Upload
danu-dean-asmoro
View
289
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Danu Dean Asmoro ( FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta ) - Kajian Kritis Pendekatan Marxist Terhadap Peran Greenpeace Dalam Memberikan Kontribusi Terhadap Lingkungan
Citation preview
Danu Dean Asmoro – FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012 | 1
Kajian Kritis Pendekatan Marxist Terhadap Peran Greenpeace Dalam Memberikan Kontribusi Terhadap
Lingkungan
Oleh Danu Dean Asmoro
*This paper for discussion in Communication and Environmental classes, Lecturer :
Yohanes Widodo, M.Sc.
INTRODUCTION
The capitalist system degraded workers in all of their relationships. Since they had to
fight against others of their own class for bare subsistence, they could never hope to
estavlish any short of valid relationships with another person. ( Sargent, 1987 : p. 112 )
Kapitalisme dapat muncul dalam relasi kehidupan manusia. Bukan hanya sistem
kapitalisme dalam lingkup yang besar seperti relasi antar negara, korporasi, media, tetapi
juga pada lingkup komunikasi yang lebih sempit ( misalnya interpersonal ). Tulisan ini
mencoba untuk membongkar sistem kapitalisme yang diterapkan dalam organisasi yang
menyuarakan „go green‟ atau „save the planet‟ secara kritis. Obyek dalam tulisan ini adalah
Greenpeace. Greenpeace melakukan pendekatan environmental untuk melakukan aksinya.
Pada prakteknya, Greenpeace merupakan organisasi profit yang bergerak dalam
lingkungan. Organisasi Ini kemudian meluas seperti korporasi – korporasi industri dibidang
lain. Hanya saja, Greenpeace selalu melakukan campaign untuk ‘go green‟ atau „save the
planet‟. Friedrich Engels – pun mengingatkan kita bahwa sistem kapitalisme ini dapat
bekerja dalam relasi pernikahan ataupun kerja. Engels selalu menekankan adanya class
struggle. Mengapa Greenpeace adalah organisasi profit? Alasannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendaftar, members harus membayar keanggotaan.
2. Dengan dalih menyelamatkan lingkungan. Kita harus menyumbang dana agar
Greenpeace dapat beraksi layaknya „hero‟ bagi lingkungan.
3. Greenpeace menggunakan „green‟ sebagai komoditas. Dimana bisnis lingkungan
menjadi menarik dan mempunyai peluang pasar yang besar.
Tulisan ini secara lebih lanjut mempertanyakan : “ Apa yang bisa dilakukan untuk
berkontribusi terhadap lingkungan, apabila saya tidak mempunyai sepersen – pun uang? “
Danu Dean Asmoro – FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012 | 2
ENVIRONMENTALIST : Pendekatan Lingkungan, Politik, Ekonomi, dan Sosial
In diverse array of issues and campaigns, environmentalists critize rising social and
economic inequalities, the proliferation of environmental risk and global consumerism,
and limited acess to political participation. ( Harper, 2006 : p.2 )
Para lembaga environmentalists selalu memberikan masukan dan mengkritisi
bagaimana pertumbuhan yang tidak seimbang antara sektor sosial dan sektor eknomomi.
Munculnya berbagai industri yang ada sebagai dampak dari modernisasi, menciptakan
munculnya resiko lingkungan dan tingkat konsumsi masyarakat dalam konteks global serta
keterbatasan dalam akses politik. Environmentalists selalu menyuarakan bahwa bumi harus
diselamatkan. Penyelamatan ini dengan berupa aksi yang dilakukan dan mengajak manusia
untuk terlibat masuk ke dalam gerakan tersebut.
Kesukesan Greenpeace dikarenakan terdapat mitos dalam masyarakat mengenai
lingkungan. Orang kemungkinan akan berfikir bahwa menjadi „green‟ adalah opsi untuk
memberikan solusi terhadap permasalahan – permasalahan lingkungan. Greenpeace
berhasil memenangkan mitos tersebut. Watson yang meninggalkan Greenpeace pada tahun
1977, menyatakan Greenpeace mempunyai 5 juta anggota di dunia dan berkantor di 24
negara.
Dalam tulisan ini penekanannya adalah : Pertama, kenapa solusinya harus uang?
Kedua, mengapa semakin banyak uang yang diseumbangkan semakin banyak
membantu? Ketiga, lalu apa kontribusi masyarakat yang tidak mempunyai uang
terhadap lingkungan?
Under its recently departed guru, David McTaggart, 59, the $157 million (1990
revenues) Greenpeace became a skillfully managed business, mastering the tools of
direct mail and image manipulation - and indulging in forms of lobbying that would
bring instant condemnation if practiced by a for-profit corporation. Ironical, this,
considering that McTaggart marketed Greenpeace as very much the nemesis of the
powerful multinational corporation.( Spencer, Bolwlrek & Morais. 1991 in Forbes )
David McTaggart adalah orang yang mempunyai peran penting dalam Greenpeace
dan pendiri organisasi tersebut. Penghasilan David McTaggart juga mencapai angka yang
Danu Dean Asmoro – FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012 | 3
fantastis yaitu $157 juta pada tahun 1990. Greenpeace menjadi pusat bisnis yang
mempunyai ketrampilan manajemen yang baik, menguasai peralatan pengiriman pesan/
laporan dan manipulasi gambar dan juga dapat melakukan loby secara instan yang
dipraktekkan oleh perusahaan – perusahaan profit. Ironisnya, Greenpeace menjadi
perusahaan multinasional yang sangat powerfull. Sekali lagi, bahwa ada kesamaan antara
Greenpeace dengan korporasi bisnis lain yaitu dalam pengembangan market secara lebih
luas. Analisis pendekatan yang akan dilakukan adalah berdasarkan pendekatan Marxisme
yang dijelaskan dalam referensi ( Storey, John. 1993. An Introduction Guide to Cultural
Theory and Popular Culture. New York : Harvester Whatsheaf. ( p. 97 – 124 ) )
Mode Of Production
Satu konsep yang ditekankan Marxis, bahwa sistem kapitalisme itu diciptakan
dimana ada kebutuhan – kebutuhan tertentu yang harus dicukupi oleh manusia dalam
hidupnya. Pendekatan Marxis selalu mengaitkan bagaimana relasi antara pekerja dan non
pekerja dalam suatu institusi. Pertama, Greenpeace memroduksi relasi antara manusia
dalam konteks menyelamatkan lingkungan. Relasi ini apabila dilihat lebih mendalam, akan
memperlihatkan members Greenpeace seperti ‘mesin uang’ dan uang digunakan sebagai
satu – satunya solusi yang dapat menyelamatkan lingkungan. ‘Workers‟ dan „non –
workers‟ yang dilakukan oleh para Marxis selalu mendekatkan pada bagaimana masyarakat
diproduksi oleh sistem politik, sosial, dan budaya. „Go green‟ misalnya, bukan hanya
menjadi view dalam lingkungan. Kita melihat „go green‟ ini menjadi politik, ‘lahan’ untuk
orang mencari uang dan penghasilan serta memperkaya diri, dan budaya yang dimaknai
bahwa dengan hal itu kita menciptakan lingkungan yang lebih baik. Penghasilan David
McTaggart yang dilaporkan, adalah salah satu penguat argumen ini.
Base dan Superstructure
Superstructure merupakan institusi ( politik, legal, edukasi, budaya, dan lain
sebagainya ) dan mendefinisikan pada suatu kesadaran, kita juga dapat menemukan dalam
politik, religi, etika, filosofi, seni, budaya, dan lain sebagainya ) yang merupakan basis dari
mode of production. Dalam hal ini Greenepeace juga dapat menjadi superstructure, karena
Greenpeace sendirilah yang memunculkan dan menggerakkan orang untuk sadar terhadap
Danu Dean Asmoro – FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012 | 4
lingkungan. Sedangkan base mengarah pada kondisi antara konten dan bentuk dari mode of
production. Kita melihat bahwa aksi lingkungan ini dimaknai dalam relasi ekonomi.
Relations Of Production dan Forces Of Production
Dalam pendekatan Marxis, terdapat relations of production. Forces of production di
Greenpeace ini dapat dilihat pada material, alat, teknologi, pekerja, dan keterampilan dalam
proses produksi. Kita menemukan hal ini pada bagaimana hal ini membantu Greenpeace
untuk memproduksi pesan – pesan mengenai lingkungan. Selain itu, ada pula relations of
production yang mengarahkan Greenpeace pada relasi kelas dalam proses produksi. Relasi
kelas ini juga muncul pada Greenpeace, karena mereka juga merupakan organisasi yang
mempunyai struktur.
False Consciousness
False consciousness yang merupakan kesadaran palsu yang legal dilakukan sebagai
jalan hidup, terjadi. Bahwa kita didoktrin mengenai lingkungan dan para activist
lingkungan juga menggunakan langkah propaganda dan manipulasi untuk tujuan tertentu.
Lalu yang paling mengerikan adalah bahwa uang merupakan jalan solusi bagi
permasalahan lingkungan, lalu masyarakat percaya dengan cerita tersebut.
Hegemony dan Counter Hegemony
Hegemony is used to refer to a condition in process in which a dominant class(es)
doesn‟t merely rule but leads a society through the exertion of moral and intellectual
leaderships. ( Storey. 1993. P : 119 )
Hegemoni merupakan kondisi dalam proses dimana kelas dominan memenangkan
interaksi yang dilakukan. Hal ini bukan hanya mengarah dalam peran sebagai sang
dominan, tetapi sampai pada kepemimpinan dengan adanya kekuasaan moral dan
intelektual. Hal ini mengarahkan kita bahwa hegemoni adalah kondisi dimana ada kelas
dominan yang memimpin dan mempunyai power. Untuk memeranginya, maka diperlukan
Danu Dean Asmoro – FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012 | 5
counter – hegemony, yaitu kelas yang memperjuangkan untuk melawan kuasa sang kelas
dominan.
Awalnya kita dapat menganalisis bahwa aktivis lingkungan ( seperti Greenpeace )
adalah counter – hegemony dari koporasi – korporasi bisnis yang merusak lingkungan. Kita
memahami pada awalnya, bahwa Greenpeace ingin menyelamatkan lingkungan. Tetapi apa
yang terjadi? Greenpeace justru menjadi hegemony pada saat ini. Greenpeace menjadi kelas
dominan dengan alasan moral dan intelektual yang dimiliki.
GREENPEACE DAN EKONOMI POLITIK
Greenpeace Germany, for instance, second-largest branch operation after Greenpeace
U.S.A., had revenues last year of $36 million and 700,000 members, of whom 320,000
permit Greenpeace to automatically debit their bank accounts annually for the dues of
50 deutsche marks ($30). ( Spencer, Bolwlrek & Morais. 1991 in Forbes )
Greenpeace Jerman misalnya yang merupakan Greenpeace terbesar setelah yang berada
di Amerika Serikat, dimana penghasilan pada tahun terakhir berjumlah $36 juta dan
mempunyai 700.000 anggota dimana 320.000 anggota secara setuju dan otomatis
mendaftarkan diri melalui bank agar mempunyai keanggotaan di Greenpeace dengan
membayar 50 deutschemarks atau sekitar $30 pada keanggotaannya. Bukti tersebut, dapat
kita lakukan analisis menggunakan pendekatan eknonomi politik.
Commertialization
Komersialisasi ini muncul ketika dijelaskan sebelumnya, bahwa akhirnya
Greenpeace menerapkan uang sebagai alat untuk memperluas lahan gerakannya. Kita tidak
dapat melihat lagi tujuan mulia hanya untuk lingkungan, tetapi kita akhirnya menemukan
berbagai motif ekonomi yang dilakukan oleh Greenpeace.
Commodification
Commodification is the process of transformation use values into exchange values. (
Mosco, 1996 : p. 141 )
Danu Dean Asmoro – FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012 | 6
Komodifikasi merupakan proses tranasformasi atau perubahan dimana nilai guna
berubah menjadi nilai tukar. Berikut penjelasannya :
a) Use value dalam Greenpeace adalah bagaimana lingkungan seharusnya dijaga dan
manusia harus menjaga lingkungan agar meminimalisir dampak – dampak
lingkungan yang akan terjadi. Nilai dalam Greenpeace kemudian berubah ke
exchange values.
b) Exchange value dalam Greenpeace adalah bagaimana kemudian nilai guna untuk
lingkungan tersebut, kemudian berganti ke nilai tukar. Dalam tahapan ini, harus ada
materi yang dikeluarkan. Jadi lingkungan dikomodifikasi dalam bentuk kampanye –
kampanye atau program lingkungan, kemudian hal tersebut mendatangkan uang.
Spatialization
….. Henri Lefebvre ( 1979 ) to denote the process of overcoming the constraints of space
and time in social life. ( Mosco, 1996 : p. 173 )
Dalam konteks ekonomi politik, kemudian kita mengenal bahwa ekspansi
multinasional yang dilakukan oleh Greenpeace merupakan bentuk spatialization. Orang
kemudian semakin mudah untuk melakukan aksi peduli lingkungan dengan Greenpeace di
negara – negara tertentu, tanpa khawatir adanya perbedaan jarak dan waktu.
Structuration
Structuration therefore describes a process by which structures are constituted out of
human agency, even as they provide they very „medium‟ of that constitution. ( Mosco, 1996
: p.212 )
Dalam hal ini, kemudian terjadi proses pengonstitusian/ pelegalan struktur dalam
kehidupan. Hal ini misalnya dalam pendekatan Ekonomi Politik membuat media menjadi
konstitusi. Dalam Greenpeace, kita menemukan bahwa Greenpeace juga akhirnya menjadi
konstitusi. Kita dapat melihat bagaimana organisasi tersebut menciptakan power dalam
kehidupan masyarakat. Human agency pastinya adalah manusia yang diajak untuk peduli
terhadap lingkungan.
Danu Dean Asmoro – FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012 | 7
KONTEKS MATERIAL HISTORIS DAN SOSIAL
Dalam tulisan Milja Kurki : “ Menurut Marx, yang terpenting adalah jika kita
menganalisis orang dalam hubungan dengan konteks material historis dan sosial mereka,
maka kita dapat melihat peran berbagai kekuatan structural dan penindasan struktural yang
terkandung dalam sistem modern ekonomi kapitalis dan dalam pemerintahan “ borjuis
demokratis “ yang melekat padanya. “
Who is this somewhat mysterious David McTaggart, regarded by many as a near
saintly figure? McTaggart's skillful image manipulation begins with his own life story.
There is the official version, as told in the 1989 book, The Greenpeace Story, and
repeated over the years in many newspaper and magazine stories about the
organization. According to this official version, McTaggart was once a successful real
estate executive who saw the light at age 39 and decided to save the planet. ( Spencer,
Bolwlrek & Morais. 1991 in Forbes )
David McTaggart mempunyai image orang yang ‘canggih’ dalam memanipulasi dalam
ksiah hidupnya. Dia juga sukses dalam masa muda, dengan politik “ save the planet”. Kita
pastinya juga menjadi ragu, apakah Greenpeace juga menerapkan manipulasi terhadap
image mengenai lingkungan. Sejarah David McTaggart mengarahkan kita untuk
memikirkan pada hal tersebut. Kemudian dikarenakan kita mengetahui bagaimana
keuntungan yang didapatkan oleh Greenpeace, kita juga dapat melakukan berbagai
pendekatan lain. Greenpeace kemudian menjadi korporasi modern yang mempunyai
kewenangan, pengawasan dengan pemerintahan. Greenpeace melaporkan laporan mengenai
kasus tertentu dengan adanya advertorial press dan dapat diketahui oleh para shareholders.
Baik media maupun Greenpeace, pada akhirnya mengambil keuntungan dari hal tersebut.
McTaggart juga mendapatkan penghasilan yang luar biasa yaitu $60,000.
How has Greenpeace used this power? Ruthlessly. There is a kind of ends-justify-the-
means mentality at work here. Greenpeace pressured the University of Florida into
firing marine biologist Richard Lambertsen in 1986. Lambertsen's offense: doing
research that required tissue samples from whale organs, research that Greenpeace
had decided wasn't scientifically useful. Greenpeace made the preposterous claim that
Lambertsen was just a front for commercial whalers. Lambertsen, now at the Woods
Hole Oceanographic Institution, says his research was aimed at identifying whale
diseases. Greenpeace's tactics, he says, included trucking protesters to the campus and
Danu Dean Asmoro – FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012 | 8
flying over football games with banners that said "U of F stop killing whales." (
Spencer, Bolwlrek & Morais. 1991 in Forbes )
Power dan Control
Greenpeace juga melegitimasi power sebagai kekuatan yang sah, dimana misalnya
Greenpeace juga memanfaatkan riset – riset untuk ‘proyek politik – ya’. Dari contoh
tersebut, Greenpeace memohon periset Universitas Florida untuk mengadakan riset
mengenai sampel tissue dari organ ikan paus, dan Richard Lambertsen mengatakan bahwa
riset tersebut tidak hanya bertujuan untuk keilmuwan. Riset tersebut pada akhirnya
digunakan untuk mengidentifikasi ancaman terhadap ikan paus. Kemudian, Greenpeace
mengadakan taktik untuk berkampanye. Dari contoh tersebut, kita menjadi bertanya : “
Apakah lingkungan kemudian menjadi asset untuk diperbaiki, atau lahan memperoleh
keuntungan? “ Dan ada kecenderungan bahwa riset dimanfaatkan oleh Greenpeace sebagai
alat untuk memperkuat data dan fakta yang ditemukan.
Kembali kita memikirkan mengenai manipulasi image. Jika kita kembali memikirkan
bagaimana kedekatan antara Greenpeace dengan pemerintahan dan media massa menjadi
sangat dekat. Pemerintah selalu mengira bahwa Greenpeace merupakan pahlawan,
sedangkan media juga menganggap bahwa temuan – temuan Greenpeace adalah hal yang
menarik dan dapat dijadikan lahan bisnis yang besar. Dari sini, kita mengetahui bahwa
permasalahannya menjadi sistemik. Tidak hanya lagi berbicara pada Greenpeace, akan
tetapi sampai pada stakeholder ( bahkan di level multinasional ).
If Greenpeace's ends justify such means, what are these noble ends? It's impossible to
say precisely, though unmistakable is a hatred of business and free markets.
Greenpeace U.S.A. Executive Director Peter Bahouth told the newspaper In These
Times in April 1990: "I don't believe in the market approach.... It results in treating
toxics or pollution as a commodity.... When companies have a bottom line of profit you
won't have them thinking about the environment." ( Spencer, Bolwlrek & Morais. 1991
in Forbes )
Executive Director Greenpeace Amerika Serikat juga menegaskan bahwa Greenpeace
tidak melakukan pendekatan pasar. Karena pendekatan tersebut, dirasakan sebagai racun
Danu Dean Asmoro – FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012 | 9
atau membuat polusi sebagai komoditas. Ia menegaskan bahwa ketika korporasi bergerak
dengan kuasa profit, pastinya akan melupakan lingkungannya. Mendekatkan diri kita pada
membongkar discourse yang dilakukan oleh Greenpeace. Rasanya dari pendapat tersebut
muncul power, dimana bukan hanya lagi membela Greenpeace ( tetapi lebih ke – adanya
justifikasi bahwa Greenpeace tidaklah sama dengan korporasi bisnis yang lain.
German environmental consultant Joseph Huber, talking about militant elements in
Greenpeace Germany, sums up an informed outsider's view: "These Greenpeacers do
not know what they are longing for. But they do feel the strong need to protest the
perceived destruction of the earth by industrialism and capitalism. The Marxist
elements are interspersed with a new kind of romanticism and anarchism." ( Spencer,
Bolwlrek & Morais. 1991 in Forbes )
Konsultan lingkungan dari Jerman yang bernama Joseph Huber, mengatakan terdapat
elemen militant dalam Greenpeace di Jerman. Para pengikut Greenpeace tidak mengetahui,
untuk apa mereka mengikuti aksi – aksi yang dilakukan. Tetapi mereka merasakan perlu
menghujat, merotes, mengenai kerusakan lingkungan akibat individualism ataupun
kapitalisme. Hubler menyatakan bahwa pada akhirnya terdapat bentuk baru yaitu
Romantism dan Anarchism yang berada pada elemen dari pendekatan Marxist.
Kutipan menarik dari The Bozeman, Mont.-based Political Economy Research Center,
yang menyatakan : “Its philosophy is that pollution is a sin, not a cost, and should be
outlawed, not taxed - even if that means shutting down industry.”
Hal tersebut mengingatkan pada kita bahwa kita harus berfikir secara filosofis
terhadap polusi lingkungan. Polusi merupakan suatu tindakan yang salah/ dosa, dan bukan
merupakan permasalahan harga/ ongkos, dan harusnya diluar perlindungan hukum ( dalam
artian tidak mempunyai kuasa untuk masuk dalam sitem hitung untung – rugi ), tidak
mengenakan pajak, dan itu berarti menutup adanya industri. Greenpeace juga selalu
mengadakan investigasi rahasia, yang pada akhirnya mengeluarkan biaya yang sangat
mahal sekali. Misalnya kasus investigasi rahasia yang kemudian dipublikasikan, banyak
negara yang harus mendapatkan laporan tersebut dengan cara membayar mahal.
Danu Dean Asmoro – FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012 | 10
Ada satu konsep menarik mengenai wild capitalism dari penelitian Krista Harper yang
dilakukannya di Hongaria, adapun beberapa link yang dapat ditarik dalam konsep wild
capitalism tersebut, adalah :
1. Bahwa para environmentalist menggunakan pendekatan environmentalism untuk
mengadakan gerakan lingkungan yang lebih besar dan menciptakan suatu identitas
aktivias. Implikasinya adalah gerakan tersebut tidak dapat dilihat secara tunggal
sebagai kegiatan untuk menyelamatkan lingkungan. Gerakan itu kemudian
bersinggungan misalnya dengan motif eknomi, politik, sosial, budaya, dan lainnya.
Kemudian, karena gerakan tersebut adalah identitas. Maka akan terjadi pertarungan
antara identitas korporasi dan aktivis. Mencoba dengan pendekatan dekonstruksi
Derrida, bahwa dikotomi antara merusak dan memperbaiki yang diciptakan
tersebut, sangat problematis.
2. Knowledge dan power saling bertempur dalam environmental struggles. Kita
melihat bahwa para environmentalist menggunakan kedua hal tersebut dalam
beraksi. Greenpeace juga melakukan hal yang sama. Tanpa adanya knowledge dan
power, pasti apa yang dilakukan tidaklah digubris oleh publik.
3. Aktivis melakukan propaganda. Misalnya Greenpeace yang memanfaatkan iklan
sebagai alat untuk kampanye. Permasalahannya, tidak sedikit propaganda yang
dilakukan ternyata justru salah.
4. Eco – colonialism, kita melakukan pendekatan ini ketika Greenpeace menjadi
multinasional. Kita mengetahui bahwa ada ‘penjajahan baru’ dalam hal ini antara
East dan West. Apa implikasinya? Barat dianggap lebih maju dan Timur adalah
lahan untuk memperluas jaringan bisnis para environmentalist.
5. Issue mengenai degradasi lingkungan menjadi konsesus bagi semua kalangan.
Seolah hal ini sangat penting. Dan mengapa juga gerakan ini harus sangat berpaku
pada uang. Apakah tidak lebih baik, membangun kesadaran diri pada masing –
masing orang?
The editorial compares Eastern Europe's command economies to the West's "savage
capitalism." Mindless of the environmental devastation caused by socialism, the
editorial concludes: "From a purely ecological perspective, the two competing
Danu Dean Asmoro – FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2012 | 11
ideologies were barely distinguishable." That outrageous statement would hardly sell in
the newly freed countries of Eastern Europe, although Greenpeace has recently opened
two offices there, but in the pampered West it apparently finds believers. ( Spencer,
Bolwlrek & Morais.1991 in Forbes )
Tulisan ini menyatakan bahwa pendekatan lingkungan berbeda dengan permasalahan
ideologi kapitalisme ataupun sosialisme. Kedua ideologi tersebut justru dapat mengancam
lingkungan itu sendiri. Pendekatan mendasar adalah bagaimana lingkungan dapat dilakukan
pendekatan melalui perspektif ekologi. Dimana lingkungan benar – benar menjadi concern
utama. Saat ini, relasi berdasarkan uang juga menghantui kehidupan kita dalam hal apapun.
Mirisnya adalah ketika tujuan mulia yaitu ‘menyelamatkan lingkungan’ menjadi tujuan
untuk ‘mencari lahan uang layaknya emas’. Greenpeace memang mempunyai tujuan baik.
Tetapi bukankah sulit untuk mendapatkan seseorang/ organisasi yang benar – benar tulus
pada saat ini? Tidak ada yang benar – benar ‘gratis’ di dunia ini.
REFERENSI
Buku
-----------Edkins, Jenny & Williams, Nick Vaughan. 2009. Teori – Teori Kritis Menantang
Pandangan Utama Studi Politik Internasional. Yogyakarta : Baca Publisher ( licence
Routledge ).
-----------Harper, Krista. 2006. Wild Capitalism : Environmental Activism and Postsocialist
Political Ecology in Hungary. Amherst : University of Massachusetts.
-----------Sargent, Lyman Tower. 1987. Contemporary Political Ideologies A Comparative
Analysis. California : Brooks/ Cole Publishing Company.
-----------Storey, John. 1993. An Introduction Guide to Cultural Theory and Popular
Culture. New York : Harvester Wheatsheaf.
Lain – Lain
-----------Spencer, Leslie ; Bollwerk, Jan & Morais, Richard C. The Not So Peaceful World
Of Greenpeace. ( November, 11, 1991 : Forbes )