REFERAT MINI
KOLELITHIASIS
PEMBIMBING:
Dr. Raya Batubara Sp.B
DISUSUN OLEH:
MUHAMAD REDZUAN BIN JOKIRAM
030.08.281
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 3 SEPTEMBER – 10 NOVEMBER 2012
KANDUNGAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................2
1.2 Tujuan........................................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi kandung empedu.........................................................................................................5
2.2 Fisiologi.....................................................................................................................................6
2.3 Patogenesis.................................................................................................................................7
2.4 Patofisiologi...............................................................................................................................8
2.5 Manifestasi klinis.......................................................................................................................9
2.6 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................................11
2.7 Penatalaksanaan.......................................................................................................................15
2.8 Prognosis..................................................................................................................................19
BAB III KESIMPULAN
........................................................................................................................................................20
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................................................................................21
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan
batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Lesmana dkk,divisi hepatology FKUI
2009).1
Kejadian batu empedu di negara – negara industri antara 10 – 15 %. Di Amerika Serikat,
insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu
kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi ( menurut
“Healthy Lifestyle” Desember 2008). Sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien pasien
didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien ( menurut divisi
Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009 ). Prevalensi tergantung usia,
jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko
batu empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk), Fourty ( 40th), Fertile
(subur), dan Female (wanita). Wanita lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh
hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu
tidak berarti bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes
mellitus ( DM ), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu empedu akibat
kolesterol tinggi. Bahkan, anak – anak pun bisa mengalaminya, terutama anak dengan penyakit
kolesterol herediter.2,3
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu empedu dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kategori mayor, yaitu :
1. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%,
2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate
sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.1
2
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol :
1. Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu.
2. Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol.
3. Gangguan motilitas kandung empedu dan usus.
Sedangkan patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu,
malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas β-glucuronidase bakteri dan manusia
(endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara
timur. 1
Walaupun batu dapat terjadi dimana saja dalam saluran empedu, namun batu kandung empedu
ialah yang tersering didapat. Bila batu empedu ini tetap saja tinggal di dalam kandung empedu,
maka biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Gejala – gejala biasanya timbul bila batu ini
keluar menuju duodenum melalui saluran empedu, karena dapat menyebabkan kolik empedu
akibat iritasi, hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus cysticus. Bila obstruksi terjadi pada
duktus koledokus maka dapat terjadi kolangitis ascendens, ikterus, dan kadang – kadang sirosis
bilier.4,5
Jika batu empedu tidak menimbulkan gejala biasanya pasien tidak memerlukan pengobatan.
Meski demikian, banyak juga kasus batu empedu yang membutuhkan tindakan operasi yang
disebut cholecystectomy. Saat ini operasi sudah biasa dilakukan dengan laparoskopi atau bedah
minimal. Karena hanya dengan sayatan kecil, proses pemulihannya pun lebih cepat. Bedah
minimal juga hanya menimbulkan sedikit nyeri dan kalaupun terjadi komplikasi hanya ringan
saja, tidak seperti bedah terbuka. Ada pula kasus yang mengharuskan kantong empedu diangkat.
Walaupun organ ini sudah dibuang, seseorang bisa saja melanjutkan kehidupannya dengan
normal dan tetap produktif karena sebetulnya kantong empedu hanya berfungsi sebagai tempat
penampungan. Setelah menjalani pengangkatan kantong empedu, pasien sebaiknya
memperhatikan pola makan yaitu dengan membatasi asupan makanan berlemak atau berminyak.6
3
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui dan lebih memahami definisi,
patogenesa, gejala klinis, diagnose dan penatalaksanaan kolelitiasis karena penyakit batu empedu
sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat, sedangkan di Indonesia baru
mendapat perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian masih terbatas. Batu empedu
walaupun merupakan kasus yang tidak begitu sering ditemui, tetapi gejalanya yang mirip
penyakit maag, penyakit kuning ( hepatitis ), bahkan bisa mirip usus buntu, radang pankreas dan
irritable bowel syndrome. Karena diagnosa banding yang banyak itu, butuh ketelitian
pemeriksaan fisik dan diagnostik sehingga tidak terjadi kesalahan dalam diagnosa.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi kandung empedu
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus
kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus
bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu.8
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil
dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang
keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung
dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.7,8
Gambar 1. Gambaran anatomi kandung empedu
5
2.2 Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200 ml/hari.
Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu
disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar
50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan
natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam
empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.8
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
• Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam
empedu yang melakukan dua hal antara lain : asam empedu membantu mengemulsikan partikel-
partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang
disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir
lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
• Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting
dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan
kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi ketika
makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang
menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas
pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu
keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga
dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan
enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum
terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam
makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak
yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam
waktu sekitar 1 jam. 8
6
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu.
Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang
dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi
mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau
diperlukan.7,8
2.3 Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu
lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih
belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol
dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan
supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.1,8
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal,
kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang
dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu,
terlalu banyak absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu, dan terlalu banyak
sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu
produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi
lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.6 Batu
kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam
perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu
secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di
dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap
berada disana sebagai batu duktus sistikus.1,7,8
7
2.4 Patofisiologi
a. Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 %
kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran
yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah
fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. 7
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol
terjadi dalam empat tahap:
• Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
• Pembentukan nidus.
• Kristalisasi/presipitasi.
• Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.
b. Batu Kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-
kecil, dapat berjumlah banyak. Umumnya batu pigmen coklat ini terbentuk di saluran empedu
dalam empedu yang terinfeksi. Batu pigmen coklat biasanya ditemukan dengan ukuran diameter
kurang dari 1 cm, berwarna coklat kekuningan, lembut dan sering dijumpai di daerah Asia. Batu
ini terbentuk akibat faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan karena
disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan parasit. Pada infeksi empedu, kelebihan
aktivitas β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci dalam
patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut
akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate.
Enzim β-glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu.
Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien
dengan diet rendah protein dan rendah lemak.1
8
c. Batu pigmen hitam
Batu tipe ini banyak dijumpai pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu
pigmen ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesis terbentuknya batu
pigmen ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan
empedu yang steril. Batu empedu jenis ini umumnya berukuran kecil, hitam dengan permukaan
yang kasar. Biasanya batu pigmen ini mengandung kurang dari 10% kolesterol.
2.5 Manifestasi klinis
2.5.1. Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis)
Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimtomatik). Dapat
memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang
ataupun dyspepsia atau mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan
batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25
% dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya
yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang
merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimtomatik.4
Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri post prandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh
makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan
kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah
sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.1,7
Pasien dengan komplikasi batu empedu5.:
1. Peradangan kandung empedu. Sebuah batu empedu yang tersangkut di leher kandung
empedu dapat menyebabkan peradangan kandung empedu (kolesistitis). Kolesistitis dapat
menyebabkan sakit parah dan demam
9
2. Penyumbatan saluran empedu. Batu empedu dapat menyumbat tuba (saluran) melalui
mana empedu mengalir dari kantong empedu atau hati ke usus kecil Anda. dapat
mengakibatkan Jaundice dan empedu infeksi saluran .
3. Penyumbatan saluran pankreas. Saluran pankreas adalah tabung yang berjalan dari
pankreas ke saluran empedu umum. Jus Pankreas, yang membantu dalam pencernaan,
mengalir melalui saluran pankreas. Batu empedu dapat menyebabkan penyumbatan di
saluran pankreas, yang dapat menyebabkan peradangan pankreas (pankreatitis).
4. kanker Kandung empedu. Orang dengan riwayat batu empedu memiliki peningkatan
risiko kanker kandung empedu. Tetapi kanker kandung empedu sangat langka, jadi
meskipun risiko kanker meningkat, kemungkinan kanker kandung empedu masih sangat
kecil.
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan sering
meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula.
Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam
infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam
dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di
daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan
dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan
penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai
tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien
berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya
dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi terbuka atau
laparoskopik.4
2.5.2. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai
tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul serangan
kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan
beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis
bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri
didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik
10
intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah
syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma.3
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik
dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai dengan
bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat
timbul kolangitis akut. Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi
batu empedu kecil melalui ampula vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus
distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya
batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.7
2.6 Pemeriksaan Penunjang7
a.Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis, biasanya
akan diikuti kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu.
Kadar bilirubin serum yang yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin kadar amylase serum biasanya meningkat
sedang setiap kali terjadi serangan akut.
b. Pemeriksaan Radiologis
· Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan
gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu
kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung empedu berkalsium
11
tinggi dapat dilihat dengan foto polos abdomen. Pada peradangan akut dengan kandung empedu
yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak
dikuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, flexura hepatica.
· Ultrasonografi
Pemeriksaan ini merupakan metode noninvasif yang sangat bermanfaat dan merupakan pilihan
pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan nilai sensitifitas dan spesifisitas lebih dari 95%.
Ultrasonografi dapat memberikan informasi yang cukup lengkap mengenai :
· Memastikan adanya batu empedu
· Menunjukkan berapa batu empedu yang ada dan juga ukurannya.
· Melihat lokasi dari batu empedu tesebut. Apakah di dalam kandung empedu atau di
dalam duktus.
Ada 2 jenis pemeriksaan menggunakan ultrasonografi, yaitu :
Ø Ultrasonografi transabdominal
Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa nyeri, murah dan tidak membahayakan pasien. Hampir
sekitar 97% batu empedu dapat didiagnosis dengan ultrasonografi transabdominal, namun
kurang baik dalam mengidentifikasi batu empedu yang berlokasi di dalam duktus dan hanya
dapat mengidentifikasi batu empedu dengan ukuran lebih besar dari 45 mm.
Ø Ultrasonografi endoskopi
Ultrasonografi endoskopik dapat memberikan gambaran yang lebih baik daripada ultrasonografi
transabdominal. Karena sifatnya yang lebih invasif dan juga dapat mendeteksi batu empedu yang
berlokasi di duktus biliaris lebih baik. Kekurangannya adalah mahal dari segi biaya dan banyak
menimbulkan risiko bagi pasien.
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu
kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena peradangan
12
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi,
karena terhalang udara didalam usus. Dengan ultrasonografi punktum maksimum rasa nyeri pada
batu kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
Gb 3. Hasil USG menunjukan adanya batu pada kandung empedu.
· Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin
serum diatas2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis karena pada keaadaan tersebut kontras tidak
dapat mencapai hati. Penilaian kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.
13
Gb 4. Hasil Kolesistografi
· ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan
visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian
distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus
14
yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh
obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-
pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda
perforasi/ infeksi.
Gb 6. ERCP menunjukkan batu empedu
· Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)
Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau MRCP adalah modifikasi dari Magnetic
Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk mengamati duktus biliaris dan duktus
pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu empedu di duktus biliaris dan juga bila terdapat
obstruksi duktus.
2.7 Penatalaksanaan 7
2.7.1 Konservatif
a). Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan dan
jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama
pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat
15
elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu kolesterol
dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi.
Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1.
Ursodeoxycholic acid diindikasikan untuk batu empedu nonkalsifikasi radio lucent dengan
diameter lebih kecil dari 5 mm ketika kolesistektomi tidak dapat dilakukan. Ursodeoxycholic
acid bekerja sebagai penekan sintesis dan sekresi kolesterol hepatik serta penghambat absorpsi
intestinal. Efek penghambat sintesis dan sekresi asam endogenous bile kedalam bile tidak
mengganggu sekresi fosfolipid kedalam bile. Ursodeoxycholic acid juga bekerja dengan
mendispersi kolesterol menjadi cairan kristal di aquous media. Secara keseluruhan efek dari
UDCA adalah untuk meningkatkan level konsentrasi pada saat saturasi kolesterol terjadi.10
Agen Potensi CatatanDisolusi Asam Bile Oral;Ursodeoxycholic acid(Actigall),8 - 10 mg/kg/hari
Stone clearance: 30–90%Mortaliti : 0%
Untuk batu kolesterol non kalsifikasi; optimal pada batu< 5 mm.
Contact solvents: methyl tert-butyl ether/ n-propyl acetate
Stone clearance: 50–90% 70 % batu yang kambuh; experimental, dengan data insufficient; duodenitis; hemolisis; nephrotoxicity; sedasi ringan
Extracorporeal shock-wave lithotripsy: Elektro hidraulik / Elektro magnetic
Stone clearance:30–90%Mortaliti < 0.1%
70 % batu yang kambuh; tidak dibuktikan dengan FDA; hanya dilakukan pada expert; kriteria: tidak lebih dari satu batu radiolucent(diameter <20mm), cystic duct paten, kandung empedu yang masih berfungsi disertai batu empedu simptomatik tanpa komplikasi.
Tabel terapi non bedah kolelithiasis.10
b). Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke kandung
empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi2.
c). Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
16
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis
biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan
untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksila
2.7.2 Penanganan operatif
a). Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu simtomatik.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan
infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi
terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65
tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian
mencapai 0,5 %.4
b). Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil
kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah.
Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan
tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang
tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump
17
duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan,
namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas
pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari,
cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas
olahraga.
c). Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil
dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah.
d) terapi alternatif.5
Obat untuk mencegah batu empedu dari menyebabkan komplikasi
Jika Anda memiliki batu empedu yang tidak menyebabkan tanda-tanda atau gejala, Anda
mungkin khawatir bahwa Anda akan mengalami rasa sakit atau gejala lain dari batu empedu di
masa depan. Untuk alasan ini, beberapa orang beralih ke pengobatan komplementer dan
alternatif untuk menyembuhkan batu empedu.
Tidak ada terapi alternatif telah terbukti menyembuhkan atau melarutkan batu empedu.
Beberapa terapi alternatif dapat membantu mengurangi risiko komplikasi batu empedu,
meskipun. Pilihan mungkin termasuk:
Makan makanan tinggi serat yang mencakup lemak sehat. Pilih diet yang penuh dengan
berbagai buah-buahan dan sayuran. Ini makanan tinggi serat dapat membantu mencegah
batu empedu tambahan dari pembentukan. Juga termasuk sehat, lemak tak jenuh dalam
diet Anda. Makanan yang mengandung lemak tak jenuh termasuk ikan dan kacang-
kacangan.
Mengambil suplemen vitamin. Orang yang tidak mendapatkan cukup vitamin C, vitamin
E atau kalsium mungkin memiliki peningkatan risiko batu empedu. Tidak ada bukti yang
cukup untuk menunjukkan bahwa suplemen yang mengandung vitamin ini dapat
mencegah batu empedu. Tanyakan kepada dokter Anda tentang manfaat dan risiko dari
18
suplemen vitamin. Cara paling aman untuk mendapatkan lebih banyak vitamin adalah
memilih makanan yang mengandung mereka.
Prognosis
Kurang dari separuh pasien dengan batu empedu menjadi simptomatik. Tingkat kematian
untuk kolesistektomi elektif adalah 0,5% dengan morbiditas kurang dari 10%. Tingkat
kematian untuk kolesistektomi muncul adalah 3-5% dengan morbiditas 30-50%.
Setelah kolesistektomi, batu bisa kambuh di saluran empedu.
Sekitar 10-15% dari pasien memiliki choledocholithiasis terkait. Prognosis pada pasien
dengan choledocholithiasis tergantung pada keberadaan dan tingkat keparahan komplikasi.
Dari semua pasien yang menolak operasi atau tidak layak untuk menjalani operasi, 45% tetap
asimtomatik dari choledocholithiasis, sementara 55% mengalami berbagai tingkat
komplikasi.9
19
BAB III
KESIMPULAN
Kolelitiasis atau batu empedu merupakan penyakit yang cukup sering diderita oleh wanita,
terutama usia antara 20-60 tahun. Batu empedu umumnya dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: Batu
kolesterol, batu bilirubin atau batu pigmen coklat dan batu pimen hitam. Batu kolesterol
merupakan yang tersering ditemukan, dengan kandungan kolesterol lebih dari 70%. Batu
empedu dapat ditemukan di dalam kandung empedu itu sendiri, atau dapat juga ditemukan di
saluran-saluran empedu, seperti duktus sistikus atau duktus koledokus. Sekitar 80% pasien
dengan batu empedu, biasanya asimtomatis. Sedangkan pada yang simtomatik, keluhan
utamanya biasa berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium, dan
kolik bilier.
Penyebab dari batu empedu ini belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan ada 3 faktor
predisposisi terpenting, yaitu: Gangguan metabolisme yang menyebabkan perubahan komposisi
empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Adanya faktor resiko terbentuknya batu
empedu dikenal dengan 4F yaitu fatty, fourty, fertile dan female.
Ada banyak cara untuk mendeteksi batu empedu, tetapi yang paling akurat dan sering
digunakan adalah ultrasonografi. Tindakan operatif atau kolesistektomi merupakan terapi pilihan
pada pasien dengan batu empedu.
20
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.479 - 481
2. Lumbantobing S. M, Pemeriksaan fisik dan Mental, Jakarta: Fakultas kedokteran
Univeritas Indonesia, 1998.
3. Brunner & suddart, Keperawatan medical bedah Vol 2. Jakarta.EGC, 2001
4. Wilkison, Judit M, buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC,2006
5. komplikasi batu hempedu available from,
http://www.mayoclinic.com/health/gallstones/DS00165/DSECTION=complications
6. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.
7. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
8. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
9. prognosis kolelitiasis, available from. :
http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview#aw2aab6b2b5aa
10. terapi non bedah kolelithiasis, avaiable from,
http://infopenyakitdalam.com/berita-151-patogenesis-gambaran-klinis-dan-tatalaksana-batu-
empedu.html
21