133
ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus : Peternak Anggota Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan Bogor KUNAK, Jawa Barat) OLEH RETNO KHAIRUNNISA H14070068 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

  • Upload
    dangthu

  • View
    235

  • Download
    11

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

ANALISIS DAYA SAING

DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP

USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH

(Studi Kasus : Peternak Anggota Koperasi Produksi Susu dan

Usaha Peternakan Bogor KUNAK, Jawa Barat)

OLEH

RETNO KHAIRUNNISA

H14070068

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

RINGKASAN

RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

Pemerintah Terhadap Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus : Peternak

Anggota Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan Bogor KUNAK, Jawa

Barat) (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO)

Permintaan yang tinggi terhadap komoditi susu tidak dapat direspon

dengan baik oleh para produsen susu. Jumlah produksi susu dalam negeri saat ini

hanya 30 persen yang dapat memenuhi permintaan konsumen, sedangkan 70

persen sisanya harus diimpor dari luar negeri. Industri Pengolahan Susu (IPS)

dalam negeri cenderung lebih memilih untuk melakukan impor susu dibanding

membeli susu segar yang dihasilkan oleh para peternak. Hal ini menyebabkan

melemahnya daya saing usahaternak sapi perah. Kebijakan pemerintah tentang

penerapan bea masuk impor sebesar lima persen belum dirasa efektif untuk

melindungi dan meningkatkan daya saing usahaternak sapi perah. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui tingkat daya saing usahaternak sapi perah dari sisi

tingkat keuntungan, keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, serta

mengetahui dampak kebijakan pemerintah seperti penerapan tarif impor terhadap

daya saing usahaternak tersebut.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer meliputi jumlah produksi, biaya produksi, total

penerimaan usaha peternakan sapi perah anggota peternak KPS Bogor KUNAK

yang didapatkan dari hasil pengamatan, pengisisan kuisioner dan wawancara

secara langsung kepada pihak peternak dan pihak-pihak terkait lainnya seperti

penjual susu, pegawai atau pengurus KPS Bogor dan KPS Bogor KUNAK. Data

sekunder yang digunakan adalah data input output fisik usaha sapi perah, harga

finansial dan ekonomi input output usaha sapi perah, struktur ongkos usaha sapi

perah dan data pendukung lainnya yang diperoleh melalui fasilitas internet. Data

sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang berasal dari

beberapa instansi yang terkait dengan objek penelitian seperti Badan Pusat

Statistik (BPS), Direktorat Jendral Peternakan, Gabungan Koperasi Susu (GKSI),

dan studi pustaka melalui pengumpulan data yang berasal dari literatur dan buku-

buku. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan

kuatitatif dengan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM). Sampel dari

penelitian ini adalah para anggota peternak di Kawasan Usaha Peternakan

(KUNAK) KPS Bogor.

Hasil analisis PAM menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah di

KUNAK memiliki daya saing yang baik, baik dari segi tingkat keuntungan,

keunggulan kompetitif maupun keunggulan komparatif di tingkat privat maupun

di tingkat sosial. Hal ini ditandai dengan nilai keuntungan privat dan keuntungan

sosial yang lebih besar dari nol pada ketiga skala usaha. Selain itu pada ketiga

skala usaha tersebut, nilai PCR dan DRC yang dihasilkan lebih kecil dari satu. Hal

Page 3: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

ini mengindikasikan bahwa usahaternak sapi perah di KUNAK memiliki

keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif pada masing-masing skala

usaha dalam menghasilkan komoditi susu segar.

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan yang

ditetapkan oleh pemerintah seperti penerapan bea masuk atas susu impor.

Terdapat dua skenario yang digunakan dalam analisis sensitivitas ini, yaitu (1).

Penghapusan tarif impor susu sebesar lima persen, (2). Penetapan tarif impor susu

sebesar 15 persen. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa penghapusan

tarif impor akan menurunkan tingkat keuntungan baik pada tingkat privat maupun

tingkat sosial. Selain itu penghapusan tarif impor susu berdampak pada penurunan

tingkat daya saing usahaternak sapi perah yang ditandai oleh semakin besarnya

nilai PCR dan DRC. Peningkatan tarif impor akan berpengaruh positif terhadap

daya saing usahaternak sapi perah, yaitu akan meningkatkan nilai keuntungan

peternak dan meningkatkan nilai keunggulan kompetitif dan keunggulan

komparatif.

Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan bagi para peternak

sebaiknya meningkatkan usahaternaknya baik dari segi kualitas maupun kuantitas

sehingga dapat meningkatkan nilai pendapatan peternak, misalnya melalui

diversifikasi produk yang dihasilkan. Bagi pemerintah disarankan untuk

melakukan peninjauan ulang terhadap penetapan tarif impor susu sehingga dapat

meningkatkan efisiensi dan daya saing usahaternak sapi perah, misalnya dengan

menetapkan tarif impor susu sebesar 15 persen atau 20 persen. Selain itu perlu

adanya peninjauan kembali mengenai bantuan kredit kepada peternak dan subsidi

pakan dan obat-obatan. Hal lain yang harus menjadi aspek penting adalah perlu

adanya penerapan kebijakan penyerapan seluruh Susu Segar Dalam Negeri

(SSDN) bagi IPS unuk meningkatkan kesejahteraan peternak lokal.

Page 4: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

ANALISIS DAYA SAING

DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP

USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH

(Studi Kasus : Peternak Anggota Koperasi Produksi Susu dan

Usaha Peternakan Bogor KUNAK, Jawa Barat)

Oleh

RETNO KHAIRUNNISA

H14070068

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 5: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2011

Retno Khairunnisa

H14070068

Page 6: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Retno Khairunnisa, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22

Januari 1990. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan

Bapak Tohar Jumali, SE. MM dan Ibu Ni Wayan Rusmiati. Penulis menjalani

pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2001di

SDN Duren Seribu 04, Depok. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan

tingkat pertama dari tahun 2001 sampai tahun 2004 di SMP Negeri 4 Bogor.

Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 2

Bogor dan lulus pada tahun 2007.

Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) kemudian terdaftar sebagai

mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) pada Program Studi Ilmu

Ekonomi dan mengambil minor Manajemen Fungsional. Selama menjadi

mahasiswa, penulis mencoba mengaktualisasi diri bergabung dengan HIPOTESA

(Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) sebagai

staff divisi pada Divisi Informasi, Promosi dan Hubungan Internal dan organisasi

IMEPI (Ikatan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Indonesia) sebagai anggota.

Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti

HIPOTEX-R 2009, Latihan Kepemimpinan dan Organisasi (LKO) IMEPI

Jabagbar 2010, Economic Work (E-work) 2010, Olimpiade Mahasiswa IPB tahun

2008 dan 2009, dan kegiatan kepanitiaan lainnya.

Tahun 2011 penulis melakukan penelitian dengan judul “Analisis Daya

Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Usaha Peternakan Sapi Perah

(Studi Kasus : Peternak Anggota Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan

Bogor KUNAK, Jawa Barat)” untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi.

Page 7: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena

atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Daya Saing dan Dampak

Kebijakan Pemerintah Terhadap Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus

: Peternak Anggota Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan Bogor

KUNAK, Jawa Barat)”. Usahaternak sapi perah merupakan salah satu prioritas

utama subsektor peternakan dalam menunjang pembangunan nasional. Oleh

karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini.

Disamping hal tersebut, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai

pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada:

1. Dr.Ir.Arief Daryanto, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam

proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. Ibu Tanti Novianti, M.Si sebagai dosen penguji utama dan Ibu Widyastutik,

M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas segala masukan, kritik

dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis.

3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi

FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama

menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.

4. Kedua Orangtua tercinta Papa Tohar Jumali, SE. MM. dan Mama Ni Wayan

Rusmiati dan adikku tersayang Fitrianty Rahmadhania serta segenap keluarga

besar, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi, dukungan

baik moril maupun materil serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Page 8: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

5. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Nhimas Antyan Banumasyta,

Fitriani Sucianti, dan Ika Mustika atas semangat, motivasi, doa, dan

perjuangan yang luar biasa ini.

6. Sahabat-sahabatku di Ilmu Ekonomi 44: Michelle, Ajeng , Icca, Hesti, Sari,

Reni, Opie, Ainur, Amboii, Ranin, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan

satu persatu, atas bantuan, semangat dan doa bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman Rempati Kost : Tami, Dede, Ima, Sherly, Hanum, dan Mba

Arta atas bantuan dan dukungannya serta semangat bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

8. HIPOTESA dan INTEL 2010 atas semangat dan motivasinya yang luar biasa.

9. Seluruh anggota peternak KPS Bogor KUNAK, pengurus KPS Bogor, Staff

Direktorat Jenderal Peternakan RI dan Dinas Peternakan dan Perikanan

Kabupaten Bogor, Bapak Saptana (PSEKP), Anggun Eka, dan Mbak Andin

yang telah membantu penulis memperoleh data dan telah memberikan

pengetahuan dan informasi sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini

namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat

kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang

membutuhkan.

Bogor, Juni 2011

Retno Khairunnisa

H14070068

Page 9: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah

Terhadap Usaha Peternakan Sapi Perah

(Studi Kasus : Peternak Anggota Koperasi Produksi Susu dan Usaha

Peternakan Bogor KUNAK, Jawa Barat)

ABSTRAK

Permintaan yang tinggi terhadap komoditi susu tidak dapat direspon

dengan baik oleh para produsen susu. Jumlah produksi susu dalam negeri saat ini

hanya 30 persen yang dapat memenuhi permintaan konsumen, sedangkan 70

persen sisanya harus diimpor dari luar negeri. Industri Pengolahan Susu (IPS)

dalam negeri cenderung lebih memilih untuk melakukan impor susu dibanding

membeli susu segar yang dihasilkan oleh para peternak. Hal ini menyebabkan

melemahnya daya saing usahaternak sapi perah. Kebijakan pemerintah tentang

penerapan bea masuk impor sebesar lima persen belum dirasa efektif untuk

melindungi dan meningkatkan daya saing usahaternak sapi perah. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui tingkat daya saing usahaternak sapi perah dari sisi

tingkat keuntungan, keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, serta

mengetahui dampak kebijakan pemerintah seperti penerapan tarif impor terhadap

daya saing usahaternak tersebut. Metode analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif dan kuatitatif dengan alat analisis Policy Analysis

Matrix (PAM). Sampel dari penelitian ini adalah para anggota peternak di

Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) KPS Bogor. Hasil analisis menunjukkan

bahwa usahaternak sapi perah di KUNAK memiliki daya saing yang baik,baik

dari segi tingkat keuntungan, keunggulan kompetitif maupun keunggulan

komparatif, dan peningkatan tarif impor akan berpengaruh positif terhadap daya

saing usahaternak sapi perah.

Kata Kunci: Usahaternak Sapi Perah, Daya Saing, Koperasi, Policy

Analiysis Matriks (PAM)

Page 10: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

Analysis of Competitiveness and Business Impact of Government Policies to

Dairy Farm

(Case Study: Farmers Cooperative Dairy and Livestock Members

Production KUNAK Bogor, West Java)

ABSTRACT

The high demand for dairy commodities can not respond properly by the milk

producers. The number of domestic milk production is currently only 30 percent that can meet consumer demand, while the remaining 70 percent must be imported from abroad.

Milk Processing Industry (IPS) in the country tend to choose to import milk than to buy

fresh milk produced by farmers. This causes weakening of the competitiveness of dairy cows. Government policy regarding the application of import duty of five percent is not

considered effective to protect and enhance the competitiveness of dairy cows. This study

aims to determine the level of competitiveness of dairy cows in terms of profitability,

competitive advantage and comparative advantage, and to determine the impact of government policies such as import tariffs on the competitiveness of livestock enterprises.

The method of analysis used in this study is descriptive and quantitative analysis tools

with the Policy Analysis Matrix (PAM). Samples from this study are members of the farmers in the area of Livestock (Kunak) KPS Bogor. The analysis showed that the

business of dairy cows in Kunak have a good competitiveness, both in terms of profit,

competitive advantage and comparative advantage, and increase in import tariffs will be

positively associated with the competitiveness of dairy cows.

Keyword: Dairy Cattle, Competitiveness, Policy Analiysis Matriks (PAM)

Page 11: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ v

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 7

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 13

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 13

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Usahaternak Sapi Perah ......................................................................... 15

2.2. Produksi Susu ....................................................................................... 16

2.3. Konsep Daya Saing ............................................................................... 17

2.4. Teori Keunggulan Kompetitif ................................................................ 18

2.5. Keunggulan Komparatif ........................................................................ 18

2.6. Kebijakan Pemerintah ........................................................................... 20

2.6.1. Kebijakan Pemerintah pada Harga Output ................................... 22

2.6.2. Kebijakan Pemerintah pada Harga Input ...................................... 25

2.7. Penentuan Harga Bayangan ................................................................... 28

2.8. Analisis Sensitivitas .............................................................................. 29

2.9. Teori Matriks Kebijakan ........................................................................ 29

2.10. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 32

2.11. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................... 35

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 39

3.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 39

3.3. Metode Penentuan Sampel .................................................................... 40

3.4. Metode Analisis Data ............................................................................ 41

3.4.1. Menentukan Input dan Output .................................................... 41

3.4.2. Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing ........................... 42

3.4.3. Alokasi Biaya Produksi .............................................................. 42

3.4.4. Alokasi Biaya Tataniaga .............................................................. 43

3.4.5. Metode Analisis Harga Bayangan ................................................ 43

3.4.5.1. Harga Bayangan Nilai Tukar ................................................ 44

3.4.5.2. Harga Bayangan Output ....................................................... 45

3.4.5.3. Harga Bayangan Input ......................................................... 46

1) Harga Bayangan Pakan Ternak ........................................... 46

2) Harga Bayangan Obat-obatan ............................................. 47

3) Harga Bayangan Tenaga Kerja ............................................ 47

4) Harga Bayangan Lahan ....................................................... 48

5) Harga Bayanagan Pajak ...................................................... 48

Page 12: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

ii

6) Harga Bayangan Tataniaga ................................................. 49

3.5. Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix) ............................. 49

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Gambaran Umum Desa ........................................................................ 57

4.1.1. Gambaran Umum Desa Situ Udik ............................................... 57

4.1.2. Gambaran Umum Desa Pasarean ................................................. 59

4.1.3. Gambaran Umum Desa Pamijahan .............................................. 60

4.2. Gambaran Umum KPS Bogor dan KUNAK ......................................... 63

4.2.1. Lokasi ......................................................................................... 63

4.2.2. Struktur Organisasi KPS Bogor ................................................... 64

4.2.3. Unit Usaha Koperasi ................................................................... 66

4.3. Gambaran Umum Responden ................................................................ 67

4.3.1. Status Usahaternak Sapi Perah. .................................................... 68

4.3.2. Umur ........................................................................................... 68

4.3.3. Pendidikan .................................................................................. 69

4.3.4. Jenis dan Jumlah Kepemiikan Sapi Laktasi ................................. 69

4.3.5. Pemeliharaan Ternak dan Pemberian Pakan ................................. 70

4.3.6. Tenaga Kerja ............................................................................... 72

4.3.7. Produksi dan Penjualan Hasil Ternak ........................................... 72

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah ...................... 74

5.1.1. Keunggulan Kompetitif ............................................................... 78

5.1.2. Keunggulan Komparatif .............................................................. 81

5.1.3. Dampak Kebijakan Pemerintah ................................................... 84

5.1.3.1. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input ..................... 86

5.1.3.2. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Output .................. 90

5.1.3.3. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input-Output ......... 93

5.2. Analisis Sensitivitas ............................................................................... 97

5.2.1. Analisis Sensitivitas pada Kondisi Tarif Impor diturunkan Lima

Persen menjadi Nol Persen............................................................ 99

5.2.2. Analisis Sensitivitas pada Saat Tarif Impor Ditetapkan 15 Persen. 101

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 104

6.2. Saran ..................................................................................................... 106

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 109

LAMPIRAN .................................................................................................. 112

Page 13: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Populasi Sapi Perah Tahun 2004-2009 (ekor) ............................... 2

Tabel 1.2. Jumlah Produksi Susu Indonesia Tahun 2004-2010....................... 5

Tabel 1.3. Volume Impor Susu di Indonesia dari tahun 2004-2009 ................ 9

Tabel 2.1. Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditas ...................................... 22

Tabel 2.2. Tabel Analisis matriks Kebijakan ................................................. 31

Tabel 4.1. Penduduk Desa Situ Udik Menurut Mata Pencaharian ................. 58

Tabel 4.2. Jumlah Populasi Ternak Desa Situ Udik ...................................... 58

Tabel 4.3. Penduduk Desa Pasarean Menurut Tingkat Pendidikan ................ 60

Tabel 4.4. Penduduk Desa Pasarean Menurut Mata Pencaharian ................... 60

Tabel 4.5. Penduduk Desa Pamijahan Menurut Mata Pencaharian ................ 62

Tabel 4.6. Penduduk Desa Pamijahan Menurut Tingkat Pendidikan ............. 62

Tabel 4.7. Karateristik Responden Berdasarkan Umur .................................. 68

Tabel 4.8. Karateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............. 69

Tabel 4.9. Karateristik Responden Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Sapi

Laktasi ......................................................................................... 70

Tabel 5.1. Matriks Analisis Kebijakan Pengusahaan Susu Sapi Perah di

KUNAK pada Kondisi Tarif Impor Lima Persen Tahun 2010

(Rp/Liter) ..................................................................................... 75

Tabel 5.2. Indikator-indikator dari Matriks Analisis Kebijakan ..................... 78

Tabel 5.3. Indikator-indikator dari Matriks Analisis Kebijakan Pada

Kondisi Tarif Impor Nol Persen, Lima Persen, dan 15 Persen ..... 98

Page 14: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Nilai Share PDB Subsektor Peternakan terhadap Nasional

Tahun 2009 ............................................................................. 1

Gambar 1.2. Perkembangan Produksi Produk Ternak Jawa Barat Tahun

2005-2009 (Ton) ...................................................................... 6

Gambar 2.1. Subsidi dan Pajak pada Input Tradable .................................... 25

Gambar 2.2. Pajak dan Subsidi pada Input Non Tradable ............................ 27

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................ 38

Gambar 4.1. Struktur Organisasi KPS Bogor ............................................... 65

Page 15: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alokasi Input-Output Tahun 2000 ............................................ 112

Lampiran 2. Alokasi Budget Privat dan Sosial Usahaternak Skala Kecil,

Menengah dan Besar ................................................................ 113

Lampiran 3. Penentuan Harga Bayangan Nilai Tukar ................................... 114

Lampiran 4. Penentuan Harga Bayangan Komoditi Susu .............................. 115

Lampiran 5. Penentuan Harga Bayangan Obat-obatan .................................. 116

Lampiran 6. Penentuan Harga Bayangan Pakan Ternak ................................ 116

Lampiran 7. Tabel PAM untuk Kondisi Tarif Impor Nol Persen ................... 117

Lampiran 8. Tabel PAM untuk Kondisi Tarif Impor Lima Persen ................ 117

Lampiran 9. Tabel PAM untuk Kondisi Tarif Impor 15 Persen ..................... 118

Page 16: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bidang peternakan sebagai subsektor dari pertanian merupakan bidang

usaha yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal ini terkait dengan

kesiapan subsektor peternakan dalam hal penyediaan bahan pangan hewani

untuk masyarakat. Dewasa ini pentingnya pembangunan pertanian khususnya

subsektor peternakan telah dirasakan dalam menunjang pembangunan Nasional

secara menyeluruh. Berdasarkan data Ditjennak (2010), nilai share Produk

Domestik Bruto (PDB) subsektor peternakan terhadap Nasional atas dasar harga

berlaku pada tahun 2009 adalah sebesar 1,8 persen.

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, Statistik Peternakan (2010)

Gambar 1.1 Nilai Share PDB Subsektor Peternakan terhadap Nasional

Tahun 2009

15%

7%

3%2%

2%

1%70%

Nilai Share PDB Subsektor Peternakan terhadap Nasional

Tahun 2009

(Atas Dasar Harga Berlaku)

Pertanian

Bahan Makanan

Perikanan

Perkebunan

Peternakan

Kehutanan

Nasional

Page 17: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

2

Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan

serta meratakan taraf hidup rakyat. Terdapat enam sasaran pokok yang diharapkan

dalam pembangunan subsektor peternakan, yaitu meningkatkan pendapatan,

memperluas lapangan kerja, menunjang program konservasi tanah, menghemat

devisa negara, meningkatkan produktivitas dan turut serta dalam program

peningkatan gizi masyarakat. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan

peternakan untuk memenuhi kebutuhan gizi maka pembangunan peternakan saat

ini telah diarahkan pada pengembangan peternakan yang lebih maju melalui

pendekatan kewilayahan, penggunaan teknologi tepat guna dan penerapan

landasan baru yaitu efisiensi, produktivitas dan berkelanjutan (sustainability).

Untuk mencapai tujuan tersebut, prioritas utama pada subsektor peternakan

adalah pada pengembangan usaha ternak sapi perah.

Berdasarkan data populasi sapi perah per provinsi tahun 2004 sampai

2009 jumlah populasi sapi perah tertinggi terdapat di pulau Jawa. Total populasi

sapi perah di pulau Jawa pada tahun 2004 sampai 2009 adalah sebanyak

2.413.059 ekor.

Tabel 1.1 Populasi Sapi Perah Tahun 2004-2009 (ekor)

No. Provinsi Populasi Sapi Perah

2004 2005 2006 2007 2008 2009

1 Jawa Timur 132.789 134.043 136.497 139.277 212.322 221.743

2 Jawa Tengah 112.155 114.116 115.158 116.260 118.424 120.677

3 Jawa Barat 98.958 92.770 97.367 103.489 111.250 117.337

4 DI Yogyakarta 7.772 8.212 7.231 5.811 5.652 5.495

5 DKI Jakarta 3.407 3.347 3.343 3.685 3.355 2.920

Jumlah/total

(Indonesia) 364.062 361.351 369.008 374.067 457.577 474.701

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, Statistik Peternakan (2010)

Page 18: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

3

Usaha sapi perah yang dikembangkan untuk memenuhi permintaan

susu yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan juga melihat

perkembangan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan dan meningkatnya

kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya gizi. Oleh karena itu subsektor

peternakan semakin dituntut untuk berperan serta dalam rangka pemenuhan

kebutuhan gizi dengan meningkatkan produksi melalui proses pengembangan

budidaya. Usahaternak sapi perah merupakan bisnis yang prospektif dan dapat

memberikan kesejahteraan kepada peternak jika dikelola dengan baik, seperti

pemberian pakan ternak dengan kualitas yang baik sehingga susu yang dihasilkan

memiliki kualitas yang baik dan harga jual yang tinggi.

Saat ini produksi susu di dalam negeri baru memenuhi 30 persen dari

kebutuhan konsumsi nasional, sedangkan 70 persen masih harus diimpor.

Rendahnya produksi susu secara nasional terjadi karena rendahnya produktivitas

sapi perah yang ada di Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jendral Peternakan

2010, total ketersediaan susu pada tahun 2009 sebesar 2.204,6 ribu ton yang sudah

termasuk di dalamnya berasal dari impor. Ketersediaan susu mengalami

peningkatan sebesar 0,2 persen menjadi 9,53 kg/kapita/tahun dari 9,5

kg/kapita/tahun. Meskipun produksi susu mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun akan tetapi belum bisa mengimbangi pertumbuhan permintaan susu

didalam negeri. Total permintaan susu pada tahun 2009 adalah 2.684 ribu ton,

dimana penyediaan dalam negeri baru mencapai sekitar 827,2 ribu ton. Hal ini

menunjukkan antara persediaan dan permintaan susu di Indonesia terjadi

Page 19: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

4

kesenjangan yang cukup besar. Kebutuhan atau permintaan akan susu jauh lebih

besar daripada ketersediaan susu yang ada di dalam negeri.

Kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang yang

besar bagi para peternak sapi perah untuk mengembangkan usahanya guna

memenuhi permintaan dalam negeri dan untuk meningkatkan daya saing usaha

peternakan sapi perah yang rendah. Rendahnya daya saing usaha ternak sapi

perah terlihat pada hasil akhir atau output usaha peternakan yaitu susu. Harga

susu dalam negeri tidak dapat merespon kenaikan harga susu di pasar

internasional dengan baik. Pada tahun 2007, dimana harga susu dunia meningkat

cukup tinggi, sehingga imbangan antara harga susu segar di dalam negeri

terhadap harga susu impor setara susu segar bahkan hanya mencapai 42 persen

(Priyanti dan Saptati, 2008). Selain itu rendahnya daya saing terjadi karena

adanya disparitas harga susu segar yang relatif besar di tingkat IPS dan peternak

yang disebabkan oleh posisi tawar menawar peternak dan koperasi yang rendah

terhadap IPS. Selain itu banyak peternak yang belum mampu menghasilkan susu

sesuai dengan kualitas yang diminta oleh IPS.

Untuk meningkatkan daya saing usaha ternak sapi perah, perlu dilakukan

berbagai upaya seperti adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan

peternak. Peningkatan daya saing dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya teknologi, produktivitas, harga dan biaya input, struktur industri serta

kuantitas permintaan domestik dan ekspor. Dalam Siregar (2009), faktor pemicu

daya saing dibedakan berdasarkan (1) faktor yang dapat dikendalikan oleh unit

usaha, seperti strategi produk, teknologi, biaya riset dan pengembangan; (2) faktor

Page 20: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

5

yang dapat dikendalikan oleh pemerintah, seperti lingkungan bisnis, kebijakan

perdagangan, kebijakan riset dan pengembangan, serta pendidikan, pelatihan dan

regulasi; (3) faktor yang semi terkendali, seperti kebijakan harga input dan

kuantitas permintaan domestik; dan (4) faktor yang tidak dapat dikendalikan,

seperti lingkungan alam (Malian et al. 2004).

Tabel 1.2 Jumlah Produksi Susu Indonesia Tahun 2004-2010

Tahun Produksi (000 Ton)

2004 549.90

2005 536.00

2006 616.50

2007 567.70

2008 647.00

2009 827.20

2010*) 927.80 Keterangan : *) angka sementara

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, Statistik Peternakan (2010)

Berdasarkan data pada Tabel 1.2, jumlah produksi susu nasional dari tahun

2002 hingga 2008 secara nasional mengalami flukuasi yang cukup signifikan

dengan trend yang cenderung meningkat. Pada tahun 2009 jumlah produksi susu

nasional sebanyak 827.20 ribu ton dan diperkirakan jumlah produksi susu

nasional pada tahun 2010 akan mengalami peningkatan mencapai 927.80 ribu ton.

Menurut Ditjennak (2010) pada tahun 2009 Jawa Barat merupakan salah

satu penghasil susu terbesar ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Berdasarkan data publikasi Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2009), jumlah

populasi sapi perah di Jawa Barat pada tahun 2009 sebanyak 117.839 ekor. Untuk

jumlah produksi susu di wilayah Provinsi Jawa Barat juga terus mengalami

peningkatan dari tahun 2005 sampai tahun 2009. Pada tahun 2009 jumlah

Page 21: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

6

produksi susu di Provinsi Jawa Barat mencapai 249.455.736 liter atau 256.440

ton.

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2009)

Gambar 1.2 Perkembangan Produksi Produk Ternak Jawa Barat Tahun

2005-2009(Ton)

Di Indonesia, 90 persen peternak sapi perah yang tergabung dalam

koperasi merupakan peternak rakyat dengan skala kepemilikan satu sampai

sembilan ekor. Secara umum, koperasi berfungsi untuk menguatkan kelompok

peternak dalam menghadapi pasar susu yang cenderung oligopoli. Selain

menyediakan input dan menjamin pemasaran susu, koperasi juga menyediakan

fasilitas-fasilitas pendukung seperti pemberian kredit, kawin suntik (IB),

penyediaan pakan, dan lain-lain. KPS Bogor merupakan salah satu bentuk

koperasi produksi susu yang terdapat di Bogor dan merupakan salah satu faktor

yang dapat memicu peningkatan produktivitas susu sapi perah di Kabupaten

Bogor. Pada tahun 1996, KPS Bogor melalui Kepres No. 069/B/Tahun 1994

tentang bantuan kredit Banpres untuk perkembangan usahaternak sapi perah

mendirikan suatu Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) sapi perah di kawasan

0,000

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

2005 2006 2007 2008 2009

daging

susu

telur

Page 22: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

7

Kabupaten Bogor. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) terbagi di dalam enam

kelompok ternak dan terbagi ke dalam dua kecamatan, yaitu kecamatan

Cibungbulang dan kecamatan Pamijahan. Tujuan dari pendirian KUNAK adalah

untuk mempermudah akses bagi para peternak kepada koperasi dan sebagai usaha

merelokasi usaha ternak sapi perah untuk menyatukan lokasi peternakan dan

mempermudah melakukan pembinaan terhadap peternak. Oleh karena itu

Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan merupakan sentra penghasil

susu yang potensial di Kabupaten Bogor.

1.2. Perumusan Masalah

Terdapat banyak kendala yang dihadapi oleh para peternak yang berada

di Kawasan peternak (KUNAK) dalam rangka mengembangkan usahaternak sapi

perah, diantaranya SDM perternak, masalah teknis, masalah permodalan,

misalnya bunga bank mahal dan kelembagaan. Salah satu masalah SDM peternak

yaitu masih rendahnya kemampuan peternak dalam hal kemampuan

mengembangkan budidaya khususnya kesehatan ternak dan mutu bibit yang

rendah. Hal ini sangat berpengaruh pada lambatnya laju pertumbuhan produksi

susu dan berpengaruh juga terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Masalah teknis

yang biasa dihadapi oleh para peternak diantaranya masalah keterbatasan lahan

hijau untuk pengusahaan ternak, masalah transportasi yang menyangkut tingginya

biaya transportasi, dan masalah pengusahaan pakan bagi ternak mereka.

Selain permasalahan tersebut, masalah utama yang dirasa menghambat

produksi dan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang diterima peternak

Page 23: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

8

adalah masalah ekonomis. Masalah ekonomis yang dihadapi peternak yaitu

mahalnya harga pakan ternak konsentrat, yaitu mencapai Rp. 2.800 per kilogram.

Peningkatan harga pakan ternak tidak diikuti oleh peningkatan harga susu. Harga

susu yang diterima peternak dirasa sangat rendah, yaitu Rp. 2.800 per liter hingga

Rp. 3.100 per liter.

Susu segar dari hasil produksi para peternak sapi perah pada umumnya

dimanfaatkan oleh dua kelompok yaitu rumah tangga dan pabrik-pabrik

pengolahan susu. Rumah tangga memanfaatkan susu untuk konsumsi secara

langsung, sedangkan bagi pabrik-pabrik pengolahan susu dijadikan bahan baku

produksi untuk diolah menjadi output tertentu. Para peternak yang berada di

KUNAK melakukan berbagai inovasi sebagai upaya untuk tetap bertahan dalam

mengembangkan usahaternak sapi perah. Mereka mengembangkan produk olahan

seperti youghurt untuk dijual langsung kepada masyarakat, selain itu mereka juga

menjual susu segar langsung kepada masyarakat dengan harga jual yang cukup

tinggi, yaitu Rp. 5.000 per liter. Namun penjualan susu ke masyarakat juga

mendapatkan berbagai kendala, diantaranya sulitnya mencari pangsa pasar untuk

susu segar. Hal ini disebabkan karena jenis susu yang paling banyak dikonsumsi

oleh masyarakat Indonesia adalah yang berbentuk hasil olahan. Preferensi

masyarakat dalam mengkonsumsi susu olahan dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kualitas susu lokal,

terbatasnya jangkauan dalam hal pemasaran susu segar, harga susu segar relatif

lebih mahal dibandingkan susu olahan dan sifat susu olahan yang lebih praktis dan

Page 24: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

9

tahan lama dibandingkan dengan susu segar yang bersifat mudah rusak dan tidak

tahan lama (Simatupang et.al, 1998).

Berdasarkan data Ditjennak (2010), jumlah konsumsi susu masyarakat

Indonesia adalah 8.90 kg/kapita/tahun dengan konsumsi tertinggi adalah susu

kental manis, yaitu 6,28 kg/kapita/tahun, sedangkan untuk konsumsi susu segar

hanya sekitar 0,04 kg/kapita/tahun. Tingginya jumlah konsumsi susu yang tidak

diikuti oleh jumlah produksi susu dalam negeri menyebabkan perlu adanya

intervensi dari pemerintah. Pemerintah melakukan intervensi dengan membuat

kebijakan untuk melakukan impor komoditi susu dari luar negeri. Menurut

Kementrian Pertanian, pada dasarnya ada dua klasifikasi utama jenis susu yang

dapat diimpor, yaitu: (i) susu dan kepala susu (cream), tidak dipekatkan maupun

tidak mengandung tambahan gula atau bahan pemanis lainnya dan; (ii) susu dan

kepala susu, dipekatkan atau mengandung tambahan gula atau bahan pemanis

lainnya. Sebagian besar Industri Pengolahan Susu (IPS) lebih memilih untuk

impor susu dibandingkan susu yang dihasilkan oleh peternak dalam negeri. Saat

ini IPS hanya akan membeli bila harga Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) lebih

murah dari harga bahan baku susu impor.

Tabel 1.3 Volume Impor Susu di Indonesia dari tahun 2004-2009

Tahun Volume Impor (000 Ton)

2004 165.41

2005 173.08

2006 188.13

2007 198.22

2008 180.93

2009 166.50

Sumber : DirektoratJenderal Peternakan, Statistik Peternakan (2010)

Page 25: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

10

Intervensi pemerintah mengenai bea masuk bahan baku susu impor yang

terdapat dalam peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.011/2009

tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Impor Produk-Produk Susu Tertentu.

PMK tersebut dikeluarkan pada tanggal 28 Mei 2009. Dalam PMK ini dijelaskan

bahwa dalam rangka mendukung pengembangan industri susu di dalam negeri

perlu dilakukan perubahan tarif bea masuk (BM) atas impor produk-produk susu

tertentu. Dengan demikian, PMK Nomor 19/2009 tertanggal 13 Februari 2009

yang menetapkan tarif impor produk susu nol persen tidak berlaku lagi. Dalam

PMK Nomor 101/PMK.011/2009, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

menjelaskan bahwa tarif BM atas impor produk-produk susu tertentu sebesar lima

persen yang meliputi produk susu mentega, susu dan kepala susu dikentalkan,

yoghurt, kefir dan susu serta kepala susu diragi atau diasamkan lainnya dan yang

dipekatkan atau tidak.

Dengan adanya intervensi pemerintah berupa peningkatan bea masuk

impor terhadap produk susu dari nol persen menjadi lima persen disambut baik

oleh para peternak sapi perah. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut dapat

menjadikan daya saing industri susu dalam negeri menjadi meningkat dan dapat

membantu industri susu dalam negeri khususnya peternak sapi. Namun hal ini

masih dirasa dilematis, karena peningkatan tarif impor tersebut belum dirasakan

sepenuhnya oleh para peternak sapi dan dirasa daya saing persusuan nasional ini

belum mengalami peningkatan secara signifikan. Selain penerapan kebijakan tarif

impor susu masalah lain yang dihadapi oleh para peternak sapi perah adalah

adanya kebijakan pengurangan subsidi pakan ternak dan obat-obatan. Adanya

Page 26: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

11

pengurangan subsidi pakan membuat harga pakan ternak yang diterima oleh para

peternak dirasa mahal. Hal ini berdampak pada penurunan kualitas dari susu sapi

yang dihasilkan dari usaha peternakan tersebut. Rendahnya kualitas tersebut

dikarenakan peternak mengganti jenis pakan yang mereka gunakan dengan pakan

yang harganya lebih murah dan kualitas yang lebih rendah dibanding pakan yang

biasa mereka gunakan.

Permasalahan susu bukan hanya dalam hal kurangnya jumlah produksi

dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi juga terdapat masalah lain seperti

rendahnya posisi tawar menawar peternak. Para peternak sapi perah cenderung

lebih menyukai menjual susu segar hasil perahan mereka langsung kepada

masyarakat dibandingkan menjual susu mereka ke KPS. Hal ini dikarenakan

harga jual susu segar kepada KPS lebih murah dibandingkan dengan harga jual

kepada masyarakat sebesar Rp 5000,00 per liter. Menurut mereka penjualan susu

segar kepada masyarakat atau konsumen secara langsung dirasa lebih

menguntungkan. Selain itu pihak koperasi sering juga dirugikan oleh pihak IPS

yang menuntut penurunan harga beli susu di tingkat peternak dan koperasi.

Pada tahun 2008 harga pembelian susu oleh IPS mengalami penurunan.

Hal ini dikarenakan adanya pemberlakuan penghapusan tarif impor susu untuk

mengatasi tingginya harga susu ditingkat konsumen. Namun kebijakan tersebut

berlawanan dengan peningkatan kesejahteraan produsen lokal. Hal ini diduga

akan berpengaruh terhadap posisi tawar menawar peternak susu dan koperasi

karena menyebabkan harga susu segar yang ditawarkan oleh peternak menjadi

menurun atau lebih murah. Pajak impor susu pada level lima persen,

Page 27: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

12

menyebabkan harga jual susu peternak semakin rendah, sehingga banyak peternak

yang menghentikan usahanya karena harga tidak bisa menutupi biaya produksi.

Dampak jangka panjang adalah meningkatnya jumlah pengangguran,

kemampuan penciptaan nilai tambah berkurang, serta menurunnya kemampuan

swasembada pangan. Selain itu pajak masuk impor susu di Indonesia

menyebabkan dampak sistemik dalam hal penyediaan lapangan kerja dan

penyediaan pangan di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis secara

kuantitatif untunk mengetahui dampak pemberlakuan tarif impor susu sebesar

lima persen terhadap daya saing komoditi susu lokal khususnya dan perlu adanya

perumusan kebijakan untuk meningkatkan daya saing usaha peternakan sapi perah

pada umumnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah daya saing usaha peternakan sapi perah anggota KPS Bogor

KUNAK ditinjau dari segi keunggulan komparatif, keuggulan kompetitif dan

dari segi keuntungan?

2. Bagaimanakah dampak kebijakan tarif impor susu terhadap daya saing usaha

peternakan sapi perah anggota KPS Bogor KUNAK?

Page 28: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

13

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian Analisis Daya Saing dan Dampak

Kebijakan Pemerintah Terhadap Usaha Peternakan Sapi Perah adalah sebagai

berikut :

1. Menganalisis daya saing usaha peternakan sapi perah anggota KPS Bogor

KUNAK ditinjau dari segi keunggulan komparatif, keuggulan kompetitif dan

dari segi keuntungan.

2. Menganalisis dampak kebijakan tarif impor susu terhadap daya saing usaha

peternakan sapi perah anggota KPS Bogor KUNAK.

1.4. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian ini,

maka diharapkan penelitian ini berguna:

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan peternakan

sapi perah

2. Bagi peternak dapat memperoleh informasi dan masukan dalam upaya

peningkatan daya saing usaha peternakan sapi perah.

3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi, sumbangan pemikiran dan

memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi penelitian lebih lanjut.

Page 29: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

14

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur tingkat daya saing usaha

peternakan sapi perah yang berada di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK).

Kajian difokuskan pada usaha peternakan rakyat bukan kepada industri

pengolahan susu. Adapun yang menjadi batasan kajian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini difokuskan kepada para peternak yang berada di Kawasan

Usaha Peternakan (KUNAK) Kabupaten Bogor yaitu di wilayah Kecamatan

Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan khususnya di Desa Situ Udik, Desa

Pasarean dan Desa Pamijahan.

2. Penelitian ini di fokuskan kepada enam kelompok peternak dan pengukuran

daya saing koperasi dan komoditi susu hanya dilakukan pada level

usahaternak.

3. Tahun yang menjadi objek penelitian adalah tahun 2010

4. Penelitian ini membagi para peternak kedalam tiga skala usaha berdasarkan

kepemilikan jumlah sapi laktasi. Peternak yang memiliki sapi laktasi

sebanyak satu hingga tiga ekor dikategorikan sebagai usahaternak skala kecil,

kepemilikan sapi empat hingga tujuh ekor dikategorikan sebagai usaha ternak

skala menengah, dan kepemilikan sapi lebih dari tujuh ekor dikategorikan

sebagai usaha ternak skala besar.

5. Kebijakan yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah Kebijakan Tarif

Impor Susu sebesar lima persen.

Page 30: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

15

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

Usaha ternak sapi perah dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan

Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam Negeri. Pertama, peternakan

sapi perah rakyat yaitu usaha ternak sapi perah yang diselenggarakan sebagai

usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi

(dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah

campuran. Kedua, perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usaha ternak sapi

perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki

lebih dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan lebih

dari 20 ekor sapi perah campuran.

Menurut Ditjennak (2006), usahaternak sapi perah di Indonesia

berdasarkan tipologinya dapat diklasifikasikan menjadi : (1) usaha ternak sebagai

usaha sampingan, dengan tingkat pedapatan kurang dari 30 persen; (2) usaha

ternak sebagai mix farming dengan tingkat pendapatan sebesar 30 samapai

dengan 70 persen; dan (3) usahaternak sebagai usaha pokok dimana tingkat

pendapatan petani dari usaha ini dapat menghidupi peternak secara layak.

Sistem peternakan sapi perah yang ada di Indonesia masih merupakan

jenis peternakan rakyat yang hanya berskala kecil dan masih merujuk pada

sistem pemeliharaan yang konvensional. Peternakan sapi perah rakyat kita

umumnya memiliki kepemilikan ternak yang tidak terlalu tinggi. Peternak rakyat

Page 31: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

16

kita hanya mampu memiliki rata-rata kurang dari lima ekor per keluarga peternak.

Peternak ini umumnya membentuk kelompok-kelompok ternak untuk

memudahkan dan membantu kelancaran dalam aktivitas usaha ternaknya, seperti

penjualan susu, penyediaan konsentrat dan masuknya teknologi baru untuk

diaplikasikan dalam kegiatan usaha.

Dalam Pratama (2010), usahaternak sapi perah berdasarkan pola

pemeliharaannya diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, yaitu kelompok

peternak rakyat, peternak semi komersil, dan peternak komersil. Menurut

Erwidodo (1998) menyatakan bahwa peternakan sapi perah di Indonesia

umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam usaha kecil, sedangkan

usaha skala besar masih sangat terbatas dan umumnya merupakan usaha sapi

perah yang baru tumbuh. Komposisi peternak sapi perah diperkirakan terdiri dari

80 persen peternak kecil dengan kepemilikan sapi perah kurang dari empat ekor,

17 persen peternak skala menengah dengan kepemilikan sapi perah empat sampai

tujuh ekor. Hal itu menunjukkan bahwa sekitar 64 persen produksi susu nasional

disumbangkan oleh usaha ternak sapi perah skala kecil, dan 28 pesen diproduksi

oleh usaha ternak sapi perah skala menengah serta sisanya delapan persen

dihasilkan oleh usaha ternak sapi perah skala besar (Swastika et,al. 2005).

2.2 Produksi Susu

Menurut Ditjennak (2006), susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan

menyusui lainnya yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan

makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya

atau ditambah bahan-bahan lain. Seekor sapi perah dewasa setelah melahirkan

Page 32: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

17

anak akan mampu memproduksi air susu melalui kelenjar susu, yang secara

anatomis disebut dengan ambing. Produksi air susu ini dimanfaatkan oleh

manusia sebagai sumber bahan pangan dengan kadar protein yang tinggi.

Produksi susu adalah hasil produksi ternak betina berupa susu segar

dalam waktu tertentu dan wilayah tertentu termasuk diberikan kepada anaknya,

rusak, diperdagangkan, dikonsumsi dan diberikan kepada orang lain (Ditjennak,

2010). Kemampuan sapi perah dalam memproduksi susu ditentukan oleh

beberapa faktor, yaitu faktor genetik, lingkungan, dan pemberian pakan. Dalam

Siregar (2009) faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi susu diantaranya,

umur, musim beranak, masa kering, masa kosong, besar sapi, manajemen

pemeliharaan dan pakan. Jumlah pakan dan kualitas pakan yang diberikan

kepada sapi haruslah yang berkualitas tinggi karena pakan merupakan salah satu

faktor yang menentukan kemampuan berproduksi sapi perah. Apabila kualitas

pakan rendah, maka jumlah pakan yang diberikan harus lebih banyak.

2.3 Konsep Daya Saing

Daya saing adalah kemampuan dari seseorang/organisasi/institusi untuk

menunjukan keunggulan dalam hal tertentu, dengan cara memperlihatkan situasi

dan kondisi yang paling menguntungkan, hasil kerja yang lebih baik, lebih cepat

atau lebih bermakna dibandingkan dengan seseorang/organisasi/institusi lainnya,

baik terhadap satu organisasi, Sebagian organisasi atau keseluruhan organisasi

dalam suatu industri. Daya saing identik dengan produktivitas (output/input)

berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya kapital dalam

Page 33: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

18

penggunaanya secara efisien (Porter, 2009). Daya saing merupakan kemampuan

suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan biaya yang cukup

rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan

produksi tersebut menguntungkan (Simanjuntak, 1992). Pendekatan yang sering

digunakan untuk mengukur tingkat daya saing adalah indikator keunggulan

komparatif dan keunggulan kompetitif suatu negara serta tingkat keuntungan yang

dihasilkan dari keuntungan privat dan keuntungan sosial.

2.4 Teori Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif merupakan suatu alat yang digunakan untuk

mengukur daya saing suatu aktivitas pada kondisi perekonomian aktual. Konsep

keunggulan kompetitif didasarkan pada keadaan perekonomian yang tidak berada

dalam keadaan distorsi, namun hal ini sulit ditemukan dalam dunia nyata.

Keunggulan kompetitif lebih sesuai untuk menganalisis kelayakan finansial dari

suatu aktivitas. Kelayakan finansial melihat manfaat proyek atau aktivitas

ekonomi dari sudut lembaga atau individu yang terlibat dalam aktivitas tersebut,

sedangkan analisa ekonomi menilai suatu aktivitas atas manfaat bagi masyarakat

secara keseluruhan (Kadariah et.al, 1978). Komoditi yang memiliki keunggulan

kompetititf dikatakan juga memiliki efisiensi secara finansial.

2.5 Teori Keunggulan Komparatif

Hukum keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage)

dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki

keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan

Page 34: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

19

negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa

berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan

tidak ada perdagangan. Suatu negara harus melakukan spesialisasi dalam

memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih

kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki

kerugian absolut lebih besar (memiliki kerugian komparatif) (Salvator, 1997).

Keunggulan Komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo hanya

didasarkan pada penggunaan dan produktivitas tenaga kerja. Ricardo menganggap

keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja (labor theory of value) yang

menyatakan hanya satu faktor produksi yang penting yang menentukan nilai suatu

komoditas yaitu tenaga kerja. Nilai suatu komoditas adalah proporsional (secara

langsung) dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkannya.

Namun pada kenyataannya tenaga kerja bukanlah satu-satunya faktor produksi,

oleh karena itu konsep keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo

perlu diadakan perbaikan.

Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh G. Haberler

yang menafsirkan bahwa labor of value hanya digunakan untuk barang antara,

sehingga menurut G. Haberler teori biaya imbangan (theory opportunity cost)

dipandang lebih relevan. Argumentasi dasarnya adalah bahwa harga relatif dari

komoditas yang berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya. Biaya disini

menunjukkan produksi komoditas alternatif yang harus dikorbankan untuk

menghasilkan komoditas yang bersangkutan. Selanjutnya teori Heckscer Ohlin

tentang pola perdagangan menyatakan bahwa komoditi-komoditi yang dalam

Page 35: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

20

produksinya memerlukan faktor produksi (yang melimpah) dan faktor produksi

(yang langka) diekspor untuk ditukar dengan barang-barang yang membutuhkan

faktor produksi dalam produksi yang sebaliknya. Jadi secara tidak lansung faktor

produksi yang melimpah diekspor dan faktor produksi yang langka diimpor

(Ohlin,1933 dalam Lindert dan Kindleberger, 1993). Teori H-O menitikberatkan

pada perbedaan dalam kelimpahan faktor atau kepemilikan faktor-faktor produksi

sebagai landasan keunggulan komparatif bagi masing-masing negara. Sehingga

teorema H-O dapat menjelaskan mengenai proses terbentuknya keunggulan

komparatif bagi suatu negara dalam memproduksi suatu komoditi (Salvator, 1997)

Menurut Simatupang (1991) serta Sudaryanto dan Simatupang (1993)

konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan)

potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak

mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif

dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi.

2.6 Kebiajakan Pemerintah

Sebuah kebijakan adalah sebuah tindakan yang sengaja dibuat untuk

memandu keputusan dan mencapai tujuan-tujuan yang rasional. Kebijakan

biasanya mengacu pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting dalam

sebuah organisasi, termasuk identifikasi dari berbagai laternatif dan pemilihan

salah satu diantaranya berdasarkan dampak yang akan dihasilkan. Kebijakan

pemerintah ditetapkan dengan tujuan meningkatkan ekspor dan meningkatkan

daya saing produk dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk luar negeri.

Dalam Tarsono (2006), sebagian besar kebijakan pemerintah ditujukan untuk tiga

Page 36: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

21

tujuan dasar, yaitu efisiensi, pemerataan dan ketahanan. Efisiensi dapat diperoleh

pada saat alikasi sumberdaya yang langka dalam ekonomi menghasilkan sejumlah

keuntungan yang maksimum dan alikasi barang dan jasa memberikan kepuasan

tertinggi bagi konsumen. Pemerataan yang diharapkan terjadi pada sistribusi

pendapatan antara berbagai golongan masyarakat di berbagai wilayah yang

menjadi target pembuat kebijakan. Sedangkan ketahanan, misal ketahanan pangan

mengacu pada ketersediaan suplai pangan pada tingkat harga yang stabil dan

terjangkau (Pearson et.al, 2004).

Terdapat dua kebijakan yang ditetapkan pemerintah pada suatu

komoditas yang dapat mendukung terciptanya tujuan tersebut, yaitu subsidi dan

kebijakan perdagangan dalam negeri. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi positif

dan subsidi negatif. Subsidi positif merupakan pembiayaan dari pemerintah

sedangkan subsidi negatif berupa pembiayaan kepada pemerintah berupa pajak.

Kebijakan perdagangan dalam negeri adalah pembatasan yang diterapkan pada

impor atau ekspor terhadap suatu komoditi tertentu melalui pemberlakuan kuota

atau tarif. Pemberian kuota atau tarif dimaksudkan untuk menurunkan kuantitas

barang yang diperdagangkan secara internasional dan untuk menciptakan

perbedaan harga suatu komoditi pada pasar domestik dengan pasar internasional.

Kebijakan perdagangan dapat dibagi menjadi dua, yaitu kebijakan ekspor dan

kebijakan impor. Kebijakan ekspor dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi

konsumen dalam negeri apabila harga domestik lebih rendah dibandingkan

dengan harga di pasar dunia. Kebijakan ini dapat dilakukan berupa penerapan

pajak ekspor. Sedangkan kebijakan impor dilakukan untuk melindungi produsen

Page 37: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

22

dalam negeri apabila harga domestik lebih tinggi dari pada harga di pasar dunia.

Kebijakan ini dapat dilakukan berupa pengenaan tarif impor dan kuota impor.

Setiap kebijakan pemerintah baik kebijakan subsidi maupun kebijakan

perdagangan akan berdampak pada output maupun input suatu komoditi yang

diproduksi oleh suatu negara yang pada akhirnya akan mempengaruhi daya saing

komoditas tersebut di pasar internasional.

2.6.1. Kebijakan Pemerintah pada Harga Output

Intervensi pemerintah pada harga output dibagi menjadi delapan tipe

kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan perdagangan (Monke and Pearson,

1989). Klasifikasi dari kebijakan harga komoditas tersebut dapat dilihat dari Tabel

2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi Kebijakan Harga Komoditas Instrumen Dampak terhadap Produsen Dampak terhadap

Konsumen

Kebijakan Subsidi

Tidak merubah harga pasar

dalam negeri.

Menrubah harga pasar

dalam negeri.

Subsidi Pada Produsen

Pada barang-barang

subtitusi impor (S+PI ; S-

PI)

Pada barang-barang orientasi ekspor (S+PE ;

S-PE)

Subsidi Pada Konsumen

Pada barang-barang

subtitusi impor (S+CI ;

S-CI)

Pada barang-barang orientasi ekspor (S+CE ;

S-CE)

Kebijakan Perdagangan

seluruhnya merubah harga

pasar dalam negeri

Hambatab pada barang impor

(TPI)

Hambatan pada barang

ekspor (TCE)

Sumber : Monke and Pearson (1989) Keterangan :

S + = Subsidi

S - = Pajak

PE = Produsen barang orientasi ekspor

PI = Produsen barang subtitusi impor CE = Konsumen barang orientasi ekspor

CI = Konsumen barang subtitusi impor

TCE = Hambatan barang ekspor

TPI = Hambatan barang impor

Page 38: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

23

Tabel. 2.1 menjelaskan bahwa terdapat dua instrumen kebijakan harga

output, yaitu kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan dalam negeri. Subsidi

adalah pembayaran yang dilakukan dari atau untuk pemerintah. Pembayaran yang

dilakukan dari pemerintah merupakan subsidi positif sedangkan pembayaran yang

dilakukan untuk pemerintah, misalnya pajak adalah subsidi negatif. Kebijakan

penerapan subsidi (positif atau negatif) pada dasarnya untuk melindungi produsen

dan konsumen dalam negeri dengan cara menciptakan perbedaan harga domestik

dengan harga internasional.

Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang dilakukan pada ekspor

atau impor suatu komoditi. Pembatasan yang dilakukan dapat berupa penerapan

tarif atau biaya terhadap suatu komoditi yang di ekspor ataupun diimpor atau

dengan pembatasan kuantitas (jumlah) komoditi yang akan diekspor ataupun

diimpor. Kebijakan impor dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri,

misalnya dengan pemberlakuan tarif impor maupun pembatasan kuantitas (kuota

impor) karena harga domestik lebih tinggi daripada harga di pasar dunia,

sedangkan kebijakan ekspor dilakukan untuk melindungi konsumen dalam negeri

karena harga domestik lebih rendah dibandingkan harga di pasar dunia.

Kebijakan subsidi dan kebijakan perdagangan mempunyai perbedaan

pada tiga aspek, yaitu implikasi pada anggaran pemerintah, tipe alternatif

kebijakan, dan tingkat kemampuan penerapan (Monke and Pearson, 1989).

a. Implikasi pada Anggaran Pemerintah

Kebijakan subsidi berdampak pada anggaran pemerintah. Kebijakan

subsidi positif akan mengurangi anggaran pemerintah sedangkan kebijakan

Page 39: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

24

subsidi negatif akan menambah anggaran pemerintah. Akan tetapi kebijakan

perdagangan tidak memiliki dampak terhadap kebijakan pemerintah.

b. Tipe Alternatif Kebijakan

Terdapat delapan tipe alternatif kebijakan subsidi untuk produsen dan

konsumen pada barang orientasi ekspor dan barang subtitusi impor, yaitu:

a) Subsidi positif kepada produsen barang subtitusi impor (S+PI)

b) Subsidi positif kepada produsen barang orientasi ekspor (S+PE)

c) Subsidi negatif kepada produsen barang subtitusi impor (S-PI)

d) Subsidi negatif kepada produsen barang orientasi ekspor (S-PE)

e) Subsidi positif kepada konsumen barang subtitusi impor (S+CI)

f) Subsidi positif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S+CE)

g) Subsidi negatif kepada konsumen barang subtitusi impor (S-CI)

h) Subsidi negatif kepada konsumen barang orientasi ekspor (S-CE)

Subsidi positif yang diterapkan pada produsen maupun konsumen akan

membuat harga yang diterima produsen menjadi lebih tinggi dan lebih rendah

demikian juga bagi konsumen, sedangkan penerapan subsidi negatif akan

membuat harga yang diterima produsen menjadi lebih rendah dan harga yang

diterima konsumen menjadi lebih tinggi.

Kebijakan perdagangan terdapat dua alternatif kebijakan, yaitu:

a) Hambatan perdagangan pada barang impor

b) Hambatan perdagangan pada barang ekspor

c. Tingkat Kemampuan Penerapan

Kebijakan perdagangan hanya dapat diterapkan pada komoditi yang

tradable atau komoditi yang diekspor dan diimpor. Sedangkan kebijakan subsidi

Page 40: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

25

dapat diterapkan untuk setiap komoditi baik komoditi yang tradable maupun

komoditi yang non tradable.

2.6.2. Kebijakan Pemerintah pada Harga Input

Kebijakan pemerintah juga diterapkan pada input yang dapat

diperdagangkan (tradable) maupun input yang tidak dapat diperdagangkan (non

tradable). Intervensi pemerintah berupa kebijakan subsidi baik positif maupun

negatif dapat mempengaruhi input tradable namun kebijakan hambatan

perdagangan tidak diterapkan pada input domstik (non tradable) karena input

domestik (non tradable) hanya diterapkan pada komoditas yang diproduksi dan

dikonsumsi di dalam negeri.

1. Kebijakan Input Tradable

P S1 P S

S C S1

A C A B

Pw Pw

B D

Q2 Q1 Q Q1 Q2 Q

(a) S - II (b) S + II Keterangan :

S – II = Pajak untuk Input Impor

S + II = Subsidi untuk Input Impor

Pw = Harga Pasar Dunia

Sumber : Monke and Pearson (1989)

Gambar 2.1 Subsidi dan Pajak pada Input Tradable

Page 41: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

26

Kebijakan subsidi atau pajak dan kebijakan perdagangan dapat

diterapkan pada input tradable. Pengaruh subsidi dan pajak pada input tradable

dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Gambar 2.1 (a) menunjukkan adanya

pengaruh pajak pada input tradable yang menyebabkan terjadinya peningkatan

biaya produksi sehingga pada tingkat harga output yang sama terjadi penurunan

permintaan domestik dari Q1 ke Q2 dan kurva penawaran bergeser ke kiri atas.

Efisiensi ekonomi yang hilang adalah sebesar ABC, yang merupakan perbedaan

antara nilai output yang hilang Q1CAQ2 dengan biaya produksi untuk

menghasilkan output tersebut sebesar Q2BCQ1.

Gambar 2.1 (b) menunjukkan dampak subsidi pada input tradable yang

digunakan. Harga yang berlaku pada kondisi perdagangan bebas adalah sebesar

Pw dengan tingkat produksi yang dihasilkan sebesar Q1. Adanya kebijakan

subsidi pada input tradable menyebabkan harga input lebih murah dan biaya

produksi semakin rendah sehingga kurva penawaran bergeser ke kanan bawah

yang menyebabkan terjadinya peningkatan produksi dari Q1 menjadi Q2. Efisiensi

produksi yang hilang dari produksi adalah sebesar ABC yang merupakan

pengaruh perbedaan antara biaya produksi setelah output meningkat yaitu

Q1ACQ2 dengan penerimaan output yang meningkat yaitu Q1ABQ2.

2. Kebijakan Input Non Tradable

Kebijakan pemerintah berupa kebijakan perdagangan tidak dapat

diterapkan pada input non tradable katena input non tradable hanya diproduksi

dan dikonsumsi di dalam negeri. Kebijakan pemerintah yang diterapkan pada

input non tradable adalah kebijakan subsidi dan pajak. Kebijakan subsidi dan

Page 42: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

27

pajak yang diterapkan pemerintah pada input non tradable dapat dilihat dari

ilustrasi pada Gambar 2.2.

P C S P S

Pc Pp C

Pd B A

Pd A B

Pp

D Pc E

Pp’ D

Q3 Q2 Q1 Q Q1 Q2 Q

(a) S – N (b) S + N

Keterangan :

S – N = Pajak untuk Barang Non Tradable

S + N = Subsidi untuk Barang Non Tradable Sumber : Monke dan Pearson (1989)

Gambar 2.2 Pajak dan Subsidi pada Input Non Tradable

Harga sebelum ditetapkannya pajak dan subsidi berada pada tingkat Pd.

Harga pada tingkat konsumen setelah diberlakukannya pajak dan subsidi adalah

sebesar Pc sedangkan Pp adalah harga pada tingkat produsen setelah

diberlakukannya pajak dan subsidi. Pada gambar 2.2 (a) dapat dilihat bahwa

sebelum diberlakukan pajak terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari

permintaan dan penawaran input non tradable berada pada Pd dan Q1. Harga di

tingkat produsen turun menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen naik

menjadi Pc karena adanya pajak input non tradable. Dengan adanya pajak (Pc-Pd)

menyebabkan produksi mengalami pnurunan menjadi Q2. Efisiensi ekonomi dari

produsen yang hilang sebesar BEA dan dari konsumen yang hialng sebesar BCA.

Page 43: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

28

Gambar 2.2 (b) menunjukkan bahwa sebelum diberlakukan subsidi

terhadap input, harga dan jumlah keseimbangan dari perminaan dan penawaran,

input non tradable berada pada Pd dan Q1. Produk yang dihasilkan mengalami

peningkatan menjadi Q2 akibat adanya kebijakan subsidi. Harga yang diterima

produsen menjadi labih tinggi yaitu sebesar Pp dan harga yang dibayarkan oleh

konsumen menjadi lebih rendah yaitu sebesar Pc. Efisiensi ekonomi yang hilang

dari produsen sebesar ABC sedangkan dari konsumen sebesar ABE. Kehilangan

efisiensi dapat dilihat dari perbandingan antara peningkatan nilai output dengan

meningkatnya ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk

membayar.

2.7 Penentuan Harga Bayangan

Harga bayangan adalah sebagian harga yang terjadi dalam perekonomian

pada keadaan persaingan sempurna dan kondisinya dalam keadaan keseimbangan

(Gittinger, 1982). Untuk memperoleh nilai yang mendekati biaya imbangan atau

harga sosial perlu dilakukan penyesuaian terhadap harga pasar yang berlaku. Hal

ini dikarenakan sulit ditemukannya kondisi biaya imbangan sama dengan harga

pasar. Alasan penggunaan harga bayangan adalah sebagai berikut :

a. Harga bayangan tidak mencerminkan korbanan yang dikeluarkan jika

sumber daya tersebut dipakai untuk kegiatan lainnya,

b. Harga yang berlaku dipasar tidak menunjukkan apa yang sebenarnya

diperoleh masyarakat melalui suatu produksi dari aktivitas tersebut.

Page 44: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

29

2.8 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan suatu alat analisis yang digunakan secara

sistematis untuk menguji perubahan dari suatu kelayakan ekonomi (proyek) bila

terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat dalam

perecanaan. Bila terjadi suatu kesalahan dalam perhitungan biaya dan manfaat

dapat di evaluasi dengan mengunakan analisis sensitivitas. Hal ini dikarenakan

tujuan dari analisis sensitivitas adalah untuk melihat bagaimana perubahan hasil

suatu kegiatan ekonomi. Menurut Kadariah (1988), analisa sensitivitas dilakukan

dengan beberapa cara diantaranya : (1) mengubah besarnya variabel-variabel yang

penting, masing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu

persentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap

perubahan-perubahan tersebut dan (2) menentukan dengan berapa suatu harus

berubah sampai hasil perhitungan yang membuat proyek tidak dapat diterima.

2.9 Teori Matriks Kebijakan

Policy Analysis Matrix (PAM) atau Matriks Kebijakan digunakan untuk

menganalisis pengaruh intervensi pemerintah dan dampaknya pada sistem

komoditas. Sistem komoditas yang dapat dipengaruhi meliputi empat aktivitas,

yaitu tingkat usaha tani (farm production), penyampaian dari usaha tani ke

pengolah, pengolahan serta pemasaran (Monke and Pearson, 1989).

Perhitungan dengan menggunakan matriks kebijakan dapat dilakukan

secara keseluruhan, sistematis, dan dengan output yang beragam. Kelebihan

model PAM ini adalah selain diperoleh koefisien DRCR (Domestic Resource Cost

Page 45: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

30

Ratio) sebagai indikator keunggulan komparatif, analisis ini juga dapat

menghasilkan beberapa indikator lain yang berkait dengan variabel daya saing,

seperti PCR (Private Cost Ratio) untuk menilai keunggulan kompetitif, NPCO

(Nominal Protection Coefficient on tradable Output), NPCI (Nominal Protection

Coefficient on tradable Inputs), EPC (Effective Protection Coefficient), PC

(Protitability Coeffisient), dan SRP (Subsidy Ratio to Producers). Untuk

mendapatkan nilai-nilai koefisien tersebut, setiap unit biaya (input), output, dan

keuntungan dikelompokkan ke dalam harga pasar (privat) dan harga sosial. Dari

selisih perhitungan berdasarkan kedua kelompok harga tersebut diperoleh angka

transfer untuk menilai dampak dari penerapan kebijakan pemerintah yang berlaku

pada usahaternak sapi perah dan mengukur dampak dari adanya kegagalan

(failure) pasar.

Indikator daya saing meliputi: (1) PCR (Private Cost Ratio) atau RBP

(rasio biaya privat) dan (2) DRCR (Domestic Resource Cost Ratio) atau BSD

(Biaya imbangan sumberdaya domestik). Rasio biaya privat adalah rasio biaya

domestik terhadap nilai tambah dalam harga privat. Nilai PCR mencerminkan

efisiensi finansial. Apabila nilai PCR<1 dan makin kecil, maka aktivitas ekonomi

efisien secara finansial dan kemampuan itu meningkat. Rasio biaya sumberdaya

domestik merupakan indikator kemampuan sistem komoditas membiayai biaya

faktor domestik pada harga sosial. Apabila DRCR<1 dan makin kecil, maka

aktivitas ekonomi efisien secara ekonomik dalam pemanfaatan sumberdaya

domestik untuk menghemat satu-satuan devisa dan kemampuannya meningkat.

Page 46: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

31

Sebaliknya DRCR>1, maka permintaan domestik lebih menguntungkan dengan

melakukan impor.

Pada dasarnya langkah perhitungan PAM terdiri atas empat tahap: (1)

penentuan masukan-keluaran fisik secara lengkap dari aktivitas ekonomi yang

akan dianalisis; (2) penaksiran harga bayangan (shadow price) dari masukan dan

keluaran; (3) pemisahan seluruh biaya kedalam komponen domestik dan asing,

serta menghitung besarnya penerimaan, dan (4) menghitung dan menganalisis

berbagai indikator yang bisa dihasilkan oleh PAM. Guna menganalisis daya saing

dan dampak kebijaksanaan pemerintah digunakan alat analisis Policy Analysis

Matrix, seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tabel Analisis Matriks Kebijakan

Uraian Penerimaan Biaya

Keuntungan Input Tradable Faktor Domestik

Privat A B C D

Ekonomi E F G H

Efek Divergensi I J K L

Sumber : Pearson et al (2005)

Keterangan : Penerimaan Privat (A) Biaya Input Domestik Sosial (G)

Biaya Input Tradable Privat (B) Keuntungan Sosial (H) = E - (F + G)

Biaya Input Domestik Privat (C) Transfer Output (I) = (A) - (E) Keuntungan Privat (D) = A - (B + C) Transfer Input (J) = (B) - (F)

Penerimaan Sosial (E) Transfer Factor (K) = (C) - (G)

Biaya Input Tradable Sosial (F) Transfer Bersih (L) = (D) - (H)=I - (J + K)

Rasio biaya private (PCR) = C / (A-B)

Rasio biaya sumberdaya domestik (DRCR) = G / (E-F)

Koefisien proteksi output nominal (NPCO) = A/E

Koefisien proteksi input nominal (NPCI) = B / F

Koefisien proteksi efektif (EPC) = (A-B) / (E-F)

Koefisien keuntungan (PC) = D / H

Rasio subsidi untuk produsen (SRP) = L / E

Matrik PAM terdiri dari tiga baris dan empat kolom. Baris pertama untuk

mengestimasi keuntungan privat, baris kedua untuk mengestimasi keunggulan

ekonomi dan daya saing (keunggulan komparatif) atau efisiensi, dan baris ketiga

Page 47: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

32

merupakan selisih antara baris pertama dengan baris kedua yang menggambarkan

divergensi. Untuk kolom pertama merupakan kolom penerimaan, kolom kedua

merupakan kolom biaya input tradable, kolom ketiga merupakan kolom biaya

input non tradable dan kolom keempat merupakan kolom keuntungan yang

merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya.

2.10 Penelitian Terdahulu

Kuraisin (2006) tentang Analisis Daya Saing dan Dampak Perubahan

Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditi Susu Sapi (Kasus di Desa Tajur Halang,

Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor) dengan menggunakan metode analisis

Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analisis didapatkan bahwa pada ketiga skala

usahaternak sapi perah yang ada di Desa Tajurhalang menguntungkan secara

finansial dan secara ekonomi dengan ada atau tidak adanya kebijakan pemerintah.

Kebijakan pemerintah yang diterapkan pada komoditas susu menyebabkan surplus

produsen berkurang dimana keuntungan privat yang didapatkan lebih kecil

daripada keuntungan sosial dan tidak memberikan proteksi yang positif.

Kebijakan pemerintah berupa pengurangan subsidi pakan ternak dan obat-obatan

membuat peternak tidak memperoleh insentif bagi peningkatan skala usahanya.

Nilai kebijakan tarif impor susu sangat rendah yaitu sebesar 5 persen, sehingga

meningkatkan jumlah impor susu oleh IPS. Hasil analisis sensitivitas terjadi

peningkatan harga pakan ternak sebesar 30 persen, penurunan harga susu sebesar

5 persen, dan pada hasil analisis sensitivitas gabungan menunjukkan bahwa usaha

tani sapi perah pada ketiga skala usaha memiliki keunggulan kompetitif dan

keunggulan komparatif.

Page 48: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

33

Siregar (2009) tentang Analisis Dampak Penghapusan Tarif Impor Susu

terhadap Daya Saing Komoditi Susu Sapi Lokal (Studi Kasus: Peternak Anggota

TPK Cibedug, KPSBU Jawa Barat). Metode pengolahan dan analisis yang

digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil analisis PAM

menunjukkan bahwa TPK Cibedug, KPSBU Jawa Barat memiliki daya saing

secara finansial maupun ekonomi dalam menghasilkan susu sapi segar walaupun

dalam keadaan tarif impor susu sebesar nol persen. Nilai keuntungan privat lebih

besar dari nol yaitu Rp 604,35 per liter dan keuntungan sosial sebesar Rp 1.058,20

per liter. Selain itu pengusahaan sapi perah tersebut juga memiliki keunggulan

kompetitif dan keunggulan komparatif dilihat dari nilai DRC lebih kecil dari satu

yaitu 0,66 dan PCR sebesar 0,78. Dalam analisis sensitivitas di dapatkan hasil

adanya penghapusan tarif impor susu menyebabkan berkurangnya daya saing

komoditi susu sapi lokal. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nilai PCR dan

DRC yang mengindikasikan adanya penurunan nilai keunggulan komparatif dan

kompetitif.

Pratama (2010) tentang Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

Pemerintah terhadap Komoditas Susu Sapi Perah (Studi Kasus Anggota Koperasi

Peternak Garut Selatan, Jawa Barat). Metode analisis yang digunakan adalah

Policy Analysis Matrix (PAM). Dari hasil perhitungan menggunakan metode

PAM, usahaternak sapi perah memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif.

Usahaternak sapi perah memiliki penerimaan privat dalam memproduksi susu

segar adalah sebesar Rp 787,9 per liter susu dan keuntungan sosial sebesar Rp

1.706,5 per liter. Akan tetapi, dari hasil analisis menunjukkan adanya divergensi

Page 49: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

34

yang menjelaskan bahwa ada penyimpangan, sehingga peternak mendapatkan

hasil dari kegagalan tersebut baik kegagalan di pasar input maupun kegagalan si

pasar output. Berdasarkan hasil analisis perbulan, usahaternak sapi perah

mengntungkan baik secara finansial maupun ekonomi. Analisis sensitivitas

menunjukkan adanya kebijakan penghapusan tarif impor susu dari lima persen

menjadi nol persen menurunkan keuntungan privat dan sosial. Hal ini

menyebabkan adanya penurunan daya saing komoditi susu sapi lokal baik dari

aspek keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.

Sunandar (2007) tentang Analisis dan Dampak Kebijakan Pemerintah

terhadap Pengusahaan Komoditi Tanaman Karet Alam (kasus di Kecamatan

Cambai, Kota Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan). Metode analisis yang

digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). Dari hasil analisis karet alam

memiliki keunggulan kompetitif dan keuntungan finansial karena nilai

keuntungannya positif. Hal ini ditunjukkan dengan hasil PCR sebesar 0,43 dan

keuntungan privat sebesar Rp 6.903,94 per kilogram. Selain itu keunggulan

komparatif dengan nilai DRC sebesar 0,77 dan nilai keuntungan sosial yang

positif, yaitu sebesar Rp 2.791,39 per kilogram. Hasil analisis sensitivitas

menunjukkan dengan adanya perubahan harga output yang menurun sebesar 6

persen akan menaikkan harag input pupuk sebesar 6 persen dan dari hasil analisis

gabungan menujukkan bahwa pengusahaan komoditi tanaman karet alam

memiliki daya saing.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada

penelitian ini dilakukan dengan membagi usaha ternak pada ketiga skala usaha

Page 50: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

35

berdasarkan kepemilikan sapi perah (laktasi). Peternak dengan kepemilikan sapi

laktasi satu hingga tiga ekor termasuk kedalam skala usaha kecil, skala usaha

menengah memiliki kepemilikan sapi laktasi empat hingga tujuh ekor dan skala

usaha besar memiliki sapi laktasi lebih dari tujuh ekor. Penelitian ini dilakukan

pada saat adanya kebijakan penetapan tarif impor lima persen oleh pemerintah,

selain itu lokasi serta waktu penelitian berbeda.

2.11 Kerangka Pemikiran Operasional

Susu merupakan salah satu komoditi hasil peternakan yang tingkat

konsumsinya tinggi yaitu mencapai 8.90 kg/kapita/tahun pada tahun 2009.

Tingginya konsumsi susu di Indonesia meningkatkan permintaan susu dalam

negeri. Peningkatan permintaan susu dalam negeri tidak dapat dipenuhi oleh

produksi dalam negeri. Hal ini menyebabkan Indonesia harus melakukan impor

susu dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan susu nasional. Walaupun harga

susu impor jauh lebih tinggi dibanding harga Susu Segar Dalam Negeri (SSDN),

banyak konsumen, terutama konsumen industri memilih untuk mendapatkan susu

dari luar negeri. Tingginya harga susu impor tidak dapat merubah preferensi

perusahaan atau konsumen untuk mengalihkan konsumsi susu ke produsen atau

koperasi dalam negeri. Jumlah impor susu sapi sekitar 70 persen (GKSI, 2008),

hal ini dikarenakan kualitas susu lokal jauh lebih rendah bila dibandingkan susu

impor.

Rendahnya daya saing usahaternak sapi perah saat ini disebabkan karena

berbagai kendala, diantaranya rendahnya kualitas SDM peternak, permasalahan

Page 51: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

36

teknis, masalah permodalan, dan masalah sosial kelembagaan. Rendahnya daya

saing tersebut bedampak pada jumlah dan kualitas susu yang dihasilkan dari

usahaternak sapi perah. Salah satu pengembangan usahaternak sapi perah berada

di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK). KUNAK yang berada dibawah KPS

Bogor merupakan salah satu sentra penghasil susu terbesar di wilayah Kabupaten

Bogor. Peternak yang berada dikawasan KUNAK mengembangkan usahaternak

sapi perah yang terbagi kedalam tiga skala usaha yaitu peternak yang memiliki

jumlah sapi laktasi kurang dari tiga ekor, peternak yang memiliki jumlah sapi

laktasi tiga sampai tujuh ekor, dan peternak yang memiliki sapi laktasi lebih dari

tujuh ekor. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat daya saing

susu yang dihasilkan oleh peternak sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan

(KUNAK).

Pemerintah perlu meningkatkan daya saing usahaternak sapi perah dengan

meningkatkan insentif bagi peternak dan koperasi. Pemerintah perlu

mengeluarkan kebijakan yang mendukung usahaternak sapi perah dan mendukung

keberlanjutan koperasi susu sapi perah, misalnya pemberian subsidi pakan, obat-

obatan dan pemberian kredit. Namun, sejak tahun 2000 pemerintah telah

mengurangi kebijakan pemberian subsidi pakan dan obat-obatan. Kebijakan

pemberian kredit kepada peternak juga mengalami kendala karena tingkat suku

bunga kredit yang tinggi sehingga memberatkan peternak. Kebijakan Pemerintah

yang dianalisis dalam penelitian ini adalah dampak kebijakan dari Penetapan Tarif

Bea Masuk Atas Impor Produk-Produk Susu Tertentu sesuai dengani peraturan

menteri keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.011/2009 . Pemerintah melakukan

Page 52: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

37

intervensi mengenai bea masuk bahan baku susu impor. Dalam PMK ini

dijelaskan bahwa dalam rangka mendukung pengembangan industri susu di dalam

negeri perlu dilakukan perubahan tarif bea masuk (BM) atas impor produk-produk

susu tertentu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa tarif

BM atas impor produk-produk susu tertentu sebesar 5 persen yang meliputi

produk susu mentega, susu dan kepala susu dikentalkan, yoghurt, kefir dan susu

serta kepala susu diragi atau diasamkan lainnya dan yang dipekatkan atau tidak.

Penelitian ini dilakukan untuk mengukur daya saing usahaternak sapi

perah. Penilaian daya saing dilakukan dengan menggunakan analisis Matriks

PAM. Dalam Matriks PAM dilakukan secara finansial dan ekonomi. Penggunaan

PAM (Policy Analysis Matrix) untuk menganalisis beberapa komponen yaitu

keunggulan kompetitif (Rasio Biaya Privat/PCR), keunggulan komparatif (Biaya

Sumberdaya Domestik/ DRC), dan dampak kebijakan pemerintah yaitu, kebijakan

input (IT, FT, dan NPCI), kebijakan output (OT, dan NPCO) dan kebijakan input-

output (NT, EPC, PC, dan SRP). Setelah melakukan analisis PAM tahapan

analisis selanjutnya adalah analisis sensitivitas untuk mengetahui perubahan

keunggulan komparatif dan kompetitif dari usahaternak sapi perah. Analisis

sensitivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada saat terjadi

penurunan tarif impor lima persen dan saat terjadi penetapan tarif impor 15

persen. Ringkasan proses penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Page 53: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

38

Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Daya saing usahaternak sapi perah yang rendah

Kendala :

Kualitas SDM peternak

Permasalahan teknis dan

ekonomis

Permasalahan permodalan

kelembagaan

Hasil Akhir

Gambaran daya saing dan kinerja usahaternak sapi perah

di Kawasan Peternakan (KUNAK)

Dampak kebijakan pemerintah terhadap pengembangan

usahaternak sapi perah di KUNAK

Analisis Sensitivitas

Matriks Analisis Kebijakan

(PAM)

Dampak kebijakan pemerintah

Kebijakan input

Kebijakan output

Kebijakan input-output

Keunggulan komparatif

Keuntungan sosial

Biaya sumberdaya

domestik (DRC)

Keunggulan kompetitif

Keuntungan privat

Rasio biaya privat

(PCR)

Kebijakan tarif impor 5% berdasarkan

PMK Nomor 101/PMK.011/2009

Jumlah produksi dalam negeri tidak dapat

memenuhi permintaan susu dalam negeri

dan adanya persaingan dengan susu impor

Berbagai kendala dalam

pengembangan usahaternak sapi perah

di Kawasan Peternakan (KUNAK)

Page 54: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

39

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah kerja Koperasi Produksi Susu dan

Usaha Peternakan (KPS Bogor) KUNAK, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian difokuskan pada anggota koperasi

tersebut yang tersebar pada tiga desa, yaitu Desa Pamijahan, Desa Pasarean, dan

Desa Situ Udik. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

dan melalui beberapa pertimbangan diantaranya : (1) KPS Bogor KUNAK

merupakan lokasi kumpulan peternak sapi perah yang ada di Kabupaten Bogor,

(2) Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan Pamijahan merupakan sentra

penghasil susu yang potensial di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Februari sampai Mei 2011 yang meliputi survei lokasi penelitian,

penyusunan rencana kegiatan, pengumpulan data hingga penyusunan skripsi.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer meliputi jumlah produksi, biaya produksi, total penerimaan

usaha peternakan sapi perah anggota peternak KPS Bogor KUNAK. Data primer

didapatkan dari hasil pengamatan, pengisisan kuisioner dan wawancara secara

langsung kepada pihak peternak dan pihak-pihak terkait lainnya seperti penjual

susu, pegawai atau pengurus KPS Bogor dan KPS Bogor KUNAK dan warga

sekitar Kawasan Usaha Peternakan. Data sekunder yang digunakan adalah data

Page 55: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

40

input output fisik usahaternak sapi perah, harga finansial dan ekonomi input

output usaha sapi perah, struktur ongkos usaha sapi perah dan data pendukung

lainnya yang diperoleh melalui fasilitas internet. Data sekunder yang digunakan

pada penelitian ini adalah data yang berasal dari beberapa instansi yang terkait

dengan objek penelitian seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jendral

Peternakan, Gabungan Koperasi Susu (GKSI), dan studi pustaka melalui

pengumpulan data yang berasal dari literatur dan buku-buku. Untuk input output

yang dapat diperdagangkan secara internasional, harga sosial dapat dihitung

berdasarkan harga perdagangan internasional. Untuk komoditas yang diimpor

dipakai harga CIF (Cost, Insurance and Freight) sedangkan untuk menghitung

harga sosial input non tradable digunakan harga imbangannya (opportunity cost).

3.3 Metode Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini responden yang diteliti adalah para peternak dari

usaha peternakan sapi perah anggota KPS Bogor yang berada di Kawasan Usaha

Peternakan (KUNAK). Responden yang diambil adalah para peternak yang

berasal dari enam kelompok peternak, diantaranya kelompok peternak bersih,

segar, tertib, mandiri, indah dan aman. Jumlah responden yang diteliti yaitu

sebanyak 30 orang peternak yang dipilih berdasarkan metode sensus. Penentuan

jumlah responden didasarkan pada karateristik responden sebagai pemilik

usahaternak tersebut. Penentuan jumlah responden peternak sapi perah terkait

dengan keadaan dari populasi yang bersifat homogen dalam hal struktur biaya

usaha ternak rakyat, sehingga jumlah 30 orang sampel dianggap sudah mewakili

Page 56: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

41

karateristik dan keragaman struktur biaya usahaternak sapi perah anggota KPS

Bogor KUNAK.

3.4 Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif dan analisis

kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk menginterpretasi data

yang diperoleh, sedagkan analisis kuantitatif dilakukan dengan cara pengumpulan

data, lalu dilakuakan pengolahan data sehingga dapat diperoleh suatu data yang

valid yang disederhanakan dalam bentuk tabulasi. Analisis deskriptif kualitatif

dan analisis kuatitatif dengan menggunakan metode Policy Analysis Matrix

(PAM). Dalam pengolahan data, data diolah menggunakan program Microsoft

Excel dan Tabel Input Output Indonesia tahun 2000 untuk mengalokasikan biaya

dan komponen tradable dan non-tradable. Pengolahan data dengan menggunakan

metode PAM harus malalui beberapa tahapan, yaitu (1) dalam membangun model

PAM harus dilakukan penentuan input usaha peternakan sapi perah, (2)

pengalokasian input kedalam komponen tradable dan non tradable, (3) penentuan

harga bayangan input dan output produksi.

3.4.1. Menentukan Input dan Output

Dalam penelitian ini, input yang diperhitungkan adalah semua komponen

input yang digunakan dalam proses produksi. Komponen input tersebut antara

lain: pakan ternak, obat-obatan, tenaga kerja, peralatan, lahan, pajak, biaya air,

biaya listrik dan biaya tataniaga. Output yang dihasilkan berupa susu segar yang

siap dijual.

Page 57: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

42

3.4.2. Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing

Komponen biaya yang dikeluarkan selama proses produksi terdiri dari

komponen biaya domestik dan biaya asing. Pengalokasikan biaya menjadi

komponen domestik dan asing dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu

Pendekatan Langsung (Direct Approach) dan Pendekatan Total (Total Approach)

(Monke dan Pearson, 1989). Pada penelitian ini digunakan pendekatan total untuk

mengalokasikan biaya komponen domestik (nontradable) dan asing (tradable).

Pendekatan total mengasumsikan setiap biaya input tradable dibagi ke dalam

komponen biaya domestik dan asing serta dipergunakan apabila produsen lokal

dilindungi. Dalam penelitian ini input yang digunakan termasuk kedalam

komponen tradable adalah pakan konsentrat, obat-obatan serta biaya tataniaga,

sedangkan untuk komponen input non-tradable yaitu pakan hijauan, ampas tahu,

tenaga kerja, sewa lahan, biaya air dan listrik, peralatan dan input lainnya sesuai

dengan pengunaan tabel Input Output 2000.

3.4.3. Alokasi Biaya Produksi

Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan

suatu komoditi atau produk baik secara tunai maupun diperhitungkan.

Pengalokasian biaya produksi ke dalam komponen asing (tradable) atau

komponen domestik (nontradable) ditentukan berdasarkan jenis input, penilaian

biaya input tradable dan nontradable dalam biaya total input (Pearson et al.,

2005). Input-input tradable seperti pakan konsentrat, obat-obatan, dan biaya tata

niaga digolongkan ke dalam komponen biaya asing. Input-input nontradable

seperti pakan hijauan, ampas tahu, tenaga kerja, peralatan, dan biaya lainnya

Page 58: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

43

digolongkan ke dalam komponen biaya domestik. Tenaga kerja pertanian

dianggap homogen, karena semua dianggap sebagai tenaga kerja tidak terampil,

dan tidak ada perbedaan upah antara tenaga kerja pria dan wanita. Tenaga kerja

dibedakan antara tenaga kerja keluarga dan non-keluarga yang berpengaruh

terhadap perbedaan tingkat upah. Biaya tenaga kerja dihitung per Hari Orang

Kerja (HOK) dengan satu HOK adalah delapan jam kerja dan memiliki upah yang

berbeda-beda. Upah yang dibeikan kepada tenaga kerja adalah berupa upah

bulanan.

3.4.4. Alokasi Biaya Tataniaga

Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau

kegunaan suatu barang akibat perubahan kegunaan tempat, kegunaan bentuk, dan

kegunaan waktu (Gittinger, 1986). Biaya tataniaga dihitung dari seluruh biaya

tataniaga dari daerah produsen hingga ke konsumen, atau dari daerah produsen

sampai ke pelabuhan ekspor atau dari pelabuhan impor sampai ke konsumen.

3.4.5 Metode Analisis Harga Bayangan

Menurut Gitingger (1986), harga bayangan adalah sebagian harga yang

terjadi dalam perekonomian pada keadaan persaingan sempurna dan kondisinya

dalam keadaan keseimbangan. Namun pada kenyataannya kondisi biaya

imbangan sama dengan harga pasar sulit ditemukan. Oleh karena itu di perlukan

penyesuaian terlebih dahulu terhadap harga pasar yang berlaku untuk memperoleh

nilai yang mendekati biaya imbangan atau harga sosial.

Page 59: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

44

Alasan dari penggunaan harga bayangan, diantaranya :

a. Harga bayangan tidak mencerminkan korbanan yang dikeluarkan jika

sumber daya tersebut dipakai untuk kegiatan lainnya,

b. Harga yang berlaku dipasar tidak menunjukkan apa yang sebenarnya

diperoleh masyarakat melalui suatu produksi dari aktivitas tersebut.

3.4.5.1 Harga Bayangan Nilai Tukar

Harga bayangan nilai tukar dihitung berdasarkan metode Square dan Van

der Task. Penetapan nilai tukar rupiah didasarkan pada perkembangan nilai tukar

dollar. Metode tersebut dirumuskan sebagai berikut :

Dimana : SER = Nilai Tukar Bayangan (Rp/US $)

OER = Nilai Tukar Resmi (Rp/US $)

SCFt = Faktor Konversi Standar

Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan ekspor

ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut :

Dimana : SCFt = Faktor Konversi Standar untuk tahun ke-t

Mt = Nilai Impor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp)

Xt = Nilai Ekspor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp)

Tmt = Penerimaan Pemerintah dari Pajak Impor untuk tahun ke-t (Rp)

Txt = Penerimaan Pemerintah dari Pajak Ekspor untuk tahun ke-t (Rp)

Dengan menggunakan rataan kurs rupiah terhadap dollar AS (OER)

selama tahun 2010 senilai Rp. 9.034 /US$ pada tahun 2010 nilai SER adalah

sebesar Rp 9.073,71 dan nilai SCF adalah sebesar 99,56 persen.

Page 60: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

45

3.4.5.2 Harga Bayangan Output

Haraga perbatasan (border price) adalah harga yang digunakan sebagai

harga bayangan output. Komoditi susu sapi yang dihasilkan peternak di lokasi

penelitian merupakan subtitusi impor. Penghitungan mengenai harga bayangan

output pada penelitian ini adalah harga c.i.f (cost insurance freight) atau harga

bayangan untuk produk yang di impor. Harga c.i.f yang digunakan adalah harga

c.i.f di pelabuhan impor (pelabuhan Tanung Priok) karena posisi Indonesia

sebagai negara pengimpor untuk produk susu.

Harga bayangan dengan menggunakan harga c.i.f (cost insurance freight)

dikonversi terlebih dahulu menggunakan harga bayangan nilai tukar rupiah SER

(Shadow Exchange Rate) yang berlaku pada saat ini dengan biaya tata niaga untuk

produk yang diimpor tersebut. Rumus perhitungannya dapat ditulis sebagai

berikut [(c.i.f x SER) + biaya tata niaga]. Untuk menghitung harga susu dunia

setara dengan harga susu segar dalam negeri peneliti menggunakan formulasi

yang mengacu kepada Erwidodo dan Sayaka dalam Atien et al (2009). Formulasi

tersebut menggunakan pendekatan dimana harga susu dunia dihitung atas dasar

harga satu kilogram Full Cream Milk Powder (FCMP) setara dengan delapan

kilogram susu segar. Sekitar 80 persen biaya satu kilogram FCMP merupakan

biaya susu segar ditambah biaya tata niaga (biaya transportasi dan

handling/bongkar muat) dari pelabuhan sampai ke peternak yaitu sebesar 2,5

persen.

Perhitungan harga susu FCMP didasarkan pada data rata-rata harga susu

pada bulan Januari hingga Maret 2010 (International Dairy Product Prices,

Page 61: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

46

2010). Harga rata-rata susu FCMP per liter setelah dikonversi adalah sebesar Rp.

3.850,70, dimana harga tersebut sudah termasuk biaya pengapalan dan

administrasi. Harga bayangan susu yang digunakan adalah Rp. 3.946,97 per liter

susu, nilai tersebut diperoleh dari harga susu impor dikalikan dengan SER dan

ditambah 2.5 persen biaya tataniaga.

3.4.5.3 Harga Bayangan Input

1). Harga Bayangan Pakan Ternak

Pakan yang digunakan oleh para peternak dalam usahaternak sapi perah

dibagi dalam dua kelompok pakan yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat.

Selain itu terdapat jenis pakan tambahan yaitu ampas tahu. Pakan hijauan

merupakan pakan utama ruminansia karena melalui fermentasi di dalam rumen

oleh mikroba, serta dapat menyediakan energi untuk memenuhi kebutuhan hidup

pokok. Sementara pakan konsentrat adalah campuran bahan pakan yang kaya

energi dan protein, yang berguna untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas susu

sapi perah laktasi. Penyediaan bahan pakan sapi perah harus mempertimbangkan

faktor palatabilitas (tingkat kesukaan sapi), nilai nutrisi, ketersediaan dan tidak

bersaing dengan kebutuhan manusia, serta harga terjangkau.

Pakan hijau yang dibutuhkan oleh para peternak sapi sebagian besar

didapatkan di lahan-lahan terbuka. Jenis pakan hijau yang biasa digunakan

diantaranya berupa rumput-rumputan yang terdiri dari Rumput gajah (Pennisetum

purpureum), Rumput Raja (King grass), benggala (Pennisetum maximum), rumput

lapang dan BD (Brachiaria decumbens). Jenis pakan konsentrat dibeli peternak

Page 62: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

47

melalui koperasi. Pakan konsentrat mengandung kadar serat kasar yang rendah

dan mudah dicerna seperti, dedak, kedelai, bungkil kelapa, dan bungkil kacang.

Harga bayangan pakan yang terdiri dari pakan hijauan dan ampas tahu

ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Hal ini dikarenakan sejak

tahun 2000 subsidi untuk pakan sudah dicabut oleh pemerintah. Akan tetapi harga

bayangan konsentrat ditentukan berdasarkan harga pasar internasional yaitu harga

cif pakan ternak ditambah dengan biaya-biaya tata niaga lainnya.

2). Harga Bayangan Obat-obatan

Obat-obatan yang digunakan oleh para peternak diperoleh dari koperasi.

Jenis obat-obatan tersebut sebagian di produksi di Indonesia dan sebagian lagi di

impor dari luar negeri. Jenis obat-obatan yang digunakan dalam usahaternak sapi

perah yaitu mineral, vasselin, dan biosid. Sebagian obat-obatan bahan bakunya

masih didatangkan dari luar negeri, namun harga bayangan jenis obat-obatan yang

diimpor dari luar negeri didasarkan pada harga c.i.f (cost insurance freight).

Setelah itu dilakukan penyesuaian dengan melakukan penambahan atau

pengurangan biaya transportasi atau pemasaran.

3). Harga Bayangan Tenaga Kerja

Dalam pasar persaingan sempurna tingkat upah pasar mencerminkan

nilai produktivitas marginalnya (Gittinger, 1986). Tingkat upah memiliki nilai

yang berbeda untuk setiap kriteria tenaga kerja. Untuk tenaga kerja terdidik, upah

tenaga kerja bayangan sama dengan upah pasar (finansial) sedangkan untuk

tenaga kerja tidak terdidik, harga bayangan upahnya disesuaikan terhadap harga

Page 63: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

48

finansialnya dengan asumsi tenaga kerja tersebut belum bekerja sesuai dengan

tingkat produktivitasnya. Tenaga kerja yang digunakan oleh peternak dalam

membantu kegiatan usahatani adalah tenaga kerja tidak tetap dan pada umumnya

tidak terdidik. Penentuan harag bayangan tenaga kerja menggunakan pendekatan

perhitungan yang dilakukan Yudja (2001) dan Suryana (1980) dalam Emilya

(2001) yaitu sebesar 80 persen dari tingkat upah yang berlaku didaerah penelitian.

4). Harga Bayangan Lahan

Lahan merupakan suatu faktor produksi yang termasuk kedalam suatu

input non-tradable dalam suau sistem usahatani. Menurut Gittinger (1986), harga

bayangan lahan ditentukan berdasarkan nilai sewa lahan yang diperhitungkan tiap

musim tanam yang berlaku di masing-masing tempat. Sulit untuk mengukur nilai

dari suatu usahatani yang dilakukan dalam suatu lahan oleh karena itu penentuan

harga bayangan dilakukan berdasarkan oleh nilai sewa lahan tersebut.

5). Harga Bayangan Pajak

Dalam penelitian ini, harga bayangan pajak dikeluarkan dari penilaian

harga sosial. Oleh karena itu, harga finansial untuk pajak bumi dan bangunan

(PBB) dalam penelitian ini dihitung dalam waktu sebulan sedangkan harga

bayangannya tidak diperhitungkan. Hal ini dikarenakan pajak merupakan bagian

dari hasil neto proyek yang diserahkan kepada pemerintah untuk digunakan bagi

kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan, oleh karena itu tidak dianggap

sebagai biaya (Kadariah, 2001).

Page 64: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

49

6). Harga Bayangan Tataniaga

Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai

atau kegunaan suatu barang akibat perubahan kegunaan tempat, kegunaan bentuk,

dan kegunaan waktu (Gittinger, 1986). Perhitungan biaya tataniaga adalah seluruh

biaya tataniaga dari produsen hingga ke konsumen atau dari produsen hingga ke

pelabuhan ekspor atau dari pelabuhan impor hingga ke konsumen.

Biaya tataniaga yang dikeluarkan pada penelitian ini adalah biaya

pengangkutan pakan dari produsen hingga ke peternak dan biaya pengangkutan

susu dari peternak hingga ke koperasi. Harga bayangan tata niaga untuk biaya

pengangkutan pakan dan susu adalah dengan menggunakan harga pasar ditambah

dengan biaya subsidi dari Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 36,7 persen.

3.5 Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix)

Metode PAM (Policy Analysis Matrix) dikembangkan oleh Monke dan

Person sejak tahun 1987. Metode PAM membantu pengambil kebijakan baik di

pusat maupun di daerah untuk menelaah tiga isu sentral analisis kebijakan

pertanian. Isu pertama berkaitan dengan pertanyaan apakah sebuah sistem usaha

tani memiliki daya saing pada tingkat harga dan teknologi yang ada. Sebuah

kebijakan harga akan mengubah nilai output dan biaya input dan keuntungan

privat. Isu kedua adalah dampak investasi publik, dalam bentuk pembangunan

infrastruktur baru, terhadap tingkat efisiensi sistem usaha tani. Efisiensi diukur

dari tingkat sosial. Isu ketiga adalah dampak investasi baru dalam bentuk riset

atau teknologi pertanian terhadap tingkat efisiensi sistem usaha tani (Pearson, et

al, 2005). Oleh sebab itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Page 65: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

50

pendekatan keunggulan kompetitif dan komparitif model PAM dengan formulasi

seperti pada Tabel 2.2 pada bab sebelumnya.

Daya Saing Usahaternak Sapi Perah

1. Analisis Keuntungan Finansial dan Keuntungan Sosial

A. Private Profitability (Keuntungan Privat) (KP), D = A – (B + C)

Salah satu indikator yang menentukan daya saing industri adalah

besarnya keuntungan privat. Keuntungan privat adalah selisih dari

pendapatan privat dengan biaya privat yang sesungguhnya di bayarkan atau

diterima petani. Jika nilai keuntungan privat D > O maka usaha ini

mendapatkan nilai keuntungan di atas normal sehingga usaha ini secara

finansial layak untuk dilanjutkan. Sebaliknya jika nilai D < 0 maka kegiatan

usaha tidak menguntungkan ketika adanya suatu intervensi dari pemerintah

terhadap input atau output.

B. Social Profitability (Keuntungan Sosial) (KS), H = E – (F + G)

Keuntungan sosial adalah selisish antara penerimaan sosial dengan

biaya sosial yang dihitung dengan harga sosial. Sebuah negara akan

mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan mengedepankan

aktivitas-aktivitas yang menghasilkan keuntungan sosial yang tinggi

(Pearson, et al, 2005). Jika H > 0 maka usaha tersebut efisien dan

mempunyai keunggulan komparatif, sebaliknya jika nilai H < 0, usaha

tersebut tidak menguntungkan secara ekonomi maka usaha tersebut perlu

kebijakan pemerintah.

Page 66: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

51

2. Analisis Keunggulan Kompetitif (PCR) dan Keunggulan Komparatif

(DRCR)

A. Private Cost Ratio (Rasio Biaya Privat), (PCR) = C/ (A – B)

Nilai PCR menunjukkan nilai efisiensi suatu aktivitas ekonomi secara

finansial. Selain itu nilai PCR menunjukkan kemampuan suatu komoditi

membiayai faktor domestik pada harga privat. Jika nilai PCR < 1 berarti

bahwa untk meningkatkan nilai tambah output sebesar satu satuan

diperlukan tambahan biaya faktor domestik lebih kecil dari satu satuan. Hal

ini menunjukkan bahwa pengusahaan komoditi tersebut efisien secara

kompetitif pada saat ada kebijakan pemerintah. Hal ini berarti usaha

peternakan sapi perah efisien secara finansial karena usaha tersebut mampu

membiayai faktor domestiknya pada harga privat.

B. Domestic Resource Cost Ratio, ( DRCR) = G/ (E – F)

Nilai DRCR menunjukkan indikator kemampuan suatu sistem

komoditi membiayai faktor domestik pada biaya sosial dan menunjukkan

penggunaan sumber daya domestik dalam menghasilkan devisa. Nilai

DRCR < 1 maka suatu aktivitas ekonomi memiliki keunggulan komparatif,

yaitu usaha peternakan sapi perah efisien secara ekonomi dalam

pemanfaatan sumber daya domestik, sehingga permintaan domestik lebih

menguntungkan dengan peningkatan produksi domestik.

Page 67: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

52

I. Dampak Kebijakan Pemerintah

1. Kebijakan Output

A. Output Transfer (Transfer Output), (I) = A – E

Nilai I menunjukkan adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan

pada output sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan pada harga output

privat dan sosial. Jika I bernilai positif berarti terdapat transfer (insentif)

dari masyarakat/negara (konsumen) terhadap produsen atau ada transfer

sumber daya yang menambah keuntungan sistem. Hal ini berarti konsumen

membeli dari produsen dan mendapat harga yang lebih tinggi dari harga

sebenarnya, dan sebaliknya jika I bernilai negatif berarti konsumen membeli

dari produsen dan mendapat harga yang lebih rendah dari harga sebenarnya

atau ada transfer sumber daya yang mengurangi keuntungan sistem.

B. Nominal Protection Coefficient on Tradable Output (Koefisien

Proteksi Output Nominal), (NPCO) = A/E

NPCO adalah suatu rasio yang dibuat untuk mengukur output transfer.

Nilai NPCO menunjukkan seberapa besar harga output domestik (harga

privat) berbeda dengan harga sosial. Bila nilai NPCO > 1 berarti harga

output di pasar domestik lebih tinggi dari harga impor (atau ekspor) atau

berarti sistem mendapat suatu proteksi kebijakan. Sebaliknya jika nilai

NPCO < 1 berarti harga output di pasar domestik lebih rendah dari harga di

pasar dunia.

Page 68: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

53

2. Kebijakan Input

A. Input Transfer (Transfer Input), (J) = B – F

Transfer Input terjadi ketika terjadi perbedaan pada harga input

tradable yang menyebabkan biaya input tradable privat berbeda dengan

biaya sosialnya. Nilai J positif menyebabkan suatu implisit pajak atau

transfer sumber daya keluar dari sistem. Hal ini menunjukkan besarnya

transfer melalui penerapan tarif impor kepada produsen.

B. Nominal Protection Coefficient on Tradable Input (Koefisien

Proteksi Input Nominal), (NPCI) = B/F

NPCI merupakan rasio untuk mengukur transfer input tradable. NPCI

menunjukkan seberapa besar perbedaan harga domestik dari input tradable

dengan harga sosialnya. Jika nilai NPCI > 1 biaya input domestik lebih

mahal daripada biaya input pada tingkat harga dunia. Hal ini menunjukkan

adanya proteksi pada produsen input yang dapat menyebabkan kerugian

bagi sektor yang menggunakan input tersebut karena biaya produksi

menjadi lebih tinggi. Sebaliknya jika nilai NPCI < 1 biaya input domestik

lebih rendah dibandingkan dengan biaya input pada tingkat harga dunia. Hal

ini menunjukkan adanya subsidi oleh kebijakan yang ada, sehingga proses

produksi pada usaha tani menggunakan input dalam negeri.

C. Transfer Faktor (TF), (K) = C – G

Transfer faktor disebabkan karena adanya perbedaan pada faktor

domestik yang menyebabkan harga privat faktor domestik berbeda dengan

harga sosialnya. Transfer faktor dapat bernilai positif ataupun negatif.

Page 69: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

54

Transfer faktor bernilai positif berarti terdapat transfer sumberdaya keluar

sistem atau menyebabkan terjadinya implisit pajak. Sedangkan transfer

faktor berniali negatif berarti terdapat transfer sumberdaya ke dalam sistem

atau menyebabkan terjadinya implisit subsidi.

3. Kebijakan Input-Output

A. Effective protection Coefficient ( Koefisien Proteksi Efektif), (EPC)

= (A – B)/(E – F)

EPC merupakan suatu rasio yang membandingkan nilai tambah pada

tingkat harga domestik dengan nilai tambah pada tingkat harga dunia. EPC

memiliki tujuan untuk menunjukkan dampak transfer gabungan yang

disebabkan oleh sebuah kebijakan, baik transfer output maupun transfer

input. EPC dapat menggambarkan efektivitas kebijakan pemerintak bersifat

melindungi atau menghambat produksi. Jika nilai EPC > 1, kebijakan

pemerintah dapat melindungi konsumen domestik dan sebaliknya.

B. Net Transfer (Transfer Bersih), (L) = D – H

Nilai Transfer bersih menunjukkan selisih antara keuntungan privat

dengan keuntungan sosial. Transfer bersih adalah penjumlahan dari transfer

output, transfer input dan transfer faktor domestik. Apabila nilai L > 1

berarti terjadi penambahan pada surplus produsen yang disebabkan oleh

kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output. Sedangkan

apabila nilai L < 1 berarti terjadi pengurangan pada surplus prosen akibat

dari adanya suatu kebijakan yang diterapkan pada input dan output.

Page 70: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

55

C. Profitabilitas Coefficient (Koefisien Keuntungan), (PC) = D/H

Dampak dari seluruh transfer atas keuntungan privat dapat diukur

dengan Profitabilitas Coefficient (PC). PC sama dengan rasio antara

keuntungan privat dan keuntungan sosial. Nilai PC > 1 berarti secara

keseluruhan kebijakan yang diterapkan pemerintah memberikan insentif

terhadap produsen.

D. Subsidy Ratio to Producer (Perbandingan Subsidi bagi Produsen),

(SPR) = L/E

SRP adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seluruh dampak

transfer yang merupakan perbandingan antara transfer bersih dengan nilai

output pada tingkat harga dunia. SPR juga dapat menunjukkan pengaruh

transfer terhadap perubahan pendapatan dari suatu sistem. Nilai SRP yang

negatif berarti terjadi besarnya pengeluaran produsen pada biaya produksi

lebih besar dibandingkan biaya imbangannya akibat adanya kebijakan

pemerintah tersebut.

Kelebihan model PAM ini adalah selain diperoleh koefisien DRCR

(Domestic Resource Cost Ratio) sebagai indikator keunggulan komparatif,

Analisis ini juga dapat menghasilkan beberapa indikator lain yang berkait dengan

variabel daya saing, seperti PCR (Private Cost Ratio) untuk menilai keunggulan

kompetitif, NPCO (Nominal Protection Coefficient on tradable Output), NPCI

(Nominal Protection Coefficient on tradable Inputs), EPC (Effective Protection

Coefficient), PC (Protitability Coeffisient), dan SRP (Subsidy Ratio to Producers).

Untuk mendapatkan nilai-nilai koefisien tersebut, setiap unit biaya (input), output,

Page 71: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

56

dan keuntungan dikelompokkan ke dalam harga pasar (privat) dan harga sosial.

Dari selisih perhitungan berdasarkan kedua kelompok harga tersebut diperoleh

angka transfer untuk menilai dampak dari penerapan kebijakan pemerintah yang

berlaku pada usaha peternakan sapi perah dan mengukur dampak dari adanya

kegagalan (failure) pasar.

Page 72: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

57

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Gambaran Umum Desa

4.1.1. Gambaran Umum Desa Situ Udik

Desa Situ Udik yang memiliki luas 370.150 Ha terletak di Kecamatan

Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Batas wilayah Desa Situ

Udik sebelah utara adalah Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang, sebelah

selatan Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan, sebelah barat Desa Cimayang

Kecamatan Pamijahan, dan sebelah timur Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang.

Desa Situ Udik berjarak enam kilometer dari Kecamatan Cibungbulang, 40

kilometer dari Kabupaten, dan 145 kilometer dari ibukota Provinsi Jawa Barat.

Secara geografis Desa Situ Udik berada pada ketinggian 460 meter diatas

permukaan laut dengan bentang wilayah berupa daratan dan perbukitan. Desa Situ

Udik memiliki luas daratan 300 Ha dan 71 Ha untuk perbukitan. Selain itu, Desa

Situ Udik memiliki curah hujan rata-rata 3009 mm/tahun dan suhu rata-rata 19°C.

Jumlah penduduk desa Situ Udik adalah 13.668 orang pada tahun 2010

yang terdiri dari 7043 orang laki-laki dan 6625 orang perempuan. Penduduk Desa

Situ Udik sebagian besar bekerja pada sektor jasa perdagangan yaitu sebesar 2984

orang, dan penduduk lainnya bekerja pada subsektor pertanian dan tanaman

pangan, susektor perkebunan, subsektor perikanan, subsektor industri kecil, dan

subsektor jasa. Penyebaran penduduk menurut mata pencahariannya dapat dilihat

pada Tabel 4.1.

Page 73: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

58

Tabel 4.1 Penduduk Desa Situ Udik Menurut Mata Pencaharian

No. Sektor Jumlah Persentase (%)

1 Pertanian dan Tanaman Pangan 936 18,89

2 Perkebunan atau Perladangan 395 7,97

3 Perikanan 17 0,34

4 Industri Kecil 110 2,22

5 Jasa 514 10,37

6 Jasa Perdagangan 2.984 60,21

Jumlah 4.956 100,00

Sumber : Data Monografi Desa Situ Udik (2010)

Desa Situ Udik memiliki berbagai jenis populasi hewan ternak. Populasi

sapi perah merupakan populasi terbesar kedua setelah ayam ras. Hal ini di dukung

dengan kondisi geografis Desa Situ Udik yang menyebabkan Desa Situ Udik

menjadi sentra pengembangan usahaternak sapi perah. Menurut Sutarsi (1981)

dalam Siregar (2009) wilayah yang cocok untuk pengembangan usahaternak sapi

perah di Indonesia adalah daerah pegunungan dengan ketinggian minimum 800

meter diatas permukaan laut. Data populasi ternak Desa Situ Udik dapat dilihat

pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jumlah Populasi Ternak Desa Situ Udik

No. Jenis Ternak Populasi (ekor) Persentase (%)

1 Ayam Ras 30.000 92,53

2 Sapi Perah 855 2,64

3 Domba 594 1,83

4 Itik 415 1,28

5 Ayam Kampung 225 0,69

6 Sapi Potong 205 0,63

7 Kambing 90 0,28

8 Kerbau 37 0,11

Jumlah 32.421 100,00

Sumber : Data Monografi Desa Situ Udik (2010)

Page 74: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

59

4.1.2. Gambaran Umum Desa Pasarean

Desa Pasarean merupakan desa yang terletak di sebelah utara Desa Situ

Udik, sebelah selatan Desa Gunung Picung, sebelah barat Desa Pamijahan, dan

sebelah timur Desa Gunung Menyan. Secara administratif, Desa Pasarean berada

di dalam wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi jawa

Barat. Desa Pasarean berada pada ketinggian 450 meter diatas permukaan laut

dengan rata-rata suhu udara 23°C hingga 31°C.

Desa Pasarean memiliki curah hujan rata-rata 40 mm/tahun. Menurut

bentang alamnya, Desa Pasarean terdiri dari dataran dan perbukitan atau

pegunungan. Luas wilayah Desa Pasarean adalah 277.208 Ha. Tingkat kesuburan

tanah Desa Pasarean terdiri dari tanah subur seluas 110.102 Ha dan tanah dengan

tingkat kesuburan sedang yaitu seluas 66.003 Ha. Desa Pasarean berjarak empat

kilometer dari pemerintah Kecamatan Cibungbulang, 40 kilometer dari

pemerintah Kabupaten Bogor, 187 kilometer dari pemerintah Provinsi Jawa Barat,

dan 100 kilometer dari Ibukota Negara Indonesia.

Desa pasarean terdiri dari dua dusun. Pada tahun 2010 jumlah penduduk

Desa Pasarean sebesar 1.0327 orang dengan 2.555 Kepala Keluarga (KK). Jumlah

penduduk tersebut terdiri dari 5.876 orang laki-laki dan 5.451 orang perempuan.

Menurut tingkat pedidikannya, penduduk Desa Pasarean banyak yang tidak tamat

Sekolah Dasar yaitu sebanyak 1251 orang (41,73 persen). Penyebaran penduduk

menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Page 75: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

60

Tabel 4.3 Penduduk Desa Pasarean Menurut Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 Belum tamat SD 1.251 41,73

2 SD 653 21,78

3 SMP 698 23,28

4 SMA 327 10,91

5 Diploma 1, Diploma 2 11 0,37

6 Diploma 3 10 0,33

7 Sarjana 48 1,60

Total 2.998 100,00

Sumber : Data Monografi Desa Pasarean (2010)

Menurut kelompok kerja, penduduk Desa Pasarean yang bekerja adalah

tenaga kerja produktif, yaitu rata-rata berumur 20 tahun hingga 26 tahun yaitu

sebanyak 5.562 orang. Penduduk Desa Pasarean pada umumnya bekerja sebagai

petani yaitu sebanyak 1.670 orang, selain itu mata pencaharian lain dari penduduk

Desa Pasarean adalah buruh tani, wiraswasta, pegawai negeri, pertukangan, abri,

nelayan, jasa, dan lainnya. Penyebaran penduduk menurut mata pencaharian dapat

dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Penduduk Desa Pasarean Menurut Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)

1 Petani 1.670 41,38

2 Buruh tani 1.275 31,59

3 Wiraswasta 545 13,50

4 Pertukangan 300 7,43

5 Pegawai Swasta 160 3,96

6 Pegawai Negeri 32 0,79

7 Lainnya 54 1,34

Total 4.036 100,00

Sumber : Data Monografi Desa Pasarean (2010)

4.1.3. Gambaran Umum Desa Pamijahan

Desa Pamijahan terletak di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor,

Provinsi Jawa Barat. Sebelah utara Desa Pamijahan berbatasan langsung dengan

Page 76: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

61

Desa Situ Udik, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gunung Sari, sebelah

barat berbatasan dengan Desa Cibitung Wetan, dan sebelah timur berbatasan

dengan Desa Pasarean. Desa Pamijahan berada pada ketinggian 1.500 meter diatas

permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2.000 hingga 3.000 m3.

Luas daerah Desa Pamijahan adalah 39.996 Ha. Menurut bentang

alamnya, Desa Pamijahan terdiri dari daratan dan pegunungan. Sebagian besar

lahan dimanfaatkan untuk ladang dan persawahan yaitu seluas 28.996 Ha, dan

sisanya dimanfaatkan untuk perumahan, jalan, bangunan pendidikan, pemakaman

dan lapangan olahraga. Jarak kantor Desa Pamijahan dengan ibukota kecamatan

Pamijahan adalah tiga kilometer, 27 kilometer dengan ibukota kabupaten Bogor,

140 kilometer dari Ibukota Provinsi Jawa Barat, dan 80 kilometer dari Ibukota

Negara.

Desa Pamijahan terdiri dari dua dusun, 31 Rukun Tetangga (RT) dan 8

Rukun Warga (RW). Desa pamijahan memiliki jumlah penduduk sebesar 11.108

orang dengan jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 5.787 orang

dan 5.321 orang perempuan serta 2.717 Kepala Keluarga (KK) pada bulan Januari

tahun 2011 dengan kepadatan penduduk 2.857 jiwa per kilometer. Menurut mata

pencahariannya, penduduk Desa Pamijahan bermatapencaharian utama sebagai

petani. Data penyebaran penduduk desa Pamijahan berdasarkan mata

pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Page 77: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

62

Tabel 4.5. Penduduk Desa Pamijahan Menurut Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)

1 Petani 2.780 42,07

2 Pertukangan 1.109 16,78

3 Pegawai Swasta 856 12,95

4 Pedagang 576 8,72

5 Buruh Pabrik 78 1,18

6 Pegawai Negeri 29 0,44

7 Lainnya 1.180 17,86

Total 6.608 100,00

Sumber : Data Monografi Desa Pamijahan (2010)

Menurut tingkat pendidikannya, penduduk Desa Pamijahan sebagian

besar merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD) yaitu 2.417 orang (39,49%). Faktor

latar belakang pendidikan juga berpengaruh terhadap jenis mata pencaharian

penduduk Desa Pamijahan yang sebagian besar adalah petani. Untuk jenjang

pendidikan tertinggi penduduk Desa Pamijahan adalah lulusan Sarjana S3

sebanyak 2 orang atau 0,03 %. Pada Tabel 4.6 dapat dilihat penyebaran penduduk

Desa Pamijahan menurut tingkat pendidikannya.

Tabel 4.6. Penduduk Desa Pamijahan Menurut Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 32 0.52

2 SD 2417 39.49

3 SMP 2216 36.21

4 SMA 1378 22.52

5 Akademi 36 0.59

6 Sarjana S1 36 0.59

7 Sarjana S2 3 0.05

8 Sarjana S3 2 0.03

Total 6120 100.00

Sumber : Data Monografi Desa Pamijahan (2010)

Page 78: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

63

4.2. Gambaran Umum KPS Bogor dan KUNAK

4.2.1. Lokasi

Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan (KPS Bogor) pada

dasarnya terbagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah luar Kunak dan wilayah

Kunak. Wilayah luar kunak adalah wilayah operasional dimana penduduk yang

beternak sapi perah yang termasuk ke dalam keanggotaan KPS Bogor terletak

menyebar di seluruh kawasan Bogor, Depok, dan sekitarnya. Kantor KPS Bogor

terletak di Jalan Baru Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

Dalam area seluas 4.480 m2, KPS Bogor terbagi kedalam beberapa unit bangunan

diantaranya bangunan kantor administrasi umum, ruang rapat atau ruang

petermuan, ruang produksi pakan ternak, gudang makanan ternak, ruang Chilling

Unit atau penampungan susu, ruang pelteknak, laboratorium, pos satpam,

mushola, dapur, toilet dan tempat parkir.

KPS bogor mengalami perubahan nama Badan Hukum sesuai dengan

adanya perubahan Anggaran Dasar (AD) No. 4654/BH/PAD/KWK.10/III/1996

dari “Koperasi Produksi Susu dan Peternakan Sapi Perah” menjadi “Koperasi

Produksi Susu dan Usaha Peternakan”, yang dikenal dengan nama KPS Bogor.

KPS Bogor mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini dibuktikan dengna

dikeluarkannya Kepres No. 069/B/Tahun 1994 tentang bantuan kredit Banpres

untuk perkembangan kawasan usaha peternakan (KUNAK) sapi perah di

Kecamatan Cibungbulang dan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) merupakan suatu koperasi yang

menjadi bagian dari KPS Bogor. KUNAK adalah suatu kawasan khusus untuk

Page 79: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

64

pengembangan usaha peternakan sapi perah. KPS Bogor KUNAK diresmikan

pendiriannya pada tahun 1997. Luas area KUNAK yaitu 100 Ha yang terbagi

kedalam dua kelompok besar, yaitu KUNAK I dan KUNAK II. KUNAK I terdiri

dari ttiga kelompok peternak, yaitu kelompok ternak Tertib, Segar dan Bersih.

Sedangkan untuk KUNAK II terdiri dari tiga kelompok peternak, yaitu kelompok

ternak Indah, Aman dan Mandiri.

Kantor administrasi KUNAK terletak di KUNAK II, Desa Pamijahan,

Kecamatan Pamijahan. Kantor administrasi ini juga merupakan tempat untuk

penyetoran susu. Jumlah anggota peternak di Kawasan Usaha Peternakan

(KUNAK) sebanyak 130 peternak yang aktif menyetorkan hasil produksi susu

setiap harinya. Hingga tahun 2010 jumlah populasi sapi perah yang berada di

KUNAK sebesar 2.300 ekor dengan jumlah produksi rata-rata 9.500 liter per hari.

4.2.2. Struktur Organisasi KPS Bogor

Struktur organisasi KPS Bogor sama dengan KPS Bogor KUNAK.

Berdasarkan SK.Pengurus KPS –Bogor No.465/KPS/X/2002 tanggal 31 Oktober

2002, terdapat stuktur organisasi KPS Bogor tahun 2002-2003. Berdasarkan

struktur organisasi tersebut, kekuasaan tertinggi terdapat pada Rapat Anggota

Tahunan (RAT) yang diadakan setiap setahun sekali. Pengurus adalah perwakilan

anggota koperasi yang dipilih melalui rapat anggota. Pengurus memiliki tugas

untuk mengelola koperasi dan kegiatan usaha lainnya.

Page 80: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

65

Susunan Pengurus KPS-Bogor Periode 2009-2013

- Ketua : I Made Soewecha

- Sekretaris : Wahyanto, SE, MM

- Manajer : Bintarso

Kegiatan pelaksanaan tugas koperasi akan diawasi oleh suatu komite

pengawas. Fungsi dari pengawas adalah sebagai pengontrol kegiatan pengurus

agar sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah ditetapkan pada rapat

anggota.

Susunan Pengawas KPS-Bogor Periode 2009-2013

- Ketua : Drs. Purwanto

- Anggota : Deden Irianto, SE

- Anggota : Agus Zaenudin, S

Keterangan :

: Garis perintah dan tanggung jawab

: Garis Pengawasan 1. Unit Pelayanan Susu Murni dan Pelayanan Teknis Peternakan (Pelteknak)

2. Unit Usaha Pakan Ternak

3. Unit Usaha Susu Olahan

4. Unit Serba Usaha (USP, Waserda) 5. Bagian Kunak

6. Bagian Adm. Umum dan Keuangan

Gambar 4.1 Struktur Organisasi KPS Bogor

RAPAT

ANGGOTA

PNG.

KELOMPOK

PENGAWAS

KOOR. USAHA

PENGURUS B. PENG. KUNAK

KONSULTAN

1 3 2 5 4 6

Page 81: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

66

4.2.3. Unit Usaha Koperasi

KPS Bogor memiliki beberapa unit usaha untuk mengembangkan pola

bisnis yang mengedepankan kemampuan bersaing dalam memenuhi kebutusan

pasar (minimal anggota koperasinya), diantaranya :

a. Unit Penampungan Pelayanan Susu Murni

Unit ini melakukan kegiatan penerimaan susu murni dari peternak di

lokasi peternak atau kelompok dan penerimaan susu di TPS KPS Bogor.

Jumlah penerimaan susu sapi di KPS Bogor terus mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, jumlah produksi susu

di KPS Bogor mencapai 5,692 juta liter.

b. Unit Pelayanan Teknis Peternakan

Unit ini memberikan pelayanan teknis meliputi pelayanan kesehatan

ternak seperti pengobatan sapi perah, inseminasi buatan, kebutuhan alat-

alat peternakan untuk para anggota, dan menyalurkan sapi perah kepada

anggota.

c. Unit Usaha Susu Pasteurisasi

Unit usaha ini melakukan pengolahan susu segar menjadi susu

pasteurisasi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan harga jual susu dan

harga beli susu dari anggota.

d. Unit Usaha Produksi Pakan Ternak

Unit usaha ini menyediakan pakan konsentrat yang dibutuhkan oleh para

anggota peternak. Unit ini menyediakan tiga grade kualitas pakan, yaitu

Page 82: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

67

Lactofed (mengandung PK 12-13 persen), Matuken (mengandung PK 15-

16 persen), dan Matuken-18 (mengandung PK 17-18 persen).

e. Unit Usaha Simpan Pinjam (USP)

Sumber pemodalan USP berasal dari modal sendiri dengan tingkat suku

bunga yang rendah dari suku bunga perbankan pada umumnya. Unit ini

dikembangkan untuk membantu permodalan dan kebutuhan dana para

peternak, misalnya melakukan pinjaman dana kepada para peternak yang

ingin menambah jumlah sapi perah, melakukan perbaikan kandang, dan

kebutuhan lainnya.

f. Unit Usaha Waserda

Unit waserda dikembangkan untuk memudahkan para peternak untuk

mendapatkan barang-barang kebutuhan usaha ternak seperti sembako dan

peralatan perkandangan dengan harga yang bersaing.

4.3. Gambaran Umum Responden

Responden dalam penelitian ini adalah anggota peternak KPS Bogor

yang tersebar di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) sapi perah, Kecamatan

Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Gambaran umum responden meliputi status

usahaternak, umur, pendidikan, jenis dan jumlah kepemilikan sapi laktasi,

pemberian pakan, pemeliharaan ternak, tenaga kerja yang digunakan, dan cara

penjualan hasil ternak.

Page 83: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

68

4.3.1. Status Usahaternak Sapi Perah

Berdasarkan hasil wawancara dengan para peternak, sebagian besar

peternak sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) menjadikan

usahaternak sapi perah sebagai pekerjaan utama. 25 orang responden atau 75

persen menyatakan bahwa usahaternak sapi perah merupakan pekerjaan utama,

sedangkan lima orang responden atau 25 persen menyatakan bahwa usahaternak

sapi perah merupakan pekerjaan sampingan. Pekerjaan utama kelima responden

tersebut diantaranya pegawai swasta dan pensiunan pegawai negeri.

4.3.2. Umur

Umur peternak yang menjadi responden pada penelitian kali ini berkisar

anatara 29-82 tahun. Mayoritas responden berada pada kisaran umur dibawah 50

tahun. Berdasarkan data umur responden yang terdapat pada Tabel 4.7, dapat

dilihat bahwa sebaran umur responden pada selang umur 38 hingga 46 tahun

berjumlah 11 peternak atau 37 persen dari total responden, sedangkan pada selang

umur 29 tahun hingga 37 tahun terdapat 9 orang peternak atau 30 persen dari total

responden, dan sisanya tersebar pada selang umur 47 tahun hingga 82 tahun.

Tabel 4.7 Karateristik Responden Berdasarkan Umur

Selang Umur Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

29-37 9 30

38-46 11 37

47-55 2 7

56-64 5 17

65-73 1 3

74-82 2 7

Jumlah 30 100

Page 84: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

69

4.3.3. Pendidikan

Terdapat keberagaman tingkat pendidikan peternak responden. Hal ini

dapat berpengaruh terhadap tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu

pengetahuan. Sebagian besar peternak responden mencapai tingkat pendidikan

Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak sembilan orang atau 30 persen.

Selain itu peternak responden yang menempuh pendidikan hingga Sarjana S1 (27

persen), tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama

(SMP) (13 persen), tingkat pendidikan Sarjana S2 dan tidak tamat sekolah (7

persen), dan tingkat pendidikan D2 (3 persen). Sebaran tingkat pendidikan

responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Karateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

Tidak Sekolah 2 7

SD 4 13

SMP 4 13

SMA 9 30

D2 1 3

Sarjana S1 8 27

Sarjana S2 2 7

Total 30 100

4.3.4. Jenis dan Jumlah Kepemilikan Sapi Laktasi

Jenis sapi perah yang dikembangkan dan diusahan oleh para peternak di

Kawasan Usaha peternakan (KUNAK) adalah jenis sapi perah FH (Fries

Hollands) murni maupun turunannya. Jenis sapi ini berasal dari Belanda. Produksi

susu rata-rata jenis sapi FH adalah 4.500-5.500 liter per satu masa laktasi.

Page 85: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

70

Menurut hasil penelitian, produksi susu sapi rata-rata milik responden adalah

9,73 liter per hari.

Tabel 4.9 menggambarkan karateristik responden berdasarkan jumlah

kepemilikan sapi laktasi. Berdasarkan Tabel 4.9, sembilan orang responden

memiliki jumlah sapi laktasi 2 sampai 6 ekor atau sekitar 30 persen lalu sembilan

orang responden memiliki jumlah sapi laktasi 7 sampai 11 ekor atau sekitar 30

persen. Untuk kepemilikan sapi laktasi tertinggi adalah lebih dari 36 ekor yaitu

sekitar dua responden.

Tabel 4.9 Karateristik Responden Berdasarkan Jumlah Kepemilikan Sapi

Laktasi

Jumlah Kepemilikan Sapi

Laktasi (ekor) Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

2-6 9 30

7-11 9 30

12-16 3 10

17-21 2 7

22-26 3 10

27-31 1 3

32-36 1 3

>36 2 7

Total 30 100

4.3.5. Pemeliharaan Ternak dan Pemberian Pakan

Pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh para peternak di kawasan

KUNAK meliputi pemerahan, pemberian pakan, dan pembersihan kandang.

Kegiatan pemerahan dilakukan oleh para peternak dua kali dalam sehari, dengan

perbandingan rata-rata waktu pemerahan 12:12, misalnya pemerahan pertama

dilakukan di pagi hari pada pukul 05.00 pagi lalu pemerahan kedua dilakukan

pada pukul 17.00 sore. Hal ini untuk menjaga kualitas dan kuantitas susu yang

Page 86: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

71

dihasilkan oleh sapi. Kegiatan pembersihan kandang dan memandikan sapi

dilakukan oleh para peternak sebelum melakukan pemerahan. Hal ini dilakukan

untuk menjaga kualitas susu agar terhindar dari kotoran dan bibit penyakit.

Kegiatan pemberian pakan dilakukan dua hingga tiga kali dalam sehari.

Pakan ternak yang diberikan peternak terdiri dari pakan hijauan, pakan konsentrat,

dan ampas tahu. Pakan hijauan yang diberikan oleh para peternak adalah berupa

rumput gajah (Penniseum purpureum). Rumput untuk pakan ternak di dapat dari

hasil mengarit di lahan sendiri maupun dari luar lahan sendiri, misalnya lahan

rumput di daerah sekitar kawasan KUNAK. Walaupun setiap peternak sudah

memiliki lahan hijauan sendiri yang cukup luas, namun peternak masih

mengalami kesulitan untuk mencari pakan hijauan. Hal ini dikarenakan semakin

tingginya tingkat persaingan di antara peternak yang berada di dalam kawasan

KUNAK maupun peternak yang berada di luar kawasan KUNAK. Keterbatasan

pakan hijauan tersebut menyebabkan peternak harus membeli pakan hijauan

dengan harga rata-rata Rp. 100 hingga Rp. 200 per kilogram. Pemberian pakan

hijauan rata-rata untuk satu ekor sapi laktasi adalah 35,7 kg per hari.

Pakan konsentrat yang diberikan adalah jenis pakan yang dibeli oleh para

peternak di koperasi. Harga beli pakan yang dibeli di koperasi bervariasi, yaitu

dengan kisaran harga Rp. 1600 hingga Rp. 3600 per kilogram. Pemberian pakan

konsentrat dilakukan dua kali dalam sehari, dengan rata-rata untuk satu ekor sapi

adalah 5,9 kilogram per hari. Pemberian pakan konsentrat dilakukan dengan cara

mencampurkan pakan tersebut dengan ampas tahu. Pemberian ampas tahu

dilakukan dua kali dalam sehari, dengan jumlah rata-rata untuk satu ekor sapi

Page 87: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

72

adalah 11,5 kilogram per hari. Harga untuk ampas tahu juga bervariasi, yaitu

dengan kisaran harga Rp. 300 hingga Rp.500 per kilogram.

Kendala yang dihadapi oleh para peternak selain terbatasnya pakan

hijauan yaitu harga pakan konsentrat yang mahal. Hal ini dirasa sangat merugikan

bagi para peternak karena harga pakan ternak per kilogram bisa melebihi harga

penjualan susu. Selain harga pakan yang tinggi, masalah lain yang dihadapi para

peternak adalah harga jual susu yang rendah. Dalam penelitian ini, dengan total

responden sebanyak 30 peternak harga jual susu rata-rata yang diterima oleh para

peternak yaitu Rp. 2.987,43 per liter susu.

4.3.6. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam pengembangan usaha peternakan

adalah untuk pemerahan, pencarian pakan, pemberian pakan, pembersihan

kandang, dan mengantar susu ke KPS. Dalam penelitian ini tenaga kerja dibagi ke

dalam dua kelompok, yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan tenaga kerja adalah tenaga kerja luar

keluarga dimana pemberian upah untuk tenaga kerja dilakukan perbulan dengan

pemberian upah rata-rata Rp. 728.906 per bulan.

4.3.7. Produksi dan Penjualan Hasil Ternak

Susu segar merupakan hasil produksi utama yang dihasilkan oleh para

peternak. Produktivitas susu yang dihasilkan oleh para peternak adalah sebesar

9,73 liter per hari. Dalam sehari KPS dapat menerima setoran susu dari para

peternak hingga 9.500 liter per hari. Harga beli susu rata-rata yang diterima oleh

Page 88: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

73

para peternak adalah Rp. 2.987,93 per liter. Pembayaran dari hasil produksi susu

segar yang disetorkan oleh para peternak ke KPS dilakukan setiap sebulan sekali.

Pembelian pakan konsentrat, biaya air, pembelian biosid, mineral, vasselin, dan

biaya-biaya lain dipotong dari pembayaran uang susu.

Selain menghasilkan susu segar, sekitar sepuluh persen peternak

menghasilkan susu olahan seperti youghurt untuk dijual secara eceran langsung ke

masyarakat di sekitar KUNAK. Untuk susu segar, para peternak langsung

menjualnya ke KPS. Fungsi pemasaran susu dilakukan oleh KPS. KPS melakukan

pengumpulan susu dari berbagai peternak, kemudian menyimpan susu tersebut di

sebuah chilling unit agar kualitas susu tetap terjaga yang kemudian akan

disalurkan ke Industri Pengolahan Susu (IPS) yaitu PT. Indomilk dengan harga

jual susu ke PT. Indomilk mencapai Rp. 3.600 per liter.

Page 89: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

74

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah

Efisiensi dan daya saing komoditi susu sapi perah yang dihasilkan oleh

para peternak di KUNAK dianalisis melalui keuntungan finansial, keuntungan

ekonomi, analisis keunggulan kompetitif dan komparatif dengan menggunakan

Matriks Analisis Kebijakan (Policy Analysis Matrix). Matriks PAM disusun

berdasarkan data penerimaan dan biaya produksi yang terbagi dalam dua bagian,

yaitu harga finansial (privat) dan harga ekonomi (sosial). Masing-masing biaya

peroduksi pada harga privat dan ekonomi dibagi menjadi input asing (tradable),

domestik (non-tradable), dan pajak. Dari hasil analisis matriks PAM dapet

diperoleh informasi mengenai efisiensi dan daya saing usahaternak sapi perah

dalam menghasilkan susu segar dan dapat melihat dampak kebijakan pemerintah

terhadap pengembangan usahaternak sapi perah tersebut. Hasil analisis matriks

PAM pengusahaan susu sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK)

dengan skala usaha kecil, skala usaha menengah, dan skala usaha besar dapat

dilihat pada Tabel 5.1.

Page 90: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

75

Tabel 5.1. Matriks Analisis Kebijakan Pengusahaan Susu Sapi Perah di

KUNAK pada Kondisi Tarif Impor Lima Persen Tahun 2010

(Rp/Liter)

Komponen Penerimaan Biaya Input

Keuntungan Input Tradabel Non Tradabel

Usahaternak Skala Kecil

Privat 3.000,00 180,18 2.384,20 435,62

Sosial 3.946,97 144,93 2.116,28 1.685,76

Divergensi (946,97) 35,25 267,92 (1.250,14)

Usahaternak Skala Menengah

Privat 3.005,00 134,88 2.195,83 674,29

Sosial 3.946,97 123,21 2.033,05 1.790,72

Divergensi (941,97) 11,68 162,78 (1.116,43)

Usahaternak Skala Besar

Privat 3.000,00 274,15 2.673,37 52,49

Sosial 3.946,97 202,16 2.136,91 1.607,90

Divergensi (946,97) 71,99 536,45 (1.555,41)

Sumber : Data Primer, diolah (2011)

Berdasarkan Tabel 5.1, secara keseluruhan analisis privat dan ekonomi

menunjukkan bahwa pengusahaan susu sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan

(KUNAK) KPS Bogor, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat menguntungkan.

Hal ini dapat dilihat bahwa usahaternak sapi perah skala kecil, skala menengah

dan skala besar di KUNAK pada tahun 2010 memiliki daya saing pada harga

privat dan harga sosial.

Divergensi yang dihasilkan pada tabel PAM pada usahaternak skala kecil

bernilai negatif untuk divergensi penerimaan dan divergensi pendapatan. Pada

penerimaan output, terjadi divergensi negatif sebesar Rp. 946,97 per liter karena

harga sosial susu lebih tinggi daripada harga yang diterima peternak. Hal ini

dikarenakan harga sosial susu diperhitungkan berdasarkan harga susu impor yang

nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan susu lokal walaupun pada kondisi tarif

impor lima persen. Untuk input tradable, mengalami divergensi positif sebesar

Page 91: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

76

Rp. 32,25 yang terjadi karena harga sosial input tradable yaitu pakan ternak dan

obat-obatan di pasar dunia (harga c.i.f) lebih rendah dibandingkan dengan harga

privat yang diterima oleh peternak. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat

kebijakan pemerintah atau distorsi pasar yang mengakibatkan harga finansial

(privat) pakan ternak dan obat-obatan menjadi lebih tinggi dibandingkan harga

ekonominya (sosial). Divergensi positif juga terjadi pada biaya faktor domestik

sebesar Rp. 267,92 per liter susu yang terjadi karena biaya privat faktor domestik

lebih tinggi dibandingkan biaya sosialnya. Hal ini terjadi karena besarnya harga

sosial untuk biaya listrik dan biaya tata niaga lebih besar dibandingkan harga

privatnya karena adanya subsidi dari pemerintah berupa subsidi listrik dan subsidi

BBM sehingga menguntungkan bagi para peternak. Selain itu pada pendapatan

juga terjadi divergensi negatif sebesar Rp. 1.250,14 per liter susu. Hal ini terjadi

karena pendapatan privat peternak lebih kecil dibandingkan pendapatan sosialnya

Hal ini merupakan akumulasi efek dari divergensi harga output dan biaya input

baik tradable maupun non-tradable.

Divergensi yang dihasilkan pada tabel PAM pada usahaternak skala

menengah dan skala besar bernilai negatif untuk divergensi penerimaan dan

divergensi pendapatan. Divergensi negatif pada penerimaan output untuk

usahaternak skala menengah sebesar Rp. 941,97 per liter susu dan pada

usahaternak skala besar adalah Rp. 946,97 per liter susu. Hal ini terjadi karena

harga sosial susu lebih tinggi daripada harga yang diterima peternak. Harga sosial

susu diperhitungkan berdasarkan harga susu impor yang nilainya lebih tinggi

dibandingkan dengan susu lokal walaupun pada kondisi tarif impor lima persen.

Page 92: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

77

Untuk input tradable, mengalami divergensi positif sebesar Rp. 11,68 untuk

usahaternak skala menengah dan Rp. 71,99 untuk usahaternak skala besar yang

terjadi karena harga sosial input tradable yaitu pakan ternak dan obat-obatan di

pasar dunia (harga c.i.f) lebih rendah dibandingkan dengan harga privat yang

diterima oleh peternak. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kebijakan

pemerintah atau distorsi pasar yang mengakibatkan harga finansial (privat) pakan

ternak dan obat-obatan menjadi lebih tinggi dibandingkan harga ekonominya

(sosial). Divergensi positif pada biaya faktor domestik untuk usahaternak skala

menengah sebesar Rp. 162,78 per liter susu dan pada usahaternak skala besar Rp.

536,45 per liter susu. Hal tersebut terjadi karena adanya pembayaran upah yang

lebih tinggi dibandingkan harga sosialnya.

Berdasarkan Rusastra dan Yudja (1982) dan Suryana (1980) dalam

Emiliya (2001) yang menyatakan bahwa tenaga kerja yang digunakan peternak

dalam membantu usahanya adalah tenaga kerja tidak tetap dan pada umumnya

tidak terdidik sehingga harga bayangan tenaga kerja tersebut adalah 80 persen dari

tingkat upah yang berlaku pada daerah penelitian. Divergensi negatif pada nilai

pendapatan untuk usahaternak menengah sebesar Rp. 1.116,43 per liter susu dan

pada usahaternak skala besar adalah Rp. 1.555,41 per liter susu. Hal ini terjadi

karena pendapatan privat peternak lebih kecil dibandingkan pendapatan sosialnya

dan merupakan akumulasi efek dari divergensi harga output dan biaya input faktor

domestik.

Berdasarkan hasil dari Matriks Analisis Kebijakan, dilakukan

perhitungan-perhitungan untuk memperoleh nilai-nilai yang akan menjadi

Page 93: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

78

indikator daya saing yang dapat dilihat dari keunggulan kompetitif dan

keunggulan komparatif, dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas

susu sapi perah lokal yang dibedakan menjadi kebijakan input, kebijakan output

dan kebijakan input-output. Indikator-indikator dari Matriks Analisis Kebijakan

yang akan dijelaskan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Indikator-Indikator Matriks Analisis Kebijakan

Indikator Usahaternak

skala kecil

Usahaternak

skala sedang

Usahaternak

skala besar

Analisis Daya Saing

Keuntungan Privat 435,62 674,29 52,49

Keuntungan Sosial 1.685,76 1.790,72 1.607,90

Rasio Biaya Privat (PCR) 0,85 0,77 0,98

Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) 0,56 0,53 0,57

Dampak Kebijakan Pemerintah

Kebijakan Output

Transfer Output (TO) -946,97 -941,97 -946,97

Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) 0,76 0,76 0,76

Kebijakan Input

Transfer Input (TI) 35,25 11,68 71,99

Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) 1,24 1,09 1,36

Transfer Faktor 267,92 162,78 536,45

Kebijakan Input-Output

Koefisien Proteksi Efektif (EPC) 0,74 0,75 0,73

Transfer Bersih (NT) -1.250,14 -1.116,43 -1.555,41

Koefisien Keuntungan (PC) 0,26 0,38 0,03

Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) -0,32 -0,28 -0,39

Sumber : Data Primer, diolah (2011)

5.1.1. Keunggulan Kompetitif

Analisis keunggulan kompetitif dari suatu komoditas ditentukan oleh

nilai Keuntungan Privat (KP) dan nilai Rasio Biaya Privat (PCR). Keuntungan

finansial usahaternak sapi perah adalah selisih antara penerimaan dari penjualan

susu segar dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi susu yang dihitung

Page 94: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

79

berdasarkan harga aktual atau harga pasar yaitu harga setelah adanya intervensi

dari pemerintah.

Berdasarkan hasil perhitungan Matriks Analisis Kebijakan diperoleh nilai

Keuntungan Privat (KP) bernilai positif, artinya peternak yang menjalankan

usahaternak sapi perah pada skala usaha kecil, menengah, dan besar tersebut

memperoleh profit diatas normal. Besar nilai KP menunjukkan besarnya

penerimaan yang diterima oleh para peternak setelah membayar seluruh biaya

input produksi. Pada usahaternak skala kecil, besar nilai KP adalah Rp. 435,62,

pada usahaternak skala menengah diperoleh nilai KP sebesar Rp. 674,29 per liter

susu dan pada usahaternak skala besar diperoleh nilai KP sebesar Rp. 52,49 per

liter susu. Hal ini berarti bahwa keuntungan yang diterima peternak sapi perah

dengan adanya kebijakan pemerintah pada saat dilakukan penelitian adalah

sebesar Rp. 435,62 per liter susu pada usahaternak skala kecil, Rp. 674,29 per liter

susu pada usahaternak skala menengah, dan Rp. 52,49 pada usahaternak skala

besar.

Keuntungan privat lebih besar diterima pada usahaternak skala

menengah, hal ini dikarenakan biaya produksi untuk pengusahaan sapi perah pada

skala menengah lebih rendah dibandingkan dengan usahaternak pada skala usaha

besar di wilayah penelitian. Selain itu, perbedaan harga jual susu segar yang

terima peternak juga berbeda pada setiap skala usaha, dimana harga jual susu rata-

rata pada usahaternak skala menengah paling tinggi yaitu Rp. 3.005 per liter susu.

Nilai keuntungan privat lebih besar dari nol tersebut menunjukkan bahwa

usahaternak sapi perah pada ketiga skala usaha dalam menghasilkan komoditi

Page 95: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

80

susu segar menguntungkan secara privat dan dapat bersaing pada tingkat harga

privat.

Selain analisis Keuntungan Privat (KP), untuk menilai keunggulan

kompetitif dari pengusahaan usahaternak sapi perah dapat digunakan Rasio Biaya

Privat (PCR). PCR merupakan rasio antara biaya input non tradable dengan nilai

tambah atau selisih antara penerimaan dan input tradable pada tingkat harga

aktual. Nilai PCR dapat menunjukkan bagaimana alokasi sumberdaya diarahkan

untuk mencapai efisiensi finansial dalam memproduksi susu sapi segar. Apabila

nilai PCR yang diperoleh lebih kecil dari satu (<1) maka suatu aktivitas dapat

dikatakan efisien secara finansial pada saat ada kebijakan pemerintah. Semakin

kecil nilai PCR maka semakin tinggi tingkat keunggulan kompetitif yang dimiliki.

Hasil Analisis Matriks Kebijakan menunjukkan bahwa nilai PCR pada

ketiga skala usaha memiliki nilai yang lebih kecil dari satu. Nilai PCR pada

usahaternak skala kecil adalah 0,85, usahaternak skala menengah adalah 0,77, dan

usahaternak skala besar adalah 0,98. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa

usahaternak sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK), KPS Bogor

efisien secara finansial dan memiliki keunggulan secara kompetitif. Nilai PCR

dari masing-masing skala usaha memiliki arti bahwa untuk mendapatkan nilai

tambah output sebesar satu satuan pada harga privat pada masing-masing skala

usaha diperlukan tambahan biaya faktor domestik masing-masing sebesar 0,85

(usahaternak skala kecil), 0,77 (usahaternak skala menengah), dan 0,98

(usahaternak skala besar). Dari nilai PCR tersebut dapat dilihat bahwa

usahaternak yang memiliki nilai efisiensi lebih besar secara finansial dan memiliki

Page 96: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

81

keunggulan kompetitif lebih besar adalah usahaternak skala menengah dengan

kepemilikan sapi laktasi empat hingga tujuh ekor.

5.1.2. Keunggulan Komparatif

Keunggulan komparatif adalah indikator untuk menilai apakah komoditi

susu segar yang diusahakan di KUNAK, KPS Bogor memiliki daya saing

(keunggulan komparatif), mampu bertahan tanpa adanya bantuan dari pemerintah,

dan memiliki peluang yang besar sebagai produk subtitusi impor. Analisis

keunggulan komparatif dari suatu komoditas ditentukan oleh nilai Keuntungan

Sosial (KS) atau Social Profitability (SP) dan nilai Biaya Sumberdaya Domestik

atau Domestic Resource Cost Ratio (DRC). Nilai DRC menunjukkan indikator

kemampuan suatu sistem komoditi membiayai faktor domestik pada biaya sosial

dan menunjukkan penggunaan sumber daya domestik dalam menghasilkan devisa.

Keuntungan Sosial (KS) menunjukkan besarnya penerimaan yang

diterima oleh para peternak setelah membayar seluruh biaya input produksi pada

kondisi pasar persaingan sempurna, dimana tidak ada campur tangan pemerintah.

Nilai KS pada usahaternak skala kecil, menengah dan besar secara berturut-turut

adalah Rp. 1.685,76, Rp. 1.790,72, dan Rp. 1.607,90 per liter susu. Nilai KS yang

bernilai positif, lebih besar dari nol (>0), pada ketiga skala usaha menunjukkan

bahwa pengusahaan usahaternak sapi perah dalam memproduksi susu segar pada

ketiga skala usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan secara ekonomi

dengan kondisi tanpa adanya campur tangan dari pemerintah. Perbedaan nilai KS

pada setiap skala usaha disebabkan karena adanya perbedaan biaya yang

dikeluarkan oleh masing-masing peternak, misalnya penggunaan pakan hijauan,

Page 97: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

82

konsentrat, dan obat-obatan serta tingkat upah yang diberikan untuk masing-

masing tenaga kerja.

Nilai keuntungan sosial (KS) dalam usahaternak sapi perah memiliki

nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai Keuntungan Privat (KP) pada

ketiga skala usaha tersebut. Hal ini dikarenakan harga sosial dari susu segar

nilainya lebih tinggi yaitu Rp. 3946,97 dibandingkan dengan harga privatnya yaitu

sekitar Rp. 3.000 per liter susu. Artinya, pengusahaan sapi perah lebih

menguntungkan saat tidak ada intervensi dari pemerintah baik terhadap input

ataupun output. Kebijakan pemerintah yang diterapkan saat ini seperti kebijakan

harga impor (tarif impor) belum dapat mengoptimalkan keuntungan yang diterima

oleh peternak dalam hal pengusahaan ternak sapi perah. Selain itu, biaya aktual

tenaga kerja yang dibayarkan lebih tinggi dibandingkan dengan harga sosialnya

menyebabkan keuntungan sosial lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan

privat yang diterima oleh peternak.

Selain nilai keuntungan ekonomi, nilai dari Rasio Sumberdaya Domestik

(DRC) juga dapat menggambarkan keunggulan komparatif usahaternak sapi perah

dalam menghasilkan komoditi susu segar. Suatu usaha dikatakan efisien secara

ekonomi apabila memiliki nilai DRC yang kurang dari satu (<1). Untuk ketiga

skala usahaternak sapi perah di KUNAK, KPS Bogor memiliki nilai DRC yang

kurang dari satu, yaitu untuk usahaternak skala kecil nilai DRC sebesar 0,56,

skala menengah sebesar 0,53, dan untuk skala besar yaitu 0,57. Nilai DRC yang

masing-masing kurang dari satu pada ketiga usahaternak menunjukkan bahwa

pengusahaan sapi perah di KUNAK, KPS Bogor efisien secara ekonomi dan

Page 98: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

83

mempunyai keunggulan komparatif serta mampu berjalan tanpa adanya intervensi

dari pemerintah.

Usahaternak skala menegah memiliki nilai DRC paling kecil

dibandingkan dengan usahaternak skala kecil maupun skala besar. Nilai DRC dari

usahaternak skala menengah yaitu 0,53, artinya untuk memproduksi atau

menghemat satu unit nilai tambah output pada usahaternak skala kecil

membutuhkan biaya sumberdaya domestik lebih kecil dari satu satuan yang dinilai

pada harga sosial, yaitu sebesar 0.53. Nilai DRC pada skala usaha menengah

hanya berselisih 0,03 dari usahaternak skala kecil, sedangkan untuk usahaternak

skala besar nilai DRC mencapai 0,57, yang berarti biaya yang dikeluarkan untuk

memproduksi atau menghemat satu nilai tambah output pada usahaternak skala

besar membutuhkan biaya yang lebih besar, walaupun nilai DRC tetap kurang dari

satu.

Berdasarkan analisis PAM, nilai DRC yang kurang dari satu dapat

menjelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan domestik akan komoditi susu segar

lebih baik diproduksi dalam negeri karena biaya produksi susu segar dalam negeri

relatif lebih murah dibandingkan dengan mengimpor susu bubuk dari luar negeri

dengan biaya yang jauh lebih tinggi. Akan tetapi pada kenyataannya produksi

susu dalam negeri hanya dapat memenuhi 30 persen dari total kebutuhan susu

nasional. Oleh karena itu perlu adanya intervensi dari pemerintah untuk

membantu pengembangan dan pengusahaan usahaternak sapi perah untuk

meningkatkan kapasitas produksi susu, misalnya dengan cara pemberian kredit

Page 99: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

84

kepada peternak dengan bunga yang rendah, selain itu harus ada perbaikan dari

sistem hulu hingga hilir dari agribisnis persusuan ini.

Nilai DRC yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai PCR (DRC<PCR)

menunjukkan bahwa tidak ada kebijakan dari pemerintah yang dapat

meningkatkan efisiensi peternak dalam memproduksi susu sapi segar. Penurunan

efisiensi produksi terjadi ketika pemerintah menghapus subsidi untuk pakan

ternak dan obat-obatan pada tahun 2000. Selain itu adanya penghapusan tarif susu

impor juga berpengaruh terhadap tingkat efisiensi peternak dalam memproduksi

susu segar. Walaupun sejak 1 Juli 2009 tarif impor susu telah kembali dinaikkan

menjadi lima persen, namun efisiensi dari pengusahaan ternak sapi perah belum

juga maksimal. Banyak peternak yang tidak tahu mengenai kenaikan tarif impor

tersebut, sehingga banyak peternak yang kurang bergairah untuk mengembangkan

usahaternaknya karena mereka berpikir bahwa dengan kondisi tarif impor susu

sebesar nol persen maka harga jual susu mereka ke koperasi akan semakin rendah.

Selain itu harga pakan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini juga

menjadi salah satu penyebab kurang efisiennya produksi susu para peternak.

Seluruh kebijakan-kebijakan tersebut mengakibatkan pengusahaan sapi perah

mengalami penurunan tingkat efisiensi jika dibandingkan apabila pemerintah

tidak menghapus subsidi untuk pakan ternak maupun obat-obatan dan menghapus

tarif impor.

5.1.3. Dampak Kebijakan Pemerintah

Dalam suatu aktivitas ekonomi, adanya kebijakan dari pemerintah dapat

memberikan suatu dampak yang positif maupun dampak negatif kepada para

Page 100: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

85

pelaku ekonomi maupun kedalam sistem perekonomian tersebut. Adanya suatu

penerapan kebijakan juga dapat mempengaruhi peningkatan ataupun penurunan

produksi maupun produktivitas dari suatu aktivitas ekonomi. Dengan

menggunakan Matriks Analisis Kebijakan kita dapat menghitung dampak

berbagai kebijakan terhadap input, output, maupun input-output dari beberapa

indikator hasil.

Pada dasarnya, dalam suatu kebijakan perdagangan luar negeri,

pemerintah membuat suatu kebijakan adalah dengan tujuan untuk melindungi

produsen dalam negeri. Apabila harga produk impor serupa lebih rendah harganya

dibandingkan harga produk dalam negeri maka hal tersebut dapat melemahkan

daya saing dari produk domestik terhadap produk impor. Preferensi masyarakat

akan beralih ke produk-produk impor serupa yang harganya lebih murah

dibandingkan dengan produk domestik. Akibatnya akan terjadi penurunan

permintaan terhadap produk domestik sehingga akan menyebabkan terjadinya

penurunan jumlah produksi. Akan tetapi, untuk permasalahan susu impor hal

tersebut tidak berlaku.

Saat ini harga susu impor jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga

susu domestik. Akan tetapi Industri Pengolahan Susu (IPS) cenderung lebih

senang untuk mengimpor susu walaupun dengan harga yang relatif lebih mahal.

Hal ini berimplikasi pada harga beli yang ditawarkan oleh IPS kepada para

peternak menjadi lebih rendah (murah). Penetapan harga beli yang rendah oleh

IPS akan menurunkan daya saing susu sapi lokal dengan produk susu impor.

Kebijakan pemerintah seharusnya lebih memihak kepada produsen susu sapi

Page 101: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

86

lokal, dalam hal ini peternak, guna meningkatkan daya saing produk dalam negeri.

Dampak kebijakan pemerintah terhadap input, output dan input-output akan

dijelaskan dalam subbab berikut ini.

5.1.3.1. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input

Kebijakan pemerintah terhadap harga input dari usahaternak yang

dijalankan dapat berupa penetapan pajak ataupun subsidi. Bentuk kebijakan

pemerintah seperti subsidi atau hambatan perdagangan (penetapan tarif ataupun

non tarif) diterapkan dengan harapan agar produsen dapat memanfaatkan

sumberdaya secara optimal dan dapat melindungi produsen dalam negeri. Dampak

kebijakan terhadap input dapat dijelaskan melalui nilai Transfer Input (IT),

Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) dan Transfer Faktor (TF).

a. Transfer Input (IT)

Nilai transfer input merupakan selisih dari harga privat input tradable

dengan harga sosialnya. Transfer input (IT) yang bernilai positif menjelaskan

bahwa adanya kebijakan subsidi negatif atau pajak pada unsur input tradable yang

akan mengurangi tingkat keuntungan produsen atau dengan kata lain produsen

tidak mendapatkan insentif dari kebijakan tersebut. Sebaliknya, jika transfer input

bernilai negatif menunjukkan adanya kebijakan subsidi pada input akan

mengakibatkan biaya yang dikeluarkan untuk input pada tingkat harga privat

menjadi lebih rendah dibandingkan pada tingkat harga sosial. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kebijakan subsidi pada input tradable akan menguntungkan

produsen lokal.

Page 102: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

87

Dalam penelitian ini, nilai transfer input pada ketiga skala usaha bernilai

positif. Pada usahaternak skala kecil nilai transfer input sebesar 32,25, pada

usahaternak skala menengah memiliki nilai transfer input sebesar 11,68, dan

71,99 untuk usahaternak skala besar. TI yang bernilai positif berarti bahwa

kebijakan pemerintah pada input tradable merugikan produsen sebesar Rp, 32,25

per liter susu (usahaternak skala kecil), Rp. 11,68 per liter susu (usahaternak

skala menengah), dan Rp. 71,99 per liter susu (usahaternak skala besar). Hal ini

terjadi karena adanya pajak atas input tradable sehingga harga input tradable

yang diterima peternak pada harga privat menjadi lebih tinggi dibandingkan

dengan harga sosialnya tanpa adanya distorsi pasar (pajak). Oleh karena itu

terdapat transfer pendapatan dari peternak kepada produsen input tradable sebesar

Rp. 32,25 perliter susu (usahaternak skala kecil), Rp. 11,68 per liter susu

(usahaternak skala menengah), dan Rp. 71,99 per liter susu (usahaternak skala

besar).

Harga input tradable seperti pakan ternak, terutama konsentrat yang

bahan bakunya sebagian besar diimpor dari luar negeri memiliki nilai yang lebih

tinggi pada harga privat. Hal ini dikarenakan struktur pasar dari pengusaha pakan

ternak yang cenderung oligopoli sehingga mereka dapat menentukan harga pakan

lebih tinggi di tingkat privat dibandingkan dengan harga sosial. Selain itu, harga

obat-obatan di tingkat harga privat juga memiliki harga yang lebih tinggi

dibandingkan dengan harga sosialnya. Hal ini terjadi karena adanya pencabutan

kebijakan pemerintah mengenai subsidi obat-obatan sejak tahun 2000.

Page 103: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

88

b. Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)

Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) merupakan rasio untuk

mengukur transfer input tradable. NPCI menunjukkan seberapa besar perbedaan

harga domestik dari input tradable dengan harga sosialnya. Nilai NPCI

menunjukkan tingkat proteksi atau distorsi yang dibebankan pemerintah pada

input tradable bila dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Nilai NPCI lebih besar

dari satu (NPCI > 1) menjelaskan bahwa biaya input domestik lebih mahal

daripada biaya input pada tingkat harga dunia. Hal ini menunjukkan adanya

proteksi pada produsen input yang dapat menyebabkan kerugian bagi sektor yang

menggunakan input tersebut karena biaya produksi menjadi lebih tinggi.

Sebaliknya jika nilai NPCI kurang dari satu (NPCI < 1) menjelaskan bahwa biaya

input domestik lebih rendah dibandingkan dengan biaya input pada tingkat harga

dunia. Hal ini menunjukkan adanya subsidi oleh kebijakan yang ada, sehingga

proses produksi pada usaha tani menggunakan input dalam negeri.

Berdasarkan hasil analisis, nilai NPCI pada ketiga skala usaha bernilai

positif (NPCI>1) yaitu 1,24 untuk usahaternak skala kecil, untuk usahaternak

skala menengah sebesar 1,09, dan 1,36 untuk usahaternak skala besar. NPCI yang

bernilai positif tersebut berarti ada kebijakan proteksi terhadap produsen input,

sedangkan para peternak sapi perah pada ketiga skala usaha tersebut dirugikan

karena terjadi peningkatan biaya produksi dengan penggunaan input tersebut.

Peternak pada skalausaha kecil, menengah dan besar harus membeli input

tradable (pakan konsentrat dan obat-obatan) dengan harga yang lebih mahal 24

persen, 9 persen dan 36 persen dari harga seharusnya. Sedangkan produsen input

Page 104: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

89

tersebut diuntungkan sebesar kerugian yang diterima oleh peternak pada masing-

masing skala usaha.

c. Transfer Faktor (FT)

Selain penggunakan input tradable, para peternak sapi perah juga

menggunakan input non-tradable (faktor domestik) dalam pengusahaan ternak

sapi perah. Seluruh komponen input yang dinakan dalam penelitian ini termasuk

kedalam input non-tradable (faktor domestik). Penggunaan input non-tadable

(faktor domestik) meliputi pakan ternak (hijauan dan ampas tahu), tenaga kerja,

sewa lahan, peralatan, tata niaga, dan input domestik lainnya. Transfer faktor

disebabkan karena adanya perbedaan pada faktor domestik yang menyebabkan

harga privat faktor domestik yang diterima peternak sapi perah di KUNAK, KPS

Bogor berbeda dengan harga sosialnya.

Berdasarkan hasil Analisis Matriks Kebijakan menunjukkan bahwa nilai

transfer faktor pada usahaternak sapi perah skala kecil bernilai positif, yaitu Rp.

267,92 per liter susu. Nilai ini menunjukkan bahwa harga input non-tradable yang

dikeluarkan oleh pemeintah pada tingkat harga finansialnya lebih tinggi

dibandingkan dengan harga input non-tradable pada tingkat harga sosialnya. Hal

ini merugikan bagi peternak karen membayar input domestik lebih tinggi

dibandingkan harga sosialnya, akan tetapi produsen input domestik akan

mengalami keuntungan sebesar Rp. 267,92 per liter susu yang dihasilkan oleh

peternak.

Pada usahaternak skala menengah dan sakal besar, nilai Transfer Faktor

(TF) bernilai positif, yaitu Rp. 162,78 untuk usahaternak skala menengah dan Rp.

Page 105: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

90

536,45 untuk usahaternak skala besar. Nilai TF yang positif menunjukkan bahwa

peternak pada kedua skala usaha tersebut membayar input domestik lebih tinggi

dibandingkan dengan harga sosialnya. Selain itu, produsen input domestik

mendapatkan tambahan keuntungan sebesar Rp. 162,78 yang berasal dari

usahaternak skala menengah dan Rp. 536,45 dari usahaternak skala besar untuk

setiap satu liter susu yang dihasilkan.

Salah satu penyebab terjadinya transfer faktor pada usahaternak skala

menengah dan skala besar adalah adanya kebijakan yang distorsif di pasar tenaga

kerja. Penilaian harga bayangan dari upah yang diterima oleh para pekerja adalah

80 persen dari tingkat upah yang berlaku di pasar (Suryana, 1980). Hal ini

dikarenakan tenaga kerja yang digunakan dalam membantu usahaternak adalah

tenaga kerja tidak tetap dan pada umumnya adalah tenaga kerja tidak terdidik.

Selain itu komponen pajak tidak diperhitungkan sebagai biaya pada analisis

ekonomi, namun komponen tersebut tetap diperhitungkan pada analisis finansial.

5.1.3.2. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Output

Kebijakan pemerintah tidak hanya diterapkan dan berlaku pada harga

input, namun berlaku pula untuk output yang dihasilkan dari pengusahaan ternak

sapi perah. Dalam penelitian ini output yang dihasilkan adalah susu segar.

Dampak kebijakan pemerintah terhadap output dapat dilihat dari nilai Transfer

Output (OT) dan Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO). Bentuk distorsi

pemerintah dapat berupa subsidi atau kebijakan hambatan perdagangan berupa

tarif dan pajak ekspor ataupun impor.

Page 106: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

91

a. Transfer Output (OT)

Transfer output terjadi karena adanya divergensi pada harga output yang

terjadi karena adanya perbedaan antara harga privat dengan harga sosialnya. Nilai

TO positif menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah pada output menyebabkan

harga output privat lebih besar dibandingkan dengan harga output pada harga

bayangan. Hal ini menunjukkan adanya insentif dari konsumen kepada produsen

dimana konsumen membayar harga lebih tinggi dari harga yang seharusnya

dibayarkan. Nilai TO negatif bearti bahwa kebijakan pemerintah dan distorsi

pasar menyebabkan harga output pada harga privat menjadi lebih rendah

dibandingkan dengan harga bayangannya.

Hasil analisis pada tabel PAM, nilai OT adalah negatif pada ketiga

usahaternak skala. Pada uasahaternak skala kecil, nilai OT sebesar Rp. 946,97 per

liter susu, Rp. 941,97 per liter susu pada usahaternak skala menengah, dan Rp.

946,97 pada usahaternak skala besar. Niali OT yang negatif pada masing-masing

skala usaha tersebut menu jukkan adanya divergensi dimana harga privat output

susu segar yang dihasilkan oleh para peternak di KUNAK, KPS Bogor lebih

rendah dibandingkan dengan harga sosialnya. Kondisi tersebut menjelaskan

bahwa adanya kebijakan pemerintah terhadap output susu segar akan lebih

menguntungkan konsumen karena konsumen membeli susu segar dengan harga

yang lebih rendah dari harga yang seharusnya.

Konsumen mendapat transfer output sebesar Rp. 946,97 per liter susu

dari usahaternak skala kecil, Rp. 941,97 per liter susu dari usahaternak skala

menengah, dan Rp. 946,97 dari usahaternak skala besar sehingga konsumen (IPS)

Page 107: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

92

dapat membeli susu dengan harga yang lebih rendah sebesar OT dari masing-

masing peternak pada ketiga skala usaha dari harga yang seharusnya diterima

peternak jika tidak ada intervensi pemerintah atau distorsi pasar. Kebijakan

pemerintah berupa penetapan tarif impor sebesar lima persen, tidak berjalan

efektif karena pada kenyataannya produsen susu dalam negeri (peternak) masih

sulit bersaing dengan susu impor. Kecenderungan IPS untuk lebih suka membeli

susu impor juga merupakan salah satu kendala bagi para peternak lokal untuk

meningkatkan usahanya. Tarif impor sebesar lima persen masih dirasa rendah

oleh para peternak karena belum dapat meningkatkan efisiensi usaha mereka.

Berdasarkan nilai TO, usahaternak sapi perah pada ketiga skala usaha

mengalami kerugian yang berbeda-beda. Perbedaan besarnya kerugian ini

tergantung dari besarnya harga jual susu yang diterima oleh peternak. Peternak

pada skala usaha menengah mendapatkan harga jual susu yang lebih tinggi

dibandingkan dengan peternak pada skala usaha kecil dan besar. Divergensi untuk

penerimaan output yang bernilai negatif ini juga terjadi karena harga sosial susu

diperhitungkan berdasarkan harga susu impor yang harganya lebih tinggi

dibandingkan dengan harga susu dalam negeri dengan standar dan kualitas yang

sama.

b. Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)

Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) dibuat untuk mengukur

output transfer dimana besarnya nilai NPCO adalah rasio antara penerimaan yang

dihitung berdasarkan harga finansial dengan penerimaan yang dihitung

berdasarkan harga bayangan. Nilai NPCO menunjukkan seberapa besar harga

Page 108: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

93

output domestik (harga privat) berbeda dengan harga sosial (Pearson et al, 2005).

Bila nilai NPCO lebih besar dari satu (NPCO > 1) berarti harga output di pasar

domestik lebih tinggi dari harga impor (atau ekspor) atau berarti sistem mendapat

suatu proteksi kebijakan. Sebaliknya jika nilai NPCO lebih kecil dari satu (NPCO

< 1) berarti harga output di pasar domestik lebih rendah dari harga di pasar dunia.

Berdasarkan hasil analisis, nilai NPCO yang didapatkan pada penelitian

ini pada ketiga usahaternak skala adalah sama besar, yaitu 0,76. Nilai NPCO yang

kurang dari satu tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah menetapkan

tarif impor lima persen belum berjalan efektif karena menyebabkan harga yang

diterima oleh para peternak, baik peternak dengan skala usaha kecil, menengah

maupun skala besar lebih rendah dibandingkan dengan harga bayangannya.

Produsen hanya menerima harga 76 persen dari harga yang seharusnya diterima

peternak bila tidak ada distorsi pasar dan intervensi pemerintah pada pasar output.

5.1.3.3. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input-Output

Dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output dapat dijelaskan

melalui indikator-indikator seperti nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC),

Transfer Bersih (NT), Koefisien Keuntungan (PC), dan Rasio Subsidi bagi

Produsen (SRP).

a. Koefisien Proteksi Efektif (EPC)

Koefisien Proteksi Efektif (EPC) merupakan indikator dari dampak

keseluruhan kebijakan input dan output terhadap sistem produksi usahaternak sapi

perah di KUNAK, KPS Bogor. Nilai EPC menggambarkan sejauh mana kebijakan

Page 109: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

94

pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik. Nilai EPC

yang lebih besar dari satu (EPC>1) mengindikasikan bahwa kebijakan yang

melindungi produsen domestik berjalan efektif, sedangkan nilai EPC kurang dari

saru (EPC<1) menunjukkan kebijakan yang melindungi produsen domestik tidak

berjalan efektif.

Berdasarkan hasil analisis, nilai EPC yang didapatkan dalam penelitian

ini adalah 0,74 untuk usahaternak skala kecil, 0,75 untuk usahaternak skala

menengah, dan 0,73 untuk usahaternak skala besar. Nilai EPC yang kurang dari

satu pada ketiga usahaternak skala sapi perah di KUNAK, KPS Bogor

menunjukkan bahwa kebijakan input-output tidak dapat berjalan efektif atau

menghambat peternak lokal dalam hal pengusahaan menghasilkan susu sapi segar.

Hal ini dikarenakan harga privat output yang diterima peternak lebih kecil

dibandingkan dengan harga sosialnya, dan harga input non-tradable yang diterima

peternak juga lebih mahal daripada harga bayangannya.

b. Transfer Bersih (NT)

Nilai Transfer bersih menunjukkan selisih antara keuntungan privat

dengan keuntungan sosial. Transfer bersih adalah penjumlahan dari transfer

output, transfer input dan transfer faktor domestik. Apabila nilai NT lebih besar

dari satu (NT > 1) berarti terjadi penambahan pada surplus produsen yang

disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output.

Sedangkan apabila nilai NT kurang dari satu (NT < 1) berarti terjadi pengurangan

pada surplus produsen akibat dari adanya suatu kebijakan yang diterapkan pada

input dan output.

Page 110: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

95

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 5.2, nilai NT bernilai negatif

pada ketiga usahaternak skala. Nilai NT yang diperoleh pada msing-masing skala

usaha adalah Rp. 1.250,14 per liter susu (usahaternak skala kecil), Rp. 1.116,43

per liter susu (usahaternak skala menengah) dan Rp. 1.555,41 per liter susu (pada

usahaternak skala besar). Hal ini berarti bahwa terjadi pengurangan surplus

produsen sebesar nilai NT pada masing-masing usahaternak skala yang

disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang berlaku pada saat ini. Keuntungan

yang diperoleh produsen pada kondisi adanya kebijakan pemerintah dan distorsi

pasar pada saat ini lebih rendah Rp. 1.250,14 per liter susu (usahaternak skala

kecil), Rp. 1.116,43 per liter susu (usahaternak skala menengah) dan Rp.

1.555,41 per liter susu (pada usahaternak skala besar) dibandingkan kerugian

apabila tidak ada intervensi pemerintah.

c. Koefisien Keuntungan (PC)

Dampak dari seluruh transfer atas keuntungan privat dapat diukur dengan

Profitabilitas Coefficient (PC). PC sama dengan rasio antara keuntungan privat

dan keuntungan sosial. Tabel 5.2 menunjukkan nilai PC yang dihasilkan dari

masing-masing usaha ternak memiliki nilai kurang dari satu. Nilai PC sebesar

0,26 (usahaternak skala kecil ), 0,38 (usahaternak skala menengah), dan 0,03

(usahaternak skala besar) berarti bahwa keuntungan produsen dengan intervensi

dan distorsi yang terjadi saat ini adalah 0, 26 kali dari keuntungan sosial pada

usahaternak skala kecil, 0, 38 kali dari keuntungan sosial pada usahaternak skala

menengah, dan 0,03 kali dari keuntungan sosial untuk usahaternak skala besar .

Nilai PC tersebut juga menunjukkan bahwa produsen harus mengeluarkan dana

Page 111: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

96

kepada konsumen (IPS) sebesar 74 persen pada usahaternak skala kecil, 62 persen

pada usahaternak skala menengah dan 97 persen pada usahaternak skala besar,

sehingga keuntungan yang diterima peternak lebih kecil daripada keuntungan

sosialnya.

d. Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP)

Rasio Subsidi bagi Produsen (SRP) adalah rasio yang digunakan untuk

mengukur seluruh dampak transfer yang merupakan perbandingan antara transfer

bersih dengan nilai output pada tingkat harga dunia. SRP juga dapat menunjukkan

pengaruh transfer terhadap perubahan pendapatan dari suatu sistem. Nilai SRP

yang negatif (SRP<0) berarti terjadi besarnya pengeluaran produsen pada biaya

produksi lebih besar dibandingkan biaya imbangannya akibat adanya kebijakan

pemerintah tersebut. Nilai SRP yang positif (SRP>0) menunjukkan bahwa adanya

kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi

terhadap input lebih rendah dari biaya imbangan untuk berproduksi.

Berdasarkan hasil pada Tabel 5.2, nilai SRP yang diperoleh dalam

penelitian ini adalah bernilai negatif untuk masing-msing skala usaha. Nilai SRP

sebesar 0,32 (usahaternak skala kecil), dan 0,28 (usahaternak skala menengah)

dan 0,39 (usahaternak skala besar) menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah

yang berlaku saat ini menyebabkan produsen susu mengeluarkan biaya produksi

lebih besar 32 persen pada usahaternak skala kecil, 28 persen pada usahaternak

skala menengah dan 39 persen pada usahaternak skala besar dari opportunity cost

masing-masing peternak dari setiap skala usaha untuk berproduksi. Nilai yang

Page 112: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

97

keseluruhan negatif menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dan distorsi pasar

yang terjadi saat ini merugikan produsen susu (peternak) di KUNAK, KPS Bogor.

5.2. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mensubtitusi kelemahan metode

PAM yang hanya berlaku pada waktu yang relatif singkat dengan faktor-faktor

yang sebenarnya sangat rentan untuk berubah. Dalam penelitian ini, analisis

sensitivitas yang dilakukan bertujuan untuk melihat bagaimana daya saing

usahaternak sapi perah dan dampak dari kebijakan pemerintah seperti

peningkatan penerapan tarif impor. Selain itu analisis sensitivitas juga dilakukan

ketika penerapan tarif impor dihapuskan menjadi nol persen.

Penelitian ini menggunakan dua sekenario analisis sensitivitas, yaitu:

1. Daya saing komoditi susu jika tarif impor turun sebesar 5 persen menjadi nol

persen

Analisis ini bertujuan untuk melihat bagaimana dampak dari

penghapusan tarif impor susu terhadap daya saing komoditi susu segar yang

dihasilkan oleh para peternak di KUNAK, KPS Bogor. Hipotesis dari analisis

ini adalah adanya penurunan tingkat daya saing dan tingkat keuntungan yang

diterima oleh para peternak akibat adanya penghapusan tarif impor susu.

2. Daya saing komoditi susu jika tarif impor ditetapkan sebesar 15 persen

Analisis ini bertujuan untuk melihat dampak perubahan daya saing

komoditi susu yang dihasilkan oleh para peternak di KUNAK, KPS Bogor dari

penerapan tarif impor lima persen menjadi 15 persen sesuai dengan pernyataan

ketua GKSI. Penerapan tarif impor sebesar 15 persen cukup adil bagi para

Page 113: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

98

peternak dan konsumen susu segar sehingga dapat meningkatkan posisi tawar

menawar peternak lokal. Penerapan tarif impor sebesar 15 persen diharapkan

dapat memberikan insentif bagi para peternak sehingga para peternak dapat

mengembangkan usahanya.

Hasil analisis sensitivitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Indikator-indikator Matriks Analisis Kebijakan pada Kondisi

Tarif Impor Nol Persen, 5 Persen, dan 15 Persen

Indikator Tarif Impor 0 Persen Tarif Impor 5 Persen Tarif Impor 15 Persen

A B C A B C A B C

KP 285,62 374,04 -97,51 435,62 674,29 52,49 735,62 974,79 352,49

KS 1.488,41 1.593,37 1.410,55 1.685,76 1.790,72 1.607,90 2.080,46 2.185,41 2.002,59

PCR 0,89 0,85 1,04 0,85 0,77 0,98 0,76 0,69 0,88

DRC 0,59 0,56 0,60 0,56 0,53 0,57 0,50 0,48 0,52

TO -899,62 -1.044,87 -899,62 -946,97 -941,97 -946,97 -946,97 -941,97 -946,97

NPCO 0,76 0,72 0,76 0,76 0,76 0,76 0,76 0,76 0,76

TI 35,25 11,68 71,99 35,25 11,68 71,99 35,25 11,68 71,99

NPCI 1,24 1,09 1,36 1,24 1,09 1,36 1,24 1,09 1,36

TF 267,92 162,78 536,45 267,92 162,78 536,45 267,92 162,78 536,45

EPC 0,74 0,71 0,73 0,74 0,75 0,73 0,74 0,75 0,73

NT -1.202,79 -1.219,33 -1.508,06 -1.250,14 -1.116,43 -1.555,41 -1.250,14 -1.116,43 -1.555,41

PC 0,19 0,23 -0,07 0,26 0,38 0,03 0,35 0,45 0,18

SRP -0,81 -0,77 -1,07 -0,32 -0,28 -0,39 -0,60 -0,51 -0,78

Keterangan : A : Usahaternak skala kecil

B : Usahaternak skala menegah

C : Usahaternak skala besar

Menurut hasil analisis sensitivitas, semakin tinggi penetapan tarif impor

maka semakin tinggi pula daya saing usahaternak sapi perah. Penatapan tarif

impor tersebut memberikan insentif yang lebih kepada para peternak sapi perah di

KUNAK, KPS Bogor dan memacu para peternak untuk mengembangkan

usahanya. Peningkatan daya saing ditandai dengan semakin meningkatnya nilai

keuntungan privat dan keuntungan sosial yang diterima oleh peternak. Selain itu

Page 114: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

99

daya saing secara kompetitif dan komparatif dari usahaternak sapi perah di

KUNAK, KPS Bogor semakin meningkat, hal ini terlihat dari semakin kecilnya

nilai DRC dan PCR.

5.2.1. Analisis Sensitivitas pada Kondisi Tarif Impor diturunkan Lima

Persen menjadi Nol Persen

Penghapusan tarif impor, seperti yang terjadi pada tahun 2009 yang

bertahan selama kurang lebih tiga bulan, menyebabkan tingkat keuntungan yang

diterima peternak baik dari sisi privat maupun sisi ekonomi mengalami

penurunan. Selain itu tingkat daya saing usahaternak sapi perah juga menurun.

Banyak peternak yang merasa dirugikan karena harga jual susu mereka semakin

menurun. Hal ini juga dialami oleh para peternak di KUNAK, KPS Bogor dimana

harga jual susu mereka berkisar antara Rp. 2800 hingga Rp. 2900 per liter susu.

Dampak penghapusan tarif impor sebesar lima persen dirasakan juga di

KUNAK, KPS Bogor. Penghapusan tarif impor tersebut menyebabkan

berkurangnya nilai keuntungan privat dari Rp. 435,62 menjadi Rp. 285,62 per liter

susu pada usahaternak skala kecil, pada usahaternak skala menegah terjadi

penurunan dari Rp. 674,29 menjadi Rp. 374,04 per liter susu, dan pada

usahaternak skala besar pada kondisi tarif impor nol persen peternak mengalami

kerugian hingga Rp. 97,51 per liter susu. Selain menurunnya nilai keuntungan

privat, keuntungan sosial peternak juga mengalami penurunan walaupun harga

jual susu impor mengalami penurunan sebesar Rp. 197,35 per liter susu.

Selain berkurangnya nilai keuntungan privat ataupun sosial, dampak lain

dari adanya penghapusan tarif impor susu adalah berkurangnya daya saing

Page 115: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

100

usahaternak sapi perah lokal. Hal ini terjadi pada usahaternak pada ketiga skala

usaha di KUNAK, KPS Bogor. Penghapusan tarif impor menurunkan keunggulan

kompetitif yang ditandai dengan semakin tingginya nilai PCR. Pada usaha ternak

skala kecil dan skala menengah, nilai PCR kurang dari satu yaitu 0,89 dan 0,85

walaupun pada kondisi tarif impor sebesar nol persen. Hal ini berarti pada

usahaternak skala kecil dan menengah tersebut masih memiliki keunggulan

kompetitif. Namun, pada usahaternak skala besar, nilai PCR mencapai 1,04 yang

berarti bahwa usahaternak tersebut tidak efisien secara finansial dan tidak

memiliki keunggulan kompetitif. Hal ini disebabkan oleh rendahnya harga susu

yang diterima oleh peternak, sedangkan alokasi biaya input yang dikeluarkan oleh

peternak besar. Selain penurunan tingkat keunggulan kompetitif, penghapusan

tarif impor juga berdampak pada penurunan keunggulan komparatif. Penurunan

tingkat keunggulan komparatif ditandai dengan semakin tingginya nilai DRC.

Ketiga skala usahaternak sapi perah di KUNAK, KPS Bogor tetap memiliki

keunggulan komparatif meskipun diberlakukan tarif impor sebesar nol persen.

Nilai DRC yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan nilai PCR

mengindikasikan bahwa pengaruh intervensi pemerintah atau distorsi pasar tidak

memberikan insentif yang baik bagi para peternak sehingga keuntungan privat

yang dihasilkan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan keuntungan yang

diperoleh tanpa adanya intervensi dari pemerintah. Intervensi pemerintah baik

pada input maupun distorsi pada pasar output cenderung merugikan peternak.

Distorsi pada pasar output terjadi karena kecenderunagn IPS untuk lebih

Page 116: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

101

menggunakan produk susu impor walaupun harga susu impor relatif lebih mahal

dibandingkan dengan harga jual susu lokal.

5.2.2. Analisis Sensitivitas pada Saat Tarif Impor Ditetapkan 15 Persen

Nilai tarif impor sebesar 15 pesen dirasakan cukup adil bagi para

peternak. Menurut ketua GKSI, tarif impor yang sesuai untuk melindungi para

peternak lokal adalah 15 persen. Dengan adanya penetapan tarif impor sebesar 15

persen maka akan meningkatkan daya saing para peternak lokal sehingga mereka

memiliki posisi tawar menawar yang kuat sehingga akan memberikan insentif

yang lebih bagi para peternak untuk mengembangkan usahanya.

Penetapan tarif impor sebesar 15 persen meningkatkan harga jual susu

para peternak di ketiga skala usaha. Pada usahaternak skala kecil dan skala besar

harga jual susu meningkat dari Rp. 3.000 pada kondisi tarif impor lima persen

menjadi Rp. 3.300, sedangkan untuk usahaternak skala menengah harga jual susu

meningkat dari Rp 3.005 pada kondisi tarif impor lima persen menjadi Rp.

3.305,50. Peningkatan harga jual susu para peternak di tingkat privat memberikan

insentif lebih bagi para peternak, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai

keuntungan privat pada usahaternak skala kecil dan besar sebesar Rp. 300 per liter

susu dan pada usahaternak skala menengah meningkat sebesar Rp. 300,50 per liter

susu. Keuntungan privat untuk usahaternak skala kecil meningkat dari Rp. 435,62

menjadi Rp. 735,62 , pada usahaternak skala menengah meningkat dari Rp.

674,29 menjadi Rp. 974,79 , dan pada usahaternak skala besar meningkat dari Rp.

52,49 menjadi Rp. 352,49.

Page 117: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

102

Peningkatan keuntungan privat diikuti dengan semakin rendahnya nilai

PCR pada ketiga skala usaha. Pada usahaternak skala kecil nilai PCR mengalami

penurunan dari 0,85 pada saat tarif impor lima persen menjadi 0,76 pada kondisi

tarif impor 15 persen, pada usahaternak skala menengah nilai PCR juga

mengalami penurunan dari 0,77 pada kondisi tarif impor lima persen menjadi 0,69

pada kondisi tarif impor 15 persen, dan pada usahaternak skala besar nilai PCR

menurun dari 0,98 menjadi 0,88 pada kondisi tarif impor 15 persen. Adanya

peningkatan nilai keuntungan privat dan penurunan nilai PCR mengindikasikan

bahwa terjadi peningkatan keunggulan kompetitif dari komoditi susu sapi yang

dihasilkan oleh para peternak yang berada di KUNAK, KPS Bogor pada kondisi

penetapan tarif impor sebesar 15 persen.

Selain terjadi peningkatan keunggulan kompetitif, peningkatan tarif

impor susu menjadi 15 persen juga meningkatkan keunggulan komparatif

komoditi susu yang dihasilkan oleh para peternak sapi perah di KUNAK, KPS

Bogor. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai keuntungan sosial dan

menurunnya nilai DRC di ketiga skala usahaternak. Keuntungan sosial para

peternak pada ketiga skala usaha meningkat dari Rp. 1.685,76 per liter susu

menjadi Rp. 2.080,46 per liter susu pada usahaternak skala kecil, Rp. 1.790,72

menjadi Rp. 2.185,41 pada usahaternak skala menengah, dan Rp. 1.607,90

menjadi Rp. 2.002,59 pada usahaternak skala besar. Keuntungan sosial pada

ketiga skala usaha meningkat sebesar Rp. 394,70 per liter susu. Selain terjadi

peningkatan nilai keuntungan sosial, peningkatan keunggulan komparatif juga

ditandai dengan semakin kecilnya nilai DRC. Nilai DRC pada ketiga skala usaha

Page 118: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

103

mengalami penurunan, yaitu pada usahaternak skala kecil menurun dari 0,56 pada

kondisi tarif impor lima persen menjadi 0,50 pada kondisi tarif impor 15 persen,

pada usahaternak skala menengah nilai DRC turun dari 0,53 menjadi 0,48 pada

kondisi tarif impor 15 persen, dan pada usahaternak skala besar nilai DRC

menurun dari 0,57 menjadi 0,52 pada kondisi tarif impor 15 persen.

Page 119: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

104

VI. KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis dan tujuan

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Usahaternak sapi perah di KUNAK, KPS Bogor mendapatkan nilai

keuntungan yang nilainya lebih besar dari nol pada ketiga skala usaha. Oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa pengusahaan sapi perah pada ketiga

skala usaha tersebut efisien dan menguntungkan baik secara finansial

maupun ekonomi. Hal ini menunjukkkan bahwa pengusahaan sapi perah di

KUNAK, KPS Bogor layak dan baik untuk dikembangkan. Besarnya nilai

keuntungan yang diperoleh pada masing-masing skala usaha berbeda-beda,

tergantung dari harga jual susu yang diterima oleh para peternak dan jumlah

input yang digunakan oleh para peternak di masing-masing skala usaha.

2. Usahaternak sapi perah pada ketiga skala usaha di KUNAK, KPS Bogor

memiliki daya saing baik dan memiliki keunggulan kompetitif pada kondsi

tarif impor sebesar lima persen dari segi finansial dalam menghasilkan susu

segar. Hal ini ditandai dengan nilai keuntungan privat yang lebih besar dari

nol, yaitu Rp. 669,92 per liter susu pada usahaternak skala kecil, Rp. 674,29

per liter susu pada usahaternak skala menengah, dan Rp. 52,49 per liter susu

pada usahaternak skala besar. Selain itu nilai PCR yang kurang dari satu

pada ketiga skala usaha, yaitu 0,76 untuk usahaternak skala kecil, 0,77

untuk usahaternak skala menengah dan 0,98 untuk usahaternak skala besar.

Page 120: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

105

Dari nilai PCR tersebut dapat dilihat bahwa usahaternak yang memiliki nilai

efisiensi lebih besar secara finansial dan memiliki keunggulan kompetitif

lebih besar adalah usahaternak skala kecil dengan kepemilikan sapi laktasi

satu hingga tiga ekor.

3. Usahaternak sapi perah pada ketiga skala usaha di KUNAK, KPS Bogor

memiliki daya saing baik dan memiliki keunggulan komparatif pada kondsi

tarif impor sebesar lima persen dari segi ekonomi dalam menghasilkan susu

segar. Usahaternak sapi perah memiliki nilai keuntungan sosial yang

nilainya lebih dari nol, yaitu Rp. 1.873,20 pada usahaternak skala besar, Rp.

1.790,72 pada usahaternak skala menengah, dan Rp. 1.607,90 pada

usahaternak skala kecil. Selain itu, untuk ketiga skala usahaternak sapi

perah memiliki nilai DRC yang kurang dari satu, yaitu 0,51pada

usahaternak skala kecil, 0,53 pada usahaternak skala menengah, dan 0,57

pada usahaternak skala besar.

4. Nilai keuntungan privat pada pengusahaan sapi perah lebih kecil

dibandingkan dengan nilai keuntungan di tingkat sosial. Hal ini disebabkan

karena harga bayangan susu yang didekati dengan susu impor lebih tinggi

dai harga finansialnya. Selain itu dari hasil analisis didapatkan nilai DRC

yang lebih kecil dibandingkan nilai PCR (PCR>DRC). Hal ini menunjukkan

bahwa tidak ada kebijakan dari pemerintah yang dapat meningkatkan

efisiensi peternak dalam memproduksi susu sapi segar. Kebijakan yang

ditetapkan oleh pemerintah seperti adanya tarif impor susu sebesar lima

Page 121: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

106

persen tidak dapat mendorong daya saing susu sapi lokal dan kebijakan

tersebut tidak memberikan insentif bagi peternak.

5. Adanya penghapusan tarif impor menyebabkan menurunnya daya saing

yang ditandai dengan meningkatnya nilai PCR dan DRC, dan menurunnya

tingkat keuntungan yang diperoleh para peternak. Hal ini tetap terjadi

walaupun pemerintah telah menetapkan kondisi tarif impor lima persen. Hal

ini terjadi karena kurangnya informasi kepada para peternak mengenai

peningkatan kembali tarif impor tersebut. Penetapan tarif impor sebesar 15

pesen meningkatkan daya saing dan nilai keuntungan bagi para peternak

dengan nilai PCR dan DRC yang semakin kecil. Semakin besar penetapan

tarif impor, maka akan meningkatkan daya saing peternak lokal dan

meningkatkan nilai keuntungan yang diterima oleh peternak.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil analisis dari penelitian di KUNAK, KPS Bogor Jawa

Barat, saran yang layak untuk dipertimbangkan adalah:

1. Bagi para peternak di KUNAK, KPS Bogor sebaiknya meningkatkan

usahaternaknya baik dari segi kualitas maupun kuantitas sehingga dapat

meningkatkan pendapatan peternak dan peternak diharapkan mampu

menerima dan mengimplikasikan berbagai teknologi baru untuk

pengusahaan ternak sapi perah serta memperbaiki manajemen pemeliharaan

sapi perah sehingga dapat menghasilkan susu dengan kualitas yang baik

sehingga harga jual susu peternak menjadi meningkat.

Page 122: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

107

2. Bagi pemerintah sebaiknya mendukung pengusahaan ternak sapi perah

dengan mengeluarkan kebijakan baik dari sisi input maupun output yang

dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing usahaternak sapi perah.

Pemerintah perlu mengkaji ulang mengenai kebijakan tarif impor susu yang

saat ini ditetapkan lima persen untuk melindungi para produsen lokal

(peternak) karena pada saat ini Industri Pengolahan Susu (IPS) dalam negeri

masih lebih memilih untuk mengimpor susu dari luar negeri meskipun

dalam kondisi adanya penetapan tarif impor lima persen. Pemerintah perlu

untuk mempertimbangkan untuk meningkatkan tarif impor hingga 15 persen

atau 20 persen sesuai dengan usulan GKSI agar jumlah susu impor yang

masuk ke dalam negeri menjadi terbatas. Dengan penetapan tarif impor

tersebut akan meningkatkan keuntungan dan daya saing peternak sehingga

layak untuk diterapkan untuk mengembangkan usahaternak sapi perah dan

memberikan motivasi bagi para peternak untuk meningkatkan jumlah

produksi susu dalam negeri.

3. Selain menghasilkan insentif bagi peternak, penetapan tarif impor susu juga

memberikan tambahan penerimaan pemerintah sebesar jumlah impor

dikalikan dengan selisih harga setelah tarif dengan harga sebelum tarif. Oleh

karena itu penerimaan yang didapatkan oleh pemerintah sebaiknya

digunakan untuk membiayai riset dan kajian mengenai pengembangan

usahaternak sapi perah serta memberikan pendidikan dan penyuluhan

kepada para peternak guna meningkatkan usahaternak mereka. Selain

pengkajian ulang mengenai penetapan tarif impor, kebijakan lain yang perlu

Page 123: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

108

dipertimbangkan adalah pemberian kredit kepada para peternak dengan

bunga yang rendah dan pengkajian kembali mengenai kebijakan subsidi

pakan ternak dan obat-obatan. Karena pada saat ini harga jula pakan

semakin tinggi tetapi kualitas pakan tersebut dirasa semakin menurun. Oleh

karena itu perlu adanya intervensi pemerintah sebagai pengawas terhadap

pemasok bahan baku sehingga dapat menghindari terjadinya distorsi pada

pasar input.

4. Pentingnya penerapan kebijakan penyerapan seluruh Susu Segar Dalam

Negeri bagi industri pengolahan susu, baik yang tergabung dalam anggota

IPS maupun industri pengolahan susu diluar IPS. Selain itu untuk

meningkatkan posisi tawar menawar peternak kepada IPS, perlu didukung

dengan adanya kebijakan untuk menciptakan suatu kondisi pemasaran susu

segar yang adil bagi para peternak dan IPS. Salah satu bentuk kebijakan

tersebut adalah penetapan harga susu sebaiknya berdasarkan kesepakatan

antara peternak dengan IPS, sehingga tidak akan ada pihak yang merasa

dirugikan.

Page 124: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

109

DAFTAR PUSTAKA

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan 2010.

Departemen Pertanian, Jakarta.

Emilya. 2001. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif serta Dampak

Kebijakan Pemerintah pada Pengusahaan Komoditas Tanaman

Pangan di Provinsi Riau. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.

Erwidodo. 1998. Dampak Krisis Moneter dan Reformasi Ekonomi Terhadap

Industri Persusuan di Indonesia. Prosiding. Pusat Penelitian Sosial

Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.

Gittinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi ke-2.

Sutomo S, Mangiri K, penerjemah: Universitas Indonesia Press,

Jakarta.

GKSI. 2008. Harga Susu Sapi Perah Segar Tingkat Peternakan dan Koperasi

Susu di Jawa Barat. GKSI Pusat, Jakarta.

Kadariah, LK dan C, Grey. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomis. Edisi Dua. Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Kuraisin, V. 2006. Analisis Daya Saing dan Dampak Perubahan Kebijakan

Pemerintah Terhadap Komoditi Susu Sapi (Studi Kasus: Desa

Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor) [Skripsi].

Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Lindert, P.H. dan Ch. P. Kindleberger. 1993. Ekonomi Internasional (Alih Bahasa

Burhanuddin Abdullah) Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Malian et al. 2004. Permintaan Ekspor dan Daya Saing Panili di Provinsi

Sulawesi Utara. Jurnal Agro Ekonomi 22: 26-45

Monke EA, Pearson SR. 1989. The Policy Analysis Matrix for Agriculture

Developement. Itacha and London: Cornell University Press.

Monke EA, Pearson SR. 2005. The Policy Analysis Matrix for Agriculture

Developement (2nd Edition). Itacha and London: Cornell University

Press.

Page 125: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

110

Pearson, S. Dan C, Gotsch. 2004. Application of The Policy Analysis Martix in

Indonesian Agriculture. Bachri S, penerjemah : Yayasan Obor

Indonesia, Jakarta.

Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press, New

York.

Porter, M.E. 1998. The Competitive Advantage of Nations. Free Press. New York.

Pratama, P. 2010. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah

Terhadap Komoditas Susu Segar Sapi Perah (Studi Kasus: Anggota

Koperasi Peternak Garut Selatan, Jawa Barat). [Skripsi]. Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor.

Priyanti, A dan Saptati, RA. 2009. Dampak Harga Susu Dunia Terhadap Harga

Susu dalam Negeri di Tingkat Peternak: Kasus Koperasi Peternak

Sapi Bandung Utara di Jawa Barat.

Salvator, D. 1997. Ekonomi Internasional, edisi Kelima. Erlangga, Jakarta.

Simanjuntak S. 1992. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah

Terhadap Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia. [Tesis]. Sekolah

Pascasarjana, IPB, Bogor.

Simanjuntak, P et.al. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Kedua. PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Simatupang, P. 1991. The Conception of Domestic Resource Cost and Net

Economic Benefit for Comparative Advantage Analysis Agribusiness

Division Working Paper No. 2/91, Centre for Agro-Socioeconomic

Research, Bogor.

Siregar, P. 2009. Analisis Dampak Penghapusan Tarif Impor Susu Terhadap

Daya Saing Komoditi Susu Sapi Lokal (Studi Kasus: Peternak

Anggota TPK Cibedug, KPBSU Jawa Barat). [Skripsi]. Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, IPB, Bogor.

Sudaryanto, T dan P, Simatupang. 1993. Arah Pengembangan Agribisnis : Suatu

Catatan Kerangka Analisis dalam Prosiding Perspektif

Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial

Ekonomi Pertanian, Bogor.

Sunandar, I. 2007. Analisis dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap

Pengusahaan komoditi Tanaman Karet Alam (kasus di Kecamatan

Cambai, Kota Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan). [Skripsi].

Fakultas Pertanian, IPB, Bogor

Page 126: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

111

Suryana, A. 1980. Keuntungan Komparatif dalam Produksi Ubi Kayu dan Jagung

di Jawa Timur dan Lampung dengan Analisa Penghematan Biaya

Sumber Daya Domestik. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.

Swastika et al. 2005. The Status and Prospect of crops in Indonesia. United

Nation: ESCAP.

Yusdja, Y. 2001. Analisis Kebijakan Industri Persusuan dalam Negeri. Jurnal

Analisis Kebijakan Pertanian, 3(3):257-268.

Page 127: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

112

Lampiran 1. Alokasi Input-Output Tahun 2000

FINANSIAL EKONOMI

No Uraian

Domesti

k Asing Pajak Domestik Asing

A Penerimaan Output

1 Output susu 100% 0% 0% 100% 0%

B Input Produksi

1 Pakan

Pakan hijauan 100% 0% 0% 100% 0%

Konsentrat 75% 15% 10% 85% 15%

Ampas tahu 100% 0% 0% 100% 0%

2 Obat-obatan

Mineral 78.45% 15.625% 5.93% 84.38% 15.625%

Biosid 78.45% 15.625% 5.93% 84.38% 15.625%

Vaselin 78.45% 15.625% 5.93% 84.38% 15.625%

3 Tenaga kerja 100% 0% 0% 100% 0%

Keluarga 100% 0% 0% 100% 0%

Non-Keluarga 100% 0% 0% 100% 0%

4 Penyusutan peralatan 100% 0% 0% 100% 0%

5 Sewa lahan 100% 0% 0% 100% 0%

6 Pajak 100% 0% 0% 100% 0%

7 Biaya air 100% 0% 0% 100% 0%

8 Biaya listrik 100% 0% 0% 100% 0%

9 Biaya tata niaga

Biaya transport susu 85% 10% 5% 90% 10%

Biaya transport pakan 85% 10% 5% 90% 10%

Page 128: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

113

Lampiran 2. Alokasi Budget Pivat dan Sosial Usahaternak Skala Kecil,

Menengah dan Besar

Keterangan

Usahaternak

SkalaKecil

Usahaternak Skala

Menengah

Usahaternak Skala

Besar

Biaya Rp/lt Biaya Rp/lt Biaya Rp/lt

Budget

Privat

Budget

Sosial

Budget

Privat

Budget

Sosial

Budget

Privat

Budget

Sosial

Penerimaan

Susu segar 3000 3946.97 3005 3946.97 3000 3946.97

Biaya Produksi

Pakan

Pakan hijauan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Konsentrat 1062.5 833.01 773.8 667.92 1758.2 1275.3

Ampas tahu 443.0 443.0 456.1 456.1 337.1 337.1

Obat-obatan

Mineral 28.6 18.86 9.9 9.05 13.7 10.23

Vaselin 16.9 16.9 18.8 18.8 10.1 10.1

Biosid 31.3 15.09 7.3 4.03 11.1 5.79

Tenaga kerja

Keluarga 234.3 187.4 222.2 177.8 171.4 137.2

Non keluarga 0.0 0.0 301.6 241.3 176.9 141.5

Sewa lahan 285.4 285.4 147.4 147.4 63.2 63.2

Pajak 23.3 0.0 11.8 0.0 4.1 0.0

Penyusutan

peralatan 61.5 61.5 40.7 40.7 23.8 23.8

Biaya air 10.4 10.4 14.6 14.6 11.9 11.9

Biaya listrik 99.0 124.3 59.7 75.0 42.2 53.0

Biaya tata niaga

Biaya transport susu 22.4 30.6 56.9 77.8 22.1 30.3

Biaya transport

pakan 65.6 89.7 75.0 102.5 27.5 37.6

Total biaya 2384.2 2116.3 2195.8 2033.0 2673.4 2136.9

Page 129: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

114

Lampiran 3. Penentuan Harga Bayangan Nilai Tukar

Uraian Jumlah (Rp)

Total Ekspor (Xt) 1425376420747980.00

Total Impor (Mt) 1225582108089630.00

Penerimaan Pajak Ekspor (TXt) 5454000000000.00

Penerimaan Pajak Impor (TMt) 17107000000000.00

Nilai Tukar Rupiah/USD (OERt) 9034.00

Xt+Mt 2650958528837610.00

Xt-TXt 1419922420747980.00

Mt+TMt 1242689108089630.00

SCFt 0.996

SER 9073.71

Keterangan : Berdasarkan data tahun 2010

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 (ekspor-impor)

ER : http://www.exchange-rates.org/Rate/USD/IDR/7-28-2010 (28 Juli 2010)

StCF= Standart Convertion Factor/ premium nilai tukar (%)

SER = Nilai tukar bayangan /equilibrium (Rp/$)

OER = Nilai tukar resmi (Rp/$)

SCFt = Xt + Mt

(Xt-TXt) + (Mt+TMt)

SCFt = 99.56%

SERt = OERt

SCFt

SERt = 9074

Page 130: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

115

Lampiran 4. Penentuan Harga Bayangan Komoditi Susu

Harga bayangan komoditas susu

Harga rata-rata susu dalam

negeri (Rp/lt)

2.5% biaya

tataniaga Harag Sosial Susu di

tingkat peternak

1 2= 2.5%*1 3=1+2

3850.70 96.27 3946.97

Keterangan : Harga FCMP dari Harga Monthly Whole Milk Powder Price

1lb=0.45359237kg ; 1kg= 2.204632 lb

Harga FCMP Januari-

Maret 2010

Bulan

Harga

FCMP (US/Kg)

Harga FCMP

(Rp/Kg)

Harga FCMP + freight

and Insurance (Rp/kg)

Harga susu

dalam negeri (Rp/lt)

1 2 3= 2*SER 4 5 = 4/8 liter

susu

Januari 3.28 29796.12 31285.93 3910.74

Februari 3.15 28595.87 30025.67 3753.21

Maret 3.26 29624.09 31105.29 3888.16

rata-rata susu (Rp/lt) 3850.70

Page 131: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

116

Lampiran 5. Penentuan Harga Bayangan Obat-obatan

No. Keterangan Obat-obatan

1 FOB (US$/kg) 0.842678104

2 Freight and Insurance ($/kg) 0.08426781

3 CIF Indonesia ($/ton) 0.926945914

4 Nilai Tukar ($/USD) 9034

5 Standart Convertion Factor 99.56%

6 Nilai Tukar Bayangan (Rp/$) 9073.71

7 CIF Indonesia dalam mata uang domestik (Rp/kg) 8410.84

8 Biaya angkut dan penanganan (Rp/kg) 210.271

9 Harga paritas impor di tingkat peternak (Rp/kg) 8621.1

11 Biaya pendistribusian obat-obatan (Rp/kg) 5000

12 Harga paritas impor di tingkat peternak (Rp/kg) 3621.1

Lampiran 6. Penentuan Harga Bayangan Pakan Ternak

No. Keterangan Pakan

1 FOB (US$/kg) 0.260592985

2 Freight and Insurance ($/kg) 0.026059299

3 CIF Indonesia ($/ton) 0.286652284

4 Nilai Tukar ($/USD) 9034

5 Standart Convertion Factor 99.56%

6 Nilai Tukar Bayangan (Rp/$) 9073.71

7 CIF Indonesia dalam mata uang domestik (Rp/kg) 2601.00

8 Biaya angkut dan penanganan (Rp/kg) 65.025

9 Harga paritas impor di tingkat peternak (Rp/kg) 2666.0

11 Biaya pendistribusian pakan (Rp/kg) 1000

12 Harga paritas impor di tingkat peternak (Rp/kg) 1666.0

Page 132: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

117

Lampiran 7. Tabel PAM untuk Kondisi Tarif Impor Nol Persen

Komponen Penerimaan Biaya Input

Keuntungan Input Tradabel Non Tradabel

Usahaternak Skala Kecil

Privat 2,850.00 180.18 2384.2 285.62

Sosial 3,749.62 144.93 2,116.28 1,488.41

Divergensi (899.62) 35.25 267.92 (1,202.79)

Usahaternak Skala Menengah

Privat 2,704.75 134.88 2195.8 374.04

Sosial 3,749.62 123.21 2,033.05 1,593.37

Divergensi (1,044.87) 11.68 162.78 (1,219.33)

Usahaternak Skala Besar

Privat 2,850.00 274.15 2673.4 (97.51)

Sosial 3,749.62 202.16 2,136.91 1,410.55

Divergensi (899.62) 71.99 536.45 (1,508.06)

Lampiran 8. Tabel PAM untuk Kondisi Tarif Impor Lima Persen

Komponen Penerimaan Biaya Input

Keuntungan Input Tradabel Non Tradabel

Usahaternak Skala Kecil

Privat 3,000.00 180.18 2384.2 435.62

Sosial 3,946.97 144.93 2,116.28 1,685.76

Divergensi (946.97) 35.25 267.92 (1,250.14)

Usahaternak Skala Menengah

Privat 3,005.00 134.88 2195.8 674.29

Sosial 3,946.97 123.21 2,033.05 1,790.72

Divergensi (941.97) 11.68 162.78 (1,116.43)

Usahaternak Skala Besar

Privat 3,000.00 274.15 2673.4 52.49

Sosial 3,946.97 202.16 2,136.91 1,607.90

Divergensi (946.97) 71.99 536.45 (1,555.41)

Page 133: ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49990/H11rkh.pdf · RINGKASAN RETNO KHAIRUNNISA. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan

118

Lampiran 9. Tabel PAM untuk Kondisi Tarif Impor 15 Persen

Komponen Penerimaan Biaya Input

Keuntungan Input Tradabel Non Tradabel

Usahaternak Skala Kecil

Privat 3,300.00 180.18 2384.2 735.62

Sosial 4,341.67 144.93 2,116.28 2,080.46

Divergensi (946.97) 35.25 267.92 (1,250.14)

Usahaternak Skala Menengah

Privat 3,305.50 134.88 2195.8 974.79

Sosial 4,341.67 123.21 2,033.05 2,185.41

Divergensi (941.97) 11.68 162.78 (1,116.43)

Usahaternak Skala Besar

Privat 3,300.00 274.15 2673.4 352.49

Sosial 4,341.67 202.16 2,136.91 2,002.59

Divergensi (946.97) 71.99 536.45 (1,555.41)