Upload
taufiqharahap
View
55
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
REFERAT APPENDISITIS
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi : Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering.
Etiologi : Obstruksi lumen: hipertrofi jaringan limfoid, fekalit, sisa barium dari pemeriksaan
rontgen, diet rendah serat, cacing usus dan erosi mukosa appendiks oleh E. histolytica.
Patofisiologis : Adanya sumbatan disertai sekresi mukus yang berlebih menyebabkan tekanan
intralumen meningkat lalu timbulnya gangguan drainage limfe yang kemudian menyebabkan
edema disertai kuman yang muncul lalu terjadi ulserasi mukosa yang setelah itu menjadi
apendisitis akut fokal yang muncul dengan gejala nyeri visceral di ulu hati karena regangan
mukosa. Tekanan intralumen yang makin tinggi menyebabkan gangguan vena, thrombus,
iskemia ditambah kuman yang menghasilkan pus dapat menyebabkan appendisitis supuratif yang
menimbulkan nyeri di titik Mc Burney dan peritonitis fokal. Tekanan intralumen yang sangat
tinggi menyebabkan gangguan arteri kemudian terjadi nekrosis dan gangren yang menyebabkan
apendisitis gangrenosa yang dapat terjadi perforasi lalu peritonitis umum.
Gejala Klinis : Nyeri abdomen kanan bawah, mual muntah pada fase awal, nafsu makan
menurun, obstipasi, demam bila terjadi komplikasi.
Diagnosis : Anamnesis, pemeriksaan fisik, status generalis: tampak kesakitan, membungkuk dan
memegang perut kanan bawah. Status lokalis: inspeksi; penonjolan perut kanan bawah pada
massa atau abses apendikuler, palpasi; nyeri tekan/lepas(+), defans muskuler. Pemeriksaan
penunjang: laboratorium (darah dan urin), foto polos abdomen, USG.
Diagnosis Banding : Gastroenteritis, demam dengue, limfadenitis mesentrika, kelainan ovulasi,
infeksi panggul, kehamilan diluar kandungan, kista ovarium terpuntir, endometriosis eksterna,
urolitiasis pielum, penyakit GIT lain nya.
Penatalaksanaan : Appendiktomi, antibiotic, observasi.
Prognosis : Dengan diagnosis yang akurat dan pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas
sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas jika terjadi
komplikasi.
BAB II
APENDISITIS
Definisi :
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering.
Anatomi :
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjang nya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15
cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian
distal. Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa
mengandung amilase dan musin. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar
pada pangkalnya dan menyempit pada ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden apendisitis pada usia itu.
Gambar 1. Anatomi Apendiks
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang
kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesentrika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. oleh
karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan aretri tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangren.
Topografi : Pangkal apendiks terletak pada titik Mc Burney
• Garis Monroe : garis anatara umbilikus dengan SIAS dekstra
• Titik Mc Burney : sepertiga bagian dari SIAS dekstra pada garis Monroe
• Titik Lanz : seperenam bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS dekstra hingga
SIAS sinistra
• Titik Monroe : pertemuan antara garis Monroe dengan parasagital dari pertengahan SIAS
kanan dengan simphisis.
Fisiologis :
Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesa apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
apendiks ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limf disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di
seluruh tubuh.
Patofisiologis :
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrat apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orangtua perforasi mudah terjadi karena telah
ada gangguan pembuluh darah.
Apendisitis akut :
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya.
Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus di samping
hyperplasia jaringan limf, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris. Penyebab lain yang dapat
diduga menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.
histolytica.
Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding
apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak yang
memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala
klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah
epigastrium. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindak ke kanan bawah ke titik Mc Burney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat.
Bila terdapat perangsangan peritoneum, pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Apendisitis kronis :
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat: riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendisitis
kronis adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Apendisitis infiltrat :
Proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan
peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa. Umumnya massa apendiks terbentuk pada
hari ke 4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih
sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih, daya tahan tubuh telah berkembang
dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.
Apendisitis rekurens :
Diagnosis apendisitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi, dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan
jaringan parut. Risiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%. Insidens apendisitis rekuren
adalah sebesar 10% dari specimen apendiktomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendisitis
rekuren biasanya dilakukan apendiktomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
Patogenesis :
Sembelit Katup ileocaecal kompeten
Tekanan dalam caecum tinggi
Flora kuman kolon meningkat apendisitis mukosa
Erosis selaput lendir oleh E.histolitica Pengosongan isi apendiks terhambat
oleh : stenosis, adhesi, mesoapendiks
Apendisitis Komplet
Gejala Klinis :
Keluhan apendisitis biasanya bermula nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan berpindah ke kuadran kanan bawah,
yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya
juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam
nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan
dapat ditunjukan satu titik dengan nyeri maksimal.
Diagnosis :
Anamnesis : nyeri perut kanan bawah, mual muntah, nafsu makan menurun.
Pemeriksaan fisik : Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan
lokasi nyeri.
Status generalis: tampak kesakitan, membungkuk dan memegang perut kanan bawah.
Status lokalis: inspeksi; penonjolan perut kanan bawah pada massa atau abses apendikuler,
palpasi; nyeri tekan/lepas(+), defans muskuler. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturator positif,
akan semakin meyakinkan diagnosi klinis apendisitis.
Gambar 2. Titik McBurney
Pemeriksaan Penunjang :
Akan terjadi leukositosis ringan >13.000/mm3 dengan peningkatan jumlah netrofil.
Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan
saluran kemih. Piuria ada bila apendiks yang meradang terletak di dekat ureter atau kandung
kemih. Basiluria menunjukan adanya infeksi traktus urinarius.
Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium enema, sedangkan pada
apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan. Pemeriksaan USG dilakukan bila telah terjadi
infiltrate apendikularis.
Pemeriksaan radiologi foto polos abdomen dilakukan apabila dari hasil pemeriksaan
riwayat sakit dan pemeriksaan fisik meragukan. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan
distensi sekum, satau atau dua lingkaran usus yang berdistensi atau fekalit pada kuadran kanan
bawah menandakan apendisitis.
Diagnosis Banding :
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding, antara lain:
• Gastroenteritis : adalah suatu jenis peradangan yang terjadi pada saluran pencernaan,
terutama pada lambung dan usus kecil, dan mengakibatkan diare akut. Peradangan dapat
disebabkan oleh paparan makanan dan air yang terkontaminasi, atau oleh infeksi
beberapa jenis virus atau bakteri, parasit dan efek samping dari diet berlebih dan
pengobatan. pada gastroenteritis didapatkan mual, muntah dan diare mendahului rasa
sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering ditemukan.
Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
Gambar 3. Gastroenteritis
• Demam Dengue : adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang
masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes. Demam
dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Disini didapatkan hasil tes
positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, hematokrit yang meningkat.
Gambar 4. Demam Dengue
• Limfadenitis Mesentrika : biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai
dengan nyeri perut terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut
samar, terutama kanan.
• Kelainan Ovulasi : folikel ovarium yang pecah mungkin memberikan nyeri perut kanan
bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah
timbul lebih dulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam
tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.
Gambar 5. Ovulasi
• Infeksi Panggul : salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok
vagina akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat
dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding.
Gambar 6. Salpingitis
• Kehamilan Di Luar Kandungan : hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan
keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus didaerah pelvis dan mungkin
terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan
rongga Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.
• Kista Ovarium Terpuntir : timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan
teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok
rectal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan USG dapat menentukan diagnosis.
Gambar 7. Kista Ovarium
• Endometriosis Eksterna : endometrium diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri di
tempat endometriosis berada. Darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada
jalan keluar.
• Urolitiasis Pielum : batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari
pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Erigosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan
penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi,menggigil, nyeri
kostovertebral di sebelah kanan dan piuria.
• Penyakit Saluran Cerna Lainnya : penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan
di perut, seperti divertikulus meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, koleistitis
akut, pancreatitis, divertikulus kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid
abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.
•
Penatalaksanaan :
• Sebelum operasi
• Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali
masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien
diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan
bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan
abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukositosis dan hitung jenis)
diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan
dengan lokalisasi nyeri didaerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
keluhan.
• Intubasi bila perlu
• Antibiotik
• Operasi apendiktomi
• Insisi menurut McBurney (grid incision atau muscle splitting incision). Sayatan
dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka
anterior superior (SIAS) dengan umbilikus pada batas sepertiga lateral. Sayatan ini
mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul
menurut arah serabutnya. Setelah itu akan tampak peritoneum parietal (mengkilat dan
berwarna biru keabu-abuan) yang disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum
dikenali dari ukurannya yang besar, mengkilat,lebih keabu/putih, mempunyai
haustrae dan taenia koli, sedangkan ileum lebih kecil, merah dan tidak mempunyai
haustrae atau taenia koli. Basis apendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia koli.
Teknik inilah yang paling sering dikerjakan karena keuntungannya tidak terjadi
benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat
tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena penyembuhan lebih
cepat. kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu
operasi lebih lama.
• Insisi menurut Roux (muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan sama dengan
Mc Burney, hanya sayatannya langsung menembus otot dinding perut tanpa
memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum. Keuntungannya adalah
lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana dan mudah.
Sedangkan kerugiannya adalah diagnosis yang harus tepat sehingga lokasi dapat
dipastikan, masa istirahat pasca bedah lebih lama.
• Insisi pararektal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rektus abdominis
dextra secara vertical dari cranial ke kaudal sepanjang 10cm. keuntungannya, teknik
ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendiks yang belum pasti dan kalau perlu sayatan
dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan ini secara tidak
langsung mengarah ke apendiks atau sekum, kemungkinan memotong syaraf dan
pembuluh darah lebih besar, dan untuk meutup luka operasi diperlukan jahitan
penunjang.
Gambar 8. Insisi
Setelah peritoneum dibuka dengan retractor, maka basis apendiks dapat dicari pada pertemuan
tiga taenia koli. Untuk membebaskannya dari meso-apendiks ada dua cara yang dapat dipakai
sesuai dengan situasi dan kondisi, yaitu :
• Apendiktomi secara biasa; bila kita mulai dari apeks ke basis apendiks untuk
memotong mesoapendiks. Ini dilakukan pada apendiks yang tergantung bebas pada
sekum atau bila puncak apendiks mudah ditemukan.
• Apendiktomi secara retrograd; bila kita memotong mesoapendiks dari basis kea rah
puncak. Ini dilakukan pada apendiks yang letaknya sulit, misalnya retrosekal atau
puncaknya sukar dicapai karena tersembunyi, misalnya karena telah terjad
perlengketan dengan sekitarnya.
•
Teknik Apendiktomi Mc Burney :
• Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum atau regional. Kemudian dilakukan
tindakan sepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah.
• Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan otot-otot dinding
perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, berturut-turut m.oblikus abdominis
eksternus, m.abdominis internus, m.transversus abdominis, sampai akhirnya tampak
peritoneum.
• Peritoneum disayat sehingga cukup melebar untuk eksplorasi.
• Sekum beserta apendiks diluksasi keluar
• Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari puncak kea rah
basis.
• Semua perdarahan dirawat.
• Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks kemudian
dijahit dengan catgut
• Dilakukan pemotongan apendiks apical dari jahitan tersebut
• Punting apendiks diolesi betadin
• Jahitan tabac sac disimpulkan dan punting dikuburkan dalam simpul tersebut,
mesoapendiks diikat dengan sutera
• Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat didalamnya, semua
perdarahan dirawat
• Sekum dikembalikan ke dalam abdomen
• Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan untuk
memudahkan penutupannya. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan chromic catgut dan
otot-otot dikembalikan
• Dinding perut ditutup/dijahit lapis demi lapis, fasia dengan sutera, subkutis dengan catgut
dan akhirnya kulit dengan sutera
• Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril
Gambar 9. Apendiktomi
Hasil apendiktomi :
Gambar 10. Hasil apendiktomi
3 . Pasca operasi :
Perlu dilakukan observasi tanda tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di
dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah
sadar, sehingga aspirasi cairanlambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan.
Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa
diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30ml/jam.
Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2x30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat
diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4 . Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi :
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis akut.
Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi
akan berkurang.
Komplikasi :
Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak
dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi.
Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam
masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran
kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam,
pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan
dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang: tirah baring dalam posisi
fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian yang sesuai
dengan hasil kultur, transfuse untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septic secara
intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung
menggelembung ke arah rectum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik.
Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6-12
minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses
daerah pelvis yang menonjol kea rah rectum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu
dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari system portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi
yang letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan
ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotic
kombinasi dengan drainase.
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis
intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
Prognosis :
Dengan diagnosis yang akurat dan pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas sangat
kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas jika terjadi
komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.
DAFTAR PUSTAKA
- Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2004.
- Grace, Borley, At a Glance ILMU BEDAH. Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2006
- Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Univeristas Indonesia. 2000
- Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC 2000.