Transcript

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahThe state is dead oh no it isnt! That was then; this is now...itulah ungkapan

Kindleberger mengenai negara ketika globalisasi dianggap sebagai masa hilangnya negara dalam putaran kebijakan ekonomi politik dunia.1 Perdebatan mengenai logika menang dan kalah antara otoritas nasional dan pihak global2 yang ditandai dengan kemunculan

berbagai aktor seperti Multinational Corpor ations (MNCs), International Non- Governmental Organizations (INGOs), individu atau gerakan aliansi lainnya dalam mengatur jalannya pembangunan, ternyata tidak pernah terjadi.

Menurut Dicken, pada dasarnya negara tidak pernah benar-benar hilang.3Kenyataannya, negara mungkin hanya kekurangan kuasa ketika mereka berada pada posisi yang lemah seperti negara berkembang pada umumnya, namun jika mereka memiliki posisi yang kuat akan terlihat fakta yang sebaliknya semisal China dan India yang saat ini menjadi kekuatan baru di Asia ataukah yang lebih dahulu seperti Korea Selatan dan Taiwan. Posisi kuat dalam tulisan ini didasarkan pada kemampuan ekonomi politik sebuah negara untuk menentukan kebijakan domestik dan internasionalnya. Kemampuan ekonomi politik ini tidak selamanya dalam hitung-hitungan pembangunan berindikator pertumbuhan namun juga dalam indikator sosial atau indikator lainnya.

Mereka yang percaya bahwa pembangunan diukur melalui kalkulasi ekonomi harus melihat Cina yang saat ini tengah menikmati pertumbuhan ekonomi lebih lebih dari negara-negara maju, pada tahun 2020 Cina diperkirakan akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar di dunia berdasarkan Produk Domestik Bruto4 atau India yang memiliki pertumbuhan ekonomi sekitar 8% pertahun.5 Bagi mereka yang percaya bahwa

pembangunan diukur melalui indikator sosial juga layak melihat India yang saat ini menjadi salah satu negara demokratis terbesar di dunia6, Cina meskipun belum terbuka

secara politik, namun secara sosial juga telah mampu memiliki 25 juta mahasiswa hanya1 Peter Dicken.2011. Global Shift Sixth Edition. New York:The Guilford Press. Hal.1702 Linda A Weiss. 2004. States in the Global Economy Bringing Domestic Institutions Back In. Cambridge: Cambridge University Press.Hal.5

3 Dicken. Op.Cit. Hal.1714 Michael Brackman. 2008. Asia Future Shock Terjemahan Bahasa Indonesia . Jakarta: Ufuk Press.Hal.25 Michael Backman. Op.Cit. Hal.726 Michael Backman . Op.cit. Hal.77

pada tahun 2010. 7 Data-data tersebut mungkin tidak cukup untuk menunjukkan bahwa negara berkembang dengan berbagai model pembangunannya telah bergeser dari kondisi mereka sebelumnya. Meski demikian, argumen utama yang kami tekankan adalah bahwa peran negara dalam pembangunan sangat krusial, baik sebagai regulator, kompetitor maupun kolaborator. Keberhasilan serta kecepatan pembangunan dari banyak negara di dunia sangat dipengaruhi oleh strategi pemerintah mereka dalam menentukan arah kebijakannya.

B. Rumusan MasalahBertitik tolak dari gambaran tersebut maka makalah ini akan menjawab tiga pertanyaan mendasar mengenai peran negara dalam pembangunan dan, yakni:

1. Apakah peran dan batasan negara dalam pembangunan?

2. Bagaiman negara membuat kebijakan pembangunan?

3. Apa implikasi dari kebijakan negara dalam pembangunan ?

C. Alur BerpikirPeran dan batasan negara dalam pembangunan

Peran negara dalam pembangunan

Gambaran kebijakan pembangunan negara

Implikasi kebijakan negara dalam pembangunan

7 Michael Backman . Op.Cit. Hal.117

BAB II PEMBAHASANA. Peran dan Batasan Negara dalam PembangunanPembangunan yang merupakan proses untuk melakukan perubahan8 atau bisa dikatakan sebagai suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana9, menimbulkan suatu perdebatan tersendiri. Perdebatan tersebut adalah perbedaan pendapat mengenai peran negara dan pasar, apakah kini peran negara masih dibutuhkan ataukah seharusnya pembangunan diserahkan pada mekanisme pasar. Dengan kata lain, sepanjang sejarah konsepsi pembangunan yang dibawa oleh gagasan kaum modernis, kedudukan negara mengalami transformasi. Transformasi tersebut menggambarkan perdebatan ideologis dan praktis tentang bagaimana bentuk pembangunan

yang ideal dan seperti apa peranan negara dalam merealisasikan keberhasilan tersebut.

Seiring dengan globalisasi yang mengintegrasikan negara-negara nasional ke dalam entitas global melalui de-teritorialisasi batas-batas geografis, kini peran negara diangap sudah memudar. Banyak aktor-aktor yang bermunculan dianggap dapat menggerus peran negara.Terlebih lagi globalisasi ekonomi turut serta membawa muatan ideologi fundamentalisme pasar yang menggeser paradigma state-led development ke arah ma rket- driven-development secara radikal. Di dalam dunia saat ini, yakni dunia tanpa batas-batas negara (a world without border s), negara-negara dan penguasa militer mereka tidak lagi memerankan peran penting. Bahkan peran mereka semakin memudar dan secara menyakinkan akan segera digantikan oleh peran penting yang semakin meningkat aktor- aktor nonteritorial seperti perusahaan multinasional (MNCs), gerakan-gerakan

transnasional, dan organisasi-organisasi internasional.10Bila dikaitkan dengan pembangunan, sebenarnya peran negara tetap ada. Tidak semua peran negara dapat digantikan oleh mekanisme pasar. Model pembangunan yang lebih mengutamakan mekaninsme pasar sekalipun ternyata masih membutuhkan peran negara. Namun yang harus diingat adalah seberapa besar peran tersebut dalam

pembangunan. Dengan demikian akan diketahui pula batasan peran negara. Dalam model8 Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah. 2005.Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Hal.23

9 Ginanjar Kartasamita. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat.Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, CIDES. Hal. 56

10 Robert G. Keohane dan Joseph S. Nye. 1997. Power and Interdependence: World Politics in Transition,

Boston: Littel, Brown and Company. Hal.112

pembangunan neoliberal, tentu saja peran negara tidak dominan dan terbatas. Mekanisme pasarlah yang lebih memegang peranan utama karena pasar bebas dipercaya sebagai cara yang efisien dan tepat untuk mengalokasikan sumber daya alam rakyat yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan pemerintah hanya bertindak sebagai pengawas saja dan menjamin mekanisme pasar berjalan lancar. Ditakutkannya campur tangan negara yang terlalu besar hanya akan mengganggu beroperasinya pasar. Masyarakat memiliki kekuasaan yang besar terhadap sumber daya dan faktor produksi sehingga muncul persaingan akibat dari kebebasan tersebut. Neoliebralisme juga percaya bahwa pertumbuhan ekonomi yang dicapai adalah hasil dari kompetisi bebas. Bahkan terdapat jargon mengenai neoliberalisme, yaitu TINA (There Is No Alternative), sehingga hanya dengan neoliberalisme sajalah kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia dapat dicapai sehingga model pembangunan neoliberalisme menjadi sebuah resep pembangunan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi suatu negara.

Dalam model pembangunan berasas neoliberalisme, peranan negara hanya dibatasi pada tiga fungsi saja. Yang pertama adalah fungsi negara untuk memelihara keamanan dalam negeri dan pertahanan, sedangkan yang kedua adalah fungsi negara untuk menyelenggarakan peradilan, dan yang terakhir adalah fungsi negara untuk menyediakan barang-barang yang tidak disediakan oleh pihak swasta, seperti halnya dengan jalan, dam- dam, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dengan kemajuan- kemajuan dan perkembangan di setiap negara, tidak satu pun negara di dunia ini yang menjalankan sistem pasar yang murni.

Pembatasan fungsi atau peran negara hanya pada ketiga hal tersebut justru melupakan esensi dari fungsi utama sebuah negara. Selain itu, ternyata model pembangunan neoliberalisme yang digadang-gadang sebagai resep yang manjur, justru menimbulkan masalah seperti kerusakan lingkungan, meningkatnya kemiskinan, melebarnya kesenjangan sosial, meroketnya pengangguran, dan lain sebagainya. Disamping itu, model ini menjurus pada hal yang bersifat materi karena lebih mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan pertumbuhan dan meniadakan solidaritas, efektifitas, dan kesetaraan. Karena mendasarkan pada mekanisme pasar, pelayanan publik cenderung menggunakan prinsip untung rugi bagi penyelenggara bisnis publik tersebut. Pelayanan publik seperti subsidi dianggap akan menjadi pemborosan dan inefisiensi serta bertentangan dengan sistem pasar dan persaingan bebas. Selain itu, neoliberlaisme juga

tidak mengistimewakan kualitas kesejahteraan umum. Kesejahteraan justru dipandang sebagai penghalang dari pertumbuhan.

Model pembangunan neoliberalisme melupakan peran suatu negara dengan perangkat pemerintahnya yang sesunguhnya ditujukan untuk melayani dan melindungi kepentingan masyarakat, membebaskan penduduk dari rasa takut, sekaligus meningkatkan kesejahteraan11. Bahkan terdapat istilah raison dtre atau alasan satu-satunya bagi eksistensi negara adalah kepentingan umum12. Kemakmuran dan kesejahteran rakyat

adalah hukum yang tertinggi pada suatu negara.

Peran dari negara sebagai pelayanan dan pemberdayaan terminimalkan oleh adanya model pembangunan neoliberalisme. Peran pelayanan berfungsi untuk memunculkan keadilan dan kesejahteraan di tengah-tengah rakyat. Penyediaan berbagai pelayanan kehidupan masyarakat dalam bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan, didukung dan disediakan oleh negara. Dalam model pembangunan neoliberal, peran negara menyediakan barang-barang yang tidak disediakan oleh pihak swasta, namun peran pelayanan lebih dari itu. Selain pelayanan bidang kesehatan, pendidikan, pembangunan jalan dan pengadaaan sarana lalu lintas, fasilitas pos dan telekomunikasi, negara juga mengembangkan kemampuan ekonomis bangsa dengan tujuan agar semua anggota masyarakat minimal dapat hidup bebas dari kemiskinan dan ketergantungan ekonomis. Agar warga negara sejahtera, negara wajib memberikan kemudahan bagi rakyatnya untuk menggapai kemapanan ekonomi secara merata. Peran pelayanan tersebut tidak dikandung dalam model pembangunan neoliberalisme. Sedangkan peran pemberdayaan bermaksud untuk membina rakyat agar dapat mencapai kehidupan sentosa dengan mengoptimalkan segala potensi yang ada di daerah atau wilayah sebuah masyarakat. Membangkitkan perekonomian dan kesadaran berpolitik juga merupakan salah satu jalan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, negara wajib untuk memajukan kepentingan-kepentingan masyarakat dengan seoptimal mungkin, berdasarkan solidaritas seluruh masyarakat, dengan menjamin kebebasan para anggota masyarakat dari campur tangan yang sewenang-

wenang.13Selanjutnya mengenai apa dan batasan peran negara tentu saja tergantung pada model pembangunan apa yang dianut oleh negara tersebut, apakah lebih condong ke

11 Arief Budiman.1996. Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi. Jakarta: Gramedia.12 Frans Magnis Suseno.1988. Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegara an Modern. Jakarta: Gramedia.

13 Frans Magnis Suseno.Ibid. Hal. 306.

mekanisme pasar atau tetap menganggap pentingnya peranan negara. Hal ini akan menjadi landasan bagi sebuah negara untuk membuat kebijakan dalam melaksanakan pembangunannya.

B. Negara dalam Pembuatan Kebijakan PembangunanSebagai lembaga tertinggi dengan simbol dan legalisasi kekuasaanya, negara bisa menjadi dominan atau terbatas dalam mewujudkan pembangunan. Oleh karena itu, setiap negara memiliki model pembangunannya sendiri yang mereka anggap ideal. Melalui model pembangunan itulah, negara-negara membangun strategi dan mengimplementasikannya ke dalam kebijakan nasional dan politik luar negeri. Adapun negara-negara tidak serta merta membangun strategi, perlu adanya kemampuan untuk melihat kapasitas dan seringkali mengikuti model pembangunan yang telah ada. Negara- negara dunia berkembang dan miskin yang mengalami keterlambatan dalam pembangunannya adalah negara-negara yang tengah menjalankan kebijakan pembangunan dengan sangat intens. Karena keterlambatan itu, negara-negara tersebut banyak memperoleh resep kebijakan dari negara-negara maju yang telah lebih dahulu mapan dalam semua aspek kehidupan masyarakatnya.

Berdasarkan resep itu, ada paling tidak lima periodisasi pembangunan secara internasional yang menjadi model pembangunan dominan yang dilakukan oleh negara- negara terutama negara berkembang dan miskin. Periodisasi pertama, menggunakan model Keynesian (state-led-driven) yang populer Pasca Perang Dunia II melalui pembentukan lembaga Bretton Woods yakni International Monetary Fund (IMF) dan International Bank of Reconstruction and Development (IBRD). Periodisasi kedua, menggunakan model Neoliberalisme (ma rket-led-driven) ala Margareth Tatcher dan Ronald Reagan yang populer pada tahun 1980an. Periodisasi ketiga kemudian bertransformasi menjadi model Washington Consensus pada sekitar 1990an. Memasuki Abad 21, terjadi pergeseran paradigma dalam model pembangunan yang berorientasi ekonomi. Model pembangunan ini dikenal sebagai Millenium Development Goals (MDGs) yang menjadi acuan di tahun

2000an. Terakhir, model kelima belum lama ini diperkenalkan sebagai model pembangunan Post - 2015 Agenda yang menjadi target waktu pencapaian model pembangunan MDGs. Setiap periodisasi menjelaskan gagasan di balik setiap model dan gambaran kebijakan yang menjadi acuan negara-negara saat itu. Berikut ini, kami menguraikan periodisasi tersebut.

Periodisasi pertama diawali oleh orientasi pemikiran ekonomis seperti halnya pada periodisasi kedua dan ketiga nanti. Periodisasi awal ini ditandai dengan kemunculan berbagai negara yang baru saja merdeka atas berakhirnya Perang Dunia II. Adapun ketika itu, John Maynard Kenyes asal Inggris menjadi tokoh penting atas pemikirannya mengenai makro ekonomi dalam mengatasi krisis pasca perang. Menurut Keynes, teori liberal klasik tidak dapat diterapkan dalam semua kondisi. Keynes meyakini melalui bukunya The General Theory of Employment bahwa untuk membangun perekonomian negara yang tengah lemah, dibutuhkan kebijakan yang terpusat. Negara tidak sekedar melakukan kebijakan menertibkan pasar dengan pengaturan persaingan usaha agar tidak terjadi monopoli dan kartel, menentukan pajak, pengaturan ketenagakerjaan dan sistem

pengupahan.14 Namun lebih dari itu, negara juga harus menjadi produsen dan konsumen

yang menentukan keadaan pasar.15 Penekanan pada peran negara ini menjadi tanda gagasan politik dalam ilmu ekonomi dan menjadi penting kemudian dalam model pembangunan negara-negara baru pasca Perang Dunia II yang dikenal sebagai ekonomi pembangunan. 16Lebih jauh, gagasan Keynes kemudian terimplementasi dalam strategi pembangunan yang diusung Rostow. Melalui tahapan strategi pembangunannya, Rostow meyakini bahwa pembangunan adalah proses tranformasi linear yang memiliki tujuan yakni pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, jika sebuah negara ingin mencapai tujuan pembangunan maka negara tersebut harus melalui tahapan dari masyarakat tradisional, prakondisi untuk lepas landas, lepas landas, tahap pematangan, dan era konsumsi. Rostow menekankan peran negara dalam membuat kebijakan yang mampu mengeluarkannya dari lingkaran setan kemiskinan. Kebijakan tersebut adalah industrilisasi dengan intervensi pemerintah sebagai

big push dalam menciptakan keseimbangan supply dan demand.17 Pada periode yang sama,

dunia internasional juga tengah menyepakati terbentuknya organisasi internasional yang mengatur kebijakan moneter dan membantu penanganan negara-negara pasca perang. Lahirlah IMF dan IBRD yang mendorong pembangunan ekonomi berdasarkan sistem tukar

mata uang emas dan pemberian bantuan bagi negara-negara yang krisis akibat perang.1814 Awali Rizky dan Nasyith Majidi. 2008. Neoliberalisme Mencengkram Indonesia. Jakarta: E Publishing

Company. Hal.23215 Awali Rizky dan Nasyith Majidi. Hal.23216 Muhadi Sugiono. 2006. Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.99

17 Muhadi Sugiono.Op.Cit.Hal.105-10818 Ray Kiely .2005. Empire in the Age of Globalisation US Hegemony and Neoliberal Disorder . London:Pluto Press.Hal.89

Berangkat dari landasan yang sama- pembangunan berlandaskan ekonomi. Periodisasi kedua dalam transformasi pembangunan kemudian menunjukkan bahwa pandangan Keynes tidaklah benar-benar berhasil memperbaiki perekonomian terutama karena ternyata perekonomian dunia di tahun 1970 hingga 1980an mengalami stagnansi

dan stagflasi19. Perekonomian negara-negara tengah menghadapi depresi dan penurunan

dalam total perdagangan dunia.20 Sistem moneter yang dipakai berdasarkan Bretton Woods pun yang semula digunakan akhirnya usai. Sistem tukar mata uang pun akhirnya diserahkan kepada pasar dan mengakibatkan kebijakan ekonomi internasional berubah drastis.21 Kondisi ini membuat dua tokoh penting dari Amerika Serikat dan Inggris ketika itu mengambil langkah penyelamatan ekonomi yang dianggap paling liberal dalam sejarah ekonomi internasional, Margaret Thatcher dan Ronald Reagan. Mereka berdua menjalankan kebijakan kontrol terhadap ketersedian uang, penekanan terhadap serikat buruh dan pengetatan pengeluaran negara. Di sisi lain, ekspansi ekonomi dan perdagangan didorong ke negara-negara dunia ketiga yang dipahami sebagai menjamurnya MNCs. 22Ketidakmampuan kebijakan ala Keynes kemudian memperoleh kritik dari kaum

neoliberal. Kaum neoliberal yang dimotori oleh aliran monetaris seperti Milton Friedman mengajukan model kebijakan berbeda. Menurutnya, pemerintah harus menurunkan jumlah uang beredar, mengurangi pengeluaran negara, memulihkan pasar tenaga kerja, dan sistem mata uang harus dibebaskan kepada pasar. Perbedaan mendasar yang membedakan kebijakan periode pertama dengan yang kedua adalah keterlibatan negara (pemerintah). Negara dianggap harus lepas tangan meskipun juga tidak sepenuhnya pada perekonomian dan sektor lainnya. Sedangkan secara khusus, neoliberal menekankan agar pemerintah memfokuskan diri terhadap kebijakan moneter.23 Kaum neoliberal ini percaya bahwa yang dibutuhkan adalah sistem dengan mekanisme pasar. Pasar tidak akan mampu bekerja dengan maksimal jika pemerintah terlalu campur tangan dalam perekonomian atau kegiatan publik lainnya. Untuk melihat gambaran kebijakan pada periode satu dan dua

secara umum dapat dilihat dari gambar di bawah ini.19 Meluasnya pengangguran dan merosotnya output ekonomi20 Ray Kield. Op.Cit. Hal.8821 Ray Kield. Op.Cit. Hal.9322 Ray Kield. Op.Cit. Hal.9423 Mudrajad Kuncoro. 2010.Dasar-Dasar Ekonomi Pembangunan Edisi 5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Hal.254

Gambar 1

Kebijakan Periode I dan II ( Liberal )

24Keterpurukan ekonomi terus terjadi hingga 1980an ketika nilai bunga internasional meningkat dan menyebabkan negara-negara di Amerika Latin menghadapi masalah pembayaran utang. Kebangkrutan pada bank-bank dan ketidakmampuan pemerintah membayar utang-utangnya akibat kebijakan pembangunan berorientasi utang luar negeri menyebabkan IMF campur tangan melalui resep penyesuaian struktural (structural adjustment). Pemerintah negara-negara di Amerika Latin dianggap tidak mampu memproduksi dan melakukan ekspor dengan maksimal karena intervensi berlebihan negara. Intervensi inilah yang menyebabkan mereka tidak efisien dalam berkompetisi dengan negara lain. Mekanisme kebijakan industri subtitusi impor yang mereka lakukan menjadi salah satu kebijakan yang tidak efisien. Pengaturan dalam tarif, kontrol impor dan subsidi, dan korupsi menyebabkan pasar gagal bekerja dengan baik. Belum lagi kebijakan pajak yang tinggi menjadikan investor dan pengusaha tidak mampu mengelola bisnis

dengan baik dan harus siap dengan resiko kegagalan usaha yang besar.25 Berdasarkanperiode tersebut, pemerintah negara berkembang didorong untuk mengambil kebijakan yang memberi kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta dan asing untuk berkompetisi secara merata.

Pada saat yang sama, negara-negara di Asia Timur dalam hal ini Jepang, Korea

Selatan, Taiwan, dan Singapura mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam24 Awali Rizky dan Nasyith Majidi. Op.Cit. Hal.3525 Ray Kield. Op.Cit. Hal.98

pembangunannya. World Bank bahkan menyebut masa itu sebagai East Asian Miracle.26Meski pada awalnya negara-negara tersebut berhasil secara ekonomi, namun lambat laut negara-negara tersebut juga melakukan upaya catch up dalam aspek lainnya. Surplus yang diperoleh dari industrialisasinya kemudian digunakan secara efektif untuk membangun taraf hidup masyarakat melalui program keamanan sosial. Ini dilakukan secara nasional dengan bertahap, pertama diberlakukan bagi perusahaan berskala besar dan pegawai negeri sipil serta guru pada 1977 lalu kemudian meluas kepada seluruh pekerja dalam bidang

apapun pada 1980an hingga taraf nasional yang mencakup seluruh populasi pada 1989.27Selain itu, Korea juga telah memulai tahapan demokratisasi sejak akhir 1980an untuk menekan rezim otoriter untuk melakukan reformasi dan memperhatikan nasib kaum petani, serikat buruh dan industri kecil. 28Keberhasilan negara-negara Asia Timur kemudian dikenal sebagai model negara pembangunan Asia yang pertama kali diistilahkan oleh Chalmers Johnson sebagai konsep, teori, deskripsi atas kebijakan pembangunan yang berorientasi peran negara. Negara menjadi satu-satunya aktor yang memegang peranan paling besar dalam merancang dan mengimplementasikan perekonomian nasional dengan tentu saja sinergitas dengan pihak lainnya. Secara umum, Poppy S. Winanti merangkum strategi kebijakan tersebut dalam lima prinsip utama. Pertama, pemerintah menekankan kebijakannya pada pembangunan ekonomi sebagai prioritas dalam semua bidang. Kedua, pembangunan ekonomi dijalankan dengan menggabungkan intervensi negara dengan mekanisme pasar sebagai rencana rasional. Ketiga, negara memegang peranan paling besar dan oleh karena itu mengatur jalannya produksi dan konsumsi nasional. Keempat, swasta diatur secara tegas oleh negara. Kelima, demi tercapainya pembangunan mala negara harus memiliki birokrasi yang bersih

dan rasional.29 Implementasi strategi tersebut kemudian menempatkan negara-negara Asia

Timur sebagai negara industri baru dengan perekonomian yang menagnggumkan. Sebelumnya di tahun 1950, negara-negara tersebut memiliki GDP kurang dari

26 ErikThorbecke dan Henry Wan Jr. Revisiting East (and South East) Asias Development Model. Tulisan dipresentasikan pada Cornell Conference on Seventy Five Years of Development, Ithaca, NY, May 7-9,

2004. NewYork: Erik Thorbecke dan Henry Wan Jr. Hal.2

27 Erik Thorbecke dan Henry Wan Jr Hal.87 Linda Weiss28 Linda Weiss. Op.Cit. Hal.9329 Poppy S Winanti. 2003. Developmental State dan Tantangan Globalisasi : Pengalaman Korea Selatan.Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volum 7, Nomor 2 , Nopember 2003 (175-204). Hal.179

sepersepuluh persen GDP AS. Namun, 30 tahun kemudian GDP mereka mencapai 70 %

dari GDP AS.30Tidak berbeda jauh dengan dua periodisasi sebelumnya, model pembangunan yang ketiga pada dasarnya merupakan perluasan pemikiran di era sebelumnya. Krisis yang terjadi di Asia pada 1997 hingga 1998 diyakini oleh negara-negara maju yang beraliran neoliberal sebagai akibat dari keterlibatan pemerintah yang terlalu besar dalam menentukan kebutuhan masyarakat. Ini berakibat terhadap kegagalan pasar untuk menciptakan kondisi perekonomian yang tumbuh pesat. Thailand dan Indonesia menjadi dua negara yang dianggap contoh paling nyata dari peran pemerintah yang terlalu jauh dalam kehidupan tiap individu masyarakatnya. Oleh karena itu, negara-negara maju melalui organisasi-organisasi multilateral seperti IMF, Bank Dunia dan lembaga negara maju membawa resep pembangunan baru bagi negara-negara berkembang terutama negara Asia Tenggara yang berada dalam krisis dan keterlilitan utang.

Resep pembangunan itu dikenal sebagai Washington Consensus yang berisi sepuluh poin kebijakan, disiplin fiskal, penainjauan ulang prioritas pengeluaran pemerintah, reformasi perpajakan, suku bungan ditentukan pasar, stabilitas nilai tukar, pengamanan hak milik, deregulasi, liberalisasi perdagangan, liberalisasi keuangan dan penghapusan hambatan Penanaman Modal Asing serta privatisasi BUMN.31 Resep ini kemudian diterapkan dalam hampir seluruh kebijakan nasional negara-negara yang menerima bantuan pinjaman lembaga Wa shington Consensus. Indonesia sebagai salah satu negara tersebut kemudian melakukan deregulasi kebijakan (lihat Gambar 2).

Belum mampunya negara-negara berkembang untuk bangkit dan keluar dari posisinya yang stagnan sebagai negara berkembang kemudian memunculkan kritik yang tajam mengenai model pembangunan yang mereka lakukan berdasarkan resep dari Washington Consensus yang diberikan oleh IMF dan World Bank. Ini karena mekanisme pasar yang diungkapkan oleh kaum neoliberal sebagai resep terbaik sangat tidak aplikatif bagi mereka. Menurut Keyfitz dan Dorfman, jika pasar diharapkan dapat bekerja efektif maka seharusnya negara berkembang memenuhi beberapa syarat tertentu, yakni; 1) kepercayaan, 2) hukum dan penegakkannya, 3) keamanan manusia dan barang, 4) ada keseimbangan persaingan dan kerjasama, 5) pembagian tanggung jawab dan penyebaran

kekuatan), 6) adanya komuntas altruisme, 7) mobilitas sosial, legitimasi ambisi, dan30 ErikThorbecke dan Henry Wan Jr. Hal.331 Awali Rizky dan Nasyith Majidi. Op.Cit. Hal.240

toleransi persaingan, 8) nilai materialistik, 9) rasionalitas tanpa batas tradisi, 10)

penciptaan tabungan swasta, 11) kejujuran pemerintah, 12)persaingan yang efisien,

13)kebebasan informasi, dan 14)aliran informasi tanpa batas.32 Selama syarat-syarat tersebut belum dipenuhi maka negara berkembang tidak akan mampu berhasil dengan mengandalkan mekanisme pasar melalui kebijakan ala Washington Consensus. Selain itu, penekanan deregulasi dan liberalisasi yang terlalu economisentris tidak dapat dilakukan pada semua aspek publik. Pendidikan,sarana air bersih dan kesehatan misalnya, merupakan barang publik yang nilai sosialnya tidak dapat diukur dengan nilai ekonomis karena kenyataannya masyarakat negara berkembang masih memiliki kemampuan ekonomi di

bawah standar internasional.Gambar 2

Kebijakan Indonesia Berdasarkan Resep Washington Consensus

33Hasil kritik itu kemudian menghasilkan gagasan baru akan model pembangunan yang tidak lagi hanya berorientasi ekonomi namun menjadi startegi kebijakan pembangunan Abad 21. Pada periodisasi ini, rezim internasional sangat berperan penting dalam membentuk pandangan bersama negara-negara di dunia. Di saat yang sama gencar pula pemikiran bahwa perdebatan antara pasar versus negara mestinya telah usai dan semua pihak mulai berfokus kepada efektivitas peran negara dalam merealisasikan

pembangunan. Efektivitas tersebut diukur melalui aturan dan institusi yang ada di dalam32 Mudrajad Kuncoro . Op.Cit.Hal.25833Awali Rizky dan Nasyith Majidi. Op.Cit. Hal.285

dan di luar negara. Sehingga redistribusi kekayaan dan penekanan pada target mengurangi kemiskinan adalah model pembangunan terbaik yang bisa dilakukan. Redistribusi kekayaan tidak hanya terjadi di dalam sebuah negara, tapi juga antar negara melalui bantuan pembangunan bukan utang.34 Bantuan pembangunan dianggap lebih terarah, terukur dan rendah bunga sehingga tidak membebankan.

Pada periode inilah terjadi konsensus di antara negara-negara anggota PBB bahwa pengentasan kemiskinan adalah tujuan utama pembangunan. Melalui Pertemuan Dewan Umum PBB yang dihadiri 189 negara pada tahun 2000 yang menyepakati Deklarasi Milenium dengan tiga tujuan utama yang ingin dicapai bagi masyarakat global adalah pembangunan dan pengurangan kemiskinan, perdamaian dan keamanan, demokrasi serta

hak asasi manusia.35 Komitmen negara-negara untuk menjadikan MDGs sebagai landasan

strategi kebijakan mereka ditandai pada pertemuan Dewan Umum PBB pada 2010. Melalui forum tersebut negara-negara berkomitmen dalam mencapai target pembangunan milenium. Bahkan mereka akan melakukan langkah lanjutan untuk menghadapi tantangan pembangunan setelah 2015. 36 Secara bersama-sama, negara-negara saling mendukung dan berkonsultasi baik untuk saling bertukar informasi, tenaga ahli, dan kemampuan.

Adapun targetan dari startegi kebijakan pembangunan dalam MGDs ada delapan, yakni pengentasan kemiskinan dan kelaparan, pencapaian pendidikan dasar universal, memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, keempat mengurangi angka kematian bayi, kelima meningkatkan kesehatan ibu hamil dan melahirkan, keenam melawan HIV/AIDS , malaria dan penyakit lainnya, ketujuh memastikan keberlanjutan

lingkungan dan kedelapan membangun kemitraan global untuk pembangunan.37 Kesemua

target tersebut didorong untuk diimplementasikan dalam kebijakan nasional negara-negara berkembang terutama mereka yang tergabung dalam PBB dan merupakan penerima bantuan pembangunan.

Periode paling kontemporer dan masih menjadi wacana dan diskusi terbatas muncul sebagai perluasan gagasan pembangunan dari implementasi MDGs yang dinilai berjalan

cukup sukses. Targetan pembangunan yang menjangkau berbagai aspek dan banyak34 Ray Kield. Op.Cit. Hal.9935 UN.2012. The United Nations Development Strategy Beyond 2015. Committee for Development PolicyPolicy Note. NY: United Nations. Hal.1

36 UN. Op.Cit. Hal.137United Nations Development Program. (2003). Human Development Report 2003: Millennium

Development Goals: A Compact Among Nations To End Human Poverty. Dari http://hdr.undp.org/en/media/hdr03_complete.pdfdiadaptasi oleh negara-negara berkembang dan miskin menunjukkan bahwa model ini paling tidak telah memberi perubahan besar meski tentu tidak sempurna. Adaptasi tersebut tergambar dari kebijakan nasional negara-negara tersebut untuk mencapai target sesuai indikator yang dirancang oleh UNDP. Melalui indikator tersebut, bukan hanya memudahkan implementasi namun juga evaluasi baik yang oleh mereka sendiri maupun oleh lembaga internasional sebagai pihak luar. Sehingga, negara-negara tersebut memiliki

faktor eksternal yang menempatkan mereka pada posisi sadar akan tanggung jawabnyadalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan PBB, Agenda Pembangunan Pasca 2015 harus membangun prinsip Deklarasi Millenium yang telah disepakati dan masih berjalan dengan kerangka MDGs yang telah berhasil dilakukan.38Agenda Pasca 2015 juga mengusung pemikiran Amartya Sen bahwa pembangunan adalah menciptakan kebebasan bagi individu yang membutuhkan komitmen negara dalam memenuhi peran instrumentalnya.39Merujuk kepada periodisasi konsepsi dan startegi pembangunan yang dilakukan oleh negara, terbukti bahwa negara pada dasarnya tidak pernah hilang dan terabaikan. Mitos bahwa kekuasaan negara hilang akibat globalisasi dan kemunculan berbagai aktor baru tidak terbukti. Negara masih terus memegang peranan penting dalam pembangunan meski dengan bentuk, model dan strategi yang berbeda. Jikapun dalam kebijakan neoliberal yang pernah dan tampaknya masih dilakukan oleh negara-negara di dunia, namun kenyataanya pembangunan dalam berbagai dimensi yang bukan hanya berorientasi ekonomi membutuhkan keterlibatan negara. Bahkan pada sistem deregulasi, liberalisasi dan privatisasi neoliberal, negara masih saja pihak yang berwenang dalam merubah kebijakan. Kekuasaan negara bahkan meluas kepada rezim dan kerja sama pada level bilateral, regional dan multilateral. Meski di saat yang sama sistem neoliberal pada pembangunan dengan orientasi pasar dan non intervensi ternyata tidak pernah mampu

menciptakan pembangunan yang adil dan setara. 40C. Implikasi dari Kebijakan Negara dalam PembangunanAda berbagai potensi yang bisa terjadi melalui keterlibatan negara dalam pembangunan. Dalam tulisan ini kami mengambil contoh pembangunan di Korea Selatan. Korea Selatan merupakan salah satu negara di Asia Timur yang perekonomiannya sempat

terpuruk akibat perang sudara yang terjadi pada tahun 1950-1953. Akibat perang saudara,38 Kata Pengantar dalam UN Development Strategy Beyond 2015 2012 dari UN. Op.Cit.39 Amartya Sen Dalam Winarno. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: Caps. Hal .8540 Ray Kield.Op.Cit. Hal.103

banyak sekali fasilitas-fasilitas produksi yang hancur di negara tersebut. Pasca perang

Korea PDB perkapita berada di bawah USD 200 dengan rata-rata inflasi mencapai

14,3%.41 Diperlukan berbagai upaya besar untuk membangun kembali perekonomian negara yang tengah terpuruk tersebut, termasuk bergantung kepada bantuan luar negeri yang diberikan oleh Amerika Serikat (AS).

Namun terjadi perubahan signifikan pada performa perekonomian Korea Selatan. Pada tahun 1980-1996 Korea Selatan sukses menjelma menjadi menjadi kekuatan ekonomi baru. Pada tahun 1983, ekonomi Korea Selatan menunjukan performa yang sangat baik dengan PDB yang tumbuh sebesar 12 %, level inflasi pun turun tinggal 4 %.42 Dengan prestasi tersebut Korea Selatan disebut sebagai satu satu dari The Asian Miracle.

Korea Selatan merupakan salah satu negara yang sukses menerapkan Developmental State Model sebagai strategi pembangunannya. Developmental State lahir sebagai respon terhadap kegagalan pendekatan ekonomi neoklasik yang melihat peran negara pada keberhasilan pembangunan ekonomi di Asia Timur. Inilah yang kemudian menjadi argumen dasar dari Developmental State. Negara-negara di Asia Timur menempatkan tujuan pembangunan ekonomi sebagai prioritas yang dapat dioperasionalkan dalam batasan-batasan pertumbuhan, produktifitas, dan kompetisi. Untuk mencapai tujuan tersebut negara secara aktif melakukan intervensi ke dalam pasar dengan secara aktif memberikan petunjuk, mendisiplinkan, dan menkoordinir sektor swasta melalui alokasi strategis sumber daya penting dengan memanfaatkan instrumen politik. Kesuksesan intervensi negara juga dijamin oleh birokrasi yang rasional dan kompeten yang terbebas

dan kepentingan dan tekanan sosial politik.43Pertengahan tahun 1950-an Korea Selatan perekonomian Korea Selatan sempat mengalami stagnasi dengan melakukan srtategi kebijakan subsitusi impor. Pada masa presiden Park Chung-hee kemudian dilakukan berbagai perubahan, termasuk mengubah orientasi dari pemenuhan kebutuhan dalam negeri sendiri menjadi berorientasi kepada ekspor produksi ke negara lain. Keterlibatan negara dimulai dari menentukan hasil produksi yang akan di ekspor hingga pemberian insentif bagi pihak swasta yang ingin

melakukan produksi untuk ekspor.41 Adelheid Sidharta. Peran AS di Korea Selatan Dalam Pembangunan Ekonomi. terdapat dalam JurnalIlmiah Hubungan Internasional. (Bandung:Universitas Katolik Parahyangan, 2009). Hal. 115.

42 Adelheid Sidharta . Ibid. Hal. 11743 Poppy S. Winanti. Op.Cit. Hal.176-178

Strategi pemerintah saat itu membuahkan hasil, antara tahun 1965 sampai tahun

1996 eksport Korea Selatan tumbuh rata-rata 16 % per tahun. Dengan modal yang terakumulasi melalui perdagangan internasional itu, Korea melakukan investasi dalam sektor pendidikan. Akibatnya, produktivitas tenaga kerja meningkat sekitar 11 % per tahun antara tahun 1960 sampai tahun 1970. Dengan demikian, eksportnya berkembang dengan cepat. Beralih dari pengeksport hasil produksi yang bersifat labor-intensive ringan seperti tekstil dan kaos ke hasil industri modern yang skill-intensive seperti elektronik, mobil dan haasil industri teknologi maju lainnya. Pendapatan per kapitanya meningkat dari US $ 100 pada tahun 1963 menjadi lebih dari US $ 10,000 pada akhir tahun 1990-an. Suatu loncatan cepat yang tidak lebih dari satu generasi.44Terdapat perdebatan mengenai kesuksesan Korea Selatan dalam meningkatkan

perekonomian negaranya. Kaum Neoklasik beranggapan bahwa keberhasilan pembangunan Korea Selatan terletak pada berlakunya pasar yang efisien. Pertumbuhan yang tinggi dari ekonomi Korea Selatan adalah karena strategi pembangunan dan orientasi kebijakan negara yang terfokus pada peran yang meluas dari pasar, yang pada akhirnya menyediakan landasan bagi alokasi sumber daya yang efisien. 45 Kaum ini juga meyakini bahwa pengubahan strategi dari subsitusi impor menjadi industri yang berorientasi ekspor

merupakan alasan dari keberhasilan pembangunan ekonomi Korea Selatan.

Sedangkan pendapat lain berpendapat bahwa keberhasilan peran pembangunan Korea Selatan berasal dari efisiensi institusi, khususnya peran negara (state). Hakikat dari kebijakan ekonomi adalah intervensi negara secara cermat dan tersedianya berbagai mekanisme sehingga mendorong pertumbuhan dan investasi yang cepat. Keterlibatan pemerintah yang sangat kuat dalam memilih industri strategis, melakukan proteksi dan memberikan insentif terhadap industri-industri berorientasi ekspor telah memacu industri Korea Selatan menjadi mapan dan meningkatkan pembangunan ekonomi nasional di Korea

Selatan.44 Said Zainal Abidin. Peran Pemerintah Dalam Pembangunan. Hal. 59. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:O2nBoqK2xWAJ:www.stialan.ac.id/artikel/artikel%2520said%2520zaenal.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk, diakses pada 27 April 2013 pukul 21:16.

45 Budi Winarno. 2010.Pertarungan Negara Versus Pasar. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal. 150

BAB III KESIMPULANPeran negara dalam pembangunan bergantung pada gagasan dan model apa yang digunakan oleh sebuah negara. Batasan peran tersebut secara umum dimaknai sebagai dominan, terbatas atau bahkan minimal. Negara akan menjadi dominan ketika negara mengikuti gagasan state led -development, terbatas atau bahkan minimal jika mengikuti gagasan mar ket-led-driven. Berdasarkan periodisasi pembangunan, terdapat lima transformasi yang terjadi dalam, gagasan mengenai peran negara dalam pembangunan yang paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara di dunia mulai dari yang berorientasi ekonomi maupun yang meluas pada bidang lainnya seperti yang terangkum dalam Millenium Develeopment Goals (MDGs). Secara umum, periodisasi tersebut menggambarkan kenyataan bahwa negara memiliki kekuasaan untuk mengatur, memberikan dan melindungi masyarakatnya menuju ketercapaian target pembangunan yang mereka harapkan. Gagasan dan kebijakan mengenai pembangunan mungkin bergeser namun keterlibatan negara dalam menentukan arah pembangunannya tidak pernah berhenti bahkan pada masa pembangunan ala neoliberalisme.

Adapun setiap negara memiliki model pembangunannya sendiri sejalan dengan kebutuhan dan keyakinan mereka pada suatu gagasan pembangunan. Korea Selatan salah satunya. Negara tersebut menjadi salah satu dari The Asian Mira cle, bukti nyata keberhasilan Developmental State Model. Melalui model tersebut Kor sel menunjukka n bahwa strategi pembangunan dengan menekankan peranan pemerintah dalam pembangunan dapat berjalan beriring dengan mekanisme pasar.

DAFTAR PUSTAKABukuAdelheid Sidharta. 2009. Peran AS di Korea Selatan Dalam Pembangunan Ekonomi. terdapat dalam Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional. Bandung:Universitas Katolik Parahyangan 2009.

Awali Rizky dan Nasyith Majidi. 2008. Neoliber alisme Mencengkram Indonesia. Jakarta: E Publishing Company.

Budi Winarno. 2010.Pertarungan Negara Versus Pasar. Yogyakarta: Media Pressindo

------- Winarno. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: Caps.

ErikThorbecke dan Henry Wan Jr. Revisiting East (and South East) Asias Development Model. Tulisan dipresentasikan pada Cornell Conference on Seventy Five Years of Development, Ithaca, NY, May 7-9, 2004. NewYork: Erik Thorbecke dan Henry Wan Jr.

Linda A Weiss. 2004. States in the Global Economy Bringing Domestic Institutions Back

In. Cambridge: Cambridge University Press.

Michael Brackman. 2008. Asia Future Shock Terjemahan Bahasa Indonesia . Jakarta: Ufuk

Press.

Mudrajad Kuncoro. 2010.Dasar-Dasar Ekonomi Pembangunan Edisi 5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Muhadi Sugiono. 2006. Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga .

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Peter Dicken.2011. Global Shift Sixth Edition. New York:The Guilford Press.

Poppy S Winanti. 2003. Developmental State dan Tantangan Globalisasi : PengalamanKorea Selatan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volum 7, Nomor 2 , Nopember2003 (175-204).

Ray Kiely .2005. Empire in the Age of Globalisation US Hegemony and Neoliberal

Disorder. London:Pluto Press.

UN.2012. The United Nations Development Strategy Beyond 2015. Committee forDevelopment Policy Policy Note. NY: United Nations.

InternetZainal Abidin. Peran Pemerintah Dalam Pembangunan. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:O2nBoqK2xWAJ:www.stia lan.ac.id/artikel/artikel%2520said%2520zaenal.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk, diakses pada 27 April 2013 pukul 21:16.

United Nations Development Program. 2003. Human Development Report 2003:Millennium Development Goals: A Compact Among Nations To End Human

Poverty. http://hdr.undp.org/en/media/hdr03_complete.pdf Diakses pada 25 April

2013 pukul 19:22