Upload
ikhsaniady
View
59
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
skripsi teknik mesin unhas
Citation preview
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pengeringan
Secara umum pengeringan dapat didefenisikan sebagai penghilangan air
yang terdapat suatu padatan atau bahan oleh proses evaporasi. Pengeringan akan
membantu mempercepat proses evaporasi air yang terkandung dalam suatu
bahan.
1. Proses Pengeringan
Menurut R. L. Earle dan M.D. Earle (Purwajanti, 2010) proses pengeringan
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori:
a. Air and contact drying under atmospheric pressure
Pada model pengeringan ini, panas dipindahkan ke bahan yang akan
dikeringkan melalui udara panas atau permukaan panas. Uap air
dipindahkan oleh udara tadi.
b. Vacuum drying
Pengeringan model ini berdasarkan kepada fakta bahwa penguapan air
akan lebih cepat terjadi pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi.
Perpindahan panas yang terjadi pada pengeringan vakum adalah secara
konduksi dan terkadang radiasi.
c. Freeze drying
Pada pengeringan ini, uap air disublimasi dari material beku, contohnya
makanan beku. Struktur makanan lebih baik jika dijaga dalam kondisi
beku. Temperatur dan tekanan yang sesuai harus diatur dalam dryer
untuk memastikan bahwa proses sublimasi terjadi.
8
Proses pengeringan merupakan proses pemindahan sejumlah massa
uap air secara simultan ,dengan membutuhkan energi untuk menguapkan
kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan ke media pengering.
Proses berpindahnya sejumlah massa uap air terjadi antara suatu bahan dan
lingkungannya (Purwajanti, 2010).
Salah satu model pengeringan yang pernah dipakai untuk
pengeringan tanman obat adalah Air and contact drying under atmospheric
pressure, dimana proses pengeringan diperlihatkan pada gambar 1.
Gambar 1. Neraca Massa dan Panas pada Sebuah Tray DryerSumber: Purwajanti (2010)
2. Kecepatan Pengeringan
Kecepatan pengeringan merupakan kuantitas yang penting dalam
proses pengeringan, ditentukan oleh temperatur dan kandungan kelembaban
produk, kelembaban relatif dan kecepatan dari udara pengering. Produk
agrikultur bersifat higroskopis sehingga kecepatan pengeringan adalah
sesuatu yang penting. Kecepatan pengering biasanya memiliki dua fase yang
berbeda yaitu: fase kecepatan konstan terhadap waktu yang bergerak dan
fase kecepatan yang berubah terhadap waktu. Kurva kecepatan pengeringan
(Purwajanti, 2010) dapat dilihat pada gambar 2 berikut.
8
Proses pengeringan merupakan proses pemindahan sejumlah massa
uap air secara simultan ,dengan membutuhkan energi untuk menguapkan
kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan ke media pengering.
Proses berpindahnya sejumlah massa uap air terjadi antara suatu bahan dan
lingkungannya (Purwajanti, 2010).
Salah satu model pengeringan yang pernah dipakai untuk
pengeringan tanman obat adalah Air and contact drying under atmospheric
pressure, dimana proses pengeringan diperlihatkan pada gambar 1.
Gambar 1. Neraca Massa dan Panas pada Sebuah Tray DryerSumber: Purwajanti (2010)
2. Kecepatan Pengeringan
Kecepatan pengeringan merupakan kuantitas yang penting dalam
proses pengeringan, ditentukan oleh temperatur dan kandungan kelembaban
produk, kelembaban relatif dan kecepatan dari udara pengering. Produk
agrikultur bersifat higroskopis sehingga kecepatan pengeringan adalah
sesuatu yang penting. Kecepatan pengering biasanya memiliki dua fase yang
berbeda yaitu: fase kecepatan konstan terhadap waktu yang bergerak dan
fase kecepatan yang berubah terhadap waktu. Kurva kecepatan pengeringan
(Purwajanti, 2010) dapat dilihat pada gambar 2 berikut.
8
Proses pengeringan merupakan proses pemindahan sejumlah massa
uap air secara simultan ,dengan membutuhkan energi untuk menguapkan
kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan ke media pengering.
Proses berpindahnya sejumlah massa uap air terjadi antara suatu bahan dan
lingkungannya (Purwajanti, 2010).
Salah satu model pengeringan yang pernah dipakai untuk
pengeringan tanman obat adalah Air and contact drying under atmospheric
pressure, dimana proses pengeringan diperlihatkan pada gambar 1.
Gambar 1. Neraca Massa dan Panas pada Sebuah Tray DryerSumber: Purwajanti (2010)
2. Kecepatan Pengeringan
Kecepatan pengeringan merupakan kuantitas yang penting dalam
proses pengeringan, ditentukan oleh temperatur dan kandungan kelembaban
produk, kelembaban relatif dan kecepatan dari udara pengering. Produk
agrikultur bersifat higroskopis sehingga kecepatan pengeringan adalah
sesuatu yang penting. Kecepatan pengering biasanya memiliki dua fase yang
berbeda yaitu: fase kecepatan konstan terhadap waktu yang bergerak dan
fase kecepatan yang berubah terhadap waktu. Kurva kecepatan pengeringan
(Purwajanti, 2010) dapat dilihat pada gambar 2 berikut.
9
Gambar 2. Kurva Kecepatan Pengeringan, Fase I, Fase II, dan Fase IIISumber: Purwajanti (2010)
Pada gambar 2 dijelaskan sebagai berikut:
a. Fase I, periode kecepatan pengering yang konstan ketika permukaan
jenuh dengan uap dan evaporasi terjadi secara terus-menerus seiring
dengan permukaan material yang dipenuhi dengan air untuk
menguap.
b. Fase II, periode kecepatan menurun, ketika permukaan padatan tidak
lagi jenuh terhadap uap, yaitu pada titik kritis. Difusi kelembaban
dikontrol oleh pergerakan internal cairan ketika permukaan padatan
menjadi kekurangan air.
c. Fase III, merupakan bagian kedua dari periode kecepatan menurun,
dimana kandungan kelembaban secara terus menerus turun sampai
kesetimbangan tercapai dan pengeringan berhenti.
9
Gambar 2. Kurva Kecepatan Pengeringan, Fase I, Fase II, dan Fase IIISumber: Purwajanti (2010)
Pada gambar 2 dijelaskan sebagai berikut:
a. Fase I, periode kecepatan pengering yang konstan ketika permukaan
jenuh dengan uap dan evaporasi terjadi secara terus-menerus seiring
dengan permukaan material yang dipenuhi dengan air untuk
menguap.
b. Fase II, periode kecepatan menurun, ketika permukaan padatan tidak
lagi jenuh terhadap uap, yaitu pada titik kritis. Difusi kelembaban
dikontrol oleh pergerakan internal cairan ketika permukaan padatan
menjadi kekurangan air.
c. Fase III, merupakan bagian kedua dari periode kecepatan menurun,
dimana kandungan kelembaban secara terus menerus turun sampai
kesetimbangan tercapai dan pengeringan berhenti.
9
Gambar 2. Kurva Kecepatan Pengeringan, Fase I, Fase II, dan Fase IIISumber: Purwajanti (2010)
Pada gambar 2 dijelaskan sebagai berikut:
a. Fase I, periode kecepatan pengering yang konstan ketika permukaan
jenuh dengan uap dan evaporasi terjadi secara terus-menerus seiring
dengan permukaan material yang dipenuhi dengan air untuk
menguap.
b. Fase II, periode kecepatan menurun, ketika permukaan padatan tidak
lagi jenuh terhadap uap, yaitu pada titik kritis. Difusi kelembaban
dikontrol oleh pergerakan internal cairan ketika permukaan padatan
menjadi kekurangan air.
c. Fase III, merupakan bagian kedua dari periode kecepatan menurun,
dimana kandungan kelembaban secara terus menerus turun sampai
kesetimbangan tercapai dan pengeringan berhenti.
10
3. Jenis-jenis Pengeringan
Jenis-jenis pengeringan dapat dikelompokkan (Oyyiin, 2011)
sebagai berikut:
a. Pengeringan alamiah menggunakan panas matahari
Pengeringan hasil pertanian dengan menggunakan energi
matahari biasanya dilakukan dengan menjemur bahan diatas alas
jemuran atau lamporan, yaitu suatu permukaan yang luasnya dapat
dibuat dari berbagai bahan padat. Sesuai dengan sistem dan
peralatannya serta pertimbangan faktor ekonomis, alat jemur dapat
dibuat dari anyaman tikar, anyaman bambu, lembaran seng, lantai batu
bata atau lantai semen.
Pengeringan ini adalah pengeringan yang paling sederhana
(dengan cara penjemuran). Penjemuran adalah usaha pembuangan
atau penurunan kadar air suatu bahan untuk memperoleh tingkat kadar
air yang cukup aman disimpan, yaitu yang tingkat kadar airnya
seimbang dengan lingkungannya.
b. Pengeringan menggunakan bahan bakar
Bahan bakar sebagai sumber panas (bahan bakar cair,
padat, listrik) misalnya : BBM, batu bara, limbah biomasa yaitu
arang, kayu, sekam, serbuk gergaji dll. Pengeringan ini disebut juga
dengan pengeringan mekanis. Jenis-jenis pengeringan mekanis
adalah Tray Dryer, Rotary Dryer, Freeze Dryer, Spray Dryer (Oyyiin,
2011).
11
1. Tray dryer (alat pengering berbentuk rak)
Tray dryer (gambar 3) memiliki spesifikasi sebagai berikut
(Oyyiin, 2011):
a. Bentuknya persegi dan didalamnya berisi rak-rak yang
digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan.
b. Cocok untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran.
c. Sering digunakan untuk produk yang jumlahnya tidak terlalu
besar.
d. Waktu pengeringan umumnya lama (1-6 jam).
Gambar 3. Alat Pengering Tray DryerSumber: Amalia (2012)
2. Rotary Dryer (Pengering berputar)
Alat pengering jenis Rotary Dryer (gambar 4) memiliki spesifikasi
diantaranya (Oyyiin, 2011):
a. Pengering kontak langsung yang beroperasi secara kontinyu,
terdiri atas cangkang silinder yang berputar perlahan, biasanya
dimiringkan beberapa derajat dari bidang horizontal untuk
12
membantu perpindahan umpan basah yang dimasukkan pada
atas ujung drum.
b. Bahan kering dikeluarkan pada ujung bawah
c. Waktu pengeringan cepat ( 10 s/d 60 menit).
d. Cocok untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran.
Gambar 4. Alat Pengering Rotary DryerSumber: Hongji (1999)
3. Freeze dryer (Pengering beku)
Spesifikasi dari Freeze dryer (gambar 5) yaitu sebagi berikut
(Oyyiin, 2011):
a. Cocok untuk padatan yang sangat sensitif panas (bahan
bioteknologis tertentu, bahan farmasi, pangan dengan
kandungan flavor tinggi.
b. Pengeringan terjadi di bawah titik triple cairan dengan
menyublim air beku menjadi uap, yang kemudian
dikeluarkan dari ruang pengering dengan pompa vakum
mekanis.
13
c. Menghasilkan produk bermutu tinggi dibandingkan dengan
teknik dehidrasi lain.
Gambar 5. Alat Pengering Freeze DryerSumber: Amalia (2012)
4. Spray dryer (pengering semprot)
Spray dryer seperti yang ditunjukkan gambar 6 mempunyai
spesifikasi alat diantaranya (Oyyiin, 2011):
a. Cocok untuk bahan yang berbentuk larutan yang sangat kental
serta berbentuk pasta (susu, zat pewarna, bahan farmasi).
b. Kapasitas beberapa kg per jam hingga 50 ton per jam penguapan
(20000 pengering semprot).
c. Umpan yang diatomisasi dalam bentuk percikan disentuhkan
dengan udara panas yang dirancang dengan baik.
14
Gambar 6. Alat Pengering Spray DryerSumber: Amalia (2012)
c. Pengeringan Gabungan
Pengeringan gabungan adalah pengeringan dengan
menggunakan energi sinar matahari dan bahan bakar minyak atau
biomassa yang menggunakan konveksi paksa (udara panas
dikumpulkan dalam kolektor kemudian dihembuskan ke komoditas).
Pengeringan gabungan digunakan jika temperatur lingkungan hanya
sekitar 33 °C, sedangkan temperatur pengeringan untuk komoditas
pertanian kebanyakan berkisar 60-70°C. Oleh karena itu, perlu
ditingkatkan temperatur lingkungan dengan cara mengumpulkan udara
dalam suatu kolektor surya dan menghembuskannya ke komoditas.
(digunakan blower atau kipas angin ) (Oyyiin, 2011).
Adapun contoh dari pengeringan gabungan yaitu alat
pengering energi surya tipe lorong (gambar 7), alat pengering energi
surya-biomassa tipe lorong (gambar 8), alat pengering rumah asap
(gambar 9), unit prosesing kakao/rumah pengering surya.
15
1. Alat pengering energi surya tipe lorong
Spesifikasi dari alat jenis ini (Oyyiin, 2011) yaitu:
a. Terdiri atas kipas angin sentrifugal, pemanas udara (kolektor)
dan lorong pengering.
b. Kolektor dan lorong pengering dipasang paralel dan diatasnya
ditutup dengan plastik transparan.
c. Alat pengering dipasang dengan arah membujur utara-selatan
dan diletakkan diatas tanah.
d. Udara pengering yang dihasilkan dalam kolektor dihembuskan
ke komoditas dengan kccepatan 400 – 900 m3/jam agar
tercapai temperatur pengeringan 40 – 60 OC.
Gambar 7. Alat Pengering Energi Surya Tipe LorongSumber: Dian Kusumanto (2012)
2. Alat pengering energi surya-biomassa tipe lorong
Alat pengering energi surya-biomassa tipe lorong memiliki
spesifikasi (Oyyiin, 2011) sebagai berikut:
16
a. Alat pengering tipe lorong diatas dimodifikasi menjadi alat
pengering energi surya dan biomassa.
b. Ruang pengering dan kolektor dipasang pada satu sumbu
supaya kehilangan tekanan udara menjadi lebih kecil. Kipas
dengan tenaga listrik 60 watt dapat berfungsi secara efisien,
bahkan kipas arus scarab 32 watt dengan penggerak
photovoltaik dapat dipakai pada sistem tersebut.
c. Alat pengering tersebut dipasang diatas struktur kayu dan
disangga dengan batako setinggi 60 cm dari tanah.
d. Pada alat pengering yang dimodifikasi ini dilengkapi dengan
tungku biomassa dimana alat penukar panas yang terbuat dari
plat baja, agar pada waktu hujan atau malam hari masih dapat
dilakukan operasi pengeringan.
Gambar 8. Alat Pengering Surya – Biomassa Tipe LorongSumber: Yefrichan (2011)
17
3. Alat pengering rumah asap
Pada alat pengering jenis rumah asap, spesifikasi yang dimiliki
(Oyyiin, 2011) diantaranya:
a. Alat ini terdiri atas : plat pemanas matahari yang dihubungkan
dengan ruang pengering. Di dalam ruang pengering yang
berbentuk rumah yang pada bagian atasnya terdapat
penggantung komoditas.
b. Sebagian dari udara buang dikembalikan ke plat pemanas
sehingga temperatur kembali dapat dinaikkan menjadi 45 –
60°C. Untuk mengurangi ketergantungan pada kondisi cuaca,
alat ini dilengkapi dengan tungku biomassa yang dipasang
dibawah rumah asap.
Gambar 9. Alat Pengering Rumah AsapSumber: Yefrichan (2011)
18
4. Unit prosesing kakao/rumah pengering surya.
Spesifikasi dari alat unit prosesing kakao/rumah pengering surya
(Oyyiin, 2011) yakni:
a. Atap seluas 100 m2 dan berfungsi juga sebagai kolektor
matahari. Udara masuk ke kolektor sehingga menjadi panas.
Dengan menggunakan kipas angin (blower), udara panas
tersebut kemudian “ditarik” dan dihembus ke tempat
pengering. Pemasangan atap dibuat dengan kemiringan 10°
pada arah utara-selatan.
b. Rumah pengering ini dirancang untuk memeroses 2-3 ton biji
kakao basah, menggunakan 4 buah blower aksial.
c. Unit ini mampu berfungsi dengan efektif. Satu siklus
pengolahan berlangsung selama 5 hari. Dengan
pengoperasian tungku pada malam hari, waktu pengeringan
lebih singkat yaitu sekitar 36-44 jam.
B. Beban Kebasahan
Beban kebasahan (BK) merupakan jumlah massa air yang diuapkan
sehingga beban kebasahan juga merupakan selisih dari jumlah air awal dan jumlah
air akhir (kering). Beban Kebasahan dirumuskan pada persamaan 1 (Dony, 2010):
BK = mb - mk……………….....................................................................(1)
dimana:
BK = beban kebasahan atau massa air yang diuapkan (kg)
19
mb = massa air mula-mula atau basah (kg)
mk = massa air akhir atau kering (kg)
C. Kalor
Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau
wujudnyaberubah.Ukuran jumlah panas dinyatakan dalam notasi British Thermal
Unit (BTU). Air digunakan sebagai standar untuk menghitung jumlah panas
karena untuk menaikkan temperatur 1o F untuk tiap 1 lb air diperlukan panas 1
BTU. Jika suatu zat menerima atau melepaskan kalor, maka ada dua kemungkinan
yang akan terjadi. Yang pertama adalah terjadinya perubahan temperatur dari zat
tersebut, kalor yang seperti ini deisebut dengan kalor sensibel (sensible heat). Dan
yang kedua adalah terjadi perubahan fase zat, kalor jenis ini disebut dengan kalor
laten (latent heat) (Parsons, 1997).
1. Kalor Sensible (Sensible Heat)
Kalor sensibel adalah kalor yang menyebabkan terjadinya
kenaikan/penurunan temperatur, tetapi phasa (wujud) tidak berubah.
Persamaan kalor sensibel ditunjukkan pada persamaan 2 (Parsons, 1997).
Qsens=× ×∆∆ …………..…………………….……….(2)
dimana:
Qsens = Energi kalor yang dilepas atau diterima suatu zat untuk
kalor sensibel (kW)m = massa bahan (kg)cp = kalor jenis bahan (kJ/kg°C)∆T = perubahan temperatur bahan(°C)
20
∆ = perubahan waktu (s)
2. Kalor Laten (Latent Heat)
Kalor laten adalah panas yang diperlukan untuk merubah phasa
(wujud) benda, tetapi temperaturnya tetap. Jika suatu zat menerima atau
melepaskan kalor, pada awalnya akan terjadi perubahan temperatur,
namun demikian hal tersebut suatu saat akan mencapai keadaan jenuhnya
dan menyebabkan perubahan fase. Pada suatu zat terdapat dua macam
kalor laten, yaitu kalor laten peleburan atau pembekuan dan kalor laten
penguapan atau pengembunan . Kalor laten suatu zat biasanya lebih besar
dari kalor sensibelnya, hal ini karena dipelukan energy yang besar untuk
merubah fase suatu zat. persamaan 3 menunjukkan formula dari kalor laten
(Parsons, 1997).
Qlaten =×∆ ………………………………………………...(3)
dimana:
Qlaten = Energi kalor yang dilepas atau diterima suatu zat untuk
kalor laten (kW)
BK = Beban Kebasahan (kg)hfg = kalor laten bahan (kJ/kg)∆ = perubahan waktu (s)
Besarnya kalor total pisang adalah total penjumlahan dari kalor sensibel
yang diterima oleh bahan dan diikuti kalor laten. Sebagaimana diperlihatkan pada
persamaan 4 (Parsons, 1997).
21
Qtotal = Qsens+ Qlaten………………………………...…………………….(4)
dimana:
Qtotal = Energi kalor total (kW)
Qsens = Energi kalor yang dilepas atau diterima suatu zat untuk kalor
sensibel (kW)
Qlaten = Energi kalor yang dilepas atau diterima suatu zat untuk kalor
laten (kW)
D. Perpindahan Panas
Perpindahan energi dari suatu sistem ke lingkungannya dapat berupa
perpindahan panas dan perpindahan kerja. Perpindahan panas ini sendiri dapat
didefenisikan sebagai suatu perpindahan energi yang juga mengikutsertakan
perpindahan entropy. Selain itu dapat juga didefinisikan sebagai interaksi energi
dimana akibat dari interaksi tersebut di dalam sistem dan lingkungan tidak dapat
dihasilkan kembali. Perpindahan panas dapat juga diartikan sebagai interaksi
energi yang dikendalikan oleh perbedaan temperatur antara sistem dengan
lingkungannya (Holman, 1988).
Berdasarkan metode dan mekanisme perpindahan panas dari suatu sistem
dan lingkungannya, perpindahan panas dapat di klasifikasikan menjadi
perpindahan panas konduksi, konveksi dan radiasi (Holman, 1988).
Kalor pada alat pemanas matahari mengalir secara konduksi sepanjang plat
penyerap dan melalui dinding saluran. Selanjutnya kalor dipindahkan ke fluida
dalam saluran secara konveksi. Dan plat penyerap yang panas akan melepaskan
panasnya ke plat penutup (kaca) dengan cara konveksi alami dan radiasi.
22
1. Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan konveksi merupakan perpindahan panas yang terjadi
antara permukaan benda dengan fluida yang bergerak ketika keduanya
berada pada perbedaan temperatur. Hal ini berarti adanya perpindahan
massa dan adanya gradien suhu yang menyebabkan fluida bergerak akibat
dari adanya pembesaran rapat massa. Perpindahan panas konveksi terbagi
menjadi 2 cara (Holman, 1988):
a. Perpindahan panas konveksi paksa, yaitu bila aliran yang terjadi
disebabkan oleh beberapa cara yang berasal dari luar, misalnya
blower atau tiupan angin.
b. Perpindahan panas konveksi bebas atau konveksi alami, yaitu bila
aliran yang terjadi disebabkan dari dalam, misalnya gradien massa
jenis atau kerapatan fluida.
Secara umum, laju perpindahan kalor secara konveksi dinyatakan
dengan hukum pendinginan Newton, seperti yang ditunjukkan pada
persamaan 5 (Holman, 1988).= × × ( − ∞)………………………….………….……(5)
dimana:
q = laju perpindahan kalor (W)
h = koefisien perpindahan kalor (W/m2·K)
A = luas permukaan (m2)
= temperatur permukaan (K)
∞ = temperatur fluida (K)
23
Koefisien konveksi, h dinyatakan dengan suatu parameter tanpa
dimensi yang disebut dengan bilangan Nusselt seperti pada persamaan 6
(Holman, 1988).
=∙
……………...……….…………..……………….……..(6)
dimana:
Nu = Bilangan Nusselt
h = koefisien perpindahan kalor (W/m2·K)
Di = diameter dalam (m)
K = konduktivitas panas bahan (W/m·K)
2. Perpindahan Panas Konduksi
Perpindahan panas konduksi adalah pemindahan panas dari bagian
yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah dalam suatu benda dimana
terdapat gradien suhu. Perpindahan panas konduksi melibatkan perpindahan
kinetik dari rnolekul yang satu ke molekul yang lain di dekatnya (Holman,
1988).
Dengan asumsi bahwa tidak ada sumber panas di dalam sistem,
maka digunakan persamaan 7 (Holman, 1988) sebagai berikut.= − × × ………………………...………………………..(7)
dimana :
k = konduktivitas panas bahan (W/m·K)
L = tebal dinding (m)
A = luasan dinding (m2)
T1 = suhu pada permukaan panas ( K)
24
T2 = suhu pada permukaan dingin ( K)
3. Perpindahan Panas Radiasi
Radiasi adalah energi yang dipancarkan oleh benda yang berada
pada temperatur tinggi. Energi dari medan radiasi ini dipindahkan secara
gelombang elektromagnetik yang berasal dari energi dalam dari material
yang memancar. Panas yang dipancarkan dari perrnukaan dapat dinyatakan
dengan hukum Stefan-Boltzman dimana ditunjukkan pada persamaan 8
(Holman, 1988) sebagai berikut.= × × ( − ∞ )………………………………..……...(8)
dimana:
q = panas yang dipancarkan (W)
ε = emisivitas dari permukaan benda
σ = konstanta Stefan-Boltzman 5,67 . las (W/m²·K)
A = luas permukaan (m2)
= temperatur permukaan (K)
∞ = temperatur fluida (K)
Pada umumnya setiap permukaan bukan merupakan pemancar
ataupun penyerap radiasi yang sempurna, melainkan dinyatakan oleh fraksi-
fraksi dari jumlah ideal yang dipancarkan (ε, emisivitas) dan diserap (α,
absorbsivitas). Perpindahan kalor yang terjadi pada suatu kolektor matahari
adalah perpindahan kalor radiasi dari plat penyerap ke plat penutup
(plastik). Untuk kedua plat sejajar ini berlaku persamaan 9. (Holman,
1988).
25
= × ×( )/ / ...........................................................................(9)
dimana:
q = panas yang dipancarkan (W)
σ = konstanta Stefan-Boltzman 5,67 . las (W/m²·K)
dan = masing-masing emisivitas plat penyerap dan kaca.
A = luas permukaan (m2)
T1 = suhu pada permukaan panas ( K)
T2 = suhu pada permukaan dingin ( K)
Radiasi surya adalah radiasi gelombang pendek yang diserap oleh
plat penyerap sebuah kolektor surya dan diubah menjadi panas. Oleh sebab
itu, plat penyerap harus memiliki harga α setinggi-tingginya dalam
batas yang masih praktis. Plat penyerap yang menjadi panas
memancarkan radiasi termal dalam daerah panjang gelombang yang
panjang (infra merah) (Holman, 1988).
Arismunandar (Dony, 2010) menyatakan kerugian radiasi ini dapat
dikurangi sehingga sangat kecil dengan cara menggunakan permukaan
khusus yang memiliki harga absorptivitas yang tinggi (α) dalam daerah
panjang gelombang pendek (radiasi surya) dan harga emisivitas yang
rendah (ε) dalam daerah inframerah. Permukaan itu disebut sebagai
permukaan selektif. Salah satu diantaranya adalah krom hitam (black
chrome) yang merupakan harga α= 0,90 dan ε = 0,10.
26
E. Perpindahan Massa
Perpindahan massa (mass transfer) dapat terjadi karena beberapa macam
fenomena yang berlainan. Ada perpindahan massa yang berlangsung dengan
konveksi, dalam arti massa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dalam
sistem aliran. Perpindahan massa jenis ini terjadi pada tingkat makroskopik dan
biasanya ditangani sebagai masalah mekanika fluida. Bila suatu campuran gas dan
zat cair terkurung sedemikian rupa sehingga terdapat gradient konsentrasi dari
salah satu atau beberapa konstituen dalam sistem itu, maka akan terjadi
perpindahan massa dalam tingkat mikroskopik sebagai akibat difusi atau
pembauran (diffusion) dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah
(Holman, 1988).
Difusi massa berlangsung tidak hanya atas dasar molekul tetapi juga dalam
sistem aliran turbulen dimana terjadi laju difusi yang dipercepat sebagai akibat
proses pencampuran pusaran cepat (rapid-eddy mixing processes), sama seperti
halnya proses pencampuran meningkatkan perpindahan kalor dan aksi viskos
dalam aliran turbulen (Holman, 1988).
Mekanisme difusi komponen A ke dalam komponen B ditunjukkan pada
gambar 10.
Gambar 10. Difusi komponen A ke dalam komponen BSumber: Holman (1988)
26
E. Perpindahan Massa
Perpindahan massa (mass transfer) dapat terjadi karena beberapa macam
fenomena yang berlainan. Ada perpindahan massa yang berlangsung dengan
konveksi, dalam arti massa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dalam
sistem aliran. Perpindahan massa jenis ini terjadi pada tingkat makroskopik dan
biasanya ditangani sebagai masalah mekanika fluida. Bila suatu campuran gas dan
zat cair terkurung sedemikian rupa sehingga terdapat gradient konsentrasi dari
salah satu atau beberapa konstituen dalam sistem itu, maka akan terjadi
perpindahan massa dalam tingkat mikroskopik sebagai akibat difusi atau
pembauran (diffusion) dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah
(Holman, 1988).
Difusi massa berlangsung tidak hanya atas dasar molekul tetapi juga dalam
sistem aliran turbulen dimana terjadi laju difusi yang dipercepat sebagai akibat
proses pencampuran pusaran cepat (rapid-eddy mixing processes), sama seperti
halnya proses pencampuran meningkatkan perpindahan kalor dan aksi viskos
dalam aliran turbulen (Holman, 1988).
Mekanisme difusi komponen A ke dalam komponen B ditunjukkan pada
gambar 10.
Gambar 10. Difusi komponen A ke dalam komponen BSumber: Holman (1988)
26
E. Perpindahan Massa
Perpindahan massa (mass transfer) dapat terjadi karena beberapa macam
fenomena yang berlainan. Ada perpindahan massa yang berlangsung dengan
konveksi, dalam arti massa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dalam
sistem aliran. Perpindahan massa jenis ini terjadi pada tingkat makroskopik dan
biasanya ditangani sebagai masalah mekanika fluida. Bila suatu campuran gas dan
zat cair terkurung sedemikian rupa sehingga terdapat gradient konsentrasi dari
salah satu atau beberapa konstituen dalam sistem itu, maka akan terjadi
perpindahan massa dalam tingkat mikroskopik sebagai akibat difusi atau
pembauran (diffusion) dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah
(Holman, 1988).
Difusi massa berlangsung tidak hanya atas dasar molekul tetapi juga dalam
sistem aliran turbulen dimana terjadi laju difusi yang dipercepat sebagai akibat
proses pencampuran pusaran cepat (rapid-eddy mixing processes), sama seperti
halnya proses pencampuran meningkatkan perpindahan kalor dan aksi viskos
dalam aliran turbulen (Holman, 1988).
Mekanisme difusi komponen A ke dalam komponen B ditunjukkan pada
gambar 10.
Gambar 10. Difusi komponen A ke dalam komponen BSumber: Holman (1988)
27
Untuk memahami mekanisme fisik difusi, perhatikan bidang khayal yang
digambarkan sebagai garis putus-putus pada gambar 10. Konsentrasi komponen A
di sebelah kiri bidang ini lebih besar daripada di sebelah kanan. Konsentrasi yang
lebih tinggi berarti leblh banyak terdapat molekul per satuan volume. Jika sistem
itu gas atau zat cair, maka molekul-molekul bergerak secara acak (random), dan
semakin tinggi konsentrasi, semakin banyak pula molekul yang melintasi bidang
tertentu per satuan waktu. Jadi rata-rata lebih banyak molekul yang bergerak dari
kiri ke kanan melintasi bidang itu daripada arah berlawanan. Hal ini menyebabkan
suatu perplndahan massa neto dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi
rendah.
Kenyataan bahwa molekul molekul-molekul itu saling bertubrukan satu
sama lain sangat mempengaruhi proses difusi. Dalam campuran gas terdapat
perbedaan nyata antara tubrukan molekul sejenis dengan molekul yang tak sejenis.
Tubrukan antara molekul sejenis pada hakikatnya tidak mengubah gerakan
molekul, karena kedua molekul tersebut identik dan tidak menjadi persoalan
molekul di antara keduanya yang melintasi bidang tertentu. Tubrukan antara dua
molekul yang tak sejenis, seperti molekul A dan B dapat mengakibatkan molekul
B lah yang tertentu menggantikan molekul A.
Jadi, proses difusi berlangsung dangan dua cara sekaligus, yaitu gas A
membaur ke dalam gas B dan sementara itu gas B juga membaur ke dalam gas A
sehingga dapat mengaitkan koefisien difusi dengan salah satu dari kedua proses
tersebut. Pada umumya, molekul-molekul memiliki massa yang berbeda dan
perpindahan massa juga dipengaruhi oleh adanya tubrukan. Difusi massa antara
28
H2O dangan udara dapat ditentukan dengan persamaan 10 (Dony, 2010)D = 1,87 × 10 × ,; 280 K<T<450K……………………....(10)
dimana:D = koefisien difusi massa dari A ke B (m2/s)
T = temperatur rata-rata difusi (Tbahan + Trata − rata ruang) (K)
P = tekanan total sistem (atm)
Koefisien perpindahan massa (mass transfer coefficient) dapat
didefenisikan seperti halnya dangan koefisien perpindahan kalor. Jadi koefisien
perpindahan massa ditunjukkan pada persamaan 11 (Holman, 1988).m = hm × A × (ρv,s - ρv,∞)……………………………………….….….(11)
dimana:m = fluks massa difusi (kg/s)
hm = koefisien perpindahan massa (m/s)
A = luas permukaan benda (m2)
ρv,s - ρv,∞ = konsentrasi tempat berlangsungnya difusi (kg/m3)
Dengan menggunakan analogi terhadap perpindahan panas konveksi,
Schmidt number yang menunjukkan hubungan antara molekular momentum
dengan difusi massa dianalogikan dengan Prandtl number. Profil konsentrasi dan
kecepatan mempunyai bentuk yang sama apabila υ = D atau u/D = 1.
Perbandingan tak berdimensi υ /D disebut Schmidt number. Schmidt number (Sc)
ditentukan dengan persamaan 12 (Holman, 1988).
Sc = ……………………………………………………...…..…..…(12)
29
dimana :
Sc = Schmidt number
= kinematic diffusivity (m2/s)D = koefisien difusi massa dari A ke B (m2/s)
Keserupaan antara persamaan-persamaan yang mengatur perpindahan
kalor, massa dan momentum menunjukkan bahwa korelasi empirik koefisien
perpindahan massa serupa pula dengan koefisien perpindahan kalor. Untuk
penguapan zat cair ke udara di dalam kolom-kolom udara (sirkular), dimana zat
cair membasahi permukaan, dan udara didorong melalui kolom. Sedangkan untuk
Sherwood number yang menunjukkan efektifitas dari perpindahan massa konveksi
dapat dianalogikan dengan Nusselt number. Sherwood number ditentukan dengan
persamaan 13 (Holman, 1988).
= ×………………………………….…………………(13)
dimana :
ShL = Sherwood number
hmass = koefisien perpindahan massa (m/s)
L = lebar ruangan sistem (m)D = koefisien difusi massa dari A ke B (m2/s)
F. Beban Kalor Pemanasan
Besar beban kalor pemanasan adalah beban kalor kolektor surya plat datar
untuk menaikkan suhu udara dari suhu awal ke suhu akhir kolektor. Beban kalor
kolektor surya plat datar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 14 .= × × ∆ …………………...…………………..(14)
30
dimana:
= beban kalor kolektor (W)m = laju perpindahan massa (kg/s)
Cpud = kalor jenis udara (J/kg°C)
∆T = perubahan temperatur (°C)
G. Sifat fluida
Semua fluida sejati sifat atau karakteristik yang penting. Kerapatan,
kapilaritas dan tekanan uap adalah sifat yang ada di dalam fluida diam, namun
untuk fluida yang bergerak ada sebuah sifat lagi yaitu viskositas. Sifat-sifat
termodinamika seperti tetapan gas, energi dalam, entalpi dan entropi untuk gas
serta panas jenis dan konduktivitas baik untuk gas, maupun zat cair (Bruce R.
Munson & Donald F. Young, 2002).
Beberapa sifat fluida merupakan perpaduan beberapa sifat yang telah
disebutkan. Difusivitas termal misalnya, melibatkan konduktivitas termal,
kerapatan, dan kapasitas panas jenis pada tekanan konstan sedangkan
konduktivitas termal melibatkan viskositas dan kerapatan dinamik.
Semua bahan terdiri dari molekul-molekul yang masing-masing tidak
terikat di tempat tertentu tetapi saling bergerak terhadap yang lain sehingga fluida
diasumsikan mempunyai sifat menyeluruh (continuum). Jarak antar molekul
dalam gas lebih besar dari ukuran setiap molekulnya, sedangkan dalam zat cair
keduanya kurang lebih sama.
31
H. Viskositas
Sifat yang disebut viskositas fluida merupakan ukuran ketahanan sebuah
fluida terhadap deformasi atau perubahan bentuk. Viskositas suatu gas bertambah
dengan naiknya temperatur karena makin besar aktivitas molekul ketika
temperatur meningkat (Bruce R. Munson & Donald F. Young, 2002).
1. Viskositas dinamik
Viskositas dinamik didefenisikan sebagai rasio tegangan geser
terhadap laju regangan geser. Persamaan dari viskositas dinamik
dapat dilihat pada persamaan 15 (Bruce R. Munson & Donald F. Young,
2002). = ………………………………...………………………(15)
dimana:
= viskositas dinamik ( ∙ )
F = Gaya (N)
A = Luas penampang (m2)
v = kecepatan fluida (m/s)
d = diameter penampang (m)
2. Viskositas kinematik
Viskositas kinematik didefenisikan sebagai rasio viskositas
dinamik terhadap masa jenis. Viskositas kinematik dinyatakan sebagai
persamaan 16 (Bruce R. Munson & Donald F. Young, 2002).= ……………………………………..…………………….(16)
32
dimana:
= viskositas kinematik (kg/ms)
= viskositas dinamik ( ∙ )
= massa jenis dari fluida (kg/m2)
I. Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds pada aliran dapat dicari dengan menggunakan
persamaan 17 (Bruce R. Munson & Donald F. Young, 2002).= × ×…………………………………..……………………...(17)
dimana:
Re = bilangan Reynolds (tak berdimensi atau tak bersatuan)
ρ = massa jenis dari fluida (kg/m2)
v = kecepatan rata-rata dari fluida (m/s)
Di = diameter dalam pipa (m)
µ = viskositas dinamika dari fluida (kg/ms)
Laju aliran massa fluida ( ) sering dikaitkan dengan bilangan Reynolds
(Re). Berdasarkan persamaan kontinuitas, maka: = ρ v A, sehingga bisa dicari
dengan persamaan 18 (Bruce R. Munson & Donald F. Young, 2002).
= = 2= ……………..……………………………………………….(18)
dimana:
33
v = kecepatan rata-rata dari fluida (m/s) = laju aliran massa fluida (kg/s)
ρ = massa jenis dari fluida (kg/m2)
µ = viskositas dinamika dari fluida (kg/ms)
di= diameter dalam pipa (m)
Dengan mensubstitusikan persamaan 18 ke persamaan 17, maka dihasilkan
persamaan 19 (Bruce R. Munson & Donald F. Young, 2002).
= ……………………………………………...………...........(19)
dimana:
Re = bilangan Reynolds (tak berdimensi atau tak bersatuan ) = laju aliran massa fluida (kg/s)
= 22/7= 3,14
di = diameter dalam pipa (m)
µ = viskositas dinamika dari fluida (kg/ms)
Jika penampang saluran bukan lingkaran (misalnya pada pemanas udara
matahari dengan penampang yang lebar dan sempit pada gambar 11), maka
diameter dalam, di pada persamaan diganti dengan diameter hidraulik.
Gambar 11. Penampang melintang aliran fluidaSumber: Kristanto (2002)
33
v = kecepatan rata-rata dari fluida (m/s) = laju aliran massa fluida (kg/s)
ρ = massa jenis dari fluida (kg/m2)
µ = viskositas dinamika dari fluida (kg/ms)
di= diameter dalam pipa (m)
Dengan mensubstitusikan persamaan 18 ke persamaan 17, maka dihasilkan
persamaan 19 (Bruce R. Munson & Donald F. Young, 2002).
= ……………………………………………...………...........(19)
dimana:
Re = bilangan Reynolds (tak berdimensi atau tak bersatuan ) = laju aliran massa fluida (kg/s)
= 22/7= 3,14
di = diameter dalam pipa (m)
µ = viskositas dinamika dari fluida (kg/ms)
Jika penampang saluran bukan lingkaran (misalnya pada pemanas udara
matahari dengan penampang yang lebar dan sempit pada gambar 11), maka
diameter dalam, di pada persamaan diganti dengan diameter hidraulik.
Gambar 11. Penampang melintang aliran fluidaSumber: Kristanto (2002)
33
v = kecepatan rata-rata dari fluida (m/s) = laju aliran massa fluida (kg/s)
ρ = massa jenis dari fluida (kg/m2)
µ = viskositas dinamika dari fluida (kg/ms)
di= diameter dalam pipa (m)
Dengan mensubstitusikan persamaan 18 ke persamaan 17, maka dihasilkan
persamaan 19 (Bruce R. Munson & Donald F. Young, 2002).
= ……………………………………………...………...........(19)
dimana:
Re = bilangan Reynolds (tak berdimensi atau tak bersatuan ) = laju aliran massa fluida (kg/s)
= 22/7= 3,14
di = diameter dalam pipa (m)
µ = viskositas dinamika dari fluida (kg/ms)
Jika penampang saluran bukan lingkaran (misalnya pada pemanas udara
matahari dengan penampang yang lebar dan sempit pada gambar 11), maka
diameter dalam, di pada persamaan diganti dengan diameter hidraulik.
Gambar 11. Penampang melintang aliran fluidaSumber: Kristanto (2002)
34
Bilangan Reynolds < 2000 (aliran laminer), sedangkan pada pemanas
udara matahari dengan aliran turbulen, bilangan Reynolds =2000-10.000.
J. Kolektor Surya
Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang
menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai
sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor
surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan
sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas
tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya
untuk kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi (Ismanto, 2009).
1. Komponen-Komponen Utama
Duffie John A. dan William A. Beckman menyatakan kolektor surya yang
pada umumnya memiliki komponen-komponen utama (Ismanto, 2009),
yaitu:
a. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi
menuju lingkungan.
b. Absorber, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya
matahari.
c. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .
d. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi
dari absorber menuju lingkungan.
e. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban
kolektor.
35
2. Klasifikasi Kolektor Surya
Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam
Solar Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan
pengklasifikasian kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari
receiver yang dimilikinya (Ismanto, 2009).
a. Flat-Plate Collectors
Menurut Goswami, kolektor surya merupakan sebuah alat
yang digunakan untuk memanaskan fluida kerja yang mengalir
kedalamnya dengan mengkonversikan energi radiasi matahari menjadi
panas. Fluida yang dipanaskan berupa cairan minyak , oli, dan udara.
Kolektor surya plat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah
95°C. dalam aplikasinya kolektor plat datar digunakan untuk
memanaskan udara dan air (Ismanto, 2009).
Duffy menyatakan bahwa Keuntungan utama dari sebuah
kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua
komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan
sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena
desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan
biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini
digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian
udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri ( Ismanto, 2009).
Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi
panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat
36
dilihat dari absorber-nya yang berupa plat datar yang terbuat dari
material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat
berwarna hitam. Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari
langsung dan terpencar ( beam dan diffuse ), tidak membutuhkan
pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit perawatan.
Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas
air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri.
Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara
lain; transparent cover, absorber, insulasi, dan kerangka. Pada gambar
12 ditunjukkan contoh dari Flat-Plate Collectors.
Gambar 12. Penampang kolektor surya pelat datarSumber: Ismanto (2009)
b. Concentrating Collectors
Concentrating Collectors seperti yang terlihat pada gambar 13
dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada
temperatur antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu
memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver,
sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh
absorber. Spesifikasi jenis ini dapat dikenali dari adanya komponen
37
konsentrator yang terbuat dari material dengan transmisivitas tinggi.
Berdasarkan komponen absorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi
dua jenis yaitu Line Focus dan Point Focus (Ismanto, 2009).
Gambar 13. Line Focus dan Point Focus ConsentratorSumber: Ismanto (2009)
Agar cahaya matahari selalu dapat difokuskan terhadap tabung
absorber, concentrator harus dirotasi. Pergerakan ini disebut dengan
tracking. Temperatur fluida melebihi 400 °C dapat dicapai pada sistem
kolektor ini seperti terlihat pada gambar 13.
c. Evacuated Tube Collectors
Evacuated Tube Collectors seperti yang ditunjukkan pada
Gamabar 14 dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya.
Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi
tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini
dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya
dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi
kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar
absorber menuju lingkungan (Ismanto, 2009).
38
Gambar 14. Evacuated ReceiverSumber: Ismanto (2009)
3. Radiasi Optik Pada Kolektor Surya Plat Datar
a. Properti Radiasi Gabungan Antara Penutup dan Plat Penyerap
Radiasi yang menembus penutup semi transparan akan
diteruskan sampai menimpa plat penyerap, dimana sebagian
diserap, dan sebagian lainnya dipantulkan kembali ke penutup.
Namun seluruh radiasi tidak hilang karena beberapa dipantulkan
kembali ke alat penyerap. Gambar 15 menunjukkan teknik ray tracing
untuk mendapatkan sifat radiasi gabungan antara cover dan plat. Sifat
gabungan ini disebut transmittance-absorptance product (τa), dimana
τ adalah transmitivitas penutup dan α adalah absorptivitas plat
penyerap.
Gambar 15. Penyerapan Radiasi Surya Oleh Plat KolektorSumber: Duffle & Beckman (1999)
38
Gambar 14. Evacuated ReceiverSumber: Ismanto (2009)
3. Radiasi Optik Pada Kolektor Surya Plat Datar
a. Properti Radiasi Gabungan Antara Penutup dan Plat Penyerap
Radiasi yang menembus penutup semi transparan akan
diteruskan sampai menimpa plat penyerap, dimana sebagian
diserap, dan sebagian lainnya dipantulkan kembali ke penutup.
Namun seluruh radiasi tidak hilang karena beberapa dipantulkan
kembali ke alat penyerap. Gambar 15 menunjukkan teknik ray tracing
untuk mendapatkan sifat radiasi gabungan antara cover dan plat. Sifat
gabungan ini disebut transmittance-absorptance product (τa), dimana
τ adalah transmitivitas penutup dan α adalah absorptivitas plat
penyerap.
Gambar 15. Penyerapan Radiasi Surya Oleh Plat KolektorSumber: Duffle & Beckman (1999)
38
Gambar 14. Evacuated ReceiverSumber: Ismanto (2009)
3. Radiasi Optik Pada Kolektor Surya Plat Datar
a. Properti Radiasi Gabungan Antara Penutup dan Plat Penyerap
Radiasi yang menembus penutup semi transparan akan
diteruskan sampai menimpa plat penyerap, dimana sebagian
diserap, dan sebagian lainnya dipantulkan kembali ke penutup.
Namun seluruh radiasi tidak hilang karena beberapa dipantulkan
kembali ke alat penyerap. Gambar 15 menunjukkan teknik ray tracing
untuk mendapatkan sifat radiasi gabungan antara cover dan plat. Sifat
gabungan ini disebut transmittance-absorptance product (τa), dimana
τ adalah transmitivitas penutup dan α adalah absorptivitas plat
penyerap.
Gambar 15. Penyerapan Radiasi Surya Oleh Plat KolektorSumber: Duffle & Beckman (1999)
39
b. Penyerapan Radiasi Oleh Kolektor Surya Plat Datar
Radiasi surya yang tiba pada suatu permukaan terdiri dari tiga
bagian yaitu radiasi beam, difusi dan radiasi yang dipantulkan dari
tanah. Oleh karena itu penyerapan radiasi (S) pada kolektor surya plat
datar dapat dihitung secara terpisah.
Berdasarkan pengertian dari produk transmitansi-absorptansi,
maka jumlah radiasi datang IT pada permukaan, diserap oleh kolektor
surya plat datar ditunjukkan pada persamaan 20 (Holman, 1988).= × × ………………………………….…….……(20)
dimana:= penyerapan radiasi pada kolektor surya plat datar (W/m2)
τ = transmitivitas
α = absorptivitas
IT = radiasi surya total(W/m2)
Sebenarnya sifat trasmitivitas dan absorptivitas adalah fungsi
dari sudut insiden, namun pada umumnya, untuk menyederhanakan
perhitungan, maka harga τ dan α diambil sesuai dengan harga sifat
penutup plat penyerap.
c. Keseimbangan Energi Pada Kolektor Surya ( )
Keseimbangan energi pada kolektor surya plat datar dapat
dinyatakan dalam distribusi energi surya yang datang dalam bentuk
energi berguna, kerugian optis, dan kehilangan panas. Sejumlah fluks
energi radiasi yang datang pada suatu kolektor sebagian besar diserap
40
oleh plat penyerap tiap satuan luas kolektor (S) setelah sebelumnya
mengalami pengurangan energi karena sifat optis penutup dan plat.
Energi panas yang hilang dari kolektor disebabkan adanya
konduksi, konveksi dan radiasi, dinyatakan dengan koefisien
kehilangan panas total (overall) UL dikalikan dengan selisih antara
temperatur plat rata-rata Tpm dengan temperatur ambien. Jumlah
energi berguna,Qu dari kolektor dengan luasan Ac dapat dinyatakan
dalam persamaan 21 (Holman, 1988).= = − ( − )= × − ( − ) …………….……..(21)
dimana: = = energi berguna kolektor (W)
Ac = luas kolektor (m2)
w = lebar kolektor (m)
p = panjang kolektor (m)
S = penyerapan radiasi pada kolektor surya plat datar
(W/m2)
UL = koefisien kehilangan panas total
Tpm = temperatur plat maksimum kolektor (K)
Ta = temperatur awal kolektor (K)
41
K. Benda Hitam
Dalam fisika, benda hitam (bahasa Inggris black body) adalah obyek yang
menyerap seluruh radiasi elektromagnetik yang jatuh kepadanya. Tidak
ada radiasi yang dapat keluar atau dipantulkannya. Namun demikian, dalam fisika
klasik, secara teori benda hitam haruslah juga memancarkan seluruh panjang
gelombang energi yang mungkin, karena hanya dari sinilah energi benda itu dapat
diukur (Wiki, 2013).
Meskipun namanya benda hitam, dia tidaklah harus benar-
benar hitam karena dia juga memancarkan energi. Jumlah dan jenis radiasi
elektromagnetik yang dipancarkannya bergantung pada suhu benda hitam
tersebut. Benda hitam dengan suhu di bawah sekitar 700 Kelvin hampir semua
energinya dipancarkan dalam bentuk gelombang inframerah, sangat sedikit
dalam panjang gelombang tampak. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak
energi yang dipancarkan dalam panjang gelombang tampak dimulai
dari merah, jingga, kuning dan putih.
Istilah "benda hitam" pertama kali diperkenalkan oleh Gustav Robert
Kirchhoff pada tahun 1862. Cahaya yang dipancarkan oleh benda hitam
disebut radiasi benda hitam seperti yang terlihat pada gambar 16 (Wiki, 2013).
42
Gambar 16. Grafik Radiasi Benda HitamSumber: Wiki (2013)
Ketika temperatur berkurang, puncak dari kurva radiasi benda hitam
bergerak ke intensitas yang lebih rendah dan panjang gelombang yang lebih
panjang. Grafik radiasi benda hitam ini dibandingkan dengan model klasik dari
Rayleigh dan Jeans.
Dalam laboratorium, benda yang paling mendekati radiasi benda hitam
adalah radiasi dari sebuah lubang kecil pada sebuah rongga. Cahaya apa pun yang
memasuki lubang ini akan dipantulkan dan energinya diserap oleh dinding-
dinding rongga berulang kali, tanpa memedulikan bahan dinding dan panjang
gelombang radiasi yang masuk (selama panjang gelombang tersebut lebih kecil
dibandingkan dengan diameter lubang). Lubang ini (bukan rongganya) adalah
pendekatan dari sebuah benda hitam. Jika rongga dipanaskan, spektrum yang
dipancarkan lubang akan merupakan spektrum kontinu dan tidak bergantung pada
bahan pembuat rongga. Pancaran radiasinya mengikuti suatu kurva umum (lihat
gambar 16). Berdasarkan hukum radiasi termal dari Kirchhoff kurva ini hanya
42
Gambar 16. Grafik Radiasi Benda HitamSumber: Wiki (2013)
Ketika temperatur berkurang, puncak dari kurva radiasi benda hitam
bergerak ke intensitas yang lebih rendah dan panjang gelombang yang lebih
panjang. Grafik radiasi benda hitam ini dibandingkan dengan model klasik dari
Rayleigh dan Jeans.
Dalam laboratorium, benda yang paling mendekati radiasi benda hitam
adalah radiasi dari sebuah lubang kecil pada sebuah rongga. Cahaya apa pun yang
memasuki lubang ini akan dipantulkan dan energinya diserap oleh dinding-
dinding rongga berulang kali, tanpa memedulikan bahan dinding dan panjang
gelombang radiasi yang masuk (selama panjang gelombang tersebut lebih kecil
dibandingkan dengan diameter lubang). Lubang ini (bukan rongganya) adalah
pendekatan dari sebuah benda hitam. Jika rongga dipanaskan, spektrum yang
dipancarkan lubang akan merupakan spektrum kontinu dan tidak bergantung pada
bahan pembuat rongga. Pancaran radiasinya mengikuti suatu kurva umum (lihat
gambar 16). Berdasarkan hukum radiasi termal dari Kirchhoff kurva ini hanya
42
Gambar 16. Grafik Radiasi Benda HitamSumber: Wiki (2013)
Ketika temperatur berkurang, puncak dari kurva radiasi benda hitam
bergerak ke intensitas yang lebih rendah dan panjang gelombang yang lebih
panjang. Grafik radiasi benda hitam ini dibandingkan dengan model klasik dari
Rayleigh dan Jeans.
Dalam laboratorium, benda yang paling mendekati radiasi benda hitam
adalah radiasi dari sebuah lubang kecil pada sebuah rongga. Cahaya apa pun yang
memasuki lubang ini akan dipantulkan dan energinya diserap oleh dinding-
dinding rongga berulang kali, tanpa memedulikan bahan dinding dan panjang
gelombang radiasi yang masuk (selama panjang gelombang tersebut lebih kecil
dibandingkan dengan diameter lubang). Lubang ini (bukan rongganya) adalah
pendekatan dari sebuah benda hitam. Jika rongga dipanaskan, spektrum yang
dipancarkan lubang akan merupakan spektrum kontinu dan tidak bergantung pada
bahan pembuat rongga. Pancaran radiasinya mengikuti suatu kurva umum (lihat
gambar 16). Berdasarkan hukum radiasi termal dari Kirchhoff kurva ini hanya
43
bergantung pada suhu dinding rongga, dan setiap benda hitam akan mengikuti
kurva ini.
Spektrum yang teramati tidak dapat dijelaskan dengan
teori elektromagnetik klasik dan mekanika statistik. Teori ini meramalkan
intensitasi yang tinggi pada panjang gelombang rendah (yaitu, frekuensi tinggi);
suatu ramalan yang dikenal sebagai bencana ultraungu.
Masalah teoretis ini dipecahkan oleh Max Planck, yang menganggap
bahwa radiasi elektromagnetik dapat merambat hanya dalam paket-paket, atau
kuanta. Gagasan ini belakangan digunakan oleh Einstein untuk menjelaskan efek
fotolistrik. Perkembangan teoretis ini akhirnya menyebabkan digantikannya teori
elektromagnetik klasik dengan mekanika kuantum. Saat ini, paket-paket tersebut
disebut foton (Wiki, 2013).
L. Matahari
Matahari adalah bola raksasa yang terbentuk dari gas hidrogen dan helium.
Matahari (gambar 17) termasuk bintang berwarna putih yang berperan sebagai
pusat tata surya. Seluruh komponen tata surya termasuk 8 planet dan satelit
masing-masing, planet-planet kerdil, asteroid, komet, dan debu angkasa berputar
mengelilingi Matahari. Di samping sebagai pusat peredaran, Matahari juga
merupakan sumber energi untuk kehidupan yang berkelanjutan. Panas Matahari
menghangatkan bumi dan membentuk iklim, sedangkan cahayanya
menerangi Bumi serta dipakai oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Tanpa
Matahari, tidak akan ada kehidupan di Bumi karena banyak reaksi kimia yang
tidak dapat berlangsung (Wiki, 2013).
44
Gambar 17. Matahari oleh Soft X-Ray Telescope (SXT) Satelit YohkohSumber: Wiki (2013)
Nicolaus Copernicus adalah orang pertama yang mengemukakan teori
bahwa Matahari adalah pusat peredaran tata surya pada abad 16. Teori ini
kemudian dibuktikan oleh Galileo Galilei dan pengamat angkasa lainnya. Teori
yang kemudian dikenal dengan nama heliosentrisme ini mematahkan
teori geosentrisme (bumi sebagai pusat tata surya yang dikemukakan
oleh Ptolemeus dan telah bertahan sejak abad ke dua sebelum masehi. Konsep fusi
nuklir yang dikemukakan oleh Subrahmanyan Chandrasekhar dan Hans
Bethe pada tahun 1930 akhirnya dapat menjelaskan apa itu Matahari secara tepat.
Matahari adalah sumber energi bagi kehidupan. Matahari memiliki banyak
manfaat dan peran yang sangat penting bagi kehidupan seperti (Wiki, 2013):
1. Panas Matahari memberikan suhu yang pas untuk kelangsungan
hidup organisme di Bumi. Bumi juga menerima energi Matahari dalam
jumlah yang pas untuk membuat air tetap berbentuk cair, yang mana
merupakan salah satu penyokong kehidupan. Selain itu panas Matahari
memungkinkan adanya angin, siklus hujan, cuaca, dan iklim.
44
Gambar 17. Matahari oleh Soft X-Ray Telescope (SXT) Satelit YohkohSumber: Wiki (2013)
Nicolaus Copernicus adalah orang pertama yang mengemukakan teori
bahwa Matahari adalah pusat peredaran tata surya pada abad 16. Teori ini
kemudian dibuktikan oleh Galileo Galilei dan pengamat angkasa lainnya. Teori
yang kemudian dikenal dengan nama heliosentrisme ini mematahkan
teori geosentrisme (bumi sebagai pusat tata surya yang dikemukakan
oleh Ptolemeus dan telah bertahan sejak abad ke dua sebelum masehi. Konsep fusi
nuklir yang dikemukakan oleh Subrahmanyan Chandrasekhar dan Hans
Bethe pada tahun 1930 akhirnya dapat menjelaskan apa itu Matahari secara tepat.
Matahari adalah sumber energi bagi kehidupan. Matahari memiliki banyak
manfaat dan peran yang sangat penting bagi kehidupan seperti (Wiki, 2013):
1. Panas Matahari memberikan suhu yang pas untuk kelangsungan
hidup organisme di Bumi. Bumi juga menerima energi Matahari dalam
jumlah yang pas untuk membuat air tetap berbentuk cair, yang mana
merupakan salah satu penyokong kehidupan. Selain itu panas Matahari
memungkinkan adanya angin, siklus hujan, cuaca, dan iklim.
44
Gambar 17. Matahari oleh Soft X-Ray Telescope (SXT) Satelit YohkohSumber: Wiki (2013)
Nicolaus Copernicus adalah orang pertama yang mengemukakan teori
bahwa Matahari adalah pusat peredaran tata surya pada abad 16. Teori ini
kemudian dibuktikan oleh Galileo Galilei dan pengamat angkasa lainnya. Teori
yang kemudian dikenal dengan nama heliosentrisme ini mematahkan
teori geosentrisme (bumi sebagai pusat tata surya yang dikemukakan
oleh Ptolemeus dan telah bertahan sejak abad ke dua sebelum masehi. Konsep fusi
nuklir yang dikemukakan oleh Subrahmanyan Chandrasekhar dan Hans
Bethe pada tahun 1930 akhirnya dapat menjelaskan apa itu Matahari secara tepat.
Matahari adalah sumber energi bagi kehidupan. Matahari memiliki banyak
manfaat dan peran yang sangat penting bagi kehidupan seperti (Wiki, 2013):
1. Panas Matahari memberikan suhu yang pas untuk kelangsungan
hidup organisme di Bumi. Bumi juga menerima energi Matahari dalam
jumlah yang pas untuk membuat air tetap berbentuk cair, yang mana
merupakan salah satu penyokong kehidupan. Selain itu panas Matahari
memungkinkan adanya angin, siklus hujan, cuaca, dan iklim.
45
2. Cahaya Matahari dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan
berklorofil untuk melangsungkan fotosintesis, sehingga tumbuhan dapat
tumbuh serta menghasilkan oksigen dan berperan sebagai sumber pangan
bagi hewan dan manusia. Mahluk hidup yang sudah mati akan menjadi fosil
yang menghasilkan minyak Bumi dan batu bara sebagai sumber energi. Hal
ini merupakan peran dari energi Matahari secara tidak langsung .
3. Pembangkit listrik tenaga Matahari adalah moda baru pembangkit listrik
dengan sumber energi terbarukan. Pembangkit listrik ini terdiri dari kaca-
kaca besar atau panel yang akan menangkap cahaya Matahari dan
mengkonsentrasikannya ke satu titik. Panas yang ditangkap kemudian
digunakan untuk menghasilkan uap panas bertekanan, yang akan dipakai
untuk menjalankan turbin sehingga energi listrik dapat dihasilkan. Prinsip
panel surya adalah penggunaan sel surya atau sel photovoltaic yang terbuat
dari silikon untuk menangkap sinar Matahari. Sel surya sudah banyak
dipakai untuk kalkulator tenaga surya. Panel surya seperti pada gambar 18
sudah banyak dipasang di atap bangunan dan rumah di daerah perkotaan
untuk mendapatkan listrik dengan gratis.
Gambar 18. Pemasangan Panel Surya pada Atap RumahSumber: Wiki (2013)
46
4. Pergerakan rotasi Bumi menyebabkan ada bagian yang menerima sinar
Matahari dan ada yang tidak. Hal inilah yang menciptakan adanya hari siang
dan malam di Bumi. Sedangkan pergerakan Bumi mengelilingi Matahari
menyebabkan terjadinya musim.
5. Matahari menjadi penyatu planet-planet dan benda angkasa lain di sistem
tata surya yang bergerak atau berotasi mengelilinginya. Keseluruhan sistem
dapat berputar di luar angkasa karena ditahan oleh gaya gravitasi Matahari
yang sangat besar.
M. Kelembaban
Kelembaban adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentrasi ini
dapat diekspresikan dalam kelembaban absolut, kelembaban spesifik atau
kelembaban relatif. Alat untuk mengukur kelembaban disebut higrometer.
Sebuah humidistat digunakan untuk mengatur tingkat kelembaban udara dalam
sebuah bangunan dengan sebuah dehumidifier. Dapat dianalogikan dengan sebuah
termometer dan termostat untuk suhu udara. Perubahan tekanan sebagian uap air
di udara berhubungan dengan perubahan suhu. Konsentrasi air di udara pada
tingkat permukaan laut dapat mencapai 3% pada 30 °C (86 °F), dan tidak melebihi
0,5% pada 0 °C (32 °F). Grafik Kelembaban Relatif ditunjukkan pada gambar 19
(Wiki, 2013).
47
Gambar 19. Grafik Kelembaban RelatifSumber: Wiki (2013)
1. Kelembaban absolut
Kelembaban absolut mendefinisikan massa dari uap air pada
volume tertentu campuran udara atau gas, dan umumnya dilaporkan
dalam gram per meter kubik (g/m3) (Wiki, 2013).
2. Kelembaban spesifik
Kelembaban spesifik adalah metode untuk mengukur jumlah uap
air di udara dengan rasio terhadap uap air di udara kering. Kelembaban
spesifik diekspresikan dalam rasio kilogram uap air (mw), per gram
udara(ma) (Wiki, 2013).
48
N. Istilah-istilah dalam Bagan Psikrometrik
Istilah-istilah dalam bagan psikrometrik (Syahrir, 2010) yakni sebagai berikut:
1. Rasio kelembaban
Rasio kelembaban (Ø) adalah berat atau massa air yang terkandung
dalam setiap kilogram udara kering. Nilai rasio kelembaban dari udara
untuk pengering biji-bijian adalah relative kecil, berada diantara 0,005
sampai 0,2 kg massa air per kg udara kering.
2. Enthalpy
Enthalpy adalah kandungan kalor tiap satu massa udara kering.
Nilai enthalpy dari udara untuk pengering biji-bijian berada diantara 10
sampai 35 Btu per kg udara kering.
3. Volume spesifik
Volume spesifik adalah volume udara campuran dengan satuan
meter kubik per kilogram udara kering. Volume spesifik dari udara untuk
pengering biji-bijian adalah diantara 12,5 dan 25 m³ per kg udara kering.
4. Temperatur bola kering
Temperatur bola kering adalah temperatur yang ditunjukkan
thermometer biasa, dimana temperatur udara untuk pengering biji-bijian
berada diantara 40-550º F.
5. Temperatur bola basah
Temperatur bola basah adalah temperatur udara yang didapatkan
dengan membaca thermometer yang sensornya dibungkus dengan kain
basah. Aliran udara di atas kain basah sekecil-kecilnya 15 ft per sekon.
49
O. Kadar Air
Menurut Syarif dan Halid (Yefrichan, 2010), kadar air adalah persentase
kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet
basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai
batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan
berat kering dapat lebih dari 100 persen.
Tabrani (Yefrichan, 2010) menyatakan bahwa kadar air merupakan
pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas air mempunyai
tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan
makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik
atau kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut
memerlukan air dimana kini telah diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat
membantu berlangsungnya proses tersebut.
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan
basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gr bahan disebut kadar air berat
basah. Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan 22
(Arismunandar, 1995).
Kadar air basis basah = × 100 %...................................(22)
dimana :
= massa awal (kg)
= massa akhir (kg)
50
Cara lain untuk menyatakan kadar air adalah kadar air basis kering yaitu :
air yang diuapkan dibagi berat bahan setelah pengeringan. Jumlah air yang
diuapkan adalah berat bahan sebelum pengeringan dikurangi berat bahan setelah
pengeringan dan dinyatakan dalam persamaan 23 (Arismunandar, 1995).
Kadar air basis kering = ×100 %..................................(23)
dimana :
= massa awal (kg)
= massa akhir (kg)
Menurut Kusumah (Yefrichan, 2010), berat bahan kering adalah berat
bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya
tetap (konstan). Pada proses pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak
dapat seluruhnya diuapkan.
P. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya adalah besaran pokok fisika untuk mengukur daya yang
dipancarkan oleh suatu sumber cahaya pada arah tertentu per satuan sudut.
Satuan SI dari intensitas cahaya adalah Candela (Cd). Dalam
bidang optika dan fotometri (fotografi), kemampuan mata manusia hanya sensitif
dan dapat melihat cahaya dengan panjang gelombang tertentu (spektrum cahaya
nampak) yang diukur dalam besaran pokok ini (Wiki, 2013).
Q. Turbin Ventilator
Turbin ventilator seperti pada gambar 20 adalah alat sejenis exhaust fan
atau roof fan, dimana fungsi alat tersebut adalah menghisap udara panas, debu,
dan juga berfungsi sebagai alat ventilasi / sirkulasi udara. Turbin ventilator
51
Otomatis tidak memakai tenaga listrik, bebas perawatan, dan dapat bekerja selama
24 jam sehingga jauh lebih efisien dibandingkan dengan exhaust fan dan roof fan
(Joekreasindo, 2013).
Gambar 20. Turbin VentilatorSumber: Joekreasindo (2013)
Kebutuhan udara turbin ventilator sama dengan kebutuhan massa udara
pengering yang dibutuhkan pada saat proses pengeringan. Variabel ini dapat
dihitung menggunakan persamaan 24 (Kanginan, 2004). = …………...……………………………………………..(24)
dimana: = jumlah udara turbin ventilator (m3/s)
mud = laju perpindahan massa udara (kg/s)
@ , ° = massa jenis udara (kg/m3) = jumlah udara turbin ventilator (m3/s)
52
Besar kecepatan turbin ventilator dalam rad/s, adalah banyaknya
kebutuhan udara cyclone turbin ventilator dibagi dengan luasan cyclon turbine
ventilator yang dapat dilihat pada persamaan 25 dan 26 (Kanginan, 2004).= ………………………………...………………..………(25)
dimana:
vcyc = kecepatan turbin ventilator (m/s) = = jumlah udara turbin ventilator (m3/s)
Acyc = Luas turbin ventilator (m2)
Jadi kecepatan turbin ventilator dalam rad/s (Kanginan, 2004):= ……………………………………………..…………..(25)
dimana:
wcyc = kecepatan turbin ventilator (rad/s)
vcyc = kecepatan turbin ventilator (m/s)
rcyc = diameter turbin ventilator (m)
1. Manfaat Turbin Ventilator
Manfaat turbin ventilator diantaranya yaitu (Joekreasindo, 2013):
a. Mampu mengatasi masalah udara panas, pengap, dan kotor dari dalam
ruangan serta mengurangi kelembaban
b. Bebas biaya listrik (operational free)
c. Bebas biaya perawatan (maintenance free)
d. Kuat dan ringan
e. Tidak berkarat dan tidak berisik
53
f. Membuat ruangan kerja lebih nyaman (sirkulasi udara normal / layak)
sehingga dapat meningkatkan produktivitas karyawan.
g. Cocok untuk berbagai aplikasi jenis atap dan bangunan,
seperti Pabrik, Gudang, Ruang serbaguna, lapangan Futsal, Rumah
tinggal, Rumah Ibadah, Perkantoran, Rumah makan dll. Contoh dari
aplikasi turbin ventilator ditunjukkan pada gambar 21.
Gambar 21. Aplikasi Turbin VentilatorSumber: Joekreasindo (2013)
2. Prinsip Kerja Turbin Ventilator
Turbin ventilator otomatis akan berputar tidak hanya dengan
hembusan angin yang lemah sekalipun, tetapi juga mampu menahan angin
berkecepatan tinggi. Berputarnya Turbin ventilator juga disebabkan karena
adanya perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar ruangan, dimana
secara alamiah udara panas di dalam ruangan akan mengalir dan menekan
keluar melalui sirip-sirip turbine dan membuat turbin ventilator berputar.
Dengan demikian ada atau tidak ada angin, turbin ventilator akan selalu
berputar menghisap udara panas dalam ruangan (Joekreasindo, 2013).
54
Pada gambar 22 dan gambar 23 ditunjukkan aliran ventilasi dengan
dan tanpa turbin ventilator. Sedangkan gambar 24 menunjukkan proses
kerja turbin ventilator.
Gambar 22. Ventilasi dengan Turbin VentilatorSumber: Solutions (2007)
Gambar 23. Ventilasi Tanpa Turbin VentilatorSumber: Solutions (2007)
Gambar 24. Proses Kerja Turbin VentilatorSumber: Solutions (2007)
55
R. Faktor-faktor Penting dalam Perencanaan Alat Pengering
Dalam menentukan faktor-faktor penting dalam perencanaan alat pengering,
hal-hal yang perlu diketahui (Syahrir, 2011) yakni:
1. Laju Aliran Massa Persatuan Luas
Menurut Arismunandar dalam Syahrir (2011), perpindahan massa
(massa transfer) dapat terjadi karena beberapa macam fenomena yang
berlainan. Diantaranya berlangsung secara konduksi dan konveksi. Bila
laju aliran massanya tinggi maka proses pengeringan dapat berlangsung
cepat. Perpindahan massa terjadi pada tingkat mikroskopik yang
ditunjukkan dengan perbedaan gradient massa jenis antara udara luar
dengan udara di dalam sistem yang bergerak.
2. BahanYang Dikeringkan
Secara umum alat pengering ini dapat digunakan untuk
mengeringkan berbagai hasil pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu
untuk memperoleh kualitas pengeringan yang baik harus
memperhitungkan keseimbangan antara jenis dan berat bahan yang akan
dikeringkan dengan temperatur ruang pengeringan.
Arismunandar dalam Syahrir (2011) menyatakan bahwa uap air
yang keluar akibat proses pemanasan dapat ditentukan pula dengan data
empiris saat melakukan pengujian. Dengan menggunakan persamaan
perbedaan kadar air maka berat bahan yang akan dikeringkan .
56
S. Pisang
Pisang adalah tumbuhan yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara
(termasuk Indonesia). Tumbuhan pisang kemudian menyebar ke Afrika
(Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Iklim tropis yang sesuai
serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus membuat tumbuhan pisang
sangat cocok dan tersebar luas di Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah
Indonesia merupakan daerah penghasil pisang. Tumbuhan pisang banyak terdapat
dan tumbuh didaerah tropis maupun sub tropis (Prihatman, 2000).
Pisang merupakan tumbuhan monokotil yang termasuk dalam familia
Musaceae. Pohonnya memiliki tinggi dua hingga sembilan meter, akar rizoma
berada dalam tanah dan pelepahnya terdiri dari lembaran daun dan mahkota
terminal daun tempat munculnya bakal buah. Pisang merupakan buah klimaterik
yang artinya memiliki fase perkembangan, dengan meningkatnya ukuran buah dan
meningkatnya kadar karbohidrat yang terakumulasi dalam bentuk pati.
Pertumbuhan terhenti saat buah telah benar-benar ranum dan fase pematangan
buah terhambat. Selama fase pematangan, kekerasan buah menurun, pati berubah
menjadi gula, warna kulit berubah dari hijau menjadi kuning dan kekelatan pada
buah hilang, berkembang menjadi flavor dengan karakteristik yang khas (Stover
dan Simmonds, dalam Nursihan & Anwar, 2008).
Pisang merupakan buah yang sangat bergizi dan merupakan sumber
vitamin, mineral disamping karbohidrat. Pisang dapat dijadikan sebagai buah
meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan
untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun
57
pisang dipakai sebagai pembungkus berbagai macam makanan trandisional
Indonesia. Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dan
sebagainya. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat
dijadikan makanan ternak ruminansia (domba dan kambing) pada saat musim
kemarau karena tidak/kurang tersedianya rumput. Secara tradisional, air umbi
batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan usus
besar sedangkan air batang pisang dapat digunakan sebagai obat diabetes dan
penawar racun (Ngraho, 2008).
Varietas-varietas pisang di seluruh dunia yang ditanam dapat dibagi dalam
empat golongan besar (Ngraho, 2008), yaitu:
1. Pisang yang dimakan buahnya setelah ranum, misalnya Pisang Ambon,
Pisang Susu, Pisang Raja, Pisang Cavendish, Pisang Barangan dan Pisang
Mas.
2. Pisang yang dimakan setelah direbus atau digoreng, misalnya Pisang
Nangka, Pisang Tanduk dan Pisang Kepok.
3. Pisang yang berbiji biasanya dimanfaatkan daunnya, misalnya Pisang
Klutuk.
4. Pisang yang diambil seratnya, misalnya Pisang Manila.
Produksi pisang di Indonesia cukup besar. Indonesia termasuk penghasil
pisang terbesar di Asia karena 50% produksi pisang Asia dihasilkan oleh
Indonesia. Buah pisang juga merupakan buah dengan jumlah produksi paling
banyak di Indonesia jika dibandingkan dengan produksi buah lainnya (Ngraho,
2008).
58
Buah pisang sangat prospektif sebagai bahan baku industri. Hal tersebut
karena kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, serta berbagai produk dapat
diolah dari buah pisang sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. Salah satu
alternatif dari pemanfaatan pisang yaitu dapat diolah menjadi pati. Sifat fisika dan
kimia tepung pisang dari beberapa varietas, yaitu: tepung pisang kepok bewarna
putih, tepung pisang nangka bewarna putih coklat, tepung pisang ambon bewarna
putih abu-abu, tepung pisang raja bulu bewarna putih kecoklatan, tepung pisang
ketan bewarna putih abu-abu dan tepung pisang siem bewarna kuning kecoklatan
dengan komposisi kimia rata-rata tepung pisang, yaitu kadar air 6,24% - 8,39%
dan kadar karbohidrat 70,10% - 78,88% (Prabawati, dkk., 2008).
Pada dasarnya semua varietas pisang dapat diolah menjadi pati. Namun,
tidak semua varietas pisang menghasilkan pati dengan mutu yang baik. Buah
pisang kepok menghasilkan pati yang bermutu baik dengan warna lebih putih jika
dibandingkan dengan pati dari pisang ambon dan pisang siem yang menghasilkan
pati bewarna coklat kehitaman (Satuhu dan Supriyadi, 1999; Prabawati, dkk
2008).
Pisang kepok termasuk pisang berkulit tebal dengan warna kuning yang
menarik kalau sudah matang. Satu tandan terdiri dari 10 -16 sisir dengan berat 14
– 22 kg. Setiap sisir terdapat ± 20 buah. Kandungan nutrisi tiap 100 gram daging
buah pisang mengandung zat gizi sebagai berikut : kalori 79 kkal, karbohidrat
21,2 gram, protein 1,1 gram, lemak 0,2 gram, air 75,5 gram, vitamin A 0,022
gram, vitamin C 0,0094 gram, tiamin 0,001 gram, dan riboflavin 0,002 gram.