24
Protokol Penanganan Status Epileptikus 1. Definisi Epilepsi adalah manifestasi klinik dari bangkitan seizure(stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut. Menurut WHO (Chadwick, 1991) epilepsi adalah suatu kelainan otak kronik dengan berbagai macam penyabab yang ditandai serangan kejang berulang yang disebabkan oleh bangkitan neuron otak yang berlebihan, dimana gambaran klinisnya dapat berupa kejang, perubahan tingkah laku, perubahan kesadaran tergantung lokasi kelainan di otak. Status Epileptikus (SE) didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang, atau serangan yang berlangsung terus menerus selama 30 menit atau lebih. Serangan yang berlangsung terus menerus lebih dari 5 menit atau yang kesadarannya belum pulih setelah 5 menit harus dipertimbangkan sebagai SE. 2. Klasifikasi 1

128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

medic

Citation preview

Page 1: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

Protokol Penanganan Status Epileptikus

1. Definisi

Epilepsi adalah manifestasi klinik dari bangkitan seizure(stereotipik),

berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan

kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan

disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.

Menurut WHO (Chadwick, 1991) epilepsi adalah suatu kelainan otak kronik

dengan berbagai macam penyabab yang ditandai serangan kejang berulang yang

disebabkan oleh bangkitan neuron otak yang berlebihan, dimana gambaran klinisnya

dapat berupa kejang, perubahan tingkah laku, perubahan kesadaran tergantung lokasi

kelainan di otak.

Status Epileptikus (SE) didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua

atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang, atau

serangan yang berlangsung terus menerus selama 30 menit atau lebih. Serangan yang

berlangsung terus menerus lebih dari 5 menit atau yang kesadarannya belum pulih

setelah 5 menit harus dipertimbangkan sebagai SE.

2. Klasifikasi

a Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Againts Epilepsy

(ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi yaitu:

1112.1 Bangkitan Parsial

2.1.1 Bangkitan Parsial sederhana

Motorik

Sensorik

Otonom

Psikis

1

Page 2: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

2.1.2 Bangkitan Parsial kompleks

Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan

kesadaran

Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal

bangkitan

2.1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder

Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik

Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik

Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi

umum tonik klonik

2.2 Bangkitan Umum

Lena (absence)

Mioklonik

Tonik

Tonik-klonik

Atonik

2.3 Tak tergolongkan

Klasifikasi status epileptikus

Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat,

karena penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus.

Pada umumnya status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal

bangkitan – area tertentu dari korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer

otak (Generalized onset)- kategori utama lainnya bergantung pada

pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-konvulsi.

Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status

epileptikus. Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status

epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan

2

Page 3: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

status epileptikus parsial (sederhana atau kompleks). Versi lain membagi

berdasarkan status epileptikus umum (overt atau subtle) dan status epileptikus

non-konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks, absens). Versi ketiga

dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap kehidupan (batas pada periode

neonatus, infan dan anak-anak, anak-anak dan dewasa, hanya dewasa).

3. Etiologi

Secara umum penyebab kejang dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:

1. Idiopatik :penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai

predisposisi genetik

2. Kriptogenik : Dianggap simptomatik tatapi penyebabnya belum diketahui,

termasuk disini sindrom west, sindrom lennox-gastaut, dan

epilepsi mioklonik, gambaran klinik sesuai dengan

ensefalopati difus

3. Simptomatik: Disebabkan oleh kelainan/lesi ada susunan saraf pusat

misalnya trauma kepala, infeksi susunan saraf (SSP),

kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran

darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan

neuro degenerative.

3.1 Faktor pencetus Status Epileptikus

Penderita Epilepsi tanpa pengobatan atau dosis pengobatan yang tidak

memadai

Pengobatan yang tiba-tiba dihentikan atau gangguan penyerapan GIT

Keadaan umum yang tidak menurun sebagai akibat kurang tidur, stres

psikis, atau stres fisik.

Pengunaan atau Withdrawal alkohol, drug abuse, atau obat-obat anti

depresi

3

Page 4: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

4. Patofisiologi

Sel saraf diootak berkomunikasi melalui transmisi listrik dan kimia.

Ada keseimbangan yang teratur antara faktor yang menyebabkan eksistasi dan

inhibisi aktifitas listrik otak.

Untuk dapat mempresentasikan sinyal listrik diotak menjadi perilaku,

banyak sel saraf yang terlibat. Dalam kebanyakan kasus kejang, sejumlah

kecil kumpulan sel saraf yang abnormal menyebabkan perubahan pada sel

didekatnya atau pada sel yang memilik hubungan erat dengannya. Pada

kejang, sejumlah besar kumpulan sel saraf tereksitasi bersamaan

(hipersinkroni), sehingga menyebabkan aktfitas tubuh berlebihan.

Penyebab kelainan yang utama adalah hilangnya sel saraf yang

menginhibisi sel eksitasi dan membatasi penyebaran listrik otak atau mungkin

dikarenakan produksi berlebihan rangsangan kimia otak yang menyebabkan

sel mengeluarkan sinyal listrik yang abnormal. Neurotransmitter eksitasi juga

dilepasakan berlebihan dan mengganggu bendungan listrik sel saraf yang

normalnya membatasi penyebaran sinyal listrik yang abnormal. Diantara

neurotansmitter-neurotarsmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat,

norepinefrin, dan asetilkolin, sedangkan nerutransmitter inhibisi yang terkenal

ialah gamma amino butyric acid (GABA).

Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi

lima fase. Fase pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan

aliran darah otak dan cardiac output, peningkatan oksigenase jaringan otak,

peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa

serum dan penurunan pH yang diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf

reversibel pada tahap ini. Setelah 30 menit, ada perubahan ke fase kedua,

kemampuan tubuh beradaptasi berkurang dimana tekanan darah , pH dan

glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf irreversibel pada tahap ini.

Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya

4

Page 5: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan

kerusakan syaraf yang irreversibel.

Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap

keempat, ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme

ventilasi. Keadaan ini diikuti oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas

kejang pada tahap kelima, tetapi kehilangan syaraf dan kehilangan otak

berlanjut.

Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus,

tetapi maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam

dari korteks serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan

amigdala). Hipokampus mungkin paling sensitif akibat efek dari status

epileptikus, dengan kehilangan syaraf maksimal dalam zona Summer.

Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu

kompleks dan melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor

GABA dan meningkatkan pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor

glutamat dengan masuknya ion Natrium dan Kalsium dan kerusakan sel yang

diperantarai kalsium.

5. Gambaran klinik

Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium

untuk mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum

(Generalized Tonic-Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling

sering dijumpai, hasil dari survei ditemukan kira-kira 44-74%, tetapi bentuk

yang lain dapat juga terjadi.

A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status

Epileptikus)

5

Page 6: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering

dihadapi dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului

dengan tonik-klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah

menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan

berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan

kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik

yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-

putus. Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea

retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah,

hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan

laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan

asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali

pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.

B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status

Epileptikus)

Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik

umum mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada

periode kedua.

C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)

Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan

kehilangan kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada

ensefalopati kronik dan merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut

Syndrome.

6

Page 7: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

D. Status Epileptikus Mioklonik

Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan

mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin

memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak

biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi

dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi

degeneratif.

E. Status Epileptikus Absens

Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada

usia pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran

dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan

respon yang lambat seperti menyerupai “slow motion movie” dan

mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada riwayat

kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG

terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada

semua tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin

intravena didapati.

F. Status Epileptikus Non Konvulsif

Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau

parsial kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status

epileptikus non-konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma.

Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia,

delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive

behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus dijumpai

psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave discharges,

tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.

7

Page 8: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

G. Status Epileptikus Parsial Sederhana

a. Status Somatomotorik

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari

dan jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada

satu sisi dan berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari

tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak

terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic

lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan

(PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang pokok

dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya

afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).

b. Status Somatosensorik

Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan

gejala sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory

jacksonian march.

H. Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari

frekuensi yang cukup untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat

terjadi otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang

berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis

atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh.

Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi

mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status

epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus

8

Page 9: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

6. Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus

Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal

untuk pasien sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik

maupun mental yang dimiliki pasien. Untuk tercapainya tujuan tersebut

diperlukan beberapa upaya, yaitu menghentikan bangkitan, mengurangi

frekuensi bangkitan tanpa efek samping atau dengan efek samping yang

ringan, serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Pertolongan pertama pada saat kejang

Bantulah pasien berbaring, jauhkanlah dari sesuatu yang keras dan

tajam seperti sudut meja

Gulingkan pasien sehingga kepala menghadap ketanah agar air ludah

tidak masuk ke jalan nafas dan mencegah lidah menutup jalan nafas

Longgrkan baju, lepaskan kaca mata tetapi kontak lens biarkan saja

Jangan berusaha memasukkan apapun kedalam mulut pasien, lidah tak

dapat berfungsi untuk menrlan sehingga akan menyebabkan tersedak

Sesudah kejang berhenti, sebaiknya jangan menahan (restrain) pasien,

hal ini akan mengakibatkan perlawanan atau agitasi pasien.

Hindari pemberian obat oral, minuman atau makanan sebelum pasien

pulih 100% kesadarannya.

Pilihan obat-obat untu status epileptikus

Lini pertama dalam penanganan status epileptikus menggunakan

Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah

Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed). Ketiga

obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric

acid (GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks

Reseptor-Barbiturat.

9

Page 10: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

Berdasarkan penelitian Randomized Controlled Trials (RCT) pada 570

pasien yang mengalami status epileptikus yang dibagi berdasarkan empat

kelompok (pada tabel di bawah), dimana Lorazepam 0,1 mg/kg merupakan

obat terbanyak yang berhasil menghentikan kejang sebanyak 65 persen.

Nama obat Dosis (mg/kg) Persentase

1. Lorazepam 0,1 65 %

2. Phenobarbitone 15 59 %

3. Diazepam + Fenitoin 0.15 + 18 56 %

4. Fenitoin 18 44 %

Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan

dengan Diazepam dan karenanya memiliki masa kerja yang panjang.

Diazepam sangat larut dalam lemak dan akan terdistribusi pada depot lemak

tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal, konsentrasi Diazepam plasma jatuh

ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan kecepatan depresi

pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah sama.

Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan

menggunakan Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg

dengan kecepatan tidak lebih dari 50 mg dengan infus atau bolus. Dosis

selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang berulang. Efek samping termasuk

hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin parenteral berisi Propilen

glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus menggunakan

jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal

iritasi : tromboplebitis dan “purple glove syndrome”. Larutan dekstrosa tidak

digunakan untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang

mengakibatkan terbentuknya mikrokristal

10

Page 11: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

OBAT CARA PEMBERIAN DOSIS DEWASA DOSIS ANAKDiazepam

Lorazepam

Midazolam

Phenobarbital

Phenytoin

IV bolus Rektal IV infus

IV bolus

IM/Rektal IV bolus IV infus Buccal

IV bolus

IV bolus/infus

10-20 mg at 2-5 mg/min10-30 mg8 mg/jam

4 mg

5-10 mg0,1-0,3 mg/kg at<4 mg/jam0,05-0,4mg/kg/jam10 mg

10 mg/kgBB kecepatan <100 mg/min

15-18mg/kg kecepatan <50 mg/kg/min

0,25-0,5 mg/kgBB2-5 mg/kgBB0,5-0,75 mg/jam

0,1 mg/kg

0,15-0,3 mg/kg

10 mg

15-20 mg/kg kecepatan <100 mg/min

20 mg/kg kecepatan <25 mg/min

Manajemen emergensi

Manajemen emergensi merupakan suatu manajemen dasar untuk mengatasi

keadaan status epilepsi dengan urutan sebagai berikut:

1. Resusitasi

Prinsip resusitasi pada status epileptikus sama dengan emergensi

neurologis lainnya. Pada keadaan akut, Airway, Breathing, Circulation

(ABC) yang berkaitan dengan fungsi cardio respirasi dan sirkulasi perlu

segera di antisipasi.

11

Page 12: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

2. Algoritma investigasi emergensi

Algoritma pemeriksaan dan penegakan diagnosis status epileptikus

12

Pasien EpilepsiTanpa obatDengan obatObat tidak memadaiObat cukup:Tiba-tiba henti obatGangguan cernaKurang tidurAlcoholNarkotikStress psikis erat

STATUS EPILEPSI

ANAMNESA

Bukan Pasien EpilepsiTraumaTumorInfeksi otak/meningenKeracunan kehamilanDemam tingiIntoksikasiGanguan metabolikGangguan elektrolitTiak diketahui

PEMERIKSAAN FISIKUmumNeurologis:Kesadaran, saraf kranial, motorik, sensorik, otonom, fungsi luhur

PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium; pengamblan 50 ml sampel darah: periksa Hb, leukosit, Diffcount, K,Na,Ca,Mg, Glukosa, Creatinin,Ureum, AGDAEEG (elektro ensefalo grafi)Pungsi Lumbal, stelah pasien tenang dan tidak ada kontra indikasi LP, maka pemeriksaancaitan otak lengkap dapat dilakukanCT-scan otak dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus khusus (tumor/trauma otak, stroke hemoragic) Lanjutkan dengan Algoritma terapi pada status epileptikus

Page 13: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

3. Protokol penatalaksaan status epileptikus

STADIUM PENATALAKSANAANStadium I (0-10 menit) Memperbaiki fungsi kardio respirasi

Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi

Stadium II (1-60 menit) Pemeriksaan status nerologik Penukuran tekanan darah, nadi, dan suhu EKG (elektro kardio grafi) Memasang infus paa pembuluh darah besar Megambil darah 50-100 cc darah untuk pemeriksaan

lab Pemberian OAE emergensi:

Diazepam 10-20 g iv (keceatan pemberian ≥ 2-5 mg/menit atau rectal apat diulang 15 menit kemudian)

Memasukkan 50 cc glukosa 50% dengan atau tanpa Thiamin 250 mg intravena

Stadium III (0-60/90 menit)

Menentukan etiologi Bila kejang berlangsung terus selama 30 menit seteah

pemberian diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-18mg/kg dengan kecepatan 50 mg/menit

Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan Mengoreksi komplikasi

Stadium IV (30-90 menit) Bila kejang tetapi tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer pasien k ICU, beri propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau thiopentone (100-250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG ter-akhir, lalu dilakukan tapering off

Memantau bangkitan dan EEG, tekanan intracranial, memulai pemberian OAE dosis rumatan

(Menurut pedoman tatalaksana epilepsy PERDOSSI 2007 dan Scottish

intercollegiate Guidelines Network 2003)

Protokol penanganan SE konvulsivus

13

Page 14: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

Status epileptikus Refrakter

OBAT DOSIS DEWASA

MIDAZOLAM 0,1-1 mg/kgBB dengan kecepatan pemberian 4 mg/menit

dilanjutkan dengan pemberian 0,05-0,4 mg/kgBB/jam melalui

infuse

THIOPENTHONE 100-250 mg bolus, diberikan dalam 20 detik kemudian

dilanjutkan denan bolus 50 mg setiap 2-3 menit samapai

bangkitan teratasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian

dalam infus 3-5 mg/kgBB/jam

PENTOBARBITAL 10-20 mg/kgBB dengan kecepatan 25 mg/menit, kemudian

0,5-1 mg/kgBB ditingkatkan sampai 1-3 mg/kgBB/jam

PROPOFOL 2 mg/kgBB kemudian dtingkatkan menjadi 5-10 mg/kgBB/jam

Pada umumnya sekitar 80% pasien dengan SE konvulsif dapat terkontrol

dengan pemberian benzodiazepine atau phenytoin. Bila bangkitan masih

berlangsung yang kita sebut sebgai status epileptikus refrakter, maka

diperlukan penanganan di ICU untuk dilakukan tindakan anastesi

Status epileptikus non konvulsif

Dapat ditemukan pada sepertiga kasus epileptikus, dapat dibagi menjadi SE

lena, SE parsial kompleks, SE non konvilsif pada pasien koma, dan SE pada

pasien dengan gangguan belajar

Pemilihan OAE untuk SE non konvulsif tercantum pada tabel dibawah ini

14

Tabel pilihan obat tindakan anastesi untuk status epileptikus refrakter

Page 15: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

TIPE TERAPI PILIHAN TERAPI LAIN

SE Lena

SE Parsial Kompleks

SE Lena atipikal

SE tonik

SE nonkonvulsivus pada pasien koma

Benzodiazepine IV/Oral

Clobazam Oral

Valproate Oral

Lamotrigine oral

Phentoin IV atau Phenobarbtal

Valproate IV

Lorazepam/phenyton/Phenobarbital IV

Benzodiazepin, lamotrigine, topiramate, mthylphenidate, sterod oral

Methylhenidate, steroid

Anastesia dengan thiopentone, phenobarbital, propofol atau midazolam

15

Tabel terapi status epileptikus non konvulsif

Page 16: 128429448 Protokol Penanganan Status Epileptikus

PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Status Epileptikus secara fisiologis didefenisikan sebagai aktivitas epilepsi tanpa

adanya normalisasi lengkap dari neurokimia dan homeostasis fisiologis dan memiliki

spektrum luas dari gejala klinis dengan berbagai patofisiologi, anatomi dan dasar

etiologi.

Status Epileptikus merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang harus

ditangani segera dan secepat mungkin, karena melibatkan proses fisiologis pada

sistem homeostasis tubuh, kerusakan syaraf dan otak yang dapat mengakibatkan

kematian. Penanganannya tidak hanya menghentikan kejang yang sedang

berlangsung, tetapi juga harus mengidentifikasi penyakit dasar dari status tersebut.

Umur, jenis kejang, etiologi, jenis kelamin perempuan, durasi dari status epileptikus,

dan lamanya dari onset sampai penanganan merupakan faktor prognostik penting.

Dengan ditetapkannya atau lebih dipahaminya dasar dari patofisologi penyakit

ini dan adanya konsensus mengenai penatalaksanaan Status Epileptikus, maka

diharapkan prognosa pasien yang mengalami kasus ini dapat menjadi lebih baik.

16