39
i STRATEGI MENGAJARKAN ANAK MENGENDALIKAN EMOSI DALAM KEGIATAN SOSIALISASI USIA TK TUGAS AKHIR Disusun Dalam Rangka Penyelesaian Studi Diploma II Untuk Memperolah Gelar Ahli Madya Disusun Oleh Nama : Diyah Rosa Wd. Nim : 1403204055 Program : D2 PGTK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PENDIDIKAN GURU TAMAN KANAK-KANAK 2006

gangguan pada anak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: gangguan pada anak

i

STRATEGI MENGAJARKAN ANAK MENGENDALIKAN EMOSI DALAM KEGIATAN SOSIALISASI USIA TK

TUGAS AKHIR

Disusun Dalam Rangka Penyelesaian Studi Diploma II Untuk Memperolah Gelar Ahli Madya

Disusun Oleh Nama : Diyah Rosa Wd. Nim : 1403204055 Program : D2 PGTK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU TAMAN KANAK-KANAK 2006

Page 2: gangguan pada anak

ii

PENGESAHAN

Tugas akhir yang berjudul “Strategi Mengajar Anak Mengendalikan Emosi Dalam

Kegiatan Sosialisasi Usia TK”. Penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat

kelulusan pada program Diploma II Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Disahkan di Semarang pada :

Hari :

Tanggal :

Mengetahui : Ka. Prodi PGTK

Dra. S.S. Dewanti. H, M.Pd NIP : 131 413 200

Dosen Pembimbing

Wulan Adiarti. S,Pd NIP. 132 307 559

Dosen Penguji Yuli Kurniawati S, S.Psi NIP. 132 316 164

Page 3: gangguan pada anak

iii

MOTTO

- Kekuatan terbesar tidak di dapat dari kekuatan melainkan ketekunan.

- Jangan menyerah meskipun mengalami kegagalan berkali-kali.

- Masalah tidak diselesaikan dengan kekerasan melainkan dihadapi dengan

kesabaran.

PERSEMBAHAN

Tugas akhir ini penulis persembahkan untuk :

- Orang tua yang selalu saya hormati, kakak dan adik yang tersayang.

- Dosen pembimbing.

- Teman-teman seperjuangan D2 PGTK UNNES CABANG SEMARANG

TAHUN AJARAN 2004.

- Semua pihak yang terlibat, dan tidak mungkin penulis sebutkan satu

persatu.

- Pembaca yang budiman.

Page 4: gangguan pada anak

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah atas selesainya penyusunan Tugas Akhir ini, Penulis

memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan hidayahnya. Semoga susunan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca

khususnya orang tua dan guru taman kanak-kanak, walaupun hanya dalam bentuk

yang sangat sederhana. Sebagai calon dan guru taman kanak-kanak perlu

memahami strategi mengendalikan emosi anak dalam bersosialisasi, karena

penting untuk mengetahui perkembagan seorang anak, khususnya anak yang

Anxiety Prone children (anak yang memiliki kecenderungan mudah cemas).

Dalam penulisan Tugas Akhir ini memuat hal-hal secara alamiah dan

praktis mengenai strategi mengendalikan emosi anak dalam bersosialisasi usia TK

yaitu mengenai beraneka ragam sifat-sifat anak, pola asuh orang tua yang

diterapkan. Semoga dengan susunan penulisan tugas akhir ini dapat menunjang

dan membantu untuk mencapai keberhasilan program kegiatan belajar mengajar di

taman kanak-kanak, rumah dan di masyarakat.

Tersusunnya Tugas Akhir ini berkat adanya bimbingan, bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Drs. Siswanto Sebagai Dekan FIP UNNES.

2. Dra. Sri .S. Dewanti Wulan Adiarti S.Pd.

Page 5: gangguan pada anak

v

3. Dosen Pembimbing Wulan Adiarti .S.Pd.

4. Kedua orang tua yang selalu membimbing dan mendo’akan.

Terima kasih.

Semarang, Juli 2006

Penulis

Page 6: gangguan pada anak

vi

i

ii

iii

iv

vi

1

3

4

5

5

7

8

10

DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................................

Halaman Pengesahan ...........................................................................................

Motto dan Persembahan ......................................................................................

Kata Pengantar .....................................................................................................

Daftar Isi ..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang ....................................................................................

I.2 Perumusan Masalah ............................................................................

I.3 Pembahasan Masalah ..........................................................................

I.4 Tujuan Peneletian ...............................................................................

I.5 Manfaat Peneletian .............................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Pengendalian Emosi

1. Pengertian Pengendalian Emosi .......................................................

2. Ciri Khas Emosi Anak .....................................................................

3. Mengenal Gangguan Emosi Anak ...................................................

B. Hakikat Perkembangan Sosial

1. Teori Belajar Sosial ......................................................................... 15

2. Dasar Bagi Perilaku Sosial .............................................................. 17

Page 7: gangguan pada anak

vii

C. Perkembangan Emosi dan Sosial Anak Usia TK

1. Kondisi yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi ...................... 19

2. Sosialisasi Pada Masa Kanak-kanak Awal ...................................... 20

BAB III METODE DAN SISTEMATIKA PENULISAN

A. Metode Penulisan ............................................................................... 23

B. Sistematika Penulisan ......................................................................... 23

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH

A. Strategi Pengendalian Gangguan Emosi Dalam Bersosialisasi .......... 25

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 31

B. Saran .................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33

Page 8: gangguan pada anak

viii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebanyakan anak didik di taman kanak-kanak sangat susah dan sulit untuk

mengendalikan diri, dominan anak dikuasai oleh emosi yang tinggi dan

kurang stabil. Hal itu kurang baik untuk perkembangan dan bekal

bersosialisasi anak, kita sebagai orang dewasa berkewajiban mendidik dan

memberi pengarahan yang baik untuk mempersiapakan generasi muda dan

penerus bangsa yang handal. Maka dari itu seorang guru harus dapat

merangsang bagaimana caranya atau strategi yang cocok diberikan untuk

perkembangan emosi anak, itu harus di rancang sebelumnya.

Sejumlah kegiatan dan permainan juga dapat meningkatkan ketrampilan

emosional dan ketrampilan anak, oleh karena itu guru beserta orang tua

dapat memberikannya dengan memperhitungkan kebaikannya terhadap diri

anak. Kegiatan-kegiatan yang diberikan dapat juga membatu anak-anak

dalam mecahkan kesulitan belajar selama lebih dari dua puluh tahun.

Dengan kegiatan anak dapat memperoleh manfaat dari ketrampilan

emosional yang mereka pelajari, tidak hanya anak-anak yang di tangani

karena mempunyai masalah tertentu, tetapi semua anak diberikan dan

diperlakukan kegiatan yang sama.

Page 9: gangguan pada anak

ix

Ada pandangan yang beranggapan bahwa mempunyai emosi tinggi

setidak-tidaknya sama pentingnya dengan mempunyai intelegensi tinggi.

Penelitian demi penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak dengan

ketrampilan emosional lebih bahagia, lebih percaya diri, dan lebih sukses di

sekolah. Ketrampilan-ketrampilan yang diberikan oleh guru, orang tua, dan

masyarakat (pengalaman) menjadi fondasi bagi anak-anak untuk menjadi

orang dewasa yang bertanggung jawab, peduli kepada orang lain, dan

produktif. Dan yang terpenting dengan pengendalian emosi bagi anak adalah

anak sanggup menatap dan menghadapi segala masalah di era globalisasi di

masa dewasanya yang sudah menunggu.

Semua perkembangan emosi anak sudah diramalkan dan dipersiapkan

dengan pola-pola tertentu, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan apa yang

diinginkan. Anak memang sudah dibekali dengan hal-hal yang positif,

kegiatan-kegiatan yang meningkatkan dan mengarah kepada ketrampilan

emosi anak tetapi semua berbalik arah. Memang mula-mula anak mengikuti

semua yang diberikan tetapi lama kelamaan anak memberontak, merasa

dirinya di kekang, dibatasi semua kegiatan dan rasa keingintahuannya,

sehingga anak memberontak yang disertai dengan memuncaknya emosi dan

menghentikan kegiatan yang telah diberikan.

Memang dengan mengatasi dan memberikan bimbingan kepada anak

sangat susah, karena anak kurang dapat memahami suatu kejadian dan

peristiwa. Anak selalu memaksakan keinginannya tanpa memikirkan apa

yang akan terjadi pada orang lain, yang terpenting hanya tercapai semua

Page 10: gangguan pada anak

x

keinginan itu akan membuat anak meresa menang dan senang. Ini sudah

terjadi pada setiap anak di setiap keluarga, jika dibiarkan berlangsung lama

maka anak-anak tidak dapat diandalkan oleh bangsa, karena sudah dikuasai

oleh emosinya. Emosi yang sudah menguasai anak maka sulit untuk anak

merubahnya, mungkin saja emosi itu akan di bawa sampai dewasa nanti.

Kebanyakan anak di TK masih menggunakan kekuatan dan emosi dalam

menghadapi suatu masalah dalam bersosialisasi, misal anak memukul,

menendang, menggigit, melempar benda, dan lainnya. Anak tidak mau

menyelesaikannya dengan kepala dingin dan tangan terbuka, karena anak

merasa kalah apabila mengalah dan diam saja, dan itu akan membuat anak

meresa dipermalukan di depan teman-temannya. Guru dan orang tualah

yang mengawasi serta mengingatkan apabila melihat kejadian-kejadian yang

menyimpang jalur perkembangan emosi anak dan memberikan arahan-

arahan yang positif, serta memberikan stimulasi yang tidak bertentangan

dengan orang lain. Maka guru dan orang tua harus tepat dalam memberikan

pelajaran agar tidak terjadi seperti apa yang tidak diinginkan pada anak.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis akan merumuskan beberapa

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi mengendalikan emosi anak dalam sosialisasi usia

TK?

Page 11: gangguan pada anak

xi

2. Bagaimana perkembangan anak terjadi?

3. Cara orang tua, guru, dan masyarakat mengenai gangguan emosi pada

anak?

4. Bagaiman pola asuh yang baik dan tepat untuk anak?

5. Hakikat teori belajar sosialisasi yang diterapkan pada anak?

6. Bagaimana strategi mengendalikan gangguan emosi dalam sosialisasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Bagaimana anak-anak memandang peran meraka dalam kehidupan dan

posisi mereka dalam kelompok sosial dipengaruhi oleh emosi yang ada pada

mereka seperti malu, takut, agresif, ingin tahu akan bahagia. Orang dewasa

menilai anak dari cara anak mengekspresikan emosi dan apa saja emosi

yang dominan. Perilaku orang dewasa yang didasarkan atas penilaian

tersebut merupakan dasar bagi anak untuk melakukan penilaian diri.

Pola emosi anak umum yang tahapan yang diramalkan, reaksi ledakan

amarah (temper tantrums) mencapai puncaknya pada usia antara 2 sampai 4

tahun dan kemudian di ganti dengan pola ekspresi kemarah yang lebih

matang, seperti cemberut dan sikap bengal. Dengan meningkatnya usia

anak, reaksi emosional anak menjadi berkurang menyebar, kurang

sembarangan dan lebih dapat berhati-hati serta membedakan. Perkembangan

kelenjar endokrin pentign untuk mematangkan perilaku emosional, kelenjar

endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional, kelenjar itu akan

Page 12: gangguan pada anak

xii

membesar pesat saat anak lahir sampai anak berusia 5 tahun, pembesarannya

melambat pada usia 5 sampai 11 tahun, dan membesar lebih pesat lagi

sampai anak berusia 16 tahun, dan pada usia16 tahun kelenjar tersebut

mencapai kembali ukuran semula seperti pada saat anak lahir, ini sangat

peting terhadap keadaan emosional pada masa kanak-kanak.

1.4 Tujuan Penelitian

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis ingin mengetahui hal-hal

sebagai berikut:

1. Perkembangan emosi anak.

2. Pola asuh orang tua.

3. mengenal gangguan emosi pada anak.

4. Hakikat teori belajar sosialisasi.

5. strategi mengendalikan gangguan emosi dalam sosialisasi.

Page 13: gangguan pada anak

xiii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Pengendalian Emosi

1. Pengertian Pengendalian Emosi

Pada saat anak memasuki TK, TK dapat menjelma taman bermain

yang teramat indah, bagi si anak, tetapi bisa juga bermakna suatu penjara

bagi si anak. Tergantung bagaimana orang tua mempersiapkannya. Anak

yang pemalas, anak yang suka ngambek, mudah marah, gampang

menangis dan mudah putus asa, ini memang sifat dasar yang dimiliki anak

itu sendiri. Menurut Direktur (Edutranco Training and consultant), (Hepi

Andi, 2003 : h. 121), sebenarnya watak dasar tersebut sangat dimaklumi

karena anak-anak yang selama ini berada dekat dengan orang tuanya harus

berpisah sementara maka kecemasan, khawatir dan takut tentu akan

mereka alami.

Sigmund Freud (Emotional Intelligence, 1997 : h. 291)

menyatakan bahwa belajar mengendalikan emosi merupakan tanda

perkembangan kepribadian yang menentukan apakah seseorang sudah

beradab. Freud percaya bahwa kepribadian seorang anak yang sedang

tumbuh di bentuk oleh dua faktor kekuatan besar, pertama untuk mencari

kesenangan, kedua untuk berusaha menghindari rasa sedih dan rasa tidak

nyaman. Makin tinggi kesadaran seorang anak dan makin mampu anak

Page 14: gangguan pada anak

xiv

menimbang berbagai pilihan, makin besar kemungkinan sukses yang akan

diperolehnya dalam mencapai sarana melalui kompromi.

Dari definisi atau teori di atas dapat di ketahui bahwa belajar

mengendalikan emosi mempunyai makna penting bagi perkembangan

anak usia TK karena melalui mengendalikan emosi anak akan

memperlihatkan sifatnya melalui tingkah laku yang nampak, dengan

tingkah laku itu akan terlihat apakah anak sudah beradab (baik) atau

belum. Tingkah laku itu ditunjukkan anak untuk mencari kesenangan,

kepuasan dan menghindari hal-hal yang di rasa tidak nyaman. Makin

dapat mengendalikan emosi anak akan lebih mudah di terima orang-orang

disekitarnya.

2. Ciri khas emosi anak (Elizabeth B. Hurlock, 1978 : h. 214)

a. Emosi yang kuat

Anak yang bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap

situasi yang remeh maupun yang serius.

b. Emosi seringkali tampak

Anak seringkali memperlihatkan emosi mereka meningkat dan

mereka menjumpai bahwa ledakan emosional sengkali mengakibatkan

hukuman, mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang

membangkitkan emosi.

Page 15: gangguan pada anak

xv

c. Emosi bersifat sementara

Peralihan yang tepat pada anak kecil dari ketawa kemudian

menangis, dari marah ke tersenyum, dari cemburu ke sayang. Itu akibat

dari 3 faktor, emosi yang terpendam dikeluarkan dengan terus terang,

ketidak matangan kurang pemahaman terhadap situasi dan pengalaman

yang terbatas dan rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu

mudah dialihkan.

d. Reaksi mencerminkan individualitas

Semua anak yang baru lahir pola reaksinya sama secara bertahap

dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan. Misal tindakan

anak yang ketakutan akan berbeda-beda.

e. Emosi berubah kekutannya

Pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya,

sedangkan emosi lainnya yang tadi lemah berubah menjadi kuat. Ini

disebabkan oleh perubahan dorongan, perkembangan intelektual dan

perubahan minat dan nilai.

f. Emosi dapat di ketahui melalui gejala prilaku

Anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosinya secara

langsung, tetapi secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun,

menangis, kesukaran berbicara, tingkah yang gugup, menggit kuku dan

menghisap jempol. Sigmund Freud seorang tokoh psikologi mengatakan

bahwa setiap pola sikap menusia di bentuk dan di tentukan pada masa

Page 16: gangguan pada anak

xvi

kecil. Anne Roe juga tokoh psikologi mengatakan bahwa pengalaman

masa kanak-kanak mempengaruhi pola kebutuhan pada masa dewasa.

Kedua tanggapan tokoh di atas maka orang tua dan guru harus

peka terhadap tingkah laku anak, apakah ada anak yang menunjukan

gejala tingkah laku yang menyimpang dari yang diharapkan karena

gejala itu akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Pengalaman

yang salah maka akan membentuk kepribadian yang salah juga.

3. Mengenal ganguan emosi anak

Beberapa ahli yang menyamakan antara gangguan emosi dengan

gangguan perilaku, menurut model medis memandang bahwa gangguan emosi

dan mental adalah penyakit yang bersifat fisik. Kondisi medis melihat sebagai

bagian dari diagnosa secara menyeluruh dari seorang anak. Menurut Thomas

Szasz (Triyanto Pristiwaluyo, 2005) seorang dokter dan psikiater di dalam

bukunya “The Myth Of Mental Illness”, Ia mengatakan bahwa apa yang

secara khas dipertimbangkan sebagaimana gangguan emosi harus di lihat

bukan sebagai penyakit tetapi sebagai perilaku yang mencerminkan

permasalahan hidup dan komunikasi.

Menurut teori di atas memang gangguan emosi bukanlah suatu

penyakit, tetapi gangguan emosi adalah suatu luapan tekanan yang berasal

dari dalam diri anak, untuk menunjukan keinginannya melalui perilaku emosi,

luapan itu dapat ditunjukan dengan suara keras, menangis, melempar barang,

Page 17: gangguan pada anak

xvii

lari, menggigit dan lain-lain. Anak melakukan itu dengan mencari kepuasan

dan suatu ketidak sukaannya atau suatu sikap memberontak.

Tanggung jawab yang utama untuk mendidik dan menangani

individu yang mengalami gangguan emosi diletakkan pada sistem

persekolahan publik, hingga saat ini tidak ada difinisi yang dapat diterima

secara umum tentang anak-anak yang mengalami gangguan emosi. Umumnya

para ahli merasa bebas untuk mengungkapkan definisi yang cocok untuk

tujuan mereka sendiri, secara umum anak yang mengalami gangguan emosi

dapat di kenali dari perilaku mereka. Seperti suka marah, suka menyendiri dan

sebagainya. Misal Andin tampak murung dan suka menyendiri karena baru

saja putus cinta, dan Rudi marah-marah karena dia tidak bisa mengerjakan PR

yang diberikan gurunya, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa anak yang

suka marah-marah dan menyendiri tidak semuanya mengalami gangguan

emosi.

Hallahan dan kaufman (1982) (Triyanto Pristiwanto, 2005 : h .55)

mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempersulit mengidentifikasi

gangguan emosi paada anak.

1.) Ketiadaan suatu definisi kesehatan mental yang cukup.

Pada ahli kesehatan mental berpendapat bahwa anak secara mental

sehat dia akan bahagia, dapat membangun hubungan sosial positif,

mempunyai persepsi yang akurat terhadap kenyataan, dapat

mengkoordinasikan pemikiran, dapat mencapai prestasi dengan potensi

Page 18: gangguan pada anak

xviii

yang dimiliki, mempunyai pandangan baik pada diri sendiri, dan bertindak

seperti yang diinginkannya.

Menurut pendapat para ahli di atas, saya kurang setuju karena tidak

hanya dengan mengenali karakteristik mental yang ditunjukan dengan

tingakh lakuk sehat dan tidak sehat, tidak cukup untuk menentukan apakah

anak itu secara emosional sehat atau secara mental tidak sehat.

2.) Adanya perbedaan antara model konseptual tentang gangguan emosi

Model perawatan dan program pendidikan khusus untuk anak yang

mengalami gangguan emosi didasarkan beberapa model yang berbeda.

1. Biologis : Pandangan yang berorientasi pada aspek prilaku.

2. Psikoanalisa : Untuk menemukan dasar penyebab emosi dengan

rangsangan.

3. Psikoedukatif : Perilaku anak yang dikerjakan diperoleh dari

kegiatan, penyebabnya dapat ditelusuri lewat

kegiatan yang dilakukan.

4. Humanistik : Gangguan prilaku merupakan gejala yang

berhubungan dengan diri dan perasaan anak

sendiri.

5. Ekologis : Gangguan emosi diakibatkan oleh miskinnya

sosialisasi di lingkungannya.

6. Behavioral : Perilaku itu dipelajari, maka gangguan emosi

menunjukkan belajar yang tidak sesuai.

Page 19: gangguan pada anak

xix

3.) Adanya berbagai kesulitan dalam mengukur emosi dan perilaku

Tidak ada norma atau kriteria tertentu yang dapat dijadikan dasar

untuk menentukan bahawa anak yang memperlihatkan suatu perilaku pada

frekuensi tertentu mengalami gangguan emosi, misal: Eko suka

mengganggu temannya 75% waktunya, sering mencubit atau memukul

temannya dengan pengukuran, perilaku anak kita tidak dapat berkata

bahwa Eko mengalami gangguan emosi karena tidak ada penyimapangan

perilaku.

4.) Adanya variasi dalam emosi dan perilaku anak yang normal

Suatu kenyataan bahwa semua orang mempunyai emosi yang tidak

stabil, ada kalanya emosi turun dan naik. Anak yang di anggap mengalami

gangguan emosi tidak hanya di lihat dari perilaku yang ditampilkan, tetapi

tergantung pada usia, jenis kelamin dan keadaan yang menyertainya.

Misal: Ali anak laki-laki 16 tahun menangis meronta-ronta setelah

gurunya mengajukan pertanyaan di kelas dan Nina anak perempuan usia 4

tahun menangis berteriak-teriak karena di tinggal ibunya.

Menurut kenyataan di atas dapat di lihat bukan hanya usia anak

tetapi tingkat perkembangan dan keadaan tertentu yang melingkupi

tindakan anak, serta emosi anak yang khas haru diperhitungkan dalam

mengelompokkan anak ke dalam kategori mengalami gangguan emosi dan

sosial. Karena hampir setiap orang dan anak memunculkan emosi yang

tinggi seperti yang ditunjukkan oleh sikap Nina dan Ali di atas, ada

Page 20: gangguan pada anak

xx

kalanya anak melakukan tindakan tertentu yang tidak biasa, tetapi hal itu

masih di anggap normal.

5.) Hubungan antara gangguan emosi dan kondisi yang lain yang menghalangi

Ada beberapa anak yang mengalami gangguan emosi sekaligus

mengalami kelainan (Handicaped) yang lain, meskipun melalui cara yang

berlainan. Dalah satunya adalah anak yang mengalami gangguan emosi

sekaligus retardasi mental, kesulitan belajar dan mengalami gangguan

emosi.

6.) Perbedaan fungsi lembaga-lembaga sosial yang menggolongkan dan

melayani anak-anak gangguan emosi

Lembaga sosial yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan

anak (sekolah, polisi, pejabat pengadilan anak, psiolog klinis, dan tenaga

ahli mental lainya), cenderung untuk memandang perlaku menurut jasa

layanan yang mereka berikan kepada anak dan keluarga. Definisi yang di

bangun oleh pejabat pengadilan akan memusatkan pada kegagalan di

sekolah, dan definisi para ahli kesehatan mental klinik akan menyoroti

problem psikologi. Maka definisi anak mengalami gangguan sering kali

tumpang tindih, sebab definisi tidak dapat melepaskan diri dari tuntutan

untuk memenuhi tujuan identifikasi anak berdasarkan pertimbangan dan

kepentingan masing-masing ahli.

7.) Perbedaan tuntutan sosial dan budaya mengenai perilaku

Perilaku anak yang dapat menyesuaikan diri dengan pola yang

diharapkan oleh kelompok sosial atau budaya anak, di dalam kultur yang

Page 21: gangguan pada anak

xxi

sama ada tuntutan yang berbeda dalam kelas sosial yang berbeda. Jelas

bahwa tuntutan sosial dan budaya harus diperhitungkan dalam

mendefinisikan gangguan emosi, tetapi harus ada standar tuntutan jelas.

Dari identifikasi Hallahan dan Kauffman ke tujuh nomor di atas

dapat disimpulkan memang sulit mengidentifikasikan gangguan emosi

pada anak, karena kesehan mental yang kurang untuk menjelaskan,

perawatan dan program pendidikan yang berbeda-beda menurut dengan

tujuan dan kesalahan atau model yang berbeda, adanya berbagai kesulitan

dalam mengukur emosi dan perilaku karena tidak adanya norma atau

kriteria yang dijadikan dasar, adanya variasi dalam emosidan perilaku

sehungga sulit untuk membedakan antara anak yang mengalami gangguan

emosi dan anak normal, adanya kondisi lain (kelainan) yang menghalangi,

perbedaan fungsi lembaga sosial yang menangani masalah anak, seta

perbedaan tuntutan sosial dan budaya mengenai perilaku, semua itu

mempersulit untuk mengidentifikasi gangguan emosi anak.

B. Hakikat perkembangan sosial. (Triyanto Pristiwaluyo,2005)

1. Teori belajar sosial

Teori belajar sosial (social learning theory) adalah seperangkat

konsep terpadu dan hipotesis yang membentuk pandangan umum bahwa

sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui pengamatan dan

interaksi dengan orang lain (Bruno 1989 : 277). Bandura juga menyatakan

teori belajar sosial merupakan teori belajar yang menekankan peranan

Page 22: gangguan pada anak

xxii

pengamatan dalam pembelajaran dan dalam proses-proses kognitif yang

tidak dapat di amati, misal berfikir dan mengetahui. Bandura berpendapat

bahwa apa yang diketahui oleh mata manusia dapat lebih banyak dari pada

apa yang dapat diperlihatkan.

Meurut teori Bruno dan Bandura di atas jelas bahwa teori belajar

sosial menyatakan “sudah pasti manusia itu sadar, dan tentu saja manusia

belajar melalui pengamatan dan ide-ide yang diperoleh melalui

pengamatan. Konsep penting menurut saya tentang teori belajar sosial

adalah penguat dari dalam, karena manusia mempunyai kehidupan mental

yang sadar dan memiliki imajinasi. Umumnya manusia memuji dirinya

sendiri, mendapat kepuasan dalam pekerjaannya, merasa bangga dan

sebagainya, itu semua sebagai penguat dari dalam dan penghargaan sendiri

atas perilakunya.

Ada dua jenis belajar melalui pengamatan (Observational Learning).

1. Melalui kondisi yang di alami oleh orang lain (Vicarious Conditioning).

2. Melalui suatu model (Modeling).

Muhammad Nur (Rusda Koto Sutadi, 1994) menyatakan belajar

melalui pengamatan terjadi melalui pengkondisian yang di alami orang

lain dan peniruan atas model berstatus tinggi serta melibatkan pemberian

perhatian, penyimpangan informasi atau kesan, pemproduksian perilaku,

dan pengulangan perilaku melalui penguatan dan motivasi. Dari

pernyataan di atas anak belaar melakukan hubungan sosial dan bergaul

dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, mereka belajar

Page 23: gangguan pada anak

xxiii

menyesuaikan diri dan bekerjasama dalam kegiatan bermain karena

adanya model. Sikap dan perilaku sosial yang terbentuk pada usia dini

biasanya menekan dan hanya mengalami perubahan sedikit, hubungan

sosial yang dilakukan anak biasanya, dengan teman sebaya, aktifitas soial

anak yang terbatas dengan anggota keluarga dan anak-anak dari

lingkungan tetangga terdekat akan cenderung akan menghambat

perkembangan sosial anak.

Keuntungan pendidikan prasekolah adalah bahwa pusat pendidikan

tersebut memberikan pengalaman sosial di bawah bimbingan para guru

yang terlatih yang membantu mengembangkan hubungan yang

menyenangkan dan berusaha agar anak-anak tidak mendapat perlakuan

yang mungkin menyebabkan mereka menghindari hubungan sosial.

2. Dasar bagi perilaku sosial (Elizabeth B. Harlock,1978 : h. 260)

1. Meniru

Anak menjadi bagian dari kelompok sosial dengan cara menirukan

anak lain, pertama-tama mereka menirukan ekspresi wajah, kemudian

isyarat dan gerakan, selanjutnya suara berbicara dan berbicara.

2. Perilaku kekekalan (attachment behavior)

Anak mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kasih

sayang dengan ibu mereka atau pengganti ibu, kesenangan yang diperoleh

dari hubungan ini mendorong mereka untuk berusaha membina hubungan

yang bersahabat dengan orang lain.

Page 24: gangguan pada anak

xxiv

3. Ketergantungan

Semakin anak di asuh oleh seseorang, semakin bergantung anak

kepada orang tersebut. Anak memperlihatkan ketergatungannya dengan

bergayut kepada orang yang mengasuhnya, menangis apabila ditinggalkan

bersama orang lain dan menuntut dilayani sekalipun ia mampu melakukan

sendiri.

4. Menerima otoritas

Anak akan belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan orang yang

mempunyai otoritas atas dasar mereka. Hal ini kbergantung pada pengaruh

orang yang mempunyai otoritas untuk memaksakan kehendaknya, sikap

yang permisif mendorong anak untuk menolak otoritas.

5. Persaingan

Persaingan berkembang dalam hubungan dengan orang lain, hal ini

terlihat pada anak yang berusaha merenggut mainan atau bendaq dari anak

lain. Bukan karena menghendakinya tetapi karena hal itu menimbulkan

kesenangan untuk menyatakan keunggulannya.

6. Kerjasama sosial

Kerjasama dalam permainan antara anak dengan anak lain atau

orang dewasa biasanya berhasil, karena orang dewasa bersikap

memberikan lebih banyak. Kerjasama sosial dengan teman sebaya tidak

mau mengalah.

Page 25: gangguan pada anak

xxv

7. perilaku melawan

Anak memperlihatkan perilaku melawan dengan menegangkan

badan, menangis, atau menolak patuh. Bila anak tidak diberi kesempatan

untuk bebas, perilaku melawan biasanya menimbulkan sikap negatif.

C. Perkembangan Emosi dan Sosial Anak Usia TK

1. Kondisi yang mempengaruhi perkembangan emosi (Elizabeth B Harlock,

1978 : h. 213)

a. Faktor Pematangan

Dengan bertambahnya usia anak perkembangn emosi anak

semakin matang dan mampu memahami makna yang sebelumnya tidak

dimengerti, memperhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yag lebih

lama dan memusatkan ketegangan emosi pada satu objek kemampuan dan

menduga juga mempengaruhi reaksi emosi.

b. Peran Belajar

Dari segi perkembangan, anak harus siap untuk belajar sebelum

tiba saatnya masa belajar, misal : bayi yang lahir tidak mampu

mengekspresikan sikap kenarahan kecuali dengan menangis. Dengan

pematangan anak mengembangkan potensi untuk berbagai macam reaksi,

pengalaman belajar mereka akan menentukan reaksi potensi mana yang

akan mereka gunakan untuk menyatakan kemarahan.

Jean. Jacques Rousseau (1712-1778) dan pengikutnya menganggap

bahwa pada dasarnya anak adalah baik, kebaikan adalah potensi bawaan

anak, masyarakat dan lingkunganlah yang merubah karakter seorang anak.

Page 26: gangguan pada anak

xxvi

Konsep tentang anak di atas benar,lingkunganlah yang membentuk

karakter itu, baik dan buruk emosi anak tumbuh dan berkembang hasil

interaksi panjang. Emosi adalah perilaku yang bisa diupayakan, bukan

perilaku bawaan. Oleh karena itu, emosi tumbuh dan berkembang dalam

diri anak secara bertahap dan melewati perkembangn panjang, komplek,

dan menyatu dengan perkembangan psikologis anak

2. Sosialisasi Pada Masa Kanak-kanak Awal (Elizabeth B. H. 1978 : h. 261)

Usia 2-6 tahun anak belajar melakukan hubungan sosial dan

bergaul dengan orang diluar rumah, terutama dengan anak sebayanya. Mereka

belajar menyesuaikan diri dan bekerja sama dalam kegiatan bermain. Sikap

dan perilaku sosial yang terbentuk pada usia dini biasanya menetap dan hanya

mengalami perubahan sedikit.

Masa kanak-kanak awal disebut “ usia pragang” (pregang age).

Masa ini hubungan yang dilakukan anak dengan anak-anak lain meningkat

dan ini menentukan bagaimana gerak maju perkembangan sosial mereka.

Anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuaian sosial

yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan

prasekolah. Alasannya mereka dipersiapkan secara lebih baik untuk

melakukan partisipasi yang aktif dalam kelompok.

a. Hubungan Dengan Orang Dewasa

Anak kurang bergaul dengan orang dewasa karena sedikit

mendapatkan kepuasan atau kesenangan, anak lebih suka bergaul dengan

teman sebayanya karena akan memperolaeh kesenangan. Dengan

Page 27: gangguan pada anak

xxvii

berkembangnya keinginan terhadap kebebasan, anal mulai melawan otoritas

orang dewasa. Walaupun ingin mandiri anak masih berusaha memperoleh

perhatian dan penerimaan dari orang dewasa. Jika anak memperoleh

kepuasan dari perilakunya anak akan terus berusaha membina hubungan

yang bersahabat dengan orang lain, walaupun begitu orang tua dan guru

bertanggung jawab memberi contoh bagi perkembangan sikap sosial,

menentukan arah sikap sosial dan toleran.

b. Hubungan Dengan Anak Lain

Anak lebih suka melakukan hubungan dengan orang lain terutama

teman sebaya, anak akan bermain dengan dua atau tiga anak untuk

melakukan interaksi sosial yang sangat sedikit. Hubungan mereka terutama

terdiri atas meniru atau mengamati satu sama lain atau berusaha mengambil

mainan anak lain. Setelah usia 3-4 tahun anak mulai bermain bersama dalam

kelompok, berbicara, dan memilih dari anak yang hadir untuk di ajak

bermain.

Karakteristik Perkembangan Emosi dan Sosial Anak

A. Karakteristik Sosial Emosional Anak Usia 3-5 tahun

1. Anak lebih mudah mengerti dan dimengerti lingkungannya.

2. Mulai melakukan interaksi sosial denga teman sebayanya.

3. Mampu memilih teman sebayanya untuk bermain.

4. Mulai mengenal bermain kelompok.

5. Anak mulai memperhatikan rasa keprihatinan kepada temannya.

Page 28: gangguan pada anak

xxviii

6. Anak mampu membagi milik dan mainannya dengan orang lain.

7. Lebih suka bermain dengan teman sebayanya daripada orang dewasa.

8. Anak lebih meniru kegiatan yang dilakukan orang dewasa.

9. Mampu mengekspresikan emosi melalui kata-kata dan tindakan.

10. Menunjukkan rasa sayang kepada saudara dan teman.

B. Karakteristik Sosial Emosional Anak Usia 6-8 tahun

1. Belajar bergaul dengan teman sebayanya.

2. Belajar memecahkan masalah secara sosial.

3. Anak mudah cepat marah dan rewel bila anak sedang sakit.

4. Suka membantu pekerjaan orang dewasa.

5. Anak dapat menerima dan menghargai kelainan pada temannya.

6. Anak menunjukkan rasa setia kawan yang kuat terhadap teman.

7. Belajar menyukai atau menyayangi orang disekitarnya.

8. Anak dapat berkomukasi dengan orang dewasa.

9. Bermain meniru seseoarang yang menjadi idola agar diterima dalam

kelompok sosial.

Page 29: gangguan pada anak

xxix

BAB III

METODE DAN SISTEMATIKA PENILAIAN

A. Metode Penulisan

1. Metode Pengumpulan Data

Metode penumpulan data yang dipergunakan adalah studi pustaka.

Studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data yang bersumber

dari bahan pustaka. Studi kepustakaan ini digunkaan untuk membahas

tentang pengendalian emosi dalam kegiatan sosialisasi usia TK. Bahan

pustaka tersebut berupa buku-buku refernsi, artikel, tabloid, majalah,

koran, buku-buku ilmiah populer.

2. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskripsi, yaitu untuk menggambarkan keadaan

sesatu. Dalam penelitian ini akan dideskripsikan alasan pentingnya strategi

mengajarkan anak akan mengendalikan emosi dalam kegiatan sosialisasi

usia TK.

B. Sistematik Penulisan

Sistematik penulisan tugas ini, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan

masalah, dan manfaat penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Page 30: gangguan pada anak

xxx

Berisi teori-teori tentang pengertian, gangguan emosi, dan

perkembangan emosi anak.

BAB III : METODE DAN SISTEMATIKA PENULISAN

BAB IV : PEMBAHASAN MASALH

Berisi tentang pola asuh orang tua yang tepat diberikan kepada

anak, mengenal gangguan emosi pada anak, hakikat teori belajar

sosial dan strategi mengendalikan gangguan emosi dalam

bersosialisasi.

BAB V : PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan dan saran.

Page 31: gangguan pada anak

xxxi

BAB IV

PEMBAHASAN MASALAH

A. Strategi Pengendalian Gangguan Emosi Dalam bersosialisasi

Mengajar anak dengan memberikan teladan akan lebih berhasil

daripada memberitahukan segala peraturan dan nasehat tanpa memberi contoh

atau model. Seorang ibu akan gagal mendidik anaknya jika isi perkataannya

bertentangan dengan kehidupannya, keceriaan yang merekah bisa menjadi

kesedihan yang mendalam manakala buah hati tidak mau sekolah dan suka

marah-marah terhadap teman sebayanya.

Adapun beberapa kiat praktis untuk mengatasinya, yaitu :

1. Tetap menekan pentingnya sekolah

Mengharuskan anak tetap berangkat ke sekolah setiap hari, dengan

mengingatkan tidak mengganggu teman, tidak menangis, mendengarkan

guru dan sebagainya, anak harus mencoba menghadapi berbagai masalah

secara langsung. Karena lambat laun keluhannya akan semakin berkurang

dengan adanya pengalaman bersosialisasi.

2. Berusaha untuk tegas dan konsisten menghadapi keluhan anak

Karena pusing mendengar keluhan-keluhan anak yang

mengkhawatirkan kesehatan anak, orang tua selalu mewujudkan permintaan

anak. Tindakan ini tidak benar, karena itu akan membuat anak semakin

manja, sikap menjadi-jadi dan pemalas. Dengan begitu emosi anak akan

tinggi jika suatu saat permintaan dan keinginannya tidak terpenuhi, itu

diakibatkan ketergantungan anak kepada orang tua dan orang lain. Perlu

Page 32: gangguan pada anak

xxxii

diingat jangan menjanjikan hadiah jika anak mau melakukan apa yang

diperntah yang sudah menjadi tugas seorang anak, karena akan menjadi

kebiasaan yang tidak baik dan anak tidak akan mempunyai kesadaran

sendiri.

3. Konsultasi Masalah Kesehatan Anak Pada Dokter

Apabila anak sering mengeluh, pusing, suka marah-marah dan lain-

lain orang tua langsung membawanya ke dokter. Siapa tahu anak mengalami

gangguan emosi atau baru menghadapi suatu masalah.

4. Bekerjasama Dengan Guru

Hampir setiap sekolah ada murid yang suka marah-marah atau

mengalami gangguan emosi, sebaiknya orang tua dan guru saling bekerja

sama dalam menghadapi emosi dan segala masalah anak, semua dilakukan

semaksimal mungkin untuk perkembangan perilaku dan emosi anak di masa

mendatang, karena semua yang akan dilakukan anak dimasa mendatang

tergantung pendidikan yang diberikan di usia dini.

5. Luangkan Waktu Untuk Bicara Dengan Anak

Sebagai Orang Tua dan guru sebainya meluangkan awaaktunya

untuk mendiskusikan apa yang membuat anak marah, takut, cemas, dan

enggan bersosialisasi. Hindari sikap mendesak dan tidak percaya kata-kata

anak karena akan membuat anak makin tertutup, sebagai Orang tua dan guru

harus bersedia mendampingi mengatasi kecemasan anak. Selain itu

berbincang dengan anak untuk pemahaman suatu peristiwa yang anak belum

mengerti jelas, bekerjasama mengembangkan potensi pada diri anak,

Page 33: gangguan pada anak

xxxiii

mengendalikan ego yang termasuk pemahaman, perencanaan, dan kepekaan

terhadap orang lain.

6. Lepaskan Anak Secara Bertahap

Permasalahan di rumah dan di sekolah tentu mendatangkan

kecemasan bagi anak, terutama di rumah yang selalu mewarnai semua

rangsangan tindakan anak, kedua di sekolah yang masih asing, tak heran

kalau anak mudah tersinggung, malu-malu, marah-marah hingga emosinya

memuncak apabila ada salah satu temannya yang mengganggu

ketenangannya. Anak harus di beri kesempatan untuk belajar menyesuaikan

diri di lingkungan sekolah, jika anak merasa aman dan nyaman dengan

lingkungan sekolah akan tampak senang bersama teman-temannya dalam

sosialisasi dan tidak suka marah-marah.

7. Konsultasikan Pada Psikolog Atau Konselor Jika Masalah Terjadi Berlama-

Lama

Jika masalah anak tidak mampu di atasi dlaam jangka panjang, ini

menandakan adanya faktor problema psikologis yang perlu ditangani secara

profesional oleh ahlinya. Apa bila mengenai emosi anak, itu yang akan

membawa dan menentukan masa mendatang anak dalam membawa dirinya

menghadapi segala masalah yang harus di lalui.

B. Pola Asuh Orang Tua (Sarumpaet, 1984 : h. 77)

Banyak orang tua yang tidak sadar bahwa sikap pola asuh yang

diterapkan pada anak ikut menyumbangkan terbentuknya ketergantungan

Page 34: gangguan pada anak

xxxiv

(dependecy), rasa kurang percaya diri anak dan kekhawatiran yang berlebihan.

Jika anak selalu berada dalam proteksi, pelayanan dan pengawalan orang tua,

anak akan tumbuh menjadi anak manja, selalu tergantung pada pelayanan dan

bantuan orang tua, penakut, cengeng, mudah putus asa dan tidak mampu

memecahkan masalahnya sendiri dan itu dilakukan karena orang tua anak

tanpa sadar membuat ketergantungan terus menerus, dengan tujuan agar orang

tua meresa selalu dibutuhkan sekaligus teman dekat. Dedi Martoni

mengungkapkan “kalau anak ingin mandiri di sekolah, sejak usia II bulan anak

harus di kenalkan dengan orang lain selain orang tua.”

Datri ungkapan di atas penulis setuju karena anak nanti akan

berhadapan dengan orang banyak, maka anak harus mulai dikenalkan dengna

orang-orang, supaya nanti anak tidak merasa takut dan merasa berani

menghadapi orang-orang yang di anggap asing / baru di kenal, hal ini harus

mulai diterapkan pada anak sejak dini.

Seorang sudah mulai proses belajar sejak dalam kandungan, hal itu

akan terus berlanjut sampai besar. Pola asuh orang tua yang terlalu menekan

dan memaksa (otoriter) itu tidak baik diberikan kepada anak, mulanya

memang anak sanggup memenuhi keinginan orang tua, tetapi lambat laun bisa

saja anak menjadi malas belajar karena merasa di paksa tidak keinginannya

sendiri. Oleh karena itu orang tua tidak hanya memaksakan kehendaknya,

seharusnya setiap orang tua memberikan kebebasan (Demonstrasi) kepada

anak untuk memilih dan berkreatifitas karena ktu akan membuat kesuksesan

Page 35: gangguan pada anak

xxxv

anak untuk masa depan, dengan kebebasan anak anak menunjukan bakat yang

dimilikinya dan yang paling mengerti adalah anak itu sendiri.

Berbagai kesalahan orang tua dalam mendidik anak, teguran kita

pada anak sebaiknya tidak dengan marah-marah, atau suara keras apabila anak

melakukan kesalahan, banyak kesalahan orang dewasa dilakukan karena

dorongan oleh cinta terhadap anak yang padahal merusak jiwa anak

bersangkutan.

1. Menuruti segenap kemauan anak akan menjadikan manja.

2. Mematahkan kemauan anak berarti kalah sebelum bertempur

3. Membicarakan kesalahan anak dihadapan orang lain akan membuat anak

merasa terhina, malu, putus asa dan dendam. Apabila kebaikan yang

dibicarakan anak menjadi sombong dan merasa tidak perlu perbaikan lagi,

sebaiknya jangan bicarakan apa bila anaknya hadir.

4. Menhukum anak dengan menyuruh anak bekerja, belajar dan tidur.

5. Mengatakan anak jahat.

6. Memberikan uang untuk foya-foya.

7. Menakut-nakuti anak, misal kalau nakal akan di tangkap polisi.

8. Suara terlalu keras, sebaiknya suara bersifat menenangkan.

9. Bertengkar dengan anak, karena perasaan dendam akan terpendam.

10. Menghina anak karena dianggap mencemooh, menghina dan

menertawakan.

11. Berbicara terlalu banyak, karena akan membuat bosan.

Page 36: gangguan pada anak

xxxvi

12. Terlalu banyak menggunakan kata “Jangan” karena anak meresa dongkol

dan mengganggu kesenangan anak (merasa di batasi).

13. Tidak melatih anak bekerja karena nanti menjadi pemalas.

Page 37: gangguan pada anak

xxxvii

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pendidikan yang awal sekali diberikan kepada anak selama 8 tahun

pertama (lahir sampai TK) harus diutamakan, karena anak belum memiliki

kestabilan emosi. Pola asuh Orang Tua yang diterapkan pada anak ikut

menyumbang terbentuknya perilaku anak, apa lagi anak yang mengalami

gangguan emosi anak membutuhkan perhatian yang lebih. Pengkondisian anak

sangat penting maka di taman kanak-kanak bertujuan memberikan anak

pendidikan bukan dengan kepala dan tangan, tetapi denga hati. Karena anak

berada dalam taraf perkembangan memerlukan berbagai stimulus dan

kesempatan untuk belajar dan di ajar, agar tidak terjadi penyimpangan dalam

perkembangan.

Pengamatan yang cermat dan objektif dari hari ke hari harus

dilakukan orang tua, guru, masayarakat dan orang yang dekat dengan anak

untuk mengenali perilaku anak. Selain itu harus ada timbal balik antara orang

dewasa dan anak akan selalu membawa perkembangan dan pengaruh bagi kedua

pihak.

B. SARAN

Kepada calon dan guru TK, orang tua dan pembaca, tanamkanlah

sikap perilaku yang baik pada anak karena anak ibarat kertas putih apa yang

Page 38: gangguan pada anak

xxxviii

tercoret atau melekat akan membekas dan susah di hapus, berilah contoh sikap

perilaku yang baik pada anak. Agar tidak terjadi penyimpangan perilaku dan

emosi pada anak sebaiknya dari pihak sekolah (guru) serta orang tua saling

bekerja sama dengan masyarakat.

Page 39: gangguan pada anak

xxxix

DAFTAR PUSTAKA

Andi, Hepi. 2003. Metodik Khusus Program Pembentukan Perilaku di Taman

Kanak-kanak. Jakarta : Dekdikbud.

Hurlock B. Elizabeth. 1978. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Pristiwaluyo, Triyanto, dan M. Sodiq. 2005 Pendidikan Anak Gangguan Emosi.

Jakarta: Depdiknas.

Sarumpaet, R. I. 1984. Rahasia Pendidikan Anak. Bandung: Indonesia Publishing

House.

Shapiro E. Lourece. 1997. Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak.

Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Sutadi, Koto Rusda dan Deliana, Maryati Sri. 1994. Permasalahan Anak Taman

Kanak-kanak. Jakarta : Depdiknas