Tidak % 59,5 27,3 52,8 n 42 11 53 % 100 100 100 Total

P value = 0,117 OR = 3,992 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,117 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara kondisi fisik rumah dengan pernah didiagnosis menderita ISPA. Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 3,992 artinya rumah yang tidak memenuhi syarat mempunyai resiko sakit ISPA sebesar 4 kali lebih dari pada rumah yang memenuhi syarat. Tabel 3.2.1.77 Hubungan Sarana Pelayanan Kesehatan Dengan Pernah Didiagnosis Menderita ISPA Oleh Tenaga Kesehatan di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Pernah Menderita ISPA Sarana Pelayanan Kesehatan N Kurang Baik Total P value = 1,00 OR = 0,542 24 1 25 Ya % 48,0 25,0 46,3 N 26 3 29 Tidak % 52,0 75,0 53,7 n 50 4 54 % 100 100 100 Total

59

Dari hasil uji chi square diketahui nilai p= 1,00 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara Sarana Pelayanan Kesehatan dengan pernah didiagnosis menderita ISPA. Tabel3.2.1.78 Hubungan Tempat Pengumpulan Sampah dengan Pernah Didiagnosis Menderita ISPAOleh Tenaga Kesehatan di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011

Pernah Menderita ISPA Tempat Pegumpulan Sampah N Tidak memenuhi syarat Memenuhi Syarat Total P value = 1,00 OR = 0,889 24 1 25 Ya % 47,1 50,0 47,2 n 27 1 28 Tidak % 52,9 50,0 52,8 n 51 2 53

Total % 100 100 100

Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 1,00 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara tempat pengumpulan sampah dengan pernah

didiagnosis menderita ISPA. Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 0,889 artinya tempat pengumpulan sampah yang tidak memenuhi syarat mempunyai resiko sakit ISPA sebesar 1 kali lebih dari pada tempat pengumpulan sampah yang memenuhi syarat.

Tabel 3.2.1.79 Hubungan Tempat Hewan Peliharaan dengan Pernah Didiagnosis Menderita ISPAOleh Tenaga Kesehatan di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Pernah Menderita ISPA Tempat Hewan Peliharaan N Buruk Baik Total P value = 0,674 60 11 14 25 Ya % 42,3 51,9 47,2 n 15 13 28 Tidak % 57,7 48,1 52,8 n 26 27 53 Total % 100 100 100

OR = 1,469 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,674 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara tempat hewan peliharaan dengan pernah didiagnosis menderita ISPA. Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 1,469 artinya tempat hewan peliharaan yang buruk mempunyai resiko sakit ISPA sebesar 1 kali lebih dari pada tempat hewan peliharaan yang baik.

Tabel 3.2.1.80 Hubungan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan Pernah Didiagnosis Menderita ISPAOleh Tenaga Kesehatan di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Pernah Menderita ISPA CTPS n Kurang Baik Total 77 18 95 Ya % 36,0 41,9 37,0 n 137 25 162 Tidak % 64,0 58,1 63,0 n 214 43 257 Total % 100 100 100

P value = 0,579 OR = 1,281 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,579 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan pernah didiagnosis menderita ISPA. Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 1,281 artinya keluarga yang tidak cuci tangan pakai sabun (CTPS) mempunyai resiko sakit ISPA sebesar 1 kali lebih dari pada keluarga yang cuci tangan pakai sabun (CTPS).

61

B. Hasil Analisis Bivariat Kejadian Diare Tabel 3.2.1.81 Hubungan Kebiasaan Cuci Tanggan Pakai Sabun (CTPS) dengan Kejadian Penyakit Diare di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Diare CTPS Tidak Ada Total P value = 0,02 OR = 0,126 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p= 0,02 (p< ) berarti ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan cuci tanggan pakai sabun dengan pernah didiagnosis menderita diare. N 12 1 13 Ya % 7,5 1,0 5,1 Tidak n % 147 92,5 97 99,0 244 94,9 n 159 98 257 Total % 100 100 100

Tabel 3.2.1.82 Hubungan Jamban Keluarga dengan Kejadian Penyakit Diare di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Diare Jamban Keluarga n Kurang Baik Baik Total P value = 0,788 OR = 0,000 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p = 0,788 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara jamban dengan pernah didiagnosis menderita Diare. 1 2 3 Ya % 10,0 4,8 5,7 n 10 40 50 Tidak % 90,0 95,2 94,3 n 11 42 53 Total % 100 100 100

62

Tabel 3.2.1.83 Hubungan Risiko Sumur Gali dengan Kejadian Penyakit Diare di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Diare Risiko Sumur Gali n Berisiko Tidak Berisiko Total P value = 0,0001 OR = 1,1 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p= 0,0001 (p< ) berarti ada hubungan yang signifikan antara risiko sumur gali dengan kejadian penyakit diare. 3 0 3 Ya % 9,7 0 5,6 n 28 23 51 Tidak % 90,3 100 94,4 n 31 23 54 Total % 100 100 100

Tabel 3.2.1.84 Hubungan Kualitas Air Keluarga dengan Kejadian Penyakit Diare di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Diare Kualitas Air n Jelek Baik Total P value = 0,394 OR = 0,326 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,394 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas air dengan pernah didiagnosis menderita Diare. 1 2 3 Ya % 12,5 4,4 5,7 n 7 43 50 Tidak % 87,5 95,6 94,3 n 8 45 53 Total % 100 100 100

63

Tabel 3.2.1.85 Hubungan Tempat Hewan Peliharaan Keluarga dengan Kejadian Penyakit Diare di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Diare Tempat Hewan Peliharaan n Buruk Baik Total P value = 0,610 OR = 0,462 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p = 0,610 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara tempat hewan peliharaan dengan pernah didiagnosis menderita Diare. Tabel 3.2.1.86 Hubungan Tempat Pengumpulan Sampah Keluarga dengan Kejadian Penyakit Diare di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Tempat Pengumpulan Sampah Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat Total P value = 0,111 OR = 0,041 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p = 0,111 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara tempat pengumpulan sampah didiagnosis menderita Diare. dengan pernah Diare Ya n 2 1 3 % 3,9 50,0 5,7 Tidak n % 49 96,1 1 50,0 50,0 94,3 n 51 2 53 Total % 100 100 100 2 1 3 Ya % 7,7 3,7 5,7 n 24 26 50 Tidak % 92,3 96,3 94,3 n 26 27 53 Total % 100 100 100

64

Tabel 3.2.1.87 Hubungan Sarana Air Bersih Keluarga dengan Kejadian Penyakit Diare di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Diare Sarana Air Bersih n Berisiko Tidak Berisiko Total P value = 1,000 OR = 0,889 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p = 1,000 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara sarana air bersih dengan pernah didiagnosis menderita Diare. Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 0,889 artinya sarana air bersih keluarga yang berisiko mempunyai resiko sakit diare sebesar 1 kali lebih dari pada sarana air bersih keluarga tidak berisiko. Tabel 3.2.1.88 Hubungan Sarana Pembuangan Air Limbah Keluarga dengan Kejadian Penyakit Diare di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Diare Sarana Pembuangan Air Limbah N Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat Total P value = 0,815 OR = 0,0001 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p = 0,815 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara sarana pembuangan air limbah dengan pernah didiagnosis menderita Diare. 65 2 1 3 Ya % 7,4 4,3 5,7 n 28 22 50 Tidak % 92,6 95,7 94,3 n 30 23 53 Total % 100 100 100 2 1 3 Ya % 5,9 5,3 5,7 n 32 18 50 Tidak % 94,1 94,7 94,3 n 34 19 53 Total % 100 100 100

C. Status Gizi balita Tabel 3.2.1.89 Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi BB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011

Status Gizi BB/U Pengetahuan Gizi Ibu Kurang n Rendah Tinggi Total 10 3 13 % 33,3 13,0 24,5 n 20 20 40 Baik % 66,7 87 75,5 N 30 23 53

Total % 100 100 100

P value = 0,115 OR = 3,333 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,115 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita berdasarkan BB/U.Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 3,333 artinya pengetahuan ibu rendah mempunyai resiko status gizi kurang sebesar 1 kali lebih dari pada pengetahuan gizi ibu yang tinggi.

Tabel 3.2.1.90 Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi BB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status Gizi BB/U Pola Asuh Kurang n Kurang Baik Total 1 3 4 % 2,9 13,6 7,0 n 34 19 53 Baik % 97,1 86,4 93,0 N 35 22 57 Total % 100 100 100

66

P value = 0,288 OR = 0,186 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,288 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh dengan pernah didiagnosis status gizi BB/U.

Tabel 3.2.1.91 Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Balita Berdasarkan BB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status gizi BB/U Konsumsi Energi N Kurang Cukup Total P value = 0.002 OR = 0.980 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p= 0.002 (p< ) berarti ada hubungan yang signifikan antara konsumsi energi dengan status gizi balita berdasarkan BB/U. 1 0 1 Gizi kurang % 4.2 0.00 2.9 n 23 11 34 Gizi baik % 95.8 100.0 97.1 N 24 11 35 % 100 100 100 Total

Tabel 3.2.1.92 Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita Berdasarkan BB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status gizi BB/U Konsumsi Protein N Kurang Cukup Total P value = 0.486 OR = 0.941 67 1 0 1 Gizi kurang % 4.2 5.9 2.9 n 16 18 34 Gizi baik % 95.8 94.1 97.1 N 17 18 35 % 100 100 100 Total

Dari hasil uji chi square diketahui nilai p= 0.486 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi protein dengan status gizi balita. Tebel 3.2.1.93 Hubungan Konsumsi Zat Besi Dengan Status Gizi BB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status gizi BB/U Konsumsi Zat besi N Kurang Cukup Total P value = 1.00 OR = 0.962 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p= 1.00 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi zat besi dengan status gizi berdasarkan BB/U. Tabel 3.2.1.94 Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Status Gizi Berdasarkan BB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 1 0 1 Gizi kurang % 3.8 0 2.9 N 25 9 34 Gizi baik % 96,2 100 97.1 N 26 9 35 % 100 100 100 Total

Status Gizi BB/U Konsumsi Vitamin A Kurang n Kurang Cukup Total P value = 1,000 OR = 0,889 3 0 3 % 11,1 0 9,1 n 24 6 30 Baik % 88,9 100 90,9 N 27 6 33

Total % 100 100 100

Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 1,000 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi vitamin A dengan status gizi berdasarkan BB/U.

68

Tabel 3.2.1.95 Hubungan Konsumsi Makanan Pokok dengan Status Gizi Berdasarkan BB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status gizi BB/U Konsumsi Makanan Pokok N Kurang Cukup Total P value = 1.00 OR = 1.038 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p= 1.00 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan pokok dengan status gizi berdasarkan BB/U. Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 1.038 artinya konsumsi makanan pokok kurang mempunyai resiko status gizi kurang berdasarkan BB/U 1 kali lebih besar dari pada konsumsi makanan pokok yang cukup. Tabel 3.2.1.96 Hubungan Konsumsi Protein Hewani dengan Status Gizi Berdasarkan BB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status gizi BB/U Konsumsi Protein Hewani N Kurang Cukup Total P value = 1.280 OR = 1.229 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p= 1.280 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi protein hewani dengan status gizi BB/U. Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 1.229 artinya konsumsi protein hewani 0 1 1 Gizi kurang % 0 3.7 2.9 n 8 26 34 Gizi baik % 100 96.3 97.1 N 8 27 35 % 100 100 100 Total 0 1 1 Gizi kurang % 0 3.7 2.9 n 8 26 34 Gizi baik % 100 96.3 97.1 N 8 27 35 Total % 100 100 100

69

mempunyai resiko status gizi kurangberdasarkan BB/U 1 kali lebih besar dari pada konsumsi protein yang cukup.. Tabel 3.2.1.97 Hubungan Konsumsi Protein Nabati dengan Status Gizi Berdasarkan BB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status gizi BB/U Konsumsi Protein Nabati N Kurang Cukup Total P value = 0.343 OR = 1.091 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p= 0.343 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi protein hewani dengan status gizi BB/U. Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 1.091 artinya konsumsi protein nabati mempunyai resiko status gizi kurang berdasarkan BB/U 1 kali lebih besar dari pada konsumsi protein nabati yang cukup.. 0 1 1 Gizi kurang % 0 8.3 2.9 n 23 11 34 Gizi baik % 100 91.7 97.1 N 23 12 35 % 100 100 100 Total

Tabel 3.2.1.98 Hubungan Konsumsi Sayur dengan Status Gizi Berdasarkan BB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status gizi BB/U Konsumsi Sayur N Kurang Cukup Total P value = 0.200 OR = 0.857 1 0 1 Gizi kurang % 14.3 0 2.9 n 6 28 34 Gizi baik % 85.7 100 97.1 N 7 28 35 Total % 100 100 100

70

Dari hasil uji chi square diketahui nilai p= 0.200 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi sayur dengan status gizi BB/U.

Tabel 3.2.1.99 Hubungan Konsumsi Buah dengan Status Gizi Berdasarkan BB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status gizi BB/U Konsumsi Buah N Kurang Cukup Total P value = 1.001 OR = 0.966 Dari hasil uji chi square diketahui nilai p= 1.001 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi buah dengan status gizi berdasarkan BB/U. 1 0 1 Gizi kurang % 3.4 0 2.9 n 28 6 34 Gizi baik % 96.6 100 97.1 N 29 6 35 Total % 100 100 100

Tabel 3.2.1.100 Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi TB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status Gizi TB/U Pola Asuh Sangat Kurus N Kurang Baik Total P value = 0,536 OR = 0,667 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,536 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh dengan status gizi berdasarkan TB/U. 7 6 13 % 20 27,3 22,8 n 28 16 44 Normal % 80 72,7 77,2 n 35 22 57 Total % 100 100 100

71

Tabel 3.2.1.101 Hubungan Konsumsi Energi dengan Status Gizi TB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011

Status Gizi TB/U Konsumsi Energi Pendek N Kurang Cukup Total 5 3 8 % 20,8 27,3 22,9 n 19 8 27 Normal % 79,2 72,7 77,1 n 24 11 35

Total % 100 100 100

P value : 0,685 OR : 0,702 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p =0,685 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi energi dengan status gizi berdasarkan TB/U.

Tabel 3.2.1.102 Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi TB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status Gizi TB/U Konsumsi Protein Pendek N Kurang Cukup Total P Value : 0,691 OR : 0,557 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,691 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi protein dengan status gizi berdasarkan TB/U. 3 5 8 % 17,6 27,8 22,9 n 14 13 27 Normal % 82,4 72,2 77,1 n 17 18 35 % 100 100 100 Total

72

Tabel 3.2.1.103 Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Status Gizi TB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011

Status Gizi TB/U Konsumsi Zat Besi Pendek N Kurang Cukup Total P Value : 1,000 OR : 1,050 6 2 8 % 23,1 22,2 22,9 Normal n 20 7 27 % 76,9 77,8 77,1 n 26 9 35

Total % 100 100 100

Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 1,000 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi zat besi dengan status gizi berdasarkan TB/U.Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 1,050 artinya konsumsi zat besi yang kurang mempunyai resiko status gizi kategori pendek berdasarkan TB/U 1 kali lebih besar dari pada konsumsi zat besi yang cukup.. Tabel 3.2.1.104 Hubungan Konsumsi Makanan Pokok dengan Status Gizi Berdasarkan TB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status Gizi TB/U Konsumsi Makanan Pokok Pendek N Kurang Cukup Total 1 7 8 % 12,5 25,9 22,9 Normal n 7 20 27 % 87,5 74,1 77,1 n 8 27 35 Total % 100 100 100

P Value : 0,648 OR : 0,408

73

Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,648 (p> ) berartitidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan pokok dengan status gizi berdasarkan TB/U. Tabel 3.2.1.105 Hubungan Konsumsi Protein Hewani dengan Status Gizi TB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011

Status Gizi TB/U Konsumsi Protein Hewani Pendek N Kurang Cukup Total P Value : 1,000 OR : 1,167 2 6 8 % 25 22,2 22,9 Normal n 6 21 27 % 75 77,8 77,1 n 8 27 35

Total % 100 100 100

Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 1,000 (p> ) berartitidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi protein hewani dengan status gizi berdasarkan TB/U.Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 1,167 artinya konsumsi protein hewani kurang mempunyai resiko status gizi kategori pendek TB/U 1 kali lebih besar dari pada konsumsi protein hewani yang cukup.

Tabel 3.2.1.106 Hubungan Konsumsi Protein Nabati dengan Status Gizi TB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status Gizi TB/U Konsumsi Protein Nabati Pendek N Kurang Cukup Total P Value : 1,000 74 5 3 8 % 21,7 25,0 22,9 n 18 9 27 Normal % 78,3 75 77,1 n 23 12 35 Total % 100 100 100

OR : 0,883 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 1,000 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi protein nabati dengan status gizi berdasarkan TB/U. Tabel 3.2.1.107 Hubungan Konsumsi Sayur dengan Status Gizi TB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status Gizi TB/U Konsumsi Sayur Pendek N Kurang Cukup Total P Value : 0,648 OR : 1,467 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,648 (p> ) berartitidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi sayur dengan status gizi berdasarkan TB/U.Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar1,467 artinya balita yang mengkonsumsi sayur kurang mempunyai resiko status gizi kategori pendek TB/U sebesar 1 kali lebih dari pada balita yang mengkonsumsi protein nabati cukup. 2 6 8 % 28,6 21,4 22,9 n 5 22 27 Normal % 71,4 78,6 77,1 n 29 6 35 Total % 100 100 100

Tabel 3.2.1.108 Hubungan Konsumsi Buah - Buahan dengan Status Gizi TB/U di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Status Gizi TB/U Konsumsi Buah Buahan Pendek N Kurang Cukup Total P Value : 1,000 75 7 1 8 % 24,1 16,7 22,9 Normal N 22 5 27 % 75,9 83,3 77,1 n 29 6 35 Total % 100 100 100

OR : 1,591 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 1,000 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi buah buahan dengan status gizi berdasarkan TB/U.Dari hasil odd ratio diperoleh hasil sebesar 1,591 artinya balita yang mengkonsumsi buah buahan kurang mempunyai resiko status gizi kategori pendek Pengetahuan Kebersihan gigi dan mulut Total kesehatan gigi Jelek Sedang Baik KK f % f % f % f % Rendah 6 35.5 7 41.2 4 23.5 17 100 Tinggi 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 6 35.3 7 41.2 4 23.5 17 100 TB/U sebesar 1 kali lebih dari pada balita yang mengkonsumsi buah buahan cukup.

D. Hasil Analisi Bivariat Gigi Tabel 3.2.1.109 Hubungan Pengetahuan Kesehatan Gigi KK Dengan Kebersihan Gigi dan Mulut (OHIs) di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011

P value = 0,003 OR = 1,667 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,003 (p< ) berarti ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan kesehatan gigi KK dengan kebersihan gigi dan mulut (OHIs).

Tabel 3.2.1.110 Hubungan Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dengan Kebersihan Gigi dan Mulut (OHIs) di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Pemeliharaan kesehatan gigi Kurang Baik Total Kebersihan gigi Jelek F % 4 40 2 28.6 6 35.3 dan mulut Sedang f % 4 40 3 42.9 7 41.2 Total Baik f 2 2 4 % 20 28.6 23.5 f 10 7 17 % 100 100 100

76

P value = 0,889 OR = 1,435 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,889 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pemeliharaan kesehatan gigi dengan kebersihan gigi dan mulut (OHIs). Tabel 3.2.1.111 Hubungan Pemeriksaan Kesehatan Gigi Dengan Kebersihan Gigi dan Mulut (OHIs) di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Pemeriksaan kebersihan gigi Tidak Iya Total P value = 0,978 OR = 2.324 Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0,987 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pemeriksaan kebersihan gigi dengan kebersihan gigi dan mulut (OHIs). Tabel Tabel 3.2.1.112 Hubungan Pembelajaran Pola Hidup Sehat Dengan Kebersihan Gigi dan Mulut (OHIs) di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011 Kebersihan gigi Jelek F % 8 66.7 1 10 9 40.9 dan mulut Sedang f % 3 25 6 60 9 40.9 Total Baik f 1 3 4 % 8.3 30 18.2 f 12 10 22 % 100 100 100

Pembelajaran Kebersihan gigi pola hidup Jelek sehat F % Tidak 3 75.5 Iya 6 33.3 Total 9 40.9 P value = 0.333 OR = 1.567

dan mulut Sedang F % 1 25 8 44.4 9 40.9

Total Baik f 0 4 4 % 0 22.2 18.2 f 4 18 22 % 100 100 100

Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0.333 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pembelajaran pola hidup sehat dengan kebersihan gigi dan mulut (OHIs). 77

Tabel Tabel 3.2.1.113 Hubungan Program Dokter Kecil Dengan Kebersihan Gigi dan Mulut (OHIs) di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011

Program dokter Kebersihan gigi kecil Jelek F % Tidak 4 66.7 Iya 5 31.3 Total 9 40.9 P value = 0.256 OR = 0.389

dan mulut Sedang F % 1 16.7 8 50 9 40.9

Total Baik f 1 3 4 % 16.7 18.8 18.2 f 6 16 22 % 100 100 100

Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0.257 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara program dokter kecil dengan kebersihan gigi dan mulut (OHIs).

Tabel Tabel 3.2.1.114 Hubungan Cara Memilih Jajan Dengan Kebersihan Gigi dan Mulut (OHIs) di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011

Cara memilih jajan

Kebersihan gigi Jelek f % Tidak 1 20 Iya 8 47.1 Total 9 40.9 P value = 0.228 OR = 1.009

dan mulut Sedang F % 2 20 7 41.2 9 40.9

Total Baik f 2 2 4 % 40 11.8 18.2 f 5 7 12 % 100 100 100

Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0.228 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara cara memilih jajan dengan kebersihan gigi dan mulut (OHIs).

78

Tabel Tabel 3.2.1.115 Hubungan Jarak Ke Sarana Yankes Dengan Kebersihan Gigi dan Mulut (OHIs) di Jorong Koto Tinggi Tahun 2011

Jarak ke sarana Kebersihan gigi yankes Jelek F % Dekat 6 35.3 Jauh 0 0 Total 6 35.3 P value = 0.192 OR = 1.559

dan mulut Sedang f % 7 41.2 0 0 7 41.2

Total Baik f 4 0 4 % 23.5 0 23.5 f 17 0 17 % 100 0 100

Dari hasil uji chi-square diketahui nilai p = 0.192 (p> ) berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara jarak ke sarana yankes dengan kebersihan gigi dan mulut (OHIs).

79

3.3 Langkah Pemecahan Masalah 3.3.1 Penetapan Masalah Masalah Status kebersihan gigi dan mulut dengan Kategori jelek (kotor) Tingginya masalah gigi dan mulut di Jorong Koto Tinggi Tingginya Karies gigi pada anak sekolah di Jorong Koto Tinggi Status Gizi Kurang pada balita berdasarkan BB/U Status Gizi kategori pendek berdasarkan TB/U pada balita Status gizi dengan kategori sangat kurus berdasarkan BB/TB pada balita Status gizi dengan kategori kurus berdasarkan BB/TB pada balita Status gizi dengan kategori sangat kurus pada balita berdasarkan IMT Status gizi dengan kategori kurus pada balita berdasarkan IMT Prevalensi anak kurus berdasarkan BB/TB Tingginya angka kejadian ISPA diJorong Koto Tinggi Status kebersihan gigi dan mulut dengan Kategori sedang Kejadian diare di Jorong Koto Tinggi Tingginya cakupan PUS yang tidak akseptor Prevalensi 38,5% 23,3% 59,3% 6,7% 21,7% 1,7% 3,3% 1,7% 3,3% 1.7% 37% 42.3% 5,1% 36,6%

80

81

No

Prioritas Masalah Tingginya angka kejadian ISPA diJorong Koto Tinggi Kejadian diare di Jorong Koto Tinggi Status kebersihan gigi dan mulut dengan Kategori jelek (kotor) Status Gizi Kurang pada balita berdasarkan BB/U

1 2 3 4

3.3.3 Analisis Penyebab MasalahNo. 1. Masalah Tingginya angka kejadian ISPA di Jorong Koto Tinggi 2. Tingginya angka kejadian diare di Jorong Koto Tinggi Kebiasaan tangan tidak memakai sabun Kondsi fisik sarana air minum (SGL) yang tidak memenuhi syarat 3. Rendahnya status kebersihan gigi dan mulut pada anak usia sekolah di Jorong Koto Tinggi 4. Status gizi kurang pada balita berdasarkan BB/U pada masyarakat di Jorong Koto Tinggi Kurangnya tingkat konsumsi energy (