Upload
repipane
View
197
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
TERJADINYA
GANGGUAN KEAMANAN LALU LINTAS DI JALAN
RAYA
DI SUSUN OLEH : REDO POSE SAPUTRA
REPI SAPUTRA PANE
M.SIDIK
ANDRE FAUZAN
STIKOM DINAMIKA BANGSA JAMBI
TAHUN 2012\2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan dan perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat, mengakibatkan
manusia dapat hidup lebih tentram. Akan tetapi di sisi lain terdapat pengaruh tertentu yang
mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap ketentraman kehidupan manusia. Kenyataan
menunjukkan betapa banyaknya kecelakaan lalu lintas terjadi setiap hari yang mengakibatkan
matinya manusia, cideranya manusia dan kerugian secara material.
Penyebabnya berkisar pada faktor-faktor seperti pengemudi maupun pemakai jalan yang
lainnya, konstruksi jalan yang kurang baik, kendaraan yang tidak memenuhi syarat, rambu-
rambu lalu lintas yang tidak jelas, dan lain sebagainya. Jalan raya, misalnya, merupakan suatu
sarana bagi manusia untuk mengadakan hubungan antar tempat, dengan mempergunakan
pelbagai jenis kendaraan baik yang bermotor maupun tidak. Jalan raya mempunyai peranan
penting dalam bidang ekonomi, politik, sosial-budaya, pertahanan-keamanan dan hukum, serta
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penegakan Peraturan Lalu lintas
Tinjauan utama dari peraturan lalu lintas adalah untuk mempertinggi mutu kelancaran
dan keamanan dari semua lalu lintas di jalan-jalan Identifikasi masalah-masalah yang dihadapi
di jalan raya berkisar pada lalu lintas. Masalah-masalah lalu lintas, secara konvensional berkisar
pada kemacetan lalu lintas, pelanggaran lalu lintas, kecelakaan lalu lintas, kesabaran dan
pencemaran lingkungan. Keadaan kemacetan lalu lintas berarti hambatan proses atau gerak
pemakai jalan yang terjadi di suatu tempat. Hambatan dapat terjadi dalam batas-batas yang
wajar; namun mungkin dalam batas waktu yang relatif pendek. Di samping itu mungkin gerakan
kendaraan berhenti sama sekali atau mandeg.
Aparat penegak hukum (Polisi lalu lintas) berperan sebagai pencegah (politie toezicht)
dan sebagai penindak (politie dwang) dalam fungsi politie. Di samping itu maka polisi lalu lintas
juga melakukan fungsi regeling (misalnya, pengaturan tentang kewajiban bagi kendaraan
bermotor tertentu untuk melengkapi dengan segi tiga pengaman) dan fungsi bestuur khususnya
dalam hal perizinan atau begunstiging (misalnya, mengeluarkan Surat Izin Mengemudi).[7]
Mengendarai kendaraan secara kurang hati-hati dan melebihi kecepatan maksimal,
tampaknya merupakan suatu perilaku yang bersifat kurang matang. Walau demikian kebanyakan
pengemudi menyadari akan bahaya yang dihadapi apabila mengendarai kendaraan dengan
melebihi kecepatan maksimal tersebut. Akan tetapi di dalam kenyataannya tidak sedikit
pengemudi yang melakukan hal itu. Mereka demikian beraninya untuk mengambil resiko,
akibatnya adalah perilaku-perilaku yang dihasilkan adalah frustasi, oleh karena konflik
sebenarnya merupakan suatu bentuk dari frustasi. Di dalam menghadapi konflik, maka seseorang
biasanya melakukan apa yang disebut displacement yang berwujud sebagai pengalihan sasaran
perilaku agresif
Kekhawatiran timbul sebagai akibat dari perasaan akan adanya bahaya dari luar, yang
kadang-kadang hanya merupakan anggapan saja dari yang bersangkutan. Tidak jarang manusia
mempergunakan mekanisme pertahanannya untuk mengatasi rasa khawatirnya itu, seperti
misalnya acting out yakni individu yang bersangkutan melakukan tindakan-tindakan impulsif.
Perilaku semacam ini dapat terjadi pada pengemudi, yang kemudian mengendarai kendaraannya
secara membabi buta. Hal-hal yang dikemukakan di atas, merupakan ciri-ciri mental manusia
yang sedang mengalami tekanan tidak jarang bahwa manusia mengalami kegembiraan yang luar
biasa, oleh karena sebab-sebab tertentu. Tanpa disadari, rasa gembira tersebut mengakibatkan
pengemudi menjalankan kendaraan dengan kecepatan yang melebihi kecepatan maksimal.
Keadaan lelah, lapar, usia yang sudah mulai tua, obat-obatan dan lain sebagainya, merupakan
beberapa faktor yang kemungkinan besar akan dapat mempengaruhi kemampuan untuk
mengemudikan kendaraan dengan baik. Kelelahan fisik dapat mengurangi kemampuan
mengemudi, serta konsentrasi yang diperlukan untuk mengemudikan kendaraan dengan baik.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah lalu lintas dan angkutan jalan
raya, tidaklah sepenuhnya sinkron dan ada ketentuan-ketentuan yang sudah tertinggal oleh
perkembangan masyarakat. Namun demikian tidaklah berlebih-lebihan untuk mengemukakan
beberapa cara penegakan peraturan lalu lintas yang menurut pengalaman akan lebih efisien.
Cara yang lazim disebutkan periodic reinforcement atau partial reinforcement. Cara ini
diterapkan apabila terhadap perilaku tertentu, tidak selalu diberi imbalan atau dijatuhi hukuman.
Kalau seorang pengemudi sudah terbiasakan menjalani rute jalan raya tertentu, maka ada
kecenderungan untuk melebihi kecepatan maksimal. Hal itu disebabkan oleh karena pengemudi
menganggap dirinya telah mengenal bagian dari jalan raya tersebut dengan baik. Kalau pada
tempat-tempat tertentu dari jalan tersebut ditempatkan petugas patroli jalan raya, maka dia tidak
mempunyai kesempatan untuk melanggar batas maksimal kecepatan. Akan tetapi apabila
penempatan petugas dilakukan secara tetap, maka pengemudi mengetahui kapan dia harus
mematuhi peraturan dan bilamana dia dapat melanggar ketentuan-ketentuan tersebut. Dengan
menerapkan cara periodic reinforcement, maka ingin ditimbulkan kesan pada pengemudi bahwa
di mana-mana ada petugas, sehingga dia akan lebih berhati-hati di dalam mengemudikan
kendaraannya, kalaupun petugas kadang-kadang ditempatkan di jalan raya tersebut ada kesan
bahwa petugas itu selalu ada disitu. Cara ini bertujuan untuk menghasilkan pengemudi yang
berperilaku baik.
Cara kedua biasanya disebut conspicuous enforcement, yang biasanya bertujuan untuk
mencegah pengemudi mengendarai kendaraan secara membahayakan. Dengan cara ini
dimaksudkan sebagai cara untuk menempatkan mobil polisi atau sarana lainnya secara
menyolok, sehingga pengemudi melihatnya dengan sejelas mungkin. Hal ini biasanya akan
dapat mencegah seseorang untuk melanggar peraturan. Cara ini bertujuan untuk menjaga
keselamatan jiwa manusia. Dan sudah tentu, bahwa kedua cara tersebut memerlukan fasilitas
yang cukup dan tenaga manusia yang mampu serta terampil.
B. Menangani Para Pelanggar
Pertama-tama seorang petugas harus bertanya pada dirinya sendiri, siapakah pelanggar
peraturan lalu lintas tersebut. Hal ini bukanlah menyangkut apa pekerjaannya, siapa namanya,
dan seterusnya. Yang pokok disini adalah bahwa seorang yang melanggar peraturan lalu lintas,
bukanlah selalu seorang penjahat (walaupun kadang-kadang petugas berhadapan dengan
penjahat). Seorang pengemudi yang melanggar peraturan lalu lintas adalah seseorang yang lalai
di dalam membatasi penyalahgunaan hak-haknya.
Yang kedua adalah bahwa seorang petugas atau penegak hukum harus menyadari bahwa
dia adalah seseorang yang diberi kepercayaan oleh negara untuk menangani masalah-masalah
lalu lintas. Pakaian seragam maupun kendaraan dinasnya merupakan lambang dari kekuasaan
negara yang bertujuan untuk memelihara kedamaian di dalam pergaulan hidup masyarakat.
Seorang petugas yang emosional dan impulsif tidak saja akan merusak seluruh korps, walaupun
dia selalu disebut oknum apabila berbuat kesalahan. Penanganan terhadap para pelanggar,
memerlukan kemampuan dan ketrampilan professional. Oleh karena itu, maka para penegak
hukum harus mempunyai pendidikan formal dengan taraf tertentu, serta pengetahuan dan
pemahaman hukum yang cukup besar. Pengutamaan kekuatan fisik, bukanlah sikap professional
di dalam menangani masalah-masalah lalu lintas.
Perencanaan jalan raya dan pemasangan rambu lalu lintas yang disertai pertimbangan,
akan mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas. Pemasangan rambu yang tepat untuk
memperingati pengemudi bahwa di mukanya terdapat tikungan yang berbahaya, misalnya, akan
dapat mencegah terjadinya kecelakaan. Pemasangan rambu yang tidak wajar akan menyebabkan
terjadinya kebingungan pada diri pengemudi. Bentuk jalan raya, besar kecilnya bentuk huruf,
dan warna rambu lalu lintas, mempunyai pengaruh terhadap pengemudi.
Pemasangan lampu lalu lintas, juga mempunyai pengaruh terhadap perilaku pengemudi.
Apabila lampu lalu lintas tersebut ditempatkan sejajar dengan garis berhenti, maka hal itu akan
menyebabkan pengemudi menghadapi masalah. Masalahnya adalah, untuk melihat lampu
dengan jelas, maka dia harus berhenti jauh di belakang garis behenti. Apabila hal itu dilakukan,
maka dia akan dimaki-maki oleh pengemudi-pengemudi yang berada di belakangnya. Kalau dia
berhenti tepat di garis berhenti, maka agak sukar baginya untuk melihat lampu lalu lintas.
Pendidikan bagi pengemudi, juga merupakan salah satu cara dalam menangani para
pelanggar lalu lintas. Pada masyarakat lain di luar Indonesia, sekolah mengemudi merupakan
suatu lembaga pendidikan yang tujuan utamanya adalah menghasilkan pengemudi-pengemudi
yang cakap dan terampil di dalam mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sekolah-sekolah
tersebut dikelola oleh para ahli, yang tidak hanya melingkupi mereka yang biasa menangani
masalah-masalah lalu lintas, akan tetapi kadang-kadang juga ada psikologinya maupun ahli ilmu-
ilmu sosial lainnya. Di dalam sekolah pendidikan pengemudi tersebut, yang paling pokok adalah
sikap dari instruktur. Instruktur harus mampu menciptakan suatu suasana dimana murid-
muridnya dengan konsentrasi penuh menerima pelajarannya.
Seorang instruktur harus mempunyai kemampuan untuk mendidik, kemampuan untuk
mengajar saja tidaklah cukup. Murid-murid harus diperlakukan sebagai orang dewasa, berilah
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengambil keputusan, oleh karena di dalam mengendarai
kendaraan yang terpenting adalah dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Kalau tidak
maka kemungkinan besar akan terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kerugian benda atau
hilangnya nyawa seseorang.
BAB IV
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Penegakan peraturan lalu lintas secara baik sangat tergantung pada beberapa faktor yang
selama ini kurang mendapatkan perhatian yang seksama, yakni: pemberian teladan kepatuhan
hukum dari para penegak hukum sendiri, sikap yang lugas (zakelijk) dari para penegak hukum,
penyesuaian peraturan lalu lintas dengan memperhatikan usaha menanamkan pengertian tentang
peraturan lalu lintas, penjelasan tentang manfaat yang konkrit dari peraturan tersebut, serta
appeal kepada masyarakat untuk membantu penegakan peraturan lalu lintas.
Penegak hukum di jalan raya, merupakan suatu hal yang sangat rumit. Pertama-tama
penegak hukum harus dapat menjaga kewibawaannya untuk kepentingan profesinya. Di lain
pihak dia harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri untuk mengambil keputusan yang
bijaksana, sehingga menghasilkan keadilan. Semenjak calon pengemudi menjalani ujian untuk
memperoleh surat izin mengemudi harus dipertimbangkan hal-hal yang menyangkut tingkat
kecerdasan pengemudi, kemampuan untuk mengambil keputusan dengan cepat, aspek fisik
pengemudi/calon pengemudi.
B. Saran
Para pengguna jalan harus memiliki etika kesopanan di jalan serta harus mematuhi dan
melaksanakan peraturan lalu lintas, misalnya ke kiri jalan terus atau ke kiri ikuti lampu, dilarang
parkir juga tidak membuang sampah sembarangan di jalan. Kecepatan dalam mengendarai
kendaraan harus disesuaikan dengan kondisi jalan, apakah jalan tersebut ramai atau sepi, waktu
pagi, siang, sore, ataupun malam. Untuk angkutan umum hendaknya tidak menaikkan atau
menurunkan penumpang sembarangan. Dalam memanfaatkan jalan, kita harus menyadari bahwa
bukan hanya kita saja yang menggunakan jalan tersebut, tetapi setiap orang berhak
menggunakannya. Walaupun itu merupakan hak setiap orang namun, setiap orang berkewajiban
untuk menjaga kesopanan di jalan, salah satunya dengan mematuhi peraturan lalu lintas yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, M. 2002. Sosiologi Hukum. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum.
Soekanto, Soerjono. 1989. Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial.
Bandung: Citra Aditya Bakti
Soekanto, Soerjono. 1990. Polisi dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum).
Bandung: Mandar Maju
Soekanto, Soerjono. 1994. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: RajaGrafindo Persada