Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Agung Podomoro 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketika Indonesia telah merdeka, seluruh peraturan-peraturan dari zaman Hindia
Belanda tetap berlaku, kecuali apabila telah diuji bertentangan dengan nilai-nilai
yang terdapat dalam Pancasila dan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945,
maka setelah proklamasi kemerdekaan Faillissementsverordening dibahasa
Indonesiakan menjadi “Peraturan Kepailitan”. 1 Pada tahun 1947 pemerintah
Belanda di Jakarta telah menerbitkan Peraturan Darurat Kepailitan 1947
(Noodsregeling Faillissementen 1947) dengan tujuan untuk memberikan dasar
hukum untuk hapusnya putusan kepailitan yang terjadi sebelum jatuhnya negara
Jepang. Sehingga setelah selesainya penghapusan putusan pailit dari zaman
Jepang, maka Peraturan Darurat Kepailitan 1947 sudah tidak berlaku lagi.2
Sepanjang tahun 1947 sampai dengan 1998, peraturan Fallissementsverordening
yang terlampir dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) sangat
sedikit digunakan dalam praktik kepailitan di Indonesia dikarenakan peraturan
tersebut kurang dikenal di masyarakat, pengusaha di Indonesia dari kelas
menengah dan kecil tidak banyak melakukan transaksi-transaksi besar dan
masyarakat meragukan kemampuan pengadilan untuk bersikap objektif dan tidak
memihak. Faktor inilah yang menyebabkan kurangnya eksistensi peraturan
kepailitan di Indonesia pada waktu itu.3
Setelah terjadinya krisis moneter pada tahun 1998, banyak debitor yang tidak
sanggup membayar utang kepada kreditur asing. Sehingga IMF (International
Monetary Fund) mendorong pemerintah Indonesia untuk mengganti dan
1 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Cet. 5 (Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti, 2012) hlm. 20-21 2 Ibid,. hlm. 21 3 Ibid,. hlm 21-22
Universitas Agung Podomoro 2
mengubah peraturan kepailitan yang sudah ada dari zaman Belanda. Hasil dari
desakan IMF tersebut yang menghasilkan Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang
perubahan atas peraturan Kepailitan yang diterbitkan pada tanggal 22 April 1998
oleh pemerintah, dan pada tanggal 9 September 1998 Perpu No. 1 Tahun 1998
tentang perubahan peraturan kepailitan ditetapkan menjadi UU No.4 Tahun 1998.4
Setelah UU No. 4 Tahun 1998 diundangkan, terdapat kesepakatan antara
pemerintah dan DPR yakni akan menyampaikan RUU tentang Kepailitan yang
baru. Namun karena adanya alasan-alasan serta hambatan yang terjadi membuat
RUU tersebut tertunda penyelesaiannya. Pada akhirnya setelah diatasi hambatan-
hambatan yang terjadi pemerintahpun berhasil menyusun RUU yang dibahas
dengan DPR, kemudian diundangkan menjadi UU No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dari sudut pandangan bisnis, kepailitan atau disebut kebangkrutan merupakan
suatu keadaan ekonomi yang memburuk pada suatu perusahaan yang berakibat
rendahnya produktivitas perusahaan untuk jangka panjang yang pada akhirnya
perusahaan tersebut menjadikan hilangnya sumber daya maupun dana yang
dimiliki oleh perusahaan yang menjadikannya bangkrut. 5 Kepailitan sendiri
mempunyai dampak yang sangat mendalam kepada debitor, kreditor dan pihak-
pihak yang berurusan dengan debitor6, dampak tersebut dirasakan setelah adanya
putusan dari pengadilan niaga yang sudah diatur dalam Undang-undang No. 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam Pasal 2 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pihak-pihak yang dapat dinyatakan
pailit yakni debitor (badan hukum), bank, perusahaan efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang
4 Ibid,. hlm 23-24 5 Adriani Nurdin, Kepailitan BUMN Persero berdasarkan Asas Kepastian Hukum, cet. 1 (Bandung : P.T. Alumni, 2012) hlm. 127. 6 Brian A. Blum, bankruptcy and Debtor/Creditor Sixth Edition, Wolters Kluwer Law & Business, New York, 2014, hlm. 85 dalam Adriani Nurdin, Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum, cet. 1 (Bandung: P.T. Alumni, 2012)
Universitas Agung Podomoro 3
bergerak di bidang kepentingan publik. Pemohon yang dapat mengajukan pailit
pun beragam tergantung dari pihak mana yang ingin dipailitkan seperti:
1. Debitor dapat mempailitkan sendiri atau dapat dipailitkan oleh satu atau lebih
kreditornya.
2. Jaksa dapat mengajukan permohonan pailit apabila ada kepentingan umum.
3. Dalam hal debitor adalah bank, maka pemohon pailit adalah Bank Indonesia.
4. Bapepam mengajukan pailit terhadap perusahaan efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
5. Menteri keuangan mengajukan permohonan pailit terhadap Perusahaan
Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara
yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Dalam hal kepailitan, terdapat proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
yang dapat diajukan sekaligus dengan menawarkan rencana perdamaian debitor
kepada kreditor. Dalam hal pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang
diatur pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan
dan Penundaan Pembayaran Utang. Proses ini digunakan untuk menunda
kewajiban membayar utang debitor kepada kreditor dengan mengajukan rencana
perdamaian, namun proses ini harus disetujui oleh kreditor itu sendiri.
Pada akhir tahun 2018, terdapat perusahaan ternama yang pailit yakni PT
Sariwangi Agricultural Estate Agency yang telah dibangun sejak tahun 1962,
kantornya berada di Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. Perusahaan ini bergerak di
industri produksi teh yang berkembang menjadi produsen yang meliputi proses
blending serta pengemasan.7
Sariwangi memperkenalkan teh celup pada tahun 1973 dengan cara lebih
modern dalam menikmati teh yang berbeda dengan teh tubruk8, kesukesan ini
dilirik oleh Unilever dan secara resmi mengakuisisi produk dan merek teh celup
7 Bambang Priyo Jatmiko, Sariwangi si Pelopor Teh Celup di Indonesia yang Berakhir Tragis “https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/18/060810426/sariwangi-si-pelopor-teh-celup-di-indonesia-yang-berakhir-tragis" diakses 24 Oktober 2018 8Halaman Beranda website Sariwangi “https://www.tehsariwangi.com" diakses 24 Oktober 2018
Universitas Agung Podomoro 4
Sariwangi pada tahun 1989, setelah diakuisisi PT Sariwangi Agricultural Estate
Agency menjalankan bisnisnya dalam bidang trading, produksi dan pengemasan
teh hingga beberapa tahun yang lalu PT Sariwangi Agricultural Estate Agency
dapat menyentuh 46.000 ton pertahun, PT Sariwangi Agricultural Estate Agency
juga memberikan suplai teh dalam kantong hingga 8 juta kantong pertahun.
Namun sejak tahun 2015 PT Sariwangi Agricultural Estate Agency bersama
perusahaan afiliasinya menghadapi utang sebesar 1,5 triliun rupiah kepada
kreditor-kreditor, salah satu penyebab terjadinya utang ini dikarenakan kegagalan
investasi yang bertujuan meningkatkan produksi perkebunan teh. Perusahaan teh
ini bertujuan mengembangkan teknologi penyiraman air namun hasilnya tidak
sesuai dengan yang diharapkan oleh Sariwangi 9 , pada tahun itu juga (2015)
Sariwangi mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan
Perjanjian Perdamaian .
Pada tahun 2018 Sariwangi juga tidak mampu membayar utangnya, sehingga
pada 16 Oktober 2018 PT Sariwangi Agricultural Estate Agency dan perusahaan
afiliasinya dinyatakan pailit dengan keluarnya putusan dari pengadilan niaga
Jakarta Pusat dengan mengabulkan permohonan pembatalan homologasi dari PT
Bank ICBC yang memiliki piutang sebesar 322.759.699.562 (tiga ratus dua puluh
dua miliar tujuh ratus lima puluh sembilan juta enam ratus sembilan puluh
sembilan ribu lima ratus enam puluh dua Rupiah) terhadap PT Sariwangi
Agricultural Estate Agency dan perusahaan afiliasinya PT Maskapai Perkebunan
Indorub Sumber Wadung, karena terbuktinya telah lalai dalam perjanjian
Homologasi dengan ini PT Sariwangi dan perusahaan afiliasinya resmi
menyandang status pailit10.
Berdasarkan pada latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai proses penundaan kewajiban pembayaran utang dengan
9 Bambang Priyo Jatmiko, Sariwangi si Pelopor Teh Celup di Indonesia yang Berakhir Tragis “https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/18/060810426/sariwangi-si-pelopor-teh-celup-di-indonesia-yang-berakhir-tragis" diakses 24 Oktober 2018 10 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.putusan nomor. 06/Pdt. Sus-Pembatalan Perdamaian/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst jo Nomor : 38/Pdt. Sus-PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Universitas Agung Podomoro 5
mengambil judul “PEMBATALAN HOMOLOGASI (studi kasus terhadap
putusan nomor : 06/Pdt. Sus-Pembatalan Perdamaian/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst jo
Nomor : 38/Pdt. Sus-PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.)”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka ditemukanlah rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaturan proses pembatalan homologasi menurut Undang-
undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang ?
2. Apakah proses pembatalan homologasi, yang dialami oleh PT Sariwangi
Agriculture Estate Agency dalam putusan nomor: 06/Pdt. Sus-Pembatalan
Perdamaian/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst jo Nomor : 38/Pdt. Sus-
PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.) sesuai menurut Undang-undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan melakukan penelitian untuk:
1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kasus Pembatalan
Homologasi PT Sariawangi Agricultural Estate Agency dan mengetahui upaya
hukum dari pembatalan perdamaian yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang
Universitas Agung Podomoro 6
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat pembatalan perdamaian
menurut Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam ilmu hukum, khususnya
dalam bidang hukum bisnis. Penelitian ini juga digunakan untuk dapat
dikembangkan oleh peneliti yang ingin meneliti studi kasus serupa.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah pengetahuan
mengenai praktik kepailitan yang sebenarnya terjadi, seperti Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang kemudian diajukan dengan
perjanjian perdamaian atau perjanjian Homologasi serta mengetahui dampak-
dampak dari adanya pembatalan perjanjian perdamaian atau perjanjian
Homologasi tersebut.
1.5. Kerangka Pemikiran
Pada kerangka pemikiran, penulis mengemukakan teori dan konsep yang
digunakan dalam penelitian ini guna membantu penulis dalam menyelesaiakan
penelitian ini.
1.5.1. Teori
Penulis dalam skripsi ini yang membahas pembatalan perjanjian
perdamaian, menggunakan teori hukum alam (natural law) untuk
menganalisis prinsip kebebasan berkontrak dan menggunakan konsep
Pareto efficient. Teori Hukum alam memiliki arti yang berbeda-beda
menurut masing-masing pakar maupun filosof yang menganut aliran teori
hukum alam ini, biasanya para pakar dan filosof mempunyai pandangan
Universitas Agung Podomoro 7
masing-masing yang artinya hukum alam itu menganggap ada kaidah
yang sifatnya universal11. Hukum alam mungkin sudah tidak mungkin
lagi digunakan untuk saat ini namun hukum alam ini sudah
menyumbangkan sesuatu untuk kehidupan hukum kita saat ini seperti
kevalidan hukum Internasional yang dapat ditegakkan12.
Hukum Alam dapat dibedakan menjadi Substansi dan Metode,
Substansi yakni hukum alam memuat kaidah dan hukum alam juga
menciptakan sejumlah aturan-aturan yang diterbitkan atau dilahirkan dari
asas-asas yang absolut sifatnya yang dapat kita kenal saat ini sebagai
“Hak Asasi Manusia”.Sedangkan Metode adalah suatu usaha dalam
menciptakan atau membentuk aturan-aturan untuk dapat menghadapi
keadaan yang berubah-ubah ataupun berbeda-beda yang tidak
mengandung kaidah namun mengajarkan bagaimana membuat aturan
yang baik13.
Dari uraian diatas mengenai Hukum Alam, kita dapat mendapat
gambaran umum mengenai Hukum Alam dengan membaca mengenai
pendapat yang dikemukakan oleh Dias mengenai Hukum Alam yakni:
suatu ideal yang menuntut perkembangan hukum serta pelaksanaan
hukum, dasar hukum yang sifatnya moral bertujuan untuk menjaga agar
tidak terjadinya pemisahan antara “yang ada sekarang” dengan “yang
seharusnya”, suatu metode yang bertujuan untuk menemukan hukum
yang lebih sempurna, isi hukum yang lebih sempurna dapat disimpulkan
menggunakan akal dan kondisi yang ada dengan adanya hukum 14 .
Pemikiran Hukum Alam memiliki khas yakni tidak dapat dipisahkannya
antara hukum dan moral, pada umumnya para penganut hukum alam
11 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis, Cet 1 (Jakarta: Chandra Pratama, 1996) hlm. 268 12 Ibid., hlm. 271-272 13 Ibid., hlm. 272 14 Ibid., hlm. 274
Universitas Agung Podomoro 8
berpendapat bahwa hukum dan moral sebagai cerminan dan pengaturan
secara internal maupun eksternal dari kehidupan sesama manusia15.
Prinsip kebebasan berkontrak muncul bersama-sama dengan aliran
ekonomi klasik, kedua prinsip ini saling mendukung dan bersumber pada
teori hukum alam (natural law). kedua prinsip ini memiliki pendapat
bahwa kebanyakan orang-orang mengakui keperluan merekalah yang
terpenting dan bagaimana cara tercapainya kepentingan itu. Kemampuan
ini didapatkan manusia oleh akalnya. Menurut teori hukum alam (natural
law) setiap orang wajib diberikan kebebasan untuk menentukan
langkahnya sendiri guna mencapai kesejahteraan. Apabila seorang dapat
mencapai kesejahteraan maka masyarakat yang merupakan kumpulan
dari perseorangan tersebut juga ikut sejahtera, dan untuk memperoleh
kesejahteraan tersebut seseorang harus mempunyai kebebasan dalam
persaingan tanpa ada campur tangan dari pemerintah. Dalam
perkembangannya, prinsip kebebasan berkontrak hanya dapat dicapai
apabila kedua pihak memiliki kekuatan yang sama (bargaining position).
Namun karena kebanyakan kasus yang terjadi adalah kekuatan
(bargaining power) yang tidak seimbang, maka negara ikut campur tangan
untuk melindungi yang lemah. Sehingga ketika ada pihak yang
mempunyai kekuatan yang tidak sama, maka pihak yang mempunyai
kekuatan lebih kuat tidak bisa menekan pihak yang lebih lemah dengan
semena-mena.16
Pareto efficient dikemukakan oleh Vilfredo Pareto, Pareto efficient
pada dasarnya adalah tercapainya kepuasan seseorang17, menurut Vilfredo
Pareto suatu kejadian yang dapat dikatakan efisien jika para pihak
menjadi lebih baik atau tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Pareto
15 Ibid,. hlm. 274-275 16 Sutan Remy Sjahdeini, “Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia”, (Desertasi Universitas Indonesia, 1993), hlm. 14-15 17 Fajar Sugianto, Economic Analysis Of Law Seri Analisis Ke-ekonomian Tentang Hukum, cet. 1 (Jakarta: Kencana, 2013), hlm 37
Universitas Agung Podomoro 9
efficient dibangun dengan 2 konsep yakni superiority dan optimality.
Pareto superiority adalah keadaan ekonomi pertukarannya dilakukan
untuk memberikan dampak keuntungan kepada seseorang dan tidak
merugikan seorangpun. Apabila pertukaran tersebut tidak tercapai, maka
situasinya menjadi Pareto Optimality yakni keadaan ekonomi yang tidak
memberikan seorangpun menjadi lebih baik tanpa adanya kerugian atau
menjadikan seseorang mengalami kerugian.18
1.5.2. Konsepsi
Konsepsi adalah Pengembangan image untuk menerjemahkan suatu
idea atau gagasan yang biasanya berbentuk kata dan konsepsi dapat
diartikan sebagai cara untuk menerjemahkan sesuatu yang tidak konkrit
menjadi sesuatu yang konkrit yang disebut dengan definisi operasional.19
berikut beberapa definisi operasional yang digunakan oleh penulis :
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia daring (https://kbbi.kemdikbud.go.id/Beranda) :
1. Kepailitan adalah keadaan atau kondisi seseorang atau badan hukum yang tidak mampu lagi membayar kewajibannya (dalam
hal utang-utangnya) kepada si piutang.
2. Kreditor adalah yang berpiutang; yang memberikan kredit; penagih
3. Debitor adalah orang atau lembaga yang berutang kepada orang atau
lembaga lain.
4. Kurator adalah pengurus atau pengawas harta benda orang yang pailit
dan sebagainya.
18 Ibid., hlm. 38 19Sutan Remy (Desertasi), Op. Cit., hlm. 18-19
Universitas Agung Podomoro 10
5. Utang adalah uang yang dipinjam dari orang lain; kewajiban
membayar kembali apa yang sudah diterima.
6. Pengadilan adalah dewan atau majelis yang mengadili perkara;
mahkamah.
7. Hari adalah waktu dari pagi sampai pagi lagi (yaitu satu edaran bumi
pada sumbunya, 24 jam)
8. Tenggang waktu adalah batas waktu (tentang perjanjian, ancaman, dan
sebagainya)
9. Perjanjian perdamaian/Homologasi adalah pengesahan oleh hakim atas
persetujuan antara debitur dan kreditur untuk mengakhiri kepailitan
Menurut Para Ahli:
1. Menurut Prof. Dr. H. Man S. Sastrawidjaja, S.H., S.U. perjanjian
Perdamaian adalah suatu perjanjian sehingga melahirkan perikatan
seperti dalam Pasal 1233 KUHPerdata, dengan dibuatnya perjanjian
perdamaian yang mengikat maka isi perjanjian tersebut terdapat hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi kedua belah pihak yang terikat.
Pihak-pihak perjanjian yang terdapat dalam pembahasan ini adalah
debitor dan kreditor, dan debitor harus melaksanakan perdamaian
yang telah disepakati serta disahkan, kreditor juga dapat menuntut
pelaksanaan perdamaian tersebut.
2. Menurut Dr. Munir Fuady, S.H., M.H., LL.M. perjanjian
perdamaian atau perjanjian Homologasi adalah perdamaian yang
Universitas Agung Podomoro 11
terdapat pada proses kepailitan yang artinya sama dengan
perdamaian pada umumnya, yang intinya adanya kesepakatan
untuk berdamai antara pihak-pihak yang bersengketa seperti pihak
debitor dan kreditor.
3. Menurut Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., CN. Perjanjian
perdamaian merupakan tahap paling penting, karena perjanjian
perdamaian ini menawarkan tata cara pembayaran atau
restrukturisasi utang-utang debitor.
Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang :
1. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas.
2. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau
Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
3. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau
undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
4. Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan
putusan Pengadilan.
5. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang
diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta
Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
Universitas Agung Podomoro 12
6. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan) atau dapat dinyatakan dalam
jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing,
baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau
kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang
wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak
kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan
Debitor.
7. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan
umum.
8. Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam
putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.
9. Hari adalah hari kalender dan apabila hari terakhir dari suatu tenggang
waktu jatuh pada hari Minggu atau hari libur, berlaku hari berikutnya.
10. Tenggang waktu adalah jangka waktu yang harus dihitung dengan
tidak memasukkan hari mulai berlakunya tenggang waktu tersebut.
11. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi termasuk
korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan
hukum dalam likuidasi.
1.6. Sistematika Penulisan Penulis membuat sistematika penulisan agar penulis dapat memberikan
kerangka penulisan yang sesuai urutan dan memudahkan penulis mengerjakan
pengembangan penulisan secara baik benar. Dan juga bertujuan memudahkan
pembaca untuk mengetahui latar belakang, permasalahan dan penjelasan serta
Universitas Agung Podomoro 13
pembahasan dari seluruh bab dalam penulisan skripsi ini yang terbagi menjadi 5
(lima) Bab.
Bab I merupakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, kerangka pemikiran (teori dan konsep), metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II berisi tentang tinjauan pustaka mengenai pembatalan homologasi yang
terjadi antara PT. Bank ICBC Indonesia dengan PT. Sariwangi Agricultural Estate
Agency dan PT. Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung atas putusan
nomor : 06/Pdt. Sus-Pembatalan Perdamaian/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst jo Nomor :
38/Pdt. Sus-PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Bab III berisi tentang Metodologi Penelitian yang digunakan oleh penulis.
Bab IV merupakan bagian isi dan pembahasan penelitian yang diteliti oleh
penulis mengenai studi kasus Kepailitian Sari Wangi.
Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran yang disusun berdasarkan uraian
bab-bab diatas, sehingga mendapat kesimpulan yang jelas dan singkat serta saran
dari kesimpulan tersebut.