23
4 Universitas Kristen Petra 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, ada suatu proses yang mengolah sumber daya proyek yang mengolah suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Dalam prosesnya sebuah proyek konstruksi diteliti dapat memberikan pengaruh negatif yang cukup besar bagi lingkungan sekitar apabila tidak ditindaklanjuti. Sehubungan dengan ini muncul sebuah metode konstruksi yang memperhatikan isu-isu mengenai lingkungan yang lebih akrab dikenal dengan pembangunan berkelanjutan atau sustainable construction. Menurut Conseil International du Batiment atau International Council for Building (CIB) definisi sustainable construction pada mulanya dikemukakan oleh Professor Charles Kibert “the creation and responsible management of a healthy built environ ment based on resource efficient and ecological principlesyang dapat diartikan menjadi “pembuatan dan pengelolaan yang bertanggung jawab dari sebuah lingkungan pembangunan yang sehat berdasarkan pengefisiensian sumber daya dan prinsip-prinsip ekologi”. Selanjutnya CIB menjelaskan bahwa pengertian dari sustainable construction dapat berbeda-beda berdasarkan pendekatan dan prioritas dari tiap-tiap negara yang menuju ke pembangunan yang berkelanjutan. CIB menambahkan bahwa untuk mengambil sebuah definisi singkat mengenai sustainable construction bukan merupakan pilihan yang tepat, namun mendefinisikan kerangka global berisi poin-poin pembahasan sustainable construction yang nantinya tiap negara dapat memilih dimana prioritas sustainable construction mereka berada merupakan tujuan dari Agenda 21. (Agenda 21 . 1998) Menurut Negara Belanda, pengertian resmi sustainable construction adalah suatau keadaan bangunan yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif yang berpengaruh pada kesehatan dan lingkungan yang disebabkan oleh proses konstruksi bangunan atau karena bangunan/lingkungan kota yang sudah

2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

4 Universitas Kristen Petra

2. LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Green Construction

Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu

kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan

tersebut, ada suatu proses yang mengolah sumber daya proyek yang mengolah

suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Dalam prosesnya sebuah proyek

konstruksi diteliti dapat memberikan pengaruh negatif yang cukup besar bagi

lingkungan sekitar apabila tidak ditindaklanjuti. Sehubungan dengan ini muncul

sebuah metode konstruksi yang memperhatikan isu-isu mengenai lingkungan yang

lebih akrab dikenal dengan pembangunan berkelanjutan atau sustainable

construction.

Menurut Conseil International du Batiment atau International Council for

Building (CIB) definisi sustainable construction pada mulanya dikemukakan oleh

Professor Charles Kibert “the creation and responsible management of a healthy

built environ ment based on resource efficient and ecological principles” yang

dapat diartikan menjadi “pembuatan dan pengelolaan yang bertanggung jawab

dari sebuah lingkungan pembangunan yang sehat berdasarkan pengefisiensian

sumber daya dan prinsip-prinsip ekologi”. Selanjutnya CIB menjelaskan bahwa

pengertian dari sustainable construction dapat berbeda-beda berdasarkan

pendekatan dan prioritas dari tiap-tiap negara yang menuju ke pembangunan yang

berkelanjutan. CIB menambahkan bahwa untuk mengambil sebuah definisi

singkat mengenai sustainable construction bukan merupakan pilihan yang tepat,

namun mendefinisikan kerangka global berisi poin-poin pembahasan sustainable

construction yang nantinya tiap negara dapat memilih dimana prioritas

sustainable construction mereka berada merupakan tujuan dari Agenda 21.

(Agenda 21 . 1998)

Menurut Negara Belanda, pengertian resmi sustainable construction

adalah suatau keadaan bangunan yang bertujuan untuk mengurangi dampak

negatif yang berpengaruh pada kesehatan dan lingkungan yang disebabkan oleh

proses konstruksi bangunan atau karena bangunan/lingkungan kota yang sudah

Page 2: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

5 Universitas Kristen Petra

ada. Dengan kata lain, pengurangan pemakaian sumber daya alam dan konservasi

lingkungan dalam proses konstruksi, bangunan dan lingkungan kota yang sudah

ada dengan tetap mempertahankan kualitas hidup yang baik. (Agenda 21 . 1999)

Menurut Negara Finlandia, sustainable construction adalah Pada saat

proses dan selama umur guna gedung, bertujuan untuk meminimasi penggunaan

energi dan emisi yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan sekitar, serta

memberikan informasi yang bersangkutan bagi konsumen dalam mereka membuat

keputusan. (Agenda 21. 1999)

Negara Indonesia tempat penulis berada belum memberikan definisi secara

resmi arti sustainable construction. Agenda 21 untuk Negara Indonesia yang

diterbitkan pada tahun 1999 memerlukan pendekatan lebih lanjut, baru pada

14/06/2011 Kepala BP Konstruksi Bambang Goeritno dalam forum Seminar

Internasional dengan tema “Toward Sustainable Construction in Indonesia”

menyampaikan mengenai Draft Agenda 21 Konstruksi Berkelanjutan di

Indonesia. Dalam kesempatan ini dijelaskan bahwa Konstruksi berkelanjutan

dapat didefinisikan sebagai suatu konsep membangun dengan kualitas hidup yang

lebih baik dengan lebih kompetitif serta menguntungkan, menyajikan kepuasan,

kenyamanan, dan nilai lebih untuk klien dan pengguna, melindungi lingkungan,

serta meminimalisasi penggunaan sumber daya dan energi (DETR, 2000).

(http://bpksdm.pu.go.id/?menu=10&kd=526)

Disamping sustainable construction muncul juga istilah-istilah yang sering

didengar pada saat membahas isu-isu mengenai konstruksi dan lingkungan hidup

seperti green building dan green construction. Tidak sedikit pihak yang mengatakan

bahwa kedua istilah ini memiliki arti yang sama namun bila didefinisikan lebih jelas

green building dan green construction dapat memiliki arti yang berbeda. Sekarang kita

fokus pada kata building dan construction. Dalam konteks tertentu, dua kata ini

bisa dikatakan sama yang bermakna bangunan dan atau konstruksi. Namun dalam

konteks yang lain, building dapat berarti gedung. Sedangkan kata construction

pada konteks teknik arsitektur dan sipil dapat berarti suatu proses yaitu proses

membangun bangunan itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa construction adalah

bagian dari proses siklus hidup bangunan.

Page 3: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

6 Universitas Kristen Petra

Dari penjelasan diatas maka secara harafiah pengertian green building berbeda

dengan green construction dimana green construction akan fokus pada cara

membangun yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup sedangkan

green building akan fokus pada keadaan bangunan yang memperhatikan aspek

kelestarian lingkungan hidup.

Meskipun green building dan green construction dapat berdiri sendiri dan

memiliki arti sendiri, kedua istilah ini merupakan bagian dari sustainable

construction karena sustainable construction atau pembangunan berkelanjutan

merupakan suatu pembangunan jangka panjang yang membahas setiap proses

yang ada dari keseluruhan siklus bangunan dari tahap planning, design, proses

konstruksi hingga operation dan maintenance. (http://manajemenproyek

indonesia.com/?p=986)

2.2 Peranan Kontraktor Dalam Proses Green Construction

Dalam proses kegiatan konstruksi terdapat banyak stakeholder yang

berperan aktif mulai dari fase development hingga decontruction/demolition.

Setiap stakeholder memiliki peranan sendiri-sendiri dalam menunjang

pembangunan yang berkelanjutan ini. (Gambar 2.1) (Agenda 21 . 1999)

Gambar 2.1 Stakeholder Action

Page 4: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

7 Universitas Kristen Petra

Salah satu stakeholder yang berperan pada proses pengerjaan konstruksi

adalah kontraktor. Menurut Agenda 21 seperti pada gambar diatas peranan

kontraktor dapat berupa (Agenda 21. 1999) :

1. Kesadaran untuk menerapkan konsep-konsep sustainable dan

membuat ini sebagai suatu nilai kompetitif.

2. Menginformasikan seputar dampak lingkungan kepada owner untuk

menjamin bahwa owner juga memiliki tujuan untuk memperhatikan

permasalahan lingkungan.

3. Memilih partner-partner (sub-contractor, material and product

suppliers) yang memiliki visi dalam memperhatikan permasalahan

lingkungan.

4. Menyediakan anggaran/budget khusus untuk sustainable construction.

5. Pengefisiensian produksi dalam proses pembangunan melalui

pengambilan keputusan yang tepat.

Menurut The Asociated General Contractors of America, peranan

kontraktor dapat berupa (The Associated General Contractors of America –

Talking Points on Green Construction , 2007) :

1. Mendaur ulang dan menggunakan kembali bekas/sisa material

kontruksi dan pembongkaran.

2. Membatasi penggunaan material / sisa produk yang berbahaya pada

lokasi pekerjaan.

3. Melindungi tanaman yang telah ada di lokasi pengerjaan, mendonasi

tanaman untuk digunakan di lokasi pekerjaan.

4. Membuat keputusan pembelian yang ramah lingkungan.

5. Menggunakan peralatan mekanik dan elektrik yang lebih hemat energi.

6. Perform building commissioning activities

7. Mengurangi zat/bahan dan emisi gas dari peralatan yang telah ada

(hingga batas yang memungkinkan).

Sedangkan menurut Sandy Halliday di bukunya yang berjudul Sustainable

Constrcution, teori sustainability baton memberikan gambaran bahwa fase

Page 5: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

8 Universitas Kristen Petra

konstruksi memberikan gambaran bahwa terjadi penurunan tanggung jawab dalam

mempertahankan konsep-konsep green yang diambil.(Gambar 2.2) (Halliday.

Sustainability Construction. 2008)

Gambar 2.2 Sustainability baton ( Halliday, 2008)

Gambar 2.2 menunjukkan sebuah penelitian yang menggambarkan proses

konstruksi dari awal hingga akhir dengan tiap stake holder yang berperan dan

bagaimana tingkat penerapan konsep green yang dilakukan. Indikasi penerapan

konsep green yang baik ditunjukkan dengan “Deep Green” semakin turun nilai

penerapan konsep green di indaksikan dengan “Mild Green”, “Light Green” dan

“Not Green” . Gambar 2.2 menunjukkan bahwa client pada fase briefing

memiliki tingkat peranan green yang paling tinggi (deep green). Saat client

memutuskan untuk membangun green building maka keseluruhan konsep

bangunan akan dilakukan dengan konsep green building. Pada fase design, detail

design, dan production info yang di pegang oleh design team berada pada tingkat

mild green menunjukkan bahwa design team dapat melakukan peranan yang

cukup tinggi dalam bangunan dengan konsep green building terutama pada bagian

spesifikasi design yang dipilih. Bagian tender action dan site operations yang

dipegang oleh kontraktor memiliki tingkat light green menunjukkan peranan yang

Page 6: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

9 Universitas Kristen Petra

dapat dilakukan kontraktor dalam sebuah green building tidak terlalu banyak,

sedangkan pada bagian operasi dan maintenance bangunan memiliki tingkatan

yang rendah menunjukkan bahwa pada bagian ini sedikit peranan yang dapat

dilakukan.

Dalam kesempatan ini dengan topik bahasan peranan kontraktor pada fase

pengerjaan konstruksi peranan yang dapat dilakukan oleh kontraktor adalah :

1. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, tidak membahayakan

pekerja dan segala yang berhubungan dengan polusi, bahan yang

beracun atau semacamnya.

2. Meningkatkan keanekaragaman hayati, tidak menggunakan material

yang membahayakan spesies atau lingkungan.

3. Menggunakan sumber daya secara efektif, tidak menggunakan sumber

daya secara berlebihan seperti uang, energi, air, material dan tanah.

Tidak menciptakan bahan sisa secara berlebihan karena kesalahan

design, cacat produksi dan semacamnya.

4. Meminimalisasi polusi , mengurangi kebergantungan pada material

yang menimbulkan polusi, energi dan transportasi.

5. Memasang target-target yang jelas dan bila perlu menggunakan

pedoman dari Civil Engineering Environmental Quality (CEEQUAL)

atau Building Research Establishment’s Environmental Assessment

Method (BREEAM).

6. Membiasakan budaya lokasi pekerjaan yang bersih, budaya pengaturan

limbah serta reuse dan recycling.

7. Memiliki kesadaran bahwa kontraktor merupakan bagian penting

dengan tanggung jawab untuk meneruskan sustainability baton.

2.3 Green Building menurut Rating Systems

Isu-isu yang berhubungan dengan sustainable construction ini membuat

banyak pihak bermunculan mendukung dikembangkannya sustainable

construction. Salah satu inovasi yang mendapat banyak perhatian dan terus

dilakukan hingga sekarang adalah organisasi yang bergerak dalam rating

system/rating tools untuk sustainable building design, construction and operation.

Page 7: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

10 Universitas Kristen Petra

Green building rating system adalah sebuah alat untuk mengukur dan

mengevaluasi performa environmental sebuah bangunan. Rating sistem ini

mencakup area yang cukup luas dalam hal berhubungan dengan lingkungan mulai

dari pemilihan letak bangunan, desain, konstruksi hingga pengoperasian

bangunan. (http://www.wbdg.org/resources/gbs.php)

Di seluruh penjuru dunia terdapat ratusan alat rating bangunan yang

berfokus pada area yang berbeda-beda dari pengembangan yang berkelanjutan.

Alat evaluasi ini mencakup biaya sepanjang siklus hidup, desain sistem

konservasi energi, desain keseluruhan bangunan dan alat-alat operasi yang

digunakan dan banyak lainnya. Dari berbagai alat evaluasi tersebut akan diambil

alat rating yang digunakan oleh negara-negara sebagai berikut : (Tabel 2.1).

1. BREEAM (Building Research Establishment’s Environmental Assessment

Method) pertama kali dikeluarkan pada tahun 1990 di Inggris. Alat rating

ini selalu diupdate secara berkala, namun informasi mengenai BREEAM

tidak dipublikasikan dan dijual dalam bentuk buku pegangan atau bentuk

yang lain sehingga untuk mendapatkannya harus melalui orang berlisensi

BREEAM. Versi yang paling baru digunakan untuk bream adalah

BREEAM 2011. BREEAM merupakan alat rating yang cukup dikenal di

benua eropa dan beberapa negara selain Inggris menggunakannya

(Spanyol, Belanda, Swedia, dll) dan juga banyak digunakan sebagai

pedoman untuk membuat sistem rating lain.

2. HKBEAM (HongKong Building Environmental Assesment Method)

merupakan sistem rating yang digunakan di Hong Kong dan pertama kali

dikeluarkan pada tahun 2010. sistem rating ini mengambil basis dari

Negara Inggris (UK) mengingat bahwa Hong Kong merupakan salah satu

bekas Negara jajahan Inggris HKBEAM pertama diluncurkan secara resmi

pada th 2010 . karena sistem rating ini tergolong baru, banyak hal-hal

yang perlu dikembangkan lebih lanjut melalui feedback dari berbagai

pihak dan kedepannya akan dilakukan update-update lebih lanjut.

HKBEAM ini dibentuk secara khususnya untuk Negara Hong Kong

sehingga lebih banyak digunakan di Hong Kong.

Page 8: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

Universitas Kristen Petra

TABEL 2.1 RATING TOOLS

Negara :

Inggris

Amerika

Hongkong

Singapore

Indonesia

Nama :

BREEAM*

LEED*

HKBEAM*

Green Mark

GREENSHIP

Tahun :

1990

2000

2010

2005

2010

Badan Ofisial :

BREglobal

US GBC

BEAM Faculty

BCA

Indonesia GBC

Aspek :

Name [%]

Name [Poin]

Name [Poin]

Name [Poin]

Name [%]

1. Management 12 1. Sustainable Sites 26 1. Site 25 1. Energy 116 1. Tepat Guna 17

2. Health and 15 2. Water Efficiency 10

Aspects (SA) 8

Effciency

Lahan

Wellbeing

3. Energy and 35 2. Material 8 2. Water 17 2. Efisiensi Energi 26

3. Energy 19

Atmosphere

Aspects (MA)

Efficiency

Dan Refrigeran

4. Trasnsport 8 4. Materials and 14 3. Energy Use(EU) 35 3. Environmental 42 3. Konservasi Air 21

5. Water 6

Resources

4. Water Use(WU) 12

Protection

4. Sumber dan 14

6. Materials 12.5 5. Indoor 15 5. Indoor 20 4. Indoor 8

Siklus Material

7. Land Use 10

Environmental

Environmental

Environmental

5. Kualitas Udara 10

8. Pollution 10

Quality

Quality(IEQ)

Quality

& Kenyamanan

Udara

6. Inovation in 6BP 6. Inovation And 5BP 5. Other Green 7 6. Manajemen 13

7.

Design Regional Priority 4BP

Additions(IA)

Features

Lingkungan bangunan

Nilai : Name [%] Name [Poin] Name [%] Name [Poin] Name [%]

Outstanding

85 Platinum ≥ 80 Platinum :

GM Platinum ≥ 90 Platinum

73

Excelent

70 Gold 60-79 Overall Score ≥ 75 GM Gold Plus 85-90 Gold

57

Very Good

55 Silver 50-59 Site Aspects Score ≥ 70 GM Gold 75-85 Silver

46

5

U

niv

ers

itas K

riste

n P

etra

Page 9: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

Universitas Kristen Petra

Good

45 Certified 40-49 Energy Use Score ≥ 70 GM Certified 50-75 Bronze

35

IEQ Score ≥ 70

Gold :

Overall Score ≥ 65

Site Aspects Score ≥ 60

Energy Use Score ≥ 60

IEQ Score ≥ 60

Silver

Overall Score ≥ 55

Site Aspects Score ≥ 50

Energy Use Score ≥ 50

IEQ Score ≥ 50

Bronze

Overall Score ≥ 40

Site Aspects Score ≥ 40

Energy Use Score ≥ 40

IEQ Score ≥ 40

Sumber : BREAM 2011 NC LEED 2009 NC HK BEAM 1.1 NC GM Non Residential NB v.4 GREENSHIP v1.1 NB

*BREEAM : Building Research Establishment’s Environmental Assesment Method

*LEED : Leadership in Energy and Environmental Design

*HKBEAM : HongKong Building Environmental Assesment Method

5

U

niv

ers

itas K

riste

n P

etra

Page 10: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

13 Universitas Kristen Petra

3. Singapore Green Mark pertama kali diluncurkan pada th 2005 oleh

organisasi bernama Building and Construction Authority. Green Mark

diluncurkan sebagai inisiatif awal bagi industri konstruksi di singapore

untuk menuju kepada pembangunan yang berkelanjutan dan peduli kepada

lingkungan. Green Mark memberikan dampak yang signifikan di industri

konstruksi tidak hanya dengan alat rating nya tetapi juga dengan

memberikan penghargaan-penghargaan dalam bidang sustainability secara

berkala dan sedang menjalin kerjasama dengan Singapore Green Building

Council dalam bidang alat sertifikasi untuk green building.

4. LEED®

(Leadership in Energy and Environmental Design) merupakan

sistem yang dominan digunakan di Amerika Serikat dan banyak digunakan

di berbagai negara di seluruh penjuru dunia. LEED pertama kali

dikeluarkan pada tahun 2000. Sistem ini memberikan evaluasi yang

komplit dan menyeluruh. Sistem ini maksimal akan memberikan 1

perubahan kecil setiap tahunnya, dimana perubahan yang menyeluruh

(biasanya versi baru) dilakukan setiap 3-5 tahun siklus. Penilai dari

LEED®

harus melalui serangkaian pelatihan dan harus lulus dalam ujian.

Lebih dari 400 bangunan di Amerika Serikat telah bersertifikasi LEED®

dan lebih dari 3000 bangunan berusaha mengajukan sertifikasi LEED®

ini.

Sistem ini tidak hanya menjadi yang teratas di Amerika Serikat tetapi

sangat banyak digunakan di dunia.

5. Greenship merupakan alat rating yang baru dikeluarkan pada tahun 2010 dan

digunakan oleh negara Indonesia . Greenship ini merupakan alat evaluasi

dan sertifikasi yang dikembangkan oleh Green Building Council

Indonesia. Hingga sekarang Greenship sudah mengeluarkan 1 update ke

versi 1.1. Greenship ini dibagi kedalam 2 edisi yaitu untuk NB (New

Building) dan EB (Existed Building). Greenship ini merupakan sistem

rating lokal yang dibuat sesuai untuk bagaimana keadaan Negara

Indonesia.

Pada Tabel 2.1 tiap aspek yang ditinjau oleh sistem rating dijabarkan lebih

lanjut kedalam poin-poin yang ditinjau dari tiap aspek tersebut. Tiap poin yang

ditinjau akan memberikan nilai. Nilai tersebut akan dijumlah dan hasil total dari

Page 11: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

14 Universitas Kristen Petra

setiap aspek yang ditinjau dijumlah sehingga menghasilkan nilai akhir. Nilai akhir

ini yang akan memberikan rating dari bangunan yang di evaluasi.

Alat rating yang ada ini akan dapat membantu para kontraktor yang ingin

berperan aktif dalam pembangunan berkelanjutan untuk mengetahui langkah-

langkah konkrit yang harus kontraktor ambil dalam proses konstruksi yang baik

dan benar sesuai persyaratan dari alat rating yang digunakan.

Dalam setiap rating system yang ada kontraktor memiliki peranan yang

harus dilakukan untuk memenuhi kriteria yang diharapkan. Dalam LEED®

NC

kontraktor dapat berperan untuk mendapatkan 13 LEED Poin dengan

kemungkinan empat tambahan poin lagi di aspek inovation in design. 13 poin ini

saja bisa membuat nilai akhir naik dari level silver ke gold. 13 poin yang

dimaksud didapatkan dengan memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut : ( Chad

Suitonu,http://www.constructionexec.com/Issues/January_2011/Backlog_Indicato

r.aspx).

Construction Waste Management (1-2 poin dengan kemungkinan 1 ID

poin) : menyediakan beberapa tempat pembuangan untuk memisahkan

bahan sisa (kayu, besi, drywall, concrete dan sampah umum), ini bertujuan

untuk memudahkan dalam menentukan barang yang dapat di daur ulang

dan tidak dapat. Apabila 50% dari bahan sisa (waste) yang biasanya

dihitung berdasarkan berat dapat diselamatkan/di daur ulang maka 1 point

didapat. Apabila 75% bahan sisa dapat diselamatkan/di daur ulang maka

akan mendapat 2 point. Tantangan untuk kontraktor sebenarnya adalah

menemukan tempat daur ulang yang menerima bahan-bahan sisa dari

proyek.

Recycled Content (1-2 poin) : menggunakan bahan-bahan yang merupakan

hasil daur ulang. Menggunakan 10% bahan daur ulang memberikan 1 poin

dan menggunakan 20% bahan daur ulang memberikan 2 poin. Untuk

mengukur penggunaan bahan daur ulang biasanya digunakan dari berat

yang kemudian dikonversikan ke dalam harga kemudian dibandingkan

dengan harga total (material).

Page 12: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

15 Universitas Kristen Petra

Regional Material (1-2 poin) : menggunakan material bangunan yang

diproduksi berjarak dalam radius 500 mil (800km) dari lokasi proyek.

Penggunaan 10% dari bahan ini yang dihitung berdasarkan harga

dibandingkan dengan harga material total akan memberikan 1 poin,

apabila penggunaan mencapai 20% akan memberikan 2 poin.

Certified Wood (1 poin) : menggunakan minimum 50% kayu yang

merupakan kayu yang bersertifikasi dari Forest Stewardship Council’s dari

total semua penggunaan bahan kayu (ieg. Framing, flooring, sub flooring,

etc).

Construction Indoor Air Quality Management Plan – During Construction

(1 poin) : hal yang harus dilakukan adalah :

o Selama proses konstruksi, memenuhi persyaratan yang

direkomendasikan oleh Sheet Metal and Air Conditioning National

Contractors Association (SMACNA) IAQ Guidelines For Occupied

Buildings Under Construction, 2nd Edition 2007, ANSI/SMACNA 008-2008

(Chapter 3)

o Melindungi bahan-bahan absorptive yang disimpan di lokasi dan yang

telah terpasang dari kerusakan akibat kelembapan.

o Bila memasang sistem penanganan udara permanen selama

konstruksi maka harus memenuhi persyaratan dari ASHRAE

standard 52.2-1999. Serta mengganti filter dengan yang baru

sebelum bangunan di tempati

Construction Indoor Air Quality Management Plan – Before Occupancy (1

poin) hal yang harus dilakukan dapat berupa :

o Melakukan flush-out , memasang alat filtrasi udara yang baru,

melakukan building flush-outdengan menyediakan 14000 ft² udara luar

bebas/ ft² dari lantai dengan mempertahankan temperatur udara

setidaknya 15°c dan kelembapan udara tidak lebih dari 60%

o Melakukan air testing, melakukan pengetesan udara berdasarkan kepada

protokol EPA Compendium of Methods for the determination of Air

Pollutants in Indoor Air atau metode ISO. Contoh dapat dilihat di gambar

2.5.

Page 13: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

16 Universitas Kristen Petra

Gambar 2.3 LEED 2009 for NC

Low Emitting Materials (4 Poin) : mengurangi kontaminasi udara yang

menggangu kenyamanan udara dari pengguna bangunan. 4 poin dari

bagian ini dibagi ke dalam 4 bagian dengan masing-masing 1 poin yaitu :

o Adhesives and Sealants

o Paints and Coatings

o Flooring Systems

o Composite Wood and Agrifiber Products

Poin penting dari keempat bagian di atas adalah menggunakan bahan-

bahan yang sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dari LEED 2009 for NC.

GREENSHIP Indonesia juga menyediakan beberapa poin dari keseluruhan

101 poin yang dapat di kategorikan sebagai tanggung jawab dari kontraktor.

Penulis menyimpulkan peranan kontraktor dalam GREENSHIP Indonesia v1.1

untuk New Building :

Material Resource and Cycle :

o MRC 1 (1 atau 2 poin)

Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari

bangunan lama maupun tempat lain, berupa bahan struktur

utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding, setara

minimal 10% dari total biaya material baru yang bersangkutan

(struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan

dinding) (1 poin)

atau menggunakan 20% dari total biaya material baru yang

bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi,

kusen, dan dinding) (2 poin)

Page 14: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

17 Universitas Kristen Petra

o MRC 2 (3 poin)

Menggunakan material yang memiliki sertifikat sistem

manajemen lingkungan pada proses produksinya minimal

bernilai 30% dari total biaya material. Sertifikat dinilai sah bila

masih berlaku dalam rentang waktu proses pembelian dalam

konstruksi berjalan. (1 Poin)

Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur

ulang senilai minimal 5% dari total biaya material (1 Poin)

Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari

sumber daya (SD) terbarukan dengan masa panen jangka

pendek <10 tahun senilai minimal 2% dari total biaya material

(1 poin)

o MRC 4 (2 Poin)

Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal

sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang asal kayu (seperti

faktur angkutan kayu olahan/FAKO, sertifikat perusahaan, dan

lain‐lain) dan sah terbebas dari perdagangan kayu ilegal

sebesar 100% biaya total material kayu (1 Poin)

Jika 30% dari butir di atas menggunakan kayu bersertifikasi

dari pihak Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest

Stewardship Council (FSC) (1 Poin)

o MRC 6 (2 poin)

Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama atau

fabrikasinya berada di dalam radius 1.000 km dari lokasi

proyek mencapai 50% dari total biaya material (1 Poin)

Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama dan

pabrikasinya berada dalam wilayah Republik Indonesia

bernilai minimal 80% dari total biaya material. (1 Poin)

Indoor Health and Comfort :

o IHC 3 (3 Poin)

Page 15: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

18 Universitas Kristen Petra

Menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar

volatile organic compounds (VOCs) rendah, yang ditandai

dengan label/sertifikasi yang diakui GBC Indonesia. (1 Poin)

Menggunakan produk kayu komposit dan produk agrifiber dan

laminating adhesive, dengan syarat memiliki kadar emisi

formaldehida rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi

yang diakui GBC Indonesia. (1 Poin)

Menggunakan material lampu yang kandungan merkurinya

pada toleransi maksimum yang disetujui GBC Indonesia dan

tidak menggunakan material yang mengandung asbestos dan

styrene.

Building Environmental Management :

o BEM 2 (2 Poin)

Memiliki rencana manajemen sampah konstruksi yang terdiri

atas :

Limbah padat, dengan menyediakan area pengumpulan,

pemisahan, dan sistem pencatatan. Pencatatan dibedakan

berdasarkan limbah padat yang dibuang ke TPA, digunakan

kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga.(1 Poin)

Limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air yang timbul

dari aktivitas konstruksi agar tidak mencemari drainase kota (1

Poin)

o BEM 3 (2 Poin)

Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak

bangunan (1 Poin)

Memberikan pernyataan atau rencana kerja sama untuk

pengelolaan limbah anorganik secara mandiri dengan pihak

ketiga di luar sistem jaringan persampahan kota (1 Poin)

o BEM 4 (3 Poin)

Melakukan prosedur testing‐ commissioning sesuai dengan

petunjuk GBCI, termasuk training dengan baik dan benar agar

Page 16: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

19 Universitas Kristen Petra

peralatan/sistem berfungsi dan menunjukkan kinerja sesuai

dengan perencanaan dan acuan.(2 Poin)

Desain serta spesifikasi teknis harus lengkap di saat konstruksi

melaksanakan pemasangan seluruh measuring ‐adjusting

instruments. (1 Poin)

Dari semua peranan yang dapat dilakukan kontraktor berdasarkan

GREENSHIP NB V1.1 diatas , kontraktor dapat menyumbangkan 19 point dari

keseluruhan 101 poin yang ada.

Sedangkan di Green Mark Singapore Version NRB/4.0 , peranan dari kontraktor

dijabarkan sebagai berikut :

NRB 3-1 Sustainable Construction

o Menggunakan Sustainable dan recycled materials

Menggunakan minimal 10% Green Cements yang telah diakui

dan bersertifikasi.

Menggunakan Recycled Concrete Aggregates dan Washed

Copper Slag dari sumber yang telah diakui untuk

menggantikan coarse and fine aggreagates dalam pengecoran

(batasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku)

NRB 3-2 Sustainable Product

o Menggunakan produk-produk ramah lingkungan yang telah

disertifikasi untuk pekerjaan non-struktural dan arsitektural.

NRB 3-3 Greenery Provision

o Merestorasi pohon di lokasi proyek, konservasi atau relokasi pohon

yang telah ada di proyek.

NRB 3-4 Environmental Management Practice

o Mengimplementasi program-program ramah lingkungan yang efektif

termasuk mengawasi dan memasang target untuk mengurangi

penggunaan energi, air dan sisa-sisa konstruksi

o Developer, main builder, M&E consultant dan arsitek bersertifikasi

ISO 14000

NRB 4-3 Indoor Air Pollutants

Page 17: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

20 Universitas Kristen Petra

o Menggunakan cat yang mengandung tingkat VOC rendah yang telah

disertifikasi

o Menggunakan bahan-bahan adhesif yang telah disertifikasi

Stormwater management

2.4 Detail-Detail Peranan Kontraktor Dalam Konstruksi Green Building

2.4.1 Materials

Dalam konstruksi sebuah green building, penerapan prinsip-prinsip

material ramah lingkungan tidak hanya dilakukan oleh pihak perencana tetapi

pihak kontraktor juga diberikan tanggung jawab untuk menerapkan prinsip-prinsip

ini yang tentunya masih dalam scope/wewenang yang dimiliki kontraktor.

Menurut sebuah buku berjudul Construction Waste Management guide,

2003. Beberapa material dapat di reuse. Reuse merupakan usaha untuk

menggunakan kembali waste material dalam bentuk yang sama. Material-material

yang dapat diogolongkan kedalam Reuseable Material dan termasuk dalam scope

material yang merupakan lingkup kontraktor adalah :

a. Batu bata

b. Kayu (plywood/balok kayu)

c. Besi

d. Paku

e. Pasir

f. Kerikil

g. Semen

h. Multiplex

i. Paving stone

Selain material dapat digunakan kembali, material juga dapat digolongkan

menjadi material yang dapat di recycle. Recycle merupakan proses daur ulang sisa

material konstruksi menjadi suatu produk baru yang memiliki nilai guna dan nilai

jual. Dari buku yang berjudul sama yaitu Construction waste management guide,

2003. Material yang dapat didaur ulang dan termasuk dalam scope material yang

merupakan wewenang kontraktor merupakan material berikut :

Page 18: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

21 Universitas Kristen Petra

a. Beton

b. Besi

c. Cat

d. Kayu

e. Besi baja

f. Aluminium

g. Seng

Prinsip ketiga yang menyangkut penggunaan material adalah reduce.

Reduce adalah usaha untuk mengurangi baik material yang tidak ramah

lingkungan (kayu, beton, dll) maupun waste konstruksi yang terjadi selama proses

konstruksi.

Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi penggunaan material

yang tidak ramah lingkungan dapat dilakukan dengan cara mensubtitusi material

tersebut dengan material lain yang memungkinkan dan lebih ramah lingkungan.

Beberapa contoh material subtitusi yang dapat digunakan adalah :

a. Bambu ; dapat digunakan untuk pengganti material scaffolding, bracing,

dan bahan utama membangun barak pekerja/gudang sementara.

b. Bekisting plastik ; dapat digunakan untuk mengganti bekisting dari kayu

Dalam dunia konstruksi di Indonesia, penggunaan bekisting kayu

hampir belum ada. penggantinya. Proyek konstruksi di Indonesia

sepertinya masih sangat menggantungkan kayu sebagai material utama

pembuatan bekisting. Ada alternatif dengan menggunakan material baja

atau besi namun penggunaannya masih terbatas karena material tersebut

memiliki berat jenis yang tinggi sehingga menimbulkan masalah kesulitan

pelaksanaan dalam aplikasinya

Penggunaan kayu bekisting merupakan satu-satunya hal yang

membuat pelaksanaan konstruksi masih belum bisa dikatakan ”green”.

Penggunaan begitu banyak kayu telah membuat enviromental assesment

pada perusahaan kontraktor yang telah mendapatkan sertifikasi ISO 14000

tidak begitu bagus. Masalah ini telah menjadi handycap yang harus

diselesaikan.

Page 19: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

22 Universitas Kristen Petra

Sudah saatnya kita mulai memikirkan alternatif lain selain kayu

sebagai bahan bekisting. Beberapa tahun terkahir telah ada produk

bekisting yang menggunakan bahan dasar plastik yang dikompositkan

dengan bahan fiber glass. Bahan plastik yang dikompositkan dengan fiber

glass memiliki kemampuan yang sama bahkan lebih baik dari kayu untuk

digunakan sebagai bekisting.

Banyak pabrik di luar negri telah memproduksi sistem bekisting

plastik ini secara massal. Bekisting plastik yang mereka buat dapat

digunakan untuk elemen struktur pondasi, kolom, dinding dan pelat lantai.

Hal ini berarti hampir semua elemen struktur beton dapat menggunakan

sistem bekisting plastik yang mereka produksi. Beberapa perusahaan yang

telah memasarkan produk sistem bekisting plastik / Plastic Formwork

System yang Saya dapatkan di internet antara lain:

Hangzhou Yongshun Plastic Industry

EPIC ECO

Moladi (http://manajemenproyekindonesia.com/?p=636)

c. Fly ash ; sebagai bahan untuk menggantikan sebagian semen dalam

pembuatan beton

d. Wheatboard/Strawboard ; untuk menggantikan material multiplex

Wheatboard/strawboard merupakan papan yang dibuat dari bahan dasar

jerami yang di padatkan dan serangkaiaan proses lain. Produk ini memiliki

workability yang mirip dengan kayu dan merupakan produk yang lebih

ramah lingkungan dari kayu.

Selain usaha menggunakan material diatas, penggunaan material

yang tergolong eco-label juga merupakan salah satu usaha yang dilakukan

dalam konsep green building.

Definisi ekolabel adalah salah satu sarana penyampaian informasi

yang akurat, ‘verifiable’ dan tidak menyesatkan kepada konsumen

mengenai aspek lingkungan dari suatu produk (barang atau jasa),

komponen atau kemasannya. Pemberian informasi tersebut pada umumnya

bertujuan untuk mendorong permintaan dan penawaran produk ramah

Page 20: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

23 Universitas Kristen Petra

lingkungan di pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungan secara

berkelanjutan. Ekolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang

diterakan pada produk atau kemasan produk, atau pada informasi produk,

buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet. Selain itu,

informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung

informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan

produk tersebut.Ekolabel dapat dibuat oleh produsen, importir, distributor,

pengusaha ‘retail’ atau pihak manapun yang mungkin memperoleh

manfaat dari hal tersebut (Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2008)

Di Indonesia hak untuk memberikan ekolabel pada sebuah material

hasil produksi negara di pegang oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Hak

ini didasarkan pada : “Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

mengeluarkan Surat Pendaftaran Ciptaan bernomor 025753n 28 Juli 2004

dan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali di umumkan. Tanggal

pengumuman 05 Juli 2004 di Jakarta. Nama pemegang dan pencipta

adalah Kementerian Lingkungan hidup Jl. DI. Panjaitan Kav 24 Kebon

Nanas Jakarta Timur 13410.”

List perusahaan yang telah di sertifikasi oleh Kementrian

Lingkungan Hidup dapat dilihat di daftar sertifikasi ISO terbaru yaitu ISO

14002.(http://www.docstoc.com/docs/21926773/Database-Nasional-

Sertifikasi-ISO-14002).

Pembahasan material juga mencakup mengenai lokasi dari material

dibeli. Konsep green building mengharapkan penggunaan material lokal

yang diproduksi dalam negeri lebih banyak dilakukan daripada

penggunaan material import yang diproduksi di luar negeri.

Penggunaan material lokal juga lebih lanjut dibahas dengan detail

dari letak pembelian material-material tersebut. Semakin dekat letak

pembelian material dari lokasi proyek akan semakin baik. Karena letak

pembelian yang terlalu jauh akan memakan biaya yang lebih besar, waktu

yang lebih lama dan juga transportasi yang lebih sulit. Hal ini mengurangi

nilai green dari material tersebut.

Page 21: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

24 Universitas Kristen Petra

2.4.2 Indoor Air Health And Comfort

Pada bagian ini konsep green building yang dibahas akan menekankan

pada kenyamanan udara dari lingkungan proyek dan sekitarnya semasa konstruksi

hingga saat dipakai.

Penggunaan cat dan coating merupakan salah satu hal yang disorot

berhubungan dengan kenyamanan dan kesehatan udara. Cat mengandung senyawa

kimia yang disebut volatile organic chemicle atau yang lebih sering disebut voc.

Senyawa kimia ini berbahaya bagi manusia bila diserap oleh manusia dalam kadar

yang cukup banyak dan dapat menimbulkan kanker (wikipedia.org). Oleh karena

itu penggunaan cat dengan kadar voc yang rendah menjadi sebuah persyaratan

dalam konsep green building.

Dalam Greenship sendiri detail kadar voc yang diperbolehkan masih

belum dikeluarkan dalam bentuk manual handbook seperti yang telah dilakukan

oleh LEED US. Hal ini yang diharapkan dapat segera dikerjakan oleh GBC

Indonesia.

Selain bahan dengan senyawa voc yang berbahaya. Penggunaan kayu

komposit , agrifiber dan adhesive juga dimasukkan kedalam persyaratan green

building karena kandungan formaldehida yang terdapat dalam material-material

tersebut.

Senyawa Formaldehida dapat berbahaya karena resin formaldehida dipakai

dalam bahan konstruksi seperti kayu lapis/tripleks, karpet, dan busa semprot dan

isolasi, serta karena resin ini melepaskan formaldehida pelan-pelan, formaldehida

merupakan salah satu polutan dalam ruangan yang sering ditemukan. Apabila

kadar di udara lebih dari 0,1 mg/kg, formaldehida yang terhisap bisa

menyebabkan iritasi kepala dan membran mukosa, yang menyebabkan keluarnya

air mata, pusing, teggorokan serasa terbakar, serta kegerahan.

Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa

menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi

asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan napas menjadi pendek

dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematiannya.

Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh

protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal. Binatang percobaan

Page 22: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

25 Universitas Kristen Petra

yang menghisap formaldehida terus-terusan terserang kanker dalam hidung dan

tenggorokannya, sama juga dengan yang dialami oleh para pegawai pemotongan

papan artikel (wikipedia.org)

Disamping persoalan mengenai kedua senyawa diatas, kenyamanan dan

kesehatan udara di lingkungan proyek juga dipengaruhi oleh berbagai alat berat

yang digunakan oleh pihak pelaksana konstruksi. Alat berat yang dimaksud

adalah alat berat yang menghasilkan polusi karbon (CO2) dan menimbulkan

kebisingan yang mengganggu kenyamanan lingkungan.

Seiring dengan berkembangnya teknologi dan kesadaran akan sustainable

construction maka alat-alat berat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan

konsumen dalam kepuasan teknologi serta ramah lingkungan. Semakin banyak

perusahaan yang bersaing dalam mengeluarkan alat berat yang lebih ramah

lingkungan, contohnya seperti :

a. Volvo. Mendesain excavator dengan bahan bakar yang lebih ramah

lingkungan, produksi mesin dengan lebih ramah lingkungan, penggunaan

lebih sedikit material yang merusak kestabilan lingkungan dalam

perakitan alat. (http://www.volvoce.com)

b. Hitachi. Melakukan pendekatan dalam mendesain sebuah alat berat dengan

mempertimbangkan :

Berat

Ketahanan

Faktor daur ulang material

Kemudahan untuk pembongkaran dan pembuangan

Faktor konservasi ramah lingkungan

Penghematan energi

Penyediaan informasi

Hal-hal diatas yang dikembangkan untuk membuat alat memiliki nilai

ramah lingkungan selama masa hidup alat. Contoh eco-product hitachi : A

hydraulic excavator(ZX200-3), and a transfer crane, wheel loader series,ZW30

,ZW40,ZW50. (www.hitachi-c-m.com/global/company/csr/environment/products/

index.html)

Page 23: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Green Construction

26 Universitas Kristen Petra

2.4.3 Environmental Management

Pada bagian ini akan membahas bagaimana manajemen dari pihak

kontraktor menerapkan keputusan yang sesuai dengan konsep green building.

Manajemen limbah merupakan suatu bentuk environmental management

yang dilakukan dalam sebuah konstruksi dengan konsep green building.

Manajemen limbah dibagi ke dalam tiga bagian yaitu :

1. Manajemen limbah padat

2. Manajemen limbah cair

3. Manajemen limbah anorganik

Manajemen limbah padat akan membahas mengenai sistem yang telah

diterapkan dalam proyek seperti pengumpulan sisa-sisa material, pengelompokan

sisa-sisa material tersebut kedalam 3 kategori, yang dapat di gunakan kembali, di

daur ulang dan dibuang.

Untuk manajemen limbah cair sistem yang diharpapkan di miliki adalah

bagiamana kontraktor menjaga kualitas air yang dibuang dari proyek. air yang

dibuang dari proyek berupa sisa-sisa pengecoran, air tanah yang di pompa keluar

harus dikontrol agar tidak mencemari lingkungan sekitar. Penggunaan sistem filter

air dapat dilakukan untuk mencapai poin ini.

Manajemen limbah anorganik dapat dilakukan dengan melakukan kerjasama

dengan pihak lain selain tempat pembuangan akhir (TPA) untuk mengolah limbah

anorganik. Limbah anorganik adalah limbah yang dihasilkan dari bahan-bahan

non-hayati seperti plastik, botol, kaleng dan sebagainya.

Selain penerapan manajemen untuk limbah, penerapan program-program

ramah lingkungan secara langsung kepada setiap pelaku konstruksi di proyek juga

merupakan langkah yang perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk

mensosialisasikan konsep ramah lingkungan yang tergolong baru. Program ramah

lingkungan yang diterapkan dapat dilakukan dengan pemasangan slogan dan

informasi di lokasi proyek, dengan memasang target untuk mengurangi energi, air

dan beberapa hal lain.