37
1 BAB II DESAIN PIPELINE Dalam mendesain sebuah pipa yang akan digunakan untuk moda transportasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah menghitung ketebalan pipa yang optimal. Tebal pada struktur pipa menjadi dasar dari analisa karakteristik pipa selanjutnya. Dengan mengoptimalkan ketebalan pipa maka dapat ditentukan kekuatan pipa dan laju aliran yang optimal.

DESAIN PIPELINE

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB II

DESAIN PIPELINE

Dalam mendesain sebuah pipa yang akan digunakan untuk moda transportasi, hal pertama

yang harus dilakukan adalah menghitung ketebalan pipa yang optimal. Tebal pada struktur pipa

menjadi dasar dari analisa karakteristik pipa selanjutnya. Dengan mengoptimalkan ketebalan pipa

maka dapat ditentukan kekuatan pipa dan laju aliran yang optimal.

2

Gambar 2.1 Diagram Alur Mendesain Dinding Pipa

Desain pipa bawah laut yang diperlukan beberapa tahapan dan kriteria yang harus dipenuhi.

Tahapan atau mendesain ketebalan pipa dapat dilihat dalam gambar 2.1. Secara garis besar desain

pipa pada gambar 2.1 dapat dikelompok menjadi 6 tahapan, yaitu:

a. Pengumpulan data

Data merupakan dasar dalam melakukan analisis. Sebuah analisa dikatakan tepat

jika data yang digunakan akurat dan lengkap. Data yang disiapkan dalam mendesain pipa

adalah data material pipa dan data lingkungan pada daerah pipa beroperasi. Data material

pipa berfungsi untuk mengetahui jenis pipa dan kekuatan pipa yang digunakan. Data

lingkungan berfungsi untuk mengetahui gaya lingkungan yang bekerja pada pipa dan reaksi

pipa akibat gaya lingkungan yang bekerja.

3

b. Analisa lingkungan

Analisa lingkungan sangat penting, digunakan untuk menentukan karakteristik dari

lingkungan tempat pipa digelar. Analisa lingkungan meliputi pengolahan data gelombang

dan data arus dan menentukan karakteristik permukaan dasar. Analisa lingkungan

menghasilkan kecepatan dan percepatan gelombang, kecepatan dan percepatan arus, teori

gelombang dan jenis tanah tempat pipa digelar.

c. Menentukan ketebalan pipa

Menentukan ketebalan nominal pipa merupakan sebuah proses iterasi yang

dilakukan berulang-ulang. Tebal pipa harus dapat mengakomodir gaya-gaya yang

mengenai pipa. Ketebalan nominal pipa didapatkan dari hasil penjumlahan ketebalan

minimal yang memenuhi kriteria tegangan pipa dan Propagation Buckling ditambah

dengan fabrication tolerance dan corrosion allowance.

Perhitungan tegangan pipa dan propagation buckling diatur dalam ASME B31.4

dan B31.8. Analisa tegangan yang terjadi pada pipa meliputi tegangan hoop, tegangan

longitudinal dan tegangan kombinasi. Analisa pada propagation buckling dimaksudkan

mencegah perubahan bentuk akibat perbedaan tekanan internal dan eksternal pipa.

Ketebalan pipa yang tidak memenuhi kriteria tegangan pipa dan propagation

buckling pada ASME B31.4 dan B31.8, dilakukan perhitungan tebal pipa ulang pipa.

Perhitungan ulang tebal pipa dilakukan dengan menggunakan nilai minimum pada kriteria.

Ketebalan minimum pipa yang memenuhi analisa tegangan pipa, Propagation Buckling

ditambah dengan fabrication allowance dan corrosion allowancde. Kemudian hasil

ketebalan yang digunakan dilakukan validasi material pipa yang merujuk schedule API 5L.

d. Properti pipa dan gaya hidrodinamika

Nilai tebal nominal yang diperoleh digunakan untuk menghitung properti pipa.

Properti pipa adalah menghitung diameter dan berat total pipa yang sudah dilapisi oleh

concrete (lapisan pemberat) dan lapisan pelindung korosi. Berat total pipa digunakan dalam

analisa fresspan dan stabilitas pipa

Gaya hidrodinamika adalah gaya lingkungan (fluida) yang diterima oleh pipa. Gaya

hidrodinamika yang terjadi pada pipa ada tiga yaitu gaya drag, gaya inersia dan gaya

angkat. Ketiga gaya tersebut mengenai pipa secara bersamaan sehingga diperlukan analisa

kekuatan pipa dalam menahan gaya.

4

e. Analisa stabilitas dan analisa free span

Sebuah pipa bawah laut dapat dikatakan stabil apabila pipa dapat menahan gaya-

gaya yang bekerja dalam arah vertical dan arah horizontal. Gaya lingkungan merupakan

gaya dominan yang bekerja pada pipa. Gaya–gaya lingkungan yang termasuk dalam

analisis kestabilan pipa terdirir dari gaya hidrodinamika, gaya seret (drag force), gaya

inersia, gaya angkat (lift force). Sedangkan resistensi permukaan dasar laut merupakan

gaya gesek (friction force) yang terjadi antara permukaan pipa dengan permukaan tanah

dasar laut tersebut.

. Pipa yang mengalami freespan membutuhkan analisa yang lebih mendalam. Free

span pada pipa bawah laut dapat terjadi ketika konstruksi pipa bawah laut kehilangan

kontak dengan permukaan dasar laut dan memiliki jarak ke permukaan dasar laut Hal ini

dikarenakan pipa yang mengalami freespan harus menahan gaya-gaya yang bekerja

f. Kesimpulan

Memberikan kesimpulan mengenai desain pipa yang dapat menahan gaya lingkungan,

ekonomis dan dapat mengalirkan fluida sesuai yang direncanakan.

2.1. Pengumpulan Data

Dalam mendesain pipa bawah laut, hal yang mendasar untuk dilakukan adalah mengumpulkan

data. Data yang didapat digunakan untuk analisa lingkungan, analisa tebal pipa, analisa gaya

hidrodinamika, analisa fresspan dan analisa stabilitas pipa. Karena data digunakan untuk semua

analisa dalam mendesain pipa maka sangat penting untuk menyeleksi data yang digunakan.

Data yang digunakan adalah data yang akurat dan teraktual. Data akurat adalah data yang

didapatkan dari pengukuran secara langsung dari lapangan dan dilakukan oleh badan yang

memiliki sertifikat. Pengukuran secara langsung di lapangan dilakukan dengan metode yang sesuai

dengan standar. Data aktual adalah data terbaru yang dikeluarkan dan dilakukan oleh badan yang

bersertifikat.

2.1.1. Data material pipa

Data material pipa adalah data yang berasal dari pemilik project yang diserahkan

kepada engineer untuk dilakukan desain. Data material pipa berisi tentang kekuatan material

dari pipa yang digunakan, parameter operasi dan desain, dan jenis fluida yang dialirkan.

5

Data parameter operasi dan desain adalah data yang berisi mengenai tekanan dan

temperatur pada saat pipa beroperasi. Data ini digunakan sebagai input tekanan desain dan

faktor temperature derating dalam menghitung ketebalan pipa bawah laut. Untuk memahami

yang dimaksud data parameter operasi dan desain dapat dilihat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 contoh parameter operasi dan desain pada desain pipa PHEWMO

dengan jalur dari PPP ke ORF gresik

Parameter Unit Nilai

Maximum allowable

operating pressure

psig 900

Maximal design

temperature

Β°F 200

Maxsimal operating

design

Β°F 175

Data fluida adalah data berisi mengenai berat jenis fluida yang dialirkan. Untuk

memahami yang dimaksud data fluida dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 adalah tabel

contoh data fluida yang dialirkan dalam proyek pembangunan pipa bawah laut PHEWMO

dengan jalur transmisi dari PPP ke ORF gresik. Fluida yang dialirkan dalam tabel 2.2 adalah

fluida berjenis gas yang memiliki massa jenis 25,23 Kg/m3.

Tabel 2.2 contoh data fluida pada desain pipa PHEWMO dengan jalur dari PPP ke

ORF gresik

Parameter Units Value

Density Kg/m3 25,23

Service - Gas

Data material pipa adalah data yang berisi mengenai karakteristik dari material yang

digunakan untuk membuat pipa. Data material pipa berisi mengenai modulus young, line

pipe SMYS, poisson ratio dan steel ratio. Dalam memahami data material dapat dilihat dalam

tabel 2.3 yang berisi contoh tabel material pipa. Tabel 2.3 adalah contoh tabel material yang

dialirkan dalam proyek pembangunan pipa bawah laut PHEWMO dengan jalur transmisi

dari PPP ke ORF gresik.

Tabel 2.3 contoh data material pipa pada desain pipa PHEWMO dengan jalur dari

PPP ke ORF gresik

6

Parameter Units Pipeline diameter 16 inch

Diameter Luar mm 406,4 (16 inch)

Material Grade - API 5LX52 PSL-2 CS

Metode Fabrikasi - HFW

Line pipa SMYS Mpa 360

Modulus young Mpa 2,07 x 105

Ratio Poisson - 0,3

Densitas baja Kg/m3 7850

Koeffisien termal expansion Β°C 1,17 x 105

2.1.2. Data lingkungan

Data lingkungan adalah data yang berasal dari pengamatan langsung di lapangan

tempat pipa di gelar. Data lingkungan yang digunakan terdiri dari dua tiga data utama yaitu

data gelombang, data arus dan data permukaan dasar laut. Data lingkungan yang didapat

digunakan pada analisa lingkungan kemudian digunakan sebagai analisa hidrodinamika.

Data gelombang yang didapatkan dari pengamatan merupakan data acak, sehingga

perlu dilakukan analisa statistik. Data gelombang diukur dengan menggunakan buoy yang

ditempatkan di laut sehingga didapatkan data gelombang dapat diukur secara akurat.

Data arus diukur menggunakan sebuah alat yang bernama current meter. Current

meter dapat mengukur kecepatan air laut pada kedalaman tertentu. Pada waktu pengamatan

diperlukan beberapa current meter yang ditempatkan pada stasiun pengamatan bawah laut.

Current meter memiliki beberapa keunggulan yaitu:

a. Dapat mengukur pada setiap kedalaman.

b. Pencatatanya secara otomatis.

c. Data Ukurannya relatif teliti.

Data permukaan dasar laut adalah data mengenai karakteristik tanah permukaan

dasar laut tempat pipa digelar. Tanah dianalisa secara ex situ dan in situ. Analisa karakteristik

tanah permukaan dasar laut secara ex situ dilakukan pengeboran yang bertujuan mengambil

contoh tanah. Contoh tanah yang didapatkan kemudian dibawa ke laboratorium untuk

dilakukan analisa tanah jenis tanah, daya dukung tanah, porositas tanah, derajat saturasi dll.

7

2.2. Analisa Lingkungan

Dalam proses desain pipa bawah laut data lingkungan yang digunakan adalah data gelombang

dan arus laut. Data lingkungan yang digunakan merupakan data yang berasal dari tempat desain

analisis dilakukan. Data biasanya merupakan hasil pengukuran, hasil pemodelan, dan hasil

pengamatan langsung di tempat.

2.2.1. Gelombang Laut

Gelombang laut adalah bentuk permukaan laut yang berupa punggung atau puncak

gelombang dan palung atau lembah gelombang oleh gerak ayun (oscillatory movement)

akibat tiupan angin, erupsi gunung berapi, pelongsoran dasar laut, atau lalu lintas kapal

(Sunarto, 2003). Gelombang laut memiliki dimensi yaitu periode gelombang, panjang

gelombang, tinggi gelombang, dan cepat rambat gelombang.

Periode gelombang (T) adalah waktu tempuh di antara dua puncak atau dua lembah

gelombang secara berurutan pada titik yang tetap (satuan detik). Panjang gelombang (L)

adalah jarak horizontal antara dua puncak atau dua lembah yang berurutan (satuan meter).

Tinggi gelombang (H) adalah jarak vertikal antara puncak gelombang dan lembah

gelombang (satuan meter). Cepat rambat gelombang (C) adalah kecepatan tempuh

perjalanan suatu gelombang, yang dapat diperoleh dengan pembagian panjang gelombang

(L) dengan periode gelombang (T).

Gelombang yang bergerak pada permukaan air akan memberikan percepatan pada

partikel air yang dilaluinya. Partikel air yang bergerak memiliki bentuk orbit. Selama

penjalaran gelombang dari laut dalam menuju laut dangkal, orbit partikel akan mengalami

perubahan bentuk seperti pada gambar 2.2. orbit perpindahan partikel berbentuk lingkaran

pada seluruh kedalaman pada laut dalam, sedangkan pada laut transisi dan laut dangkal orbit

perpindahan akan mengalami perubahan bentuk menjadi elip. Semakin dangkal kedalaman

perairan bentuk orbit perpindahan partikel akan semakin pipih dan pada dasar laut

pergerakan orbit berbentuk horizontal.

Data gelombang yang didapatkan dari pengamatan merupakan data acak, sehingga

perlu dilakukan analisa statistik. Analisa statistik dilakukan untuk mendapatkan pendekatan

gelombang signifikan (Hs), periode puncak gelombang (Tp). Pada analisa selanjutnya,

gelombang signifikan dan periode puncak gelombang digunakan untuk melakukan

pendekatan teori gelombang yang digunakan.

8

.Gambar 2.2 Sketsa Orbit Partikel gelombang

Teori gelombang yang digunakan dalam perencanaan desain pipa bawah laut dapat

dihitung dengan matematis, dengan menggunkan persamaan 2.2.

𝐻

𝑔𝑇2 π‘‘π‘Žπ‘›

𝑑

𝑔𝑇2…………………………… . (2.1)

Dengan: H = tinggi gelombang (m)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

d = Kedalaman Perairan (m)

T = periode gelombang (s)

Setelah mendapatkan harga pada persamaan 2.2, kemudian disesuaikan dengan

diagram of validity seperti pada gambar 2.3 sehingga dapat diketahui teori gelombang yang

digunakan.

Gambar 2.3 Diagram validitas

9

2.2.2. Arus laut

Arus laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal sehingga

menuju keseimbangannya. Gerakan yang terjadi merupakan hasil resultan dari berbagai

macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom, dan dasar perairan. Hasil dari gerakan

massa air adalah vector yang mempunyai besaran kecepatan dan arah. Pergerakan massa

air terjadi karena tiupan angin, perbedaan densitas atau pergerakan gelombang.

Secara garis besar penyebab terbentuknya arus laut dapat dibedakan menjadi dua

faktor, yaitu:

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam. Faktor internal arus laut

seperti perbedaan densitas, gradient tekanan mendatar, dan gesekan lapisan air

laut.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar. Faktor eksternal arus laut

berasal dari gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi tahanan gaya dasar

laut, perbedaan tekanan udara, gaya tektonik, gaya gravitasi dan angin.

Dalam mendesain pipa bawah, kecepatan arus yang digunakan adalah arus yang

diukur pada ketinggian 1 meter diatas permukaan laut. Untuk menghitung kecepatan

horizontal partikel air (arus) digunakan hukum pangkat 1/7, seperti yang dinyatakan pada

mouselli (1981).

π‘ˆ

π‘ˆ0= (

π‘Œ

π‘Œ0)1/7

……………………………(2.2)

Dengan: U = kecepatan horizontal partikel ketinggian y dari dasar laut (m/s)

U0 = kecepatan horizontal partikel ketinggian y0 dari dasar laut (m/s)

y = adalah ketinggian yang dicari (m)

y0 = ketinggian 1 meter diatas permukaan laut

2.2.3. Permukaan dasar laut

Dalam perencanaan pipa bawah laut, jenis tanah diklasifikasikan menjadi dua jenis utama,

yaitu tanah lempung (clay) dan jenis tanah pasir (sand). Jenis tanah lempung memiliki sifat

kohesif sedangkan jenis tanah pasir bersifat non kohesif. Analisa jenis tanah dilakukan

melalui dua metode yaitu:

10

a. In situ

Analisa in situ dilakukan langsung pada lokasi. Analisa in situ merupakan analisa

kekuatan daya dukung tanah yaitu dengan melakukan pengeboran. Pengeboran

dilakukan sampai titik keras tanah.

b. Ex situ

Analisa ex situ dilakukan dengan pengambilan contoh dilapangan. Contoh yang

didapat dibawa ke laboratorium unntuk dianalisis karakteristik tanah.

Untuk mengetahui karakteristik tanah dilakukan analisa secara ex situ dan in situ. Kedua

metode harus dilakukan, karena kedua metode tersebut saling melengkapi. Data-data yang

dihasilkan dari dua metode analisa adalah:

a. Void ratio

b. Submerged unit weight

c. Indeks plastisitas

d. Kondisi tegangan dan regangan in situ

e. Tegangan geser

f. Settlement tanah

Dalam suatu proyek pembangunan jaringan pipa, data-data harus diperoleh dari survei di

lapangan. Untuk melakukan penyederhanaan atau aproksimasi terhadap data yang kurang

lengkap, DNV-RP-F105 menyarankan nilai-nilai parameter tanah seperti dijelaskan oleh

Tabel 2.4

Tabel 2.4 Tabel Parameter Tanah (sumber: DNV-RP-F105)

11

2.2.4. Tekanan Hidrostatik

Struktur pipa bawah laut yang digelar diatas dasar laut akan mengalami tekanan hidrostatik

dari air laut. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang diberikan oleh zat cair pada

kesetimbangan karena pengaruh gaya gravitasi. Tekanan hidostatik memiliki arah tekanan

yang menyebar ke segala arah. Sehingga benda yang dimasukkan kedalam zat cair akan

mengalami penekanan dari segala arah.

Faktor yang mempengaruhi tekanan hidrostatik adalah percepatan gravitasi, massa jenis

cairan dan kedalaman zat cair. Dikarenakan tekanan hidrostatis tergantung pada kedalaman

zat cair, semakin dalam kedalaman zat cair maka semakin besar tekanan hidrostatis. Tekanan

hidrostatis dapat dihitung dengan persamaan 2.3.

𝑃 = πœŒπ‘”β„Žβ€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦(2.3)

Dengan: P = tekanan hidrostatis (Pa/ N/m2)

ρ = massa zat jenis cair (kg/m3)

g = percepatan gravitasi bumi (m/s2)

h = kedalaman zat cair (m)

2.3. Tebal Pipa

Desain tebal pipa diatur dalam standar ASME B31.4 untuk Pipeline Transportation System

for Liquid Hydrocarbons and Other Liquids serta ASME B31.8 untuk Gas Transmission and

Distribution Piping System. Standar ASME B31.8 memiliki standart lebih ketat dibandingkan

dengan ASME B31.4. Standart B31.8 sering digunakan sebagai standar desain untuk sistem

perpipaan gas alam pada beberapa fasilitas, seperti stasiun kompresor, fasilitas pengolahan gas,

stasiun metering, dan tangki penyimpanan. Persamaan mencari ketebalan pipa sebagai berikut.

𝑑 =𝑃𝑑0

2πΉπΈπ‘‡π‘†π‘Œβ€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦ . (2.4)

Dengan: t = Minimum design wall thickness (in)

P = Internal pressure in pipe (psi)

Do = Out Diameter of pipe (in)

SY = Minimum yield stress for pipe (psi)

F = Faktor desain

E = Faktor longitudinal weld-joint

12

T = Faktor temperature derating

Faktor temperature derating adalah faktor yang diberikan untuk mengantisipasi tekanan

yang terjadi pada zat cair yang bersuhu tinggi. Semakin panas zat cair maka semakin besar

tekanan yang diberikan kepada dinding pipa. ASME B31.8 memberikan nilai faktor temperature

derating yang dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Faktor Temperatur Derating

(ASME Tabel 841.1.8-1)

Pada proses instalasi pipa bawah laut hal yang tidak dapat dihindarkan adalah proses

pengelasan. Proses pengelasan berfungsi untuk menggabungkan pipa lonjoran dari fabrikasi

menjadi satu konstruksi pipa. Pengelasan pipa dilakukan secara longitudinal menggunakan jenis

las SMAW. ASME B31.8 memberikan sebuah faktor longitudinal weld-joint untuk

mengantisipasi jika terjadi kesalahan dalam pengelasan. Faktor Longitudinal Weld-Joint dapat

dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Faktor Longitudinal Weld-Joint

(ASME Tabel 841.1.7-1)

13

Konstruksi pipa tidak dapat dibangun pada daerah yang bebas dari gangguan. Ada kalanya

pipa dibangun pada daerah pemukiman sehingga diperlukan faktor desain yang besar. ASME

B31.8 membagi daerah wilayah menjadi 4 kelas lokasi, yaitu:

a. Lokasi kelas 1

Lokasi kelas 1 adalah lokasi yang memiliki kriteria setiap 1 mil panjang terdapat

maksimal 10 bangunan yang dihuni manusia. Kelas 1 memiliki 2 divisi, divisi pertama

yaitu nilai design factor nya adalah 0.72 > F ≀ 0.8 dan telah di hidrostatic test 1.25 kali

maksimum operating pressure. Kelas 1 divisi kedua memiliki design factor nya adalah F ≀

0.72 dan telah di hidrostatic test 1.1 kali maksimum operating pressure.

b. Lokasi kelas 2

Lokasi kelas 2 adalah lokasi yang memiliki kriteria setiap 1 mil panjang terdapat lebih

dari 10 bangunan dan kurang dari 46 bangunan yang dihuni manusia. Selain itu, daerah

yang tergolong kelas 2 adalah daerah pinggiran kota, kawasan industri, peternakan atau

perkebunan

c. Lokasi kelas 3

Lokasi kelas 3 adalah lokasi yang memiliki kriteria setiap 1 mil panjang terdapat lebih

dari 46 bangunan yang dihuni manusia. Selain itu, daerah yang tergolong kelas 3 adalah

daerah perumahan pinggir kota, mal, daerah pemukiman.

d. Lokasi kelas 4

Lokasi kelas 4 adalah lokasi yang memiliki kriteria setiap 1 mil terdapat bangunan

bertingkat, lalu lintas yang padat dan banyak fasilitas-fasilitas bawah tanah.

ASME B31.8 memberikan sebuah faktor desain untuk mengantisipasi gangguan yang

terjadi pada lokasi penggelaran pipa. Faktor desain dapat dilihat pada tabel 2.7.

14

Tabel 2.7 Faktor Desain

(ASME Tabel 841.1.7-1)

2.4. Tegangan Pipa

Tekanan dalam sistem pipa bawah laut dibedakan menjadi dua yaitu tekanan internal dan

tekanan eksternal. Tekanan internal adalah tekanan yang diakibatkan oleh gaya tekan aliran zat

dalam pipa. Tekanan eksternal pipa adalah tekanan yang diakibatkan oleh gaya tekan zat diluar

pipa. Zat didalam dan zat diluar pipa menekan setiap bagian komponen pipa sehingga analisa

Tekanan internal dan eksternal dilakukan pada setiap titik komponen pipa bawah laut.

2.4.1. Tegangan melingkar (Hoop Stress)

Tekanan Internal dalam ASME B31.4 diatur harus lebih besar atau sama dengan

tekanan operasi steady maksimum atau harus lebih besar pada titik yang ditinjau. Tekanan

operasi steady maksimum merupakan penjumlahan penjumlahan maksimum dari tekanan

statis. Sedangkan tekanan statis adalah tekanan yang diperlukan untuk mengatasi kerugian

gesekan antara zat yang mengalir dan dinding pipa dan tekanan balik.

Dalam waktu yang bersamaan pipa mengalami tekanan internal dan tekanan

eksternal dari luar, untuk ilustrasi dapat dilihat dalam gambar 2.4. Oleh karena itu, desain

ketebalan pipa pada setiap komponen harus mampu menahan perbedaan maksimum antara

15

tekanan eksternal dan internal yang mungkin terjadi. Perbedaan tekanan eksternal dan

internal menyebabkan munculnya tegangan hoop.

π‘†β„Ž =(π‘ƒπ‘–βˆ’π‘ƒπ‘’).𝐷

2.𝑑……………………………… (2.5)

π‘†β„Ž =(π‘ƒπ‘–βˆ’π‘ƒπ‘’).(π·βˆ’π‘‘)

2.𝑑…………………… .……(2.6)

Dengan: t = ketebalan pipa (in)

D = Diameter luar Pipa (in)

Pe = Tekanan eksternal (hidrostatik) (psig)

Pi = Tekanan internal (psig)

Sh = Hoop stress (psi)

Berdasarkan ASME B31.4 dan B31.8 2012 dalam menghitung tegangan hoop

dibedakan menjadi 2 kondisi. Kondisi yang digunakan didasarkan pada perbandingan

antara diameter dengan ketebalan pipa. Persamaan 2.5 digunakan apabila perbandingan

diameter dengan ketebalan pipa lebih besar atau sama dengan 20. Persamaan 2.6 digunakan

apabila perbandingan diameter dengan ketebalan pipa lebih kecil dari 20.

Gambar 2.4 Tekanan Internal Pipa dan Eksternal Pipa

(www.tobynorris.com)

Hopp stress merupakan tegangan yang diakibakan oleh tekanan internal fluida yang

mengalir dalam pipa. Tegangan ini bekerja pada pipa dalam arah tangensial terhadap area

potong pipa. Tekanan internal berguna untuk menahan tekanan yang berasal dari luar pipa.

Besar tegangan hoop maksimum yang diijinkan dalam mendesain pipeline diatur dalam

ASME B31.8 tahun 2012 yaitu pada persamaan 2.7. Jika, tegangan hoop tidak memenuhi

persamaan 2.7 maka tegangan hoop dapat menyebabkan pipa terbelah menjadi dua.

16

π‘†β„Ž ≀ 𝑓1𝑆𝑦…………………………………(2.7)

Dengan: 𝑓1 = Safety faktor tegangan melingkar

𝑆𝑦 = Specified minimum yield strength (psi)

π‘†β„Ž = Tegangan Hoop (psi)

Fungsi Safety faktor tegangan melingkar adalah agar pipa tidak bekerja pada kondisi

maksimum dan mengantisipasi kondisi yang berada diluar perkiraan desain. Safety faktor

tegangan melingkar dapat dilihat dalam tabel 2.8.

2.4.2. Tegangan longitudinal

Tegangan longitudinal adalah tegangan yeng memiliki arah sejajar dengan

penampang pipa dan bekerja pada penampang pipa. Tegangan longitudinal diperoleh dari

nilai penjumlahan tegangan axial dan tegangan lentur atau pengurangan tegangan axial dan

tegangan lentur, dipilih yang memiliki nilai tegangan paling besar.

|𝑆𝐿| = π‘†π‘Ž + 𝑆𝑏 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ |𝑆𝐿| = π‘†π‘Ž βˆ’ 𝑆𝑏………………(2.8)

Dengan : 𝑆𝐿 = Tegangan longitudinal (psi)

π‘†π‘Ž = Tegangan axial (psi)

𝑆𝑏 = Tegangan lentur (psi)

Besar tegangan longitudinal maksimum yang diijinkan dalam mendesain pipeline

diatur dalam ASME B31.8 tahun 2012 pada persamaan 2.9. Safety faktor tegangan

Longitudinal adalah faktor yang diberikan oleh ASME sebagai safety faktor. Safety faktor

tegangan melingkar dapat dilihat dalam tabel 2.8.

βŒˆπ‘†πΏβŒ‰ = 𝑓2𝑆𝑦 ……………………………… . (2.9)

Dengan: 𝑆𝐿 = Tegangan longitudinal (psi)

𝑓2 = Safety faktor tegangan Longitudinal

𝑆𝑦 = Specified minimum yield strength (psi)

Gambar 2.5. Tegangan Longitudinal

S

17

Tegangan axial terjadi ketika gaya yang bekerja searah dengan penampang benda.

Dalam sistem perpipaan tegangan axial searah dengan penampang pipa dan dapat dihitung

dengan persamaan 2.10.

π‘†π‘Ž =πΉπ‘Žπ΄β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦(2.10)

Dengan: π‘†π‘Ž = Tegangan axial (psi)

πΉπ‘Ž = Gaya axial (lbs)

A = Luas penampang pipa (in2)

Tegangan Lentur dalam ASME didefiniskan sebagai penjumlahan dari momen

lentur segaris pipa pangkat dua dengan momen lentur diluar garis pipa pangkat dua

kemudian dibagi dengan modulus section dari pipa. Tegangan Lentur dapat diketahui

dengan menggunakan rumus 2.12.

𝑆𝑏 =[(𝑖𝑖𝑀𝑖)

2 + (𝑖0𝑀0)12⁄ ]

𝑧………………(2.11)

Dengan: 𝑆𝑏 = Tegangan lentur (psi)

𝑖𝑖 = Faktor intensifikasi tegangan segaris

𝑀𝑖 = Momen lentur tegangan segaris (in-lb)

𝑖0 = Faktor intensifikasi tegangan diluar garis

𝑀0 = Momen lentur tegangan diluar garis (in-lb)

Z = Modulus section pipa (in3)

2.4.3. Tegangan kombinasi

Tegangan kombinas adalah resultan dari tegangan yang bekerja pada pipa bawah

laut yaitu tegangan hoop dan tegangan longitudinal. Besar tegangan kombinasi maksimum

yang diijinkan dalam mendesain pipeline diatur dalam ASME B31.8 tahun 2012 pada

persamaan 2.13. Safety faktor tegangan kombinasi dapat dilihat dalam tabel 2.8.

2 [(𝑆𝐿 βˆ’ π‘†β„Ž2

)2

+ 𝑆𝑑2]

12⁄

≀ 𝐹3π‘†π‘Œ ………………(2.12)

Dengan: 𝑆𝐿 = Tegangan longitudinal (psi)

π‘†β„Ž = Tegangan Hoop (psi)

𝑆𝑑 = Tegangan torsional (psi)

18

𝑆𝑦 = Specified minimum yield strength (psi)

𝑓3 = Safety faktor tegangan kombinasi

Tabel 2.8 Safety Factor untuk Offshore Pipeline, Platform Piping dan Pipline

Risers (ASME B31.8 tabel A842.22)

2.5. Buckling

Penekukan (buckling) pada pipeline dapat didefinisikan sebagai perubahan atau deformasi

(ovalling) pada penampang pipa yang terjadi pada satu atau seluruh bagian komponen pipa.

Apabila perubahan dan deformasi tidak disertai dengan retaknya pipa, maka disebut buckling

kering,sedangkan jika disertai dengan retaknya pipa maka disebut buckling basah.

Gambar 2.7 Propagation Buckling

Prinsip buckling adalah perambatan deformasi bentuk pada penampang melintang pipa yang

memanjang dan merambat pada sepanjang pipa. Perambatan deformasi melintang pipa disebabkan

oleh tekanan hidrostatik. Propagation buckling tidak akan terjadi jika tidak diawali dengan

terjadinya local buckling. Dalam hal mendesain propagation buckling tidak boleh melebihi

kriteria yang telah ditentukan dalam standar API RP 1111.

𝑃𝑝 = 24𝑆𝑦 [𝑑

𝐷]2,4

……………………………(2.13)

𝑃0 βˆ’ 𝑃𝑖 β‰₯ 𝑓𝑝𝑃𝑝………………………… . . (2.14)

Dengan: Pp = Tekanan propagation buckling (psi)

19

𝑆𝑦 = Specified minimum yield strength (psi)

t = Ketebalan pipa (in)

D = Diameter luar Pipa (in)

𝑃0 = tekanan hydrodynamic eksternal (psi)

𝑃𝑖 = Tekanan internal (psi)

𝑓𝑝 = Faktor propagation buckling desain

= 0,8

2.6. Toleransi Pada Pipa

2.6.1. Fabrication tolerance

Fabrication tolerance adalah sebuah faktor yang diasumsiakan sebagai toleransi atas

kemungkinan kesalahan manufacture yang terjadi saat melakukan rolling plate material

menjadi pipa. Kesalahan manufacture ini berupa reduksi terhadap ketebalan plate setelah di

roll menjadi pipa. Pada dasarnya adalah sebuah toleransi yang diberikan kepada manufacture

sebagai pengakuan atas ketidaksempurnaan sebuah produk. Dalam DNV OSF 101 telah

diberikan nilai mill tolerance

Tabel 2.9 Nilai Fabrication tolerance (DNV OSF 101 tabel 7-18)

20

2.6.2. Corrosion Allowance

Korosi adalah teroksidasinya suatu logam. Korosi adalah kerusakan atau degradasi

logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai

serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan

lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari, besi yang teroksidasi disebut dengan karat dengan

rumus Fe2O3+H2O. Proses perkaratan termasuk proses elektrokimia, di mana logam Fe yang

teroksidasi bertindak sebagai anode dan oksigen yang terlarut dalam air yang ada pada

permukaan besi bertindak sebagai katode.

Reaksi perkaratan:

Anode : Fe β†’ Fe2+

+ 2 e–

Katode : O2 + 2H2O β†’ 4e–

+ 4 OH–

Air laut adalah air murni yang di dalamnya terlarut berbagai zat padat dan gas. Suatu contoh

air laut sebesar 1000 g berisi kurang lebih 35 g senyawa-senyawa terlarut yang secara kolektif

disebut garam. Dengan kata lain, 96,5% air laut berupa air murni dan 3,5% zat terlarut.

Banyaknya zat yang terlarut disebut salinitas. Zat-zat terlarut meliputi garam-garam

anorganik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme hidup, dan gas-gas terlarut.

Fraksi terbesar dari bahan terlarut terdiri dari garam-garam anorganik yang berwujud ion-ion.

Enam ion anorganik membentuk 99,28% berat dari bahan anorganik padat. Air laut adalah

suatu zat pelarut yang bersifat sangat berdaya guna, yang mampu melarutkan zat-zat lain

dalam jumlah yang lebih besar dari pada zat cair lainnya.

Perancangan pipa bawah laut harus matang agar pada saat beroperasi nanti tidak akan

terjadi kegagalan akibat kesalahan perancangan. Pipa bawah laut bekerja dilingkungan yang

terendam air laut dan terbuat dari pelat baja. Sehingga korosi menjadi salah satu yang faktor

yang dipertimbangkan. Seperti yang diketahui air laut adalah zat yang sangat mudah membuat

pelat baja menglami korosi.

Proses korosi dalam air laut berlangsung karena adanya unsur-unsur kimia, oksigen yang

larut dan pengaruh bakteri. Korosi logam pada air laut mengikuti mekanisme pada

elektrokimia dimana pada logam yang mengalami korosi terdapat tempat-tempat berupa

anoda dan katoda. Plat baja karbon dalam air laut mengalami laju korosi antara 0,1 sampai

0,15 mm pertahun

21

Dalam menganggulangi korosi yang terjadi digunakan perlindungan korosi seperti

cathodic protection dan pelapisan coating. Dalam mendesain pipa bawah laut selain

menggunakan perlindungan korosi juga diberikan sebuah nilai corrosion allowance.

Corrosion allowance berfungsi untuk mengkompensasi korosi yang terjadi pada internal dan

eksternal pipa. Corrosion allowance diterapkan untuk mengontrol tekanan internal dan

eksternal.

Dalam DNV OS F101 nilai corrosion allowance direkomendasikan nilai 3 mm untuk pipa

pipa baja dengan kelas keamanan menengah dan tinggi. Pipa baja kelas menengah atau tinggi

adalah pipa baja yang mengalirkan hidrokarbon. Sedangkan pipa yang mengalirkan gas kering

dan cairan lainnya tidak diperlukan corrosion allowance dikarenakan dianggap non-korosif.

2.7. Gaya Berat Tenggelam Pipa

Struktur Pipa bawah laut pada umumnya memiliki dua lapisan pelindung utama yaitu:

a. Lapisan anti korosi (corrosion coating)

Lapisan anti korosi yang sering digunakan adalah jenis pengecatan. Lapisan anti korosi

merupakan lapisan lapisan menyeliputi pipa. Lapisan anti korosi adalah lapisan penutup

yang diterapkan pada permukaan sebuah benda dengan tujuan dekoratif maupun untuk

melindungi benda tersebut dari kontak langsung dengan lingkungan.

b. Lapisan pemberat (concrete coating)

Lapisan pemberat adalah lapisan yang langsung membungkus pipa. Lapisan pemberat

terbuat dari beton. Lapisan pemberat (beton) harus memiliki ketebalan yang optimum karena

jika terlalu tebal maka akan menyebabkan pemborosan biaya, pipa akan terlalu berat dan

sulit untuk diinstal.

Untuk lebih memudahkan dalam memahami lapisan pipa bawah laut dapat dilihat dalam gambar

2.13. Gambar 2.13 memperlihatkan tampilan pipa secara melintang.

22

Gambar 2.8 Penampang Melintang Pipa Bawah Laut

Dengan: ID = Internal diameter

Ds = Diameter luar

tcorr = ketebalan corrosion coating

tcc = ketebalan concrete coating

Dalam perhitungan beban yang akan diterima pipa, yang termasuk dalam beban terdistribusi

merata per satuan panjang adalah fluida dalam pipa dan berat pipa sendiri. Dalam proses analisis,

perhitungan berat pipa sendiri dilakukan dalam tiga fase, yaitu fase instalasi (pipa kosong), fase

hydrotest (pipa yang dialiri air) dan fase operasi (pipa yang dialiri fluida). Dalam menentukan

berat tenggelam pipa dilakukan langkah perhitungan sebagai berikut:

a. Diameter total pipa

π·π‘‘π‘œπ‘‘ = 𝐷𝑠 + 2π‘‘π‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ + 2π‘‘π‘‘β„Žπ‘’π‘Ÿπ‘š + 2𝑑𝑐 ……………………… .…………………………(2.15)

b. Berat baja

π‘Šπ‘ π‘‘ =πœ‡

4(𝐷𝑠

2 βˆ’ 𝐷𝑑2)πœŒπ‘ π‘‘. 𝑔 ………………………………… .…………………………(2.16)

c. Berat lapisan anti korosi

π‘Šπ‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ =πœ‡

4. [(𝐷𝑠 + 2π‘‘π‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ)

2 βˆ’ 𝐷𝑠2]. πœŒπ‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ. 𝑔 ……………… . . ……………………… . (2.17)

d. Berat lapisan thermal insulation

π‘Šπ‘‘β„Žπ‘’π‘Ÿπ‘š =πœ‡

4. [(𝐷𝑠 + 2π‘‘π‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ + 2π‘‘π‘‘β„Žπ‘’π‘Ÿπ‘š)

2 βˆ’ (𝐷𝑠 βˆ’ 2π‘‘π‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ2)2]. πœŒπ‘‘β„Žπ‘’π‘Ÿπ‘š. 𝑔 ………… . (2.18)

e. Berat lapisan selimut beton

23

π‘Šπ‘π‘ =πœ‡

4. [𝐷2 βˆ’ (𝐷𝑠 + 2π‘‘π‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ + 2π‘‘π‘‘β„Žπ‘’π‘Ÿπ‘š)

2]. πœŒπ‘. 𝑔……… . .……………………… . (2.19)

f. Berat isi pipa

π‘Šπ‘π‘œπ‘›π‘‘ =πœ‡

4.𝐷𝑖

2. πœŒπ‘π‘œπ‘›π‘‘. 𝑔. ……………………………… .… . . ……………………… . (2.20)

g. Gaya apung

𝐡 = πœŒπ‘ π‘€. 𝑔. 𝑉 = πœŒπ‘ π‘€. 𝑔. (πœ‹. 𝐷2

4)……………………… .… . . ……………………… . (2.21)

h. Berat pipa di udara

π‘Šπ‘’ = π‘Šπ‘ π‘‘ +π‘Šπ‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ +π‘Šπ‘‘β„Žπ‘’π‘Ÿπ‘š +π‘Šπ‘π‘ +π‘Šπ‘π‘œπ‘›π‘‘β€¦β€¦β€¦β€¦ . .……………………… . . . (2.22)

i. Berat terendam pipa

π‘Šπ‘  = π‘Šπ‘ π‘‘ +π‘Šπ‘π‘œπ‘Ÿπ‘Ÿ +π‘Šπ‘‘β„Žπ‘’π‘Ÿπ‘š +π‘Šπ‘π‘ +π‘Šπ‘π‘œπ‘›π‘‘ βˆ’ 𝐡…… . .………………………… . (2.23)

Persamaan yang menjadi parameter kestabilan arah vertikal adalah:

[π‘Šπ‘  + 𝐡]

𝐡β‰₯ 1,1……………………… . . (2.24)

2.8. Gaya Hidrodinamika

Gaya-gaya hidrodinamika yang terjadi pada pipa bawah laut dihitung menggunakan

persamaan morison. Persamaan morison berlaku untuk pipa yang mempunyai perbandingan

diameter pipa dan panjang gelombang adalah D/L ≀ 0,2. Pada persamaan morison diasumsikan

struktur tidak bergetar atau berespon dinamik akibat gelombang.

Pada kondisi ini, gelombang tidak terpengaruh oleh adanya pipa di dasar laut sehingga

mengakibatkan terjadinya dua gaya utama yang bekerja pada pipa yaitu gaya seret dan gaya

inersia. Gaya total hidrodinamika arah horizontal yang bekerja pada pipa merupakan penjumlahan

dari gaya seret dan gaya inersia.

𝐹𝐻 = 𝐹𝐷 + 𝐹𝐼………………………… . . (2.25)

Dengan: 𝐹𝐻 = Gaya hidrodinamika

𝐹𝐷 = Gaya drag

𝐹𝐼 = Gaya inersia

2.8.1. Penentuan koefisien hidrodinamik

Sebelum melakukan gaya-gaya hidrodinamika maka terlebih dahulu menentukan

nilai dari koefisien-koefisien hidrodinamik. Mouselli menyatakan bahwa nilai dari suatu

koefisien hidrodinamika pada nilai bilangan Reynold, kekasaran pipa.

24

𝑅𝑒 =(π‘ˆπ‘  + π‘ˆ).π·π‘œ

𝑣…………………………(2.26)

π‘˜ =𝑒

π·π‘œβ€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦ . (2.27)

Dengan : Re = Bilangan Reynold

Us = kecepatan arus signifikan

Us = kecepatan signifikan akibat gelombang

Uc = kecepatan arus

π·π‘œ = Diameter luar pipa

𝑣 = viskositas kinematik

e = High of roughness

Setelah diketahui nilai bilangan Reynold dan kekasaran pipa dapat ditentukan nilai

koefisien hidrodinamika drag (CD) dan lift (CL). Mouselli menetapkan nilai koefisien

inersia berkisar antara 1,5–2,5.

Untuk menentukan koefisien drag, bilangan Reynold yang diketahui diplot dalam

grafik pada gambar 2.9 kemudian ditarik keatas sampai berpotongan dengan garis yang

menunjukkan tingkat kekasaran pipa. Hasil perpotongan ditarik kekiri sehingga didapatkan

nilai koefisien drag (CD).

Gambar 2.9 Grafik koefisien drag (CL) dengan bilangan Reynolds

25

Koefisien lift (CL) dapat ditentukan menggunakan cara seperti ketika menentukan

koefisien drag. Bilangan Reynold yang didapat diplot dalam grafik pada gambar 2.10

kemudian ditarik keatas sampai berpotongan dengan garis yang menunjukkan tingkat

kekasaran pipa. Hasil perpotongan ditarik kekiri sehingga didapatkan nilai koefisien lift

(CL).

Gambar 2.10 Grafik koefisien lift (CL) dengan bilangan Reynolds

2.8.2. Gaya Seret

Gaya seret terjadi akibat gesekan antara fluida dengan dinding pipa yang disebut

dengan skin friction. Gesekan fluida dengan dinding pipa dapat terjadi jika fluida mengalir

melewati pipa secara tegak lurus sehingga besar gaya seret tergantung dari kecepatan aliran

yang melewati pipa. Gaya seret juga dapat terjadi karena aliran vortex yang terjadi

dibelakang pipa.

𝐹𝐷 =1

2. 𝐢𝐷. 𝜌. 𝐷0. (π‘ˆπ‘ . π‘π‘œπ‘ πœƒ + π‘ˆ). |(π‘ˆπ‘ . π‘π‘œπ‘ πœƒ + π‘ˆ)|… (2.28)

Dengan: 𝐹𝐷 = Gaya seret

𝐢𝐷 = Koefisien seret

𝜌 = Massa jenis fluida

D0 = Diameter luar pipa

Us = Kecepatan signifikan akibat gelombang

26

U = Kecepatan arus

πœƒ = Sudut fase gelombang

2.8.3. Gaya Inersia

Gaya inersia merupakan gaya dari massa fluida yang dipindahkan oleh pipa. Besar

gaya inersia dipengaruhi oleh percepatan partikel air. Gaya inertia dapat ditentukan melalui

persamaan 2.34.

𝐹𝐼 = 𝜌. 𝐢𝑀. (πœ‹. 𝐷2

4) . π‘ˆβ„Ž . sin πœƒβ€¦β€¦β€¦β€¦ . (2.29)

Dengan: 𝐹𝐼 = Gaya inersia persatuan panjang

𝐢𝑀 = Koefisien hidrodinamik inersia

Uh = percepatan partikel air horizontal efektif

2.8.4. Gaya Angkat

Gaya angkat adalah gaya hidrodinamik dalam arah vertikal. Gaya angkat terjadi

apabila terdapat konsentrasi streamline di atas pipa. Kondisi streamline yang terjadi

menimbulkan gaya agkat keatas. Apabila terdapat celah sempit antara pipa dan permukaan

bawah laut, konsentrasi dibawah silinder pipa akan mengakibatkan gaya angkat negative

(kearah bawah). Untuk memudahkan dalam memahami gaya angkat, gambar 2.11

menunjukkan sketsa gaya lift pada pipa.

Gambar 2.11 Sketsa Gaya Angkat Pada Pipa

Besarnya gaya angkat dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.30.

𝐹𝐿 =1

2. 𝐢𝐿. 𝜌. 𝐷0. (π‘ˆπ‘ . π‘π‘œπ‘ πœƒ + π‘ˆ)

2……… . . (2.30)

27

Dengan: 𝐹𝐿 = Gaya Angkat

𝐢𝐿 = Koefisien gaya angkat

2.9. Analisa Stabilitas

Kestabilan pipa pada saat berada di dasar laut menjadi hal yang sangat penting pada struktur

pipa bawah laut. Pipa bawah laut harus didesain dapat menahan beban dan gaya-gaya lingkungan

yang bekerja pada pipa sehingga pipa dapat kuat dan stabil pada saat instalasi, hydrotest dan selama

masa operasional. Pipa yang tidak stabil akan menggangu proses pendistribusian minyak, gas dan

infrastruktur lainnya.

Analisa stabilitas pipa merupakan analisa mengenai interaksi lingkungan dan pipa yang

kompleks. Interaksi yang terjadi antara pergerakan arus air laut yang melalui pipa dan kombinasi

antara berat pipa ketika tenggelam dengan koefisien gesek antara permukaan pipa dengan

permukaan dasar laut. Arus yang terjadi dapat dibangkitkan oleh gelombang atau arus yang

dibangkitkan oleh pasang surut sehingga menimbulkan gaya-gaya hidrodinamika yang bekerja

pada pipa.

Analisa sederhana pada stabilitas pipa dasar laut dapat dilakukan secara statis. Analisa

stabilitas pipa dilakukan pada arah vertikal dan horizontal pipa.

- kestabilan pada arah horizontal

𝐹𝐷 + 𝐹𝐼 βˆ’ πΉπ‘Ÿ βˆ’π‘Šπ‘ . sin πœƒ = 0……………… . . (2.31)

- kestabilan pada arah vertikal

𝑁 + 𝐹𝐿 βˆ’π‘Šπ‘  cos πœƒ = 0……………………(2.32)

Pipa dasar laut dikatakan stabil memenuhi persamaan 2.31 yang menunjukkan kestabilan

pada arah horizontal dan 2.32 menunjukkan kestabilan pada arah vertikal. Menjaga stabilitas pipa

bisa dilakukan dengan mengurangi gaya eksternal yang bekerja pada pipa atau dengan

memberikan pelindung pada pipa. Metode yang umum digunakan untuk menjaga stabilitas pipa

dasar laut adalah:

a. Menambahkan selimut beton pada pipa, berfungsi sebagai pelindung dan pemberat pada pipa

agar tetap stabil.

b. Mengubur pipa didalam seabed, berfungsi untuk mengurangi gaya hydrodynamic yang

bekerja pada pipa jika berada diatas seabed

c. Membuat tanggul batu (rockbeam) yang berfungsi sebagai pemberat pada pipa.

28

2.10. Analisa free span

Freespan pada pipa bawah laut dapat terjadi ketika konstruksi pipa bawah laut kehilangan

kontak dengan permukaan dasar laut dan memiliki jarak ke permukaan dasar laut (Boyun Guo,

2005). Fenomena bentang bebas (free span) pipa pada jaringan pipa bawah laut adalah sesuatu

yang sama sekali tidak dapat dihindari. Free span pada konstruksi pipa dapat terjadi karena 3 hal,

yaitu:

Permukaan dasar laut yang tidak merata

Perubahan kontur permukan dasar laut diakibatkan scoring dan sand waves

Gambar 2.12 Free Span akibat tidak ratanya permukaan dasar laut.

Bila suatu free span pada suatu rute pipa, maka perlu dilakukan pengecekan ulang pada

kekuatan dan keandalan kerja pipa. Perhitungan dan persiapan antisipasi perlu dilakukan karena

pipa yang sudah tidak tergeletak merata pada seabed. Besar defleksi, dampak gaya hidrodinamika,

vibrasi dan tegangan maksimum yang terjadi pada saat free span perlu dihitung untuk melakukan

pengecekan keruntuhan pipa dengan menggunakan pola statik (ultimate limited strength) atau

kelelahan/fatigue (fatigue limit strength).

29

Semua analisa mengenai free span yang dilakukan mengacu pada DNV-RP-F105 mengenai

free spanning pipelines. Dalam pembahasan free span digunakan kriteria ULS (ultimate limited

strength) atau FLS (fatigue limit strength) sebagai parameter pengecekan. Gambar 2.13

menjelaskan mengenai flow chart tentang analisis free span.

Gambar 2.13flow chart analisa free span (DNV-RP-F105)

2.10.1. Concrete Stiffness enhanced

Pada pipa bawah terdapat dua lapisan yaitu lapisan pelindung korosi (corrosion

coating) yaitu High Density Polyethylene (HDPE) dan lapisan pemberat yaitu beton

(concrete coating). Lapisan pemberat atau lapisan beton merupakan lapisan terluar yang

berfungsi melindungi pipa dari gaya eksternal sehingga dapat menjaga stabilitas pipa.

Perbedaan kekakuan antara beton, HDPE dan pipa baja dan kombinasi antara keduanya

merupakan faktor yang mempengaruhi frekuensi natural dari free span pipa. Kombinasi

kekakuan antara pipa baja dengan lapisan beton dan HDPE disebut sebagai Concrete

Stiffness enhanced (CSF). Perhitungan CSF mengacu pada DNV-RP-F105.

𝐢𝑆𝐹 = π‘˜π‘ (πΈπΌπ‘π‘œπ‘›π‘πΈπΌπ‘ π‘‘π‘’π‘’π‘™

)0,75

…………………………(2.33)

Dengan: CSF = Concrete Stiffness enhanced

30

Kc = konstanta perhitungan empiris untuk deformasi dalam corrosion

coating dan keretakan pada concrete coating, nilai kc diberikan 0,33

untuk lapisan beton dan 0,25 untuk lapisan PP atau PE

E = Modulus young

Iconc = Momen inersia lapisan beton

Isteel = Momen inersia lapisan baja

2.10.2. Panjang pipa efektif

Panjang free span efektif merupakan panjang ideal free span, panjang yang

mengasumsikan bahwa panjang menggunakan tumpuan fixed to fixed. Pada perhitungan

panjang free span efektif diasumsikan memiliki frekuensi natural yang sama dengan free

span yang sebenarnya yang ditopang oleh seabed.

Besar ratio antara panjang free span efektif dan panjang span actual dituliskan

sebagai 𝐿𝑒𝑓𝑓 𝐿⁄ . Nilai rasio 𝐿𝑒𝑓𝑓 𝐿⁄ mengacu pada DNV-RP-F105.

𝐿𝑒𝑓𝑓

𝐿=

{

4,73

βˆ’0,066𝛽2 + 1,02𝛽 + 0,63π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ 𝛽 β‰₯ 2,7

4,73

βˆ’0,036𝛽2 + 0,61𝛽 + 1,0π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜π›½ < 2,7

………(2.34)

Dengan: 𝐿𝑒𝑓𝑓 = Panjang free span efektif (ft)

L = panjang bentang bebas (ft)

𝛽 = parameter relative stiffness

Nilai 𝛽 diperoleh dari persamaan 2.18

𝛽 = log10 (𝐾𝐿4

(1 + 𝐢𝑆𝐹)𝐸𝐼)……………………(2.35)

Dengan: 𝛽 = parameter relative stiffness

K = Kekakuan tanah vertikal

L = panjang bentang bebas aktual (ft)

CSF = concrete stiffness factor

E = Modulus young elastisitas (psi)

I = Momen inersia (in-lb)

2.10.3. Gaya axial efektif

31

Kekakuan pada pipa bawah laut terdiri dari kekakuan material dan kekakuan

geometris. Nilai kekakuan geometris pipa diatur oleh gaya aksial efektif (S𝑒𝑓𝑓). Gaya

aksial efektif adalah gaya aksial dinding baja aktual dengan koreksi untuk efek gaya

eksternal dan gaya internal.

S𝑒𝑓𝑓 = π‘π‘‘π‘Ÿ βˆ’ 𝑝𝑖𝐴𝑖 + 𝑝𝑒𝐴𝑒 ……………………(2.36)

Dengan: π‘π‘‘π‘Ÿ = Gaya axial dinding actual

pi = Tekanan internal

pe = Tekanan eksternal

Ai = Luasan potongan melintang internal pipa (inti)

Ae = Luasan potongan melintang eksternal pipa (termasuk

bagian coating)

Sedangkan untuk pipa laying berlaku gaya aksial efektif

S𝑒𝑓𝑓 = 𝐻𝑒𝑓𝑓 βˆ’ βˆ†π‘π‘–π΄π‘–(1 βˆ’ 2𝑣) βˆ’ π΄π‘ πΈβˆ†π‘‡π›Όπ‘’ ……………………(2.37)

Dengan: Heff = tegangan efektif lay

βˆ†π‘π‘– = Perbedaan relative tekanan internal untuk laying

As = Luasan potongan melintang pipa

βˆ†π‘‡ = Perbedaan relatif suhu internal untuk laying

𝛼𝑒 = koefisien ekspansi suhu, diabaikan dikarenakan suhu

diasumsikan konstan.

2.10.4. Momen Bending static

Momen Bending dapat dihitung dalam kondisi statik dan kondisi dinamik.

Perhitungan dalam kondisi statik dan dinamis dilakukan berdasarkan beban yang diterima

struktur pipa bawah laut. Dalam kondisi statik disebut momen bending statik, sedangkan

dalam kondisi dinamis disebut momen bending dinamis.

Momen bending statik adalah momen yang terjadi pada pipa akibat terjadinya free

span pada pipa bawah laut. Momen bending statik dapat dihitung dengan persamaan

π‘€π‘ π‘‘π‘Žπ‘‘π‘–π‘ = 𝐢5π‘ž. 𝐿𝑒𝑓𝑓

2

(1 + 𝐢2.𝑆𝑒𝑓𝑓𝑃𝑒𝑓𝑓

)………………………(2.38)

Dengan: Mstatic = Momen bending static

32

q = Beban yang mengenai pipa

Seff = Gaya aksial efektif

Pe = Beban euler buckling

= (1 + 𝐢𝑆𝐹)πœ‹2𝐸𝐼/𝐿𝑒𝑓𝑓2

Leff = Panjang span efektif

C5 = Boundary Conditions Coeffisient

Nilai q mempresentasikan beban pipa, yaitu berat pipa dalam air (pipe submerged

weight) untuk perhitungan arah cross flow. Sedangkan untuk arah in-line yang digunakan

untuk perhitungan adalah gaya drag dan gaya inersia secara horizontal.

Momen bending dinamis adalah momen yang terjadi pada pipa akibat terjadinya

Vortex Induced Vibration (VIV). Momen bending dinamis dapat dihitung dengan

persamaan:

𝑀𝑑𝑦𝑛 = πœŽπ‘‘π‘¦π‘›.2. πΌπ‘ π‘‘π‘’π‘’π‘™π·π‘œ βˆ’ 𝑑

………………………(2.39)

Dengan : 𝑀𝑑𝑦𝑛 = Momen dinamis

πœŽπ‘‘π‘¦π‘› = Tegangan dinamis

𝐼𝑠𝑑𝑒𝑒𝑙 = momen inersia pipa

2.10.5. Defleksi statis

Defleksi statik adalah lendutan yang terjadi pada suatu free span pipa akibat beban

static yang bekerja pada pipa, yaitu berat pipa sendiri dari pipa baja untuk arah cross flow

dan gaya hidrodinamika total untuk arah in-line. Pada kasus dimana data mengenai defleksi

tidak ada, maka dalam DNV-RP-F105 diberikan persamaanuntuk menghitungnya.

𝛿 = 𝐢6.π‘ž. 𝐿𝑒𝑓𝑓

4

𝐸𝐼. (1 + 𝐢𝑆𝐹).

1

(1 + 𝐢2.𝑆𝑒𝑓𝑓𝑃𝑒)………………………(2.40)

Dengan: 𝛿 = defleksi statis

C6 = Boundary Conditions Coeffisient

2.10.6. Frequensi natural

Suatu free span memiliki frekuensi natural sebagai respon dinamik terhadap beban

lingkungan dan operasi yang diterima. Besar frekuensi natural free span bergantung kepada

jenis tanah, jenis perletakan ujung free span, beban yang diterima pipa, jenis material pipa

33

dan gaya yang bekerja pada pipa. Frekuensi natural pipa secara umum dalam DNV-RP-

F105 dituliskan oleh persamaan berikut:

𝑓0 β‰ˆ 𝐢1. √1 + πΆπ‘†πΉβˆšπΈπΌ

π‘šπ‘’πΏπ‘’π‘“π‘“4 . (1 + 𝐢2.

𝑆𝑒𝑓𝑓

𝑃𝐸+ 𝐢3. (

𝛿

𝐷)2

)………………………(2.41)

Dengan: C1-C3 = Boundary Conditions Coeffisient

E = Modulus young

I = Moment inersia

CSF = faktor concrete stiffness enhanced

Leff = panjang free span efektif

me = massa efektif

DO = Diameter luar pipa

Pe = beban euler buckling

= (1 + 𝐢𝑆𝐹)πœ‹2𝐸𝐼/𝐿𝑒𝑓𝑓2

𝛿 = defleksi statis

Seff = gaya aksial efektif

Tabel 2.10 Boundary Conditions Coeffisient

2.10.7. Screening fatigue

Screening fatigue yang dilakukan dalam pembahasan ini dilakukan berdasarkan

DNV-RP-F105. Kriteria screening adalah meninjau terjadinya screening akibat VIV yang

disebabkan beban gelombang secara langsung dan kombinasi beban arus dan gelombang

secara bersamaan. Kriteria fatigue ini telah dikalibrasikan dengan analisis fatigue lengkap

untuk memastikan usia fatigue lebih dari 50 tahun.

34

Secara umum, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah free span

dalam screening fatigue ini. Kriteria screening untuk respon dalam arah in-line adalah:

𝑓0,𝐼𝐿𝛾𝑓

>π‘ˆπΆ,100 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ

𝑉𝑅.𝑂𝑁𝑆𝐸𝑇𝐼𝐿 . 𝐷

. (1 βˆ’πΏ 𝐷⁄

250) .𝛾𝐼𝐿�̅�………………………(2.42)

Dengan: 𝑓0,𝐼𝐿 = frekuensi natural kondisi in line

𝛾𝑓 = Safety factor dalam frekuensi natural

𝛾𝐼𝐿 = Screening factor dalam frekuensi natural

οΏ½Μ…οΏ½ = Rasio aliran arus

= max (π‘ˆπΆ,100 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ

π‘ˆπ‘€,1 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ+π‘ˆπΆ,100 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ)

L = Panjang free span

π‘ˆπΆ,100 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ = kecepatan arus dengan periode ulang 100 tahun

π‘ˆπ‘€,1 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ = Kecepatan signifikan gelombang untuk periode ulang 1

tahun

𝑉𝑅.𝑂𝑁𝑆𝐸𝑇𝐼𝐿 = Reduced velocity pada permulaan cross-flow

Jika kriteria screening untuk arah in-line terlampaui, maka analisis fatigue akibat

VIV harus dilakukan. Sedangakan kriteria screening untuk respon arah cross flow adalah:

𝑓0,𝐢𝐹

𝛾𝑓>

π‘ˆπΆ,100 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ π‘ˆπ‘€,1 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ

𝑉𝑅.𝑂𝑁𝑆𝐸𝑇𝐷𝐹 .𝐷

. 𝛾𝐢𝐹……………………… (2.43)

Dengan: 𝛾𝐢𝐹 = Faktor screening untuk cross flow

𝑉𝑅.𝑂𝑁𝑆𝐸𝑇𝐢𝐹 = Reduced velocity pada permulaan cross-flow

Dalam DNV-RP-F105 diberikan nilai faktor screening pada kriteria screening in-

line dan cross-flow dan safety faktor (𝛾𝑓). Nilai faktor screening dapat dilihat pada tabel 2.

. Sedangkan untuk safety factor dapat dilihat pada tabel 2.11.

Tabel 2.11 Faktor screening untuk screening criteria

Nilai

𝛾𝐼𝐿 1.15

𝛾𝐢𝐹 1.3

Analisa fatigue akibat beban gelombang langsung tidak perlu dilakukan apabila

memenuhi persamaan 2.44.

35

π‘ˆπΆ,100 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ

π‘ˆπ‘€,1 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ + π‘ˆπΆ,100 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ>2

3………………………(2.44)

Dengan: π‘ˆπΆ,100 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ = kecepatan arus dengan periode ulang 100 tahun

π‘ˆπ‘€,1 π‘¦π‘’π‘Žπ‘Ÿ = Kecepatan signifikan gelombang untuk periode ulang 1 tahun

2.10.8. Fatigue

Fatigue adalah fenomena mengenai kelelahan struktur akibat adanya pembebanan

secara dinamis yang diterima oleh struktur Perhitungan kerusakan fatigue dilakukan

dengan mengacu pada DNV-RP-F105 tentang Free Spanning Pipelines. Dalam DNV-RP-

F105 dijelaskan fenomena fatigue disebabkan oleh pengaruh gelombang dan karena vibrasi

struktur pipa karena adanya pengaruh Vortex Induced Vibration (VIV).

. Fenomena fatigue merupakan bencana bagi suatu struktur lepas pantai maupun

pipa bawah laut, karena dapat menyebabkan umur operasi struktur menurun drastis. Karena

fatigue dapat menyebabkan umur struktur menurun, maka perlu dihitung umur desain

fatigue. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga keamanan struktur dalam masa operasi.

Kapasitas umur fatigue dapat dihitung dengan persamaan berikut:

𝑇𝑙𝑖𝑓𝑒 =𝐼

βˆ‘ (𝑓𝑣. 𝑆𝑖

π‘š. 𝑃𝑖�̅�

)………………………(2.44)

Dengan: 𝑇𝑙𝑖𝑓𝑒 = Kapasitas desain umur fatigue

𝑓𝑣 = frekuensi vibrasi

Si = Tegangan ke i

Pi = Probabilitas dari kejadian untuk i pada siklus

tegangan

Setelah mendapatkan umur desain fatigue maka kita perlu menentukan umur

operasi dari suatu struktur pipa bawah laut. Dalam DNV-RP-F105 diberikan persaman

untuk menentukan umur operasi agar umur operasi tidak melebihi kapasitas desain umur

fatigue.

Θ . 𝑇𝑙𝑖𝑓𝑒 > 𝑇𝑒π‘₯π‘π‘œπ‘ π‘’π‘Ÿπ‘’β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦(2.45)

Dengan: Θ  = rasio fatigue damage yang diperbolehkan

𝑇𝑙𝑖𝑓𝑒 = Kapasitas desain umur fatigue

𝑇𝑒π‘₯π‘π‘œπ‘ π‘’π‘Ÿπ‘’ = Umur kerja pipa

36

Untuk kondisi tegangan tertentu yang fluktuatif dengan amplitudo tegangan yang

bervariasi dalam order acak, besar fatigue damage dapat dihitung dengan metode

Palmgreen-Miner berikut:

π·π‘“π‘Žπ‘‘ =βˆ‘π‘›π‘–π‘π‘–β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦β€¦(2.45)

Dengan: π·π‘“π‘Žπ‘‘ = fatigue damage

ni = Jumlah total dari siklus tegangan sesuai dengan Si

Ni = jumlah dari siklus untuk kegagalan pada kisaran tegangan Si

Berdasarkan Dalam DNV-OS-F101 pipa bawah laut dapat dikatan aman dari damage

fatigue apabila memenuhi persamaan berikut

π·π‘“π‘Žπ‘‘. 𝐷𝐹𝐹 β‰₯ 1………………………(2.46)

Dengan: DFF = desain fatigue factor

Design fatigue factor adalah faktor keamanan yang diberikan DNV-OS-F101 untuk

membuat nilai fatigue yang terjadi masih dapat ditahan struktur pipa bawah laut. Untuk

nilai DFF dapat dilihat pada tabel 2.10berikut

Tabel 2.10 Design Fatigue Factor (DFF)

Safety class Low Medium High

DFF 3 6 10

2.10.9. Ultimate Limit Strength (ULS)

Analisa untuk kriteria Ultimate Limit Strength merupakan pengecekan batas

(limit) kekuatan pipa terhadap gaya internal maupun gaya eksternal yang bekerja pada pipa.

Analisa yang dilakukan Ultimate Limit Strength berdasarkan DNV-RP-F105 Free

Spanning Pipelines. Sedangkan untuk kriteria ULS dijelaskan dalam DNV-OSF-101

Submarines Pipeline System. Secara umum, kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah free

span dalam pengecekan ULS sebagai berikut

Pipe member subjected to bending moment, effective axial force and

external overpressure

𝛾𝑠𝑐. 𝛾𝑀. (𝑆𝑒𝑓𝑓

π‘Žπ‘ . 𝑆𝑝)

2

+ 𝛾𝑠𝑐. 𝛾𝑀. [π‘€π‘‘π‘Žπ‘. 𝑀𝑝

√1 βˆ’ (βˆ†π‘ƒπ‘‘π‘Žπ‘ . 𝑃𝑏

)2

] + (βˆ†π‘ƒπ‘‘π‘Žπ‘ . 𝑃𝑏

)2

≀ 1…(2.47)

Dengan: Seff = Gaya aksial efektif

𝛾𝑀 = Faktor daya tahan material

37

𝛾𝑠𝑐 = safety class factor

π‘Žc = strain hardening adjustment parameter

Sp = axial plastic limit

= 𝑓𝑦 . πœ‹(𝐷𝑂 βˆ’ 𝑑). 𝑑

DO = Diameter luar pipa

t = Ketebalan pipa

Md = Design Bending Moment

Mp = Momren Plastic limit

= 𝑓𝑦 . πœ‹. (𝐷𝑂 βˆ’ 𝑑).2 𝑑

Pc = Pressure collapse

Pipe member subjected to bending moment, effective axial force and

internal overpressure.

[𝛾𝑠𝑐. 𝛾𝑀. (π‘€π‘‘π‘Žπ‘ . 𝑀𝑝

) + 𝛾𝑠𝑐. 𝛾𝑀. (𝑆𝑒𝑓𝑓

π‘Žπ‘ . 𝑆𝑝)

2

]

2

+ [𝛾𝑠𝑐. 𝛾𝑀. (𝑃𝑐𝑃𝑒)]2

≀ 1…………………… (2.48)

Dengan: Seff = Gaya axial efektif

𝛾𝑀 = Faktor daya tahan material

𝛾𝑠𝑐 = safety class factor

π‘Žc = strain hardening adjustment parameter

Sp = axial plastic limit

= 𝑓𝑦 . πœ‹(𝐷𝑂 βˆ’ 𝑑). 𝑑

DO = Diameter luar pipa

t = Ketebalan pipa

Md = Design Bending Moment

Mp = Momen Plastic limit

= 𝑓𝑦 . πœ‹. (𝐷𝑂 βˆ’ 𝑑).2 𝑑

Pc = Pressure collapse

Pe = Pressure external