35
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN INTEGUMEN: IKTIOSIS Oleh: Kelompok 1 B-13 1. Didik Mulyono 130915154 2. Ana Wahyuni 131011146 3. Indah Nursanti 131011149 4. Maria Fitriya E 131011152 5. Wujang Bayu P 131011156 6. Evi Desnauli131011159 7. Akbar M 131011166 8. Maya Sindhi P 131011175 9. Wahyu Widiati 131011179 10. Titiek Widiani 131011182 11. Rhendy H P 131011190 12. M.Hartono 131011200 13. Khoirul Latifin 131011203 i

askep pada pasien iktiosis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Askep iktiosis

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN INTEGUMEN: IKTIOSIS

Oleh:Kelompok 1 B-13

1. iii

2. Didik Mulyono1309151543. Ana Wahyuni1310111464. Indah Nursanti1310111495. Maria Fitriya E 1310111526. Wujang Bayu P 1310111567. Evi Desnauli1310111598. Akbar M 1310111669. Maya Sindhi P13101117510. Wahyu Widiati13101117911. Titiek Widiani13101118212. Rhendy H P13101119013. M.Hartono13101120014. Khoirul Latifin13101120315. Etri Taviane13101120716. Satria Yudha K 13101121217. Devy Natalia M 13101121618. Septian Mugi R13101122119. Agung Wisnu W13101122420. Jehan Eka P.S13101122921. Layli Zulaiha13101123422. Denny Agus S 13101123723. Innez Karunia 131011241

FAKULTAS KEPERAWATANUNIVERSITAS AIRLANGGA2011KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan asuhan Keperawatan Integumen dengan judul Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Integumen: Iktiosis sesuai dengan waktu yang ditentukan.Dalam makalah ini berisikan tentang asuhan keperawatan pada pasien Iktiosis. Melalui makalah ini diharapkan pembaca mendapatkan wawasan dan pengetahuan tentang sistem reproduksi untuk dijadikan bahan diskusi dan referensi.Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan maka saran dan kritik sangat kami harapan, untuk perbaikan makalah selanjutnya.

Surabaya, September 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiBAB 111.1 Latar Belakang11.2 Tujuan31.2.1 Tujuan Umum31.2.2 Tujuan Khusus3BAB 242.1 Pengertian42.2 Patologi dan penyebab42.3 Tanda dan gejala52.4 Pengobatan52.5 Prognosis52.6 Tipe Iktiosis62.7 WOC82.8 Asuhan keperawatan92.8.1 Pengkajian92.8.2 Diagnosa Keperawatan102.8.3 Intervensi Keperawatan102.7.4 Implementasi Keperawatan152.7.5 Evaluasi15BAB 3163.1 Pengkajian163.2 Analisa Data173.3 Diagnosa keperawatan173.3 Intervensi keperawatan18BAB 4194.1 Kesimpulan194.2 Saran19DAFTAR PUSTAKA20

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangIktiosis merupakan istilah yang dipakai untuk beberapa penyakit keturunan yang dicirikan dengan adanya skuama yang berlebihan pada kulit karena gangguan pembentukam keratin sekresi kelenjar minyak dan keringat berkurang. Iktiosis dibedakan menjadi :Iktiosis dengan pergantian epidermis normal :1. Iktiosis vulgarisAwalnya timbul lesi pada usia anak anak. Lokalisasi lesi ini didahi, tubuh bagian belakang daerah tungkai bawah depan menunjukkan gambaran klinis berupa skuama halus, garis-garis telapak tangan dan kaki yang dalam, efloresensi, terdapat sisik putih mengkilap, dan kulit mengering. Pada pemeriksaan histologik ditemukan lapisan granuler yang menipis atau bahkan sama sekali tidak ada disertai hiperkeratosis. Sistem pewarisan penyakit ini dominan autosom. Penyakit ini dapat mengalami perbaikan, respon dengan pengobatan selama ini cukup baik.2. Iktiosis terkait XPada iktiosis jenis ini awal timbul lesi sejak lahir sampai usia 1 tahun, sering didahului bayi kolodion. Lokalisasi lesi pada daerah pipi, leher dan perut. Gambaran klinis berupa skuama tebal yang makin gelap seiring pertambahan usia, terdapat pula kekeruhan kornea, dengan efloresensi ditemukan sisik tebal besar berwarna coklat dan ibu sebagai carrier penyakit, biasanya telapak tangan dan kaki tidak terkena. Pada pemeriksaan histologis ditemukan penebalan lapisan granuler dan infiltrasi perivaskuler, hiperkeratosis. Pewarisan penyakit ini terkait kromosom X dengan pembawa ibu. Iktiosis terkait X (X-linked ichtyosis) dihubungkan dengan defisiensi kolesterol sulfatase. Perjalanan penyakit ini dapat persisten dan lebih buruk. Respon terhadap pengobatan yang diberikan kurang baik.Iktiosis dengan pergantian epidermis yang meningkat :1. Hiperkeratosis epidermolitikLesi pada kasus ini timbul pada saat lahir sampai usia 6 bulan dengan tempat predileksi selalu pada lipatan-lipatan tubuh, wajah dan batang tubuh, gambaran klinis berupa skuama verukosa kuning pada daerah fleksor serta telapak tangan dan kaki. Dengan efloresensi ditemukan sisik-sisik kecil berwarna kuning melekat. Dari gambaran histologik didapatkan hiperkeratosis, vakuola retikuler (vakuolisasi) pada epidermis, akantosis, papilomatosis. Penyakit ini diturunkan secara dominan autosom. Perjalan penyakit akan mengalami perbaikan seiring pertambahan usia. Respon terhadap pengobatan dapat disebut kurang.Iktiosis didapat mungkin terjadi pada lepra, hipotiroidisme, limfoma, sarkoidosis, dan penyakit Hodgkin. Penderita iktiosis akan sangat terganggu pada musim dingin. Rasa gatal tidak umum, tapi penderita cenderung mendapat dermatitis iritan. Menurut Frost dan Van scott ada 2 variasi dari iktiosis eritroderma congenital yaitu iktiosis eritroderma bentuk non bulosa (kini disebut dengan iktiosis lamellar) dan iktiosis eritroderma bentuk bulosa (sekarang epidermolitik hiperkeratosis).2. Iktiosis lamellarSaat lahir; bayi kolodion merupakan awal timbul lesi dengan lokalisasi pada lipatan tubuh, batang tubuh, dan selalu satu bentuk, gambaran klinis berupa eritroderma, terdapat ektropion, skuama kasar yang besar, telapak tangan dan kaki yang menebal. Dengan efloresensi didapatkan sisik-sisik besar datar berwara gelap. Pada pemeriksaan histologik didapatkan gambaran parakeratosis fokal dan mitotik yang banyak. Pewarisan bersifat resesif autosom. Perjalanan penyakit dapat persisten dan respon dengan pengobatan cukup baik. Penanganannya untuk mengontrol deskuamasi dengan asam hidroksi, misalnya 5% asam piruvat, sitrat, laktat, atau salisilat dalam petrolatum yang dipakai sekali atau dua kali sehari. Mengembalikan cairan pada kulit juga dapat menolong. Selain itu dapat diberikan emolien sederhana dan preparat urea. Pada iktiosis lamellar dapat diberikan vitamin A dalam bentuk krim. Untuk epidermolitik hyperkeratosis dapat diberikan asam retinoat 0.1%. Secara keseluruhan kelainan kulit ini berprognosis kurang baik dengan semua pengobatan.3. Harlequin fetusKeadaan ini mungkin sekali lebih berate dari bayi kolodion. Menyerang kulit dalam rahim. Kulit mengalami penandukan dan tebal seperti kulit kayu pada beberapa bagian tubuh. Telinga tak ada atau rudimenter , ditandai eklabium dan ektropion. Umumnya bayi lahir mati atau segeramati setelah lahir. Tipe ini adalah bentuk penyakit kulit yang paling parah dari peyakit iktiosis bawaan / congenital.

1.2 Tujuan1.2.1 Tujuan Umum Agar mahasiswa dapat mengetahui penyakit Iktiosis.1.2.2 Tujuan Khusus1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian , etiologi, patofisiologi, danmanajemen medic dari Iktiosis.2. Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan dengan benar pada pasien iktiosis.

BAB 2TINJAUAN TEORI

2.1 PengertianIktiosis adalah gangguan pembentukan keratin sehingga sekresi keringat dan sebum yang kurang (Arif, dkk 2009).Iktiosis adalah mutasi gen pengatur produksi protein keratin sehingga terjadi mutasi gen pengatur produksi lemak kulit. Menyebabkan lapisan kulit tumbuh cacat, kurang protein, tak cukup lemak dan tak mampu menahan penguapan air dari tubuh sehinggagejala muncul sejak lahir (www.icthytyosis.org.ok).

2.2 Patologi dan penyebab1. Iktiosis vulgaris merupakan kelainan genetic pada kulit yang diturunkan sehingga autosum dominan, sehingga disertai dengan eczema atopic.2. Jenis sex-linked recessive hanya menyerang pria.3. Secara klinik berbeda dari jenis yang lain, timbul segera setelah lahir; mengenai semua bagian tubuh; sisik besar dan gelap.4. Xeroderma, bentuk ringan iktiosis, tidak bersifat congenital; terjadi pada penderita usia pertengahan atau lebih tua.5. Iktiosis terdapat pada siyndrom Refsum (ataksia herediter dengan polyneuritis dan tuli) dan sindrom Sjorgen-Larssen (defisiensi mental herediter dan paralisis spatik). Kedua sindrom tersebut autosom-resesif.6. Iktiosis yang didapat mungkin terjadi pada lepra, hipotiroid, limfoma, sarkoidosis, dan penyakit Hodgkin.7. Iktiosis lamellar (Autosom resesif) dijumpai pada neunatus yang trlihat seperti terbungkus kertas perkamen.8. Hyperkeratosis epidermolitik mempunyai fesikel superficial dan bersisik dengan erosi; penyakit autosom dominan.

2.3 Tanda dan gejala1. Permukaan ekstensor anggota gerak tertutup sisik yang kering; lipat ketiak dan siku biasanya tidka terkena2. Setelah mengganggu pada masa kanak-kanak, mungkin membaik pada usia dewasa dan mengganggu lagi pada usia tua3. Sangat mengganggu khususnya bila udara dingin4. Xeroderma disertai dengan gatal dan sensitive terhadap iritasi5. Collondian baby atau kulit bayi merah seperti dilapisi lem6. Kulit bersisik sangat tebal dan pecah-pecah7. Mulut seperti ikan (estabium), mata menonjol, (ectropion)8. Bisanya bayi tidak bisa hidup lama, tersering pada bayi herleguin karena ada gangguan metabolism dan kesulitan bernafas yang hebat.

2.4 Pengobatan1. Pengobatan paliatif dengan kream pelunak seperti petrolatum sering menolong.2. Pengobatan harus dilakukan setelah hidrasi dengan larutan propylene glycol 60%.3. Terapi oklusif pada malam hari mungkin menolong.4. 10% urea dalam emulsi UNG mungkin efektif.5. Retinotic acid topical atau oral mungkin memberi kemajuan sementara pada bentuk-bentuk dengan kinetic epidermal yang meningkat.

2.5 PrognosisPenyakit yang kronik membutuhkan terapi seumur hidup.

2.6 Tipe IktiosisIktiosis dengan pergantian epidermis normal :1. Iktiosis vulgarisAwalnya timbul lesi pada usia anak anak. Lokalisasi lesi ini didahi, tubuh bagian belakang daerah tungkai bawah depan menunjukkan gambaran klinis berupa skuama halus, garis-garis telapak tangan dan kaki yang dalam, efloresensi, terdapat sisik putih mengkilap, dan kulit mengering. Pada pemeriksaan histologik ditemukan lapisan granuler yang menipis atau bahkan sama sekali tidak ada disertai hiperkeratosis. Sistem pewarisan penyakit ini dominan autosom. Penyakit ini dapat mengalami perbaikan, respon dengan pengobatan selama ini cukup baik.2. Iktiosis terkait XPada iktiosis jenis ini awal timbul lesi sejak lahir sampai usia 1 tahun, sering didahului bayi kolodion. Lokalisasi lesi pada daerah pipi, leher dan perut. Gambaran klinis berupa skuama tebal yang makin gelap seiring pertambahan usia, terdapat pula kekeruhan kornea, dengan efloresensi ditemukan sisik tebal besar berwarna coklat dan ibu sebagai carrier penyakit, biasanya telapak tangan dan kaki tidak terkena. Pada pemeriksaan histologis ditemukan penebalan lapisan granuler dan infiltrasi perivaskuler, hiperkeratosis. Pewarisan penyakit ini terkait kromosom X dengan pembawa ibu. Iktiosis terkait X (X-linked ichtyosis) dihubungkan dengan defisiensi kolesterol sulfatase. Perjalanan penyakit ini dapat persisten dan lebih buruk. Respon terhadap pengobatan yang diberikan kurang baik.Iktiosis dengan pergantian epidermis yang meningkat :1. Hiperkeratosis epidermolitikLesi pada kasus ini timbul pada saat lahir sampai usia 6 bulan dengan tempat predileksi selalu pada lipatan-lipatan tubuh, wajah dan batang tubuh, gambaran klinis berupa skuama verukosa kuning pada daerah fleksor serta telapak tangan dan kaki. Dengan efloresensi ditemukan sisik-sisik kecil berwarna kuning melekat. Dari gambaran histologik didapatkan hiperkeratosis, vakuola retikuler (vakuolisasi) pada epidermis, akantosis, papilomatosis. Penyakit ini diturunkan secara dominan autosom. Perjalan penyakit akan mengalami perbaikan seiring pertambahan usia. Respon terhadap pengobatan dapat disebut kurang.Iktiosis didapat mungkin terjadi pada lepra, hipotiroidisme, limfoma, sarkoidosis, dan penyakit Hodgkin. Penderita iktiosis akan sangat terganggu pada musim dingin. Rasa gatal tidak umum, tapi penderita cenderung mendapat dermatitis iritan. Menurut Frost dan Van scott ada 2 variasi dari iktiosis eritroderma congenital yaitu iktiosis eritroderma bentuk non bulosa (kini disebut dengan iktiosis lamellar) dan iktiosis eritroderma bentuk bulosa (sekarang epidermolitik hiperkeratosis).2. Iktiosis lamellarSaat lahir; bayi kolodion merupakan awal timbul lesi dengan lokalisasi pada lipatan tubuh, batang tubuh, dan selalu satu bentuk, gambaran klinis berupa eritroderma, terdapat ektropion, skuama kasar yang besar, telapak tangan dan kaki yang menebal. Dengan efloresensi didapatkan sisik-sisik besar datar berwara gelap. Pada pemeriksaan histologik didapatkan gambaran parakeratosis fokal dan mitotik yang banyak. Pewarisan bersifat resesif autosom. Perjalanan penyakit dapat persisten dan respon dengan pengobatan cukup baik. Penanganannya untuk mengontrol deskuamasi dengan asam hidroksi, misalnya 5% asam piruvat, sitrat, laktat, atau salisilat dalam petrolatum yang dipakai sekali atau dua kali sehari. Mengembalikan cairan pada kulit juga dapat menolong. Selain itu dapat diberikan emolien sederhana dan preparat urea. Pada iktiosis lamellar dapat diberikan vitamin A dalam bentuk krim. Untuk epidermolitik hyperkeratosis dapat diberikan asam retinoat 0.1%. Secara keseluruhan kelainan kulit ini berprognosis kurang baik dengan semua pengobatan.3. Harlequin fetusKeadaan ini mungkin sekali lebih berate dari bayi kolodion. Menyerang kulit dalam rahim. Kulit mengalami penandukan dan tebal seperti kulit kayu pada beberapa bagian tubuh. Telinga tak ada atau rudimenter , ditandai eklabium dan ektropion. Umumnya bayi lahir mati atau segeramati setelah lahir. Tipe ini adalah bentuk penyakit kulit yang paling parah dari peyakit iktiosis bawaan / congenital.

2.7 WOC

Kelainan genetik pada kulit

Iktiosis

Produksi protein keratin

Mutasi gen prod. Lemak kulit

Lapisan kulit cacatKulit tidak cukup lemakKulit tidak mampu menahan penguapan air dari tubuh.

Kulit tidak mampu mengadakan evaporasiIntregitas kulit tergangguMK: resiko dehidrasiKulit dinding dada mengeras

MK: - Resiko infeksinyeriMK: hipertermiEkspansi paru

MK: ketidak efektifan pola napas

2.8 Asuhan keperawatan2.8.1 Pengkajian 1. Biodata pasien2. Keluhan utama pasien3. Riwayat penyakit sekarang4. Riwayat penyakit dahulu5. Riwayat kesehatan keluarga6. Pemeriksaan fisik:1. Kepala:Kaji keadaan kulit kepala, biasanya kering tampak bersisik di sebagian kepala, keadaan rambut, daun telinga, frontanela, kelopak mata, area mata terlihat kemerahan atau tidak, keadaan bibir, hidung dan membrane mukosa.2. Leher:Kaji ada atau tidak ada devisiasi trachea, pembesaran kelenjar, lesi di leher, dan ada atau tidak ada kelainan pada klavikula.3. Dada:Kaji frekuensi pernafasan, suara nafas, irama nafas, adanya secret.4. Abdomen:Kaji keadaan kulit dinding perut terhadap adanya sisik, erosi, bercak pecah-pecah warna putih. Kaji keadaan bising usus, dan ada atau tidak hernia umbilikalis.5. Genetalia:Kaji ada atau tidak ada pembesaran labia minora dan mayora, pola BAK, dan produksi urin.6. Anus:Kaji ada atau tidak ada fistul disekitar anus dan pola BAB.7. Ekstremitas:Kaji daerah kulit yang mengelupas pada ekstremitas dan jari-jari, serta observasi adanya oedema dan kemampuan rentang gerak.

2.8.2 Diagnosa Keperawatan1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keterbatasan pengembangan dada.2. Hipertermi berhubungan dengan ketidakmampuan kulit mengeluarkan panas.3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi pada kulit.4. Resiko dehidrasi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.5. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.6. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.7. Kecemasan pada orang tua berhubungan dengan kondisi kelainan pada bayinya.

2.8.3 Intervensi Keperawatan1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keterbatasan pengembangan dada.Kriteria hasil: - Pola nafas normal Tak sianosis Tak hypoxia RR dalam batas normal Tak ada retraksi intercostalRencana tindakan:1. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.R: dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernagasan kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.2. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat.R: penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.3. Observasi tanda-tanda vital (RR)R: peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.4. Lakukan auskultasi suara nafasR: auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru.5. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2, obat-obatan serta foto thorakR: pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia dengan foto thorax untuk memonitor kelainan pada paru-paru.

2. Hipertermi berhubungan dengan ketidakmampuan kulit mengeluarkan panas.Kriteria Hasil : - Suhu tubuh normal 36-37oC Turgor kulit baik Pengeluaran urin tidak pekat Elektrolit dalam batas normal. Rencana tindakan:1. Monitor suhu setiap 1 jam. R: Untuk mengetahui perubahan suhu tubuh. 2. Monitor TTV tiap 3 jam.R:Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernafasan dan tekanan darah. 3. Monitor tanda-tanda dehidrasi.R: Tubuh dapat kehilangan cairan melalui kulit dan penguapan. 4. Berikan minum cukup sesuai kebutuhan pasien. R: Mencegah terjadinya dehidrasi.5. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.R: Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat. 6. Lakukan kompres dingin atau hangat. R: Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi. menyerap keringat. 7. Monitor tanda-tanda kejang. R: Suhu tubuh yang panas beresiko terjadinya kejang. 8. Kolaborasi pemberian obat antipiretik. R: Mengurangi suhu tubuh.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi pada kulit.Kriteria hasil: - Tidak ada maserasi. - Tidak ada tanda-tanda cidera termal. - Tidak ada infeksi.Rencana Tindakan: 1. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum yg berlebihan) ketika memasang balutan basah.R: Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan perluasan kelainan primer.2. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.R: Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya sebagian penyakit kulit.

3. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan suhu terlalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas, radiator).R: Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap panas4. Nasihati klien untuk menggunakan payung atau topi. R: untuk melindungi paparan langsung dari sinar matahari.

4. Resiko dehidrasi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.Kriteria hasil:- Tanda-tanda vital dalam batas normal Turgor kulit baik Kadar elektrolit dalam batas normal Intake dan output normalRencana tindakan:1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan infus.R: pemberian terapi yang tepat akan mempercepat penyembuhan.2. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan laboratorium (hematokrit, BUN/kreatinin, Kalium, Natrium).R: untuk mengetahui status/tingkat hidrasi dan mendeteksi dengan segera adanya ketidakseimbangan elektrolit akibat pengeluaran cairan yang berlebih. 3. Pantau intake dan output.R: pengukuran intake dan output merupakan indikator tanda-tanda dehidrasi.4. Observasi tanda-tanda vital.R: untuk mengetahui keadaan umum klien.5. Pantau tanda-tanda dehidrasi.R: Mencegah terjadinya derajat dehidrasi yang lebih berat.

5. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.Kriteria Hasil: - Nyeri berkurang/terkontrol TTV dalam batas normalRencana tindakan:1. Teliti keluhan nyeri : intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan.R: Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/ meringis, perubahan tanda vital.R: Merupakan indikator/ derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.3. Instruksikan pasien/ keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul.R: Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan.4. Berikan kompres dingin pada daerah yang nyeri.R: Meningkatkan rasa nyaman.6. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.Kriteria hasil:- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi Suhu tubuh normal Keadaan luka baik (bila ada luka)Rencana tindakan:1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulent, warna urin keruh.R: untuk membantu menentukan terapi atau tindakan selanjutnya.2. Tingkatkan upaya pencegahan dan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien, termasuk pasiennya sendiri.R: mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi nosokomial).3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.R: kadar gula darah yang tinggi dalam darah menjadi media yang baik bagi pertumbuhan kuman.4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai indikasi.R: untuk mengidentifikasi organism sehingga dapat memilih/memberikan terapi antibiotik yang sesuai.5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik yang sesuai.R: penangan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

7. Kecemasan pada orang tua berhubungan dengan kondisi kelainan pada bayinya.Kriteria hasil: orang tua klien dapat mengenal perasaannya, mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dan menyatakan ansietas berkurang /hilang.Rencana tindakan:1. Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas.Rasional: Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah.2. Hindari konfrontasi.Rasionali: Dapat meningkatkan rasa marah,menurunkan kerjasama dan mungkin nmemperlambat penyembuhan.3. Berikan kesempatan kepada orang tua untuk mengungkapkan ansietas.Rasional: Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.4. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi penjelasan tentang penyakit yang dialami anaknya, pengobatan dan prognose.R: Untuk mengurangi tingkat kecemasan

2.7.4 Implementasi KeperawatanImplementasi yang dimaksud adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana perawatan meliputi tindakan perawatan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan advis dokter dan ketentuan Rumah Sakit.

2.7.5 EvaluasiPerbandingan yang sistematis dari rencana tindakan, masalah kesehatan dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan yang lain.

BAB 3TINJAUAN KASUS

KASUS:Bayi Ny. A lahir tgl 6 Juni 2008 dengan spontan di tolong Bidan AS 8-9. Jenis kelamin perempuan BB: 3000 grm, PB: 50 cm, LK/LD: 22cm/23cm, ketuban jernih. Saat lahir telapak tangan terlihat mengelupas, kulit mengelupas pada ektrimitas atas dan bawah, bayi sering rewel, kulit tampak kemerah-merahan. Kemudian bayi langsung dibawa ke RS Lamongan dan di rawat selama 2 hari. Di RS Lamongan bayi mendapatkan terapi infus D10% dan antibiotic, kondisi bayi tak ada perubahan dan bertambah memburuk, kemudian dirujuk ke RS. Dr. Soetomo tanggal 8 Juni 2008. Saat di RS dr. Soetomo kondisi bayi kedua tangan dan kaki mengelupas, badan oedem, kulit melepuh berwarna merah bayi panas 38C, Nadi 160 X/mnt, RR sesak 60 X/mnt, tidak ada sianosis, Tx: Infus D10% 360cc/24 jam, Injeksi Meronem 3X40 mg, Salep Kulit: topical salep 3X/hari.

3.1 Pengkajian1. Kepala:Tidak ada caput, rambut lebat warna hitam, kulit kepala kering tampak bersisik di sebagian kepala, daun telinga tak berbentuk sempurna, frontanela normal, kelopak mata ectropion, area mata terlihat kemerahan, bentuk bibir bayi tebal, besar, dan terbuka (eclobium), hidung tidak berbentuk sempurna, membrane mukosa mulut merah, kering, dan lesi.2. Leher:Tidak ada devisiasi trachea, tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada lesi di leher, dan tidak ada kelainan pada klavikula.3. Dada:Terlihat pernafasan sangat cepat, napas RR: 60X/mnt, suara nafas vesikuler/ronchi (+), dan irama nafas pendek.4. Abdomen:Terlihat kulit dinding perut terdapat sisik, erosi, bercak pecah-pecah warna putih, bising usus normal, dan tidak terlihat hernia umbilikalis.5. Genetalia:Normal, tampak bersih, tidak ada pembesaran labia minora dan mayora, BAK (+) 5X/hari, Urine warna kuning pekat.6. Anus:BAB (+) mekonium, tidak ada fistul disekitar anus.7. Ekstremitas:Pada lengan kaki dan jari-jari terdapat kulit yang mengelupas dan terlihat oedema sehingga keterbatasan rentang gerak (tidak bisa menekuk dengan baik), jari-jari tangan terdapat hipoplasia sehingga keterbatasan untuk menggenggam, mencengkram benda, dan tidak ada kelainan jari-jari.

3.2 Analisa DataNODATAEtiologiMasalah

1.DS: keluarga mengatakan bayi rewel, bayi tidak dapat tidur.

DO: RR: 60 X/mnt Pola napas cepat dan dangkal Terdengar suara ronki halus Hasil lab..Adanya kelainan kulit iktiosis pada daerah dada

Pengembangan / ekspansi paru terganggu

Sesak napasKetidak efektifan pola napas.

3.3 Diagnosa keperawatan1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan keterbatasan pengembangan dinding dada.2. Hipertermi berhubungan dengan ketidak mampuan kulit mengeluarkan panas.3. Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan adanya lesi pada kulit.4. Resiko dehidrasi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.5. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.6. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.7. Cemas pada orang tua berhubungan dengan kondisi kelainan pada bayinya.

3.3 Intervensi keperawatan1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keterbatasan pengembangan dada.Kriteria hasil: - Pola nafas normal Tak sianosis Tak hypoxia RR dalam batas normal Tak ada retraksi intercostalRencana tindakan:1. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.R: dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernagasan kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.2. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat.R: penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.3. Observasi tanda-tanda vital (RR)R: peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.4. Lakukan auskultasi suara nafasR: auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru.5. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2, obat-obatan serta foto thorak.R: pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia dengan foto thorax untuk memonitor kelainan pada paru-paru.

BAB 4PENUTUP

4.1 KesimpulanIktiosis adalah kelainan genetik pada kulit yang diturunkan sehingga autosom dominan, sehingga disertai dengan eczema atopic. Iktiosis merupakan istilah yang dipakai untuk beberapa penyakit turunan yang dicirikan oleh adanya skuama berlebih pada kulit karena gangguan pembentukan keratin dimana sekresi kelenjar minyak dan keringat berkurang. Terdiri dari 4 tipe utama iktiosis, yaitu iktiosis vulgaris, iktiosis terkait x, hyperkeratosis epidermolitik, dan iktiosis lamellar.Iktiosis merupakan penyakit kronik yang mebutuhkan terapi seumur hidup. Pengobatannya adalah pengobatan paliatif dengan krim pelunak seperti petrolatum sering menolong. Pengobatan harus dilakukan setelah hidrasi dengan larutan propylene glycol 60%. Selain itu terapi oklusif pada malam hari mungkin menolong dan 10% urea dalam emulsi UNG mungkin efektif. Retinotic acid topical atau oral mungkin memberi kemajuan sementara pada bentuk-bentuk dengan kinetic epidermal yang meningkat.

4.2 Saran1. Informasi mengenai cholelitiasis dan colesistitis yang telah didapatkanoleh mahasiswa diharapkan tidak hanya sekedar diketahui, tetapi juga bisa dipahami dan dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan praktik keperawatan. 2. Pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan cholelitiasis dan colesistitis harus memperhatikan pada sumber daya dan kesiapan mental yang dimiliki oleh klien untuk mencegah timbulnya komplikasi yang yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, R. G. (2005). Dermatologi: catatan kuliah. Jakarta: Erlangga.Harahap, M. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Doenges, Marylin E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 7. Jakarta: EGC, 2006.Mansjoer, Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC, 2009.www.icthytyosis.org.ok

20