32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa. Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan riwayat atopi. Konjungtivitis alergi biasanya mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. 1 Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius dimana penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak laki-laki, khususnya yang berumur kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma, atau alergi musiman. Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim semi dan hilang pada musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya lagi pada umur dewasa muda. 2,3 Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman). 4 Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan memburuk pada musim semi dan musim panas di 1

125642881 Konjungtivitis Vernal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 125642881 Konjungtivitis Vernal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi

bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut

menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah

mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi,

atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa. Konjungtivitis

alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi

terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan

reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi

terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral

terhadap alergen. Biasanya dengan riwayat atopi. Konjungtivitis alergi

biasanya mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna

merah, mata juga akan terasa gatal. Produksi air mata juga berlebihan

sehingga mata sangat berair.1

Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang

lebih serius dimana penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling sering

terjadi pada anak laki-laki, khususnya yang berumur kurang dari 10

tahun yang memiliki eksema, asma, atau alergi musiman.

Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim semi dan hilang

pada musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak

mengalaminya lagi pada umur dewasa muda.2,3

Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat

sekitar 0,1% hingga 0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini

lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya di Italia, Yunani, Israel,

dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti Amerika

Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman).4

Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa

biasanya kondisi akan memburuk pada musim semi dan musim panas di

1

Page 2: 125642881 Konjungtivitis Vernal

belahan bumi utara, itulah mengapa dinamakan konjungtivitis ”vernal”

(atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini lebih

menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan tetapi, banyak

pasien mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan

berbagai sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun.2

Kelopak mata atau palpebra di bagian depan memiliki lapisan kulit

yang tipis, sedang di bagian belakang terdapat selaput lendir tarsus yang

disebut konjungtiva tarsal. Pada kelopak terdapat bagian-bagian berupa

kelenjar-kelenjar dan otot. Kelenjar yang terdapat pada kelopak mata di

antaranya adalah kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeiss pada

pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus yang bermuara pada

margo palpebra. Kalazion merupakan radang granulomatosa kronik yang

steril dan idiopatik pada kelenjar meibom, umumnya ditandai oleh

pembengkakan setempat yang tidak terasa sakit dan berkembang dalam

beberapa minggu. Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada

umur yang ekstrim sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai.

Pengaruh hormonal terhadap sekresi sabaseous dan viskositas mungkin

menjelaskan terjadinya penumpukan pada masa pubertas.2

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk:

1. Menambah pengetahuan mengenai konjungtivitis vernal terkait alur

diagnosis serta penatalaksanaannya.

2. Menambah pengetahuan mengenai kalazion terkait alur diagnosis serta

penatalaksanaannya.

2

Page 3: 125642881 Konjungtivitis Vernal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konjungtivitis Vernal

1. Anatomi & Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan

tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata

(konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera

(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit

pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel

kornea limbus.2

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh

sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :2

a.Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal

sukar digerakkan dari tarsus.

b.Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari

sklera di bawahnya.

c.Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan

tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat

longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah

bergerak.1

3

Page 4: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva4

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :2

a. Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima

lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan

epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karankula, dan di dekat

persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-

sel epitel skuamosa.

b. Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat

atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel

goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata

secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna

lebih pekat daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat

mengandung pigmen.

c.Stroma konjungtiva, dibagi menjadi :

1) Lapisan adenoid (superficial)

Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa

tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa

sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang

sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan

mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler

bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

2) Lapisan fibrosa (profundus)

4

Page 5: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang

melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan

gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva.

Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.

d. Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring),

yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di

dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks

atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak

ditepi atas tarsus atas.

2. Definisi

Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral

dan berulang (recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi

alergi. Penyakit ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan

“konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”.

Sering terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim,

atau sepanjang tahun di negeri tropis (panas).2,3

3. Etiologi dan Predisposisi

Konjungtivitis vernal terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe I

yang mengenai kedua mata, sering terjadi pada orang dengan

riwayat keluarga yang kuat alergi.3,5

Mengenai pasien usia muda 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin

sama. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun.

Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala

alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.5

Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:5,6

a. Tipe I : Reaksi Anafilaksi

Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan

antibodi, dalam hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel

basofil dengan akibat terlepasnya histamin. Keadaan ini

5

Page 6: 125642881 Konjungtivitis Vernal

menimbulkan reaksi tipe cepat. Contoh: Konjungtivitis vernal dan

anterior uveitis disebabkan oleh makanan.

b. Tipe II : reaksi sitotoksik

Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal

ini IgE dan IgM dengan adanya komplemen akan diberikan dengan

antigen, sehingga dapat mengakibatkan hancurnya sel tersebut.

Contoh: Melanoma Maligna

c. Tipe III : reaksi imun kompleks

Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen

membentuk kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan faktor

neurotrophichemotactic yang dapat menyebabkan terjadinya

peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi pada

pembuluh darah kecil. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis

Herpes simpleks dan uveitis rekurens.

d. Tipe IV : Reaksi tipe lambat

Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan

adalah antibodi (imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang

berperan adalah limfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler.

Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan

antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang

jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti,

keratokonjungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis

diskiformis.

6

Page 7: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Gambar 2. Peranan Sel Mast pada Inflamasi Konjungtiva5

4. Manifestasi Klinis

Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain

yang menyertai meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa

pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing yang

masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan

sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia

tidak dapat beraktivitas normal.4

Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :

a. Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal

superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (cobble stone)

yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah

hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat

dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak

sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata

dan dengan kapiler di tengahnya.

7

Page 8: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Gambar 3. Konjungtivitis vernal bentuk palpebral4

b. Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior

yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan

Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau

eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus,

dengan sedikit eosinofil.

Gambar 4. Konjungtivitis vernal bentuk limbal4

5. Patofisiologi

Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan

timbulnya radang insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi

hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia

dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan

hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan

pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan

diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva

8

Page 9: 125642881 Konjungtivitis Vernal

sehingga terbentuklah gambaran cobblestone4. Jaringan ikat yang

berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan

sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau5. Proliferasi

yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut

pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva

tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus

yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea.

Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada

beberapa area dan menular ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil

(warna kemerahan) tampak kuat di antara sel-sel jaringan epitel.

Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada substansi propria

(jaringan urat). Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan

limfosit, sel plasma, eosinofil, dan basofil. Sejalan dengan

perkembangan penyakit, semakin banyak sel yang berakumulasi

dan kolagen baru terbentuk, sehingga menghasilkan bongkol-

bongkol besar pada jaringan yang timbul dari lempeng tarsal.

Terkait dengan perubahan-perubahan tersebut adalah adanya

pembentukan pembuluh darah baru dalam jumlah yang banyak.

Peningkatan jumlah kolagen berlangsung cepat dan menyolok.7,8

Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat

vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada

tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan

gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas

maupun kuantitas stem cells limbus. Sekresi mukus yang kental

dan melekat pada penderita konjungtivitis vernalis, menurut

Neumann dan Krantz, mengandung banyak mukopolisakarida serta

asam hyaluronat. Walaupun karakteristik klinis dan patologi

konjungtivitis vernal telah digambarkan secara luas, namun

patogenesis spesifik masih belum dikenali. 7,8

6. Pemeriksaan Penunjang

9

Page 10: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa

terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas.9 Pada

pemeriksaan darah ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar

serum IgE.4,8

Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel

yang secara rutin tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan

yang lebih baik adalah menggunakan glutaraldehyde, lapisan

plastik, dan ditampilkan pada media sehingga dapat

memungkinkan untuk menghitung jumlah sel ukuran 1µ

berdasarkan jenis dan lokasinya. Jumlah rata-rata sel per

milimeter persegi tidak melampaui jumlah normal. Diperkirakan

bahwa peradangan sel secara maksimum seringkali berada

dalam kondisi konjungtiva normal. Jadi, untuk mengakomodasi

lebih banyak sel dalam proses peradangan konjungtivitis vernal,

maka jaringan akan membesar dengan cara peningkatan jumlah

kolagen dan pembuluh darah.4,8

Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat

pasien konjungtivitis vernal yang terkontaminasi dengan zat

imun, yaitu: dua dari empat pasien mengandung spesimen IgA-,

IgG-, dan IgE- secara berlebih yang akhirnya membentuk sel

plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan pada konjungtiva

normal dari dua pasien lainnya.

Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel

serum 11 pasien konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol

telah menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan

antara air mata dengan level kandungan serum pada kedua mata.

Kandungan IgE pada air mata diperkirakan muncul dari serum

kedua mata, kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml) dan pada

air mata (130ng/ml) dari pasien konjungtivitis vernal melebihi

kandungan IgE dalam serum (201ng/ml) dan pada air mata

(61ng/ml) dari orang normal. Butiran antibodi IgE secara

10

Page 11: 125642881 Konjungtivitis Vernal

spesifik ditemukan pada air mata lebih banyak daripada butiran

antibodi pada serum. Selain itu, terdapat 18 dari 30 pasien yang

memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi

butiran pada air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis

antibodi ini pada air matanya maupun serumnya. Hasil

pengamatan ini menyimpulkan bahwa baik IgE- dan IgG- akan

menjadi perantara mekanisme imun yang terlibat dalam

patogenesis konjungtivitis vernal, dimana sistesis lokal antibodi

terjadi pada jaringan permukaan mata. Kondisi ini ditemukan

negatif pada orang-orang yang memiliki alergi udara, tetapi

pada penderita konjungtivitis vernal lebih banyak berhubungan

dengan antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada antibodi

IgE.

Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien

konjungtivitis vernal (38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi

daripada kandungan histamin air mata pada 13 orang normal

(10ng/ml, P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan

menggunakan mikroskopi elektron yang diperkirakan

menemukan tujuh kali lipat lebih banyak sel mastosit dalam

substantia propia daripada dengan pengamatan yang

menggunakan mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel mastosit

ini terdapat pada air mata dengan level histamin yang lebih

tinggi.8

Hapusan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi

menunjukkan adanya banyak eosinofil dan butiran eosinofilik.

Ditemukan lebih dari dua eosinofil tiap pembesaran 25x dengan

sifat khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis vernal.

Tidak ditemukan adanya akumulasi eosinofil pada daerah

permukaan lain pada level ini.4

7. Diagnosis Banding

11

Page 12: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernal sangat

berbeda dengan trakoma dan konjungtivitis demam rumput,

namun seringkali gejalanya membingungkan dengan dua

penyakit tersebut. Trakoma ditandai dengan banyaknya serabut-

serabut sejati yang terpusat, sedangkan pada konjungtivitis

vernal jarang tampak serabut sejati. Pada trakoma, eosinofil

tidak tampak pada hapusan konjungtiva maupun pada jaringan,

sedangkan pada konjungtivitis vernal, eosinofil memenuhi

jaringan. Trakoma meninggalkan parut-parut pada tarsal,

sedangkan konjungtivitis vernal tidak, kecuali bila terlambat

ditangani.

Tanda konjungtivitis demam rumput adalah edema,

sedangkan tanda konjungtivitis vernal adalah infiltrasi selular.

Demam rumput memiliki karakteristik sedikit eosinofil, tidak

ada sel mastosit pada jaringan epitel, tidak ada peningkatan sel

mastosit pada substantia propria, dan tidak terdapat basofil,

sedangkan konjungtivitis vernal memiliki karakteristik adanya

tiga serangkai, yaitu: sel mastosit pada jaringan epitel, adanya

basofil, dan adanya eosinofil pada jaringan.

Tabel 1. Diagnosis banding Trakoma, Konjungtivitis folikularis, Konjungtivitis

vernal.3,4

12

Page 13: 125642881 Konjungtivitis Vernal

13

Trakoma Konjungtivitis

folikularis

Konjungitvitis

vernalGambaran

lesi

(kasus dini) papula kecil atau

bercak merah bertaburan

dengan bintik putih-kuning

(folikel trakoma). Pada

konjungtiva tarsal (kasus

lanjut) granula (menyerupai

butir sagu) dan parut,

terutama konjungtivatarsal

atas

Penonjolan

merah-muda

pucat tersusun

teratur seperti

deretan “beads”

Nodul lebar datar

dalam susunan

“cobble stone”

pada konjungtiva

tarsal atas dan

bawah, diselimuti

lapisan susu

Ukuran

lesi

Lokasi lesi

Penonjolan besar lesi

konjungtiva tarsal atas dan

teristimewa lipatan retrotarsal

kornea-panus, bawah

infiltrasi abu-abu dan

pembuluh tarsus terlibat.

Penonjolan

kecil terutama

konjungtiva

tarsal bawah

dan forniks

bawah tarsus

tidak terlibat.

Penonjolan besar

tipe tarsus atau

palpebra;

konjungtiva tarsus

terlibat, forniks

bebas. Tipe limbus

atau bulbus; limbus

terlibat forniks

bebas, konjungtiva

tarsus bebas (tipe

campuran lazim)

tarsus tidak terlibat

Tipe

sekresi

Kotoran air berbusa atau

“frothy” pada stadium lanjut.

Mukoid atau

purulen

Bergetah, bertali,

seperti susuHapusan Kerokan epitel dari

konjungtiva dan kornea

memperlihatkan ekfoliasi,

proliferasi, inklusi seluler.

Kerokokan

tidak

karakteristik

(Koch-Weeks,

Morax-

Axenfeld,

mikrokokus

kataralis

stafilokokkus,

pneumokokkus)

Eosinofil

karakteristik dan

konstan pada

sekresi

Penyulit

atau

sekuela

Kornea: panus, kekeruhan

kornea, xerosis, kornea

Konjungtiva: simblefaron

Palpebra: ektropion atau

entropion trikiasis

Kornea: ulkus

kornea

Palpebra:

blefaritis,

ektropion

Kornea: infiltrasi

kornea (tipe limbal)

Palpebra:

pseudoptosis (tipe

tarsal)

Page 14: 125642881 Konjungtivitis Vernal

8. Komplikasi

Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea

superfisial sentral atau parasentral, yang dapat diikuti dengan

pembentukan jaringan sikatriks yang ringan. Penyakit ini juga

dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang

didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan

kornea. Perjalanan penyakitnya sangat menahun dan berulang,

sering menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas.4

9. Penatalaksanaan

Biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri. Tetapi

medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberikan hasil

jangka pendek, karena dapat berbahaya jika dipakai untuk

jangka panjang. Penggunaan steroid berkepanjangan ini harus

dihindari karena bisa terjadi infeksi virus, katarak, hingga ulkus

kornea oportunistik.10

a. Farmakologi11

Kortikosteroid lokal diberikan pada fase akut dengan gejala

mata merah kecoklatan (kotor) dan keluhan sangat gatal.

Diberikan setiap 2 jam selama 4 hari, untuk selanjutnya

digantikan obat-obat lain seperti:

1) Sodium cromoglycate 2% topikal dapat diberikan 4 - 6 kali 1 tetes/ hari

untuk mencegah degranulasi sel mast.

2) Lodoxamide tromethamine 0,1% 4 x 2 tetes/hari

Lodoxamide digunakan pada konjungtivitis vernal dengan

derajat sedang sampai berat. Sangat efektif untuk mencegah

terjadinya komplikasi pada kornea.

3) Levocabastin 2 – 4 x 1 tetes/hari.

4) Anti histamin dan steroid sistemik dapat diberikan pada kasus yang berat.

14

Page 15: 125642881 Konjungtivitis Vernal

5) Cromolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang

sampai berat. Bila tidak ada hasil dapat diberikan radiasi, atau dilakukan

pengangkatan giant papil.

6) Antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder disertai

dengan sikloplegik.

7) Anti-radang non-steroid yang lebih baru, seperti kerolac cukup bermanfaat

mengurangi gejala.

b. Non Farmakologi10

Penderita diusahakan untuk menghindari menggosok-

gosok karena akan menyebabkan iritasi berlanjut. Kompres

dingin dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema.

Selain itu, tidur di tempat ber AC dapat menyamankan pasien.

Lebih baik apabila penderita pindah ke tempat beriklim sejuk

dan lembab.

10. Prognosis

Kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan

semakin memburuk selama musim-musim tertentu.12

B. Kalazion

1. Definisi

Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar

Meibom yang tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar

Meibom dengan infeksi ringan yang mengakibatkan peradangan kronis

15

Page 16: 125642881 Konjungtivitis Vernal

tersebut. Biasanya kelainan ini dimulai penyumbatan kelenjar oleh

infeksi dan jaringan parut lainnya.13

2. Etiologi

Kalazion juga disebabkan sebagai lipogranulomatosa kelenjar

Meibom.2 Kalazion mungkin timbul spontan disebabkan oleh sumbatan

pada saluran kelenjar atau sekunder dari hordeolum internum.

Kalazion dihubungkan dengan seborrhea, chronic blepharitis, dan acne

rosacea.

3. Epidemiologi

Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada umur yang

ekstrim sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai.

Pengaruh hormonal terhadap sekresi sabaseous dan viskositas mungkin

menjelaskan terjadinya penumpukan pada masa pubertas dan selama

kehamilan.

4. Patofisiologi

Kalazion merupakan radang granulomatosa kelenjar Meibom.

Nodul terlihat atas sel imun steroid responsif termasuk jaringan ikat

makrofag seperti histiosit, sel raksasa multinucleate sel plasma,

sepolimorfonuklear leukosit dan eosinofil.2

Kalazion akan memberi gejala adanya benjolan pada kelopak,

tidak hiperemik, tidak ada nyeri tekan, dan adanya pseudoptosis.

Kelenjar preaurikuler tidak membesar. Kadang-kadang mengakibatkan

perubahan bentuk bola mata akibat tekanannya sehingga terjadi

kelainan refraksi pada mata tersebut.

Kerusakan lipid yang mengakibatkan tertahannya sekresi

kelenjar, kemungkinan karena enzim dari bakteri, membentuk jaringan

granulasi dan mengakibatkan inflamasi. Proses granulomatous ini yang

membedakan antara kalazion dengan hordeolum internal atau eksternal

(terutama proses piogenik yang menimbulkan pustul), walaupun

16

Page 17: 125642881 Konjungtivitis Vernal

kalazion dapat menyebabkan hordeolum, begitupun sebaliknya. Secara

klinik, nodul tunggal (jarang multipel) yang agak keras berlokasi jauh

di dalam palpebra atau pada tarsal. Eversi palpebra mungkin

menampakkan kelenjar meibom yang berdilatasi.2

5. Manifestasi Klinis

a. Benjolan pada kelopaka mata, tidak hiperemis dan tidak ada nyeri

tekan.

b. Pseudoptosis

c. Kelenjar preaurikel tidak membesar.

d. Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat

tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.

e. Pada anak muda dapat diabsobsi spontan.14

Gambar 5. Kalazion

6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil

pemeriksaan kelopak mata. Kadang saluran kelenjar Meibom bisa

tersumbat oleh suatu kanker kulit, untuk memastikan hal ini maka

perlu dilakukan pemeriksaan biopsi.

7. Penatalaksanaan

17

Page 18: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Kadang-kadang kalazion sembuh atau hilang dengan sendirinya

akibat diabsorbsi (diserap) setelah beberapa bulan atau beberapa tahun.

a. Kompres hangat 10-20 menit 4kali sehari.

b. Antibiotika topikal dan steroid disertai kompres panas dan bila

tidak berhasil dalam waktu 2 minggu maka dilakukan pembedahan.

c. Bila kecil dapat disuntik steroid dan yang besar dapat dilakukan

pengeluaran isinya.

Untuk mengurangi gejala :

a. Dilakukan ekskokleasi isi abses dari dalamnya atau

dilakukan ekstirpasi kalazion tersebut. Insisi dilakukan seperti

insisi pada hordeolum internum.

b. Bila terjadi kalazion yang berulang, beberapa kasus

sebaiknya dilakukan pemeriksaan histopatologik untuk

menghindarkan kesalahan diagnosis dengan kemungkinan adanya

suatu keganasan.15

Ekskokleasi Kalazion

Terlebih dahulu mata ditetesi dengan anastesi topikal pentokain.

Obat anestesi infiltratif disuntikan dibawah kulit di depan kalazion.

Kalazion dijepit dengan klem kalazion kemudian klem dibalik sehingga

konjungtiva tarsal dan kalazion terlihat. Dilakukan insisi tegak lurus margo

palpebra dan kemudian isi kalazion dikuret sampai bersih. Klem kalazion

dilepas dan diberi salep mata.

Pada abses palpebra pengobatan dilakukan dengan insisi dan

pemasangan drain kalau perlu diberi antibiotik, lokal dan sistemik.

Analgetik dan sedatif diberikan bila sangat diperlukan untuk rasa sakit.15

18

Page 19: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Gambar 6. Ekskokleasi Kalazion

8. Komplikasi

Rusaknya sistem drainase pada kalazion dapat menyebabkan

trichiasis, dan kehilangan bulu mata. Kalazion yang rekuren atau

tampat atipik perlu dibiopsi untuk menyingkirkan adanya keganasan.

Astigmatisma dapat terjadi jika massa pada palpebra sudah mengubah

kontur kornea. Kalazion yang drainasenya hanya sebagian dapat

menyebabkan massa jaringan granulasi prolapsus diatas konjungtiva

atau kulit.

9. Prognosis

Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil

yang baik. Seringkali timbul lesi baru, dan rekuren dapat terjadi pada

lokasi yang sama akibat drainase yang kurang baik. Kalazion yang

tidak memperoleh perawatan dapat mengering dengan sendirinya,

namun sering.

BAB III

LAPORAN KASUS

19

Page 20: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Selasa tanggal 6 Maret

2012 di Poliklinik Mata RSUD A.W. Sjahranie Samarinda.

Sumber anamnesis: autoanamnesis

A. Anamnesis

Identitas Pasien

Nama : An. IA

Usia : 11 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Jln. Yos Sudarso Samarinda

Keluhan Utama: Kedua mata merah

Riwayat penyakit sekarang:

Kedua mata merah sudah dialami pasien sejak 3 hari yang lalu.

Pasien juga mengeluhkan kedua mata terasa gatal dan sering berair, hanya

sedikit kotoran mata saat bangun tidur, sedangkan pada mata kiri terasa

mengganjal. Keluhan ini dirasakan pasien terutama pada saat cuaca panas

dan berdebu. Keluhan ini sudah sering dirasakan oleh pasien dalam kurun

waktu 1 tahun terakhir secara berulang, namun pasien tidak berobat dan

keluhan hilang dalam beberapa hari. Pasien juga mengeluhkan adanya

pandangan kabur saat melihat jauh, namun ini sudah dirasakan sebelum

adanya keluhan mata merah dan gatal. Pasien tidak mengeluhkan adanya

rasa sakit pada mata.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien sering mengalami mata merah dan gatal secara berulang

dalam waktu 1 tahun terakhir, terutama saat cuaca panas dan berdebu.

20

Page 21: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa.

Riwayat alergi disangkal oleh pasien.

B. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : baik

Kesadaran : composmentis

Tanda Vital

1. Tekanan darah: 110/70 mmHg

2. Nadi : 86 x/menit

3. Respirasi : 20 x/menit

4. Suhu : 36,5 ͦC

Status generalisata

1. Kepala leher : Anemis (-), ikterik (-), pupil isokor, refleks cahaya

(+/+), hiperemi okuler dextra et sinistra, pembesaran KGB

2. Thorax : Bentuk dada dan pergerakan simetris, vesikuler,

rhonki (-/-), wheezing (-/-), sonor (+/+), S1 S2 tunggal reguler,

gallop (-), murmur (-)

3. Abdomen : flat, soefl, nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Ginjal tidak

teraba

4. Ekstremitas : akral hangat,edem (-)

Pemeriksaan Oculi Dextra Oculi SinistraVisus 6/15 6/15Posisi bola mata Simetris Simetris Pergerakan bola mata Bebas ke segala arah, Bebas ke segala arah,

21

Page 22: 125642881 Konjungtivitis Vernal

nyeri gerak (-) nyeri gerak (-)Silia Normal NormalPalpebra superior Hematom (-),

hiperemis (-), benjolan

(-), edema (-),

hipertrofi papil

Hematom (-),

hiperemis (-), benjolan

(+), edema (-),

hipertrofi papilPalpebra inferior Hematom (-),

hiperemis (-), benjolan

(-), edema (-)

Hematom (-),

hiperemis (-), benjolan

(-), edema (-)Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (+)

injeksi siliar (-)

Injeksi konjungtiva (+)

injeksi siliar (-)Konjungtiva tarsal Hiperemi HiperemiKornea Jernih Jernih COA Kedalaman normal,

hipopion (-), hifema (-)

Kedalaman normal,

hipopion (-), hifema (-)Pupil Bulat, reguler, ø 3 mm,

refleks cahaya (+),

Bulat, reguler, ø 3 mm,

refleks cahaya (+), Iris Warna kecoklatan,

kripte baik

Warna kecoklatan,

kripte baikLensa Jernih Jernih

Gambar 7. Oculi dextra dan sinistra An. IA

22

Page 23: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Resume

Seorang anak usia 11 tahun datang berobat ke poli mata RSUD

A.W. Sjahranie dengan keluhan kedua mata merah sejak 3 hari yang lalu,

disertai dengan rasa gatal, sering berair, hanya sedikit kotoran mata saat

bangun tidur, sedangkan pada mata kiri terasa mengganjal. Pasien

mengalami keluhan tersebut secara berulang dalam 1 tahun terakhir

terutama pada saat cuaca panas dan berdebu. Pasien mengeluhkan adanya

pandangan kabur saat melihat jauh, namun ini sudah dirasakan sebelum

adanya keluhan mata merah dan gatal. Tidak ada riwayat alergi.

Pemeriksaan oftalmologi OD: visus 6/15, pada konjungtiva bulbi

terdapat injeksi konjungtiva, konjungtiva tarsal hiperemi, pada palpebra

superior dan inferior Hematom (-), hiperemis (-), benjolan (-), edema (-),

hipertrofi papil (+). Pemeriksaan oftalmologi OS: visus 6/15, pada

konjuntiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva, konjungtiva tarsal hiperemi,

pada palpebra superior Hematom (-), hiperemis (-), benjolan (+), edema

(-), hipertrofi papil (+) pada palpebra inferior Hematom (-), hiperemis (-),

benjolan (-), edema (-).

C. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

D. Diagnosis Kerja

ODS Konjungtivitis vernal

OS Kalazion palpebra superior dengan ukuran diameter 1 mm

E. Penatalaksanaan

Planning Diagnosis

1. Melakukan pemeriksaan hapusan konjungtiva untuk mengetahui

etiologi konjungtivitis.

23

Page 24: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Planning Terapi

1. Terapi konjungtivitis vernal

a. Kortikosteroid lokal betamethasone Na phosphate 1 -2 tetes setiap

2 jam selama 4 hari

b. Lodoxamide tromethamine 0,1 % 4 x 2 tetes/ hari

c. Levocabastin 2 – 4 kali 1 tetes/ hari

Planning Monitoring

1. Pasien dijadwalkan untuk kontrol satu minggu kemudian untuk

mengetahui perkembangan hasil terapi.

2. Setelah konjungtivitis vernal sudah sembuh, direncanakan untuk

melakukan insisi pada OD kalazion palpebra superior.

3. Melakukan pemeriksaan visus ulang setelah konjungtivitis sembuh,

dan apabila visus tetap turun maka akan dilakukan koreksi visus

terbaik.

Planning Edukasi

1. Edukasi untuk konjungtivitis vernal

a. Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau

jari tangan

b. Menggunakan kaca mata untuk mengurangi kontak dengan alergen

c. Hidari penggunaan obat tetes mata steroid secara terus-menerus

d. Kompres dingin selama 10 menit beberapa kali sehari

e. Kontrol secara teratur

2. Edukasi untuk Kalazion tidak dapat sembuh atau hilang dengan

pengobatan, sehingga perlu dilakukan insisi untuk menangani

kalazion.

F. Prognosis

Dubia ad bonam

24

Page 25: 125642881 Konjungtivitis Vernal

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien anak laki-laki berusia 11 tahun datang ke poliklinik mata RSUD

A.W. Sjahranie dengan keluhan kedua mata merah sejak 3 hari yang lalu, disertai

dengan rasa gatal, sering berair, hanya sedikit kotoran mata saat bangun tidur,

sedangkan pada mata kiri terasa mengganjal. Pasien mengeluhkan adanya

pandangan kabur saat melihat jauh, namun ini sudah dirasakan sebelum adanya

keluhan mata merah dan gatal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus 6/15 pada

kedua mata, kornea jernih, pupil isokor, refleks cahaya (+), pada konjuntiva bulbi

25

Page 26: 125642881 Konjungtivitis Vernal

terdapat injeksi konjungtiva, konjungtiva tarsal hiperemi, pada palpebra superior

sinistra hematom (-), hiperemis (-), benjolan (+), edema (-), hipertrofi papil pada

palpebra superior dextra et sinistra.

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, dimana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik

mengarah pada konjungtivitis vernal, antara lain kedua mata merah, terasa gatal,

sering berair dan terjadi secara berulang dalam 1 tahun terakhir terutama pada saat

cuaca panas dan berdebu. Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi. Pasien juga

merasakan adanya kotoran mata saat bangun tidur, dan mata kiri terasa

mengganjal. Keluhan pada mata kiri yang terasa mengganjal, tanpa adanya rasa

nyeri mengarah pada diagnosis kalazion.

Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada

musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya

dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20 tahun. Penyebaran

konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5% pasien

dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas

(misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim

dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman). Umumnya terdapat

riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik.4

Pada pasien ini terdapat beberapa gejala yang merupakan manifestasi

klinis dari konjungtivitis vernal dimana keluhan kedua mata merah, gatal, sering

berair yang terjadi secara berulang dalam 1 tahun terakhir terutama pada saat

cuaca panas dan berdebu. Pasien juga mengeluhkan adanya pandangan kabur saat

melihat jauh, namun keluhan tersebut dirasakan pasien sebelum adanya keluhan

mata merah dan gatal.

Berdasarkan anamesis, kemungkinan penyebab konjungtivitis vernal

adalah alergi terhadap cuaca panas dan debu yang termasuk sebagai reaksi

hipersensitif tipe I. Reaksi hipersensitif tipe I, antigen atau alergen bebas akan

bereaksi dengan antibodi, dalam hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel

basofil dengan akibat terlepasnya histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe

cepat. Bila alergen berikatan dengan molekul IgE yang sebelumnya telah melekat

26

Page 27: 125642881 Konjungtivitis Vernal

pada permukaan mastosit atau basofil, maka hal itu akan menyebabkan

dilepaskannya berbagai mediator oleh mastosit atau basofil. Keadaan ini

menyebabkan manifestasi klinik seperti mata berair, peningkatan sekresi hidung

dan bersin pada hay fever, sesak dan batuk pada asma, kulit kemerahan dan gatal

pada urtikaria. Reaksi alergi ini biasanya membutuhkan waktu 15-30 menit

setelah pemaparan antigen, namun bisa berlanjut sampai 10 atau 12 jam. Alergi

ini diperantarai oleh IgE namun komponen selular yang terlibat adalah sel mast

dan basofil yang dibantu oleh platelet, neutrofil dan eosinofil. Pada biopsi

jaringan biasanya yang nampak adalah sel mast dan eosinofil. Faktor genetik

berperan dalam mengatur berbagai aspek timbulnya gejala alergi, diantaranya

mengatur pembentukan IgE, respons imun spesifik terhadap alergen tertentu dan

respons imun berlebihan. Meskipun faktor genetik diketahui berperanan dalam

penyakit alergi yang diperantarai IgE, namun faktor lingkungan ternyata lebih

berperan pada proses terjadinya alergi.11

Kalazion terjadi pada semua umur; sementara pada umur yang ekstrim

sangat jarang, kasus pediatrik mungkin dapat dijumpai. Pengaruh hormonal

terhadap sekresi sabaseous dan viskositas mungkin menjelaskan terjadinya

penumpukan pada masa pubertas. Kalazion juga disebabkan sebagai

lipogranulomatosa kelenjar Meibom yang timbul spontan disebabkan oleh

sumbatan pada saluran kelenjar.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan

visus 6/15 pada kedua mata, kornea jernih, pupil isokor, refleks cahaya (+), pada

konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva, konjungtiva tarsal hiperemi, pada

palpebra superior sinistra hematom (-), hiperemis (-), benjolan (+), edema (-),

hipertrofi papil pada palpebra superior dextra et sinistra. Penurunan visus pada

pasien ini dapat disebabkan karena pada kalazion terkadang dapat terjadi

perubahan bentuk bola mata akibat tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi

pada mata.

Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan teori,

pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan berupa hapusan konjungtiva

untuk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak

27

Page 28: 125642881 Konjungtivitis Vernal

eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil

dan granula basofilik bebas.4,8 Untuk kasus kalazion, terkadang saluran kelenjar

Meibom bisa tersumbat oleh suatu kanker kulit, sehingga untuk memastikan hal

ini maka perlu dilakukan pemeriksaan biopsi.

Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi farmakologi berupa

Kortikosteroid lokal yaitu betamethasone Na phosphate 1 -2 tetes setiap 2 jam

selama 4 hari, Lodoxamide tromethamine 0,1 % 4 x 2 tetes/ hari, dan

Levocabastin 2 – 4 kali 1 tetes/ hari. Kortikosteroid lokal yaitu betamethasone Na

phosphate diberikan pada fase akut dengan gejala mata merah kecoklatan dan

keluhan sangat gatal. Betamethasone Na phospate bekerja dengan cara

menstabilkan neutrofil lisosomal dan mencegah degranulasi, menghambat sintesis

produk lipoxygenase dan prostaglandin, mengaktifkan gen anti-inflamasi, dan

menghambat sitokin.

Lodoxamide adalah stabilisator sel mast yang kira-kira 2500 kali lebih

kuat dari cromolyn dalam pencegahan pelepasan histamin. Lodoxamide efektif

dalam mengurangi tingkat tryptase dan perekrutan sel-sel inflamasi dalam cairan

air mata setelah tantangan alergen. Dalam uji klinis awal, lodoxamide

telah terbukti memberikan bantuan yang lebih besar dan sebelumnya

pada pasien dengan bentuk yang lebih kronis dari konjungtivitis (yaitu,

VKC, AKC, GPC) dari cromolyn. Levocabastine adalah agen topikal antihistamin

kuat memiliki aktivitas yang cepat dan tahan lama tanpa efek sistem saraf pusat.

Tampaknya levoisomer yang senyawa ini memiliki afinitas ikatan yang lebih

besar dan spesifisitasdari dextroisomer, karena itu hanya levoisomer yang

digunakan dalam persiapan, yang merupakan suspensi. Levocabastine memiliki

H1-reseptor aktivitas selektif dengan minimal untuk mengikat dibandingkan

dengan dopamin, adrenergik, serotonin, atau reseptor opiat. Levocabastine telah

terbukti efektif dalam pengobatan alergi konjungtivitis bila dibandingkan dengan

plasebo.10

Penatalaksanaan pada kalazion dapat dilakukan insisi. Namun pada pasien

ini tidak dilakukan dan ditunda sampai konjungtivitis vernal dapat diatasi.

28

Page 29: 125642881 Konjungtivitis Vernal

Kemudian, melakukan pemeriksaan visus ulang setelah konjungtivitis sembuh,

dan apabila visus tetap turun maka akan dilakukan koreksi dengan visus terbaik.

Prognosis pasien dengan konjungtivitis vernal dan kalazion yaitu dubia ad

bonam, karena kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin

memburuk saat musim panas, dan kalazion dapat terjadi berulang.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Telah dilaporkan kasus pasien anak laki-laki, usia 11 tahun yang

didiagnosis konjungtivitis vernal dan kalazion berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, dengan keluhan kedua mata merah, gatal dan berair

terutama pada saat cuaca panas dan berdebu. Keluhan tersebuh terjadi

secara berulang dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. Dari pemeriksaan

oftalmologi didapatkan injeksi konjungtiva bulbi, konjungtiva tarsal

29

Page 30: 125642881 Konjungtivitis Vernal

hiperemi, palpebra superior sinistra terdapat benjolan, dan pseudoptosis

palpebra superior dextra et sinistra. Penatalaksanaan yang diberikan pada

pasien berupa terapi farmakologi antara lain kortikosteroid topikal,

stabilisator sel mast, dan antihistamin topikal serta edukasi. Secara umum,

alur penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang telah diberikan

kepada pasien sesuai dengan literatur yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: FK UI. 2008. hal 133-134

Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Oftalmologi Umum. Edisi

17. Jakarta: EGC. 2000. hal :110.

Troy Bedinghaus. 2009. Vernal Conjunctivitis

http://vision.about.com/od/eyediseasesandconditions/g/Vernal_Conjunc.h

tm diakses tanggal 7 Maret 2011.

Sowka , Joseph W., Andrew S. Gurwood, Alan G. Kabat. 2001. Conjunctivitis

Vernal (in Handbook of Ocular Disease Management).

30

Page 31: 125642881 Konjungtivitis Vernal

http://cms.revoptom.com/handbook/hbhome.htm diakses tanggal 7 Maret

2011.

Bielory, L. Allergic and immunologic disorders of the eye. Part I: Immunology of

the eye. Current reviews of allergy and clinical immunology. J ALLERGY

CLIN IMMUNOL 2000. p. 805 – 816.

Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ke-2. Jakarta: Sagung Seto. 2002. Hal

104.

Bacon AS and McGill JL, Adhesion moleculer and relationship to leucocyte level

in allergic eye disease, Invest Vis Sci l998(39):2.

Linda J. Vorvick. 2010. Vernal Conjungtivitis. A service of the U.S. National

Library of Medicine.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001390.htm diakses

tanggal 7 Maret 2012

Lambiase J, Boriani S, Increased plasma level of Substance p in Vernal

Keratoconjunctivitis, Invest Ophthalmol and Vis Sci, Sept, l997, 2161-4.

1. Bielory, L. Allergic and immunologic disorders of the eye. Allergic and

immunologic disorders of the eye. Part II: Ocular allergy. J allergy clin

immunol december. 2000. p. 1019 – 1032.

2. Nurwasis, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi RSU Dokter Soetomo

Surabaya Edisi III. 2006.

3. Hadinoto, D. Efek epigallocatechin-3-gallate (egcg) Topikal Terhadap

Ekspresi Siklooksigenase-2 Konjungtivitis Alergi pada Model Tikus

Wistar.

4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: FK UI; 2009. hal

28-29.

5. Ilyas, Sidarta. dkk. Ilmu Penyakit Mata: Untuk Dokter Umum dan

Mahasiswa Kedokteran). Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2009. hal

61.

6. Ophthalmologists of The Internationally Renowned Hospital for

Oculoplastic Surgery (online). Germany. 2006. Diunduh dari: URL:

31

Page 32: 125642881 Konjungtivitis Vernal

http://www.palpebra.com/english/clinical_pictures/pic_2007025.html

(diakses 13 Maret 2012).

32