18
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean Menurut Lucherini & Rapaccini (2017) konsep lean pertama kali dibuat oleh sebuah perusahaan otomotif yang berada di negara Jepang. Perusahaan tersebut mengenalkan konsep ini sebagai reaksi terhadap keadaan ekonomi di negaranya setelah terjadinya perang dunia II. Gazperz (2007) menyatakan tujuan dari konsep lean adalah untuk meningkatkan customer value secara terus menerus dengan melakukan peningkatan nilai tambah dan menurunkan rasio terjadinya waste. Fokus dari konsep ini adalah untuk mengurangi biaya produksi, mengevaluasi kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk, dan meningkatkan nilai tambah terhadap produk. Penerapan konsep lean sangatlah populer baik di industri manufaktur maupun jasa, hal ini dikarenakan konsep ini sangat membantu untuk meningkatkan value added terhadap produk dan jasa yang dihasilkan, dan dapat menghilangkan atau mengurangi berbagai macam bentuk pemborosan, serta meminimasi biaya-biaya yang penting bagi perusahaan dalam waktu yang bersamaan. Menurut Widiasih (2017) dalam penerapan pertama konsep lean, perusahaan belum tentu bisa mencapai keberhasilan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya komitmen dari pihak manajemen, kurangnya hak otonomi departemen seperti keterbatasan akses sumber daya (resources), pengambilan keputusan yang panjang, dan komunikasi yang buruk dalam perusahaan. Jika hal semacam ini dibiarkan dan tidak segera ditangani maka konsep lean yang sudah dibangun menjadi sia-sia. Menurut Rathje et al,. (2009) supaya konsep lean dapat berhasil diterapkan diperlukan beberapa kali implementasi dengan catatan harus terdapat progress di setiap tahap implementasinya. Dengan kata lain kekurangan implementasi tahap awal dapat menjadi sumber evaluasi dan peningkatan di tahap selanjutnya. Jika hal ini secara terus menerus dilakukan dengan benar dan tepat maka dapat memperbesar kemungkinan keberhasilannya. Keberhasilan dalam penerapan konsep lean dapat mendekatkan perusahaan dengan tujuan utamanya yaitu

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Lean

Menurut Lucherini & Rapaccini (2017) konsep lean pertama kali dibuat

oleh sebuah perusahaan otomotif yang berada di negara Jepang. Perusahaan

tersebut mengenalkan konsep ini sebagai reaksi terhadap keadaan ekonomi di

negaranya setelah terjadinya perang dunia II. Gazperz (2007) menyatakan tujuan

dari konsep lean adalah untuk meningkatkan customer value secara terus menerus

dengan melakukan peningkatan nilai tambah dan menurunkan rasio terjadinya

waste. Fokus dari konsep ini adalah untuk mengurangi biaya produksi,

mengevaluasi kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah terhadap produk, dan

meningkatkan nilai tambah terhadap produk.

Penerapan konsep lean sangatlah populer baik di industri manufaktur maupun

jasa, hal ini dikarenakan konsep ini sangat membantu untuk meningkatkan value

added terhadap produk dan jasa yang dihasilkan, dan dapat menghilangkan atau

mengurangi berbagai macam bentuk pemborosan, serta meminimasi biaya-biaya

yang penting bagi perusahaan dalam waktu yang bersamaan. Menurut Widiasih

(2017) dalam penerapan pertama konsep lean, perusahaan belum tentu bisa

mencapai keberhasilan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

kurangnya komitmen dari pihak manajemen, kurangnya hak otonomi departemen

seperti keterbatasan akses sumber daya (resources), pengambilan keputusan yang

panjang, dan komunikasi yang buruk dalam perusahaan. Jika hal semacam ini

dibiarkan dan tidak segera ditangani maka konsep lean yang sudah dibangun

menjadi sia-sia.

Menurut Rathje et al,. (2009) supaya konsep lean dapat berhasil diterapkan

diperlukan beberapa kali implementasi dengan catatan harus terdapat progress di

setiap tahap implementasinya. Dengan kata lain kekurangan implementasi tahap

awal dapat menjadi sumber evaluasi dan peningkatan di tahap selanjutnya. Jika hal

ini secara terus menerus dilakukan dengan benar dan tepat maka dapat

memperbesar kemungkinan keberhasilannya. Keberhasilan dalam penerapan

konsep lean dapat mendekatkan perusahaan dengan tujuan utamanya yaitu

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

5

mendapatkan profit yang sebesar-besarnya (Harisupriyanto, 2013). Hal ini dapat

terjadi karena perusahaan tidak lagi memiliki waste baik dari lantai produksi

maupun manajemennya sehinnga produktifitas perusahaan meningkat dan kerugian

dapat dihindarkan.

2.1.1 Definisi lean menurut beberapa ahli

Berikut merupakan definisi lean menurut pendapat para ahli :

1. Menurut Chen et al., (2016) lean manufacturing yang merupakan nama lain

dari sistem produksi toyota merupakan sebuah metode yang dapat mencapai

pengurangan waktu pengiriman, tenaga kerja, modal, dan ruang melalu

teknik peningkatan berkelanjutan.

2. Menurut Herwindo et al., (2008) lean merupakan sebuah pendekatan

sistematik yang dapat mengurangi pemborosan atau kegiatan yang tidak

memberikan nilai tambah baik dalam proses hingga menjadi output dengan

penaksiran di setiap pekerjaan selalu memiliki waste.

3. Menurut Paneru (2011) dalam jurnalnya yang berjudul “Implementation of

Lean Manufacturing Tools in Garment Manufacturing Process Focusing

Sewing Section of Men’s Shirt” menyebutkan bahwa lean merupakan satu

set alat yang apabila terkumpul dan dilaksanakan dengan benar maka dapat

mengurangi pemborosan dalam setiap aktivitas dan meningkatkan nilai

tambah pada hasil akhirnya.

2.1.2 5 dasar prinsip lean

Konsep lean ini memiliki dasar- prinsip dalam pelaksanaannya. Berikut

merupakan lima dasar prinsip pelaksanaan lean menurut Gasperz (2007) yaitu

:

1. Mengidentifikasi nilai produk (barang atau jasa) menurut perspektif

konsumen, dengan anggapan bahwa setiap konsumen selalu menginginkan

produk dengan kualitas tinggi, dengan harga yang kompetitif dan

tersampainya produk yang tepat waktu.

2. Melakukan identifikasi dengan value stream mapping (Peta aliran nilai)

untuk setiap produknya baik barang maupu jasa.

3. Mengeliminasi waste yang tidak memberika nilai tambah sepanjang value

stream mapping tersebut.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

6

4. Mengatur supaya aliran material, informasi, dan produk mengalir dengan

lancar dan efisien sepanjang proses value stream dengan menggunakan

sistem tarik (pull system)

5. Terus menerus dalam melakukan pencarian teknik dan alat peningkatan

(improvement tools and techniques) supaya dapat mencapai tingkat efisien

yang unggul dan memiliki peningkatan yang berkelanjutan.

2.1.3 Lean Manufacturing

Lean Manufacturing secara filosofi didefinisikan sebagai teknik

merancang sebuah sistem manufaktur yang secara sempurna memadukan

aspek fundamental, minimasi biaya produksi dan memaksimalkan laba

(Becker, 1994). Aspek fundamental yang dimaksud dikenal dengan 3M yaitu

pekerja (Man), mesin (Machine), dan bahan baku (Material). 3M yang

seimbang ini nantinya dapat menghasilkan pekerjaan yang maksimal dan

produktif, minimasi biaya produksi, arus transportasi yang lancar, penggunaan

peralatan yang lebih produktif, memperpendek lead time dan lain sebagainya.

Menurut Batubara & Halimuddin (2016) lean manufacturing

didefinisikan sebagai suatu sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi

waste dengan cara melakukan peningkatan secara radical (radical contiuous

improvement). Konsep ini dapat diterapkan dengan cara mengalirkan produk

(material, work in process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik

(pull system) dari pelanggan internal dan eksternal. Proses yang kompleks ini

ditujukan untuk mengejar keunggulan dalam industri manufaktur.

Menurut Worley & Doolen (2006) Dalam penerapannya konsep ini

memiliki 5 alat yang dapat digunakan yaitu kaizen events, kanbans, pull

production, quick changovers, dan value stream mapping. Setiap tool memiliki

fungsi yang berbeda-beda tergantung dengan permasalahan yang dihadapi.

Keberhasilan dalam penerapan sistem ini lah yang menjadikan industri

manufaktur di Jepang berkembang pesat bahkan setelah mengalami kondisi

perekonomian yang buruk.

Menurut Wu (2013) konsep yang dipelopori oleh Toyota ini memiliki

praktik yang berbeda dari bisnis tradisional Amerika dimana konsep tersebut

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

7

mulai melibatkan aspek yang lebih kompleks, dimulai dengan inventaris,

kontrol kualitas, hubungan industri, manajemen tenaga kerja, dan pemasok

atau produsen. Terlepas dari perbedaanya konsep transfer substansial dari

sistem produksi Jepang ini memiliki tingkat keberhasilan yang cukup

signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya produktifitas tenaga

kerja, peralatan, dan sumber daya di perusahaan ketika diterapkan pada salah

satu perusahaan manufaktur di Amerika.

2.2 Definisi Waste (Pemborosan)

Waste (Pemborosan) merupakan segala bentuk pekerjaan yang tidak

memberikan nilai tambah ( Value added ) selama proses tranformasi produk

mulai proses input hingga output (Annisa, 2014). Menurut Ristyowati et al.,

(2017) waste merupakan pemborosan sumber daya tanpa menambahkan nilai

apapun pada suatu kegiatan. Selain tidak memberikan nilai tambah

pemborosan juga dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Maka dari

itu penting bagi setiap perusahaan untuk mengeliminasi segala macam bentuk

waste yang dapat menghambat proses produksi dan menimbulkan kerugian.

Menurut Rawabdeh (2005) mengidentifikasi dan mengeliminasi segala

bentuk waste dalam proses produksi dapat memberikan peningkatan efisiensi,

meningkatkan produktifitas dan meningkatkan daya saing perusahaan.

Perusahaan yang menjalankan konsep ini secara umum dapat merasakan

manfaat seperti meningkatnya kualitas produk, menurunnya jumlah inventory

(bahan baku/material), menurunnya biaya produksi, dan pemenuhan pesanan

pelanggan yang lebih baik dan optimal. Meskipun demikian, upaya identifikasi

waste tidak selalu mudah. Menurut (Mughni, 2005) terdapat beberapa jenis

waste yang samar dan sulit untuk di identifikasi sehingga proses identifikasi

ini memerlukan proses yang matang. Proses identifikasi waste ini menjadi

sangat penting karena jika salah analisa bisa menimbulkan jenis waste yang

baru.

Sebelum lebih jauh membahas tentang waste, akan lebih baik jika

mendefinisikan waste tersebut dalam beberapa jenis aktivitas yang berbeda

yaitu :

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

8

1. Value Adding Activity (Aktivitas yang memberikan nilai tambah)

merupakan aktivitas yang dilakukan ketika memproduksi sebuah produk

dan dapat memberikan nilai tambah di mata konsumen. Contoh dari

aktivitas ini adalah mengubah kedelai menjadi tempe atau tahu sehingga

kedelai tersebut memiliki nilai tambah ketika sampai ke tangan konsumen.

2. Non Value Adding Activity (Aktivitas yang tidak memberikan nilai

tambah) merupakan segala jenis aktivitas yang dilakukan selama proses

produksi dari awal hingga akhir yang tidak mengubah atau menambah

nilai dari suatu produk ketika sampai di tangan konsumen. Aktivitas inilah

yang nantinya akan menjadi sumber dari berbagai macam jenis waste.

Contoh dari kegiatan ini seperti penumpukan material di gudang yang

terlalu lama sehingga membuat kualitas material atau bahan baku menurun

atau bahkan rusak sehingga bisa mempengaruhi kualitas produk ketika

sampai di tangan konsumen dan tentunya dapat menimbulkan kerugian

bagi perusahaan.

3. Necessary Non Value Adding Activity (Aktivitas yang tidak memberikan

nilai tambah tetapi dibutuhkan) menurut Hines & Rich (1997) Necessary

Non Value Adding Activity merupakan serangkaian aktivitas yang perlu

dilakukan akan tetapi tidak memberikan nilai tambah terhadap produk.

Aktivitas ini mungkin akan terkesan sia-sia namun harus dilakukan.

Contohnya mentransfer alat dari satu tangan ke tangan yang lain, berjalan

jauh untuk mengambil alat dan seterusnya. Hal ini secara tidak langsung

tidak memberikan nilai tambah terhadap produk yang di produksi, tetapi

bila tidak dilaksanakan maka proses produksi tidak akan selesai sehingga

harus dilakukan.

Menurut El-namrouty & Abushaaban (2013) terdapat tujuh jenis

pemborosan yang mungkin terjadi dalam proses produksi yaitu :

1. Overproduction (Produksi berlebih)

Merupakan sebuah waste yang terjadi ketika perusahaan melakukan

produksi yang berlebih dari jumlah permintaan konsumen atau melakukan

produksi lebih awal tanpa menunggu permintaan dari konsumen. Hal ini

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

9

dapat mengakibatkan menurunnya kualitas produk karena terlalu usang

atau mendekati masa kadaluarsa dan meningkatkan biaya produksi.

2. Defects (Cacat)

Merupakan waste yang terjadi karena produk cacat secara fisik yang akan

berdampak langsung terhadap melonjaknya biaya produksi dan biaya

penjualan produk. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti

ketidaksesuaian spesifikasi produk pada saat di produksi, keterlambatan

pengiriman, kesalahan dokumen pengiriman dan masih banyak faktor

yang lain.

3. Unnecesarry Inventory (Persediaan yang tidak perlu)

Merupakan waste yang disebabkan oleh penumpukan bahan baku yang

tidak diperlukan. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya biaya

penyimpanan dan juga menurunnya kualitas bahan baku. Hal ini tentunya

dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan.

4. Transportation (Transportasi)

Hal ini merupakan waste yang disebabkan karena terjadinya proses

perpindahan atau transportasi baik alat maupun material yang tidak efisien.

Aktivitas seperti ini dapat memperpanjang siklus produksi sehingga

mengakibatkan waktu produksi menjadi lebih lama.

5. Waiting (Menunggu)

Merupakan waste yang terjadi ketika waktu yang digunakan tidak efektif.

Hal ini biasanya disebabkan oleh delay (penundaan) proses yang terlalu

lama. Waste ini akan berpengaruh pada barang yang di produksi dan juga

pekerjanya karena sama-sama mengahabiskan waktu tunggu. Dimana

waktu tunggu yang dihabiskan dapat digunakan untuk kegiatan yang

memberikan value added lainnya.

6. Unnecesarry Motion (Pergerakan yang tidak perlu)

Merupakan waste yang terjadi karena terjadinya pergerakan-pergerakan

yang tidak perlu selama proses produksi. Contohnya berjalan di area

produksi untuk mencari sebuah alat, melakukan gerakan fisik yang tidak

perlu atau sulit. Waste ini membuat perusahaan harus memikirkan

bagaimana alat dan pekerjaan dapat dilakukan se ergonomis mungkin agar

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

10

dapat meminimalisir pergerakan-pergerakan yang mungkin dapat terjadi

selama proses produksi.

7. Over-processing

Merupakan waste yang terjadi karena ketidakseimbangan proses pada saat

produksi. Contohnya seperti lebih banyaknya proses produksi daripada

finishing atau inspeksi sehingga dapat berdampak pada kualitas produk

yang dihasilkan.

2.3 Value Stream Mapping

Menurut Mohd & Mojib (2015) value stream mapping merupakan semua

jenis aktivitas yang penting dalam menghasilkan sebuah produk, dimana semua

aktivitasnya akan di tampilkan dalam diagram arus dari awal hingga akhir.

Tujuan dari diagram ini adalah untuk membantu menemukan waste yang

terjadi dalam proses produksi dan berusaha untuk mengeliminasinya. Menurut

Allen (2001) value stream mapping merupakan sebuah peta aliran nilai yang

berisikan semua data dan proses pengerjaan sebuah produk dimana, di

dalamnya kita bisa melihat semua kegiatan yang dapat memberikan nilai

tambah ataupun tidak memberikan nilai tambah. Pembuatan peta aliran nilai

ini dapat meningkatkan efisiensi karena, kita bisa mengetahui kegiatan mana

yang tidak memberikan nilai tambah dan dapat melakukan perbaikan atau

menghilangkannya sehingga bisa meminimasi kerugian.

Menurut Helleno et al., (2017) value stream mapping dapat menjelaskan

aliran informasi dan proses yang dapat membantu untuk mengindentifikasi

sumber waste. Dengan hal tersebut maka, perusahaan dapat menentukan

skenario masa depan yang bisa digunakan untuk mengeliminasi waste tersebut.

Berikut merupakan contoh value stream mapping

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

11

Sumber : Lucherini & Rapaccini (2017)

Gambar 2.1 Value Stream Mapping

2.3.1 Langkah-langkah pembuatan Value Stream Mapping

Menurut Rother & Shook (2003) Dalam membuat Value Stream

Mapping terdapat beberapa langkah yaitu :

1. Membuat diagram current state yaitu diagram yang

menggambarkan kondisi awal dari sebuah aliran produksi. Pada

tahap ini yang perlu dilakukan yaitu mengumpulkan informasi

sedetail mungkin berdasarkan kondisi yang sebenar-benarnya

supaya dapat membuat diagram future state dengan tepat.

2. Tahap akhirnya yaitu membuat future state. Pada tahap ini yang

harus dilakukan adalah mempersiapkan rencana implementasi

yang menjelaskan bagaimana cara untuk mencapai kondisi yang

di inginkan di masa depan. Ketika, rencana masa depannya

tercapai maka keadaan atau kondisi masa depan yang baru harus

digambarkan.

2.3.2 Simbol-simbol dalam Value Stream Mapping

Dalam pembuatan value stream mapping terdapat beberapa simbol

yang perlu diperhatikan, seperti pada tabel 2.1

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

12

Tabel 2.1 Simbol-simbol dalam Value Stream Mapping

Simbol Proses dalam Value Stream Mapping

Apabila simbol diletakkan di bagian kiri

atas akan merepresentasikan Supplier.

Sementara jika simbol diletakkan di

bagian kanan atas maka

merepresentasikan Customer, biasanya

sebagai titik akhir aliran material.

Sementara jika

Simbol ini menyatakan proses, operasi,

mesin atau departemen yang dilalui oleh

material.

Simbol ini menyatakan proses, operasi,

mesin atau departemen yang saling

berbagi dalam value-stream. Dalam

simbol ini perkiraan jumlah operator

yang dibutuhkan dalam proses produksi

akan dipetakan.

Merupakan simbol yang

merepresentasikan pergerakan bahan

baku atau material dari supplier hingga

menuju gudang penyimpanan. Atau bisa

juga merepresentasikan pergerakan

produk akhir dari gudang menuju ke

konsumen.

Simbol ini memiliki beberapa lambang

di dalamnya dimana C/T merupakan

waktu siklus yang dibutuhkan untuk

produksi. C/O merupakan changeover

time atau waktu pergantian produksi

satu produk

Menunjukkan keberadaan inventory

diantara dua proses. Ketika memetakan

current state, jumlah inventory dapat

diperhatikan dimana jumlahnya akan

ditulis di bawah gambar segitiga. Selain

itu, simbol ini juga dapat digunakan

pada bahan baku ataupun produk jadi.

Menunjukkan pergerakan material dari

satu proses menuju proses selanjutnya.

Berfungsi untuk penahan agar tidak

terjadi kekurangan stok.

Simbol ini menunjukkan pengiriman

yang dilakukan dari supplier ke

konsumen atau dari pabrik ke konsumen

dengan menggunakan transportasi luar.

Simbol Informasi dalam Value Stream Mapping

Merepresentasikan jumlah operator

yang dibutuhkan dalam melakukan

sebuah proses.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

13

Menunjukkan informasi yang mungkin

berguna.

Menunjukkan waktu siklus dan waktu

tunggu.

(Sumber : Hafiz, 2016))

2.3.3 Kelebihan dan kekurangan Value Stream Mapping

Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan

Value Stream Mapping. Berikut merupakan kelebihan Value Stream

Mapping Menurut Shodiq & Khannan (2015) :

1. Pembuatannya relatif mudah.

2. Mudah dipahami dan dapat menampilkan aliran produksi yang

sedang berlangsung.

3. Pembuatannya tidak harus menggunakan software khusus.

Selain kelebihan, setiap metode tentunya memiliki kekurangan.

Berikut merupakan kelebihan Value Stream Mapping Menurut Shodiq &

Khannan (2015) :

1. Pada aliran materialnya hanya bisa digunakan untuk satu tipe

produk yang sama.

2. Diagram ini berbentuk statis sehingga permasalahan yang ada

didalamnya masih terpaut sederhana.

2.4 Fishbone

Menurut Lee (1996) fishbone atau diagram tulang ikan merupakan

sebuah diagram yang digunakan untuk menggambarkan urutan perakitan

sebagai cara yang efektif untuk menentukan perencanaan lanjutan pada proses

perakitan. Diagram ini membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang

menyebabkan kesulitan dalam proses perakitan dan juga membantu untuk

memunculkan solusinya. Menurut Bose (2012) diagram tulang ikan merupakan

sebuah alat yang bisa digunakan untuk menganalisis proses bisnis dan juga

efektivitasnya. Diagram ini juga biasa dikenal dengan nama “Diagram

Ishikawa” karena pertama kali ditemukan oleh Kaoru Ishikawa, yang

merupakan seorang ahli statistik dan kualitas dari jepang. Alat ini di definisikan

sebagai tulang ikan karena sifat dan penampilan strukturalnya yang terlihat

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

14

seperti krangka ikan. Fishbone biasanya mengevaluasi penyebab dan sub-

penyebab dari suatu masalah.

Diagram tulang ikan memiliki enam kategori klasik dari yang dapat

dikategorikan sebagai penyebab utama dari setiap permasalahan dalam sebuah

proses bisnis yaitu Man (Manusia), Materials (Bahan baku), Environment

(Lingkungan), Equipement (Peralatan), Management (Manajemen), Process

(Proses). Menurut Perry (2006) terdapat lima langkah yang perlu diperhatikan

dalam proses pembuatan diagram ini yaitu :

1. Definisikan masalah dengan jelas.

2. Lakukan identifikasi terhadap kategori-kategori yang berpotensial

menyebabkan permasalahan.

3. Buatlah diagram awal yang menyatakan permasalahan. Buatlah garis

horizontal dari kepala hingga ke kiri, kembangkan kategori utama dari

tulang ikan dan lampirkan beberapa faktor potensial penyebab

permasalahan.

4. Lakukan analisa dan identifikasi lanjutan penyebab potensial dari setiap

kategori.

5. Dikusikan dan hilangkan penyebab yang paling tidak potensial sehingga

dapat menemukan akar permasalahannya. Pada langkah ini akan muncul

beberapa alternatif untuk menyelesaikan masalah.

Contoh dari diagram dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut :

Sumber : (Bose, 2012)

Gambar 2.3 Fishbone

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

15

2.5 FMEA

FMEA didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang berbasis tim,

sistematis dan proaktif untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya sebuah

kegagalan dalam suatu proses (Latino, 2004). Tujuan dari metode ini adalah

untuk mengidentifikasi kapan dan dimana kemungkinan sistem akan

mengalami kegagalan, sehingga dapat dilakukan pencegahan sebelum

permasalahan tersebut terjadi. Menurut Mohammadi & Alavi (2013) FMEA

merupakan suatu alat analisis yang menawarkan metode sistematis dan dinamis

untuk menemukan faktor kegagalan berdasarkan faktor kuantitatif. Dengan

cara tersebut, semua potensi kegagalan yang mungkin terjadi pada saat proses

produksi berlangsung dapat diketahui. Metode ini mnggunakan sistem

peringkat untuk menentukan tingkat kegagalan atau risiko kritis yang harus di

eliminasi. FMEA akan melakukan pendekatan dan menganalisa komponen dari

tingkat terendah sehingga dapat menentukan komponen mana yang mungkin

mengalami kegagalan.

Metode ini akan mengetahui bagaimana dan mengapa komponen

tersebut mengalami kegagalan. Apabila dilakukan analisa lebih lanjut metode

ini dapat mengukur tingkat keparahan dan probabilitas kegagalan. Langkah-

langkah dalam membuat FMEA antara lain :

1. Mengidentifikasi proses produksi/jasa.

2. Mencatat kemungkinan-kemungkinan permasalahan yang akan timbul

beserta efek dan juga permasalahannya.

3. Memberikan penilaian terhadap tiap-tiap masalah untuk kategori severity,

occurance, dan detection.

a) Severity

Severity merupakan dampak yang akan ditimbulkan apabila suatu

kesalahan terjadi. Untuk menentukan rating severity terdapat beberapa

ketetapan yang ditunjukkan pada tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2 Penentuan rating severity

Efek Kriteria Rating

Minor Sangat kecil kemungkinan

kegagalan akan berpengaruh

1-2

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

16

terhadap produk/ pelayanan.

Pelanggan bahkan mungkin

tidak akan memperhatikan

kegagalan

Low Kemungkinan tingkat

keparahan rendah dan hanya

menyebabkan sedikit gangguan

terhadap pelanggan.

Kemungkinan kecil akan

dilakukan pengerjaan ulang.

Pelanggan mungkin akan

memperhatikan sedikit

kerusakan pada produk/layanan

3-4

Moderate Peringkat sedang karena

kegagalan dapat menyebabkan

ketidakpuasan. Dapat

menyebabkan kejadian yang

tidak diperkirakan seperti

perbaikan dan kerusakan

peralatan

5-6

High Tingkat ketidakpuasan

pelanggan tinggi dikarenakan

kerusakan produk. Dapat

menyebabkan gangguan pada

proses selanjutnya

7-8

Verry high Tingkat keparahan sangat tinggi

ketika kerusakan produk

mempengaruhi keselamatan

termasuk tidak mematuhi

standar dan peraturan

pemerintah

9-10

Sumber : (Mayangsari, Adianto, & Yuniati, 2015)

b) Occurance

Occurance merupakan kemungkinan penyebab kegagalan akan terjadi

dan menghasilkan kegagalan pada saat produksi atau pelayanan

berlangsung. Ketentuan nilai occurance dapat dilihat pada tabel 2.3

sebagai berikut.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

17

Tabel 2.3 Nilai Occurance

Degree Berdasarkan Frekuensi kejadian Rating

Remote 0,01 per 1000 item 1

Low 0,1 per 1000 item

0,5 per 1000 item

2

3

Moderate 1 per 1000 item

2 per 1000 item

3 per 1000 item

4

5

6

High 10 per 1000 item

20 per 1000 item

7

8

Very high 50 per 1000 item

100 per 1000 item

9

10

Sumber : (Mayangsari et al., 2015)

c) Detection

Detection berfungsi sebagai upaya dalam melakukan pencegahan

kegagalan selama proses produksi dan mengurangi tingkat

kegagalannya. Ketentuan nilai dari detection dapat dilihat pada tabel

2.4 sebagai berikut.

Tabel 2.4 Nilai Detection

Rating Criteria Berdasarkan Frekuensi

Kejadian

1 Metode pencegahan sangat

efektif. Tidak ada kesempatan

penyebab terjadinya

kegagalan muncul

0,01 per 1000 item

2

3

Kemungkinan penyebab

terjadinya kegagalan sangat

rendah

0,01 per 1000 item

4

5

6

Kemungkinan penyebab

terjadinya kegagalan bersifat

moderate. Metode

pencegahan memungkinkan

penyebab itu terjadi.

0,1 per 1000 item

0,5 per 1000 item

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

18

7

8

Kemungkinan penyebab

terjadinya kegagalan masih

tinggi.

1 per 1000 item

2 per 1000 item

3 per 1000 item

9

10

Kemungkinan penyebab

terjadinya kegagalan masih

sangat tinggi, penyebab masih

berulang kembali.

10 per 1000 item

20 per 1000 item

Sumber :(Mayangsari et al., 2015)

Setelah memperoleh nilai severity, occurance, dan detection akan

diperoleh nilai RPN, dengan cara mengalikan nilai severity, occurance, dan

detection. Langkah selanjutnya setelah diperoleh nilai RPN maka hasilnya

akan diurutkan dari nilai tertinggi hingga nilai teredah dan dapat diketahui nilai

tertinggi yang diharuskan untuk melakukan perbaikan guna mengurangi

tingkat kecacatan produk.

2.6 Cost Integrated Value Stream Mapping

Cost Integrated Value Stream Mapping merupakan sebuah metode

penggabungan antara value stream mapping dan aspek biaya. Metode ini

memperkenalkan konsep cost line (garis biaya) sehingga dapat diketahui

dengan jelas biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Aspek

biaya dihitung dari setiap kegiatan yang dilakukan selama proses produksi

secara satu persatu (Abuthakeer, Mohanram, & Kumar, 2010). Dengan design

baru dari value stream mapping diharapkan dapat membantu untuk

memfokuskan pada area-area yang memerlukan perbaikan. Biaya yang

dihitung yaitu biaya value added dan biaya non value added. Biaya value added

merupakan biaya yang dihitung dari biaya langung di setiap proses produksi

sedangkan biaya non value added merupakan biaya yang dihitung dari biaya

holding cost per inventory. Berikut merupakan langkah-langkah dalam

penerapan cost integrated value stream mapping menurut Julianto (2014)

antara lain :

1. Menentukan keluarga produk

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

19

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memilih satu jenis produk

dari beberapa keluarga produk

2. Persiapan current state map

Mengumpulkan informasi yang akan digunakan untuk membuat current

state map yang berupa :

a) Dokumentasi informasi pelanggan

b) Identifikasi proses utama

c) Mengumpulkan data-data yang diperlukan

d) Informasi mengenai pemasok

e) Petakan data

3. Merancang current state map

Yang perlu dilakukan dalam tahap ini dalah membuat diagram current state

map berdasarkan informasi yang sudah di dapat pada tahap sebelumnya.

Gambaran situasi pada saat aktivitas produksi akan ditunjukkan dengan

hasil yang di dapat pada diagram current state map. Dari sini yang kemudian

akan diketahui aktivitas-aktivitas manakah yang memerlukan perbaikan

sehingga dapat membantu dalam peembuatan usulan perbaikan.

4. Mengubah current state map menjadi future state map

Pada tahap ini akan dilakukan pengubahan pada diagram current state map

menjadi future state map berdasarkan :

a) Perhitungan takt time

b) Target biaya yang sudah ditentukan

c) Dan pengimplementasian konsep lean.

5. Merancang future state map

Konsep lean yang di implementasikan memiliki tujuan utama yaitu

megeliminasi segala jenis pemborosan dan membuat proses produksi

menjadi seefisien mungkin sehingga dapat meningkatkan produktifitas

perusahaan (Putra, 2011) . Tujuan utama dalam pembuatan value stream

mapping ini adalah untuk mengetahui letak pemborosan dalam segala

aktivitas pembuatan produk, sehingga dapat dilakukan minimasi pada future

state mapnya. Dalam pembuatan usulan perbaikannya juga harus dilakukan

setepat mungkin berdasarkan kondisi yang diperoleh dari current state map.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

20

Apabila usulan perbaikan yang diterapkan tidak sesuai maka akan

berpotensi untuk memunculkan waste baru dan memperbesar waste yang

sudah terjadi.

Sumber : (Abuthakeer et al., 2010)

Gambar 2.4 Cost Integrated Value Stream Mapping

2.7.1 Analisis Proses

Aktivitas utama dalam tahap ini adalah membuat timelines.

Pada timelines terdapat value added time dan non value added time.

Berikut merupakan rumus yang akan digunakan dalam proses ini

menurut (Abuthakeer et al., 2010) :

VT CTi= (0.1)

NVT CTi= (0.2)

Processing Time = 1

n

iCTi

= (0.3)

Processing lead time = 1

1

n

i

WIPi

Di

+

= (0.4)

Keterangan :

VT = Value added time (detik)

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lean - UMM

21

NVT = Non value added time (detik)

WIP = Jumlah work in process atau inventori bahan baku

(kg)

D = Permintaan per hari (kg)

Untuk menghitung biaya pada cost line dalam metode ini

memerlukan rumus perhitungan guna menentukan langkah-langkah

yang harus diambil berdasarkan acuan biaya. Value added cost dan non

value added cost dihitung melalui machine rate dan labor rate, non

value added cost dihitung melalui perhitungan inventory holding cost

per inventory. Rumus perhitungan value added cost dan non value

added cost dapat dilihat pada persamaan berikut ini :

Value added cost = *( )3600

Mi Limi CTi

++ (0.5)

Mi = 0 (ketika tidak ada material yang ditambhakan ke dalam

aktivitas)

Non value added cost = *hi WIPi (0.6)

Total value added = 1

* *( )3600

n

i

Mi Limi WIPi

=

+ (0.7)

Total non value added = 1

1*

n

ihi WIPi

+

= (0.8)

Keterangan :

CT = Cycle time (Detik)

M = Biaya mesin per jam (rp)

L = Biaya tenaga kerja per jam (rp)

m = Biaya material (rp)

h = Holding cost (rp)