Upload
fnd-mohamad
View
275
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Modul anak dengan gangguan bahasa
Citation preview
MODUL 2
ANAK DENGAN GANGGUAN BAHASA
ANAK YANG GAGAP
A. Pengertian
Dalam buku Diagnostic and Statistical Manual – IV – TR atau DSM – IV
– TR, istilah gagap atau Stuttering digolongkan ke dalam kategori diagnosa
gangguan komunikasi. Penelitian para ahli menemukan bahwa 1% penduduk
dunia menderita stuttering tanpa melihat latar belakang budaya.
Kemunculan gagap sebagai gangguan komunikasi ditandai oleh
beberapa hal berikut ini :
1. Gangguan dalam kelancaran dan pola waktu berbicara.
2. Gangguan dalam kelancaran ini mempengaruhi pencapaian kemampuan
akademis atau keterampilan lainnya.
3. Jika disertai dengan keterlambatan gangguan motoris atau sensoris saat
berbicara, maka kesulitan bicara tersebut merupakan dampak sertaan yang
berhubungan dengan masalah.
B. Penyebaran (Prevalence)
Gagap muncul secara bertahap antara usia 2 – 7 tahun. Munculnya gagap
pada anak adalah 3% dari populasi, dengan kemungkinan muncul pada anak
laki-laki 3 (tiga) kali lebih besar dibandingkan kemungkinan terjadi pada anak
perempuan (Craing Han Cock, Tran, Craig & Peters; dalam Mash & Wolfe,
2005).
C. Penyebab Gagap
Pandangan yang paling luas berkembang adalah bahwa gagap muncul
disebabkan oleh adanya masalah emosional yang berkepanjangan atau
kecemasan hebat yang dialami oleh seorang anak.
Faktor genetis juga memiliki peran yang sangat kuat dalam etiologi
(penyebab munculnya) gagap. Penyebab munculnya gagap disebabkan oleh
pengaruh lingkungan (Andrews, Morris – Yates, Howie & Martin, 1991).
Adapun faktor keturunan memberikan kontribusi paling besar dalam
munculnya gagap adalah karena adanya perkembangan yang abnormal yang
berhubungan dengan pusat bahasa di otak, yaitu pada hemisphere kiri. Sumber
kelainan bersifat biologis menerangkan terjadinya gagap menampilkan
gambaran klinis yang luas, seperti kehilangan spontanitas dan masalah harga
diri (self esteem).
D. Penanganan Anak yang Mengalami Gagap
Penanganan atau terapi yang dilakukan sangat tergantung pada tingkat
usia individu yang menderita gagap. Ketika anak diketahui menderita gagap,
salah satu masalah yang membuat orang tua dan terapis paling frustasi adalah
apakah memberi dampak positif (intervention) atau justru mengganggu
(interference) proses penyembuhan anak.
Treatmen (ancaman) psikologis yang paling dikenal luas adalah
mengajarkan pada orang tua cara berbicara secara perlahan-lahan dengan baik,
mengajarkan kalimat-kalimat pendek dan sederhana, secara bertahap atau
mengurangi tekanan (tension) yang dirasakan anak saat bicara (Smits –
Bandstra & Yovetich, 2003).
ANAK YANG MENGALAMI GANGGUAN BAHASA
EKSPRESIF DAN RESPEKTIF
A. Pengertian
Gangguan bahasa ekspresif (ungkapan), yaitu suatu gangguan yang
terjadi saat seseorang menjalani komunikasi yang ditandai dengan
ketidakmampuan (deficit) dalam mengungkapkan perasaan atau ide-idenya,
meskipun pemahaman bicaranya normal (tidak mengalami gangguan).
Perkembangan bahasa anak sesungguhnya mengikuti rangkaian tahapan yang
spesifik, meskipun kecepatan penguasaan dari setiap tahapan berbeda-beda
pada setiap anak.
Anak dengan gangguan bahasa ekspresif digolongkan dalam kategori
keterbelakangan mental (Mental Retardation) atau gangguan perkembangan
prevasive (prevasive development disorder), yang salah satu cirinya adalah
mengalami ketidakmampuan dalam bicara dan bahasa. Seorang anak
dikatakan mengalami gangguan dalam bahasa ekspreif bila terdapat jarak
(discrepancy) antara apa yang dimengerti oleh anak (bahasa reseptif) dengan
apa yang ingin mereka katakan (bahasa ekspresif).
Gangguan bahasa ekspresif dapat mempengaruhi keterampilan pra
akademik atau akademik, atau kemampuan berkomunikasi dalam kehidupan
sosial sehari-hari apabila gangguan ini cukup parah (severe). Gangguan
bahasa ekspresif harus dibedakan dengan gangguan lain yang saling
berdekatan, yaitu gangguan berbahasa reseptif. Penderita gangguan ini
mengalami kesulitan memahami bagian tertentu dari kata-kata atau
pernyataan-pernyataan, misalnya kalimat atau pernyataan yang berbentuk
“jika … maka …”.
B. Penyebaran (Prevalance) Gangguan Bahasa Ekspresif dan Respektif
Penderita gangguan komunikasi yang dialami oleh anak laki-laki
sebanyak 8% dalam hal ini hanya berbeda sedikit dengan anak perempuan
yang sebesar 6%.
Hal ini terjadi karena anak laki-laki yang menderita gangguan
komunikasi, biasanya disertai pula dengan masalah perilaku, sehingga mereka
lebih sering dirujuk kepada ahli dan kemudian lebih sering didiagnosa sebagai
seseorang yang mengalami gangguan komunikasi dalam belajar dibandingkan
dengan anak perempuan (Vellution, dkk. 2004). Meskipun masalah bahasa
biasanya akan berkurang atau bahkan menghilang dengan berlalunya waktu,
namun secara rata-rata anak dengan gangguan komunikasi mengalami
masalah pada tingkah laku.
C. Penyebab Gangguan Bahasa Ekspresif dan Respektif
Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan komunikasi antara lain
adalah faktor genetik, fungsi otak, infeksi telinga dan lingkungan rumah yang
beresiko.
D. Penanganan Anak yang Mengalami Gangguan Bahasa Ekspresif dan
Respektif
Gangguan bahasa ekspresif dan komunikasi lainnya yang sejenis
merupakan gangguan yang dapat dikoreksi oleh anak secara mandiri bersama
dengan berjalannya waktu pada usia sekitar 6 tahun, tanpa memerlukan
intervensi atau penanganan khusus. Meskipun demikian, orang tua dianjurkan
untuk mencari pertolongan dalam rangka memahami keterlambatan bicara
anak dan untuk memastikan bahwa mereka telah melakukan semua yang
mungkin dapat dilakukan dalam menstimulasi perkembangan bahasa anak.
MODUL 3
ANAK DENGAN PERILAKU INSECURE 1
(Penakut, Rendah Diri dan Pemalu)
ANAK YANG PENAKUT
A. Pengertian
Takut adalah emosi yang kuat dan tidak menyenangkan yang disebabkan
oleh kesadaran atau antisipasi akan adanya suatu bahaya (Schaefer &
Millman, 1981). Rasa takut dipelajari, tetapi ada pula ketakutan yang bersifat
instinktual. Terdapat 3 (tiga) faktor yang diidentifikasi sebagai sumber takut
pada masa kanak-kanak (Schaefer & Millman, 1981), diantaranya :
1. Luka fisik seperti racun, operasi, perang dan lain-lain.
2. Badai seperti kejadian alam, keadaan gelap dan lain-lain.
3. Stress psikis seperti ujian yang akan dihadapi dan lain-lain.
Ketakutan sangat umum terjadi pada usia 2 – 6 tahun. Ketakutan akan
berkurang pada usia 5 tahun dan hilang pada usia antara 9 tahun. Secara
fisiologis, aliran adrenalin menyiapkan tubuh untuk mengambil tindakan
berupa perilaku menghadapi objek yang ditakuti atau sebaliknya, lari.
B. Karakteristik
Menurut Suran & Rizzo (1979), ketakutan dapat membantu anak
menghindari situasi kompetitif. Ketakutan juga dapat mengganggu hubungan
anak dengan teman sebayanya.
C. Penanganan
Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi
anak yang penakut :
1. Bermain
2. Menunjukkan empati dan dukungan
3. Mengekspos situasi yang menakutkan kepada anak
4. Menjadi model
5. Memberi reward (penghargaan) terhadap keberanian
ANAK YANG RENDAH DIRI
A. Pengertian
Perasaan rendah diri sendiri berkaitan dengan konsep harga diri (self
esteem). Self esteem tidak hanya meliputi penilaian anak tentang kemampuan
kognitifnya, tetapi juga merupakan reaksi afektif mereka (rasa bangga, malu
dan sebagainya) terhadap evaluasi diri yang mereka buat.
Anak yang rendah diri adalah anak yang memberi penilaian yang rendah
terhadap dirinya, termasuk pada kompetensi-kompetensi yang dimilikinya.
B. Karakteristik
Anak yang rendah diri tidak optimis terhadap hasil dari usaha mereka.
Frustasi dan rasa marah kurang dapat dikendalikan dan pada gilirannya sering
menghasilkan perilaku balas dendam terhadap orang lain atau dirinya sendiri.
Anak-anak yang merasa gagal sering merasa bahwa reward
(penghargaan) yang mereka terima disebabkan oleh keberuntungan dan
adanya kesempatan. Perasaan bahwa reward yang diterima disebabkan oleh
karakteristik dan tingkah lakunya sendiri mengarah pada apa yang disebut
sebagai “internal locus of controll”. Perasaan internal ini biasanya meningkat
dengan bertambahnya usia dan prestasi seseorang.
C. Penanganan
Ada sejumlah hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi rasa rendah diri
pada seorang anak, di antaranya :
1. Meningkatkan pemahaman diri
2. Mendukung kompetensi dan kemandirian anak
3. Menyediakan kehangatan dan penerimaan
4. Fokus pada hal-hal positif yang dapat dilakukan oleh seorang anak
5. Menyediakan pengalaman yang konstruktif (membangun)
6. Meningkatkan rasa percaya diri
7. Memberikan reward (penghargaan)
ANAK YANG PEMALU
A. Pengertian
Anak yang pemalu adalah anak yang bereaksi secara negatif terhadap
stimulus baru serta menarik diri terhadap stimulus tersebut. Karakteristik dari
anak yang pemalu adalah sering menghindari orang lain dan biasanya mudah
merasa takut, curiga, hati-hati dan ragu-ragu untuk melakukan sesuatu serta
kurang memiliki keterampilan sosial.
B. Penanganan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk membantu anak yang memiliki sifat
pemalu, di antaranya adalah :
1. Mendukung dan memberi reward terhadap sosialisasi yang dilakukan oleh
seorang anak.
2. Mendukung kepercayaan diri dan sikap yang wajar
3. Menyediakan suasana yang hangat dan penuh penerimaan
4. Melatih keterampilan sosial pada anak
5. Menyediakan agen sosialisasi untuk anak
6. Membuat kegiatan yang merangsang anak untuk berinteraksi
MODUL 4
ANAK DENGAN PERILAKU INSECURE 2
(Pencemas)
ANAK YANG PENCEMAS
A. Pengertian
Kecemasan merupakan ketakutan akan hal-hal yang akan dialami di
masa depan dan keadaan tersebut mempengaruhi individu dalam berbagai area
fungsional.
Kecemasan memiliki 3 (tiga) komponen dasar, yaitu :
1. Keadaan subjektif, yang berkaitan dengan ketegangan, ketakutan dan
perasaan tidak mampu untuk mengatasi (coping).
2. Respon tingkah laku, seperti menghindar dari situasi yang menimbulkan
ketakutan, tergantungnya fungsi bicara, motorik dan unjuk kerja pada
tugas-tugas kognitif yang kompleks.
3. Respon fisiologis, yang meliputi ketegangan otot, peningkatan detak
jantung, tekanan darah dan kecepatan pernapasan, mulut menjadi kering,
mual, diare dan pusing.
Derajat kecemasan yang tinggi terjadi pada usia 2 dan 6 tahun.
Kecemasan baru menjadi sumber perhatian klinis jika hal itu telah mencapai
tingkat yang intens, yang mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari.
B. Karakteristik
Konsep diri dari anak pencemas tergolong buruk, mereka memiliki
ketergantungan yang lebih besar pada orang dewasa. Anak yang memiliki
tingkat kecemasan yang tinggi, secara menyolok memiliki skor yang lebih
rendah pada tes-tes prestasi dan inteligensi.
C. Penanganan
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam penanganan menghadapi
anak didik yang mengalami kecemasan berlebihan, yaitu :
1. Menerima anak dan menenangkan hatinya
2. Menggunakan bermacam-macam strategi
3. Mendorong anak untuk mengekspresikan perasaannya
4. Meningkatkan pemahaman dan pemecahan masalah
5. Meminta bantuan kepada profesional
MACAM-MACAM GANGGUANG KECEMASAN
A. Fobia
Reaksi fobia merupakan ketakutan yang intens dan tidak rasional
terhadap objek atau kejadian tertentu, ketakutan bersifat mengganggu dan
objek atau peristiwa yang ditakuti relatif juga tidak berbahaya.
Ada bermacam-macam bentuk fobia, di antaranya yang paling umum
adalah agoraphobia, claustrophobia dan acrophobia. Fobia berbeda dari
ketakutan berdasarkan intensitasnya, sifatnya maladatif dan terus menerus.
Salah satu ketakutan yang umum terjadi pada anak adalah ketakutan terhadap
situasi sosial, seperti sekolah.
Penyebab dari phobia masih belum diketahui secara pasti atau masih
menjadi misteri. Salah satu bentuk penanganan yang dapat dilakukan adalah
dengan modelling. Anak mengamati bagaimana cara berinteraksi secara
adaptif dengan objek yang ditakutinya. Dan yang paling efektif adalah dengan
objek participatory modelling, artinya anak bergabung dengan model untuk
mendekati objek yang ditakuti secara perlahan, setelah mengamati periode
mengamati (observation).
B. Fobia Sekolah
Fobia sekolah atau disebut juga penolakan untuk sekolah (school
refusal), didefinisikan sebagai ketakutan yang irasional terhadap beberapa
aspek dari situasi sekolah yang disertai dengan simptom-simptom fisiologis
dari kecemasan dan kepanikan apabila anak ditinggalkan serta menyebabkan
ketidaksanggupan untuk pergi ke sekolah.
Penanganan terhadap anak-anak fobia sekolah seharusnya disesuaikan
dengan ketakutan yang dialami anak. Dapat juga ditangani dengan cara
menghadirkan secara perlahan-lahan objek yang ditakutinya.
C. Gangguan Kecemasan akan Perpisahan
Gangguan ini terjadi pada periode toddler, namun untuk alasan yang
tidak diketahui, kepanikan terhadap perpisahan dapat terjadi lagi pada periode
pra sekolah hingga masa remaja. Karakteristik inti dari gangguan kecemasan
akan perpisahan adalah adanya kecemasan berlebihan terhadap perpisahan
dari orang, biasanya orang tua, dengan siapa anak merasa nyaman dan lekat.
Simpton yang lain meliputi kekuatiran yang tidak realistis dan terus-menerus
tentang bahaya yang mungkin akan menimpa orang tersebut, misalnya
ketakutan ibunya akan celaka.
D. Gangguan Kecemasan yang Berlebihan
Gangguan ini dikarakteristikkan dengan kekuatiran dan ketakutan yang
berlebihan dan tidak realistis selama periode waktu 6 bulan atau lebih. Yang
menjadi karakteristik dari gangguan ini adalah adanya penilaian terhadap
kesadaran diri, keluhan somatis (misalnya, sakit perut) yang tidak memiliki
dasar fisiologis, perasaan tegang dan kebutuhan akan ketenangan hati.
Gangguan kecemasan yang berlebihan akan ditentukan pada 2 – 4 %
populasi. Bukti yang berkaitan dengan penyebab dari gangguan ini masih
kontradiktif.
Penanganan terhadap anak-anak yang mengalami gangguan ini
dilakukan dengan menggunakan kombinasi dari pendekatan kognitif – tingkah
laku, yang meliputi modelling, bermain peran dan pelatihan relaksasi.
E. Gangguan Obsesif – Kampulsif
Obsesi adalah pemikiran atau bayangan yang tidak dapat dicegah dan
terus ada dalam kesadaran seseorang sekalipun ia memandang hal itu sebagai
sesuatu yang tidak menyenangkan dan ingin menghindarinya.
Adapun kompulsif / kompulsi adalah tindakan stereotipi yang
mendorong seseorang untuk mengulanginya lagi dan lagi, meskipun ia tidak
ingin melakukan hal itu.
Anak yang memiliki gangguan obsesif – kompulsif cenderung memiliki
inteligensi di atas rata-rata, memiliki pandangan moral yang kaku disertai
dengan perasaan bersalah, serta mempunyai kehidupan fantasi yang aktif.
Penyebab gangguan obsesif – kompulsif tetap masih menjadi sebuah
misteri, namun demikian studi akhir-akhir ini menemukan bahwa komponen
genetik berkaitan dengan gangguan ini. Intervensi tingkah laku dalam
pencegahan respons (response prevention), yaitu mencegah timbulnya tingkah
laku ritualistik, dilaporkan cukup berhasil untuk menangani anak dengan
gangguan obsesif – kompulsif. Penanganan yang bersifat medis dapat pula
diberikan oleh dokter untuk membantu anak yang mengalami gangguan
obsesif – kompulsif.
PENANGANAN
ANAK BERKELAINAN
Disusun oleh :Nama : AI RAHMAWATINIM : 813236464
UNIVERSITAS TERBUKAUPBJJ SERANGPANDEGLANG
METODE
PENGEMBANGAN SENI
Disusun oleh :Nama : AI RAHMAWATINIM : 813236464
UNIVERSITAS TERBUKAUPBJJ SERANGPANDEGLANG