2. Hemoragia Postpartum
2.1 Definisi
Hemoragia postpartum (perdarahan postpartum) adalah hilangnya darah lebih
dari 500 mL dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (William, 1981). Namun
menurut Doengoes (2001), perdarahan postpartum adalah kehilangan darah lebih dari
500 mL selama atau setelah melahirkan. Dengan pengukuran kuantitatif ternyata
batasan tersebut tidak terlalu tepat, karena terbukti bahwa darah yang keluar
pervaginam umumnya lebih dari 500 ml, dan ini merupakan salah satu penyebab
mortalitas pada ibu. Perdarahan postpartum dapat dibagi menjadi 2:
1. Perdarahan postpartum awal ( sampai 24 jam setelah kelahiran)
2. Perdarahan postpartum lambat ( sampai 28 jam setelah kelahiran)
2.2 Etiologi
Menurut Mitayani (2009), berbagai penyebab penting, baik yang berdiri sendiri
maupun bersama-sama yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum adalah
sebagai berikut :
1. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lasersi perineum, vagina, dan serviks
c. Rupture uterus
2. Kegiatan kompresi pembuluh darah tempat implantasi plasenta
a. Miometrium hipotonia
Anestesi umum (trauma dengan senyawa halogen dan eter)
Perfusi miometrium yang kurang (hipotensi akibat perdarahan atau
anetesi konduksi)
Uterus yang terlalu menegang (janin yang besar, kehamilan
multiple, hidramion)
Setelah persalinan yang lama
Setelah persalinan yang terlalu cepat
Setelah persalinan yang dirangsang dengan oksitoksin dalam jumlah
yang besar
Paritas yang tinggi
Perdarahan akibat atonia uteri pada persalinan sebelumnya
Infeksi uterus
b. Retensi sisa plasenta
Perlekatan yang abnormal (plasenta akreta dan perkreta)
Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta senturia)
c. Gangguan koagulasi
Gangguan koagulasi yang didapat maupun congenital akan memperberat
perdarahan akibat semua sebab di atas
Dari semua penyebab di atas, dua penyebab perdarahan postpartum dini yang
paling sering adalah sebagai berikut
1. Miometrium yang hipotonia (atonia uteri)
2. Perlukaan vagina serta serviks
2.3 Faktor Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut
1. Keluhan besar
2. Kelainan forsep tengah
3. Rotasi forsep
4. Kelahiran sebelum pembukaan serviks lengkap
5. Insisi serviks
6. Kelahiran pervaginam
7. Post seksio caesarea
8. Insisi uterus lain (Joseph, 2010)
Di samping hal di atas, kekeliruan pada pengolahan kala III adalah dengan
mempercepat kelahiran plasenta seperti pengeluaran plasenta manual, dengan terus-
menerus meremas uterus yang telah berkontraksi baik, sehingga dapat menghambat
mekanisme fisiologis pelepasan plasenta. Akibat pelepasan plasenta yang tidak lengkap
akan terjadi peningkatan jumlah perdarahan (Leveno, 2009).
2.4 Manifestasi Klinis
Pengaruh perdarahan sangat bergantung hal-hal berikut :
1. Volume darah yang ada sebelum kehamilan
2. Besarnya ipervolemia akibat kehamilan
3. Tingkat anemia waktu kelahiran (Mitayani, 2009).
Tanda-tanda yang mengkhawatirkan pada perdarahan postpartum adalah tidak
adanya perubahan nadi dan tekanan darah yang berarti sebelum terjadi perdarahan
yang banyak.
Tanda klinis perdarahan postpartum antara lain :
1. Hipovolemia yang berat, hipoksia, takipnea, dispnea, asidosis, dan sianosis
2. Kehilangan darah dalam jumlah yang besar
3. Distensi kavum uterus (Joseph, 2010)
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Bila ada kemungkinan adanya akumulasi darah uerus/dalam vagina yang tidak
diketahui, maka pemeriksaan diagnosis perdarahan postpartum biasanya dapat
dijelaskan dengan inspekulum pada vagina, serviks, dan uterus (Mitayani, 2009).
2.6 Prognosis
Seharusnya ibu yang mengalami perdarahan postpartum dapat diselamatkan,
kematian jarang, tapi masih ditemukan pada lengkungan yang tidak menguntungkan
(Mitayani, 2009).
2.7 Penatalaksanaan Perdarahan Postpartum
Menurut pendapat dari Mitayani (2009), dengan adanya perdarahan yang keluar
pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut.
1. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uterus.
Bila perdarahan berlanjut, pengeluaran plasenta secra manual harus dilakukan.
2. Pemberian 20 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL atau normal saline terbukti
efektif bila diberikan perifus intravena kurang lebih 10 ml/menit bersama dengan
mengurut uterus secara efektif.
3. Bila cara di atas tidak efektif, ergovine 1,2 mg yang diberikan secara IV dapat
merangsang uterus untuk berkosntraksi dan beretraksi dengan baik, untuk
mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
Bila penatalaksanaan perdarahan yang telah disebutkan tadi masih belum
berhasil, maka segera lakukan tindakan berikut
1. Lakukan kompresi uterus bimanual (tindakan ini akan mengatasi sebagian
besar perdarahan)
2. Tranfusi darah. Golongan darah setiap ibu harus sudah diketahui sebelum
persalinan
3. Lakukan eksplorasi kavum uterus secara manual untuk encari sisa plasenta
yang tertinggal
4. Lakukan pemeriksaan inspekulum pada serviks dan vagina
5. Pasang tambahan infuse IV kedua dengan menggunakan kateter IV yang
besar sehingga akitosin dapat diteruskan sambil membersihkan darah
6. Kecukupan output jantung pengisian arterial dapat dipantau melalui
produksi kemih
2.8 Patofisiologi
Trauma jalan lahirEpisiostomi yang lebarLaserasi perineumVagina dan serviksRuptur
Kegagalan kompresi pembuluh darahMiometrium hipotonusRetensi sisa plasenta
Gangguan koagulasi
Perdarahan
Kehilangan vascular yang berlebihan
Gangguan sirkulasi
Perifer Kompensasi Jantung
Ginjal mengeluarkan
Eritropoetin
Paru
Hipovolemi (kurang suplai)
Keterlambatan pengisian
kapiler
Pucat, kulitDingin/lambat
MK:Perubahan
perfusi jaringan
Takikardi hipertropi
Tidak terkompensasi
MK:Risiko
penurunan curah jantung
Vasokontriksi
GFR menurun
Urine output menurun
Oliguria
MK:Gangguan pada pola
eliminasi
Hematoma porsi atas vagina
Nyeri, kemerahan,
oedema
MK:Nyeri
Risiko tinggi infeksi
Intake O2
Hipoksia
Sianosis respiratorik
Takipnea dyspnea
MK:Gangguan pola nafas