22
November, 2015 Pro – Kontra RUU Keamanan Nasional Di Era Reformasi “Sebuah Analisis Pentingnya Kemanan Nasional di Indonesia” oleh Yosua Praditya 1 Memasuki Era Reformasi Indonesia menghadapi banyak ancaman, terutama ancaman gerakan kelompok radikal dan teroris yang jelas mengganggu stabilitas nasional. Era reformasi memberikan ruang kebebasan yang jauh lebih luas bagi pikiran, ide-ide, dan eksistensi kelompok-kelompok tertentu, dibandingkan dalam era Orde Baru. Hal ini memang menunjukan Indonesia lebih dewasa dalam menjalankan politik berdemokrasi tanpa melanggar HAM yang benar-benar dituntut oleh mayoritas publik untuk dikedepankan. Namun fakta yang terjadi adalah semakin bebasnya gerakan, pikiran, dan tindakan yang mengatasnamakan demokrasi, kebebasan berpendapat, dan HAM justru memberikan konsekuensi kepada keamanan nasional. Konsekuensi tersebut tentunya yang bermuatan negatif yang jelas dapat mengganggu kepentingan dan keamanan wilayah NKRI. Apalagi saat ini Indonesia belum memiliki UU Kemanan Nasional, dan bahkan draft RUU- nya pun masih mendapat penolakan sebagain publik yang merasa khawatir apabila akan terjadi pelanggaran HAM di kemudian hari. Yang perlu diperhatikan saat ini adalah dalam lingkungan global, termasuk Indonesia, telah terjadi pergeseran konteks keamanan. Pergeseran keamanan dari yang bersifat konvensional menjadi non-konvensional inilah yang akhirnya membuat Pemerintah memiliki wacana membuat UU Keamanan Nasional untuk menjaga stabilitas bangsa Indonesia. Kehadiran UU Keamanan Nasional sangat perlu dikaji melalui kajian teoritis yang mendalam, sehingga akan memberikan pemahaman yang komprehensif bagi mayoritas publik. Pendahuluan Pro – kontra RUU Kemanan Nasional (Kamnas) yang mewarnai di media baik cetak maupun elektronik memperlihatkan perdebatan antara pemerintah dan sebagian kelompok yang membahas perlukah keamanan nasional dipayungi oleh sebuah UU. Pada sisi Pemerintah, mengatakan bahwa RUU Kamnas bertujuan untuk menata peran negara dalam menangani permasalahan Kamnas di wilayah ‘abu-abu’ atau di luar masalah keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) maupun pertahanan negara (Hanneg). 2 Di lain pihak, sebagian kalangan, terutama LSM Imparsial, mengatakan bahwa negara saat ini masih belum memerlukan RUU Keamanan Nasional. Indonesia lebih membutuhkan Indonesia lebih membutuhkan undang-undang tentang tugas perbantuan untuk melibatkan tentara dalam pengamanan. 3 Pro – Kontra seperti ini berpotensi memberikan kebingungan bagi 1 Penulis adalah alumnus Universitas Pertahanan jurusan Manajemen Pertahanan Cohort IV 2 Pernyataan Mantan Kepala Staf Umum TNI, Letjend J. Suryo Prabowo, dalam “UU Kamnas Pertegas Posisi TNI Bukan Alat Penguasa”, diakses di JPNN.com, Agustus 2015 3 Pernyataan Direktur Imparsial Al-Araf, dalam “Alasan RUU Kamnas Belum Diperlukan”, diakses di metrotvnews.com, September, 2015 1

Pro - Kontra RUU Kamnas di Indonesia (Sebuah Analisis Pentingnya Keamanan Nasional)

  • Upload
    idu

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

November, 2015

Pro – Kontra RUU Keamanan Nasional Di Era Reformasi

“Sebuah Analisis Pentingnya Kemanan Nasional di Indonesia”

oleh

Yosua Praditya1

Memasuki Era Reformasi Indonesia menghadapi banyak ancaman, terutama ancaman gerakan kelompok radikal dan teroris yang jelas mengganggu stabilitas nasional. Era reformasi memberikan ruang kebebasan yang jauh lebih luas bagi pikiran, ide-ide, dan eksistensi kelompok-kelompok tertentu, dibandingkan dalam era Orde Baru. Hal ini memang menunjukan Indonesia lebih dewasa dalam menjalankan politik berdemokrasi tanpa melanggar HAM yang benar-benar dituntut oleh mayoritas publik untuk dikedepankan. Namun fakta yang terjadi adalah semakin bebasnya gerakan, pikiran, dan tindakan yang mengatasnamakan demokrasi, kebebasan berpendapat, dan HAM justru memberikan konsekuensi kepada keamanan nasional. Konsekuensi tersebut tentunya yang bermuatan negatif yang jelas dapat mengganggu kepentingan dan keamanan wilayah NKRI. Apalagi saat ini Indonesia belum memiliki UU Kemanan Nasional, dan bahkan draft RUU-nya pun masih mendapat penolakan sebagain publik yang merasa khawatir apabila akan terjadi pelanggaran HAM di kemudian hari. Yang perlu diperhatikan saat ini adalah dalam lingkungan global, termasuk Indonesia, telah terjadi pergeseran konteks keamanan. Pergeseran keamanan dari yang bersifat konvensional menjadi non-konvensional inilah yang akhirnya membuat Pemerintah memiliki wacana membuat UU Keamanan Nasional untuk menjaga stabilitas bangsa Indonesia. Kehadiran UU Keamanan Nasional sangat perlu dikaji melalui kajian teoritis yang mendalam, sehingga akan memberikan pemahaman yang komprehensif bagi mayoritas publik.

Pendahuluan

Pro – kontra RUU Kemanan Nasional (Kamnas) yang mewarnai di media baik

cetak maupun elektronik memperlihatkan perdebatan antara pemerintah dan

sebagian kelompok yang membahas perlukah keamanan nasional dipayungi oleh

sebuah UU. Pada sisi Pemerintah, mengatakan bahwa RUU Kamnas bertujuan

untuk menata peran negara dalam menangani permasalahan Kamnas di wilayah

‘abu-abu’ atau di luar masalah keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas)

maupun pertahanan negara (Hanneg).2 Di lain pihak, sebagian kalangan, terutama

LSM Imparsial, mengatakan bahwa negara saat ini masih belum memerlukan RUU

Keamanan Nasional. Indonesia lebih membutuhkan Indonesia lebih membutuhkan

undang-undang tentang tugas perbantuan untuk melibatkan tentara dalam

pengamanan.3 Pro – Kontra seperti ini berpotensi memberikan kebingungan bagi 1 Penulis adalah alumnus Universitas Pertahanan jurusan Manajemen Pertahanan Cohort IV 2 Pernyataan Mantan Kepala Staf Umum TNI, Letjend J. Suryo Prabowo, dalam “UU Kamnas Pertegas Posisi TNI Bukan Alat Penguasa”, diakses di JPNN.com, Agustus 20153 Pernyataan Direktur Imparsial Al-Araf, dalam “Alasan RUU Kamnas Belum Diperlukan”, diakses di metrotvnews.com, September, 2015

1

November, 2015

sebagian publik, terutama mereka yang belum pernah mempelajari, membahas, dan

mendiskusikan apa itu intisari dari keamanan dan pertahanan. Oleh karena itu,

dalam tulisan ini, penulis akan mencoba mengkaji arti sebuah keamanan nasional,

sehingga dapat memberikan pendapat yang sudah didukung oleh berbagai kajian

analisis terhadap pentingnya RUU Kemanan Nasional.

Urgensi Keamanan Nasional Bagi Indonesia

Keamanan dari definsi kamus itu cukup sederhana, yaitu ketiadaan ancaman.

Namun dengan berkembangnya waktu, maka definisi keamanan juga mendapat arti

perluasan yang semakin banyak. Menurut Bigo dalam Indrawan (2015), keamanan

tidak hanya soal kelangsungan hidup (survival), tetapi keamanan adalah soal

kebebasan dai kematian yang tidak diinginkan, ancaman kemarian dari musuh, dan

ancaman kematian dari yang lainnya.4 Menurut Indrawan (2015), keamanan

tentunya terkait dengan militer, sehingga ia diartikan dalam terminologi militer yang

artinya perlindungan militer terhadap ancaman yang ditimbulkan kekuatan militer

negara lain, dimana objek dari keamanan adalah negara, untuk itu memang harus

dilindungi. 5

Sementara itu, jauh sebelumnya, menurut Buzan (1991), keamanan adalah

kebebasan dari ancaman dan kemampuan negara serta masyarakat untuk

mempertahankan identitasnya dan integritasnya dari perubahan kekuatan yang

ditimbulkan dari musuhnya. Pada dasarnya, keamanan adalah kelangsungan hidup

sebuah negara, yang dapam upayanya dapat mengambil tindakan darurat dan

langkah-langkah yang luar biasa, termasuk penggunaan kekuatan untuk

mengamankan negaranya.6 Keamanan nasional secara umum diartikan sebagai

kebutuhan dasar untuk melindungi dan menjaga kepentingan nasional suatu bangsa

yang menegara dengan menggunakan kekuatan politik, ekonomi dan militer untuk

menghadapi berbagai ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam

negeri.7 Lebih lanjut, menurut Darmono (2013), keamanan nasional juga bisa

diartikan sebagai kebutuhan untuk memelihara dan mempertahankan eksistensi

4 Indrawan, Jerry. Studi Strategis dan Keamanan, LSPP, 2015, hlm 45 Ibid6 Buzan, Barry. New Patterns of Global Security in the Twenty –First Century”, Internasional Affairs, 19917 Darmono, Bambang. Keamanan Nasional: Sebuah Konsep dan Sistem Keamanan Bagi Bangsa Indonesia

2

November, 2015

negara melalui kekuatan ekonomi, militer dan politik serta pengembangan

diplomasi.8

Yang menjadi dasar keamanan nasional adalah kepentingan nasional.

Menurut Buku Putih Pertahanan (2008), hakikat kepentingan nasional Indonesia

adalah tetap tegaknya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945 serta terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan nasional

yang berkelanjutan.9 Kepentingan nasional seperti menjadi pedoman bagi suatu

negara dalam menghadapi dinamika perubahan lingkungan, baik itu nasional

maupun global. Pada akhinya kepentingan nasional menjadi salah satu bahan

pertimbangan strategis bagi pemerintah yang mewacanakan diterbitkannya kembali

RUU Keamanan Nasional.

Dalam draft terbaru RUU Keamanan Nasional 2015, keamanan nasional itu

sendiri memiliki arti kondisi dinamis bangsa dan NKRI yang menjamin keselamatan

warga negara, masyarakat, dan bangsa serta terlindunginya kedaulatan dan

keutuhan wilayah NKRI dari segala ancaman dalam rangka keberlangsungan

pembangunan yang sesuai dengan kepentingan nasional.10 Dari arti tersebut, maka

terumuskan apa yang disebut dengan Sistem Keamanan Nasional yang

menunjukan tatanan segenap komponen bangsa dalam menyelenggarakan dan

mendayagunakan seluruh sumber daya nasional secara terintegrasi, terpadu,

terarah bagi terciptanya keamanan nasional.11 Dari sistem keamanan nasional

inilah, draft RUU ini mencakup kemanan insani, keamanan publik, dan keamanan

negara. Pada akhirnya RUU ini menegaskan bahwa segala upaya untuk menjamin,

menjaga, dan menyelenggarakan keamanan, maka dibutuhkan sebuah instrumen

legal sebagai payung hukumnya.

Kelompok-Kelompok Pendukung RUU Keamanan Nasional Beserta Alasannya

Gonjang – ganjing perbedatan RUU Kamnas terntunya membagi dua

kelompok. Ada kelompok pendukung yang jelas dalam hal ini adalah Pemerintah,

yaitu Kementerian Pertahanan yang mengajukan RUU ini ke dalam Prolegnas 2015.

Hal ini ditegaskan oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dalam rapat kerja

8 Ibid, hlm 99 Lihat Buku Putih Pertahanan 2008, hlm 3910 Lihat pasal 1 (satu) ayat 1 (satu) RUU Keamanan Nasional, 201511 Lihat pasal 1 (satu) ayat 3 (tiga) RUU Keamanan Nasional, 2015

3

November, 2015

perdana bersama dengan Komisi I DPR pada 26 Januari 2015, yang mengatakan

RUU Kamnas harus masuk Prolegnas 2015.12

Tampaknya pemerintah memiliki perspektif bahwa keamanan dan pertahanan

negara adalah di atas segala-galanya, termasuk menumpas segala kemungkinan

ancaman terhadap keutuhan dan kedaulatan negara. RUU Kamnas dianggap

sebagai instrumen legal untuk memperkuat segala tindakan untuk mengamankan

keamanan negara. Bahkan pernyataan, Mantan Kasum TNI, Letjen TNI (Purn)

Suryo Prabowo, mengatakan bahwa RUU Kamnas bukan untuk mempermudah

pemerintah menggunakan TNI untuk mendukung kepentingannya. Ia melanjutkan

bahwa RUU Kamnas yang diajukan ke dalam Prolegnas 2015 bukan sama sekali

daur ulang dari UU Nomor II/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan

Subversif yang telah dicabut dengan UU Nomor 26 tahun 1999. Intinya, UU Kamnas

tidak ditujukan untuk memberantas tindakan subversive, melainkan untuk menata

seluruh aktor keamanan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan

tugasnya.13 Dengan kata lain untuk meminimalkan grey area atau wilayah abu-abu

di dalam sektor keamanan yang sering menjadi perdebatan antara TNI- Polri.

Dukungan terhadap RUU Keamanan Nasional pun mengalir dari kaum sipil.

Salah satunya adalah dukungan dari Muhammad AS Hikam14 yang tidak henti-

hentinya menyerukan bahwa Indonesia sudah harus segera memiliki UU Keamanan

Nasional. Bahkan dalam acara diskusi terkait urgensi Kamnas, Muhammad AS

Hikam, menyatakan hanya “negara yang tidak waras-lah” yang tidak memiliki UU

Keamanan Nasional. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Russia, Inggris,

Australia, bahkan negara tetangga seperti Malaysia dan Timor – Timur pun sudah

memiliki UU Kamnas. Menurutnya Kamnas merupakan persoalan strategis paling

utama bagi sebuah negara berdaulat, dimana kedaulatan itu ditentukan oleh sejauh

mana ia mampu menjaga, memelihara, dan memertahankan Kamnasnya.

Keamanan nasional yang terkait erat dengan kepentingan nasional akan

memberikan arah tujuan kebijakan nasional yang akan dicapai, baik secara ideal

maupun pragmatiis. Pada akhirnya peraturan perundang-undangan yang secara

jelas mengatur Keamanan Nasional memang sangat diperlukan agar baik

12 “Menhan Usul RUU Keamanan Nasional Masuk Prioritas 2015”, diakses di CNNIndonesia.com, Januari, 201513 “Eks Kasum TNI: RUU Kamnas Bukan Untuk Permudah Pemerintah Mendukung Kepentingannya,” diakses di Tribunnews.com, Agustus, 201514 Muhammad AS Hikam adalah mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi era Presiden Gusdur (1999 – 2001), dan terakhir menjabat sebagai Ketua DAS BIN (Dewan Analis Strategis Badan Intelijen Negara) pada 2012 – 2015.

4

November, 2015

penyelenggara maupun warga negara memiliki acuan bersama dan bersinergi,

terutama bagaimana dalam memandang Kamnas itu sendiri.15

Ada empat hal yang mengatakan bahwa UU Kamnas perlu segera

diimplementasikan Indonesia, pertama, pada aspek keamanan, yaitu sebagai

penataan kelambagaan dalam reformasi sektor keamanan. Kedua, pada aspek

integrasi, yaitu integrasi komando dan mobilisasi Angkatan Bersenjata dalam

menagkal ancaman. Ketiga, aspek wilayah abu-abu atau grey area, yang

memperjelas wilayah abu-abu antara Polri-TNI dalam hal melakukan segala

tindakan terkait kemanan. Dan keempat, aspek negara-negara lain, yaitu sudah

banyak negara maju dan beberapa negara tetangga (Malaysia dan Timor Timur)

yang sudah memiliki UU Kamnas.16 Pada akhirnya, pihak-pihak yang pro akan

keberadaan UU Kamnas, mengatakan bahwa UU merupakan hasil konsekuensi dari

reformasi itu sendiri. RUU Kamnas dibuat sebagai paradigma keamanan yang lebih

komperhensif yang sesuai dengan sistem demokrasi. Yang menjadi penegasan

RUU Kamnas sendiri adalah untuk menghindari egosektoral TNI-Polri, namun yang

diperlukan ialah harmonisasi dan sinkronisasi berbagai aturan perundang-undangan

yang ada, baik itu UU Pertahanan Negara 3/2002, UU Intelijen 17/2011, UU TNI

34/2004, dan UU Polri 2/2002.

Lebih lanjut, meskipun RUU Kamnas ditolak masuk dalam Prolegnas 2015,

namun Pemerintah tetap pemerintah akan mengusahakan untuk masuk di

Prolegnas 2016.17 Niat pemerintah yang mengusahakan RUU Kamnas diterima

patut diapresiasi karena kesadaran pemerintah terhadap bentuk ancaman yang

semakin kompleks memang perlu diberikan penambagan instrumen hukum. Oleh

karena itu, sebenarnya pemerintah perlu memikirkan tantangan-tantangan apa saja

yang selama ini menghambat RUU Kamnas. Tantangan tersebut adalah masih

tingginya tingkat kecurigaan dan ketidakpercayaan (distrust) dari sebagian publik,

terutama kalangan sipil pegiat HAM. Selain itu, pemerintah perlu meluruskan

kesalahpahaman bahwa RUU Kamnas berpotensi merugikan salah satu pihak. RUU

Kamnas benar-benar ditakutkan akan mengambil sebagian porsi Polri. Dan pada

akhirnya, Pemerintah perlu memperkuat lobi-lobi politik dalam parlemen, mengingat

RUU Kamnas adalah sesuatu yang sangat strategis bagi kepentingan kelompok-

15 Penyampaian Dr. Muhammad AS Hikam “Dimensi Politik Keamanan Nasional”, dalam FGD Tentang RUU Keamanan Nasional, Hotel Aston Bogor, 7 November 201516 Ibid.17 “Ditolak di 2015, RUU Kamnas diajukan Pemerintah lagi di 2016,” diakses di CNNIndonesia.com, Maret, 2015

5

November, 2015

kelompok politik. Apabila langkah dan upaya tersebut benar-benar dilakukan oleh

Pemerintah dengan cermat dengan mempertimbangkan segala aspek yang tepat,

maka sepertinya implementasi RUU Kamnas dapat segera terealisasi. Pada

akhirnya UU Kamnas bukan lagi sebatas wacana yang selalu diperdebatkan, namun

akan menjadi payung hukum baru dalam paradigma keamanan Indonesia di

kehidupan yang berdemokrasi.

Kelompok-Kelompok Penolak RUU Kamnas Beserta Alasannya

Pro – kontra antar kelompok merupakan konsekuensi dari kehidupan

berdemokrasi yang ada. Bagi mereka yang menolak masuknya RUU Kamnas dalam

Prolegnas adalah merupakan hak mereka yang sah-sah saja, selama tidak

menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagian besar mereka

yang menolak berasal dari kalangan LSM, pegiat HAM, dan beberapa kalangan

akademisi. Hal ini terungkap dalam diskusi publik yang diadakan Pusat Studi HAM

(Pusham) Universitas Negeri Medan bekerja sama dengan Imparsial pada bulan 9

Juni 2015 kemarin. Diskusi yang bertemakan “Ancaman Terhadap Pembela HAM

Melalui Kebijakan Legislasi RUU Kamas serta RUU Rahasia Negara, menghadirkan

narasumber Ardi Manto, peneliti dari Imparsial; Majda El Muhtaj dari Pusham

Unimed; dan Drs. Robinson Simbolon dari Komisi Informasi Sumut. Mereka

berpendapat tidak perlu adanya UU Kamnas, karena Jika misalnya ada terorisme

yang mengancam, maka revisi saja UU terorisme. Sehingga tidak perlu membuat

UU gelondongan yang men-counter segala sektor.18

Lebih lanjut, Direktur Imparsial Al – Araf bahkan menambahkan Indonesia

lebih baik melakukan revisi UU Darurat dibandingkan memasukan RUU Kamnas.

Hal ini dikarenakan ada ruang yang kosong di legislasi sektor pertahanan dan

keamanan yang sampai sekarang belum dibuat oleh negara, yakni revisi terhadap

Undang-undang darurat nomor 2359, karena pengaturan tentang Undang-undang

darurat 2359 itu sangat-sangat eksesif dalam artian harus direvisi. Al Araf juga

memberikan saran agar Indonesia membuat pengaturan keterlibatan militer dalam

membuat hubungan antara TNI dan Polri bersinergi. Selain itu ia menilai, sebaiknya

Pemerintah fokus merevisi agenda prolegnas dengan mendorong pembahasan

RUU Perbantuan. RUU Perbantuan adalah jawaban didalam jembatan dalam

konteks hubungan TNI-Polri untuk menjaga wilayah keamanan yang sifatnya

18 “Aktivis HAM Tolak RUU Kamnas dan RUU Rahasia Negara”, diakses di bitra.or.id, Juni, 20156

November, 2015

kontigensi atau dalam wilayah-wilayah grey area (area abu-abu), itu menjadi sangat

penting. 19

Bahkan ada salah satu kelompok yang benar-benar anti sama sekali dengan

UU Kamnas. Pihak tersebut tegas menyatakan “RUU Kamnas membahayakan, dan

lebih baik dibuang ke tempat sampah”. Hal ini disampaikan oleh kaum akademisi

Hermawan Sulisiyo, salah satu peneliti dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia). Hermawan menilai dengan RUU ini maka situasi dan kondisi negara

akan kembali seperti di zaman orde baru. Tentara sangat kuat. Selain itu, ada poin

berkurangnya kewenangan Polri dalam menjaga keamanan, dan diserahkannya

sebagian kewenangan itu ke tentara. Akibatnya, pada reformasi 1998 TNI-Pori

dipisahkan akan jadi percuma. 20 Selain itu, hermawan melakukan penolakan

dengan cara yang unik, yaitu dengan cara roadshow keliling Indonesia untuk

menolak RUU Kamnas.21 Selain itu, penolakan juga muncul dari Anggota Dewan

Pers Agus Sudibyo yang mengatakan media harus tegas menolak dan berpihak

pada RUU Kamnas. Alasannya adalah jurnalis akan menjadi profesi yang terancam

apabila UU ini benar-benar dijalankan. Nantinya dikhawatirkan akan ada niat-niat

politik dalam keadaan tertentu untuk memberanguskan pers.22

Sejarah Lahirnya RUU Kamnas dan Perdebatannya

Untuk lebih memhami maksud dan alasan-alasan kelompok tersebut menolak

RUU Kamnas tampaknya perlu melihat beberapa tahun ke belakang. Sejarahnya,

RUU Kamnas untuk pertama kalinya diajukan ada Prolegnas 2007 oleh Kemhan

bersama Mabes TNI untuk melakukan penataan kelembagaan dalam reformasi

sektor keamanan. Usulan RUU Kamnas tersebut sejatinya memberikan gambaran

bahwa kebijakan yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara masih

tambal sulam, tidak komprehensif, dan jangka panjang. Hal tersebut ditandai

dengan penolakan Polri, secara kelembagaan untuk ikut terlibat dalam

pembahasan. Keberadaan UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara

dianggap tidak lagi dapat menaungi berbagai bentuk ancaman, baik dari dalam

maupun luar negeri, serta koordinasi antar kelembagaan TNI-Polri.23

19 “Saran Imparsial Untuk Tak Masukan Prolegnas”, diakses di Metronews, Okotber, 201520 “Pengamat: RUU Kamnas Membahayakan, Buang ke Tempat Sampah,” diakses di tempo.com, Maret 201521 “Penolak RUU Kamnas, Keliling Indonesia, Galang Dukungan,” diakses di Kompasiana, Juni, 201522 “Dewan Pers: Media harus berpihak menyikapi RUU Kamnas”, diakses di http://dariuslekalawo.blogspot.co.id, September 201523 “Polri dan RUU Keamanan Nasional”, diakses di https://muradi.wordpress.com, Februari, 2007

7

November, 2015

Ada prediksi bahwa usulan RUU Kamnas kala itu merupakan cara TNI untuk

kembali mensubordinatkan Polri. Dengan demikian besar kemungkinan Polri akan

dipegang oleh lintas Kementerian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar

Negeri, atau pun Kementerian Hukum dan HAM. Pada intinya dikahwatirkan akan

ada civil supremacy dalam tubuh Polri, sama seperti yang terjadi saat ini di

Kementerian Pertahanan. Dimana untuk pertama kalinya Departemen Pertahanan

dijabat oleh kalangan sipil, yaitu Juwono Sudarsono pada 26 Juli 1999 – 26 Agustus

2000. Sebelumnya selama kurang lebih 40 tahun, dari tahun 1959 hingga 1999,

Menteri Pertahanan selalu dijabat oleh kalangan militer yang merangkap Panglima

ABRI. Ada alasn tertentu bagi pimpinan Polri saat itu yang mengganggap bahwa

Polri memang harus berada di bawah langsung Presiden karena alasan realitas

politik, sehingga apabila diposisikan di bawah kementerian tertentu akan

menyulitkan Polri sebagai sebuah institusi.24

Lebih lanjut, nantinya ditakutkan akan ada sepuluh potensi kewenangan Polri

yang akan tereuksi dalam RUU Kamnas, yakni: (1) Penyusunan kebijakan dan

pengajuan anggaran; (2) Posisi Polri di bawah kementerian; (3) Pemberantasan

terorisme; (4) Penanganan konflik sosial; (5) Penanganan pengacau keamanan; (6)

Pembinaan keamanan lingkungan; (7) Posisi Polri di Forum Muspida; (8) Posisi Polri

di Kominda; (9) Akses Bantuan Hibah dan Kerja sama Pemda; (10) Akses politik

dan ekonomi.25 Karena alasan inilah pihak Polisi yang sebenarnya enggan

menerima kehadiran RUU Kamnas. Bahkan ada kecenderungan pihak Polisi

menggandeng dari belakang berbagai LSM dan aktivis-pegiat HAM untuk bersama-

sama menolak RUU Kamnas.

Berlanjut pada tahun 2012, dimana tahun ini bermunculan LSM-Ormas yang

menolak RUU Kamnas di luar Imparsial. Sebut saja seperti Kontras, LIMA (Lingkar

Madani Untuk Indonesia), dan IPW (Indonesia Police Watch) yang begitu gencar

menolak RUU Kamnas dengan alasan pelanggaran HAM dan demokrasi. Menurut

pernyataan, Ray Rangkuti (Direkur LIMA), RUU Kamnas tahun 2012 terdapat dua

pasal yang membuka kebijakan represif, yaitu Pasal 17 dan 54 yang memiliki

pandangan ganda (multi tafsir) yang berpotensi digunakan pemerintah bertindak

represif terhadap rakyat saat negara dinyatakan tidak aman.26 Dalam pasal 17 dan

54 disebutkan bahwa ancaman Keamanan Nasional di segala kehidupan

24 Muradi. RUU Keamanan Nasional dan Sikap Polri, diakses di http://pustaka.unpad.ac.id, 201325 Ibid26 “Defini Ancaman Tak Jelas, RUU Kamnas Berpotensi Langgar HAM,” diakses di Kontras.org, September 2012

8

November, 2015

dikelompokan ke dalam ancaman militer, ancaman bersenjata, dan ancaman tidak

bersenjata. Hal inilah yang ditakutkan bahwa definisi terkesan tanpa batas dan

mengancam semua elemen masyarakat seperti wartawan, mahasiswa, aktivis

Lembaga Swadaya Masyarakat, politisi, pegawai negeri sipil, dan masyarakat sipil

lainnya.

Selain itu, RUU Kamnas pada 2012 dianggap masih memiliki kekurangan

pada beberapa pasal, seperti tidak ada penjelasan definisi keamanan nasional

maupun ancaman nasional terkait indikator dan kategori. Hal ini disampaikan

langsung oleh Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin saat itu, tahun 2012,

mencontohkan Pasal 54 huruf (e) RUU Kamnas versi pemerintah tentang adanya

kuasa khusus yang dimiliki Dewan Kemanan Nasional (DKN) yang berhak

menyadap, menangkap, memeriksa dan memaksa yang dianggap melanggar HAM,

kemudian, Pasal 10, Pasal 15 juncto Pasal 34 tentang darurat sipil dan militer yang

tidak ada hubungannya sesuai UU Keadaan Bahaya, serta Pasal 17(4) berpotensi

membahayakan demokrasi.27 Pasal-pasal tersebut dianggap sebagai pasal karet

karena bisa melahirkan multitafsir karena bersifat elastis. Untuk mengetahui pasal-

pasal apa saja yang dianggap berpotensi melanggar HAM oleh Komisi I dapat dilihat

pada tabel di bawah:

Pasal-Pasal RUU Kamnas (2012) Yang Berpotensi Melanggar HAM dan Kehidupan Berdemokrasi

No Pasal AlasanPasal 10, 15 jo 34 Tentang darurat sipil dan militer sudah tak relevan lagi

bila acuannya pada UU keadaan bahaya tahun 1959

Pasal 17 (4) Menyatakan bahwa ancaman potensial dan non potensial diatur dengan Keputusan Presiden, yang diaggap sangat berbahaya bagi demokrasi dan sangat bersifat tiran.

Pasal 17 ayat 2 (9) Ancaman yang berupa diskonsepsional perumusan legislasi dan regulasi, jadi apabila terjadi ketidaksepakatan tentang pembuatan aturan yang dikeluarkan pemerintah, maka pemerintah menganggapnya sebagai ancaman .

Pasal 22 Jo RUU Kamnas memberi peran luas kepada Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai penyelenggara kamnas.

Pasal 54 e Dimana kuasa khusus yang dimiliki unsur Kamnas yaitu berupa hak menyadap, menangkap, memeriksa dan memaksa merupakan pelanggaran terhadap HAM.

27 Ibid9

November, 2015

Pasal 59 Menjadi Lex Spesialis semacam payung yang menghapus UU lainnya termasuk UU nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pasal 22 jo 23 memberikan peran terlalu luas kepada unsur BIN sebagai penyelenggara Kamnas

Sumber: data diolah oleh Penulis2829

Peran Dewan Keamanan Nasional di Indonesia Apabila DibentukDalam RUU Kamnas, Dewan Keamanan Nasional (DKN) memiliki enam

tugas utama, yaitu (1) Merumuskan kebijakan dan strategi Keamanan Nasional; (2)

Menilai perkembangan kondisi Ancaman yang bersifat potensial dan aktual serta

kondisi Keamanan Nasional sesuai dengan eskalasi Ancaman; (3) Menetapkan

unsur utama dan unsur pendukung penyelenggaran Keamanan Nasional sesuai

dengan eskalasi ancaman; (4) Mengendalikan penyelenggaraan Keamanan

Nasional; (5) Menelaah dan menilai risiko dari kebijakan dan strategi yang

ditetapkan; dan (6) menelaah dan menilai kemampuan dukungan sumber daya bagi

penyelenggaraan Keamanan Nasional.30 Dalam rencana pelaksanaannya, DKN

akan diketuai oleh Presiden, sementara Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional

dijabat oleh Wakil Presiden, dan Ketua Harian Dewan Keamanan Nasional akan

dijabat oleh pejabat negara setingkat menteri yang ditunjuk oleh Presiden dengan

keanggotaan terdiri atas anggota tetap dan tidak tetap. Anggota tetap Dewan

Keamanan Nasional terdiri atas Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri

Luar Negeri, Menteri Keuangan, Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala BIN. Sedangkan

anggota tidak tetap DKN terdiri atas Kementerian/Lembaga terkait diluar anggota

tetap sesuai dengan sifat dan bentuk ancaman yang dihadapi, serta elemen

masyarakat yang sesuai dengan kompetensinya.31

Pembentukan DKN pada intinya adalah untuk merumuskan kebijakan dan

akan menentukan unsur utama dan pendukung dalam menangkal setiap ancaman.

Perumusan kebijakan jelas akan lebih baik apabila dikeluarkan melalui satu pintu,

yaitu DKN, sehingga akan ada kejelasan pada TNI dan Polri. Dalam UU TNI no.

34/2004 pasal 7 (tujuh) ayat 2 (dua), tertulis bahwa TNI memiliki tugas pokok dalam

melakukan operasi militer selain perang (OMSP). Operasi tersebut mencakup 28 “Inilah Pasal Krusial Ancam Keamanan Nasional,” diakses di nasional.inilah.com, Oktober 201229 “Komisi I Umbar Pasal-Pasal Karet RUU Kamnas, diakses di RMOL.com, Juli 201130 Lihat pada pasal 18 draft RUU Kamnas31 Lihat pada pasal 17 Draft RUU Kamnas

10

November, 2015

mengatasi gerakan separatisme bersenjata, pemberontakan bersenjata, terorisme,

mengamankan wilayah perbatasan, objek vital nasional yang bersifat strategis, dan

membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang

diatur UU. Di sisi lain, Polri melalui UU Polri no. 2 Tahun 2002 pasal 13 a disebutkan

Tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

Definisi keamanan Keamanan dalam negeri dalam UU Polri adalah suatu keadaan

yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan

tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat.32 Karena TNI dan Polri masing-masing memiliki UU

yang melegitimasi upayanya dalam menjaga keamanan, maka hal inilah yang

memperlihatkan wilayah yang abu-abu, atau rawan dengan overlapping. Padahal,

masing-masing tugas keduanya tidak mungkin dipisahkan satu sama lain, karena

terdapat keterkaitan dan ketergantungan secara timbal balik. Dengan demikian

memang peran DKN adalah tepat apabila dilihat dari sisi subtansi, tanpa melihat

kepentingan instansi.

Idealnya, tugas TNI dan Polri dipahami dalam kerangka reorganisasi definisi

keamanan nasional komprehensif. Dalam hal ini, keamanan nasional memang tidak

hanya berpaku pada pertahanan untuk mengatasi ancaman militer atau agresi dari

negara lain. Namun konteks keamanan yang saat ini spektrumnya sudah lebih luas

yang ditandai dengan bahaya keamanan yang besifat asimetrik yang dilakukan oleh

aktor-aktor non-negara. Khusus untuk ancaman terorisme, ada yang mengatakan

bahwa sangat tidak bijak apabila penganganan terorisme seolah-olah hanya

dibebankan kepada Polri melalui Densus 88-nya. Padahal TNi dengan satuan-

satuan khusus antiteroris yang dimilikinya, yaitu Sat 81/Gultor Kopassus, Denjaka

AL, dan Bravo AU, selalu siap membantu Polri.33 Untuk mengatasi kegamangan

inilah maka memang idealnya Pemerintah membentuk DKN untuk mengatasi

persoalan tersebut.34 Bahkan saat ini terkesan satuan anti teror yang dimiliki TNI

(Gultor, Den Jaka, dan Den Bravo) dibiarkan begitu saja. Satuan tim anti teror ini

32 Lihat pada Pasal 1 (satu) ayat 6 (enam) dalam UU Polri33 Gultor Kopassus adalah satuan di Kopassus yang setingkat dengan Grup dan merupakan Prajurit terbaik dari seluruh Prajurit TNI. Denjaka AL adalah sebuah detasemen pasukan khusus TNI Angkatan Laut. Denjaka adalah satuan gabungan antara personel Kopaska dan Taifib Korps Marinir TNI-AL. Den Bravo adalah satuan pelaksana operasi khusus Korps Pasukan Khas yang berkedudukan langsung di bawah Dankorpaskhas yang bertugas melaksanakan operasi intelijen, melumpuhkan alutsista/instalasi musuh dalam mendukung operasi udara dan penindakan teror bajak udara

34 “Polri dan TNI Perlu Dewan Keamanan Nasional” diakses di http://nasional.kompas.com 11

November, 2015

bisa dibilang hanya sebagai penonton Densus 88 yang seolah-seolah memiliki

legitimasi penuh dan khusus untuk menumpas teroris.

Dengan demikian, apabila DKN benar-benar dibentuk, maka tugas

penanganan terorisme pasti akan melibat ketiga satun khusus TNI tersebut. Akan

ada pembagian tugas-tugas yang lebih baik dan sesuai profesinya masing-masing.

Misalkan untuk menghadapi ancaman maritime terrorism, mungkin idealnya

menurunkan Denjaka sebagai unsur utamanya. Sementara apabila ada ancaman

khusus bisa menurunkan Gultor Kopassus sebagai unsur utamanya. Kesemua ini

tidak ada sama sekali niat untuk mengambil jatah Polri dalam menangani kasus

terorisme. Hadirnya DKN justru akan mengoptimalkan setiak kesatuan khusus yang

dimiliki negara dalam mengamankan negara, khususnya dari ancaman-ancaman

non-state actor. DKN juga akan meminimalkan potential loss yang terjadi pada

satuan Gultor, Denjaka, dan Den Bravo. Selama ketiga kesatuan ini hanya menjadi

penonton saja karena tidak diberi kesempatan, maka sebenarnya yang terjadi

adalah negara melakukan pembiaran potensinya menguap.

Negara-Negara Yang Menaruh Perhatian Pada Keamanan Nasionalnya

Hampir semua negara maju, atau negara yang merasa eksistensinya

dikelilingi oleh ancaman sudah pasti memiliki Dewan Keamanan Nasional.

Tampaknya negara-negara tersebut sadar bahwa memiliki DKN akan memudahkan

mereka dalam merumuskan kebijakan dan strategi keamanannya. Dan yang lebih

penting adalah mereka dapat menentukan secara tepat dan cepat siapa unsur

utama untuk menghadapi ancaman yang datang tanpa adanya overlapping antar

instansi yang ada. Sebut saja, Amerika Serikat, Russia, dan Australia, memiliki DKN

karena mereka sadar bahwa kebijakan keamanan negara idealnya dikeluarkan

melalui satu pintu saja.

Amerika Serikat

Merujuk pada dokumen The National Security Strategy of The United States

of America, March 2006 Strategi keamanan nasional Amerika Serikat

bertumpu pada dua pilar. Secara garis besar adalah: Pertama,

mengembangkan faham demokrasi untuk mempromosikan kebebasan,

keadilan, dan harkat martabat manusia, dan meningkatkan kesejahteraan

12

November, 2015

rakyat serta membangun perdamaian dan stabilitas internasional atas dasar

kebebasan. Kedua, mengutamakan komunitas demokrasi dan upaya

multinasional untuk menghadapi berbagai tantangan dan ancaman dunia,

seperti ancaman pandemik, pengembangan senjata pemusnah massal,

terorisme, human trafficking, bencana alam, dan sebagainya. Tujuan

utamanya adalah menciptakan demokrasi di dunia, pemerintahan yang

mampu memenuhi kebutuhan warga negara, serta bertanggung jawabdalam

sistem internasional. Semua itu sebagai cara terbaik untuk menciptakan

keamanan yang abadi bagi rakyat Amerika Serikat.35

Kebijakan keamanan nasional AS saat ini berada langsung dibawah NSC

(National Security Council). NSA dibentuk pada 1947 dibawah kepemimpinan

Presiden AS ke 33 Harry S. Truman melalui National Security Act of 194736,

yang saat itu merasa tensi antara AS dan Uni Soviet sudah dapat

dikategorikan sebagai salah satu bentuk ancaman. Salah satu tujuan

dibentuknya NSA juga sama dengan apa yang dikonsepkan di dalam RUU

Kamnas, yaitu untuk memastikan koordinasi antara Army, Air Force, Navy,

Marine, dan instansi-instansi lain termasuk CIA (Central Intelligence Agency).

NSC berada langsung di bawah kepemimpinan Presiden AS dalam

merumuskan kebijakan keamanan dan luar negeri. Yang dapat dipetik dari

fakta ini adalah negara adidaya sebesar AS sudah memiliki kesadaran yang

tinggi akan pentingnya kehadiran Dewan Keamanan. Sudah lebih 50 tahun

yang lalu mereka merumuskan sebuah UU Keamanan Nasional (National

Security Act) yang akhirnya melahirkan Dewan Keamanan mereka yaitu NSA.

Rusia

Menurut 2000 Russian National Security Concept sebagaimana tertuang

dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Permanent Representation of Russian

Federation to the Council of Europe, Strasbourg disebutkan bahwa

keamanan nasional adalah sistem pemikiran atau pandangan tentang

bagaimana menjamin keamanan dalam Negara Federasi Rusia yang meliputi

individu, masyarakat, dan negara dari ancaman internal dan eksternal dalam

segenap aspek dan aktivitas kehidupan. Tantangan terhadap keamanan

35 Opcit. Darmono. hlm 2236 National Security Act of 1947 adalah UU Keamanan Nasional milik AS yang dibentuk pada tahun 1947 pasca perang dunia kedua

13

November, 2015

nasional mencakup berbagai persoalan politik di dalam negeri, ekonomi,

sosial budaya, teknologi, dan stabilitas keamanan di kawasan.37

Perumusan kebijakan keamanan Rusia berada ditangani oleh SCRF

(Security Council of the Russian Federation atau Совет Безопасности Российской Федерации) pada tahun 1992,38 dan berada langsung

Presiden Rusia. SCRF dibentuk menjadi forum di Rusia untuk

mengkoordinasikan dan mengintegrasikan segala hal yang terkait dengan

kebijakan keamanan negara. Melalui SCRF, Presiden Rusia memiliki

kewenangan penuh untuk mengatur dan mengkoordinasikan seluruh instansi

hankam (pertahanan dan keamanan) di Rusia terkait upayanya menjaga

kedaulatan Rusia dari berbagai ancaman. SCRF dibentuk selang satu tahun

pasca dibubarkannya Uni Soviet pada Desember 1991, dibawah

kepemimpinan Presiden Rusia pertama Boris Yeltsin. Yang menarik adalah

Rusia hanya membutuhkan waktu satu tahun saja setelah Uni Soviet

dibubarkan untuk membentuk Dewan Keamanan nasional mereka. Dapat

dilihat bahwa mereka begitu percaya pentingnya kehadiran Dewan

Keamanan sebagai Badan satu pintu yang mengatur kebijakan dan strategi

keamanan mereka.

Inggris

Negara inggris pada 12 Mei 2010 membentuk komite keamanan nasional

atau yang disebut NSC (National Security Council). NSC yang dibawah

kendali Perdana Menteri ini mengendalikan segala kebijakan terkait

pertahanan, keamanan, intelijen, luar negeri, ketahanan, dan ketahanan

energy. Meskipun Inggris terbilang sedikit terlambat membentuk komite

keamanan nasionalnya, namun jangan lupa apabila Inggris sejak lama sudah

memiliki IM5 dan IM6 yang benar-benar ampuh menjaga keamanan

negaranya.

Apabila berbicara mengenai Secret Intell igence Service , maka Inggris

memiliki MI6 atau yang dapat diibaratkan seperti BIN-nya Indonesia. Namun

apabila berbicara mengenai keamanan nasional (national security), maka

Inggris memiliki MI5 yang sudah ada sejak perang dunia pertama. MI5

37 Opcit. Darmono, hlm 2238 Lihat http://russia.rin.ru

14

November, 2015

didirikan pada 1909 oleh Kapten (akhirnya Mayor Jendral) Vernon Kell yang

memiliki peran sentral dalam menangkap banyak agen-agen Jerman di awal

perang dunia pertama. MI5 adalah badan keamanan dan intelijen yang dimilik

Inggris yang tugasnya adalah melawan segala bentuk ancaman yang

mengancam keamanan nasional Inggris. Ancaman-ancaman tersebut

dikategorikan seperti ancaman terorisme, spionase, ancaman siber, dan

bahkan proliferasi senjata pemusnah massal.

Tugas MI5 yang melindungi keamanan Inggris sudah dipayungi hukum oleh

Security Service Act 1989. Dalam peraturan ini tertulis bahwa tugas MI5

adalah "the protection of national security and in particular its protection

against threats such as terrorism, espionage and sabotage, the activities of

agents of foreign powers, and from actions intended to overthrow or

undermine parliamentary democracy by political, industrial or violent means".

Tugas dari MI5 pun selaras dengan kebijakan keamanan nasional Inggris

yang tertuang dalam The national security strategy dan the strategic defence

and security.39 Sebagai negara yang dapat dibilang terkuat di wilayah Eropa

Barat, ternyata Inggris pun sudah sadar betapa pentingnya kemanan

nasional. Inggris sudah memiliki peraturan yang mengatur kebijakan

kemanan nasionalnya melalui Secuirty Service Act. Sementara pelaksanaan

dan pengerjaannya dilakukan melalui MI5 yang dibentuk satu abad yang lalu.

Israel

Negara Yahudi ini memliki badan Keamanan nasionalnya yang disebut Israeli

National Security Council (NSC) atau dalam bahasa Ibraninya HaMo'atzah

leBitachon leOmi. Badan ini dibentuk pada 1999 pada masa pemerintahan

Perdana Menteri Binyamin Netanyahu melalui Government Resolution 4889.

Dalam government resolution 4889 disebutkan bahwa badan ini dibentuk

dengan dua maksud. Pertama, NSC adalah dewan penasihat kepada

Perdana Menteri dalam merumuskan kebijakan terkait isu-isu keamanan

nasional. Kedua, pembentukan NSC berasal dari otoritas pemerintah Israel

yang operasinya seusuai dengan arahan langsung dari Perdana Menteri.

Australia 39 Lihat https://www.mi5.gov.uk

15

November, 2015

Menurut Perdana Menteri Kevin Rudd saat itu menyebutkan di dalam The

First National Security Statement to The Australian Parliament, 4 December

2008, bahwa yang dimaksud dengan keamanan nasional adalah bebas dari

ancaman atau ancaman serangan; menjaga integritas teritorial; menjaga

kedaulatan politik, melestarikan kebebasan yang telah diperoleh dengan

susah payah; memelihara kemampuan fundamental ekonomi untuk

memajukan kesejah- teraan ekonomi seluruh rakyat Australia).40

Kendali urusan Kamnas di Australia berada di bawah National Security

Committee yang merupakan komite dari kabinet yang berperan untuk

mengambil keputusan terkait kebijakan keamanan nasional, intelijen, dan

pertahanan. Komite ini dikepalai oleh Perdana Menteri. Keanggotaannya

terdiri dari Wakil Perdana Menteri, Jaksa Agung, Bendahara/Menteri

Keuangan. Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan. Sekretaris untuk

setiap departemen pelayanan publik masing-masing diwakili oleh Kepala

Angkatan Pertahanan, Penasihat Keamanan Nasional, Direktur Jenderal

Keamanan dan Direktur Jenderal Kantor Penilaian Nasional dan Australia

Secret Service Intelligence.41 Melalui Komite ini, Australia dimudahkan dalam

mengatur kebijakan keamanan nasionalnya melalui pembagian tugas

masing-masing badan. Ada dua pembagian, yaitu primary entities dan

secondary entities. Primary entities dari Australian Security Intelligence

Organisation, Australian Secret Intelligence Service, dan Defence Intelligence

and Security Group. Dalam primary entities lebih diutamakan dalam

mengumpulkan informasi dan membuat produk-produk intelijen sebagai early

warning terhadap ancaman bagi Australia. Sedangkan pada Secondary

Entities mencakup Australian Army Intelligence, Australian Federal Police,

dan Australian Crime Commission. Pada secondary entities lebih

menekankan kepada aparat militer dan polisi Australia. Hadirnya National

Security Committee yang mengatur dan membagi porsi masing-masing

instansi jelas meminimalkan terjadinya overlapping antara instansi intelijen,

pertahanan, dan keamanan.

Jepang Negeri sakura ini memiliki national security council atau (Kokka-anzen-hoshō-

40 Opcit. Darmono, hlm 2541 Lihat http://www.directory.gov.au

16

November, 2015

kaigi) yang resmi dibentuk pada Desember 2013. Dewan ini mensinkornkan

kebijakan keamanan nasional yang dibawah kendali langsung Perdana

Menteri. Badan ini sangat membantu Jepang dalam memperkuat kooridinasi

antara Perdana Menteri dengan menteri-menteri di kabinetnya dalam

merumuskan kebijakan keamanan nasional. Sebelumnya Badan ini

diinisiasikan oleh Shinzo Abe yang saat itu menjabat sebagai kepala

sekretariat kabinet dan rencananya dibentuk pada periode 2006 – 2007.

Namun usaha ini terhenti pada Januari 2008, ketika Abe keluar dari Kabinet

karena masa jabatannya selesai. Akhirnya pada 2013, ketika Sinzho Abe

menjabat sebagai Perdana Menteri maka Parlemen Jepang mensahkan

Badan ini. Peran pertama dari Badan ini terjadi pada 4 Desember 2013 ketika

membahas isu Air Defence Identification (ADIZ)42 bersama Tiongkok saat

itu.43 Saat itu Tiongkok dituding melanggar zona pertahanan udara milik

Jepang.

Tiongkok

Dewan Keamanan Nasional milik Tiongkok disebut dengan nama The Central

National Security Commission, yang dibentuk pada November 2013.

Tujuannya adalah untuk mengkonsolidasikan kebijakan politik terkait dengan

isu-isu keamanan nasional Tiongkok. Kehadiran dewan ini sangat berperan

dalam menghadapi ancaman terrorisme, separatisme, dan ekstrimisme.

Dewan ini langsung berada di bawah kendali Presiden Tiongkok.

India Dewan Keamanan nasional di India dibentuk pada 19 November 1998 di

masa pemerintahan Perdana Menteri Atal Bihari Vajpayee. Dewan ini

memiliki peran memberikan masukan terkait kebijakan keamanan, luar

negeri, pertahanan, militer, intelijen, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

ekonomi. Sementara itu keanggotan Dewan Keamanan Nasional India

mencakup Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian

Keuangan, dan Kepala Badan Perencanaan India atau bisa disebut sebagai

Bappenas-nya India

42 ADIZ adalah zona pertahanan udara nasional suatu negara yang menetapkan zona identifikasi yang mewajibkan pesawat sipil maupun militer untuk melaporkan rencana penerbangannya. Penetapan ADIZ tidak dimaksudkan untuk memperluat kedaulatan suatu negara, namun ADIZ dibentuk atas dasar pertimbangan keamanan. 43 “Japan’s NSC meets for the first time, with ADIZ issue on Agenda,” diakses di Xinhuanet.com

17

November, 2015

SingapuraNegara terkecil di wilayah ASEAN pun memiliki badan keamanan nasional

yang disebut National Security Coordination Secretariat (NSCS). NSCS

dibentuk pada 1999 yang memiliki tujuan untuk memperkuat koordinasi

antara instansi-instansi hankam Singapura. Instansi tersebut adalah militer

(Singapore Armed Force), polisi (Singapore Police force), intelijen (Internal

Security Department). NSCS sendiri dalam pelaksanaannya, memiliki tiga

badan struktural yaitu NSCC (National Security Coordination Centre), NSRC

(National Security Research Centre), dan RPRC (Resilience Policy and

Research Centre). NSCC bertujuan memperkuat koordinasi lintas

Kementerian dengan memfasilitasi program-program yang memperkuat

keamanan nasional. Sementara NSRC yang dibentuk tahun 2004 memiliki

tugas menyediakan hasil analisis dan evaluasi terkait isu-isu keamanan. Dan,

RPRC memiliki tugas melengkapi kebutuhan data pemerintah terkait

kebijakan ketahanan negara.44

Bagan Struktur Sekretariat Keamanan Nasional Singapura

Negara Singapura benar-benar menyadari betapa pentingnya arti keamanan

nasional, sehingga sejak 1999 negera dengan luas wilayah 719 Km2 itu

mendesain struktur badan keamanan nasionalnya sesuai dengan tupoksi

yang benar-benar dibutuhkan. Hadirnya NSCS benar-benar membantu

Singapura dalam merumuskan kebijakan keamanannya yang saat ini bahkan

mencakup area keamanan maritim, transportasi publik, dirgantara,

infrastruktur, komunikasi-informasi, dan ketahanan pangan. Wajar apabila

Singapura jauh lebih siap menghadapi ancaman ketimbang Indonesia di era

globalisasi sekarang ini.

44 Lihat http://www.nscs.gov.sg

National Security Coordination Secretariat

National Security Coordination

Centre

National Security Research Center

Resilience Policy and Research

Center

18

November, 2015

Malaysia Negeri jiran pun memiliki badan keamanan nasionalnya yang disebut National

Security Division atau Bahagian Keselamatan Negara (BKN). BKN dibentuk

pada November 2006 dan memiliki peran mengkoordinasikan isu-isu terkait

keamanan nasional yang mencakup manajemen bencana, keamanan

maritim, isu-isu perbatasan, dan keamanan siber.

Kesembilan negara yang baru saja disebut (AS, Rusia, Inggris, Israel,

Tiongkok, Jepang, India, Singapura, dan Malaysia) adalah sebagian dari negara-

negara yang memiliki perhatian besar terhadap keamanan nasionalnya. Hal ini

ditunjukan dari adanya UU yang mengatur Keamanan Nasionalnya serta

dibentuknya Dewan Keamanan nasional sebagai pihak yang mengkoordinasikan

semua elemen terkait dengan keamanan. Fakta ini memperlihatkan begitu besarnya

perhatian dan kesadaran mereka bahwa begitu pentingnya aspek keamanan di

wilayah negara mereka masing-masing. Keamanan yang stabil tentunya akan

menjadi fondasi yang kuat bagi negara-negara untuk maju dan berkembang.

Oleh karena itu, pertanyaannya sekarang adalah sampai kapan perdebatan

RUU Kamnas selesai di Indonesia. Sebagian pihak mendukung, sebagian tidak

dengan berbagai alasannya. Namun yang jelas, sebagai negara terbesar di

kawasan ASEAN, Indonesia akan memiliki kerugian yang besar apabila masih

belum punya payung hukum yang kuat untuk mengatur keamanan nasionalnya.

Terlepas itu masih banyak kekurangan yang dianggap oleh sebagian pihak, negara

Indonesia tetap membutuhkan UU Keamanan Nasional.

Solusi Menyelesaikan Perdebatan RUU Kamnas di Indonesia

Mencapai kata sepakat antar kelompok pro dan anti RUU Kamnas memang

tidak mudah. Dibutuhkan dialog yang sangat intense antara mereke. Terutama

pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan yang mengajukan draft RUU

dengan berbagai LSM yang menolak. Sepertinya sense of urgency antar

stakeholder UU Kamnas mengenai ancaman yang saat ini sudah bersifat

multidimensi harus diperkuat. Dengan memiliki persepsi yang sama, maka

sepertinya akan mudah bagi kelompok-kelompok ini untuk menyepakati draft RUU

Kamnas yang diajukan.

Bahkan sosialisasi pentingnya UU Kamnas dan Dewan Kamnas sepertinya

19

November, 2015

harus benar-benar dilakukan. Objeknya adalah mereka kelompok-kelompok

strategis di dalam masyarakat sipil seperti para pemuda, mahasiswa, ormas, media,

dan para akademisi. Suara dukungan mereka jelas dapat mempengaruhi opini

publik terhadap pentingnya UU Kamnas. Ketika mereka menilai bahwa UU Kamnas

sendiri berdampak positif bagi keamanan Indonesia, maka rasanya akan lebih

mudah draft RUU diloloskan di Parlemen. Namun demikian, apabila mereka menilai

bahwa UU Kamnas justru berpotensi membuat TNI melakukan pelanggaran HAM,

maka sepertinya akan sulit diloloskan di DPR.

Sosialisasi kepada mereka ini memang harus dijembatani oleh dialog-dialog

yang mendalam, terutama bagi mereka yang menolak keras dan suaranya benar-

benar mempengaruhi opini publik. Dialog harus ditujukan kepada pasal-pasal RUU

Kamnas yang selama ini dianggap berpotensi melakukan pelanggaran HAM.

Berbagai pasal yang sensitive dan sangat mudah diprovokasikan harus dijelaskan

secara gamblang kepada publik. Lebih lanjut RUU Kamnas juga tidak lepas dari

peran DPR yang memiliki hak mensahkan atau tidak. Idealnya DPR juga melakukan

kunjungan kerja di dapil-dapil untuk mendukun sosialisasi RUU Kamnas. Kunjungan

kerja di dapil pada akhirnya dapat menargetkan kelompok-kelompok masyrakat

strategis di daerah. Misalkan saja, para tokoh adat dan tokoh agama yang

jumlahnya sangat banyak di wilayah NKRI. Para tokoh adat dan tokoh agama ini

jelas dapat membentuk dan menggiring opini rakyat/publik di daerah untuk

menyadari betapa pentingnya sebuah negara memiliki payung hukum Kamnas.

Selain itu, kampanye melalui media massa, media cetak, elektronik, TV,

internet juga harus dipertimbangkan. Mengingat media ini benar-benar diakses oleh

publik dalam kehidupan sehari-harinya. Opini publik sangat mudah dipengaruhi oleh

pemberitaan-pemberitaan di media yang saat ini ruang geraknya lebih bebas. Oleh

karena itu dibutuhkan Kampanye yang positif melalui media massa dan social

media agar sangat membantu memberi keseimbangan terhadap kritik yang sangat

gencar disuarakan oleh pihak yang menolak RUU Kamnas.

Perlu tidaknya pengaturan Kamnas pada tingkat UU akhirnya bergantung

pada konsep, sifat, dan orientasi pengaturannya. Kontroversi terhadap konsep dapat

diatasi apabila ada konsensus, atau sebaiknya ada arah politik (political direction)

yang jelas dari pimpinan nasional. Ketegori apapun yang dipilih nantinya bisa terus

menemui perdebatan apabila yang dibahas hanya fokus pada fungsi-fungsi

20

November, 2015

penyelenggara keamanan.45 Alasan ini jelas lebih logis dibandingkan alasan-alasan

yang langsung menyatakan UU Kamnas tidak dibutuhkan di Indonesia. Alasan

tersebut menunjukan bahwasanya UU Kamnas akan lebih mudah disahkan apabila

ada kemauan yang tinggi dari pimpinan nasional, yaitu Presiden Indonesia. Dalam

hal ini Presiden Indonesia bersama Kementerian melakukan pendekatan kepada

parlemen sebagai pihak yang memiliki otoritas mensahkan UU. Mungkin alasan

sepert ini dapat dijadikan sebagai salah satu solusi yang menjawab perdebatan

RUU Kamnas yang terlalu lama terjadi.

Tidak perlu diragukan lagi bahwa RUU Kamnas telah menjadi polemik dan

menjadi isu yang benar-benar seksi dalam 5 tahun terakhir. Di saat negara-negara

maju sudah memiliki UU Kamnas beserta Dewannya, bangsa Indonesia tampaknya

lebih senang dan lebih memilih untuk terus adu debat. Perdebatan yang pada

akhirnya akan semakin ditinggalkan oleh negara-negara maju dan sekitarnya dalam

hal menangani keamanan negara. Padahal Indonesia, bisa mencontoh negara

asing, bahwa UU Kamnas adalah salah satu bentuk implementasi reformasi di

bidang penyelenaggaraan keamanan nasioanal untuk mencapai tujuan dan

kepentingan nasional masing-masing negara.

Akhirnya UU Kamnas akan menciptakan sinergi, sinkronisasi, dan

harmonisasi dari berbagai aturan yang ada di berbagai lembaga. Akselearasi

pembahasan UU Kamnas sangatlah penting karena memang dibutuhkan Indonesia

untuk meningkatkan kemampuan penyelenggaraan keamanan di masa mendatang.

Masih adanya pihak yang setuju dan menentang RUU Kamnas adalah sebuah

dinamika dalam kehidupan berdemokrasi di era reformasi. Pada intinya diperlukan

sense yang sama antar dua kelompok ini, bahwa keamanan negara adalah hal yang

vital bagi republik ini. Pada intinya, segala sesuatu yang memiliki payung hukum

jauh lebih baik dibandingkan yang tidak punya. Kemudian, payung hukum itu juga

dapat diperbaiki di masa mendatang apabila dirasa perlu.

Penutup

Perdebatan RUU Kamnas menjadi isu seksi dalam lima tahun terakhir.

Masing-masing kelompok pendukung dan penolak memiliki argument masing-

45 Pernyataan peneliti CSIS Kusnanto Anggoro dalam berita berujudul “RUU Kamnas Ditolak, Revisi Saja UU Darurat”, diakses di http://transindonesia.co, September, 2015

21

November, 2015

masing yang sampai saat ini belum menemukan titik temunya. Namun demikian,

fakta yang terjadi adalah dinamika ancaman semakin besar dan sudah bersifat

multidimensi. Ketika negara-negara maju dan beberapa negara tetangga sudah

memiliki UU Kamnas beserta dewan pelaksanannya, Indonesia masih berkutat

dengan perdebatan kamnasnya. Oleh karena itu jangan sampai Indonesia semakin

tertinggal dari negara-negara lain dalam hal menghadapai ancaman. Diperlukan

upaya yang maksimal dari Pemerintah dalam mengajukan RUU Kamnas yang

isisnya dapat diterima secara logis dan tidak menimbulkan kekhawatiran oleh publik.

22