61
1 RISALAH RAPAT PANJA RUU TENTANG MATA UANG Tahun Sidang : 2010 — 2011 Masa Persidangan : - Rapat Komisi Ke : 1 Jenis Rapat : Rapat Panja Dengan : Sekjen Depkeu, Dirjen Perbendaharaan Depkeu, Derjen Peraturan Perundang-Undangan KemenKum HAM, Sesmenneg BUMN Sifat Rapat : Terbuka Hari/Tanggal : Jumat, 27 Agustus 2010 Waktu : Pukul 19.30 WIB Ketua Rapat : Achsanul Qosasi Sekretaris : Urip Soedjarwono/Kabag.Set Komisi XI DPR RI Tempat : Hotel Imperial Arya duta Lippo Karawaci Tangerang Acara : Pembahasan DIM RUU Mata Uang Anggota hadir : 19 Orang dari 26 Anggota Panja Mata uang DPR RI Undangan hadir : Jajaran Sekjen, Dirjen Perbendaharaan Depkeu, Derjen Peraturan Perundang Undangan KemenKum HAM, Sesmenneg BUMN FRAKSI PARTAI DEMOKRAT FRAKSI PKS 1. ACHSANUL QOSASI 17. DR. KH. SURAHMAN H1DAYAT 2. I WAYAN GUNASTRA 18. IR, MEMED SOSIAWAN 3. HJ. VERA FEBYANTHY 19. H. ANDI RAHMAT, SE 4. HJ. ITI OCTAVIA JAYABAYA, SE., MM FRAKSI PAN 5. ANDI RAHMAT 20. DRS. LAURENS BAHANG DAMA 6. IR. LIM SUI KHIANG, MH 21. MUHAMMAD HATTA 7. H. DARIZAL BASIR FRAKSI PARTAI GOLKAR FRAKSI PPP 8. NUSRON WAH/D 22. DR. H. MAIYASYAK JOHAN, MH 9. DRS. ADE KOMARUDIN, MH 23. H. MUSTAFA ASSEGAF

RISALAH RAPAT PANJA RUU TENTANG MATA UANG

Embed Size (px)

Citation preview

1

RISALAH RAPAT

PANJA RUU TENTANG MATA UANG

Tahun Sidang : 2010 — 2011 Masa Persidangan : - Rapat Komisi Ke : 1 Jenis Rapat : Rapat Panja Dengan : Sekjen Depkeu, Dirjen Perbendaharaan Depkeu, Derjen Peraturan

Perundang-Undangan KemenKum HAM, Sesmenneg BUMN Sifat Rapat : Terbuka Hari/Tanggal : Jumat, 27 Agustus 2010 Waktu : Pukul 19.30 WIB Ketua Rapat : Achsanul Qosasi Sekretaris : Urip Soedjarwono/Kabag.Set Komisi XI DPR RI Tempat : Hotel Imperial Arya duta Lippo Karawaci Tangerang Acara : Pembahasan DIM RUU Mata Uang Anggota hadir : 19 Orang dari 26 Anggota Panja Mata uang DPR RI Undangan hadir : Jajaran Sekjen, Dirjen Perbendaharaan Depkeu, Derjen Peraturan

Perundang Undangan KemenKum HAM, Sesmenneg BUMN

FRAKSI PARTAI DEMOKRAT FRAKSI PKS 1. ACHSANUL QOSASI 17. DR. KH. SURAHMAN H1DAYAT 2. I WAYAN GUNASTRA 18. IR, MEMED SOSIAWAN 3. HJ. VERA FEBYANTHY 19. H. ANDI RAHMAT, SE 4. HJ. ITI OCTAVIA JAYABAYA, SE., MM FRAKSI PAN 5. ANDI RAHMAT 20. DRS. LAURENS BAHANG DAMA 6. IR. LIM SUI KHIANG, MH 21. MUHAMMAD HATTA 7. H. DARIZAL BASIR FRAKSI PARTAI GOLKAR FRAKSI PPP 8. NUSRON WAH/D 22. DR. H. MAIYASYAK JOHAN, MH 9. DRS. ADE KOMARUDIN, MH 23. H. MUSTAFA ASSEGAF

2

10. DR. H. HARRY AZHAR AZIS, MA 11. DRS. KAMARUDDIN SJAM, MM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA 12. EDISON BETAUBUN, SH., MH. 24. PROF. Drs, H. CECEP SYARIFUDDIN FRAKSI PARTAI PDI PERJUANGAN FRAKSI GERINDRA 13. IR. H. I. EMIR MOEIS, M.Sc 25. IR. SADAR SUBAGYO 14. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, SE., MM 15. DR. IR. ARIF BUDIMANTA, M.Sc FRAKSI HANURA 16. IR. DOLFIE OFP 26. DRS. H. MUCHTAR AMMA.

3

JALANNYA RAPAT : KETUA RAPAT (ACHSANUL QOSASI! F-PD): Kita buka sambil jalan ya karena banyak kawan-kawan masih di jalan. Bismillahirrahmanirrahim. Assaiamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Selamat malam dan salam sejahtera untuk kita semua yang hadir di ruangan pada malam

hari ini. Kita secara fraksi sudah kuorum dan kita menunggu kawan-kawan, sambil jalan kita mulai rapat ini, dan rapat ini tertutup untuk umum,

(RAPAT DIBUKA PUKUL 20.30 WIB) Jajaran Anggota Panja RUU tentang Mata Uang yang mewakili pemerintah, serta Anggota Panja RUU Komisi XI DPR RI. Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, hari ini kita

bisa berkumpul di ruangan untuk membahas tentang DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) tentang RUU Mata Uang. Agenda rapat pada hari ini sebagaimana kita ketahui Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan beberapa waktu lalu kita sudah mengambil keputusan untuk DIM yang bersifat tetap sudah diambil keputusan sebanyak 52 DIM sudah kita ketok dan kita putuskan untuk bersifat tetap, Sementara sisanya yang masih ada perubahanperubahan itu 120 DIM. Kita bahas malam ini, kita sisir satu persatu, sehingga nanti dicapai suatu kesepakatan antara pemerintah dan Panja, Panja pemenntah dan Panja Komisi XI tentang mata uang.

Kalau boleh nanti Bapak/Ibu sekalian apabila nanti ada satu pasal yang kira-kira membutuhkan pembahasan lebih lanjut kita lompat dulu. Jadi kita Iebih cepat membahas hal-hal yang mungkin bisa kita putuskan langsung mungkin pemerintah sendiri nanti ada satu pasal yang masih harus konsolidasi intern atau dari pihak kita juga seperti itu kita bisa lewati dulu sehingga kita tidak terpaku pada satu pasal. Ujungnya nanti ada beberapa pasal misalnya nanti ada beberapa pasal misalnya ada 5-6 pasal yang memang butuh pembahasan sementara yang lain sudah kita anggap clear.

Baik, sebelum kita mulai. Yang saya hormati jajaran Panja RUU Mata Uang yang mewakili pemerintah dan juga

Anggota Panja RUU Komisi XI DPR-RI, Perlu kami ingatkan kembali bahwa RUU tentang Mata Uang ini adalah usul inisiatif DPR.

Dengan dernikian DIM nya hanya DIM dari pemerintah. Untuk menyingkat waktu kita mulai Panja pembahasannya. Karni ingin tawarkan apakah kita mulai dari urut kacang ya DIM nomor 1 sampai ke bawah. Kalau bisa dilakukan baiklah kita bahas bersama-sama.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, M.M./ F-PDIP: Pimpinan, terima kasih ya atas kesernpatan yang diberikan. Kemarin kan kita sudah menetapkan bahwa beberapa DIM yang tetap tentunya tidak perlu

kita bahas lagi. Sekarang yang akan kita lakukan adalah DIM yang punya perbedaan antara

4

pemerintah dan kita. Dan situ baru kita mulai mengurutnya. Sesuai dengan urutan nomor DIM, nomor 4 kalau tidak salah.

Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Baik, kita mulai dari nomor DIM 4. Tentunya Bapak/lbu sudah membawa semua. Apabila kita

lihat naskah RUU usulan DPR mengenai DIM 4 itu, itu perbedaan ada tanggapan dari pemerintah mengenai penambahan konsideran. Kita amati bersama, saya bacakan apakah nanti ini merubah substansi atau menambah kalimat. Bahwa usulan DPR itu adalah C. Selama ini pengaturan tentang mata uang masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Kita ubah jadi "Bahwa selama ini pengaturan tentang macam dan harga mata uang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 23 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 belum diatur dengan undang-undang tersendiri. Saya rasa ini lebih detail ya. Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU) Baik, berikutnya yang berubah itu adalah nomor 6. Di sini ada kata dalam mengingat Pasal

20, Pasal 21, Pasal 23b, dan seterusnya dan seterusnya diusulkan untuk diubah menjadi ada penambahan Pasal 23d Pasal 23e. Ini apa kira-kira Pak kalau misalnya, tolong dijelaskan kepada kami.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Terima kasih Bapak Pimpinan. Yang Pasal 23d dan 23e yang kami usulkan adalah Pasal 23d itu menyangkut masalah bank

central. Jadi kalau saya bacakan Pasal 23d "Negara memiliki suatu bank central yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang". Itu yang pertama Pak karena nanti kita ikut mengatur juga tentang Bank Indonesia di sini, kewenangan Bank Indonesia dalam hal tadi terkait dengan keuangan.

Kemudian Pasal 23e ada pemikiran dari pemerintah, konsep dari pemerintah bahwa dan kalau kita mengikuti pandangan fraksi-fraksi beberapa hari yang lalu atau kemarin nampaknya sependapat yaitu tentang perlunya audit oleh BPK. Pasal 23e ini adalah mengenai Badan Pemeriksa Keuangan Pak.. Jadi kalau boleh saya bacakan Pasal 23e adalah (1) "Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri". Di sini ada 3 (tiga) ayat, dan seterusnya. Itu dasarnya.

KETUA RAPAT: Tolong dibacakan semua Pak. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Jadi itu yang ayat (1). Ayat (2) "Hasil pemeriksaan Keuangan negara diserahkan kepada

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan kwenangannya". Ayat (3) "Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang".

5

Jadi di sini kami mengangkat dasar hukum dari Undang-Undang Dasar 1945 terkait dengan keberadaan Badan Pemeriksa Keuangan".

KETUA RAPAT: Jadi BI dan BPK ya. Jadi setuju kawan-kawan ya?

(RAPAT : SETUJU) Baik, kita ke nomor 11. Nomor 11 ini ada penggunaan "rupiah". Jadi yang diusulkan di

perubahan mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh NKRI yang selanjutnya disebut rupiah. Saya rasa setuju ya 11 ini? Coba kita lihat, "Mata uang yang selanjutnya disebut uang rupiah adalah uang Negara Kesatuan Republik Indonesia". Diubah menjadi kalimatnya %feta ueng adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut rupiah". Sebenarnya ini tidak ada ini ya, ini dasarnya apa Pak? Inikan hanya kalimat saja sebenarnya. Apa ada yang sangat penting kira-kira bisa dibelokan di sini. Coba jelaskan ke kita.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Mohon maaf, mungkin ini terkait dengan peristilahan ya. Di sini di dalam DIM ke dalam itu

nanti ada istilah uang rupiah. KETUA RAPAT: Di bawahnya nanti ya. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Di sini juga disebutkan tadi di ayat di butir DIM nomor 11 itu "Mata uang yang selanjutnya

disebut uang rupiah". Jadi rupiah itu merupakan uang republik Indonesia. Jadi di sini kami berdasarkan pengkajian dengan ahli bahasa yang kami pakai adalah bahwa tidak perlu lagi pakai kata uang, jadi rupiah itu sudah mencermirikari bahwa itu uang republik Indonesia.

KETUA RAPAT: Ada komentar? Pak Laurens silakan. LAURENS BAHANG DAMN F-PAN: Saya sedikit memahami maksudnya pemerintah. Jadi ada double penyebutan jadinya kan.

Sementara bahwa uang kita itu sudah rupiah,memang kalau disebutkan lagi kan misalnya mata uang yang selanjutnya disebut rupiah itu mungkin lebih dari sisi tata bahasa juga jadi tidak ada pendoublean. Barangkali itu dari pemerintah.

KETUA RAPAT: Silakan Pak Rizal. H. DARIZAL BASIR/ F-PD: Sebenarnya di dalam pasal ini kitakan memuat ketentuan umum. Artinya mendekati apa yang

dimaksud dengan definisi-definisi ini. Jadi substansi di sini uang kita itu adalah rupiah. Saya sependapat dengan Pak Laurens tadi mungkin lebih simple bahasanya kita buat "mata uang yang selanjutnya kita sebut rupiah adalah uang Negara Kesatuan Republik Indonesia". lni usul saya, jadi berubah dari acuan semula dan berbeda dari yang disarankan oleh pemerintah.

6

KETUA RAPAT: Coba diulang Pak Rizal. H. DARIZAL BASIR/ F-PD: "mata uang yang selanjutnya kita sebut rupiah adalah uang Negara Kesatuan Republik

Indonesia". Ini mungkin lebih tepat dan lebih ringkas dan dapat dipahami. Jadi belum disebutkan siapa yang mengeluarkan belum, karena ini adalah pengertian umum apa yang disebut dengan uang. Uang kita adalah rupiah.

KETUA RAPAT: Pak Muchtar silakan. Drs. H. MUCHTAR AMMA, M.M./ F-P. HANURA: Terima kasih Pak Ketua. Saya juga bisa memahami, coma kalau uang itu dihilangkan apakah tidak bertentangan

dengan undang-undang. Karena di dalam undang-undang itu Pasal 23 itu dikatakan bahwa "Macam dan harga mata uang". Kalau misalnya uangnya dihilangkan berarti undang-undangnya berbeda. Di undang-undang tidak ada kan mata rupiah, adanya mata uang. Bahkan di undang-undangnya tidak disebutkan mata uang rupiah. Undang-Undangnya Pasal 23b "Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang". Saya cuma ingin dengan undang-undang. Apakah seandainya dihilangkan kata-kata "uang" itu apakah tidak bertentangan dengan undang-undang Pak? Ini maksud saya Pak.

Terima kasih. Pasal 23b. Bukan setuju atau tidak setuju Pak tapi apakah tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Kalau misalnya begitu kan berarti undang-undangnya juga harus diamandemen, Undang-Undang Dasarnya.

KETUA RAPAT: Silakan. Drs. KAMARUDDIN SJAM, M.M./ F-PG: Terima kasih Pak. Saya sebenarnya lebih setuju dengan yang diusulkan dari pemerintah karena penekanan

dalam kalimat ini adalah mata uang yang disebut rupiah itu. Kalau di naskah aslinya seperti yang disebutkan ada istilah uang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mata uang yang selanjutnya disebut uang rupiah adalah uang Negara Kesatuan Republik Indonesia, Mungkin ini istilah kurang tepat, sedangkan di sini disebut dari istilah yang bisa digunakan di dalam Undang-Undang Dasar, mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi beda itu Pak penekanan frase katanya itu bukan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia tapi uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT: Pak Rizal.

7

H. DARIZAL BASIR/ F-PD: Yang disampaikan oleh Pak Muchtar tadi ini Pasal 23b. Saya bacakan "Macam dan harga

mata uang ditetapkan dengan undang-undang". lni tidak bertentangan dengan apa yang kita jabarkan. Kita hanya memisahkan antara uang dan rupiah. Uang inikan kata-kata benda dimana ini berlaku umum. Kalau uang kita rupiah, uang Arab namanya dinar, uang orang di Eropa itu dolar, jadi barangkali tidak bertentangan seperti yang disampaikan Pak Muchtar. Oleh karena itu saya barangkali masih cenderung mengatakan, "mata uang yang kita sebut rupiah itu, itulah uang Negara Kesatuan Republik Indonesia kita". Ada, "Mata uang yang selanjutnya disebut rupiah adalah uang Negara Kesatuan Republik Indonesia". Jadi uang dan rupiah tidak lagi digabung. Rupiah itulah uang kita, dolar uangnya orang barat.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Ini mengoreksi usulan DPR ya. Sebenarnya begini, di 23b itukan "macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-

undang". Saya rasa usulan pemerintah ini sudah bagus menurut saya. Usulan perubahan dari pemerintah itu sudah cukup bagus. Jadi "Mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh NKRI yang selanjutnya disebut rupiah". Jadi kita tidak usah berdebat di substansi ini menurut saya. Karena kalau ini masuk ke MK juga tidak akan ada orang lebih detail review tentang ini ya.

Silakan. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E.., M.M./ F-PDIP: Terima kasih Ketua. Teman-teman Anggota Panja dan pemerintah yang saya hormati, Sebenarnya ini adalah masalah frase saja, masalah bahasa saja. Bagaimana piñata

bahasaan yang baik dan benar. Karena di sini keduanya sebenarnya tidak ada masalah. Cuma penyusunan yang pernah kami lakukan ketika dahulu ini adalah yang diusulkan oleh pemerintah. Tata bahasa saja peletakan anak kalimat dengan induknya ini. Ini mempertegas saja ini dalam penyusunan tata bahasa. Kalau yang lain tidak ada substansi dalam masalah yang kita dapatkan di sini

KETUA RAPAT: Jadi Pak Rai bagaimana pendapatnya. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E.., M.M./ F-PDIP: Diusulkan pemerintah ini sudah. MUSTOFA ASSEGAF, M.Si./ F-PPP: Kalau menurut saya Pimpinan kata uang itu tidak boleh dihapuskan, karena rupiah itu ada

rambutan rupiah, ada lagu namanya rupiah, ini yang dimaksud di undang-undang ini apa? Uang ya uang, uang ya rupiah. Saya kira pemerintah ini mengada-ada, sekedar begini saja mau diganti

8

uangnya dibuang. lni memang kita bicara tentang mata uang kok, justru substansi yang paling penting uang rupiah mau diganti, ini maksudnya bagaimana. Saya tidak setuju Pimpinan.

KETUA RAPAT: Tolong ada tanggapn dari pemerintah ini tolong diperkuat ini alasannya. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): In( juga kami diskusi dengan ahli bahasa dan pada diskusi waktu pembahasan.pada era

sebelumnya, pada periode sebelumnya ini juga terladi perdebatan semacam ini Pak dan ketika itu disepakati untuk diserahkan pengkajian kepada ahli bahasa. Mungkin Pak Agung masih ingat ketika itu Pak. Karena nanti di dalam itu DIM pemerintah itu mengusulkan pembuangan kata-kata dari uang rupiah. Jadi salah satu contohnya saya sederhakan uang dolar kan tidak disebut uang dolar Cuma US Dolar, kemudian Malaysia itukan Malaysia Ringgit. Tidak money Malaysia, money ringgit, money dolar segala. Jadi kita juga mengacu ke sana. Rupiah adalah uang Negara Republik Indonesia, jadi itu kira-kira yang kita usulkan.

MUSTOFA ASSEGAF, M.Si./ F-PPP: Singkatan, kita itu IDR (Indonesian Rupiah), jadi itukan ada penekanannya. Dolar anda

katakan benar tapi kan ada US Dolar, Dolar Australia, Dolar Singapura. Ini kalau cuma rupiah apa. atau yang anda maksudkan Indonesian Rupiah itu masih make sense karena ada penekanan lndonesianya. Tapi kalau rupiah saja tidak ada uang,tidak ada Indonesia apa ini? Demikian Pimpinan.

Terima kasih. LAURENS BAHANG DAMA F-PAN: Terima kasih Ketua. Saya setuju dengan pemerintah karena di depannya, inikan soal tata bahasa menerangkan

dan diterangkan. Di depan ini dia menerangkan, mata uang. Di depan inikan dia menerangkan. Adalah apa? Adalah rupiah. Jadi dia menerangkan tentang mata uang Indonesia. Jadi ini kan soal hukum tata bahasa Pak Ketua, menerangkan atau diterangkan. Di depan ini dia sudah menerangkan bahwa mata uang yang selanjutnya disebut, karena kita berbicara bahwa mata uang kita ini apa. Rupiah, sehingga ini menerangkan tentang mata uang Indonesia ini adalah rupiah. Di belakangnya kan dia menerangkan lagi ada uang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi menekankan kepada rupiahnya, jadi bukan ke uangnya. Jadi saya pikir saya sependapat dengan pemerintah kalau dilihat dari sisi tata bahasa mungkin ini Ketua.

Terima kasih. MUSTOFA ASSEGAF, M.Si./ F-PPP: Kalau memang disetujui saya catatannya PPP tetap tidak menyetujui. Dari saya sebagai

kapoksi mewakili Fraksi PPP saya tetap tidak menyetujui penggantian uang rupiah hanya dengan rupiah.

9

KETUA RAPAT: lya PKB dulu Pak Cecep. Monggo Prof. Prof. Drs. H. CECEP SYARIFUDDIN/ F-PKB: Terima kasih Ketua. Saya sependapat dengan rumusan pemerintah ini, sebab sudah lama kita merumuskan ini

bahkan kita serahkan dulu, karena saya dulu Pansus Pak. Menyerahkan kepada ahli bahasa dan ahli bahasa itu sudah memiliki legitimasi, memiliki legalitas, memiliki otoritas, bukan saya tidak setuju, dalilnya apa. Kita serahkan kepada yang memiliki professional. Oleh karena itu maka sesuai dengan sejarah Rancangan Undang-Undang ini dari dulu ini sudah dirumuskan begitu Pak. Diserahkan kepada ahli bahasa dan ahli bahasa merumuskannya. Saya kira jangan kita terjerat oleh hal-hal seperti ini, sebenarnya sudah jelas.

Terima kasih. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Saya putar sekali lagi terakhir ini. Pak Sjam silakan. Drs. KAMARUDDIN SJAM, M.M.I F-PG: Saya sependapat dengan pemerintah. Jadi ini soal bahasa ini Pak. Jangan kita terjebak pada

satu istilah nariti lalu kaitan hukumnya yang berat. Saya ingat pada waktu ini saya bukan mau, kita tidak mengungkap kasus Bank Century Pak ya tapi dalam Panja Century itu Pak Darmin ditanya, apakah dana RPS itu termasuk uang negara? Dijawab Pak Darmin bukan. lni ada istilahnya tadi Pak, istilah yang diusulkan DPR ini uang negara. Jangan terjebak oleh istilah itu. Jadi uang yang diterbitkan oleh NKRI itu lebih bagus kalau menurut saya. Kalau istilah yang pertama ini uang negara. Apakah uang yang di kantong kita ini uang negara, bukan ini uang gaji saya uang milik saya. Begitu kan kira-kira.

Terima kasih Pak. KETUA RAPAT: Pak Sjam dari Golkar. PDI Perjuangan saya putar kerribali, Pak Agung Rai. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, M.M./F-PDIP: Saya kira sudah jelas apa yang saya katakan pertama inilah masalah tata bahasa saja. Saya

sependapat dengan yang diusulkan oleh pemerintah. Di sini adalah penegasan anak dan induk kalimat mana yang penyebutan. Itu saja Pimpinan.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, Hanura mungkin pertegas lagi. Hanura Pak Muchtar. Drs. H. MUCHTAR AMMA, M.M./ F-P. HANURA: Terima kasih.

10

Coba kalau dikaitkan lagi dengan DIM 12 di sini katakan uang adalah ayat pembayaran. Kenapa tidak sekalian rupiah saja disitu. Jadi ternyata uang ini juga tetap harus ikut. Kalau misalnya nomor 2 ini di DIM nomor 12 masih ditetapkan uang adalah alat pembayaran yang sah. Kenapa tidak rupiah saja di situ kalau memang uang itu dianggap tidak perlu di situ.

KETUA RAPAT: Pak Rizal mewakili Demokrat. H. DARIZAL BASIR/ F-PD: Saya lebih setuju dengan usul pemerintah, kalau sudah kita bicara tentang rupiah tidak perlu

lagi disambungkan dengan uang. Karena uang kita itu memang rupiah. lni dari segi tata bahasa. Kemudian yang agak substantive sedikit saya lihat usul pemerintah ini sudah memasukan unsur mengatur. Seperti disebutkan "mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh negara". Saya belum setuju kalau dalam bab ini langsung dijelaskan yang mengeluarkan negara. Sebab bab ini kita belum masuk tentang bagian yang mengatur, ini tanggung jawab siapa nanti yang akan mengeluarkan, siapa yang akan menghapus, ini ada bab lain. Bab ini hanya menjelaskan pengertian umum saja. Oleh karena itu saya tadi menyarankan mata uang yang selanjutnya disebut rupiah adalah uang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Siapa yang mengeluarkan, siapa yang menghapus, siapa yang merencanakan, kan ada bab berikutnya yang mengatur nanti. Demikian Pimpinan.

KETUA RAPAT: Pak Laurens silakan. LAURENS BAHANG DAMA/ F-PAN: Sama seperti apa yang disampaikan Pak Rizal karena inikan berbicara pengertian maka tentu

harus, soal tata bahasa sebenarnya. Jadi belum masuk ke substansi. Oleh karena itu kita kan harus punya pengertian umum tentang soal Undang-Undang Mata Uang ini. Jadi ini tentu karena ini pengertian umum maka ini tentu harus sesuai dengan ahli tata bahasa yang benar. Sehingga di pengertian umum inikan akan mempengaruhi nanti soal substansi ke belakang. Kalau saya menyetujui dengan apa yang menjadi DIM dari pemerintah. Jadi memang dari sisi tata bahasanya jadi seperti penyebutan mata uang itu tiga kali. Jadi kalau satu kalimat inikan pendoublelan. Tapi dari sisi pengertian umum saya pikir sudah bagus kalau kata uangnya itu dihilangkan.

KETUA RAPAT: PPP silakan. MUSTOFA ASSEGAF, M.Si.I F-PPP: Saya kira sekali lagi tetap nnenolak karena ini justru sangat substansial. Kalimat uang itu

sangat substansial. Kalau kita bicara kaidah tata bahasa marl kita hadirkan dulu ahli tata bahasa yang kita akui sama-sama kapasitas dan kapabilitas serta kemampuan berbahasanya. Kita hadirkan dulu ahli bahasanya kemari baru kita iya. Karena ini undang-undang, tidak main-main ini. Undang-Undang tentang Mata Uang kenapa hanya masalah uang rupiah apakah hanya pemerintah mau merasa lebih

11

hebat saja dari DPR sehingga tidak usah pakai mata uang, rupiah saja. Ini dari awal tidak bisa, PPP tetap meminta kata-kata uang tetap ada uang rupiah.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Terakhir saya serahkan pemerintah ada usulan? DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Pertama, Bapak Pimpinan dan Bapak Anggota Panja yang saya hormati bahwa wmusan yang

kami usulkan adalah nnenurut versi pemerintah rumusan yang paling pas karena di sini menyangkut definisi mata uang. Mata uang yang diatur di dalam RUU ini adalah mata uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Artinya bukan dikekiarkan oleh negara lain Pak, kita mengatur mata uang yang dikeluarkan oleh Negara Republik Indonesia dan kemudian diberi istilah rupiah itu. Kemudian bahwa nanti yang mengeluarkan itu mungkin Bank Indonesia atau siapa itu kan akan diatur lagi. Tapi prinsipnya bahwa yang sekarang diatur dalam RUU Mata Uang ini adalah mata uang yang dikeluarkan oleh negara. Karena yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan mata uang adalah Negara Republik Indonesia. Dan namanya adalah kalau dengan perkataan lain namanya adalah rupiah. Saya kira itu dan kalau untuk memperkuat argument mungkin saya kira juga menjadi valid karena di sini juga menyangkut tata bahasa jadi memang valid. Mungkin dikaji oleh ahli bahasa Pak.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Kalau begitu dengan menghormati semua usulan saya rasa ini kita tunda dulu, kita lewati dulu

nanti kita putuskan kalau perlu panggil tata bahasa silakan. Kemungkinan nanti ke belakang kan pasti ada sambungannya, mudah-mudahan ini nanti bisa kita putuskan malam ini.

Prof. Drs. H. CECEP SYARIFUDDIN/ F-PKB: Serahkan nanti dibahas di Timus saja ini. KETUA RAPAT: Ya di Tim Perumus. Ini kita tunda keputusannya kita bahas di Tim Perumus, Baik kita ke DIM

nomor 16. Ini lagi kan kata uang dihapus ditambahkan kata gandakan. "Uang rupiah palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan atau designnya menyerupai rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, diedarkan, atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum". Diusulkan ini lebih simple di sini, "Rupiah palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan atau designnya menyerupai".

Sorry nomor 16 ini dihapus. Usulari pemerintah mengusulkan dihapus. Coba saya bacakan "Kertas uang adalah bahan baku yang digunakan untuk membuat uang rupiah kertas yang mengandung unsur pengaman dan tahan lama". Coba diterangkan pemerintah bagaimana usul mau menghapus pasal ini.

Silakan.

12

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Terima kasih Bapak Pimpinan. Jadi pemerintah mengusulkan penghapusan DIM Nomor 16 ini karena memang di dalam DIM

pemerintah itu tidak memakai istilah kertaluang. Jadi kerta uang inikan kalau kita melihat secara substantive itu ada di dalam bahan yang dipakai. Bahwa ada bahan yang berupa kertas, berupa logam, dan bahan lainnya. Jadi saya kira ini disarriping juga Bari DIM pemerintah sendiri tidak mengatur tentang istilah kertas uang. Sekian Pak.

KETUA RAPAT: Ada tanggapan kawan-kawan? Kalau setuju kita hapus saya ketok ini. Silakan. I GUSTI AGUNG RAI WIRAAJAYA, S.E., M.M./ F-PDIP: Sebentar Pimpinan. Tentunya perlu saya juga mempertanyakan kepada pemerintah dengan alasan dihapus ini

karena di belakang juga uang kerta inikan muncul kembali di setiap pembahasan. Kalau saya perhatikan setiap pembahasan ini ada pengusulan uang kertas. Ini saya coba buka dalam Pasal 5 "Uang kertas dan uang rupiah..." ditulisnya dalam ketentun umum ini adalah untuk menjelaskan sebuah apa yang dimaksud dengan uang kertas yang ada di belakang, lni tentunya kalau mau dihabus tentukan saya bertanya lagi kita harus menghitung jumlah apakah hanya sekali di Pasal 5 ini saja yang muncul uang kertas ini atau ada lagi. Kalau memang ini cuma sekali saja saya tidak masalah untuk dihapus namun kalau banyak yang muncul di dalam pasal-pasal ini barangkali kita perlu putar dulu Pimpinan.

KETUA RAPAT: Ini sebenarnya lebih kepada delinisli. Jadi nanti kalau bicara uang kertas itu ada definisinya di

depan. Ini berdasarkan penyisiran DIM di Sekretariat ada tiga kali penyebutan kertas uang ini. Ada tiga kali penyebutan. Jadi saya rasa ini perlu tetap dimunculkan. Pasal 9, Pasal 26, dan Pasal 38. Ada tiga penyebutan kertas uang. Jadi ini bersifat definisi.

Ya Pak Rizal silakan, H. DARIZAL BASIR/ F-PD: Barangkali dari pemerintah menghapus ya saya sependapat juga ini. Di sini usul kita itu hanya

memunculkan kerta uang. Sedangkan rupiah kita itu terdiri dari uang yang memang dibuat dari kertas dan uang yang memang dibuat dari logam. Kalau ini saja tidak menyangkut tentang uang yang dibuat dari logam. Maka pemerintah mengusulkan untuk dihapus. Kemudian ini nanti akan muncul pada pasal-pasal berikut bahwa uang kita itu dibuat ada yang dari kertas dan ada yang dari logam. Kalau pasal itu ada saya setuju ini dihapus. Kalau penjelasan itu ada pada pasal-pasal berikut barangkali saya setuju ini dihapus. Saya menyarankan ini kita pending kita pelajari dulu, kalau memang ternyata ada penjelasan bahwa uang kita itu dibuat dari kertas dan logam ini kita hapus. Kalau tidak ini kita sempurnakan yang usul kita ini. Jadi tidak sekedar menyangkut uang yang dibuat dari kertas tetapi juga menyangkut uang yang dibuat dari logam. Demikian Pimpinan.

13

KETUA RAPAT: Apa kita tunda dulu ini? Kita tunda dulu ya biar konsentrasinya, jangan-jangan di belakang

ada lagi yang mendefinisikan kertas uang ini. Kita tunda untuk yang DIM 16, 17, ini kata uang dihapus. lni kalau seperti ini ke belakang akan repot ini, karena seluruhnya usulan pemerintah itu adalah menghapus kata uang di belakang.

H. DARIZAL BASIR/ F-PD: Jadi lanjut saja kita Ketua. KETUA RAPAT: Kalau toh dilanjut kalau uang itu tiap pasal ada, H. DARIZAL BASIR/ F-PD: Besok kan kita minta istilah ini diberikan penjelasan oleh ahli bahasa. Kalau memang ahli

bahasa mengatakan uang dan rupiah kita pisahkan dalam pengertian undang-undang ini ya berarti kita setuju dengan usul pemerintah ini. Sekarang kita kan tidak bisa bahas karena kita belum sepakat untuk menerima tentang pemisahan uang dengan rupiah ini. Kita ingin dengar dulu dari ahli bahasa besok.

KETUA RAPAT: Dari 16-25 itu seluruhnya menghapus kata-kata uang. Jadi berarti ini sebagian besar kita

tunda, bahkan setiap lembar itu ada. Jadi maksud saya ini coba mau tidak mau saya harus kembali ke 11 ini. Kalau kita ingin tetap duduk seperti ini mau tidak mau kita kembali ke 11 atau kita coba skors, saya akan skors dulu. Kita bicara untuk seluruhnya fraksi ini kumpul dengan pemerintah kumpul untuk diskusi. Saya mohon ini harus diputuskan kalau seperti ini. Dan lagi seperti ini Pak kalau Bapak dan teman-teman Komisi XI, inikan tidak substansial. Tidak substansial kepada rnateri tapi lebih kepada tata bahasa. Itu maksud saya. Kalau ini bisa kita diskusikan 5 menit misalnya kita lminta kawan-kawan kumpul, kalau tidak ke belakang ini kita tidak bisa bahas apa-apa. Karena semua menghapus kata-kata uang. Bagaimana ada pendapat?

LAURENS BAHANG DAMN F-PAN: Makanya tadi saya setuju dengan IBapak ini karena kalau menghapus kata uang otomatis di

yang 12 jadi bukan pakai uang lagi tapi pakai rupiah. Jadi dari situ startnya. Sehingga saya pikir saya setuju dengan Ketua kalau bisa diskors dulu untuk kita ya 5 menit itu supaya kita ini.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Pemerintah bagaimana? Kita skors 5 menit ya? Kami juga ingin diskusi menyamakan

persepsilah sambil makan singkong bareng. Ya saya skors 5 menit. (RAPAT DISKORS PUKUL 21.05 WIB)

KETUA RAPAT: Baik, skors saya cabut.

14

(SKORS DICABUT PUKUL 21.10 WIB) Bapak-bapak dan Ibu sekalian Panja RUU Mata Uang yang mewakili pemerintah dan teman-

teman Komisi XI, Saya harus memutar kembali karena mau tidak mau kalau ini diambil keputusan kita tidak

bisa membahas ke bawah. Sebelum saya memutar setiap fraksi yang mewakili fraksi, saya minta pemerintah kembali menjelaskan kepada kami hal-hal hasil lobby-lobby interen. Silakan

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Terima kasih Bapak. Kita kembali ke rumusan kata atau penggunaan kata rupiah. Sebagaimana kami jelaskan

terdahulu bahwa pemerintah menganggap bahwa uang tidak perlu dicantumkan lagi di depan rupiah. Sebagai contoh juga yang lain bahwa ini ahli bahasa nanti mohon bisa dibantu. Apa bisa dijelaskan oleh ahli bahasa?

KETUA RAPAT: Silakan. PEMERINTAH (AHLI BAHASA): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Kalau kita cermati Pasal 1 butir 1 "Mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara

Kesatuan Republik Indonesia". lntinya kan itu. Selanjutnya disebut rupiah, sehingga kita dalam pembahasan berikutnya kita tidak akan memakai kata uang lagi tetapi kita akan memulai kata rupiah. Hal semacam itu di dalam tata bahasa morfologi itu disebut dengan frasa indosentrik. Jadi dua kata yang salah satu kata disebut itu mewakili di dalamnya. Seperti saya menyebut batik, kain sudah ada di dalamnya. Beras ketan saya mengatakan ketan, beras sudah ada di dalamnya. Hal itu lazim di dalam morfologi bahasa Indonesia. Dengan catatan kita konsisten selalu memakai rupiah tidak lagi kembali ke uang rupiah. Itu Pak penjelasan yang dapat kami berikan.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, dari penjelasan pemerintah ini saya akan putar dari yang paling kecil dulu Pak Muchtar

Amma silakan. Silakan. Drs. H. MUCHTAR AMMA, M.M./ F-P. HANURA: Setelah kita mendengar tadi penjelasan daripada Bapak yang dikatakan ahli bahasa ya saya

bisa memahami dengan catatan bahwa sepanjang itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar itu tidak masalah. Kemudian ada dua permasalahan di sini yang pertama tadi itu tidak bertentangan dengan UndangUndang Dasar pada Pasal 23d. Kemudian ini tidak konsisten Pak. Dari nomor 1 ke nomor 2 tetap juga ada uang, dan seterusnya. Jadi kalau ini memang tidak diputuskan di sini bagaimana kita mau membahas ke bawah ini. Rata-rata juga ada setiap pasal itu ada uangnya. Itu saya tidak permasalahkan bahwa uang itu harus dihilangkan tapi sepanjang tidak bertentangan

15

dengan Undang-Undang Dasar kemudian harus konsisten. Kalau tadi dibilang tidak perlu ada uang tapi tetap ke bawah ada juga uang, bagaimana di situ?

Terima kasih. KETUA RAPAT: lya khusus yang mendampingi rupiah. Kata uang ini tetap akan ada, tapi begitu ada kata-kata

rupiah uang itu akan dihilangkan. Begitu ya Pak? Baik, dari Gerindra tidak ada. Berarti PKB Pak Cecep silakan. Prof. Drs. H. CECEP SYARIFUDDIN/ F-PKB: Terima kasih Ketua. Fraksi PKB setelah mendengarkan penjelasan dari ahli bahasa saya percaya kepada

profesionalisme Pak. Kami menerima usul ini tanpa uang itu. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, PPP silakan. MUSTOFA ASSEGAF, M.Si./ F-PPP: Terima kasih Pimpinan. Justru setelah mendengarkan yang katanya ahli bahasa saya semakin tidak yakin. Kalau

Bapak katakan tadi kalau orang bicara batik sudah pasti kain, salah besar. Batik itu ada sepatu, ada ukiran batik, ada lukisan batik. Tidak otomatis Pak kain batik. Justru saya tidak yakin dengan keahlian beliau. Saya tetap menolak dihapuskan kata uang.

KETUA RAPAT: Baik, PAN silakan. LAURENS BAHANG DAMN F-PAN: Dari PAN sih prinsipnya menyetujui apa yang menjadi usulan pemerintah. Cuma di ayat (2)

nya itu berarti kata uang harus diubah menjadi rupiah. Sehingga untuk selanjutnya tidak nanti bertentangan lagi. Terima kasih.

KETUA RAPAT: PAN sudah, PKS tidak Ma. PKS silakan ada. Ir. MEMET SOSIAWAN/ F-PKS: Terima kasih Pimpinan. Pada prinsipnya PKS menerima uang rupiah diganti rupiah lain, sudah kita bahas lama juga di

Baleg. Terima kasih. KETUA RAPAT: Sudah dibahas di Baleg ya Pak. Ok, baik. PDI Perjuangan. Drs. KAMARUDDIN SJAM, M.M./ F-PG: Saya belum berubah dari apa yang saya sampaikan tadi.

16

KETUA RAPAT: Artinya PDIP sepakat dengan usulan pemerintah. Golkar silakan. I WAYAN GUNASTRA/ F-PD: Saya juga Pak konsisten, kita mendukung usulan pemerintah apalagi sudah didukung dengan

pernyataan seorang ahli bahasa. Jadi saya percaya dengan profesionalisme beliau dan cuma saya pesan jadi kita harus menelusuri ke bawah, harus konsisten dengan itu. Sebab tadi ada yang tidak konsisten kelihatannya. Begitu saja Pak.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan dari Demokrat. I WAYAN GUNASTRA/ F-PD: Terima kasih Pimpinan. Demokrat setuju dengan rupiah saja. Jadi mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut rupiah. Jadi selanjutnya di undang-undang ini kalau kita bicara uang kita selalu sebut rupiah. Jadi untuk konsistensi, karena dulu juga saya ikut di Baleg dalam Rancangan Undang-Undang ini. Juga pembahasannya seperti itu. Itu sudah menjadi baku.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Wayan. Kalau kita kembali ke nomor...silakan Pak Rizal. H. DARIZAL BASIR/ F-PD: Jadi menambahkan kata-kata dikeluarkan oleh negara ini bagaimana kalau tidak kita ikutkan

ini. Sebab ini akan diatur dalam pasal berikut. Cukup sampai pada pengertian umum saja. Jadi di sini kita ringkas lagi. Mata uang yang selanjutnya disebut rupiah adalah uang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Siapa yang mengeluarkan, siapa yang merencanakan, siapa yang menghapus dan mencabut, ada pasal lain yang nanti akan mengatur. Itu saja Pimpinan.

KETUA RAPAT: Sebelum saya mengambil keputusan, wakil dari pemerintah tolong ditanggapi. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Terima kasih Pak Pimpinan. Ibu dan Bapak Anggota Panja yang saya hormati, Terima kasih atas pemahaman yang sama terhadap pemakaian kata rupiah untuk mata uang

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu yang pertama Pak. Kemudian yang kedua kita Pasal 1 ini istilahnya kan defisinya. Jadi definisi kenapa di dalam ayat (1) kita merumuskan "Mata uang adalah

17

uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia". Jadi di sini sekaligus memberikan penegasan bahwa yang memberikan kewenangan untuk mengeluarkan mata uang adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi negara, sekaligus di sini sebagai definisi yang utuh. Bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut dengan rupiah. Jadi ini semacam penegasan bahwa kewenangan untuk mengeluarkan rupiah adalah pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Walaupun di dalamnya nanti diatur lebih lanjut secara teknis bagaimana pengeluaran mata uang itu. Saya rasa demikian Bapak Pimpinan,

KETUA RAPAT: Baik, dari 8 (depalan) fraksi yang hadir 6 (enam) setuju dengan usulan pemerintah, 1 (satu)

menolak, dan 1 (satu) ada usulan tambahan. Saya rasa saya harus ambil keputusan ini untuk melangkah pada nomor DIM berikutnya tapi tolong dicatat Sekretariat bahwa PPP bukan hanya keberatan, menolak dengan istilah uang tersebut tapi saya harus ambil keputusan di sini kita lanjutkan untuk DIM berikutnya. Jadi naskah RUU usul perubahan untuk nomor DIM 11 itu tidak tertunda tapi kita putuskan sebagai berikut, "Mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut rupiah".

Ke poin 12, di situ tetap usulnya mau tidak mau harus berubah menjadi rupiah ya. Silakan. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PDIP: Saya kira ini perlu saya minta penjelasan apa maksud dan makna dari Pasal 12 ini. Saya kira

ini sudah suatu penjelasan uang yang kita gunakan transaksi ini bukan berarti harus rupiah atau tadi di atas itu disebut rupiah karena yang kita keluarkan atau apa mata uang daripada negara kita. Sedangkan yang kita gunakan sehari-hari adalah uang. Barangkali saya minta penjelasan.

I WAYAN GUNASTRAI F-PD: Saya boleh sambung Pak. KETUA RAPAT: Silakan Pak Wayan. Pak Wayan duluan, I WAYAN GUNASTRAI F-PD: Yang nomor 2 inikan kita menuntut konsistensi tadi. Begitu kita menyebut uang kita sebut

rupiah. Saya kira saya ingin juga menambahkan sedikit ini untuk menunjukan kewibawaan rupiah. Bahwa satusatunya mata uang yang berlaku untuk alat pembayaran di Indonesia atau wilayah Indonesia seperti kedutaan di luar negeri atau kapal Indonesia yang ada di luar negeri barangkali perlu saya usul di sini bahwa kalau uang ini nanti kita sepakat kita gariti rupiah maka bunyinya akan "Rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia".

Terima kasih, KETUA RAPAT: Ya Pak Memed silakan. Ir. MEMED SOSIAWANI F-PKS: Terima kasih.

18

Jadi kalau yang di Pasal 1 itu merijelaskan bahwa mata uang yang dikeluarkan NKRI disebut rupiah, jelas. Sedangkan yang Pasal 2 itu mernang sebenarnya uang saja Pak, uang adalah alat pembayaran yang sah. Artinya tidak rupiah, artinya karena di sini di Indonesia itu banyak uang yang berlaku, Ada dolar, ada yen, ada macam-macam. Selama mereka dilegitimasi, dilegal, dan diakui oleh negaranya masing-masing bahwa itu adalah alat pembayaran yang sah, memang ini adalah ayat pembayaran yang sah ada rupiah, ada yen, ada dolar, Sehingga contohnya di Bali, di Bali itu kita tidak bisa menetapkan bahwa satu-satunya alat pembayaran yang sah di Bali adalah di Indonesia dan rupiah. Ada itu nanti sistem, termasuk kontrak-kontrak dengan asing itu ada dolar, ada rupiah. Itu nanti merubah perjanjian semua, kacau. Kecuali kita slap dengan kekacauan itu. Makanya Pasal 2 ini uang adalah alat pembayaran yang sah.

KETUA RAPAT: Saya mengerti ini, jadi ini uang bukan dalam hal rupiahnya. Jadi kawan-kawan, saya baru

menangkap setelah dikasih contoh oleh Pak Memed. Jadi uang ini bukan dalam rupiah saja, jadi uang yang berlaku di Indonesia itu bisa orang bertransaksi dengan dolar bisa juga dengan rupiah.

ANDI RACHMATI F-PD: Pimpinan, ini yang ingin saya interupsi. Salah satu hakekat daripada RUU Mata Uang ini adalah mengenai alat pembayaran yang sah

yang akan berlaku dan akan digunakan di dalam NKRI. Jadi kita tidak akan lagi mentolerir transaksi dengan mata uang di luar rupiah. Jadi usul atau pemikiran dari Saudara kita dari PKS itu jangan langsung diintrodusir dalam RUU ini. Nanti kita akan temukan pasal yang menegaskan bahwa rupiah nantinya akan menjadi satusatunya alat pembayaran yang sah dan berlaku di NKRI. Jadi termasuk dalam konteks ini transaksi-transaksi atau kontrak-kontrak itu diubah ke rupiah. Saya kira ini pemikiran. Kalau pun ini pengertian seperti itu maka ini mesti diputar tempatnya. Tapi saya kira ini HAMs kita sisir kembali dulu jangan langsung kita menterjemahkan. Kalau pemahaman saya seperti itu.

KETUA RAPAT: Pak Muchtar dulu. Drs. H. MUCHTAR AMMA, M.M./ F-P. HANURA: Saya juga berpendapat bahwa yang kita bahas sekarang ini adalah Undang-Undang Mata

Uang Rupiah bukan undang-undang mata uang lain. Jadi kita tidak mencampuradukan dengan mata uang lain. Kalau di sini dikatakan uang, berarti kan menyangkut dengan uang bukan rupiah. Jadi kalau memang kita konsisten bahwa uang itu harus dihilangkan dengan adanya kata-kata rupiah ini seharusnya rupiah di situ Pak. Karena kita bicara soal rupiah di sini bukan dolar bukan ringgit. Mungkin ada pasal-pasal nanti yang mengatur bahwa dolar atau ringgit atau apapun itu bisa dilakukan sebagai alat pembayaran yang sah sesuai dengan kepentingannya.

KETUA RAPAT: Kita tunda dulu ya pasal ini.

19

I WAYAN GUNASTRA/ F-PD: Pimpinan, saya kira saya mau masukan lagi pendapat saya di nomor 2 ini. Kita ini kan sedang

membahas Undang-Undang Mata Uang. Kalau Pasal 2 ini "Uang adalah alat pembayaran yang sahi". Sebenarnya bisa kita drop, karena ini bicara uang semua uang. Tapi yang kita buat di sini adalah sebuah undang-undang yang mengatur tentang rupiah dan untuk menjaga martabat rupiah. Yang otomatis juga martabat negara kita. Kalau kita pergi ke Eropa, kita bawa US Dolar kita disuruh tukar dulu sama Euro. Banyak negara seperti itu, dia tidak terima uang rupiah di situ, tidak terima juga uang Amerika dolar, mereka hanya terima uang negaranya sendiri. Oleh sebab itu saya usul tadi itu bahwa kita nomor 2 ini kita tegaskan saja rupiah adalah ayat pembayaran yang sah di wilayah Indonesia.

Kalau tadi yang dicontohkan oleh PKS bahwa ada yang berbelanja dengan dolar, dengan mata uang lain di Indonesia memang ada pengecualian untuk daerah-daerah turis atau daerah-daerah perbatasan. Kalau perbatasan dengan negara lain seperti daerah Batam sana yang berbatasan dengan Singapura, kadang-kadang itu memang mereka lebih percaya sama dolar atau perbatasan Malaysia ringgit mereka di sana. Itu khusus daerah-daerah yang kecil begitu tapi secara umum di seluruh Indonesia yang sah itu adalah rupiah. Sehingga kita berharap kontrak-kontrak kita dengan luar negeri pun itu harus dikonversi ke rupiah. Sehingga rupiah itu benar-benar kuat tidak seperti sekarang. Rupiah itu lemah jadi yang membawa atau menjaga wibawa rupiah itu adalah kita sendiri dan melalui undang-undang ini harus kita terapkan itu.

Terima kasih. Drs. H. MUCHTAR AMMA, M.M./ F-P. HANURA: Boleh saya tambahkan sedikit Pak? Saya hanya ingin mempertegas saja dari Pak Wayan tadi itu. Kalau perlu tidak ada lagi

pengecualin bahwa daerah tertentu itu tetap memakai katakanlah dolar. Itu harus ditukar dulu dengan uang rupiah baru bisa dibelanjakan. Samalah misalnya kalau kita ke negara Arab saja tukar dulu uang rupiah kita baru bisa kita belanja. Jadi saya pertegas saja Pak di situ. Jangari kita lagi terikat bahwa di Bali itu bisa. Kalau di Bali itu sudah kena, selama inikan belum ada undang-undang Pak. Setelah ada undang-undang nanti ya kita pertegas saja di situ.

Terima kasih Pak. KETUA RAPAT: Setuju saya Pak Muchtar, setuju sekali. Sebentar, Pak Laurens silakan. LAURENS BAHANG DAMN F-PDIP: Terima kasih Pinnpinan. Yang pertama ini kita lihat kalau dari sisi karena inikan pengertian umum. Oleh karena itu

saya lihat di atasnya kita sudah bicara uang rupiah dan di bawahnya kembali lagi yang lebih besar. Kalau menurut saya satu, mendingan ini didrop saja pasal uang adalah ayat pembayaran karena menimbulkan itu yang pertama. Bisa didrop atau ini dikeataskan baru ke mata uang adalah yang ini, karena ini berbicara umum kan seperti apa yang disampaikan tadi oleh teman dari PKS. Jadi ini bisa

20

diataskan bahwa uang adalah ayat pembayaran. Ini bicara umum dia. Baru ke bawah, uang yang kita ini adalah rupiah. Itu yang pertama. Kalau tidak maka kata uang adalah ayat pembayaran kita drop saja hilang saja. Karena kita tidak berbicara uang rupiah. Jadi supaya pengertiannya jadi double lagi. Dan justru hadirnya undang-undang ini supaya mengatur dan tentu mempunyai suatu nilai daripada rupiah ini benar-benar bisa bergengsi bagi mata uang lain.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Pak Memed silakan, setelah itu Golkar. Ir. MEMED SOSIAWANI F-PKS: Terima kasih Pimpinan. Jadi EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG: Ketua, jadi jangan setelah Pak Memed setelah itu Golkar. lni Panja, jadi biarkan Golkar. Jadi

sebelum keputusan diambil setelah teman-teman kasih kesempatan kepada pemerintah supaya jelas. Terima kasih. KETUA RAPAT: Pasti Pak, bukan Golkar lah Pak Sjam tepatnya. Ir. MEMED SOSIAWAN/ F-PKS: Jadi memang RUU ini sudah disetujui dan diserahkan waktu dikirim kepada pemerintah

kondisinya seperti ini. Kemarin tim dari pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan ya. Jadi yang didiskusikan teman-teman itu memang idealnya kan kita baca semuanya dari ujung sampai terakhir baru kemudian kita tahu maksud masing-masing pasal itu. Makanya yang diusulkan teman-teman tadi kita lihat di Pasal 20. Mari kita lihat di Pasal 20, penggunaan mata uang. Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran dan/atau kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang. Atau transaksi keuangan lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Penjelasan yang dimaksud dalam hal tertentu antara lain penggunaan mata uang asing untuk pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo. Kita ubah dong perjanjian luar negerinya kalau maunya rupiah semua, itu tidak gampang. Kemudian penerimaan hibah dari negara asing. Masa dia mau hibah kita paksa harus pakai rupiah.

Memang harus kita baca semuanya agar pasal per pasal itu kita tahu maksudnya supaya tidak langsung tahu-tahu Iangsung begitu. Kemudian penerimaan hibah dari penerimaan asing, transaksi bidang pariwisata, seperti pembayaran hotel, maskapai penerbangan, dan transaksi perdagangan internasional pemerintah Indonesia dengan pemerintah asing. Jelas berarti maksudnya apa. Jadi semua yang disebutkan dalam penggunaan itu uang semua namanya bukan rupiah. Uang namanya.

Terima kasih Pimpinan.

21

KETUA RAPAT: Silakan Pak Sjam. Saya sudah janji dengan Pak Sjam. Drs. KAMARUDDIN SJAM, M.M./ F-PG: Jadi begini Pak, apa yang mau saya ungkapkan tadi barusan diungkapkan oleh sahabat kita

Pak Laurens. Jadi kita ini belum bicara substansi pasal demi pasal. Pengaturan tentang mata uang ini kita baru pada ketentuan umum. Jadi kalau di dalam ini kita bicara tentang mata uang penjelasannya adalah rupiah. Ketika kita bicara menyebut uang adalah alat pembayaran yang sah, ketika kita bicara Bank Indonesia adalah bank central. Ini adalah pengertian-pengertian. Memang betul kata Pak Laurens tadi sebetulnya uang ini seharusnya di atas kalau dia ini ada. Nomor satu dia ini, mata uang nomor dua. Saya setuju itu Pak.

Terima KETUA RAPAT: Pak Agung Rai silakan. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PDIP: Sebenarnya saya mau bilang seperti apa yang disampaikan Pak Sjam, sudah dibilang saya

sependapat seperti ini seperti diusulkan oleh Pak Laurens. Kalau memang demikian lebih baik yang nomor 1 ini diubah menjadi nomor 2. Baru penjelasan berikutnya. Sehingga tidak menjadi suatu perdebatan yang panjang,

KETUA RAPAT: Jadi nyambung ya? Jadi satu, uang adalah alat pembayaran yang sah, baru yang kedua mata

uang adalah uang yang dikeluarkan dan seterusnya. Begitu ya? Bagaimana pemerintah, silakan tanggapi mengenai komentar kawan-kawan tadi. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Terima kasih Bapak/Ibu sekalian, Sebetulnya DIM pemerintah ini mengikuti pola pikir DIM dari DPR, ya kan, I3ahWa di butir itu mendefinisikan mata uang yang dimaksud dalam undang.undang ini adalah uang yang

diterbItkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu namanya rupiah kalau kita mau mencoba pola pikir yang di DIM DPR. Jadi di situ ada kata-kata uang. Seperti kemudian yang disepakati tadi bahwa di dalam DIM pemerintah, mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut rupiah. Jadi di situ yang di butir 2 ini adalah ingin menjelaskan uang yang dimaksud di dalam butir 1. Jadi uang itu apa. Karena uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah uang yang disebut rupiah. Uang itu sendiri apa artinya? Kita berikan definisi di dalam butir 2, "Uang adalah ayat pembayaran yang sah". Jadi kami konsisten dengan pola pikir yang disajikan oleh DPR di sini. Demikian mungkin Bapak.

KETUA RAPAT: Ada komentar kawan-kawan? Silakan Pak Edison.

22

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG: Terima kasih Ketua. Saya kira kita melihat dulu dari segi prosedurnya. Rancangan Undang-Undang ini diajukan

oleh DPR. Jadi rumusan yang ada ini adalah rumusan yang telah dibuat oleh DPR, pemerintah tidak melakukan perubahan apapun. Oleh karena itu seharusnya dalam mekariisme pembahasan pada DIM-DIM yang oleh pemerintah sudah dinyatakan tetap tidak ada perubahan tidak perlu kita bahas karena ini usulan dari kita. Beda kalau Rancangan Undang-Undang itu diajukan oleh pemerintah, kita perdebatkan. Tapi ini Rancangan Undang-Undang datang dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bukan dari Baleg atau dari komisi. Dan DPR dari kita semua. Sehingga kalau pemerintah tidak melakukan perubahan terhadap DIM, maka kita harus tetap berlanjut tidak boleh lagi membahas. Lain soal kalau pemerintah bikin perubahan seperti yang di atas ya kita perdebatkan mana yang paling pas dalam pembahasan itu. Saya kira itu Ketua, jadi kita tidak perlu lagi membicarakan yang tetap-tetap, itu harus kita lewatkan. Itu prosedur pembahasan.

KETUA RAPAT: Baik kawan-kawan. Kita inikan terbawa oleh nomor 1 tadi untuk merubahnya, tetapi ternyata

setelah dijelaskan bahwa memang ini adalah mendefinisikan yang nomor 1 ya. Dimana kalau kita teruskan ini, kita tetapkan saja yang dua ini tetap dan kita lanjutkan ke nomor 13. Setuju ya?

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG: Ketua, saya juga tidak setuju, lanjut ke nomor 13. Jadi lanjut kepada yang tidak ada

perubahan. KETUA RAPAT: Itu kita lanjutkan ke yang nomor 16. Baik, nomor 14 ini ada seperti ini. Nomor 14 itu bank

central itu, banknya huruf kecil dan huruf besar apakah ini pemerintah ini dari DPR banknya huruf besar, centralnya huruf besar, dari pemerintah bank b-nya huruf kecil, s-nya huruf kecil. Tidak ada perubahan ya? Tidak ada.

Yang nomor 16. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Mohon izin Pak untuk menjelaskan yang butir 4 ini berbeda dengan DIM DPR. Memang ini

berbeda Pak. Karena bank central di sini adalah mama generik Pak. Jadi yang republik Indonesia bank centralnya itu adalah namanya Bank Indonesia. Jadi memang kecil ini hurufnya. Jadi tidak besar hurufnya, bank central Republik Indonesia.

KETUA RAPAT: Berarti ini berubah ya. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOM0): Ya berubah dari hurufnya saja.

23

KETUA RAPAT: Baik, nomor 16. Nomor 16 diusulkan untuk dihapus. Pemerintah tadi sudah, tolong dijelaskan

ulang dari pemerintah mengapa harus menghapus DIM nomor 16. "Kertas uang adalah bahan bake yang digunakan untuk membuat uang rupiah kertas yang mengandung unsur pengaman dan tahan lama". Silakan dijelaskan kembali Pak Wakil dari pemerintah.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Terima kasih Pak. Ini mungkin saya ulang kembali. Yang pertama bahwa kertas uang adalah bahan baku ya.

Dan di dalam DIM usulan pemerintah itu kertas uang itu tidak muncul sendiri tetapi ada di dalam pengaturan bahan baku. Jadi kami melihat itu bahwa bahan baku yang untuk membuat rupiah atau uang Negara Kesatuan Republik Indonesia itu pada dasarnya ada tiga macam. Yang pertama itu kertas, jadi kita menyebutnya bahan baku rupiah yaitu kertas, kemudian logam, atau lainnya. Seperti misalnya polimer yang ada 100 ribuan yang lama itu. Jadi dengan demikian kita tidak memakai atau perlu mendefinisikan secara tersendiri kertas uang. Karena nanti irii sudah merupakan bagian dari pengaturan bahan baku untuk uang atau untuk rupiah. Rupiahnya sendiri ada dua macam. Kalau nanti kita lihat ke dalam yaitu rupiah kertas dan rupiah logam. Jadi itu kira-kira pola pikir yang kami bangun di dalam usulan untuk menghapuskan rumusan kertas uang di dalam definisi DIM nomor 16. Demikian Pak.

KETUA RAPAT: Tadi memang ada perdebatan kalau ini disebutkan hanya sekali jadi definisi ini bisa dilakukan.

Tapi ternyata ada di Pasal 9, Pasal 26, dan Pasal 37. lni disebutkan mengenai kertas uang. Apakah ini tidak membingungkan nanti kalau ini dihilangkan. Karena nanti ada penyebutan tiga kali di pasal-pasal berikutnya.

Teman-teman silakan berikan komentar. Pak Memed silakan. Ir. MEMED SOSIAWAN/ F-PKS: Terima kasih Pimpinan. Saya tidak setuju nomor 16 ini dihilangkan karena yang dimaksud kertas uang itu tidak sama

dengan kertas. Jadi di Indonesia ini pembuat kertas uang ya Padalarang itu sama yang di mana, kalau Lecet itu kertas ketik, itu kertas yang untuk Bapak print ini. Jadi sama yang di Demak, Kudus ya. Jadi kertas uang itu bahannya bukan kayu-kayuan. Dia bahannya katun, seperti kaos. Di dalam setiap kertas uang yang dibuat oleh Padalarang maupuri Kudus itu memang selalu mengandung unsur pengaman, tidak sama dengan kertas yang kita print. Kenapa uang palsu selalu bisa ketemu karena dia tidak dari kertas uang, dia dari kertas biasa yang tidak ada unsur pengamannya. Pengamannya itu mulai dari garisnya, alurnya, macam-macam yang ditanam di dalam kertas itu. Dan betul juga kata Pimpinan Pak Achsanul Qosasi bahwa kertas uang ini dipakai pada Pasal 9 dan pasal-pasal selanjutnya. Dia harus dijelaskan karena dia bukan kertas yang kita kenal secara umum. Dia kertas khusus yang mengandung unsur pengaman.

24

Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Ada tambahan? Kalau tidak saya memang sependapat kalau ini tidak usah dihapus karena irii

merupakan penjelasan atas kalimat yang di pasal-pasal berikutnya. Bagaimana tanggapan dari pemerintah? Silakan Pak Edison.

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG: Interupsi Ketua. Saya kira saya coba gabungkan pendapat pemerintah dan pendapatan teman-teman tadi.

Kalau bahan baku itu ternyata tidak hanya kertas, mungkin bisa dipikirkan sebuah rumusan yang mengakomodir pengertian dari bahan baku selain daripada kertas. Kalau tadi dijelaskan oleh pemerintah bahan baku tidak hanya sekedar kertas. Mungkin bisa dipikirkan rumusan itu. Sehingga break downnya dalam pasal-pasai ada kertas uang dia sudah terjawab. Atau ada juga bahan baku lain itu sudah terjawab karena sudah ada dalam ketentuan umum. Mungkin seperti itu Ketua.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan pemerintah? Tidak ada tambahan penjelasan. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Saya kira Pak kalau memang, inikan kita masih akan sisir ke dalam. Bahwa pemerintah itu

mengusulkan definisi ini tidak dimunculkan karena memang pemerintah tidak memakai istilah kertas uang. Jadi kami konsisten dengan DIM kami. Kemudian nanti kalau dalam perkembangannya misalnya muncul pemakain berulang-ulang setelah kesepakatan muncul pemakaian istilah kertas uang, ya tentu kita putuskan bersama. Namun kalau kita melihat mencermati, saya tidak tahu ini apakah di sini terkait dengan Pasal 9 yang DIM DPR bahwa "bahan uang rupiah terdiri atas kertas uang, logam uang, atau bahan lain yang digunakan sebagai bahan baku uang". Yang didefinisikan di sini adalah kertas uang. Bagaimana dengan logam uang? Jadi saya kira yang perlu kita cermati bersama. Saya kita kita harus melihat lagi.

KETUA RAPAT: Sepakat, kita postpone dulu yang ini ya sambil melihat pasal-pasal berikutnya. Ir. MEMED SOSIAWANI F-PKS: Bisa Pak, bisa dijelaskan Pak. KETUA RAPAT: Silakan Pak Memed. Ir. MEMED SOSIAWANI F-PKS: Jadi inilah yang menjawab masalah security dari uang. Kenapa bahan uang logam tidak

dijelaskan? Karena di dalamnya tidak mengandung unsur pengaman. Logam yang diambil ya alumunium biasa yang dipres, emas biasa yang dipres. Polimer itu pabriknya memang hanya di Australia, jadi dia tidak mau melepas itu ke luar negeri. Dia hanya maunya orang kalau nyetak ya kesana. Itu pun pengamannya adalah ketika pencetakannya bukan bahannya. Jadi pengamanan

25

kertas itu nanti security baik dari bahan maupun teknis pencetakan. Kalau polimer bahan itu bahan biasa tapi teknik pencetakannya yang menjadikan dia itu mempunyai security. Bab nomor 16 ini nanti inilah yang nanti pada pasal-pasal selanjutnya menjamin security dari uang kertas kita karena tidak berbahan polimer. Tidak ada kertas sama logam.

Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Alasan pemerintah bisa dipatahkan ini karena uang logam itu tidak ada pengamannya.

Apakah ini bisa kita putuskan dari pihak pemerintah? EDISON BETAUBUN, S.H., M.H.I F-PG: Mohon usul ya Pak karena kita kan belum menyentuh perubahan yang diusulkan oleh

pemerintah, di dalam nanti. Jadi mungkin nanti kalau kita menyentuh ke sana karena pemerintah sendiri di dalam DIM nomor 54 yang terkait dengan bahan. Jadi disana dikatakan DIM pemerintah "Bahan baku rupiah terdiri atas logam atau kertas dan/atau bahan baku lainnya". Kemudian sebetulnya ada rumusan tentang pengamanan. Di dalam DIM 58 "Bahan baku rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tadi ada logam, ada kertas, ada lainnya, mengutamakan produk dalam negeri sepanjang tersedla di dalam negeri dengan menjaga mutu keamanan dan harga yang bersaing. Jadi di sini unsur pengaman itu dirumuskan di dalam kata keamanan. Jadi kalau memang nanti bisa sambil jalan itu kita ada diskusi-diskusi, yang mana yang kira-kira paling valid itu Pak. Jadi seperti pemikiran Bapak tadli ada yang bisa dibland antara usulan pemerintah dan DPR atau bagaimana nantinya. Jadi ini saya kira tidak terlalu ini Pak, nanti ke dalam akan kita ketemu lagi begitu Pak. Demikian Pak.

KETUA RAPAT: Ok, kita postpone dulu pengambilan keputusan ini untuk kita DIM nomor 16. Kita melangkah ke DIM nomor 17. Di sini hanya ditambahkan kata "digandakan". Coba saya

bacakan dari usul perubahan pemerintah "Rupiah palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan atau designnya menyerupai rupiah, dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan (ini penambahannya), diedarkan, atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum". Kalau tidak ini saya, memang kata "uang" ini sudah sepakat memang sudah tidak ada. Dari awal kita sudah sepakati.

Silakan Pak Darizal, H. DARIZAL BASIR/ F-PD: Jadi disamping kata "uang" dihilangkan oleh pemerintah, kita tambah dengan kata

"digandakan". Kemudian setelah perubahan kita baca ada kata yang hilang yaitu "yang". Pada usul dari DPR RI "rupiah yang dibuat...." Ada kata "yang", sedangkan dari pemerintah "rupiah dibuar. Apakah rupiah ini sehingga dihilangkan atau mungkin lupa menulisnya begitu. Ada perbedaannya, kata "yang" pada usul DPR RI itu ada, kata "yang" pada perubahan dari pemerintah itu tidak ada. Ini yang saya tanyakan.

26

KETUA RAPAT: Memang kata "yang" hilang, apakah ini misstype. Misstype ya. Jadi kita sepakati pakai 'yang".

Jadi saya bacakan keputusannya begini "Rupiah palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan atau designnya menyerupai rupiah yang dibuat, dicetak, digandakan, diedarkan atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum". Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU) DIM 18 ada kalimat ditambah kata "bahan" dan ditambahkan kata "digandakan". Saya coba

baca diusul perubahannya langsung "Rupiah tiruan adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan atau designnya menyerupai rupiah dibuat, dicetak, digandakan, atau diedarkan tidak digunakan tidak digunakan sebagai alat pembayaran yang merendahkan kehormatan uang sebagai simbol negara". Jadi ada kata yang krusial ini penambahan bahan. Dan pemerintah hanya penambahan bahan, kalau digandakan tadi sudah kita sepakati di basal sebelumnya. Penambahan bahan, jadi di sini adalah suatu benda yang bahan. Kalau dari usulan kita itu "uang tiruan suatu benda yang bahan.....". Saya rasa ini penting ya? Setuju ya?

(RAPAT SETUJU) Baik, kita ke DIM 19. Drs. H. MUCHTAR AMMA, M.M./ F-P. HANURA: Sebentar Pak. Sudah diketok? KETUA RAPAT: Sudah diketok, ke 19. Tapi tidak apa-apa mungkin ada ide yang lebih penting. Coba tidak apa-

apa. Drs. H. MUCHTAR AMMA, M.M./ F-P. HANURA: Terima kasih Pak. Ini di 18 ini kehormatan uang sebagai simbol negara, bagaimana ini? Ini yang saya maksud

dari tadi. Kalau memang kita tidak konsisten ya sebaiknya dipakai saja. Pasal 18 "Merendahkan kehormatan uang", kenapa tidak rupiah di situ.

KETUA RAPAT: Otomastis diganti saya rasa ini ya. Sudah saya ketok sebenarnya, nanti saya ketok lagi. Ya

silakan pemerintah. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Kalau itu saya kira tidak ada masalah ya, tapi mungkin ada typing error juga Pak baik di DIM

DPR RI maupun di DIM pemerintah. Kalau-kalau yang bahan tadi sudah disepakati ya Pak. Bahan sebetulnya juga dari DPR RI di DIM 17 ada menyebut bahan. Kemudian di DIM 18 DIM DPR RI tidak menyebut bahan. Dan juga kehilangan kata "yang" setelah di belakang rupiah. Jadi mungkin kalau disepakati rumusan pemerintah saya bacakan mungkin ya Pak "Rupiah tiruan adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan atau designnya menyerupai rupiah yang dibuat,

27

dibentuk,dicetak, digandakan, atau diedarkan tidak digunakan sebagai alat pembayaran dengan merendahkan kehormatan rupiah sebagai simbol negara".

KETUA RAPAT: Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU) Baik, 19. Saya pikir sama Anda. ANDI RACHMAT/ F-PD: Beda, saya tidak bermaksud mundur tapi ini mengajak kita mencermati baik-baik makna dari

DIM nomor 17 itu tadi walaupun sudah diketok. Makna alat pembayaran digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum. Pertimbangkan kalau makna melawan hukum. Cara membayar yang melawan hukum. Berarti ada cara membayar yang melawan hukum dan cara membayar yang tidak melawan hukum.

Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Saya rasa jelas itu ya. Kita lanjutkan. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, M.M.I F-PDIP: Sebentar Pak Ketua, ini masalah kita biar jelas juga. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Biar tidak apa, masih mikir sih sebenarnya dia. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M.I F-PDIP: Ini Pak Ketua, dimana tadikan kita sudah merubah kehormatan uang itu menjadi kehormatan

rupiah. Agar pertegas saja nanti kita masukan di Timsin untuk koordinasi bahwa untuk kalimat-kalimat yang sudah kita ubah. Jangan sampai nanti hilang saat kita membahas di Timsin ini bahwa ini tidak ada perubahan. kita sepakati untuk diketok untuk masuk Timsin karena ini kalimatnya sudah berubah.

Terima kasih Pak. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Mungkin termasuk inikan ada uang, ada mata uang, ada rupiah. Saya perhatikan itu

definisinya bisa.... KETUA RAPAT: Semuanya pakai rupiah. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Bukan Pak, di Undang-Undang Dasar itu mata uang Pak. Di Undang-Undang Dasar itu

seingat saya mata uang. Jadi kita harus menterjemahkan juga definisi macam dan harga mata uang itu. Sebab di UndangUndang Bank Indonesia itu ada kata "madam". Menurut saya itu agak beda dengan ini. Coba perhatikan di Undang-Undang Bank Indonesia, saya rupa di pasal berapa itu. Ada kata "macam", itu yang bisa didefinisikan seolah-olah itulah undang-undang yang diperintahkan oleh pasal ini. Jadi saya kira perlu dipertegaskan. Saya kira mesti pertegaskan. Maksud saya bisa saja di

28

Timusnya nanti uang, mata uang, dan rupiah itu bagaimana memposisikannya itu supaya kita makin tegas saja menjelaskannya. Saya kira itu Pak Ketua.

KETUA RAPAT: Tapi saya mohon dengan sangat ini rapat kita skors 2 meriit saja untuk kita harus

mengucapkan selamat ulang tahun kepada Ketua besar kita. Selamat ulang tahun Ketua. Saya wakili kawan-kawan ya.

Lanjut kita ke poin 19, ini kita sudah konsisten tadi mengetok merubah menjadi rupiah. Ciri-ciri rupiah, ini saya bacakan naskah usul perubahan: "Ciri-ciri rupiah adalah tanda-tanda tertentu pada setiap rupiah yang ditetapkan dengan tujuan untuk menunjukan identitas, membedakan harga, atau nilai nominal, dan mengamankan rupiah tersebut dari upaya pemalsuan". Jadi kata uang di sini, di sini kalimat "mengamankan uang tersebut dari upaya pemalsuan kita ubah menjadi mengamankan rupiah tersebut dari upaya pemalsuan". Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU) Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Itu tadi catatan saya Ketua karena di Undang-Undang Bank Indonesia itu istilahnya uang

rupiah. Semuanya pakai uang rupiah. Berarti kita harus, artinya pasal ini harus, ada dua nantinya Pak. di UndangUndang Bank Indonesia istilahnya uang rupiah, di kita istilahnya rupiah.

MUSTOFA ASSEGAF, M.Si.I F-PPP: Ketua, pada saat kita melakukan sinkronisasi, kita harus melakukan sinkronisasi dengan

berbagai imdang-undang yang ada kaitannya. Sehingga konsekuensi kalau Undang-Undang Bank Indonesia begitu tentu kita harus melakukan sinkronisasi seperti itu mana yang paling pas itu. Itu makanya itu yang saya perlu sampaikan.

Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Memang kalau di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan itu kalau kita ingin mengubah pasal di dalam undang-undang yang sudah ada sebelumnya, di undang-undang itu mesti disebutkan pasal-pasal mana yang harus diubah. Jadi pasal itu mengikuti kita. Itu harus begitu. Tapi tetap saja di sinkronisasi kita harus. Jadi sinkronisasi ini bukan saja kaitannya dengan yang sekarang sedang kita bahas tetapi kaitannya dengan sistem perundang-undangan yang sudah ada. Saya kira begitu.

KETUA RAPAT : Jadi mohon juga pemerintah kalau bisa nanti menyiapkan termasuk di DPR RI saya kira. ANGGOTA F...: Tambahan Pimpinan, kalau boleh sesuai dengan usulan Bang Heri mendingan dari sekarang

kita sepakati apakah kita akan menyesuaikan dengan Undang-Undang Bank Indonesia yang sudah ada untuk lebih mempermudah lagi pembahasan ke belakang, Daripda nanti di sinkronisasi kita bongkar lagi semuanya. Itu lebih makan energi Pimpinan. Saya kira kehadiran beliau ini sungguh-

29

sungguh mempermudah dan memperlancar proses pembahasan kita. Saya setuju dengan Pak Dr. Heri Azhar Azis.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Pemerintah silakan kasih tanggapan. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOM0): Mohon maaf Bapak/Ibu sekalian bahwa pemerintah tetap pada usulannya karena nanti pada

waktu undang-undang ini nanti disahkan maka terkait dengan rumusan-rumusan pengaturan tentang mata uang rupiah di dalam Bank Indonesia itu dinyatakan dicabut. Dengan demikian inilah yang jadi pedoman nanti di dalam pengaturan di dalam terkait rupiah itu. Saya kira demikian Pak.

Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Artinya nanti kita harus merumuskan satu pasal sendiri yang menyatakan mencabut itu. Itu

masih ada catatan di situ. KETUA RAPAT: Baik, di pasal peralihan kita buat ya. Memang tadi ada perdebatan tentang hal ini kita harus

saling mengingatkan di pasal. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Apakah di pasal peralihan pemerintah sudah mengusulkan tentang hal ini. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Di dalam DIM 167 sudah dimuat di sana bahwa saya bacakan mungkin Pak ya yang usulan

pemerintah, di halaman 59. Jadi kalau saya bacakan ya Pak, pada saat undang-undang ini mulai berlaku Pasal 2, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia bla-bla-bla....tambahan lembaran negara yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2004 dan seterusnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Demikian Bapak Pimpinan.

KETUA RAPAT: Sebentar saya akan bacakan di Undang-Undang Bank Indonesia Pasal 77a, di sini

menyampaikan bahwa "Ketentuan mengenai mata uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23, undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku hingga diatur lebih lanjut dengan undang-undang tersendiri. Sehingga ini sudah tercover di sini.

Pak Muchtar masih ada? Silakan, Drs. H. MUCHTAR AMMA, M.M./ F-P. HANURA: Terima kasih Pak Ketua. Saya sependapat dengan pemerintah tentang hal ini. Walaupun tidak diatur seperti itu tadi

kalau tidak salah ada ahli hukum juga di sini bahwa apabila ada satu permasalahan yang diatur oleh dua undang-undang maka yang dipakai itu adalah undang-undang yang spesialis. Ada bahasa hukumnya itu Pak lex specialist kalau tidak salah. Jadi kalau pun itu tidak dicabut tetap juga

30

diperlakukan undang-undang yang Baru ini karena ini spesial untuk membahas masalah mata uang. Jadi kita tidak terikat ke situ apalagi kalau sudah adalah dijelaskan begitu saya kira ini tidak perlu dipermasalahkan lagi. Begitu Pak Ketua.

KETUA RAPAT: Terima kasih. Kita lanjutkan ke DIM 20. Usulan DPR RI adalah perencanaan adalah suatu rangkaian

kegiatan menetapkan besarnya jumlah dan jenis pecahan berdasarkan perkiraan berdasarkan kebutuhan uang rupiah dalam periode tertentu yang dilakukan olleh bank sentral. Usul perubahannya, perencanaan adalah suatu rangkaian kegiatan menetapkan besarnya jumlah dana dan jenis pecahan berdasarkan perkiraan kebutuhan rupiah dalam periode tertentu. Jadi yang hilang itu adalah yang dilakukan oleh bank sentral hilang, itu yang hilang. Yang lainkan uang ini sudah kita sepakati. Jadi yang dilakukan oleh bank sentral ini hilang. Kalau ada pendapat, silakan Pak Edison.

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG: Saya hanya ingin mendapatkan penjelasan dari pemerintah apa reasoningnya sehingga bank

sentral ini, apa yang dilakukan oleh bank sentral itu dihilangkan. Saya ingin mendengar penjelasan dari pemerintah untuk memperkaya wawasan kita.

Terima kasih Ketua. KETUA RAPAT: Silakan dari pemerintah. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Terima kasih Bapak Pimpinan dan Bapak/Ibu sekalian. Jadi latar belakang atau yang jadi landasan bagi pemerintah untuk menghapuskan frase yang

dilakukan oleh bank sentral karena ini merupakan definisi. Jadi definisi itu istilahnya itu bukan norma. Kemudian nanti setelah di batang tubuh itu diatur sehingga lebih tepat di batang tubuh untuk pengaturan norma bahwa nanti Bank Indonesia yang melakukan. Jadi saya kira ini rumusan umum. Jadi ini menurut pertimbangan dalam penyusunan yang dipahami oleh pemerintah bahwa yang bersifat norma lebih tepat atau sebaiknya diatur di dalam batang tubuh, Demikian Pak.

KETUA RAPAT: Bagaimana? Silakan Pak Nusron VV'ahid Ketua Pansus OJK. NUSRON WAHID/ F-PG: Ketua, ini soal DIM nomor 20 ini langsung saya usulkan postpone. Ini bagian dari masalah.

Karena ini menyangkut perencanaan uang inikan secara substansi pemerintah sudah mengusulkan ingin terlibat dalam proses perencanaan dari awal. Sementara dalam batang tubuh ini memang kalimat bank sentral ini akan jadi debatable. Kalau kita menyetujui perencanaan uang itu nanti adalah melibatkan pemerintah dan bank sentral maka DIM yang diusulkan pemerintah itu betul. Tapi kalau kita itu menolak DIM nya pemerintah itu dalam substansi pasal demi pasal nanti berarti memang

31

kembali ke definisi awal, memang ini tidak bisa terpisahkan. Saya usul tidak usah bertele-tele ini postpone.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Pak Memed silakan. Ir. MEMED SOSIAWAN/ F-PKS: Saya menjawab langsung pertanyaan Pak Nusron supaya ini tidak postpone. Kita lihat Pasal

13, perencanaan ini ditentukan oleh Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah. Pasal 13 tentang bab perencanaan. Halaman 15, sehingga tidlak perlu postpone karena memang di belakangnya itu ada unsur keterlibatan pemerintah. Tentang perencanaan, bagian kedua tentang perencanaan dalam Bab IV halaman 15. Ya berkoordinasi dengan pemerintah.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan Pak Emir. IR. H. I EMIR MOEIS, M.Sc./ F-PDIP: Sedikit saja mengingatkan karena inikan undang-undang dulu pernah kita bahas. Seingat

saya yang lama itu Pak Nusron ikut undang-undang yang lama, Pak Rai apakah dulu juga ini sempat jadi masalah? Tolong dijelaskan ke kita semua di sini.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PDIP: Terima kasih Pimpinan. Sedangkan ini adalah satu pasal yang baru, satu kalimat yang baru dimunculkan dalam

undangundang yang sekarang ini. Sebelumnya tidak ada. Cuma ketika masuk ke batang tubuh itu baru ada pernbahasan mengenai perencanaan, pendistribusian, percetakan dan seterusnya pada bab yang sebentar lagi kita akan membahas masuk ke Bab III kalau tidak salah. Ini masuk di Bab IV perencanaan, pencetakan,pengeluaran, pengedaran, pencabutan, dan penarikan, serta pemusnahan. lni adalah ketentuan umum yang sebelumnya ketika periode yang lalu ini tidak ada. Sekarang kalau kita mengingat kalau menurut pendapat saya inikan ketentuan umum inikan melanjutkan pada pasal-pasal, menegaskan pada pasal-pasal yang akan kita bahas berikutnya. Tentunya yang melakukan perencanaan ini siapa? Agar jelas dari awalnya, sehingga saya masih tetap bertahan untuk dilakukan oleh bank sentral tidak perlu dihapus. Maka dari itu saya lebih setuju dengan usulan dari Saudara Nusron kita postpone dulu karena inikan menyangkut pada berikutnya.

Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Pak Andi Rachmat. ANDI RACHMATI F-PD: Terima kasih Pimpinan.

32

Kalau saya mendengarkan penjelasan dari pemerintah nampaknya saya setuju karena mencermati, memahami bahwa yang dimaksudkan di sini adalah penekanannya pada perencanaannya. Inikan masih ketentuan umum, jadi ketentuan yang ingin diperjelas di sini adalah perencanaan belum ingin membahas siapa yang merencanakan nanti, ltu nanti di dalam, saya setuju kalau siapa yang merencanakan selanjutnya itu di dalam batang tubuh di pasal-pasal.

NUSRON WAHIDI F-PG: Pak Ketua, saya ingin jawab sohib saya itu dari Konawe Selatan ini. Yang namanya ketentuan

umum itu berisi tentang definisi dan penjelasan singkatan biasanya dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Undang-Undang itu. Biasanya yang namanya definisi itu harus menyangkut unsurunsur. Di dalam unsurnya itu salah satunya adalah juga menyangkut unsur subyek siapa yang melakukan karena menyangkut definisi. Jadi tidak bisa yang namanya definisi itu tidak menyangkut unsur subyeknya di situ. Ini masalah ketentuan umum, definisi. lni masalah kaidah, kaidah kalau dalam bahasa mantiknya itu.

Kaidah itu memang harus begitu. Kaidah itu ada unsur-unsurnya. Siapa yang melakukan, kemudian pekerjaannya apa, dalam kondisi apa itu memang masuk dalam satu unsur. Saya pikir ini memang postpone karena ini kalau memang kita nanti menyetujui DIM nya pemerintah bahwa koordinasi dilakukan bersama pemerintah memang definisi ini betul, tapi kalau kita bertahan dengan punya DPR RI bahwa itu mutlak miliknya bank sentral hanya bersifat koordinasi dengan pemerintah ini memang definisi DPR RI yang betul. Jadi saya pikir ini lebih baik dipending dulu Pak Ketua,

Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, kita pending dulu untuk pembahasan 20 tapi saya skor dulu rapat 3 menit karena ada

kue dang tahun yang akan masuk. Ini tidak boleh disia-siakan. Silakan. Kita postpone ya yang 20 perencanaan itu karena nanti terkait dengan di belakangnya. Nanti

ada beberapa hal yang perlu diskusi lebih jauh. Kita tunda pengambilan keputusan untuk DIM nomor 20, Kita langsung ke DIM 21."Pencetakan adalah suatu rangkaian kegiatan mencetak rupiah". Saya raa ini bisa disepakati ya?

(RAPAT : SETUJU) DIM 22, "Pengeluaran adalah suatu rangkaian kegiatan menerbitkan uang rupiah sebagai alat

pembayaran yang sah di wilayah NKRI oleh bank sentral". lni akan sama dengan nomor 20. Saya rasa ini kita postpone, kita tidak diskusikan. Coba kalau ada pendapat. Sebenarnya sama ada kata sama yang dilakukan oleh bank sentral. DIM nomor 22. Nomor 13 pun seperti ini. Berard ditunda. DIM 22, 23, kita tunda, DIM 24 kita tunda.

EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG: Sebentar Pak Ketua, kenapa kita main tunda-tunda tanpa ada reasoningnya? Ini apa

urusannya bank-bank sentral ini? Kita mau kasih peran ke bank sentral ini, apa urusannya ini. Ini juga harus jelas, harus clear dari depan ini. Jangan sampai bank sentral itu tunda, apa gitu Iho.

33

NUSRON WAHID/ F-PG: Begini Pak Edison, inikan muktatis mutandis. Karena substansi usulan pemerintah itu ingin

semua proses mulai perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pemusnahan, itu ingin ada keterlibatan antara bank sentral dengan pemerintah. Sementara kalau DIM nya karena inisiatif DPR RI waktu saya terlibat di Baleg waktu membahasnya, semua itu adalah wilayah bank sentral. Karena belum terjadi kesepakatan dalam substansi pasal demi pasal dengan definisi ini maka mutaktis mutandis yang di atas itu ditunda maka ditunda sambi! ada kesepakatan isi di pasal demi pasal. Begitu Pak.

KETUA RAPAT: Silakan, H. DARIZAL BASIR/ F-PD: Kalau saya menterjemahkan oleh Pak Nusron bukan ditunda. Artinya sudah bisa kita setujui.

Artinya sudah bisa kita setujui kalau memang 20 nanti sesuai dengan ini dia akan sama. Atau kita tolak dia akan ikut. Jadi ini disetujui saja ya.

KETUA RAPAT: Coba diulang. H. DARIZAL BASIRI F-PD: Tadi yang kita tunda kan Pasal 10 ya Pak. Karena keinginan pemerintah untuk ikut serta

dalam proses perencanaan ini yang akan kita ambit keputusan nanti. Kalau ini memang berlaku berarti yang di bawah inikan mengikuti. Kalau seandairiya tidak yang di bawah ini juga mengikuti. Jadi kan yang di bawah ini sudah bisa kita putuskan. Tinggal menambah atau mengurangi dari keputusan yang Pasal 10 itu. Jadi bukan ditunda itu maksudnya.

KETUA RAPAT: Tapi ini terkait dengan pasal berikutnya Pak. Jadi kalau nanti di pasal berikutnya itu otomatis

ini setuju ya. I WAYAN GUNASTRAI F-PD: Pimpinan, inikan dikaitkan tadi dengan pasal-pasal berikutnya nanti. Kalau perdebatan pasal-

pasal berikutnya sudah dapat memenuhi keinginan kita maka yang ini bisa saja diteruskan usulan pemerintah atau sesuai dengan yang dibuat DPR RI RUU itu.

KETUA RAPAT: Artinya kita setuju menunggu persetujuan pasal berikutnya juga. Ya kan? Sepakat itu ya?

(RAPAT : SETUJU) Sekarang kita ke posisi 25 dan 26. Kita ke DIM nomor 26. Nanti ada kalimat di belakang itu,

nanti. Baik, di DIM nomor 26 usulan DPR RI, penyidik adalah penyidik sebagaimana dimaksud dalam undangundang yang mengatur mengenai hukum acara pidana. Disetujui ditunda menunggu persetujuan berikutnya, begitulah kalimatnya itu. Jadi menunggu persetujuan berikutnya.

34

Naskah usulan perubahan dari pemerintah adalah penyidik adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Hukum Acara Pidana ini tetap. Oke, tetap ya. kita ketok.

(RAPAT : SETUJU) DIM nomor 26. Silakan. DIRJEN PERBENDAHARAN (HERY PURNOM0): Pimpinan interupsi sebentar. Pemerintah rumusan tetap ya. Tapi di sini karena ada yang

usulan pemerintah salah satu DIM dihilangkan ini menjadi bergeser. KETUA RAPAT: Bergeser urutan kan tapi substansi sama. Baik, kita masuk ke DIM 27 ada menambah definisi pemerintah. Padahal di sini tidak ada

usulan DPR RI, tapi di usul perubahan pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia. Silakan Pak Agung Rai. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PDIP: Pimpinan, ini merupakan catatan Ikami yang terdahuhu ketika periode yang lalu ada

disosialisasikan dahululah ketika kita membahas batang tubuhnya. Ini kalau kita melihat ke belakang kalau memang kita nantinya sepakat untuk pemerintah untuk tidak masuk dalam hal ini, ini tidak akan muncul dalam ketentuan umum. Maka dari itu setelah kita pinjam istilahnya Pak Nusron adalah postpone atau ditunda dululah karena penyelesaian lulu.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Ada pendapat lain? Menunggu ya? Oke setuju.

(RAPAT : SETUJU) Sekarang 28 tetap, 29 tetap, nomor 30 ada penambahan pasal. Di sini penambahan

susbtansi ini Penambahan substansi ini mata uang NKRI adalah rupiah. Ini sudah muncul di sini. Setuju ini ya?

Dr. H. HARRY AZHAR.AZIS, M.A./ F-PG: Nanti dulu, itu yang tadi pertanyaan saya yang mana tidak ada definisinya. Jadi saya kira

kalau pun mau ditambah adalah macam mata uang adalah, jenis rupiah. Baru masuk ke rupiah kertas dan rupiah logam. Itu yang saya ingin pertegas itu. Jadi kata macam itu apa maksunya ataukah dia jenis atau apa.

KETUA RAPAT: lni masih 30 Ketua, itu 31. ada penambahan substansi di situ. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M./ F-PDIP: Pak Ketua, terima kasih,

35

Sebenarnya ini tidak perlu lagi ada penjelasan mengatakan suatu pengertian di dalam Pasal 2 ini. Karena di depan juga sudah dijelaskan mats uang negara Indonesia adalah rupiah. Saya kira ini tidak perlu pengulangan kembali dengan yang di depan.

KETUA RAPAT: Saya minta komentar pemerintah dalam hal ini, kenapa ada penambahan substansi ini. DIRJEN PERBENDAHARAN (HERY PURNOMO): Baik, Bapak. Bahwa di dalam bagian awal itu rumusan dari mata uang Republik Indonesia

adalah rupiah sedangkan yang di dalam bagian Pasal 2 di dalam batang tubuh ini merupakan deklarasi. Jadi suatu pernyataan di dalam undang-undang bahwa mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah rupiah. Jadi di sinilah mulai diatur di batang tubuh. Jadi kalau di bagian depan itu definisi di sini deklarasinya atau pernyataannya atau penetapannya. Saya rasa itu penjelasan kami,

KETUA RAPAT: Kawan-kawan ada penanggapan? Apakah ini penting atau... Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Saya kira betul itu, jadi kalau Pasal 1 itu hanya kembali kalau kita baca Undang-Undang

Nomor 10 itu menjelaskan definisi atas sesuatu yang kekuatan hukumnya itu kekuatan hukum definisi. Di Pasal 2 itu justru memberikan kekuatan hukum yang tegas mata uang negara kita adalah itu. Jadi selain itu berarti bukan mata uang negara kita. Pasal ini hanya memberikan bukan penegasan, memberikan kekuasaan, memberikan power, jangan macam-macam, kira-kira begitu.

KETUA RAPAT: Bagaimana pendapat kawan-kawan? Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU) Sekarang kita ke DIM nomor 31. Pasal 2 mengatakan bahwa "Macam uang rupiah terdiri dari

uang kertas dan uang logam". Usulan dari pemerintah untuk, diubah sebegai berikut, "Macam rupiah terdiri dari rupiah kertas dan rupiah logam".

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E.„ M.M./ F-PDIP: Barangkali sedikit Ketua, saya ingin minta penjelasan pemerintah walaupun sudah diketok

tadi. Cuma yang sedikit menjadi pertanyaan kenapa harus dimacam. Barangkali dia pasalnya tersendiri mengenai mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah, mungkin dia tersendiri.

KETUA RAPAT: Baik, yang mana ini? I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M.I F-PDIP: Yang nomor 30. Kenapa masuk dimacam, kalau memang deklarasi dia masuk di pasal

tersendiri kalau begitu. KETUA RAPAT: Minta penjelasan, oke.

36

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, S.E., M.M.I F-PDIP: Saya kira itu menjadi Pasal 2. Kita tambah saja pasal Ketua. Jadi macam nanti pasal sendiri

lagi. jJdi Pasal 2 nya itu mata uang, Pasal 3 nya litu macam mata uang. KETUA RAPAT: Jadi memperkuat saja. Bagaimana pemerintah ini? I WAYAN GUNASTRA/ F-PD: Sedikit saja biar dijawab sekaligus. Memang ini judulnya tadi jadi tidak nyambungkan. lni

macam dan harga, tiba-tiba yang kita sebutkan di situ mata uang Negara Republik Indonesia adalah rupiah. Barangkali Bab II ini judulnya ditambahi Pak. Misalnya usul saja, rupiah, macam, dan harga. Itu nanti dijawab langsung di Pasal 2 itu rupiah itu apa.

KETUA RAPAT: Jadi judul Bab II Bapak minta ubah ada kalimat rupiah, macam, dan harga. Begitu?

Sebenarnya yang Pasal 31 ini hanya bicara tentang macam Pak, macam rupiah. Jadi kalau ini jadi Pasal 3 ini masuk karena memang tidak ada hubungannya. Coba Pak Wayan mungkin punya penjelasan lain kenapa ditambah.

I WAYAN GUNASTRA/ F-PD: Begini Pak, tadinya memang ada ini yang satu ini Pasal 2 ayat (1) ini. memang judul itu

tadinya berlaku untuk Pasal 2 ayat (2) dan selanjutnya. Di situ bicara macam dan harga. Makanya yang nomor 1 ini supaya nyambung sama Pak Rai juga itu kelihatarinya yang dimaksud supaya nyambung, itu judulnya Bab II itu saja disesuaikan.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan Pak Andi. ANDI RACHMATI F-PD: Pimpinan, saya setuju dengan usulnya Pak Wayan mengenai perbaikan judul bab untuk

mengakomodir dua ayat ini. Tapi perbedaan saya dengan Pak Wayan, kalau saya mengusulkan bukan rupiah tetapi mata uang. Mata uang, macam, dan harga. Karena inilah hakekat undang-undang.

KETUA RAPAT: Jadi kalau macam mata uang di sini ada definisinya kemudian mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia, macam, kemudian ada macam rupiah terdiri dari rupiah kertas dan uang logam. Saya rasa itu. Coba pemerintah tolong ditanggapi itu usul DPR.

Silakan. EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG: Sebelumnya Ketua, konsekuensi daripada itu maka Bab II itu turunannya menjadi tiga bagian.

Bagian kesatu adalah mata uang, bagian kedua macam, bagian ketiga harga. Itu usulan saya. Terima kasih Ketua.

37

KETUA RAPAT: Silakan pemerintah. DIRJEN PERBENDAHARAN (HERY PURNOMO): Saya kira memang kalau di dalam judul babnya itu semacam rumusan itu Pak, mata uang,

macam, dan harga, saya kira sudah tidak mernbingungkan ya Pak. Jadi segmentasi bahwa mata uang deklarasi atau penetapannya rupiah sedangan macamnya bagaimana, harganya juga bagaimana. Rumusan-rumusan nanti dalam satu kesatuan. Saya kira tidak ada masalah ya.

KETUA RAPAT: Setuju ya? NUSRON WAHID/ F-PG: Sebentar Ketua, kalau sudah disepakati tolong disepakati ini masuk di Timsin, karena harus

memperbaiki daripada ini. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Baik, Tim Sinkronisasi.

(RAPAT SETUJU) Nomor DIM 32 ada perubahari. "Uang rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disingkat

dengan Rp." Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Tunggu dulu, DIM 31 itu belum yang usul saya tali. Pengerlian macam itu belum ada di dalam

ketentuan, belum ada. KETUA RAPAT: Jadi ada usul seperti apa? Dr, H, HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Usul saya itu macam Itu menjelaskan jenis. Jadl klta hanya punya dua Jenls mata uang, yaitu

logam dan kertas. Jadi hanya ditambah kata macam rupiah adalah jenis mata uang atau jenis rupiah yang terdiri dari rupiah kertas dan rupiah logam. Itu saja supaya kita mempertegas, jadi orang tidak mempertanyakan apa itu macam.

KETUA RAPAT: Macam rupiah adalah jenis rupiah terdiri dari rupiah kertas dan rupiah logam. Pemerintah

silakan. Cocok ya? (RAPAT : SETUJU)

ANDI RACHMAT/ F-PD: Pimpinan, ini maksud Ketua karena macam ini kan perlu dijelaskan di dalam ketentuan

umum. Belum dijelaskan. lni Pak Ketua mengusulkan supaya ini dimasukan dalam tambahan apakah di penjelasan atau masuk dalam ketentuan umum mengenai macam.

38

KETUA RAPAT: Setuju kita masukan di Tim Sinkronisasi ya. Silakan. EDISON BETAUBUN, S.H., M.H./ F-PG: Ketua, itu bisa dimasukan dalam Tim Sinkronisasi setelah ada kesepakatan-kesepakatan.

Kalau tidak nanti perdebatan lagi terjadi di sinkronisasi karena pada Tim Sinkronisasi tidak ada kewenangan apa-apa untuk merubah.

KETUA RAPAT: Ya substansi kan tadi pemerintah sepakat. Silakan pemerintah. DIRJEN PERBENDAHARAN (HERY PURNOMO): Untuk DIM ini substansi dari pemerintah adalah bahwa rupiah itu terdiri dari rupiah kertas dan

rupiah logam. Soal nanti perumusannya saya kira untuk menjelaskan. Karena di sinikanmacam. Tadi ada perdebatan apa macam, jenis, atau definisi dari macam. Tapi intinya substansi yang diusulkan oleh pemerintah rupiah kertas dan rupiah logam. Demikian Pak.

KETUA RAPAT: Ya saya rasa ini kita masukan ke Tim Perumus karena substansinya sama. Kalimat bahwa

macam rupiah adalah jenis rupiah harus ada penjelasan mengenai macam rupiah. Nanti Tim Sinkronisasi akan bisa menjelaskan tentang hal ini. Tapi substansinya antara pemerintah dan DPR RI ini sudah sepakat.

Pak Nusron ada lagi? NUSRON WAHID/ F-PG: Agak mundur sedikit Pak saya kira, mohori maaf Pak pemerintah ini. Kalau kita bicara definisi

macam uang itukan kalau kita lihat dari segi literatur ada uang giral dan uang kartal. Sekarang undang-undang ini rezimnya itu uang apa? Uang kartal, karena yang kita atur di sini ternyata hanya uang kertas dan uang logam. Berarti itu rezim kartal. Tapi di dalam ketentuan umum tadi belum ada juga tentang batasan ruang lingkup undang-undang ini. lni kalau tidak ditulis bahwa rezim Undang-Undang Mata Uang ini adalah uang kartal tidak uang giral, suatu hari akan dispute penafsiran kalau terjadi masalah tentang uang giral. Karena itu mumpung ini membahas masalah macam perlu dipertegas di sini terutama di dalam ketentuan umum.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Saya rasa sepakat ada semacam ketentuan umum tetang hal itu karena ada macam. Kalau

bicara jenis uang, uang kartal dan lagi ada uang koasi. Ini lebih membingungkan lagi. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, M.A./ F-PG: Ada Bank Indonesia tidak di sini, nanti kita mintai pendapat Bank Indonesia ini. Tapi tidak di

sini, justru nanti kita minta masukan dari Bank Indonesia. Saya kira ini usul bagus ini. Jadi itu masuk di dalam definisi macam itu tadi. Jadi apakah pengertian jenis itu artinya kertas dan logam ataukah

39

pengertian jenis itu kartal, giral, dan lain-lain nanti ada Internet money kan itu juga jenis uang. Apa itu kita atur juga di sini.

KETUA RAPAT: Kalau kita menganut kartal mungkin kita harus batasi di sini. Ada macam rupiah yang harus

kita batasi di dalam definisi undang-undang ini. NUSRON WAHID/ F-PG: Pak Ketua, ada baiknya Pak Ketua mungkin ada yang, ini Pak Heri Azhar Azis ini yang

Pimpinan Fraksi rVIPR di Golkar, ada Pak Cecep juga yang terlibat amandemen Undang-Undang Dasar 1945, dan terlibat sosialisasi Undang-undang Dasar, pengertian bahwa Undang-undang Mata Uang itu akan dibahas lebih lanjut dengan undang-undang tersendiri di Pasal 23 ya UUD 1945 itu semangat pembahasannya itu uang apa. Para voting founders jilid ke berapa itu, tahun 1999-2004 itu yang mengamandemen UUD 1945 itu. Itu yang perlu kita cari itu kalau memang kita masuk masalah itu supaya kita tidak salah tafsir atas konstitusi karena kan undang-undang ini dibuat atas turunan amanat dari konstitusi undang-undang ini dibua, Pasal 23b itu. Sementara sekarang di dalam UUD yang baru tidak ada lagi namanya penjelasan pasal demi pasal. Kita perlu tahu itu semangat kandungannya apa. Kalau memang semangat kandungannya Pasal 23b itu adalah segala bentuk jenis uang, maka undang-undang ini akan menjadi tebal akan mengatur segala bentuk uang yang ada. Tapi kalau semangatnya itu hanya masalah uang kartal, berarti hanya masuk pada masalah jenis logam dan kertas itu. Mungkiri Pak Cecep atau siapa terlibat di situ sebelum jadi anggota DPR RI masih di jalanan waktu itu juga saya belum mengerti tentang filosofinya itu.

KETUA RAPAT: Pak Heri silakan pak. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. / F-PG: Sepanjang yang saya pahami memang ini dua kata di Undang-undang itu macam dan harga.

Jadi ketika harga itu terkait dengan fisik money-nya dan kemudian terkait dengan derifasinya. Ketika derivasinya apakah kita juga mengatur derivasinya. Menurut saya itu kita tidak mengatur derivasinya karena itu sudah menjadi kebijakan moneter, tetapi yang kita atur adalah basic money-nya yaitu bentuk uang yang kita sebut itu sebagai yang kita katagori 2 itu tadi kertas dan logam. Kecuali nanti kita, kita definisikan logam itu logam apa; logam emas, perak atau logam mulia lainnya. Itu juga mesti kita definisikan. Kertasnya tadi kan sudah disampaikan menyangkut bahan, menyangkut ukuran dan sebagainya itu, termasuk juga di dalam. Saya membaca ini belum ada itu pengertian itu. Jadi saya kira ini harus kita definisikan lebih tegas supaya ruang lingkupnya menjadi jelas. Sebab dari sinilah kemudian segala bentuk yang lainnya apakah cek, travel cek, giro, deposito dan sebagainya itu bersumber daripada yang uang kartal ini. Saya kira itu yang harus kita definisikan juga di dalam konteks semacam tadi.

40

KETUA RAPAT: Saya kira betul itu. Sebentar. Tadi walaupun terlambat tapi kita kasih kesempatan Bu Vera ini

untuk bicara. Hj. VERA FEBYANTY I F-PD: Terima kasih Pak Ketua. Saya ingin menanyakan kepada pihak pemerintah apakah ada dari bapak-bapak atau ibu-ibu

di pemerintah yang bisa menjawab permasalahan ini. Itu, tentunya kalau kita lihat berdiskusi akhirnya diskusinya antara kita dan kita, pemerintah tidak bisa menjawab. Artinya begini, ini sebagai usulan saja tidak ada salahnya kita memanggil atau mengikutsertakan setiap pembahasan pihak Bank Indonesia sebagai orang yang bisa memberikan pendapat, Dia tidak bisa berargumentasi tapi untuk kita pertanyakan. Karena ini masalah substansi kalau ini kita belum apa-apa kita sudah masalah uang kertas apa segala macam kami sendiri mungkin tidak bisa menjawab atau tidak bisa menjelaskan secara rinci. Artinya pihak Bank Indonesia yang memang membidanginya kita ikutsertakan sebagai tim panitia kerja bukan untuk sebagai perdebatan. Tapi apabila kita pertanyakan mungkin sebagai tenaga ahlinya mewakili yang diikutsertakan oleh pihak pemerintah. Tapi bukan mewakili Bank Indonesia tapi yang diminta oleh DPR RI untuk sebagai tenaga ahli kita. Mungkin itu perlu karena banyak sekali kalau kita lihat di sini. Nanti yang ada tidak akan selesai ini barang kalau kita hanya berdebat.

KETUA RAPAT: Betul, Bank Indonesia ini memang akan kita panggil untuk dimintai masukan itu nanti terpisah

forumnya. Kita sekarang tapi pasti kita panggil untuk itu. Pak Wayan dulu, silakan pak. I WAYAN GUNASTRA / F-PD: Terima kasih pak. Saya kira kalau kita bicara uang kartal atau giral, kita juga bicara rupiah pak. Nah, yang giral

itu kan tidak ada denomenasinya, pokoknya rupiah dan angka gitu ya berapa pun angkanya. Dalam hal ini kita membahas undang-undang saya kira ini memang kita membahas uang kartal pak, kita bicara logam, kita bicara kertas, kita bicara denomenasi gitu. Jadi saya pikir undang-undang ini memang bicara uang kartal.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Ya, saya tidak dapat berpendapat tapi dilihat dari ini memang uang kartal gitu ya tapi ada

baiknya Pak Memed ya mau bicara. Silakan, setelah ini kita minta pendapat pemerintah mengenai hal ini.

Ir. MEMED SOSIAWAN / F-PKS: Terima kasih Pimpinan.

41

Jadi benar yang disampaikan Pimpinan dan Pak Wayan, kita ini sedang membahas rupiah seperti ketentuan umum no. 1, Pasal 1 bahwa "mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negera Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut rupiah". Inilah undang-undang tentang itu tadi uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang namanya rupiah, itu yang kita bahas dan rupiah itu tentunya ya terdiri dari ada yang kertas ada yang logam. Kalau ATM itu derivasi yang tidak dikeluarkan oleh Negara Republik Indonesia, itu derivasi nanti di penjelasan bisa itu. Tapi supaya kita ada limitasi memang yang kita bahas dalam undang-undang ini adalah rupiah karena dikeluarkan oleh NKRI.

KETUA RAPAT: Setuju pak, Memang secara substansi begini kesepakatannya bahwa memang harus ada di dalam

definisi nantinya mengenai jenis ini, kita akan buat dalam tim sinkronisasi kalimatnya sehingga untuk Pasal 30 ini kita nanti masukan di Timsin untuk menambah satu juga definisi tentang jenis atau macam rupiah ini. Saya rasa kita sepakati dulu ya untuk yang 30 itu.

EDISON BETAUBUN, SH., MH. I F-PG: Ketua, sebelum ke Timsin kan ada tahapan tim perumus. Tim Perumus yang nanti

merumuskari itu. Pada saat Tim Sinkronisasi ini tidak lagi bicara rumusa, dia bicara bagaimana mensinkronkan antar pasal dalam internal undang-undang itu maupun antar itu dengan undang-undang yang lain. Gitu Ketua.

OLLY DONDOKAMBEY, SE. I F-PDI PERJUANGAN: Pak Ketua, ini sebenarnya tidak ada soal ini kalau pemerintah tidak menarribah deklarasinya

di Bab Macam dan Harga. Karena di Bab I itu sudah jelas, uang yang sah kita itu rupiah. Karena ada deklarasi ini sehingga pemahaman tentang bentuk macam ini, jadi kita menafsirkan lagi, dia berkembang sebanyak ini mengulang. Pada lazimnya semua undang-undang kalau sudah mengulang tidak masuk lagi. Ini terjadi pengulangan di sini sehingga pengertian tentang macam ini berkembang. Ini persoalan di sini sebenarnya iya kan. Jadi saya kira kalau ini kita coret saja ini memang kita bicara dari awal ini rupiah kita ini apa antara kertas dan logam. Ini jelas amanat UUD 1945 yang dikatakan Pak Nusron itu jelas. Dasarnya itu yang mau kita terjemahkan pada saat kita dulu, kita dulu juga inisialif dari DPR RI ini untuk mengatur kembali uang rupiah kita. Ini kan jadi persoalan karena pemerintah menarribahkan. Dulu juga jadi persoalan karena pemerintah ingin tanda tangan di uang kertas sehingga kita tidak jalan. Itu perbedaan substansi yang sangat-sangat besar kan di situ.

Nah, ini saya kira kita harus pahami bersama. Saya kira memang Pasal 30 ini tidak perlu ada kalau toh kita bicara ke situ. Lebih baik kita naik ke atas lebih jelas daripada kita masuk dalam Bab II Macam dan Harga karena ini menjadi perdebatan terus ini karena ketidaksinkronisasi ini tidak pas ini kalau ada di sini.

Saya kira itu Ketua.

42

KETUA RAPAT: Sebentar Pak Nusron, Pak Andi Rachmat dulu. ANDI RACHMAT / F-PD: Tadi ada usulnya Ibu Vera yang sedeng menelpon. Itu mengundang, meminta pemerintah

agar melibatkan unsur Bank Indonesia di dalam pembahasan ini, bukan nanti pada pembahasan khusus pada rapat khusus Panja ini dengan Bank Indonesia, tidak begitu maksudnya. Jadi saya setuju itu kalau di dalam rapat-rapat Panja ini salah satu tim dari pihak pemerintah ada satu orang mewakili Bank Indonesia yang sewaktu-waktu dapat kita mintai penjelasan kalau itu teknis. Saya setuju kalau dilibatkan nanti mungkin mulai kapan atau besok itu diundang dari usul Bank Indonesia.

Terima kasih Pimpinan. Ir. H. I. EMIR MOEIS, M.Sc. I F-PDI PERJUANGAN: Saya tambah dulu sedikit bahwa Bank Indonesia mau ada di sini bisa saja sebatas sebagai

narasumber karena apapun undang-undang antar pemerintah dan DPR RI, tapi kalau ada Bank Indonesia ada bagusnya.

KETUA RAPAT: Baik kita upayakan mulai besok. EDISON BETAUBUN, SH., MH. I F-PG:: Ketua, saya belum sependapat untuk Bank Indonesia dihadirkan di sini. Kalau kita mau

dengar Bank Indonesia nanti kita bikin forum tersendiri di mana Bank Indonesia menjadi narasumber, tidak boleh Bank Indonesia dilibatkan di sini. Sebab kalau Bank Indonesia dilibatkan di sini perdebatan tidak akan pernah berakhir walaupun posisinya sebagai narasumber. Kita sudah punya pengalaman dalam pembahasan undang-undang yang lain yang kalau melibatkan Bank Indonesia seperti itu ini akan kacau, pernbahasan tidak pernah selesai. Jadi saya tidak sependapat untuk Bank Indonesia hadir di sini kecuali kita undang secara khusus.

KETUA RAPAT: Saya sependapat dengan Pak Edison, jadi memang Bank Indonesia itu kita nanti mintakan

sebagai narasumber di forum-forum yang terpisah dari ini. Tapi saya ingin coba kembali lagi mundur mengenai ruang lingkup di sini ada di dalam naskah akademis, ini yang ditanyakan Pak Nusron tadi dalam satu naskah akademis begini bunyinya "istilah mata uang merupakan terjemahan dari currency yang berarti uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Mata uang terdiri dari 2 jenis yaitu uang logam dan uang kertas yang lebih dikenal dengan uang kartal". Jadi memang ini spesifik kita undang-undang ini berbicara tentang uang kartal.

NUSRON WAHID / F-PG: Oleh karena itu begini Ketua, kalau sudah begitu tinggal turunan dari naskah akademis itu

bagaimana masuk dalam pemahaman norma di dalam undang-undang, sehingga saya usul nantl kita

43

putuskan waktu kita menyisir pasal demi pasal itu dimasukkan di dalam ketentuan umum. Selesai kalau itu sudah.

KETUA RAPAT: Sepakat. Jadi kita nanti di dalam Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi untuk menambahkan

satu definisi mengenai hal ini. Jadi kita sepakati dulu yang 30 ini untuk kita sama-sama serahkan ke Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi untuk menyelesaikan mengenai Pasal 30. Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU) Kita masuk ke DIM no. 32. DIM no. 32 itu usulan DPR RI "Uang rupiah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) disingkat Rp". Usulan perubahan "Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimbolkan dengan Rp". Ini coba pemerintah jelaskan kenapa ada istilah disimbolkan ini. Singkat saja lebih enak sebenarnya.

AHLI BAHASA PEMERINTAH: Rupiah itu memang biasanya simbol memang, bukan lambang tapi simbol. Dolar ditulis

dengan $ seperti itu juga simbol bukan lambang, bukan singkatan. Tapi lyra £ itu simbol bukan lambang, jadi bukan singkatan.

Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. / F-PG: Pertanyaan boleh. Apakah Rp itu pakai titik atau tidak pakai titik. AHLI BAHASA PEMERINTAH: Tidak memakai titik pak, tapi karena ini di akhir k,alimat ya ada titiknya. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. / F-PG: Supaya tidak menimbulkan salah tafsir saya kira perlu ada penjelasan itu. Jadi di dalam penjelasannya tidak pakai titik. Supaya nanti dalam penulisannya itu Rp langsung ke angka

bukan titik dulu baru angka begitu. AHLI BAHASA PEMERINTAH: Di Ejaan yang Disempurnakan sudah ada Bapak. Jadi rupiah itu memang tidak menjadi titik. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. / F-PG: Itu kan tidak undang-undang pak. Ini kita mau jadikan undang-undang. AHLI BAHASA PEMERINTAH: Iya, tapi itu pedoman. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. F-PG: Itu bukan undang-undang, itu tidak berlaku bahasa rutinnya di undang-undang harus

dilakukan gitu. KETUA RAPAT: Jadi maksud Pak Heri perlu ditambah (tidak pakai titik) begitu. Bagaimana, di penjelasan saja

ya.

44

NUSRON WAHID / F-PG: Saya mau tanya, ini ilmu ini. Biasanya kalau simbol itu kan dengan notasi pak iya kan. Dollar

itu pakai kalimat simbol karena memang kan dia itu tidak singkatan, tidak DL kan. Itu kan ada begini terus begini gitu kan. Lah ini kalau rupiah kan cuma kebetulan rupiah terus Rp kan kayak singkatan begitu kesannya. Kalau begitu kenapa pak tidak ada kalau memang itu diskarima, disimbolkannya itu dengan simbol selain rupiah yang lebih menggigit, yang sama-sama notasi gitu Iho pak.

KETUA RAPAT: Coba jangan merubah. NUSRON WAHID / F-PG: Karena kalau memang Rp itu orang asosiasinya itu memang singkatan. Kalau memang itu

dikatakan simbol itu harus notasi bentuknya kalau simbol itu. Delta, alfa atau apa kan gitu. KETUA RAPAT: Oke, baik ya untuk Pasal 32 ini kita setuju untuk dengan kalimat disimbolkan. ANDI RACHMAT I F-PD: Pimpinan. Sebelum disimbolkan tidak ada rnasalah bagi saya. Saya punya usul agar huruf P itu

disamakan capital dengan P,R, itu biar memudahkan dan ini sekaligus diseragamkan. Itu huruf p - RP, kan ini simbol pak bukan singkatan. Ini simbol saja. Jadi RP ini R-nya huruf capital, P-nya juga capital.

Ir. SADAR SUBAGYO I F-P. GERINDRA: Pak, maaf. Sebetulnya ini kan kita mengadop sebuah kebiasaan dan base practice yang

sudah ada. Yang sudah ada itu ya R-nya besar Kalau kita mau rubah seperti R-nya besar P-nya besar, nanti di dalam sistem penulisan sosialisasi itu luar biasa pak. Jadi marilah kita mengadop kepada base practice yang selama ini sudah ada.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Tidak, Pak Andi itu cuma mencoba mengusulkan boleh. Jadi kalau rasanya sih tetap rupiah.

Saya ketok lagi ini untuk DIM 32. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA./ F-PG: Penjelasannya mungkin perlu dipertegas saja. Jadi saya kira itu supaya tidak menimbulkan

tafsir. Titik tadi itu saya kira perlu ada penjelasan. Itu di perumusan saja dijelaskan dan yang kemudian soal dikenal itu, apakah kita juga menetapkan IDR itu menjadi simbol bukan sekedar dikenal tapi juga dapat menjadi simbol khususnya untuk perdagangan internasional begitu. Jadi kata dikenalnya itu dicoret barangkali kalau kita mau juga menetapkan internasional simbolnya itu IDR misalnya.

KETUA RAPAT: Ya, dianggap baku juga ya. Ir. SADAR SUBAGYO I F-P. GERINDRA:

45

Saya usul Ketua. IDR ini bukan simbol seperti US$ yang kayak gini kita juga suka menulis dengan USD, jadi

USD itu adalah singkatan. IDR pun juga mestinya singkatan, bukan merupakan sebuah sirnbol. KETUA RAPAT: Kalau $ itu baru simbol. Oke. Oke, saya sudah ketok masa main di, 32. DIM 33 tetap. Masuk ke DIM no. 34 Pasal 3 ayat (1)

di sini harga uang harga uang rupiah merupakan, uang dihapus, saya rasa ini sudah kita setujui. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. / F-PG: Tunggu Pak Ketua. Pak Sadar ini yang kita tetapkan apa singkatan atau sirnbol untuk IDR. KETUA RAPAT: IDR itu singkatan. Indonesian Rupiah. Jadi di dalam penjelasannya selain simbol rupiah, dikenal juga simbol IDR. Sementara IDR itu

adalah singkatan bukan simbol di dalam penjelasan. Ini yang. EDISON BETAUBUN, SH., MH. I F-PG: Kalau begitu anggap saja yang usulan DPR RI salah ketik. KETUA RAPAT: Oke, dari pemerintah coba silakan. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Saya kira kalau kita lihat DPR RI itu kan singkatan, kemudian diusulakan singkatan Rp.

Pemerintah tadi simbol Rp yang sudah disepakati gitu pak ya. Kemudian yang untuk IDR di DPR-nya simbol, kemudian pemerintah juga pakai simbol gitu. Sudah ketemu sebetulnya.

Ir. SADAR SUBAGYO I F-P. GERINDRA: Di dalam kita merumuskan ini, ini kan kita tidak sendirian. Kita mengambil practice-practice

yang sudah ada dan kita coba mengadopsi sesuai dengan perilaku yang sudah ada selama ini. Jadi kalau USD itu adalah singkatan dari US $, IDR singkatan Indonesian Rupiah, sehingga dengan demikian nanti di kalangan bisnis kita itu tidak bingung mana yang singkatan mana yang simbol. Kalau semuanya menjadi simbol kacau, simbol itu cuma satu pak.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Pak 0lly silakan. OLLY DONDOKAMBEY, SE. I F-PDI PERJUANGAN: Saya kira Pak Heri membuat undang-undang ini bukan karena kesepakatan ini, kita juga

lazimnya yang berlaku seperti apa. Jangan cuma karena sudah sepakat kita sama. Tidak boleh begitu lah kita. Jadi kira-kia apa usulan Pak Sadar tadi dan Pak Edison itu. Jelas memang kalau Rp kita bisa simbol tapi kalau IDR ini tidak bisa kita ikut-ikuti juga. Jadi saya kira jangan kita karena harus sepakat, kita inilah kira-kira harus kita lihat seperti itu kita membuat saki.

46

Ir. H. I. EMIR MOEIS, M.Sc. / F-PDI PERJUANGAN: Saya tambahkan supaya memperkuat Pak Sadar, Pak Edison dan Pak 01ly. Biasa IDR itu

dipakai secara internasional kan, bahasa Inggris indonesian, bukan Bahasa Indonesia. Itu satu. Kedua, biasanya dipakai lebih di money changer atau di perdagangan internasional. Jadi saya juga cenderung ini singkatan sebetulnya, dia tidak ada kaitan sama Indonesia. Itu juga bukan Indonesia Rupiah, Indonesian Rupiah sebetulnya.

KETUA RAPAT: Ya, sebenarnya di sini kalimat panjangnya di dalam penjelasan "Selain simbol Rp, dikenal

juga simbol IDR yang merupakan singkatan Indonesian Rupiah". Jadi begini, mungkin simboinya dihilangkan bagaimana "Selain simbol Rp, dikenal juga IDR yang merupakan singkatan dari Indonesian Rupiah". Setuju ya?

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, SE., MM./ F-PDI PERJUANGAN: Jadi kalau sudah undang-undang itu nanti kalau ada perdebatan di belakang hari

mengacunya kepada undang-undang. Padahal kita Pemerintah Republik Indonesia itu tidak pernah menggunakan singkatan IDR, RI pak yang benar itu Republik Indonesia. Jadi kalau kita merubah apa jadi tiba-tiba IDR bagaimana. Ini undang-undang ini pak. Saya kurang setuju pak.

KETUA RAPAT: Ini maksudnya Indonesian Rupiah pak. Yang ini tidak perlu ahli bahasa saya rasa pemerintah

lagi jelaskan kepada kita ini. Maksud saya k.ata-kata simbol ini ya. Drs. KAMARUDDIN SJAM, MM. I F-PG: Sebelum ke pemerintah mungkin saya mau tanya. Sekarang apa benar perbahasaannya

seperti di sini dikenal juga simbol IDR yang merupakan singkatan dari Indonesian, apa singkatan atau kepanjangan dari Indonesian Rupiah, apa kependekan atau bagaimana.

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Saya sendiri juga bingung pak karena bukan ahli bahasa pak, mana yang mau dipakai. Ini

mungkin ada ahli bahasa untuk memberikan pandangan. Silakan pak. MUSTOFA ASSEGAF, M.Si. / F-PPP: Kalau menurut saya tadi Pak Komarudin Sjam benar juga tapi pak kalau kita lakukan, IDR-nya

kita rubah sosialisasi kita bukan di Indonesia saja, kita seluruh dunia. Sebenarnya ya untung buat kita, kita keliling dunia sosialisasi bahwa IDR itu sekarang tidak dipakai lagi.

Drs. KAMARUDDIN SJAM, MM. I F-PG: Maaf pak, boleh saya jawab. Saya sama sekali tidak menyarankan merubah IDR. Saya hanya mengatakan bahwa IDR itu

jangan dikatakan singkatan, katakan itu simbol saja. Itu masalahnya, bukan saya minta IDR itu dirubah, tidak. Cuma itu bukan singkatan yang resmi kita buat, itu adalah simbol berlaku secara internasional.

47

KETUA RAPAT: Selamat datang Pak Sekjen ya. Pak Sekjen ini juga ulang tahun hari ini. Saya skors dulu 3

menit. RAPAT DISKORS

Pak Mulia. Kita sudah mulai dari jam 20.00 tadi. Akan berakhir sampai selesai, lelah. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. / F-PG: Ketua. Saya usul begini supaya tidak menimbulkan tafsir nanti Rp dengan IDR itu sama, maka di

penjelasannya saja pembahasannya dibuat bahwa IDR itu bukan simbol mata uang kita tapi dia digunakan karena sudah menjadi tradisi perdagangan internasional. Penjelasannya begitu saja. Sehingga tidak orang memperkirakan kalau gitu Rp dan IDR itu setingkat dia punya kekuatan hukumnya begitu. Saya kira perlu ada penjelasan di situ.

KETUA RAPAT: Tadi Ahli Bahasa belum memberikan. AHLI BAHASA PEMERINTAH: Baik, pendapat yang elok ketika mengakhiri perdebatan antara rupiah dan IDR. Ada beberapa

hal yang sebenarnya perlu kita ketahui bahwa simbol itu biasanya diketahui secara umum. Dengan mudah orang mengetahui bahwa itu suatu simbol. Dan sirnbol itu ada yang dari singkatan seperti logaritma disingkat log, log orang sudah tahu bahwa itu simbol yang berasal dari singkatan. Centimeter cm, cm itu singkatan, itu kemudian menjadi simbol. Banyak contoh-contoh semacam itu Bapak. Banyak valasi yang urusannya dengan fisika atau kimia itu. Itu sebenarnya banyak simbol yang biasanya berasal dari singkatan. Gitu Bapak.

KETUA RAPAT: Memang banyak pak memang jadi singkatan kayak IVIPN itu ada juga singkatan. Jadi Mulia

P. Nasution jadi MPN, tapi itu bukan simbol, itu singkatan pak ya. Baik, saya coba bacakan lagi ini agar setuju dalam penjelasan. "Selain simbol Rp dikenal juga

IDR yang merupakan singkatan dari Indonesian Rupiah, biasanya digunakan dalam perdagangan internasional". Saya rasa sudah bagus ini perdagangan internasional. Saya ketok lagi ini.

(RAPAT : SETUJU) DIM 34 "Harga uang rupiah merupakan nilai nominal yang tercantum pada setiap pecahan

uang rupiah". Usulan, oke ini cuma uang yang di-close baik. DIM no. 35 tetap. DIM no. 36 "Pecahan uang rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bank

Indonesia", di sini "bersama dengan pemerintah", ada tambahan frase, Cocok ini ya. Oke, coba dari Saudara Nusron Wahid dulu.

48

NUSRON WAHID / F-PG: Ini saya mau tanya pemerintah ini kan motivasinya apa dalam rangka untuk meminta

penetapan pecahan itu, motivasinya apa. KETUA RAPAT: Baik, Pak Agung Rai. Oke, pemerintah untuk menjelaskan mengenai DIM no. 36 ini. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Baik, bapak/ibu sekalian. Saya mencoba memberikan kalau istilah Ustadz Nusron Hasbabul Nuzul mungkin pak ya.

Bahwa penambahan kata bersama dengan pemerintah di dalam penetapan pecahan rupiah ini karena merupakan bagian dari perencanaan. Nah, bagian perencanaan ini pemerintah mengusulkan bersama-sama dengan pemerintah gitu. Dengan demikian konsisten dengan usulan dan ini kalau kita melihat lagi background-nya adalah bagaimana pemerintah menginginkan ada check and balance di dalam pengelolaan uang ini oleh Bank Indonesia. Dan kalau menarik kesimpulan atau pandangan umum beberapa hari yang lalu memang ada yang setuju dengan prinsip check and balance, namun juga ada yang perlu didiskusikan lagi.

Secara umum bahwa pemerintah ikut di dalam proses pengelolaan uang yang terdiri dari beberapa segmentasi yaitu perencanaan di mana pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia adalah antara perencanaan dan pemusnahan, jadi dua segmen itu. Sedangkan segmen lainnya yaitu pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan, dan penarikan pemerintah kita ikut. Karena memang itu kalau menurut pandangan pemerintah, itu merupakan bagian dari kebijakan moneter. Jadi segmen-segmen atau tahapan yang di mana pemerintah ikut serta sama-sama dengan Bank Indonesia, kalau istilah pemerintah itu bersama-sama itu bukan merupakan kebijakan moneter, bukan merupakan bagian dari kebijakan moneter. Dengan demikian di sini menurut pandangan pemerintah tidak ada intervensi terhadap independensi Bank Indonesia karena yang tidak boleh ikut campur adalah masalah pengelolaan moneter, sisi pengelolaan monetemya. Jadi itu kira-kira penjelasan dari kami Bapak.

KETUA RAPAT: Silakan Pak Wayan. I WAYAN GUNASTRA / F-PD: Pemerintah, pak. Dari tadi kan memang banyak kita pending pak, yang terkait dengan koordinasi dengan

pemerintah. Saya khawatir kalau koordinasi ini terlalu banyak koordinasi kayak begitu nanti malah terjadi keterlambatanketerlambatan yang harusny tidak terjadi. Karena ini ada dua institusi yang sama-sama sederajat Bank Indonesia dan pemerintah, nanti koordinasinya bisa tidak lancar gitu pak. Saya ingin menanyakan itu, apakah tidak ada kekhawatiran pemerintah soal itu.

Terima kasih,

49

Ir. SADAR SUBAGYO / F-P. GERINDRA: Saya mau tanya mendahului Pak Nusron ke pemerintah, selama ini uang itu kan pecahannya

ditetapkan oleh Bank Indonesia atau bank sentral. Apakah dengan praktek yang dijalankan selama ini ada masalah atau tidak. Kalau ada masalah, masalahnya di mana sehingga kok muncul di sini bersama dengan pemerintah. Kalau di-share dengan pemerintah apa keuntungannya. Jadi tidak hanya sekedar mencaturrikan, tapi saya mau minta analisa mengapa, apakah praktek selama ini ada yang salah, ada yang kurang sehingga pemerintah menganggap perlu adanya check and balance dan masuk atau Bapak hanya sekedar iseng ikut ah. Kalau tidak ada alasan dan tidak ada analisa, saya pikir ini hanya sekedar iseng saja ikut ah.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Pak Nusron, silakan. NUSRON WAHID / F-PG: Terima kasih Pak Ketua. Ini sudah masuk substansi dengan mendengarkan dokumentasi dari Pak Hery Purnomo tadi

bahwa penetapan pecahan ini tidak terpisahkan dari perencanaan uang, kan gitu. Nah, di dalam DIM pemerintah pengantar pemerintah yang disampaikan oleh Menteri yang 6 halaman atau 8 halaman itu, di situ tertulis bahwa kalimat ruang lingkup perencanaan di situ adalah termasuk menentukan jumlah uang yang beredar. Itu coin baca lagi di situ di dalam DIM pemerintah itu karena ini nanti akan mutandis-mutandis dengan pasalpasal setelah ini. Nah, saya masih mempunyai pendapat bahwa rezim moneter itu mulai dari perencanaan sampai pemusnahan itu tidak terpisahkan dari rezim moneter. Karena kita berangkat bahwa rezim moneter ini mulai dari perencanaan, maka ini adalah ansih miliknya Bank Indonesia atau bank sentral kalau kita mau konsisten ingin memurnikan kebijakan moneter karena semangat kita di dalam undang-undang yang lain seperti Undang-undang OJK kan ingin memurnikan supaya bank sentral itu hanya focus pada moneter.

Sehingga kalau ini dikatakan tidak belajar dari rezim moneter, ikut perencanaan itu, ini debatable, ini perlu diskusi Panja. Apakah yang disebut dengan rezim moneter hanya bagian dari peredaran uang, open market operation itu ikut terlibat mengendalikan fluktuasi uang itu atau dan sebagainya itu, kestabilan dan sebagainya itu, atau juga perencanaan dari awal sampai pada ujungnya. Kami mempunyai pendapat bahwa perencanaan sampai pemusnahan itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari rezim moneter karena ada namanya adalah money multiplayer atau efek uang itu sehingga ini tetap menjadi wilayahnya bank sentral dan wilayah ini supaya pemerintah juga fokus pada ranah fiscal dan pertumbuhan ekonomi sebagaimana tujuan pemerintah. Gitu Pak Ketua.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Pak Memed silakan.

50

Ir. MEMED SOSIAWAN / F-PKS: Terima kasih Pimpinan. Jadi kalau yang dijadikan latar belakang pemerintah adalah Pasal 12 Perencanaan dan

penentuan rupiah yang beredar di Bank Indonesia, sebenarnya belum bisa menguatkan usulan bahwa pecahan rupiah itu juga harus ditetapkan bersama masyarakat. Karena pecahan itu teknis, artinya dia bukan bagian dari perencanaan jumlah pecahan itu. Pecahan itu bagian dari pencetakan. Yang penting jumlahnya berapa koridornya itu, volumenya uang itu berapa volumenya. Di dalam perencanaan itu volumenya dan jumlah yang beredar. Bahwa di dalam volume itu pecahannya ada 100,000, ada 50.000, ada 1000, ada 2000, ada 500, logamnya 1000 dan 500, mungkin ada sennya, itu sudah merupakan implementasi dari ketetapan bersama misalnya nanti kalau kita setuju Pasal 12 nanti kalau perencanaannya jumlahnya yang akan dijadikan patokan itu sekian gitu ya. Tapi kalau sudah pecahan, itu sudah lebih teknis karena dia dari jumlah yang sudah disepakati antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam merencanakan jumlah rupiah yang beredar diterjemahkan menjadi pecahan apa saja, itu sudah teknis itu pak. Karena di dalam pencetakan itu memang Bank Indonesia yang menjadi leader.

Demikian Pimpinan. KETUA RAPAT: Sebentar. Pak Emir mendaftar setelah itu Pak Heri Azhar. Ir. H. I. EMIR MOEIS, M.Sc. I F-PDI PERJUANGAN: Saya kira kita mesti kembali juga ke Undang-undang Bank Indonesia. Bank Indonesia itu

independen, jadi saya membenarkan kalau dia independen dia bertanggung jawab tunggal, ada apa-apa dia yang bertanggung jawab penuh, Sebagaimana sewaktu kita krismon 1998-1997, itu juga Bank Indonesia yang dipersalahkan, ya memang dia yang salah dan dia yang tanggung jawab. Saya membenarkan juga, mendukung juga pendapat Pak Nusron tadi bahwa perencanaan sampai pemusnahan itu memang masuk dalam wilayah moneter dan kasih dia tanggung Jawab penuh sale lah toh habls Ini dla tldak ngerjaln lagl masa pengawasan perbankan dan sebagainya. Sudah hilang, kita hilangin lagi ini nanti apa kerjanya gedungnya begitu besar, begitu megah kerjanya cuma dealer-nya saja main-mainan uang cadangan dan uang GWM. Saya kira itu. Terima kasih pak.

KETUA RAPAT: OJK sudah kelihatan ini kayaknya pak. Silakan Pak Heri Azhar. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. / F-PG: Saya coba melihat sejarah dulu. Pak Ketua. Sebelum Undang-undang Bank Indonesia 23 tahun 1999 itu Bank Indonesia kebijakannya

bergantung pada Dewan Moneter, di situ ada unsur pemerintah. Ketuanya adalah Menteri Keuangan, anggotanya Gubernur Bank Indonesia dan anggota satu lagi Menteri Perekonomian. Setelah Undangundang 23 tahun 1999, itu yang dikatakan oleh Saudara Nusron tadi itu yang pure monetary policy ada di Bank Indonesia karena di Undang-undang 23 / 1999 itu Pasal 7 itu cuma 1 ayat yaitu

51

tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tetapi di Undang-undang No. 3 Tahun 2004 kita berubah pikiran, ada tambahan satu pasal. Nah, ini kalau saya jelasakan, pemerintah pasti senang dengan pernyataan saya ini. 7 Pasal 2 saya bacakan "Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan ini dia yang paling penting saya kira pikiran ini yang mendorninasi usulan Bank Indonesia, dan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian".

Artinya apa, artinya Undang-undang Bank Indonesia tidak pure lagi seluruh kebijakan terkait dengan moneter itu hanya Bank Indonesia harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah. Pertanyaan saya apakah tadi bicara tentang pecahan itu. Pecahan ini bisa mempengaruhi misalnya pecahan 100.000, kenapa kita tidak mempunyai pecahan 500.000 karena mungkin segmen 500.000 itu kecil. Tapi segmen 50.000 itu lebih besar, segmen 10.000 lebih besar lagi, segmen 5000 itu kelompok-kelompok pedagang-pedagang kecil, 1000 tukang parkir dan sebagainya itu.

Nah, berapa itu. Apakah ini mempengaruhi inflasi. Kalau ini mempengaruhi inflasi tetap saja dia merefer ke Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Bank Indonesia dan 7 ayat (2). Kalau kita mau bicara substansi maka ini harus kita bongkar karena konsekuensinya adalah kalau kita setujui ini pure monetary policy milik Bank Indonesia maka Undang-undang Bank Indonesia kita kembalikan model tahun 1999. Berarti Undangundang Bank Indonesia ini pun harus kita cabut, jadi nanti di Pasal yang tadi Pak Hery sebutkan itu dicabut tambah lagi Pasal 7. Saya tidak melihat di Pasal 7 di halaman tadi pasal yang tentang transisi tadi.

Jadi Ketua, saran saya kalau kita mau bongkar sekarang kita bicara sampai saur. Kalau tidak, kita pending.

KETUA RAPAT: Ya, tapi saya harus kasih kesempatan kepada Pak Agung Rai Silakan pak. I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, SE., MM. I F-PDI PERJUANGAN: Terima kasih Ketua. Sebenarnya kita saya mengingatkan saja kembali ada pasal di dalam ketentuan umum yang

kita pending tadi terkait dengan pemerintah, di mana kalau kita lihat kembali ini kan seperti apa yang disampaikan rekan-rekan terdahulu adalah mulai masuknya pemerintah dan sehingga independensi yang diberikan di dalam UUD 1945 tentang bank sentral itu akan menjadi tidak berlaku. Maka dari itu, kalau kita melihat kembali kepada apa yang terdahulu saya bersama Prof. Cecep, di sinilah menjadi letak krusial dimulai ini, letak krusial sudah mulai masuk kita dalam substansi ini. Maka dari itu kalau bisa kita pending ini, cari pasalpasal lain yang tidak krusial.

Terima kasih Ketua. KETUA RAPAT: Kita memang harus pending atau bagaimana atau kita perlu study banding ke kutub utara,

kutub selatan gitu, kita ingin tahu di sana kejadian uang itu seperti apa. Jadi, oke Pak Edison.

52

EDISON BETAUBUN, SH., MH. / F-PG: Terima kasih Ketua. Saya kira apapun argumentasi, apapun kewenangan, semua kewenangan yang mau

diberikan kepada institusi manapun dia tidak melanggar jika itu dirumuskan dalam undang-undang. Jadi kalau kita nanti rumuskan pemerintah terlibat, juga tidak melanggar hukum karena kita merumuskan itu dalam undang-undang. Oleh karena itu menurut hemat saya, mungkin ada substansi-substansi tertentu yang memang harus melibatkan pemerintah. Karena dalam ketentuan umum tadi tentang mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari situ saja harus ada substansi dalam RUU ini yang melibatkan pemerintah. Nah, yang tadi dibilang oleh Pak Heri Undang-undang sebelumnya lain, Undang-undang Bank Indonesia yang baru pun dia lain tapi masih sebetulnya melibatkan pemerintah cuma tidak disebutkan secara tegas tentang substansi mana yang pemerintah harus terlibat.

Jadi menurut saya juga tidak harus itu harus menjadi monopoli Bank Indonesia sepanjang ada yang pemerintah harus masuk, masuk sepanjang itu bagi kepentingan nasional. Jadi menurut saya kita harus juga mempertimbangkan keterlibatan pemerintah. Tinggal kita cari apa argumentasi yang paling bisa dipertanggungjawabkan, pada substansi mans. Tapi kalau pemerintah harus keluar semuanya itu bicarakan kepada Bank Indonesia. Saya juga tidak sependapat.

Terima kasih Ketua, KETUA RAPAT: Baik, cukup ya saya rasa. Saya coba merefer dari Pak Sadar itu menanyakan tentang apa untung ruginya dan selama

ini kendala apa yang terjadi karena selama ini memang sudah diputuskan dengan Bank Indonesia dari Pak Nusron itu bahwa pecahan merupakan masih dalam koridor pengendalian moneter menjadi wilayah Bank Indonesia. Dari Pak Memed tentang volumenya, terus dari Pak Emir juga mengenai independensi Bank Indonesia termasuk dari Pak Heri Azhar mengenai undang-undang di Pasal 7 di mana harus mempertimbangkan policy pemerintah, sama dengan apa yang disampaikan Pak Edison.

Silakan pemerintah memberikan tanggapan sebelum kita ambil satu keputusan. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Mungkin saya mohon dibantu oleh Pak Mutia Nasution. SEKJEN DEPKEU (MULIA NASUTION): Bapak-bapak dan ibu anggota Panja yang terhormat. Sebagaimana kita telah sepakati di DPR RI, DIM 11 dan juga DIM 12 bahwa rupiah adalah

alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tentunya untuk melaksanakan hal ini tidak mungkin hanya dilakukan oleh Bank Indonesia sendiri karena Bank Indonesia tidak mempunyai perangkat hukum yang dapat menjamin terlaksananya rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Nah, oleh karena itu diperlukan keterlibatan pemerintah di dalam proses mulai dari perencanaan sampai pemusnahan rupiah tersebut karena pemerintah lah dalam hal ini sebagai badan

53

hukum yang mewakili Negara untuk dapat menegakkan hukum di Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, keterlibatan pemerintah mulai dari perencanaan termasuk juga di dalam menetapkan denominasi ataupun pecahan dari rupiah bersama-sama dengan Bank Indonesia adalah merupakan konsekuensi untuk menjamin bahwa rupiah tersebut dapat dapat terwujud sebagai alat pembayaran yang sah di Negara Republik Indonesia.

Mungkin itu pak sebagai alasan yang sangat mendasar filosofis, sementara keterlibatan pemerintah tersebut tidak akan mempengaruhi kebijakan moneter yang memang sebelumnya berada pada Bank Indonesia sebagai institusi yang independen di dalam pengelolaan moneter di Negara kita Demikian.

Ir. MEMED SOSIAWAN / F-PKS: Interupsi Pimpinan. Kalau usulan pemerintah pak, sebenarnya bukan sejak dari perencanaan sampai

pemusnahan, tapi perencanaan dan pemusnahan. Tepatnya begitu kalau kita baca usulan pemerintah. Jadi kalau pencetakan, pengedaran, apa itu semua Bank Indonesia yang saya tahu. Terima kasih. Mengingatkan.

KETUA RAPAT: Silakan Pak Nusron. NUSRON WAHID 1 F-PG: Ketua, saya mau mengusulkan soal metode pembahasan khusus masalah ini Pak Ketua,

karena ini semua mutatis, mutandis dengan pasal-pasal setelah ini. Kalau filosofi ini tuntas, pasal-pasal setelahnya tuntas karena ini hanya masalah kewenangan ini. Bicara masalah ini tentang keterlibatan pemerintah. Kita mencoba untuk mendudukkan persoalan ini bukan masalah Undang-undang Bank Indonesia. Saya tidak melihat ini dengan Undang-undang Bank Indonesia yang ada tapi saya ingin mencoba melihat tentang konsekuensi dan tentang komitmen kita menempatkan domain Negara dalam ekonomi. Pemerintah ini wilayahnya apa, bank sentral ini wilayahnya apa, kemudian nanti kalau ada OJK ini wilayahnya apa. lni kan yang paling penting. Jadi jangan sampai kemudian kita tumpang-tindih.

Fungsi Negara dalam ekonorrii kan ada 3; pertama adalah stabilitasi yaitu moneter rezimnya bank sentral, kedua adalah disiribusi dan economic growth rezimnya adalah fiskal yaitu pemerintah, ketiga adalah pengawasan nanti rezimnya adalah OJK. lni rezimnya itu, itu kan 3 pilar ekonomi. Pada jaman orde lama dan orde baru yang kemudian gagal collapse pada tahun 1997-1998 itu 3 fungsi ini kan dirangkap oleh pemerintah. Moneter ya di pemerintah, fiskal ya di pemerintah, pengawasan ada di pemerintah. Kemudian ada reformasi. Dalam reformasi itulah kita ingin memilah. Memilahnya adalah fiskal wilayah pemerintah, moneter wilayah bank sentral, pengawasan waktu itu gagasannya Pak Emir Moeis di LPJK itu yang kemudian sampai kini masih mengganjal. Baru kali ini mungkin ada reformasi jilid kedua ini mau dipisah antara stabilisasi dan pengawasan.

54

Nah, kalau kita ingin menempatkan bahwa kita menempatkan, ini kita berdiskusi adalah ingin menempatkan bahwa tidak peduli mau ini fiskal maupun moneter, sepanjang itu untuk kepentingan nasional pemerintah ini dan sebagainya, ya memang tidak bisa Negara. Saya terganggu dengan penjelasan Pak Mulia Nasution bahwa subyek hukum Negara itu pemerintah. UUD mengatakan Pasal 23 itu semua yang disebut di sini itu subyek hukum. Bank sentral itu subyek hukum dalam rezimnya masing-masing. Subyek hukum itu tidak hanya pemerintah, DPR RI juga subyek hukum. Nah, dalam konteks masalah uang ini karena kami melihat masalah urusan peruangan adalah tidak terpisahkan dari moneter dan moneter adalah rezimnya bank sentral dan bank sentral dan itu dituangkan, ditulis dalam Pasal 23 d ini maka bank sentral adalah rezim hukum atau subyek hukum.

Ini tidak main-main kecuali kalau kita ingin menggabung lagi, menggabungkan dimensi moneter dan fiskal jadi satu seperti pada masa dulu. Kalau itu saya tentang. Apa artinya kita reformasi dulunya, melakukan akumulasi kekuasaan pada satu titik. lni tidak sederhana. Pengertian perencanaan maupun pecahan meskipun sedikit, dimensi pemerintah ini, itu tidak sederhana. Ada dalam ekonomi mungkin Pak Heri ini nambah, adanya money multiplayer ataupun efek uang atau filosofi uang itu yang tidak bisa diukur. Yang itu yang mengukur adalah bank sentral, domainnya adalah domain masalah moneter, tidak domain masalah pertumbuhan. Kan gitu kalau menurut apa namanya itu, karena kalau saya lihat dari penjelasan pemerintah di sini jelas ruang lingkup perencanaan yang diinginkan adalah tahap perencanaan penentuan harga, macam dan kebutuhan jumlah rupiah yang beredar perencanaannya.

Saya mau tanya apakah ikut terlibat perencanaan kebutuhan jurrilah uang rupiah yang beredar, apakah itu tidak bagian dari M1 atau M2. Sementara rumus ekonorninya adalah M. / M = M. / P. Delta pertambahan uang itu akan sama dengan dengan delta pertambahan harga. Tidak ada variable delta pertambahan uang itu sama dengan pertumbuhan ekonomi, tidak ada. Detil irama itu, tolong nanti koreksi pak kalau kami salah. Saya pikir saya masih konservatif melihat supaya moneter kita tetap akan moneter, fiskal kita tetapkan pada fiskal. Itu Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT: Ya, Pak Habib. MUSTOFA ASSEGAF, M.Si. / F-PPP: Kalau saya mengutip kalimatnya Pak Sadar tadi base on practices saja. Kita sekarang tahu

dari hal yang sangat sepele saja sudah setuju bahwa pemerintah ikut terlibat. Contoh yang base on practices yang sangat mudah, yang simple. Dengan banyak beredarnya uang palsu yang ada, itu dapat membahayakan perekonomian kita karena ketidakpercayaan orang terhadap rupiah karena banyaknya uang palsu yang beredar itu, itu dapat menggoyang sendi-sendi perekonomian nasional. Itu satu yang sederhana, yang kedua dengan tidak terjadinya distribusi yang baik terhadap uang ini yang selama ini didistribusikan, dikuasai khusus oleh Bank Indonesia saja, di daerah-daerah perbatasan itu mereka cenderung tidak menggunakan rupiah. Di Bintan, mungkin di Kalbar, Kaltim dan lain sebagainya di banyak di tempat perbatasan itu karena tidak banyak di Papua sehubungan

55

ketika kita melakukan kunjungan-kunjungan kerja, banyak yang mengeluh dengan ketidaksediaan uang rupiah, makanya mereka bertransaksi dengan menggunakan valuta asing.

Saya kira ini sudah membahayakan, ini bicaranya sudah tidak hanya keuangan moneter tapi keutuhan NKRI juga terbahayakan dengan situasi ini. Dengan dua alasan yang sangat sederhana dan sudah terjadi, sering terjadi dan lama terjadi, saya setuju wakil pemerintah terlibat dalam hal ini.

Demikian Pimpinan, Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, ini juga merupakan implementasi dari undang-undang di Pasal 7 ayat (2) di mana

pemerintah itu juga Bank Indonesia harus memperhatikan kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang perekonomian. Saya memang ada keterlibatan dari pemerintah ini cuma dibatasi. Nah, pembatasannya sampai dimana apakah kita diskusikan malam ini atau kita pose saja dulu, kita pending dulu biar kita bisa pergi ke tempat lain.

Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. / F-PG: Ini pertanyaan yang substansial saya kira. Ketika Dewan Moneter masih ada, ketika

pemerintah butuh uang dia cetak uang, Sekarang tidak bisa pemerintah ikut Bank Indonesia cetak uang. Kita tidak tahu apakah money supply itu karena pertambahan cetakan uang baru atau tadi uang palsu atau karena ada likuiditas tambahan di luar perekonomian kita yang masuk ke kita, itu. Jadi pertanyaan substantifnya adalah ini keterkaitannya kalau sudah masuk pada pencetakan uang baru, karena ini akan mempengaruhi inflasi, tadi kita kembali ke Pasal 7 ayat (2) tadi kalau itu artinya kita mau mengikutsertakan pemerintah, pemerintah kan nanti melapornya kepada DPR RI. Jadi DPR RI tidak usah terlibat, DPR RI cuma terirna laporan saja. Kalau DPR RI tidak setuju kita minta jangan ada cetak uang baru begitu.

Saya kira ini mungkin pemerintah tidak usah jawab sekarang karena ini kita akan pending, apakah pemerintah mempunyai sikap pencetakan yang menyebabkan tambahan money supply itu juga bagian yang dimana terkait dengan Pasal 7 ayat (2) IJndang-undang Bank Indonesia yang terakhir. Saya kira ini. Ini perlu jawaban yang cukup dalam perdebatan kita nanti.

KETUA RAPAT: Baik, nanti pemerintah mempersiapkan ada beberapa catatan kita untuk dilakukan diskusi

lebih detil mengenai Pasal mengenai DIM no, 36 ini. Saya pending dulu. OLLY DONDOKAMBEY, SE. I F-PDI PERJUANGAN: Pak Ketua, sebelum di-pending. Supaya kita menyelesaikan cepat undang-undang ini saya minta pak staf kita di belakang

tolong rumuskan semua DIM yang masuk di sini berkaitan dengan nafasnya pemerintah, supaya kita lihat semua ada berapa banyak DIM-nya ini. Yang berkaitan dengan ini banyak saya lihat di sini kan banyak masuk bersama faber sama pemerintah. Tolong itu disandingkan semua, dimunculin supaya kita tahu persis seperti apa ini cars-cara untuk menyelesaikan DIM ini lebih cepat. Jadi jangan cuma

56

satu, supays spa usul Pak Edison tadi, Pak Habib juga usul bahwa ada keterlibatan pemerintah atau dia tidak, ya kita lihat di situ. Mana DIM yang bisa keterlibatan, mana yang tidak. Misalnya seperti itu tapi semua DIM kita minta disusun supaya ketahuan kita baca satu-satu, Saya kira itu tambahannya.

Ir. H. I. EMIR MOEIS, M.Sc. I F-PDI PERJUANGAN: Saya sedikit saja. Saya kira ini ada baiknya sebelum kita masuk juga informal lah di luar ini, kita bicara juga pay.

Karena untuk menentukan jumlah uang dan sebagainya, itu kan ada instrumen-instrumennya. Saya kira pemerintah tidak punya instrumen itu. Nah, kita mau tahu kira-kira Bank Indonesia punya instrumennya apa, sebesar apa, se-complicated apa. Kalau sederhana-sederhana saja sih tidak masalah siapa yang ikut. Tapi saya kira ini cukup rumit di dalamnya ini, sejauh apa instrumen-instrumen yang ada.

Terima kasih. MUSTOFA ASSEGAF, M.Si. I F-PPP: Pimpinan, tambahan sedikit lagi menambahkan tadi Bapak Emir Moeis tadi. Usulan Ibu Vera

itu saya kira perlu dipertimbangkan. Artinya dalam pembahasan ini kita hadirkan 2-3 orang yang ahli dari Bank Indonesia sehingga ketika kita perlu informasi tambahan tentang satu dan lain hal, seketika itu juga kita bisa dapatkan informasi itu dari orang yang punya kompetensi.

KETUA RAPAT: Yang pasti nanti akan ada sesi khusus dengan Bank Indonesia sebelum kita lakukan

pembahasan ini dengan Pemerintah. Baik, DIM no. 36 ini kita tunda dan Pemerintah menyiapkan beberapa kajian dan alasan

tentang usulan pasal ini untuk dilakukan bersama dengan Pemerintah. Kita tunda ya. (RAPAT : SETUJU)

Baik, DIM 37 ini juga ada kalimat bersama dengan Pemerintah. Ir. SADAR SUBAGYO I F-P. GERINDRA: Interupsi Pimpinan. Kalau itu adalah pasal penentu. Jadi kalau itu kita tunda, maka rapat ini harus kita tunda

sampai mendapat jawabannya. Terima kasih. KETUA RAPAT: Saya mau bertanya dulu ini kita mau selesai jam berapa, biar enak. Sebentar, karena ada beberapa juga tidak. Ada beberapa yang memang tidak. Sebentar-

sebentar. Pimpinan. Ini sudah hampir pukul 24.00 malam. Kita masih ada hal-hal lain di luar keduniawian yang

harus kita laksanakan Pimpinan. Mohon juga diperhatikan. Terima kasih.

57

KETUA RAPAT: Kita paskan saja di jam 24.30 ya. NUSRON WAHID / F-PG: Pak Ketua. Maksud dan tujuan kita konsinyering di sini dari DPR RI ka sini itu hijrah ke sini itu maksudnya

dalam rangka supaya kita itu bisa rapat di luar batas kewajaran. Kalau kita masih rapat dalam batas kewajaran ya kembali saja ke DPR RI, tidak usah datang ke Hotel Arya Duta, di gedung DPR RI seperti biasa saja kan gitu. Memang tujuannya kita ingin cepat ini, di situ.

KETUA RAPAT: Sementara kita harus batasi di jam 24.30 WIB.

(RAPAT : SETUJU) Sudah saya ketok jam 24.30 itu moderat sekali saya. EDISON BETAUBUN, SH., MH. I F-PG: Pak Ketua, saya kira begini. Apa yang dibilang Pak Nusron betul tetapi kita tidak kerja untuk

bunuh diri karena kita besok juga ada rapat. Saya yang masuk akal saja yang dibilang. KETUA RAPAT: Ini tinggal 45 menit, kita jangan diskusi itu, 45 menit lagi tinggal waktu kita. MUSTOFA ASSEGAF, M.Si. I F-PPP: Bagi teman-teman yang berpuasa tentu ada ibadah-ibadah yang mungkin mau dilakukan.

Bagi kita yang berpuasa jangan dipaksakan. KETUA RAPAT: Saya nanti berjamaah dengan Habib ini. Saya berjemaah dengan beliau ini tahajud habis im

jam 01.00 ya. Pukul 24.30 sudah saya ketok. Baik, jam 24.00 WIB. Ini DIM no. 37 juga sama. Artinya ada kalimat dengan Pemerintah. DIM 37 kita postpone juga

mau tidak mau itu. Kita tunda DIM 36 tunda, DIM 37 tunda tapi judul bab yang berubah itu saya rasa ini Cuma penambahan sign dan penambahan rupiah, oke penghapusan uang. Saya kira ini setuju ya? DIM 38 ya?

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, SE., MM./ F-PDI PERJUANGAN: Sebentar Ketua. Ini kan Pemerintah mengusulkan ada ciri-ciri, desain, dan bahan rupiah. Tentunya Pemerintah

dulu memberikan penjelasan. Sedangkan di satu sisi yang dihilangkan adalah uang. Nah, tanda pengaman ini adalah penting karena ketika di uang kertas kita kan ada tanda pengaman.

KETUA RAPAT: Ini tidak sesuai dengan yang dihilangkan ini tanggapan Pemerintah, mestinya ada tanda

pengaman juga. Silakan dari Pemerintah untuk menjelaskan ini. DIM no. 38 Bab III.

58

DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Jadi sebetulnya tidak dihilangkan secara substansinya pak, di sini hanya dihilangkan judul

babnya saja oleh karena di dalam itu kita akan menguraikan tanda pengaman, itu di bagian atau merupakan bagian dari ciri khusus uang. Jadi kita nanti akan di dalam DIM Pemerintah itu menguraikan tentang ciri umum uang dan ciri khusus uang. Jadi ada di bagian itu pak.

KETUA RAPAT: Bagiamana dengan penjelasan Pemerintah. NUSRON WAHID / F-PG: Kenapa dihapus pak waktu di judulnya pak, pertimbangan efisiensi atau ada substansi lain

pak? DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Untuk tanda pengaman itu masuk dalam ciri-ciri rupiah pak, di dalam bagian ke satu ciri-ciri

pak. Jadi tanda pengaman itu merupakan ciri pak, bagian dari ciri sudah di-cover di situ. KETUA RAPAT: Bisa diterima ya? oke. Silakan pak. Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. 1 F-PG: Soal bahasa saja pak. lni ciri-ciri atau cukup ciri saja? KETUA RAPAT: Penting itu. Ragu-ragu sama ragu juga sama itu. Silakan. Mohon Ahli Bahasa. AHLI BAHASA PEMERINTAH: Sebaiknya kalau memang satu itu bisa banyak jadi tidak usah diulang. Jadi ciri itu bisa

menyatakan banyak dan perkembangan Bahasa Indonesia sekarang untuk menyatakan banyak itu tidak harus diulang. Saya cukup menyatakan Bapak/ibu yang saya hormati, itu tidak bapaknya 1, ibunya 1.

MUSTOFA ASSEGAF, M.Si. / F-PPP: Maaf Pak Ahli Bahasa. Itu ciri il.0 dalam Bahasa Jawa itu artinya cacat Iho, AHLI BAHASA PEMERINTAH: lni kan Bahasa Indonesia Bapak. KETUA RAPAT: lni bukan undang-undang untuk orang Jawa Habib ini. Jadi ciri, desain dan bahan rupiah. Gitu ya? Setuju, saya ketok lagi.

(RAPAT : SETUJU) DIM 39 tetap.

59

DIM 40 berubah. Nah, ini ada penambahan "Ciri rupiah terdiri dari ciri umum dan ciri khusus". Jadi bukan ciri-ciri umum dan ciri-ciri khusus. Ciri-ciri rupiah jadi ciri rupiah ya. setuju tidak ini? Setuju ya.

Pak, judulnya masih ciri-ciri kok. KETUA RAPAT: Sudah diketok dan diganti pak. lni mungkin bisa jadi pasal pembahasan terakhir di DIM no. 41 ini untuk malam ini maksud

saya. Ada penambahan Pemerintah dan Bank Indonesia. Baik, saya bacakan di usul perubahannya saja "Ciri umum rupiah kertas sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 ayat (1) paling sedikit memuat gambar lambang negara Garuda Pancasila, Kata Republik Indonesia". "c. seputar pecahan dalam angka dan huruf sebagai nllai notninalnya, ini masih sama di sini, tanda tangan Gubernur Bank Indonesia dan seorang anggota Gubemur dan, di Inl tanda tangan plhak Pemerintah dan Bank Indonesia. Ini yang berbeda di no. d. "Nomor seri pecahan yang diusulkan, perubahan sama nomor seri pecahan. Terus di perubahannya "Dengan rahmat Tuhan YME Negara Kesatuan Republik Indonesia mengeluarkan uang sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai dan sebagainya. Memang kalau kita saya lihat di mata uang negara-negara lain, tidak berusaha membandingkan, tapi ingin melihat juga di dollar rriisalnya di situ tertulis United State of America ya tidak ditulis bank sentralnya Amerika tapi.

Boleh teman-teman memberi tanggapan tentang hal ini ada penambahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara untuk Pemerintah dan Bank Indonesia itu kita akan masukkan sebagai sesuatu yang harus kita diskusikan lebih lanjut. Silakan kalau mau memberikan komentar.

I GUSTI AGUNG RAI WIRAJAYA, SE., MM. / F-PDI PERJUANGAN: Kalau di London itu Fund Manager Pak Ketua, bukan United Statenya. Kalau di London Fund

Managernya. Kalau menterinya iya. NUSRON WAHID / F-PG: Pak Ketua, pertama begini Pak Ketua. Saya usul 1 poin, mungkin ini karena meskipun

undang-undang inisiatif dari DPR RI, kami usul satu poin yang salah satu menjadi ciri umum kita uang kita itu ada lambang pahlawannya supaya untuk mengenang kita sama pahiawan. Itu ciri umum atau ciri khusus masuk sudah. Oh ada sudah.

KETUA RAPAT: Yang Republik Indonesia itu ditambah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saya rasa

sepakat kalau ini tapi yang poin d memang yang disini ada usulan DPR RI, tanda tangan Gubernur Bank Indonesia, dan seorang anggota Dewan Gubernur, semantara di RUU usul perubahan itu tanda tangan pihak Pemerintah dan Bank Indonesia. Mungkin poin d ini kita pending yang lain tidak perlu kita pending. Setuju ya?

60

Ir. SADAR SUBAGYO I F-P. GERINDRA: Ketua, yang rumusan di poin f. "Dengan rahmat Tuhan YME Negara Kesatuan Republik

Indonesia mengeluarkan uang sebagai alat pembayaran yang sah". Uang atau rupiah di sini? Karena kita sepakat rupiah, mengeluarkan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Ini yang perlu supaya dia seragam gitu dari awal. Satu lagi ini cuma mau mempertegas saja apakah kita membolehkan selain yang sampai g. itu dimungkinkan tambahan lain. Kalau tidak dimungkinkan artinya paling sedikitnya kita hilangkan. Apa kemungkinan tambahan lain gitu, jadi tidak usah pakai paling sedikit. Sudah itu saja. Cukup sampai g. itu saja begitu.

KETUA RAPAT: Jadi maksud Pak Heri ini "Ciri umum rupiah kertas sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat

(1) memuat:". Gitu ya. MUSTOFA ASSEGAF, M.Si. I F-PPP: Jangan Pimpinan. Ada kemungkinan juga tambahan misalnya gambar-gambar pahlawan, itu kan bisa. KETUA RAPAT: Di bawah ada pak, itu di ciri umum rupiahnya ada, di halaman berikut Pak Habib. Jadi sepakat

ya uang diganti rupiah. Silakan pak. OLLY DONDOKAMBEY, SE. I F-PDI PERJUANGAN: Ini juga harus pending. Ini substansi betul ini walaupun tidak ada kata-kata Pemerintah di situ,

ini substansi juga dengan pembahasan kita. Saya kira pending juga ini. KETUA RAPAT: Oke, kita pending gitu ya. Jadi, poin d dan f. Baik, coba tanggapan Pemerintah. Silakan. DIRJEN PERBENDAHARAAN (HERY PURNOMO): Saya kira konkordan dengan sebelumnya saya kira pak, dipending saja dulu untuk dibahas

nanti. KETUA RAPAT: Bapak-bapak/ibu-ibu dan wakil dari pemerintah, serta teman-teman anggota Panja RUU.

Pada akhirnya memang kita harus beristirahat. Tapi perlu saya sampaikan pak, bahwa DIM yang terkait dengan diperlukan adanya koordinasi atau diperlukan adanya peran Pemerintah di sini itu adalah DIM no. 36, 37, 41, 58, 69, 70, 88, 93 dan 122. hampir 10 DIM. Nah, ini perribahasan kita besok mungkin yang 10 DIM ini kita akan bahas terpisah tapi yang lain bisa dibahas, dilanjutkan besok agar rapat ini menjadi efektif dan menghasilkan apa yang memang kita menjadi kesepakatan kita. Sehingga nanti kita fokus sesuai dengan Pak Oily tadi, fokus pada 10 DIM yang memang menjadi masih perlu perdebatan lebih lanjut.

61

Dr. H. HARRY AZHAR AZIS, MA. / F-PG: Baik, ditambah nanti di catatarinya Ketua. Itu di Sekretariat itu supaya pembicaraan kita ada

notulerinya termasuk pikiran-pikiran yang tadi supaya kita tidak nanti keluar lagi dari apa yang sudah kita bicarakan.

KETUA RAPAT: lya, itu penting mohon Sekretariat untuk menggarisbawahi dan mencatat itu. Terima kasih Pak Heri. NUSRON WAHID / F-PG: Pak Ketua, khusus mengenai pasal-pasal yang masih despute antara Pemerintah dan kita

terutama yang berkaitan dengan keterlibatan Pemerintah bersama Bank Indonesia, mulai dari hulu sampai hilir, mulai dari perencanaan sampai pemusnahan itu, karena ada pencetakan juga di sini pak, saya usul supaya memang kalau disetujui memang harus ada branchstorming terlebih dahulu dengan otoritas yang berwenang. Perkara kemudian teknisnya harus bersama Pemerintah atau tidak atau nanti apakah kemudian Pemerintah diminta pending sebentar keluar sebentar istirahat dulu kita mendengarkan branchstorming terlebih dahulu atau bagaimana atau bersama, saya ngikut formulanya. Tapi selama kita belum branchstorming soal itu, saya pikir besok mau dipaksakan kayak apapun tidak bakal ketemu karena ini filosofi. Dan salah satu yang membuat undang-undang ini macet sampai saat periode lalu sehingga di-carry over kepada sekarang ini ya pasal-pasal itu, sehingga kita tidak perlu mengulang lagi sebetulnya tinggal kita mencari, gitu Ketua.

KETUA RAPAT: lya, sepakat. Bahwa kita sudah sepakati tadi sebelum kita lakukan tindak lanjut lebih lanjut

lebih jauh terhadap 10 perbedaan tadi, kita akan mengundang, meminta pendapat dan masukan dari pihak-pihak terkait terutama Bank Indonesia dalam hal ini. Kita sepakat mengenai hal itu dan kita memang butuh waktu karena bagaimanapun undang-undang ini sangat krusial bahkan menjadi kewajiban kita di mana memang sudah diusulkan jaman periode DPR RI sebelumnya.

Baik, Bapak-bapak dan ibu sekalian. Terima kasih atas kehadiran. Rapat ini terpaksa harus diskors sampai besok jam 10,00 pagi,

ya kalau teknisnya 10.30, tapi saya harus mengatakan kita mulai karena, 10.00. Sekali lagi saya ketok rapat ini diskors sampai besok jam 10.00 WIB. Wabillahitaufiq Walhidayah, Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

(RAPAT DISKORS PUKUL 24.00 WIB) Jakarta, 27 Agustus 2010

a.n Ketua Rapat Sekretaris Rapat,

ttd Drs. Urip Soedjarwono

NIP: 19620521982031001