Upload
sofiuddin-bin-nordin
View
242
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
CasePeritonitis et causa appendisitas perforasi
PEMBIMBING :Dr. Bayuadji spB
DISUSUN OLEH :NAMA : Sofiuddin bin nordin
NIM : 030.08.305
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti4 Juli 2010
STATUS MEDIK PASIEN RSUD KOJA
I. Identitas
Nama : Anak x
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Status Perkawinan : bujang
Agama : Islam
Pekerjaan : mahaiswa
Alamat : kampong samper
Tanggal masuk RS : 2 juli 2012
II. Autoanamnesis tanggal 2 juli 2012 pukul 11.00 pagi
Keluhan Utama : Nyeri di seluruh lapang abdomen
Keluhan Tambahan : Tidak bisa kencing, tidak bisa BAB,
RPS:
Pasien mengeluh nyer perut 3 minggu yang lalu SMRS. Pada mulanya nyeri dibagian ulu
hati. Kemudian nyeri tersebut pindah ke perut bahagian kanan bawah. Pasien dibawa oleh
ibunya ke dukun di cirebon untuk mengobati nyeri perutnya. Dukun tersebut memberi
’obat pil’ dan melakukan urutan dibagian perut pasien. Setelah 1 minggu dibawa ke
dukun, ternyata nyeri perut masih belom hilang, sekali lagi ibu pasien berobat ke
pengobatan alternatif herba di cirebon dan diberi obat herbal. Nyeri perut pasien masih
masih juga belom sembuh. Ibu pasien mengambil keputusan membawa pasien ke dokter
dicirebon dan di diagnosis menderita peradangan usus buntu(appedisitis) dan disarankan
oleh dokter untuk melakukan operasi. Setelah itu pasien pindah ke jakarta bersama
ibunya. Seminggu sebelum ke RSUD koja nyeri perut semakin bertambah berat dan
menyebar ke seluruh abdomen pasien. Pasien mengeluh tidak bisa BAB , kencing dan
kentut. Pasien tidak mual tapi pernah muntah sebanyak 3 kali dengan isinya makanan
yang dimakan. Tidak ada batuk dan pasien mengeluh tubuhnya lemas. Setelah sampai di
RSUD koja, dipasang kateter berukuran 13fr , keluar cairan putih sekitar 400cc.
RPD:
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya, penyakit lain disangkal
RPK:
Tidak ada dalam keluarga pasien mengalami hal yang sama, riwayat penyakit keturunan
disangkal
Riwayat Kebiasaan
Kurang mengkomsumsi sayur sayuran
pasien tidak meroko
riwayat imunisasi tidak lengkap
Alkohol (-)
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Kesan sakit: Berat, diinfus RL 20 tetes/ menit macrodrip pada tangan kanan
Kesadaran: Compos Mentis
Tanda Vital:
TD : 100/60 mmHg
Suhu : 38’C diukur di ketiak
Nadi : 100x/menit
RR : 20x/menit
Kepala:
Bentuk : Normocephali
Rambut : Distribusi baik, hitam.
Mata : Pupil bulat isokor, Conjunctiva Anemis (+/+), Sclera Icterik (-/-), Reflek
cahaya langsung dan tidak langsung (+/+).
Wajah:
Nyeri ketuk/tekan os frontalis dan maxilla (-)
Perbesaran KGB submaxilla dan submental (-)
Hidung:
Deviasi septum (-)
Hiperemis mukosa (-)
Secret (-)
Telinga:
Normotia
Nyeri tekan tragus (-)
Nyeri tekan mastoid (-)
Serumen (-)
Membrane tympani sulit terlihat.
Mulut dan Tenggorokan:
Bibir tidak pucat, kering, cyanosis.
Gusi merah muda, tidak ada perdarahan.
Gigi geligi lengkap.
Lidah bersih, tidak ada papil atrofi, deviasi, tremor.
Mukosa buccal merah muda, tidak ada perdarahan.
Tonsil T1/T1 tenang.
Uvula di tengah, tidak ada deviasi.
Faring tidak hiperemis.
Leher:
Perbesaran KGB cervicalis (-)
Trakhea lurus di tengah.
Tidak ada perbesaran thyroid.
Thorax:
Paru-Paru:
Inspeksi :Simetris kedua thorax pada keadaan statis dan dinamis.
Ginekomastia (-)
Pelebaran vena (-)
Spider nevi (-)
Retraksi sela iga (-)
Roseola (-)
Palpasi : Tidak dinilai
Perkusi : Tidak dinilai
Auskultasi :Suara nafas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-).
Jantung:
Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat.
Palapasi :Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Tidak dinilai
Auskultasi :S1,S2 regular. Murmur (-), Gallop (-).
Ekstremitas atas dan bawah:
Kedua eksremitas atas berwarna coklat, berkeringat, tonus otot baik, kekuatan otot 5/5,
perfusi hangat, oedema (-).
Kedua eksremitas bawah berwarna coklat, berkeringat, tonus otot baik, kekuatan otot 5/5,
perfusi hangat, oedema (-).
IV. Status Lokalis ( Regio abdomen)
Inspeksi : Tampak seluruh abdomen pasien cembung
Palapasi : defens muskuler(+), nyeri tekan dan lepas diseluruh abdomen pasien
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bising usus menurun 1x/menit
Rectal toucher:
- Tonus sfingter ani : Baik
- Ampula Rekti : Tidak Kolaps
- Mukosa rektum : Licin, tidak berbenjol-benjol, massa (-)
- Prostat :Teraba tidak membesar teraba, sulcus medianus mendatar,
konsistensi kenyal, permukaan licin, nyeri tekan dijam 11
- Sarung tangan : Feses +, Darah -, Lendir -
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
20-7-12 Nilai Normal Satuan
Hematologi :
Hb 10,7 12.0 – 16.0 g/dl
Lekosit 13.600 4.100 – 10.900 /uL
Hematokrit 32 36 - 46 %
Trombosit 458.000 140.000 - 440.000 /uL
Masa pembekuan darah 13 05-15 menit
Masa pendarahan 04 01-06 menit
Gula darah sewaktu 90 60-100 Mg/dl
Eletrolik
Na 134 134-146 Mmol/L
k 3,24 3,4-4,5 Mmol/L
cl 1,03 96-108 Mmol/L
Tes widal
S typhi o negative
S paratyphi A O negative
S paratyhpi B O negative
S parathypi C O negative
Pemeriksaan penunjang
Dilakukan foto BNO 3 posis
Distribusi udara normal
Udara meningkat
Free air
V. Resume
Anak x berusia 14 tahun datang dengan keluhan nyeri perut 3 minggu yang lalu
SMRS. Pada mulanya nyeri dibagian ulu hati. Kemudian nyeri tersebut pindah ke
perut bahagian kanan bawah. Setelah satu minggu nyer diulu hati berpindah ke
abdomen bagian kanan bawah. Pernah berobat ke dukun dan alternatif malah
nyeri perutnya semakin bertambah buruk dan pasien mengeluh nyeri diseluruh
lapang abdomen. Setelah 3 minggu berobat, pasien dibawa ke RSUD koja. Pasien
mengeluh tidak bisa BAB , kencing dan kentut. Pasien tidak mual tapi pernah
muntah sebanyak 3 kali dengan isinya makanan yang dimakan. Tidak ada batuk
dan pasien mengeluh tubuhnya lemas. Setelah sampai di RSUD koja, dipasang
kateter berukuran 13fr , keluar cairan putih sekitar 400cc dan berbau busuk.
Pasien menyangkal pernah menderita penyakit sebelumnya dan tidak
terdapat penyakit heriditer dalam keluarga pasien. Pasien sulit untuk makan sayur
dan ibu pasien mengaku bahwa imunisasi pasien tidak lengkap.
Pasa pemeriksaan tanda vital suhu tubuh pasien meningkat yaitu 38C ,
pada pemeriksaan fisik pada regio abdomen teraba perut pasien keras seperti
papan, nyeri tekan dan lepas serta bising usus menurun. Pada pemeriksaan rectal
toucher, terdapat nyeri tekan pada jam 11.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hb menurun dan lekositosis
menandakan adanya infeksi
Pada pemeriksaan BNO 3 posisi didapatkan distribusi udara normal tetapi
meningkat dan terdapatnya free air
VI. Diagnosis Kerja
Peritonitis et causa appendisitis perforasi
VII. Diagnosis Banding
1) Gastroenteritis
2) Demam dengue
3) Limfadenitis mesentrika
VIII. Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan urinalisa
Ct scan
IX. Pengobatan:
NGT
Kateter 13fr
IVFD RL 20 tetes/menit
Pelastin 2x1gr
Ranitidin 2x 1 amp
Metronidazole x 250 mg
X. Prognosis
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad fungsionam: dubia ad bonam
Ad sanasionam: dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendix. Peradangan ini pada
umumnya disebabkan oleh infeksi yang akan menyumbat appendix.(3,4,9)
B. Anatomi
Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum
(bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih. Secara anatomi appendix
sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing.(3)
Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di
ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada di
sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi, letak pangkal appendix berada
pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang
berjarak 1/3 dari SIAS kanan.(4,5)
Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai
mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan appendix
pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendix dapat
bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang daripada normal.
Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang panjang menyebabkan
appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ pelvis pada wanita). Hal ini
juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke belakang colon yang disebut
appendix retrocolic.(3)
Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior dan a.
appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X. Karena itu
nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus.Vaskularisasinya berasal dari
a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior.(2)
C. Fisiologi
Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga
berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan
lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran
lendir di muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis.(1,3,5)
Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari
sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A. Immunoglobulin ini
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.(2,3)
Etiologi
—Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.2 namun ada
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
1. Faktor sumbatan (obstruksi)
—Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang
disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana,
65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus
apendisitis akut dengan rupture.1
2. Faktor Bakteri
—Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
3. Kecenderungan familiar
—Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.1
4. Faktor ras dan diet
—Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih
tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang,
kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke
pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi
serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih
tinggi
D. Patofisiologi
Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi pada
appendix. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor pencetus antara lain
sumbatan lumen appendix oleh mukus yang terbentuk terus menerus atau akibat
feses yang masuk ke appendix yang berasal dari secum. Feses ini mengeras seperti
batu dan disebut fecalith. (3)
Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar dan
tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh
penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Proses
selanjutnya invasi kuman ke dinding appendix sehingga terjadi proses infeksi. Tubuh
melakukan perlawanan dengan meningkatkan pertahanan tubuh terhadap kuman-
kuman tersebut. Proses ini dinamakan inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini
menyebar sampai dinding appendix, appendix dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi
kuman tersebut akan menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis.
Pada wanita bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan
ovarium dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga
dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi proses
tersebut dengan menutup appendix dengan omentum, usus halus atau adnexsa,
sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Appendix yang ruptur juga
dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah sehingga terjadi septicemia. (1,3,6,7)
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut mengalami eksaserbasi
akut (2).
Secara ringkas patofisiologi dari appendicitis dapat di simpulkan :
Appendicitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen
Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hyperplasia
jaringan limpoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen appendix mengalami
penyerapan air dan terbentuklah fechalit yang akhirnya sebagai penyebab sumbatan
Sumbatan lumen appendix menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilicus dan
epigastrium, nausea dan muntah.
Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.Coli dan spesibakteriodes dari lumen ke lapisan
mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah
peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik.
Ganggren dinding appendix disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding appendix
akibat distensi lumen appendix. Bila tekanan intra lumen terus meningkat terjadi
perforasi dengan ditandai kenaikan suhu tubuh meningkat
E. Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain (4,5,6,7):
1. Nyeri abdominal.
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri dirasakan
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium
atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di
abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi
perangsangan peritoneum biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada
saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya
tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,7-38,3 C.
Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel
dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena
gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendicitis diketahui setelah terjadi
perforasi (1,2).
F. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang
perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
appendiculer (2,6).
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu:
- Nyeri tekan di Mc. Burney.
- Nyeri lepas.
- Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal (2,5,6).
Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang
ada nyeri pinggang (2,5,6).
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata (2).
Pemeriksaan Colok Dubur
Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendicitis pelvika akan
didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur (5).
Tanda-Tanda Khusus
1. Psoas Sign
Dilakukan dengan rangsangan m.psoas dengan cara penderita dalam posisi
terlentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita disuruh
hiperekstensi atau fleksi aktif. Psoas sign (+) bila terasa nyeri di abdomen kanan
bawah (5,6).
2. Rovsing Sign
Perut kiri bawah ditekan, akan terasa sakit pada perut kanan bawah (5,6).
3. Obturator Sign
Dilakukan dengan menyuruh penderita tidur terlentang, lalu dilakukan gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut
kanan bawah (5,6).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus
appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada
appendicular infiltrat, LED akan meningkat (4,7).
- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai
gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis (4).
2. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak (4).
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya (4).
4. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis
pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.(4)
5. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.(4,5)
6. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat
langsung dilakukan pengangkatan appendix.(4)
H. Diagnosis Banding
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan.
Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendicitis.(2)
2. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan
nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan
perasaan mual dan muntah. (2)
3. Peradangan pelvis
Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendix. Radang kedua
oergan ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau
adnecitis.Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak
sexsual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dannyeri perut bagian
bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika
uterus diayunkan maka akan terasa nyeri. (2,3)
4. Kehamilan Ektopik
Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu.
Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan timbul
nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan
kavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah. (2)
5. Diverticulitis
Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi
kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan
ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala
appendicitis. (3)
6. Batu Ureter atau Batu Ginjal
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalarr ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memestikan penyakit tersebut. (2)
I. Penatalaksanaan
Bila diagnosis appendicitis akut telah ditegakkan, maka harus segera dilakukan
appendektomi. Hal ini disebabkan perforasi dapat terjadi dalam waktu <>(1,5,7)
Appendectomi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara terbuka dan
laparoscopi. Dengan cara terbuka dilakukan insisi di abdomen kanan bawah
kemudian ahli bedah mengeksplorasi dan mencari appendix yang meradang.Setelah
itu dilakukan pengangkatan appendix, dan abdomen ditutup kembali.
Tindakan laparoscopi merupakan suatu tehnik baru untuk mengangkat appendix
dengan menggunakan lapariscop.Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus yang
meragukan dalam menegakkan diagnosis appendicitis. Pada appendicitis tanpa
komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada appendicitis
perforata.(1,2,3,4)
J. Prognosis
Mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah
pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis
membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik. (8)
Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini adalah
septik. Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan
predisposisi terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi
peritonalis setelah ganggren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu
bagian dari sekum oleh abses atau konstriksi dari jahitan kantong atau dari
pengikatan yang tergelincir. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan
pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut mencakup pembentukan adhesi dengan
obstruksi mekanis dan hernia