44
ACARA II LIPIDA DAN LIPASE A. Tujuan Praktikum Praktikum acara II “Lipida dan Lipase” ini, bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap kenampakkan beberapa jenis minyak dan lemak. 2. Mengetahui ketengikan minyak dengan metode Kreiss. 3. Mengetahui kualitas minyak dengan uji Angka Asam. 4. Mengetahui adanya aktivitas enzim Lipase dari Kacang Tanah. B. Tinjauan Pustaka 1.Tinjauan teori Lipida adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air tapi dapat diekstraksi dengan pelarut nonpolar seperti kloroform, eter dan benzena. Senyawa organik ini terdapat dalam semua sel dan berfungsi sebagai komponen struktur sel, sebagai simpanan bahan bakar metabolik, sebagai bentuk untuk mengangkut bahan bakar, sebagai komponen pelindung dinding sel dan juga sebagai komponen pelindung kulit vertebrata. Beberapa senyawa lipida mempunyai aktivitas biologis yang sangat penting dalam tubuh, diantaranya vitamin

Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

  • Upload
    ufi-ufy

  • View
    499

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

ACARA II

LIPIDA DAN LIPASE

A. Tujuan Praktikum

Praktikum acara II “Lipida dan Lipase” ini, bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap kenampakkan beberapa jenis

minyak dan lemak.

2. Mengetahui ketengikan minyak dengan metode Kreiss.

3. Mengetahui kualitas minyak dengan uji Angka Asam.

4. Mengetahui adanya aktivitas enzim Lipase dari Kacang Tanah.

B. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan teori

Lipida adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air tapi dapat

diekstraksi dengan pelarut nonpolar seperti kloroform, eter dan benzena.

Senyawa organik ini terdapat dalam semua sel dan berfungsi sebagai

komponen struktur sel, sebagai simpanan bahan bakar metabolik, sebagai

bentuk untuk mengangkut bahan bakar, sebagai komponen pelindung

dinding sel dan juga sebagai komponen pelindung kulit vertebrata.

Beberapa senyawa lipida mempunyai aktivitas biologis yang sangat

penting dalam tubuh, diantaranya vitamin dan hormone. Ditinjau dari

sudut nutrisi, lemak merupakan sumber kalori penting di samping berperan

sebagai pelarut berbagai vitamin (Gerindra, 1986).

Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang

diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu

gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam

lemak bebas yang besar yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena

proses pengolahan yang kurang baik. Meski tinggi angka asam makin

rendah kualitasnya (Martoharsono, 1978).

Dalam cairan yang mengandung asam lemak dikenal peristiwwa

“tengik”. Bau yang khas ini disebabkan karena adanya senyawaan

campuran asam keto dan asam hidroksiketo yang berasal dari dekomposisi

Page 2: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

asam lemak yang terdapat dalam cairan itu. Sampai sekarang reaksi

menjadi tengik dikenal sebagai reaksi radikal asam lemak tidak jenuh

(Sudarmadji,dkk, 2010).

Proses oksidasi apabila terjadi kontak antara oksigen dengan

minyak dan akan menyebabkan ketengikan karena proses oksidasi ini

disebut oxidative rancidity. Enzim dapat menguraikan minyak dan akan

menyebabkan minyak tersebut menjadi tengik, ketengikan itu disebut

enzymatic rancidity. Lipase yang bekerja memecah lemak menjadi gliserol

dan asam lemak serta menyebabkan minyak berwarna gelap. Sedangkan

enzim peroksida membantu proses oksidasi minyak sehingga

menghasilkan keton. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang

masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan

trigliserida tidak berwarna. Minyak yang berwarna oranye atau kuning

disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan

flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya

asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan

bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.

Titik cair minyak sawit berbeda dalam nilai kisaran suhu, karena minyak

kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai

titik cair yang berbeda-beda. Mutu minyak kelapa sawit yang baik

mempunyai kadar kurang dari 0,1% dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01

%, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2% atau

kurang) (Muchtadi dkk, 2010).

Pembuatan gliserol dengan cara hidrolisis dapat dilakukan dengan

bantuan katalis atau tanpa katalis. Hidrolisis tanpa katalis dilakukan pada

suhu 373oC, sedangkan dengan katalis dapat dilakukan pada suhu 100oC.

Katalis yang dapat digunakan bisa berupa katalis homogen (HCl dan

H2SO4) dan katalis heterogen berupa resin. Keunggulan katalis homogen

adalah konversi reaksi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan katalis

heterogen. Reaksi hidrolisis minyak biji karet dengan katalis HCl

mendapatkan konversi reaksi sebesar 84%. Pemilihan HCl sebagai katalis

Page 3: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

disebabkan karena sifatnya yang lebih reaktif dan harganya yang murah.

semakin pekat katalisator, maka reaksi hidrolisis dapat menghasilkan

gliserol yang maksimum. Namun bila katalis terlalu pekat maka gliserol

yang dihasilkan berkurang, karena ada sebagian dari katalisator yang

terarangkan, sehingga kurang reaktif. Penggunaan asam pekat yang juga

merupakan oksidator kuat memungkinkan untuk terbentuk arang

(Aziz, 2013).

Lipase digunakan untuk modifikasi lemak dan minyak terutama

karena sifat enzim yang begitu spesifik. Kinerja enzim lipase ditentukan

oleh parameter dari media reaksi, yaitu pelarut ini polaritas atau log P

(koefisien hidrofobik-hidrofilik), aktivitas air (aw), pembawa imobilisasi.

Sifat-sifat lipase dapat dipengaruhi oleh teknik reaksi rekayasa media,

berdasarkan kimianya modifikasi atau dengan menutup enzim dengan

surfaktan atau lipid (Adamczak, 2004).

Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik

yang disebut roses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal

asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidai dimulai dari

pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor

yang dapat mempercapat reaksi seperti cahaya, panas peroksida lemak atau

hidroperoksida logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Dengan

adanya airlemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.

Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng, minyak yang telah

terhidrolisis, smoke point-nya menurun. Pencegahan ketengikan pada

minyak dapat dilakukan dengan melakukan penyimpanan pada tempat

tertutup dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari stainless steel, minyak

atau lemak harus terhindar dari logam besi atau tembaga. Bila makanan

telah diolah menjadi bahan makanan maka pola ketengikanya akan

berbeda misal kandungan gula yang tinggi mengurangi adanya ketengikan.

Serta adanya antioksidan, adanya antioksidan akan menhambat proses

terjadinya ketengikan (Winarno, 1984).

Page 4: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

2. Tinjauan bahan

Angka asam pada minyak dan lemak menunjukkan kandungan

asam lemak bebas yang mempengaruhi kualitas minyak dan lemak. Angka

asam yang tinggi pada minyak jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis

pada saat proses penggorengan. Angka asam dapat diturunkan dengan

proses adsorpsi. Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng

bekas atau jelantah diakibatkan oleh proses hidrolisis yang terjadi selama

prosess penggorengan yang biasanya dilakukan pada suhu 160-200oC. uap

air yang dihasilkan pada saat proses penggorengan, menyebabkan

terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas,

digliserida, monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari angka

asam (Mardina, 2012).

Hidrolisis minyak juga bisa dilakukan secara enzimatis

menggunakan enzim lipase. Enzim lipase menghidrolisis minyak

(trigliserida), digliserida dan mono gliserida menghasilkan asam lemak

bebas dan gliserol. enzim lipase lebih mudah menghidrolisis asam lemak

tidak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Asam lemak rantai pendek

lebih dahulu terhidrolisis daripada asam lemak rantai panjang. Tetapi

karena asam kaprilat jumlahnya jauh lebih banyak dari asam kaproat,

maka enzim lipase lebih banyak bertemu dengan asam kaprilat

(Su’i, 2013).

Selama ini produksi asam lemak dari kelapa sawit diperoleh

dengan cara hidrolisa minyak sawit dengan menggunakan air pada suhu

sekitar 240 oC – 260 oC dan tekanan 45 –50 bar. Cara lain yang digunakan

adalah dengan menghidrolisa minyak sawit secara enzimatik, yaitu dengan

menggunakan enzim lipase. Ditinjau dari segi ekonomi dan teknik, kedua

cara ini dinilai kurang efisien karena untuk pembuatan asam lemak ini

diperlukan terlebih dahulu satu pabrik pengolahan CPO sebagai bahan

bakunya. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dikaji suatu alternatif proses

pembuatan asam lemak yang lebih murah. Alternatif proses yang dikaji

adalah dengan memproduksi secara langsung asam lemak dari buah segar

Page 5: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

kelapa sawit secara enzimatik, yaitu dengan cara mengaktifkan enzim

lipase yang terdapat pada buah kelapa sawit (Tambun, 2007).

Dalam proses industri yang ada saat ini,minyak sawit mentah

dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol pada 250 oC dan tekanan 50

bar selama 2 jam untuk mencapai konversi 96-99%. Nisbah air terhadap

minyak yang digunakan bervariasi pada rentang 0,4–1,5 (w/w), dengan

kondisi tersebut, polimerisasi lemak dan pembentukan produk samping

akan terjadi sehingga dihasilkan asam lemak yang berwarna sangat gelap

dan larutan gliserol yang tidak berwarna. Pemurnian lebih lanjut dengan

distilasi diperlukan untuk menghilangkan warna dan pemisahan hasil

samping tersebut. Hidrolisis yang diikuti distilasi untuk memurnikan

merupakan proses yang memerlukan energi yang sangat besar. Oleh

karena itu, akan sangat menguntungkan untuk mengembangkan proses

dengan konsumsi energi yang rendah dan menghasilkan produk yang tidak

berwarna (Setyopratomo, 2012).

Minyak sawit, seperti biji minyak lainnya, adalah ester asam lemak

gliserol biasa disebut trigliserida. Ia memiliki tinggi proporsi asam

palmitat jenuh (C16) yang mana mungkin saja disebabkan nilainya dalam

pembuatan sabun. minyak sawit ini juga mengandung lemak tak jenuh

yang tinggi, terutama yang berasal dari asam oleat. Dalam keadaan

aslinya, minyak sawit mengandung karotenoid (0,05-0,2%) yang

memberikan warna merah (Njoku, 2010).

Minyak dan lemak adalah bagian dari kelompok senyawa dikenal

sebagai ester lemak atau trigliserida, dan hidrolisis mereka dasarnya

melibatkan reaksi dengan air untuk menghasilkan asam lemak yang

berharga gratis dan gliserol. Ada tiga rute utama saat ini digunakan untuk

hidrolisis lemak dan minyak dalam produksi asam lemak ; tekanan tinggi

membelah uap, hidrolisis basa dan enzimatik hidrolisis. Para enzim lipase

yang secara khusus mengkatalisis hidrolisis minyak menjadi asam lemak

bebas dan gliserol pada hubungan antara dua cairan. Trigliserida ini

Page 6: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

disebut "lipid", tidak larut dalam fase air, sehingga reaksi harus mengambil

tempat pada antar muka air dan fase lipid (Murty, 2002).

Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak

jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam lemak yang pada rantai

hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh,

dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya

disebut asam lemak jenuh. Asam palmitat dan asam oleat merupakan asam

lemak yang dominan terkandung dalam minyak sawit, sedangkan

kandungan asam lemak linoleat dan asam stearatnya sedikit. Asam

palmitat merupakan asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik

cair (meelting point) yang tinggi yaitu 64°C. Kandungan asam palmitat

yang tinggi ini membuat minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi

(ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam

lemak tidak jenuh rantai panjang dengan panjang rantai C18 dan memiliki

satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam

palmitat yaitu 14°C (Zulkifli dan Estiasih, 2014).

C. Metodologi

1. Alat

a. Gelas beker 500 ml

b. Gelas ukur

c. Tabung reaksi dan rak tabung reaksi

d. Pipet ukur

e. Timbangan

f. Erlenmeyer 250 ml

g. Pemanas

h. Pendingin Balik

i. Pipet tetes

j. Alat Sentrifugasi

k. Waterbath

l. Stopwatch

m. Buret Titrasi

Page 7: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

2. Bahan

a. Minyak sawit

b. Lemak sapi

c. Minyak wijen

d. Minyak zaitun

e. Minyak baru

f. Minyak bekas

g. Minyak lama di kaleng

h. Air

i. Air dingin <100 C

j. HCl

k. Phloroglucinol 1%

l. Alkohol 96%

m. Alkohol netral

n. Indikator phenolphtalein

o. NaOH 0,01 N

p. NaOH 0,1 N

q. Kacang tanah

r. NaCl 0,1 M

s. Susu

Page 8: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

3. Cara Kerja

a. Pengaruh Suhu Dingin Terhadap Kenampakan Beberapa Jenis Minyak

b. Pengujian Ketengikan Minyak dengan Metode Kreiss Test.

Diamati lapisan warna pink yang terjadi jika minyak tengik

Di sentrifusi 3 menit pada rotasi 1500 rpm

Ditambahkan dan dibiarkan selama 10 menit

Digojog homogen

1 ml phloroglucin-

ol 1%

1 ml minyak baru, miyak bekas, minyak lama+air,

minyak lama di kaleng dan 1 ml HCl

Diamati warna, bau, dan kenampakannya

Diamati perubahan warna, bau, dan kenampakannya

Dimasukkan tiap minyak pada tabung kedalam gelas beaker 500 ml yang berisi air

dingin < 100 C

Disiapkan 8 tabung reaksi

Dimasukkan sampel pada masing-masing tabung dan diamati warna, bau, serta

kondisinya pada suhu kamar

10 ml minyak kelapa sawit, lemak sapi,

minyak wijen,

minyak zaitun.

Page 9: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

c. Pengujiam Angka Asam

d. Uji aktivitas Enzim Lipase

1) Penyiapan larutan enzim

Dibandingkan jumlah titran yang diperlukan

NaOH 0,1 N Dititrasi sampai warna merah jambu

Ditambah5 tetes indikator pp

50 ml alkohol 96%

Ditambahkan dan dididihkan 10 menit dengan pemanas yang

dilengkapi dengan pendingin balik

Ditimbang, dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml

5 g minyak baru/bekas

Disaring dan diperoleh filtrat (enzim kasar)

100 ml 0,1 M NaCl

Ditambahkan lalu dibiarkan selama 30 menit selama 30 menit

Ditimbang, dan dihancurkan 10 g kacang tanah

Page 10: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

2) Uji Aktivitas Enzim

5 tetes phenolphtaleinNaOH 0,01 N

Ditambahkan

Ditambahkan

Ditambahkan dan dititrasi dengan NaOH 0,01 N hingga tepat merah

jambu

Di catat NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi

40 ml alkohol

Diinkubasi pada suhu 300 C selama 10 menit

2 ml larutan enzim

8 ml substrat (susu) atau

blanko (NaCl 0,1 M)

Dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml dan diseimbangkan suhunya

dalam waterbath 300 C

Page 11: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

D. Hasil dan Pembahasan

Tabel 2.1 Kenampakan Jenis Minyak dan Lemak dalam Suhu Dingin

Kel Sampel Suhu Ambien (Ruang) Suhu Dingin < 100CWarna Bau Wujud Warna Bau Wujud

9. Minyak Sawit

Kuning jernih

Tidak berbau Cair Kuning

jernihTidak berbau

Agak kental

10. Lemak Sapi

Kuning pekat Menyengat Kental

Kuning lebih pekat

Lebih amis Padat

11. Minyak Wijen

Kuning coklat Menyengat Cair Kuning

coklat Menyengat Agak kental

12. Minyak Zaitun

Kuning terang Wangi Cair Kuning Sedikit

wangi Kental

13. Minyak Sawit

Kuning jernih

TidakBerbau Cair Kuning

jernihTidak berbau

Agak kental

14. Lemak Sapi

Kuning Pekat Menyengat Kental

Kuning lebih pekat

Lebih Amis Padat

15. Minyak Wijen

Kuning coklat Menyengat Cair Kuning

coklatWijen menyengat

Agak kental

16. Minyak Zaitun

Kuning terang Wangi Cair kuning Sedikit

wangi Kental

Sumber : Laporan Sementara

Sifat fisik minyak dan lemak sangat ditentukan oleh suhu yang

dialaminya. Secara umum sifat fisik minyak dan lemak ditentukan oleh

susunan asam lemak tersebut di dalam triasigliserol. Dalam praktikum ini

digunakan empat sampel minyak yaitu Minyak sawit, Lemak sawit, minyak

wijen, dan Minyak zaitun. Karakteristik masing-masing minyak tersebut

berbeda. Sehingga ketika diberi perlakuan suhu perubahanya berbeda-beda

dilihat dari segi warna, bau dan kondisi atau keadaan padat maupun cair.

Percobaan ini dilakukan dengan tujuan mengetahui pengaruh suhu dingin

terhadap kenampakan minyak-minyak tersebut.

Pada minyak sawit kelompok kami dan kelompok 13 meghasilkan hasil

yang sama setelah ditambahkan air dingin yaitu berwarna kuning jernih, tidak

berbau dan berwujud kental. Minyak sawit termasuk minyak yang memiliki

kadar lemak jenuh yang tinggi. Minyak sawit berwujud setengah padat pada

temperatur ruangan dan memiliki beberapa jenis  lemak jenuh diantaranya

Page 12: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

asam laurat (0.1%), asam miristat (1%), asam stearat (5%), dan asam

palmitat (44%). Minyak sawit juga memiliki lemak tak jenuh dalam

bentuk asam oleat (39%), asam linoleat (10%), dan asam alfa

linoleat (0.3%). Seperti semua minyak nabati, minyak sawit tidak

mengandung kolesterol meski konsumsi lemak jenuh diketahui menyebabkan

peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah dan lipoprotein densitas

tinggi akibat metabolisme asam lemak dalam tubuh. Menurut teori dari

Muchtadi (2005) Pada proses pembuatan minyak goreng dari kelapa sawit

ada dua fase yang berbeda, yaitu fase padat dan fase cair. Jenis yang padat

disebut stearin dengan nama asam lemak yaitu stearat. Sementara, bagian dari

minyak yang berbentuk cair disebut olein dan nama asam lemak yaitu asam

oleat atau omega 9. Proses penyaringan dua kali adalah sebutan untuk

menjelaskan pemisahan minyak fase padat dari fase cair tadi. Jadi agar

stearinnya tidak terbawa, dilakukanlah double fractination atau penyaringan

dua kali. Jika hanya dilakukan satu kali penyaringan, terkadang minyak

tersebut masih bisa membeku (biasanya disebut dengan minyak goreng

curah). Penyusun utama dari komposisi minyak kelapa sawit adalah minyak

kelapa sawit komersial mengandung asam palmitat sebanyak 40-46 % dan

asam oleat sebanyak 39-45%). Asam oleat memiliki titik leleh 16°C dan asam

palmitat memiliki titik leleh 60°C sehingga seharusnya minyak kelapa sawit

komersial pada suhu di bawah 10°C sudah tidak berwujud cair lagi. Jadi

berdasarkan teori tersebut dan berdasarkan hasil praktikum masih belum

terjadi kesesuaian yakni karena minyak sawit mengental pada penambahan

air dingin <10°C pada kelompok kami kekentalan yang terjadi dimungkinkan

karena minyak yang digunakan bukan minyak komersial yakni tidak

dilakukan double fractination atau penyaringan dua kali sehingga minyak

masih bisa membeku pada suhu dingin, kenampakan pada hasil kelompok

kami yaitu berwujud agak kental.

Lemak sapi pada kelompok 10 dan 14 yang awalnya berwarna kuning

pekat, berbau menyengat serta berwujud kental setelah diberikan tambahan

air dingin bersuhu <10o menjadi lebih pekat warna kuningnya, bau lebih amis

Page 13: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

serta berwujud padat. lemak sapi,dimana kandungan asam lemak trans jauh

lebih besar dibandingkan denganminyak nabati, Hal ini dikarenakan lemak

sapi mengandung asam lemak jenuh. Menurut teori dari Witradharma dkk

(2009) menyatakan bahwa pada lemak sapi, kandungan asam lemak

didominasi oleh asam lemak tak jenuh tunggal yaitu asam oleat (C18:1;9),

diikuti asam lemak jenuh yaitu asam palmitat (C16:0) dan asam palmitoleat

(C16:1). Titik cair lemak sapi berarti diatas suhu ruang, hal ini dibuktikan

dengan wujud yang kental pada suhu ruang sebelum ditambahkan air dingin.

Sehingga pada suhu ruang (±27ºC) lemak sapi berwujud kental dan ketika

didinginkan dengan air dingin menjadi padat. Kekeruhanya pun menjadi

bertambah, hal ini terbukti dengan perubahan warna yang dari berwarna

kuning pekat menjadi lebih pekat lagi. Hal ini terjadi karena lemak sapi

tersebut berubah wujud dari kental menjadi padat sehingga partikel-partikel

dalam lemak sapi bersatu dalam padatan yang menyebabkan warna menjadi

lebih keruh. Karena lemak sapi sebagian besar terkandung asam lemak jenuh

hal ini menjadikan lemak sapi menjadi padat ketika diberikan air bersuhu

<10ºC, maka hasil percobaan ini sudah sesuai teori dari Rohman (2007) yang

menyatakan bahwa temperatur yang rendah atau pada suhu dingin

berpengaruh terhadap minyak/lemak karena menyebabkan kondisinya lebih

padat. Semakin panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi.

Sebaliknya, semakin banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah.

Hal ini disebabkan ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak

lurus sehingga kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan

titik cair lebih tinggi dari pada asam lemak dalam bentuk cis.

Sampel minyak wijen yang dilakukan oleh kelompok 11 dan 15

dihasikan warna kecoklatan seperti pada awal di suhu ruang, bau yang lebih

menyengat dibandingkan sebelum ditambahkan air dingin, serta wujudnya

menjadi lebih kental. Minyak wijen diperoleh dari biji wijen (Sesamum

indicum) yang mengandung minyak sekitar 50%. Menurut Rasyid (2003)

minyak wijen tetap cair ketika di berikan suhu >10ºC karena pada minyak

wijen mengandung ikatan rangkap . Hal ini mungkin dikarenakan minyak

Page 14: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

wijen tercampur dengan sampel lainnya, karena penggunaan pipet ukur yang

bergantian dan tidak dibersihkan dahulu sehingga terjadi kontaminasi dengan

sampel jenis lain. Menurut teori dari Handajani (2012) wijen (Sesamum

indicum L) merupakan salah satu komoditas sumber minyak nabati. Minyak

dari biji wijen telah digunakan sebagai minyak makan, seasoning, atau salad

oil. Minyak wijen mengandung banyak asam lemak tak jenuh, terutama asam

oleat (C18:1) dan asam linoleat (C18:2, Omega-6). Minyak wijen juga

mengandung banyak vitamin E. Pada hasil percobaan dengan sampel minyak

wijen ini belum sesuai dengan teori dari Handajani (2010) makin banyak

ikatan rangkap, ikatan makin lemah, berarti titik cair akan lebih rendah.

Sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada asam

lemak tidak jenuh. Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat

asam lemak penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan

rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin

panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin

banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan

ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga

kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih

tinggi dari pada asam lemak dalam bentuk cis.

Minyak zaitun sampel percobaan yang dilakukan oleh kelompok 12 dan

16 menghasilkan warna kuning setelah ditambahkan air dingin yang

sebelumnya berwarna lebih terang, dan berbau sedikit wangi dengan wujud

kental. Minyak zaitun dikenal sebagai minyak yang sehat karena banyak

mengandung lemak tak jenuh, terutama asam oleat dan polifenol. Menurut

teori dari Witradharma dkk (2009) menyatakan bahwa minyak zaitun

memiliki komposisi asam lemak tak jenuh tunggal, yaitu asam oleat

(C18:1;9), asam lemak jenuh, yaitu asam palmitat (C16:0) dan asam lemak

tak jenuh ganda, yaitu asam linoleat (C18:2;9,12) serta asam lemak yang lain.

Asam oleat atau asam cis-9-oktadekanoat merupakan asam lemak tak

jenuh yang banyak terkandung dalam minyak nabati. Kandungan terbesar

asam oleat adalah pada minyak zaitun (5-80%). Asam lemak ini juga

Page 15: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

terkandung dalam minyak bunga matahari, minyak raps, minyak bij angur.

Pada praktikum kali ini juga terjadi penyimpangan yang dimungkin seperti

yang terjadi pada minya wijen yakni penggunaan pipet ukur yang bergantian

dan tidak dibersihkan dahulu sehingga terjadi kontaminasi dengan sampel

jenis lain. Pada hasil ini maka sudah sesuai dengan tori dari Handajani dkk

(2010) titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak

penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan

bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin panjang rantai C-

nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin banyak ikatan

rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan ikatan rangkap

antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga kurang kuat

ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih tinggi dari pada

asam lemak dalam bentuk cis.

Asam lemak tidak jenuh berbeda dalam jumlah dan posisi ikatan

ragkapnya, dan berbeda dengan asam lemak jenuh dalam bentuk molekul

keseluruhanya. Asam lemak tak jenuh biasanya cis. Karena itu molekul akan

bengkok pada ikatan rangkap, walaupun ada juga asam lemak tidak jenuh

dalam bentuk trans. Lemak jenuh adalah lemak di mana tidak ada ikatan

rangkap di antara atom karbon pada rantai asam lemaknya. Lemak jenuh

biasanya berbentuk padat pada suhu kamar. Dehidrogenasi mengkonversi

lemak jenuh menjadi lemak tak jenuh, sedangkan hidrogenasi sebaliknya

(Winarno, 1984).

Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak

jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam lemak yang pada rantai

hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh, dan

apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya disebut

asam lemak jenuh. Asam palmitat dan asam oleat merupakan asam lemak

yang dominan terkandung dalam minyak sawit, sedangkan kandungan asam

lemak linoleat dan asam stearatnya sedikit. Asam palmitat merupakan asam

lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (meelting point) yang

tinggi yaitu 64°C. Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat minyak

Page 16: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain.

Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang dengan

panjang rantai C18 dan memiliki satu ikatan rangkap. Titik cair asam oleat

lebih rendah dibanding asam palmitat yaitu 14°C

(Zulkifli dan Estiasih, 2014).

Temperatur yang rendah atau pada suhu dingin berpengaruh terhadap

minyak/lemak karena menyebabkan kondisinya lebih padat. Titik lebur suatu

lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak, yaitu daya tarik antar

asam lemak yang berdekatan dalam kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang

rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis dan trans pada asam lemak

tidak jenuh. Makin panjang rantai C, titik cair akan semakin tinggi dan titik

lebur menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap. Makin banyak

ikatan rangkap, ikatan makin lemah, berarti titik cair akan lebih rendah.

Sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih tinggi daripada asam

lemak tidak jenuh. Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat

asam lemak penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan

rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin

panjang rantai C-nya maka titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin

banyak ikatan rangkap, maka titik cair semakin rendah. Hal ini disebabkan

ikatan rangkap antar molekul asam lemak tak jenuh tidak lurus sehingga

kurang kuat ikatannya. Adapun bentuk trans menyebabkan titik cair lebih

tinggi dari pada asam lemak dalam bentuk cis (Rohman, 2007).

Menurut Edwar (2011) yang menyatakan bahwa, berdasarkan strukturnya

lemak mempunyai wujud cair dan padat. Wujud padat dan cairnya lemak

dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan asam lemak yang terdapat di dalamnya.

Lemak yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak tidak jenuh

akan bersifat cair pada suhu kamar dan biasanya disebut sebagai minyak,

sedangkan yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak jenuh akan

berbentuk padat. Faktor penyebab terjadinya perubahan yang terjadi pada

minyak/lemak pada suhu rendah adalah struktur minyak/lemak tersebut dan

jenis ikatan. Sesuai teori Dari hasil praktikum maka berdasarkan kandungan

Page 17: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

asam lemak jenuh hingga tidak jenuh yaitu lemak sapi, minyak zaitun,

minyak sawit dan minyak wijen.

Tabel 2.2 Hasil Uji Ketengikkan Minyak dengan metode Kreiss

Kel Sampel Sebelum Sesudah

9 Minyak baruTerbentuk 3 lapisan :

bening, gumpalan, bening

Terbentuk 2 lapisan :Gumpalan, lapisan agak

pink

10 Minyak Jelantah

Terbentuk 3 lapisan : bening, gumpalan

cokelat, lapisan agak kecoklatan

Terbentuk 2 lapisan, atas: jingga keruh, bawah: putih keruh

11 Minyak lama + sedikit air

Terbentuk 3 lapisan : bening, keruh krem,

kuning bening.Berbau tengik

Terbentuk lapisan warna merah jambu

12 Minyak baru + sedikit air

Terbentuk 3 lapisan : bening ada gumpalan,

kuning, bening

Terbentuk 3 lapisan :Kuning keruh, kuning keruh ada gelembung,

bening sedikit pink

13 Minyak baruTerbentuk 3 lapisan :

bening, gumpalan, bening

Terbentuk 2 lapisan :Gumpalan, lapisan

berwarna pink

14 Minyak Jelantah

Terbentuk 3 lapisan : bening, gumpalan coklat, agak coklat

Terbentuk 2 lapisan :Lapisan merah jambu,

gumpalan

15 Minyak lama + sedikit air

Terbentuk 3 lapisan :gumpalan krem,

Terbentuk 2 lapisan :Gumpalan krem,

lapisan agak merah muda

16 Minyak baru + sedikit air

Terbentuk 3 lapisan : bening, ada gumpalan,

bening

Terdapat 3 lapisan :Kuning, ada gelombang kuning keruh, lapisan

bawah sedikit pinkSumber : Laporan Sementara

Menurut Sumardji (2010) peristiwa “tengik”. Bau yang khas ini

faktornya diantaranya karena adanya senyawaan campuran asam keto dan

asam hidroksiketo yang berasal dari dekomposisi asam lemak yang terdapat

dalam cairan itu. Sampai sekarang reaksi menjadi tengik dikenal sebagai

reaksi radikal asam lemak tidak jenuh. Selain itu menurut teori dari Muchtadi

(2010) menambahkan faktor lain diantaranya karena terjadi kontak antara

oksigen dengan minyak ini akan menyebabkan ketengikan karena proses

Page 18: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

oksidasi ini disebut oxidative rancidity. Enzim dapat menguraikan minyak

dan akan menyebabkan minyak tersebut menjadi tengik, ketengikan itu

disebut enzymatic rancidity. Proses terjadinya ketengikan (rancidity) akan

dipercepat apabila terdapat logam tertentu seperti tembaga, seng, timah dan

timbal dan apabila mendapat panas atau cahaya penerangan. Asam lemak

juga dapat mengalami perubahan karena dimasak pada temperatur tinggi.

Proses pemasakan pada temperatur tinggi ini menyebabkan minyak

mengalami pirolisis, yaitu suatu reaksi dekomposisi karena panas. Pirolisis

menyebabkan terbentuknya akrolein, yaitu senyawa yang bersifat racun, dan

dapat menyebabkan iritasi dengan bau khas lemak terbakar. Sehingga

ketengikkan dapat dijadikan indikator kerusakkan pada minyak, sedangkan

berdasarkan teori dari Edwar (2011) proses kerusakan minyak/lemak di dalam

bahan pangan dapat terjadi selama proses pengolahan, misalnya proses

pemanggangan, penggorengan dengan cara deep frying dan selama

penyimpanan. Kerusakan ini menyebabkan bahan pangan berlemak

mempunyai bau dan rasa yang tidak enak, sehingga dapat menurunkan mutu

dan nilai gizi bahan pangan tersebut.

Uji Kreis Prinsipnya reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehida

dengan phloroglucinol sehingga menghasilkan warna merah jambu.

Prosedurnya lemak atau minyak ditimbang pada jumlah tertentu + asam

klorida (HCl). Dikocok dengan larutan encer phloroglucinol yang

mengandung eter, jika larutan berubah menjadi warna merah jambu dan

semakin intensif maka berarti minyak atau lemak tersebut sudah mengalami

ketengikan. Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa

tengik yang disebut roses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi

radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidai dimulai dari

pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang

dapat mempercapat reaksi seperti cahaya, panas peroksida lemak atau

hidroperoksida logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Dengan

adanya air lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.

Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng, minyak yang telah

Page 19: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

terhidrolisis, smoke point-nya menurun. Pencegahan ketengikan pada minyak

dapat dilakukan dengan melakukan penyimpanan pada tempat tertutup dan

dingin. Wadah lebih baik terbuat dari stainless steel, minyak atau lemak harus

terhindar dari logam besi atau tembaga. Bila makanan telah diolah menjadi

bahan makanan maka pola ketengikanya akan berbeda misal kandungan gula

yang tinggi mengurangi adanya ketengikan. Serta adanya antioksidan, adanya

antioksidan akan menhambat proses terjadinya ketengikan (Winarno, 1984).

Pada percobaan diatas menggunakan sampel Minyak baru, Minyak

jelantah, minyak baru + sedikit air serta minyak lama + sedikit air. Dengan

semuanya diberi perlakuan yang sama yaitu penambahan 1 ml HCL dan 1 ml

phloroglucinol 1% lalu kemudian di tunggu selama 10 menit lalu disentrifusi

3 menit pada rotasi 1500 rpm. Fungsi dari penambahan HCl adalah untuk

menghidrasi epyhidrin-aldehid menjadi furfural. Ke dalam larutan tersebut

ditambahkan phloroglucinol, menurut Anwar (2012) fungsi penambahan

phloroglucinol adalah agar bereaksi dengan furfural membentuk kompleks

berwarna merah jambu yang akan menjadi dasar terhadap analisis ketengikan

secara kualitatif. Selanjutnya, dibiarkan dulu selama 15 menit untuk memberi

kesempatan reaksi terjadi dengan baik dan homogen. Jika larutan berwarna

merah muda maka minyak telah mengalami ketengikan. Semakin tinggi

intensitas warna yang terbentuk maka minyak semakin tengik.

Pada hasilnya hampir pada semua sampel setelah dilakukan uji kreiss

menghasilkan lapisan berwarna merah jambu, namun dengan intensitas warna

yang berbeda-beda. Ini memang mungkin terjadi pada minyak jelantah

maupun minyak lama atau minyak yang telah ditambahkan dengan air, namun

seharusnya tidak terjadi pada minyak baru. Hal ini menunjukan telah terjadi

penyimpangan pada hasil praktikum. Kesalahan dimungkinkan terjadi karena

adanya kontaminasi antara minyak lama pada minyak baru, sehingga di dapat

lapisan berwarna merah jambu pada hasil praktikum diatas. Pada minyak

yang ditambahkan dengan sedikit air memiliki potensi ketengikan yang cukup

tinggi karena adanya air mengakibatkan minyak terkontaminasi dengan

oksigen. Pada perlakuan ini menyebabkan terjadinya proses oksidasi serta

Page 20: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

menyebabkan bau tengik pada minyak. Pada minyak lama yang disimpan di

kaleng juga memiliki potensi tengik atau rusak yang tinggi hasil ini sudah

sesuai dengan teori Edwar (2011) yaitu proses terjadinya ketengikan

(rancidity) akan dipercepat apabila terdapat logam tertentu seperti tembaga,

seng, timah dan timbal, hal ini dikarenakan logam yang terkandung dalam

kaleng dapat mempercepat proses terjaidnya ketengikan yang tentu akan

sangat berpengaruh terhadap kualitas minyak dimana semakin minyak

mengalami ketengikan maka kualitasnya akan semakin menurun.

. Pada hasil dengan sampel minyak jelantah, minyak baru + sedikit air

serta minyak lama + sedikit air dengan uji kreiss diketahui telah mengalami

ketengikan yang ditunjukan dengan warna merah jambu maka hal ini sudah

sesuai dengan teori dari Winarno (1984) yang menyatakan uji kreis

prinsipnya reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehida dengan phloroglucinol

sehingga menghasilkan warna merah jambu. Prosedurnya lemak atau minyak

ditimbang pada jumlah tertentu + asam klorida (HCl). Dikocok dengan

larutan encer phloroglucinol yang mengandung eter, jika larutan berubah

menjadi warna merah jambu dan semakin intensif maka berarti minyak atau

lemak tersebut sudah mengalami ketengikan. Kerusakan lemak yang utama

adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut roses ketengikan. Hal ini

disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak.

Otooksidai dimulai dari pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan

oleh faktor-faktor yang dapat mempercapat reaksi seperti cahaya, panas

peroksida lemak atau hidroperoksida logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co

dan Mn.

Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Uji Angka Asam

Kel Sampel Berat Minyak Volume NaOH (ml) Angka Asam

9, 13 Minyak baru5 gram

4 3,210, 14 Minyak Jelantah 5 411, 15 Minyak baru 10 812, 16 Minyak Jelantah 10 8

Sumber : Laporan Sementara

Page 21: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

Menurut teori dari Mardina (2012) angka asam pada minyak dan

lemak menunjukkan kandungan asam lemak bebas yang mempengaruhi

kualitas minyak dan lemak. Angka asam yang tinggi pada minyak jelantah

diakibatkan oleh proses hidrolisis pada saat proses penggorengan. Angka

asam dapat diturunkan dengan proses adsorpsi. Pembentukan asam lemak

bebas dalam minyak goreng bekas atau jelantah diakibatkan oleh proses

hidrolisis yang terjadi selama prosess penggorengan yang biasanya dilakukan

pada suhu 160-200oC. uap air yang dihasilkan pada saat proses penggorengan,

menyebabkan terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida, menghasilkan asam

lemak bebas, digliserida, monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari

angka asam.

Prinsip pengujian angka asam adalah menunjukkan banyaknya asam

lemak bebas yang terdapat dalam suatu minyak. Pada praktikum kali ini

angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram basa berupa NaOH yang

dibutuhkan asam lemak bebas. Angka asam yang dihasilkan pada minyak

baru kelompok 9 dan 13 yaitu 3,2 dengan volume NaOH sebanyak 4 ml.

Sedangkan pada kelompok 10 dan 14 diperoleh angka asam 4 dan

penambahan NaOH sebanyak 5 ml dari sampel yang digunakan yaitu berupa

minya jelantah. Untuk praktikum yang dilaksanakan oleh kelompok 11 dan

15 menggunakan sampel minyak baru seperti pada kelompok 9 dan 13 namun

disini terjadi penyimpangan yaitu banyaknya angka asam yang dihasilkan

yaitu sebesar 8 dengan volume NaOH sebanyak 10 ml padahal seharusnya

pada minyak baru angka asam yang terbentuk tidakk sebanyak itu dibuktikan

dari penambahan volume NaOH sebanyak 10 ml, kesalahan disini terjadi

dimungkinkan karena kurang telitinya praktikan pada saat proses titrasi yaitu

kitika sudah mencapai titik ekuivalen namun praktikan masih terus

melanjutkan proses titrasi sehingga didapatka hasil yang melampaui batas.

Untuk kelompok 12 dan 16 didapatkan angka asam sebesar 8 dengan volume

NaOH yang digunakan pada saat titrasi sebanyak 10 ml. Selain dari kelompok

11 dan 15 yang terjadi penyimpangan maka kelompok lain hasilnya sesuai

sesuai dengan teori dari Martoharsono (1978) yang menyatakan angka asam

Page 22: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

dinyatakan sebagai jumlah miligram basa yang diperlukan untuk menetralkan

asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka

asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal

dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.

Meski tinggi angka asam makin rendah kualitasnya.

Tabel 2.4 Hasil pengamatan Uji Aktivita Enzim Lipase

Kel Sampel Warna Volume NaOH (ml)

Aktivitas LipaseSebelum Sesudah

9,10 SusuBening terdapat endapan

Merah jambu 11,95 11,93 x 10-4

11,12 Blanko Bening Merah jambu 1,99 1,99 x 10-4

13,14 SusuBening terdapat endapan

Merah jambu 12,00 12 x 10-4

15, 16 Blanko Bening Merah jambu 2,25 2,25 x 10-4

Sumber : Laporan Sementara

Menurut teori dari Su’i (2013) hidrolisis minyak juga bisa dilakukan

secara enzimatis menggunakan enzim lipase. Enzim lipase menghidrolisis

minyak (trigliserida), digliserida dan mono gliserida menghasilkan asam

lemak bebas dan gliserol. enzim lipase lebih mudah menghidrolisis asam

lemak tidak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Asam lemak rantai

pendek lebih dahulu terhidrolisis daripada asam lemak rantai panjang. Tetapi

karena asam kaprilat jumlahnya jauh lebih banyak dari asam kaproat, maka

enzim lipase lebih banyak bertemu dengan asam kaprilat. Sedangkan menurut

Hidayat (2008) Lipase (triasilgliserol hidrolase, EC 3.1.1.3) merupakan enzim

yang dapat mengkatalis berbagai macam reaksi yang meliputi hidrolisis,

inter-esterifikasi, alkoholisis, asidolisis, esterifikasi dan aminolisis. Pada

umumya, sumber lipase adalah dari mikiroba dan jamur. Lipase telah

digunakan dalam berbagai keperluan industri antara lain sintesis lipid

terstruktur, industry farmasi dan kosmetik, surfaktan, food flavor, produksi

pulp dan kertas, tekstil, dan bahan bakar biodiesel. Lipase terdapat juga pada

Page 23: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

biji dan buah tanaman seperti palma, selada, bekatul, beras, barley, gandum,

oat, kapas, jagung, mentimun dan kacang-kacangan.

Pada percobaan kali ini enzim lipase diperoleh dari kacang

tanah.Dalam percobaan ini dapat dilihat aktifitas lipase tertinggi ada pada

sampeel substrat berupa susu dengan besarnya aktivitas enzim plipase pada

substrat pertama yaitu 11,93 x 10-4 dan pada substrat kedua dihasilkan

aktivitas enzim lipase yang lebih besar yaitu 12 x 10-4. Pengaruh pemberian

substrat (susu) terhadap aktivitas enzim yaitu seperti kita ketahui pada teori-

teori yang telah disebutkan diatas yaitu enzim lipase mengkatalisis

pemecahan lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Dalam kata lain enzim

ini akan bekerja ketika ada substrat yang sesuai yakni lipid atau lemak, karena

memang kerja enzim yang begitu spesifik. Dalam susu tentu kandungan

lemak cukup tinggi ini menunjukan enzim lipase akan bekerja pada substrat

berupa susu.

Pada sampel yang kedua berupa blanko yang merupakan campuran

dari Alkohol, Enzim dan NaCl. Fungsi penambahan NaCl disini adalah untuk

mengetahui apakah benar enzim bekerja pada pH optimal 7. Pada sampel ini

tidak dilakukan inkubasi seperti pada sampel substrat. Hal ini telah sesuai

dengan teori Menurut Yuneta (2010) pada umumnya enzim lipase dapat

beraktivitas pada kondisi suhu optimal dari 45°C - 70°C dan pH optimal pada

7, bahwa enzim merupakan protein akan meningkat aktivitasnya seiring

dengan peningkatan suhu, namun apabila melampaui batas optimumnya maka

aktivitas enzim akan menurun akibat terdenaturasi.

Pada praktikum kal ini digunakan Indikator phenolphthalein yang

merupakan indikator asam basa, indikatot ini berfungsi untuk mengetahui

kadar asam atau basa pada suatu latutan, indi katr ini akan berwarnabenng

pada suasana asam dan akan berubah menjadi merah jambu pada suasana basa

(Su’i, 2012). Lipase tidak dapat bekerja pada kondisi pH yang makin rendah.

Dengan bertambahnya pH sejalan dengan waktu maka aktifitas enzim untuk

menghisrolisis triasilgliserida makin meningkat. Proses pemanasan pada

enzim akan membuat enzim menjadi rusak dan mengurangi aktivitasnya.

Page 24: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

Kondisi ini digunakan sebagai kondisi kontrol pada penentuan aktivitas enzim

dan juga penentuan secara perubahan pH. Pada proses titrasi larutan diamati

perubahan warna dari putih menjadi pink kemudian menjadi putih kembali.

Jika larutan tidak mengalami perubahan warna kembali maka asam lemak

yang dihasilkan dari enzim telah habis dititrasi. Bisa dikatakan bahwa enzim

lipase tidak melakukan aktifitas untuk memproduksi asam lemak kembali.

E. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa :

1. Temperatur yang rendah atau pada suhu dingin berpengaruh terhadap

minyak/lemak karena menyebabkan kondisinya lebih padat.

2. Minyak yang mengalami ketengikan adalah minyak Minyak jelantah,

Minyak lama, minyak baru + sedikit air serta minyak lama + sedikit air.

3. Angka asam pada minyak baru yaitu 3,2 sedangkan minyak jelantah 4.

4. Semakin besar angka asam dari minyak, maka kualitas dari minyak

semakin buruk.

5. Sampel yang aktivitas enzimnya lebih besar adalah sampel dengan bahan

substrat sebesar 11,93 x 10-4 pada substrat pertama 12 x 10-4 pada substrat

kedua.

Page 25: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

LAMPIRAN

Perhitungan Uji Angka Asam :

Vol NaOH = 1. Kel. 9, 13 (4 ml)

2.Kel.10,14 (5 ml)

3.Kel.11,15 (10 ml)

4.Kel.12,16 (10 ml)

Berat minyak = 5 gr

BM NaOH = 40

N NaOH = 0,1

Angka Asam = ml NaOH x N NaOH x BM NaOH

berat minyak (gr )

1. Angka Asam = 4 x 0,1 x 40

5 = 3,2

2. Angka Asam = 5 x 0,1 x 40

5 = 4

3. Angka Asam = 10 x 0,1 x 40

5 = 8

4. Angka Asam = 10 x 0,1 x 40

5 = 8

Perhitungan Uji Aktivitas Enzim Lipase :

Vol NaOH= 1. Kel. 9, 10(11, 95 ml)

2.Kel. 11,12 (1,99 ml)

3. Kel. 13,14 (12,00 ml)

4. Kel. 15, 16 (2,25 ml)

N NaOH = 0,01 N

g sampel = 10

Waktu = 10 menit

Aktivitas enzim = ml NaOH x M NaOH x 10−3

mg sampel yang ditambahkan x waktu

1. Aktivitas enzim = 11,95 x0,01

20 x10

= 11,95 x 10-4 LU/gr

2. Aktivitas enzim = 1,99 x 0,01

20 x 10

=1,99 x 10-4 LU/gr

3. Aktivitas enzim = 12 x 0,0120 x 10

= 12x 10-4 LU/gr

Page 26: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

4. Aktivitas enzim = 2,25 x 0,01

20 x 10 = 2,25 x 10-4 LU/gr

DAFTAR PUSTAKA

Adamczak, Marek. 2004. The Application Of Lipases In Modifying The Composition, Structure And Properties Of Lipids – A Review. Journal Of Food And Nutrition Sciences Pol. J. Food Nutr Vol. 13/54, No 1 (1-5).

Aziz, Isalmi., Siti Nurbayti dan Juwita Suwandari. 2013. Pembuatan Gliserol dengan Reaksi Hidrolisis Minyak Goreng Bekas. Jakarta.

Gerindra, Aisjah. 1986. Biokimia 1. Jakarta. Gramedia.

Handajani, Sri. Godras Jati Manuhara. dan R. Baskara Katri Anandito. 2012. Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia Dan Sensoris Minyak Wijen (Sesamum Indicum L.). Jurnal Agritech, Vol. 30 No. 2 (1).

Mardina, Primata, dkk. 2012. Penurunan Angka Asam pada Minyak Jelantah. Jurnal Kimia Vol. 6 No. 2 (196-200).

Martoharsono, Soeharsono. Biokimia Jilid I. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Muchtadi, Tien R., Sugiyono dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung. Alfabeta.

Murty, Ramachandra. 2002. Hydrolysis of Oils by Using Immobilized Lipase Enzyme. Biotechnol. Bioprocess Eng. 2002, Vol. 7, No. 2 (1-3).

Njoku, P. C dan J. C. Onwu. 2010. The Study of the Characteristics and Rancidity of Three Species of Elaeis guineensis in South East of Nigeria. Pakistan Journal of Nutrition. Vol. 9. No. 8 (759).

Rohman, Abdul dan Soemantri. 2007. Analisis Makanan .Yogyakarta: UGM Press.

Setyopratomo, Puguh. 2012. Produksi Asam Lemak Dari Minyak Kelapa Sawit dengan Proses Hidrolisis. Jurnal Teknik Kimia Vol.7, No.1 (26-27).

Sudarmadji, Slamet, Sugiyono dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta. Liberty Yogyakarta.

Su’i, Moh. 2012. Hidrolisis Minyak Kelapa oleh Enzim Lipase dari Kentos Kelapa. Agritech, Vol. 32, No. 2 (149-151).

Tambun, Rondang. 2007. Hidrolisa Buah Kelapa Sawit Secara Enzimatik. Jurnal Teknologi Proses Vol. 6 No. 1 (22 – 25).

Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Page 27: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE

Witradharma, Tetes Wahyu. Nur Indrawaty Lipoeto Dan Aswiyanti Asri. 2009. Pengaruh Konsumsi Berbagai Jenis Asam Lemak Terhadap Indikator Kejadian Aterogenesis Pada Tikus Jantan Strain Wistar. Jurnal Industria Vol 1 No 3 (180 – 193).

Zulkifli, Mochamad. dan Teti Estiasih. 2014. Sabun dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 (170-177).

Page 28: Acara 2 LIPIDA DAN LIPASE