Upload
diah-wisda
View
225
Download
1
Embed Size (px)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk terjadinya
perkembangan fisik, intelektual, dan emosional individu secara potimal, sejauh
perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan optimal individu-individu lain.
Sementara itu, gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis
yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan
dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), distabilitas (tidak
mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatkan resiko kematian,
kesakitan, dan distabilitas.
Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa mencapai
11,6 persen dari sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Diindonesia
status gangguan jiwa dapat dibagi sebagai berikut :
- 3 orang mengalami gangguan jiwa dari seribu orang penduduk
- 4 orang mengalami dimensia dari seribu orang pendduduk
- 5 orang mengalai retardasi mental dari seribu orang penduduk
- 5 orang mengalami gangguan jiwa lainnya dari seribu orang penduduk
Jadi dari seribu orang penduduk di indonesia ada 17 orang yang memiliki masalah
kesehatan iwa. Diindonesia angka bunuh diri mencapai 1,6-1,8 orang dari 100.000
penduduk. Oleh karena itu selain psikiatri keperawatan iwa ini sangat dibutuhkan dalam
penanganan kasus masalah kesehatan jiwa (PPDGJ).
Gangguan jiwa terdiri dari beberapa macam termasuk diantaranya adalah waham
atau delusi. Waham atau delusi adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh,
kuat, tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang
budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan
kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak benar secara umum.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan delusi/waham?
2. Apa saja jenis-jenis waham?
3. Bagaimana terjadinya waham?
4. Bagaimanakah ASKEP pada pasien dengan waham/delusi?
1.3 Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawata kepada klien dengan masalah
psikososial dengan gangguan isi pikir : waham kebesaran.
1.2 Tujuan khusus
Dapat melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan isi pikir : waham
Mampu menegakan diagnosa keperawatan sesuai masalah yang ditemukan pada
pasien dengan gangguan isi pikir : waham.
Dapat membuat perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan isi pikir :
waham.
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai perencanaan pada pasien dengan
gangguan isi pikir : waham.
Mampu mengevaluasi hasil intervensi keperawatan pada pasien dengan gangguan
isi pikir : waham.
Mampu mendokumantasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
isi pikir : waham.
1.4 Metode penulisan
1. Studi kepustakaan
Mencari buku-buku sumber, referensi-referensi, majalah, tabloid yang berhubungan
dengan Asuhan Keperawatan pada klien dengan masalah psikososial gangguan isi
pikir waham.
2. Studi kasus
Mengangkat satu kasus dengan menerapkan Asuhan keperawatan yang berpedoman
pada proses keperawatan dengan langka-langkanya yang dilengkapi dengan Analisa
Psoses Interaksi (API) fase perkenalan, fase kerja, dan fase terminasi.
3. Studi dokumentasi
Membaca, menganalisa data dari catatan medik dan dari status klien untuk
mendapatkan informasi penting dan lengkap tentang klien tersebut.
1.5 Manfaat penulisan
1. Manfaat bagi penulis
Memperoleh pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
secara nyata. menerapkan teori yang sudah didapat dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya Asuhan Keperawatan Jiwa dengan masalah gangguan isi pikir
: waham, memperoleh pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
klien secara nyata, dan menamba wawasan dalam menangani klien dengan masalah
gangguan psikososial isi pikir waham.
2. Manfaat bagi institusi RS
Asuhan keperawatan jiwa ini kiranya dapat menjadi referensi bagi pembaca dan
juga sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan asuhan keperawatan jiwa.
3. Manfaat bagi institusi pendidikan
Sebagai kelengkapan tugas praktek Profesi Ners pada Stase Keperawatan Jiwa di
Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY dan juga sebagai referensi untuk menambah wawasan
bagi mahasiswa STIKes Alma Ata Yogyakarta tentang Askep Jiwa khususnya pada
klien dengan masalah psikososial gangguan isi pikir waham.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Medis
2.1.1. Pengertian
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang menyebabkan
perilaku psikotik, pemikiran konkrit dan kesulitan dalam memproses informasi,
hubungan interpersonal serta memecahkan masalah (Stuart, 2006).
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama
pada prosespikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir,
afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena
waham dan halusinasi: asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi (Herman,
2011).
Skizofrenia merupakan suatu psikofungsional dengan gangguan utama pada
proses pikir serta disharmoni (keretakan atau perpecahan) antara proses pikir, efek,
kemauan, dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan
halusinasi, asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoheren, efek dan emosi menjadi
inadekuat, psikomotor menunjukkan penarikan diri, autisme dan perilaku (Maranis,
2005)
Ada beberapa jenis Skizofrenia yaitu:
a. Skizofrenia simplex dengan gejala utama kadangkala emosi dan kemunduran
kemauan,
b. Skizofrenia hebefrenik dengan gejala utama gangguan proses fikir, gangguan
kemauan dan depersonalisasi,
c. Skizofrenia katatonik dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor
maupun gaduh gelisah katatonik,
d. Skizofrenia paranoid dengan gejala utama kecugiaan yang ekstrim disertai waham
kejar atau kebesaran,
e. Episode skizofrenia akut yakni kondisi akut mendadak yang disertai dengan
perubahan kesadaran,
f. Skizofrenia psikoafektif yaitu gejala utama skizofrenia yang menonjol dengan
disertai gejala depresi dan
g. Skizofrenia residual adalah skizofrenia dengan gejala primernya dan muncul
setelah beberapa kali serangan skizofrenia.
2.1.2 Etiologi
Skizofrenia tidak diketahui dan merupakan suatu tantangan riset terbesar bagi
pengobatan kontemporer. Telah banyak riset yang dilakukan dan telah banyak faktor
predisposisi dan pencetus yang diketahui (Ingram, 1995).
Penyebab ilmiah terbaru mulai menunjukkan bahwa skizofrenia adalah akibat
suatu tipe disfungsi otak. Pada tahun 1970-an, penelitian mulai berfokus pada sebab-
sebab neurokimia yang mungkin, dan hal ini masih menjadi fokus utama penelitian
dalam teori saat ini. Teori neurokimia atau neurologis didukung oleh efek anti
psikotik yang membantu mengontrol gejala psikotik dan pencitraan saraf seperti
computed tomography (CT) yang menunjukkan bahwa struktur dan fungsi otak
individu yang mengalami skizofrenia berbeda (Videbeck, 2008).
2.1.2.1 Teori biologis
Teori biologi skizofrenia berfokus pada faktor genetik, factor neuroanatomik
dan neuro kimia (struktur dan fungsi otak), serta imunovirologi (respon tubuh
terhadap pajanan suatu virus). Faktor tersebut yaitu:
a. Faktor genetik telah dibuktikan secara menyakinkan. Resiko bagi masyarakat
umum 1%, pada orang tua resiko skizofrenia 5%, pada saudara kandung 8% dan
pada anak 10%. Gambaran terakhir ini menetap walaupun anak telah dipisahkan
dari orang tua sejak lahir. pada kembar monozigot 30-40%,
b. Faktor neuroanatomi dan neurokimia berupa perkembangan tehnik pencitraan
noninvasif, seperti CT-Scan, MRI, dan PET dalam 25 tahun terakhir, para ilmuan
mampu meneliti struktur otak atau neuroanatomi dan aktivitas otak atau
neurokimia individu penderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa
individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatf leih sedikit, hal
ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan atau kehilangan jaringan selanjutnya.
CT-scan menunjukkan pembesaran ventrikel otak dan atrofi korteks otak.
penelitian PET menunjukkan bahwa ada penurunan oksigen dan metabolisme
glukosa pada struktur korteks frontal otak. Riset secara konsisten menunjukkan
penurunan volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporal dan
frontal individu penderita skizofrenia. Patologi ini berkolaborasi dengan tanda-
tanda positif skizofrenia (lobus temporalis) seperti psikosis dan tanda-tanda
negativ (lobus frontalis) seperti tidak memiliki kemauan atau motivasi anhedonia.
Tidak diketahui apakah perubahan pada lobus temporalis dan frontalis ini terjadi
kibat kegagalan kedua area tersebut untuk berkembang dengan baik atau apakah
area tersebut mengalami kerusakan akibat virus, trauma, atau respon imun.
Pengaruh intrauterin seperti gizi buruk, tembakau, alkohol, obat-obatan lain, serta
stress juga sedang diteliti sebagai kemungkinan penyebab patologi yang
ditemukan pada otak individu penderita skizofrenia (Videbeck, 2008).
c. Faktor imunovirologi yakni teori populer yang mengatakan bahwa perubahan
patologi otak pada individu penderita skizofrenia dapat disebabkan oleh pajanan
virus atau respon imun tubuh terhadap virus dapat mengubah fisiologi otak.
Walaupun ilmuan terus meneliti hal ini, tidak banyak peneliti mampu
memvalidasi teori tersebut. Baru-baru ini para peneliti memfokuskan infeksi pada
ibu hamil sebagai kemungkinan penyebab awal skizofrenia. Epidemik flu diikuti
dengan peningkatan kejadian skizofrenia di Inggris, Walles, Denmark, Finlandia
dan negara-negara lain. Suatu penelitian terkini diterbitkan di New England
Journal of medicine mlaporkan angka kejadian pada anak-anak yang lahir di
daerah padat dengan cuaca dingin, kondisi yang memungkinkan terjainya
gangguan pernafasan (Vedbeck, 2008).
2.1.2.2 Pertimbangan budaya
Penting untuk menyadari perbedaan budaya ketika mengkaji gejala
skizofrenia. Ide yang tampaknya merupakan waham pada suatu budaya seperti
kepercayaan terhadap hal-hal magis atau sihir, dapat menjadi hal yang umum pada
budaya lain. Di beberapa budaya, halusinsi pendengaran atau penglihatan, misalnya
melihat bunda maria atau mendengar suara Tuhan, juga dapat menjadi bagian normal
pengalaman keagamaan. Pengkajian afek membutuhkan kpekaan terhadap perbedaan
dalam hal kontak mata, bahasa tubuh, dan ekspresi emosi yang dapat ditermmia hal
ini bervariasi di antara budaya (Videbeck, 2008).
2.1.2.3 Lingkungan
Gambaran pada penderita kembar seperti di atas menunjukkan bahwa faktor
lingkungan juga cukup berperan dalam mnampilkan penyakit pada individu yang
memiliki predisposisi. Beberapa peneliti (Laing, Goffman) mengatakan skizofrenia
bukan suatu penyakit, tetapi suatu respon terhadap tekanan emosi yang tidak dapat
ditoleransi dalam keluarga dan masyrakat, tetapi pandangan ekstrim demikian,
walaupun sesuai dengan masyarakat kurang didukung oleh penelitian. Banyak
penelitian terhadap pengaruh masa kanak-kanak, khususnya atas persoalita orang tua,
tetapi belum ada hasil. Riset atas peristiwa hidup memperhatikan bahwa pasien
skizorenia mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi tinggi dalam 3 minggu
sebelum kambuh pasien skizorenia mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi
tinggi dalam 3 minggu sebelum kambuh (Ingram 1995).
2.1.2.4 Emosi yang diekspresikan
Jika keluarga skizofrenia memperlihatkan emosi yang di ekspresikan secara
berlebihan, misalnya pasien sering diomeli atau terlalu banyak dikekang dengan
aturan-aturan yang berlebihan, maka kemungkinan kambuh lebih besar. Juga jik
pasien tidak mendapatkan neuroleptik. Angka kekambuhan di rumah dengan emosi
yang diekspresikan rendah dan pasien minum obat teratur, sebesar 12%; dengan
emosi yang diekpresikan rendah dan tanpa obat 42%; emosi yang diekspresikan tinggi
dan tanpa obat, angka kekambuhan 92% (Ingram, 1995).
2.1.3 Gambaran klinis
Skizofrenia memiliki berbagai tanda dan gejala. Kombinasi kejadian dan
tingkat keparahan pun berbeda berdasarkan individu masing-masing. Gejala-gejalanya
dapat terjadi kapan saja. Pada pria biasanya timbul pada akhir masa kanak-kanak atau
awal usia 20-an, sedangkan pada wanita, usia 20-an atau awal 30-an. Skizofrenia
dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Menurut Stuart (2006)
membedakan 5 kelompok gejala inti skizofrenia yakni sebagai berikut :
a. Gejala positif terdiri dari:
Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir
bahwa dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang
terkenal, berkeyakinan bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan
tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan,
Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat
menghibur atau tidak menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin
menganggap suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau memberikan
perintah tertentu,
Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada
seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti,
percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa
ke planet lain,
Gangguan proses pikir ( bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling
menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi
Bicara kacau yakni terjadi kekacauan dalam gagasan, pikiran, perasaan yang
diekspresikan melalui bahasa; komunikasi melalui penggunaan kata dan
bahasa.
b. Gejala negative terdiri dari:
o Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan
pada semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami
kesulitan melakukan hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan
membersihkan rumah,
o Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan
ketertarikan untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan
merasa terisolasi,
o Anhedonia adalah kemampuan untuk merasakan emosi tertentu, apapun yang
dialami tidak dapat merasakan sedih atau gembira,
o Afek datar (flat affect) merupakan tidak adanya ata hampir tidak adanya tanda
ekspresi afek :suara yang monoton, dan wajah tidak bergerak,
o Avolisi / Apati adalah irama emosi yang tumpul yang disertai dengan
pelepasan atau ketidak acuhan dan
o Defisit perhatian (atensi) adalah menurunnya jumlah usaha yang dilakukan
untuk memusatkan pada bagian tertentu dari pengalaman; kemampuan untuk
mempertahankan perhatian pada satu aktifitas; kemampuan untuk berkon
sentrasi.
c. Gejala kognitif tersebut yakni:
Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau
sehingga tidak bisa mendengarkan musik/ menonton televisi lebih dari
beberapa menit. sulit mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan,
Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari
awal hingga selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru dan
Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat
mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras
untuk melakukannya.
d. Gejala alam perasaan meliputi:
Disforia merupakan mood yang tidak menyenangkan,
Gagasan bunuh diri merupakan keadaan dimana individu mengalami risiko
untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam
jiwanya dan
Keputusasaan
e. Disfungsi social
Disfungsi Sosial/ okupasional yang berpengaruh pada pekerjaan /aktivitas, pada
hubungan interpersonal perawatan diri, serta mortalitas/ morbiditas
2.1.4 Penatalaksanaan medis
2.1.4.1`Farmakoterapi
Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan
skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998), Kaplan dan Sadock (1998)
antara lain:
a. Anti Psikotik. Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain:
a. Chlorpromazine, Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan
mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg,
kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000
mg/hari secara oral.
b. Trifluoperazine, Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik
menarik diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
c. Haloperidol, Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan
mania. DOSIS awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg. Obat antipsikotik merupakan
obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat darurat,
klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara
intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis
yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain harus
diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering adalah
ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh
dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya
suatu penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.
b. Anti Parkinson yakni terdiri dari:
Riheksipenydil (Artane), Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk
menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-
15 mg/hari
Difehidamin, Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari
c. Anti Depressan
Amitriptylin untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan
keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari dan Imipramin, Untuk depresi
dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal : 25
mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.
d. Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform,
kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-
gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:
Fenobarbital : 16-320 mg/hari
Meprobamat : 200-2400 mg/hari
Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari
2.2 Waham
2.2.1 Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan
fakta dan keyakinan tersebut mungkin“ aneh”( misalnya saya adalah nabi yang
menciptakan biji mata manusia) atau ( hanya sangat tidak mungkin, contoh malaiakat
disurga selalu menyertai saya kemanapun saya pergi dan tetap dipertahankan
meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya
(Purba :2008).
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006:
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secar logis oleh orang lain. Keyakinan ini
berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control ( Depkes RI ; 2000)
Waham adalah suatau keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal
melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat ; 1999).
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
realita normal ( Stuart dan sundeen ; 1998).
2.2.2 Jenis Waham
Jenis-jenis waham antara lain,
a. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali,
orang kaya.
b. Waham Berdosa
Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar.
Penderita percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.
c. Waham Dikejar
Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain atau kelompok
orang yang bermaksud berbuat jahat padanya.
d. Waham Curiga
Individu merasa selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya. Individu curiga
terhadap sekitarnya. Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencari-cari
hubungan antara dirinya dengan orang lain di sekitarnya, yang bermaksud
menyindirnya atau menuduh hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya. Dalam
bentuk yang lebih ringan, kita kenal “Ideas of reference” yaitu ide atau perasaan
bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-perbuatan tertentu dari orang lain
(senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan sebagainya) mempunyai hubungan
dengan dirinya.
e. Waham Cemburu
Selalu cemburu pada orang lain.
f. Waham Somatik atau Hipokondria
Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya seperti ususnya
yang membusuk, otak yang mencair.
g. Waham Keagamaan
Waham yang keyakinan dan pembicaraan selalu tentang agama.
h. Waham Nihilistik
Keyakinan bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sendiri sudah meninggal.
i. Waham Pengaruh
Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain
atau kekuatan.
2.2.3 Tanda dan Gejala
Menurut Direja (2011), kondisi klien yang mengalami waham adalah:
a. Status mental
1. Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat normal,
kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
2. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
3. Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga.
4. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas
diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal.
5. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya
kualitas depresi ringan.
6. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/ menetap,
kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien
kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.
b. Sensori dan kognisi
1. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki
waham spesifik tentang waktu, tempat dan situasi.
2. Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh).
3. Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang jelek.
4. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya.
Keputusan terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah
dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.
2.2.4 Pohon Masalah
2.2.5 Faktor Predisposisi dan Prespitasi
2.2.5.1 Faktor predisposisi
a. Faktor Biologis yaitu:
Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
Neurobiologis; waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran
ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic, serta Adanya
gangguan pada korteks pre frontal.
Virus paparan virus influensa pada trimester III.
Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan Proses Pikir: Waham
Gangguan Konsep Diri : Harga diri Rendah
Isolasi Sosial
b. Faktor Sosio kultural
Faktor perkembangan : hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang
berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif ( Direja : 2011).
c. Factor Psikologi
Faktor Psikologi, hubungan yang tidak harmonis, peran ganda /bertentangan,
dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan. Contohnya ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2.2.5.2 Faktor Presipitasi
a. Faktor Biologis
Dopamine, norepineprine, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi
penyebab waham pada seseorang.
b. Faktor Sosial Budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau
diasingkan dari kelompok.
c. Faktor Psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi
masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan
yang menyenangkan ( Direja : 2011).
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Biasanya dilakukan untuk penyakit fisik, dapat menyebabkan gejal reversible
seperti pada kondisi defisiensi atau toksik, penyakit neurologis, gangguan metabolik
atau endokrin.
a. CT- Scan
Menunjukkan stuktur abnormalitas otak ( misalnya : atrrofi lobus temporal,
pembesaran ventrikel dengan rasio ventrikrl otak meningkat yang dapat
dihubungkan dengan derajat gejala yang dapat dilihat).
2. Pemindai PET ( Positron Emission Tomografi)
Mengukur aktivitas metabolic dari area spesifik otak dan dapat menyatakan
aktivitas metabolic yang rendah dari lobus frontal terutama pada area prefrontal
dari korteks serebral.
3. MRI
Memberikan gambaran otak 3 dimensi, dapat memperlihatkan gambaran yang
lebih kecil dari lobus frontal, atrofi lobus temporal.
4. RCBF ( Regional Cerebral Blood Flow)
Memetakan aliran darah dan menyatakan intensitas aktivitas pada daerah otak
yang bervariasi.
5. BEAM ( Brain Electrical Aktivity Mapping)
Menunjukkan respon gelombang otak terhadap rangsangan yang bervariasi
disertai dengan adanya respon yang terhambat dan menurun kadang-kadang di
lobus temporal dan system limbik
6. ASI ( Addiction Severity Index )
Menetukan masalah-masalah ketergantungan ( ketergnatungan zat) yang mungkin
dikaitkan dengan penyakit mental dan mengindikasikan area pengobatan yang
diperlukan.
7. Uji Psikologi ( misalnya : MMPI)
Menyertakan kerusakan pada suatu area atau lebih
2.2.7 Penatalaksanaan Keperawatan
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :
a. Apakah pasien memiliki pikiran/ isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan dan
menetap?
b. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien
cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya ?
c. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya aneh dan tidak
nyata?
d. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya ?
e. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakn oleh orang lain ?
f. Apakah pasien berpikir bahwa berpikir atau tindakannya dikontrol oleh orang lain
atau kekuatan dari luar?
g. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan
lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?
3.1 Konsep Dasar Keperawatan
3.1.1 Pengkajian
Patricia A Potter et al, dalam bukunya menyebutkan bahwa pengkajian terdiri
dari 3 kegiatan yaitu: pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa data dan
perumusan diagnosa keperawatan. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber data
yaitu sumber data primer (klien) dan sumber data sekunder seperti keluarga, teman
terdekat klien, tim kesehatan, catatan dalam berkas dokumen medis klien dan hasil
pemeriksaan. Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
dengan observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.
Beberapa faktor yang perlu dikaji:
a. Faktor predisposisi
Genetik : diturunkan
Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan konteks limbik
Neurotransmiter : abnormalitas pada dopamin ,serotonin ,dan glutamat.
Virus : paparan virus influinsa pada trimester III
Psikologi : ibu pencemas ,terlalu melindungi ,ayah tidak peduli.
b. Faktor presipitasi
Proses pengolahan informasi yang berlebihan
Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
Adanya gejala pemicu
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat.
Isi pengkajiannya meliputi:
a. Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan,
topik pembicaraan.
b. Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang
ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan
perkembangan yang dicapai.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan
terjadinya gangguan:
Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien.
Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
d. Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur
tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.
e. Aspek psikososial
Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
Konsep diri
Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai.
Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki /
perempuan.
Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat
dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan
penyakitnya.
Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan
orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan
terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah.
Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok
yang diikuti dalam masyarakat.
Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
f. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
g. Kebutuhan persiapan pulang
Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat
makan.
Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum
obat.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
i. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang
dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
j. Aspek medik
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi psikomotor,
terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi
lingkungan.
3.1.2 Diagnosa Keperwatan
Setelah pengkajian dilakukan dan data subjektif maupun objektif ditemukan
pada pasien, diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan adalah gangguan proses
pikir: Waham (Budi Anna Keliat, 2006). Kemungkinan diagnose keperawatan yang
muncul pada pasien dengan waham yaitu:
a. Resiko Perilaku Kekerasan
b. Gangguan Proses Pikir: Waham
c. Isolasi sosial
d. Gangguan konsep diri : Kehilangan, harga diri rendah
3.1.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC Rasional
1. Resiko Prilaku
Kekerasan
Menunjukkan pengendalian
diri terhadap agresi
dibuktikan dengan menahan
diri dari:
Menyeranga dengan kata-
kata.
Menyerang orang lain
Menyerang ruang pribadi
orang lain
Membahayakan orang lain
Menghancurkan barang-
barang milik pribadi dan
orang lain.
1. Dukungan perlindungan
terhadap penganiayaan.
2. Bantuan pengendalian
amarah.
3. Manajemen perilaku
4. Manajemen lingkungan;
pencegahan kekerasan.
5. Pelatihan kendali impulsif
1. Mengidentifikasi hubungan
bergantung dan beresiko tinggi serta
tindakan untuk mencegah
penderitaan akibat kekerasan fisik
atau emosi.
2. Memfasilitasi pengungkapan marah
dalam cara yang adaptif, tanpa
kekerasan.
3. Membantu pasien menatalaksana
perilaku kekerasan.
4. Memantau dan memanipulasi
lingkungan fisik untuk menurunkan
potensi perilaku kekerasan
terhadapndiri sendiri dan orang lain.
5. Membantu pasien memediasi
perilaku impulsive melalui
penerapan strategi penyelesaian
masalah terhadap situasi social dan
interpersonal.
2. Gangguan Proses Menunjukkan orientasi 1. Penurunan ansietas 1. Meminimalkan ketakutan , firasat
Pikir : Waham kognitf dengan indicator
dapat mengidentifikasi diri,
orang terdekat, tempat saat
ini, hari, bukan dan tahun.
Menunjukkan pembuatan
keputuusan.
Menunjukkan proses pikir
yang logis dan terorganisir.
Tidak mudah distraksi.
Tidak menunjukkan
halusinasi dan waham.
2. Manajemen prilaku :
overaktifitas/kurang perhatian.
3. Dukungan pembuatan
keputusan.
4. Manajemen waham.
5. Menejemen halusinasi.
6. Pelatihan memori
7. Orientasi realita.
atau ketidaknyamanan terkait
perkiraan sumber bahaya yang tidak
jelas.
2. Menyediakan lingkungan terapeutik
untuk mengakomodasi perhatian
pasien dan/ atau overaktifitas pasien
sambil meningkatkan fungsi optimal.
3. Memberi informasi dan dukungan
kepada pasien yang membuat
keputusan terkait layanan kesehatan
4. Meningkatkan kenyamanan,
keamanan, dan orientasi realita yang
mengalami keyakinan yang salah
dan kuat.
5. Meningkatkan keamanan,
kenyamanan, dan orientasi realita
pasien yang mengalami halusinasi.
6. Memfasilitasi memori
7. Meningkatkan kesadaran pasien
terhadap identitas personal, waktu
dan lingkungan.
8. Membantu pasien menggali dan
8. Peningkatan kesadaran diri.
9. Peningkatan harga diri.
memahami gagasan, perasaan,
motivasi, dan perilaku mereka.
9. Membantu pasien meningkatkan
penilaian peribadi tentang harga diri.
3. Isolasi Sosial Menunjukkan keterlibatan
social, dengan indicator:
Interaksi dengan teman
dekat, tetangga, anggota
keluarga, dan/atau dengan
anggota kelompok kerja.
Berpartisipasi sebagai
relawan dalam kegiatan
hari-hari, pada aktifitas
organisasi, atau pada
kegiatan keagamaan.
Berpartisipasi dalam
aktifitas pengalihan dengan
orang lain.
1. Modifikasi perilaku:
keterampilan social.
2. Pembinaan hubungan yang
kompleks.
3. Peningkatan koping.
4. Promosi integritas keluarga.
5. Manajemen alam perasaan.
6. Terapi rekreasi.
1. Membantu pasien mengembangkan
keterampilan social interpersonal.
2. Membina hubungan yang terapeutik
pada pasien yang kesulitan
berinteraksi dengan orang lain.
3. Membantu pasien beradaptasi
dengan persepsi stressor, perubahan
atau ancaman yang menghambat
pemenuhan tuntutan hidup dan peran
4. Meningkatkan persatuan dan
kesatuan keluarga.
5. Memberi keamanan, kestabilan,
pemulihan dan pemeliharaan pasien
yang mengalami disfungsi alam
perasaan.
6. Menggunakan rekreasi secara terarah
untuk meningkatkan relaksasi dan
7. Peningkatan kesadaran diri.
8. Peningkatan sosialisasi.
peningkatan keterampilan social.
7. Membantu pasien menggali dan
memahami gagasan, perasaan,
motifasi, dan perilaku pasien.
8. Memfasilitasi dukungan kepada
pasien oleh keluarga, teman dan
komunitas.
4. Gangguang
Konsep diri :
Harga Diri
Rendah
Menunjukkan harga diri, yang
dibuktikan dengan indicator
sebagai berikut;
Mengungkapkan
penerimaan diri secara
verbal.
Mempertahankan kontak
mata.
Mempertahankan gigien
dan riasan.
Menerima kritik dari orang
lain.
Menceritakan keberhasilan
dalam pekerjaan, sekolah,
1. Penumbuhan harapan.
2. Menejemen alam perasaan.
3. Peningkatan harga diri.
4. Klarifikasi nilaii.
1. Memfasilitasi perkembangan
penampilan positif pada situasi
tertentu.
2. Menciptakan keamanan, kestabilan,
pemulihan, dan pemeliharaan pasien
yang mengalami disfungsi alam
perasaan baik depresi maupun
peningkatan alam perasaan.
3. Membantu pasien meningkatkan
penilaian penghargaan terhadap diri.
4. Membantu individu mengklarifikasi
nilai mereka untuk memfasilitasi
pembuatan keputusan yang efektif.
atau kelompok social.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. PENGKAJIAN
1. Data Klien
1. Identitas Klien
Nama : Ny.D
TTL : 5 April 1975
Umur : 37 Tahun
Pendidikan : Sarjana Theologi
Pekerjaan : Di Gereja
Jenis Kelamin : Perempuan
Ruangan : Srikandi
Tanggal masuk : 24 Oktober 2012
No.RM : 04-67-94
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Pekerjaan : Pendeta
Hubungan dengan pasien : Pendamping
2. Alasan masuk
Pasien beberapa hari yang lalu keluyuran, tidak mau makan obat, 3 tidak pulang
ke rumah, saat pulang marah-marah merusak barang-barang yang ada dirumah.
3. Faktor Predisposisi
Pasien sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit Jiwa, di RSJ Grhasia sudah 3 kali
kali masuk dan di RSUP Sardjito sudah 7 kali mondok (Ruang inap khusus pasien
Jiwa). Pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena pasien pasien tidak teratur
minum obat.
Pasien pernah mengalami hal yang traumatik dalam hidupnya, menjadi korban
aniaya fisik oleh orang tua ( pada saat SMA usia 16 tahun) dikarenakan sering
keluyuran pada malam hari. Pernah menjadi korban aniaya seksual ( pada saat SMA
usia 16 tahun), diperkosa oleh 2 orang lelaki yang tak dikenal dan menjadi korban
kekerasan dalam rumah tangga ( usia 26 tahun) oleh suami, karena sering di tuduh
selingkuh dan wanita tidak benar.
Didalam keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa sepertinya.
Pengalaman masa lalu yang yang tidak menyenangkan adalah pernah diputusin oleh
pacar yang di cintainya, diperkosa, kekerasan dalam rumah tangga, keguguran dan
dicerai oleh suami.
4. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital TD: 110/70 mmHg N: 80x/menit P: 18 x/menit
Ukur TB: 149 cm BB: 63 Kg
Keluhan Fisik : Pasien punya riawayat astma.
5. Psikososial
a. Genogram
Keterangan,
: Orang tua laki-laki (Bapak)
: Orang tua perempuan (Ibu)
: Saudara laki-laki
: Saudara perempuan
: Pasien
: Keluarga pasien
Pasien anak ke empat dari enam bersaudara, kedua orang tua sudah meninggal
saat pasien selesai SMA. Didalam keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan
sakit jiwa seperti dirinya.
b. Konsep diri
Gambaran diri : pasien mengatakan dirinya kurang suka dengan tubuhnya
karena gemuk dan membuatnya tidak cantik.
Identitas diri : pasien mengatakan puas dengan pendidikan yang dicapainya
yaitu menjadi sarjana theology, tidak suka berkerja dirumah saja.
Peran diri : pasien mengatakan tidak bisa berperan sesuai dengan gelar
sarjana yang didapatnya, karena terhalang menjadi seorang ibu rumah tangga
(saat masih berkeluarga).
Ideal diri : pasien mengharapkan dapat menjadi guru agama sesuai ilmu
yang telah dicapainya. Dalam hidupnya yang belum tercapai yaitu pasien
ingin mendapatkan seorang anak (saat menikah sudah dua kali mengandung,
tapi keguguran) dan menikah lagi.
Harga diri : pasien mengatakan dirinya kurang dihargai didalam keluarga,
karena tidak diijinkan berkarier menjadi guru agama.
c. Hubungan social
Orang yang berarti : pacarnya saat SMA dan mantan suami
Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat : aktifitas sehari –hari
hanya membantu di geraja.
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: tidak ada hambatan, hanya
saja pasien mengatakan dirinya mudah tersinggung dan sulit mengontrol
emosi.
d. Spiritual
Nilai dan kepercayaan : pasien sorang penganut agama Kristen, menurut
pasien didalam agamanya tidak ada membedakan antara orang yang sehat
dengan yang sakit jiwanya.
Kegiatan ibadah : sehari-hari pasien bekerja digereja, membantu
kegiatan yang ada digereja. Dan pasien selalu rutin beribadah karena
merupakan kewajiban sebagai mahluk ciptaan Tuhan.
6. Status Mental
a. Penampilan
Penampilan pasien secara umum sama seperti orang biasa berpakaian rapi,
rambut disisir rapi, dalam hal makan, dan mandi dan toileting. Kesan pertama kali
melihat pasien tampak seperti orang normal bukan orang yang mengalami
gangguan jiwa.
b. Pembicaraan
Pembacaraan pasien sedikit cepat dan keras. Pasien sering mengulangi cerita
yang sebelumnya telah diceritakannya satu hari yang lalu. Pasien termasuk orang
yang banya berbicara (logorhoe).
c. Aktifitas motorik
Pada aktifitaas motoric pasien tampak tidak menalami gangguan, tidak ada
tampak agitasi (seperti orang bingung/ cemas), tik (gerakan tak terkontrol dan
berulang), tremor, grimisen (mimic muka berubah), dan kompulsif.
d. Alam Perasaan
Pasien mengatakan perasaan dirinya sedih, karena rindu sama keluarga dan
sudah beberapa hari tidak dijenguk oleh keluarga.
e. Afek
Afek pasien labil karena emosi yang secara cepat berubah-ubah, tanpa suatu
pengendalian yang baik.
f. Interaksi Selama Wawancara
Selama wawancara pasien kooperatif, kontak mata ada, dan terbuka
menceritakan permasalahan yang diaalaminya.
g. Persepsi
Pasien dapat mengenal barang-barang yang dilihatnya bisa membedakan mana
yang realita dan tidak realita. Pasien menyangkal halusinasi dan ilusi.
h. Proses Pikir
Dalam proses wawancara pasien banyak berbicara seperti sulit dikontrol
(logorhoe) dan kohoren. Mudah berubah topic pembicaraan dari satu topic ke
tpoik yang lain (flight of idea). Seperti saat bercerita tentang bagaiimana awalnya
pasien mengalami gangguan jiwa tiba-tiba pindah ke topic perceraian yang
dialaminya.
Bentuk pemikiran pasien sulit untuk diterima secara logis (nonrealistik),
karena mengatakan dirinya saat tidur malam selalu di jemput roh nya oleh Tuhan
(berwujud seorang lelaki dengan baju putih yang panjang) untuk diajak jalan-
jalan. Dan dalam kehidupan sehari-hari dia bisa bertemu langsung pada Tuhan
(magical thinking). Serta memiliki keyakinan yang kuat bahwa dirinya telah mati
dan dihidupkan kembali oleh Tuhan dan mempunyai seorang papi yang kaya raya
(obsesi).
Pasien sering mengeluh bahwa kakinya sering sakit pada kaki dan memiliki
penyakit komplikasi seperti jantung, ginjal dan liver, yang berbanding terbalik
dengan rekam medic pasien, dimana pasien hanya memiliki riwayat astma. Dan
tidak mempunyai penyakit komplikasi seperti yang diakuinya (Hipokondria).
Pasien mengatakan dirinya merasa temannyalah penyebab dirinya dimasukkan
kembali ke RSJ Grhasia karena melaporkan ke papinya yang tidak benar, dirinya
merasa difitnah oleh temannya dan dikatai wanita tidak benar.
Pasien mengalami ganggua proses pikir : waham agama (selalu berbicara
bertemakan agama), waham somatic (karena merasakan ada yang sakit dalam
organ tubuhnya walaupun secara rekam medic tidak ada masalah dengan
organnya), waham kebesaran (mengaku punya pacar seorang dokter sepesialis
jiwa di RSUP Sardjito, mengaku orang tuannya seorang yang kaya memiliki
perkebunan buah naga, restoran dan pemilik perusahaan pesawat terbang), waham
curiga (merasa temannyalah yang telah mencerikatan yang tidak benar kepada
papinya sehingga dia dimarah dan dipukul oleh papinya), waham nihilistic
(mengatakan dia pernah mati saat dirinya koma 3 hari kemudian dihidupkan lagi
oleh Tuhan).
i. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien compos mentis mampu orientasi waktu tempat dan
orang.
j. Memori
Pasien tidak mengalami gangguan pada memori, karena pasien mampu
mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, kejadian saat beberapa tahun yang
lalu.
k. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Tingkat konsentrasi pasien tidak mengalami gangguan, pasien mampu
berhitung sederhana dan mampu berkonsentrasi.
l. Kemampuan Penilaian
Pasien mampu mengambil keputusannya sendiri tanpa mendapatkan bantuan
sari orang lain.
m. Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang diderita, dimana pasien tidak menyadari dirinya
mengalami gejala gangguan jiwa dan merasa dirinya sehat.
7. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan : sudah bisa mandiri
b. BAB/BAK : mandiri
c. Mandi : sudah bisa mandiri
d. Berpakaian/ berhias: mandiri
e. Istirahat dan tidur
Sulit untuk tidur siang, dan mudah terbangun dimalam hari. Pasien dianjurkan
untuk memperbanyak aktifitas di siang hari.
f. Penggunaan Obat : Perlu bantuan minimal, yaitu butuh seseorang untuk
mengingatkan untuk makan obat secara teratur. Karna bila tidak diingatkan pasien
suka lupa untuk minum obat.
g. Pemeliharaan Kesehatan : perawatan lanjutan, untuk mengetahui perkembangan
proses pikir pasien dan kontrol emosi pasien bila sudah pulang ke rumah.
h. Kegiatan didalam rumah : pasien mampu dan mandiri dalam mempersiapkan
makanan, menjaga kerapihan rumah, mencuci pakaian. Hanya saja dalam pengaturan
keuangan masih butuh bantuan orang lain (pasien masih perlu pengawasan dalam
masalah keungan untuk menghindari sifat keluyurannya kambuh kembali).
i. Kegiatan diluar rumah: pasien mampu secara mandiri, akan tetapi tetap butuh
pengawasan dari keluarga.
8. Mekanisme Koping
Adaptif: berbicara dengan orang lain, mampu melakukan tehnik relaksasi,
Maladaptif: merusak barang (membanting), sulit mengontrol emosi (suka
mengeluarkan kaliamt yang taidak pantas dikeluarkan).
9. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Memiliki masalah dengan teman di gereja tempat biasa pasien bekerja, pasien
merasa temannya sering memfitnah pasien dan menjelek-jelekan pasien di
belakangnya.
10. Pengetahuan Kurang Tentang
Penyakit jiwa : pasien menyangkal dirinya mengalami gangguan jiwa, merasa apa
yang diperbuatnya (sering keluyuran malam, emosi mudah terpancing, dan sulit
mengontrol emosi bila ada stressor) merupakan hal yang wajar.
Koping : mekanisme koping pasien kurang efektif, hal ini dapat dibuktikan emosi
atau perasaan mudah berubah-berubah, dan mudah emosi serta sering
mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan.
Obat-obatan : pasien sulit untuk rutin minum obat, karena merasa bosan untuk
minum obat dan sering lupa apa sudah minum obat. Maka dari itu perlu bantuan
orang untuk mengingatkan dan mengawasi pasien dalam minum obat.
11. Aspek Medik
Diagnosa medic :
Axis I : F. 30.1 (mania tanpa gejala psikotik )
Axis II : Taka da diagnosa
Axis III : Astma
Axis IV : Di gereja ada tamu dari Papua sehingga membuat pasien
teringat dengan mantan suaminya yang telah
meninggalkannya.
Axis V : Sedang
Terapi medic :
Depacote 500 mg = 1 – 0 – 0 (dimakan pada pagi hari).
Haloperidol 5 mg = 1 – 0 – 1 ( dimakan pada pagi dan malam)
Triheksapenidyl = 1 – 0 – 1 ( dimakan pada pagi dan malam)
Chlorpomazine 100 = 0 – 0 - ½ ( dimakan pada malam)
12. Daftar Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan proses pikir : waham
2. Resiko Perilaku Kekerasan
3.2 POHON MASALAH
Akibat : Resiko Perilaku kekerasan
Penyebab : Harga Diri Rendah
3.3 ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. Data Subjektif
Pasien mengatakan ingin menjadi seorang
guru agama sesuai dengan gelar sarjana
yang diperolehnya.
Pasien mengatakan dirinya tidak suka
dengan tubuhnya sekarang karan gemuk dan
tampak jelek.
Pasien mengatakan keinginannya setelah
sembuh ingin menjadi guru agama, dan
mewujudkan keinginnannya untuk menikah
lagi dan memiliki seorang anak.
Pasien mengatakan dirinya pernah mati saat
koma 3 hari dirumah sakit, kemudian di
hidupkan kembali oleh Tuhan.
Pasien mengatakan dirinya adalah orang
yang bisa bertemu dan berbicara langsung
kepada Tuhan kapanpun dia mau.
Pasien mengatakan bahwa dia mempunyai
Gangguan proses pikir:
waham.
Core Problem :Gangguan Proses
Pikir( Waham)
penyakit komplikasi seperti jantung, ginjal
dan liver.
Pasien mengatakan dia mempunyai pacar
seorang dokter spesialis jiwa di RSUP
Sardjito.
Pasien mengatakan bahwa dirinya curiga
pada temannya di gereja, suka menfitnah
dirinya dan mengadu ke papinya dengan
sesuatu yang tidak dilakukannya.
Pasien mengatakan dirinya tidak sakit dan
kenapa harus dibawa ke rumah sakit.
Data Objektif
TD 110/70 mmHg
Waham nihilistic
Waham agama
Waham somatic
Waham kebesaran
Waham curiga
Logorhoe, magical thinking, obsesi,
hipokondria, flight of idea, nonrealistic.
Insight buruk (menyangkal dirinya sakit)
2. Data Subjektif
Pasien mengatakan bahwa dirinya sulit
untuk mengontrol emosi.
Pasien mengatakan dirinya mudah
tersinggung.
Pasien mengatakan kalau dirinya marah
suka mengeluarkan kata-kata yang tidak
pantas diucapkan, dan suka membanting
barang-barang yang ada dirumah.
Data Objektif
Pasien sesekali pernah menunjukkan tanda
Resiko Perilaku Kekerasan
perilaku kekerasan (muka merah, tenggang,
dan tangan menggepal) saat dirinya merasa
terintimidasi, seperti saat dibilang tangannya
kotor, mengambil celana dalam temannya,
dan dan mudah marah saat keinginannya
tidak tercapai (seperti minta di hubungi
keluarganya atau saat minta dibuka pintu
saat jam istirahat).
Afek labil (suasana hati mudah berubah-
ubah).
3.4 INTERVENSI.
No Diagnosa NOC NIC Rasional
1. Resiko Prilaku
Kekerasan
Menunjukkan pengendalian
diri terhadap agresi
dibuktikan dengan menahan
diri dari:
Menyeranga dengan kata-
kata.
Menyerang orang lain
Menyerang ruang pribadi
orang lain
Membahayakan orang lain
Menghancurkan barang-
barang milik pribadi dan
orang lain.
1. Dukungan perlindungan
terhadap penganiayaan.
2. Bantuan pengendalian
amarah.
3. Manajemen perilaku
4. Manajemen lingkungan;
pencegahan kekerasan.
5. Pelatihan kendali impulsif
1. Mengidentifikasi hubungan
bergantung dan beresiko tinggi serta
tindakan untuk mencegah penderitaan
akibat kekerasan fisik atau emosi.
2. Memfasilitasi pengungkapan marah
dalam cara yang adaptif, tanpa
kekerasan.
3. Membantu pasien menatalaksana
perilaku kekerasan.
4. Memantau dan memanipulasi
lingkungan fisik untuk menurunkan
potensi perilaku kekerasan
terhadapndiri sendiri dan orang lain.
5. Membantu pasien memediasi perilaku
impulsive melalui penerapan strategi
penyelesaian masalah terhadap situasi
social dan interpersonal.
2. Gangguan Proses Menunjukkan orientasi 10. Penurunan ansietas 10. Meminimalkan ketakutan ,
Pikir : Waham kognitf dengan indicator
dapat mengidentifikasi diri,
orang terdekat, tempat saat
ini, hari, bukan dan tahun.
Menunjukkan pembuatan
keputuusan.
Menunjukkan proses pikir
yang logis dan terorganisir.
Tidak mudah distraksi.
Tidak menunjukkan
halusinasi dan waham.
11. Manajemen prilaku :
overaktifitas/kurang
perhatian.
12. Dukungan pembuatan
keputusan.
13. Manajemen waham.
14. Menejemen halusinasi.
15. Pelatihan memori
16. Orientasi realita.
firasat atau ketidaknyamanan terkait
perkiraan sumber bahaya yang tidak
jelas.
11. Menyediakan lingkungan
terapeutik untuk mengakomodasi
perhatian pasien dan/ atau
overaktifitas pasien sambil
meningkatkan fungsi optimal.
12. Memberi informasi dan
dukungan kepada pasien yang
membuat keputusan terkait layanan
kesehatan
13. Meningkatkan kenyamanan,
keamanan, dan orientasi realita yang
mengalami keyakinan yang salah dan
kuat.
14. Meningkatkan keamanan,
kenyamanan, dan orientasi realita
pasien yang mengalami halusinasi.
15. Memfasilitasi memori
16. Meningkatkan kesadaran pasien
terhadap identitas personal, waktu
17. Peningkatan kesadaran
diri.
18. Peningkatan harga diri.
dan lingkungan.
17. Membantu pasien menggali dan
memahami gagasan, perasaan,
motivasi, dan perilaku mereka.
18. Membantu pasien meningkatkan
penilaian peribadi tentang harga diri.
3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI