View
167
Download
29
Category
Preview:
DESCRIPTION
depresi, psikiatrik
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
pimpinan dan penyertaanNya selama pembuatan referat ini.
Referat yang berjudul Gangguan Depresi ini disusun untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Universitas Katolik
Indonesia Atma Jaya yang menjalani program kepaniteraan klinik di
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Bhayangkara
Tingkat I Raden Said Sukanto.
Dalam pembuata referat ini mendapatkan dukungan dari
banyak pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Suhendro, Sp.KJ, selaku pembimbing utama penulisan
referat
2. Dr. Henny Riana, Sp. KJ
3. Para perawat dan teman teman yang telah membantu penulis
menyusun referat ini.
Penulis juga menyadari referta ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu, penulis terbuka atas saran dan kritik dari para
pembaca sebagai masukan di karya tulis yang akan datang. Penulis
juga memohon maaf jika ada kata-kata penulis yang kurang
berkenan di hati para pembaca. Akhir kata, penulis berharap bahwa
Referat ini dapat membantu dan menambah wawasan para
pembaca.
Jakarta, 6 April 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
1
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I: PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang dan Tujuan
1
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi 3
2.2.1 Insiden dan prevalensi 3
2.2.2 Jenis kelamin
3
2.2.3 Usia 4
2.2.4 Latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya
5
2.2.5 Hubungan interpersonal
5
2.3 Faktor resiko 5
2.4 Etiologi dan Patogenesis 6
2.4.1 Faktor genetik 7
2.4.2 Faktor biologis 7
2.4.3 Faktor psikologis 8
2.5 Gejala klinis 10
2.6 Kriteria diagnosis 14
2.7 Diagnosis banding 25
2.8 Penyakit komorbid 27
2.9 Tatalaksana Farmakologi 27
2.10 Tatalaksana Non-Farmakologi 34
BAB I
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang dan Tujuan
Menurut hasil survey di 14 negara pada tahun 1990, data
menunjukan bahwa depresi merupakan masalah kesehatan dengan
urutan ke-4 terbesar di dunia yang mengakibatkan beban sosial.
Dari data prevalensi depresi di dunia dan Indonesia yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada
tahun 2004, diperkirakan sebanyak 17-25% penduduk Indonesia
dan 5-10% penduduk dunia per tahun mengalami depresi.
Sedangkan data Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa
pada tahun 2020, depresi akan menjadi beban global penyakit ke-2
di dunia setelah penyakit jantung iskemik. 1
Gangguan depresi dalam PPDGJ dimasukan kedalam
kelompok gangguan suasana perasaan (mood/ afektif).2 Mood
merupakan nada perasaan yang meresap dan menetap yang
dirasakan di dalam diri seseorang dan mempengaruhi kebiasaan
dan persepsi orang tersebut terhadap dunia. Sedangkan afek adalah
ekspresi eksternal dari mood. Mood dapat beragam dari tingkatan
normal, meningkat atau menurun. Seseorang yang sehat
mengalami berbagai suasana mood dan memiliki afek yang sama
luasnya dengan mood tersebut. Sebuah mood dan afek harus dapat
dikontrol oleh manusia.3
Pada gangguan depresi, terdapat penurunan mood, energi
dan minat; perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, gangguan
nafsu makan, dan pikiran untuk mati atau bunuh diri. Tanda dan
gejala lain termasuk perubahan tingkat aktivitas, kemampuan
kognitif, bicara dan fungsi vegetatif yaitu tidur, aktivitas seksual dan
ritme biologik lain. 4 Gangguan ini pada umumnya mengakibatkan
penurunan kualitas hidup dalam hubungan interpersonal, sosial dan
fungsi pekerjaan; peningkatan resiko kematian sehubungan dengan
keinginan bunuh diri dan kecelakaan serta penyakit kardiovaskular.5
3
Tatalaksana gangguan depresi terdiri dari pengobatan
non- farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi pada kebanyakan
kasus, seringkali memiliki banyak hambatan dari pasien ataupun
tenaga kesehatan. Stigma dan diskriminasi kadang menimbulkan
keengganan pasien untuk berobat, sedangkan pada dokter umum
atau tenaga kesehatan yang lain seringkali memilki kepekaan yang
kurang terhadap gejala depresi. Contohnya, banyak dokter umum
yang merasa gejala depresi tidak berbahaya dan tidak
membutuhkan terapi tertentu. Selain itu, penyampaian terapi juga
kadang tidak efektif dan adekuat terhadap kesembuhan pasien.
Beberapa dokter tidak mengerti bahwa pengobatan jangka panjang
pada pasien depresi sangat diperlukan untuk mencegah
kekambuhan dan keparahan di masa yang akan datang. Selain itu
beberapa pusat tenaga kesehatan menganggap remeh gangguan
depresi, mereka lebih fokus terhadap masalah gangguan jiwa yang
cenderung lebih parah dan menonjol, contohnya skizofren. Hal ini
seringkali menyebabkan gangguan depresi dini terlewatkan untuk
diobati. 5
Maka dari itu, penting bagi dokter umum untuk
mengetahui lebih dalam mengenai tanda dan gejala depresi serta
penatalaksanaannya yang sesuai dan adekuat. Dengan demikian
kejadian yang tidak diharapkan dari gangguan depresi, seperti
bunuh diri ataupun penyakit lain yang menyertai dapat dihindari
lebih dini. Selain itu, edukasi dan tindakan awal yang adekuat dari
dokter umum sekiranya dapat menurunkan jumlah prevalensi
depresi di Indonesia dikemudian hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 Definisi
Gangguan depresi termasuk kedalam gangguan mood yang
ditandai dengan gejala utama seperti kehilangan energi dan minat,
merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan,
berpikir mati atau bunuh diri. Pasien dengan gangguan mood
terlihat memiliki mood yang menurun atau depresif. Tipe gangguan
depresi dapat terjadi pertama kali yang disebut dengan gangguan
episode depresi, atau sudah terjadi sebelumnya yang disebut
gangguan depresi berulang. Derajat gangguan depresi dapat
ditentukan dari kriteria diagnosis sesuai gejala yang ditemukan.
Dengan mengetahui derajat gangguan depresi, maka seorang
dokter dapat menentukan terapi yang tepat dan efektif untuk
individu tersebut.
2.2 Epidemiologi
2.2.1 Insiden dan Prevalensi
Sekitar 15% populasi memiliki gejala depresi signifikan
yang dapat mengakibatkan resiko seumur hidup (lifetime risk)
mengalami gangguan depresi berat dan sebanyak 10% yang
diperkirakan memiliki gangguan depresi ketika berkonsultasi ke
layanan kesehatan primer.5 Sedangkan, tercatat sebanyak 1,3-4,4%
gejala depresi yang menyebabkan ketidakmampuan (disability) dan
kematian dini. Jika dianalisa menurut periode waktu, tercatat bahwa
penduduk yang lahir setelah perang dunia ke-2 lebih banyak
memiliki gangguan depresi.6
2.2.2 Jenis kelamin
Jika membandingkan jenis kelamin, wanita dua kali lipat
lebih beresiko dibandingkan pria. Perbedaan ini dimulai setelah
pubertas dan gejala depresi pada wanita banyak dijumpai
bertepatan dengan onset menarche. Hal ini diduga karena adanya
perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor
5
psikososial, dan model perilaku yang dipelajari.6 Pada beberapa
penelitian telah dibuktikan bahwa wanita cenderung
memperlihatkan gejala klinis yang lebih parah dan kompleks,
sedangkan pria cenderung lebih mudah menyangkal dan melupakan
masalah atau kejadian penyebab depresi sebelumnya.5
Sekitar 10% wanita mengalami depresi pada satu bulan
pertama setelah melahirkan. Beberapa dari mereka sembuh
spontan dengan segera, dan lebih dari 50% masih mengalami gejala
depresi hingga 6 bulan setelah melahirkan. Sebanyak 30% wanita
yang pernah mengalami depresi pasca melahirkan akan terulang
kembali setelah melahirkan selanjutnya.5
Gangguan depresi yang memiliki resiko seumur hidup
pada wanita dapat mencapai 25%. Dimana sekitar 10% berada di
perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit.4
2.2.3 Usia
Menurut survey pada populasi dunia, kebanyakan
gangguan depresi dialami pada usia 18-64 tahun dengan rata-rata
usia sekitar 40 tahun. Onset gangguan depresi kebanyakan
dijumpai pada usia 24-35 tahun dengan rata-rata usia 27 tahun.
Akan tetapi belakangan ini, onset dari gejala depresi seringkali
dijumpai pada usia yang lebih muda yaitu 20 tahun sebanyak 40%.6
Hal ini diperkirakan adanya hubungan dengan meningkatnya
pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia
tersebut. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%, dan
pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% yang mengalami
gangguan depresi berat.4 Terdapat perbedaan kecenderungan
gejala depresi pada anak, remaja/dewasa muda dan lansia. Pada
anak-anak, umumnya terdapat keluhan-keluhan gejala somatik,
iritablilitas, dan penarikan sosial yang lebih menonjol. Pada remaja
dan dewasa muda, gejala depresi cenderung atipikal, contohnya
terdapat peningkatan nafsu makan, hipersomnia dan sebagainya.
Sedangkan pada usia lanjut/ lansia, gejala penurunan minat dan
6
afek yang menurun sangat jelas terlihat dan menunjukan ciri
melankolik, contohnya seperti adanya penurunan aktivitas sehari-
hari dan kehilangan minat dan perasaan bahagia.6
2.2.4 Latar belakang sosial, ekonomi dan budaya
Tidak ada pengaruh yang signifikan antara status sosial,
ekonomi, budaya dan gangguan depresi berat. Gangguan depresi
dapat terjadi pada semua orang dari berbagai tingkat sosioekonomi
dan budaya, walaupun kecepatan penyembuhan pada populasi
dengan tingkat sosioekonomi dan budaya yang rendah relatif lebih
lambat.5
2.2.5 Hubungan interpersonal
Gangguan depresi paling sering terjadi pada orang yang
tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka
yang tidak menikah maupun cerai/ berpisah. Wanita yang tidak
menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita
depresi dibandingkan dengan yang menikah, namun hal ini
berbanding terbalik untuk laki- laki.
2.3 Faktor resiko
Dengan mengenali beberapa faktor resiko terjadinya
gangguan depresi, maka dapat membantu dokter maupun tenaga
kesehatan lain melakukan screening, sehingga dapat dilakukan
pencegahan gangguan depresi lebih dini.6
Berikut beberapa kondisi yang memiliki resiko tinggi
mengalami gangguan depresi:6
1. Nyeri kronis
2. Penyakit kronis (Seperti diabetes, penyakit jantung, dan
lain-lain)
3. Terdapat gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan
4. Post partum
5. Keadaan dengan stress psikososial tinggi
7
Selain itu, penting juga dilakukan penilaian lebih dini
mengenai resiko bunuh diri bagi beberapa pasien yang mengalami
gangguan depresi. Tabel dibawah ini akan menjabarkan beberapa
faktor resiko bunuh diri berdasarkan ciri-ciri episode depresi dan
penilaian demografis.
Berhubungan dengan episode
depresi
Berhubungan dengan demografis
Terdapat rencana bunuh diri
Depresi berat
Perasaan putus asa dan
penyesalan
Pasien rawat jalan
Gangguan campuran (dengan
agitasi)
Gejala psikotik
Dengan gejala komorbid
(ansietas, penyalahgunaan
zat, kondisi medis tertentu)
Laki-laki
Remaja atau lansia
Onset dini dari gangguan
mood
Gangguan kepribadian
Riwayat keluarga bunuh diri
Pengalaman masa kecil
(trauma, kehilangan orang
tua, penyakit tertentu)
Stressor psikososial berat
yang baru saja terjadi
Kurang mendapat support
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dan patofisiologi yang pasti dari gangguan depresi
masih belum diketahui, akan tetapi terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi, yaitu faktor genetik, biologis, psikologis, dan sosial.
Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai masing- masing faktor
tersebut:
2.4.1 Faktor Genetik
Terdapat peningkatan resiko 2-3 kali lebih tinggi atau
sebanyak 15-25% dapat menderita depresi sepanjang hidup bagi
generasi pertama.6 Pada penelitian berkaitan dengan adopsi, studi
menunjukan bahwa anak biologis dari orang tua yang terkena
8
gangguan mood beresiko untuk mengalami gangguan tersebut
walaupun anak dibesarkan oleh keluarga angkat. Sedangkan pada
saudara kandung, terdapat kemungkinan terkena gangguan depresi
sebanyak 50% untuk kembar monozigot dan 10-25% untuk kembar
dizigot.4
Pada studi mengenai gen, masih belum didapatkan hasil
yang menunjukan ciri khas dari seseorang dengan gangguan
depresi. Hal ini terjadi karena kompleksnya gangguan depresi yang
tidak disebabkan oleh abnormalitas hanya pada satu lokus gen.
Akan tetapi beberapa studi telah berhasil menganalisa gen yang
mengkode beberapa neurotransmitter spesifik pada gangguan
depresi. Terdapat DNA yang mengkode gen transporter serotonin
yaitu 5-HTTLPR yang berhubungan dengan sifat neurotic dan respon
terhadap stressor. Selain itu juga ada gen Tryptophan Hydroxylase-
2, Brain derived neurotrphic factor (BDNF), cAMP responsive
element binding protein-1 (CREB1) dan gen yang mempengaruhi
irama sirkadian.6
2.4.2 Faktor Biologis
Hipotesis mengenai teori monoamin telah menjadi dasar
teori neurobiologi untuk depresi selama kurang lebih 50 tahun.6
Terdapat kelainan di metabolit amin biogenic, seperti asam-5-
hydroxyindoleacetic (5-HIAA), asam homovanilic (HVA) dan 3-
methoxy-4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG) di dalam darah,urin, dan
cairan serebrospinal pasien dengan gangguan mood.4
Selain itu, gangguan depresi juga terjadi oleh akibat
adanya defisit neurotransmitter Serotonin (5-HT) dan Norpinefrin.6
Terdapat penurunan jumlah pelepasan norepinefrin pada reseptor
B2-presinaptik dan penurunan serotonin pada reseptor 5HT
postsinaptik. Aktivitas Serotonin bertanggung jawab untuk
mengontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan.4
Sedangkan Norepinefrin berperan utama untuk mempertahankan
gairah dan dorongan, khususnya untuk respon terhadap stress.5
9
Obat antidepresan bekerja dengan cara memblok transporter
serotonin (SERT) yang menyebabkan peningkatan ketersediaan
neurotransmitter di celah sinaptik. 6
Aktivitas Dopamin mungkin berkurang pada depresi. Teori
terbaru tentang dopamin dan depresi adalah bahwa jalur dopamin
mesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan
reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif pada depresi.
Gangguan pada aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal
(HPA) telah diketahui memiliki hubungan dengan terjadinya depresi
jangka panjang. Hal ini dimediasi oleh pengeluaran Corticotropin
Releasing Hormone (CRH) yang menyebabkan peningkatan sekresi
Adrenocorticotrophic Hormone (ACTH) dan juga glukokortikoid.
Pengeluaran glukokortikoid jangka panjang dapat menyebabkan
perubahan produksi serotonin dan efek neurotoksik, khususnya
pada neurogenesis di hippocampus.5,6
Pada pasien depresi terdapat gangguan kognitif dan
memori, khususnya gangguan atensi dan memori eksplisit (untuk
bekerja). Hal ini diperkirakan oleh karena adanya penurunan jumlah
aliran darah yang mengalir ke korteks prefrontal dorsolateral dan
korteks cingulate anterior. Selain itu juga ada hubungan dengan
defisit neural yang disebabkan karena peningkatan glukokortikoid
jangka panjang. 6
2.4.3 Faktor Psikologis
Gangguan depresi sering didahului dengan peristiwa
kehidupan stress sebelumnya. Teori mengemukakan bahwa stress
sebelum episode pertama menyebabkan perubahan biologis pada
otak yang bertahan lama. Hal ini menyebabkan perubahan
beberapa neotransmitter dan sistem sinyal intraneuron seperti
hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinaps. Hal ini
menyababkan seorang individu beresiko tinggi mengalami episode
berulang, sekalipun tanpa stressor dari luar.4
10
Semua orang dengan berbagai pola kepribadian dapat
mengalami depresi sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Akan
tetapi individu dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif,
histrionik, dan ambang memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami
depresi dibandingkan dengan ganggun kepribadian paranoid atau
antisosial. Selain itu, individu dengan gangguan kepribadian distimik
dan siklotimik beresiko besar mengalami gangguan depresi berat.
Riset membuktikan bahwa individu yang mengalami stressor akibat
tidak adanya kepercayaan diri lebih sering mengalami depresi.
Sesuai dengan pemahaman psikodinamik yang ditemukan
oleh Sigmon Freud dan dilanjutkan dengan Karl Abraham, terdapat
empat hal utama yang mempengaruhi terjadinya gangguan depresi,
yaitu gangguan ibu dan anak semasa fase oral (10-18 bulan) yang
dapat menjadikan faktor predisposisi terhadap gangguan episode
depresi berulang, kenyataan atau bayangan kehilangan objek,
mekanisme pertahanan introyeksi untuk mengatasi penderitaan
yang berhubungan dengan kehilangan sesuatu objek, dan yang
terakhir adalah perasaan marah terhadap diri sendiri sebagai
bentuk campuran antara benci dan cinta akibat kehilangan objek
yang dicinta. Terdapat teori lain yang menjelaskan tentang depresi,
antara lain adalah teori Melanie Klein yang menjelaskan bahwa
depresi termasuk agresi kearah mencintai. Edward Bibring
menyatakan depresi adalah suatu fenomena yang terjadi ketika
seseorang menyadari ketidakmampuan mewujudkan cita-cita. Edith
Jacobson melihat depresi sebagai berkurangnya kekuatan. Silvano
Arieti mengamati bahwa individu dengan depresi cenderung hidup
untuk orang lain dibanding untuk dirinya sendiri. Heinz Kohut
mempunyai pendapat bahwa perkembangan jiwa mempunyai
kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi oleh orang tua terhadap
anaknya dengan cara memberikan rasa positif, kepercayaan diri,
dan self-cohesion. Jika hal ini tidak terpenuhi maka akan terjadi
kehilangan kepercayaan diri yang besar dan timbul sebagai gejala
depresi. John Bowlby berpendapat bahwa kerusakan pada hubungan
11
dan trauma perpisahan pada anak merupakan predisposisi
terjadinya depresi.
Sesuai dengan teori kognitif, depresi merupakan hasil dari
penyimpangan kognitif yang spesifik. Postulat Aaron Beck
menyatakan trias kognitif dari depresi yaitu, pandangan dan
persepsi negatif terhadap diri sendiri, kencenderungan menganggap
dunia/ lingkungan bermusuhan terhadap dirinya, dan pandangan
penderitaan dan kegagalan tentang masa depan.
2.5 Gejala Klinis
Gangguan depresi berhubungan dengan banyak gejala
yang dapat mengakibatkan berbagai manifestasi klinis pada
individu tertentu. Secara umum gejala meliputi gangguan fisik
(tidur, energy, nafsu makan, libido), emosi (penurunan mood,
cemas, dan menangis), dan kognitif (penyesalan, pesimis, pemikiran
bunuh diri).
2.5.1 Penurunan mood
Seseorang yang mengalami gangguan depresi memiliki
mood yang menurun dan kualitas kesedihan emosional ini berbeda
dengan periode kesedihan atau kedukaan pada umumnya.
12
Gejala Depresi (SIGECAPS) Presentasi
Sleep (tidur) Insomnia/ hipersomnia (atipikal)
Interest/ Pleasure (niat/
kegembiraan)
Menurun (anhedonia)
Guilt (penyesalan) Meningkat, iritasi/ waham
Energy (tenaga) Menurun (lemas)
Concentration (konsentrasi) Menurun (mudah untuk
dilengahkan)
Appetite (nafsu makan) Menurun/ meningkat (atipikal)
Psychomotor Activity (psikomotor) Agitasi atau retardasi
Suicide (bunuh diri) Ide, rencana, kemauan bunuh diri
Beberapa orang merasa selalu ingin menangis atau merasa seperti
menangis. Sedangkan kadang menunjukkan gejala emosi yang
minimal.
2.5.2 Minat dan kebahagiaan
Terdapat kehilangan minat dan kebahagiaan saat
melakukan aktivitas atau interaksi sosial. Anhedonia kadang terlihat
sebagai gejala seperti kebosanan. Selain itu juga adanya penurunan
minat, kemauan dan fungsi seksual yang dapat mengakibatkan
kesulitan untuk membina hubungan intim dan konflik marital.
2.5.3 Aktivitas tidur
Orang dengan gangguan depresi paling sering mengalami
gangguan tidur. Gejala yang khas adalah bangun lebih pagi dari
biasanya dan tidak bisa kembali tidur lagi (insomnia terminal).
Gejala sering lainnya adalah tidur tidak nyenyak dan sering
terbangun ditengah malam (insomnia tengah/ middle insomnia).
Kesulitan untuk tertidur pada awal-awal biasanya sering dikaitkan
dengan ansietas (insomnia awal/ inisial). Sebaliknya, hipersomnia
atau tidur sepanjang hari juga bisa menjadi gejala depresi ang
atipikal.
2.5.4 Tenaga
Penurunan energi atau kelelahan sering dijumpai pada
pasien dengan gejala depresi. Umumnya pasien mengeluh sulit
memulai suatu aktivitas . Gejala kelelahan ini dapat baik secara
mental ataupun fisik dan umumnya disertai gangguan nafsu makan
dan tidur. Pada beberapa kasus yang cukup berat, aktivitas rutin
seperti mandi dan kegiatan sederhana lainnya dapat terganggu. Jika
gambaran sudah sangat berat maka dapat dijumpai “Leaden
Paralysis” dimana seseorang merasa tungkai mereka terbuat dari
timah atau seperti berjalan didalam air.
13
2.5.5 Perasaan menyesal
Perasaan menyesal dan tidak berguna seringkali
tertanam dipikiran penderita gangguan depresi. Mereka sering salah
mengintepretasi kejadian sehari-hari dimana hal tersebut dianggap
sebagai sesuai hal negatif yang menjadi tanggung jawabnya.
Kadang pemikiran ini merupakan sesuatu waham/ delusi tertentu.
2.5.6 Konsentrasi
Terdapat kesulitan untuk berkonsentrasi dan membuat
sesuatu keputusan dapat mengganggu memori pasien depresi. Hal
ini disebabkan karena adanya gangguan atensi dan kemudahan
pikiran untuk dialihkan. Pada pasien lansia, gangguan ini sering kali
salah di diagnosa sebagai demensia. Gangguan konsentrasi dan
ingatan dapat mengganggu fungsi pekerjaan penderita gangguan
depresi.
2.5.7 Nafsu makan dan berat badan
Kehilangan/ penurunan nafsu, kenikmatan, dan
kesenangan makan dapat membuat pasien gangguan depresi
mengalami penurunan berat badan. Bahkan mereka harus sampai
memaksa diri sendiri untuk makan. Akan tetapi, beberapa orang
cenderung ingin makan makanan yang manis dan berkarbohidrat
tinggi ketika sedang depresi. Ada juga yang mendapatkan rasa
nyaman dari makan yang banyak. Ditambah adanya penurunan
aktivitas, hal ini dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan
beberapa penyakit metabolik. Perubahan berat dan bentuk tubuh
juga dapat menyebabkan penurunan kepercayaan diri.
2.5.8 Aktivitas psikomotorik
Perubahan psikomotor pada pasien depresi meliputi
perubahan pada fungsi motorik tanpa adanya abnormalitas objektif
pada pemeriksaan. Retardasi psikomotor yang termasuk dalam
gejala depresi adalah perlambatan gerakan tubuh, penurunan
14
ekspresi wajah, dan perlambatan respon bicara. Pada kasus yang
berat dapat bermanifestasi menjadi mutisme atau katatonik.
2.5.9 Bunuh diri
Terdapat ide-ide bunuh diri, mulai dari pemikiran sepintas
mengenai keinginan seluruh hal dapat berakhir yang lama- lama
menjadi keinginan untuk bunuh diri. Sebanyak kira- kira dua per
tiga orang dengan gangguan depresi mengeluh memiliki keinginan
untuk mengakhiri hidupnya. Akan tetapi beberapa pasien depresi
memiliki energi dan motivasi yang rendah ketika memiliki keinginan
untuk bunuh diri. Menurut hasil penelitian, terdapat kira-kira 10-15%
individu dengan gangguan depresi yang dirawat di rumah sakit
meninggal akibat bunuh diri. Periode waktu dengan resiko bunuh dir
tertinggi adalah pada saat awal pengobatan, dimana energi dan
motivasi telah meningkat sebelum fungsi kognitif membaik. Hal ini
menyebabkan pasien cenderung melakukan aksi atas dasar
pemikirannya yang belum normal, yaitu ingin bunuh diri.
2.5.9 Lainnya
Gejala lain yang sering dijumpai pada kasus gangguan
depresi adalah gangguan ansietas/ kecemasan. Terdapat mood
yang iritabel, labil, kemarahan atau kesedihan, dan frustasi.
Perubahan mood kadang dipengaruhi irama diurnal dimana pagi
hari pasien cenderung memiliki mood yang lebih buruk. Selain itu
juga dapat dijumpai gejala somatik/ fisik, seperti nyeri kepala,
punggung, dan lainnya.
2.6 Kriteria Diagnosis
2.6.1 Diagnosis berdasarkan PPDGJ-III
Gejala utama (derajat ringan, sedang, dan berat)
1. Afek depresif
2. Kehilangan minat dan kegembiraan
3. Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata
15
sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas
Gejala lain
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau
bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan berkurang/ meningkat
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan
tersebut diperlukan masa sekurang- kurangnya 2 minggu untuk
penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang, dan
berat hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi dibawah
salah satu diagnosis gangguan depresif berulang.
I. F32 Episode Depresif
F32.0 Episode depresif ringan:
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala
utama depresi
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
TIdak boleh ada gejala yang berat diantaranya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-
kurangnya sekitar 2 minggu
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan
kegiatan sosial yang biasa dilakukannya
16
F32.00 Episode depresif ringan tanpa gejala somatik
F32.01 Episode depresif ringan dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang:
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala
utama depresi
Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4)
dari gejala lainnya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-
kurangnya sekitar 2 minggu
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan
kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah
tangga
F32.10 Episode depresif sedang tanpa gejala somatik
F32.11 Episode depresif sedang dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik:
Semua 3 gejala utama depresi harus ada
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya
dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau
retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien
mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dengan
hal demikian, penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresif berat masih dapat
dibenarkan
Episode depresif biasanya harus berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika
gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
masih dapat dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
17
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu
meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan
rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik:
Episode depresi berat yang memenuhi kriteria
menurut F32.2
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.
Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam,
dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa
suara yang menghina atau menuduh atau bau
kotoran atau daging membusuk. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
II. F33 Gangguan depresif berulang
Gangguan ini merupakan episode berulang dari:
o Episode depresi ringan (F32.0)
o Episode depresi sedang (F32.1)
o Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)
Episode masing-masing rata- rata lamanya sekitar 6 bulan akan
tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan
bipolar
Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian
afek dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania.
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata
ada episode singat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan
yang memenuhi kriteria hipomania segera sesudah suatu episode
depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan
pengobatan depresi)
18
Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode,
namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang
akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini,
kategori ini harus tetap digunakan)
Episode masing- masing, dalam berbagai tingkat
keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang
penuh stress atau trauma mental lain (adanya stress tidak esensial
untuk penegakkan diagnosis)
Diagnosis banding untuk gangguan depresif berulang
adalah episode depresif singkat berulang (F38.1)
F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
Kriteria gangguan depresif berulang harus dipenuhi
dan episode sekrang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif ringan
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama minimal 2 minggu dengan
sela waktu beberapa bulan tanpa ganguan afektif
yang bermakna
F33.00 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
tanpa gejala somatik
F33.01 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
Memenuhi kriteria gangguan depresif berulang dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria depresif
sedang
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama 2 minggu dengan sela
waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna
19
F33.10 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
tanpa gejala somatik
F33.11 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
tanpa gejala somatik
F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat
tanpa gejala psikotik
Memenuhi kriteria gangguan depresif berulang dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria depresif
berat tanpa gejala psikotik
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama 2 minggu dengan sela
waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat
dengan gejala psikotik
Memenuhi kriteria gangguan depresif berulang dan
episode sekarang harus memenuhi kriteria depresif
berat dengan gejala psikotik
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama 2 minggu dengan sela
waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna
F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi
Kriteria gangguan depresif berulang harus pernah
dipenuhi dimasa lampau, tetapi keadaan sekarang
seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode
depresif dengan derajat keparahan apapun atau
gangguan lain apapun dalam F30-F39
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama minimal 2 minggu dengan
20
sela waktu beberap bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna
F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
F33.9 Gangguan depresif berulang yang tidak
terdefinisikan
2.6.2 Diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR
Terdapat 3 penggolongan gangguan depresi berdasarkan
DSM-IV-TR yaitu Major Depressive Disorder (MDD), distimia, dan
tidak terspesifikasi/ depressive disorder not otherwise specified
(NOS)
I. Major Depressive Disorder (MDD)
MDD atau gangguan depresi berat ditandai dengan
adanya 1 atau lebih kriteria gejala utama episode depresi. Gejala
tersebut harus bermakna yang timbul hampir sepanjang hari,
hampir setiap hari, selama minimal 2 minggu. Selain itu juga harus
menyebabkan hendaya dalam fungsi sehari-hari dan gejala ini tidak
disebabkan oleh peristiwa berkabung lainnya.
MDD ditandai dengan baik episode tunggal atau rekuren
dengan dua atau lebih episode depresi yang memiliki interval remisi
paling tidak 2 bulan.
Berikut merupakan kriteria gejala utama episode depresi
menurut DSM-IV-TR:
A. Terdapat 5 atau lebih dari gejala dibawah ini selama 2 minggu
dan bisa muncul kembali dengan perubahan dari fungsi
sebelumnya. Paling tidak dua gejala yang harus ada adalah
suasana perasaan depresi dan penurunan minat dan
kesenangan
21
1. Suasana perasaan depresi sepanjang hari , dan hampir
setiap hari yang dilaporkan baik secara subjektif
ataupun atas observasi orang lain (untuk anak atau
remaja, suasana perasaan dapat iritabel)
2. Penurunan minat dan kesenangan untuk semua hal
atau hampir semua kegiatan sepanjang hari, hampir
setiap hari yang dilaporkan baik secara subjektif
ataupun observasi orang lain
3. Adanya penurunan berat badan yang signifikan ketika
tidak sedang diet (perubahan >5% total berat badan
selama 1 bulan) atau perubahan baik penurunan
ataupun peningkatan nafsu makan hampir setiap hari
(umumnya pada anak terdapat kegagalan peningkatan
berat badan)
4. Insomnia atau hypersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi atau retardasi psikomotorik hampir setiap hari
(khususnya dari observasi orang lain)
6. Keletihan atau penurunan energy hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau menyesal secara
berlebihan (bisa merupakan delusi/ waham) hampir
setiap hari
8. Penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi atau
berpikir hampir setiap hari (baik secara subjektif
maupun objektif)
9. Pemikiran berulang mengenai kematian dan bunuh diri
B. Gejala tersebut tidak sesuai dengan kriteria episode campuran
C. Gejala tersebut menimbulkan penderitaan yang signifikan
atau ketidakmampuan di sosial, pekerjaan atau fungsi yang
lainnya
D. Gejala tersebut tidak merupakan efek dari penyalahgunaan
zat atau kondisi medis secara umum
E. Gejala tersebut tidak lebih baik dari pada pengalaman
dukacita, seperti sehabis kehilangan seseorang yang dicintai.
22
Gejala ada selama lebih dari 2 bulan atau mempunyai ciri-ciri
adanya gangguan fungsi yang nyata, preokupasi mengenai
kematian dan tidak berguna, ide bunuh diri, gejla psikotik atau
retardasi mental
II. Distimia
Distimia merupakan gangguan mood ringan kronis
dimana kriteria penuh untuk gejala episode depresif umum tidak
ditemui. Gangguan ini berkembang perlahan, sering tidak disadari
oleh penderita dan menetap selama minimal 2 tahun (rata-rata 5
tahun). Penderita gangguan distimia kadang dapat mempunyai
gejala episode depresi.
Berikut adakan kriteria diagnostik untuk distimia
menurut DSM-IV-TR:
A. Mood depresif hampir sepanjang hari menurut penilaian
subjektif maupun objektif dari observasi orang lain, setidaknya
selama 2 tahun. Khusus anak dan remaja, mood bisa iritabel
dan durasi minimal 1 tahun
B. Saat distimia, terdapat 2 atau lebih gejala ini:
1. Penurunan atau peningkatan nafsu makan
2. Insomnia atau hipersomnia
3. Penurunan energi atau kelelahan
4. Penurunan konsentrasi atau kesulitan mengambil
keputusan
5. Penurunan keercayaan diri
6. Perasaan kehilngan harapan
C. Pada saat periode distimia, yaitu kira-kira 2 tahun (1 tahun
untuk anak dan remaja), penderita tidak pernah tidak
mempunyai gejala pada kriteria A dan B lebih dari 2 bulan
D. Tidak ada gejala utama episode depresi yang tampak pada 2
tahun awal gangguan (1 tahun untuk anak dan remaja),
dimana gangguan tersebut tidak lebih tepat dimasukan
kedalam kriteria gangguan depresi kronis atau depresi berat
23
dengan remisi parsial. (Bisa saja terdapat gejala episode
depresi dengan remisi total sebelum terbentuknya gangguan
distimik)
E. Tidak terdapat episode manik, campuran, atau hipomanik dan
kriteria tidak pernah sesuai dengan gangguan siklotimik
F. Gangguan tidak pernah terjadi ditengah-tengah gangguan
psikotik kronis, seperti skizofrenia maupun gangguan waham
G. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat atau
kondisi medis tertentu
H. Gejala menyebabkan penderitaan dan hendaya yang
bermakna dalam sosial dan fungsi lainnya
III. Depressive disorder not otherwise specified (NOS)/ gangguan
depresi yang lain yang tidak terspesifikasi
NOS adalah kondisi depresi lain yang tidak sesuai
dengan kriteria gejala gangguan depresi utama. Beberapa
kondisi masih dalam studi lebih lanjut untuk menentukan
klasifikasi diagnosis yang sesuai.
Berikut merupakan contoh dari NOS:
1. Gangguan disforik premenstrual
Terjadi sesuai dengan siklus menstruasi.
Umumnya gejala pada terjadi saat minggu terakhir
dari fase luteal dan berakhir dalam beberapa hari
setelah onset menstruasi.
2. Gangguan depresi minor
Episode depresi terjadi minimal 2 minggu
tetapi kurang dari 5 poin gejala MDD
3. Gangguan depresi singkat rekuren
Episode depresi terjadi selama 2 hari sampai
2 minggu, minimal muncul 1 kali dalam sebulan
selama 12 bulan dan tidak dipengaruhi oleh siklus
menstruasi
4. Gangguan depresi post psikotik (skizofrenia)
24
Gejala episode depresi yang terjadi saat fase
residual dari skizofrenia.
5. Gangguan episode depresi superimposed
Gangguan episode depresi disertai oleh
gangguan waham, psikotik, atau fase aktif dari
skizofren
6. Situasi yang lain
Dimana sudah dapat dipastikan gejala
depresi namun belum dapat ditentukan
penyebabnya.
Terdapat beberapa subtipe dari gejala depresi menurut DSM-IV-TR:
Subtipe Keterangan Gambaran Klinis
Depresi melankolis Gambaran
melankolis
Mood nonreaktif,
anhedonia, penurunan
berat badan, penyesalan,
retardasi dan agitasi
psikomotorik, insomnia
pagi hari/ terminal
Depresi atipikal Gambaran atipikal Mood reaktif,
hipersomnia,
peningkatan aktivitas
makan, leaden paralysis
Depresi psikotik
(waham)
Gambaran psikotik Halusinasi dan delusi
Depresi katatonik Gambaran
katatonik
Katalepsi (fleksibilitas
lilin), negativisme,
mutisme, manerisme,
stereotipik, ekolalia,
25
ekopraksia
Depresi kronik Pola kronis 2 tahun atau lebih
dengan kriteria penuh
episode depresi
Seasonal Affective
Disorder (SAD)
Pola musiman
(seasonal)
Onset dan remisi yang
regular selama musim
tertentu (umumnya
musim semi atau salju)
Depresi
postpartum/
postpartum
depression (PPD)
Setelah partus Onset depresi dalam
waktu 4 minggu setelah
partus
Terdapat beberapa tingkat keparahan gejala depresi.
Berikut perbandingan menurut DSM-IV-TR dan ICD-10/ PPDGJ III:
Tingkat keparahan Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10
Mild (Ringan) 1. Mood menurun/
kehilangan minat
dan kesenangan +
4 gejala depresi
lain
2. Gangguan sosial/
okupasi minor
1. 2 gejala utama
depresi
2. 2 gejala depresi
lainnya
Moderate (Sedang) 1. Mood menurun/
kehilangan minat
dan kesengan + 4
atau lebih gejala
depresi lain
2. Gangguan sosial/
okupasi yang
bervariasi
1. 2 gejala utama
depresi
2. 3 atau lebih gejala
depresi lainnya
Severe (Berat) 1. Mood menurun/ 1. 3 gejala utama
26
kehilangan minat
dan kesenangan +
4 atau lebih gejala
depresi
2. Gangguan sosial/
okupasi yang berat
atau dengan
gambaran pikotik
depresi
2. 4 atau lebih gejala
lainnya
3. bisa dengan gejala
psikotik atau tanpa
gejala psikotik
2.7 Diagnosis banding
2.7.1 Berkabung
Keadaan berduka/ berkabung atas kehilangan orang yang
dekat dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan episode
depresi. Keparahan dan durasi dari gejala serta pengaruh kepada
fungsi psikososial dapat membedakan antara keduanya.
Gambaran Berkabung Episode depresi
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak
berguna
Ada Tidak ada
Ide bunuh diri Tidak ada Ada (Sering)
Waham berhubungan
dengan penyesalan
Tidak ada Mungkin ada
Perubahan
psikomotor
Agitasi ringan Perlambatan
Gangguan fungsional Ringan Mendekati berat
2.7.2 Gangguan mood karena kondisi medis
Gejala depresi dapat muncul karena dampak fisiologis
langsung dari kondisi medis tertentu. Penyakit kronis yang sering
menyebabkan gejala depresi adalah diabetes, penyakit
kardiovaskuler, penyakit tiroid, dan neurologik.
27
2.7.3 Gangguan mood yang disebabkan oleh zat tertentu
Efek samping dari zat dan obat-obat dapat menyebabkan
gejala depresi. Hal ini dapat dibuktikan melalui riwayat penggunaan
obat, pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium untuk mengetahui
apakah ada penyalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi, ataupun
reaksi withdrawal dari penggunaan obat maupun zat lainnya.
Depresi yang disebabkan oleh penggunaan zat umumnya berakhir
dengan penghentian konsumsi zat tersebut.
Contoh obat yang menginduksi gangguan mood,
khususnya depresi, adalah alcohol, amfetamin, anxiolitik, kokain,
zat halusinogen, hipnotik, inhalan, opioid, fensiklin, dan zat sedatif.
2.7.4 Gangguan bipolar
Riwayat adanya gejala manik atau hipomanik sebelum
gejala depresi muncul menunjukan ciri-ciri gangguan bipolar. Akan
tetapi beberapa gangguan bipolar umumnya didahului oleh gejala
depresi dan kebanyakan pasien bipolar mengalami fase depresi
lebih lama dibanding dengan fase manik atau hipomanik. Hal ini
harus sangat diperhatikan untuk mendiagnosis gangguan depresi
maupun bipolar. Menurut penelitian, terdapat 5-10% penderita
depresi yang akan mengalami episode gejala manik atau hipomanik
selama hidupnya.
2.8 Penyakit Komorbid
Seseorang dengan gangguan depresi memiliki resiko
tinggi untuk mempunyai 1 atau lebih gangguan dari Axis I.
Komorbid yang paling sering adalah gangguan ketergantungan
alkohol, gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif, dan
gangguan ansietas sosial. Sebaliknya, individu dengan
penyalahgunaan zat dan ansietas memiliki resiko tinggi untuk
mempunyai gangguan mood, seperti depresi.
28
2.9 Tatalaksana Farmakologi
Tatalaksana farmakologi klinis untuk pasien depresi
mencakup 2 fase yaitu tatalaksana akut dan pemeliharaan
(maintenance). Hal ini bukan hanya menjamin pasien untuk sembuh
akan tetapi mempertahankan kondisi tersebut untuk seterusnya.
2.9.1 Tahapan Terapi
Terapi terhadap gangguan depresi dibagi menjadi fase
akut dan pemeliharaan, yang masing-masing memiliki tujuan dan
aktivitas yang berbeda. Kebanyakan pasien akan mendapatkan
terapi yang optimal dalam 1 tahun, tetapi hal ini beragam sesuai
dengan karakter individu masing-masing.
Fase Durasi Tujuan Aktivitas
Akut 8-12
minggu
Remisi dari
gejala depresi
Meningkatkan
fungsi
pekerjaan dan
sosial
Menentukan
terapi
Edukasi terapi
Kontrol efek
samping
Follow up
Pemelihara
an
6-24
minggu
atau
lebih
Mengembalikan
fungsi seperti
semula
Prevensi
rekurensi dan
relaps
Edukasi terapi
dan
pemeliharaan
Kontrol efek
samping
Rehabilitasi
fungsi sosial dan
pekerjaan
Pengawasan
rekurensi
2.9.1 Pemilihan obat
29
I. Antidepresan Trisiklik
Obat jenis ini sering digunakan akan tetapi memiliki
cukup banyak efek samping yang berbahaya, seperti efek
antikolinergik (pandangan kabur, mulut kering, konstipasi, retensi
urin, berkeringat), antihistaminic (ngantuk, peningkatan berat
badan), efek ke sistem pencernaan (muntah, mual), saraf pusat
(tremor, insomnia, nyeri kepala, kejang), disfungsi seksual, dan
kardiotoksik (hipotensi postural, antiaritmia, pemanjangan QRS).
Maka itu, sekarang banyak yang menggunakan antidepresan
trisiklik sebagai obat pilihan kedua atau ketiga. Salah satu
keuntungan menggunakan jenis obat ini adalah jumlah konsentrasi
obat didalam plasma telah sesuai dengan dosis terapi. Mekanisme
kerja antidepresan trisiklik adalah memblokade reuptake dari
noradrenalin dan serotonin yang menuju neuron presinaps.
30
II. Antidepresan tetrasiklik
Cara kerja, efek samping dan interaksi obat golongan ini
hampir sama dengan antidepresan trisiklik.
III. Selective Serotonin reuptake inhibitors (SSRis)
31
Nama Obat Dosis/hr Antikolinergik Sedas
i
Hipoten
si
ortostati
k
Keterangan
Amytriptiline 75-
300mg
+++ +++ +++ Dosis rendah
sebagai efek
hypnosis,
untuk nyeri,
level obat di
plasma
minimum
Imipramine
(Tofranil)
100-300
mg (tab)
+++ ++ ++ Level obat di
plasma
minimum
Clomipramin
e (Anafranil)
100-300
mg (tab)
++ ++ ++ Efektif untuk
depresi berat,
OCD, level
obat di
plasma
minimun
Nama Obat Dosis/hr Antikolinerg
ik
Sedas
i
Hipoten
si
ortostati
k
Keterangan
Maprotiline
(Sandepril)
30-60
mg (tab)
+ ++ + Menurunkan
ambang
rangsang
kejang
Amoxapine
(Asendin)
200-300
mg (tab)
+ ++ + Dopaminergik,
bisa untuk
depresi dengan
psikotik, bisa
menyebabkan
gejala
ekstrapiramidal
SSRIs adalah antidepresan yang cukup sering digunakan
karena merupakan obat yang aman, memiliki toleransi tinggi,
mudah digunakan dan berspektrum luas. Mekanisme kerja obat ini
adalah memblokade reuptake dari serotonin. Efek samping dari
SSRIs yang sering dijumpai adalah gangguan sistem pencernaan
(perut tidak nyaman, nausea, muntah, diare), Susunan saraf pusat
(nyeri kepala, agitasi, gangguan tidur, dan tremor), mengantuk,
mulut kering, efek samping seksual (ejakulasi dan orgasme
terhambat)
Nama Obat Dosis Antikolinergik Sedas
i
Hipoten
si
ortostati
k
Keterangan
Citalopram
(Cipram)
20-60 mg
(tab)
+/- +/- +/- Efek samping
ringan, interaksi
dengan obat
rendah
Fluoxetine
(Prozac)
20-80 mg
(caps)
+/- +/- +/- Paruh waktu
lebih panjang (7
hari)
Fluvoxamin
e (Luvox)
50 mg
(tab)
+/- + +/- Efek samping
sistem
pencernaan >,
sedasi >
Paroxetine
(Seroxat)
20-60 mg
(tab)
+/- +/- +/- Peningkatan
berat badan
Sertraline
(Zoloft)
50-200
mg (tab)
+/- +/- +/- Diare >,
interaksi obat >
IV. Monoamine axidase inhibitors and related agents (MAOIs)
32
Obat golongan ini menginhibisi monoamine oksidase
(MAO) A dan B yang berkontribusi dalam metabolisme serotonin,
noradrenalin, dan
dopamine. MAOIs umumnya digunakan bagi mereka yang resisten
terhadap terapi antidepresan yang lain. Akan tetapi dalam
penggunaan beberapa obat golongan ini, harus diawasi interaksi
obat lain dan asupan makanan tertentu yang dapat mengakibatkan
interaksi yang fatal. Salah satu contohnya adalah
sindrom serotonergik yang terjadi akibat interaksi MAOi dengan
obat
antidepresan serotoninergik lainnya.
V. Antidepressan Atipikal
Nama Obat Dosis Antikolinergi
k
Sedas
i
Hipoten
si
ortostati
k
Keterangan
33
Nama Obat Dosis Antiko
linergi
k
Sedasi Hipoten
si
ortostati
k
Keterangan
Moclobemid
e (Aurorix)
300-
600
mg
(tab)
+/- +/- + Efek samping ringan,
tidak perlu
pengawasan ketat
terhadap makanan,
hati-hati interaksi
obat
Trazodone
(Trazone)
100-200
mg (tab)
+ +++ +
Mirtazapine
(Remeron)
15-45 mg
(tab)
+ +++ + Efek
terhadap
serotonin
dan
noradrenalin,
efek samping
seksual
rendah,
antihistamini
c
(peningkatan
nafsu
makan, berat
badan)
Mianserin 30-90 mg
(tab)
+ +++ +
2.9.2 Pengaturan Dosis
Onset efek primer terjadi sekitar 2 – 4 minggu, dan onset efek
sekunder sekitar 12 -24 jam, sedangkan waktu paruhnya adalah 12
– 48 jam (pemberian 1 sampai 2 kali per hari).
Terdapat 5 proses dalam pengaturan dosis, yaitu:
1. Dosis inisiasi , untuk mencapai dosis anjuran selama minggu I,
misalnya Amitriptyline 25 mg/h pada hari ke 1 dan 2, 50 mg/h
pada hari ke 3 dan 4, 100 mh/h pada hari ke 5 dan 6.
2. Dosis titrasi (dosis optimal) , dimulai dari dosis anjuran sampai
mencapai dosis efektif dan menjadi dosis optimal, misalnya
Amitryptiline 150 mh/h pada hari ke 7 sampai hari ke 14
34
(minggu II) , 200 mg/h pada minggu ke III, 300 mg/h pada
minggu IV.
3. Dosis stabil (stabilization dose) , dosis optimal yang
dipertahankan selama 2- 3 bulan. Misalnya, Amitriptyline
300mg/ h merupakan dosis optial selama 2 -3 bulan lalu
ditunkan sampai dosis pemeliaraan.
4. Dosis pemeliharaan (maintenance dose) , selama 3-6 bulan ,
biasanya dosis pemeliharaan adalah setengah dari dosis
optimal . misalnya dosis optimal Amitriptyline adalah 300mg/h
maka dosis pemeliharaannya adalah 150 mg/h selama 3 – 6
bulan.
5. Tapering dose , selama 1 bulan.merupakan kebalikan dari dosis
insiasi, misalnya amitriptyline 150 mg/h diturunkan menjadi
100 mg/h (1 minggu) , diturunkan lagi menjadi 75 mg/h (1
minggu), dirunkan lagi menjadi 50 mg/h (1 minggu) dan
dirunkan lagi menjadi 25 mg/h ( 1minggu).
Dengan cara ini maka obat anti-depresi dapat dihentikan
total, dan apabila sindrom depresi kambuh lagi maka dapat dimulai
dari awal.
2.9.3 Lama pemberian
Obat anti-depresi dapat digunakan dalam jangka panjang
karena potensi adiksinya minimal. Sedangkan pada kasus
kegagalan terapi obat anti-depresi biasanya disebabkan oleh
kepatuhan pasien menggunakan obat, pengaturan dosis obat belum
adekuat, belum cukup lama mempertahankan dosis optimal , dan
adanya bias dari penilaian efek obat oleh pasien.
2.9.4 Kontraindikasi
35
Kontraindikasi dari obat ini adalah penyakit jantung
koroner, MCI pada usia lanjut, glaukoma, gangguan fungsi hati, dll.
Werta wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan menggunakan
TCA karena efek teratogenik dan dapat diekskresi melalui ASI.
2.10 Tatalaksana Non-Farmakologi
2.10.1 Terapi somatik
Terapi somatik terdiri dari terapi non-invasif, yaitu wake
therapy, olahraga, dan terapi cahaya; dan terapi invasif yaitu
stimulasi magnetik transkranial, Electroconvulsif therapy, dan
operasi nervus vagus dan limbik
I. Wake therapy
Merupakan manipulasi siklus tidur-bangun sebagai terapi
untuk depresi. Terapi ini dulu disebut sebagai Total sleep
deprivation yang dapat mengembalikan mood yang terganggu.
Penderita gangguan depresi pada umumnya memiliki gangguan
tidur pada malam hari yang menyebabkan mereka merasa lebih
letih pada pagi dan siang hari. Dengan terapi ini, pasien dibiarkan
untuk terbangun sepanjang malam. Dari hasil penelitian, terdapat
65% pasien yang menggunakan terapi ini berhasil memiliki mood
yang normal dikeesokan harinya, akan tetapi sekitar 80% dari
mereka mengalami relaps gangguan mood pada hari berikutnya
setelah mereka tidur nyenyak. Dengan demikian terapi ini hanya
merupakan terapi tambahan untuk pasien dengan gangguan
depresi yang khususnya dapat dimonitor (contohnya: pasien rawat
inap)
II. Olahraga
Olahraga telah terbukti memperbaiki gangguan mood dan
menurunkan gejala depresi. Pada umumnya kegiatan aerobic
dengan intensitas sedang memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan olahraga ringan atau pelatihan fleksibilitas.
36
Terapi olahraga ini juga merupakan sebuah terapi tambahan
disamping pengobatan farmakologi dari antidepresan.
III. Terapi cahaya
Pasien dengan gangguan depresi ringan sampai sedang dapat
diberikan terapi berupa pemaparan cahaya yang terang, cahaya
buatan, dan sinar floresen. Terapi ini berlangsung selama 30 menit
per hari yang diberikan setiap pagi setelah bangun tidur. Diduga
efek dari cahay akan masuk melalui mata menuju otak via jalur
retinohipotalamik. Hal ini akan mempengaruhi irama sirkadian di
otak dan mempengaruhi neotransmitter, khususnya dopamine dan
serotonin. Terapi ini juga hanya merupakan terapi tambahan
disamping pengobatan farmakologi.
IV. Transcranial magnetic stimulation
Terapi ini merupakan sebuah stimulasi magnetic berulang
yang ditujukan untuk merangkan neuron kortikal. Keuntungan terapi
ini adalah dapat digunakan untuk seseorang yang sadar dan tidak
memiliki efek samping yang besar. Akan tetapi masih dibutuhkan
penelitian lebih lanjut untuk penggunaan terapi ini secara klinis
V. Electroconvulsive Therapy (ECT)
ECT merupakan salah satu terapi invasif yang cukup efektif
untuk pasien dengan gangguan jiwa. Terdapat 60-90% pasien yang
responsif terhadap terapi ini. Beberapa penelitian sudah
mengembangkan metode ECT yang lebih optimal dengan efek
penurunan kognitif yang minimal. ECT bekerja dengan cepat dan
sangat berguna bagi penderita gangguan depresi dengan ciri
psikotik dan juga lansia. Selain itu, ECT juga diindikasikan untuk
pasien yang memiliki potensi tinggi bunuh diri, status fisik
deteriorasi, respon buruk terhadap antidepresan, dan kehamilan.
Dengan menggabungkan ECT dan obat antidepresan terbukti tidak
meningkatkan respon perbaikan dibandingkan hanya pemberian
37
ECT saja. Efek samping dari ECT adalah mual, nyeri kepala, dan
nyeri otot. Umumnya ECT diberikan sebanyak 6-12 sesi, dengan
perkiraan 3 kali seminggu. Semakin jarang diberikan, efek samping
penurunan kognitif semakin rendah.
VI. Operasi
Vagus nerve stimulation merupakan tehnik operasi dimana
pasien ditanamkan sebuah elektroda disekitar nervus vagus bagian
kiri di leher yang nanti akan dihubungkan ke stimulator. Hal ini mirip
dengan pacemaker yang ditanamkan di rongga dada. Mekanisme
terapi ini mirip dengan electro convulsion therapy.
Selain itu juga ada operasi pengangkatan bagian Limbik dari
otak. Atau disebut juga prefrontal lobotomy. Hal ini diindikasikan
untuk gejala depresi dan ansietas yang sangat berat dan tidak
respon terhadap terapi apapun.
2.10.2 Psikoterapi
Penelitian menyatakan bahwa efektivitas penatalaksanaan
gangguan depresi dengan menggabungkan psikoterapi dan
farmakoterapi lebih besar daripada jika modalitas tersebut
dilakukan terpisah.
Berikut adalah teknik psikoterapi yang efektif untuk gangguan
depresi:
I. Terapi kognitif
Terapi ini digunakan untuk mengubah ide pesimistis, harapan
yang tidak realistik, dan kritik diri yang menimbulkan depresi dan
penderitaan. Contohnya adalah mengubah ide negatif menjadi
kesatuan formulasi pikiran mengenai diri sendiri, orang lain, dan
dunia. Hal ini juga dapat membantu perbaikan dalam menghadapi
masalah dan membantu individu untuk belajar menerima masalah
kehidupan yang tidak dapat berubah.
38
II. Terapi problem solving
Terapi ini dilakukan dengan tujuan mengubah situasi
kehidupan yang menimbulkan stress bermakna. Kegiatan ini
dilakukan dalam 4-6 sesi yang berlangsung selama 20-30 menit per
pertemuan. Dokter menggunakan pendekatan struktural untuk
mengidentifikasi masalah dan menerapkan beberapa teknik
problem solving kepada pasien. Hal ini terdiri dari pemecahan
masalah menjadi beberapa komponen, mensortir prioritas,
melakukan brainstorming, dan menyusun kekurangan dan kelehiban
dari rencana pemecahan masalah tersebut.
III. Terapi perilaku
Terapi ini dapat membantu pasien untuk melakukan koping
atau adaptasi dalam kehidupan. Pasien yang memiliki perilaku
negative, didorong untuk melakukan kegiatan yang positif,
contohnya seperti olahraga, relaksasi, dan kegiatan sosial lainnya.
IV. Terapi interpersonal
Terapi ini membantu pasien dalam mengatasi konflik yang
tejadi didalam kehidupannya. Pasien harus menggali riwayat
interpersonal dirinya untuk menemukan sumber masalah yang
terdapat didalam kehidupannya.
39
Recommended