99
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Ruang Lingkup Dan Sejarah Seismologi Seismologi pada mulanya merupakan ilmu yang mempelajari tentang gempabumi ( seismos = gempabumi ), tetapi karena perkembangan dari pengetahuan dan teknologi seismologi telah tumbuh menjadi sangat luas dengan bertambahnya beberapa cabang lain, maka definisi dari Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempabumi dan getaran tanah lainnya. Studi tentang gempabumi itu sendiri tetap menjadi inti dari ilmu seismologi. Pada saat terjadi gempabumi, dari sumbernya akan memancar gelombang elastik yang menjalar ke segala arah melalui badan dan permukaan bumi, dan bertolak dari sini dapat diketahui keadaan fisik di dalam bumi. Cabang seismologi selain yang khusus mempelajari tentang gempa bumi antara lain adalah seismologi teknik (earthquake engineering), seismologi prospecting, seismologi nuklir, seismologi forcasting. Seismologi sendiri merupakan cabang dari Solid earth physics yang merupakan cabang ilmu geofisika. Sedang geofisika sendiri merupakan cabang dari geosains. Untuk jelasnya posisi seismologi dari anak cabang geofisika dapat dilihat pada skema berikut: Seperti halnya geofisika, aktivitas yang terkait dengan seismologi meliputi kegiatan kegiatan pengamatan, eksperimen dan penelitian di laboratorium serta penelitian secara teoritis.

257759909 seismologi

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Ruang Lingkup Dan Sejarah Seismologi

Seismologi pada mulanya merupakan ilmu yang mempelajari tentang

gempabumi ( seismos = gempabumi ), tetapi karena perkembangan dari

pengetahuan dan teknologi seismologi telah tumbuh menjadi sangat luas

dengan bertambahnya beberapa cabang lain, maka definisi dari Seismologi

adalah ilmu yang mempelajari gempabumi dan getaran tanah lainnya. Studi

tentang gempabumi itu sendiri tetap menjadi inti dari ilmu seismologi.

Pada saat terjadi gempabumi, dari sumbernya akan memancar gelombang

elastik yang menjalar ke segala arah melalui badan dan permukaan bumi, dan

bertolak dari sini dapat diketahui keadaan fisik di dalam bumi.

Cabang seismologi selain yang khusus mempelajari tentang gempa bumi

antara lain adalah seismologi teknik (earthquake engineering), seismologi

prospecting, seismologi nuklir, seismologi forcasting. Seismologi sendiri

merupakan cabang dari Solid earth physics yang merupakan cabang ilmu

geofisika. Sedang geofisika sendiri merupakan cabang dari geosains. Untuk

jelasnya posisi seismologi dari anak cabang geofisika dapat dilihat pada skema

berikut:

Seperti halnya geofisika, aktivitas yang terkait dengan seismologi meliputi

kegiatan kegiatan pengamatan, eksperimen dan penelitian di laboratorium serta

penelitian secara teoritis.

2

Obyek Penelitian bidang seismologi adalah bagian dalam bumi sedangkan

pengamatannya dilakukan di permukaan, sehingga sering mengalami kendala,

dimana hasil interpretasinya antara peneliti yang satu dengan yang lain sering

berbeda. Hal ini karena disamping penelitian tidak pada obyeknya langsung,

tetapi juga menggunakan asumsi-asumsi yang berbeda. Untuk menghasilkan

interpretasi yang lebih akurat penelitian seismologi harus seiring dengan

penelitian geofisika yang lain seperti, geomagnit, geolistrik, dan gravitasi.

Disamping itu yang lebih utama adalah eksperimen dan penelitian yang

dilakukan di laboratorium dan juga analisis teoritis yang didukung dengan ilmu

penunjang yang lain seperti fisika, matematika, statistik dan geologi.

Seismologi menjadi ilmu pengetahuan sendiri sejak permulaan abad 20, tetapi

dasar teorinya seperti teori elastisitas telah berkembang sejak pertengahan abad

19 oleh Cauchy dan Poisson. Sedang pengamatan gempabumi dengan akibat-

akibatnya telah dimulai sejak permulaan jaman sejarah, terutama di tempat

gempabumi tersebut sering terjadi dan mengganggu kepentingan manusia.

Alat pengamat gempa pertama dalam bentuk yang sangat sederhana dibuat di

Cina pada abad pertama yang disebut dengan seismoscope. Sedangkan di

Indonesia pengamatan gempabumi secara instrumental dilakukan pertama kali

pada tahun 1898 dengan seismograf Ewing yang dioperasikan oleh pemerintah

Belanda, kemudian pada tahun 1908 dipasang seismograf Wichert yang sampai

saat ini masih terawat dengan baik dan berada di Stasiun Geofisika Jakarta.

Alat ini menggunakan sistem pendulum dimana berat pendulumnya sendiri

sekitar satu ton.

2. Gempabumi

Setiap tahun planet bumi digoyang oleh lebih dari 10 gempa bumi besar yang

membunuh ribuan manusia, merusak bangunan dan infra struktur serta menjadi

bencana alam yang menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian dan

sosial pada daerah di sekitar yang diakibatkannya. Pada masyarakat tradisional

dan awam gempabumi disebabkan oleh bermacam-macam hal sesuai dengan

kepercayaan masyarakat setempat.

Sebagian masyarakat Jawa tradisional mempercayai bahwa gempa bumi

disebabkan karena suatu mahluk besar yang membebani bumi sedang

bergerak. Masyarakat Jepang kuno mempercayai gempabumi disebabkan oleh

semacam ikan lele (cat fish) yang sedang bergerak, dan banyak kepercayaan

lain yang disebabkan karena hal-hal yang misterius. Lalu apa yang sebenarnya

menyebabkan terjadi gempabumi ? Jawabannya ada pada teori pergerakan

lempeng tektonik.

3

Menurut teori tektonik lempeng, bagian luar bumi merupakan kulit yang

tersusun oleh lempeng-lempeng tektonik yang saling bergerak. Di bagian atas

disebut lapisan litosfir merupakan bagian kerak bumi yang tersusun dari

material yang kaku. Lapisan ini mempunyai ketebalan sampai 80 km di daratan

dan sekitar 15 km di bawah samudra. Lapisan di bawahnya disebut astenosfir

yang berbentuk padat dan materinya dapat bergerak karena perbedaan tekanan.

Litosfir adalah suatu lapisan kulit bumi yang kaku, lapisan ini mengapung di

atas astenosfir. Litosfir bukan merupakan satu kesatuan tetapi terpisah-pisah

dalam beberapa lempeng yang masing-masing bergerak dengan arah dan

kecepatan yang berbeda-beda. Pergerakan tersebut disebabkan oleh adanya

arus konveksi yang terjadi di dalam bumi.

Bila dua buah lempeng bertumbukan maka pada daerah batas antara dua

lempeng akan terjadi tegangan. Salah satu lempeng akan menyusup ke bawah

lempeng yang lain, masuk ke bawah lapisan astenosfir. Pada umumnya

lempeng samudra akan menyusup ke bawah lempeng benua, hal ini disebabkan

lempeng samudra mempunyai densitas yang lebih besar dibandingkan dengan

lempeng benua.

Apabila tegangan tersebut telah sedemikian besar sehingga melampaui

kekuatan kulit bumi, maka akan terjadi patahan pada kulit bumi tersebut di

daerah terlemah. Kulit bumi yang patah tersebut akan melepaskan energi atau

tegangan sebagian atau seluruhnya untuk kembali ke keadaan semula.

Peristiwa pelepasan energi ini disebut gempabumi.

Gempabumi terjadi di sepanjang batas atau berasosiasi dengan batas

pertemuan lempeng tektonik. Pada kenyataannya pergerakan relatif dari

lempeng berjalan sangat lambat, hampir sama dengan kecepatan

pertumbuahan kuku manusia (0-20 cm pertahun). Hal ini menimbulkan adanya

friksi pada pertemuan lempeng, yang mengakibatkan energi terakumulasi

sebelum terjadinya gempa bumi. Kekuatan gempa bumi bervariasi dari tempat

ke tempat sejalan dengan perubahan waktu.

Batas lempeng tektonik dapat dibedakan atas tiga bentuk utama, konvergen,

divergen, dan sesar mendatar. Bentuk yang lainnya merupakan kombinasi dari

tiga bentuk batas lempeng ini.

Pada bentuk konvergen lempeng yang satu relatif bergerak menyusup di bawah

lempeng yang lain. Zona tumbukan ini diindikasikan dengan adanya palung

4

laut (trench), dan sering disebut juga dengan zona subduksi atau zona Wadati-

Benioff. Zona penunjaman ini menyusup sampai kedalaman 700 km dibawah

permukaan bumi di lapisan astenosfir. Bentuk konvergen berasosiasi terhadap

sumber gempa dalam dan juga gunung api.

Pada bentuk divergen kedua lempeng saling menjauh sehingga selalu terbentuk

material baru dari dalam bumi yang menyebabkan munculnya pegunungan di

dasar laut yang disebut punggung tengah samudra (mid oceanic ridge).

Sedang pada tipe jenis sesar mendatar kedua lempeng saling bergerak

mendatar. Sketsa jenis pertemuan lempeng tektonik dapat dilihat pada gambar

berikut.

Gambar1.1: Sketsa jenis pertemuan lempeng tektonik

Akibat pergerakan lempeng tektonik, maka di sekitar perbatasan lempeng akan

terjadi akumulasi energi yang disebabkan baik karena tekanan, regangan

ataupun gesekan. Energi yang terakumulasi ini jika melewati batas

kemampuan atau ketahanan batuan akan menyebabkan patahnya lapisan

batuan tersebut.

Jadi gempa bumi tidak lain merupakan manifestasi dari getaran lapisan batuan

yang patah yang energinya menjalar melalui badan dan permukaan bumi

berupa gelombang seismik.

Energi yang dilepaskan pada saat terjadinya patahan tersebut dapat berupa

energi deformasi, energi gelombang dan lain-lain.

Energi deformasi ini dapat terlihat pada perubahan bentuk sesudah terjadinya

patahan, misalnya pergeseran. Sedang energi gelombang menjalar melalui

5

medium elastis yang dilewatinya dan dapat dirasakan sangat kuat di daerah

terjadinya gempabumi tersebut .

Pusat patahan didalam bumi dimana gempabumi terjadi disebut fokus atau

hiposenter, sedang proyeksi fokus yang berada di permukaan bumi disebut

episenter.

Gempabumi selain terjadi pada perbatasan lempeng juga terjadi pada patahan-

patahan lokal yang pada dasarnya merupakan akibat dari pergerakan lempeng

juga.

Gempabumi yang terjadi di sekitar perbatasan lempeng biasa disebut gempa

interplate, sedang yang terjadi pada patahan lokal yang berada pada satu

lempeng disebut gempa intraplate. Karena bentuk pertemuan lempeng ada tiga

macam, dengan demikian gempa interplate juga bisa terjadi tiga macam, yaitu:

o Gempa bumi yang terjadi di sepanjang sistem rift dimana lempeng samudra

terbentuk.

o Gempa bumi yang terjadi di sepanjang sistem subduksi dimana lempeng

samudra menyusup di bawah lempeng kontinen.

o Gempa bumi yang terjadi di sepanjang patahan transform atau sesar geser

dimana pertemuan lempeng tektonik saling menggeser secara horizontal.

Di Indonesia gempabumi interplate banyak terjadi di laut dengan kedalaman

dangkal dan yang terjadi di daratan kedalaman fokusnya menengah sampai

dalam dan bisa mencapai kedalaman 700 km. Sedangkan gempabumi

intraplate di Indonesia mempunyai kedalaman sumber gempa relatif dangkal

dan bisa terjadi di darat dan laut.

Gempabumi yang besar selalu menimbulkan deretan gempa susulan yang biasa

disebut dengan aftershocks. Kekuatan aftershock selalu lebih kecil dari gempa

utama dan waktu berhentinya aftershock bisa mencapai mingguan sampai

bulanan tergantung letak, jenis dan besarnya magnitude gempa utama.

2.1. Jenis Gempabumi

Gempabumi yang merupakan fenomena alam yang bersifat merusak dan

menimbulkan bencana dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:

a. Gempabumi Vulkanik ( Gunung Api )

Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi

sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka

akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan

6

terjadinya gempabumi. Gempabumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung

api tersebut.

b. Gempabumi Tektonik

Gempabumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu

pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai

kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini

banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran

gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi.

c. Gempabumi Runtuhan

Gempabumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah

pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.

d. Gempabumi Buatan

Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas

dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan

ke permukaan bumi.

Berdasarkan kekuatannya atau magnitude (M), gempabumi dapat dibedakan

atas :

a. Gempabumi sangat besar dengan magnitude lebih besar dari 8 SR.

b. Gempabumi besar magnitude antara 7 hingga 8 SR.

c. Gempabumi merusak magnitude antara 5 hingga 6 SR.

d. Gempabumi sedang magnitude antara 4 hingga 5 SR.

e. Gempabumi kecil dengan magnitude antara 3 hingga 4 SR .

f. Gempabumi mikro magnitude antara 1 hingga 3 SR .

g. Gempabumi ultra mikro dengan magnitude lebih kecil dari 1 SR .

Berdasarkan kedalaman sumber (h), gempabumi digolongkan atas :

a. Gempabumi dalam h > 300 Km .

b. Gempabumi menengah 80 < h < 300 Km .

c. Gempabumi dangkal h < 80 Km .

Berdasarkan tipenya Mogi membedakan gempabumi atas:

a. TypeI : Pada tipe ini gempa bumi utama diikuti gempa susulan tanpa

didahului oleh gempa pendahuluan (fore shock).

7

b. Type II : Sebelum terjadi gempa bumi utama, diawali dengan adanya

gempa pendahuluan dan selanjutnya diikuti oleh gempa

susulan yang cukup banyak.

c. Type III: Tidak terdapat gempa bumi utama. Magnitude dan jumlah

gempabumi yang terjadi besar pada periode awal dan

berkurang pada periode akhir dan biasanya dapat

berlangsung cukup lama dan bisa mencapai 3 bulan. Tipe

gempa ini disebut tipe swarm dan biasanya terjadi pada

daerah vulkanik seperti gempa gunung Lawu pada tahun

1979.

2.2. Sumber Gempabumi

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa pembangkit utama terjadinya gempabumi

adalah pergerakan lempeng tektonik. Akibat pergerakan lempeng maka di

sekitar perbatasan lempeng akan terakumulasi energi, dan jika lapisan batuan

telah tidak mampu manahannya maka energi akan terlepas yang menyebabkan

terjadinya patahan ataupun deformasi pada lapisan kerak bumi dan terjadilah

gempabumi tektonik. Disamping itu akibat adanya pergerakan lempeng tadi

terjadi patahan (sesar) pada lapisan bagian atas kerak bumi yang merupakan

pembangkit kedua terjadinya gempabumi tektonik.

Jadi sumber-sumber gempabumi keberadaannya ada pada perbatasan lempeng

lempeng tektonik dan patahan- patahan aktif. Indonesia merupakan salah satu

wilayah yang sangat aktif terhadap gempabumi, karena terletak pada

pertemuan tiga lempeng tektonik utama dan satu lempeng tektonik kecil.

Ketiga lempeng tektonik itu adalah lempeng tektonik Indo-Australia, lempeng

Eurasia dan lempeng Pasifik serta lempeng kecil Filipina.

8

Gambar1.2. Globe lempeng tektonik

Gambar 1.3. Lempeng tektonik dunia

Gambar 1.3 memperlihatkan 7 lempeng utama, yaitu lempeng Eurasia, Pasifik,

Indo-Australia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Antartika dan

beberapa lempeng kecil lainnya.

9

Terdapat tiga jalur utama gempabumi yang merupakan batas pertemuan dari

beberapa lempeng tektonik aktif:

1. Jalur Gempabumi Sirkum Pasifik

Jalur ini dimulai dari Cardilleras de los Andes (Chili, Equador dan

Caribia), Amerika Tengah, Mexico, California British Columbia, Alaska,

Alaution Islands, Kamchatka, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia,

Polynesia dan berakhir di New Zealand.

2. Jalur Gempabumi Mediteran atau Trans Asiatic

Jalur ini dimulai dari Azores, Mediteran (Maroko, Portugal, Italia, Balkan,

Rumania), Turki, Kaukasus, Irak, Iran, Afghanistan, Himalaya, Burma,

Indonesia (Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan Laut Banda) dan akhirnya

bertemu dengan jalur Sirkum Pasifik di daerah Maluku

3. Jalur Gempabumi Mid-Atlantic

Jalur ini mengikuti Mid-Atlantic Ridge yaitu Spitsbergen, Iceland dan

Atlantik selatan.

Sebanyak 80 % dari gempa di dunia, terjadi di jalur Sirkum Pasifik yang sering

disebut sebagai Ring of Fire karena juga merupakan jalur Vulkanik.

Sedangkan pada jalur Mediteran terdapat 15 % gempa dan sisanya sebanyak 5

% tersebar di Mid Atlantic dan tempat-tempat lainnya.

Di Indonesia lokasi sumber gempabumi berawal dari Sumatra, Jawa, Bali,

Nusa Tenggara, sebagian berbelok ke Utara di Sulawesi, kemudian dari Nusa

Tenggara sebagian terus ke timur Maluku dan Irian. Hanya pulau Kalimantan

yang relatif tidak ada sumber gempa kecuali sedikit bagian timur. Gambar

(1.4) adalah batas lempeng-lempeng tektonik yang melewati Indonesia dan

berasosiasi terhadap sumber-sumber gempa.

10

Gambar 1.4. Batas lempeng tektonik dan sebaran gempa di Indonesia

Lempeng Indo-Australia bergerak menyusup dibawah lempeng Eurasia,

demikian pula lempeng Pasifik bergerak kearah barat. Pertemuan lempeng

tektonik Indo-Australia dan Eurasia berada di laut merupakan sumber gempa

dangkal dan menyusup kearah utara sehingga di bagian darat berturut-turut ke

utara di sekitar Jawa – Nusa tenggara merupakan sumber gempa menengah

dan dalam.

Kedalaman sumber gempa di Sumatra bisa mencapai 300 km di bawah

permukaan bumi dan di Jawa bisa mencapai 700 km, sesuai dengan kedalaman

lempeng Indo-Australia menyusup dibawah lempeng Eurasia. Disamping itu di

daratan Sumatra juga terdapat sumber sumber gempa dangkal yang disebabkan

karena aktivitas patahan Sumatra, demikian pula di sebagian Jawa Barat

terdapat sumber-sumber gempa dangkal karena aktivitas patahan Cimandiri di

Sukabumi, patahan Lembang di Bandung, dan lain lain.

Gempa-gempa dangkal di bagian timur Indonesia selain berasosiasi dengan

pertemuan lempeng (trench) juga disebabkan oleh patahan- patahan aktif,

seperti patahan Palu Koro, patahan Sorong, patahan Seram, dan lain-lain.

Beberapa tempat di Sumatra, Jawa, Nusa tenggara, Maluku, Sulawesi dan Irian

rentan terhadap bencana gempabumi baik yang bersifat langsung maupun tak

langsung seperti tsunami dan longsor.

11

Gambar (1.5) menunjukkan sketsa patahan aktif di Indonesia yang merupakan

dampak dari bertumbuknya tiga mega lempeng dan satu lempeng kecil

Filipina. Peta historis Seismisitas di Indonesia (1965-1995) berdasarkan

magnitude dan kedalamannya terlihat pada gambar (1.6).

Gambar 1.5. Sketsa patahan aktif di Indonesia

Gambar 1.6. Peta sebaran episenter di Indonesia periode 1965-1995

12

13

BAB II

SUSUNAN BAGIAN DALAM BUMI

Dengan telah adanya seismograf yang dapat mencatat gelombang seismik,

sejak permulaan abad 20 telah dapat dianalisis susunan bagian dalam bumi.

Secara umum susunan bagian dalam bumi dibagi menjadi tiga, berturut-turut

dari permukaan menuju ke bagian dalam bumi adalah: kerak bumi, mantel dan

inti bumi. Antara mantel dan kerak bumi dan antara mantel dan inti bumi

merupakan lapisan batas diskontinuitas yang berfungsi sebagai pembiasan dan

pemantulan gelombang seismik.

1. Kerak Bumi

Kerak bumi atau crust merupakan lapisan paling atas dari susunan bumi dan

sangat tipis dibanding dengan lapisan lainnya. Lapisan kerak bumi mempunyai

ketebalan bervariasi antara 25 – 40 km di daratan dan bisa mencapai 70 km di

bawah pegunungan, sedang di bawah samudra ketebalannya lebih tipis dan

bisa mencapai 5 km. Lapisan ini dibagi lagi menjadi dua bagian yang

dipisahkan oleh lapisan diskontinuitas Conrad, berturut-turut dari permukaan

adalah lapisan yang mewakili batuan granit dan di bawahnya yang mewakili

batuan basal. Di bawah samudra lapisan granit umumnya tidak ditemui. Kerak

bumi berbentuk materi padat, terdiri dari sedimen, batuan beku, dan

metamorfis dengan unsur utama oksigen dan silikon. Densitas rata-rata 3,9

gr/cm3 , merupakan 0,3 % dari massa bumi dan 0,5 % dari volume bumi secara

keseluruhan.

Antara kerak dan mantel terdapat lapisan diskontinuitas yang disebut lapisan

Mohorovicic dan sering disebut dengan lapisan M atau Moho saja. Kecepatan

gelombang longitudinal atau gelombang kompresi pada lapisan ini berkisar

antara 6,5 km/detik sampai 8 km/detik.

2. Mantel Bumi

Lapisan mantel bumi membujur ke dalam mulai dari lapisan moho sampai

lapisan inti bumi pada kedalaman sekitar 2900 km. Mantel sebagian besar

dipertimbangkan sebagai lapisan padat. Lapisan ini dapat dibagi dua bagian

masing-masing mantel atas dan mantel bawah. Mantel atas membujur sampai

kedalaman 1000 km dibawah permukaan. Kecepatan gelombang kompresi

pada lapisan kulit bumi semakin kebawah semakin besar mulai dari sekitar

8 km/detik di bawah lapisan moho sampai sekitar 13,7 km/detik di perbatasan

inti-mantel. Pada lapisan mantel atas terdapat beberapa lapisan diskontinuitas

dimana kecepatan gelombang tiba-tiba turun. Pada kedalaman antara 100 km

sampai 250 km dibawah permukaan bumi terdapat lapisan kecepatan rendah

14

(LVL). Lapisan LVL diperkirakan berupa materi mencair yang panas, dengan

rigiditas rendah serta kecepatan gelombang seismik bisa turun sekitar 6 % jika

dibanding dengan kecepatan pada lapisan moho. Mantel bawah kecepatan

gelombang seismiknya secara gradual naik sesuai dengan kedalaman. Pada

lapisan mantel tidak terdapat lapisan diskontinuitas yang berfungsi sebagai

pembias dan pemantul gelombang seismik.

Tabel susunan bagian dalam bumi

LAPISAN KEDALAMAN VOLUME MASSA DENSITAS

(km) 109km3 % 1012 kg % gr/cm3

Kerak bumi

Mantel atas

Mantel bawah

Inti luar

Inti dalam

Perm.- moho

Moho – 1000

1000 – 2900

2900 – 5100

5100 – 6370

5,1

429,1

473,8

166,4

8,6

0,5

39,6

43,7

15,4

0,8

15

1673

2415

1743

125

0,3

28,0

40,4

29,2

2,1

2,94

3,90

5,10

10,50

14,53

Diskontinuitas dalam bumi disebabkan oleh perubahan susunan kimia dari

material dalam bumi atau oleh perubahan fase dari material tersebut ( padat ke

tak padat, tak padat ke padat atau dua fase padat yang berbeda ).

Densitas dari mantel bumi antara 3,9 – 5,1 gr/cm3, terdiri dari oksigen,

magnesium, silikat dan sedikit ferum. Mantel merupakan 68,4 % dari massa

bumi dan 83,3 % dari volume bumi.

3. Inti Bumi

Inti bumi adalah lapisan yang paling dalam dari bumi. Lapisan ini diperkirakan

mempunyai jari-jari 3500 km dan terdiri dari dua bagian masing-masing inti

luar (outer core) dan inti dalam (inner core). Lapisan inti luar membujur

sampai kedalaman sekitar 5100 km dibawah permukaan bumi dan diperkirakan

berupa fluida, karena dari catatan seismogram gelombang shear tidak

teridentifikasi. Kecepatan gelombang kompresi pada lapisan inti luar naik

sesuai kedalaman antara 8 – 10 km/detik, sedang pada lapisan inti dalam

kecepatanya juga naik antara 10 – 13,7 km/detik.

Pada inti dalam gelombang shear dapat teridentifikasi kembali sehingga

diperkirakan tersusun dari material padat. Materi inti luar terdiri dari besi dan

nikel dalam bentuk cair / fluida sedangkan inti dalam dengan materi yang sama

dalam bentuk padat.

15

Inti luar yang berupa medium tak padat dengan densitas 10,5 gr/cm3

merupakan 15,4 % dari volume bumi dan 29,2 % dari massa bumi. Materi

yang tak padat ini diapit oleh dua materi padat ( mantel dan inti dalam )

membentuk sand wich dan bergerak terus akibat efek rotasi dan revolusi bumi.

Hal ini terutama yang menjadi sumber medan magnet bumi.

Inti dalam merupakan bagian kecil dibanding mantel dan inti luar, yaitu 0,8 %

dari volume bumi dan 2,1 % dari massa bumi tetapi mempunyai densitas

paling besar yaitu rata-rata 14,53 gr/cm3. Gambar (2.1) dan (2.2)

memperlihatkan struktur bagian dalam bumi dan kurva kecepatan gelombang

seismiknya.

Gambar 2.1. Struktur bagian dalam bumi

16

Gambar 2.2. Grafik kecepatan gelombang seismik

Secara umum, harga densitas bertambah terhadap kedalaman bumi. Demikian

juga harga tekanan dan temperature, makin kedalam harganya makin besar.

17

BAB III

GELOMBANG SEISMIK

1. Tipe Dasar Dan Sifat Utama

Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang menjalar ke seluruh bagian

dalam bumi dan melalui permukaan bumi, akibat adanya lapisan batuan yang

patah secara tiba – tiba atau adanya suatu ledakan. Gelombang utama gempa

bumi terdiri dari dua tipe yaitu gelombang bodi (Body Wave) dan gelombang

permukaan (Surface Waves).

Gelombang seismik merambat dalam lapisan bumi sesuai dengan prinsip yang

berlaku pada perambatan gelombang cahaya: pembiasan dengan koefisien bias,

pemantulan dengan koefisien pantul, hukum-hukum Fermat, Huygens, Snellius

dan lain-lain.

1.1. Gelombang Bodi (Body Waves)

Gelombang bodi merupakan gelombang yang menjalar melalui bagian dalam

bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar ke segala arah di

dalam bumi. Gelombang bodi terdiri atas gelombang primer dan gelombang

sekunder.

Gelombang primer merupakan gelombang longitudinal atau gelombang

kompresional, gerakan partikelnya sejajar dengan arah perambatannya. Sedang

gelombang sekunder merupakan gelombang transversal atau gelombang shear,

gerakan partikelnya terletak pada suatu bidang yang tegak lurus dengan arah

penjalarannya.

Gelombang kompresional disebut gelombang primer (P) karena kecepatannya

paling tinggi diantara gelombang yang lain dan tiba pertama kali. Sedang

gelombang shear disebut gelombang sekunder (S) karena tiba yang kedua

setelah gelombang P. Gelombang sekunder terdiri dari dua komponen, yaitu

gelombang SH dengan gerakan partikel horizontal dan gelombang SV dengan

gerakan partikel vertikal.

Sifat penjalaran gelombang P yang langsung adalah bahwa gelombang ini akan

menjadi hilang pada jarak lebih besar dari 130º, dan tidak terlihat sampai

dengan jarak kurang dari 140º. Hal tersebut disebabkan karena adanya inti

bumi. Gelombang langsung P akan menyinggung permukaan inti bumi pada

jarak 103º dan pada jarak yang akan mengenai inti bumi pada jarak 144º.

Gelombang P akan timbul kembali yaitu gelombang yang menembus inti bumi

18

dengan dua kali mengalami refraksi. Menghilangnya gelombang P pada jarak

103º memungkinkan untuk menghitung kedalaman lapisan inti bumi.

Guttenberg (1913) mendapatkan kedalaman inti bumi 2900 km. Telah

didapatkan pula bahwa batas mantel dengan inti bumi merupakan suatu

diskontinuitas yang tajam. Daerah antara 103º - 144º disebut sebagai “ Shadow

zone“, walaupun sebenarnya fase yang lemah dapat pula terlihat di daerah ini.

Walaupun gelombang bodi dapat menjalar ke segala arah di permukaan bumi,

namun tetap tidak dapat menembus inti bumi sebagai gelombang transversal.

Keadaan ini membuktikan bahwa inti luar bumi berupa fluida. Untuk

penelitian tetap diasumsikan keadaan homogen, yaitu bagian luar bumi dan inti

bumi ( dua media homogen yang berbeda ).

Kadang – kadang juga ditemui suatu fase yang kuat di daerah “Shadow zone”

sampai ke jarak kurang lebih 110º. Karena adanya fase inilah pada tahun

1930 ditemukan media lain yaitu inti dalam. Batas dari inti dalam ini terdapat

pada kedalaman 5100 km . Diperkirakan kecepatan gelombang seismik di inti

dalam lebih tinggi dari pada di inti luar. Untuk membedakan dan identifikasi,

maka perlu pemberian nama untuk gelombang seismik yang melalui inti bumi

(baik inti luar maupun inti dalam ).

Kecepatan gelombang seismik bertambah dengan kedalaman, maka lintasan

gelombang seismik akan berbentuk lengkungan cekung ke permukaan bumi.

Kecepatan gelombang P (Vp) tergantung dari konstante Lame ( ), rigiditas

( ), dan densitas ( ) medium yang dilalui dan secara matematis dirumuskan

sebagai berikut:

2Vp ………………………………………(3.1-1)

Gelombang P mempunyai kecepatan paling tinggi dibanding dengan kecepatan

gelombang yang lain sehingga tercatat paling awal di seismogram. Gelombang

S mempunyai gerakan partikel tegak lurus terhadap arah penjalaran dan

mempunyai kecepatan (Vs) sebesar :

Vs …………………………………… …(3.1.2)

Menurut Poisson kecepatan gelombang P mempunyai kelipatan 3 dari

kecepatan gelombang S.

19

1.2. Gelombang Permukaan (Surface Waves)

Gelombang permukaan merupakan gelombang elastik yang menjalar

sepanjang permukaan bumi dan biasa disebut sebagai tide waves. Karena

gelombang ini terikat harus menjalar melalui suatu lapisan atau permukaan.

Gelombang permukaan terdiri dari:

1. Gelombang Love (L) dan gelombang Rayleigh (R), yang menjalar melalui

permukaan bebas dari bumi. Gelombang L gerakan partikelnya sama

dengan gelombang SH dan memerlukan media yang berlapis. Gelombang

R lintasan gerak partikelnya merupakan suatu ellips. Bidang ellips ini

vertikal dan berimpit dengan arah penjalarannya. Gerakan partikelnya ke

belakang (bawah maju atas mundur). Gelombang R menjalar melalui

permukaan media yang homogen.

2. Gelombang Stonely, arah penjalarannya seperti gelombang R tetapi

menjalar melalui batas antara dua lapisan di dalam bumi.

3. Gelombang Channel, yaitu gelombang yang menjalar melalui lapisan yang

berkecepatan rendah (low velocity layer) di dalam bumi.

Gelombang Love dan Rayleigh ada juga yang memberi simbul LQ dan LR

dimana L singkatan dari Long karena gelombang permukaan mempunyai sifat

periode panjang dan Q adalah singkatan dari Querwellen yaitu nama lain dari

Love seorang Jerman yang menemukan gelombang ini.

Gelombang LQ dan LR menjalar sepanjang permukaan bebas dari bumi atau

lapisan batas diskontinuitas antara kerak dan mantel bumi. Amplitude

gelombang LQ dan LR adalah yang terbesar pada permukaan dan mengecil

secara eksponensial terhadap kedalaman. Dengan demikian pada gempa-

gempa dangkal amplitude gelombang LQ dan LR akan mendominasi.

Gelombang permukaan yang banyak tercatat pada seismogram adalah

gelombang Love dan gelombang Rayleigh. Dari hasil pengamatan diperoleh

dua ketentuan utama yang menunjukkan bahwa bagian bumi berlapis-lapis dan

tidak homogen, yaitu :

o Adanya gelombang Love ; gelombang ini tidak dapat menjalar pada

permukaan suatu media yang kecepatannya naik terhadap kedalaman.

o Adanya perubahan dispersi kecepatan (velocity dispersion).

Gelombang L dan R tidak datang bersama-sama pada suatu stasiun, tetapi

gelombang yang mempunyai periode lebih panjang akan datang lebih dahulu.

Dengan kata lain gelombang yang panjang periodenya mempunyai kecepatan

yang tinggi.

20

Gambar 3.1. Gerak partikel gelombang P, S, LQ dan LR

2. Penjalaran Gelombang Seismik

Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang menjalar ke seluruh bagian

dalam bumi dan melalui permukaan bumi, akibat adanya lapisan batuan yang

patah secara tiba-tiba atau adanya suatu ledakan. Gelombang gempa yang

dipancarkan oleh sumbernya akan menjalar ke segala arah dengan tipe,

kecepatan dan arah penjalaran bervariasi tergantung pada sifat fisis dan

dimensi medium. Untuk medium yang paling sederhana yaitu medium yang

homogen, isotropik dan elastik sempurna, maka gelombang gempa menjalar

sebagai sinar yang berbentuk garis lurus.

Gelombang gempa yang menjalar pada struktur bumi yang terdiri dari banyak

lapisan dengan kecepatan konstan akan sampai pada stasiun pencatat gempa

melalui tiga cara, yaitu gelombang langsung, dipantulkan dan gelombang

dibiaskan, hal ini tergantung pada jarak episenter gempa dan nilai perbedaan

kecepatan pada masing-masing lapisan .

Untuk kasus sederhana yaitu struktur bumi terdiri dari dua lapisan dan sumber

gempa terletak pada lapisan pertama, maka penjalaran gelombang gempa dapat

dilihat pada gambar dibawah ini :

21

Gambar 3.2. Penjalaran gelombang seismik sederhana melalui dua lapis., S1, S2, S3,

menunjukkan stasiun pencatat; H adalah sumber gempa sedang V1 dan V2 masing-masing

kecepatan gelombang pada kedua lapisan

Dalam pembahasan berikut, penjalaran gelombang seismik dikategorikan

dalam berbagai macam, berdasarkan jarak antara sumber gempa terhadap

stasiun pencatat atau jarak episenter. Yang pertama adalah yang berjarak

episenter kurang dari 10o, yang biasa disebut sebagai gempa-gempa regional.

Gelombang seismik jenis ini lebih dominan menjalar pada lapisan kerak bumi

atau lapisan moho dan biasa disebut sebagai gelombang crustal. Yang kedua,

akan dibahas yang jarak episenternya antara 10 o -103 o, gelombang pada ruas

jarak ini banyak menjalar pada lapisan mantel. Sedang yang ketiga adalah yang

berjarak episenter lebih dari 103 o, yang banyak menjalar melewati inti bumi,

baik yang dibiaskan maupun dipantulkan.

Gempa-gempa yang jarak episenternya kurang dari 10o disebut gempa

regional atau gempa lokal, sedang yang lebih dari 10o disebut gempa

teleseismik. Beberapa institusi ada yang mendefinsikan gempa tele apabila

jarak episenternya lebih dari 20o .

2.1. Gelombang Crustal

Gempa bumi yang berjarak kurang dari 10º penjalaran gelombangnya

mempunyai cara-cara tertentu. Gelombang seismik yang menjalar melalui

lapisan tersebut ada yang langsung, ada pula yang dibiaskan melalui batas

lapisan. Gelombang-gelombang seismik tersebut adalah :

o Pg dan Sg, gelombang P dan S yang melalui lapisan granit dan langsung

menuju ke stasiun.

o P* dan S* gelombang P dan S yang melalui Conrad diskontinuitas.

o Pn dan Sn, gelombang P dan S yang melalui Mohorovicic diskontinuitas.

o Gelombang pPn dan sPn, gelombang p dan s yang dipantulkan dua kali

masing-masing lewat permukaan dan lapisan batas moho.

22

Suatu gelombang seismik yang menjalar pada batas dua lapisan yang berbeda

kecepatan rambatnya, akan menjalar pada lapisan yang berkecepatan lebih

besar. Untuk menjelaskan penjalaran gelombang ini dapat diperhatikan gambar

berikut dengan anggapan permukaan datar dan model lapisan sederhana.

Gambar 3.3 Prinsip penjalaran gelombang pada lapisan kerak bumi model sederhana. OO adalah permukaan bumi;

MM menunjukkan lapisan moho; S1, S2 & S3 menunjukkan stasiun pencatat; R1, R2, & R3 merupakan titik pantul

dan bias; i, ic, & ir berturut-turut merupakan simbul sudut datang, sudut kritis dan sudut bias; Pg,Sg merupakan gelombang langsung P & S pada lapisan granit; Pn,Sn adalah gelombang P & S yang melewati lapisan moho; sedang

V1 & V2 adalah kecepatan gelombang pada kedua lapisan.

Gelombang seismik menjalar dari sumber gempa (fokus), ada yang langsung

tercatat oleh stasiun (S2) ada yang dipantulkan oleh lapisan moho dan tercatat

di stasiun (S1), serta ada yang melalui lapisan moho dan dicatat oleh stasiun

S3. Gelombang P dan S yang langsung melalui lapisan crustal ini berturut-turut

diberi simbul Pg dan Sg atau ada yang memberi nama P dan S, dimana notasi -

menunjukkan lapisan granit.

Gelombang yang dipantulkan diberi masing-masing notasi PmP dan SmS dan

yang melewati lapisan moho diberi notasi Pn dan Sn. Gelombang Pn dan Sn

pada lapisan kerak kontinental tidak akan tercatat oleh stasiun stasiun yang

jarak kritisnya kurang dari 100 km.

Penjalaran gelombang model diatas menunjukkan model sangat sederhana,

kenyataannya bahwa lapisan kerak masih terbagi lagi oleh lapisan granit dan

basal, disamping itu batas permukaan tidak rata dan kadang-kadang ada

kemiringannya. Untuk itu model yang lebih realistik diperlihatkan pada

gambar berikut.

23

Gambar 3.4. Prinsip penjalaran gelombang seismic melalui continental crust dua lapisan

dengan kemiringan dan batas lapisan tidak rata. C menunjukkan simbul Conrad

diskontinuitas, sedang angka di pinngir kanan berturut turut kebawah menunjukkan

kecepatan gelombang P dan S dalam satuan km/s.

Pada model ini gelombang langsung adalah gelombang yang hanya dicatat

pada jarak episenter yang sangat lokal sekitar puluhan km yaitu pada stasiun

S1, dimana gelombang P dan S diberi notasi strip atas atau dengan simbul

simbul P dan S. Sedang Pg dan Sg adalah gelombang yang telah dibiaskan

seolah-olah melalui batas diskontinuitas lain masih pada lapisan granit.

Gelombang yang dibiaskan melalui lapisan batas diskontinuitas Conrad diberi

notasi asterisk atau b (P* , S* atau Pb, Sb) yang menunjukkan lapisan basalt.

Gelombang yang dibiaskan melalui lapisan moho notasinya tetap sama seperti

model terdahulu yaitu Pn dan Sn. Keempat macam jenis gelombang tersebut

mempunyai jarak kritis masing-masing sekitar 10 km, 100 km, 150 km dan

200 km, dan kecepatan gelombang P pada ketiga lapisan tersebut berturut-turut

kebawah adalah sekitar 6,2 km/dt, 6,6 km/dt dan 8,0 km/dt.

Sebagai pedoman dalam pembacaan seismogram biasanya dari beda waktu tiba

gelombang S dan P atau (S-P). Jika (S-P) kurang dari 20 detik kelompok

gelombang P dan S yang pertama datang biasanya berturut-turut Pg (P) dan Sg

(S). Jika (S-P) lebih besar dari 25 detik biasanya yang pertama datang adalah

Pn. Gelombang pantul oleh lapisan moho pada prakteknya sulit diidentifikasi

karena terkontaminasi oleh gelombang-gelombang Pg dan Pn atau Sg dan Sn.

Disamping pemantulan oleh lapisan moho gelombang P dan S dapat pula

dipantulkan oleh lapisan permukaan melewati kerak bumi dan dibiaskan

melalui lapisan moho dan dicatat di stasiun berturut-turut sebagai gelombang

pPn dan sPn. Prinsip penjalaran gelombang pantul permukaan ini terlihat pada

gambar berikut.

24

Gambar 3.5. Prinsip penjalaran gelombang Pn, pPn dan sPn dengan model satu lapisan

kerakbumi

Model model diatas berlaku untuk lapisan diatas kontinen, sedang pada model

samudra biasanya tidak ada lapisan granit.

Dari kasus tersebut diatas dapat digambarkan kurva waktu jalar terhadap jarak

episenter (ES) untuk gelombang langsung , dipantulkan dan dibiaskan sebagai

berikut:

Gambar 3.6. Kurva waktu jalar terhadap jarak episenter; garis 1,2 dan 3

berturut-turut menunjukkan waktu jalar gelombang langsung, bias dan pantul; EXcr

adalah jarak kritis; EXco adalah jarak cross over; sedang S1, S2, dan S3 adalah

stasiun pengamat.

Terlihat pada gambar diatas , bahwa pada jarak ES hanya akan mencatat

gelombang langsung dan gelombang yang hanya dipantulkan. Pada jarak

episenter lebih besar atau sama dengan EXCr stasiun akan merekam

25

gelombang yang dibiaskan disamping gelombang yang langsung maupun yang

dipantulkan. Jarak EXCr ini dikenal sebagai jarak kritis.

Dari kurva tersebut dapat dianalisis bahwa gelombang yang dipantulkan tidak

pernah tiba lebih awal di stasiun pencatat. Pada jarak lebih besar atau sama

dengan jarak Cross Over ( EXCo ), gelombang yang lebih dahulu sampai di

stasiun pencatat dan sebaliknya untuk jarak yang lebih kecil dari EXCo maka

gelombang yang langsung akan sampai lebih dahulu.

Sebagai petunjuk analisis pembacaan seismogram, prinsip-prinsip berikut

dapat dipakai:

o Periode dominan gelombang crustal seperti Pg, P*, Pn, Sg, S*, Sn, dsb

umumnya adalah kurang dari satu detik. Dalam hal ini catatan terbaik jika

dilihat pada seismograf periode pendek.

o Amplitude gelombang S lebih besar dari P, dan biasanya terbaca jelas pada

komponen horizontal.

o Pada jarak episenter kurang dari 200 km (tergantung pada model struktur

kerak dan kedalaman fokus), gelombang yang pertama datang adalah Pg

dan jika lebih dari 200 km gelombang yang datang lebih dulu adalah Pn.

o Gempa permukaan (sangat dangkal) yang jarak episenternya kurang dari

600 km, sering menimbulkan gelombang permukaan Rayleigh (Rg) dan

kelihatan jelas pada catatan seismograf komponen vertikal.

o Gempa lokal dan regional yang tidak besar lamanya catatan dalam

seismogram (duration time) hanya beberapa menit.

o Untuk memudahkan pembacaan sebaiknya dilakukan dengan banyak

stasiun, agar dapat membandingkannya.

2.2. Gelombang Bodi Pada Jarak Episenter 10 – 103o

Penjalaran gelombang bodi yang melalui kulit bumi dengan hiposenter di

permukaan, terlihat pada gambar berikut. Gelombang P langsung yang sampai

di permukaan bebas dapat dipantulkan sekali atau lebih menjadi gelombang P

dan S. Sebagai contoh gelombang P yang dipantulkan sekali oleh permukaan

bebas menjadi PP dan PS. Gelombang PP yang dipantulkan lagi oleh

permukaan bebas melalui mantel disebut PPP, sedang gelombang PS yang

dipantulkan kembali oleh permukaan disebut PSP.

Gelombang P langsung yang dipantulkan oleh permukaan bebas dapat terurai

menjadi gelombang P dan S, demikian pula gelombang S juga dapat terurai

menjadi gelombang P, oleh karena itu gelombang S yang langsung dan

dipantulkan sekali, dua kali atau oleh permukaan bebas melalui mantel

berturut-turut menjadi SS, SSS dan seterusnya.

26

Gelombang P langsung yang dipantulkan dua kali oleh permukaan bebas,

dapat menghasilkan empat kemungkinan, yaitu PPP, PPS, PSP dan PSS.

Pemantulan gelombang yang dapat dipantulkan sampai dua kali atau lebih

biasanya terjadi jika jarak episenternya lebih dari 40o, untuk jarak lebih dari

40o pemantulannya lebih komplek lagi. Gelombang yang dipantulkan oleh

lapisan diskontinuitas inti luar-mantel diberi notasi c. Sebagai contoh ScP

adalah gelombang yang menjalar kebawah dari hiposenter kemudian

dipantulkan oleh inti luar dan tercatat di permukaan bumi sebagai gelombag P.

Jenis-jenis gelombang ini biasanya tercatat pada jarak episenter kurang dari

40o.

Gambar 3.7. Contoh penjalaran gelombang bodi yang melalui kulit bumi dan dipantulkan oleh

permukaan bebas dan inti luar untuk kasus gempa dangkal.

Untuk gempa yang hiposenternya dalam, penjalaran gelombang bodi dapat

dilihat pada gambar berikut. Gelombang langsung dari fokus ke permukaan

diberi nama dengan huruf kecil, yaitu p untuk gelombang longitudinal dan s

untuk gelombang transversal. Untuk yang dekat dengan episenter gelombang

langsung yang dipantulkan oleh permukaan dapat tercatat 4 kemungkinan yaitu

pP, sP, pS dan sS. Pada gempa dalam amplitude untuk fase pP biasanya lebih

besar dan gelombang sP dapat lebih besar dari pP.

27

Gambar 3.8. Contoh penjalaran gelombang bodi yang melalui kulit bumi dan dipantulkan oleh

permukaan bebas untuk kasus gempa dangkal.

Selain dipantulkan oleh permukaan bebas atau inti luar, gelombang bodi dapat

pula dipantulkan oleh lapisan diskontinuitas pada mantel atas. Dalam hal ini

diberi notasi d (depth atau kedalaman sumber gempa dengan satuan km).

Sebagai contoh P650P adalah gelombang P yang dipantulkan oleh lapisan

diskontinuitas yang dalamnya 650 km. Kasus ini terlihat pada gambar

dibawah.

2.3. Gelombang Bodi Pada Jarak Episenter Lebih Dari 103o

Pada jarak episenter lebih dari 100o, amplitude gelombang P langsung akan

meluruh secara dramatis, dan pada jarak sekitar 140o akan kembali tampak.

Jarak episenter antara 103 – 140 disebut sebagai shadow zone, dimana pada

jarak ini tidak ada gelombang P langsung yang tercatat. Gelombang langsung

yang terakhir mengalami proses difraksi oleh lapisan batas inti-mantel.

Gelombang difraksi ini diberi simbul dengan Pc atau Pdif. Gelombang Pc

mempunyai amplitude yang kecil dan periode panjang yang kadang-kadang

dapat tercatat sampai jarak lebih dari 160o. Untuk shadow zone gelombang S

langsung adalah antara 103o sampai -103o atau antara 103 - 257o dan simbul

untuk gelombang difraksinya Sc atau Sdif. Penjalaran gelombang yang terkait

dengan shadow zone ini terlihat pada gambar berikut.

28

Gambar 3.9. Penjalaran gelombang P langsung pada mantel, gelombang difraksi oleh lapisan

batas core-mantle, gelombang pantul oleh lapisan diskontinuitas mantel atas serta shadow

zone.

Gelombang P yang melewati inti luar diberi notasi dengan huruf K, yaitu

singkatan dari Kernwellen ahli seismologis Jerman yang menemukan pertama

kali. Tingkah laku gelombang ini terlihat pada gambar dibawah ini.

Gelombang langsung yang melewati mantel, kemudian dibiaskan pada inti luar

dan keluar lagi melalui mantel ini dapat terbentuk empat macam, yaitu: PKP,

PKS, SKP dan SKS.

Gelombang K adalah termasuk gelombang P karena gelombang S tidak bisa

melewati inti luar, dan sebab inilah material inti luar berbentuk cair.

Gelombang PKP sering disingkat dengan notasi P’. Gelombang P yang

melewati inti dalam diberi notasi I, dan dalam hal ini juga dapat terbentuk

empat macam yaitu: PKIKP, PKIKS, SKIKP, DAN SKIKS. Untuk gelombang

S yang melewati inti dalam diberi simbul J, namun dalam prakteknya juga

digunakan simbul I.

Gambar 3.10. Penjalaran gelombang P yang melalui mantel, inti luar dan inti dalam.

29

Gelombang yang menjalar melewati inti dalam, bisa dipantulkan hanya

menyinggung inti dalam dan juga dapat dipantulkan sekali atau lebih oleh

batas inti dalam-inti luar. Jika tidak sempat masuk kedalam inti dalam tapi

setelah sampai batas inti dalam-inti luar langsung keluar maka diberi simbul i,

contohnya PKiKP. Dalam hal gelombang P yang menjalar melewati inti dalam

dan memantul sekali, dua kali atau lebih dan terakhir keluar di permukaan

berupa gelombang P, maka berturut-turut diberi simbul: PKIKP, PKIIKP, dan

seterusnya. Penggambaran gelombangnya terlihat pada gambar dibawah.

Gambar 3.11. Penjalaran gelombang P melalui inti dalam.

3. Persamaan Gelombang

Dasar teori yang digunakan dalam pengamatan gempa adalah persamaan

gelombang elastik untuk media yang homogen isotropik yang dapat ditulis

(Lee, 1981):

Dimana :

i = 1,2,3

∂ Uj ∂ u + ∂ v + ∂ w

θ = Σ =

∂ Xj ∂ x ∂ y ∂ y

= perubahan volume atau dilatasi

ρ = densitas

Uj = vektor tegangan komponen ke i

Xj = komponen sumbu koordinat ke i

30

t = waktu

λ = konstante Lame

μ = modulus rigiditas

∂ ² ∂ ² ∂ ²

2

= laplacian = + +

∂ x ∂ y ∂ z

Untuk bangun tiga dimensi, secara lengkap persamaan ( 3.3-1 ) dapat ditulis

sebagai berikut:

Jika ketiga persamaan tersebut terakhir dideferensiasi terhadap x , y dan z dan

kemudian hasilnya di jumlahkan diperoleh persamaan :

Persamaan (3.3-3) merupakan persamaan gerak gelombang yang merambat

dengan kecepatan :

Gelombang tersebut dalam Seismologi dikenal sebagai gelombang

longitudinal, gelombang dilatasi , gelombang kompresi atau gelombang Primer

(P).

Jika persamaan ( 3.3-2 b) dan ( -2c ) masing-masing dideferensiasikan

terhadap z dan y dan kemudian hasilnya dikurangkan diperoleh persamaan :

Dengan mensubstitusikan komponen x pada persamaan rotasi benda :

31

z

v

y

ww

ke persamaan (3.3-5 ) didapat persamaan :

Persamaan ( 3.3-6) ini menyatakan persamaan gerak gelombang shear,

gelombang rotasi, gelombang transversal, atau gelombang sekunder (S) yang

merambat dengan kecepatan :

Untuk model kerakbumi dengan lapisan sederhana persamaan gelombang yang

dibiaskan adalah sebagai berikut:

Waktu jalar gelombang pada kasus media N lapisan dengan ketebalan masing-

masing lapisan h1, h2, h3, . . . , hn , dengan kecepatan masing-masing V1, V2,

. . . , Vn dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Gambar 3.12. Lintasan gelombang bias beberapa lapisan dengan sumber

dipermukaan.

1

1v

xT

32

2

121

1

2

cos2

v

ih

v

xT

2

232

1

131

3

3

cos2cos2

v

ih

v

ih

v

xT

Jarak cross overnya :

Hubungan antara jarak episenter terhadap waktu jalar gelombang bias untuk

model tiga lapisan datar terlihat pada gambar berikut:

Gambar3.13. Grafik T-X dari tiga lapisan horisontal

Perpanjangan garis 1/v2 dan 1/v3 akan memotong sumbu T di titik τ i dan

τ i 2, yang disebut intercept time (waktu tunda). Sedangkan proyeksi titik

potong garis 1/v1 dan 1/v2 serta 1/v2 dan 1/v3 ke sumbu X disebut jarak cross

over pertama, EXco1, dan jarak cross over kedua, Exco2.

Untuk menentukan struktur kerak bumi di bawah permukaan dapat

dipergunakan salah satu metode dari metode waktu tunda (Intercept time) atau

metode jarak cross over.

Dengan metode waktu tunda didapat persamaan:

33

Akan memotong sumbu T dan disebut Intercept time atau waktu tunda (τ i )

dan kedalaman lapisan pertama dan kedua kerak bumi model sederhana

diformulakan:

Sedang dengan metode jarak Cross Over akan didapat persamaan-persamaan

sebagai berikut:

21

2

1

2

3

21

1

2

1

2vv

vv

h

v

XT

v

XT

b

l

Titik potong kedua persamaan tersebut di atas di titik (Xco1, T1) dengan

T1 = Tb

Jadi

21

2

1

2

2

21

1

21

2vv

vv

h

v

EX

v

EX coco

21

2

1

2

2

121

2 vv

vvEXh co

Atau kedalaman lapisan pertama dapat ditulis:

sedang kedalaman lapisan kedua adalah:

34

35

BAB IV

PARAMETER GEMPABUMI

Setiap kejadian gempabumi akan menghasilkan informasi seismik berupa

rekaman sinyal berbentuk gelombang yang setelah melalui proses manual atau

non manual akan menjadi data bacaan fase (phase reading data). Informasi

seismik selanjutnya mengalami proses pengumpulan, pengolahan dan analisis

sehingga menjadi parameter gempabumi. Parameter gempabumi tersebut

meliputi : Waktu kejadian gempabumi, Lokasi episenter, Kedalaman sumber

gempabumi, Kekuatan gempabumi, dan Intensitas gempabumi.

Waktu kejadian gempabumi (Origin Time) adalah waktu terlepasnya

akumulasi tegangan (stress) yang berbentuk penjalaran gelombang gempabumi

dan dinyatakan dalam hari, tanggal, bulan, tahun, jam, menit, detik dalam

satuan UTC (Universal Time Coordinated).

Episenter adalah titik di permukaan bumi yang merupakan refleksi tegak lurus

dari Hiposenter atau Fokus gempabumi. Lokasi Episenter dibuat dalam sistem

koordinat kartesian bola bumi atau sistem koordinat geografis dan dinyatakan

dalam derajat lintang dan bujur.

Kedalaman sumber gempabumi adalah jarak hiposenter dihitung tegak lurus

dari permukaan bumi. Kedalaman dinyatakan oleh besaran jarak dalam satuan

km.

Kekuatan gempabumi atau Magnitude adalah ukuran kekuatan gempabumi,

menggambarkan besarnya energi yang terlepas pada saat gempabumi terjadi

dan merupakan hasil pengamatan Seismograf. Magnitude menggunakan skala

Richter (SR).

Intensitas gempabumi adalah ukuran kerusakan akibat gempabumi berdasarkan

hasil pengamatan efek gempabumi terhadap manusia, struktur bangunan dan

lingkungan pada tempat tertentu, dinyatakan dalam skala MMI (Modified

Mercalli Intensity).

1. Magnitude

36

Konsep “Magnitude Gempabumi” sebagai skala kekuatan relatif hasil dari

pengukuran fase amplitude dikemukakan pertama kali oleh K. Wadati dan

C. Richter sekitar tahun 1930 (Lay. T and Wallace. T.C,1995).

Kekuatan gempabumi dinyatakan dengan besaran Magnitude dalam skala

logaritma basis 10. Suatu harga Magnitude diperoleh sebagai hasil analisis tipe

gelombang seismik tertentu (berupa rekaman getaran tanah yang tercatat

paling besar) dengan memperhitungkan koreksi jarak stasiun pencatat ke

episenter.

Dewasa ini terdapat empat jenis Magnitude yang umum digunakan (Lay. T and

Wallace. T.C, 1995) yaitu : Magnitude lokal, Magnitude bodi, Magnitude

permukaan dan Magnitude momen.

1.1. Magnitude Lokal (ML)

Magnitude lokal (ML) pertama kali diperkenalkan oleh Richter di awal tahun

1930-an dengan menggunakan data kejadian gempabumi di daerah California

yang direkam oleh Seismograf Woods-Anderson. Menurutnya dengan

mengetahui jarak episenter ke seismograf dan mengukur amplitude maksimum

dari sinyal yang tercatat di seismograf maka dapat dilakukan pendekatan untuk

mengetahui besarnya gempabumi yang terjadi. (USGS, 2002)

Magnitude lokal mempunyai rumus empiris sebagai berikut :

ML = log a + 3 log - 2.92………………………………………(4.1-1)

Dengan a = amplitude getaran tanah (m), = jarak Stasiun pencatat ke

sumber gempabumi (km) dengan 600 km.

Saat ini penggunaan ML sangat jarang karena pemakaian seismograf Woods-

Anderson yang tidak umum. Selain itu penggunaan kejadian gempabumi yang

terbatas pada wilayah California dalam menurunkan persamaan empiris

membuat jenis magnitude ini paling tepat digunakan untuk daerah tersebut

saja. Karena itu dikembangkan jenis magnitude yang lebih tepat untuk

penggunaan yang lebih luas dan umum.

1.2. Magnitude Bodi (mb)

Terbatasnya penggunaan magnitude lokal untuk jarak tertentu membuat

dikembangkannya tipe magnitude yang bisa digunakan secara luas. Salah

satunya adalah mb atau magnitude bodi (Body-Wave Magnitude). Magnitude

37

ini didefinisikan berdasarkan catatan amplitude dari gelombang P yang

menjalar melalui bagian dalam bumi (Lay. T and Wallace.T.C. 1995). Secara

umum dirumuskan dengan persamaan :

mb = log (a/T) + Q (h, )………………………….(4.1-2)

Dengan a = amplitudo getaran (m), T = periode getaran (detik) dan Q (h, ) =

koreksi jarak dan kedalaman h yang didapatkan dari pendekatan empiris.

1.3. Magnitude Permukaan (Ms)

Selain Magnitude bodi dikembangkan pula Ms, Magnitude permukaan

(Surface-wave Magnitude). Magnitude tipe ini didapatkan sebagai hasil

pengukuran terhadap gelombang permukaan (surface waves). Untuk jarak

600 km seismogram periode panjang (long-period seismogram) dari

gempabumi dangkal didominasi oleh gelombang permukaan. Gelombang ini

biasanya mempunyai periode sekitar 20 detik. Amplitude gelombang

permukaan sangat tergantung pada jarak dan kedalaman sumber gempa h.

Gempabumi dalam tidak menghasilkan gelombang permukaan, karena itu

persamaan Ms tidak memerlukan koreksi kedalaman. Magnitude permukaan

mempunyai bentuk rumus sbb:

Ms = log a + log + ……………………………(4.1-3)

Dengan a = amplitude maksimum dari pergeseran tanah horisontal pada

periode 20 detik, = Jarak (km), dan adalah koefisien dan konstanta yang

didapatkan dengan pendekatan empiris. Persamaan ini digunakan hanya untuk

gempa dengan kedalaman sekitar 60 km. Hubungan antara Ms dan mb dapat

dinyatakan dalam persamaan :

mb = 2.5 + 0.63 Ms ………………………………..(4.1-4)

atau Ms = 1.59 mb – 3.97…………………………..……(4.1-5)

1.4. Magnitude Momen (Mw)

Kekuatan gempabumi sangat berkaitan dengan energi yang dilepaskan oleh

sumbernya. Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang menjalar ke

permukaan dan bagian dalam bumi. Dalam penjalarannya energi ini

mengalami pelemahan karena absorbsi dari batuan yang dilaluinya, sehingga

energi yang sampai ke stasiun pencatat kurang dapat menggambarkan energi

gempabumi di hiposenter.

38

Berdasarkan Teori Elastik Rebound diperkenalkan istilah momen seismik

(seismic moment). Momen seismik dapat diestimasi dari dimensi pergeseran

bidang sesar atau dari analisis karakteristik gelombang gempabumi yang

direkam di stasiun pencatat khususnya dengan seismograf periode bebas

(broadband seismograph).

Mo = µ D A …………………………………………….(4.1-6)

Dengan Mo = momen seismik, µ = rigiditas, D = pergeseran rata-rata bidang

sesar, A = area sesar.

Secara empiris hubungan antara momen seismik dan magnitude permukaan

dapat dirumuskan sebagai berikut:

log Mo = 1.5 Ms + 16.1 …………………………………(4.1-7)

Ms = magnitude permukaan (Skala Richter) Kanamori (1997) dan Lay. T and

Wallace. T. C, (1995) memperkenalkan Magnitude momen (moment

magnitude) yaitu suatu tipe magnitude yang berkaitan dengan momen seismik

namun tidak bergantung dari besarnya magnitude permukaan :

Mw = (log Mo/1.5) – 10.73 …………………………..(4.1-8)

Dengan Mw = magnitude momen, Mo = momen seismik.

Meskipun dapat menyatakan jumlah energi yang dilepaskan di sumber

gempabumi dengan lebih akurat, namun pengukuran magnitude momen lebih

komplek dibandingkan pengukuran magnitude ML, Ms dan mb. Karena itu

penggunaannya juga lebih sedikit dibandingkan penggunaan ketiga magnitude

lainnya (Lay. T and Wallace. T. C, 1995).

1.5. Magnitude Yang Digunakan BMG

Menurut Tajib. S, (1986) pengamatan gempabumi di Indonesia berawal pada

tahun 1898 saat pemerintah Hindia Belanda mengoperasikan seismograf

mekanik Ewing di Jakarta. Kemudian tahun 1908 dipasang seismograf

Wiechert komponen horizontal, yang pada tahun 1928 dilengkapi dengan

seismograf Wiechert komponen vertical. Pemasangan kedua jenis seismograf

39

tersebut dilakukan di beberapa kota yaitu Jakarta, Medan, Bengkulu dan

Ambon.

Dengan adanya seismograf telah dilakukan pemantauan gempabumi meskipun

dengan tingkat keakuratan rendah jika dibandingkan saat ini. Pada masa

pendudukan Jepang beberapa seismograf yang rusak akibat peperangan

mengalami perbaikan sehingga dapat beroperasi kembali.

Pada tahun 1953 seismograf elektromagnetik Sprengnether dipasang di

Lembang, yang disusul dengan pemasangan seismograf yang sama di Medan,

Tangerang, Denpasar, Makasar, Kupang, Jayapura, Manado dan Ambon,

sehingga pada tahun 1975 Indonesia memiliki jaringan seismograf

Sprengnether tiga komponen. Bersamaan dengan hal itu, sekitar tahun 1960

seismologi dan teknologi mengalami perkembangan yang besar disertai dengan

beroperasinya stasiun WWSSN (World Wide Standard Seismograph Net work)

di seluruh dunia salah satunya dipasang di Lembang tahun 1963, sehingga

kelengkapan dan keakuratan penghitungan parameter gempabumi meningkat

pesat.

Perkembangan ini tentu saja mempengaruhi kelengkapan data gempabumi

merusak. Jika sebelum tahun 1960 catatan yang ada hanya memberikan

informasi mengenai waktu gempabumi dirasakan di suatu tempat dan

Intensitasnya di tempat tersebut, maka pada catatan kejadian gempabumi

tahun-tahun berikutnya menjadi lebih lengkap dengan adanya keterangan

mengenai lokasi episenter, kedalaman dan Magnitude. Magnitude yang

digunakan adalah jenis Magnitude bodi (mb).

Pada tahun 1975-1979 UNESCO mengadakan proyek pengembangan

seismologi di Indonesia yang antara lain meliputi standarisasi seismograf dan

proses pengolahan data gempabumi, serta pengembangan jaringan pemantau.

Sejak tahun 1975 jenis magnitude yang digunakan adalah Magnitude Lokal

(ML). ML ditentukan berdasarkan pembacaan jarak episenter, sinyal dan

magnifikasi alat.

Mulai Februari 1996 dalam proses penentuan parameter gempabumi, Pusat

Gempa Nasional (PGN)-BMG menggunakan perangkat lunak ARTDAS

(Automatic Real Time Data Acquisition System) yang dioperasikan dengan

perangkat keras SUN Work station. Sejak saat itu PGN-BMG menggunakan

40

tiga macam magnitude untuk menyatakan kekuatan gempabumi secara

instrumental. Ketiga magnitude tersebut adalah Magnitude Lokal (ML),

Magnitude bodi (mb) dan Magnitude durasi (MD).

1.6. Magnitude Durasi (MD)

Menurut Lee dan Stewart, (1981) sejak tahun 1972, studi mengenai kekuatan

gempabumi dikembangkan pada penggunaan durasi sinyal gempabumi untuk

menghitung magnitude bagi kejadian gempa lokal, diantaranya oleh Hori

(1973), Real dan Teng (1973), Herrman (1975), Bakum dan Lindh (1977),

Gricom dan Arabasz (1979), Johnson (1979) dan Suteau dan Whitcomb

(1979). Maka diperkenalkan Magnitude Durasi (Duration Magnitude) yang

merupakan fungsi dari total durasi sinyal seismik. (Massinon, B, 1986).

Magnitudo Durasi (MD) untuk suatu stasiun pengamat persamaannya adalah :

MD = a1 + a2 log + a3 + a4 h…………………….(4.1-8)

Dengan MD = magnitudo durasi, = durasi sinyal (detik), = jarak episenter

(km), h = kedalaman hiposenter (km) dan a1, a2, a3, dan a4 adalah konstante

empiris.

Magnitude durasi sangat berguna dalam kasus sinyal yang sangat besar

amplitudenya (off-scale) yang mengaburkan jangkauan dinamis sistem

pencatat sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan pembacaan apabila

dilakukan estimasi menggunakan ML (Massinon. B, 1986).

2. Intensitas Gempabumi

Intensitas gempabumi adalah ukuran kerusakan akibat gempabumi berdasarkan

hasil pengamatan efek gempabumi terhadap manusia, struktur bangunan dan

lingkungan pada tempat tertentu. Besarnya intensitas di suatu tempat tidak

tergantung dari besarnya kekuatan gempabumi (Magnitude) saja namun juga

tergantung dari besarnya jarak tempat tersebut ke sumber gempabumi dan

kondisi geologi setempat.

Intensitas berbeda dengan magnitude karena intensitas adalah hasil

pengamatan visual pada suatu tempat tertentu sedangkan, magnitude adalah

hasil pengamatan instrumental menggunakan seismograf. Pada suatu kejadian

gempabumi besarnya Intensitas pada tempat yang berbeda dapat sama atau

berlainan sedangkan besarnya Magnitude selalu sama walaupun dicatat atau

dirasakan di tempat yang berbeda.

41

Terdapat beberapa macam skala pengukuran intensitas yaitu : skala Modified

Mercalli Intensity (MMI) yang diakui menurut standar internasional, skala

intensitas Medvedev-Sponheur-Karnik (MSK) yang sejak 1992 dirubah

menjadi European Macroseismic Scale atau EMS yang digunakan di Eropa

bagian timur, skala intensitas Japan Meteorological Agency (JMA) yang

digunakan di Jepang dan skala intensitas Rossi-Forel (RF) yang digunakan di

Cina.

Sebelum tahun 1948 Indonesia menggunakan skala intensitas Rossi-Forel,

antara tahun 1948-1955 menggunakan skala Jakarta (0-VII) dan sesudah tahun

1955 menggunakan skala MMI (Soetarjo.R, 1979). Dengan adanya revisi yang

terus-menerus dilakukan maka seluruh kejadian gempabumi yang ada dalam

katalog gempabumi BMG saat ini telah dikonversi ke skala MMI.

Intensitas bukanlah merupakan parameter energi gempa bumi, tetapi dapat

menggambarkan atau mengungkapkan kekuatan / magnitude gempa bumi

dengan baik. Apabila magnitude dihitung berdasarkan rekaman pada instrumen

maka intensitas berdasarkan akibat langsung dari gempabumi atau dengan

perkataan lain, intensitas adalah skala yang dibuat untuk menggambarkan

secara langsung kekuatan gempa bumi dan pengaruh di permukaan bumi

seperti misalnya pengaruh terhadap bangunan, topografi dan sebagainya, yang

pada umumnya disebut sebagai efek makro.

Magnitude mempunyai sebuah harga untuk suatu gempa bumi, tetapi intesitas

akan berubah dengan perubahan tempat. Intensitas yang terbesar ( maksimum )

terdapat di daerah episenter, dan dari daerah tersebut nilai intensitas pada

umumnya akan menurun atau berkurang dengan jarak kesegala jurusan.

Skala intensitas yang pertama kali adalah skala intensitas Rossi-Forel, yang

mempunyai 10 ( sepuluh ) derajat skala. Tetapi karena skala tersebut tidak

memperlihatkan pembagian yang baik untuk gempa-gempa bumi yang kuat /

merusak, maka kemudian diganti dengan 12 ( dua belas ) derajat skala, hal ini

pun masih tergantung pada para pembuatnya, misalnya: skala Mercalli, skala

Sieberg, dan sebagainya. Kemudian diperbaiki oleh Wood dan Neumann di

Amerika pada tahun 1931, dan selanjutnya disebut skala Modified Mercalli

(skala MMI ).

Perubahan lain juga dibuat oleh Richter dan menamakan hasilnya sebagai

skala intensitas Modified Mercalli Versi 1956. perubahan terakhir dibuat oleh

Medvedev, Sponheuer beserta Karnik dan dinamakan skala intensitas MSK

tahun 1964. Harga intensitas dari MSK 1964 sesuai dengan skala Mercalli

Cancani-Sieberg (1917), Modified Mercalli (1931), dan skala Soviet (1952).

42

Sedangkan skala Jepang (1950) adalah 7 derajat skala, yang dibuat oleh

pemerintah Jepang.

Perlu diperhatikan bahwa sklala intensitas bukan skala magnitude. Pada

umumnya, untuk menentukan secara tepat intensitas dari suatu gempa bumi di

suatu daerah, dikirimkan suatu tim peneliti yang langsung terjun ke lapangan

atau daerah dimana terdapat efek atau pengaruh gempa bumi tersebut.

Pengamatan ini perlu pengetahuan mengenai kondisi geologi dan tipe

konstruksi bangunan.

Hasil dari penelitian tersebut, merupakan data yang diperlukan untuk

menentukan skala intensitas dan selanjutnya dibuat peta isoseismal. Isoseismal

adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat dengan intensitas yang

sama. Untuk menghindari kerancuan dengan besaran magnitude, skala

intensitas ditulis dengan angka Romawi.

Suatu kenyataan, bahwa intensitas yang lebih besar akan terjadi pada tanah

yang lunak / gembur dibandingkan pada tanah yang padat / bedrock. Dalam

melihat kerusakan yang diakibatkan oleh suatu gempa bumi, harus diyakini

benar bahwa kerusakan tersebut timbul karena pengaruh gempa bumi, dan

bukan karena pengaruh yang lain, seperti misalnya: perubahan suhu yang besar

dan mendadak, deruman sonik pesawat terbang dan sebagainya.

Dengan menggunakan peta isoseismal, dapat diperkirakan parameter gempa

bumi lainnya, seperti letak episenter, kedalaman pusat gempa bumi, dan

sebagainya.

Penentuan episenter secara instrumen (pembacaan rekaman permulaan

gelombang P dan S), pada umumnya merupakan sebuah titik dimana sesar

tersebut dimulai. Apabila sesar merupakan belahan panjang, maka lokasi

episenter tersebut akan menyimpang dari daerah intensitas maksimum. Apabila

pusat gempa bumi terjadi pada suatu kedalaman tertentu, maka pengaruh

intensitas akan lebih kecil kalau menjauhi episenter, dibandingkan apabila

pusat gempa bumi lebih dangkal.

Hubungan antara Intensitas suatu tempat (I), intensitas maksimum (Io), radius

isoseismal (r) dan kedalaman fokus (h), secara empiris dirumuskan sebagai

berikut:

,2

22

10 log3

h

hrII

………………...(4.2-1)

43

Dari suatu gempa bumi di California Selatan diperoleh hubungan antara

magnitude gempabumi dengan intensitas maksimum (Io), dan diperlihatkan

dalam persamaan :

3

2 oIIM ……………………………(4.2-2)

Sudah dapat dipastikan bahwa variasi yang besar banyak terjadi pada

persamaan diatas untuk daerah seismik yang berbeda. Persamaan-persamaan

tersebut adalah yang umum berlaku dan hanya dipakai sebagai pendekatan

pertama, bila data mengenai suatu daerah seismik tidak diketahui.

SKALA MODIFIED MERCALLI INTENSITY (MMI)

I. Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan hening oleh beberapa

orang.

II. Getaran dirasakan oleh beberapa orang yang tinggal diam, lebih-lebih

di rumah tingkat atas. Benda-benda ringan yang digantung bergoyang.

III. Getaran dirasakan nyata dalam rumah tingkat atas. Terasa getaran

seakan ada truk lewat, lamanya getaran dapat ditentukan.

IV. Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh

beberapa orang. Pada malam hari orang terbangun, piring dan gelas

dapat pecah, jendela dan pintu berbunyi, dinding berderik karena

pecah-pecah. Kacau seakan-akan truk besar melanggar rumah,

kendaraan yang sedang berhenti bergerak dengan jelas.

V. Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak

terbangun. Jendela kaca dan plester dinding pecah, barang-barang

terpelanting, pohon-pohon tinggi dan barang-barang besar tampak

bergoyang. Bandul lonceng dapat berhenti.

VI. Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan terkejut dan lari

keluar, kadang-kadang meja kursi bergerak, plester dinding dan

cerobong asap pabrik rusak. Kerusakan ringan.

VII. Semua orang keluar rumah, kerusakan ringan pada rumah-rumah

dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Cerobong asap pecah atau

retak-retak. Goncangan terasa oleh orang yang naik kendaraan.

44

VIII. Kerusakan ringan pada bangunan-bangunan dengan konstruksi yang

kuat. Retak-retak pada bangunan yang kuat. Banyak kerusakan pada

bangunan yang tidak kuat. Dinding dapat lepas dari kerangka rumah,

cerobong asap pabrik-pabrik dan monumen-monumen roboh. Meja

kursi terlempar, air menjadi keruh, orang naik sepeda motor terasa

terganggu.

IX. Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi

tidak lurus, banyak lubang-lubang karena retak-retak pada bangunan

yang kuat. Rumah tampak bergeser dari pondasinya, pipa-pipa dalam

tanah putus.

X. Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka-rangka rumah lepas dari

pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung. Tanah longsor di sekitar

sungai dan tempat-tempat yang curam serta terjadi air bah.

XI. Bangunan-bangunan kayu sedikit yang tetap berdiri, jembatan rusak,

terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah

terbelah, rel melengkung sekali.

XII. Hancur sama sekali. Gelombang tampak pada permukaan tanah,

pemandangan menjadi gelap, benda-benda terlempar ke udara.

PERBANDINGAN BEBERAPA SKALA INTENSITAS

M S K Skala Jepang Skala Rossi Forrel

Th. 1964 Th. 1950 Th. 1874

I 0 I

II 1 II

III 2 III

IV 2 / 3 IV

V 3 V – VI

VI 4 VII

VII 4 / 5 VIII

VIII 5 IX

IX 6 X

X 6 X

XI 7 X

XII 7 X

45

3. Energi Gempabumi

Bentuk energi yang dilepaskan saat terjadinya gempabumi antara lain adalah

energi deformasi gelombang. Energi deformasi dapat dilihat pada perubahan

bentuk volume sesudah terjadinya gempa bumi, seperti misalnya tanah naik,

tanah turun, pergeseran batuan, dan lain-lain. Sedangkan energi gelombang

akan menggetarkan medium elastis disekitarnya dan akan menjalar ke segala

arah.

Pemancaran energi gempa bumi dapat besar ataupun kecil, hal ini tergantung

dari karakteristik batuan yang ada dan besarnya stress yang dikandung oleh

suatu batuan pada suatu daerah. Pada suatu batuan yang rapuh ( batuan yang

heterogen ), stress yang dikandung tidak besar karena langsung dilepaskan

melalui terjadinya gempa gempa-gempa kecil yang banyak. Sedangkan untuk

batuan yang lebih kuat ( batuan yang homogen ), gempa kecil tidak terjadi

( jarang terjadi ) sehingga stress yang dikandung sangat besar dan pada suatu

saat batuannya tidak mampu lagi menahan stress, maka akan terjadi gempa

dengan magnitude yang besar.

Dengan kata lain untuk batuan yang lebih rapuh ( heterogen ), energi yang

dikumpulkan tidak terlalu besar karena langsung dilepaskan dalam bentuk

gelombang seismik, sedangkan untuk batuan yang lebih kuat, energinya akan

dikumpulkan dalam waktu relatif lebih lama sehingga pada saat dilepaskan

(karena batuan sudah tidak mampu lagi menahan stress), energinya sudah

terkumpul banyak dan gempabumi yang terjadi akan lebih besar.

Energi gempa bumi dapat ditaksir dari pengamatan makroseismik, tetapi

biasanya tidak diperoleh hasil yang memadai. Gelombang seismik merupakan

bentuk energi yang paling mudah dideteksi yaitu dengan cara pencatatan pada

alat. Dengan menggunakan data ini kita dapat menaksir energi gempabumi

yang memadai. Ukuran besarnya energi gempabumi ditentukan dengan hasil

catatan amplitudo gelombang seismik yang dinyatakan dengan istilah

Magnitude gempabumi.

Penentuan magnitude baik menggunakan gelombang bodi (mb), maupun

gelombang permukaan (Ms) tidak menunjukan skala yang sama. Secara

historis ML, Ms, dan mb dimaksudkan untuk mendapatkan titik temu satu

sama lain, akan tetapi pada kenyataannya penentuan secara terpisah

menggambarkan ketidak setaraan terutama antara mb dan Ms.

46

Gutenberg dan Richter ( 1956 ) memperoleh hubungan antara Ms dan mb,

sebagai mana terlihat pada persamaan (4.1-4). Kemudian Bath, pada tahun

yang sama menyatakan bahwa:

mb = 0,61 Ms + 2,7..………………..(4.3-1)

Sedangkan Karnik, Venek, dan Zatopek pada tahun 1957 menyatakan bahwa

hubungan antara kedua magnitude itu sama dengan yang dibuat oleh Bath.

Bertolak dari kenyataan diatas, maka Gutenberg membuat penyeragaman dari

nilai magnitude yang dikenal dengan “Unitied Magnitude” sebagai rata-rata

dari nilai mb dan Ms. Dengan nilai magnitude tersebut diperoleh hubungan

antara energi terhadap magnitude sebagai berikut:

log E = 5,8 + 2,4 M……………(4.3-2)

Dimana, E adalah energi di pusat gempa, dalam satuan erg dan M adalah

magnitude.

Sedangkan rumusan energi secara terpisah yang disepakati secara Internasional

dipilih rumusan dari Bath, yang dinyatakan untuk mb dan Ms berturut-turut

sebagi berikut:

log E = 5,78 + 2,48 mb ……………..(4.3-3)

log E = 12,24 + 1,44 Ms ……..…….(4.3-4)

Perlu pula dijelaskan disini bahwa rumusan yang asli dari Gutenberg dan

Richter ( 1942 ) adalah :

log E = 11,3 + 1,8 Ms….…………..(4.3-5)

4. Percepatan Tanah

Parameter getaran gelombang gempa yang dicatat oleh seismograf umumnya

adalah simpangan kecepatan atau velocity dalam satuan kine (cm/dt). Selain

velocity tentunya parameter yang lain seperti displacement (simpangan dalam

satuan micrometer) dan percepatan (acceleration dalam satuan gal atau cm/dt2)

juga dapat ditentukan. Parameter percepatan gelombang seismik atau sering

disebut percepatan tanah merupakan salah satu parameter yang penting dalam

seismologi teknik atau earthquakes engineering. Besar kecilnya percepatan

47

tanah tersebut menunjukkan resiko gempabumi yang perlu diperhitungkan

sebagai salah satu bagian dalam perencanaan bangunan tahan gempa.

Setiap gempa yang terjadi akan menimbulkan satu nilai percepatan tanah pada

suatu tempat (site). Nilai Percepatan tanah yang akan diperhitungkan pada

perencanaan bangunan adalah nilai percepatan tanah maksimum.

Meskipun gempabumi yang kuat tidak sering terjadi tetapi tetap sangat

membahayakan kehidupan manusia. Salah satu hal yang penting dalam

penelitian seismologi adalah mengetahui kerusakan akibat getaran gempabumi

terhadap bangunan-bangunan di setiap tempat. Hal ini diperlukan untuk

menyesuaikan kekuatan bangunan yang akan dibangun di daerah tersebut.

Bangunan-bangunan yang mempunyai kekuatan luar biasa dapat saja dibuat,

sehingga bila terjadi gempabumi yang bagaimanapun kuatnya tidak akan

mempunyai tanggapan / reaksi yang tidak sama terhadap kekuatan gempabumi.

Nilai percepatan tanah dapat dihitung langsung dengan seismograf khusus

yang disebut strong motion seismograph atau accelerograf. Namun karena

begitu pentingnya nilai percepatan tanah dalam menghitung koefisien seismik

untuk bangunan tahan gempa, sedangkan jaringan accelerograf tidak lengkap

baik dari segi periode waktu maupun tempatnya, maka perhitungan empiris

sangat perlu dibuat.

Oleh sebab itu untuk keperluan bangunan tahan gempa harga percepatan tanah

dapat dihitung dengan cara pendekatan dari data historis gempabumi.

Beperapa formula pendekatan antara lain :

o Hubungan rumus Richter

)5.0(5.1 MIO

5.03log Ia …………………..(4.4-1)

Dimana M adalah magnitude, OI adalah intensitas pada tempat yang akan

dicari dan a adalah percepatan tanah pada tempat yang dicari dalam satuan

cm/dt 2 atau gal.

o Hubungan rumus Murphy dan O’Brein

7.0log68.024.014.0log MIa … (4.4-2)

Dimana a adalah percepatan tanah pada tempat yang akan dicari, I adalah

intensitas gempa pada tempat yang akan dicari, M adalah magnitude dan

adalah jarak episenter dalam km.

48

o Hubungan rumus Donovan

32.15.0 )25/()(exp1080 ra M ………………(4.4-3)

Di mana a adalah percepatan, M adalah magnitude dan r adalah jarak

hiposenter dalam satuan km.

o Hubungan rumus Esteva

25.0 )40/()(exp5600 ra M ……………….(4.4-4)

Dengan keterangan parameter sama dengan rumus Donovan.

Untuk menghitung percepatan a pada persamaan (4.4-1) dan (4.4-2), perlu

mengetahui besarnya intensitas I pada tempat yang akan dicari. Prih Haryadi

dan Subardjo telah menghitung rumus attenuasi intensitas terhadap jarak

gempa Flores 12 Desember 1992 dengan formula sebagai berikut :

0021.0expOII ………………………….(4.4-5)

Dimana I adalah intensitas pada jarak episenter km dan I O adalah intensitas

pada sumber. Dengan menggunakan data historis gempa serta

mengkombinasikan persamaan (4.4-5), persamaan (4.4-1) dan (4.4-2) dapat

dihitung.

Selain rumus-rumus empiris diatas masih banyak formula lain yang

memasukkan variabel periode waktu, periode dominan tanah, yaitu antara lain:

o Model percepatan tanah pada permukaan secara empiris oleh Mc.Guirre

R.K (1963) ditulis sebagai berikut :

301.1278.0 )25(103.472 RM …………..(4.4-6)

dengan :

= percepatan tanah pada permukaan (gal)

M = magnitude permukaan (SR)

R = jarak hiposenter (km)

22 hR

49

= Jarak episenter (km)

h = kedalaman sumber gempa (km)

o Model percepatan tanah rumusan Kawashumi (1950) :

)4342.0/1()/100()100(00084.045.5 RLogRMLog …(4.4-7)

dengan :

= percepatan tanah pada permukaan (gal)

M = magnitudo gelombang permukaan (SR)

R = jarak hiposenter (km)

22 hR

= jarak episenter (km)

h = kedalaman sumber gempa (km)

Pada kedua model percepatan tanah di atas menggunakan parameter-

parameter dasar gempa yaitu :

- Magnitude (M)

- Kedalaman sumber gempa (h)

- Episenter (E)

Bila magnitude gelombang permukaan (Ms) tidak diketahui dan hanya

diketahui magnitude gelombang bodi (mb), Ms dapat dihitung dengan

menggunakan rumusan empiris hubungan antara Ms dan mb yang telah

dijelaskan pada persamaan (4.3-1), (4.3-2) atau (4.3-3).

o Model empiris yang menggunakan data periode dominan tanah yang

merupakan hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan alat

microtremometer.

Dengan data periode dominan tanah (Tg) dari hasil pengukuran

microtremor maka percepatan tanah pada permukaan dapat dihitung

dengan rumus Kanai (1966) :

oTG )( …………………………………………(4.4-8a)

)/83.1167.0())/6.366.1((61.010)/1( LogM

o T …(4.4-8b)

22 ))/(/2.0(())/(1(/1)( TgTTgTgTTG …… ..(4.4-8c)

dengan :

= Percepatan tanah pada permukaan (gal)

G(T) = Faktor pembesaran

50

T = periode gelombang gempa (detik)

Tg = periode dominan tanah (detik)

M = magnitudo gelombang permukaan (SR)

= jarak hiposenter (km)

Japan Meteorological Agency (JMA) membuat hubungan antara skala

intensitas JMA dan skala MMI dengan percepatan maksimum gempabumi

seperti terlihat pada tabel berikut.

Skala JMA Percepatan Maksimum

(gal)

Skala MMI Percepatan Maksimum

(gal)

0 dibawah 0.8 1 dibawah 1.0

1 0.8 ~ 2.5 2 1.0 ~ 2.0

2 2.5 ~ 8.0 3 2.1 ~ 5.0

3 8.0 ~ 25.0 4 5.0 ~ 10.0

4 25.0 ~ 80.0 5 10.0 ~ 21.0

5 80.0 ~ 250.0 6 21.0 ~ 44.0

6 250.0 ~ 400.0 7 44.0 ~ 94.0

7 diatas 400 8 94.0 ~ 202.0

9 202.0 ~ 432.0

10,11,12 diatas 432

Perpindahan materi dalam penjalaran gelombang seismik biasa disebut

displacement. Jika kita lihat waktu yang diperlukan untuk perpindahan

tersebut, maka kita bisa tahu kecepatan materi tersebut. Sedangkan percepatan

adalah parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan

diam sampai pada kecepatan tertentu.

Pada bangunan yang berdiri di atas tanah memerlukan kestabilan tanah

tersebut agar bangunan tetap stabil. Percepatan gelombang gempa yang sampai

di permukaan bumi disebut juga percepatan tanah, merupakan gangguan yang

perlu dikaji untuk setiap gempa bumi, kemudian dipilih percepatan tanah

maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA) untuk dipetakan agar bisa

memberikan pengertian tentang efek paling parah yang pernah dialami suatu

lokasi.

Efek primer gempabumi adalah kerusakan struktur bangunan baik yang berupa

bangunan perumahan rakyat, gedung bertingkat, fasilitas umum, monumen,

51

jembatan dan infrastruktur lainnya, yang diakibatkan oleh getaran yang

ditimbulkannya. Secara garis besar, tingkat kerusakan yang mungkin terjadi

tergantung dari kekuatan dan kualitas bangunan, kondisi geologi dan

geotektonik lokasi bangunan, dan percepatan tanah di lokasi bangunan akibat

dari getaran suatu gempa bumi.

Faktor yang merupakan sumber kerusakan dinyatakan dalam parameter

percepatan tanah. Sehingga data PGA akibat getaran gempabumi pada suatu

lokasi menjadi penting untuk menggambarkan tingkat resiko gempabumi di

suatu lokasi tertentu. Semakin besar nilai PGA yang pernah terjadi di suatu

tempat, semakin besar resiko gempabumi yang mungkin terjadi.

Pengukuran percepatan tanah dilakukan dengan accelerograf yang dipasang di

lokasi penelitian. Mengingat jaringan accelerograf di Indonesia belum sebaik

di negara lain seperti Jepang, Amerika, Cina, maka pengukuran percepatan

tanah dilakukan dengan cara empiris, yaitu dengan pendekatan dari beberapa

rumus yang diturunkan dari magnitude gempa atau / dan data intensitas.

Perumusan ini tidak selalu benar, bahkan dari satu metode ke metode lainnya

tidak selalu sama, namun cukup memberikan gambaran umum tentang PGA.

Beberapa rumus empiris telah dijelaskan diatas.

Gempa besar bisa terjadi berulang-ulang di suatu tempat. Kita kenal sebagai

periode ulang gempa bumi. Hal ini didukung oleh teori elastic rebound yang

mempunyai fase pengumpulan energi dalam jangka waktu tertentu dan

kemudian masa pelepasan energi pada saat gempa besar. Periode ulang gempa

besar bisa 10 tahun, 50 tahun, 100 tahun atau 500 tahun. Sehingga tingkat

resiko bangunan terhadap gempabumi bisa terkait dengan periode ulang

gempabumi. Kita ambil contoh jika bangunan dirancang untuk berumur pakai

50 tahun dan periode ulang gempa di tempat tersebut 100 tahun, maka

percepatan maksimum di tempat tersebut tentu akan kecil.

4.1. Metode Pemetaan

Langkah-langkah membuat peta percepatan tanah maksimum (PGA) di

Indonesia khususnya yang dilakukan di BMG adalah sebagai berikut :

o Menyusun kembali data gempabumi yang terjadi dalam wilayah Indonesia

dan sekitarnya.

o Membagi Indonesia menjadi grid dengan ukuran 0,5 derajad x 0,5 derajad.

52

o Menghitung percepatan tanah untuk tiap-tiap grid untuk semua data

gempabumi dengan beberapa formula dan memilih satu percepatan yang

paling besar pada tiap-tiap grid.

o Menghitung percepatan tanah maksimum untuk tiap-tiap grid untuk

berbagai periode ulang dengan menggunakan metode Mc.Guire.

o Menentukan tingkat resiko berdasarkan nilai percepatan maksimum.

o Membuat kontur peta resiko untuk wilayah Indonesia.

4.2. Perhitungan Percepatan Tanah Maksimum (PGA)

Beberapa formula empiris PGA antara lain metode Donovan, Esteva, Murphy -

O’Brein, Gutenberg – Richter, Kanai, Kawasumi dan lain-lain. Formula-

formula empiris tersebut ditentukan berdasarkan suatu kasus gempabumi pada

suatu tempat tertentu, dengan memperhitungkan karakteristik sumber

gempabuminya, kondisi geologi dan geotekniknya.

Dari beberapa formula tersebut dipilih formula Murphy –O’Brein, Gutenberg-

Richter dan Kanai untuk diterapkan pada pemetaan ini. Formula Murphy-

O’Brein memberikan hasil yang mirip dengan formula Gutenberg-Richter yang

dikombinasikan dengan formula attenuasi intensitas (Subardjo-Prih Harjadi)

yang ditentukan berdasarkan gempa Flores, 12 Desember 1991.

Formula Kanai perhitungan percepatan tanahnya memperhitungkan site effect

yang direpresentasikan oleh periode dominan tanah di site tersebut.

Perhitungan dengan formula-formula ini mengunakan data gempabumi selama

periode 100 tahun.

Tiga gambar berikut adalah contoh hasil pemetaan percepatan maksimum

dengan menggunakan formula Gutenberg-Richter yang digabung dengan

formula attenuasi intensitas berturut-turut untuk wilayah Indonesia, Jawa barat

dan Sulawesi Utara.

53

Gambar 4.1. Peta percepatan tanah maksimum Indonesia formula Richter yang dikombinasi

dengan formula attenuasi intensitas Subardjo-Prih Harjadi.

Gambar 4.2. Peta percepatan tanah maksimum Jawa bagian Barat formula Richter yang

dikombinasi dengan formula attenuasi intensitas Subardjo-Prih Harjadi.

54

Gambar 4.3. Peta percepatan tanah maksimum Sulawesi bagian Utara formula Richter yang

dikombinasi dengan formula attenuasi intensitas Subardjo-Prih Harjadi.

4.3. Pengaruh Percepatan Tanah Terhadap Konstruksi Bangunan.

Bila suatu gelombang melalui suatu lapisan sedimen maka akan timbul suatu

resonansi. Ini disebabkan karena gelombang gempa mempunyai spektrum

yang lebar sehingga hanya gelombang gempa yang sama dengan periode

dominan dari lapisan sedimen yang akan diperkuat. Bangunan-bangunan yang

berada diatasnya akan menerima getaran-getaran tersebut, dimana arahnya

dapat diuraikan menjadi dua komponen yaitu : komponen vertikal dan

komponen horizontal.

Untuk getaran yang vertikal, pada umumnya kurang membahayakan sebab

searah dengan gaya gravitasi. Sedangkan untuk komponen horizontal

menyebabkan keadaan bangunan seperti diayun. Bila bangunan itu tinggi,

maka dapat diumpamakan seperti bandul yang mengalami getaran paksaan

(force vibration), ini sangat membahayakan sekali

Untuk mendirikan bangunan tahan gempa, harus diperhatikan percepatan tanah

maksimum di daerah tersebut dan bangunan harus di design sedemikian hingga

55

dapat menahan percepatan tanah tersebut. Bila suatu bangunan konstruksinya

lebih lemah dari yang diperkirakan, maka bangunan disebut under design, ini

sangat membahayakan dan dapat disebut bangunan tidak tahan gempa (non

earthquake resistance).

Bila suatu bangunan konstruksinya lebih kuat dari yang diperkirakan, maka

bangunan disebut over design. Ini merupakan pemborosan biaya, maka apabila

ingin membangun bangunan tahan gempa, hal-hal diatas perlu diperhatikan

dan masalah percepatan tanah memegang peranan penting.

Dalam kaitan dengan bangunan tahan gempa, maka zonasi seismik perlu

dibuat, dan secara umum di Indonesia telah dibuat zone seismik berdasarkan

data historis kegempaan periode sebelum tahun tujuhpuluhan, wilayah

Indonesia dibagi menjadi 6 zone seismik seperti berikut:

Zone 1 : Daerah dengan seismisitas sangat tinggi (7 –8 SR)

Irian bagian utara

Zone 2 : Daerah dengan seismisitas aktif (sekitar 7 SR)

Sumatra bagian barat, Selatan Jawa, Nusatenggara, Irian Jaya

dan Sulawesi Utara

Zone 3 : Daerah yang terdapat lipatan, patahan dan rekahan (> 7 SR)

Sepanjang pantai Sumatra bagian barat, Sepanjang Pantai

Jawa bagian selatan.

Zone 4 : Daerah lipatan & patahan (sekitar 7)

Sumatra, Jawa bagian utara, Kalimantan Timur, Sulawesi

Selatan dan Irian

Zone 5 : Daerah dengan seismisitas rendah

Sepanjang pantai timur Sumatra dan Kalimantan Tengah

Zone 6 : Daerah stabil

Irian bagian selatan

Pembagian daerah aktif gempa bisa juga ditinjau dari data makro atau

intensitas gempa yang pernah dirasakan. Peta intensitas gempa Bengkulu pada

tanggal 4 Juni 2000 adalah satu kasus data makro yang langsung bisa

dikaitkan dengan bangunan. Beberapa kasus gempa merusak merupakan data

makro yang menghasilkan peta intensitas regional seperti yang dilakukan oleh

56

J. Murjaya dan G. Ibrahim pada tahun 1997 (gambar 9.3). Pada peta ini, daerah

yang terkena dampak gempa bumi dibagi menjadi 4 daerah;

1. Daerah dengan intensitas MMI IX atau lebih.

2. Daerah dengan intensitas MMI VII-VIII.

3. Daerah dengan intensitas MMI V-VI.

4. Daerah dengan intensitas MMI < V

Pembagian ini masih bersifat regional, dengan perkataan lain bahwa untuk

analisis resiko gempa pada suatu bangunan yang terletak pada suatu tempat di

satu kota, memerlukan analisis mikro yang memasukkan beberapa unsur

seperti lapisan tanah tempat bangunan, ketebalan lapisan, respon tanah dan

bangunan terhadap getaran.

Untuk mengetahui besarnya simpangan akibat gempa, Mario Paz (1979)

merepresentasikan bangunan sebagai sistem yang terdiri atas massa, pegas dan

redaman. Dalam hal ini hanya dibahas sistem dengan satu derajat kebebasan

seperti pada gambar berikut:

Gambar4.4. Sistem bangunan bertingkat Satu

Dengan :

F(t) = gaya yang berubah-ubah terhadap waktu.

K = konstanta pegas kolom dinding.

C = koefisien redaman.

X = simpangan relatif massa m terhadap pondasi.

57

Bentuk persamaan gerak kesetimbangan dinamis dinyatakan sebagai berikut :

dimana :

xmFI adalah gaya inersia.

xcFD adalah gaya redaman.

kxFS adalah gaya pegas kolom dinding.

Sehingga persamaan menjadi :

Selama terjadi gempa bangunan akan mengalami getaran vertikal dan

horizontal. Gaya inersia atau gaya seismik pada suatu titik massa bangunan

membentuk arah vertikal dan horizontal. Dari kedua bentuk gaya tersebut,

gaya dalam arah vertikal hanya sedikit sekali dapat mengubah gaya gravitasi

yang bekerja pada bangunan, sehingga gaya horisontal (gaya lateral) menjadi

sangat penting artinya. Dengan demikian sistem akan mengalami simpangan

tambahan pada pondasinya, karena adanya simpangan permukaan tanah itu

sendiri, seperti yang dilukiskan pada gambar berikut :

Gambar4.5. Sistem bangunan bertingkat satu dengan simpangan tanah

maka jumlah percepatan massa m menjadi :

58

dan gaya inersia menjadi :

Apabila gaya luar F(t)= 0, maka

0 SDI FFF atau

0)( kxxcxmxm g

gxxmkxmcx )/()/(

dan akhirnya diperoleh :

dimana :

)2/( mc adalah fraksi dumping kritis.

)/( mk adalah frekuensi natural.

Apabila gx adalah getaran acak, maka simpangan relatif X(t) dapat dihitung

dengan Metode Integral Duhamel.

Untuk kondisi awal X(0)=0, maka X(t) diperoleh sebagai berikut :

Dari persamaan tersebut diatas terlihat bahwa respon bangunan terhadap

getaran seismik bergantung pada :

1. Frekuensi natural sistem bangunan ( ).

2. Frekuensi dumping kritis sistem bangunan ( ).

3. Percepatan getaran tanah akibat gempa )(tgx .

Simpangan relatif X(t) sangat penting untuk perencanaan bangunan tahan

gempa, karena regangan (strain) bangunan sebanding dengan simpangan

relatifnya.

R. Sano menyatakan bahwa perbandingan antara gaya seismik F= gxm dan

gaya gravitasi W = m.g disebut koefisien seismik k. Pernyataan yang

memasukkan gaya seismik dalam perhitungan bangunan tahan gempa dikenal

dengan nama koefisien seismik Sano.

59

Apabila bangunan dengan massa m mengalami percepatan gx maka gaya

inersia atau gaya seismik yang bekerja dinyatakan dalam bentuk :

gxmF

Jika berat bangunan dinyatakan dengan W maka :

W = m.g

Dengan demikian persamaan menjadi :

WgxxgWF gg )/()/( atau

dimana :

F = gaya inersia atau gaya seismik.

K = koefisien seismik Sano.

W = berat bangunan.

gx = percepatan getaran tanah akibat gempa.

G = percepatan gravitasi.

60

BAB V

LOKALISASI GEMPABUMI

Untuk menentukan lokasi sumber gempabumi diperlukan data waktu tiba

gelombang seismik dengan sekurang – kurangnya 4 data waktu tiba gelombang

P. Sedangkan penentuan magnitude gempa memerlukan pengukuran

amplitude, dan periode atau lamanya gelombang tersebut tercatat di suatu

stasiun . Selain itu juga diperlukan data posisi stasiun yang digunakan dan

model kecepatan gelombang seismik. Episenter gempa dapat ditentukan secara

manual dengan metode lingkaran ataupun metode hiperbola, sedangkan

program komputer untuk menentukan parameter gempa digunakan metode

Geiger. Metode-metode tersebut dijabarkan sebagai berikut :

1. Metoda Lingkaran Dengan Tiga Stasiun.

Dianggap ada tiga stasiun pencatat, masing–masing S, S2, dan S3. Dengan

menggunakan dua data stasiun pencatat , S2 dan S3 sebagai pusatnya, dibuat

lingkaran-lingkaran dengan jari-jari :

r2 = v ( t2 – t1 )

r3 = v ( t3 – t1 )

dengan :

r = jari-jari lingkaran.

v = kecepatan gelombang

t = waktu tiba gelombang

Episenter yang dicari adalah pusat sebuah lingkaran yang melalui S dan

menyinggung kedua lingkaran yang berpusat di S2 dan S3 tersebut.

Pada penggunaan praktis, metode ini dilakukan dengan cara berulang-ulang

mencoba membuat lingkaran ketiga sehingga didapatkan titik E yang terbaik.

Dengan demikian metode ini kurang dapat diandalkan, karena kualitas

penentuannya tergantung pada ketelitian penggambaran ketiga lingkaran

tersebut.

61

Gambar5.1. Penentuan episenter dengan metode lingkaran tiga stasiun

2. Metode Hiperbola

Bila dianggap kecepatan gelombang seismik v konstan dengan tiga stasiun S1,

S2 dan S3 diukur waktu tiba gelombang seismik pada ketiga stasiun itu adalah

jam t1, t2, dan t3 dimana t3 > t2 > t1, maka dengan menggunakan pasangan

stasiun S1 dan S2, episenternya harus terletak pada sebuah kurva dengan harga

t2 – t1 konstan. Kurva semacam ini berupa hiperbola dengan S1 dan S2 sebagai

titik fokusnya. Karena telah diketahui t2 > t1 maka kurva hiperbolanya cekung

kearah titik titik S1. Dengan cara yang sama dilakukan lagi untuk pasangan

stasiun S2, S3 dan S3, S1. Ketiga hiperbola ini berpotongan pada suatu titik dan

titik potong ini adalah episenternya.

3. Metode Titik Berat

Dalam metode ini selain didapat koordinat episenter, kedalaman fokusnya juga

dapat ditentukan. Dengan menggunakan tiga stasiun pencatat S1, S2, dan S3

dapat dibuat masing-masing lingkaran dengan pusat stasiun dan jari jari r1, r2

dan r3. Jari-jari lingkaran adalah jarak hiposenter d = (s-p) k, dimana k adalah

konstanta Omori yang besarnya tergantung pada kondisi geologi setempat dan

besarnya sekitar 7,8.

Sedangkan (s-p) adalah beda waktu tiba gelombang S dan P. Koordinat

episenter E merupakan perpotongan garis berat ketiga lingkaran tersebut. Garis

berat lingkaran 1 dan 2 adalah garis yang menghubungkan perpotongan

62

lingkaran 1 dan lingkaran 2 (garis AB). Garis berat lingkaran 1 dan 3 adalah

garis yang menghubungkan perpotongan lingkaran 1 dan lingkaran 3 (garis

CD). Sedang Garis berat lingkaran 2 dan 3 adalah garis yang menghubungkan

perpotongan lingkaran 2 dan lingkaran 3 (garis EF).

Gambar 5.3. Penentuan episenter metode titik berat

Kedalaman hiposenter (h) dapat diperoleh dengan rumus Pythagoras,

h1 = (r12 –(S1 Ep)2)1/2

h2 = (r22 –(S2 Ep)2)1/2 , dan h3 = (r3

2 –(S3 Ep)2)1/2 dimana h merupakan rata-

rata dari h1, h2 , dan h3 .

Dengan metode ini dapat pula ditentukan waktu kejadian gempa (origin time).

Untuk menentukan origin time dengan pendekatan (s-p) digunakan grafik

Wadati seperti terlihat pada gambar berikut.

63

Gambar 5.4 Grafik Wadati tp adalah waktu tiba gelombang P dan to adalah origin time dan

besarnya gradien mendekati angka 1,73.

4. Metode Gerak Partikel

Metode Gerak Partikel (particle motion) dipakai untuk menentukan hiposenter

(episenter dan kedalamannya) dengan menggunakan satu stasiun yang

memiliki 3 komponen. Dalam penentuan ini arah awal impuls ketiga

komponen (kompresi atau dilatasi) harus jelas. Variabel yang dipakai adalah

setengah amplitude awal impuls gelombang P ketiga komponen dan beda

waktu gelombang S dan P atau (s-p). Prosedur penentuannya adalah sebagai

berikut:

Tentukan dahulu arah impuls awal ketiga komponen (kompresi atau dilatasi).

Perhatikan rekaman komponen vertikal: jika komponen vertikal kompresi,

maka pada komponen horizontalnya tandanya harus dibalik (C = minus, D =

plus), sebaliknya jika komponen vertikal dilatasi maka komponen

horizontalnya tandanya tetap ( C = plus, D = negatif).

Dari bacaan ½ amplitude komponen horizontal dibuat vektor resultannya,

misalnya AH.

Dari bacaan ½ amplitude komponen vertikal (AV) dan AH dibuat vektor

resultannya, misalnya AR.

64

5. Metode Geiger

Metode Geiger menggunakan data waktu tiba gelombang P dan atau

gelombang S. Anggapan yang digunakan adalah bahwa bumi terdiri dari

lapisan datar yang homogen isotropik, sehingga waktu tiba gelombang gempa

yang karena pemantulan dan pembiasan untuk setiap lapisan dapat dihitung.

Cara yang digunakan dengan memberikan harga awal hiposenter, kemudian

menghitung waktu rambat gelombang untuk setiap stasiun yang digunakan.

Dari perhitungan ini didapatkan residu, yaitu perbedaan antara waktu rambat

65

gelombang yang diamati dengan waktu rambat gelombang yang dihitung untuk

setiap stasiun.

Perkembangan perhitungan numerik dan teknik komputasi dewasa ini

mengisyaratkan bahwa metode ini adalah yang paling cocok digunakan.

Berdasarkan metode ini ditulis program-program lokalisasi sumber gempa

seperti yang dikembangkan oleh Flinn (1960), Nordquist (1962), dengan

menjaga stabilitas komputasinya Engdahl , dkk (1966) ; Lee dan Lahr (1972) ;

Bulland (1976) .

Meskipun demikian, metode Geiger ini masih mempunyai kesalahan

perhitungan, terutama apabila data yang digunakan berasal dari stasiun dengan

jarak yang relatif jauh. Variasi kecepatan gelombang seismik pada jarak

tersebut ternyata tidak dapat dihitung dengan tepat. Variasi kecepatan

gelombang sebesar lebih kurang 0,2 km/dt. ternyata memberikan kesalahan

penentuan posisi hiposenter sampai beberapa puluh kilometer (Shedlock,

1985). Oleh karena itu, metode ini hanya dapat digunakan dengan tepat untuk

menentukan posisi hiposenter dan waktu asal dari suatu gempa yang bersifat

lokal (Lee,1981).

Dalam penentuan episenter atau lokalisasi gempabumi, pembacaan waktu tiba

sangat berperan, karena kesalahan interpretasi pembacaan fase gelombang

akan menghasilkan residu yang besar. Untuk itu perlu semacam petunjuk

tentang pembacaan fase-fase gelombang seismik. Grafik travel time dapat

dipakai untuk pedoman pembacaan fase-fase gelombang tersebut, dan gambar

dibawah ini menunjukkan grafik penjalaran gelombang P, S, Pc, PcP, dan PP

terhadap jarak.

Gambar 5.4. Grafik penjalaran gelombang P, S, Pc, PcP, dan PP terhadap jarak.

66

Untuk gempa jauh atau teleseismik sifat-sifat gelombang yang telah dibahas

pada bab terdahulu dapat digunakan.

Sebagai ringkasan sifat-sifat gelombang teleseismik adalah sebagai berikut:

Fase gelombang yang sering muncul adalah P, PP, PKP

Fase gelombang P tercatat baik pada seismogram short period komponen

vertikal.

Fase S dan gelombang permukaan tercatat baik pada seismogram long

period.

Fase S tercatat baik pada komponen horizontal

Gelombang permukaan adalah dispersive (umumnya long period akan tiba

lebih dulu kemudian disusul yang lebih pendek periodenya)

Gelombang Love sedikit lebih cepat dari gelombang Rayleigh dan

keduanya lebih lambat dari gelombang S

Pada komponen horizontal amplitude gelombang Love akan terlihat paling

besar.

Gelombang Rayleigh terlihat terbesar amplitudenya pada komponen

vertikal.

Pada gempa dalam akan muncul gelombang pP, sP, dan seterusnya.

Pada gempa dangkal gelombang permukaan lebih dominan.

67

BAB VI

MEKANISME SUMBER GEMPABUMI

Gempa bumi tektonik terjadi karena adanya proses pergerakan lempeng yaitu

berupa tumbukan, pelipatan, pergeseran dan atau penyusupan yang

berpengaruh terhadap media yang dilewati proses tersebut. Di daerah

pertemuan lempeng akan timbul suatu tegangan diakibatkan oleh tumbukan

dan geseran antar lempeng serta sifat-sifat elastisitas batuan. Tegangan pada

batuan akan terkumpul terus-menerus sehingga sesuai dengan karakteristik

batuan yang akan sampai pada titik patah, dimana pada saat tersebut enersi

yang terkumpul selama terjadi proses tegangan akan dilepaskan, pada waktu

itulah gempa bumi terjadi.

Sekarang kita tinjau bagaimana proses terjadinya sebuah gempabumi. Seorang

ahli seismologi Amerika yang bernama Reid pada tahun 1906 mengadakan

penelitian untuk membahas tentang proses pemecahan di sebuah sumber

gempabumi pada gempa San Fransisco yang terjadi di San Andreas Fault.

Displacement dari Fault San Andres ini kebanyakan horizontal, dimana pada

bagian timur yang menghadap ke daratan Amerika bergerak ke selatan

terhadap yang di sebelah barat ( yang menghadap ke Pasifik ).

Gambar 6.1. Mekanisme sumber gempa

Gambar (6.1) memperlihatkan mekanisme gempabumi yang menjadi sumber

gempa tektonik. Garis tebal vertikal menunjukan pecahan atau sesar pada

bagian bumi yang padat.

Pada keadaan I menunjukan suatu lapisan yang belum terjadi perubahan

bentuk geologi. Karena di dalam bumi terjadi gerakan yang terus-menerus,

maka akan terdapat stress yang lama kelamaan akan terakumulasi dan mampu

merubah bentuk geologi dari lapisan batuan.

Keadaan II menunjukan suatu lapisan batuan telah mendapat dan mengandung

stress dimana telah terjadi perubahan bentuk geologi. Untuk daerah A

mendapat stress ke atas, sedang daerah B mendapat stress ke bawah. Proses

68

ini berjalan terus sampai stress yang terjadi ( dikandung ) di daerah ini cukup

besar untuk merubahnya menjadi gesekan antara daerah A dan daerah B. Lama

kelamaan karena lapisan batuan sudah tidak mampu lagi untuk menahan stress,

maka akan terjadi suatu pergerakan atau perpindahan yang tiba-tiba sehingga

terjadilah patahan. Peristiwa pergerakan secara tiba-tiba ini disebut

gempabumi.

Pada keadaan III menunjukan lapisan batuan yang sudah patah, karena adanya

pergerakan yang tiba-tiba dari batuan tersebut. Gerakan perlahan-lahan sesar

ini akan berjalan terus, sehingga seluruh proses diatas akan diulangi lagi dan

sebuah gempa akan terjadi lagi setelah beberapa waktu lamanya, demikian

seterusnya. Teori Reid ini dikenal dengan nama “Elastic Rebound Theory”.

Dalam keadaan yang sebenarnya permukaan sesar dapat mempunyai keadaan

yang berbeda dan demikian pula dengan gerakannya dapat mempunyai arah

yang berlainan sepanjang permukaannya. Dapat dibedakan atas tiga bentuk

gerakan dasar dari sesar:

Gambar 6.2. Gerakan dasar dari sesar: sesar mendatar, sesar turun, dan sesar naik.

1. Gerakan sejajar jurus sesar, disebut sesar mendatar atau strike slip fault.

Stress yang terbesar adalah stress horisontal dan stress vertikal kecil

sekali.

2. Sesar relatif ke bawah terhadap blok dasar, disebut sesar turun / sesar

normal atau gravity fault.

69

3. Gerakan relatif ke atas terhadap blok dasar, disebut sesar naik atau

thrust fault / reverse fault.

1. Hubungan Gempabumi Dengan Bidang Sesar.

Dalam hubungannya dengan bidang sesar beberapa analisis menyimpulkan

bahwa gempa-gempa kecil di daerah yang frekuensi gempa rendah dapat

digunakan atau ditandai daerah yang mempunyai bahaya gempa .Bidang sesar

dalam hal ini menandakan gerak vertikal dua blok sesar di daerah di mana

sesar aktif yang sebelumnya.tidak pernah diduga dapat terjadi.

Dengan mengetahui arah gerakan sesar, dapat diketahui sumber atau asal gaya-

gaya di daerah itu, misalnya dalam studi gempa mikro yang merupakan

karakteristik daerah yang dapat memisahkan gempa–gempa akibat gaya

tektonik dengan gempa-gempa yang disebabkan oleh keaktifan geothermal.

Dalam hal ini sesar akibat gempa tektonik di tandai dengan gerakan horizontal.

Gambar 6.3. Mekanisme dasar terjadinya sesar.

Mekanisme dasar terjadinya sesar diperlihatkan pada gambar (6.3).

1. Perubahan (deformasi) blok sebelum terjadi gempa.

2. Deformasi blok setelah gempabumi terjadi. Akibat gempabumi bidang

sesar yang berhadapan relatif bergeser sepanjang garis XY.

3. Mempunyai tingkat stress-strain (tekanan-regangan) yang sama dengan

keadaan (1) dan merupakan keadaan yang sangat kritis untuk terjadi

gempa.Sedangkan keadaan stress-strain setelah gempa terjadi sama

dengan keadaan (2), selanjutnya blok atas akan terus menerus terpisah

dari blok bawah sepanjang batas sesar yang melalui pengulangan

gempa.

70

2. Parameter Bidang Sesar

Ada beberapa hal penting dalam penentuan parameter bidang sesar (lihat

gambar 6.2) :

1. Sesar mendatar yakni arah gerak blok sesar horizontal. Sesar ini terbagi

dua:

a. Right lateral yaitu gerak sesar mendatar yang searah dengan jarum

jam.

b. Left lateral yaitu gerak sesar mendatar yang berlawanan dengan arah

jarum jam

2. Sesar tidak mendatar yakni arah gerak sesar vertikal atau miring, sesar ini

ada tiga yaitu:

a. Sesar turun yaitu sesar yang turun lebih rendah dari pada blok dasar.

b. Sesar naik yaitu bloknya naik relatif terhadap blok dasar

c. Sesar miring yaitu blok vertikal yang di iringi dengan gerakan

horizontal (oblique fault).

Gambar 6.4. Jenis-jenis patahan yang sering dijumpai

3. Proyeksi Diagram Mekanisme Fokus.

Dalam prakteknya untuk mendapatkan solusi mekanisme fokus digunakan

diagram yang menunjukkan proyeksi keadaan fokus 3 dimensi dari fokus

gempabumi. Kita kenal dua macam proyeksi yang digunakan untuk membuat

ilustrasi bentuk radiasi gelombang gempa, yang sering dipakai adalah equal

area projection atau Schmidt net dan yang lain adalah Stereographic projection

atau Wulf net.

Secara umum solusi mekanisme fokus yang dinyatakan dalam proyeksi

stereografik dapat digambarkan dengan tiga macam sesar yaitu, sesar

mendatar, sesar normal, dan sesar naik seperti dapat dilihat pada gambar

berikut:

71

Gambar 6.5. Simbul 3 macam patahan dasar

72

BAB VII

TSUNAMI

Istilah Tsunami berasal dari kosa kata Jepang Tsu yang berarti gelombang dan

Nami yang berarti pelabuhan atau bandar. Negara Jepang secara geografis

terletak pada daerah rawan gempa, sama dengan Indonesia. Dari sejarahnya

di Jepang pada saat itu masyarakatnya telah mengamati dan mencatat

peristiwa alam yang ada di sekitarnya, masyarakat di sana banyak tinggal di

sekitar teluk yang menjadi pelabuhan sekaligus pusat ekonomi, sedangkan kita

tahu bahwa pada daerah seperti teluk (konvergen) sifat gelombang laut akan

menjadi kuat sebab gelombang laut saling terpantul dan terinterferensi

(tergabung) menjadi gelombang yang besar sehingga kekuatan gelombang

akan terfokus pada teluk tersebut, akibatnya tentu daerah tersebut akan terkena

limpasan gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan pantai yang rata.

1. Pengamatan Tsunami

Tsunami mempunyai banyak aspek sebagaimana diteliti oleh para peneliti dari

berbagai disiplin ilmu. Pembangkitnya berkaitan dengan proses geologi dan

studinya dilakukan oleh para ahli geologi dan ahli geofisika, penyebaran dan

pengamatannya oleh ahli oseanografi.

Karakteristik di pantai seperti pelimpasan ke pesisir atau resonansi ke dalam

teluk terutama dilakukan oleh para teknisi kelautan. Perencanaan penggunaan

lahan dan kota di sekitar pantai selalu mempertimbangkan resiko tsunami dan

pihak pemerintah bertanggung jawab terhadap peringatan dari ancaman

tsunami dan pelaksanaan evakuasi. Studi tentang tsunami telah berkembang di

bermacam bidang yang berbeda dan dengan berbagai interaksi diantara

disiplin-disiplin tersebut.

Gelombang tsunami berbeda dengan gelombang laut lainnya yang bersifat

kontinu, gelombang tsunami ditimbulkan oleh gaya impulsif yang bersifat

insidentil, tidak kontinu. Periode gelombang tsunami antara 10 – 60 menit,

panjang gelombangnya mencapai 100 km.

Kecepatan penjalaran tsunami sangat tergantung dari kedalaman laut dan

penjalarannya dapat berlangsung mencapai ribuan kilometer. Bila tsunami

mencapai pantai, kecepatannya bisa sampai 50 km/jam dan energinya sangat

merusak daerah pantai yang dilaluinya.

Ditengah lautan tinggi gelombang tsunami paling besar sekitar 5 meter, maka

saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa sampai puluhan meter karena

terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap

73

masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan dapat mencapai sejauh

500 meter dari garis pantai.

Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak rumah / bangunan,

prasarana, tumbuh-tumbuhan dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta

menyebabkan genangan, kontaminasi air asin lahan pertanian, tanah dan air

bersih.

Bencana yang diakibatkan oleh tsunami tergantung antara lain pada magnitude

gempa, morfologi laut, lingkungan pantai, bentuk pantai, infrastruktur di pantai

dan jumlah penduduk.

Bencana Tsunami terbukti menelan banyak korban manusia maupun harta

benda, sebagai contoh pada tsunami di Flores tahun 1992 meninggal lebih dari

2000 orang, kemudian pada tsunami di Banyuwangi menelan korban 800

orang lebih, belum termasuk harta benda yang telah hancur. Meletusnya

gunung Krakatau tahun 1883 menimbulkan tsunami yang menelan korban

36.000 jiwa, ini merupakan jumlah korban terbesar yang tercatat dalam sejarah

tsunami. Di Jepang angka statistik bencana karena tsunami cukup besar. Pada

periode 1947-1970 bencana alam tsunami menduduki urutan tertinggi setelah

angin ribut, gempabumi , banjir dan hujan lebat.

Untuk Indonesia pencatatan tentang tsunami telah dilakukan sejak zaman

penjajahan Belanda meskipun hanya sebatas laporan masyarakat. Riset

tsunami di Indonesia dimulai setelah peristiwa bencana tsunami di Flores pada

tahun 1992, sejak itu kegiatan riset dan penelitian mulai berkembang, dengan

dipelopori oleh BMG kemudian lembaga riset dan perguruan tinggi seperti

BPPT, LIPI, ITB, dan lain-lain. Dalam perkembangannya sekarang telah

banyak peneliti tsunami muncul di Indonesia, namun infrastruktur untuk

keperluan pemantau tsunami masih belum memadai.

Penyebab tsunami yaitu gempabumi tektonik, erupsi gunung berapi, longsoran,

dan kemungkinan meteor jatuh. Dari keempat jenis tersebut, gempa bumi

tektonik bawah laut yang merupakan penyebab paling sering menimbulkan

tsunami.

Beberapa jenis sesar yang terjadi pada sumber gempabumi seperti terlihat pada

gambar (6.4) dapat menimbulkan tsunami. Dengan adanya perubahan

(dislokasi) pada lantai samudera secara mendadak, dapat mempengaruhi

kolom air di atasnya yang selanjutnya dapat menimbulkan gelombang tsunami.

Meskipun demikian tsunami akan timbul, bila beberapa persyaratan

lingkungan mendukungnya.

74

Dari hasil penelitian diperoleh persyaratan terjadinya tsunami adalah:

a. Gempabumi dengan hiposenter di laut.

b. Gempabumi dengan magnitude lebih besar dari 6.0 skala Ricter

c. Gempabumi dengan pusat gempa dangkal.

d. Gempabumi dengan pola mekanisme focus dominan adalah sesar naik

atau sesar turun.

e. Morfologi pantai / bentuk pantai biasanya pantai terbuka dan landai

serta berbentuk teluk.

2. Lokasi Tsunami

Tsunami banyak terjadi di sekeliling samudara Pasifik, seperti di Amerika

Selatan, Amerika Tengah, Alaska, Aleutian, Kamchatka, Kuril, Jepang dan

wilayah Indonesia. Juga tsunami terdapat di laut Mediterania dan laut Karibia.

Wilayah Indonesia yang merupakan benua maritim dengan laut yang

mengelilingi pulau-pulaunya sangat potensial terhadap ancaman tsunami.

Meliputi pantai barat Sumatra, Selat Sunda, pantai selatan Jawa Timur, sebelah

utara Flores, Sulawesi Tengah bagian barat, pantai utara Sulawesi Utara,

bagian selatan pulau Seram dan bagian utara Papua seperti diperlihatkan pada

gambar (7.1). Sedangkan pantai rawan tsunami lebih luas lagi seperti terlihat

pada gambar (7.2).

Gambar 7.1 Peta potensi tsunami Indonesia

75

Peta Potensi Tsunami adalah peta yang mengambarkan bahaya tsunami

pada daerah tersebut berdasarkan kejadian tsunami yang pernah melanda,

data yang dipakai dasar dalam pembuatan peta ini adalah data ketinggian

run up (limpasan) yang terukur pada waktu kejadian di lapangan,

ketinggian diukur dengan titik dasar pada garis pantai. Dari data run up

yang ada kemudian dibedakan menjadi tiga kategori ketinggian run-up

sesuai dengan fakta dilapangan yaitu : Tidak bahaya, (0 – 2 m run-up,

warna hijau). Bahaya, (2 - 5 m run up, warna kuning). Sangat bahaya, (5m

keatas warna merah).

Gambar 7.2 Peta rawan tsunami Indonesia

Peta rawan tsunami adalah peta yang menggambarkan pantai-pantai di

Indonesia yang rawan terhadap tsunami dengan asumsi bahwa pantai tersebut

berhadapan langsung dengan sumber kegempaan yang telah berhasil

diidentifikasi, misalnya zona penunjaman maupun sesar.

Dari kedua peta tersebut dapat dibuat peta resiko tsunami yaitu peta yang

menggambarkan daerah pantai yang mempunyai tingkat resiko terhadap

bahaya tsunami berdasarkan data historis maupun daerah rawan tsunami,

kemudian dari data run-up yang pernah di catat dilakukan skala pembobotan

berdasarkan ketinggian limpasan.

76

Teluk dan bagian yang melekuk dari pantai sangat rawan akan bencana

tsunami, para nelayan biasanya banyak mencari ikan dan bermukim di teluk.

Daerah ini juga memiliki pantai landai yang memungkinkan gelombang

pasang merayap ke daratan.

Di Indonesia sebagian besar tsunami yang terjadi disebabkan oleh gempa

tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya.

Tercatat sebanyak 90 % kejadian tsunami disebabkan gempa tektonik, 9 %

disebabkan oleh letusan gunung api dan 1 % disebabkan oleh longsoran (Latief

et al, 2000).

Kejadian tsunami di Indonesia pada umumnya adalah tsunami lokal yang

terjadi sekitar 10 – 20 menit setelah terjadinya gempabumi yang dirasakan oleh

penduduk setempat. Sedangkan tsunami jarak jauh adalah yang terjadi 1 – 8

jam setelah gempa dan penduduk setempat tidak merasakan getaran

gempabuminya.

Kecepatan gelombang tsunami dipengaruhi oleh kedalaman laut dimana

sumber gempa terjadi, dan secara empiris dirumuskan:

v = gd …………………………. (7-1)

dimana g adalah percepatan gravitasi dan d adalah kedalaman laut. Sedangkan

besarnya energi tsunami ditentukan oleh ketinggian dan luasan kerak bumi

pada sumber gempa, dan diformulakan:

E(t) = 1/6 gh2A ……………..(7-2)

Dimana E(t) adalah Energi tsunami, = densitas, h dan A berturut-turut

ketinggian dan luas crustal displacement.

3. Skala Kekuatan Tsunami

Ukuran kekuatan tsunami terdapat dalam berbagai skala magnitude. Imamura

(1949) dan Iida (1958) membuat skala magnitude tsunami sebagai berikut:

MAGNITUDE

TSUNAMI (m)

KETINGGIAN

TSUNAMI h (meter)

KERUSAKAN

-1

< 0.5

- Tidak ada

0

1

- Sangat sedikit

77

1 2 - Beberapa rumah di pantai rusak,

kapal terdampar kepantai

2

4 – 6

- Kerusakan dan korban di daerah

tertentu dekat pantai

3

10 - 30

- Kerusakan sampai sejauh 400 meter

dari garis pantai.

4

> 30

- Kerusakan sampai sejauh 500 meter

dari garis pantai

Harga m mendekati persamaan m = log 2 h

Skala Imamura – Iida similar dengan skala intensitas gempabumi, pemakaian

skala ini lebih cocok terutama untuk tsunami yang telah lama terjadi (histories

data) dimana alat pencatat belum ada.

Soloview (1970) mengemukakan intensitas tsunami sebagai :

= log 2 ( 2 h)

Dimana h adalah tinggi tsunami rata-rata.

Selanjutnya Abe (1979, 1981, 1989 b) membuat skala magnitude dari

penelitian beberapa gempa pembangkit tsunami :

Mt = log H + C + 9.1

Untuk regional (100 km <<3500 km) menjadi :

Mt = log H + Log + 5.8

Dimana H adalah amplitudo maksimum dari ukuran tinggi air pasang dalam

meter, C adalah faktor jarak, ( tergantung dari kombinasi antara sumber dan

titik-titik pengamatan) adalah jarak dalam km.

Diperoleh untuk tsunami gempabumi Chili tahun 1960 harga m = 4,5 dan Mt

9,4 serta Alaska 1964 harga m= 5 dan Mt = 9,1.

78

BAB VIII

MIKROTREMOR

Mikrotremor merupakan getaran tanah selain gempa bumi, bisa berupa getaran

akibat aktivitas manusia maupun aktivitas alam. Jadi mikrotremor bisa terjadi

karena getaran akibat orang yang sedang berjalan, getaran mobil, getaran

mesin-mesin pabrik, getaran angin, gelombang laut atau getaran alamiah dari

tanah. Mikrotremor mempunyai frekuensi lebih tinggi dari frekuensi

gempabumi, periodenya kurang dari 0,1 detik yang secara umum antara 0.05 –

2 detik dan untuk mikrotremor periode panjang bisa 5 detik, sedang

amplitudenya berkisar 0,1 – 2,0 mikron.

Implementasi mikrotremor adalah dalam bidang prospecting, khususnya dalam

merancang bangunan tahan gempa, juga dapat dipakai untuk investigasi

struktur bangunan yang rusak akibat gempa. Dalam merancang bangunan

tahan gempa sebaiknya perlu diketahui periode natural dari tanah setempat

untuk menghindari adanya fenomena resonansi yang dapat memperbesar

(amplifikasi) getaran jika terjadi gempabumi. Mikrotremor juga dapat dipakai

untuk mengetahui jenis tanah atau top soil berdasarkan tingkat kekerasannya,

dimana semakin kecil periode dominan tanah maka tingkat kekerasannya

semakin besar atau tanah yang mempunyai periode dominan semakin besar

semakin lunak atau lembek sifatnya.

Para ahli bangunan Cina mengklasifikasikan jenis tanah menjadi 4 macam

berdasarkan periode dominan naturalnya, adalah: bad rock atau hard rock,

medium hard rock, medium soft soil dan soft soil (clay). Keempat macam jenis

tanah itu berturut-turut mempunyai periode dominan natural: kurang dari 0,1

detik; 0,1 – 0,4 detik; 0,4 – 0,8 detik dan lebih dari 0,8 detik.

Untuk melakukan pengukuran periode dominan tanah natural sebaiknya

dilakukan pada saat getaran tremor yang lain seminimal mungkin, misalnya

pada waktu malam hari dimana aktivitas manusia tidak ada, sehingga

diharapkan getaran yang terekam benar-benar getaran asli dari tanah.

1. Pengukuran Mikrotremor

Pada dasarnya pengukuran mikrotremor dapat dilakukan dengan alat pencatat

gempabumi atau seismograf. Namun karena mikrotremor mempunyai

karakteristik berbeda dengan gempabumi baik periode maupun amplitudonya,

maka untuk mengukur parameter-parameter mikrotremor digunakan

seismograf khusus yang disebut mikrotremormeter.

79

Mikrotremometer terdiri dari dua komponen pengukur yaitu, pengukur

amplitude dan pengukur periode. Pada komponen pengukur amplitude

biasanya terdiri dari tiga pilihan, yaitu amplitude simpangan, kecepatan dan

percepatan. Sedang pada komponen pengukur periode atau frekuensi

mikrotremormeter dilengkapi dengan alat pencacah sampel frekuensi berupa

tape recorder beserta alat digital analyzer.

Pada saat ini perkembangan alat pencatat gempabumi sangat pesat, sehingga

dengan seismograf tipe digital periode bebas (digital broad band seismograph),

pengukuran mikrotremor dapat dilakukan, karena selain periode mikrotremor

yang dapat dipisahkan, alat ini juga dilengkapi dengan program analisis

spektrum.

2. Karakteristik Tanah

Karakteristik tanah permukaan suatu tempat sangat penting artinya dalam

pengkajian masalah seismologi. Dari hasil pengukuran mikrotremor untuk

mengetahui karakteristik tanah di berbagai tempat di Jepang, Amerika dan

negara-negara yang pernah dilanda gempa besar ternyata ada hubungan antara

karakteristik tanah dengan penjalaran gelombang gempa yang sampai pada

permukaan.

Apabila periode bangunan sama dengan periode gempa yang sampai di

permukaan, maka akan terjadi resonansi dan interferensi getaran sehingga

meningkatkan intensitas kerusakan akibat gempa. Berdasarkan hal tersebut

maka dalam pembangunan gedung-gedung atau bangunan penting harus

memperhitungkan tingkat faktor karakteristik tanah yang meliputi: jenis tanah

permukaan, percepatan tanah maksimum dan periode dominan tanah

permukaan yang bersangkutan.

3. Klasifikasi Tanah Permukaan.

Dari pengukuran mikrotremor untuk memperoleh harga periode dominan, para

ahli di Jepang membuat klasifikasi jenis tanah permukaan menjadi beberapa

kelompok menurut pola atau bentuk kurva distribusi mikrotremor. Kurva

tersebut merupakan hubungan antara periode mikrotremor sebagai absis dan

jumlah atau frekuensi selang periode tersebut sebagai ordinat.

Kanai telah melakukan klasifikasi jenis tanah permukaan menjadi empat

macam yaitu:

Jenis I: Tanah terdiri dari batuan keras (rock) hard sandy gravel, dan tanah

yang tergolong dalam tersier atau lapisan tanah tua. Kurva

80

distribusinya mempunyai bentuk yang sederhana dengan satu

puncak pada periode 0,5 detik. Range periode antara 0 – 0,3 detik

mempunyai frekuensi 300 kali dalam 1 menit.

Jenis II: Jenis tanah yang digolongkan sebagai tanah pasir berbatu (keras),

pasir dengan tanah yang dapat digolongkan pada alluvial atau

alluvial berbatu dengan tebal sekitar 5 meter atau lebih. Kurvanya

berbentuk sederhana dengan satu puncak. Range periode agak

melebar sampai 0,8 detik atau lebih dengan frekuensi lebih rendah

dari jenis I.

Jenis III: Tanah jenis pasir, sandy clay, clay atau yang dapat digolongkan

pada jenis alluvial. Kurvanya agak kompleks, dengan range

periodenya melebar sampai 1,0 detik, bentuk puncaknya tidak

tajam tetapi melebar dibanding jenis I dan II.

Jenis IV: Tanah ini digolongkan kedalam tanah lembek, berupa endapan

delta atau endapan lumpur dari sungai dan dapat dibagi dalam:

- Alluvial yang terdiri dari endapan tanah lunak (soft delta), top

soil, lumpur dan sejenisnya dengan kedalaman 30 m atau lebih.

- Tanah urug baik berupa tanah lunak, humus atau lumpur atau

yang lainnya.

Kurvanya mempunyai bentuk yang kompleks dengan beberapa

puncak dan range periodenya melebar sampai 2 detik atau lebih.

S. Omote dan N. Nakajima mengklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:

Jenis A : Periode dominan antara 0,1 – 0,25 detik, dimana jumlah gelombang

dengan periode 0,25 detik sedikit.

Jenis B : Periode dominan antara 0,25 – 0,40 detik, dengan gelombang yang

periodenya 0,40 sedikit.

Jenis C : Periode dominan 0,40 detik, dengan gelombang yang periodenya

0,8 detik cukup banyak.

Kedua jenis klasifikasi tersebut telah dikonversi dan dipakai sebagai standar

dalam perencanaan bangunan tahan gempa atau a seismic design. Hasil

konversi tersebut adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Tanah Periode

81

Kanai Omote -

Nakajima

Dominan

(detik)

Keterangan

Jenis I Jenis A 0,05 - 0,15 Batuan tersier atau lebih tua, terdiri

atas batuan hard sandy gravel

Jenis II 0,10 – 0,25 Batuan alluvial dengan ketebalan

sekitar 5 m, terdiri dari sandy gravel,

sandy hard clay, loam

Jenis III Jenis B 0,25 – 0,40 Batuan alluvial hampir sama dengan

jenis II, hanya dibedakan oleh

adanya formasi bluff.

Jenis IV Jenis C > 0,40 Batuan alluvial yang terbentuk dari

delta top soil, lumpur dan lain-lain

dengan kedalaman sekitar 30 m.

82

BAB IX

GEMPABUMI DI INDONESIA

1. Pola Kegempaan

Kegempaan di Indonesia berkaitan dengan zona subduksi yang berbagai

bentuk dan bermacam arah. Zona subduksi merupakan daerah utama

gempabumi, sebagian besar gempa terjadi di zona subduksi, baik gempa

dangkal, menengah maupun dalam, sehingga zona ini disebut sebagai zona

seismik aktif. Palung laut dan gunung api terdapat di zona ini.

Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama,

yaitu lempeng Eurasia di Utara, lempeng Indo-Australia di selatan, lempeng

Pasifik di timur dan lempeng kecil Filipina diantara ke tiga lempeng utama

tersebut. Batas lempeng- lempeng ini di wilayah Indonesia umumnya

berbentuk zona subduksi yang mempunyai arah dan jenis penunjaman

berbeda-beda, seperti terlihat pada gambar 1.4.

Secara umum struktur tektonik Indonesia bagian timur lebih rumit dibanding

Indonesia bagian barat. Di wilayah Indonesia bagian barat, lempeng Indo-

Australia menunjam dari arah selatan ke utara di bawah lempeng Eurasia,

ditandai dengan jalur gempa Mediteran. Sedangkan di wilayah Indonesia

bagian timur, lempeng Pasifik bertemu dengan lempeng Filipina, lempeng

Eurasia dan lempeng Indo-Australia, ditandai dengan bertemunya jalur gempa

Mediteran dengan jalur gempa Sirkum Pasifik.

Di wilayah Indonesia, membentang dari barat ke timur palung laut yang

merupakan indikasi adanya zona subduksi yaitu palung Sunda, palung di

daerah Laut Banda, daerah Maluku dan daerah Sulawesi Utara. Patahan / sesar

yang merupakan dampak dari tumbukan lempeng-lempeng tektonik tersebut

dan menjadi daerah sumber gempabumi terdapat sepanjang pulau Sumatra,

beberapa tempat di Pulau Jawa, sebelah utara Flores, Sulawesi, Maluku Utara

dan Papua, dapat dilihat pada gambar 1.5.

2. Seismisitas

Untuk memantau gempabumi di wilayah Indonesia dan sekitarnya, telah

didirikan 29 stasiun pencatat gempa yang tersebar mulai dari Banda Aceh

83

sampai Jayapura. Disamping itu telah terpasang pula 5 sistem jaringan

telemetri yang masing-masing dikoordinir oleh kantor regional di Medan,

Ciputat, Denpasar, Makasar, Jayapura dan semuanya terhubung dengan kantor

pusat di Jakarta.

Perkembangan teknologi menuntut sistem pencatatan gempa secara cepat dan

tepat, oleh karena itu sejak tahun 1997 BMG bekerja sama dengan pemerintah

Jepang telah membuat jaringan seismograf jenis digital broad band. Jaringan

seismograf jenis digital broad band ini diberi nama JISNET (Japan Indonesia

Seismological Network) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia bagian

Barat dan Tengah berjumlah 22 stasiun.

Disamping itu tahun 2004 BMG bekerja sama dengan CTBTO

(Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty Organization) sedang membangun

jaringan seismograf jenis digital broadband lain yang secara khusus untuk

mendeteksi ledakan nuklir bawah tanah. Jaringan ini terdiri dari 6 stasiun

masing-masing di Prapat (Sumatera Utara), Lembang (Jawa Barat), Kupang

(Nusa Tenggara Timur), Kapang (Sulawesi Selatan), Sorong dan Jayapura

(Papua).

Pada tahun 2004 jaringan seismograf yang dibangun oleh BMG telah mencapai

lebih dari 80 buah, namun wilayah Indonesia yang sangat luas dan sebagian

besar merupakan daerah aktif gempa, jumlah tersebut masih jauh dari cukup.

Untuk itu dalam rangka penelitian sesar aktif dan untuk merapatkan jaringan

seismograf yang telah ada, akan segera dibuat lagi tiga jaringan seismograf

kecil atau mini RSC (Regional Seismological Center) masing-masing terdiri

dari empat sensor.

Ketiga mini RSC itu berturut-turut ada di Padang Panjang, Kepahiang, dan

Palu. Gambar (9.1) memperlihatkan peta jaringan seismograf di Indonesia.

Sedang gambar (9.2) memperlihatkan jaringan seismograf telemetri Pusat

Gempabumi Regional (PGR) Medan, Ciputat, Denpasar, Makasar dan

Jayapura. Sejak tahun 1998 Indonesia ditunjuk oleh perhimpunan Meteorologi

dan Geofisika ASEAN sebagai pusat informasi kegempaan AEIC (Asean

Earthquake Information Center). Semua data kegempaan wilayah ASEAN

dikumpulkan di sini.

84

Gambar 9.1. Peta jaringan seismograf di Indonesia

Gambar 9.2. Jaringan seismograf telemetri Pusat Gempabumi Regional Medan, Ciputat,

Denpasar, Makasar, dan Jayapura

85

Penyebaran gempabumi di wilayah Indonesia terkonsentrasi di daerah

penujaman lempeng tektonik. Gempa dangkal terdapat di sepanjang bagian

barat Sumatra, bagian selatan Jawa, Nusa Tenggara, Banda, Maluku, Sulawesi,

Papua dan di daerah-daerah sesar. Gempa menengah tersebar sepanjang pantai

barat Sumatra, kemudian di Jawa, Nusa Tenggara, Banda, Maluku dan

Sulawesi. Sedangkan gempa dalam tidak terdapat di Sumatra, tetapi mulai

muncul dari Jawa Tengah sebelah utara, Nusa tenggara bagian utara hingga di

sebelah barat Maluku dan Sulawesi. Peta sebaran gempabumi di Indonesia

dapat dilihat pada gambar (1.6).

Secara statistik tercatat bahwa di Indonesia sebagian besar gempabumi yang

terjadi adalah gempa dangkal, yaitu 70 %, sisanya adalah gempa menengah

dan gempa dalam. Sebagian besar episenter gempa, lebih 70 % tersebar di

bawah permukaan laut. Frekuensi kejadian gempabumi di wilayah Indonesia

timur jauh lebih banyak dibanding wilayah Indonesia barat, hampir 80 %

gempa di Indonesia berlokasi di Indonesia Timur.

Palung laut terdapat memanjang mulai dari Andaman, bagian barat Sumatra,

bagian selatan Jawa-Nusa Tenggara, membelok membentuk setengah

lingkaran di daerah Laut Banda. Kemudian di Sulawesi, daerah Maluku dan

utara Irian yang menyambung dengan palung Mindanao. Di sepanjang pulau

Sumatra terdapat sesar Sumatra dengan arah dekstral sedangkan di Utara Irian

terdapat sesar Sorong. Beberapa sesar lainnya terdapat di darat, yaitu di Pulau

Jawa, pulau Sulawesi dan pulau Irian. Semuanya merupakan daerah yang

rentan terhadap gempa. Gunung api aktif sebanyak 129 buah berjajar

sepanjang pulau Sumatra, pulau Jawa, Nusa Tenggara, daerah laut Banda,

Sulawesi Utara dan Maluku.

Berdasarkan gempa yang terjadi, dibuat peta intensitas gempabumi di

Indonesia. Kerusakan dengan intensitas mencapai IX skala MMI terjadi di

Sumatra di daerah Tarutung dan Liwa, beberapa tempat di Jawa yaitu daerah

Majalengka, Jawa Tengah dan Malang. Intensitas mencapai VIII skala MMI

terdapat di sepanjang bagian barat Sumatra, Jawa Barat bagian tengah dan

selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur bagian selatan, Bali, Lombok, Sulawesi

Selatan bagian utara, Sulawesi bagian utara dan tengah, Irian Jaya bagian

kepala burung dan utara. Di Indonesia daerah yang relatif aman terhadap

bencana gempa dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya adalah

Kalimantan bagian barat dan tengah, intensitas maksimum di daerah ini lebih

kecil dari V skala MMI. Gambar (9.3) memperlihatkan peta intensitas

maksimum dari gempabumi yang pernah terjadi di Indonesia.

86

Gambar 9.3. Peta pembagian wilayah intensitas gempabumi di Indonesia

(J. Murjaya & G. Ibrahim, 1997)

3. Zona Subduksi

Kedalaman gempa maksimum di Sumatra adalah 180 km, berarti disini zona

subduksi menunjam sejauh 180 km. Arahnya dari utara ke selatan dengan

sudut penunjaman 25o, jenis subduksi miring (oblique fault). Kedalaman

palung laut Sumatra sekitar 4500 meter dan palung laut Jawa mencapai 7000

meter. Lempeng menunjam rata-rata dengan kecepatan 6,8 cm pertahun.

Mulai dari Jawa Tengah sampai Flores Barat, lempeng menunjam sampai

kedalaman 650 km. Tetapi pada kedalaman antara 260 – 542 km di Jawa

Tengah dan kedalaman antara 280 – 360 km di Flores Barat terdapat

diskontinu lempeng. Kecepatan penunjaman lempeng sekitar 7,5 cm pertahun.

Gunung api terdapat pada lokasi yang berkaitan dengan kedalaman

gempabumi antara 100 dan 200 km. Kasus lempeng yang terputus ini juga

dijumpai di daerah zona subduksi Peru dan Chili.

Di wilayah Laut Banda bentuk penunjaman lempeng lebih komplek. Sebelah

selatan terdapat palung Timor dan di utara adalah palung Seram. Kedua palung

ini melingkar membentuk setengah lingkaran mulai dari selatan pulau Timor,

Tanimbar, berbelok ke atas di sebelah timur kepulauan Kai dan kemudian

berbalik ke arah barat di sebelah utara pulau Seram dan Buru. Kedalaman

palung Timor sekitar 2500 meter, palung Seram antara 4000 – 5000 meter, dan

basin Weber mencapai kedalaman 7000 meter.

Zona subduksi di daerah laut Banda adalah berbentuk suatu permukaan

cekung, lempeng-lempeng tektonik menunjam dari arah utara dan dari arah

87

selatan yang bertemu di Laut Banda. Kedalamannya berkurang dari arah barat

ke timur, di sebelah barat dekat pulau Alor penunjaman zona subduksi 650 km

dan di sebelah timur dekat pulau Tanimbar penunjamannya 96 km. Sudut

penunjaman juga berkurang dari arah barat ke timur, di palung sebelah Selatan

(Timor) dari 74o sampai dengan 16

o dan di palung sebelah utara dari 57

o

sampai 14o .terdapat diskontinu pada lempeng di sebelah selatan.

Pada daerah Maluku zona subduksi lebih rumit bentuknya. Di daerah ini

terdapat beberapa palung, yaitu palung Maluku yang bersambung dengan

palung Filipina diutaranya. Palung Sangihe memanjang dari Sulawesi Utara

sampai selatan Mindanao, dan palung Cotabato di bagian barat Mindanao.

Zona penunjaman di daerah Maluku membentuk suatu permukaan cembung

disebabkan terdapat lempeng-lempeng yang masing-masing menunjam ke arah

barat dan kearah timur. Kecepatan penunjaman lempeng di daerah ini 7 cm

pertahun. Kedalaman penunjaman di sebelah barat mencapai 625 km dan

disebelah timur 275 km. Sudut penunjamanan di sebelah barat adalah 32o – 51

o

sedangkan di timur antara 34o - 51

o. Disamping itu terdapat beberapa

penunjaman lempeng pendek di bagian barat dan timur.

Secara umum di Indonedia terdapat 4 bentuk zona subduksi :

1. Zona Penunjaman pendek

Di sepanjang Sumatra sampai Jawa Barat, kedalaman penunjaman sejauh

180 km dengan sudut penunjaman 25o.

2. Zona penunjaman diskontinu.

Bentuk ini ditemui mulai dari Jawa tengah sampai Flores. Kedalaman

maksimum 665 km dengan sudut penunjaman sekitar 52o. Subduksi

diskontinu terdapat di Jawa Tengah sebesar 282 km dan di Flores 80 km.

3. Zona penunjaman berbentuk permukaan cekung.

Bentuk zona ini terdapat mulai dari Alor sampai kepulauan Kai (daerah

Laut Banda). Kedalaman zona penunjaman lempeng berkurang dari arah

sebelah barat ke timur, yaitu dari 650 sampai 96 km, sedangkan sudut

penunjaman berkurang dari 74o sampai dengan 16

o.

4. Zona penunjaman berbentuk permukaan cembung.

Ditemui didaerah Maluku, kedalaman penunjaman di sebelah barat 635 km

dan di sebelah timur 275 km. Sudut penunjaman di timur sebesar 32o

– 51o

dan di sebelah barat 34o – 43

o.

Bentuk zona subduksi di wilayah Indonesia Timur lebih komplek

dibandingkan dengan zona subduksi di Indonesia Barat. Hal ini juga dapat

88

dilihat pada peta penyebaran gempa bumi, di Indonesia Barat, pola

penyebaran gempa dangkal, menengah dan dalam lebih teratur sedangkan di

Indonesia Timur polanya lebih beragam.

Gambar 9.4. Zona penunjaman di Indonesia

BAB X

PREDIKSI GEMPABUMI

Prediksi gempabumi merupakan kegiatan yang sangat mengandung resiko

sosial dibanding dengan prakiraan cuaca. Secara teoritis gempabumi

merupakan gejala alam biasa oleh sebab itu sebelum peristiwa alam itu terjadi

semestinya akan terdapat perubahan parameter fisis yang mendahuluinya atau

yang disebut sebagai precursor. Yang menjadi masalah adalah secara

operasional untuk melakukan pengamatan precursor ini memerlukan usaha dan

dana yang tidak sedikit.

Dari banyak precursor itu diantaranya adalah hasil eksperimen di laboratorium

menunjukkan bahwa sebelum terjadi gempabumi maka batuan di sekitarnya

akan mengalami perubahan parameter-parameter seperti : tahanan listrik akan

89

menurun, adanya perubahan stress dan strain, adanya fluktuasi unsur radon,

perubahan permukaan air bawah tanah, perubahan suhu air bawah tanah, dan

lain-lain.

Kegiatan prediksi gempabumi, mencakup tiga hal yaitu, kapan gempabumi

akan terjadi, dimana terjadinya dan seberapa besar kekuatannya. Di Jepang

kegiatan ini mulai dilakukan sejak tahun 1965 dimana dalam perencanaannya

terdapat empat bagian, yaitu pengamatan untuk kegiatan prediksi jangka

panjang, pengamatan untuk kegiatan prediksi jangka pendek, penelitian dasar,

dan kerjasama dengan institusi luar.

Pada prediksi jangka panjang pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan

geodesi, geomagnet, geologi, seismologi, seismic velocity, statistik dan lain-

lain. Sedangkan untuk jangka pendek melakukan pengamatan geodesi (survei

ulang pengamatan ground movement, temporal variation dan gravity),

geochemical (ground water level, ground water quality, dan unsur-unsur radio

aktif), dan pengamatan geomagnet. Sedang penelitian dasar meliputi

percobaan-percobaan di laboratorium dan di lapangan yang meliputi

experiment fracture dari sample batuan, pengukuran stress, dan lain-lain.

Di Amerika Serikat, kegiatan prediksi gempabumi diprioritaskan pada studi

dasar mengenai crustal strain dan seismic monitoring yang dititik beratkan

pada understanding of the seismic rupture process, serta eksperimen lapangan

yang dilakukan untuk meramal gempa di areal South California dengan

pengamatan strain meter, ground water level.

Di Cina kegiatan ramalan gempabumi dilakukan dengan intensif dan

dikonsentrasikan pada pengamatan precursor. Di negara itu telah dibagun

jaringan pengamatan precursor yang terdiri dari ratusan stasiun pengamatan

crustal deformation, hydro chemestry, ground water level, magnet bumi, dan

ground resistivity, serta banyak stasiun pengamatan yang lain seperti gravity,

stress-strain dan electromagnetic.

Kegiatan prediksi gempabumi di Cina dilakukan dengan empat metode, yaitu:

seismo-geological method, statistic analisys of seismicity (Gutenberg Richter

Law), Corelation analisys ( position of / solar activity, gravity) dan precursor

method. Diantara 4 metode tersebut yang menjadi andalan adalah metode

pengamatan precursor. Pada metode ini prinsipnya adalah sebelum terjadi

gempabumi akan didahului oleh anomali parameter-parameter fisis seperti

perubahan yang menyolok dari parameter stress-strain, temperatur air bawah

tanah, unsur radioaktif, geomagnit, resistivity, gravity, dan lain-lain bahkan

akan ada perubahan dari tingkah laku binatang. Metode pengamatan precursor

90

dipakai untuk prediksi jangka sedang dan pendek sedangkan metode yang lain

dipakai untuk jangka panjang.

Dalam seismologi kita kenal precursory seismisity yang dibedakan menjadi

tiga yaitu seismicity patern (seismic gap,variasi b value, dan lain-lain), source

and medium parameters (stress drop, q value, variasi kecepatan gelombang,

dan lain-lain), dan pembedaan urutan gempa (fore shock dan precursory

swarm).

Secara teoritis gempabumi memang dapat diprediksi, namun para peneliti

mengalami kesulitan karena beberapa hal, diantaranya: terbatasnya kondisi

pengamatan terutama peralatannya, tidak periodiknya aktivitas gempabumi,

ketidak tentuannya proses gempabumi, dan luasnya daerah jangkauan.

Selain dengan metode observasi precursor terdapat banyak metode dalam

prediksi gempabumi, diantarnya: seismicity gap, seismicity band, increased

seismicity, preseismic squance, variation of b value, source and medium

parameters, wave velocity variations, fore shocks squance.

Salah satu contoh kegiatan prediksi gempa di Cina yang sangat sukses adalah

peristiwa gempabumi Menglian yang terjadi pada 12 Juli 1995 dengan

Magnitude Ms = 7,3 satu hari sebelum gempa utama terjadi diumumkan

kepada masyarakat sehingga korban jiwa dapat dihindarkan.

Di Indonesia kegiatan prediksi gempabumi dilakukan melalui penelitian

secara individual oleh personil BMG, ITB dan beberapa instansi lain yang

umumnya dilakukan dengan metode statistik menggunakan perhitungan

periode ulang gempabumi.

Periode ulang gempa bumi maksudnya adalah bahwa gempa bumi dengan

skala tertentu (misalnya M=8) akan terulang kembali di daerah yang sama

pada kurun waktu tertentu. Perhitungan periode ulang ini memerlukan data

paling tidak satu periode, lebih panjang lebih baik. Namun catatan gempa bumi

dengan peralatan, baru dimulai pada awal abad 20. Karena itu untuk

memperpanjang periode pengamatan, dibantu dengan catatan intensitas gempa

yang sudah dimulai sejak awal abad masehi. Selain itu penelitian paleoseismik

juga bisa membantu memperpanjang periode pengamatan.

Gempa yang sama kekuatannya dengan gempa pada 4 Juni 2000 di Bengkulu

pernah terjadi dua kali pada 1833, 1914. Sehingga banyak yang setuju dengan

teori prediksi gempabumi memakai metode periode ulang berkisar 80 tahun.

Disamping itu terdapat juga gempa yang ukurannya lebih kecil dengan periode

ulang lebih pendek.

91

Perhitungan matematis periode ulang gempa bumi di Sumatra oleh peneliti

BMG (Rasyidi Sulaiman dan Robert Pasaribu, 2000) menunjukkan bahwa

periode ulang di Sumatra Selatan berkisar antara 8-34 tahun dengan nilai

tengah 21 tahun. Gempa pada tahun 1979 di Bengkulu yang cukup besar

dengan M=5.8, MMI=VIII, sedangkan gempa berikutnya adalah Juni 2000

(1979+21tahun).

Gempabumi di lautan Indonesia sebelah selatan Jawa Barat dengan magnitude

8,1 SR terjadi pada tahun 1903 telah dihitung periode ulangnya dengan metode

Weibul (Subardjo, 1990) kurang lebih 125 tahun atau dalam jangka waktu

antara 108 – 122 tahun.

1. Periode Ulang Gempabumi Distribusi Weibull

Kemungkinan terjadinya gempabumi pada selang waktu t dan t + t adalah (t)

dan oleh Weibull dinyatakan dalam formula:

(t) = k tm ……………………………..(9.1-1)

k dan m adalah konstanta dimana k > 1 dan m > -1. Probabilitas kumulatif

kejadian gempabumi antara waktu nol dan t yang diberi notasi F(t) dengan

reliabilitas R(t) didefinisikan sebagai :

R(t) = 1 – F(t), dan

R(t) = exp.( - (t) dt

= exp. - (kt m+1)/ (m+1)………..(9.1-2)

Sedang probabilitas densitas dari suatu kejadian gempabumi dirumuskan

sebagai berikut:

f(t) = - dR(t)/dt

= k tm exp.- (kt m+1)/ (m+1) ……(9.1-3)

Dengan cara momen ke r suatu perubah acak t dinotasikan sebagai Mr, yaitu

nilai peluang t pangkat ke r, dengan r = 1,2,3,……n; maka diperoleh bentuk

sebagai berikut:

Mr = E(t r) = t f r (t) dt

92

o

= k tm+r exp.- (kt m+1)/ (m+1)dt ……(9.1-4)

o

Jika: (kt m+1)/ (m+1) = X dan t m+1 = (m+1)/k X, maka

t = (m+1)/k X 1/(m+1) ………………..(9.1-5)

selanjutnya diturunkan ke dx/dt diperoleh:

k/(m+1) (m+1) tm dt = dx ……………….(9.1-6)

dimana dt = dx / k tm

dt = dx / k (m+1)/kxm/(m+1)

akan didapat:

Mr = E(t r) = k/(m+1)-r/(m+1) X(m+r+1)/(m+1) -1 exp.(-x) dx …(9.1-7)

dimana : X(m-1) exp.(-x) dx = m ; m>0

akhirnya diperoleh:

Mr = E(t r) = k/(m+1)-r/(m+1) (m+r+1)/m+1) ….(9.1-8)

Didapat rumusan periode ulang gempabumi sebagai berikut:

Untuk r = 1;

M1 = E(t) = k/(m+1)-1/(m+1) (m+2)/m+1) ……(9.1-9)

Untuk r = 2; M2 = E(t) = k/(m+1)-2/(m+1) (m+3)/m+1) …….(9.1-10)

Simpangan baku rata-rata periode ulang gempabumi adalah:

SD = E(t2) - E2(t)1/2 …………………………..(9.1-11)

2. Perubahan Vp/Vs dan parameter lainnya

93

Beberapa perubahan dapat dipakai sebagai precursor gempabumi. Telah

dijelaskan diatas bahwa dari hasil eksperimen di laboratorium suatu batuan

yang diberi gaya secara terus menerus suatu waktu akan patah. Sebelum batuan

patah ternyata disekitar fokus patahan sebelumnya mengalami perubahan stress

dan strain. Demikian pula pada kejadian gempabumi, lokasi disekitar

hiposenter juga akan terjadi perubahan tegangan dan regangan, hal ini

disebabkan karena terjadinya penumpukan / akumulasi energi sebelum

dilepaskan menjadi gelombang seismik.

Dari teori yang telah dibahas pada bab-bab terdahulu bahwa stress dan strain

terkait dengan perbandingan perubahan kecepatan gelombang primer (Vp) dan

kecepatan gelombang skunder (Vs) atau Vp/Vs. Dalam kejadian gempabumi

perubahan Vp/ Vs dapat diamati dan secara empiris biasa dihitung dengan

menggunakan diagram Wadati yang telah dibahas pada bab terdahulu.

Dengan keterbatasan peralatan pengamatan stress dan strain di lapangan,

penelitian di Indonesia tentang prediksi gempa masih dapat dilakukan dengan

mengamati parameter ini.

Untuk mengamati perubahan Vp/Vs parameter yang diperlukan adalah

perbedaan waktu datang gelombang s dan p atau (s-p) dan waktu tiba

gelombang p kedua parameter ini tidak sulit di lakukan di stasiun pengamat

gempabumi. Penelitian ini pernah dilakukan dengan menghitung kembali

perubahan Vp/Vs sebelum terjadi gempa Ambon pada akhir tahun 1996

dengan magnitude sekitar 5,5 (Subardjo, 1998), ternyata mengalami

perubahan Vp/Vs yang signifikan.

Penelitian yang sama telah dilakukan sebelumnya oleh Feng (1977), dia

meneliti gempabumi Hsinfeng – Cina yang terjadi pada tanggal 19 Maret 1962

dengan magnitude 6,1 selama 11 bulan sebelumnya dan telah terjadi perubahan

Vp/Vs sebesar – 11 %. Kemudian Sekiya (1977) juga melakukan hal yang

sama pada gempa Kepulauan Izu – Jepang selama 11 tahun, sebelum terjadi

gempa dengan magnitude 6,9 telah terjadi perubahan nilai Vp/Vs sebesar –

5%.

Perubahan Medan Magnet dan Resistivitas:

Medan magnet bumi menunjukkan perubahan sebelum dan sampai waktu

terjadi gempabumi. Sedangkan harga resistivitas listrik batuan umumnya

menurun pada saat terjadi gempabumi dan kemudian kembali normal.

Air Tanah:

94

Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa ketinggian dan temperatur air

tanah naik sebelum terjadi gempabumi. Gordon mencatat kenaikan setinggi 2,9

cm pada sumur berjarak 110 km dari pusat gempabumi 1,5 jam sebelum

gempabumi dengan magnitude 6,9 terjadi di Meckering tahun 1968.

Perubahan Radon:

Hasil pengamatan di beberapa tempat menunjukkan jumlah radio aktif radon

bertambah dengan tajam sebelum terjadi gempa dan kemudian menurun secara

cepat setelah gempabumi berakhir.

Gempa Mikro:

Gempa mikro yang banyak terdapat di daerah seismik aktif dapat dipakai

sebagai indikasi akan terjadinya gempa utama. Pada umumnya aktivitas gempa

mikro bertambah pada saat gempa utama akan terjadi.

Migrasi:

Pada tahun 1976 terjadi migrasi pusat gempa sepanjang jalur Mediteran berasal

dari Itali dengan magnitude 6,9 merambat ke Ionian Yunani (6,7), Rusia (7,3),

RRC (7,0), Mindoro (6,9), Sumatra (7,1), dan berakhir di Irian dengan

magnitude 7,3.

Berikutnya deretan kejadian gempabumi terjadi tahun 1982 yang dimulai dari

Atlantik Utara dengan kekuatan 6,0 bermigrasi ke Spanyol, Itali (6,1), Yunani

(6,8), Iran (7,1), Todzhik (6,9), dan Burma dengan magnitude 6,4.

Injeksi Air:

Air yang dimasukkan kedalam tanah dapat mempengaruhi kegiatan gempa di

daerah tersebut. Injeksi air sedalam 3800 meter di Colorado telah memicu

terjadinya beberapa gempabumi. Hasil penelitian di daerah bendungan

Saguling menunjukkan kenaikan aktivitas gempa mikro setelah pengisian air

dibanding sebelumnya.

Ledakan Nuklir:

Ledakan nuklir yang diadakan di bawah permukaan bumi tercatat

menimbulkan gempa-gempa susulan. Seismograf selain dapat menentukan

lokasi dan kekuatan ledakan nuklir, juga pernah digunakan oleh Israel untuk

mendeteksi mobilisasi tentara Arab dalam perang Arab-Israel tahun 1967.

3. Pengamatan Gempa Susulan

Gempa susulan (aftershock) merupakan proses stabilisasi medan stress ke

keseimbangan yang baru setelah pelepasan energi atau stress drop yang besar

95

pada gempa utama. Setiap gempa tektonik dangkal (kira-kira < 100km) selalu

diikuti oleh dislokasi atau patahan. Dislokasi ini mengganggu keseimbangan

medium sekelilingnya, sehingga dengan sendirinya muncul gempa lainnya

yang merupakan proses keseimbangan baru. Proses ini bisa berlangsung

beberapa jam sampai berminggu-minggu, tergantung pada besar gempa utama

dan sifat batuan. Frekuensi dan magnitude gempa susulan ini umumnya

menurun secara exponensial terhadap waktu (gambar 9.1).

Formula kurva penurunan frekuensi gempa susulan terhadap waktu dapat

didekati dengan persamaan berikut:

Nt = No exp.(-b.t)……………………………………..(9.3)

Dimana Nt adalah frekuensi gempa susulan pada waktu t, No adalah frekuensi

gempa susulan pada waktu awal dan b adalah konstanta attenuasi yang dapat

ditentukan dengan regresi linier terhadap data yang ada. Waktu t yang dipakai

bisa digunakan hari (24 jam), ½ hari (12 jam) selang 6 jam atau selang yang

lebih kecil tergantung data yang ada. Prediksi berhentinya gempa susulan

dapat ditentukan dari persamaan tersebut pada Nt = 0

Extrapolasi kurva frekuensi dan magnitude terhadap waktu bisa menjadi

patokan perkiraan besarnya gempa susulan, sehingga bahaya dari gempa

susulan ini menjadi sangat serius apabila gempa utama telah merusak struktur

bangunan. Struktur bangunan yang sudah dirusak oleh gempa seperti susunan

dinding, batu dan pilar yang tak mempunyai daya ikat lagi satu sama lain

sehingga gempa susulan dengan MMI IV saja sudah cukup untuk merubuhkan

bangunan.

Peranan peneliti gempa susulan baik dari BMG atau lainnya sangat diperlukan

untuk melihat tingkat penurunan aktivitas gempa. Prediksi berhentinya

aktivitas gempa susulan sangat diperlukan dalam pengambilan kebijakan

pemerintah setempat untuk memulai kegiatan pembangunan dan rehabilitasi.

Gempa susulan Bengkulu yang dilaporkan tim survei BMG menunjukkan

penurunan aktivitas secara exponensial (gambar 9.1). Pada hari ke empat

terdapat gempa susulan dengan skala Mw6.5 yang mengakibatkan kenaikan

aktivitas kedua setelah gempa utama.

96

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Jumlah

gempa

susulan

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39

Interval waktu 6 jam

GRAFIK GEMPA SUSULAN GEMPA BENGKULU

5 JUNI 2000

Gambar 10.1. Grafik gempa susulan gempabumi Bengkulu 5 Juni 2000

97

DAFTAR PUSTAKA

1. Bolt, B.A., Earthquake, W.H. Freeman & Co San Fransisco, 1978.

2. Bullen, K.E., and Bruce A Bolt, An Introduction to the Theory of

Seismology, Cambridge University Press, 1987.

3. Fauzi, at al , Pemetaan Gempabumi di Indonesia, BMG (CD ROM),

2001

4. Hamilton, W. Tectonic of The Indonesian Region, 1981.

5. Hurukawa N, Analizys of Local Earthquakes, IISEE Tsukuba, 1995.

6. Ibrahim, G., et al, Mitigasi Bahaya Gempabumi di Indonesia, Penelitian

ITB No. 43, Bandung 1992.

7. Ibrahim, G., et al, Statistik Gempa di Indonesia, Penelitian ITB No.

2944, Bandung 1989.

8. Ibrahim, G., The Subduction Zones Of The Indonesian Region,

Procceding ITB, Vol. 21, No.1, 119-127, Bandung 1988.

9. Ismail Sulaiman, Pendahuluan Seismologi I, Akademi Meteorologi dan

Geofisika Jakarta, 1976

10. Katili,J.A.DR, DR.P.Marks, Geologi.

11. Kikuchi M, Earthquake Source Process, IISEE Tsukuba,1995.

12. Lee. W. H. K dan Stewart. S. W (1981), Principles and Aplications of

Microearthquake Network, Academic Pres, Inc.

13. Latief, H. et al, Tsunami Assesment Around The Sunda Strait,

Procceding of International Seminar / Workshop On Tsunami, Jakarta

and Anyer, 26-29 August 2003.

14. Microsofe Encarta, Interactive World Atlas, CDROM, 2001

15. Murjaya, J., G. Ibrahim, M. Said, Pembagian Wilayah Intensitas

Gempabumi di Indonesia, Procceding PIT-22 HAGI, Bandung, 1997.

16. Ota Kulhanek, Anatomy of Seismogram, Elsevier, Amsterdam-Oxford-

New York- Tokyo, 1990

17. Picanussa.C, Subardjo, Pola Tektonik dan Karakteristik Gempa Lokal

Pulau Ambon dan sekitarnya (Hasil analisa Seismograph SPS-3)

Buletin Meteorologi dan Geofisika Jakarta, 1999

18. Prajuto, Karakteristik Gempa Bumi Susulan Sukabumi 10 Februari

1982, Universitas Indonesia Jakarta, 1983.

19. Prayuto, and Y.EI Sharkawy, . “ On Microtremor “, Individual Study

by partcipants at the IISEE, Tsukuba Japan, 1978

20. Richter, C.F., Elementary Seismology, W.H., Freeman and Co, San

Fransisco and London, 1969.

21. Purwanti, R.R. Yuliana, Hubungan Empiris Magnitudo Gempabumi

dan luasan daerah Isoseismal wilayah Selat Sunda dan sekitarnya,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Nasional, Jakarta 2002

98

22. Ryosuke Inoue, at al, Earthquake motion and ground conditions, the

Architectural Institute of Japan (AIJ), Tokyo, 1993

23. Subardjo, at al, The seismic Intensity, Acceleration and Isoseismal map

several damaged earthquakes in Indonesia, Journal Of Meteorology

and Geophysics, Jakarta, 2002

24. Subardjo, Buha. M. Simanjuntak, C. Piccanusa :” Intensitas dan

Percepatan Tanah Maksimum Gempabumi Maluku dan sekitarnya

periode 1900-1997”. Bulletin Meteorologi dan Geofisika No.4 tahun

1998.

25. Subardjo, C. Picanusa, Perubahan sementara Vp/Vs sebagai petunjuk

akan terjadinya gempabumi, Buletin Meteorologi dan Geofisika No. 3

Edisi September 1998, Jakarta 1998.

26. Subardjo, Seismic Velocity Structure In West Java, and Surroundings,

Indonesia, Bulletin of IISEE, Tsukuba, 1996.

27. Subardjo, Prih. H., Attenuasi Intensitas Gempa Flores 12 Desember

1992, Procceding PIT HAGI, Jakarta, 1993.

28. Subardjo, Penunjaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng

Eurasia, kaitannya dengan periode ulang gempabumi dengan M 8,1

tahun 1903 di Jawa barat, UI Jakarta, 1991

29. Sudarmo, R.P., at al “Laporan sifat-sifat lapisan tanah berdasarkan

pengukuran mikrotremor dan gempa bias dangkal dan hubungannya

dengan tingkat kerusakan akibat gempabumi, PMG Jakarta 1977.

30. USGS, Savage Earth Animations, www.usgs.gov

31. YSC, Seismology and Earthquake Engineering Traning Course, YSC,

Kunming, 2000

32. Y. Fujinawa, M. Ukawa, T. Eguchi, R.P. Sudarmo, R.U. Murwanto,

and Subardjo, Seismic Observation by a pop-up type OBS array and a

portable Seismometer on land in and around the southwestern part of

the Java island, Technical Bull., vol. 19, Tokyo, 1987.

RIWAYAT SINGKAT PENULIS

1. DR. Gunawan Ibrahim

DR. Gunawan Ibrahim saat ini menjabat sebagai Kepala Badan

Meteorologi dan Geofisika (BMG), karir di BMG diawalinya

sebagai Sekretaris tahun 1996-2001.

Sebelum menjabat sebagai Sekretaris BMG, dia adalah dosen pada

Jurusan Geofisika & Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB)

99

yang masih dipegang sampai sekarang. Pada tahun 1992-1995

diangkat sebagai Ketua Jurusan Geofisika & Meteorologi ITB dan

sebelumnya tahun 1986-1992 sebagai Kepala Laboratorium

Seismologi.

Doktor bidang Geofisika di perolehnya dari Universitas Louis

Pasteur Strasbourg Perancis tahun 1985 dan Sarjana Strata Satu di

Jurusan Geofisika & Meteorologi ITB tahun 1976.

2. Drs. Subardjo, Dipl. Seis.

Drs. Subardjo Dipl. Seis., saat ini menjabat sebagai Kepala Stasiun

Geofisika Kelas I Manado dan sekaligus sebagai Koordinator BMG

Propinsi Sulawesi Utara.

Karir di BMG diawali pada tahun 1980 sebagai pelaksana teknis

pada Sub-bidang Tele Seismik dikala masih bernama Pusat

Meteorologi dan Geofisika (PMG). Setelah PMG berubah menjadi

BMG dia ditempatkan sebagai pelaksana teknis pada Sub-bidang

Analisa Geofisika sekaligus menjabat tenaga fungsional yang

bertugas sebagai analisis di Pusat Gempa Nasional (PGN).

Sedang jabatan Struktural yang pernah di pegang sebelumnya

adalah sebagai: Kepala Stasiun Geofisika Kelas II Ambon sekaligus

Koordinator BMG Maluku, Kepala Sub-Bidang Seismologi, dan

terakhir sebelum di pindah ke Manado dia menjabat sebagai Kepala

Sub-Bidang Standarisasi Seismologi dan Tsunami.

Gelar Sarjana Strata satu diperoleh dari FMIPA UI dalam program

studi Geofisika dan menyelesaikan Program Post Graduate

Diploma in Seismology (Dipl. Seis.) di International Institute of

Seismology and Earthquake Engineering Tsukuba Jepang.

Selain berkarir di BMG pengalaman mengajar pernah dilakukan,

antara lain di beberapa SMA Jakarta, Akademi Meteorologi dan

Geofisika Jakarta, Universitas Krisna Dwipayana Jakarta,

Universitas Mpu Tantular Jakarta dan saat ini menjadi Dosen Tamu

di Universitas Negeri Manado (UNIMA).