View
32
Download
6
Category
Preview:
DESCRIPTION
Cardio Cerebro Vaskuler
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Sistem Cardio Cerebro Vaskuler adalah blok kesepuluh pada Semester
III dari sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi
pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini adalah Problem
Based Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode
Problem Based Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang
tutor/dosen sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang ada.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A yang
memaparkan kasus pada Tn. Amir, umur 54 tahun, seorang pengusaha dibawa ke
UGD RS karena penurunan kesadaran terjadi secara tiba-tiba pada saat bermain
golf bersama rekannya. Pada saat serangan, mengeluh sakit kepala hebat yang
belum pernah dirasakan sebelumnya disertai mual muntah. Menurut keterangan
keluarga, Tn. Amir sudah lama menderita darah tinggi dan sakit kepala. Keluhan
ini baru pertama kali dideritanya.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan
metode analisis dan pembelajaran studi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari pembelajaran tutorial berdasarkan langkah-
langkah seven jump.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Data Tutorial
Tutor : dr. Ratika Febriani
Moderator : Efri Handriansyah
Sekretaris : Nadia Khoirunnisa Pasaribu
Notulis : Intan Sahara
Waktu : Senin, 22 Desember 2014
Rule tutorial : 1. Dilarang mengaktifkan ponsel.
2. Dilarang makan di dalam ruangan.
3. Dilarang keluar tanpa izin tutor.
4. Boleh menjawab / mengajukan pertanyaan
setelah ditunjuk oleh moderator.
2.2. Skenario Kasus
Tn. Amir, umur 54 tahun, seorang pengusaha dibawa ke UGD RS karena
penurunan kesadaran terjadi secara tiba-tiba pada saat bermain golf bersama
rekannya. Pada saat serangan, mengeluh sakit kepala hebat yang belum
pernah dirasakan sebelumnya disertai mual muntah. Menurut keterangan
keluarga, Tn. Amir sudah lama menderita darah tinggi dan sakit kepala.
Keluhan ini baru pertama kali dideritanya.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum:
GCS : 10
Tanda vital:
TD 200/100 mmHg, Nadi 110 x/menit reguler, RR 40 x/menit, Temp 37,2oc
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : tidak ada perbesaran KGB
Thoraks : simetris, retraksi tidak ada
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 2
Jantung : batas jantung membesar, ictus cordis tidak tampak, bunyi
jantung normal, HR 110 x/menit reguler
Paru : stem fremitus normal, suara nafas vesikuler normal
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-) dan defans muskuler (-), bising usus
normal
Ekstremitas : edema (-/-)
Pemeriksaan neurologis
Hemiparesis dekstra flaksid, babinsky dan chaddok (+) di ekstremitas
kanan, pupil anisokor, GRM (+)
Pemeriksaan laboratorium
BSS (GDS) 220 mg%.
2.3. Klarifikasi Istilah
1. Darah tinggi (hipertensi) : tingginya tekanan darah arteri
secara persisten.
2. GRM : gejala rangsang meningeal.
3. Hemiparesis dekstra flaksid : kelemahan atau kelumpuhan pada
bagian tubuh sebelah kanan.
4. Defans muskuler : menegangnya otot – otot perut
sebagai respon sentuhan.
5. Ictus cordis : denyut jantung pada apex jantung
6. Pupil anisokor : ketidaksamaan ukuran diameter
kedua pupil mata.
7. Stem fremitus : pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui adanya getaran yang
terasa pada saat palpasi thorax.
2.4. Identifikasi Masalah
1. Tn. Amir, umur 54 tahun, seorang pengusaha dibawa ke UGD RS karena
penurunan kesadaran terjadi secara tiba-tiba pada saat bermain golf bersama
rekannya.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 3
2. Pada saat serangan, mengeluh sakit kepala hebat yang belum pernah
dirasakan sebelumnya disertai mual muntah.
3. Menurut keterangan keluarga, Tn. Amir sudah lama menderita darah tinggi
dan sakit kepala. Keluhan ini baru pertama kali dideritanya.
4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum:
GCS : 10
Tanda vital:
TD 200/100 mmHg, Nadi 110 x/menit reguler, RR 40 x/menit, Temp 37,2oc
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : tidak ada perbesaran KGB
Thoraks : simetris, retraksi tidak ada
Jantung : batas jantung membesar, ictus cordis tidak tampak, bunyi
jantung normal, HR 110 x/menit reguler
Paru : stem fremitus normal, suara nafas vesikuler normal
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-) dan defans muskuler (-), bising usus
normal
Ekstremitas : edema (-/-)
5. Pemeriksaan neurologis
Hemiparesis dekstra flaksid, babinsky dan chaddok (+) di ekstremitas
kanan, pupil anisokor, GRM (+)
6. Pemeriksaan laboratorium
BSS (GDS) 220 mg%.
2.5. Analisis dan Sintesis Masalah
1. Tn. Amir, umur 54 tahun, seorang pengusaha dibawa ke UGD RS karena
penurunan kesadaran terjadi secara tiba-tiba pada saat bermain golf bersama
rekannya.
a. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami
Tn. Amir?
Jawab:
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 4
Faktor penyebab gangguan kesadaran dapat bersifat intrakranial maupun
ekstrakranial/ sistemik, meliputi:
a. Gangguan sirkulasi darah di otak
b. Infeksi
c. Gangguan metabolisme
d. Neoplasma
e. Trauma kepala
f. Epilepsi
g. Intoksikasi
h. Gangguan elektrolit dan endokrin
(IKABI, 2004)
Pada kasus ini, kemungkinan penurunan kesadaran terjadi karena terjadi
gangguan sirkulasi darah di otak akibat terjadinya penyumbatan oleh
trombus atau emboli. Kemungkinan terjadinya penyumbatan oleh trombus
atau emboli ini semakin tinggi sesuai dengan semakin tua usia seseorang.
Hal ini berkaitan dengan kerja jantung, hipertensi, penyakit-penyakit
degeneratif lain serta penurunan kinerja organ pada usia yang semakin tua.
b. Apa sistem yang terlibat dalam penurunan kesadaran?
Jawab:
Sistem yang terlibat dalam penurunan kesadaran yaitu sistem saraf.
Kesadaran diatur oleh nuclei thalami intralaminari, yaitu oleh RAS
(Reticulary Activity System) tepatnya pada bagian ARAS (Ascendens
Reticulary Activity System) di formasio retikularis. Formasio retikularis
yaitu jaringan kompleks badan sel dan serabut yang saling terjalin
membentuk inti sentral batang otak. Formasio retikularis pada bagian bawah
berbatasan dengan sel-sel interneuron medulla spinalis. Pada bagian atas
berhubungan dengan diensefalon dan telensefalon. Formasio retikularis
terletak di tengah jaras saraf ascendens dan descendens antara otak dan
medulla spinalis.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 5
Meknisme kesadaran yaitu dimulai dari adanya impuls yang diteruskan
ke korteks serebri kemudian dikirimkan ke ARAS dikembalikan kembali ke
korteks baru dipersepsikan dan terjadilah peningkatan aktivitas korteks dan
kesadaran. Sedangkan mekanisme penurunan kesadaran dapat dilihat pada
skema di bawah ini.
Perdarahan, tumor, abses, edema serebri TIK eksitabilitas neuron di
korteks formasio retikularis menekan ARAS nukleus thalami
intralaminar korteks sistem motorik penurunan kesadaran.
(Silbernagl, 2006)
c. Bagaimana anatomi dan fisiologi otak?
Jawab:
1) Anatomi Otak
Bagian – bagian dari otak yang terletak dibelakang akan membentuk
sulkus sentralis, bagian atas akan membentuk fisura lateralis dan meluas
ke belakang akan terdapat:
1. Hemisferium Serebri
2. Korteks Serebri
- Lobus Frontalis
- Lobus Temporalis
- Lobus Parietalis
- Lobus Oksipitalis
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 6
3. Ganglia Basalis
4. Traktus Extrapiramidalis
5. Traktus Piramidalis
Susunan saraf pusat terdiri dari prosencephalon, mesencephalon,
diencephalon, cerebellum, medulla spinalis dan medulla oblongata.
Sedangkan susunan saraf tepi terdiri dari saraf spinal dan ganglianya
dengan rincian:
1. 8 cervicalis
2. 12 thorachica
3. 5 lumbalis
4. 5 sacralis
5. 1 coccygea
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 7
Nervus Cranialis dan ganglianya
1. Nervus Olfaktorius
2. Nervus Optikus
3. Nervus Okulomotorius
4. Nervus Trokhlearis
5. Nervus Trigeminus
6. Nervus Abdusen
7. Nervus Fascialis
8. Nervus Auditorius
9. Nervus Glossopharyngeus
10. Nervus Vagus
11. Nervus Accesorius
12. Nervus Hypoglossus
Suplai darah Otak
Otak divascularisasi oleh cabang-cabang dari dua arteri utama yakni
arteri carotis interna dan arteri vertebralis yang selanjutnya akan
bercabang menjadi:
1. Arteri cerebri anterior, memvaskularisasi sebagian besar permukaan
medial dan superior, serta daerah frontal.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 8
2. Arteri cerebri media, memvaskularisasi permukaan lateral, daerah
temporal, dan parietal.
3. Arteri cerebri posterior, memvaskularisasi permukaan inferior dan
daerah occipital
Kedua arteri ini bersatu membentuk basilaris, arteri basilaris
terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan disini bercabang
menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi
medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 9
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan
temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular.
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok
vena interna, yang mengumpulkan darah vena galen dan sinus
rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak dipermukaan
hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinius-sinus basalis lateralis dan seterusnya ke vena-vena jugularis,
dicurahkan menuju ke jantung. (Snell, 2006)
2) Fisiologi Otak
Sebagian besar aktivitas sistem syaraf diawali oleh pengalaman-
pengalaman sensoris atau reseptor yang terangsang, yaitu reseptor &
fisual di mata, reseptor auditorik ditelinga, reseptor di permukaan tubuh
atau macam-macam reseptor lainnya. Pengalaman sensoris ini dapat
menimbulkan reaksi segera diotak , atau memori. Dari pengalaman
tersebut dapat disimpan dalam otak selama beberapa menit, minggu atau
tahun dan selanjutnya dan dapat menentukan reaksi tubuh lainnya.
Informasi ini akan masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui saraf-saraf
perifer dan segera dihantarkan ke berbagai area sensorik pada (semua
tingkat medulla spinalis, substansia ventricular dari medulla , pons,
mesencepalon, cerebellum, tahlamus dan area korteks serebri). (Price &
Wilson, 2005)
Fisiologi korteks serebri
Korteks srebri mempunyai area primer dan asosiasi untuk berbagai
fungsi. Area primer adalah daerah dimana terjadi persepsi atau gerakan.
Area asosiasi diperlukan untuk integrasi dan peningkatan prilaku dan
intelektual.
Korteks frontalis merupakan area motorik primer, yaitu area 4
Brodmann, yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan vuluntar.
Area motorik ini terletak di sepanjang gyrus pasentralis dan tersusun
secara somatotopik. Suatu lesi di area 4 mengakibatkan hemiplagi
kontralateral. Korteks pramotorik, ara 6, bertanggungjawab atas gerakan
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 10
terlatih seperti menulis, mengemudi, atau mengetik. Lesi area 6 pada sisi
dominan dapat mengakibatkan hilangnya kemmapuan untuk menulis
(agrafia).
Area 8 Brodmann (lapangan pandang), bertanggungjawab atas
gerakan-gerakan menyidik volunteer dan deviasi konjugat dari mata dan
kepala.
Area 44 dan 45 Brodmann (area bicara motorik Broca),
bertanggungjawab atas pelaksanaan motorik berbicara.
Korteks frontalis, merupakan area-area yang berkaitan dengan
kepribadian seseorang. Fungsi utama korteks frontalis adalah melakukan
kegiatan intelektual kompleks, beberapa fungsi ingatan, rasa
tanggungjawab untuk melakukan tindakan dan sikap yang dapat diterima
oleh masyarakat, ide-ide, pikiran yang keatif, dan pandangan ke masa
depan.
Peran utama korteks parietalis adalah pada kegiatan pemrosesan dan
integrasi infomasi sensorik yang lebih tinggi tingkatannya. Area
somestetik prime terletak pada gyrus postsentralis, sensasi berupa nyeri,
suhu, raba, tekan, dan proprioseptik dari semua bagian tubuh diterima
oleh korteks sensori primer dan disinilah menggapai kesadaran. Lesi
pada area ini mengakibatkan gangguan sensorik kontralateral.
Korteks asosiasi sensorik menerima dan mengintegrasi berbagai
modalitas sensorik, misalnya mengidentifikasi mata uang, dalam tangan
tanpa melihat, pengalaman sensorik di masa lalu, kesadaran akan bentuk
tubuh, letak bagian tubuh, sikap tubuh, dan kesadaran akan diri sendiri.
Bahasa merupakan fungsi difus yang menyebar pada berbagai area
korteks. Lesi pada gyrus angularis hemisfer dominan akan
mengakibatkan aleksia (ketidakmampuan untuk memahami bahasa
tulisan) dan agrafia (tidak mampu menulis) meskipun individu tersebut
dapat berbicara dengan normal., Lesi pada gyrus supramarginalis korteks
parietalis menyebabkan astereognosis (ketidakmampuan mengenal benda
melalui sentuhan). Lesi pada daerah ini (seperti terjadi setelah stroke)
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 11
juga dapat mengakibatkan gangguan kesadarn tubuh pada sisi
kontralateral terhadap lesi.
Koteks pendengaran primer berfungsi sebagai penerima suara,
sedangkan korteks asosiasi pendengaran diperlukan untuk proses
pemahaman area 22 Brodmann, dikenal dengan area Wernicke. Area
Wernicke maupun area Broca diperlukan untuk proses komunikasi
bahasa dan percakapan normal, dan kedua area ini saling dihubungkan
oleh seberkas jaras serabut yang dinamakan fasikulus arkuatus.
Korteks visual primer dikelilingi oleh korteks asosiasi visual, yang
menyebabkan informasi-informasi penglihatan menjadi berarti, area ini
juga berperan dalam refleks gerakan mata apabila sedang memandang
atau mengikuti suatu objek. Kerusakan area ini mengakibatkan
kehilangan kemampuan untuk mengenali benda-benda dan kegunaannya.
Fisiologi saraf kranial
Saraf Kranial Komponen
Saraf
Fungsi
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okumolomotoris Motorik Mengangkat kelopak
mata atas
Kontriksi pupil
Sebagian besar gerakan
ekstraokular
IV Trokhlea Motorik Gerakan mata ke bawah
dan ke dalam
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan
maseter (menutup
rahang, mengunyah);
gerakan rahang ke lateral
Sensorik Kulit wajah dan 2/3
depan kulit kepala;
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 12
mukosa mata; mukosa
hidung dan rongga
mulut, lidah, gigi
Refleks kornea atau
refleks mengedip;
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah
termasuk otot dahi,
sekeliling mata, dan
mulut
Lakrimasi dan salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan
lidah (rasa manis, asam,
asin)
VIII Vestibulokoklearis
Cabang vestibular
Cabang koklearis
Sensorik Keseimbangan
Sensorik Pendengaran
IX Glosofaringeus Motorik Faring: menelan, refleks
muntah
Parotis : salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior,
termasuk rasa pahit
X Vagus Motorik Faring, laring : menelan,
refleks muntah, fonasi;
visera abdomen
Sensorik Faring, laring : refleks
muntah; visera leher,
thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot
sternokleidomastoideus
dan bagian atas dari otot
trapezius : pergerakan
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 13
kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Gerakan lidah
d. Apa makna Tn. Amir mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba?
Jawab:
Pada kasus ini terjadi penurunan kesadaran secara tiba-tiba merupakan suatu
kondisi akibat terjadinya gangguan organ target secara akut akibat hipertensi
emergensi yang dialami oleh Tn. Amir, dimana tekanan darah > 200/100
mmHg dikategorikan sebagai hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi.
Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan
kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah
harus diturunkan segera. (Price dan Wilson, 2005)
e. Bagaimana etiologi penurunan kesadaran?
Jawab:
Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh hal berikut:
1. Gangguan sirkulasi darah di otak
Hal ini terjadi karena adanya perdarahan, thrombosis maupun emboli
dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesadaran / penurunan
kesadaran.
2. Infeksi
Infeksi (bakteri, virus, jamur) merupakan penyakit yang sering dijumpai
maka setiap gangguan kesadaran yang di sertai suhu tubuh yang tinggi
perlu dicurigai adanya ensefallo meningitis.
3. Gangguan metabolism
Penyebab gangguan kesadaran atau penurunan kesadarn dapat terjadi
akibat penyakit hepar, gagal ginjal, diabetes mellitus yang sering di
jumpai.
4. Neoplasma
Penurunan kesadaran dapat diakibatkan adanya neoplasma otak baik
primer maupun metastatic.
5. Trauma kepala
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 14
Penurunan kesadaran dapat terjadi pada trauma kepala yang disebabkan
oleh kecelakaan lalulintas.
6. Epilepsi
Gangguan kesadaran terjadi pada kasus epilepsi umum dan status
epilepticus.
7. Intoksikasi
Intoksikasi dapat disebabkan oleh obat, racun (percobaan bunuh diri),
makanan tertentu dan bahan kimia lainnya.
8. Gangguan elektrolit dan endukrin
Gangguan ini sering kali tidak menunjukkan identitasnya secara jelas
dengan demikian memerlukan perhatian yang khusus agar tidak
terlupakan dalam setiap pencarian penyebab penurunan kesadaran.
Pada kasus Tuan Amir ini, dilihat dari gejala yang dialaminya, penurunan
kesadaran yang terjadi diakibatkan adanya gangguan sirkulasi sehingga
Tuan Amir mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba. (Price &
Wilson, 2005)
f. Bagaimana patofisiologi terjadinya penurunan kesadaran?
Jawab:
Darah merupakan sarana transportasi oksigen, nutrisi dan bahan-bahan
lain yang sangat diperlukan untuk mempertahankan fungsi penting jaringan
otak dan mengangkut sisa metabolit. Kehilangan keasadaran terjadi bila
aliran darah ke otak berhenti 15 detik atau kurang, kerusakan jaringan otak
yang permanen terjadi apabila aliran darah ke otak terhenti dalam waktu 5
menit.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di
keduahemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS).
Jika terjadikelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem
anatomi maupunfungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran dengan berbagai tingkatan.
Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau
network system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 15
rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang
mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons,
mesencephalon menuju kesubthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan
menimbulkan penurunan derajatkesadaran. Neurotransmiter yang berperan
pada ARAS antara lain neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan
gamma aminobutyric acid (GABA).
Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks
serebritermasuk ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas), dengan
ascending reticularactivating system (ARAS) (kuantitas) yang terletak
mulai dari pertengahan bagianatas pons. ARAS menerima serabut-serabut
saraf kolateral dari jaras-jaras sensorisdan melalui thalamic relay nuclei
dipancarkan secara difus ke kedua korteksserebri. ARAS bertindak sebagai
suatu off-on switch, untuk menjaga korteks serebri tetap sadar (awake).
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini
merupakankelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon
primitif yangmerupakan manifestasi rangkaian inti-inti di batang otak dan
serabut-serabut saraf pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian
yang terbesar dari susunansaraf pusat di mana kedua korteks ini berperan
dalam kesadaran akan diri terhadaplingkungan atau input-input rangsangan
sensoris, hal ini disebut juga sebagai awareness.
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks
secaramenyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula
disebabkan olehgangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio
retikularis di thalamus,hipotalamus maupun mesensefalon. (Guyton, 2011)
Patofisiologi berdasarkan kasus:
Hipertensi kronis (factor resiko stroke) + dinding arteri otak yang rapuh
akibat degeneratif + aktivtias (olahraga) meningkatkan kerja saraf
simpatis sekresi epinephrine dan norepinephrin meningkat kerja
jantung meningkat aneurisma rupture ke spatium subarachnoid
perdarahan di otak ekstravasasi cairan dari pembuluh darah TIK ↑
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 16
edema serebral menekan retikularis diensefalon (ARAS) menekan
pusat kesadaran penurunan kesadaran. (Price & Wilson, 2005)
g. Apa saja derajat penurunan kesadaran?
Jawab:
Tingkat kesadaran seseorang dapat dinilai dengan dua cara, yaitu kualitatif
atau kuantitatif. Penilaian tingkat kesadaran secara kualitatif adalah sebagai
berikut:
a. Compos mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
e. Stupor (soporocomatose), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
(Sidharta, 2009)
Sedangkan penilaian kesadaran secara kuantitatif dilakukan dengan
pemeriksaan GCS atau Glasgow Coma Scale. GCS (Glasgow Coma Scale)
yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah
pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien
terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi
membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 17
derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya. Hasil
pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
E…V…M…
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15
yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Jika dihubungkan
dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil:
GCS : 15 = Sadar
GCS : 13 – 14 = Penurunan kesadaran tingkat ringan
GCS : 9 – 12 = Penurunan kesadaran tingkat sedang
GCS : 3 – 8 = Penurunan kesadaran tingkat berat. (Junaidi, 2012)
2. Pada saat serangan, mengeluh sakit kepala hebat yang belum pernah
dirasakan sebelumnya disertai mual muntah.
a. Apa makna pada saat serangan Tn. Amir mengeluh sakit kepala hebat yang
belum pernah dirasakan sebelumnya disertai mual muntah?
Jawab:
Sakit kepala hebat disertai mual dan muntah pada penderita hipertensi
terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial karena rupture nya
mikroaneurisme arteri cerebri yang merupakan salah satu faktor resiko
hipertensi. (Price dan Wilson, 2005)
b. Apa saja etiologi sakit kepala hebat disertai mual muntah?
Jawab:
Beberapa penyebab yang dapat menyebabkan sakit kepala:
Peregangan atau pergesaran pembuluh darah; intrakranium dan
ekstrakranium
Traksi pembuluh darah
Kontaksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot)
Peregangan periosteum (nyeri lokal)
Degenarasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus
servikalis (misalnya: artritis vertebra servikalis)
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 18
Defisiensi enkefalin (peptida otak mirip optiat, bahan aktif pada
endokrin). (Price & Wilson. 2005)
Sakit kepala hebat disertai mual dan muntah pada penderita hipertensi
terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial karena rupture nya
mikroaneurisme arteri cerebri yang merupakan salah satu faktor resiko
hipertensi.
c. Bagaimana patofisiologi dan hubungan mengeluh sakit kepala hebat yang
belum pernah dirasakan sebelumnya disertai mual muntah dengan keluhan
penurunan kesadaran?
Jawab:
1) Patofisiologi
Hipertensi kronis (factor resiko stroke) + dinding arteri otak yang rapuh
akibat degeneratif + aktivtias (olahraga) meningkatkan kerja saraf
simpatis sekresi epinephrine dan norepinephrin meningkat kerja
jantung meningkat aneurisma rupture ke spatium subarachnoid
perdarahan di otak ekstravasasi cairan dari pembuluh darah TIK ↑
menekan N. Vagus dan menekan pusat kesadaran nyeri kepala hebat,
mual muntah dan penurunan kesadaran. (Price & Wilson, 2005)
2) Hubungan
Hubungan sakit kepala disertai dengan mual dan muntah dengan penurunan
kesadaran dari mekanisme diatas ialah karena adanya TIK yang meningkat,
menyebabkan adanya penekan pusat kesadaran dan penekanan nervus vagus
sehingga terjadilah penurunan kesadaran, mual muntah, dan sakit kepala
hebat.
3. Menurut keterangan keluarga, Tn. Amir sudah lama menderita darah tinggi
dan sakit kepala. Keluhan ini baru pertama kali dideritanya.
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi jantung?
Jawab:
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 19
1) Anatomi Jantung
Jantung terletak di rongga dada tepatnya di mediastinum medialis sebelah
kiri dengan berat ± 250 – 360 gr. Ukurannya ± sebesar kepalan tangan
dan ditutup oleh lapisan pericardium yang mengikat jantung ke rongga
thoraks.
Batas jantung
1. Batas kiri: pulmo kiri
2. Batas kanan: pulmo kanan
3. Batas depan: sternum dan thymus
4. Batas belakang: tulang belakang (vertebrae), esophagus, aorta
descenden
5. Batas atas: arcus aorta, vena cava superior dan trachea
6. Batas bawah: diagfragma.
Bagian jantung
Jantung terdiri atas tiga bagian, yakni:
1. Perikardium
Merupakan lapisan luar jantung. Yang terdiri dari 2 bagian yakni
bagian luar yang terdiri dari jaringan fibrosa dan bagian dalam
yang terdiri dari lapisan parietal dan lapisan visceral.
2. Miokardium
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 20
Merupakan lapisan otot yang tebal, yang dibentuk oleh otot
jantung yang bersifat involunter. Otot jantung mempunyai cabang
yang dapat menghubungkan setiap lapisan otot. Penyambung
tersebut adalah discus intrachalaris. Miokardium memiliki untaian
ke dalam yang dikenal sebagai Musculus Papilaris. Miokardium
paling tebal pada apeks dan menipis menuju dasar.
3. Endokardium
Ruang jantung
Jantung memiliki 4 ruang:
1. Atrium kanan
Memiliki dinding yang tipis, berfungsi untuk menampung darah
dari sirkulasi sistemik untuk dialirkan ke ventrikel kanan dan
selanjutnya dialirkan ke paru-paru. 80% darah dari atrium kanan
mengalir secara pasif ke ventrikel kanan dan sisanya 20% mengalir
akibat adanya kontraksi dari atrium kanan.
2. Atrium kiri
Berfungsi untuk menerima darah yang kaya akan oksigen (O2) dari
paru melalui vena pulmonalis. Diantara vena pulmonalis dan
atrium kiri tidak terdapat katup sejati, sehingga perubahan tekanan
dalam atrium kiri mudah menyebabkan kembalinya aliran darah
dari atrium ke pembuluh darah paru.
3. Ventrikel kanan
Memiliki dinding yang sedikit lebih tipis dibandingkan dengan
ventrikel kiri. Rongga pada ventrikel kanan berbentuk bulan sabit
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 21
yang berfungsi untuk menghasilkan kontraksi yang bertekanan
rendah.
4. Ventrikel kiri
Memiliki otot yang tebal dan rongganya berbentuk “O”. Kontraksi
dari ventrikel kiri menghasilkan tekanan tinggi yang mampu
mengatasi tahanan sirkulasi sistemik dan mempertahankan aliran
darah ke jaringan perifer.
Katup jantung
Berfungsi untuk mempertahankan aliran darah agar berjalan searah
melalui bilik-bilik pada jantung. Ada 2 jenis katup jantung:
1. Katup Atrioventrikularis
Memiliki daun katup yang halus dan tahan lama. Katup
atrioventrikularis terdiri dari
a) Katup Trikuspidalis, memiliki 3 daun katup. Berfungsi untuk
memisahkan atrium dan ventrikel kanan.
b) Katup Mitral, memiliki 2 dau katup. Berfungsi untuk
memisahkan atrium dan ventrikel kiri.
2. Katup Semilunaris
Berfungsi untuk memisahkan arteri pulmonalis dan aorta dari
ventrikel yang bersangkutan dan mencegah kembalinya darah yang
mengalir dari ventrikel. Katup semiulnaris memiliki 3 katup
simetris yang menyerupai corong dan terikat pada anulus fibrosus
dan terdiri atas:
a) Katup Aorta, berada diantara Ventrikel kiri dan Aorta. Diatas
daun katup terdapat sinus Valsava yang merupakan muara dari
arteri koronaria.
b) Katup Pulmonal, berada di antara ventrikel kiri dan arteri
pulmonal.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 22
Pembuluh darah besar jantung
Ada beberapa pembuluh besar yang perlu diketahui, yaitu:
1. Vena cava superior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor
dari bagian atas diafragma menuju atrium kanan.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 23
2. Vena cava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah kotor
dari bagian bawah diafragma ke atrium kanan.
3. Sinus Coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa darah
kotor dari jantung sendiri.
4. Pulmonary Trunk,yaitu pembuluh darah besar yang membawa
darah kotor dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
5. Arteri Pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang
membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru.
6. Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang
membawa darah bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
7. Assending Aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa
darah bersih dari ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya yang
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian atas.
8. Arteri coronaria dextra, cabang:
a) Ramus coni arteriosi
b) Rami ventriculares anterior
c) Rami ventricularis posterior (desendens)
d) Rami atriales
9. Arteri Coronaria sinistra
a) Ramus interventricular (desendens) anterior
b) Ramus circumflexus
10. Desending Aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih
dan bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian bawah. (Snell,
2006)
b. Apa saja etiologi hipertensi?
Jawab:
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Hipertensi curah jantung normal, tahapan perifer meningkat sehingga
terjadi kontraksi otot polos (thanan perifer ditentukan oleh arteriol kecil
bukan arteri) sehingga terjadi kontraksi yang lama dan menginduksi
perubahan structural penebalan dinding pembuluh darah arteriola dari
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 24
hediasi oleh angiotensi sehingga terjadilah peningkatan tahanan perfier
yang ireversibel.
2. System rennin-angiotensin
Mengontrol tekanan darah
Renin bertanggung jawab mengkonversi substrat rennin menjadi
angiostenin II merupakan vasokotriksi yang kuat dan TD meningkat.
3. System saraf otonom
Menyebabkan kontraksi arteriola dan dilatasi arteriola system saraf
otonom. Berperan penting mempertahankan tekanan darah yang normal,
memediasi perubahan yang berlangsung singkat pasa tekanan darah
sebagai jawaban terhadap stress dan kerja fisik.
4. Peptide atrium natriuretik
ANP hormone diproduksi oleh atrium jantung (volume darah menignkat)
efeknya peningkatan eksresi garam dan air dari ginjal. Gangguan pada
system in dapat meretensi cairan dan hipertensi. (Martono, 2009)
c. Bagaimana faktor resiko hipertensi?
Jawab:
1) Faktor resiko yang dapat diubah:
a. Kebiasaan merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.
Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah
rokok yang dihisap perhari. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak
rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang
tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon
monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan
proses aterosklerosis dan hipertensi. Nikotin dalam tembakau merupakan
penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah isapan pertama.
Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh
pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 25
ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai
otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat
ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok
dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan
meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini
sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek
nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun
dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada
pada level tinggi sepanjang hari.
b. Konsumsi asin/garam
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam
dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap
hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan
tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi
kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem
pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini
terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. Reaksi orang
terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik yang sehat
maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi
natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah sedikit sekali
atau bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak natrium
menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu terjadinya hipertensi.
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 26
c. Konsumsi lemak jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan
berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh
juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan
tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam
makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak
tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan
makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan
darah.
d. Penggunaan minyak jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai
untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah
rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa,
sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi
kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka
asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam
jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak
bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang
menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung
sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1%
ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9.
minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak
zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah
ALTJ. Penggunaan minyak goreng sebagai media penggorengan bisa
menjadi rusak karena minyak goring tidak tahan terhadap panas. Minyak
goreng yang tinggi kandungan ALTJ-nya pun memiliki nilai tambah
hanya pada gorengan pertama saja, selebihnya minyak tersebut menjadi
rusak. Bahan makanan kaya omega-3 yang diketahui dapat menurunkan
kadar kolesterol darah, akan tidak berkasiat bila dipanaskan dan diberi
kesempatan untuk dingin kemudian dipakai untuk menggoreng kembali,
karena komposisi ikatan rangkapnya telah rusak.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 27
e. Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum
diketahui secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering
atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada
individu yang tidak minum atau minum sedikit. Menurut Ali Khomsan
konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa
10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol. Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun
diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah
merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan
darah. Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab
sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau
lebih minuman berakohol perhari meningkatkan risiko mendapat
hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa alkohol
meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas. Namun sudah
menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum-minuman
beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain.
f. Obesitas
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa
tubuh > 25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga
merupakan salah satu factor risiko terhadap timbulnya hipertensi.
Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung
dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi
dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan
perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis
meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata
juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah
raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45
menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko
timbulnya obesitas akan bertambah, dan apabila asupan garam bertambah
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 28
maka risiko timbulnya hipertensi juga akan bertambah. Obesitas erat
kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung
tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena
beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini
berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi
meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.
Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan
kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh
menahan natrium dan air. Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT)
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal.
Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat
badan lebih.
g. Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran
obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah
akan memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik
meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko
kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras
dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang
dibebankan pada arteri.
h. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 29
Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah
menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada
binatang percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata
membuat binatang tersebut menjadi hipertensi. Menurut Sarafindo (1990)
yang dikutip oleh Bart Smet, stres adalah suatu kondisi disebabkan oleh
transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi
jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber
daya sistem biologis, psikologis dan social dari seseorang. Stres dapat
meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah
hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak
menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat
stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat
dipastikan.
2) Factor resiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai
risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena
hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia
lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50%
diatas umur 60 tahun.38 Arteri kehilangan elastisitasnya atau
kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan
orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam
puluhan. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi
meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun
paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih.
Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan
bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada
jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut
disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.
b. Jenis kelamin
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 30
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat
angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah
didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita.
Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan,
sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6%
pria dan 13,7% wanita. Ahli lain mengatakan pria lebih banyak
menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29
mmHg untuk peningkatan darah sistolik.38 Sedangkan menurut Arif
Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang
sama untuk terjadinya hipertensi.37 Menurut MN. Bustan bahwa wanita
lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini
disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.
c. Riwayat keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi.38 Riwayat
keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer.
Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan
risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa
seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Menurut Sheps,
hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari
orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita
mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang
tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit
tersebut 60%.
d. Genetic
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur).
Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 31
(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi,
bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang
dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.
(Harrison, 2000)
d. Bagaimana derajat dan klasifikasi hipertensi?
Jawab:
Berdasarkan penyebabnya:
1) Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai
penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis,
dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi
tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi
sekunder.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui,
antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid
(hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), sindrom
cushing dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 32
adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih
banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial. (Martono, 2009)
e. Bagaimana patofisiologi hipertensi?
Jawab:
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 33
Aliran darah ke nepron menurun
STRES Kelebihan asupan makanan tinggi garam
Pelepasan renin oleh ginjal & Angiostensin
Oleh hepar
Kerja saraf simpatis
meningkat
Tekanan osmolaritas & volume cairan tubuh
meningkat
Aktivasi RAAS ( Renin-Angiostensin-Aldosteron)
Kontraksi otot jantung meningkat
Jumlah darah sewaktu pengisian jantung (PRELOAD) Meningkat
Angiostensin II
Curah jantung meningkat
Vasokontriksi Pembuluh arteriol
Tekanan Perifer meningkat
Menstimulus Pelepasan ALdosteron
Retensi RA meningkat
HIPERTENSI
f. Apa dampak hipertensi yang berlangsung dalam waktu lama?
Jawab:
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi berdasarkan
organ yang terkena antara lain sebagai berikut. (Price, 2005)
Otak : stroke
Jantung : aterosklerosis, penyakit jantung koroner, gagal jantung
Mata : retinopati dan kebutaan akibat pecahnya pembuluh darah
pada mata
Paru-paru : edema paru
Ginjal : penyakit ginjal kronik
Sistemik : penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer.
Selain itu komplikasi lain yang dapat terjadi akibat hipertensi adalah:
1. Gagal jantung ketidak mampuan jantung memompa darah melawan
tekanan arteri yang terus menerus tinggi (5,9-6,2%)
2. Gagal ginjal, terjadinya gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya
glomerolus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
Dengan rusaknya membrane glomerolus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema
yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (2,6-2,8%).
3. Infark miokardium. Dapat terjadi infark miokard apabila arteri koroner
yang arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke
miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang menyumbat aliran
darah melalui pembuluh tersebut.Karena hipertensi kronik dan hipertensi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-
perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi
disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan
4. Ensefalopati (kerusakan otak), Ensefalopati (kerusakan otak) dapat
terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 34
cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke dalam ruang interstisium
diseluruh susunan saraf pusat.Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang
dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga terjadi koma
serta kematian mendadak.Keterikatan antara kerusakan otak
denganhipertensi, bahwa hipertensi beresiko 4 kali terhadap kerusakan
otak dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi
(Martono, 2009)
g. Bagaimana hubungan hipertensi dengan sakit kepala, penurunan kesadaran
disertai mual muntah?
Jawab:
Pada kasus ini Tn. Amir mempunyai riwayat penyakit hipertensi, dimana
salah satu komplikasi hipertensi adalah stroke, stroke dapat timbul akibat
pecahnya pembuluh darah di otak atau akibat embolus yang terlepas dan
menyumbat pembuluh darah otak yang terpajan tekanan yang tinggi . Stroke
juga dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran
darah ke daerah-daerah yang di perdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak
yang mengalami arterosklerosis dapat melemah dan rapuh sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma, apabila tekanan darah
meningkat secara ekstrim kemungkinan terjadinya rupture aneurisma yang
menyebabkan terjadinya perdarahan di subarachnoid yang dapat
menimbulkan sakit kepala hebat , mual muntah dan penurunan kesadaran.
(Price & Wilson, 2005)
h. Apa makna keluhan ini baru pertama kali diderita?
Jawab:
Makna penurunan kesadaran yang baru dialami pertama kalinya adalah
bahwa Tn. Amir mengalami serangan stroke untuk pertama kalinya dan
bukan merupakan recurrent stroke (stroke berulang). Hal ini juga bisa untuk
menentukan prognosis penyakit dilihat dari perdarahan dan lesi yang terjadi.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 35
4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum:
GCS : 10
Tanda vital:
TD 200/100 mmHg, Nadi 110 x/menit reguler, RR 40 x/menit, Temp 37,2oc
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : tidak ada perbesaran KGB
Thoraks : simetris, retraksi tidak ada
Jantung : batas jantung membesar, ictus cordis tidak tampak, bunyi
jantung normal, HR 110 x/menit reguler
Paru : stem fremitus normal, suara nafas vesikuler normal
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-) dan defans muskuler (-), bising usus
normal
Ekstremitas : edema (-/-)
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Jawab:
Pemeriksaan Fisik Hasil
pemeriksaan
Batasan nilai
normal
Interpretasi
Keadaan umum GCS : 10 15 Penurunan
kesadaran
sedang
Tanda vital
TD 200/100 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi
derajat II
Nadi 110x/menit 60-100 x/menit Takikardi
RR 40x/menit 16-24 x/menit Takipneu
Temp 37,2 c 36,5 – 37,2 c Normal
Kepala Konjungtiva tidak
anemis
Konjungtiva tidak
anemis
Normal
Sclera tidak
ikterik
Sclera tidak
ikterik
Normal
Leher Tidak ada Tidak ada Normal
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 36
pembesaran KGB pembesaran KGB
Thoraks
Jantung
Simetris
Retraksi tidak
ada
Batas jantung
membesar
Iktus kordis
tidak tampak
Bunyi jantung
normal
HR 110
x/menit
reguler
Simetris
Retraksi tidak
ada
Batas jantung
tidak mem-
besar
Iktus kordis
tidak tampak
Bunyi jantung
normal
HR 60-100
x/menit
reguler
Normal
Normal
Abnormal
(cardiomegali)
Normal
Normal
Abnormal
(takikardi)
Abdomen
Nyeri tekan
Defens
muscular
Bising usus
Datar
Lemas
(-)
(-)
Normal
Datar
Lemas
(-)
(-)
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Ekstremitas
Edema (-/-) (-/-) Normal
b. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan yang abnormal?
Jawab:
P↑aliran balik vena (pengaruh retensi Na) → p↑ volume jantung ventrikel
kiri terisi lebih dari ambang batas → otot miokardium meregang →
volume sekuncup p↑ → curah jantung ↑ → volume akhir diastolik ↑ (100
mmHg).
Peningkatan kerja pompa jantung akibat resistensi pompa → p↑ tekanan
intraventrikel untuk mengatasi resistensi pompa jantung → terjadi p↑
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 37
tegangan dinding beban akhir bertambah (afterload) → volume sistolik
meningkat.
Sistolik meningkat berpengaruh juga terhadap katekolamin, aldosteron,
dan kortisol yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah serta sistem
renin bekerja yang dipacu oleh enzim ACE mengeluarkan angiotensin I dan
II karena cairan tidak sampai ke ginjal yang berpengaruh kepada retensi
Na+ maka volume cairan ekstraseluler bertambah. Hal ini berdasarkan
hukum frank-starling : semakin besar peningkatan volume ventrikel kiri
maka semakin besar reangan otot miokardium, semakin besar kekuatan
kontraksi dan semakin besar volume sekuncup. (Bickley, 2011)
Takikardi
Volume sekuncup menurun karena resistensi pompa jantung curah
jantung distabilkan dengan meningkatkan keepatan denyut jantung
takikardi.
Takipneu
Peningkatan tekanan darah sistemik → resistensi pompa ventrikel kiri
beban jantung bertambah hipertrofi ventrikel p↑ kebutuhan oksigen
karena hipertrofi ventrikel RR meningkat
Mekanisme abnormal keseluruhan
Hipertensi kronis Peningkatan kecepatan dan kontraksi otot jantung
vasokontriksi pembuluh darah tekanan darah meningkat
vaskularisasi ke otak meningkat mekanisme otoregulasi arteriol otak
tidak berfungsi aneurisma pembuluh darah di otak lama-kelamaan
pecah penekanan intrakranial meningkat dan otak kekurangan
pasokan oksigen kompensasi tubuh (takikardi, takipneu dan
peningkatan tekanan darah). (Price & Wilson,2005)
c. Bagaimana cara pemeriksaan GCS?
Jawab:
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 38
Penilaian kesadaran seseorang secara kuantitatif adalah dengan GCS
(Glasgow Coma Scale). Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut.
1. Menilai respon membuka mata (E)
(4) spontan
(3) dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan
kuku jari)
(1) tidak ada respon.
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) orientasi baik
(4) bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang)
disorientasi tempat dan waktu.
(3) kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun
tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) suara tanpa arti (mengerang)
(1) tidak ada respon.
3. Menilai respon motorik (M)
(6) mengikuti perintah
(5) melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4) withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) tidak ada respon. (Junaidi, 2012)
d. Bagaimana cara pemeriksaan fisik thorax?
Jawab:
1. Inspeksi, lakukan inspeksi dengan memperhatikan
a) Bentuk thorax ( barrel chest, atleticus, astenicus)
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 39
b) Keterlibatan otot-otot dan nafas tambahan
c) Melihat lokasi ictus cordis
d) Membandingkan gerak nafas kiri dan kanan simetris atau tidak.
2. Palpasi, lakukan palpasi pada dinding dada dengan cara:
a) Stem fremitus
Meminta pasien untuk menyebutkan angka 7 7 beberapa kali
Pemeriksa meletakkan kedua telapak tangan di dinding dada depan
Memperhatikan getaran udara yang terpantul ke telapak tangan dan
bandingkan antara kiri dan kanan.
b) Melakukan perabaan getaran denyut jantung dengan cara meletakkan
medial jari telunjuk kanan di ICS V, midclavicula sinistra.
3. Perkusi
a) Mengetuk intercostalis dinding dada
b) Memperhatikan suara ketukan yang terdiri dari
Sonor
Hipersonor (jika ada udara bebas)
Redup (jika terdapat cairan)
Pekak (memungkinkan ada benda)
Membandingkan suara ketukan kiri dan kanan.
4. Auskultasi
a) Mendengar bunyi paru dengan diafragma dan bunyi jantung dengan
bel stetoskop
b) Mencari bising nafas (vesikuler) dan bising nafas tambahan (ronchi,
wheezing)
c) Mendengar bunyi jantung normal dan bunyi jantung tambahan di
beberapa tempat. (Junaidi, 2012)
5. Pemeriksaan neurologis
Hemiparesis dekstra flaksid, babinsky dan chaddok (+) di ekstremitas
kanan, pupil anisokor, GRM (+)
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 40
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan neurologis?
Jawab:
Pemeriksaan
Neurologis
Hasil
pemeriksaan
Batasan nilai
normal
Interpretasi
Kekuatan otot Hemiparesis
dekstra flaksid
Tidak hemiparesis
dekstra flaksid
Abnormal
Babinsky (+) pada
ekstremitas kanan
(-) Abnormal
Chaddok (+) pada
ekstremitas kanan
(-) Abnormal
Pupil Anisokor Isokor Abnormal
GRM (+) (-) Abnormal
b. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan yang abnormal?
Jawab:
Pupil anisokor
Hipertensi → aterosklerosis arteri serebri media → ruptur dinding
vascular arteri → pecahnya mikro aneurisma/ aneurisma aerteri serebral
→ extravasasi kesekitarnya dan masuk kedalam ventrikel/ ruang
intrakranial → perdarahan didaerah otak dan subaraknoid
→Meningkatnya tekanan intracranial (TIK) → jaringan disekitarnya
tergeser dan tertekan (N. Okulomotorius) Gangguan di hemisferium
serebri sinistra → Terjadi gangguan pada otot-otot pupil mata → pupil
anisokor.
Hemiparese dextra flaksid
Terjadi lesi di kapsula interna, jika kapsula interna terlibat (misalnya,
oleh perdarahan atau iskemia), akan terjadi hemiplegia spastik
kontralateral-lesi pada level ini mengenai serabut piramidal dan serabut
non piramidal, karena serabut kedua jaras tersebut terletak berdekatan.
Paresis pada sisi kontralateral awalnya berbentuk flaksid (pada “fase
syok”) tetapi menjadi spastik dalam beberapa jam atau hari akibat
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 41
kerusakan pada serabut-serabut nonpiramidal yang terjadi bersamaan.
Pada kejadian ini, arteri yang terkena adalah arteri basilaris dan A.
Karotis yang bisa menyebabkan gangguan pada gyrus frontalis sinistra
yang berakibat kelumpuhan pada tubuh bagian kanan.
GRM (+)
Hipertensi aterosklerosis arteri serebri media ruptur dinding
vascular arteri pecahnya mikroaneurisma/aneurisma arteri serebral
extravasasi kesekitarnya dan masuk kedalam ventrikel/ruang intrakranial
perdarahan di daerah otak dan subaraknoid meningkatnya tekanan
intrakranial (TIK) GRM (+).
Babinsky dan Chaddok (+)
Penambahan massa di intra kranial meningkat TIK meningkat
cerebro blood flow menurun infark otak gangg. Fungsi neuron
refleks primitive di pertahankan refleks patologis (+). (Price,2005)
c. Bagaimana cara pemeriksaan neurologis?
Jawab:
1. GRM
a) Kaku kuduk:
Cara pemeriksaan
Pasien tidur telentang tanpa bantal. Tangan pemeriksa ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala
ditekukan ( fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat
kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai
dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
Hasil pemeriksaan
Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat menyentuh
sternum, atau fleksi leher normal.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 42
Adanya rigiditas leher dan keterbatasan gerakan fleksi leher
kaku kuduk.
b) Brudzinski I
Cara pemeriksaan
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan
pemeriksa yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Hasil Pemeriksaan
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan
gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik. Sewaktu mengangkat kepala, badan ikut terangkat.
Gerakan leher ke kanan atau kiri tidak ada gangguan.
c) Kernig
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat,
maka dikatakan kernig sign positif.
d) Brudzinski II
Cara pemeriksaan
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang
difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan
pada sendi panggul.
Hasil pemeriksaan
Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai
kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini
postif. (Snell, 2011)
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 43
6. Pemeriksaan laboratorium
BSS (GDS) 220 mg%.
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?
Jawab:
Pemeriksaan
Laboratorium
Hasil
pemeriksaan
Batasan nilai
normal
Interpretasi
GDS 220 mg% < 200 mg% Hiperglikemi
b. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan yang abnormal?
Jawab:
Hipertensi aterosklerosis arteri serebri media ruptur dinding vascular
arteri pecahnya mikroaneurisma/aneurisma arteri serebral extravasasi
kesekitarnya dan masuk kedalam ventrikel/ruang intrakranial perdarahan
di daerah otak dan subaraknoid kompensasi hiperglikemi reaktif.
(Martono, 2009)
7. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini?
Jawab:
1) Anamnesis gejala dan tanda
Penjelasan tentang awitan dan gejala awal. Kejang pada awal kejadian
mengisyaratkan sroke embolus.
Perkembangan gejala atau keluhan pasien atau keudanya.
Riwayat TIA
Faktor risiko, terutama hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes, merokok,
dan pemakian alcohol
Pemakaian obat, terutama kokain
Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang baru dihentikan.
Sebagi cntoh, penghentian mendadak obat antihipertensi kloniidn
(Catapres) dapat menyebabkan hipertensi rebound yang berat. Selain
itu, penghentian mendadak fenitoin (Dilanin) atau fenobarbital untuk
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 44
gangguan kejang dapat memicu status epileptikus sampai beberapa
minggu setelah penghentian obat.
2) Pemeriksaan Fisik
Sistem pembuluh perifer. Lakukan pada arteri karotis untuk
mencari adanya bising (bruit) dan periksa tekanan darah di kedua
lengan untuk diperbandingkan.
Jantung. Perlu dilakukan pemeriksaan jantung yang lengkap,
dimulai dengan auskultasi jantung dan EKG 12-sadapan. Murmur
dan disritmia merupakan hal yang harus dicari, karena pasien
dengan fibrilasi atrium, infakr miokardium akut, atau penyakit
katup jantung dapat mengalami embolus obstruktif.
Retina. Periksa ada tidaknya cupping diskus optikus, perdarahan
retina, kelainan diabetes.
Ekstremitas. evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark sebagai
tanda-tanda embolus perifer.
Pemeriksaan neurologic.
3) Teknik Pencitraan
MRI dan CT SCAN dapat dilakukan untuk menentukan derajat
akurasi dan penentuan lokalisasi dan diagnosis etiologi stroke yang
dialami. (Bickley, 2011)
8. Bagaimana diagnosis banding pada kasus ini?
Jawab:
a. Stroke Hemoragik
- Perdarahan Intraserebral
- Perdarahan Subaraknoid
b. Stroke NonHemoragik
(Mahar & Priguna, 2012)
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 45
(Harryanto, 2009)
Perbedaan stroke hemoragik PIS dan PSA
Gejala dan tanda PIS (perdarahan
intraserebral)
PSA (perdarahan
Subarachnoid)
Kelainan/defisit Hebat ringan
Sakit kepala Hebat Sangat hebat
Kaku kuduk Jarang Biasanya ada
Kesadaran Terganggu Terganggu sebentar
Hipertensi Selalu ada Biasanya tidak ada
Lemah sebelah tubuh Ada sejak awal Awalnya tidak ada
LCS Eritrosit > 5000/mm3 Eritrosit >25.000/mm3
Angiografi Shift ada Shift tidak ada
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 46
CT - Scan Area putih Kadang normal
Transient Ischemic Attack (TIA)
Transient Ischemic Attack (TIA) adalah episode dimana seseorang
mempunyai gejala yang mirip stroke selama 1-2 jam. TIA sering dianggap
sebagai warning sign stroke yang bisa terjadi di masa depan jika sesuatu
tidak dilakukan untuk mencegahnya.
TIA disebabkan oleh gangguan sementara pasokan darah ke area otak,
yang tiba-tiba, menyebabkan penurunan fungsi otak (defisit neurologis).
Berbeda dari stroke, TIA tidak menyebabkan kematian jaringan otak.
Gejala TIA tidak bertahan selama stroke dan tidak menunjukkan perubahan
pada CT scan atau MRI. Hilangnya aliran darah ke otak yang sementara
dapat disebabkan oleh:
Bekuan darah dalam arteri otak
Bekuan darah yang bergerak ke otak dari tempat lain dalam tubuh
Cedera pembuluh darah
Penyempitan pembuluh darah di otak atau yang menuju ke otak.
Gangguan sementara dalam aliran darah bisa disebabkan gumpalan darah
yang terjadi dan kemudian larut. Penyumbatan itu memecah cepat dan larut.
Less common cause TIA meliputi:
Atrial fibrilasi (irregular heart rhythm)
Beberapa kelainan darah seperti polycythemia, sickle cell anemia, dan
sindrom dimana darah sangat tebal
Kondisi yang menyebabkan masalah pembuluh darah seperti displasia
fibromuskular, SLE, dan sifilis
Inflamasi arteri seperti arteritis, polyarteritis, dan angiitis granulomatous
Spasme arteri kecil di otak
Atherosclerosis adalah suatu kondisi dimana terdapat defosit lemak pada
lapisan dalam arteri. Kondisi ini secara dramatis meningkatkan risiko TIA
dan stroke. Sekitar 80-90% orang yang mengalami stroke akibat
aterosklerosis memiliki episode TIA sebelumnya. Faktor risiko lain untuk
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 47
TIA termasuk tekanan darah tinggi, penyakit jantung, sakit kepala migrain,
merokok, diabetes, dan bertambahnya usia. (Zieve, 2010)
Ensefalopati hipertensi
Otak merupakan organ vital yang memiliki kebutuhan akan oksigen yang
tinggi.Apabila terjadi gangguan sirkulasi yang mengangkut oksigen ke otak
maka dapat terjadi kerusakan pada otak yang dapat bersifat permanen
jika tidak ditangani dengan segera. Hipertensi dapat menyebabkan
kerusakan pada otak oleh karena kenaikan tekanan darah secara mendadak
yang melampaui kemampuan autoregulasi otak. Hal ini dikenal dengan
ensefalopati hipertensi.
Infark cerebri
Infark Cerebri adalah Pembentukan daerah nekrosis di otak yang disebabkan
oleh iskemia yang berkepanjangan. Infark cerebri dapat disebabkan oleh:
1. Trombosis otak
Trombosis adalah obstruksi aliran darah yang terjadi karena proses oklusi
pada satu pembuluh darah lokal atau lebih. Trombosis otak umumnya
terjadi pada pembuluh darah yang mengalami artherosklerosis yang
mula-mula akan menyempitkan lumen pembuluh darah (stenosis) yang
kemudian dapat berkembang menjadi sumbatan (oklusi) yang
menyebabkan terjadinya infark
2. Emboli otak
Emboli adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sistem
vaskuler dan tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga
memblokade aliran darah. Penyebab emboli otak pada umumnya
berhubungan dengan kelainan kardiovaskuler antara lain:
a. Fibrilasi atrial
b. Penyakit katub jantung
c. Infark miokard
d. Penyakit jantung rematik
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 48
e. Lepasnya plak aterosklerosis pembuluh darah besar intra / ekstra
cranial
3. Pengurangan perfusi sistemik umum
Pengurangan perfusi sistemik bisa mengakibatkan iskemik. Pengurangan
perfusi ini dapat disebabkan karena:
a. Kegagalan pompa jantung
b. Proses perdarahan yang masif
c. Hipovolemik. (Aliah, 2007)
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ini?
Jawab:
1) CT Scan : Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark.
2) Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
3) MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
4) Doppler Transkranium : Ultrasonografi yang menggabungkan citra dan
suara, mengidentifikasi penyakit arteriovena.
5) Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal
6) Pemeriksaan Stroke Siriraj :
Skor Stroke Siriraj:
Formula: (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala)
+ (0,1 x tekanan diastolik) - (3 x petanda ateroma) – 12
Keterangan:
- Derajat kesadaran: 0=kompos mentis; 1=somnolen; 2=
sopor/koma
- Vomitus: 0=tidak ada; 1= ada
- Nyeri kepala: 0= tidak ada; 1=ada
- Ateroma: 0= tidak ada; 1= salah satu atau lebih (contoh:
diabetes, angina, hipertensi)
Skor pada kasus
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 49
= (2,5 x 1) + (2 x 1 ) + (2 x 1) + (0,1 x 100) – (3 x 1) – 12
= (2,5) + (2) + (2) + (10) – (3) – 12
= 1,5
Interpretasi hasil :
Skor > 1 : perdarahan supratentorial
Skor -1 s.d. 1 : meragukan perlu CT Scan
Skor < -1 : infark serebri
Pada kasus ini tuan Amir menderita perdarahan supratentorial.
(Martono, 2009)
10. Bagaimana diagnosis kerja pada kasus ini?
Jawab:
Stroke hemoragik.
11. Bagaimana etiologi pada kasus ini?
Jawab:
Menurut Martono (2009) , penyebab kelainan pembuluh darah otak yang
dapat mengakibatkan stroke, antara lain.
1) Trombosis aterosklerosis
2) Transient iskemik
3) Emboli
4) Perdarahan hipertensi
5) Ruptur dan sakular aneurisma atau malformasi arterivena
6) Arteritis
Meningovaskular sipilis, arteritis sekunder dari piogenik dan
meningitis tuberkulosis, tipe infeksi yang lain (tipus, scistosomiasis,
malaria, mucormyosis)
Penyakit jaringan ikat (poliarteritis nodosa, lupus eritromatous),
necrotizing arteritis. Wegener arteritis, temporal arteritis, Takayasu
diseases, granuloma atau arteritis giant sel dari aorta.
7) Trombophlebitis serebral: infeksi sekunder telinga, sinus paranasal, dan
wajah.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 50
8) Kelaianan hematologi: antikoagulan dan thrombolitik, kelainan faktor
pembekuan darah, polisitemia, sickle cell disease, trombotik
trombositopenia purpura, trombositosis, limpoma intravaskular.
9) Trauma atau kerusakan karotis dan arteri basilar
10) Angiopati amiloid
11) Kerusakan aneuriisma aorta
12) Komplikasi angiografi
12. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini?
Jawab:
Diseluruh dunia stroke merupakan penyakit yang terutama mengenai
populasi usia lanjut. Insiden pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari
populasi berusia 55-64 tahun. Di Inggris stroke merupaka penyakit kedua
setelah infark miokard akut sebagai penyebab kematian utama, sedangkan d
Amerika stroke masih meruoakan penyebab kematian ketiga. (Martono,
2009)
Stroke menduduki posisi ketiga di Indonesia setelah jantung dan kanker.
Sebanyak 28.5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total hanya lima belas persen saja yang dapat
sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan. Yayasan Stroke Indonesia
(Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk indonesia
berumur di atas 65 tahun ditaksir menderita stroke.
Di dunia stroke merupakan penyakit yang terutama mengenai populasi
usia lanjut. Insidens pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari 55-64 tahun.
Pada perempuan pre menopause lebih rendah dibanding pria. (Sudoyo, dkk.
2009)
Insidens PSA dinegara maju sebesar 10-15 kasus setiap 100.000
penduduk. Kejadian stroke dengan PSA antara 8-10% dari insiden tertinggi
pada penderita yang berumur 50 tahun – an. Kejadian mati mendadak
karena PSA sebesar 2% dari seluruh kasus, sebagian besar (9%) terjadi pada
umur dibawah 45 tahun. (Junaidi, 2012)
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 51
Stroke adalah penyakit kematian tersering ketiga orang dewasa di
Amerika Serikat. Angka kematian stroke tiap tahun akibat stroke baru atau
rekuren sekitar 200.000. Orang menderita stroke pada usia berapapun, dua
pertiga stroke terjadi pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Bedasarkan
data dari seluruh dunia, statistiknya bahkan lebih mencolok: penyakit
jantung koroner dan stroke adalah penyebab kematian tersering pertama dan
kedua dan menempati urutan kelima dan keenam sebagai penyebab utama
kecacatan.
Stroke adalah penyebab utama kecacatan pada orang dewasa.
Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30%-35%,
kemungkinan cacatan mayor pada yang selamat adalah35-40%. Sekitar
sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke akan mengalami stroke
berikutnya dalam 5 tahun; 5%-14% dari mereka akan mengalami stroke
ulangan dalam tahun pertama.
13. Bagaimana patofisiologi pada kasus ini?
Jawab:
Hipertensi kronis (factor resiko stroke) + dinding arteri otak yang rapuh
akibat degeneratif + aktivtias (olahraga) meningkatkan kerja saraf
simpatis sekresi epinephrine dan norepinephrin meningkat kerja
jantung meningkat aneurisma rupture ke spatium subarachnoid
perdarahan di otak stroke.
.
14. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?
Jawab:
Tatalaksana stroke
1) Tatalaksana emergency
a. Pastikan jalan napas bersih, posisikan kepala 30-45 derajat---
memungkinkan jalan napas dapat lancar dan tidak ada hambatan
b. Beri oksigen melalui nasal kanul, saturasi oksigen > 95 %
c. Perbaiki sirkulasi dengan pemasangan jalur intravena dengan cairan
normal salin 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 52
seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena dapat
memperhebat edema serebri. Jangan lupa pasang kateetr untuk
monitoring output.
d. Jangan dulu mencoba untuk menurunkan tekanan darah, karena
beresiko untuk memperluas kerusakan yang terjadi, kecuali bila
terdaapt komplikasi hipertensi seperti edema pulmonary.
e. Atasi kejang dan demam (jika terjadi) dengan diazepam 5-20 mg
slow IV, acetaminophen 650 mg.
f. Berikan aspirin 300 mg tablet dalam 48 jam jika terjadi penadarhan
intraserebral dan subaraknoid (liat dari kemungkinan gejala
hemoragik).
g. Setelah kondisi stabil lakukan (CT SCAN, LAB, chest X ray, EKG
dll) : konsul dengan ahli.
2) Terapi definitive (Stroke hemoragik)
a. Atasi hipertensi diantaranya dengan labetalol 5- 100 mg secara bolus
berkala 10-40 mg/min per drip
b. Jika terjadi peningkatan TIK, terapi dengan manitol (0,25-0,5
g/kgBB tiap 4 jam) dan furosemid (10 mg tap 2-8 jam)
c. Operatif untuk mengurangi efek massa serta mengurangi efek
neurotoksik dari bekuan darah.
3) Rehabilitasi
a. Fisioterapi
b. Terapi wicara bila terdapat gangguan berbicara dan komunikasi
c. Terapi fisis dan okupasi setelah pasien bias berdiri kembali
agar pasien dapat mengembangkan kemandiriannya
d. Pendekatan psikologis kalau perlu bias diberikan antidepresi
ringan untuk memulihkan kepercayaan diri pasien yang biasanya
sangat menurun setelah kejadian stroke
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 53
e. Follow up untuk mencegah terjadinya serangan stroke berulang.
(PERDOSSI, 2007)
Melihat berbagai hal yang telah dibocarakan diatas, maka
penatalaksanaan strok akut pada dasarnya adalah sebagai berikut:
1) Diagnosis
Ditunjukan untuk mencari beberapa keterangan, antara lain:
a. Apakah pasien menderita strok atau bukan
b. Bila memang stroke, letak, jenis, dan lauas lesi. Untuk kedua keadaan
di atas, pemeriksaan baku emas adalah pemeriksaan dengan pencitraan
temografi terkomputer (CT-scan), walaupun pada beberapa keadaan,
antara lain stroke di batang otak pada harai-hari pertama sering kali
tidak didapatkan abnormalitas, sehingga harus diulangi setelah 24 jam
kemudian. Dengan MRI diagnosis letak dan jenis lesi dapat lebih
diketahui dengan pasti. Lesi kecil di batang otak yang tidak terlihat
dengan CT-Scan terebut, akan dapat terdeteksi dengan MRI
c. Status pasien secara keseluruhan, termasuk di sini adalah tekanan
darah, kadar gula darah, keadaan kardiodepresi, keadaan hidrasi,
elektrolit, asam-basa, keadaan ginjal, dan lain-lain.
d. Terdapat beberapa system skor untuk mendiagnosis jenis, letak dan
besarnya lesi, antara lain skor Siriraj, skor Gajah Mada , dan lain-lain,
akan tetapi ketepatannya masih tidak bisa diandalkan
2) Perawatan Umum
Diarahkan untuk memberikan perawatan yang optimal pada pasien,
memberikan posisi yang tepat, alih baring untuk pasien dengan kesadaran
menurun, dan pemberian hidrasi yag cukup merupakan beberapa aspek
perawatan yang penting. Termasuk disini adalah pengkajian gangguan
menelan dan tatacara pemberian nutrisi bila terdapat gangguan menelan.
Seringkali pemberian makanan per oral (aktif atau dengan sonde)
diberikan pada pasien yang berbaring. Pada usia lanjut hal ini sangat
berbahaya, karena sering menyebabkan pneumonia aspirasi
3) Perbaikan gangguan/ komplikasi sistemik
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 54
Seperti dikemukakan diatas, berbagai komplikasi sistemik sering lebih
berbahaya dibandingkan stroknya sendiri. Oleh karena itu keadaan
tersebut harus selalu dipantau. Beberapa diantaranya akan dibicarakan
berikut ini.
4) Tekanan darah
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada strok akut, biasanya
tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi, untuk
kemudian kembali menjadi normal setelah 2-3 hari. Oleh karena itu,
peningkatan tekanan darah pada hari-hari pertama strok tidak perlu
dikoreksi, kecuali bila mencapai nilai yang sangat tinggi (sistolik >220
mmHg/ diastolic >139 mmHg) atau merupakan tekanan darah yang
emergency. Pada keadaan inipun oenurunan tekanan darah harus secara
perlahan, tidak sampai normal. Pada pasien usia lanjut perlahan,
kehatihatian dalam menurunkan tekanan darah tersebut sangat penting,
karena pada a pasien sudah terjadi gangguan autoregulasi, artinya otak
pasien seolah menjadi terbiasa dengan keadaan tekanan darah yang
meninggi, sehingga bila mendadak tekanan darah diturunkan, akan trjadi
gangguan metabolic otak yang sering justru memperburuk keadaan.
Pada hari-hari pertama ini penurunan tekanan darah juga dibedakan
apakah pasien memang pasien hipertensi kronis, yang penurunan tekanan
darah sebaiknya sampai 180/100-105 mmHg. Apabila belum pernah
menderita hipertensi maka sasaran penurunan tekanan sampai bisa 160-
180/90-100 mmHg. Apabila direncanakan tindkan trombolisis, tekanan
darah sistolik tidak boleh melebihi 180 mmHg. Agar penurunan darah
bisa dilaksanakan secara titrasi maka dianjurkan pemakaian obat
labetalol/uraidil/nitroprusid atau nitrogliserin intravena atau kaptopril
oral. Penggunaan nifedipin oral atau penurunan tekanan darah yang
terlalu drastic perlu dihindari.
5) Gula darah
Seperti halnya dengan tekanan darah, gula darah seringkali meningkat
pada hari-hari prtama stroke, akan tetapi penelitian menunjukkan bahwa
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 55
gula darah yang tinggi akan memperburuk kerusakan otak, sehingga
peninggian kadar gula darah pada hari-hari pertama stroke harus
diturunkan senormal mungkin, kalau perlu dengan pemberian insulin
melalui pompa syringe.
6) Keadaan kardiorespirasi
Telah dikemukakan di atas sering menyebabkan kematian oleh karena itu
perlu pemantauan yang baik dan diberikan tindakan pengobatan bila
perlu.
7) Ulkus stress, infeksi
Gangguan ginjal, atau hati juga merupakan berbagai keadan yang perlu
diperhatikan pada penderita stroke, karena keadaan tersebut seringkali
terjadi dan sering menentukan kelangsungan hidup pasien.
8) Emboli paru dan atau/ thrombosis vena dalam
Emboli paru atau thrombosis merupakan komplikasi stroke. Keeadaan
inin bisa dihindarhi dengan pemberian hidrasi yang cukup dan mobilisasi
dini, baik secara pasif, maupun secara aktif.
9) Terhadap lesi
Perlakuan terhadap lesi tergantung jenis, besar, dan letak lesi, serta
berapa lama lesi sudah terjadi. Lesi hemoragik, terutama subaraknoid dan
subdural bisa segera dilaksanakan operasi, akan tetapi jenis intraserebral
hanya yang terletak superficial bisa dilaksanakan operasi, itupun kalau
waktunya masih kurang dari 12 jam. Lebih dari itu sudah terjadi edema
sekitar sehingga walaupun masih bisa dilakukan operasi hingga 72 jam
hasilnya tidak sebaik bila operasi dilakukan lebih awal. Setelah 120 jam
tidak bisa dilakukan operasi, karena sudah terjadi nekrosis jaringan otak.
Pemberian obat hemostatik menurut kepustakaan berat tidak banyak
berbeda hasilnya dengan tanpa pemberian obat tersebut. Pada beberapa
keadaan strok non hemoragik intra serebral, tindakan operatif kadang
diperlukan untuk melakukan dekompresi dan menghikangkan efek massa
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 56
pada otak. Tindakan ini perlu dikerjakan oleh dokter bedah saraf yang
berpengalaman.
10) Lesi iskemik
Pada dasarnya harus dibedakan antara pusat infark dan jaringan
sekitarnya. Yang disebut dengan jaringan penumbra. Di pusat infark
sudah terjadi kematian otak, sehingga tidak dapat dikerjakan sesuatu.
Penumbra merupakan jaringan iskemik yang bila tak dilakukan upaya
pengobatan akan meberak menajadi infark. Di daerah ini akan terjadi
suatu rangkai reaksi metabolic, anatara lain masuknya ion kalsium dan
laktat ke intraseluler, menyebabkan terjadinya edema sel dan akhirnya
nekrosis. Berbagai tindakan terapeutik antara lain:
a. Upaya perbaikan status umum (tekanan darah, gula darah, hidrasi,
keseimbangan cairan dan asam basal, kardiorespirasi dll)
b. Pemberian antikoagulasi dengan menggunakan antikoagulan (heparin,
warfarin) berdasarkan penelitian di Eropa (EUSI, 2003) tidak
direkomendasikan. Trombolisis hanya dilakukan dengan activator
plasminogen jaringan rekomendasi (rtPA), itupun dengan syarat
sangat ketat, yaitu pengerjaan tidak boleh lebih dari 3 jam dari saat
awitan stroke (EUSI, 2003). Penggunaan streptokinase, heparin atau
heparinoid walaupun beberapa laporan tak terkontrol menunjukkan
hasi, akan tetapi memiliki kendala dengan kemungkinan besar
terjadinya komplikasi hemorragik di dalam infark atau daerah lainnya.
c. Pemberian antiagregasi trombosit (aspirin) 100-300 mg dilarutkan
dalam waktu 24 jam setelah terjadinya stroke akan menurunkan
mortalitas dan mencegah stroke ulang secrara bermakna. Aspirin tidak
boleh diberikan apabila akan dilakukan trombolisis dalam waktu 24
jam setelah trombolisis.
d. Perbaikan metabolism sekitar lesi, antara lain memberikan
vasokontriksi umum yang diharapkan memberikan vasodilatasi lokal
ditempat lesi (reverse steal phenomenon) “ antagonis kalsium ” dan
berbagai zat “neuroprotective ” walauoun dari segi teoritis hal ini
sangat menarik, akan tetapi hasil dari berbagai penelitian dengan
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 57
derajat bukti tingkat I (level of evidence I) ternyata tidak ada guna
sama sekali untuk menurunkan viskositas darah bila Ht diatas 54%
(terapi hemodilusi) menurut EUSI, 2003 juga tidak direkomendasikan
untuk stroke iskemik.
11) Rehabilitasi dini
Upaya rehibilitasi harus segera dilakukan sedini mungkin apabila
keadaan pasien sudah stabil. Fisioterapi pasti perlu diberikan bahkan
pada pasien yang masih di ruang intensif dan segera dilanjutkan dengan
fisioterapi aktif bila memungkinkan. Apabila terdapat gangguan bicara
atau menelan, upaya terapi bicara bisa diberikan. Setelah pasien bisa
berjalan sendiri. Terapi fisis dan okupasi perlu diberikan, agar pasien bisa
kebali mandiri. Pendekatan psikologis terutama berguna untuk
memberikan kepercayaan diri pasien yang biasanya sangat menurun
setelah terjadinya stroke. Kalau perlu dapat diberikan anti depresi ringan.
12) Tindakan pengawasan lanjutb (follow-up)
Tindakan untuk mencegah strok berulang dan upaya rehabilitasi kronis
harus terus dikerjakan. Hal ini sebaiknya dilakukan oleh spesialis
penyakit dalam yang mengetahui penatalaksanaan berbagai factor resiko
terjadinya strok ulangan.
Upaya pencegahan stroke
Upaya pencegahan primer dan sekunder berupa perbaikan dari
berbagai factor resiko seperti yang telah disebutkan di muka. Salah satu
yang menjadi bahanperdebatan adalah penatalaksanaan end-arterectomy
pada arteri karotis. Kesepakatan saat ini adalah anjuran untuk end-
arterectomy pada pasien TIA bila terdapat stenosis arteri lebih dari 70%.
Pada individu yang belum terserang TIA/ stroke endarterctomy juga bisa
dianjurkan apabila stenosis lebih dari 90%, terutama bila bersifat
progresif, dan resiko peri-operatif <3%. Pemberian aspirin warfarin harus
dilaksanakan sebagai upaya pencegahan primer pada semua pasien
dengan fibrilasi atrial non vulvular yang beresiko sedang untuk terjadinya
emboli. Pada mereka yang beresiko emboli tinggi (usia lebih dari 75
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 58
tahun atau lebih dari 60 tahun ditambah resiko tinggi/ menderita tekanan
darah tinggi, disfungsi ventrikel kiri, diabetes mellitus) diberikan terapi
antikoagulan jangka panjang dengan warfarin dengan target INR 2,0-3,0.
(Hadi Martono, 2009)
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia,
upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
1. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor
risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko.
Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan
promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok
terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat
menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang
dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat,
dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui
ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard. (Gofur, 2007)
2. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari rokok stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan
sejenisnya.
b. Mengurangi kolestrol dan lemak dalam makanan
c. Mengendalikan hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya
fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik),
dan penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak
sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna,
minimalkan junk food dan beralih pada makanan tradisional yang
rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta
dianjurkan berolah raga secara teratur. (Feigin V, 2006)
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 59
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita
stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita
stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang
dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat)
digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama
dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral
diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung
(fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi
koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat
antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau
mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya
mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita
hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita
diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat
antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok,
berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan
kurang gerak. (Lumbantobing, 2003)
4. Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan
mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan
dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan
diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi,
ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan
peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 60
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk
mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah
kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan
keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua
adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT),
diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan
aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan
buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa,
diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan
makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi
dengan orang lai
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional
yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih,
mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah
emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita
kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh
sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan
melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu
penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan
aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan
informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan
bantuan sosial. (Feigin, 2006)
Tatalaksana hipertensi
Menurut JNC 8
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 61
Kategori Pasien
Hipertensi
Tekanan
Darah Sistol
(mmHg)
Tekanan Darah
Diastol (mmHg)
Rekomendasi
Pengobatan
Usia 60 tahun 150 90 -
Usia < 60 tahun 140 90 -
Usia 18 tahun
dengan diabetes
140 90 -
Usia 18 tahun
dengan ginjal kronis
140 90 ACE inhibitor atau
ARB
Orang bukan kulit
hitam dengan
diabetes
- - Diuretic (Thiazid)
CCB dan ACE
inhibitor
Orang kulit hitam
dengan diabetes
- - Diuretic (Thiazid)
dan CCB
Rekomendasi tata laksana hipertensi berdasarkan JNC 8
1) Pada populasi umum umur 60 tahun atau lebih, inisiasi terapi
farmakologi untuk menurunkan tekanan darah dimulai pada tekanan
darah sistolik 150 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90
mmHg atau lebih dan diterapi dengan target tekanan darah sistolik
<150 mmHg dan target tekanan darah diastolik <90 mmHg.
2) Pada populasi general <60 tahun, terapi dimulai pada tekanan darah
yang lebih rendah, yaitu TDD pada ≥90 mmHg dan target terapi <90
mmHg. Rekomendasi kuat untuk umur 30-59 tahun -Grade A dan
pendapati ahli-Grade E untuk umur 18-29 tahun.
3) Pada populasi umum kurang dari 60 tahun, inisiasi terapi farmakologi
untuk menurunkan tekanan darah sistolik pada 140 mmHg atau lebih
dan terapi dengan target tekanan darah sistolik kurang dari 140
mmHg.
4) Pada populasi berumur 18 tahun atau lebih dengan penyakit ginja
kronik (CKD), inisiasi terapi farmakologi untuk menurunkan tekanan
darah diastolik pada 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 62
diastolik kurang dari 90 mmHg atau lebih, dan terapi dengan target
tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target tekanan darah diastolik
<90 mmHg.
5) Pada populasi usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, inisiasi terapi
farmakologi untuk menurunkan tekanan darah pada tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg
atau lebih, dan target terapi tekanan darah sistolik <140 mmHg dan
tekanan darah diastolik <90 mmHg.
6) Pada populasi umum bukan kulit hitam (non-black), termasuk mereka
dengan diabetes, inisial terapi anti-hipertensi harus termasuk diuretik
thiazide, calcium channel blocker (CCB), angiotensin-converting
enzyme inhibitor (ACEI), atau angiotensin receptor blocker (ARB).
7) Pada populasi umum kulit hitam (black), termasuk mereka dengan
diabetes, terapi anti-hipertensi harus termasuk diuretik tipe thiazide
atau calcium channel blocker (CCB). Untuk populasi umum kulit
hitam: Rekomendasi sedang-Grade B sedangkan untuk pasien kulit
hitam dengan diabetes.
8) Pada populasi berumur 18 tahun atau lebih dengan penyakit ginjal
kronik (CKD) dan hipertensi, inisal (atau tambahan) terapi anti-
hipertensi harus termasuk ACEI atau ARB untuk meningkatkan hasil
pada ginjal. Ini berlaku untuk seluruh pasien CKD dengan hipertensi
tanpa melihat ras atau status diabetes.
9) Tujuan utama terapi hipertensi adalah untuk mencapai dan menjaga
target tekanan darah Jika target TD tidak dapat dicapai dalam satu
bulan pengobatan, tingkatkan dosis dari obat awal atau tambahkan
obat kedua dari salah satu golongan pada rekomendasi 6 (diuretik
thiazide, CCB, ACE-Inhibitor, atau ARB). Dokter harus terus
memeriksa tekanan darah dan mengatur regimen terapi hingga target
tekanan darah tercapai. Jika target TD tidak dapat dicapai dengan 2
obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar obat yang
disediakan. Jangan gunakan ACE-Inhibitor dan ARB bersama-sama
pada satu pasien yang sama. Jika target tekanan darah tidak bisa
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 63
tercapai menggunakan obat pada rekomendasi 6 akibat kontraindikasi
atau kebutuhan untuk menggunakan lebih dari 3 obat untuk mencapai
target tekanan darah, obat anti-hipertensi dari golongan lain dapat
digunakan. Rujukan pada spesialis dapat diindikasikan pada pasien
yang target TD nya tidak dapat dicapai dengan strategi diatas atau
untuk manajemen pasien yang kompleks membutuhkan konsultasi
klinis tambahan.
Adapun obat-obatan yang direkomendasikan yaitu :
1. Golongan Diuretik:
Thiazid (HCT)
Obat : Hidroklortiazid 12,5 mg
Boros Kalium (Loop Diuretic)
Obat : Furosemid 40 mg
Hemat Kalium
Obat : Spironolakton 25 ; 100 mg
Kelebihan : Obat–obat ini menjadi pilihan utama untuk terapi anti
hipertensi (terutama penderita usia lanjut).
Kelemahan : Obat ini dapat menyebabkan hipokalemia, hiponatremia,
hiperurisemia dan kelemahan otot.
2.Golongan ACE Inhibitor (Angiotensin Converting Enzim)
Kaptopril12,5;25mg(2xsehari)
Lisinopril5;10mg(2xsehari)
Perindopril4mg(2xsehari)
Silazapril2,5mg(2xsehari)
Ramipril5mg/tablet(2xsehari)
Kelebihan : Obat ini efektif pada penderita hipertensi yang lebih muda
dan hipertensi dengan gagal jantung.
Kelemahan : Batuk kering, rash leukopeni, kebas pengecapan
(disgeusia), angiodema, hiperkalemia)
Mekanisme Kerja : menghambat Angiotensin Converting Enzym.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 64
3.GolonganARB II (AngiotensinReseptorBloker) II
Losartan50 mg (1 x sehari)
Valsartan80 mg (1 x sehari)
Candesartan8 mg (1 x sehari)
Telmisartan40 mg ( 1 x sehari)
Kelebihan : Obat ini efektif untuk menurunkan tensi dan efek
aditifnya ringan daripada ACE Inhibitor.
Kelemahan : Obat ini menyebabkan sakit kepala, lemas, pusing dan
mual.
Mekanismekerja: menghambat kerja Angiotensin receptor Blocker.
4.Golongan Antagonis Kalsium
Verapamil40, 80 mg (Cardiover, 2x sehari)
Amlodipin5, 10 mg (Amloten, 1x sehari)
Diltiazem60 mg ( herbesser, 2-3 x sehari)
Nifedipin5, 10 mg (Adalat, 1 x sehari)
Kelebihan : Obat ini efektif untuk hipertensi, dapat dikombinasi (hati-
hati) dengan beta bloker dan tidak ada efek samping metabolic pada
lipid, karbohidrat & asam urat.
Kelemahan : Obat ini menyebabkan konstipasi, pusing, sakit kepala,
rasa panas dimuka (flushing), dan edema perifer. Nifedipin
menyebabkan meningkatnya infark jantung dalam dosis tinggi
5.Golongan Beta 1 Bloker
Propanolol 10 mg ( 2 x sehari)
Atenolol 50 mg ( 2 x sehari)
Bisoprolol 5 mg (1-2 x sehari, ½-1 tablet)
Kelebihan : Efektif digunakan untuk penderita hipertensi usia muda
yang disertai takikardia.
Kelemahan : Obat ini tidak dianjurkan pada pasien asma bronkial,
hati-hati penggunaan pada pasien diabetes mellitus dan pasien usia
lanjut.
Mekanismekerja: Menghambat reseptor β1pada jantung.
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 65
6.Golongan agoni sα2
Klonidin0,15 mg (2 x sehari, ½ tablet)
Kelebihan : Obat hipertensi ini bekerja sentral dimana aman
digunakan untuk pasien asma, gagal jantung serta dapat dikombinasi
dengan golongan diuretik.
Kelemahan : Obat ini menyebabkan mulut kering, sedasi, sakit kepala
dan pusing, susah tidur, dan depresi.
7.Golongan senyawa pengambat enzim pembentuk NE
Metildopa, digunakan untuk ibu hamil
8.Penghambat reseptor α1 (pembuluh darah)
Prazosin, doxazosin
15. Bagaimana komplikasi pada kasus ini?
Jawab:
Gangguan lapangan pandang pada perdarahan occipitalis
Perdarahn ulang (rekurens)
Vasospasme, penyempitan saluran pembuluh akibat kontraksi yang
terjadi pada arteri
Edema otak, cairan dari darah merembes masuk ke jaringan sekitar otak
Hidrosefalus
Kelemahan/paralisis pada kerusakan kortek motorik di lobus frontalis
Kecacatan
Kematian. (Junaidi, 2012)
1) Komplikasi Akut:
a. Kenaikan Tekanan Darah
b. Kadar gula darah meningkat
c. Gangguan jantung
d. Gangguan respirasi
e. Infeksi dan sepsis
f. Cairan elektrolit dan asam basa
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 66
g. Ulcer stress
2) Komplikasi Kronik:
a. Akibat tirah baring lama di tempat tidur bisa terjadi pneumonia,
dekubitus, inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.
b. Rekuensi stroke
c. Gangguan sosial ekonomi
d. Gangguan psikologi
e. Koma
f. Kematian. (Sudoyo, 2009)
16. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Jawab:
a. Sekitar 30%-40% penderita stroke dapat disembuhkan dengan perbaikan
sempurna atau cacat sisa minimal bila ditangani dalam jangka waktu 6
jam atau kurang dari itu.-Dilihat dari tingkat kesadaran akibat stroke
haemoragik : (1) sadar 16 % meninggal (2) somnolen 39 % mati (3) yang
stupor 71 %(4) koma, maka 100 % meninggal.
b. Dilihat dari jenis kelamin dan usia, laki – laki lebih banyak 61% yang
meninggal dari perempuan 41 % dan usia 70 tahun atau lebih angka
kematian meningkat tajam.
c. Di lihat dari prognosis fungsional stroke (1) 75 % mampu merawat diri
secara mandiri dengan bantuan minimal (2) 75 % mampu melakukan
ambulasi baik dengan atau tanpa alat bantu secara mandiri (3) hampir
semuanya mengendalikan BAB dan BAK (4) hanya 10 % mengalami
disabilitas/”bed ridden”.
d. Dilihat dari status keluaran rumah sakit menurut Misbach pada tahun
1990 yang dikutip oleh Soetedjo pada tahun 2003 (1). Hidup membaik :
59,9% (2) Mati : 23,3% (3) Hidup tak membaik : 1,6 % (4) Hidup
Memburuk : 4,3 % (5) Hidup status tidak tercatat : 5,1 % (6) Tidak
diketahui : 9,7 %. (Feigin, 2006)
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 67
Prognosis adalah dubia, tergantung luas dan letak lesi. Untuk stroke
hemorrhagic sebagian besar dubia ad malam.
17. Bagaimana kompetensi dokter umum pada kasus ini?
Jawab:
3B. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan – pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X–ray). Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (kasus gawat darurat). (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012)
18. Bagaimana pandangan Islam pada kasus ini?
Jawab:
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(Qs Ali Imran: 134).
2.5. Kesimpulan
Tn. Amir, 54 tahun menderita stroke hemoragik et causa hipertensi kronik.
2.6. Kerangka Konsep
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 68
Elastisitas dinding arteri menurun
Kerja saraf simpatis meningkat
Degeneratif Faktor resiko hipertensi
Terus menerus
DAFTAR PUSTAKA
Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2007. Gambaran Umum tentang
Gangguan Peredaran Darah Otak Dalam: Kapita Selekta Neurology editor
Harsono. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 69
Hipertensi kronik
Kerja jantung meningkat
Cardiomegali
Penurunan kesadaran
Bickley. 2011 . Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta:
EGC
Feigin, V, 2006. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan Dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Guyton, H. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Saunders
Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
Harryanto, R. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
Ikatan Ahli Bedah Indonesia. 2004. Advanced Trauma Life Support for Doctors.
Jakarta: Komisi Trauma IKABI
James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler J, et al.
2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood
Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8) [published online December
18, 2013]. Journal American Medical Association. 2013 [Diakses
pada tanggal 23 Desember 2014]
Junaidi Iskandar. 2012. Stroke Waspadai Ancamannya . Yogyakarta: Andi
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Mahar Mardjono, Priguna Sidharta. 1999. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat
Martono, Hadi., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing
PERDOSSI. 2007. Pedoman Penatalaksanaan Stroke. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 70
Richard S. Snell. 2006. Anatomi Klinik. Jakarta: EGC
Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian
Rakyat
Silbernagl, S. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC
Sudoyo, Aru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Zieve. 2010. Transient Ischemic Attack, A.D.A.M., Inc. [Diakses pada 24
Desember 2014, Tersedia di http://www.ncbi.nlm.nih.gov /pubmedhealth/
PMH0001743]
Laporan Tutorial Skenario A Blok X 71
Recommended