28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini strategi pendekatan global terus dilakukan terhadap hal yang dapat merusak lingkungan, apabila aspek ini diabaikan maka akan menimbulkan efek yang dapat merusak hingga akhirnya merubah lingkungan tersebut. Misalnya sebuah pabrik pengolahan air limbah, yang memiliki perhatian utama dalam pemulihan sistem ekologi yang dapat menimbulkan efek pada lingkungan akibat penggunaan energi, penggunaan bahan kimia serta produksi limbah berupa lumpur (Garg, 2009). Limbah adalah sampah-sampah yang berbentuk cair yang memiliki kandungan senyawa yang bersifat organik maupun anorganik yang tersusun atas partikel-partikel yang berbahaya jika digunakan oleh makhluk hidup tanpa pengolahan terlebih dahulu (Efendi, 2013). Limbah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses akam yang belum memiliki ilai ekonomis. Bahan buangan zat kimia termasuk bahan pencemar berbahaya karena dapat berpotensi merusak lingkungan (Soraya dkk., 2010). Pada sebagian besar industri, untuk menanggulangi dampak negatif yang ditimbulkan air limbah buangannya telah dilakukan pembangunan instalansi pengolahan air limbah (IPAL). Namun, beroperasinya IPAL juga

BAB 1 TABI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Teknologi buangan air industri

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini strategi pendekatan global terus dilakukan terhadap hal yang dapat

merusak lingkungan, apabila aspek ini diabaikan maka akan menimbulkan efek yang

dapat merusak hingga akhirnya merubah lingkungan tersebut. Misalnya sebuah

pabrik pengolahan air limbah, yang memiliki perhatian utama dalam pemulihan

sistem ekologi yang dapat menimbulkan efek pada lingkungan akibat penggunaan

energi, penggunaan bahan kimia serta produksi limbah berupa lumpur (Garg, 2009).

Limbah adalah sampah-sampah yang berbentuk cair yang memiliki kandungan

senyawa yang bersifat organik maupun anorganik yang tersusun atas partikel-partikel

yang berbahaya jika digunakan oleh makhluk hidup tanpa pengolahan terlebih

dahulu (Efendi, 2013). Limbah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang

dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses akam yang belum memiliki ilai

ekonomis. Bahan buangan zat kimia termasuk bahan pencemar berbahaya karena

dapat berpotensi merusak lingkungan (Soraya dkk., 2010).

Pada sebagian besar industri, untuk menanggulangi dampak negatif yang

ditimbulkan air limbah buangannya telah dilakukan pembangunan instalansi

pengolahan air limbah (IPAL). Namun, beroperasinya IPAL juga memunculkan

masalah baru yaitu timbulnya lumpur atau “sludge” sebagai produk samping IPAL

(Ikbal dan Nugroho, 2006).

Limbah-limbah sludge yang dibiarkan di tempat terbuka tanpa penanganan

lebih lanjut, berpotensi sebagai sumber pencemar. Selain karena menimbulkan bau

tak sedap, limbah sludge yang terkena hujan akan terikut aliran air tanah dan masuk

ke sungai disekitar pabrik. Limbah sludge yang mengandung bahan organik

berpotensi meningkatkan “Biological Oxygen Demand” (BOD) dan “Chemical

Oxygen Demand” (COD), yang akan mempengaruhi kualitas air sungai dan sistem

kehidupan aquatik serta dapat mengakibatkan pendangkalan air sungai (Ruliansyah

dkk., 2012).

Proses penerapan penanganan sludge pada masing-masing industri berbeda-

beda. Pada beberapa indistri sludge hanya ditumpuk pada lahan – lahan kosong di

sekitar pabrik atau dijadikan sebagai tanah urukan. Namun, dengan cara seperti ini

kurang tepat karena bahan – bahan organik sludge akan mencemari lingkungan serta

air tanah disekitarnya. Pada sebagian industri, volume sludge diperkecil dengan cara

mengurangi kadar airnya dengan dengan alat belt press atau filte rpress. Ada juga

industri yang mneggunakan fasilitas drying bed untuk mengeringkan sludgenya. cara

ini selain membutuhkan lahan yang luas, pengeringan dengan sludge drying bed

sangat bergantung pada kondisi cuaca. Disaming cara – cara di atas ada juga industri

yang membkara sludge yang dihasilkannya. Cara terakhir ini disamping boros energi

karena membutuhkan suhu yang tinggi juga dapat mencemari udara (Ikbal dan

Nugroho, 2006).

Melalui uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa penanganan limbah

sludge membutuhkan metode yang tepat sesuai dengan karakteristik dan kemampuan

industri tersebut. Penanganan limbah sludge tidak dapat dilakukan secara seragam

untuk masing – masing industri yang berbeda karena kharakteristik yang dihasilkan

dari limbah tersebut pasti memiliki beberapa perbedaan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah

Limbah adalah sampah-sampah yang berbentuk cair yang memiliki kandungan

senyawa yang bersifat organik maupun anorganik yang tersusun atas partikel-partikel

yang berbahaya jika digunakan oleh makhluk hidup tanpa pengolahan terlebih

dahulu.

Air limbah berasal dari berbagai sumber. Segala sesuatu yang berasal dari

toilet, air hujan yang telah bergabung bersama polutannya, serta yang berasal dari

aktivitas perindustrian. Oleh karena itu, kadar air sampah (wastewater) sangat tinggi

yaitu sekitar 99.9% atau lebih, dengan kandungan bahan organik dan bahan

anorganik yang berbentuk padatan (Efendi, 2013).

Pengolahan air limbah pada umumnya dilakukan dengan menggunakan

metode Biologi. Metode ini merupakan metode yang paling efektif dibandingkan

dengan metode Kimia dan Fisika. Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi

adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk

menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme sendiri

selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material, juga menjadikan

material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya.

Dalam pengolahan air limbah secara aerobik mikroorganisme mengoksidasi

dan mendekomposisi bahan-bahan organik dalam limbah air limbah dengan

menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam

mikroorganisme. Pada waktu yang sama mikroorganisme mendapatkan energi

sehingga mikroorganisme baru dapat bertumbuh. Proses pengolahan secara biologi

yang paling sering digunakan adalah proses pengolahan dengan menggunakan

metode lumpur aktif (Sugiharto, 1987).

Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba

tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang

mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2 O, N dan H. dan sel biomassa

baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower

(diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan

mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok

menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan

memudahkan pemisahan partikel dan air limbah

Dengan menerapkan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi

mengandung senyawa organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan.

Air tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri

selanjutnya. Diharapkan pemanfaatan sistem daur ulang air limbah akan dapat

mengatasi permasalahan persediaan cadangan air tanah demi kelangsungan kegiatan

industri dan kebutuhan masyarakat akan air.

Metode pengolahan lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses

pengolahan air limbah yang memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut. Air

tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri

selanjutnya. Air daur ulang tersebut dapat dimanfaatkan dengan aman untuk

kebutuhan konsumsi air seperti cooling tower, boiler laundry, toilet flusher,

penyiraman tanaman, general cleaning, fish pond car wash dan kebutuhan air yang

lainnya.

Dalam hal ini metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan air limbah

yang paling banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode

lumpur aktif dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis

industri seperti industri pangan, pulp, kertas, tekstil, bahan kimia dan obat-obatan

(Mardini, 2004).

Teknik Pengolahan air limbah banyak ragamnya. Salah satu dari teknik Air

limbah adalah proses lumpur aktif dengan aerasi oksigen murni. Pengolahan ini

termasuk pengolahan biologi, karena menggunakan bantuan mikroorganisma pada

proses pengolahannya. Proses lumpur aktif merupakan proses pengolahan secara

biologis aerobic dengan mempertahankan jumlah massa mikroba dalam suatu reactor

dan dalam keadaan tercampur sempurna. Suplai oksigen adalah mutlak dari peralatan

mekanis, yaitu aerator dan blower, karena selain berfungsi untuk suplai oksigen juga

dibutuhkan pengadukan yang sempurna. Perlakuan untuk memperoleh massa

mikroba yang tetap adalah dengan melakukan resirkulasi lumpur dan pembuangan

lumpur dalam jumlah tertentu (Sugiharto, 1987).

2.2 Wastewater Treatment Plant

Wastewater treatment plant adalah metode pembenahan dan pengolahan

limbah yang tergantung pada peralatan mekanis atau pembenahan kimiawi yang

terbagi atas beberapa kelompok. Dimulai dari pengolahan secara mekanis yang

terdiri dari :

a. penyaringan

b. pengambilan buih

c. pengambangan

d. dan sedimentasi

Sedangkan pengolahan secara kimiawi meliputi

a. pengentalan

b. penghilangan bau

c. dan sterilisasi

Hingga proses pembenahan secara biologis yang tergantung pada aktivitas

organisme baik yang dihubungkan dengan instalasi dan peralatan-peralatan seperti

tangki-tangki Imhoff, tangki septik, dan saringan-saringan halus yang bersusun

(Efendi, 2013).

2.2.1 Metode Alternatif Penerapan Sistem Wastewater Treatment Plant

Metode alternatif wastewater treatment plant merupakan pengolahan air

limbah dengan bantuan peralatan misalnya dilakukan dengan Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mengarah kepada pengolahan yang

bersifat mekanis maupun kimiawi yang mengikutsertakan pemurnian air, baik

suspensi organik maupun anorganiknya. Wastewater treatment plant menjadi

suatu alternatif untuk menghilangkan kandungan-kandungan zat berbahaya

yang terdapat pada air limbah sehingga pelepasan air limbah tidak

membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.

Beberapa metode yang digunakan dalam penerapan wastewater treatment

plant yaitu:

1. Prapembenahan (preliminary treatment) merupakan proses

penghancuran sampah padat dalam bentuk partikel besar untuk

mencegah kerusakan pada peralatan yang digunakan.

2. Pembenahan pendahuluan (priamary treatment) merupakan proses

penghancuran suspensi padat

3. Pembenahan kedua (secondary treatment) merupakan proses

penghapusan kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh mikroba.

4. Pembenahan ketiga (tertiary treatment) merupakan proses pemurnian

air dari kandungan zat-zat anorgnik seperti posfor dan zat-zat lainnya.

5. Pembenahan padatan merupakan proses pengumpulan, stabilisasi, dan

proses pengeluaran padatan.

(Vesilind, Morgan, 2002)

1. Prapembenahan (preliminary treatment)

Proses preliminary treatment merupakan proses awal dalam

pembenahan limbah. Limbah yang dimasukkan ke dalam alat yang

disebut bar screen. Pada proses ini, limbah diolah dengan menggunakan

konsep gravitasi dimana limbah padatan yang telah tersuspensi di dalam

cairan akan mengalami penurunan. Setelah limbah-limbah padatan

tersebut terpisah dengan larutanya, maka diadakan lagi proses screen,

yang merupakan proses penjernihan air. Material-material yang berada

dalam limbah seperti pasir atau batuan kecil dipisahkan dari larutannya

agar peralatan-peralatan yang digunakan pada proses preliminary

treatment tidak mengalami gangguan.

2. Pembenahan Pendahuluan (primary treatment)

Pembenahan pendahuluan terdiri dari penyaringan, pembuangan pasir

dan sedimentasi terhadap limbah cair yang telah dimasukkan ke dalam

alat bar screen. Setelah tahapan-tahapan tersebut dilalui maka Pada

proses ini dilakukan beberapa pengolahan tambahan seperti oksidasi.

Dalam pembenahan pendahuluan, ada beberapa tahapan yang harus

dilalui yaitu:

Penyaringan

Proses ini merupakan proses pembuangan material padat yang

kasar dan besar dengan cara mengalirkan air limbah (wastewater) ke

dalam saringan-saringan, sehingga materil yang terkandung di dalam

air limbah tersebut dipecahkan dan dihancurkan menjadi potongan-

potongan kecil.

Pembungan pasir

Pada proses ini, bahan-bahan berpasir yang disebut dengan

detritus, dibuang melalui proses sedimentasi sebagian-sebagian dalam

beberapa ruangan berpasir atau tangki-tangki detritus, sehingga hanya

pasir saja yang dibiarkan mengendap dalam tangki-tangki tersebut

dengan penambahan sedikit zat-zat organik.

Pembuangan minyak dan pelumas

Dalam mengatasi volume minyak yang dibuang secara terus-

menerus sebagai busa pada skimming. Dimana di dalam tangki-tangki

skimming tersebut buih-buih yang berasal dari minyak tersebut

dipisahkan dengan meningkatkan peredaran udara khlorinasi dan

pengambangan sehingga limbah-limbah tersebut diubah menjadi

sabun sehingga dapat diolah lagi menjadi sumber daya alternatif.

Tangki Septik

Tangki septik merupakan tangki sedimentasi dengan arus

horizontal yang tergabung atas beberapa tahapan seperti pembusukan

anaerobik dengan menggunakan bakteri seperti Trichodherma sp.

Yang merupakan bakteri pemakan detritus sehingga material yang

terdapat pada tangki skimming dapat diendapkan.

Tangki Imhoff dan flokulasi mekanis

Tangki Imhoof merupakan tangki yang terdiri atas dua ruangan

terpisah yang digunakan untuk pembutiran secara mekanis dengan

menggunakan koloid dan beberapa zat-zat kimia dengan harga

ekonomis. Sehingga akan terbentuk lumpur dibagian bawah dan

samapah padabagian atasnya. Keadaan tersebut mengakibatkan kadar

Biochemical Oxigen Demand (BOD)nya akan mengalami penurunan.

(Mahida,1981).

2.3 Metode Pengolahan Sludge

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengolah limbah sludge,

berikut adalah beberapa metode – metode yang digunakan dalam pengolahan limbah

sludge:

Gambar 2.1 Berbagai Proses Pengolahan Sludge

2.3.1 Sludge Degritting

Dalam beberapa plant dimana instalasi penghilangan grit tidak digunakan

setelah tangki sedimentasi primer atau dimana instalasi penghilangan grit

tidak cukup untuk menangani laju alir atau beban yang puncak. Ketika

diinginkan pengentalan primer dari sludge, salah satu contoh yang digunakan

adalah sludge degritting. Metode sludge degritting yang paling efektif adalah

menggunakan gaya sentrifugal pada sistem mengalir untuk memisahkan

partikel grit dari sludge organik.

2.3.2 Thickening

Gravity thickening adalah salah satu proses yang paling sederhana dan paling

murah dalam menangani limbah sludge. Thickening adalah praktek untuk

meningkatkan kandungan padatan dari sludge dengan pemisahan dari cairan.

Thickener di pengolahan limbah cair diterapkan paling baik di penanganan

sludge primer ataupun digabung dengan trickling filter. Limbah cair hasil

penanganan limbah cair dari sedimentasi dan filter backwashing dapat diolah

melalui pemisahan gravitasi.

2.3.3 Stabilization

Sludge distabilkan untuk mengurangi kandungan patogen, menghilangi bau

tak enak dan mengurangi ataupun menghilangkan potensial untuk membusuk.

Teknologi yang digunakan dalam stabilisasi meliputi stabilisasi dengan kapur,

perlakuan panas, aerobic digestion, anaerobic digestion dan pengkomposan.

2.3.4 Anaerobic digestion

Proses ini meliputi reduksi anaerobik dari senyawa organik pada sludge

melalui aktivitas biologis. Anaerobic digestion terdiri dari dua tahap yang

disusun secara berturut dalam penanganan sludge. Tahap pertama terdiri dari

hidrolisis dari senyawa organik berbobot molekul tinggi dan konversi dari

asam organik melalui bakteri yang menghasilkan asam. Tahap kedua yaitu

gasifikasi dari asam organik menjadi metana dan karbon dioksida melalui

bakteri yang mengubah asam menjadi metana.

2.3.5 Pengomposan

Tujuan dari pengkomposan sludge adalah untuk menstabilkan senyawa

organik yang dapat membusuk secara biologis, menghancurkan organisme

patogen, dan mengurangi volume limbah. Pada saat pengkomposan, senyawa

organik mengalami degradasi biologis, mengrangi 20 sampai 30 persen dari

padatan volatil. Dalam pengkomposan, mikroorganisme aerobik mengubah

senyawa organik menjadi karbon dioksida menghasilkan pupuk yang

memiliki bau stabil. Mikroorganisme tertentu juga ikut mati akibat

peningkatan temperatur kompos. Proses pengomposan meliputi operasi-

operasi berikut:

1. Pecampuran sludge yang telah dikeringkan dengan bulking agent.

2. Mengaerasi tumpukan kompos dengan pembalikan secara mekanis

ataupun penambahan udara.

3. Pengambilan dari bulking agent.

4. Pengolahan lanjutan dan penyimpanan

5. Pembuangan akhir conditioning

Keuntungan utama dari kompos

Menghasilkan produk biokimia yang stabil, memiliki bau rendah dan

sifat fisik yang baik

Secara signifikan mengurangi volume material yang harus disimpan,

diangkut, dibuang, atau yang digunakan

Memiliki kekuatan yang keras dan menggunakan proses sederhana yang

dapat dilakukan di tempat tertentu tanpa investasi besar dalam

infrastruktur pembuatannya.

Meningkatkan sifat fisik kompos meliputi kadar kelembaban rendah

(biasanya di bawah 3% berat), ukuran partikel lebih seragam, tekstur

gembur, dan mengurangi volume. 

2.3.6 Conditioning

Pengkondisian meliputi perlakukan fisika maupun kimia terhadap sludge

untuk meningkatkan karakteristik pemisahan air. Dua cara pengkondisian

yang paling sering digunakan adalah penggunaan bahan kimia dan perlakuan

panas. Proses pengkondisian yang lain meliputi pembekuan, irradiasi, dan

elutriation.

2.3.7 Dewatering (pemisahan air)

Dewatering adalah unit operasi fisika untuk mengurangi kandungan air dari

sludge. Sludge tidak dibakar ataupun ditanam, sludge harus dikeringkan. Ini

dapat dicapai melalui menggunakan unggun pasar ataupun menggunakan alat

pemisahan air secara mekanis. Pemilihan teknik sludge dewatering

bergantung pada karakteristik dari sludge yang akan dikeringkan, prasyarat

ruang yang diperlukan dan kandungan air dari sludge cake untuk penanganan

akhir. Dewatering dapat dibantu dengan pengkondisian secara kimia, seperti

penambahan polimer. Ketika tanah yang ada dan kuantitas sludge sedikit,

sistem dewatering secara alami seperti unggun pengering dan lagoon

pengering adalah cara yang paling cocok. Metode dewatering secara mekanis

meliputi vacuum filter, sentrifuse, filter press dan belt filter press. Kadang-

kadang sludge ditekan sebentar di bawah tekanan pada permukaan panas. Uap

yang terbentuk pada antarmuka antara sludge dan permukaan akan memaksa

air keluar dari sludge. Cara pengeringan ini cocok ketika air cukup untuk

membuat tekanan uap pada antar muka.

2.3.8 Penyaringan

Pada proses penyaringan meliputi pressure filtration dan vacuum filtration

serta belt filter press. Filtration process berada pada kondisi batch dimana

sludge dipompakandengan tekanan yang tinggi ke dalam ruang berbaris

dengan menggunakan kain ataupun membran yang mana menahan bagian

solid tetapi meloloskan bagian cair menuju ke plate baja. Vacuum filtration

digunakan untuk pemisahan bagian kasar dan yang dapat dimanfaatkan

kembali dari sludge. Belt filter press digunakan untuk menekan sludge

dengan cara meletakkannya pada dua buah poros belt yang disusun secara

series dan kemudian diputarkan untuk membuang kandungan airnya.

2.3.9 Pengeringan

Tujuan dari proses pengeringan adalah untuk mengurangi kandungan air

kurang lebih 10 persen dengan menggunakan evaporator.

(Garg, 2009 ; Sweeten dan Auvermant, 2008 ; Kocamemi, 2012)

2.4 Sludge Disposal

2.4.1 Land Application

Aplikasi lahan didefinisikan sebagai proses penyebaran, penyemprotan, injeksi

atau penggabungan limbah lumpur termasuk didalamnya adalah bahan – bahan yang

berasal dari limbah lumpur, misalnya berupa kompos atau bagian dari permukaan

tanah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dari limbah lumpur

(Kocamemi, 2012).

Aplikasi lahan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dari struktur tanah.

Aplikasi lahan juga digunakan sebagai pupuk untuk penyedia nutrisi bagi tanaman

dan tumbuhan lainnya yang ditanam di tanah. Pada umumnya lumpur digunakan

untuk tanah pertanian (termasuk di dalamnya padang rumput), hutan, situs reklamasi,

situs kontak publik (misalnya taman, perternakan rumput, strip jalan raya dan

lapangan golf ), rumah dan bahkan kebun (Garg, 2009).

Limbah berupa tanah lumpur biasanya dijual atau diberikan dalam bentuk

karungan atau kontainer yang diaplikasikan untuk keperluan tanah yang disebut

dengan istilah ‘bulk’ yang artinya penggunaan lumpur digunakan secara umum

dalam jumlah yang besar yang umumnya digunakan oleh para penggunak komersil

untuk pertanian, peternakan dan bahkan bidang konstruksi (Kocamemi, 2012).

2.4.2 Landfill

Landfill adalah metode yang paling umum dari pembuangan limbah dari

seluruh dunia dan melibatkan lokasi atau daerah yang tidak terpakai atau tidak

diinginkan seperti daerah bekas tambang. Apabila landfill dikelola dengan baik dan

memiliki dana yang cukup maka landfill akan menjadi aman dan merupakan metode

yang relatif murah dalam proses pembuangannya. Ada 3 type landfill dan mereka

dibedakan berdasarkan jenis bahan yang akan dibuang :

1. Mono disposal site

Hanya satu jenis limbah yang dibuang di disini, biasanya digunakan oleh

industri yang menghasilkan satu jenis limbah dalam jumlah yang besar

2. Multi disposal site

Banyak jenis limbah yang dibuang disini, bisanya berasala dari limbah

rumah tangga, komersial maupun suatu industri

3. Co disposal site

Daerah pembuangan ini menggunakan bahan kimia, biologi dan prose

fisika untuk mengolah atau memecah limbah yang terdapat pada situs

ini. Lokasi ini umumnya digunkana untuk pembuangan limbah khusus

dan mengandung bahan yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan

serta non-biodegradable

(Garg, 2009)

Meskipun landfill adalah metode yang paling banyak digunakan dalam

pembuangan limbah, namun metode ini masih memiliki beberapa masalah tempat

pembuangan. Apabila lokasi pembuangan tidak dikelola dengan baik maka akan

menimbulkan pollutan yang berbahaya, yang dapat meresap ke dalam tanah hingga

akhirnya merusak tanah serta timbul emisi gas.

Gambar 2. 1 Modern Sanitary Landfill

Lokasi landfill harus benar-benar dimonitoring setiap waktunya sehingga dapat

meminimalisasi timbulnya pollutan dan hala-hal yang dapat merusak lingkungan.

Ketika volume dari landfill sudah penuh, maka limbah lumpur yang ada didalamnya

harus dikurangi volumenya dengan cara dikubur. Sebelum proses pengkuburan maka

lumpur harus dihilangkan airnya, dikeringkan, dibakar (Garg, 2009).

Pemilihan lokasi landfill bergantung pada kriteria lumpur yang akan dibuang,

dekat tidaknya lokasi landfill dengan sumber timbulnya lumpur, akses jalan yang

dilalui, dampak lokasi terhadap lingkungan setempat serta stabilitas kondisi alam.

2.5 Pemanfaatan Limbah Sludge

“ Pemanfaatan Limbah Sludge IPAL PT.BSKP Sebagai Lahan Substitusi

Pembuatan Bata Beton”

PT Bridgestone Kalimantan Plantation (PT BSKP) merupakan salah satu dari

agroindustri yang bergerak dalam bidang pengolahan karet berupa RSS (Ribbed

Smoked Sheet). Salah satu potensi pencemaran lingkungan yang harus dikelola oleh

industri karet adalah limbah sludge.Potensi limbah sludge yang dihasilkan sebesar

0,1 m3/hari.

Seiring dengan berjalannya proses produksi, semakin meningkat pula jumlah

limbah sludge yang di hasilkan IPAL PT BSKP. Meningkatnya jumlah limbah

sludge menjadi permasalahan baru, mengingat limbah sludge hanya ditampung di

Sludge Drying Bed (SDB) yang terdiri dari tiga buah kolam, sewaktu-waktu dapat

penuh.Sehingga limbah sludge dibiarkan secara terbuka. Limbah sludge

yangdibiarkan di tempat terbuka tanpa penanganan lebih lanjut, berpotensi sebagai

sumber pencemar. Selain karena menimbulkan bau tak sedap, limbah sludge yang

terkena hujan akan terikut aliran air tanah dan masuk ke sungai disekitar pabrik.

Bata beton adalah suatu jenis unsur bangunan berbentuk bata yang dibuat dari

bahan utama semen portland, air dan agregat; yang dipergunakan untuk pasangan

dinding. Pemanfaatan limbah sludge sebagai bahan substitusi pembuatan bata beton

merupakan salah satu alternatif yang dapat diaplikasikan.

Dalam proses pembuatan bata beton ini bahan – bahan yang digunakan adalah:

1. Limbah sludge, yang digunakan sebagai bahan substitusi pembuatan

bata beton diambil dari limbah IPAL industri karet PT Bridgestone

Kalimantan Plantation, Bati-Bati, merupakan sisa dari hasil proses

pengolahan air limbah dengan menggunakan proses lumpur aktif.

2. Semen Portland type I merk Semen Gresik

3. Pasir (agragat halus) yang berasal dari awang bangkal.

4. Air bersih.

Berikut adalah proses pembuatan bata beton :

Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan Batu Bata

Sebelum proses pengolahan sludge menjadi bata beton, maka sebelumnya

dilakukan uji karakteristik terhadap limbah sludge dari perusahaan. Karakterisasi dan

identifikasi limbah sludge IPAL PT BSKP sebagai indikator pencemaran lingkungan

dilakukan berdasarkan data sekunder, meliputi analisis TCLP (Toxicity

Characteristic Leaching Procedure) mengacu pada PP 18 jo. 85 Tahun 1999 serta uji

toksisitas akut limbah (LD-50). Sebelum sludge digunakan maka perlu dilakukan

proses pengeringan terlebih dahulu. Proses pengeringan sludge menggunakan sinar

matahari. Lalu selanjutnya proses pembuatan bata beton dilakukan sesuai dengan

diagram alir di atas.

Berdasarkan hasil pengujian karakteristik limbah sludge, mengandung

C-Organik 4,89 %, N 0,96 %, P2O5 0,22 %, K2O 0,08 %, CaCO3 1,58 %. Dari hasil

uji yang didapat, limbah sludge tidak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk

buatan baik pupuk tunggal maupun majemuk. Sehingga alternatif lainnya yaitu

memanfaatkan limbah sludge sebagai bahan substitusi pembuatan bata beton. Hal ini

dilihat dari teksturnya yang sedikit lebih banyak mengandung pasir (49,85%)

dibandingkan tanah liat (45,17%). Selain itu, limbah sludge juga mengandung

komponen SiO2 3,21% yang dapat berfungsi sebagai bahan pengisi (filler)dan CaCO3

1,58% yang memiliki fungsi dalam proses perekatan.

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

1. Sludge adalah bahan padat, semi-padat, atau cair organik yang merupakan

produk sampingan dari proses pengolahan air limbah.

2. Wastewater treatment plant adalah metode pembenahan dan pengolahan

limbah yang tergantung pada peralatan mekanis atau pembenahan kimiawi.

3. Proses pengolahan sludge dapat dilakukan dengan Sludge Degritting

Thickening, Stabilization, Anaerobic digestion, Pengkomposan, Conditioning,

Dewatering (pemisahan air), Penyaringan dan Pengeringan

4. Metode pembuangan akhir sludge terbagi menjadi dua yaitu Land Application

dan Landfill. Landfill metode yang paling umum digunakan dan juga

memiliki biaya yang tidak terlalu mahal.

5. Limbah Sludge dapat dimanfaatkan, salah satunya adalah limbah sludge yang

berasala dari PT.BSKP dapat dimanfaatkan sebagai bahan substitusi

pembuatan bata beton

DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Rahmad Wastewater Treatment Plant Solusi Limbah Cair dengan Aplikasi

Wastewater Treatment, Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan

Ilmu Komputer, Universitas Bakrie, Jakarta, 2013

Garg, Neeraj Kumar. “Multicriteria Assessment of Alternative Sludge Disposal

Methods”. Thesis of Master of Science in Energy Systems and the

Environment. Unliversity of Strathclyde Engineering. 2009

Ikbal dan Rudi Nugroho. “Pengolahan Sludge dengan Proses Biologi Anaerobik”.

Jurnal Teknologi Lingkungan. P3TL-BPPT. Vol 7. No 1. Hal : 80-89.

2006

Kocamemi, Bilge Alpaslan. 2012. Sludge Treatment. Marmara University

Department Of Environmental Engineering Istanbul, Turkey

Mahida.1981. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta :

Rajawali.

Mardini, Dini, 2004. Penggunaan Metode Lumpur Aktif Sebagai Salah Satu

Pengolahan Sekunder Terhadap Limbah Cair Industri Tekstil Pt. Cagm

Dengan Sistem Flow Skala Laboratorium repository.upi. 2012

Papadimitriou, C.A. 2006. Coke Oven Wastewater Treatment By Two Activated

Sludge Systems. Journal gnest,Vol8, No.1, Hal. 3

Ruliansyah, Fauzi Ramadhan dan Zakhroful Maimun. “Pemanfaatan Limbah Sludge

Sebagai Bahan Substitusi Pembuatan Bata Beton”. Jurnal Info Teknik. Vol

13. No 1. Hal : 72 – 81. 2012

Soraya, Dea, Ani Iryani dan Ade Mulyati. Wastewater Treatment at PT. X by

Activated Sludge. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Universitas Pakuan Bogor : Bogor. 2010

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta : Pustaka Setia.

Sweeten, John M. And Auvermann, Brent W. 2008. Composting Manure And

Sludge. Agri Life Extension.

Vesilind, Morgan. 2002. Introduction To Environmental Engineering. Second

Edition.USA : Thomson Brooks/Cole.

.