Upload
operator-warnet-vast-raha
View
720
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan pembanguan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajad kesehatan masyarakat optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan
prilaku yang sehat memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil merata serta derajat kesehatan yang optimal.
Mengingat pentingnya kesehatan bagi kehidupan indifidu, keluarga dan
masyarakat, upaya kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan
kesehatan yang diarahkan pada pemulihan yang diarahkan bagi seluruh masyarakat
dengan peningkatan peran serta mereka dalam melaksanakan upaya kesehatan secara
mandiri.
Keberhasilan pembanguanan dibidang kesehatan di Indonesia menyebabakan
peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup ini menyebakan
populasi usia lanjut meningkat dari tahun ketahun. Dengan demikian perlu kita
perhatikan, karena kebutuhan setiap usia lanjut berbeda dari segmen populasi lain.
Kondisi kesehatan masyarakat sekarang ini diperkirakan bahwa kejadian penyakit
akibat insidensi diabetes dan hipertensi yang tinggi dipopulasi dan semakin
bertambahnya jumlah orang yang lanjut usia merupakan penyakit yang paling sering
mengakibatkan kompliksi pada penyakit gagal ginjal, baik gagal ginjal akut maupun
kronis.
1
Di Indonesia jumlah penderiata gagal ginjal setiap tahunnya meningkat yang
disebabkan oleh pola hidup dan jenis makanan yang dikonsumsi.
Sejalan dengan hal itu penanganan gagal ginjal baik akut maupun kronik
merupakan tanggung jawab tenaga kesehatan, untuk memberikan pelayanan secara tepat
dan efisien. Di Indonesia penyakit gagal ginjal kronik lebih banyak dijumpai didaerah
perkotaan dari pada daerah pedesaan.
Seiring dengan perkembangan didunia keperawatan dan dunia kedokteran, maka
penanganan gagal ginjal memerlukan penanganan yang komprehensif dan paripurna, hal
ini disebabkan oleh
1. Penyakit ini menyerang sistem tubuh
2. Merupakan penyakit yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal
3. Penyakit yang memerlukan perawatan secara intensif
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian ARF dan CRF
1. Pengertian ARF
a. Acut Renal Failure / ARF adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang
ditandai dengan pengurangan tiba tiba Glomerular Filtration Rate (GFR) dan
perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air
yang cukup untuk kesimbangan didalam tubuh.
b. Acut Renal Failure / ARF adalah penurunan tiba tiba faal ginjal pada
indifidu dengan ginjal sehat seluruhnya dengan atau tanpa oliguria dan
berakibat azotermia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah.
c. Acut Renal Failure / ARF adalah sindrome klinis akibat kerusakan
metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi
yang nyata dan cepat serta terjadinya azotermia (Davidson 1984)
2. Pengertian CRF
a. Gagal Ginjal Kronik (CRF) adalah suatu keadaan dimana fungsi filtrasi
glomerulus menurun. Jika ginjal tidak dapat mempertahankan lingkungan
internal, konsistensi kehidupan yang dimulai dengan penurunan fungsi
glomerulus.
b. Gagal Ginjal Kronik (CRF) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun
bersifat progresif dan irreversibel. Proses penyakit ini menyebabkan
kerusakan pada nefron dan digantikan dengan jaringan parut sehingga
menyebabkan tubuh tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan
3
dan elektrolit serta metabolik dan dapat menyebabkan suatu keadaan yang
memburuk pada fungsi ginjal yang ditandai dengan berkurangnya output
urine yang berlangsung lama dan menahun serta adanya peningkatan ureum
dan kreatinin dalam darah.
c. Gagal Ginjal Kronik dapat pula diartikan suatu sindrom yang terdiri atas
anemia, asidosis, neuropati dan kelemahan umum yang sering kali disertai
hipertensi dan edema.
B. Etiologi
1. Etiologi Acut Renal Railure (ARF)
Tiga kategori utama kondisi penyebab ARF adalah
a. Pra Renal
Dimana aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi
glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah :
Penurunan volume vaskuler
- Kehilangan darah / plasma : perdarahan luka bakar
- Kehilangan cairan ekstraseluler : muntah, diare
Kenaikan kapasitas kapiler
- Sepsis
- Blokade ganglion
- Reaksi anafilaksis
Penurunan curah jantung / kegagalan pompa jantung
- Renjatan kardiogenik
4
- Payah jantung kongestif
- Dysritmia
- Emboli paru
- Infark jantung
b. Intra Renal
Akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus distal. Kondisi
seperti terbakar, udema akibat benturan dan infeksi serta agen nefrotik dapat
menyebabkan nekrosi tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal.
Reaksi tranfusi yang parah juga gagal intra renal, hemoglobin dilepaskan
melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan
terkonsentrasi ditubulus distal menjadi faktor terbentuknya hemoglobin.
Faktor penyebab adalah : pemakaian obat obatan anti inflamasi, non
steroid terutama pada pasien lansia.
c. Pasca Renal
Penyebab gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi dibagian distal
ginjal, tekanan ditubulus distal menurun akhirnya laju filtrasi glomerulus
meningkat.
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah
renal dan gangguan fungsi ginjal :
Hipovolemia
Hipotensi
Penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif
Obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan
5
darah atau ginjal
Obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal
Jika kondisi ini ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara
permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda tanda lain yang berhubungan
dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.
2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik (CRF)
Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis
dapat dibagi dalam 2 kelompok :
a. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal
polikistik, Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,
Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, DM.
b. Penyakit ginjal obstruktif : Pembesaran prostat, Batu saluran kemih, Refluks
ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih
Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal
6
7
8
D. Perjalanan klinis
Perjalanan dari gagal ginjal akut / Acut Renal Failure dibagi dalam 3 stadium :
1. Stadium Oliguria
Volume urine < 400 ml / 24 jam disertai dengan peningkatan konsentrasi serum
dari substansi yang biasanya dieksresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat
dan kation intra seluler – kalium dam magnesium ). Jumlah urine minimal yang
diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml.
Pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya dan kondisi yang
mengancam jiwa seperti kalemia.
2. Stadiun Diuresis
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap disertai tanda
perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan
akhirnya menurun. Meskipun kadar haluaran untuk mencapai kadar normal atau
meningkat , fungsi renal masih dianggap normal. Tanda uremik mungkin masih
ada sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan. Pasien
harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini. Jika terjadi
dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
3. Stadium Penyembuhan
Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 sampai 12
bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal, meskipun terdapat reduksi laju
filtrasi glomerulus permanen sekitar 1 % - 3 %, tapi hal ini secara klinis tidak
signifikan
9
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium
1. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum
merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih
dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar
BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik.
Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan
beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan
mengadakan test GFR yang teliti.
2. Stadium III
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan
cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat
obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini
dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ke tahap
yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.
Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita mengalami stres akibat
infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gejala
10
nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala gejala
timbul sebagai respon terhadap stres dan perubahan makanan dan minuman
yang tiba tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatiakn gejala ini.
Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai
sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kali pada
waktu malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang
hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang kadang
terjadi juga sebagai respon terhadap kegelisahan atau minum yang berlebihan.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang
terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih
dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal
ginjal diantara 5 % - 25 % . Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala
gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas
penderita mulai terganggu.
3. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak
dapat melakukan tugas sehari hari sebagaimana mestinya. Gejala gejala yang
timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing,
sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya
terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90
% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan
kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang. Pada keadaan ini
11
kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok
sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan
gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi
oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus
meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal, kompleks
menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang
dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
E. Manifestasi klinis
1. Acut renal failure
a. Haluaran urine sedikit
b. Mengandung darah
c. Peningkatan BUN dan kreatinin
d. Anemia
e. Hiperkalemia
f. Asidosis metabolik
g. Anemia
h. Udema
i. Anoreksia, nause, vomitus
j. Turgor kulit jelek, gatal gatal pada kulit
12
2. Kronik Renal Failure
a. Gangguan pernafasan
b. Udema
c. Hipertensi
d. Anoreksia, nausea, vomitus
e. Ulserasi lambung
f. Stomatitis
g. Proteinuria
h. Hematuria
i. Letargi, apatis, penurunan konsentrasi
j. Anemia
k. Perdarahan
l. Turgor kulit jelek, gatal gatal pada kulit
m. Distrofi renal
n. Hiperkalemia
o. Asidosis metabolik
D. Test diagnostik
1. Urine :
- Volume
- Warna
- Sedimen
- Berat jenis
13
- Kreatinin
- Protein
2. Darah :
- BUN / kreatinin
- Hitung darah lengkap
- Sel darah merah
- Natrium serum
- Kalium
- Magnesium fosfat
- Protein
- Osmolaritas serum
3. KUB foto :
Menunjukkan ukuran ginjal/ ureter / kandung kemih dan adanya obstruksi
4. Pielografi intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Pielografi retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
6. Arteriogram ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
7. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
8. Ultrasono ginjal
14
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.
9. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis
10. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif
11. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.
12. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan
Menunjukkan demineralisasi., kalsifikasi
E. Penatalaksanaan
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki
abnormalitas biokimia ; menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecenderungan perdarahan ; dan
membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan hiperkalemia
15
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal
akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada
gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia
melalui serangkain pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5
mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah
atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat
dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat
[kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema. Sorbitol sering diberikan
bersama dengan Kayexalate untuk menginduksi tipe diare (menginduksi
kehilangan cairan disaluran gastrointestinal). Jika enema retensi diberikan
(kolon merupakan rempat utama untuk pertukaran kalium), kateter rektal yang
memiliki balon dapat diresepkan untuk memfasilitasi retensi jika diperlukan.
Pasien yang kadar kaliumnya tinggi dan meningkat memerlukan dialisis,
peritoneal dialisis, atau hemofiltrasi dengan segera.
Glukosa, insulin atau kalsium glukonat secara intra vena dapat digunakan
sebagai tindakan darurat sementara untuk menangani hiperkalemia.
Natrium bicarbonat dapat diberikan untuk menaikkan ph plasma,
menyebabkan kalium bergerak kedalam sel sehingga kadar kalium pasien
menurun. Semua produk kalium eksternal dihilangkan atau dikurangi.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang
hilang, tekanan darah dan stats klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan
16
parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi
dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan. Cairan
yang hilang melalui kulit dan paru dan hilang sebagai akibat dari proses
metabolisme normal juga dipertimbangkan dalam penatalaksanaan cairan.
Pasien ditimbang berat badan setiap hari dan dapat diperkirakan turun 0,2
sampai 0,5 kg setiap hari jika keseimbangan nitrogen negatif (masukan kalori
yang diterima kurang dari kebutuhan). Jika pasien kehilangan berat badan atau
mengalami hipertensi, maka diduga adanya etrensi cairan. Kelebihan cairan
dapat dideteksi melalui temuan klinis seperti dyspnoe, takikardia, dan distensi
vena leher. Paru paru di auskultasi akan adanya tanda tanda krekels basah.
Karena edema pulmuner dapat diakibatkan karena pemberian cairan perenteral
yang berlebihan, maka kewaspadaaan penggunaannya harus ditingkatkan untuk
mencegah kelebihan caiaran. Terjadinya edema diseluruh tubuh dikaji dengan
pemeriksaan area prasakaral dan pratibial beberapa kali dalam sehari.
4. Pertimbangan nutrisional
Diet protein dibatasi sampai 1 g/ kg selama fase oliguri untuk menurunkan
pemecahan protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Kebutuhan
kalori dipenuhi dengan pemberian diit tinggi karbohidrat, karena karbohidrat
memiliki efek terhadap protein yang luas (pada diit tinggi karbohidrat, protein
tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi dibagi untuk
pertumbuhan dan perbaikan jaringan). Makanan dan cairan yang mengandung
kalium dan fosfat (pisang, buah, jeruk, kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya
dibatasi sampai 2 gr/ hari.
17
5. Cairan IV dan diuretik
Aliran darah ke ginjal yang adekuat pada banyak pasien dapat dipertahankan
melalui cairan intra vena dan medikasi. Manitol, furosemid, atau asam
ektrakrinik dapat diresepkan untuk mengawali diuresis dan mencegah atau
mengurangi gagal ginjal berikutnya. Jika gagal ginjal akut disebabkan oleh
hipovolemia akibat hipoproteinemia, infus albumin dapat diresepkan. Syok dan
infeksi dapat ditangani, jika ada.
6. Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat
Jika asidosis berat terjadi, gas darah arteri harus dipantau, tindakan ventilasi
yang tepat harus dilakukan jika terjadi masalah pernafasan. Pasien memerlukan
terapi natrium karbonat atau dialisis. Peningkatan serum fosfat pasien dapat
dikendalikan dengan agens pengikat fosfat (aluminium hidroksida); agens ini
membantu mencegah peningkatan serum fosfat dengan menurunkan absorbsi
fosfat disaluran intestinal.
7. Pemantauan lanjut sampai fase pemulihan
Fase oligurik gagal ginjal akut berlangsung dari 10 sampai 20 hari dan diikuti
fase diuretik, dimana haluaran urin mulai meningkat, menunjukkan bahwa
fungsi ginjal telah membaik. Evaluasi kima darah dilakukan untuk menentukan
jumlah natrim, kalium da caiarn yang diperlukanselama pengkajian terhadap
hidrasi lebih dan hidrasi kurang. Setelah fase diuretik, pasien diberikan diit
tinggi protein, tinggi kalori dan dorong untuk melakukan aktifitas secara
bertahap.
18
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Biodata klien dan penanggung jawab
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang dan lalu
4. Riwayat keluarga
5. Riwayat psikososial
6. Riwayat spritual
7. Pemeriksaan fisik
8. Review of sistem
a. Pernafasan
b. Kardiovascular
c. Pencernaan
d. Sistem saraf
e. Muculoskeletal
f. Integumen
g. Endokrin
h. Perkemihan
i. Reproduksi
9. Aktifitas sehari hari
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pasien dengan gagal ginjal akut (ARF)
19
1. Peningkatan volume cairan tubuh B/D penurunan fungsi ginjal
Intervensi :
a. Kaji keadaan edema
Rasional : Edeme menunjukkan perpindahan cairan karena jaringan rapuh
sehingga mudah distensi oleh akumulasi caiaran walaupun
minimal , sehingga berat badan dapat meningkat sampai 4,5 kg
b. Kontrol intake dan out put tiap 24 jam
Rasional : Untuk mengetahui fungsi ginjal, kebutuhan penggantia caiarn
dan penurunan kelebihan resiko cairan.
c. Timbang Berat badan dengan alat dan waktu yang sama
Rasional : Penimbangan Berat badan setiap hari membantu menentukan
keseimbangan dan masukan cauran yang tepat. Penimbangan BB
lebih dari 0,5 kg / hari dapat menunjukkan perpindahan
kesimbangan cairan.
d. Beritahu keluarga agar klien dapat membatasi minum
Rasional : Manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari
semua sumber ditambah perkiraan yang tidak nampak
(metabolisme dan diaforesis). Pasien dengan kelebihan cairan
yang tidak responsoif terhadap pembatasan cairan dan diuretik
memerlukan dialisis.
20
e. Penatalaksanaan pemberian obat anti diuretik
Rasional : Obat anti diuretk dapat melebarkan lumen tubular dari debris,
menurunkan hiperkalemia dan meningkatkan volume urine
adekuat. Exampel : furosemid
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal
Rasional : Hasil dari pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan
gambaran sejauh mana terjadi kegagalan ginjal.
2. Nutirsi kurang dari kebutuhan tubuh B/D dengan anoreksia, vomitus,
nausea.
a. Observasi status nutrisi klien dan keefektifan diet.
Rasional : Membantu dalam mengidentufikasi defisiensi dan kebutuhan
diet, kondisi fisik umum, gejala uremik dan pembatasan diet
mempengaruhi asupan makanan.
b. Berikan dorongan higiene oral yang baik sebelum dan setelah makan
Rasional : Higiene oral yang tepat mengurangi bau mulut dan rasa tidak
enak akibat mikroorganisme, membantu mencegah stomatitis.
c. Berikan makanan diit TKRGRP
Rasional : Lemak dan protein tidak digunakan sebagai sumber protein
utama, sehingga tidak terjadi penumpukan yang bersifat asam,
serta diit rendah garam memungkinkan retensi air kedalam intra
vaskular
d. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
21
Rasional : Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status
uremik
e. Kolaborasi pemberian obat anti emetik
Rasional : Antiemetik dapat menghilangkan mual dan muntah dan dapat
meningkatkan pemasukan oral.
3. Actifity intolerance B/D kelemahan
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien dalam beraktifitas dan pemenuhan kebutuhan
ADL
Rasional : Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam
pemenuhan ADL.
b. Kaji tingkat kelelahan
Rasional : Menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
c. Identifikasi faktor stres / psikologis yang dapat memperberat
Rasional : Mungkin mempunyai efek akumulatif (sepanjang faktor
psikologis) yang dpat diturunkan bila ada masalah dan takut
untuk diketahui.
d. Ciptakan lingkungan yang tenang dan periode istirahat tanpa gangguan.
Rasional : Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan
e. Bantu aktifiotas perawatan diri yang diperlukan
Rasional : Memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan,
memberikan keamanan bagi klien.
f. Klolaborasi pemeriksaan laboratorium darah
22
Rasional : Ketidaksembangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat mengganggu
fungsi neuromuskuler yang memerluikan peningkatan
penggunaan energi. Ht dan HB yang menurun adalah
menunjukkan salah satu indikasi terjadinya gangguan fungsi
eritropoitin.
4. Kecemasan B/D ketidaktahuan proses penyakit
Intrvensi :
a. Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Menentukan derajat dan efek dari kecemasan
b. Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakitnya
Rasional : Pasien dapat belajar tentang penyakitnya dan penaganan, dalam
rangka memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara unutk memahami berbagai
perubahan akibat penyakitnya
Rasional : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah
akibat penyakit.
d. Biarkan pasien dan keluarga mengekspresikan kecemasannya
Rasional : Mengurangi beban fikiran yang dapat menurunkan rasa cemas,
terbinanya suatu ketertarikan sehingga mempermudah perawat
dalam melaksanakan intervensi berikutnya.
e. Memanfaatkan waktu kunjungan yang fleksibel, yang memungkinkan
kehadiran keluarga
23
Rasional : Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkan dukungan
anggota keluarga.
Diagnosa keperawatan pasien gagal ginjal Kronik (CRF)
1. Resti kerusakan integritas kulit B/D udema dan
penimbunan orokrom
Intervensi :
a.Observasi kulit terhadap perubahan warna , turgor vasculer.
Rasional : Menandakan area sirkulasi buruk / kerusakan yang dapat
menimbulkan terjadinya dekubitus
b. Observasi area tergantung terhadap edema
Rasional : Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek
c. Ubah posisi sesering
Rasional : Untuk menurunkan tekanan edema
d. Berikan perawatan kulit (kebersihan) dan pemberian lotion
Rasional : Mengurangi gatal dan menghilangkan kering, robekan kulit
e.Pertahankan linen kering, bebas keriput
Rasional : Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit
f. Anjurkan pasien untuk menggunakan kompres lembab dan pertahankan
kuku tetap pendek
Rasional : Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera
(kulit)
g. Anjurkan untuk menggunakan pakaian katun longgar.
24
Rasional : Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit.
2. Gangguan pola nafas B/D adanya dyspnoe
Intervensi :
a. Obsevasi pola pernafasan pasien
Rasional : Dyspnoe, takikardia, dan pernafasan irreguler dan bunyi
ronchi merupakan tanda gangguan pola nafas
b. Kaji warna kulit, kuku dan membran mukosa
Rasional : Pucat menunjukkan vasokontriksi atau anemia dan sianosis
berhubungan dengan kongesti atau gagal jantung yang
menunjukkan perfusi jaringan tidak adekuat.
c. Atur posisi semi fowler
Rasional : Posisi semi fowler memungkinkan organ organ abdomen
menjauhi diafragma sehingga ekspansi paru optimal.
d. Observasi VS
Rasional : Gangguan pertukaran O2 mengakibatkan perubahan pada VS
terutama pada BP, HR, dan RR
e. Kolaborasi unutk pemberian tambahan oksigen
Rasional : Memaksimalkan sediaan O2 untuk kebutuhan miokardium
f. Kolaborasi pemeriksaan AGD
Rasional : AGD sangat penting untuk mengetahui adanya gangguan
pertukaran gas dalam paru.
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang kami tulis mengenai askep klien dengan
gangguan sistem perkemihan ; ARF dan CRF, kami menemukan berbagai masalah
yang timbul dan begitu kompleks penanganannya, dimana untuk mengatasi masalah
tersebut kami mengacu pada berbagai landasan teori.
Mengingat penyakit ARF begitu penting ditanggulangi untuk mencegah
terjadinya CRF maka pertemuan keluarga dan perawat sangat penting artinya dalam
penyelesaian masalah ini.
Terdapat banyak diagnosa yang muncul pada penyakit ARF antara lain
1. Peningkatan Volume Cairan Tubuh
2. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
3. Activity Intolerance
4. Kecemasan
5. Gangguan Pola Tidur
Sedangkan pada penyakit CRF antara lain
1. Gangguan Pola Nafas
2. Resti Kerusakan Integritas kulit ditambah dengan masalah yang ada pada
penyakit ARF
26
B. Saran
Untuk mempertahankan kondisi klien, maka diharapkan perawatan secara
komprehensif terhadap kasus GGA dan GGK ini perlu diintensifkan sesuai dengan
kaidah proses keperawatan.
Perlu ditingkatkan pelayanan yang cepat dan tepat untuk menghindari
keadaan yang semakin memburuk dan gangguan psikologis sehingga klien merasa
nyaman dengan pelayanan yang diberikan.
Untuk mengetahui efektifnya asuhan keperawatan klien dengan GGA dan
GGK hendaknya kegiatan evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan
menggunakan teknik sistem komunikasi asuhan keperawatan dari petugas, dalam
hal ini perawat sesuai dengan jadwal ship jaga yang telah ditentukan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Agus T, 1998, Upaya Mempertahankan Kualitas Hidup Penderita CRF Dengan Terapi Pengganti, Fakultas Kedokteran UNHAS, Makassar.
Brunner dan Sudarth, 2002 , Keperawatan Medikal Bedah Vol 2 Edisi 8, EGC Jakarta
Hudak dan Gallo, 1996, Keperawatan Kritis Edisi IV Buku II EGC, Jakarta.
Linda Jual C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan (terjemahan), EGC Jakarta.
Marlynn E. Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan), EGC Jakarta.
Purnawan Junadi, 1992, Kapita Selekta Kedokteran Edisi II, Media Aesculapius FK-UI Jakarta.
Soeparman, Sarwono W, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, FK-UI, Jakarta.
Sylvia A. Price, 1995, Patofisiologi Edisi IV Buku II, EGC, Jakarta.
28