Upload
idu
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
November, 2015
Pro – Kontra RUU Keamanan Nasional Di Era Reformasi
“Sebuah Analisis Pentingnya Kemanan Nasional di Indonesia”
oleh
Yosua Praditya1
Memasuki Era Reformasi Indonesia menghadapi banyak ancaman, terutama ancaman gerakan kelompok radikal dan teroris yang jelas mengganggu stabilitas nasional. Era reformasi memberikan ruang kebebasan yang jauh lebih luas bagi pikiran, ide-ide, dan eksistensi kelompok-kelompok tertentu, dibandingkan dalam era Orde Baru. Hal ini memang menunjukan Indonesia lebih dewasa dalam menjalankan politik berdemokrasi tanpa melanggar HAM yang benar-benar dituntut oleh mayoritas publik untuk dikedepankan. Namun fakta yang terjadi adalah semakin bebasnya gerakan, pikiran, dan tindakan yang mengatasnamakan demokrasi, kebebasan berpendapat, dan HAM justru memberikan konsekuensi kepada keamanan nasional. Konsekuensi tersebut tentunya yang bermuatan negatif yang jelas dapat mengganggu kepentingan dan keamanan wilayah NKRI. Apalagi saat ini Indonesia belum memiliki UU Kemanan Nasional, dan bahkan draft RUU-nya pun masih mendapat penolakan sebagain publik yang merasa khawatir apabila akan terjadi pelanggaran HAM di kemudian hari. Yang perlu diperhatikan saat ini adalah dalam lingkungan global, termasuk Indonesia, telah terjadi pergeseran konteks keamanan. Pergeseran keamanan dari yang bersifat konvensional menjadi non-konvensional inilah yang akhirnya membuat Pemerintah memiliki wacana membuat UU Keamanan Nasional untuk menjaga stabilitas bangsa Indonesia. Kehadiran UU Keamanan Nasional sangat perlu dikaji melalui kajian teoritis yang mendalam, sehingga akan memberikan pemahaman yang komprehensif bagi mayoritas publik.
Pendahuluan
Pro – kontra RUU Kemanan Nasional (Kamnas) yang mewarnai di media baik
cetak maupun elektronik memperlihatkan perdebatan antara pemerintah dan
sebagian kelompok yang membahas perlukah keamanan nasional dipayungi oleh
sebuah UU. Pada sisi Pemerintah, mengatakan bahwa RUU Kamnas bertujuan
untuk menata peran negara dalam menangani permasalahan Kamnas di wilayah
‘abu-abu’ atau di luar masalah keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas)
maupun pertahanan negara (Hanneg).2 Di lain pihak, sebagian kalangan, terutama
LSM Imparsial, mengatakan bahwa negara saat ini masih belum memerlukan RUU
Keamanan Nasional. Indonesia lebih membutuhkan Indonesia lebih membutuhkan
undang-undang tentang tugas perbantuan untuk melibatkan tentara dalam
pengamanan.3 Pro – Kontra seperti ini berpotensi memberikan kebingungan bagi 1 Penulis adalah alumnus Universitas Pertahanan jurusan Manajemen Pertahanan Cohort IV 2 Pernyataan Mantan Kepala Staf Umum TNI, Letjend J. Suryo Prabowo, dalam “UU Kamnas Pertegas Posisi TNI Bukan Alat Penguasa”, diakses di JPNN.com, Agustus 20153 Pernyataan Direktur Imparsial Al-Araf, dalam “Alasan RUU Kamnas Belum Diperlukan”, diakses di metrotvnews.com, September, 2015
1
November, 2015
sebagian publik, terutama mereka yang belum pernah mempelajari, membahas, dan
mendiskusikan apa itu intisari dari keamanan dan pertahanan. Oleh karena itu,
dalam tulisan ini, penulis akan mencoba mengkaji arti sebuah keamanan nasional,
sehingga dapat memberikan pendapat yang sudah didukung oleh berbagai kajian
analisis terhadap pentingnya RUU Kemanan Nasional.
Urgensi Keamanan Nasional Bagi Indonesia
Keamanan dari definsi kamus itu cukup sederhana, yaitu ketiadaan ancaman.
Namun dengan berkembangnya waktu, maka definisi keamanan juga mendapat arti
perluasan yang semakin banyak. Menurut Bigo dalam Indrawan (2015), keamanan
tidak hanya soal kelangsungan hidup (survival), tetapi keamanan adalah soal
kebebasan dai kematian yang tidak diinginkan, ancaman kemarian dari musuh, dan
ancaman kematian dari yang lainnya.4 Menurut Indrawan (2015), keamanan
tentunya terkait dengan militer, sehingga ia diartikan dalam terminologi militer yang
artinya perlindungan militer terhadap ancaman yang ditimbulkan kekuatan militer
negara lain, dimana objek dari keamanan adalah negara, untuk itu memang harus
dilindungi. 5
Sementara itu, jauh sebelumnya, menurut Buzan (1991), keamanan adalah
kebebasan dari ancaman dan kemampuan negara serta masyarakat untuk
mempertahankan identitasnya dan integritasnya dari perubahan kekuatan yang
ditimbulkan dari musuhnya. Pada dasarnya, keamanan adalah kelangsungan hidup
sebuah negara, yang dapam upayanya dapat mengambil tindakan darurat dan
langkah-langkah yang luar biasa, termasuk penggunaan kekuatan untuk
mengamankan negaranya.6 Keamanan nasional secara umum diartikan sebagai
kebutuhan dasar untuk melindungi dan menjaga kepentingan nasional suatu bangsa
yang menegara dengan menggunakan kekuatan politik, ekonomi dan militer untuk
menghadapi berbagai ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam
negeri.7 Lebih lanjut, menurut Darmono (2013), keamanan nasional juga bisa
diartikan sebagai kebutuhan untuk memelihara dan mempertahankan eksistensi
4 Indrawan, Jerry. Studi Strategis dan Keamanan, LSPP, 2015, hlm 45 Ibid6 Buzan, Barry. New Patterns of Global Security in the Twenty –First Century”, Internasional Affairs, 19917 Darmono, Bambang. Keamanan Nasional: Sebuah Konsep dan Sistem Keamanan Bagi Bangsa Indonesia
2
November, 2015
negara melalui kekuatan ekonomi, militer dan politik serta pengembangan
diplomasi.8
Yang menjadi dasar keamanan nasional adalah kepentingan nasional.
Menurut Buku Putih Pertahanan (2008), hakikat kepentingan nasional Indonesia
adalah tetap tegaknya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 serta terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan nasional
yang berkelanjutan.9 Kepentingan nasional seperti menjadi pedoman bagi suatu
negara dalam menghadapi dinamika perubahan lingkungan, baik itu nasional
maupun global. Pada akhinya kepentingan nasional menjadi salah satu bahan
pertimbangan strategis bagi pemerintah yang mewacanakan diterbitkannya kembali
RUU Keamanan Nasional.
Dalam draft terbaru RUU Keamanan Nasional 2015, keamanan nasional itu
sendiri memiliki arti kondisi dinamis bangsa dan NKRI yang menjamin keselamatan
warga negara, masyarakat, dan bangsa serta terlindunginya kedaulatan dan
keutuhan wilayah NKRI dari segala ancaman dalam rangka keberlangsungan
pembangunan yang sesuai dengan kepentingan nasional.10 Dari arti tersebut, maka
terumuskan apa yang disebut dengan Sistem Keamanan Nasional yang
menunjukan tatanan segenap komponen bangsa dalam menyelenggarakan dan
mendayagunakan seluruh sumber daya nasional secara terintegrasi, terpadu,
terarah bagi terciptanya keamanan nasional.11 Dari sistem keamanan nasional
inilah, draft RUU ini mencakup kemanan insani, keamanan publik, dan keamanan
negara. Pada akhirnya RUU ini menegaskan bahwa segala upaya untuk menjamin,
menjaga, dan menyelenggarakan keamanan, maka dibutuhkan sebuah instrumen
legal sebagai payung hukumnya.
Kelompok-Kelompok Pendukung RUU Keamanan Nasional Beserta Alasannya
Gonjang – ganjing perbedatan RUU Kamnas terntunya membagi dua
kelompok. Ada kelompok pendukung yang jelas dalam hal ini adalah Pemerintah,
yaitu Kementerian Pertahanan yang mengajukan RUU ini ke dalam Prolegnas 2015.
Hal ini ditegaskan oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dalam rapat kerja
8 Ibid, hlm 99 Lihat Buku Putih Pertahanan 2008, hlm 3910 Lihat pasal 1 (satu) ayat 1 (satu) RUU Keamanan Nasional, 201511 Lihat pasal 1 (satu) ayat 3 (tiga) RUU Keamanan Nasional, 2015
3
November, 2015
perdana bersama dengan Komisi I DPR pada 26 Januari 2015, yang mengatakan
RUU Kamnas harus masuk Prolegnas 2015.12
Tampaknya pemerintah memiliki perspektif bahwa keamanan dan pertahanan
negara adalah di atas segala-galanya, termasuk menumpas segala kemungkinan
ancaman terhadap keutuhan dan kedaulatan negara. RUU Kamnas dianggap
sebagai instrumen legal untuk memperkuat segala tindakan untuk mengamankan
keamanan negara. Bahkan pernyataan, Mantan Kasum TNI, Letjen TNI (Purn)
Suryo Prabowo, mengatakan bahwa RUU Kamnas bukan untuk mempermudah
pemerintah menggunakan TNI untuk mendukung kepentingannya. Ia melanjutkan
bahwa RUU Kamnas yang diajukan ke dalam Prolegnas 2015 bukan sama sekali
daur ulang dari UU Nomor II/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan
Subversif yang telah dicabut dengan UU Nomor 26 tahun 1999. Intinya, UU Kamnas
tidak ditujukan untuk memberantas tindakan subversive, melainkan untuk menata
seluruh aktor keamanan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan
tugasnya.13 Dengan kata lain untuk meminimalkan grey area atau wilayah abu-abu
di dalam sektor keamanan yang sering menjadi perdebatan antara TNI- Polri.
Dukungan terhadap RUU Keamanan Nasional pun mengalir dari kaum sipil.
Salah satunya adalah dukungan dari Muhammad AS Hikam14 yang tidak henti-
hentinya menyerukan bahwa Indonesia sudah harus segera memiliki UU Keamanan
Nasional. Bahkan dalam acara diskusi terkait urgensi Kamnas, Muhammad AS
Hikam, menyatakan hanya “negara yang tidak waras-lah” yang tidak memiliki UU
Keamanan Nasional. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Russia, Inggris,
Australia, bahkan negara tetangga seperti Malaysia dan Timor – Timur pun sudah
memiliki UU Kamnas. Menurutnya Kamnas merupakan persoalan strategis paling
utama bagi sebuah negara berdaulat, dimana kedaulatan itu ditentukan oleh sejauh
mana ia mampu menjaga, memelihara, dan memertahankan Kamnasnya.
Keamanan nasional yang terkait erat dengan kepentingan nasional akan
memberikan arah tujuan kebijakan nasional yang akan dicapai, baik secara ideal
maupun pragmatiis. Pada akhirnya peraturan perundang-undangan yang secara
jelas mengatur Keamanan Nasional memang sangat diperlukan agar baik
12 “Menhan Usul RUU Keamanan Nasional Masuk Prioritas 2015”, diakses di CNNIndonesia.com, Januari, 201513 “Eks Kasum TNI: RUU Kamnas Bukan Untuk Permudah Pemerintah Mendukung Kepentingannya,” diakses di Tribunnews.com, Agustus, 201514 Muhammad AS Hikam adalah mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi era Presiden Gusdur (1999 – 2001), dan terakhir menjabat sebagai Ketua DAS BIN (Dewan Analis Strategis Badan Intelijen Negara) pada 2012 – 2015.
4
November, 2015
penyelenggara maupun warga negara memiliki acuan bersama dan bersinergi,
terutama bagaimana dalam memandang Kamnas itu sendiri.15
Ada empat hal yang mengatakan bahwa UU Kamnas perlu segera
diimplementasikan Indonesia, pertama, pada aspek keamanan, yaitu sebagai
penataan kelambagaan dalam reformasi sektor keamanan. Kedua, pada aspek
integrasi, yaitu integrasi komando dan mobilisasi Angkatan Bersenjata dalam
menagkal ancaman. Ketiga, aspek wilayah abu-abu atau grey area, yang
memperjelas wilayah abu-abu antara Polri-TNI dalam hal melakukan segala
tindakan terkait kemanan. Dan keempat, aspek negara-negara lain, yaitu sudah
banyak negara maju dan beberapa negara tetangga (Malaysia dan Timor Timur)
yang sudah memiliki UU Kamnas.16 Pada akhirnya, pihak-pihak yang pro akan
keberadaan UU Kamnas, mengatakan bahwa UU merupakan hasil konsekuensi dari
reformasi itu sendiri. RUU Kamnas dibuat sebagai paradigma keamanan yang lebih
komperhensif yang sesuai dengan sistem demokrasi. Yang menjadi penegasan
RUU Kamnas sendiri adalah untuk menghindari egosektoral TNI-Polri, namun yang
diperlukan ialah harmonisasi dan sinkronisasi berbagai aturan perundang-undangan
yang ada, baik itu UU Pertahanan Negara 3/2002, UU Intelijen 17/2011, UU TNI
34/2004, dan UU Polri 2/2002.
Lebih lanjut, meskipun RUU Kamnas ditolak masuk dalam Prolegnas 2015,
namun Pemerintah tetap pemerintah akan mengusahakan untuk masuk di
Prolegnas 2016.17 Niat pemerintah yang mengusahakan RUU Kamnas diterima
patut diapresiasi karena kesadaran pemerintah terhadap bentuk ancaman yang
semakin kompleks memang perlu diberikan penambagan instrumen hukum. Oleh
karena itu, sebenarnya pemerintah perlu memikirkan tantangan-tantangan apa saja
yang selama ini menghambat RUU Kamnas. Tantangan tersebut adalah masih
tingginya tingkat kecurigaan dan ketidakpercayaan (distrust) dari sebagian publik,
terutama kalangan sipil pegiat HAM. Selain itu, pemerintah perlu meluruskan
kesalahpahaman bahwa RUU Kamnas berpotensi merugikan salah satu pihak. RUU
Kamnas benar-benar ditakutkan akan mengambil sebagian porsi Polri. Dan pada
akhirnya, Pemerintah perlu memperkuat lobi-lobi politik dalam parlemen, mengingat
RUU Kamnas adalah sesuatu yang sangat strategis bagi kepentingan kelompok-
15 Penyampaian Dr. Muhammad AS Hikam “Dimensi Politik Keamanan Nasional”, dalam FGD Tentang RUU Keamanan Nasional, Hotel Aston Bogor, 7 November 201516 Ibid.17 “Ditolak di 2015, RUU Kamnas diajukan Pemerintah lagi di 2016,” diakses di CNNIndonesia.com, Maret, 2015
5
November, 2015
kelompok politik. Apabila langkah dan upaya tersebut benar-benar dilakukan oleh
Pemerintah dengan cermat dengan mempertimbangkan segala aspek yang tepat,
maka sepertinya implementasi RUU Kamnas dapat segera terealisasi. Pada
akhirnya UU Kamnas bukan lagi sebatas wacana yang selalu diperdebatkan, namun
akan menjadi payung hukum baru dalam paradigma keamanan Indonesia di
kehidupan yang berdemokrasi.
Kelompok-Kelompok Penolak RUU Kamnas Beserta Alasannya
Pro – kontra antar kelompok merupakan konsekuensi dari kehidupan
berdemokrasi yang ada. Bagi mereka yang menolak masuknya RUU Kamnas dalam
Prolegnas adalah merupakan hak mereka yang sah-sah saja, selama tidak
menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagian besar mereka
yang menolak berasal dari kalangan LSM, pegiat HAM, dan beberapa kalangan
akademisi. Hal ini terungkap dalam diskusi publik yang diadakan Pusat Studi HAM
(Pusham) Universitas Negeri Medan bekerja sama dengan Imparsial pada bulan 9
Juni 2015 kemarin. Diskusi yang bertemakan “Ancaman Terhadap Pembela HAM
Melalui Kebijakan Legislasi RUU Kamas serta RUU Rahasia Negara, menghadirkan
narasumber Ardi Manto, peneliti dari Imparsial; Majda El Muhtaj dari Pusham
Unimed; dan Drs. Robinson Simbolon dari Komisi Informasi Sumut. Mereka
berpendapat tidak perlu adanya UU Kamnas, karena Jika misalnya ada terorisme
yang mengancam, maka revisi saja UU terorisme. Sehingga tidak perlu membuat
UU gelondongan yang men-counter segala sektor.18
Lebih lanjut, Direktur Imparsial Al – Araf bahkan menambahkan Indonesia
lebih baik melakukan revisi UU Darurat dibandingkan memasukan RUU Kamnas.
Hal ini dikarenakan ada ruang yang kosong di legislasi sektor pertahanan dan
keamanan yang sampai sekarang belum dibuat oleh negara, yakni revisi terhadap
Undang-undang darurat nomor 2359, karena pengaturan tentang Undang-undang
darurat 2359 itu sangat-sangat eksesif dalam artian harus direvisi. Al Araf juga
memberikan saran agar Indonesia membuat pengaturan keterlibatan militer dalam
membuat hubungan antara TNI dan Polri bersinergi. Selain itu ia menilai, sebaiknya
Pemerintah fokus merevisi agenda prolegnas dengan mendorong pembahasan
RUU Perbantuan. RUU Perbantuan adalah jawaban didalam jembatan dalam
konteks hubungan TNI-Polri untuk menjaga wilayah keamanan yang sifatnya
18 “Aktivis HAM Tolak RUU Kamnas dan RUU Rahasia Negara”, diakses di bitra.or.id, Juni, 20156
November, 2015
kontigensi atau dalam wilayah-wilayah grey area (area abu-abu), itu menjadi sangat
penting. 19
Bahkan ada salah satu kelompok yang benar-benar anti sama sekali dengan
UU Kamnas. Pihak tersebut tegas menyatakan “RUU Kamnas membahayakan, dan
lebih baik dibuang ke tempat sampah”. Hal ini disampaikan oleh kaum akademisi
Hermawan Sulisiyo, salah satu peneliti dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia). Hermawan menilai dengan RUU ini maka situasi dan kondisi negara
akan kembali seperti di zaman orde baru. Tentara sangat kuat. Selain itu, ada poin
berkurangnya kewenangan Polri dalam menjaga keamanan, dan diserahkannya
sebagian kewenangan itu ke tentara. Akibatnya, pada reformasi 1998 TNI-Pori
dipisahkan akan jadi percuma. 20 Selain itu, hermawan melakukan penolakan
dengan cara yang unik, yaitu dengan cara roadshow keliling Indonesia untuk
menolak RUU Kamnas.21 Selain itu, penolakan juga muncul dari Anggota Dewan
Pers Agus Sudibyo yang mengatakan media harus tegas menolak dan berpihak
pada RUU Kamnas. Alasannya adalah jurnalis akan menjadi profesi yang terancam
apabila UU ini benar-benar dijalankan. Nantinya dikhawatirkan akan ada niat-niat
politik dalam keadaan tertentu untuk memberanguskan pers.22
Sejarah Lahirnya RUU Kamnas dan Perdebatannya
Untuk lebih memhami maksud dan alasan-alasan kelompok tersebut menolak
RUU Kamnas tampaknya perlu melihat beberapa tahun ke belakang. Sejarahnya,
RUU Kamnas untuk pertama kalinya diajukan ada Prolegnas 2007 oleh Kemhan
bersama Mabes TNI untuk melakukan penataan kelembagaan dalam reformasi
sektor keamanan. Usulan RUU Kamnas tersebut sejatinya memberikan gambaran
bahwa kebijakan yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara masih
tambal sulam, tidak komprehensif, dan jangka panjang. Hal tersebut ditandai
dengan penolakan Polri, secara kelembagaan untuk ikut terlibat dalam
pembahasan. Keberadaan UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
dianggap tidak lagi dapat menaungi berbagai bentuk ancaman, baik dari dalam
maupun luar negeri, serta koordinasi antar kelembagaan TNI-Polri.23
19 “Saran Imparsial Untuk Tak Masukan Prolegnas”, diakses di Metronews, Okotber, 201520 “Pengamat: RUU Kamnas Membahayakan, Buang ke Tempat Sampah,” diakses di tempo.com, Maret 201521 “Penolak RUU Kamnas, Keliling Indonesia, Galang Dukungan,” diakses di Kompasiana, Juni, 201522 “Dewan Pers: Media harus berpihak menyikapi RUU Kamnas”, diakses di http://dariuslekalawo.blogspot.co.id, September 201523 “Polri dan RUU Keamanan Nasional”, diakses di https://muradi.wordpress.com, Februari, 2007
7
November, 2015
Ada prediksi bahwa usulan RUU Kamnas kala itu merupakan cara TNI untuk
kembali mensubordinatkan Polri. Dengan demikian besar kemungkinan Polri akan
dipegang oleh lintas Kementerian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar
Negeri, atau pun Kementerian Hukum dan HAM. Pada intinya dikahwatirkan akan
ada civil supremacy dalam tubuh Polri, sama seperti yang terjadi saat ini di
Kementerian Pertahanan. Dimana untuk pertama kalinya Departemen Pertahanan
dijabat oleh kalangan sipil, yaitu Juwono Sudarsono pada 26 Juli 1999 – 26 Agustus
2000. Sebelumnya selama kurang lebih 40 tahun, dari tahun 1959 hingga 1999,
Menteri Pertahanan selalu dijabat oleh kalangan militer yang merangkap Panglima
ABRI. Ada alasn tertentu bagi pimpinan Polri saat itu yang mengganggap bahwa
Polri memang harus berada di bawah langsung Presiden karena alasan realitas
politik, sehingga apabila diposisikan di bawah kementerian tertentu akan
menyulitkan Polri sebagai sebuah institusi.24
Lebih lanjut, nantinya ditakutkan akan ada sepuluh potensi kewenangan Polri
yang akan tereuksi dalam RUU Kamnas, yakni: (1) Penyusunan kebijakan dan
pengajuan anggaran; (2) Posisi Polri di bawah kementerian; (3) Pemberantasan
terorisme; (4) Penanganan konflik sosial; (5) Penanganan pengacau keamanan; (6)
Pembinaan keamanan lingkungan; (7) Posisi Polri di Forum Muspida; (8) Posisi Polri
di Kominda; (9) Akses Bantuan Hibah dan Kerja sama Pemda; (10) Akses politik
dan ekonomi.25 Karena alasan inilah pihak Polisi yang sebenarnya enggan
menerima kehadiran RUU Kamnas. Bahkan ada kecenderungan pihak Polisi
menggandeng dari belakang berbagai LSM dan aktivis-pegiat HAM untuk bersama-
sama menolak RUU Kamnas.
Berlanjut pada tahun 2012, dimana tahun ini bermunculan LSM-Ormas yang
menolak RUU Kamnas di luar Imparsial. Sebut saja seperti Kontras, LIMA (Lingkar
Madani Untuk Indonesia), dan IPW (Indonesia Police Watch) yang begitu gencar
menolak RUU Kamnas dengan alasan pelanggaran HAM dan demokrasi. Menurut
pernyataan, Ray Rangkuti (Direkur LIMA), RUU Kamnas tahun 2012 terdapat dua
pasal yang membuka kebijakan represif, yaitu Pasal 17 dan 54 yang memiliki
pandangan ganda (multi tafsir) yang berpotensi digunakan pemerintah bertindak
represif terhadap rakyat saat negara dinyatakan tidak aman.26 Dalam pasal 17 dan
54 disebutkan bahwa ancaman Keamanan Nasional di segala kehidupan
24 Muradi. RUU Keamanan Nasional dan Sikap Polri, diakses di http://pustaka.unpad.ac.id, 201325 Ibid26 “Defini Ancaman Tak Jelas, RUU Kamnas Berpotensi Langgar HAM,” diakses di Kontras.org, September 2012
8
November, 2015
dikelompokan ke dalam ancaman militer, ancaman bersenjata, dan ancaman tidak
bersenjata. Hal inilah yang ditakutkan bahwa definisi terkesan tanpa batas dan
mengancam semua elemen masyarakat seperti wartawan, mahasiswa, aktivis
Lembaga Swadaya Masyarakat, politisi, pegawai negeri sipil, dan masyarakat sipil
lainnya.
Selain itu, RUU Kamnas pada 2012 dianggap masih memiliki kekurangan
pada beberapa pasal, seperti tidak ada penjelasan definisi keamanan nasional
maupun ancaman nasional terkait indikator dan kategori. Hal ini disampaikan
langsung oleh Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin saat itu, tahun 2012,
mencontohkan Pasal 54 huruf (e) RUU Kamnas versi pemerintah tentang adanya
kuasa khusus yang dimiliki Dewan Kemanan Nasional (DKN) yang berhak
menyadap, menangkap, memeriksa dan memaksa yang dianggap melanggar HAM,
kemudian, Pasal 10, Pasal 15 juncto Pasal 34 tentang darurat sipil dan militer yang
tidak ada hubungannya sesuai UU Keadaan Bahaya, serta Pasal 17(4) berpotensi
membahayakan demokrasi.27 Pasal-pasal tersebut dianggap sebagai pasal karet
karena bisa melahirkan multitafsir karena bersifat elastis. Untuk mengetahui pasal-
pasal apa saja yang dianggap berpotensi melanggar HAM oleh Komisi I dapat dilihat
pada tabel di bawah:
Pasal-Pasal RUU Kamnas (2012) Yang Berpotensi Melanggar HAM dan Kehidupan Berdemokrasi
No Pasal AlasanPasal 10, 15 jo 34 Tentang darurat sipil dan militer sudah tak relevan lagi
bila acuannya pada UU keadaan bahaya tahun 1959
Pasal 17 (4) Menyatakan bahwa ancaman potensial dan non potensial diatur dengan Keputusan Presiden, yang diaggap sangat berbahaya bagi demokrasi dan sangat bersifat tiran.
Pasal 17 ayat 2 (9) Ancaman yang berupa diskonsepsional perumusan legislasi dan regulasi, jadi apabila terjadi ketidaksepakatan tentang pembuatan aturan yang dikeluarkan pemerintah, maka pemerintah menganggapnya sebagai ancaman .
Pasal 22 Jo RUU Kamnas memberi peran luas kepada Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai penyelenggara kamnas.
Pasal 54 e Dimana kuasa khusus yang dimiliki unsur Kamnas yaitu berupa hak menyadap, menangkap, memeriksa dan memaksa merupakan pelanggaran terhadap HAM.
27 Ibid9
November, 2015
Pasal 59 Menjadi Lex Spesialis semacam payung yang menghapus UU lainnya termasuk UU nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pasal 22 jo 23 memberikan peran terlalu luas kepada unsur BIN sebagai penyelenggara Kamnas
Sumber: data diolah oleh Penulis2829
Peran Dewan Keamanan Nasional di Indonesia Apabila DibentukDalam RUU Kamnas, Dewan Keamanan Nasional (DKN) memiliki enam
tugas utama, yaitu (1) Merumuskan kebijakan dan strategi Keamanan Nasional; (2)
Menilai perkembangan kondisi Ancaman yang bersifat potensial dan aktual serta
kondisi Keamanan Nasional sesuai dengan eskalasi Ancaman; (3) Menetapkan
unsur utama dan unsur pendukung penyelenggaran Keamanan Nasional sesuai
dengan eskalasi ancaman; (4) Mengendalikan penyelenggaraan Keamanan
Nasional; (5) Menelaah dan menilai risiko dari kebijakan dan strategi yang
ditetapkan; dan (6) menelaah dan menilai kemampuan dukungan sumber daya bagi
penyelenggaraan Keamanan Nasional.30 Dalam rencana pelaksanaannya, DKN
akan diketuai oleh Presiden, sementara Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional
dijabat oleh Wakil Presiden, dan Ketua Harian Dewan Keamanan Nasional akan
dijabat oleh pejabat negara setingkat menteri yang ditunjuk oleh Presiden dengan
keanggotaan terdiri atas anggota tetap dan tidak tetap. Anggota tetap Dewan
Keamanan Nasional terdiri atas Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri
Luar Negeri, Menteri Keuangan, Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala BIN. Sedangkan
anggota tidak tetap DKN terdiri atas Kementerian/Lembaga terkait diluar anggota
tetap sesuai dengan sifat dan bentuk ancaman yang dihadapi, serta elemen
masyarakat yang sesuai dengan kompetensinya.31
Pembentukan DKN pada intinya adalah untuk merumuskan kebijakan dan
akan menentukan unsur utama dan pendukung dalam menangkal setiap ancaman.
Perumusan kebijakan jelas akan lebih baik apabila dikeluarkan melalui satu pintu,
yaitu DKN, sehingga akan ada kejelasan pada TNI dan Polri. Dalam UU TNI no.
34/2004 pasal 7 (tujuh) ayat 2 (dua), tertulis bahwa TNI memiliki tugas pokok dalam
melakukan operasi militer selain perang (OMSP). Operasi tersebut mencakup 28 “Inilah Pasal Krusial Ancam Keamanan Nasional,” diakses di nasional.inilah.com, Oktober 201229 “Komisi I Umbar Pasal-Pasal Karet RUU Kamnas, diakses di RMOL.com, Juli 201130 Lihat pada pasal 18 draft RUU Kamnas31 Lihat pada pasal 17 Draft RUU Kamnas
10
November, 2015
mengatasi gerakan separatisme bersenjata, pemberontakan bersenjata, terorisme,
mengamankan wilayah perbatasan, objek vital nasional yang bersifat strategis, dan
membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang
diatur UU. Di sisi lain, Polri melalui UU Polri no. 2 Tahun 2002 pasal 13 a disebutkan
Tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
Definisi keamanan Keamanan dalam negeri dalam UU Polri adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan
tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat.32 Karena TNI dan Polri masing-masing memiliki UU
yang melegitimasi upayanya dalam menjaga keamanan, maka hal inilah yang
memperlihatkan wilayah yang abu-abu, atau rawan dengan overlapping. Padahal,
masing-masing tugas keduanya tidak mungkin dipisahkan satu sama lain, karena
terdapat keterkaitan dan ketergantungan secara timbal balik. Dengan demikian
memang peran DKN adalah tepat apabila dilihat dari sisi subtansi, tanpa melihat
kepentingan instansi.
Idealnya, tugas TNI dan Polri dipahami dalam kerangka reorganisasi definisi
keamanan nasional komprehensif. Dalam hal ini, keamanan nasional memang tidak
hanya berpaku pada pertahanan untuk mengatasi ancaman militer atau agresi dari
negara lain. Namun konteks keamanan yang saat ini spektrumnya sudah lebih luas
yang ditandai dengan bahaya keamanan yang besifat asimetrik yang dilakukan oleh
aktor-aktor non-negara. Khusus untuk ancaman terorisme, ada yang mengatakan
bahwa sangat tidak bijak apabila penganganan terorisme seolah-olah hanya
dibebankan kepada Polri melalui Densus 88-nya. Padahal TNi dengan satuan-
satuan khusus antiteroris yang dimilikinya, yaitu Sat 81/Gultor Kopassus, Denjaka
AL, dan Bravo AU, selalu siap membantu Polri.33 Untuk mengatasi kegamangan
inilah maka memang idealnya Pemerintah membentuk DKN untuk mengatasi
persoalan tersebut.34 Bahkan saat ini terkesan satuan anti teror yang dimiliki TNI
(Gultor, Den Jaka, dan Den Bravo) dibiarkan begitu saja. Satuan tim anti teror ini
32 Lihat pada Pasal 1 (satu) ayat 6 (enam) dalam UU Polri33 Gultor Kopassus adalah satuan di Kopassus yang setingkat dengan Grup dan merupakan Prajurit terbaik dari seluruh Prajurit TNI. Denjaka AL adalah sebuah detasemen pasukan khusus TNI Angkatan Laut. Denjaka adalah satuan gabungan antara personel Kopaska dan Taifib Korps Marinir TNI-AL. Den Bravo adalah satuan pelaksana operasi khusus Korps Pasukan Khas yang berkedudukan langsung di bawah Dankorpaskhas yang bertugas melaksanakan operasi intelijen, melumpuhkan alutsista/instalasi musuh dalam mendukung operasi udara dan penindakan teror bajak udara
34 “Polri dan TNI Perlu Dewan Keamanan Nasional” diakses di http://nasional.kompas.com 11
November, 2015
bisa dibilang hanya sebagai penonton Densus 88 yang seolah-seolah memiliki
legitimasi penuh dan khusus untuk menumpas teroris.
Dengan demikian, apabila DKN benar-benar dibentuk, maka tugas
penanganan terorisme pasti akan melibat ketiga satun khusus TNI tersebut. Akan
ada pembagian tugas-tugas yang lebih baik dan sesuai profesinya masing-masing.
Misalkan untuk menghadapi ancaman maritime terrorism, mungkin idealnya
menurunkan Denjaka sebagai unsur utamanya. Sementara apabila ada ancaman
khusus bisa menurunkan Gultor Kopassus sebagai unsur utamanya. Kesemua ini
tidak ada sama sekali niat untuk mengambil jatah Polri dalam menangani kasus
terorisme. Hadirnya DKN justru akan mengoptimalkan setiak kesatuan khusus yang
dimiliki negara dalam mengamankan negara, khususnya dari ancaman-ancaman
non-state actor. DKN juga akan meminimalkan potential loss yang terjadi pada
satuan Gultor, Denjaka, dan Den Bravo. Selama ketiga kesatuan ini hanya menjadi
penonton saja karena tidak diberi kesempatan, maka sebenarnya yang terjadi
adalah negara melakukan pembiaran potensinya menguap.
Negara-Negara Yang Menaruh Perhatian Pada Keamanan Nasionalnya
Hampir semua negara maju, atau negara yang merasa eksistensinya
dikelilingi oleh ancaman sudah pasti memiliki Dewan Keamanan Nasional.
Tampaknya negara-negara tersebut sadar bahwa memiliki DKN akan memudahkan
mereka dalam merumuskan kebijakan dan strategi keamanannya. Dan yang lebih
penting adalah mereka dapat menentukan secara tepat dan cepat siapa unsur
utama untuk menghadapi ancaman yang datang tanpa adanya overlapping antar
instansi yang ada. Sebut saja, Amerika Serikat, Russia, dan Australia, memiliki DKN
karena mereka sadar bahwa kebijakan keamanan negara idealnya dikeluarkan
melalui satu pintu saja.
Amerika Serikat
Merujuk pada dokumen The National Security Strategy of The United States
of America, March 2006 Strategi keamanan nasional Amerika Serikat
bertumpu pada dua pilar. Secara garis besar adalah: Pertama,
mengembangkan faham demokrasi untuk mempromosikan kebebasan,
keadilan, dan harkat martabat manusia, dan meningkatkan kesejahteraan
12
November, 2015
rakyat serta membangun perdamaian dan stabilitas internasional atas dasar
kebebasan. Kedua, mengutamakan komunitas demokrasi dan upaya
multinasional untuk menghadapi berbagai tantangan dan ancaman dunia,
seperti ancaman pandemik, pengembangan senjata pemusnah massal,
terorisme, human trafficking, bencana alam, dan sebagainya. Tujuan
utamanya adalah menciptakan demokrasi di dunia, pemerintahan yang
mampu memenuhi kebutuhan warga negara, serta bertanggung jawabdalam
sistem internasional. Semua itu sebagai cara terbaik untuk menciptakan
keamanan yang abadi bagi rakyat Amerika Serikat.35
Kebijakan keamanan nasional AS saat ini berada langsung dibawah NSC
(National Security Council). NSA dibentuk pada 1947 dibawah kepemimpinan
Presiden AS ke 33 Harry S. Truman melalui National Security Act of 194736,
yang saat itu merasa tensi antara AS dan Uni Soviet sudah dapat
dikategorikan sebagai salah satu bentuk ancaman. Salah satu tujuan
dibentuknya NSA juga sama dengan apa yang dikonsepkan di dalam RUU
Kamnas, yaitu untuk memastikan koordinasi antara Army, Air Force, Navy,
Marine, dan instansi-instansi lain termasuk CIA (Central Intelligence Agency).
NSC berada langsung di bawah kepemimpinan Presiden AS dalam
merumuskan kebijakan keamanan dan luar negeri. Yang dapat dipetik dari
fakta ini adalah negara adidaya sebesar AS sudah memiliki kesadaran yang
tinggi akan pentingnya kehadiran Dewan Keamanan. Sudah lebih 50 tahun
yang lalu mereka merumuskan sebuah UU Keamanan Nasional (National
Security Act) yang akhirnya melahirkan Dewan Keamanan mereka yaitu NSA.
Rusia
Menurut 2000 Russian National Security Concept sebagaimana tertuang
dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Permanent Representation of Russian
Federation to the Council of Europe, Strasbourg disebutkan bahwa
keamanan nasional adalah sistem pemikiran atau pandangan tentang
bagaimana menjamin keamanan dalam Negara Federasi Rusia yang meliputi
individu, masyarakat, dan negara dari ancaman internal dan eksternal dalam
segenap aspek dan aktivitas kehidupan. Tantangan terhadap keamanan
35 Opcit. Darmono. hlm 2236 National Security Act of 1947 adalah UU Keamanan Nasional milik AS yang dibentuk pada tahun 1947 pasca perang dunia kedua
13
November, 2015
nasional mencakup berbagai persoalan politik di dalam negeri, ekonomi,
sosial budaya, teknologi, dan stabilitas keamanan di kawasan.37
Perumusan kebijakan keamanan Rusia berada ditangani oleh SCRF
(Security Council of the Russian Federation atau Совет Безопасности Российской Федерации) pada tahun 1992,38 dan berada langsung
Presiden Rusia. SCRF dibentuk menjadi forum di Rusia untuk
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan segala hal yang terkait dengan
kebijakan keamanan negara. Melalui SCRF, Presiden Rusia memiliki
kewenangan penuh untuk mengatur dan mengkoordinasikan seluruh instansi
hankam (pertahanan dan keamanan) di Rusia terkait upayanya menjaga
kedaulatan Rusia dari berbagai ancaman. SCRF dibentuk selang satu tahun
pasca dibubarkannya Uni Soviet pada Desember 1991, dibawah
kepemimpinan Presiden Rusia pertama Boris Yeltsin. Yang menarik adalah
Rusia hanya membutuhkan waktu satu tahun saja setelah Uni Soviet
dibubarkan untuk membentuk Dewan Keamanan nasional mereka. Dapat
dilihat bahwa mereka begitu percaya pentingnya kehadiran Dewan
Keamanan sebagai Badan satu pintu yang mengatur kebijakan dan strategi
keamanan mereka.
Inggris
Negara inggris pada 12 Mei 2010 membentuk komite keamanan nasional
atau yang disebut NSC (National Security Council). NSC yang dibawah
kendali Perdana Menteri ini mengendalikan segala kebijakan terkait
pertahanan, keamanan, intelijen, luar negeri, ketahanan, dan ketahanan
energy. Meskipun Inggris terbilang sedikit terlambat membentuk komite
keamanan nasionalnya, namun jangan lupa apabila Inggris sejak lama sudah
memiliki IM5 dan IM6 yang benar-benar ampuh menjaga keamanan
negaranya.
Apabila berbicara mengenai Secret Intell igence Service , maka Inggris
memiliki MI6 atau yang dapat diibaratkan seperti BIN-nya Indonesia. Namun
apabila berbicara mengenai keamanan nasional (national security), maka
Inggris memiliki MI5 yang sudah ada sejak perang dunia pertama. MI5
37 Opcit. Darmono, hlm 2238 Lihat http://russia.rin.ru
14
November, 2015
didirikan pada 1909 oleh Kapten (akhirnya Mayor Jendral) Vernon Kell yang
memiliki peran sentral dalam menangkap banyak agen-agen Jerman di awal
perang dunia pertama. MI5 adalah badan keamanan dan intelijen yang dimilik
Inggris yang tugasnya adalah melawan segala bentuk ancaman yang
mengancam keamanan nasional Inggris. Ancaman-ancaman tersebut
dikategorikan seperti ancaman terorisme, spionase, ancaman siber, dan
bahkan proliferasi senjata pemusnah massal.
Tugas MI5 yang melindungi keamanan Inggris sudah dipayungi hukum oleh
Security Service Act 1989. Dalam peraturan ini tertulis bahwa tugas MI5
adalah "the protection of national security and in particular its protection
against threats such as terrorism, espionage and sabotage, the activities of
agents of foreign powers, and from actions intended to overthrow or
undermine parliamentary democracy by political, industrial or violent means".
Tugas dari MI5 pun selaras dengan kebijakan keamanan nasional Inggris
yang tertuang dalam The national security strategy dan the strategic defence
and security.39 Sebagai negara yang dapat dibilang terkuat di wilayah Eropa
Barat, ternyata Inggris pun sudah sadar betapa pentingnya kemanan
nasional. Inggris sudah memiliki peraturan yang mengatur kebijakan
kemanan nasionalnya melalui Secuirty Service Act. Sementara pelaksanaan
dan pengerjaannya dilakukan melalui MI5 yang dibentuk satu abad yang lalu.
Israel
Negara Yahudi ini memliki badan Keamanan nasionalnya yang disebut Israeli
National Security Council (NSC) atau dalam bahasa Ibraninya HaMo'atzah
leBitachon leOmi. Badan ini dibentuk pada 1999 pada masa pemerintahan
Perdana Menteri Binyamin Netanyahu melalui Government Resolution 4889.
Dalam government resolution 4889 disebutkan bahwa badan ini dibentuk
dengan dua maksud. Pertama, NSC adalah dewan penasihat kepada
Perdana Menteri dalam merumuskan kebijakan terkait isu-isu keamanan
nasional. Kedua, pembentukan NSC berasal dari otoritas pemerintah Israel
yang operasinya seusuai dengan arahan langsung dari Perdana Menteri.
Australia 39 Lihat https://www.mi5.gov.uk
15
November, 2015
Menurut Perdana Menteri Kevin Rudd saat itu menyebutkan di dalam The
First National Security Statement to The Australian Parliament, 4 December
2008, bahwa yang dimaksud dengan keamanan nasional adalah bebas dari
ancaman atau ancaman serangan; menjaga integritas teritorial; menjaga
kedaulatan politik, melestarikan kebebasan yang telah diperoleh dengan
susah payah; memelihara kemampuan fundamental ekonomi untuk
memajukan kesejah- teraan ekonomi seluruh rakyat Australia).40
Kendali urusan Kamnas di Australia berada di bawah National Security
Committee yang merupakan komite dari kabinet yang berperan untuk
mengambil keputusan terkait kebijakan keamanan nasional, intelijen, dan
pertahanan. Komite ini dikepalai oleh Perdana Menteri. Keanggotaannya
terdiri dari Wakil Perdana Menteri, Jaksa Agung, Bendahara/Menteri
Keuangan. Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan. Sekretaris untuk
setiap departemen pelayanan publik masing-masing diwakili oleh Kepala
Angkatan Pertahanan, Penasihat Keamanan Nasional, Direktur Jenderal
Keamanan dan Direktur Jenderal Kantor Penilaian Nasional dan Australia
Secret Service Intelligence.41 Melalui Komite ini, Australia dimudahkan dalam
mengatur kebijakan keamanan nasionalnya melalui pembagian tugas
masing-masing badan. Ada dua pembagian, yaitu primary entities dan
secondary entities. Primary entities dari Australian Security Intelligence
Organisation, Australian Secret Intelligence Service, dan Defence Intelligence
and Security Group. Dalam primary entities lebih diutamakan dalam
mengumpulkan informasi dan membuat produk-produk intelijen sebagai early
warning terhadap ancaman bagi Australia. Sedangkan pada Secondary
Entities mencakup Australian Army Intelligence, Australian Federal Police,
dan Australian Crime Commission. Pada secondary entities lebih
menekankan kepada aparat militer dan polisi Australia. Hadirnya National
Security Committee yang mengatur dan membagi porsi masing-masing
instansi jelas meminimalkan terjadinya overlapping antara instansi intelijen,
pertahanan, dan keamanan.
Jepang Negeri sakura ini memiliki national security council atau (Kokka-anzen-hoshō-
40 Opcit. Darmono, hlm 2541 Lihat http://www.directory.gov.au
16
November, 2015
kaigi) yang resmi dibentuk pada Desember 2013. Dewan ini mensinkornkan
kebijakan keamanan nasional yang dibawah kendali langsung Perdana
Menteri. Badan ini sangat membantu Jepang dalam memperkuat kooridinasi
antara Perdana Menteri dengan menteri-menteri di kabinetnya dalam
merumuskan kebijakan keamanan nasional. Sebelumnya Badan ini
diinisiasikan oleh Shinzo Abe yang saat itu menjabat sebagai kepala
sekretariat kabinet dan rencananya dibentuk pada periode 2006 – 2007.
Namun usaha ini terhenti pada Januari 2008, ketika Abe keluar dari Kabinet
karena masa jabatannya selesai. Akhirnya pada 2013, ketika Sinzho Abe
menjabat sebagai Perdana Menteri maka Parlemen Jepang mensahkan
Badan ini. Peran pertama dari Badan ini terjadi pada 4 Desember 2013 ketika
membahas isu Air Defence Identification (ADIZ)42 bersama Tiongkok saat
itu.43 Saat itu Tiongkok dituding melanggar zona pertahanan udara milik
Jepang.
Tiongkok
Dewan Keamanan Nasional milik Tiongkok disebut dengan nama The Central
National Security Commission, yang dibentuk pada November 2013.
Tujuannya adalah untuk mengkonsolidasikan kebijakan politik terkait dengan
isu-isu keamanan nasional Tiongkok. Kehadiran dewan ini sangat berperan
dalam menghadapi ancaman terrorisme, separatisme, dan ekstrimisme.
Dewan ini langsung berada di bawah kendali Presiden Tiongkok.
India Dewan Keamanan nasional di India dibentuk pada 19 November 1998 di
masa pemerintahan Perdana Menteri Atal Bihari Vajpayee. Dewan ini
memiliki peran memberikan masukan terkait kebijakan keamanan, luar
negeri, pertahanan, militer, intelijen, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
ekonomi. Sementara itu keanggotan Dewan Keamanan Nasional India
mencakup Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Keuangan, dan Kepala Badan Perencanaan India atau bisa disebut sebagai
Bappenas-nya India
42 ADIZ adalah zona pertahanan udara nasional suatu negara yang menetapkan zona identifikasi yang mewajibkan pesawat sipil maupun militer untuk melaporkan rencana penerbangannya. Penetapan ADIZ tidak dimaksudkan untuk memperluat kedaulatan suatu negara, namun ADIZ dibentuk atas dasar pertimbangan keamanan. 43 “Japan’s NSC meets for the first time, with ADIZ issue on Agenda,” diakses di Xinhuanet.com
17
November, 2015
SingapuraNegara terkecil di wilayah ASEAN pun memiliki badan keamanan nasional
yang disebut National Security Coordination Secretariat (NSCS). NSCS
dibentuk pada 1999 yang memiliki tujuan untuk memperkuat koordinasi
antara instansi-instansi hankam Singapura. Instansi tersebut adalah militer
(Singapore Armed Force), polisi (Singapore Police force), intelijen (Internal
Security Department). NSCS sendiri dalam pelaksanaannya, memiliki tiga
badan struktural yaitu NSCC (National Security Coordination Centre), NSRC
(National Security Research Centre), dan RPRC (Resilience Policy and
Research Centre). NSCC bertujuan memperkuat koordinasi lintas
Kementerian dengan memfasilitasi program-program yang memperkuat
keamanan nasional. Sementara NSRC yang dibentuk tahun 2004 memiliki
tugas menyediakan hasil analisis dan evaluasi terkait isu-isu keamanan. Dan,
RPRC memiliki tugas melengkapi kebutuhan data pemerintah terkait
kebijakan ketahanan negara.44
Bagan Struktur Sekretariat Keamanan Nasional Singapura
Negara Singapura benar-benar menyadari betapa pentingnya arti keamanan
nasional, sehingga sejak 1999 negera dengan luas wilayah 719 Km2 itu
mendesain struktur badan keamanan nasionalnya sesuai dengan tupoksi
yang benar-benar dibutuhkan. Hadirnya NSCS benar-benar membantu
Singapura dalam merumuskan kebijakan keamanannya yang saat ini bahkan
mencakup area keamanan maritim, transportasi publik, dirgantara,
infrastruktur, komunikasi-informasi, dan ketahanan pangan. Wajar apabila
Singapura jauh lebih siap menghadapi ancaman ketimbang Indonesia di era
globalisasi sekarang ini.
44 Lihat http://www.nscs.gov.sg
National Security Coordination Secretariat
National Security Coordination
Centre
National Security Research Center
Resilience Policy and Research
Center
18
November, 2015
Malaysia Negeri jiran pun memiliki badan keamanan nasionalnya yang disebut National
Security Division atau Bahagian Keselamatan Negara (BKN). BKN dibentuk
pada November 2006 dan memiliki peran mengkoordinasikan isu-isu terkait
keamanan nasional yang mencakup manajemen bencana, keamanan
maritim, isu-isu perbatasan, dan keamanan siber.
Kesembilan negara yang baru saja disebut (AS, Rusia, Inggris, Israel,
Tiongkok, Jepang, India, Singapura, dan Malaysia) adalah sebagian dari negara-
negara yang memiliki perhatian besar terhadap keamanan nasionalnya. Hal ini
ditunjukan dari adanya UU yang mengatur Keamanan Nasionalnya serta
dibentuknya Dewan Keamanan nasional sebagai pihak yang mengkoordinasikan
semua elemen terkait dengan keamanan. Fakta ini memperlihatkan begitu besarnya
perhatian dan kesadaran mereka bahwa begitu pentingnya aspek keamanan di
wilayah negara mereka masing-masing. Keamanan yang stabil tentunya akan
menjadi fondasi yang kuat bagi negara-negara untuk maju dan berkembang.
Oleh karena itu, pertanyaannya sekarang adalah sampai kapan perdebatan
RUU Kamnas selesai di Indonesia. Sebagian pihak mendukung, sebagian tidak
dengan berbagai alasannya. Namun yang jelas, sebagai negara terbesar di
kawasan ASEAN, Indonesia akan memiliki kerugian yang besar apabila masih
belum punya payung hukum yang kuat untuk mengatur keamanan nasionalnya.
Terlepas itu masih banyak kekurangan yang dianggap oleh sebagian pihak, negara
Indonesia tetap membutuhkan UU Keamanan Nasional.
Solusi Menyelesaikan Perdebatan RUU Kamnas di Indonesia
Mencapai kata sepakat antar kelompok pro dan anti RUU Kamnas memang
tidak mudah. Dibutuhkan dialog yang sangat intense antara mereke. Terutama
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan yang mengajukan draft RUU
dengan berbagai LSM yang menolak. Sepertinya sense of urgency antar
stakeholder UU Kamnas mengenai ancaman yang saat ini sudah bersifat
multidimensi harus diperkuat. Dengan memiliki persepsi yang sama, maka
sepertinya akan mudah bagi kelompok-kelompok ini untuk menyepakati draft RUU
Kamnas yang diajukan.
Bahkan sosialisasi pentingnya UU Kamnas dan Dewan Kamnas sepertinya
19
November, 2015
harus benar-benar dilakukan. Objeknya adalah mereka kelompok-kelompok
strategis di dalam masyarakat sipil seperti para pemuda, mahasiswa, ormas, media,
dan para akademisi. Suara dukungan mereka jelas dapat mempengaruhi opini
publik terhadap pentingnya UU Kamnas. Ketika mereka menilai bahwa UU Kamnas
sendiri berdampak positif bagi keamanan Indonesia, maka rasanya akan lebih
mudah draft RUU diloloskan di Parlemen. Namun demikian, apabila mereka menilai
bahwa UU Kamnas justru berpotensi membuat TNI melakukan pelanggaran HAM,
maka sepertinya akan sulit diloloskan di DPR.
Sosialisasi kepada mereka ini memang harus dijembatani oleh dialog-dialog
yang mendalam, terutama bagi mereka yang menolak keras dan suaranya benar-
benar mempengaruhi opini publik. Dialog harus ditujukan kepada pasal-pasal RUU
Kamnas yang selama ini dianggap berpotensi melakukan pelanggaran HAM.
Berbagai pasal yang sensitive dan sangat mudah diprovokasikan harus dijelaskan
secara gamblang kepada publik. Lebih lanjut RUU Kamnas juga tidak lepas dari
peran DPR yang memiliki hak mensahkan atau tidak. Idealnya DPR juga melakukan
kunjungan kerja di dapil-dapil untuk mendukun sosialisasi RUU Kamnas. Kunjungan
kerja di dapil pada akhirnya dapat menargetkan kelompok-kelompok masyrakat
strategis di daerah. Misalkan saja, para tokoh adat dan tokoh agama yang
jumlahnya sangat banyak di wilayah NKRI. Para tokoh adat dan tokoh agama ini
jelas dapat membentuk dan menggiring opini rakyat/publik di daerah untuk
menyadari betapa pentingnya sebuah negara memiliki payung hukum Kamnas.
Selain itu, kampanye melalui media massa, media cetak, elektronik, TV,
internet juga harus dipertimbangkan. Mengingat media ini benar-benar diakses oleh
publik dalam kehidupan sehari-harinya. Opini publik sangat mudah dipengaruhi oleh
pemberitaan-pemberitaan di media yang saat ini ruang geraknya lebih bebas. Oleh
karena itu dibutuhkan Kampanye yang positif melalui media massa dan social
media agar sangat membantu memberi keseimbangan terhadap kritik yang sangat
gencar disuarakan oleh pihak yang menolak RUU Kamnas.
Perlu tidaknya pengaturan Kamnas pada tingkat UU akhirnya bergantung
pada konsep, sifat, dan orientasi pengaturannya. Kontroversi terhadap konsep dapat
diatasi apabila ada konsensus, atau sebaiknya ada arah politik (political direction)
yang jelas dari pimpinan nasional. Ketegori apapun yang dipilih nantinya bisa terus
menemui perdebatan apabila yang dibahas hanya fokus pada fungsi-fungsi
20
November, 2015
penyelenggara keamanan.45 Alasan ini jelas lebih logis dibandingkan alasan-alasan
yang langsung menyatakan UU Kamnas tidak dibutuhkan di Indonesia. Alasan
tersebut menunjukan bahwasanya UU Kamnas akan lebih mudah disahkan apabila
ada kemauan yang tinggi dari pimpinan nasional, yaitu Presiden Indonesia. Dalam
hal ini Presiden Indonesia bersama Kementerian melakukan pendekatan kepada
parlemen sebagai pihak yang memiliki otoritas mensahkan UU. Mungkin alasan
sepert ini dapat dijadikan sebagai salah satu solusi yang menjawab perdebatan
RUU Kamnas yang terlalu lama terjadi.
Tidak perlu diragukan lagi bahwa RUU Kamnas telah menjadi polemik dan
menjadi isu yang benar-benar seksi dalam 5 tahun terakhir. Di saat negara-negara
maju sudah memiliki UU Kamnas beserta Dewannya, bangsa Indonesia tampaknya
lebih senang dan lebih memilih untuk terus adu debat. Perdebatan yang pada
akhirnya akan semakin ditinggalkan oleh negara-negara maju dan sekitarnya dalam
hal menangani keamanan negara. Padahal Indonesia, bisa mencontoh negara
asing, bahwa UU Kamnas adalah salah satu bentuk implementasi reformasi di
bidang penyelenaggaraan keamanan nasioanal untuk mencapai tujuan dan
kepentingan nasional masing-masing negara.
Akhirnya UU Kamnas akan menciptakan sinergi, sinkronisasi, dan
harmonisasi dari berbagai aturan yang ada di berbagai lembaga. Akselearasi
pembahasan UU Kamnas sangatlah penting karena memang dibutuhkan Indonesia
untuk meningkatkan kemampuan penyelenggaraan keamanan di masa mendatang.
Masih adanya pihak yang setuju dan menentang RUU Kamnas adalah sebuah
dinamika dalam kehidupan berdemokrasi di era reformasi. Pada intinya diperlukan
sense yang sama antar dua kelompok ini, bahwa keamanan negara adalah hal yang
vital bagi republik ini. Pada intinya, segala sesuatu yang memiliki payung hukum
jauh lebih baik dibandingkan yang tidak punya. Kemudian, payung hukum itu juga
dapat diperbaiki di masa mendatang apabila dirasa perlu.
Penutup
Perdebatan RUU Kamnas menjadi isu seksi dalam lima tahun terakhir.
Masing-masing kelompok pendukung dan penolak memiliki argument masing-
45 Pernyataan peneliti CSIS Kusnanto Anggoro dalam berita berujudul “RUU Kamnas Ditolak, Revisi Saja UU Darurat”, diakses di http://transindonesia.co, September, 2015
21
November, 2015
masing yang sampai saat ini belum menemukan titik temunya. Namun demikian,
fakta yang terjadi adalah dinamika ancaman semakin besar dan sudah bersifat
multidimensi. Ketika negara-negara maju dan beberapa negara tetangga sudah
memiliki UU Kamnas beserta dewan pelaksanannya, Indonesia masih berkutat
dengan perdebatan kamnasnya. Oleh karena itu jangan sampai Indonesia semakin
tertinggal dari negara-negara lain dalam hal menghadapai ancaman. Diperlukan
upaya yang maksimal dari Pemerintah dalam mengajukan RUU Kamnas yang
isisnya dapat diterima secara logis dan tidak menimbulkan kekhawatiran oleh publik.
22