31
Paper Kapita Selekta : “Pentingnya Pengembangan Technopreneurship pada Mahasiswa Indonesia di tengah kompetisi Global” Disusun oleh : ZULFADLI ZIZAR / 1100050990 07 PAT Fakultas Ilmu Komputer – Teknik Informatika Binus University 1

50623619 Paper Kapsel

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 50623619 Paper Kapsel

Paper Kapita Selekta :

“Pentingnya Pengembangan Technopreneurship pada Mahasiswa Indonesia di tengah kompetisi Global”

Disusun oleh :

ZULFADLI ZIZAR / 1100050990

07 PAT

Fakultas Ilmu Komputer – Teknik Informatika

Binus University

2010

1

Page 2: 50623619 Paper Kapsel

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Setiap manusia diberikan karunia oleh sang Pencipta berupa otak yang berfungsi

untuk berpikir. Selaras dengan pengetahuan serta ilmu yang dimiliki oleh setiap individu

maka dapat melahirkan pemikiran – pemikiran yang berguna dan menghasilkan sesuatu

yang bermanfaat. Kewirausahaan merupakan penyalur untuk merealisasikan pemikiran

– pemikiran tersebut. Kewirausahaan atau entrepreneurship dahulu memiliki arti yang

sempit dimana seseorang hanya mengandalkan pemikiran serta ide nya yang di

realisasikan dalam bentuk sesuatu yang berguna, bermanfaat dan mempunyai nilai jual

atau market value. Dalam realisasinya, penyampaian informasi dalam hal pemasaran

akan produk masih sangat tradisional seperti melalui brosur maupun word of mouth.

Perubahan demi perubahan yang terjadi dari suatu zaman ke zaman berikutnya telah

mengantarkan manusia memasuki era digital.

Kini Kehadiran teknologi komunikasi dan informasi atau teknologi telematika

telah diakui sebagai salah satu solusi utama untuk mengatasi berbagai masalah di dunia

ini. Teknologi telematika dikenal sebagai konvergensi dari teknologi komunikasi

(communication), pengolahan (computing) dan informasi (information) yang

diseminasikan mempergunakan sarana multimedia. Seiring berkembangnya teknologi,

maka terjadi perubahan paradigma mengenai entrepreneurship dengan istilah

technopeneurship. Technopreneurship merupakan pemanfaatan teknologi informasi

dalam pengembangan wirausaha. Banyak hal yang dapat dikembangkan melalui

technopreneurship sebagai sebuah inkubator bisnis berbasis teknologi, yang memiliki

wawasan untuk menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan di kalangan generasi

muda, khususnya mahasiswa sebagai peserta didik dan merupakan salah satu strategi

terobosan baru untuk mensiasati masalah pengangguran intelektual yang semakin

meningkat tiap tahunnya.

Dengan menjadi seorang usahawan terdidik, generasi muda, khususnya

mahasiswa akan berperan sebagai salah satu motor penggerak perekonomian melalui

2

Page 3: 50623619 Paper Kapsel

penciptaan lapangan-lapangan kerja baru. Kaum intelektual muda seperti mahasiswa

mempunyai pemahaman sebuah visi ke depan yang jelas untuk mengembangkan

pengetahuannya menjadi sesuatu yang berguna dan bernilai jual. Munculnya ide-ide

cemerlang para kaum intelektual muda telah menghasilkan berbagai inovasi yang

memanfaatkan teknologi seperti internet dalam membuat e-commerce, online shop, situs

jejaring sosial serta pembuatan aplikasi-aplikasi bermanfaat baik itu berbayar maupun

gratis atau opensource yang dapat kita rasakan sekarang ini.

Oleh karena itu, pentingnya technopreneurship dibekali oleh setiap mahasiswa di

perguruan tinggi agar dapat menghasilkan sumber daya manusia yang handal, mandiri

dan berdaya saing baik di Indonesia maupun dunia. Atas dasar permasalahan tersebut

maka penulis ingin membuat paper dengan judul “Pentingnya Pengembangan

Technopreneurship untuk Mahasiswa di tengah kompetisi Global”.

1.2 Tujuan

Adapun penulisan paper ini bertujuan sebagai berikut :

Memperkenalkan Technopreneurship dikalangan mahasiswa pada

umumnya

Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang perkembangan

Technopreneurship secara global baik di Indonesia maupun di negara

lainnya

Menciptakan mahasiswa sebagai technopreneur muda yang handal

berdaya saing guna mengurangi tingkat pengangguran intelektual

Memberikan informasi tentang perkembangan technopreneurship di Era

ini.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat penulisan paper ini sebagai berikut :

Meningkatkan kualitas SDM mahasiswa dalam penguasaan IPTEK yang

dapat di handalkan di tengah kompetisi global

Membangun karakter technopreneur pada mahasiswa

3

Page 4: 50623619 Paper Kapsel

Memacu ide – ide cemerlang mahasiswa untuk menciptakan sesuatu

dengan pemanfaatan teknologi

Menjadi bahan referensi mahasiswa dalam mengkaji materi

Technopreneurhip

1.4 Ruang Lingkup

Menjelaskan apa itu technopreneurship ?

Melihat perkembangan technopreneurship di negara Asia

Melihat perkembangan technopreneurship di Indonesia

Mengapa terjadi pengangguran intelektual ?

Pendidikan TI berbasis Technopreneurship

Bagaimana membangun technopreneurship pada mahasiswa ?

Membentuk mahasiswa sebagai technopreneur ?

Peranan Technopreneurship terhadap masyarakat

Contoh – contoh invensi perusahaan di Indonesia

4

Page 5: 50623619 Paper Kapsel

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Sekilas tentang Technopreneurship

Beberapa tahun terakhir ini, istilah teknoprenuership kerap sekali kita jumpai

dan dengar di berbagai media baik media cetak maupun media elektronik. Buku-buku

yang menggunakan istilah ini sebagai bagian dari judulnya pun sudah banyak

bermunculan. Bahkan, ada beberapa universitas yang mulai menawarkan

technoprenuership sebagai program studi dan membuka program master. Salah satu

universitas di Asia yang menawarkan Master Degree Program in Technopreneurship

adalah Universitas Teknologi Nanyang (Nanyang Technological University – NTU)

Singapura. NTU bahkan memiliki pusat studi khusus untuk bidang ini yang dikenal

dengan nama Nanyang Technopreneurship Center (NTC). Di Indonesia sendiri

Technopreneurship telah di kembangkan dengan program pelatihan yang di

selenggarakan oleh RAMP-IPB, dan univeristas – universitas yang telah memasukan

matakuliah Technopreneurship dalam kurikulumnya seperti ITB, ITS, STMIK-INTI, dll.

2.2 Definisi Technopreneurship

Secara umum, technopreneurship merupakan pemanfaatan teknologi yang

digabung dengan pemikiran untuk mengidentifikasikan suatu masalah agar

menghasilkan sesuatu yang berguna dan mempunyaui nilai dalam jangka panjang.

Namun jika ditilik dari asal katanya, Technopreneurship merupakan istilah bentukan

dari dua kata, yakni ‘teknologi’ dan ‘enterpreneurship’. Secara umum, kata Teknologi

digunakan untuk merujuk pada penerapan praktis ilmu pengetahuan ke dunia industri

atau sebagai kerangka pengetahuan yang digunakan untuk menciptakan alat-alat, untuk

mengembangkan keahlian dan mengekstraksi materi guna memecahkan persoalan yang

ada. Sedangkan kata entrepreneurship berasal dari kata entrepreneur yang merujuk pada

seseorang atau agen yang menciptakan bisnis/usaha dengan keberanian menanggung

5

Page 6: 50623619 Paper Kapsel

resiko dan ketidakpastian untuk mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan cara

mengidentifikasi peluang yang ada (Zimmerer & Scarborough, 2008).

Jika kedua kata diatas digabungkan, maka kata teknologi disini mengalami penyempitan

arti, karena Teknologi dalam “technopreneurship” mengacu pada Teknologi Informasi,

yakni teknologi yang menggunakan Komputer sebagai alat pemrosesan. Posadas (2007)

mendefinisikan istilah technopreneurship dalam cakupan yang lebih luas, yakni sebagai

wirausaha di bidang teknologi yang mencakup teknologi semikonduktor sampai ke

asesoris Komputer Pribadi (PC).

Gambar 2.1 Integrasi Teknologi dengan Entepreneurship Menghasilkan

Technopreneurship

Sebagai contoh adalah bagaimana Steven Wozniak dan Steve Job

mengembangkan hobi mereka hingga mereka mampu merakit  dan menjual 50 komputer

Apple yang pertama, atau juga bagaimana Larry Page dan Sergey Brin mengembangkan

karya mereka yang kemudian dikenal sebagai mesin pencari Google. Mereka inilah yang

disebut sebagai para teknopreneur dalam definisi ini. Orang yang menjalankan

technorpreneurship disebut technopreneur, yaitu orang – orang yang mengidentifikasi

masalah dan memanfaatkan teknologi (Mankani,2003)

6

Page 7: 50623619 Paper Kapsel

Dalam wacana nasional, istilah Technopreneurship lebih mengacu pada

pemanfaatan Teknologi informasi untuk pengembangan wirausaha. Berbeda dengan

pengertian pertama diatas, jenis wirausaha dalam pengertian technopreneurship disini

tidak dibatasi pada wirausaha teknologi informasi, namun segala jenis usaha, seperti

usaha meubel, restaurant, super market ataupun kerajinan tangan, batik dan perak.

Penggunaan teknologi informasi yang dimaksudkan disini adalah pemakaian Internet

untuk memasarkan produk mereka seperti dalam perdagangan online (e-Commerce),

pemanfaatan Perangkat Lunak khusus untuk memotong biaya produksi, atau untuk

memotong biaya produksi dan kegiatan operasional lainnya.

2.3 Technopreneurship di negara - negara Asia 

Jika kita menengok ke 2 -3 dekade yang lalu, maka sebut saja Taiwan, Korea

Selatan dan Singapura masih digolongkan sebagai Negara Berkembang. Namun

sekarang Negara-negara ini telah menjadi Negara maju  dengan perekonomian yang

didasarkan pada Industri teknologi. Perkembangan Korea diawali dengan industri

tradisional kemudian diikuti oleh industri semikonduktor. Sedangkan Singapura

memiliki kontrak di bidang elektronik dengan perusahaan-perusahaan barat kemudian

diikuti juga oleh manufaktur semikonduktor. Taiwan terkenal dengan industri asesoris

Komputer Pribadi (PC). Rahasia lain yang membuat perkembangan negara-negara ini

melejit adalah adanya inovasi.

Inovasi di bidang Teknologi Informasi inilah yang juga membuat India

berkembang dan menjadi incaran industri dunia barat baik bagi outsourcing maupun

penanaman modal. Contoh teknologi yang dikembangkan oleh India adalah sebuah

Handheld PC yang disebut sebagai Simputer. Simputer dikembangkan untuk pengguna

pemula dan dari sisi finansial adalah pengguna kelas menengah bawah. Simputer

dijalankan oleh prosesor berbasis ARM yang murah dan menggunakan Sistem Operasi

berbasis opensource. Harga di pasaran adalah sekitar $200.

Inovasi India yang luar biasa datang dari perusahaan Shyam Telelink Ltd. Shyam

Telelink memperlengkapi becak dengan telefon CDMA yang berkekuatan 175 baterai.

7

Page 8: 50623619 Paper Kapsel

Becak ini pun diperlengkapi juga dengan mesin pembayaran otomatis.  Penumpang

becak bisa menelpon dan tariff yang dikenakan adalah sekitar 1.2 rupee per 20 menit.

Lalu perusahaan ini mempekerjakan orang yang tidak memiliki keahlian untuk

mnegemudikan becak. Upah para pengemudi becak tidak didasarkan pada gaji yang

tetap namun merupakan komisi sebesar 20% dari tiap tarif telfon yang diperoleh

(Wireless week, 2003).

Di Filipina, perusahaan telefon SMART mengembangkan metode untuk

melayani transfer pengiriman uang dari para pekerja Filipina yang diluar negeri melalui

telefon seluler dengan SMS. Menurut laporan Asian Development Bank (ADB),

SMART dapat meraup sekitar US $14 – 21 trilyun per tahunnya dari biaya transfer

program ini. China mengikuti jejak yang sama. Perusahaan-perusahaan China mulai

menunjukkan kiprahnya di dunia internasional. Akuisisi IBM oleh perusahaan China

Lenovo di tahun 2004 dan akuisisi perusahaan televisi Perancis Thomson oleh

Guangdong membuktikan bahwa technoprenuership di China semakin kukuh.

Studi Posadas menunjukkan bahwa technopreneurship di Asia berkembang

disebabkan oleh beberapa hal :

Pertama, faktor inovasi yang diinsiprasikan oleh Silicon Valley. Jika revolusi

industri Amerika di abad 20 yang lalu dipicu oleh inovasi yang tiada henti dari Silicon

valley, maka negara-negara Asia berlomba untuk membangun Silicon Valley mereka

sendiri dengan karakteristik dan lokalitas yang mereka miliki.

Kedua, Inovasi yang dibuat tersebut diarahkan untuk melepaskan diri dari

ketergantungan dunia barat. Sebagian besar teknologi yang diciptakan oleh dunia barat

diperuntukkan bagi kalangan atas atau orang/instansi/perusahaan yang kaya dan

menciptakan ketergantungan pemakaiannya. Sementara itu sebagian besar masyarakat

(baca pasar) Asia belum mampu memenuhi kriteria pasar teknologi barat tersebut.

Masih banyak masyarakat asia yang memiliki penghasilan dibawah $1 per hari,

sehingga mereka tidak memiliki akses ke teknologi yang diciptakan oleh dunia barat. Ini

merupakan peluang yang besar bagi para teknopreneur untuk berinovasi dalam

8

Page 9: 50623619 Paper Kapsel

menciptakan sebuah produk teknologi yang menjangkau masyarakat marginal seperti

yang telah dilakukan Taiwan.

2.4 Technopreneurship di Indonesia

Sebagian besar wacana di negara kita mengarahkan Technopreneurship seperti

dalam definisi kedua di atas. Baik dalam seminar, lokakarya dan berita, maka bisa

dijumpai bahwa pemakaian teknologi Informasi dapat  menunjang usaha bisnis. Terlebih

dimasa krisis global seperti sekarang ini, maka peluang berbisnis lewat Internet semakin

digembar-gemborkan. Ada kepercayaan bahwa Technopreneurship menjadi solusi bisnis

dimasa lesu seperti ini. Sebagai contoh, penggunaan Perangkat Lunak tertentu akan

mengurangi biaya produksi bagi perusahaan Meubel. Jika sebelumnya, mereka harus

membuat prototype dengan membuat kursi sebagai sample dan mengirimkan sample

tersebut, maka dengan pemakaian Perangkat Lunak tertentu, maka perusahaan tersebut

tidak perlu mengirimkan sample kursi ke pelanggan, namun hanya menunjukkan desain

kursi dalam bentuk soft-copy saja. Asumsi ini tidak memperhitungkan harga lisensi

software yang harus dibeli oleh perusahaan meubel tersebut.

Jika technopreneurship dipahami seperti dalam contoh-contoh ini, maka kondisi

ini menyisakan beberapa pertanyaan: Apakah benar technopreneurship mampu menjadi

solusi bisnis di masa kini ? Akan dibawa kemanakah arah technoprenership di negara

kita ?

Masalah di Indonesia yang paling utama adalah kesenjangan digital yang masih

sangat besar, untuk itu perlu ditumbuhkan teknopreneur industri telematika yang

memang jumlahnya masih sedikit. Menurut hemat penulis, technopreneurship yang

dipahamai dalam makna yang sesempit ini justru akan menjadi bumerang bagi pelaku

bisnis, karena ini akan menciptakan ketergantungan terhadap teknologi buatan barat.

Dan ini tidak sejalan dengan semangat technopreneurship yang dikembangkan oleh

negara-negara Asia lainnya.

9

Page 10: 50623619 Paper Kapsel

Selain itu, inovasi yang berkembang belum mampu melepas ketergantungan

tersebut karena masih berskala individu, seperti inovasi dan kreatifitas dalam

pembangunan website, penggunaan teknologi web 2.0 sebagai media promosi. Inovasi

yang diharapkan adalah inovasi dalam pengembangan kapasitas lokal dengan basis

teknologi dari dunia barat, sehingga hasil inovasi tersebut mampu melepaskan kita dari

kungkungan ketergantungan penggunaan lisensi dan ketergantungan teknologi barat.

Untuk dapat menuju ke arah yang sama seperti negara-negara Asia lainnya, maka hal

pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan dekonstruksi pemahaman

technopreneurship. Ini penting sekali karena kita semua tahu bahwa persepsi

menentukan aksi. Dengan pemahaman technopreneurship yang benar dan menyadari

betapa penting juga strategisnya posisi technopreneur, maka akan memungkinkan

munculannya para technopreneurship sejati yang akan membawa negara kita berjalan

bersama-sama dengan India, Korea Selatan maupun Taiwan.

2.5 Strategi Technopreneurship

Ada dua skenario pengembangan bisnis teknologi di suatu negara. Skenario

pertama lebih banyak dilaksanakan oleh IT preneur. Tidak terlalu mengandalkan

fasilitas maupun insentif pemerintah. Ini mirip seperti yang dikembangkan oleh IT-

preneurs asal negeri Hindustan. Skenario kedua, pemerintah mendukung dan berperan

penuh dalam mengembangkan kawasan Iptek. Peran Pemerintah melalui Depkominfo,

Ristek dan LIPI dalam hal ini sangat dibutuhkan.

Di Indonesia, Skenario pertama kita sebut sebagai skenario kemandirian.

Gerakan open source, berkembangnya Software house, ISV (Independent Software

vendor) dewasa ini cukup menggembirakan. Ditambah, reputasi Indonesia di dunia

internasional cukup baik dalam hal SDM TI. Nama seperti Onno W Purbo sebagai pakar

TI, juga banyaknya komunitas hacker dan komunitas Open Source merupakan

perkembangan yang menggembirakan. Tinggal peran aktif pemerintah dalam

mendukung perkembangan ini

10

Page 11: 50623619 Paper Kapsel

2.6 Mengapa terjadi pengangguran intelektual ?

Jumlah penganggur terdidik terus meningkat seiring pertambahan lulusan

perguruan tinggi setiap tahun. “Menurut data Biro Pusat Statistik, jumlah penganggur

terdidik lulusan universitas di Indonesia meningkat tajam dari 409.900 pada Februari

2007 menjadi 626.200 orang pada Februari 2008. Sementara untuk lulusan diploma

yang menganggu di rentang waktu tersebut meningkat dari 330.300 orang menjadi

519.900 orang atau naik 57%.

Hal tersebut berhubungan dengan masalah yang dihadapi oleh mahasiswa fresh

graduated dengan kalangan Industri. Artinya perguruan tinggi harus memperhatikan

demand daripada industri yang membutuhkan SDM yang siap pakai. Mengapa hal

demikian terjadi? Oleh karena itu kita perlu mengetahui masalah tersebut dari perspektif

– perspektif sebagai berikut:

Perspektif fresh graduated

- Susah mencari kerja.

- Ada lowongan kerja, tetapi kemampuan fresh graduate terbatas.

- Tidak ada pembimbing dalam menentukan karier untuk mencari

peluang kerja.

- Pengalaman kerja di utamakan

Perspektif Industri

- Butuh SDM yang sudah siap terap.

- Sulit mencari SDM yang siap pakai.

- Butuh SDM yang menguasai teknologi terbaru.

- Harus melakukan pelatihan untuk pegawai baru.

11

Page 12: 50623619 Paper Kapsel

- Level skill untuk industri harus memadai.

- SDM banyak tetapi tidak memenuhi kriteria

Melihat perspektif permasalahan di atas maka Technopreneurship diharapkan

akan menjadi salah satu kunci penciptaan knowledge-based economy untuk

meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi pengangguran.

2.7 Pendidikan TI Berbasis Technopreneurship

Teknologi komunikasi dan informasi atau teknologi telematika (information and

communication technology–ICT) telah diakui dunia sebagai salah satu sarana dan

prasarana utama untuk mengatasi masalah-masalah dunia. Teknologi telematika dikenal

sebagai konvergensi dari teknologi komunikasi (communication), pengolahan

(computing) dan informasi (information) yang diseminasikan mempergunakan sarana

multimedia.

Kurikulum Pendidikan TI berbasis Technopreneurship yang diberikan di perguruan

tinggi memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Memberikan kontribusi kongkret dalam mensiasati masalah pengangguran

intelektual di Indonesia.

2. Mengembangkan spirit kewirausahaan di dunia perguruan tinggi.

3. Meminimalisir gap antara pemahaman teori dan realita praktek dalam

pengelolaan bisnis.

Manfaat bagi mahasiswa dalam proses implementasi Technopreneurship Based

Curicullum adalah sebagai berikut :

1. Memperoleh pencerahan mengenai alternatif profesi sebagai wirausaha selain

sebagai ekonom, manajer atau akuntan atau profesi lainnya.

2. Memiliki skill-based yang memadai dalam bidang Teknologi Informasi

12

Page 13: 50623619 Paper Kapsel

3. Mendapatkan pengetahuan dasar dalam bentuk teori maupun praktek magang

dalam mengelola suatu bisnis.

4. Memperoleh akses untuk membangun networking dunia bisnis.

Sedangkan bagi Perguruan Tinggi sebagai fasilitator adalah :

1. Menjadi bentuk tanggung jawab sosial sebagai lembaga pendidikan untuk

berkontribusi dalam mengatasi masalah pengangguran.

2. Menjadi bagian penting dalam upaya menjembatani gap kurikulum pendidikan

antara lembaga pendidikan dan industri pengguna.

3. Menjadi salah satu strategi efektif untuk meningkatkan mutu lulusan.

4. Menjadi wahana interaksi untuk komunitas Perguruan Tinggi yang terdiri dari

alumni, mahasiswa, dosen, dan karyawan dengan masyarakat umum.

Berdasarkan tujuan tersebut di atas, maka Program Pengembangan Budaya

Technopreneurship atau kewirausahaan di Perguruan Tinggi dirancang meliputi 6

(enam) kegiatan yang saling terkait, yaitu:

1. Pelatihan materi ”Techno SKILL BASED”

2. Magang Kewirausahaan

3. Kuliah Kewirausahaan

4. Kuliah Kerja Usaha

5. Karya Alternatif Mahasiswa

6. Konsultasi Bisnis dan Peluang usaha

Secara teknis, implementasi pendidikan TI berbasis technopreneurship ini, sama

saja seperti perkuliahan pada umumnya, hanya saja pada 2 semester pertama secara

intensif para mahasiswa diberikan pelatihan (training) sebagai pondasi awal berupa

13

Page 14: 50623619 Paper Kapsel

penguasaan bahasa pemrograman (VB.Net/C#/Java) atau disain grafis 3D, WEB, dan ini

disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri TI saat itu.

Proses pelatihan diberikan bersamaan dengan perkuliahan reguler, sehingga

mereka mendapat pembinaan secara intensif & fokus untuk mempersiapkan SKILL

Based mereka. Pada saat mereka menginjak semester 3, mereka melakukan proses

pemagangan di perusahaan/industri TI, setelah itu diharapkan para mahasiswa sudah

bisa bekerja secara part time di beberapa perusahaan, sehingga ketika mereka telah

menyelesaikan studinya, mereka memiliki asset berupa knowledge & experince yang

cukup untuk menjadi Technopreneur, atau alternatif lainnya mereka tetap bisa bersaing

secara kompetitif untuk mendapatkan lapangan pekerjaan dengan bekal IPTEK yang

mereka telah kuasai.

Menatap masa depan berarti mempersiapkan generasi muda yang memiliki

kecintaan terhadap pembelajaran dan merupakan terapi akademis & kesehatan jiwa bagi

anak bangsa, semoga munculnya generasi technopreneurship dapat memberikan solusi

atas permasalahan jumlah pengangguran intelektual yang ada saat ini. Mulailah dari diri

sendiri untuk berbuat sesuatu guna menciptakan pendidikan kita bisa lebih baik dan

berkualitas, karena ini akan menyangkut masa depan anak-anak kita dan juga Bangsa

Indonesia.

2.8 Membentuk mahasiswa sebagai technopreneur

Orang yang menjalankan technorpreneurship disebut technopreneur, yaitu orang

– orang yang mengidentifikasi masalah dan memanfaatkan teknologi (Mankani,2003).

Seorang mahasiswa seharusnya mampu menjadi seorang technopreneur karena

dengan kekayaan intelektual yang dimilikinya seharusnya bisa menjadi pendorong

pertumbuhan wirausaha berbasis teknologi (technopreneurship) yang mampu

menghasilkan produk dengan nilai tambah. Mahasiswa memiliki pengetahuan yang

memadai untuk bergerak dalam technopreneurship daripada sekadar entrepreneurship

biasa.

14

Page 15: 50623619 Paper Kapsel

Dapat dikatakan entrepreneurship biasa hanya sebatas nmenjual sesuatu untuk

mendapatkan keuntungan. Namun, mahasiswa bisa menjalankan technopreneurship

dengan menciptakan produk bernilai tambah hasil oleh teknologi. Mahasiswa sebagai

komunitas intelektual memiliki potensi besar untuk menjalankan wirausaha berbasis

teknologi (technopreneurhip). Produk dari hasil pemikiran mereka adalah hak kekayaan

intelektual yang perlu mendapat perlindungan untuk merangsang investor

Seorang technopreneur harus memiliki karakter utama sebagai berikut :

Melakukan hal – hal yang tidak mencari keuntungan semata

Merasa nyaman bekerja dengan atau menggunakan teknologi

Mengintegrasikan kreatifitas dengan pendekatan kolaboratif budaya

(kebutuhan untuk menumbuhkan budaya inovasi, kewirausahaan dan

kreativitas) dan konsep (Inkubasi konsep role-model, penelitian dan

pengembangan, penciptaan dan Pengetahuan Akuisisi)

Gambar 2.2 Inovasi Technopreneurship

Untuk menjadi sukses dalam technopreneurship, mahasiswa perlu

memperhatikan hal – hal sebagai berikut :

15

Page 16: 50623619 Paper Kapsel

Menjamin bahwa teknologi yang diterapkan atau dibuat bekerja dalam

lingkungan target

Apakah teknologi tersebut dapat dijual dengan menghasilkan

keuntungan?

Penggunaan hak paten. Dengan penggunaan hak paten, penelitian di

perguruan tinggi juga bisa terdorong dan alih teknologi serta investasi

bisa terangsang lebih besar lagi.

Saat ini masih sedikit perguruan tinggi yang mengajukan permohonan hak paten

untuk melindungi inovasi dari hasil penelitian civitas academica-nya. Sejak 2000 hingga

2005 hanya ada sekitar 201 pengajuan hak paten dari perguruan tinggi di Indonesia.

Padahal, hasil penelitian yang ada sangat banyak. Besarnya investasi bidang TIK di

Indonesia merupakan peluang besar bagi mahasiswa dengan kekayaan intelektualnya

untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan diri dan

lingkungannya.

2.9 Peranan Technopreneurship terhadap masyarakat

Invensi dan inovasi yang dihasilkan, serta technopreneurship tidak hanya

bermanfaat dalam pengembangan industri-industri besar dan canggih.

Technopreneurship juga dapat diarahkan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat

yang memiliki kemampuan ekonomi lemah dan untuk meningkatkan kualitas hidup

mereka.

Technopreneurship dapat memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial,

maupun lingkungan. Dampak secara ekonomi adalah :

Meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

Meningkatkan pendapatan.

Menciptakan lapangan kerja baru.

Menggerakkan sektor-sektor ekonomi yang lain.

16

Page 17: 50623619 Paper Kapsel

Manfaat dari segi sosial diantaranya adalah mampu membentuk budaya baru

yang lebih produktif, dan berkontrbusi dalam memberikan solusi pada penyelesaian

masalah-masalah sosial. Manfaat dari segi lingkungan antara lain adalah :

Memanfaatkan bahan baku dari sumber daya alam Indonesia secara lebih

produktif.

Meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya terutama sumber daya energi.

Ada beberapa bidang invensi dan inovasi yang dapat diprioritaskan untuk memberikan

manfaat kepada masyarakat ekonomi lemah terdiri dari: air, energi, kesehatan, pertanian,

dan keanekaragaman hayati (water, energy, health, agriculture, dan biodiversity).

2.10 Contoh-Contoh Inovasi Pada Beberapa Perusahaan di Indonesia.

Berikut beberapa contoh inovasi pada perusahaan di Indonesia yang saya

dapatkan :

Layanan korporat dari XL. Persaingan antar operator telepon mobile, dan juga

antara GSM dan CDMA membuat XL melirik ke pasar korporat. Perusahaan ini

meluncurkan layanan Office Zone dan GSM PABX yang cukup inovatif. Lewat

fasilitas terbaru XL tersebut, XL berfungsi sebagai “extention” sistem

komunikasi perusahaan. Staf perusahaan yang memakai layanan ini bisa

menelepon ke kantor pusat tanpa dikenakan biaya sama sekali selama masih

berada pada zona yang ditentukan. Keluar dari zona tersebut, dikenakan biaya

flat fee yang masih cukup murah. Solusi ini termasuk inovatif karena didasarkan

atas kebutuhan korporat yang selama ini jarang diperhatikan. Solusi ini juga

mampu menghemat biaya komunikasi korporat, dan sekaligus menjamin

pendapatan untuk XL dari segmen yang cukup loyal tersebut.

Ovale dari PT KinoCare. Produk ini dianggap inovatif karena menggabungkan

dua produk, yakni: krim pembersih (face cleansing milk) dan penyegar (face

toner) dalam satu produk. Perusahaan ini juga meluncurkan Ovale Maskulin

yang ditawarkan untuk para pria pengendara kendaraan bermotor di Indonesia

yang jumlahnya cukup besar.

17

Page 18: 50623619 Paper Kapsel

Produk-produk elektronik dari PT Hartono Istana Teknologi (HIT). Produsen

Polytron ini telah melahirkan beberapa inovasi yang pantas untuk dicatat, antara

lain teknologi Singasong (teknologi audiovisual di dalam kaset audio), kulkas

dua fungsi (pendingin dan penghangat), dan TV Xcel Home Theater yang sudah

dilengkapi dengan perangkat home theater dan DVDplayer. Inovasi dan kualitas

Polytron membuat banyak pembeli yang tidak tahu jika merek ini adalah merek

lokal.

Sabun Harmony dan Lervia dari PT Megasurya Mas. Sabun beraroma buah ini

bukan saja diterima di Indonesia, namun sudah diekspor ke mancanegara. Di

India dan beberapa negara Timur Tengah, merek Harmony cukup disegani.

Bahkan, di negara Turki, nama Harmony sudah identik dengan kategori sabun

bearoma buah. Selain Harmony, Megasurya Mas juga memproduksi Lervia Milk

Soap, sabun mandi dengan ekstrak susu dan moisturizer yang juga sudah

diekspor ke lebih dari 30 negara.

Suplemen Stimuno dari PT Dexa Medica. Suplemen untuk meningkatkan daya

tahan tubuh ini menggunakan tumbuhan khas Indonesia, meniran. Meniran,

sebagaimana sudah diuji di laboratorium, mampu mengobati infeksi kronis dan

viral. Saat ini, produk tersebut juga sudah diekspor ke negara-negara ASEAN

lainnya seperti Kamboja, Vietnam, dan Singapura.

Contoh-contoh di atas berasal dari perusahaan-perusahaan yang relatif besar. Tapi itu

tentu tidak berarti inovasi tidak bisa dilahirkan dari individu-individu yang sebelumnya

tidak memiliki pengalaman di dunia bisnis. Silakan simak 3 contoh di bawah ini:

Smart Diva. Dua sahabat keturunan blasteran yang kebetulan berhobi sama

Jessica Schwarze dan Amanda Sari mendapatkan ide untuk membuka usaha

penyewaan tas pesta. Meski ide ini sudah dijalankan sebelumnya di US, namun

ide tersebut mereka dapatkan sebelum mengetahui tentang perusahaan di US

tersebut. Mereka juga mengatakan bahwa ide ini adalah yang pertama kali

dijalankan di Asia. Meski agak ragu-ragu di awalnya, bisnis yang diberi nama

Smart Diva ini sekarang sudah dikenal di Jakarta.

18

Page 19: 50623619 Paper Kapsel

PT Suwastama. Kala orang-orang melihat enceng gondok sebagai sesuatu yang

mengganggu, perusahaan ini justru melihatnya sebagai bahan baku untuk

kerajinan tangan. Produk enceng gondok tersebut bukan saja sudah diekspor ke

mancanegara, tetapi perusahaan ini juga merangkul ribuan perajin di sekitarnya

dan memberi mereka bantuan fasilitas kepemilikan rumah.

The Electronic Doctor Indonesia (EDI). Ide Henry Indraguna ini pantas diacungi

jempol. Dengan membebankan biaya keanggotaan Rp. 100.000,-, pelanggan

akan mendapatkan garansi servis setahun penuh untuk satu jenis produk

elektroniknya. Untuk menjaga kualitas, Henry menjamin pemakaian spare parts

asli. EDI ini juga diwaralabakan ke kota-kota lain di Indonesia.

Lewat beberapa contoh di atas, penulis ingin menunjukkan bahwa inovasi demi

inovasi sebenarnya bisa dilahirkan di Indonesia. Tidak ada persyaratan khusus untuk

menjadi seorang inovator. Teknologi tinggi dan perlindungan hak cipta tidak dibutuhkan

dan ketiadaan perlindungan hukum tersebut tidak boleh dijadikan alasan. Inovasi yang

sebenarnya justru bertitik tolak dari kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi dan

mencari cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara-cara yang lebih baik dari

kompetitor Anda.

Memang, tidak ada juga yang berani menjamin semua inovasi akan

menghasilkan keuntungan. Secara statistik, malah lebih banyak inovasi yang gagal.

Beberapa produk/layanan di atas yang sekarang menguntungkan pasti akan mengalami

masa-masa surut suatu saat nanti. Inovasi hari ini akan menjadi produk umum di

kemudian hari, apalagi dengan cepatnya peniruan saat ini. Akan tetapi, kegagalan dan

pasang surut tersebut memang dibutuhkan sebagai upaya pembelajaran. Kegagalan

sesungguhnya justru terjadi bila kita takut mencoba karena takut gagal.

BAB 3

19

Page 20: 50623619 Paper Kapsel

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Technopreneurship merupakan sebuah inkubator bisnis berbasis teknologi dan

salah satu sumber dalam knowledge based economy yamg mampu menciptakan

teknologi yang bermanfaat dan bernilai jual. Technopreneurship di Indonessia perlu

dikembangkan agar bangsa ini tidak selalu tergantung dengan teknologi yang dikuasai

negara – negara barat. Oleh karena itu perlunya pendidikan technopreneurshipo di

berikan sejak dini di bangku perkuliahan. Munculnya generasi muda (mahasiswa)

sebagai technopreneur diharapkan mampu memberikan solusi atas permasalahan jumlah

pengangguran intelektual yang ada saat ini. Selain itu juga bisa menjadi arena untuk

meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga dapat mempersiapkan

tenaga yang handal ditengah kompetisi global.

3.2 Saran

Penulisan paper ini dibuat dengan pemikiran penulis dan dari hasil studi literatur

penulis melalui beberapa sumber referensi baik buku maupun intenet. Penulis

menyadari penulisan paper ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis

membutuhkan saran agar penulisan paper ini dapat lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 21: 50623619 Paper Kapsel

Urgensi Technopreneurship, http://jpmi.or.id/2010/06/08/urgensi-

technopreneurship/ , akses 15:23pm, 5/11/2010

Penganggur terdidik meningkat, http://bataviase.co.id/node/120806, akses

15:26pm, 5/11/2010

Urgensi Technopreneur di Indonesia,

http://www.unggulcenter.co.cc/2009/03/urgensi-technopreneur-indonesia.html,

akses 8:13am, 9/11/2010

Dana, L.P. (2007). “Asian Models of Entrepreneurship from Indian Union and

the Kingdom of Nepal to the Japanese Archipelago”: Context, Policy, and

Practice. New Jersey: World Scientific Publishing Co.

Zimmerer, Scarborough, Wilson., 2008. “Essentials of Entrepreneurship and

Small Business Management, 5/E”: Prentice Hall

Suparno, O dkk., 2008. “Technopreneurship”. Bogor : Recognition and

mentoring program Institut Pertanian Bogor (RAMP IPB) 

21