Upload
zee-de-simpsons
View
34
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
1.Pendahuluan
1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistol yang tingginya
tergantung umur individu yang terkena.tekanan darah berfluktuasi
dalam batas-batas tertentu tergantung posisi tubuh,umur, dan tingkat
stres yang di alami
Hipertensi juga sering di golongkan
ringan,sedang ,berat.berdasarkan tekanan diastole ,hipertensi ringan
bila tekanan diastole 95-104 ,hipertensi ringan jika tekanan
distolenya 105-114,sedangkan hipertensi berat tekanan diastolenya
>115.
Hipertensi dengan peningkatan sistole tanpa disertain
peningkatan tekanan diastole lebih sering pada lansia,sedangkan
hipertensi pada peningkatan diastole tanpa disertai tekanan sistole
lebih sering terjadi pada dewasa muda
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara auskultasitoir,
secara palpatoir pada nadi yang lemah, dan flush method pada bayi
yang tidak tenang. Flush method dilakukan dengan mengembangkan
manset secara lepas sampai extremitas sebelah distal manset
tampak pucat, kemudian tekanan manset diturunkan perlahan-
lahan, saat sebelah distal manset tampak mulai kemerahan tekanan.
Waktu itu sesuai dengan tekanan sistolik yang biasanya lebih rendah
dan pada hasil auskultatoir maupun palpatoir. (Standart
Pelayanan Medis, 2000).
Hipertensi ser ing disebut sebagai the silent disease karena
penderita umumnya tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi
sebelum memeriksakan tekanan darahnya.
Hipertensi lama atau ber at dapat menimbulkan komplikasi
berupa kerusakan organ pada jantung, otak, ginjal, mata dan
pembuluh darah per ifer. Hipertensi juga dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung, stroke dan gagal jantung kongestif.
1.2 Etiologi Hipertensi
Etiologi hipertensi sistemik dapat dibagi dalam :
1. Hipertensi yang dapat disembuhkan
a. Renal : pielonefritis unilateral, hidronefrosis unilateral,
kerusakan ginjal karena trauma, ginjal hipoplastik, tumor wilms, tumor
ginjal lain.
b. Vaskular : koarkrasio aortae borakalis/abdominalis (kongenital
atau didapat), gangguan arteria renalis (aneurisma, stenosis,
arteritis, displasia fibromuskular, neurofibromatosis, fistula),
trombosis pada arteria venalis.
c. Adrenal : neuroblasmioma, feokromasitoma, sindrom
adreno- genital, penyakit cushing, hiperaldosteronisme primer.
d. Lain-lain : kelainan vaskular atau parenkim ginjal setelah
penyinaran, pemakaian licorice dalam jumlah banyak,
pemakaian glukoroitikoid.
2. Hipertensi kronis yang tidak dapat disembuhkan
a. Renal : glomerulonefritis kronis, pielonefritis kronis bilateral,
hidronefrosis bilateral, ginjal polikistik dan penyakit kolagen
seperti poliartritis nodusa dan lupus eritenatosis sistem
b. Vaskular : kelainan arteri venalis yang tidak bisa diperbaiki,
displasi fibromuskular bilateral, generalized hipoplasia of the
aorta dan surgicaly intermediable aortie coarctations.
c. Lain-lain : hipertensi esensial, nefropati timah hitam, perfiria
dan kerusakan parenkim ginjal akibat radiasi.
3. Keadaan dengan hipertensi akut
a. Renal : glomerulonefritis akut, sindrom hemolitik-uremik,
purpura anafilatosis dengan nefritis, tranfusi darah pada penderita
azotermia yang sebelumnya telah menderita hipertensi
ringan/sedang, sesudah pembedahan pada traktus urinarius,
sesudah transplantasi ginjal dan selama terjadi proses penolakan
terhadapnya, anephric patiens dan sesudah tindakan biopsi ginjal.
b. Akibat obat : pemakaian kortikosteroid, sesudah minum
sejumlah besar reserpin, pemakaian amfetmain dengan dosis
intravena dengan cepat, dan pemakaian obat-obatan yang
mengandung amina bersama- sama obat anti hipertensi.
c. Susunan saraf pusat : pada peninggian tekanan intrakranial
oleh sebab apapun termasuk tumor, hematoma subdural dan
meningitis.
d. Lain-lain : luka bakar, sindrom Guillan- Barre, sindrom
Steven- Johnson, leukimia, endokarditis bakterialis, muntah-
muntah dengan dehidrasi, hipernatremia, poliomielitis,
diauronomia familial, hiperkalsemia dan keracunan air raksa
(Rusepno Hasan dkk, 1995).
1.3 Patofidiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada
system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
( Brunner & Suddarth, 2002 ).
1.4 Klasifikasi Hipertensi
a. Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu
1) Hipertensi primer (esensial)
Adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan
oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal,
Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari
kasus hipertensi (Wibowo, 1999).
2) Hipertensi sekunder
Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain
hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini
menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi. (Wibowo, 1999).
b. Berdasarkan bentuk hipertensi, yaitu
1) Hipertensi diastolik (diastolic hypertension)
Peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan
sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
2) Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi)
Peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol.
3) Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension)
Peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan
diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut.
(Ismudiati, 2003)
3. Kategori hipertensi
WHO membagi hipertensi sebagai berikut:
Tabel 1.1
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut WHO
Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal
Borderline
Hipertensi definitif
140
140-159
160
90
90-94
95
Hipertensi ringan 160-179 95-140
(Ismudiati, 2003)
JNC/ DETH membuat klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 1.2
Klasifikasi Tekanan Darah Usia >18 Tahun
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal
Normal tinggi
Hipertensi:
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4
<130
130-139
140-159
160-179
180-209
>210
<85
85-89
90-99
100-109
110-119
>120
1.5 Management dan Edukasi Pasien Hipertensi
a.Perubahan Gaya Hidup
Penanganan tipe pertama untuk hipertensi identik dengan menganjurkan perubahan
gaya hidup yang bersifat pencegahan dan meliputi perubahan diet], olah raga, dan
penurunan berat badan. Semua perubahan ini telah terbukti menurunkan tekanan
darah secara bermakna pada orang dengan hipertensi. Jika hipertensi cukup tinggi
dan memerlukan pemberian obat segera, perubahan gaya hidup tetap disarankan.
Berbagai program diiklankan dapat mengurangi hipertensi dan dirancang untuk
mengurangi tekanan psikologis misalnya biofeedback, relaksasi, atau meditasi.
Namun, secara umum belum ada penelitian yang secara ilmiah mendukung
efektivitas program ini, karena penelitian yang ada masih berkualitas rendah.
Perubahan asupan diet seperti diet rendah natrium sangat bermanfaat. Diet rendah
natrium jangka panjang (lebih dari 4 minggu) pada Kaukasia efektif menurunkan
tekanan darah, baik pada penderita hipertensi maupun pada orang dengan tekanan
darah normal. Selain itu, diet DASH, suatu diet kaya kacang-kacangan, biji-bijian,
ikan, unggas, buah, dan sayuran, yang dipromosikan oleh National Heart, Lung, and
Blood Institute, menurunkan tekanan darah. Keistimewaan utama dari program ini
adalah membatasi asupan natrium, namun demikian diet ini kaya [kalium]],
magnesium, kalsium, dan protein.
b.Pengobatan
Saat ini tersedia beberapa golongan obat yang secara keseluruhan disebut obat
antihipertensi, untuk pengobatan hipertensi. Risiko kardiovaskuler (termasuk risiko
infark miokard dan stroke) dan hasil pemeriksaan tekanan darah menjadi
pertimbangan ketika meresepkan obat. Jika pengobatan dimulai, Seventh Joint
National Committee on High Blood Pressure (JNC-7) dari National Heart, Lung, and
Blood Institute menyarankan agar dokter memonitor respons pasien terhadap
pengobatan serta menilai apakah terjadi efek samping akibat obat yang digunakan.
Penurunan tekanan darah sebesar 5 mmHg dapat mengurangi risiko stroke sebesar
34% dan risiko penyakit jantung iskemik hingga 21%. Penurunan tekanan darah juga
dapat mengurangi kemungkinan demensia, gagal jantung, dan mortalitas yang
disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Pengobatan harus ditujukan untuk
mengurangi tekanan darah hingga kurang dari 140/90 mmHg untuk sebagian besar
orang, dan lebih rendah lagi untuk mereka yang memiliki diabetes atau penyakit
ginjal. Sejumlah praktisi medis menyarankan agar tekanan darah dijaga pada level di
bawah 120/80 mmHg. Jika tekanan darah yang diharapkan tidak tercapai, maka
diperlukan pengobatan lebih lanjut.
Pedoman mengenai pilihan obat dan cara terbaik untuk menentukan pengobatan
untuk berbagai sub-kelompok pun berubah seiring berjalannya waktu dan berbeda-
beda di berbagai negara. Para ahli berbeda pendapat mengenai pengobatan terbaik
untuk hipertensi. Pedoman Kolaborasi Cochrane, World Health Organization, dan
Amerika Serikat mendukung diuretik golongan tiazid dosis rendah sebagai terapi
pilihan untuk lini pertama. Pedoman di Inggris menekankan penghambat kanal
kalsium (calcium channel blocker/CCB) untuk orang yang berusia di atas 55 tahun
atau yang berdarah Afrika atau Karibia. Pedoman ini menyarankan penghambat
enzim konversi angiotensin (angiotensin-converting enzyme inhibitor/ACEI) yang
merupakan obat pilihan yang dianjurkan untuk pengobatan lini pertama pasien
berusia muda. Di Jepang, pengobatan dianggap wajar apabila dimulai dengan satu
dari 6 golongan obat termasuk: CCB, ACEI/ARB, diuretik tiazid, penghambat
reseptor beta, dan penghambat reseptor alfa. Di Kanada semua obat ini, kecuali
penghambat reseptor alfa, dianjurkan sebagai lini pertama yang dapat digunakan.
(Klarenbach, 2010)
c.Kombinasi obat
Banyak orang memerlukan lebih dari satu obat untuk mengendalikan hipertensi
mereka. Pedoman JNC7 dan ESH-ESC [4] menyarankan untuk memulai pengobatan
dengan dua macam obat apabila tekanan darah lebih dari 20 mmHg di atas target
tekanan darah sistolik atau lebih dari 10 mmHg di atas target diastolik. Kombinasi
yang lebih dipilih adalah penghambat sistem renin–angiotensin dengan antagonis
kalsium, atau penghambat sistem renin–angiotensin dengan diuretik. Kombinasi
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
Penghambat kanal kalsium dengan diuretik
Penghambat beta dengan diuretik
Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan penghambat reseptor beta
Penghambat kanal kalsium dihidropiridin dengan verapamil atau diltiazem
Kombinasi yang tidak boleh digunakan adalah sebagai berikut:
Penghambat kanal kalsium non-dihidropiridin (seperti verapamil atau
diltiazem) dengan penghambat reseptor beta
Dua jenis penghambat sistem renin–angiotensin (contohnya, penghambat
enzim konversi angiotensin + penghambat reseptor angiotensin)
Penghambat sistem renin–angiotensin dan penghambat reseptor beta
Penghambat reseptor beta dan obat anti-adrenergik.
Hindari kombinasi penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II, diuretik,
dan OAINS (termasuk penghambat COX-2 selektif dan obat bebas tanpa resep
seperti ibuprofen) jika tidak mendesak, karena tingginya risiko gagal ginjal akut.
Istilah awam dari kombinasi ini adalah "triple whammy" dalam literatur kesehatan
Australia. Tersedia tablet yang mengandung kombinasi tetap dari dua golongan obat
tersebut. Meskipun nyaman dikonsumsi, obat-obatan tersebut sebaiknya tidak
diberikan untuk pasien yang biasa menjalani terapi dengan komponen obat tunggal.
dan yang penting untuk diingat dalam cara mengurangi kolesterol, sebaiknya hindari
obat-obatan kimia berbahaya yang dapat menimbulkan efek samping (Sever 2011)
1.6 Komplikasi Hipertensi
1. Ensepalopati hipertensi
2. Gagal jantung.
3. Komplikasi dari penyakit primer.
4. Perdarahan retina, edema papil
(Standart Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, 2000)
2.Laporan Hasil Pemeriksaan Pasien
2.1 Riwayat Penyakit Pasien
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluhkan pusing ,
pusingnya seperti diputar-putar di bagian kepala,pada saat
berbaring dan melakukan aktifitas yang berat ,pusing bertambah
berat,dan pasien mengatakan bahwa pusingnya telah berkurang
setelah mengkonsumsi obat anti hipertisi.pasien tidak
mengeluhkan keluhan lain selain pusing.pasing mengatakan
bahwa dia menderita hipertensi
Riwayat Penyakit Dahulu : Sebelumnya juga pernah menderita
hipertensi dari beberapa bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga : Orang tua pasien mengalami
hipertensi
2.2 Faktor Resiko Yang Ada Pada Pasien
Menurut hasil anamnesis yang di lakukan pada pasien ,di
perkirakan faktor resiko yang ada pada pasien sehingga ia menderita
hipertensi adalah faktor genetik,dimana faktor genetik juga dapat
menentukan seseorang itu menderita hipertensi walaupun hanya
sebagian kecil yang mendapatkan hipertensi dari genetik.Disini, pasien
mengatakan bahwa orang tua orang tua pasien juga menderita penyakit
hipertensi.
2.3 Riwayat Pengobatan dan Respon Terhadap Pengobatan
Untuk riwayat pengobatan sendri os mengatakan bahwa , di
puskesmas os di berikan obat anti hipertensi (catopril ,diazepam).setelah
os mengkonsumsi obat tersebut untuk beberapa minggu ,os kembali lagi
ke puskesmas dan melakukan pemeriksaan tekanan darah ,dan tekanan
darah os telah mengalami penurunan.jadi respon terhadap
pengobatannya sangat baik.
2.4 Masalah-Masalah Lain yang Ada Pada Pasien
Untuk masalah lain pada pasien,pasien tidak banyak mengalami
masalah yang begitu berat ,hanya pada masalah gaya hidup dan pola
makan.os kurang dalam berolahraga , untuk pola makan sendiri,os
mengatakan bahwa ia sering mengkonsumsi makan-makan berlemak
2.5 Keterkaitan Hasil Observasi dengan Masalah Pasien
3.Evaluasi
3.1 Hal-hal Positif Yang Menyenangkan Yang Didapat Selama
Kunjunagn
Bisa melihat langsung bangaimana suasana pengobatan di
puskesmas
Dapat bertemu langsung dengan pasien
Dapat bersosialisasi langsung dengan pasien
Dapat melakukan pemeriksaan fisik pada pasien secara langsung
Dokter dan perawat di puskesmas tersebut menerima kami
dengan baik
Dokter dan perawat di puskesma tersebut juga membantu kami
jika terjadi kendala dalam pemeriksaan kepada pasien
3.2Hal-hal Negatif Selama Kunjungan
Keterlambatannya perawat dan dokter yang datang sehingga ,ada beberapa pasien yang datang lalu kembali lagi karena puskesmas belum di buka
Minimnya dokter yang berada di puskesmas tersebut sedangkan pasien yang datang sangat banyak,sehingga pasien tersebut harus rela ,lama dalam mengantri.
Dalam pemeriksaan kepada pasien hipertensi ,si pasien tidak banyak mengeluhkan tentang keluhannya,sehingga kami tidak banyak dapat informasi tentang penyakit pasien
Dalam pemeriksaan fisik,pasien masih malu-malu dalam menyingkap pakaiannya ,sehingga kami kesulitan dalam melakukan pemeriksaan fisik
DAFTAR PUSTAKA
Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, Standart Pelayanan Medis Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito, Edisi III, Jilid II, Penerbit Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2000 : 185-187.
Infor masi Pr oduk Terapetik. 2008, 2 November. Hipertensi. hlm. 3 ± 10.
Rusepno Hasan dkk, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid II, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985 : 774-776. Brunner,L dan Suddarth,D. (2002).Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (H.Kuncara,A Hartono,M.Ester,Y.Asih,Terjemahanya) (Ed.8) vol 1 Jakartan:EGC
Ismudiati Rilantono et al, Lily. Buku Ajar Kardiologi. 2003. Jakarta:FKUI.
"Your Guide To Lowering Your Blood Pressure With DASH" (PDF). Diakses pada 24 november 2012
Klarenbach, SW (2010 May). "Identification of factors driving differences in cost effectiveness of first-line pharmacological therapy for uncomplicated hypertension.". The Canadian journal of cardiology 26 (5): e158-63.
Sever PS, Messerli FH (October 2011). "Hypertension management 2011: optimal combination therapy". Eur. Heart J. 32 (20): 2499–506.