42
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Anatomi Appendiks Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin. (3) Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial saekum. Pada Ileosaekal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. (7) Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosaekum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilikus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan. (8) Appendiks vermiformis disangga oleh mesoappendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. apendikularis (cabang a.ileocolica). Orifisiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileosaekal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiseal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. (1.2) 1

appendisitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Appendisitis

Citation preview

Page 1: appendisitis

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Appendiks

Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan

Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin.(3) Appendiks adalah suatu struktur

kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum.

Pangkalnya terletak pada posteromedial saekum. Pada Ileosaekal junction terdapat Valvula

Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi).

Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan

melebar di bagian distal.(7) Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di

ileosaekum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan

taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc

Burney, yaitu titik pada garis antara umbilikus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS

kanan.(8)

Appendiks vermiformis disangga oleh mesoappendiks (mesenteriolum) yang

bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum

berisi a. apendikularis (cabang a.ileocolica). Orifisiumnya terletak 2,5 cm dari katup

ileosaekal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh

appendiseal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. (1.2)

Gambar 1. Appendiks Vermiformis1

Page 2: appendisitis

Struktur appendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,

submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa.

Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan

peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup saekum

dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastik membentuk

jaringan saraf, pembuluh darah dan limfe. Antara mukosa dan submukosa terdapat

limfonodus. Mukosa terdiri dari satu lapis kolumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang

disebut kripta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan saekum (inner

circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia

colli pada pertemuan saekum dan appendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan

untuk mencari appendiks.(2)

Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu

bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari

sekum yang berlebih akan menjadi appendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup

ileosaekal. (14)

Pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit

kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendiks pada usia

itu. Pada 65 % kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan

appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoappendiks

penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang

sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis

appendiks ditentukan oleh letak appendiks.(3)

Gambar 2. Posisi-Posisi Appendiks2

Page 3: appendisitis

Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal

dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri

appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena

itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.(3)

Pendarahan appendiks berasal dari arteri appendikularis , cabang dari a.ileosaekalis,

cabang dari a. mesenterica superior. A. appendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika

arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami

gangren.(3)

Gambar 3. Perdarahan Appendiks Vermiformis

Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama seperti usus besar.

Glandula mukosanya terpisahkan dari vaskular submukosa oleh mukosa muskularis. Bagian

luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama. Appendiks terbungkus oleh tunika

serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi satu di

mesoappendiks. Jika apendik terletak retroperitoneal, maka appendiks tidak terbungkus oleh

tunika serosa.

3

Page 4: appendisitis

Histologis :

- Tunika mucosa : memiliki kriptus tapi tidak memiliki villus.

- Tunika submucosa : banyak folikel lymphoid.

- Tunika muscularis : stratum sirkulare sebelah dalam dan stratum longitudinal (gabungan

tiga tinea coli) sebelah luar.

- Tunika serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari peritoneum viseral.(6)

Gambar 4. Potongan Transversus Appendiks

1.2 Fisiologi Appendiks

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke

dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke saekum. Hambatan aliran lendir di muara

appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.(3)

Dinding appendiks terdiri dari jaringan limfe yang merupakan bagian dari sistem

imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut

associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks,

ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun

demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah

jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna

dan di seluruh tubuh.(3)

4

Page 5: appendisitis

Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar 2 minggu setelah lahir.

Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang

mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid lagi di appendiks dan

terjadi obliterasi lumen appendiks komplit. (14)

1.3 Definisi

Appendisitis merupakan peradangan pada appendiks vermiformis. Peradangan akut

appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya

berbahaya.(3)

1.4 Epidemiologi

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang dari

satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1.

1.5 Etiologi

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendiks. Fekalit merupakan penyebab

tersering dari obstruksi appendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa

barium dari pemeriksaan rontgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris.

Trauma tumpul atau trauma karena kolonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada

appendiks. Post operasi appendiks juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau

stasis fekal. (14) Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit

ditemukan pada 40% dari kasus appendiks akut, sekitar 65% merupakan appendiks

gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus appendiks gangrenous dengan rupture. (14)

Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan appendiks adalah erosi mukosa

appendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran

kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

appendiks. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya

sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.

Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.(3)

5

Page 6: appendisitis

Flora pada appendix yang meradang berbeda dengan flora appendix normal. Sekitar

60% cairan aspirasi yang didapatkan dari appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,

dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi appendix yang normal. Diduga lumen

merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu

oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal kolon memainkan

peranan penting pada perubahan appendisitis akut ke appendisitis gangrenosa dan

appendicitis perforata. 10,11,15)

Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih

dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. 10) Flora

normal pada appendix sama dengan bakteri pada kolon normal. Flora pada appendix akan

tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada

orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di appendiks, appendisitis akut dan

appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai

variasi dari bakteri fakultatif, anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 10,11,15)

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada appendisitis akut 10)

Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob

Batang Gram (-)

Eschericia coli

Pseudomonas aeruginosa

Klebsiella sp.

Coccus Gr (+)

Streptococcus anginosus

Streptococcus sp.

Enteococcus sp.

Batang Gram (-)

Bacteroides fragilis

Bacteroides sp.

Fusobacterium sp.

Batang Gram (-)

Clostridium sp.

Coccus Gram (+)

Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien appendisitis perforata dan non

perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien telah 6

Page 7: appendisitis

mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk

mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus

dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau

penyakit lain, dan pasien yang mengalami abses setelah terapi appendisitis. Perlindungan

antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus appendisitis non perforata. Pada appendisitis

perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien

tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal

dan transperitoneal masih kontroversi. (4,10)

1.6 Patofisiologi

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan

sebelumnya, atau neoplasma.(12)

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya

dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa appendiks yang distensi.

Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.

Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen appendiks

normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen

sekitar 60 cmH2O. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat

mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau

terjadi perforasi.(14)

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks mengalami hipoksia,

menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan

pembengkakan appendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis

pembuluh darah intramural (dinding appendiks). Pada saat inilah terjadi appendiks akut fokal

yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36

jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. (9,12)

7

Page 8: appendisitis

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri

didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendiks supuratif akut.(12)

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti

dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendiks gangrenosa. Bila dinding yang telah

rapuh itu pecah, akan terjadi appendiks perforasi. (12)

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan

bergerak kearah appendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate

apendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.(12)

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi appendiks yang dimulai dimukosa

dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini

merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup

appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa

periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat

mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendiks akan sembuh dan massa

periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. (3)

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding

appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih

kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi

karena telah ada gangguan pembuluh darah.(12)

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme,

daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding appendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum

parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan

melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi

perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi

masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam kavum abdominalis, oleh

karena itu penderita harus benar-benar istirahat (bedrest). (2)

8

Page 9: appendisitis

Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.

Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu

ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. (3)

1.7 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain :

1. Nyeri abdominal

Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan

samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau

sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen

kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya

sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium

biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.(3)

2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.

3. Nafsu makan menurun.

4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.

5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh

belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C

Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan

rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. (3)

Kelainan patologi Keluhan dan tanda

Peradangan awal Kurang enak ulu hati/daerah pusat,

mungkin kolik

9

Page 10: appendisitis

Apenditis mukosa

Radang di seluruh

Ketebalan dinding

Appendiks komplet radang

Peritoneum parietale appendiks

Radang alat/jaringan yang

Menempel pada appendiks

Perforasi

Pendindingan (Infiltrat)

Tidak berhasil

Berhasil

nyeri tekan kanan bawah

(rangsaganan automik)

nyeri sentral pindah ke kanan bawah,

mual dan muntah

rangsangan peritoneum lokal (somatik)

nyeri pada gerak aktif dan pasif,

defans muskuler lokal

genitalia interna, ureter, m.psoas,

kantung kemih, rektum

demam sedang, takikardia,

mulai toksik, leukositosis

demam tinggi, dehidrasi,

syok, toksik

massa perut kanan bawah, keadaan

umum berangsur membaik

10

Page 11: appendisitis

Abses

demam remiten, keadaan umum toksik,

keluhan dan tanda setempat

Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang

terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah

perforasi. (3)

Pada kehamilan, keluhan utama appendiks adalah nyeri perut, mual, dan muntah.

Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan

muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga

keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. (3)

1.8 Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi,

mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C.

1. Inspeksi

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan

memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan

gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi

perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses

appendikuler.

2. Palpasi

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal

yaitu:

Nyeri tekan di Mc. Burney

Nyeri lepas

11

Page 12: appendisitis

Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya

rangsangan peritoneum parietal.

Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada

nyeri pinggang.

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung :

Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)

Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)

Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,

berjalan, batuk, mengedan.

Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya

penonjolan di perut kanan bawah.(3)

3. Auskultasi

Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada

peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.

Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada

appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. (3)

Pada appendiks pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah

nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak

dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang

lebih ditujukan untuk mengetahui letak appendiks. Uji psoas dilakukan dengan

rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila appendiks yang

meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji

obturator digunakan untuk melihat apakah appendiks yang meradang kontak dengan

m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi

dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada appendiks pelvika akan

menimbulkan nyeri. (3)

12

Page 13: appendisitis

Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan

kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada

pinggul / pangkal paha kanan.

Dasar anatomi dari tes psoas. Appendiks yang mengalami peradangan kontak dengan

otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan).

Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan.

Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi

samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam.

Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan appendiks dipelvis yang kontak

dengan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.

1.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus

appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif

protein meningkat. Pada appendikular infiltrat, LED akan meningkat.

b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di

dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan

diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang

mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.

2. Abdominal X-Ray

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. Pemeriksaan

ini dilakukan terutama pada anak-anak.

3. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama

pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk

13

Page 14: appendisitis

menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adneksitis dan

sebagainya.

Gambar 5. Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 6

4. Barium enema

Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada

jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Appendikogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode

diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis. Dimana akan tampak

pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga

sumbatan usus oleh fekalit.

Gambar 6. Apendikogram

5. CT-scan

14

Page 15: appendisitis

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan

komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.

Gambar 7. Gambaran CT Scan abdomen: Appendisitis perforata

dengan abses dan kumpulan cairan di pelvis11

Gambar 8. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Appendiks

(panah) dengan appendicolith11

6. Laparoskopi

Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptik yang dimasukan dalam

abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di

15

Page 16: appendisitis

bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan

peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan

pengangkatan appendiks.

7. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis

appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran

histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa

belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendisitis akut secara universal dan

tidak ada gambaran histopatologi appendiks akut pada orang yang tidak dilakukan

operasi. Riber et al, pernah meneliti variasi diagnosis histopatologi appendisitis

akut. Hasilnya adalah perlu adanya komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli

patologi dengan ahli bedahnya.

Definisi histopatologi appendiks akut:

1

Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di

lapisan epitel.

2 Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.

3

Sel granulosit dalam lumen appendiks dengan infiltrasi ke

dalam lapisan epitel.

4

Sel granulosit diatas lapisan serosa appendiks dengan abses

apendikuler, 

  dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.

5

Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses

mukosa dan

 

keterlibatan lapisan mukosa, bukan appendiks akut tetapi

periappendiks.

1.10 Diagnosis

Sistem skor Alvarado 

16

Page 17: appendisitis

Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan

gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara  anak, orang tua dan dokter.

Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih

mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka appendektomi negatif sebesar

20% dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran, 1996). Salah satu upaya

meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat.

Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendiktomi negatif, salah

satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring

sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif (Seleem; Amri dan

Bermansyah, 1997). Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan

pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada

temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan appendiks. Dalam sistem skor

Alvarado ini menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau

vomitus,  nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan , temperatur lebih

dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan

lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1,

sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10 (Alvarado, 1986; Rice, 1999).

Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut :

Gejala dan tanda: Skor

Nyeri berpindah 1

Anoreksia 1

Mual-muntah 1

Nyeri fossa iliaka kanan 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan suhu > 37,30C 1

Jumlah leukosit > 10x103/L 2

17

Page 18: appendisitis

Jumlah neutrofil > 75% 1

__________________________________________________

Total skor: 10

Keterangan Alavarado score :

Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point

Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:

1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut

5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi

7 – 9 appendicitis akut perlu pembedahan

Penanganan berdasarkan skor Alvarado :

1 – 4 : observasi

5 – 6 : antibiotic

7 – 10 : operasi dini

1.11 Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih

ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan

leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis.

2. Limfadenitis mesenterika

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut

yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual-

muntah.

18

Page 19: appendisitis

3. Ileitis akut

Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang anorexia,

mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendektomi insidental

diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang membingungkan.

4. DHF

Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni, rumple leed

(+), hematokrit meningkat.

5. Peradangan pelvis

Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua organ ini

sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk

menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu biasanya

lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya

disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa

nyeri.

6. Kehamilan ektopik

Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi

ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang

mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada

pemeriksaan colok vagina didapatkan nyeri dan penonjolan di kavum Douglas, dan

pada kuldosentesis akan didapatkan darah.

7. Divertikulitis

Meskipun diverkulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang

dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada

diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis.

8. Batu ureter atau batu ginjal

19

Page 20: appendisitis

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan

gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi

intravena dapat memastikan penyakit tersebut.

1.12 Penatalaksanaan

Appendektomi

§         Cito  : akut, abses & perforasi

§         Elektif  : kronik 

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan

merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan

antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang

dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak

masalah.

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat appendiks menjadi dilindungi oleh

omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun

atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya

dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada appendiks tidak dapat mengatasi

rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi

menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas

batasnya. (5)

Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah

bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk

membuang appendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang

longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi

dan vaskular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan

abses yang dapat mudah didrainase.(5)

20

Page 21: appendisitis

Massa appendiks terjadi bila terjadi appendiks gangrenosa atau mikroperforasi

ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular

yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga

peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa

periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit

tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu

2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan

pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil

diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,

massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi

elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat

ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini

ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba

pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. (3)

Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan

tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi

abses appendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-

baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada appendiks

sederhana tanpa perforasi. (13)

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila

dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa appendiks

telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan

segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum. (13)

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita

hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang

menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. (3)

Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi

ditutup lagi, appendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :

1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.

21

Page 22: appendisitis

2. Diet lunak bubur saring

3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap

kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu

kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja

dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada

keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak

menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan

tindakan bedah.(2,3)

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48

jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus

dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi)

setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila

massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera

dibuka dan didrainase.(2)

Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan

adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila

appendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber

infeksi. Bila appendiks sukar dilepas, maka appendiks dapat dipertahankan karena

jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan

selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase

didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drain dapat diputar

dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik

dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses

tiap hari penderita di RT. (2)

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :

LED

Jumlah leukosit

Massa

22

Page 23: appendisitis

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen

2. Pemeriksaan fisik :

o Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur

rectal dan aksiler)

o Tanda-tanda appendiks sudah tidak terdapat

o Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil

dibanding semula.

o Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

1. Bila LED telah menurun kurang dari 40

2. Tidak didapatkan leukositosis

3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil

lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa

o Apakah penderita sudah bed rest total

o Pemakaian antibiotik penderita

o Kemungkinan adanya sebab lain.

4. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan,

operasi tetap dilakukan.

5. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi

adalah drainase.(2)

Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai melalui

insisi Mc Burney (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993). Tindakan pembedahan pada

23

Page 24: appendisitis

kasus appendiks akut dengan penyulit peritonitis berupa apendektomi yang dicapai

melalui laparotomi (Raffensperger,1990; Mantu, 1994; Ein, 2000).

Lapisan  kulit yang dibuka pada Appendektomi :

  1.          Cutis                                          6.    MOI

  2.          Sub cutis                                   7.    M. Transversus

  3.          Fascia Scarfa                            8.    Fascia transversalis

  4.          Fascia Camfer                           9.    Pre Peritoneum

  5.          Aponeurosis MOE                   10.   Peritoneum

1.13 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi

bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa

yang terdiri atas kumpulan appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.(3)

Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis

generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :

Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh

Suhu tubuh naik tinggi sekali.

Nadi semakin cepat.

Defance Muskular yang menyeluruh

Bising usus berkurang

Perut distensi

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

1. Pelvic Abses

2. Subphrenic abses

24

Page 25: appendisitis

3. Intra peritoneal abses lokal.(2)

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga

abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

1.14 Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas

penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak

diangkat.

BAB 2

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Rezki Putra Elisa

MR : 325691

Umur : 18 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Suku Bangsa : Sikumbang

Alamat : Lubuk Basung

Anamnesis

Seorang pasien laki-laki berusia 18 tahun datang ke IGD RSAM Bukittinggi pada

tanggal 14 November 2012 dengan :

25

Page 26: appendisitis

Keluhan Utama :

Nyeri di seluruh perut sejak 1 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Nyeri di seluruh perut sejak 1 hari yang lalu

- Awalnya nyeri dirasakan di sekitar pusat lalu berpindah ke kanan bawah dan sejak

1 hari yang lalu nyeri dirasakan diseluruh perut

- Nyeri bertambah bila ada pergerakan

- Mual (+), muntah (+)

- BAK dan BAB normal

- Demam (+)

- Nafsu makan menurun

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif

Nadi : 88x/menit

Nafas : 21x/menit

Suhu : 36,50C

26

Page 27: appendisitis

Kepala dan Leher

Kepala : Normochepal

Mata : Konjungtiva tidak anemis

Sklera tidak ikterik

Thoraks : Tidak ada kelainan

Abdomen : Tidak ada kelainan

Ekstrimitas : Akral hangat, perfusi baik

Status Lokalis

Regio Abdomen

Inspeksi : Distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) menurun

Palpasi : Nyeri tekan (+)

Nyeri lepas (+)

Defense muscular (+)

Rectal Toucher : Ampula menganga

Sfinkter menjepit

Mukosa licin

Anus tenang

Nyeri tekan anterior (+)

Handschon : Feases (-)

Darah (-)

Lendir (+)

27

Page 28: appendisitis

Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium

Cek darah lengkap : Hemoglobin 16,3 gr/dl

Leukosit 16,5 x 103 /µl

- Pemeriksaan Radiologi

Foto polos abdomen : Preperitoneal fat menghilang

Diagnosis Kerja

Peritonitis difus e.c appendisitis perforasi

Diagnosis Banding

- Limfadenitis Mesentrika

- Ileitis akut

Sikap

- Rawat pre op

- Informed Consent

- NPO

- IVFD RL 24 gtt/menit

- Pasang NGT dan kateter urin

- Terapi : Ceftriakson 2 x 1 gr i.v

28

Page 29: appendisitis

Metronidazol 3 x 500 mg i.v

Ranitidin 2 x 1 amp i.v

Anjuran

Laparotomi + Appendektomi

Follow Up

Pada tanggal 15 November 2012 pukul 11.45 WIB selesai dilakukan laparotomi dan

appendektomi dalam anestesi umum.

Anjuran :

- Rawat RR bedah (HCU)

- Awasi vital sign

- Cek Hb post, transfusi jika Hb<10 gr/dl

- Test minum setelah bising usus (+) dan flatus (+)

- IVFD RL 24 gtt/menit

- Terapi : Ceftriakson 2 x 1 gr i.v

Metronidazol 3 x 500 mg i.v

Ranitidin 2 x 1 amp i.v

Tramadol 2 x 1 amp i.v, drip

Appendiks :

16 November 2012

S : Demam (-)

29

Page 30: appendisitis

BAK (+) , BAB (-)

Flatus (-)

O : KU Kes Nd Nf T

sedang CMC 88x/’ 17x/’ afebris

BU (+)

A : Post Laparotomi + Appendektomi

P : Pindah rawat CP

Awasi VS

Awasi NGT

Test minum

IVFD RL 20 tetes/menit

Terapi dilanjutkan

BAB 3

DISKUSI

Pasien ini datang dengan keluhan utama nyeri pada seluruh perut dan nyeri bertambah

setelah melakukan pergerakan. Pasien ini mengalami nyeri viseral. Pada awalnya nyeri

dirasakan di daerah pusat lalu berpindah dan menetap di kanan bawah. Berarti awalnya

dirasakan nyeri tumpul di daerah umbilikus setelah beberapa jam nyeri tersebut bersifat

tajam, menetap di daerah perut kanan bawah (titik Mc.Burney). Nyeri yang berpindah seperti

ini merupakan tanda khas dari appendisitis.

Setelah 2 hari, pasien merasakan nyeri di seluruh perut dan bertambah bila ada

pergerakan. Pasien ini telah sampai pada tahap perforasi appendiks yang menyebabkan

komplikasi berupa peritonitis difusa. Awalnya, ketika terjadi appendisitis perforasi tubuh

berusaha membentuk pertahanan dengan melingkupi appendiks yang pecah ini. Omentum,

usus halus, dan adneksa akan menutup appendiks pada 24-48 jam pertama, membentuk massa

periappendikular. Jika imun tubuh pasien kuat, rentetan peristiwa pertahanan ini terjadi

secara cepat dan massa periappendikular ini tidak akan pecah sehingga komplikasi berupa

30

Page 31: appendisitis

peritonitis bisa dihindari. Tapi bila pertahanan tubuh tak sanggup lagi membendung infeksi

yang terjadi, massa tersebut akan pecah dan menimbulkan peritonitis.

Jika telah terjadi perforasi appendiks, ini merupakan kasus cito untuk dilakukan

appendektomi. Karena pasien ini juga mengalami peritonitis, maka dilakukan juga

laparotomi. Di meja operasi ditemukan appendiks yang meradang dengan perforasi berukuran

8 x 1,5 x 1 cm dengan letak preilial.

31