FAKTOR - FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGGUNAAN
JAMBAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AEK
PAROMBUNAN KOTA SIBOLGA
SKRIPSI
Oleh
PUTRA WIKA JAYA LAROSA
NIM : 141000167
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKTOR - FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGGUNAAN
JAMBAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AEK
PAROMBUNAN KOTA SIBOLGA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
PUTRA WIKA JAYA LAROSA
NIM : 141000167
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal : 4 Desember 2018
PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Drs. Tukiman, M.K.M.
Anggota : Dr. Lita Sri Andayani, S.K.M., M.Kes.
Drs. Eddy Syahrial, M.S.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
Abstrak
Penggunaan jamban sehat yang memenuhi syarat adalah salah satu penerapan
perilaku hidup bersih dan sehat pada bidang penyehatan lingkungan. Jamban
berguna sebagai tempat pembuangan kotoran manusia sehingga bakteri yang ada
dalam kotoran tersebut tidak mencemari lingkungan. Pada wilayah yang
masyarakatnya masih BAB sembarangan, maka wilayah tersebut terancam
beberapa penyakit menular seperti Filariasis, Kolera (Muntaber), Diare, Tipus,
Disentri, Hepatitis B dan sebagainya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitaif yang bersifat analitik dengan
menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk menentukan
faktor-faktor yang terkait dengan penggunaan jamban. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh kepala keluarga yang tinggal di willayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan. Sampel dalam penelitian ini adalah 85 orang. Data dikumpulkan
menggunakan kuesioner melalui wawancara yang dianalisis secara univariat
dengan menggambarkan variabel univariat dan bivariat menggunakan uji chi-
square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang memiliki hubungan
signifikan terhadap perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban di wilayah
kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga adalah pendidikan (p-value =
0,001), penghasilan (p-value = 0,001), pengetahuan (p-value = 0,001), sikap(p-
value = 0,001), kepemilikan jamban (p-value = 0,001), dukungan petugas
kesehatan (p-value = 0,001), dan dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat
dan tokoh agama (p-value = 0,017). Sedangkan yang tidak berhubungan adalah
umur (p-value = 0,982) dan pekerjaan (p-value = 0,311). Sesuai dengan hasil
penelitian di atas, disarankan pihak Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga
supaya lebih aktif memberikan informasi kepada masyarakat agar menambah
pengetahuan dan kesadaran dalam menggunakan jamban sehat yang memenuhi
syarat dan kepada pihak aparat keluarahan (Lurah) supaya lebih berkoordinasi lagi
dengan pihak Puskesmas dalam mengatasi permasalahan jamban.
Kata kunci: Penggunaan Jamban, Perilaku Masyarakat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
Abstract
The use of healthy latrines that meet the requirements is one of the
implementation of clean and healthy living behavior on the field of environmental
sanitation. Latrines are useful as a place to dispose of human excrement, so
bacteria that exist in the feces is not pollute the environment. In the region that
where community still defecate carelessly, the area is threatened by several
infectious diseases like filaryasis, cholera, diarrhea, typus, dysentery, hepatitis B
and exc. The purpose of this research is to know the factors that affect against the
behavior of people in the use of latrines in the workplace of community health
center in Aek Parombunan, Sibolga city. The kind of this study is the research
quantitative that are analytic using approach to cross sectional that which aims to
determine the factors associated with the use of latrines. The population in this
study is the head of the family that living in the workplace of community helath
center in Aek Parombunan. Samples in this study are 85 people. The data
collected using the questionnaire though the interview which are analized
univariately by dascribing univariat and bivariat using chi square test . The
results of this research indicate that the variable who have a significant against
community behavior in the use of latrines in the workplace of community health
center in Aek Parombunan Sibolga city are education (p-value = 0,001), income
(p-value = 0,001), knowledges (p-value = 0,001), attitudes (p-value = 0,001), the
ownership of the latrines (p-value = 0,001), support from health workers (p-value
= 0,001), support from village government, public figures, religious leader (p-
value = 0,017). While that not having significant relation are the age (p-value =
0,982) and work (p-value = 0,311). In accordance with the result of the studies
above, it is recommended that the community health centre to be more active in
provide information to increase their knowladge and awareness in using healthy
latrines and to the village government to coordinate more with the communty
health centre in resolve the latrines problem.
Keywords: Use of latrines, Community behavior
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Masyarakat
dalam Penggunaan Jamban di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Parombunan
Kota Sibolga” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak
mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril
maupun materil. Untuk itu, disampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Lita Sri Andayani S.K.M., M.Kes. selaku Ketua Departemen Pendidikan
Kesehatandan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara serta selaku penguji I yang telah memberikan bimbingan,
arahan, petunjuk, dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
4. Drs. Tukiman, M.K.M. selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan petunjuk dan saran-saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Eddy Syahrial, M.S. selaku penguji II yang telah memberikan
bimbingan, arahan petunjuk dan saran-saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. dr. Heldy, M.P.H. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan dukungan dan arahan kepada penulis selama menjalani kegiatan
perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara khususnya di Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku.
8. Kepala Puskesmas Aek Parombunan Kecamatan Sibolga Selatan Kota
Sibolgayang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
9. Ayahanda Wilson Larosa dan Ibunda Kasiria Gulö yang saya kasihi,
senantiasa memberikan dukungan doa, moral, kasih sayang, dan material
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat saya (Randa, Angga, Venny, Khaliza) atas doa serta
dukungan yang diberikan sampai selesainya skripsi ini.
11. Teman istimewa Tata Meru Regita Sindy Simangunsong atas doa, semangat
serta dukungan yang diberikan hingga selesainya skripsi ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
Daftar Isi
Halaman
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi i
Halaman Pengesahan ii
Abstrak iii
Abstract iv
Kata Pengantar v
Daftar Isi viii
Daftar Tabel xi
Daftr Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 8
Tujuan Penelitian 8
Tujuan umum 8
Tujuan khusus 8
Manfaat Penelitian 9
Tinjauan Pustaka 10
Perilaku 10
Konsep perilaku 10
Perilaku kesehatan 10
Domain perilaku 11
Perilaku Masyarakat 14
Pengertian Masyarakat 14
Teori Perilaku Kesehatan 15
Teori Precede/Proceed 15
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Penggunaan Jamban 19
Faktor Predisposisi 19
Faktor Pemungkin 22
Faktor Penguat 22
Pengertian Jamban 23
Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia 24
Karakteristik Tinja 26
Persyaratan Jamban Sehat 27
Tipe-tipe Jamban 29
Penentuan Letak Jamban 31
Pemeliharaan Jamban 31
Penggunaan Jamban 32
Kerangka Teori 35
Kerangka Konsep 36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
Metode Penelitian 37
Jenis Penelitian 37
Lokasi dan Waktu Penelitian 37
Populasi dan Sampel 37
Populasi 37
Sampel 38
Variabel dan Defenisi Operasional 41
Metode Pengumpulan Data 43
Data primer 43
Data sekunder 43
Metode Pengukuran Variabel Penelitian 43
Metode Analisis Data 49
Pengolahan data 49
Teknik analisis data 50
Hasil Penelitian 52
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 52
Letak Geografis 52
Data Demografi 53
Analisis Data 53
Analisis univariat 53
Analisis bivariat 68
Pembahasan 80
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur 80
Karakteristik Responden Berdasarkan Pemdidikan 81
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan 83
Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan 83
Responden Berdasarkan Pengetahuan 84
Responden Berdasarkan Sikap 85
Responden Berdasarkan Kepemilikan Jamban 87
Responden Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan 88
Responden Berdasarkan Dukungan Aparat Kelurahan,
Tokoh Masyarakat Dan Tokoh Agama 89
Responden Berdasarkan Perilaku Masyarakat
dalam Penggunaan Jamban 91
Hubungan Antara Faktor Karakteristik (Umur) dengan
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 92
Hubungan Antara Faktor Karakteristik (Pendidikan) dengan
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 94
Hubungan Antara Faktor Karakteristik (Pekerjaan) dengan
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 96
Hubungan Antara Faktor Karakteristik (Penghasilan) dengan
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 97
Hubungan Antara Faktor Predisposisi (Pengetahuan) dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 100
Hubungan Antara Faktor Predisposisi (Sikap) dengan
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 102
Hubungan Antara Faktor Pendukung (Kepemilikan Jamban) dengan
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 105
Hubungan Antara Faktor Pendorong (Dukungan Petugas Kesehatan)
dengan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 107
Hubungan Antara Faktor Pendorong (Dukungan Aparat Kelurahan,
Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama) dengan
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 109
Kesimpulan dan Saran 114
Kesimpulan 114
Saran 115
Daftar Pustaka 116
Lampiran 117
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
Daftar Tabel
No Judul Halaman
1. Perkiraan Komposisi Tinja Tanpa Air Seni 27
2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur 52
3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 53
4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 53
5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan 54
6. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan 54
7. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang
Pengetahuan 55
8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan 58
9. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang Sikap 59
10. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap 62
11. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang
Jenis Jamban 62
12. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Jamban 63
13. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan 63
14. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Aparat Kelurahan, 64
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama
15. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Aparat
Kelurahan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama 64
16. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Mengenai Dukungan
Aparat Kelurahan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama 65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiii
17. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban 65
18. Tabulasi Silang Umur dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban 66
19. Tabulasi Silang Pendidikan dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban 67
20. Tabulasi Silang Pekerjaan dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban 69
21. Tabulasi Silang Penghasilan dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban 70
22. Tabulasi Silang Pengetahuan dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban 71
23. Tabulasi Silang Sikap dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban 72
24. Tabulasi Silang Kepemilikan Jamban dengan Perilaku Masyarakat
dalam Penggunaan Jamban 73
25. Tabulasi Silang Dukungan Petugas Kesehatan dengan Perilaku
Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 74
26. Tabulasi Silang Dukungan Aparat Kelurahan,Tokoh Masyarakat,
Tokoh Agama dengan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan
Jamban 75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiv
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1. Penyebaran Penyakit Melalui Tinja 25
2. Skema Jalur Pemindahan Kuman Penyakit dan Tinja ke Pejamu
yang Baru 26
3. Teori Lawrence W. Green 35
4. Kerangka Konsep 36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xv
Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian 117
2. Master Data 124
3. Output SPSS 15 127
4. Surat Permohonan Izin Survei Pendahuluan 137
5. Surat Izin Penelitian 138
6. Surat Permohonan Izin Peneltian dari Kantor Kesbang
Kota Sibolga 139
7. Surat Izin Penelitian dari Kantor Kesbang Kota Sibolga 140
8. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Sibolga 141
9. Surat Penelitian dari Puskesmas Aek Parombunan 142
10. Surat Izin Penelitian dari Bappeda Kota Sibolga 143
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xvi
Daftar Istilah
STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
BABS Buang Air Besar Sembarangan
PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PDAM Perusahaan Daerah Air Minum
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
Depkes Departemen Kesehatan
SPAL Saluran Pembuangan Akhir Limbah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xvii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
Pendahuluan
Latar belakang
Sanitasi dasar adalah syarat kesehatan lingkungan minimal yang harus
dipunyai oleh setiap keluarga untuk memenuhi kehidupan sehari-hari (Kemenkes
RI 2016). Sanitasi dasar terdiri dari : penyediaan air bersih, pembuangan tinja,
pengelolahan sampah, pembuangan air limbah. Berdasarkan Permenkes nomor 3
Tahun 2014 tentang STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) menyatakan
bahwa dalam rangka memperkuat upaya perilaku hidup bersih dan sehat,
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, serta akses air minum dan sanitasi dasar
maka perlu diselenggarakan sanitasi total berbasis masyarakat.
Sanitasi total berbasis masyarakat adalah pendekatan untuk mengubah perilaku
higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan.
Pemicuan yang dimaksud adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku
higiene dan sanitasi individu/masyarakat atas kesadaran sendiri dengan
menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu/masyarakat.
Sanitasi total berbasis masyarakat terdiri dari lima pilar, yaitu : Stop buang air
besar sembarangan; Cuci tangan pakai sabun; Pengelolahan air minum dan
makanan rumah tangga; Pengamanan sampah rumah tangga; dan pengamanan
limbah cair. Pilar stop buang air besar sembarangan (Stop BABS) diwujudkan
dalam membudayakan perilaku buang air besar yang sehat yang dapat memutus
alur kontaminasi kotoran manusia sebagai sumber penyakit secara berkelanjutan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
dan menyediaan serta memelihara sarana buang air besar yang memenuhi
standar dan persyaratan kesehatan.
Kemudian data dari profil nasional STBM awal tahun 2017 menyatakan
bahwa dari 80.314 desa/kelurahan yang ada di Indonesia, sebanyak 42% atau
mencapai 33.927 desa/kelurahan sudah menjalankan program STBM. Kemudian
provinsi Sumatera Utara hanya memiliki 18,45% atau sekitar 1.093
desa/kelurahan yang melaksanakan STBM, dan menjadi urutan 6 terendah secara
nasional provinsi yang melaksanakan STBM. Pilar stop buang air besar
sembarangan berkaitan dengan sanitasi dasar, yaitu pembuangan tinja. Salah satu
fasilitas sanitasi dasar tersebut adalah jamban. Jamban berguna sebagai tempat
pembuangan kotoran manusia sehingga bakteri yang ada dalam kotoran tersebut
tidak mencemari lingkungan. Pada wilayah yang masyarakatnya masih BAB
sembarangan, maka wilayah tersebut terancam beberapa penyakit menular seperti
Filariasis, Kolera (Muntaber), Diare, Tipus, Disentri, Hepatitis B dan sebagainya.
Derajat kesehatan suatu keluarga juga sangat ditentukan oleh PHBS keluarga
tersebut. Salah satu penerapan PHBS pada bidang penyehatan lingkungan adalah
menggunakan jamban sehat (Permenkes nomor 39 tahun 2016).
Menurut profil kesehatan RI (2016) secara nasional, rumah tangga yang
memiliki akses sanitasi layak memiliki persentase sebesar 67,80%. Kemudian
provinsi Sumatera Utara memiliki sekitar 72,86% rumah tangga yang memiliki
akses sanitasi layak. Ini menggambar bahwa provinsi Sumatera Utara sudah
berada diatas angka rata-rata nasional rumah tangga yang memiliki akses sanitasi
layak. Rumah tangga memiliki akses sanitasi layak apabila fasilitas sanitasi yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapi dengan jenis kloset
leher angsa, plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat pembuangan akhir
tinja tangki (septic tank) dan merupakan fasilitas buang air besar yang digunakan
sendiri atau bersama.
Kota Sibolga terletak di pantai barat Sumatera Utara, Kota ini berada pada
sisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke arah lautan Hindia.Lebar kota yaitu
jarak dari garis pantai ke pegunungan sangat sempit hanya lebih kurang 500 meter
sedangkan panjangnya adalah 10,77 km. Karena sempitnya daratan yang tidak
sebanding dengan jumlah penduduk, akhirnya banyak tepian pantai yang ditimbun
manjadi daratan untuk dijadikan lahan pemukiman.
Wilayah administrasi pemerintahan Kota Sibolga terdiri dari 4 Kecamatan,
16 Kelurahan dan 5 Puskesmas. Keempat kecamatan itu adalah, Kecamatan
Sibolga Utara, Kecamatan Sibolga Kota, Kecamatan Sibolga Selatan, dan
Kecamatan Sibolga Sambas. Sedangkan Kecamatan Sibolga Selatan memiliki 2
Puskesmas, yaitu Puskesmas Aek Habil dan Puskesmas Aek Parombunan. Hal ini
disebabkan luasnya wilayah geografis Kecamatan Sibolga Selatan yaitu sebesar
3,138 Km2.
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Sibolga (2016) diketahui bahwa
rumah tangga yang telah menggunakan sarana pembuangan tinja yang memenuhi
syarat/layak, berupa septic tank sebesar 44,95%, Sedangkan rumah tangga yang
memiliki sarana pembuangan tinja tidak memenuhi syarat/tidak layak terdiri dari :
tanah lapang (lahan kosong)/ kebun sebesar 3,93%, sawah/ laut sebesar 24,80%
dan ke aliran got sebesar 26,32%.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
Berdasarkan data dari bidang P2P & PL 2016 (Pengendalian Penyakit &
Penyehatan Lingkungan) Kota Sibolga, persentase rumah tangga yang
menggunakan fasilitas sanitasi yang layak (Jamban sehat) Komunal (Umum) 174
penduduk, Leher Angsa 51.328 penduduk, Plengsengan 170 penduduk dan
cemplung 259 penduduk dari total 86.789 jiwa penduduk Kota Sibolga. Hal ini
berarti ada sekitar 34.858 jiwa penduduk di Kota Sibolga yang belum
menggunakan fasilitas sanitasi yang layak. Penggunaan jamban sehat juga sangat
berpengaruh terhadap derajat kesehatan di suatu wilayah. Kondisi tersebut juga
didukung oleh tingginya jumlah kasus diare di Kecamatan Sibolga Selatan pada
tahun 2016, yaitu sebesar 987 kasus. Ini menunjukkan bahwa Kecamatan Sibolga
Selatan sebagai peringkat pertama dalam jumlah kasus diare.Aek Parombunan dan
Aek Muara Pinang adalah kelurahan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan. Secara geografis kelurahan Aek Muara Pinang berada di sekitaran
pinggiran laut sedangkan kelurahan Aek Parombunan berada di daerah gunung
dengan ketinggian 25 m – 60 m diatas permukaan laut.
Berdasarkan profil Puskesmas Aek Parombunan tahun 2017 Kelurahan
Aek Parombunan dan Aek Muara Pinang memiliki 100% persentase kualitas
penyelengara air minum yang memenuhi syarat kesehatan dari sampel yang
diperiksa. Sarana air minum berkualitas (layak) tersebut terdiri dari Sumur gali
terlindung, Sumur gali dengan pompa, Sumur bor dengan pompa, Mata air
terlindung, dan Perpipaan (PDAM, BPSPAM). Dalam hal ini kasus diare yang
tinggi tertular melalui lalat (vektor) yang hinggap pada makanan akibat dari aliran
pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
Data dari Puskesmas Aek Parombunan pada tahun 2017 terdapat (40,1%)
Kepala keluarga di kelurahan Aek Muara Pinang dan (58,5%) Kepala keluarga di
kelurahan Aek Parombunan yang sudah memiliki jamban sehat atau memenuhi
syarat. Hal ini berarti terdapat 797 atau (59,9%) Kepala keluarga di kelurahan Aek
Muara Pinang dan 700 atau (41,5%) Kepala keluarga di kelurahan Aek
Parombunan yang memiliki jamban tidak sehat/yang tidak memenuhi syarat. Jenis
sarana jamban yang ada di wilayah Puskesmas Aek Parombunan terdiri dari : 40
jamban komunal , 2241 jamban leher angsa, dan 3571 jamban cemplung.
Sedangkan jumlah sarana jamban yang tidak memenuhi syarat/tidak sehat terdiri
dari : 0 jamban komunal, 1018 jamban leher angsa, dan 3326 cemplung. Menurut
penelitian Erlinawati dalam Linda Destiya (2015) adanya fasilitas jamban
memungkinkan tiap anggota keluarga menggunakan jamban sehingga menjadi
kebiasaan setiap anggota keluarga dalam menggunakan jamban. Kondisi tersebut
juga didukung dengan kasus diare yang ditangani di Puskesmas Aek Parombunan
pada tahun 2016 sebesar 498 kasus dari total 16.382 jiwa penduduk. Kasus diare
juga menjadi 10 penyakit terbanyak pada urutan kedelapan (8) yang ada di
Puskesmas Aek Parombunan (Profil Puskesmas 2016)
Menurut penelitian Linda Destiya (2015) menyatakan bahwa ada pengaruh
umur dan pendidikan terhadap perilaku kepala keluarga dalam pemanfaatan
jamban di pemukiman Kampung Nelayan Tambak Lorok Semarang. Dalam
penelitian tersebut menyatakan bahwa kelompok umur dewasa akhir (> 35 tahun)
lebih berpeluang memiliki perilaku pemanfaatan jamban daripada respoden
berusia dewasa awal (≤ 35 tahun). Begitu juga menurut penelitian Eunike dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
Linda Destiya (2015) menyatakan bahwa faktor perkembangan usia dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap status kesehatan mereka.
Sedangkan responden yang memiliki pendidikan tinggi berpeluang lebih tinggi
untuk memanfaatkan jamban daripada responden berpendidikan rendah.
Pendidikan yang rendah menyebabkan masyarakat tidak mengetahui fungsi dari
pemanfaatan jamban.
Menurut penelitian Sumarji Amalinda dkk (2016) menyatakan bahwa
masyarakat yang tidak bekerja mengkondisikan dirinya seperti merasa tidak perlu
berpartisipasi dalam mewujudkan derajat kesehatan. Sedangkan menurut
penelitian Linda Destiya (2015) menyatakan bahwa pekerjaan dapat
mempengaruhi waktu seseorang untuk memperoleh informasi, termasuk informasi
kesehatan. Apabila informasi cukup maka seseorang memiliki pengetahuan yang
cukup pula. Ada dalam Soekidjo dalam teori L. Green (2007) menyatakan bahwa
pengetahuan dan sikap merupakan domain yang sangat penting dalam
pembentukan perilaku seseorang.
Berdasarkan wawancara dengan petugas kesehatan Puskesmas Aek
Parombunan, mengatakan bahwa masih ada beberapa warga yang belum
menggunakan jamban serta masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk
memiliki akses sanitasi jamban sehat yang layak, serta kepemilikan rumah/tempat
tinggal yang masih sewa. Kemudian belum dijalankannya program STBM
(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) pilar pertama (Stop buang air besar
sembarangan) oleh pihak Puskesmas Aek Parombunan dikarenakan belum adanya
pemberian anggaran yang diperlukan dalam pelaksanaan program tersebut. .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
Program yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan Puskesmas Aek Parombunan
hanya sebatas pendataan atau survey keluarga sehat. Setiap petugas kesehatan
terjun ke lapangan untuk mendata terkait derajat kesehatan masyarakat di
kelurahan Aek Parombunan dan Aek Muara Pinang.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Puskesmas Aek Parombunan,
masalah kesehatan sanitasi yang layak serta beberapa warga yang tidak
menggunakan jamban masih menjadi salah satu masalah utama yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan.Menurut penelitian Andrias Horhouw
(2014) menyatakan bahwa dukungan petugas kesehatan dan dukungan dari tokoh
masyarakat, tokoh agama berpengaruh terhadap perilaku keluarga dalam
menggunakan jamban. Begitu juga menurutteori L.Green dalam buku
Soekidjo(2007) menyatakan bahwa pendapatan yang tinggi memungkinkan
seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang baik jika dibanding
dengan seseorang berpenghasilan rendah yang cenderung kurang memanfaatkan
pelayanan kesehatan serta pemeliharaan kesehatan. Berdasarkan latar belakang
diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban di wilayah
kerja Puskesmas Aek Parombunan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu
Apa saja faktor-faktor yang berhubungan terhadap perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
terhadap perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga
Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan faktor karakteristik, yaitu : Umur,
Pendidikan, Pekerjaan, dan Penghasilanterhadap perilaku masyarakat
dalam penggunaan jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan
Kota Sibolga
2. Untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi (Predisposing), yaitu
:Pengetahuan dan Sikap terhadap perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga
3. Untuk mengetahui hubungan faktor pendukung (Enabling), yaitu :
Kepemilikan jamban terhadap perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga.
4. Untuk mengetahui hubungan faktor pendorong (Reinforcing), yaitu :
Dukungan petugas kesehatan dan Dukungan aparat kelurahan, tokoh
masyarakat dan tokoh agama terhadap perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota
Sibolga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat bagi
beberapa pihak :
1. Pihak Puskesmas Aek Parombunan dan Dinas Kesehatan Kota Sibolga
sebagai bahan informasi serta masukan dan sebagai data untuk keperluan
penyuluhan dan perencanaan program dimasa yang akan datang yang
berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban.
2. Sebagai tambahan referensi dan sumbangan ilmiah bagi kalangan
akademis serta institusi pendidikan khususnya Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Sebagai sarana dalam menambah pengetahuan penulis tentang faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Tinjauan Pustaka
Perilaku
Konsep perilaku. Menurut Skiner (1938) Perilaku merupakan suatu
reaksi atau respon dari seseorang terhadap stimulus (rangsang dari luar). Dilihat
dari bentuk respons terhadap stimulus, Skiner membagi perilaku menjadi dua
yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behaviour) Bentuk respons ini masih tertutup,
terbatas hanya pada persepsi, perhatian, pengetahuan/kesadaran, dan sikap
yang terjadi pada seseorang dan dapat diamati oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behaviour) Merupakan respon seseorang
terhadaprangsangan berupa tindakan nyata. Dapat dilihat oleh orang lain
dalam bentuk tindakan / praktik. Misalnya seorang ibu yang pergi ke
puskesamas untuk memeriksakan kandungannya.
Sedangkan menurut Soekidjo (2007) perilaku merupakan tindakan atau
semua aktivitas manusia yang dapat diamati secara langsung ataupun tidak
langsung oleh orang lain.
Perilaku kesehatan. Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner yang
dimaksud perlaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap suatu rangsangan.
Dari batasan ini, perilaku kesehatan di klasifikasikan menjadi 3 kelompok:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan ( Health maintanance) Merupakan usaha
atau tindakan yang dilakukan seseorang untuk menjaga kesehatan jika
sakit, serta usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan
Kesehatan ( Health seeking behaviour). Perilaku kesehatan berupa
tindakan yang dilakukan apabila menderita suatu penyakit serta
kecelakaan. Tindakan ini dimulai dari mengobati diri sendiri hingga
mencari pengobatan ke luar negeri.
3. Perilaku Kesehatan Lingkungan Perilaku seseorang untuk menjaga
lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial dan budaya agar tidak
mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakat.
Domain perilaku. Perilaku merupakan aktivitas seseorang yang
merupakan bentuk respons terhadap suatu stimulus dari luar, dan berbeda beda
tiap respons yang diberikan tergantung pada faktor faktor darin orang yang
bersangkutan, baik faktor internal ataupun eksternal. Faktor faktor yang
membedakan respons terhadap rangsangan merupakan determinan perilaku.
Menurut Bloom (1908) perilaku manusia terbagi menjadi 3 domain antara lain:
1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupaka hasil dari tahu setelah
terjadi pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar
pengindraan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk suatu tindakan
seseorang. Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
pernah di pelajari sebelumnya. Mulai dari menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
telah di ketahui. Termasuk di dalamnya menjelaskan,
menyimpulkan, meramalkan terhadap suatu objek yang telah
dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari ke dalam situasi atau
kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi
kedalam komponen - komponen, sepeti mengelompokkan,
menggambarkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Syntesis) Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun
komponen-komponen ke dalam suatu bentuk yang baru.Misalnya
menyusun, meringkas teori yang sudah ada.
f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu objek berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan.
2. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan kesiapan untuk betindak terhadap objek di lingkungan
tertentu terhadap suatu objek. Sikap belum tergolong suatu tindakan tetapi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku, karena sikap merupakan
reaksi yang masih tertutup. Pengukuran sikap dapat secara langsung atau
tidak langsung. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
a. Menerima ( Receiving)
Menerima artinya seseorang mau menerima stimulus yang diberikan.
b. Merespon ( Responding )
Merespon artinya memberikan jawaban atas pertanyaan, mengerjakan
serta menyelesaikan stimulus (tugas) yang diberikan.
c. Menghargai ( Valving )
Menghargai diartikan bahwa seseorang mampu mengajak orang lain
untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu objek.
d. Bertanggung Jawab ( Responsible )
Bertanggung jawab artinya menerima segala sesuatu yang telah
diplihnya dengan berbagai resiko.
3. Praktik atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan atau praktik.
Sehingga perlu faktor pendukung atau fasilitas untuk mewujudkan sikap
menjadi suatu tindakan nyata. Pengukuran praktik atau tindakan dapat
dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara, dan secara
langsung dengan observasi kegiatan responden. Praktik atau tindakan
memiliki beberapa tingkatan:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
a. Persepsi (Perception)
Persepsi diartikan sebagai tindakan mengenal serta memilih objek
sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan.
b. Respons terpimping (Guided response)
Merupakan tindakan yang dilakukan sesuai dengan urutan yang benar.
c. Mekanisme (Mecanism)
Mekanisme diartikan apabila tindakan yang dilakukan sudah sesuai
dengan urutan yang benar dan sudah menjadi kebiasaan.
d. Adopsi (Adoption)
Adaptasi diartikan sebagai tindakan yang sudah berkembang dengan
baik.
Perilaku Masyarakat
Pengertian masyarakat. Menurut Richard T. Schaefer dan Robert P.
Lamm (1998) Masyarakat adalah sejumlah besar orang yang tinggal dalam
wilayah yang sama, relatif independen dan orang – orang diluar itu, dan memiliki
budaya yang relatif sama. Menurut John J. Macionis (1997) Masyarakat adalah
orang orang yang berinteraksi dalam sebuah wilayah tertentu dan memiliki
budaya bersama. Sedangkan menurut M.J. Heskovits (1997) Masyarakat adalah
sebuah kelompok individu yang mengatur, mengorganisasikan, dan mengikuti
suatu cara hidup tertentu. Menurut S.R. Steinmentz (1998) Masyarakat
didefinisikan sebagai kelompok manusia yang terbesar meliputi pengelompokan-
pengelompokan manusia yang lebih kecil yang mempunyai perhubungan erat dan
teratur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
Definisi perilaku masyarakat. Menurut Skiner (1938) Perilaku
merupakan suatu reaksi atau respon dari seseorang terhadap stimulus (rangsang
dari luar). Berdasarkan pendapat para ahli diatas, terdapat kesimpulan bahwa
perilaku masyarakat adalah reaksi atau respon dari kelompok manusia yang
tinggal dalam wilayah yang sama, memiliki budaya yang relatif sama terhadap
suatu stimulus (rangsangan dari luar).
Teori Perilaku Kesehatan
Determinan perilaku manusia atau faktor penentu sulit untuk dibatasi
karena perilaku merupakan resultan dari faktor internal maupun eksternal. Secara
garis besar perilaku manusia terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek fisik, aspek
psikis, dan sosial. Perilaku manusia merupakan refleksi terperinci dari
pengetahuan, keinginan, persepsi, kehendak, minat, mpotivasi, sikap dan
sebagainya. Namun pada kenyataannya sulit dibedakan atau di deteksi hal hal
yang menentukan perilaku seseorang (Soekidjo, 2007)
Teori PRECEDE/PROCEED
Teori PRECEDE/PROCEED dikemukakan oleh Lawrence Green dan
Kreuter pada tahun 1991. Teori ini memberikan cara untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang behubungan dengan kesehatan perilaku dan implementasi
program pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah segala tindakan yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik itu individu, keluarga,
kelompok, masyarakat untuk melakukan tindakan sesuai yang diharapkan oleh
pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Sedangkan hasil yang diharapkan dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan atau perilaku untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan masyarakat ( Lawrence Green,2000).
Teori model PRECEDE (Predisposising, Reinforcing, Enabling, Causes,
Educational, Diagnosis and Evaluation) terdiri dari 8 tahapan yaitu diagnosis
sosial, diagnosis epidemiologi, identifikasi faktor non perilaku, identifikasi faktor
yang berhubungan dengan perilaku (predisposisi,enabling,reinforcing), rencana
intervensi, dan diagnosis administrasi untuk pengembangan dan pelaksanaan
program intervensi (Green,2000).
Fase Pertama : Diagnosis sosial merupakan fase penentuan persepsi
individu/ masyarakat dalam penentuan kebutuhan serta kualitas hidupnnya, selain
itu diagnosis sosial merupakan penekanan pada identifikasi masalah sosial di
masyarakat. Penilaian indikator sosial didaarkan data sensus atau dengan
mengumpulkan data langsung dari masyarakat, atau melalui wawancara, survei
atau FGD.
Fase Kedua : Diagnosis epidemiologi merupakan fase untuk
mengidentifikasi siapa dan kelompok mana yang terkena massalah kesehatan
(Umur, jenis kelamin, lokasi, suku, lainnya), bagaimana pengaruh masalah
kesehatan tehadap diri seseorang, bagaimana cara menanggulangi masalah
kesehatan tersebut (imunisasi/perawatan, perubahan lingkungan dan perilaku).
Pada diagnosis sosial digambarkan secara lokal, hingga nasional mengenai faktor
kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
Fase Ketiga : Identifikasi faktor faktor perilaku dan lingkungan yang
berhubungan dengan masalah kesehatan yang ada pada fase fase sebelumnya.
Faktor lingkungan di identifikasi sebagai faktor luar yang berhubungan dengan
masalah kesehatan dan kualitas hidup sehingga harus dikontrol untuk dapat
menanggulangi masalah tersebut.
Fase Keempat : Identifikasi faktor faktor yang secara langsung memiliki
dampak terhadap perilaku dan lingkungan yang dapat digambarkan melalui 3
aspek yaitu : faktor predisposisi (terwujud dalam pengetahuan,sikap, kepercayaan,
keyakinan,nilai nilai dan sebagainya), faktor pendukung (meliputi sumber daya),
faktor pendorong( meliputi tokoh masyarakat, petugas kesehatan serta pihak yang
berpengaruh di masyarakat).
Fase kelima : Tahapan penilaian terhadap kebijakan dan administrasi dan
sumberdaya dalam pengembangan program.
Fase Keenam : Merupakan tahapan pengemabngan dan peencanaan
program intervensi.
Fase Ketujuh : Tahap evaluasi yang terdiri dari evaluasi proses, dampak
dan outcome yang dilakukan terhadap intervensi dalam perilaku atau lingkungan.
Fase Kedelapan: Fokus pada evaluasi terakhir sama dengan evaluasi
dalam kualitas hidup dan derajat kesehatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
Teori L.W Green dan Marshal W. Kreuter (2000) mengenai masalah
kesehatan dapat diteliti dengan mempertimbangkan faktor perilaku dan non
perilaku yang berhubungan dengan terjadinya masalah kesehatan.
Sedangkan Green menganalisis bahwa perilaku manusia berangkat dari
tingkat kesehatan dimana kesehatan ini dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior
causes).Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor, yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposising factors)
Merupakan faktor dasar yang ada dalam diri individu atau kelompok yang
dapat mempermudah atau menghalangi individu atau kelompok tersebut
untuk berubah, yang masuk dalam faktor ini adalahpengetahuan, sikap,
tradisi, kepercayaan, nilai, persepsi.
2. Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor pemungkin atau faktor pendukung yang meliputi ketersediaan
sumber daya kesehatan, fasilitas dan sarana kesehatan seperti ketersediaan
jamban yang merupakan faktor keberhasilan atau penghalang perubahan
perilaku.
3. Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor yang dapat memberikan rangsangan atau dukungan terhadap
terjadianya suatu perubahan perilaku dan faktor ini cukup berperan dalam
masyarakat. Terwujud dalam peran petugas kesehatan, dukungan aparat
desa, tokoh masyarakat yang merupakan referensi dari perilaku
masyarakat (Soekidjo,2000).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Faktor Faktor yang Berpengaruh Terhadap Penggunaan Jamban
Setiap individu memiliki perilaku dan karakteristik yang berbeda satu
dengan yang lain. Pada Umumnya karakteristik penduduk yang tinggal di
pemukiman pesisir yaitu masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan
rendah dan terbatasnya kondisi sosial ekonominnya
Karakteristik manusia dan sosiodemografi dalam teori Helath Belief
Model (HBM) meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Dalam teori
PRECED/PROCEED faktor sosiodemografi masuk dalam faktor predisposisi.
Menurut Green (2000) perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan
dimana kesehatan itu dipengaruhi dua faktor pokok yaitu faktor perilaku dan
faktor diluar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor yaitu
faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pemungkin.
Faktor predisposisi (predisposising factors). Merupakan faktor yang
berasal dari dalam diri individu yang mendorong terjadinya suatu perilaku yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai, persepsi, dan motivasi :
a. Umur
Menurut penelitian Linda Destiya (2015) menyatakan bahwa kelompok
umur dewasa akhir (> 35 tahun) lebih berpeluang memiliki perilaku
pemanfaatan jamban daripada respoden berusia dewasa awal (≤ 35
tahun). Menurut penelitian Eunike dalam Linda Destiya (2015)
menyatakan bahwa faktor perkembangan usia dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan terhadap status kesehatan mereka.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
b. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa pendidikan adalah
derajat tertinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan berdasar ijasah
yang diterima dari sekolah formal terakhir dengan sertifikat kelulusan.
Pendidikan merupakan suatu usaha atau pengaruh yang diberikan yang
bertujuan untuk proses pendewasaan. Pendidikan dapat berpengaruh
terhadap tingkat pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan tentang
pentingnya penggunaan jamban keluarga sebagai tempat membuang
tinja dan pemeliharaan jamban dengan baik.
c. Pekerjaan
Menurut Notoatmodjo (2010), mengatakan pekerjaan adalah aktivitas
atau kegiatan yang dilakukan oleh responden sehingga memperoleh
penghasilan.
d. Penghasilan
Penghasilan adalah jumlah pendapatan suami/istri per bulan yang
dikategorikan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara
Tahun 2018 Tentang Penetapan Upah Minimun Kabupaten (UMK)
Kota Sibolga yaitu sebesar Rp. 2.562.000,- per bulan
e. Pengetahuan
Menurut Soekidjo (2007) pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting dalam pembentukan tindakan seseorang. Sejalan dengan Otayya
(2012) menyebutkan pengetahuan merupakan hasil tahu setelah
seseorang melakukan suatu observasi tehadap suatu objek. Maka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
dikatakan pengetahuan merupakan aspek paling penting sebelum
melakukan sebuah tindakan Tingkat pengetahuan terhadap 107
responden pada penelitian Kamria, dkk (2013) menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuan responden mempunyai hubungan dengan
pemanfaatan jamban (ρ=0,006).
f. Sikap
Menurut Soekidjo (2007) sikap merupakan respon yang masih tertutup
setelah adanya rangsang atau stimulus, belum termasuk tindakan karena
massih merupakan faktor predisposisi dari perilaku.Sikap akan
memberikan respon positif atau negatif. Sikap diri seseorang nanti akan
membentuk suatu tindakan yang positif yaitu menerima dan tindakan
negatif yaitu menolak.
Sikap berbeda dengan tindakan, sikap merupakan reaksi tertutup, belum
reaksi terbuka. Karena sikap merupakan kesiapan untuk menghadapi
suatu objek tertentu. Maka dari itu sikap masih merupakan faktor
predisposisi tindakan suatu perilaku. Hasil penelitian Erlinawati (2009)
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan
penggunaan jamban. Artinya sikap ibu yang positif terhadap jamban
mempunyai peluang 8.5 kali menggunakan jamban jika dibandingkan
dengan sikap ibu yang negatif. Suherman menyebutkan bahwa
hubungan sikap kepala keluarga (KK) terhadap ketidakmauan
menggunakan jamban diperoleh hasil yaitu Kepala Keluarga yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
memiliki sifat positif menggunakan jamban jauh lebih banyak (57,85%)
dibanding sikap negatif tidak mau menggunakan jamban (37,98%).
Faktor pemungkin (enabling factors). Faktor pemungkinyaitu faktor-
faktor yang memudahkan individu atau populasi untuk merubah perilaku dan
lingkungan mereka tinggal. Dalam penelitian ini faktor pemungkin terwujud
dalam jenis jamban.
Jamban sebagai salah satu fasilitas keluarga memungkinkan tiap anggota
keluarga menggunaan jamban sehingga menjadi kebiasaan. Jenis jamban di lokasi
penelitian terdiri dari jamban sehat/memenuhi syarat dan jamban tidak memenuhi
syarat kesehatan.Banyak ditemui jamban cemplung langsung ke laut ,lantai
jamban licin dan tergenang oleh air, selain itu sebagian jamban tidak memiliki
tempat penampungan air.
Faktor penguat (reinforcing factors). Faktor yang ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya suatu perilaku yang terwujud dalam kelompok
referensi dari perilaku masyarakat. Perilaku kepala keluarga dalam memanfaatkan
jamban dipengaruhi oleh dukungan tenaga kesehatan dan dukungan aparat
kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
a. Dukungan Petugas Kesehatan
Penyuluhan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan
merupakan salah satu tugass pokok puskesmas. Keluarga merupakan
satuan unit terkecil yang memiliki kewenangan mendapatkan arahan
dari pelaksanaan kegiatan pokok puskesmas tersebut. Hasil penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
Erlinawati (2009) menyebutkan adanya hubungan yang bermakna
antara pembinaan penggunaan jamban oleh petugas puskesmas dengan
perilaku nkeluarga terhadap penggunaan jamban (OR= 4,5). Artinya
keluarga yang telah mendapatkan pembinaan dari petugas kesehatan
memiliki peluang menggunakan jamban sebesar 4,5 kali dibandingkan
dengan keluarga yang tidak mendapatkan pembinaan
b. Dukungan Aparat Kelurahan, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama
Menurut Erlinawati (2009) dukungan aparat desa, keder kesehatan,
LSM, serta tokoh masyarakat sangat berpengaruh serta dianggap
penting oleh masyarakat. Hasil penelitiannya menyebutkan adanya
hubungan yang bemakna antara dukungan aparat desa dengan perilaku
keluarga terhadap penggunaan jamban (OR=2,8) yaitu keluarga yang
mendapat dukungan dari aparat desa, kader posyandu, LSM memiliki
peluang menggunakan jamban 2,8 kali dibanding keluarga yang tidak
mendapatkan dukungan.
Pengertian Jamban
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk tempat membuang
dan mengumpulkan kotoran manusia yang lazim disebut kakus atau WC, dengan
atau tanpa kloset dan dilengkapi sarana penampungan kotoran/tinja sehingga tidak
menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman
(Permenkes RI No 39 Tahun 2016).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Salah satu upaya untuk mencegah berkembangnya penyakit dan menjaga
lingkungan menjadi bersih dan sehat dengan cara membangun jamban di setiap
rumah. Karena jamban merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Maka
diharapkan tiap individu untuk memanfaatkan fasilitas jamban untuk buang air
besar.
Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia
Tinja atau feses atau dalam bahasa kasarnya disebut tahi adalah produk
buangan saluran pencernaanyang dikeluarkan melalui anus (Wikipedia).
Pada manusia, proses pembuangan kotoran dapat terjadi (bergantung pada
individu dan kondisi) antara sekali setiap satu atau dua hari hingga beberapa kali
dalam sehari.Tinja manusia adalah buangan atau kotoran manusia yang bau dan
dapat menimbulkan penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh kotoran manusia
digolongkan menjadi :
1. Penyakit enterik atau saluran pencernaan dan kontaminasi zat racun.
2. Penyakit infeksi oleh virus seperti hepatitis dan infektiosa.
3. Infeksi cacing seperti schitomiasis, ascariasis
Hubungan antara pembuangan tinja dengan status kesehatan bisa langsung
yaitu mengurangi kejadian penyakit yang diakibatkan karena kontaminasi dengan
tinja (kolera, disentri, typus, dll), efek tak langsung biasanya berhubungan dengan
komponen sanitasi lingkungan seperti menurunnya kondisi hygiene lingkungan..
Menurut Depkes RI (2009) dilihat dari segi kesehatan masyarakat,
masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok untuk sedini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
mungkin diatasi, karena kotoran manusia adalah salah satu sumber penularan
penyakit yang multi kompleks. Penyebaran yang bersumber pada feses dapat
melalui berbagai cara, hal ini dapat diilustrasikan seperti skema berikut:
Gambar 1. Penyebaran penyakit melalui tinja
Dari skema tersebut dapat dilihat peranan tinja dalam penyebaran penyakit
sangat jelas. Disamping itu dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman,
sayuran, air, tanah, serangga dan sebagainya.
Perlu diketahui pola penyakit yang bersumber dari tinja guna untuk
memutus rantai penularannya. Lingkungan merupakan komponen utamanya
Proses perpindahan kuman penyakit dari tinja sampai ke inang baru yaitu dari
anus seseorang ke tubuh orang lain melalui perantara air, tanah, tangan, serangga,
makanan minuman dan sayuran. Kurangnya pemanfaatan jamban yang baik serta
laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi akan mempercepat penyebaran
penyakit oleh tinja.
Mati
Pejamu
Makanan dan
minuman
- Air
- Tangan
- Lalat
- Tanah
Tinja
Sakit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
Apapun rantai penularan penyakit yang ditempuh hingga mendapatkan
Gambar 2. Skema jalur pemindahan kuman penyakit dan tinja ke pejamu yang baru
Hal yang terpenting yang harus dilakukan adalah tindakan pencegahan
sedini mungkin agar penularan penyakit terhenti. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengisolasi tinja sebagai sumber infeksi, sehingga agent tidak mungkin
menemukan atau mencapai sumber baru ( Sutedjo,2003).
Karakteristik Tinja
Seorang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83
gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram.
Air
Mulut
Manusia Makan
an
Lalat Tinja
Tanah
Jari
Tangan
Jamban Sehat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
Tabel 1
Perkiraan Komposisi Tinja Tanpa Air Seni
Komponen Kandungan (%)
Air 66-80
Bahan Organik (dari berat kering) 88-97
Nitrogen (dari berat kering) 5,0-7,0
Fosfor (dari berat kering) 3,0-5,4
Potasium (dari berat kering) 1,0-2,5
Karbon (dari berat kering) 40-55
Kalsium (dari berat kering) 4-5
C/N rasio (dari berat kering) 5-10
Persyaratan Jamban Sehat
Jamban yang sehat adalah salah satu akses sanitasi yang layak. Akses
sanitasi yang layak apabila penggunaan fasilitas tempat buang air besar adalah
milik sendiri atau milik bersama, kemudian kloset yang digunakan adalah jenis
leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinja menggunakan tangki septic/
saluran pembuangan akhir limbah (SPAL). Berikut syarat pembuatan jamban
sehat menurut Depkes RI (2009) :
1. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi.
2. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki
mata air atau sumur.
3. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan.
4. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
5. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar
diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin.
6. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.
7. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
Sedangkan syarat-syarat jamban sehat/memenuhi syarat menurut Depkes
RI 2004 dalam Yanny Dewi (2011) adalah :
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-
15 meter dari sumber air minum
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak
mencemari tanah di sekitarnya
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
6. Cukup penerangan
7. Lantai kedap air
8. Ventilasi cukup baik
9. Tersedia air dan alat pembersih
Menurut Mubarak (2010) pembuatan kotoran harus disesuaikan dengan
konstruksi jamban, berikut syarat pembuatan jamban yaitu:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
1. Tidak mengakibatkan pencemaran pada sumber sumber air minum, dan
permukaan tanah yang ada di sekitar jamban.
2. Menghindarkan berkembang biaknya cacing tambang pad permukaan
tanah
3. Tidakmemungkinkan berkembang biaknya lalat dan serangga lain.
4. Menghindarkan atau mencegah timbulnya bau dan pemandangan yang
tidak diinginkan.
5. Mengusahakan konstruksi yang sederhana, kuat dan murah.
6. Mengusahakan sistem yang dapat digunakan dan diterima masyarakat
setempat
Tipe-tipe jamban. Menurut Mubarak (2010) berdasarkan bentuknya dan
cara mempergunakannya, terdapat beberapa jenis jamban antara lain:
a. Jamban Cemplung (Pit Latrine)
Merupakan kakus paling sederhana yang digunakan masyarakat, namun
kurang sempurna. Dinamakan kakus cemplung karena hanya terdiri dari
galian dan atasnya diberi lantai sehingga kotoran langsung masuk ke
tempat penampungan dan dapat mengotori tanah.
b. Jamban Plengsengan.
Merupakan tempat untuk membuang kotoran dimana terdapat saluran
yg bentuknya miring penghubung antara tempat jongkok ke tempat
pembuangan kotoran. Kakus plengsengan lebih baik jika dibandingkan
dengan kakus cemplung karena baunya lebih berkurang dan lebih aman
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
bagi pemakai jamban. Namunseharusnya baik kakus cemplung atau
plengsengan ada baiknya tempat jongkok harus dibuatkan tutup.
c. Jamban Bor
Jamban jenis bor mempunyai lubang pembuangan kotoran yang lebih
dalam jika dibandingkan dengan jamban cemplung dan plengsengan.
Jamban ini tidak cocok untuk daaerah dengan kontur tanah
berbatu.Keuntungan dari jamban bor adalah bau yang ditimbulkan
makin berkurang, namun kerugiannya adalah kotoran lebih mencemari
tanah
d. Angsatrine/Leher Angsa ( Water Seal Latrine)
Jamban yang bentuknya leher dengan lubang closet melengkung, lebih
baik jika dibandingkan dengan jamban sebelum sebelumnya karena
kotoran tidak berbau, hal ini dikarenakan selalu ada air pada bagian
yang melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat
dengan kotoran. Sehingga dianjurkan jamban jenis ini didirikan di
dalam rumah.
e. Jamban Empang (Overhung Latrine)
Jamban yang dibangun diatas sungai, rawa, empang, dan sebagainya.
Kotoran dari jamban ini jatuh ke air dan akan di makan oleh ikan atau
di kumpulkan melalui saluran khusus dari bambu atau kayu dan
ditanam mengelilingi jamban.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
f. Jamban septic tank
Jamban yang pembuangan kotorannya mengalami proses pembusukan
oleh kuman kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Biasanya jamban
jenis ini menggunakan satu bak atau lebih yang nantinya dipasang sekat
atau tembokpenghalang. Dalam bak pertama akan terjadi proses
penghancuran, pembususkan dan pengendapan.
Penentuan letak jamban. Dalam penentuan letak jamban menurut
Mubarak (2010), ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu jarak jamban dengan
sumber air. Faktor faktor yang mempengaruhi daya resapan tanah:
1. Keadaan daerah datar atau lereng, Bila daerahnya lereng maka jamban
dibuat di sebelah bawah dari letak sumber air atau jarak tidak boleh kurang
dari 15 meter dan letak jamban agak ke kanan atau kiri sumur. Jika
tanahnya datar sebaiknya lokasi jamban harus diluar daerah rawan banjir.
2. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam.
3. Sifat, macam, dan susunan tanah berpori, padat, pasir, tanah liat atau
kapur.
4. Arah aliran air tanah.
Di Indonesia umumnya jarak ideal antara sumber air bersih dengan lokasi
jamban berkisar antara 8 meter sampai 15 meter atau rata rata 10 meter.
Pemeliharaan jamban. Menurut Dedi (2013) pemeliharaan jamban yang
baik dengan cara:
1. Lantai jamban hendaknya selalu kering dan bersih.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
2. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih
3. Tidak ada genangan air di lantai jamban
4. Tidak ada hewan dan serangga dalam rumah jamban.
Penggunaan jamban. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia penggunaan
diartikan sebagai sebagai proses, cara perbuatan memakai sesuatu, pemakaian
(KBBI,2018). Penggunaan sebagai aktifitas memakai sesuatu berupa barang atau
jasa. Dalam penelitian ini penggunaan jamban adalah aktifitas pemakaian suatu
bangunan yang digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan kotoran
atau najis manusia.
Menurut Hamzah (2012) Penggunaan jamban berarti pemanfaatan atau
memakai jamban dalam hal buang air besar yang dilakukan oleh masyarakat untuk
memperoleh lingkungan yang sehat. Dimulai dari bagaimana masyarakat
mengetahui pengertian jamban, syarat jamban sehat hingga cara pemeliharaan
jamban serta partisipasi aktif masyarakat untuk memanfaatkannya .
Menurut Tarigan (2008) upaya pemanfaatan jaman yang dilakukan oleh
keluarga akan berdampak besar pada penurunan penyakit, karena setiap anggota
keluarga sudah buang air besar di jamban. Maka dari itu perlu diperhatikan oleh
kepala keluarga dan setiap anggota keluarga yaitu:
1. Jamban keluarga layak digunakan oleh setiap anggota keluarga
2. Membiasakan diri untuk menyiram menggunakan air bersih setelah
menggunakan jamban.
3. Membersihkan jamban dengan alat pembersih minimal 2-3 kali seminggu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Tindakan atau praktik merupakan suatu sikap yang sudah terwujud (overt
behaviour). Untuk mewujudkan tindakan nyata dari sebuah sikap maka diperlukan
faktor pendukung yang memungkingkan yaitu fasilitas (Soekidjo,2007).
Pemanfaatan jamban disertai partisipasi keluarga akan lebih baik, jika
didukung oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu tersebut (faktor
internal) antara lain pendidikan, pengetahuan, sikap, tindakan, kebiasaan,
pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, umur, suku, dan sebagainya. Kemudian
faktor dari luar individu (faktor eksternal) seperti kondisi jamban, sarana air
bersih, pengaruh lingkungan (peran petugas kesehatan termasuk tokoh adat dan
tokoh agama (Depkes RI, 2005).
Sejalan dengan penelitian Andreas Horhouw (2014) yang menyebutkan
pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan
kebiasaan masyarakat. Pemanfaatan jamban di masyarakat belum sesuai dengan
harapan pemerintah, karena masih ada masyarakat yang buang hajat /air besar di
tempattempat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan, misalnya di sungai,
kolam, pinngir laut, ladang. Selain dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan
kebiasaan masyarakat, fasilitas yang kurang terpenuhi serta sikap dan perilaku
masyarakat sendiri ataupun kurangnya informasi yang mendukung pemanfaatan
jamban dalam keluarga.
Sanitasi serta pemanfaatan jamban yang buruk erat kaitannya dengan
penyakit yang disebabkan oleh kotoran tinja manusia akibat dari perilaku
seseorang dalam memanfaatkan atau tidak memanfaatkan jamban. Menurut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
Soemirat (2007) penyakit Cholera, Hepatitis A, Polio adalah satu dari diantara
penyakit menular yang dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat
masuk ke dalam sumber air yang di gunakan setiap keluarga dalam memenuhi
kebutuhan sehari hari. Tinja yang tidak tertampung dapat mengakibatkan penyakit
menular tersebut.
Maka diharapkan masyarakat mengurangi kebiasaan buang air besar
(BAB) di sembarang tempat dengan upaya pemanfaatan jamban, karena menurut
Candra (2007) tinja yang dibuang di sembarang tempat dapat menimbulkan
kontaminasi pada air, tanah, dan mendatangkan penyakit yang mudah terjangkit
seperti waterborne disease antara lain tifoid, diare, paratifoid, disentri, kolera,
penyakit cacing, hepatitis viral, dan sebagainya.
Membangun dan menggunakan jamban dapat memberikan manfaat antara
lain:
1. Lingkungan lebih bersih
2. Bau berkurang, sanitasi dan kesehatan meningkat.
3. Peningkatan martabat dan hak pribadi.
4. Keselamatan pemakai jamban lebih baik (tidak perlu pergi ke ladang di
malam hari).
5. Memutus siklus penyebaran penyakit yang berhubungan dengan sanitasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
Kerangka Teori
Gambar 3. Teori Lawrence W. Green
(Sumber : Health Education Planning; Lawrence W. Green 1980)
Phase 1
Social
Assessment
Phase 2
Epidemiologic
Assessment
Phase 3
Behavioral
&Environmenta
l Assessment
Phase 4
Educational
Ecological
Assessment
Phase 5
Administrartive
Policy
Assessment
Predisposing
Factors
Behavioral
& Lifestyle
Health
Services
Health
Education
Health
Promotion
Policy,
Regulations
Health Quality of
Life
Enabling
Factors
Reinforcing
Factors
Environment
Phase 9
Outcome
Evaluation
Phase 8
Impact
Evaluation
Phase 7
Process
Evaluation
Phase 6
Implementation
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Kerangka Konsep
Gambar 4. Kerangka konsep
Karakteristik :
- Umur
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Penghasilan
Perilaku Masyarakat
dalam Penggunaan
Jamban :
1. Menggunakan
jamban memenuhi
syarat
2. Menggunakan
jamban tidak
memenuhi syarat
3. Tidak
menggunakan
jamban
Faktor Predisposisi :
- Pengetahuan
- Sikap
Faktor Pemungkin :
- Kepemilikan Jamban
Faktor Pendorong/Penguat :
- Dukungan petugas
kesehatan
- Dukungan aparat
kelurahan/tokoh
masyarakat/tokoh
agama
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat analitik
dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan,
sikap, kepemilikan jamban, dukungan petugas kesehatan, dukungan aparat
kelurahan/tokoh masyarakat/ tokoh agama (variabel bebas) terhadapperilaku
masyarakat dalam penggunaan jamban (variabel terikat) di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan dan dilakukan pada waktu yang bersamaan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Aek Parombunan yaitu : Kelurahan Aek Parombunan dan Kelurahan Aek Muara
Pinang Kecamatan Sibolga Selatan Kota Sibolga.
Waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2018 –
selesai.
Populasi dan Sampel
Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua jumlah kepala
keluarga yang tinggal menetap di wilayah Kelurahan Aek Parombunan dan
Kelurahan Aek Muara Pinang. Kelurahan Aek Parombunan memiliki 1969 kepala
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
keluarga yang terdiri dari 10.579 jumlah penduduk, sedangkan Kelurahan Aek
Muara Pinang memiliki 1.027 kepala keluarga yang terdiri dari 5.803 jumlah
penduduk. Sehingga total jumlah kepala keluarga yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan adalah 2.996 kepala keluarga.
Sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari kepala keluarga
atau ibu rumah tangga dalam suatu rumah tangga yang dianggap mampu mewakili
dan lebih mengetahui perilaku dan kebiasaan anggota keluarga lainnya dalam
penggunaan jamban sebagai sarana buang air besar.Jumlah responden yang akan
dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus
besar sampel berdasarkan pendekatan cross sectional sebagai berikut
(Lemeshow):
𝑛 =𝑍2. 𝑃 (1 − 𝑃). 𝑁
𝑑2. (𝑁 − 1) + 𝑍2
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar populasi
Z = Standar deviasi normal (1,96 dengan C1 95%)
P = Target populasi (0,5)
d = Besar penyimpangan ; 0,01 ; 0,05 dan 0,1
𝑛 =(1,96)2. 0,5 (1 − 0,5). 2996
(0,1)2. (2996 − 1) + (1,96)2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
𝑛 =3,8416 . 0,5 . 1498
0,01 . (2995) + 3,8416
𝑛 =2877,3584
33,7916
𝑛 = 85,15
Maka besar sampel minimal yang diperlukan untuk mengetahui proporsi
setiap satu anggota keluarga dalam suatu rumah tangga / kepala keluarga yang
menggunakan jamban sebesar 85 Kepala keluarga/Rumah tangga.
Dikarenakan wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan memiliki dua
kelurahan, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Proportional
sampling, yaitu metode pengambilan sampel dengan memperhatikan proporsi
jumlah sub-sub populasi.Propotional sampling menunjuk pada ukuran jumlah
yang tidak sama, disesuaikan dengan jumlah anggota tiap kelompok yang lebih
besar. Dengan pengertian itu maka dalam menentukan anggota sampel, peneliti
mengambil wakil-wakil dari tiap-tiap kelompok yang ada dalam populasi yang
jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang ada di dalam masing-
masing kelompok. (Arikunto 2000). Proporsi dari 85 jumlah sampel akan
disesuaikan dengan jumlah populasi antara kelurahan Aek Parombunan dan Aek
Muara Pinang dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑛 =𝑁𝑖
𝑁 𝑛𝑖
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
Keterangan :
ni : Sub sampel
Ni : Jumlah populasi sub sampel
N : Jumlah total populasi
n : Jumlah sampel yang diambil
Wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan terdiri dari 2 Kelurahan, yakni
kelurahan Aek Parobunan dan kelurahan Aek Muara Pinang. Jumlah Kepala
keluarga/Rumah tangga yang akan dijadikan sampel penelitian adalah sebagai
berikut :
Kelurahan Aek Muara Pinang :
𝑛 =1027
2996 85
𝑛 =87295
2996
𝑛 = 29,13
Jadi jumlah sampel penelitian di wilayah Kelurahan Aek Muara Pinang
adalah 29 orang.
Kelurahan Aek Parombunan :
𝑛 =1969
2996 85
𝑛 =167365
2996
𝑛 = 55,86
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
Untuk sampel penelitian di wilayah Kelurahan Aek Parombunan adalah 56
orang.
Pengambilan anggota sampel menggunakan teknik penggundian. Dalam
teknik penggundian sampel, peneliti akan membuat pengurutan pada kertas -
kertas kecil berdasarkan penomoran alamat rumah yang berada di wilayah
Kelurahan Aek Parombunan dan Aek Muara Pinang. Pengundian dibedakan
menjadi dua bagian, Kelurahan Aek Parombunan dan Aek Muara Pinang.
Kemudian penelitimengocok dan mengambil undian secara acak sebanyak 56
kertas pada sampel Kelurahan Aek Parombunan dan 29 kertas pada sampel pada
Kelurahan Aek Muara Pinang.
Pada penelitian ini kriteria responden yang dijadikan sampel penelitian
adalah sebagai berikut :
a. Ayah, sebagai kepala keluarga yang dianggap mengetahui perilaku dan
kebiasaan setiap anggota keluarga lainnya dalam penggunaan jamban (Jika
dalam keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan anak.)
b. Ibu, sebagai wakil kepala keluarga yang dianggap mengetahui perilaku
dan kebiasaan setiap anggota keluarga lainnya dalam penggunaan jamban
(Jika dalam keluarga tersebut statusnya janda)
Variabel dan Defenisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yaitu: variabel bebas
dan variabel terikat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
Variabel bebas terdiri dari :Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan,
Pengetahuan, Sikap, Kepemilikan jamban, Dukungan petugas kesehatan,
Dukungan aparat kelurahan/tokoh masyarakat/tokoh agama
Variabel terikat terdiri dari :Perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban
(Menggunakan jamban dan tidak menggunakan jamban).
Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Umur adalah usia responden pada saat diwawancara, berdasarkan KTP
atau kartu keluarga.
2. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh
responden berdasarkan wawancara atau ijasah terakhir yang dimiliki.
3. Pekerjaan adalah aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh responden
sehingga memperoleh penghasilan.
4. Penghasilan adalah upah rata-rata tiap bulan yang dihasilkan oleh
responden dengan indikator UMR Kota Sibolga sebesar Rp. 2.562.000.
5. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden mengenai
pemanfaatan jamban yang meliputi: pengertian, syarat jamban sehat
hingga pemeliharaan jamban.
6. Sikap adalah respon tertutup responden terhadap pemanfaatan jamban.
7. Kepemilikan jamban adalah ketersediaan sarana jambanyang dimiliki oleh
responden.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
8. Dukungan petugas kesehatan adalah pernyataan responden mengenai
keterlibatan petugas kesehatan dalam mendorong masyarakat
untukmemanfaatkan jamban sebagai sarana buang air besar.
9. Dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama adalah
pernyataan responden mengenai keterlibatanaparat kelurahan, tokoh
masyarakat dan tokoh agama dalam mendorong masyarakat memanfaatkan
jamban sebagai sarana buang air besar.
10. Perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban adalah tindakan
penggunaan jamban sebagai tempat setiap kali buang air besar.
Metode Pengumpulan Data
Data primer. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung di
lapangan dan melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah
disiapkan.
Data sekunder. Data sekunder diperoleh dari data yang berada di
Puskesmas Aek Parombunan dan dari Dinas Kesehatan Kota Sibolga serta instansi
lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
Metode Pengukuran
Umur. Dalam penelitian ini tingkat umur dikategorikan berdasarkan umur
biologis yaitu perhitungan umur didasari pada kematangan biologis yang dimiliki
oleh seseorang (Departemen kesehatan RI, 2009). Masa dewasa awal yaitu
rentang umur 26-35 tahun dan dewasa akhir yaitu rentang umur 36-45 tahun.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Menurut Hurlock, dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri
terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang
dewasa awal diharapkan menjalani peran baru seperti suami/istri, orangtua dan
pencari nafkah, mengembangkan sikap-sikap baru dan nilai-nilai baru sesuai tugas
baru ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini pengkategorian rentang umur
dewasa awal dan dewasa akhir dipisahkan karena pada masa dewasa awal
merupakan masa seseorang individu mendapat tanggung jawab sebagai orang
dewasa, kemudian masa tersebut merupakan usia reproduktif dan masa
penyesuaian diri dengan cara hidup yang baru sebagai orangtua. Sedangkan pada
masa dewsa akhir, seseorang akan mulai mengalami penurunan kemampuan fisik
dan psikologis sebagai transisi ke masa tua dan memiliki kestabilan dalam hal
sikap dan nilai-nilai yang dipahaminya.
Umur diukur melalui jawaban kuesioner dengan cara mengkategorikan
kelompok umur menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Kelompok umur >35 Tahun
2. Kelompok umur ≤ 35 Tahun
Pendidikan. Pengukuran variabel pendidikan menggunakan skala
nominal.Pendidikan diukur melalui jawaban kuesioner dengan cara
mengkategorikan pendidikan menjadi 5 kelompok, yaitu :
1. Tidak tamat SD/tidak sekolah
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA/SMK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
5. Tamat Perguruan Tinggi
Kemudian tingkat pendidikan akan dibagi menjadi tiga kategorimenurut
UU No 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, yaitu
1. Pendidikan Tinggi : Tamat Perguruan Tinggi (D3/S1),
2. Pendidikan Menengah : Tamat SMA/SMK,
3. Pendidikan Rendah : Tamat SMP/MTs, Tamat SD, Tidak tamat SD/tidak
sekolah
Pekerjaan. Pengukuran variabel pekerjaanmenggunakan skala
nominal.Pekerjaan diukur melalui jawaban kuesioner dengan cara
mengkategorikan pekerjaan responden menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Bekerja (Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Swasta, Nelayan, Wiraswasta,
dan lainnya.).
2. Tidak bekerja (termasuk Ibu Rumah Tangga).
Penghasilan. Pengukuran variabel penghasilan menggunakan skala
nominal.Penghasilan diukur melalui jawaban kuesioner responden dengan cara
mengkategorikan menjadi 2 kelompok berdasarkan UMR kota Sibolga 2018
sebesar Rp.2.562.000 yaitu :
1. Penghasilan ≥ UMR Kota Sibolga, apabila penghasilan responden lebih
besar atau sama daripada upah minimum rata-rata Kota Sibolga.
2. Penghasilan < UMR Kota Sibolga, apabila penghasilan responden lebih
kecil daripada upah minimum rata-rata Kota Sibolga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
Pengetahuan. Pengukuran variabel pengetahuanmenggunakan skala
ordinal.Pengetahuan diukur berdasarkan jawaban kusioner dengan cara
memberikan skor 1 jika benar dan 0 jika salah pada setiap pertanyaan dari total 10
pertanyaan. Menurut Arikunto (2013)aspek pengukuran pengetahuan dapat
dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Pengetahuan tinggi apabila jawaban responden benar ≥75% dari total skor
yang diperoleh. Skor tertinggi pertanyaan adalah 10 maka pengetahuan
dinyatakan tinggi apabila skor ≥ 8.
2. Pengetahuan sedang apabila jawaban responden benar 40% - 75% dari
total skor yang diperoleh. Skor pengetahuan dinyatakan sedang apabila
skor 4 - 7.
3. Pengetahuan rendah apabila jawaban responden benar <40% dari total
skor yang diperoleh. Skor pengetahuan dinyatakan rendah apabila skor < 4
(0-3).
Sikap. Pengukuran variabel sikapmenggunakan skala ordinal. Sikap
diukur melalui jawaban kuesioner dengan cara memberikan skor pada setiap
pertanyaan. Kuesioner sikap terdiri dari 10 pertanyaan dengan pilihan jawaban
terdiri dari 2pilihan jawaban, yaitu:
a. Setuju,dengan skor 2
b. Tidak setuju,dengan skor 0
Menurut Arikunto, aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah nilai yang ada
diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
1. Sikap baik, apabila responden mendapat nilai >75% dari nilai tertinggi
seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu >15
2. Sikap sedang, apabila responden mendapat nilai 45%-75% dari nilai
tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu 9-15
3. Sikap kurang, apabila responden mendapat nilai <45% dari nilai tertinggi
seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu <9
Kepemilikan jamban. Pengukuran variabel kepemilikan
jambanmenggunakan skala ordinal. Jenis jamban dikategorikan berdasarkan data
jenis jamban yang tersedia di wilayah kerja PuskesmasAek Parombunan (Profil
Puskesmas Aek Parombunan). Kepemilikanjamban diukur melalui jawaban
kuesioner dengan cara mengkategorikan ketersediaan dan jenis jamban menjadi 3
kelompok, yaitu :
1. Jamban komunal, dengan jumlah skor 1
2. Jamban leher angsa, dengan jumlah skor 1
3. Jamban cemplung, dengan jumlah skor 1
4. Tidak tersedia, dengan jumlah skor 0
Kemudian ketersedian sarana jamban akan dikategorikan menjadi 2 bagian :
1. Memiliki jamban, dengan jumlah skor 1
2. Tidak memiliki jamban dengan jumlah skor 0
Dukungan petugas kesehatan. Pengukuran variabel dukungan petugas
kesehatanmenggunakan skala ordinal. Dukungan petugas kesehatan diukur
berdasarkan jawaban kusioner dengan cara memberikan skor pada setiap
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
pertanyaan. Berdasarkan skor variabel peran petugas kesehatan dikategorikan
menjadi 2 kategori, yaitu :
1. Mendukung apabila jawaban responden memiliki skor ≥ 1 .
2. Tidak mendukung apabila jawaban responden memiliki skor 0.
Dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Pengukuran variabel dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh
agama menggunakan skala ordinal. Dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat
dan tokoh agama diukur berdasarkan jawaban kusioner dengan cara memberikan
skor pada setiap pertanyaan. Pertanyaan terdiri dari dua pertanyaan yang sama
pada masing masing aparat kelurahan, tokoh masyarakat, tokoh agama.
Berdasarkan skor variabel dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan
tokoh agama dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu :
Total keseluruhan skor adalah 12 dengan 4 skor pada masing-masing
aparat kelurahan, tokoh masyaraat, tokoh agama. Setiap satu pertanyaan dengan
jawaban “Ya” padaaparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama terdiri
dari 2 skor&setiap pertanyaan dengan jawaban “Tidak” padaaparat kelurahan,
tokoh masyarakat dan tokoh agama terdiri dari 1 skor.
1. Dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama
dikategorikan mendukung apabila jawaban responden memiliki skor >50
% dengan jumlah skor > 6.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
2. Dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama
dikategorikan tidak mendukung apabila jawaban responden memiliki skor
≤ 50% dengan jumlah skor ≤ 6.
Perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban. Pengukuran variabel
dukungan perilaku masyarakat dalam penggunaan jambanmenggunakan skala
ordinal. Kuesioner terdiri dari 1 pertanyaan dengan total skor 2. Perilaku
masyarakat dalam penggunaan jamban diukur berdasarkan jawaban kusioner
dengan cara mengkategorikan jawaban serta pengamatan langsung terhadap
kondisi jamban. Perilaku masyarakat dalam menggunakan jamban dikategorikan
menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Menggunakan jamban memenuhi syarat memiliki skor 2
2. Menggunakan jamban tidak memenuhi syarat memiliki skor 1
3. Tidak menggunakan jamban memiliki skor 0
Metode Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data. Proses pengolahan data dilakukan melalui tahap
berikut:
1. Pemeriksaan Data (Editing)
Data yang telah terkumpul dalam isian kuesioner diperiksa apakah
jawaban semua pertanyaan sudah terisi, tulisannya cukup jelas, relevan
dengan pertanyaan dan konsisten dengan jawabannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
2. Pengkodean Data (Coding)
Pemberian kode yang dimaksud untuk mempermudah pada saat analisa
data dan juga mempercepat pada saat entry data, yaitu dengan memberikan
kode pada pertanyaan penelitian kuesioner.
3. Pemasukan Data (Entry)
Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan data ke dalam komputer
untuk diolah dan dianalisis melalui program SPSS for windows.
4. Pengecekan Data (Cleaning)
Adalah pengecekan data yang telah dientry, apakah ada kesalahan atau
tidak.
Analisa data. Analisa data dilakukan dalam dua tahap, yaitu :
1. Dengan Analisa Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian
untuk mendapatkan gambaran distribusi dan frekuensi dari masing masing
variabel yaitu umur,pendidikan, pekerjaan,pengetahuan, sikap,
penghasilan, kepemilikan jamban, dukungan petugas kesehatan, dan
dukungan aparat desa dan perilaku kepala masyarakat dalam
menggunakan jamban.
2. Dengan Analisa Bivariat
Penelitian ini menggunakan uji chi squareuntuk menguji pengaruh atau
hubungan variabel terikat dan variabel bebas dan mengukur kuatnya
hubungan atau pengaruh antara variabel yang satu dengan variabel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
lainnya.Uji ini menggunakan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dengan taraf
signifikan 95%.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Letak geografis. Kota Sibolga terletak di pantai barat Sumatera Utara.
Kota ini berada pada sisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke arah lautan
Hindia. Lebar kota yaitu jarak dari garis pantai ke pegunungan sangat sempit
hanya lebih kurang 500 meter sedangkan panjangnya adalah 10,77 km2. Karena
sempitnya daratan yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk, sehingga
banyak tepian pantai yang ditimbun manjadi daratan untuk dijadikan lahan
pemukiman.
Secara demografi wilayah administrasi pemerintahan Kota Sibolga terdiri
dari 4 Kecamatan, 16 Kelurahan dan 5 Puskesmas. Keempat kecamatan itu
adalah, Kecamatan Sibolga Utara, Kecamatan Sibolga Kota, Kecamatan Sibolga
Selatan, dan Kecamatan Sibolga Sambas. Sedangkan Kecamatan Sibolga Selatan
memiliki 2 Puskesmas, yaitu Puskesmas Aek Habil dan Puskesmas Aek
Parombunan. Hal ini disebabkan luasnya wilayah geografis Kecamatan Sibolga
Selatan yaitu sebesar 3,138 km2.
Secara geografis Kecamatan Sibolga Selatan berbatasan dengan :
1. Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Tengah
2. Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Tengah
3. Sebelah Selatan : Teluk Tapian Nauli
4. Sebelah Barat : Kecamatan Sibolga Selatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
Kelurahan Aek Parombunan memiliki luas wilayah sebesar 0,989 km2 dan
Kelurahan Aek Muara Pinang memiliki luas wilayah sebesar 0,392 km2.
Data demografi. Secara administratif, jumlah penduduk di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga memiliki total 16.382 jiwa
dengan rincian :
1. Kelurahan Aek Parombunan : 10.579 Jiwa
2. Kelurahan Aek Muara Pinang : 5.803 Jiwa
Dengan pengelompokan berdasarkan jenis kelamin :
1. Laki-laki : 8.369 Jiwa
2. Perempuan : 8.013 Jiwa
Analisis Data
Analisis univariat. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui
gambaran distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang diteliti.
Hasil analisis univariat berdasarkan hasil penelitian terhadap 85 responden dapat
dilihat pada uraian berikut :
a. Umur.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi
umur pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan Kota Sibolga :
Tabel 2
Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Karakteristik Responden Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
>35 tahun 59 69,4
≤35 tahun 26 30,6
Jumlah 85 100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa responden yang berusia lebih dari 35 tahun
(> 35 tahun) sebanyak 59 orang (69,4%) dan responden yang berusia dibawah
atau sama dengan 35 tahun (≤ 35 tahun) sebanyak 26 orang (30,6%).
b. Pendidikan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi
pendidikan pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan Kota Sibolga :
Tabel 3
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Tingkat Pendidikan Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Perguruan Tinggi 11 12,9
SMA 40 47,2
SMP 20 23,5
SD 10 11,7
Tidak Sekolah 4 4,7
Total 85 100
Dari total 85 responden, terdapat lebih dominan responden memiliki
pendidikan terakhir SMA, yaitu sebanyak 40 responden (47,2%) dan sebanyak
20 responden (23,5%) berpendidikan terakhir SMP, sedangkan responden yang
tidak sekolah hanya 4 responden (4,7%).
Tabel 4
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Karakteristik Responden Frekuesi
(n)
Persentase
(%)
Pendidikan Tinggi 11 12,9
Pendidikan Menengah 40 47,1
Pendidikan Rendah 34 40,0
Jumlah 85 100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa terdapat responden yang pendidikan
tinggi sebanyak 11 Orang dengan persentase 12,9%, sedangkan responden dengan
pendidikan menengah sebanyak 40 responden dengan persentase 47,1%,
kemudian responden dengan pendidikan rendah sebanyak 34 responden dengan
persentase 40,0%.
c. Pekerjaan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi
pekerjaan pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan Kota Sibolga :
Tabel 5
Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Karakteristik Responden Frekuensi
(n)
Peresentase
(%)
Bekerja 69 81,2
Tidak Bekerja 16 18,8
Jumlah 85 100
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa responden yang bekerja sebanyak 69
orang (81,2%) dan responden yang tidak bekerja sebanyak 16 orang (18,8%).
d. Penghasilan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi
penghasilan pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan Kota Sibolga :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
Tabel 6
Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
(n) (%)
≥ UMR Kota Sibolga 44 51,8
< UMR Kota Sibolga 41 48,2
Jumlah 85 100
Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa responden yang memiliki
penghasilan diatas atau sama dengan UMR Kota Sibolga sebesar Rp. 2.562.000
adalah sebanyak 44 orang (51,8%) dan responden yang memiliki penghasilan
dibawah UMR Kota Sibolga sebanyak 41 orang (48,2%).
e. Pengetahuan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi
pengetahuan pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan Kota Sibolga :
Tabel 7
Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang Pengetahuan
Pengetahuan Responden Jawaban Total
N % n %
Sebaiknya, ventilasi/lubang angin pada bangunan
jamban
Ditutup rapat
Dibuka sedikit
Dibuka sesuai ukuran 10% dari lantai
Dibuka selebar-lebarnya
10
25
49
1
11.76
29.41
57.65
1.18
8
5 100
Setelah buang air besar pada jamban, sebaiknya
kotoran disiram
Tidak usah disiram
Disiram hingga tidak tercium bau
Ditutup menggunakan pasir
-
83
2
0,00
97.65
2.35
8
5 100
(Bersambung)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
Tabel 7
Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang Pengetahuan
Syarat-syarat dari jamban sehat
Tidak berbau, tersedia air, ventilasi, dinding
dan atap pelindung, dan lantai kedap air.
Jarak septic tank dari sumber air < 10 m
Saluran pembuangan tinja/kotoran harus
terbuka
Pembuangan tinja/kotoran langsung ke laut
55
28
1
1
64.71
32.94
1.18
1.18
85 100
Jika anda mempunyai jamban cemplung, sebaiknya
lubang tempat masuknya tinja/kotoran
Dibiarkan terbuka
Didekatkan dengan sumber air
Dibiarkan terbuka asal disiram setiap saat
Ditutup rapat setiap setelah menggunakan
jamban
15
-
22
48
17.65
0.00
25.88
56.47
85
100
Setelah selesai menggunakan jamban sebaiknya
tangan dicuci pakai
Dicuci didalam gayung (air tidak mengalir)
Dicuci didalam bak mandi dan disabun
Dicuci dengan gayung, menggunakan air
mengalir tanpa sabun
Dicuci dengan gayung, menggunakan air
mengalir menggunakan sabun
7
-
11
67
8.24
0.00
12.94
78.82
85 100
Jika anda mempunyai septic tank, sebaiknya jarak
septic tank yang dianjurkan dengan sumber air
adalah minimal berapa meter
(Kurang dari) < 10 m
(Lebih dari) > 10 m
(Kurang dari) < 3 m
Minimal 5 m
16
42
7
20
18.82
49.41
8.24
23.53
85 100
Jenis jenis jamban yang sehat/memenuhi syarat
Jamban cemplung tertutup, jamban leher
angsa, jamban komunal
Jamban cemplung terbuka
Jamban plengsengan terbuka
Jamban yang tidak memiliki saluran
Pembuangan
61
17
7
-
71.76
20.00
8.24
0.00
85 100
Dampak dari tidak menggunakan jamban sebagai
sarana untuk membuang tinja/kotoran
Lingkungan jadi bersih dan sehat
Menyebabkan banjir
Air parit menjadi hitam
Keluarga menjadi mudah terkena penyakit
yang ditularkan melalui vektor
-
12
24
49
0.00
14.12
28.24
57.65
85 100
(Bersambung)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
Tabel 7
Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang Pengetahuan
Sebaiknya membersihkan jamban adalah
Minimal 1 kali dalam sebulan
Minimal 2-3 kali dalam seminggu
Maksimal 1 kali dalam 3 minggu
Kapan ada waktu saja
6
44
35
-
7.06
51.76
41.18
0.00
85 100
Tujuan utama dari penggunaan jamban adalah
Agar tidak jauh ke semak-semak untuk buang
air besar
Memutus siklus penyebaran penyakit yang
disebabkan dari perlaku buang air besar
sembarangan
Agar tidak diperingati pihak Puskesmas/petugas
kesehatan
Agar menghilangkan bau jika buang air besar di
semak-semak
-
64
19
2
0.00
75.29
22.35
2.35
85 100
Pengetahuan responden pada pertanyaan nomor satu “Sebaiknya,
ventilasi/lubang angin pada bangunan jamban.” diketahui lebih dominan
masyarakat memilih jawaban dibuka sesuai ukuran 10% dari lantai, yaitu
sebanyak 49 orang (57,65%),
Kemudian pengetahuan responden pada pertanyaan nomor dua “Setelah
buang air besar pada jamban, sebaiknya kotoran disiram.” diketahui sebanyak 83
orang (97,65%) lebih dominan memilih jawaban disiram hingga tidak tercium
bau.
Selanjutnya pengetahuan responden pada pertanyaan nomor tiga “Syarat-
syarat dari jamban sehat.” diketahui lebih dominan responden memilih
jawabantidak berbau, tersedia air, ventilasi, dinding dan atap pelindung, dan lantai
kedap air. Responden, yaitu sebanyak 55 orang (64,71%).
Setelah itu pengetahuan responden pada pertanyaan nomor empat “Jika
anda mempunyai jamban cemplung, sebaiknya lubang tempat masuknya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
tinja/kotoran.” diketahui lebih dominan responden memilih jawaban ditutup rapat
setiap setelah menggunakan jamban, yaitu sebanyak 48 orang (56,47%).
Seterusnya pada pengetahuan responden pertanyaan nomor lima “Setelah
selesai menggunakan jamban sebaiknya tangan dicuci pakai.” diketahui lebih
dominan responden memilih jawaban dicuci dengan gayung, menggunakan air
mengalir menggunakan sabun, yaitu sebanyak 67 orang (78.82%).
Selanjutnya pengetahuan responden pada pertanyaan nomor enam “Jika
anda mempunyai septic tank, sebaiknya jarak septic tank yang dianjurkan dengan
sumber airadalah minimal berapa meter” diketahui lebih dominan responden
memilih jawaban (Lebih dari) > 10 m, yaitu sebanyak 42 orang (49,41%).
Pengetahuan responden pada pertanyaan nomor tujuh “Jenis jenis jamban
yang sehat/memenuhi syarat.” diketahui lebih dominan responden memilih
jawabanjamban cemplung tertutup, jamban leher angsa, jamban komunal, yaitu
sebanyak 61 orang (71,76%).
Kemudian pengetahuan responden pada pertanyaan nomor delapan
“Dampak dari tidak menggunakan jamban sebagai sarana untuk membuang
tinja/kotoran.” diketahui lebih dominan responden memilih jawaban keluarga
menjadi mudah terkena penyakit yang ditularkan melalui vektor, yaitu sebanyak
49 orang (57,65%).
Sesuai tabel 7, bahwa pengetahuan responden pada pertanyaan nomor
sembilan “Sebaiknya membersihkan jamban adalah.” diketahui memilih jawaban
minimal 2-3 kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 44 orang (51,76%).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
Berdasarkan jawaban responden diketahui pengetahuan responden pada
pertanyaan nomor sepuluh “Tujuan utama dari penggunaan jamban adalah.”
Diketahui lebih dominan responden memilih jawaban memutus siklus penyebaran
penyakit yang disebabkan dari perlaku buang air besar sembarangan, yaitu
sebanyak 64 orang (75,29%).
Tabel 8
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
(n) (%)
Pengetahuan Tinggi 37 43,5
Pengetahuan Sedang 26 30,6
Pengetahuan Rendah 22 25,9
Jumlah 85 100
Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa terdapat responden yang memiliki
kategori pengetahuan tinggi sebanyak 37 Orang dengan persentase 43,5%,
responden dengan persentase 30,6%, kemudian responden dengan kategori
pengetahuanrendah sebanyak 22 responden dengan persentase 25,9%.
f. Sikap.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi sikap
pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota
Sibolga :
Tabel 9
Distribusi Responden Berdasarkan Pernyataan Tentang Sikap
Pertanyaan Jawaban
Setuju % Tidak
Setuju
%
Setiap rumah tangga
wajib memiliki jamban
85
100 - 0,00
(Bersambung)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
Tabel 9
Distribusi Responden Berdasarkan Pernyataan Tentang Sikap
Kebersihan jamban bukan
tanggung jawab semua anggota
keluarga.
40 47.06 45 52.94
Menegur dan manasehati
anggota keluarga jika masih
buang air besar di sembarang
tempat.
84 98,82 1 1.18
Membiarkan dan tak perduli jika
tetangga anda belum mau
menggunakan jamban sebagai
sarana untuk buang air besar.
27 31.76
58 68.24
Tidak buang air besar di sungai,
walaupun kesulitan air bersih /
sedang dalam musim kemarau.
29 34.12
56 65.88
Perilaku buang air besar
sembarangan tidak akan
berdampak buruk pada kondisi
kesehatan keluarga.
19 22.35
66 77.65
Ketika sedang berada di luar
rumah walau dalam kondisi
tersesak, tidak akan melakukan
aktifitas buang air besar di
laut/sungai/semak-semak dan
lebih memilih untuk pergi ke
pemberhentian umum
yangmemiliki WC seperti,
SPBU.
27 31.76
58 68.24
Merasa tidak ikut berpartisipasi
jika ada petugas kesehatan yang
sedang memberikan penyuluhan
dan dorongan tentang
penggunaan jamban.
11 12.94
74 87.06
Berpartisipasi dan saling gotong
royong dengan tetangga untuk
membangun jamban umum yang
digunakan bersama jika sama-
sama tidak memiliki jamban.
75 88.24
10 11.76
Tidak memelihara bangunan
jamban yang sudah tersedia.
- 0,00 85 100
Diketahui sikap responden pada pernyataan sikap nomor satu “Setiap
rumah tangga wajib memiliki jamban.” sebanyak 85 orang (100%) memilih sikap
setuju, Sedangkan 10 responden memilih sikap tidak setuju.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
Kemudian sikap responden pada pernyataan sikap nomor dua “Kebersihan
jamban bukan tanggung jawab semua anggota keluarga.” sebanyak 40 orang
(47,06%) memilih sikap setuju, Sedangkan 45 responden (52,94%) memilih sikap
tidak setuju.
Selanjutnya sikap responden pada pernyataan sikap nomor tiga “Menegur
dan menasehati anggota keluarga jika masih buang air besar di sembarang
tempat.” sebanyak 84 orang (98,82%) memilih sikap setuju, Sedangkan 1
responden (1,18%) memilih sikap tidak setuju.
Kemudian sikap responden pada pernyataan sikap nomor empat
“Membiarkan dan tak perduli jika tetangga anda belum mau menggunakan
jamban sebagai sarana untuk buang air besar.” sebanyak 27 orang (31,76%)
memilih sikap setuju, Sedangkan 58 responden (68,2%) memilih sikap tidak
setuju.
Selanjutnya sikap responden pada pernyataan sikap nomor lima “Tidak
buang air besar di sungai, walaupun kesulitan air bersih / sedang dalam musim
kemarau.” sebanyak 29 orang (34,12%) memilih sikap setuju, Sedangkan 56
responden (65.88%) memilih sikap tidak setuju.
Diketahui sikap responden pada pernyataan sikap nomor enam “Perilaku
buang air besar sembarangan tidak akan berdampak buruk pada kondisi kesehatan
keluarga.” sebanyak 19 orang (22,35%) memilih sikap setuju, Sedangkan 66
responden (77.65%) memilih sikap tidak setuju.
Kemudian sikap responden pada pernyataan sikap nomor tujuh “Ketika
sedang berada di luar rumah walau dalam kondisi tersesak, tidak akan melakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
aktifitas buang air besar di laut/sungai/semak-semak dan lebih memilih untuk
pergi ke pemberhentian umum yang memiliki WC seperti, SPBU.” sebanyak 27
orang (31,76%) memilih sikap setuju, Sedangkan 58 responden (68,2%) memilih
sikap tidak setuju.
Selanjutnya sikap responden pada pernyataan sikap nomor delapan
“Merasa tidak ikut berpartisipasi jika ada petugas kesehatan yang sedang
memberikan penyuluhan dan dorongan tentang penggunaan jamban.” sebanyak 11
orang (12,94%) memilih sikap setuju, Sedangkan 74 responden (87,06%) memilih
sikap tidak setuju.
Kemudian sikap responden pada pernyataan sikap nomor sembilan
“Berpartisipasi dan saling gotong royong dengan tetangga untuk membangun
jamban umum yang digunakan bersama jika sama-sama tidak memiliki jamban.”
sebanyak 75 orang (88.24%) memilih sikap setuju, Sedangkan 10 responden
(11.76%) memilih sikap tidak setuju.
Selanjutnya sikap responden pada pernyataan sikap nomor sepuluh “Tidak
memelihara bangunan jamban yang sudah tersedia.” sebanyak 0 orang memilih
sikap setuju, Sedangkan 85 responden (100%) memilih sikap tidak setuju.
Tabel 10
Distribusi Responden Berdasarkan Sikap
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
(n) (%)
Sikap Baik 30 35.3
Sikap Sedang 36 42,4
Sikap Kurang 19 22,4
Jumlah 85 100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
Berdasarkan tabel 10 diketahui bahwa terdapat responden yangmemiliki
kategorisikap baik sebanyak 30 Orang dengan persentase 35.3%, sedangkan
responden dengan kategori sikap sedang sebanyak 36 responden dengan
persentase 42,4%, kemudian responden dengan kategorisikap kurang sebanyak 19
responden dengan persentase (22,4%).
g. Kepemilikan jamban.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi
kepemilikan jamban pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan Kota Sibolga :
Tabel 11
Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang Jenis Jamban
Jenis Jamban Frekuensi Persentase
(n) (%)
Jamban Komunal 8 10.53
Jamban Leher Angsa
menggunakan Septic tank.
25 32.89
Jamban Leher Angsa tidak
menggunakan Septic tank.
29 38.16
Total 76 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui sebanyak 8 responden (10.53%)
menggunakan jamban komunal kemudian sebanyak 25 responden (32,89%)
responden menggunakan jamban leher angsa septic tank. Selanjutnya sebanyak 29
responden (38,16%) menggunakan jamban leher angsa tidak berseptic tank dan 14
responden (18,42%) menggunakan jamban cemplung.
Tabel 12
Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Jamban
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
(n) (%)
Memiliki Jamban 76 89,4
Tidak Memiliki Jamban 9 10,6
Jumlah 85 100
Berdasarkan tabel 12 diketahui bahwa responden yang memiliki jamban
sebanyak 76 responden (89,4%) dan responden yang tidak memiliki jamban
sebanyak 9 responden dengan prosentase 10,6%.
h. Dukungan petugas kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi
dukungan petugas kesehatan pada kepala keluarga di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga :
Tabel 13
Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan
Karakteristik Responden Frekuensi
(n)
Peresentase
(%)
Mendukung 53 62,4
Tidak Mendukung 32 37,6
Jumlah 85 100
Berdasarkan tabel 13 diketahui sebanyak 53 responden (62,4%)
mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan untuk menggunakan jamban pada
setiap kali buang air besar sedangkan responden yang tidak mendapat dukungan
dari petugas kesehatan sebanyak 32 orang (37,6%).
i. Dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat, tokoh agama
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi
dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama pada kepala
keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga :
Tabel 14
Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Aparat Kelurahan,
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
(n) (%)
Mendukung 42 49,4
Tidak Mendukung 43 50,6
Jumlah 85 100
Berdasarkan tabel 14 diketahui sebanyak 42 responden (49,4%)
mendapatkan dukungan dari aparat kelurahan, tokoh masyarakat, dan tokoh
agama untuk menggunakan jamban pada setiap kali buang air besar sedangkan
responden yang tidak mendapat dukungan dari aparat kelurahan, tokoh
masyarakat, dan tokoh agama sebanyak 43 orang (50,6%).
Tabel 15
Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Aparat Kelurahan,
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama
Dukungan
Aparat
Kelurahan,
Tomasy,
Toga
Perilaku Masy. dalam Pengggunaan Jamban
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
Jamban Sehat
Menggunakan
Jamban Tidak Sehat Total
n % n % n % n %
Mendukung 1 2,38 21 50,00 20 47,62 42 100
Tidak
Mendukung
8 18,60 12 27,91 23 53,49 43 100
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6 85 100
Tabel 16
Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Mengenai Dukungan Aparat
Kelurahan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama
Pertanyaan Aparat Kelurahan Tokoh Masyarakat Tokoh Agama
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Pernahkah aparat
kelurahan
(Lurah/Kepling),
tokoh masyarakat
11
74
2
83
-
85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
dan tokoh agama
ikut berperan
dalam penyuluhan
mengenai
penggunaan
jamban.
12,94 % 87,06 % 2,35% 97,65% 0,00% 100%
Apakah aparat
kelurahan
(Lurah/Kepling),
tokoh masyarakat
dan tokoh agama
berkoordinasi
dengan tiap kepala
keluarga untuk
mau berpartisipasi
menggunakan
jamban.
37
43,53%
48
56,47%
8
9,41%
77
90,59%
2
2,35%
83
97,65
j. Perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat distribusi
perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban pada kepala keluarga di
wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga :
Tabel 17
Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan
Jamban
Karakteristik Responden Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Menggunakan jamban
memenuhi syarat
33 38,8
Menggunakan jamban tidak 43 50,6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
memenuhi syarat
Tidak menggunakan jamban 9 10.6
Jumlah 85 100
Berdasarkan tabel 17 diketahui sebanyak 9 responden (10.6%) tidak
menggunakan jamban pada setiap kali buang air besar sedangkan responden yang
menggunakan jamban sehat / memenuhi syarat pada setiap kali buang air besar
sebanyak 33 orang (38,8%), sedangkan responden yang tidak menggunakan
jamban sehat / tidak memenuhi syarat pada setiap kali buang air besar sebanyak
43 orang (50,6%)
Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menilai hubungan satu variabel bebas
dengan satu variabel terikat. Berdasarkan uji Chi-Square hasil analisis bivariat
adalah sebagai berikut:
a. Uji chi square antara umur dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban.
Berdasarkan pengujian pengaruh antara umur dengan perilaku masyarakat
dalam penggunaan jamban menggunakan uji chi-square diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 18
Tabel Tabulasi Silang Umur dengan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan
Jamban
Umur
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
Jamban Sehat
Menggunakan
Jamban Tidak
Sehat
P
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
n % n % n %
>35
tahun
6 7,1 23 27,1 30 35,3
0,982
≤35
tahun
3 3,5 10 11,8 13 15,3
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6
Berdasarkan tabel 18 diketahui sebanyak 59 responden yang berumur lebih
dari 35 tahun terdapat 6 responden (7,1% ) yang tidak menggunakan jamban dan
23 responden (27,1%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 30
responden (35,3%) yang menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 26 responden berusia kurang dari atau sama dengan
35 tahun terdiri dari 3 responden yang tidak menggunakan jamban dengan
persentase 3,5% kemudian 10 responden menggunakan jamban sehat dengan
persentase 11,8% dan sebanyak 13 responden menggunakan jamban tidak sehat
dengan persentase 15,3%.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,982) > (0,05)
sehingga Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara umur dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban.
b. Uji chi square antara pendidikan dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban.
Berdasarkan pengujian pengaruh antara pendidikan dengan perilaku
masyarakat dalam penggunaan jamban menggunakan uji chi-square
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 19
Tabel Tabulasi Silang Pendidikan dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Perilaku Masy. dalam Pengggunaan Jamban
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
Pendidikan
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
Jamban Sehat
Menggunakan
Jamban Tidak
Sehat
P
n % n % n %
Pend.
Tinggi
0 0 9 10,6 2 2,4
0,0001
Pend.
Menegah
0 0 22 25,9 18 21,2
Pend.
Rendah
9 10,6 2 2,4 23 27,1
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,63
Berdasarkan tabel 19 diketahui sebanyak 11 responden yang memiliki
pendidikan tinggi terdapat tidak ada responden yang tidak menggunakan jamban
dan 9 responden (10,6%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 2
responden (2,4%) yang menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 40 responden yang memiliki pendidikan menengah
terdiri dari tidak ada responden yang tidak menggunakan jamban, kemudian 22
responden menggunakan jamban sehat dengan persentase 25,9 % dan sebanyak
18 responden menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase 21,2%.
Selanjutnya sebanyak 34 responden yang memiliki pendidikan rendah
terdiri dari 9 responden yang tidak menggunakan jamban dengan persentase
10,6% kemudian 2 responden menggunakan jamban sehat dengan persentase
2,4% dan sebanyak 23 responden menggunakan jamban tidak sehat dengan
persentase 27,1 %.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,0001) <
(0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
c. Uji chi square antara pekerjaan dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban.
Berdasarkan pengujian pengaruh antara pekerjaan dengan perilaku
masyarakat dalam penggunaan jamban menggunakan uji chi-square
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 20
Tabel Tabulasi Silang Pekerjaan dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Pekerjaan
Perilaku Masy. dalam Pengggunaan Jamban
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
Jamban Sehat
Menggunakan
Jamban Tidak
Sehat
P
n % n % n %
Bekerja 6 7,1 29 34,1 34 40,0
0,311 Tidak
Bekerja
3 3,5 4 4,7 9 10,6
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6
Berdasarkan tabel 20 diketahui sebanyak 69 responden yang bekerja
terdapat 6 responden (7,1% ) yang tidak menggunakan jamban dan 29 responden
(34,1%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 34 responden (40,0%)
yang menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 16 responden yang tidak bekerja terdiri dari 3
responden yang tidak menggunakan jamban dengan persentase 3,5% kemudian 4
responden menggunakan jamban sehat dengan persentase 4,7 % dan sebanyak 9
responden menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase 10,6 %.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,311) > (0,05)
sehingga Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
signifikan antara pekerjaan dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban.
d. Uji chi square antara penghasilan dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban.
Berdasarkan pengujian pengaruh antara penghasilan dengan perilaku
masyarakat dalam penggunaan jamban menggunakan uji chi-square
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 21
Tabel Tabulasi Silang Penghasilan dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Penghasilan
Perilaku Masy. dalam Pengggunaan Jamban
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
Jamban Sehat
Menggunakan
Jamban Tidak
Sehat
P
n % N % n %
≥ UMR
Kota
Sibolga
0 0 25 29,4 19 22,4
0,0001
<UMR
Kota
Sibolga
9 10,6 8 9,4 24 28,2
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,65
Berdasarkan tabel 21 diketahui sebanyak 44 responden yang memiliki
penghasilan diatas atau sama dengan UMR Kota Sibolga sebesar Rp.2.562.000,
tidak ada responden yang tidak menggunakan jamban dan 25 responden (29,4%)
yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 19 responden (22,4%) yang
menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 41 respondenyang memiliki penghasilan dibawah
UMR Kota Sibolga sebesar Rp.2.562.000 terdiri dari 9 responden yang tidak
menggunakan jamban dengan persentase 10,6% kemudian 8 responden
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
menggunakan jamban sehat dengan persentase 9,4% dan sebanyak 24 responden
menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase 28,2%.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,0001) <
(0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara penghasilan dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban.
e. Uji chi square antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban.
Berdasarkan pengujian pengaruh antara pengetahuan dengan perilaku
masyarakat dalam penggunaan jamban menggunakan uji chi-square
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 22
Tabel Tabulasi Silang Pengetahuan dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Pengetahuan
Perilaku Masy. dalam Pengggunaan Jamban
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
Jamban Sehat
Menggunakan
Jamban Tidak
Sehat
P
N % N % n %
Pengetahuan
Tinggi
0 0 24 28,2 13 15,3
0,0001 Pengetahuan
Sedang
0 0 8 9,4 18 21,2
Tabel 22
Tabel Tabulasi Silang Pengetahuan dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Pengetahuan
Rendah
9 10,6 1 1,2 12 14,1
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6
Berdasarkan tabel 22 diketahui sebanyak 37 responden yang memiliki
pengetahuan tinggi terdapat tidak ada responden yang tidak menggunakan jamban
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
dan 24 responden (28,2%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 13
responden (15,3%) yang menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 26 responden yang memiliki pengetahuan sedang,
tidak ada responden yang tidak menggunakan jamban kemudian 8 responden
menggunakan jamban sehat dengan persentase 9,4% dan sebanyak 18 responden
menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase 21,2%.
Selanjutnya sebanyak 22 responden yang memiliki pengetahuan rendah
terdiri dari 9 responden yang tidak menggunakan jamban dengan persentase
10,6% kemudian 1 responden menggunakan jamban sehat dengan persentase
1,2% dan sebanyak 12 responden menggunakan jamban tidak sehat dengan
persentase 14,1%.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,0001) <
(0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban.
f. Uji chi square antara sikap dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban.
Berdasarkan pengujian pengaruh antara sikap dengan perilaku masyarakat
dalam penggunaan jamban menggunakan uji chi-square diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 23
Tabel Tabulasi Silang Sikap dengan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan
Jamban
Perilaku Masy. dalam Pengggunaan Jamban
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
Sikap
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
Jamban Sehat
Menggunakan
Jamban Tidak
Sehat
P
N % n % n %
0,0001 Baik 0 0 21 24,7 9 10,6
Sedang 3 3,5 12 14,1 21 24,7
Kurang 6 7,1 0 0 13 15,3
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6
Berdasarkan tabel 23 diketahui sebanyak 30 responden yang memiliki
sikap baik diketahuitidak ada responden yang tidak menggunakan jamban dan 21
responden (24,7%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 9 responden
(10,6%) yang menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 36 responden yang memiliki sikap sedang terdiri dari
3 responden yang tidak menggunakan jamban dengan persentase 3,5% kemudian
12 responden menggunakan jamban sehat dengan persentase14,1% dan sebanyak
21 responden menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase 24,7%.
Selanjutnya sebanyak 19 responden yang memiliki sikap kurang terdiri
dari 6 responden yang tidak menggunakan jamban dengan persentase 7,1%
kemudian tidak ada responden yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 13
responden menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase 15,3%.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,0001) <
(0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara sikap dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban.
g. Uji chi square antara kepemilikan jamban dengan perilaku masyarakat
dalam penggunaan jamban
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
Berdasarkan pengujian pengaruh antara kepemilikan jamban dengan
perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban menggunakan uji chi-
square diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 24
Tabel Tabulasi Silang Kepemilikan Jamban dengan Perilaku
Kepemilikan
Jamban
Perilaku Masy. dalam Pengggunaan Jamban
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
Jamban Sehat
Menggunakan
Jamban Tidak
Sehat
P
n % n % n %
Memiliki
Jamban
0 0 33 38,8 43 50,6
0,0001
Tidak
Memiliki
Jamban
9 10,6 0 0 0 0
Total 9 10,6 33 38,9 43 50,6
Berdasarkan tabel 24 diketahui sebanyak 76 responden yang memiliki
jamban terdapat tidak ada respondenyang tidak menggunakan jamban dan 33
responden (38,8%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 43 responden
(50,6%) yang menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 9 respondenyang tidak memiliki jamban terdiri dari 9
responden yang tidak menggunakan jamban dengan persentase 10,6% kemudian
tidak ada responden menggunakan jamban sehat dan tidak ada responden
menggunakan jamban tidak sehat.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,0001) <
(0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kepemilikan jamban dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
h. Uji chi square antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku
masyarakat dalam penggunaan jamban.
Berdasarkan pengujian pengaruh antara dukungan petugas kesehatan
dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban menggunakan uji
chi-square diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 25
Tabel Tabulasi Silang Dukungan Petugas Kesehatan dengan Perilaku
Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Dukungan
Petugas
Kesehatan
Perilaku Masy. dalam Pengggunaan Jamban
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
Jamban Sehat
Menggunakan
Jamban Tidak
Sehat
P
n % n % n %
Mendukung 1 1,2 31 36,5 21 24,7
0,0001 Tidak
Mendukung
8 9,4 2 2,4 22 25,9
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6
Berdasarkan tabel 25 diketahui sebanyak 53 responden yang menyatakan
bahwa terdapat dukungan petugas kesehatan terdapat 1 responden (1,2% ) yang
tidak menggunakan jamban dan 31 responden (36,5%) yang menggunakan
jamban sehat dan sebanyak 21 responden (24,7%) yang menggunakan jamban
tidak sehat.
Kemudian sebanyak 32 respondenyang menyatakan bahwa tidak ada
dukungan petugas kesehatan terdiri dari 8 responden yang tidak menggunakan
jamban dengan persentase 9,4% kemudian 2 responden menggunakan jamban
sehat dengan persentase 2,4% dan sebanyak 22 responden menggunakan jamban
tidak sehat dengan persentase 25,9 %.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,0001) <
(0,05) sehingga Ho ditolak,maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban.
i. Uji chi square antara dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat, tokoh
agama dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban.
Berdasarkan pengujian pengaruh antara dukungan aparat kelurahan, tokoh
masyarakat dan tokoh agama dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban menggunakan uji chi-square diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel 26
Tabel Tabulasi Silang Dukungan Aparat Kelurahan, Tokoh Maysarakat, Tokoh
Agama dengan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Dukungan
Aparat
Kelurahan,
Tomasy,
Toga
Perilaku Masy. dalam Pengggunaan Jamban
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
Jamban Sehat
Menggunakan
Jamban Tidak
Sehat
P
n % n % n %
Mendukung 1 1,2 21 24,7 20 23,5
0,017 Tidak
Mendukung
8 9,4 12 14,1 23 27,1
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6
Berdasarkan tabel 26 diketahui sebanyak 42 responden yang menyatakan
bahwa terdapat dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat, tokoh agama
terdapat 1 responden (1,2% ) yang tidak menggunakan jamban dan 21 responden
(24,7%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 20 responden (23,5%)
yang menggunakan jamban tidak sehat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
Kemudian sebanyak 43 responden yang menyatakan bahwa tidak ada
dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat, tokoh agama terdiri dari 8
responden yang tidak menggunakan jamban dengan persentase 9,4% kemudian 12
responden menggunakan jamban sehat dengan persentase 14,1% dan sebanyak 23
responden menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase 27,1 %.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,017)< (0,05)
sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama
dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
Pembahasan
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur keberadaan
seseorang berdasarkan hari kelahiran seseorang tersebut. Umur seseorang dapat
terbagi dua jenis, yaitu : Usia biologis dan usia mental. Usia biologis adalah
perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang dimiliki seseorang.
Sedangkan usia mental adalah perhitungan usia yang didapat dari taraf
kemampuan mental seseorang, misalnya seorang anak secara biologis memiliki
usia empat tahun akan tetapi belum dapat merangkak dan belum memiliki
kemampuan yang setara dengan anak yang seusia dengannya.
Hasil uji statistik distribusi frekuensi seperti terlihat pada tabel 3, analisis
univariat diketahui sebanyak 59 reponden atau sebesar (69,4%) berada pada
rentang usia diatas 35 tahun dan sebanyak 26 responden berada pada rentang usia
dibawah atau sama dengan 35 tahun. Dalam Depkes RI 2009 usia diatas 35 tahun
adalah usia dewasa akhir dan dibawah 35 tahun adalah usia dewasa awal. Dari sini
diketahui bahwa lebih dominan usia penduduk yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan berada pada rentang usia dewasa akhir yaitu, diatas
35 tahun. Masa umur ini merupakan masa dewasa akhir dimana para responden
akan mulai mengalami penurunan kemampuan fisik dan psikologis sebagai
transisi ke masa tua dan memiliki kestabilan dalam hal sikap dan nilai-nilai yang
dipahaminya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
81
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan merupakan proses mendidik atau melakukan suatu kegiatan
yang mengandung proses komunikasi pendidikan antara yang mendidik dan yang
dididik. Melalui masukan-masukan kepada peserta didik yang secara sadar akan
dicerna oleh jiwa, akal maupun raganya sehingga pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotor), dan sikap (afektif) sesuai dengan yang dituju oleh
pendidikan tersebut. Di dalam nuansa kependidikan, manusia adalah sasaran
pendidikan sekaligus subjek pendidikan. Pendidikan membantu manusia dalam
menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaan yang ada dalam dirinya.
Potensi kemanusiaan merupakan benih untuk mengembangkan seseorang menjadi
manusia seutuhnya. Pemahaman dari pendidik terhadap potensi-potensi dan sifat
hakikat manusia sangat penting agar pendidikan mencapai tujuan yang diharap.
Pendidikan diarahkan kepada pencapaian tujuan itu melalui perumusan dan
penerapan konsep pendidikan.
Dalam penelitian ini pengukuran tingkat pendidikan dilakukan
berdasarkan tinggi rendahnya pendidikan yang ditempuh oleh responden, seperti
yang kita ketahui bahwa di Indonesia tingkat pendidikan rendah di mulai dari
tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA). Diploma (D3) dan Sarjana (S1). Pendidikan merupakan
kebutuhan dasar manusia yang sangat berguna untuk pengembangan diri, karena
dengan pendidikan yang semakin tinggi seseorang akan memiliki pengetahuan
yang lebih baik. Pada tabel 3, menggunakan analisis univariat diketahui bahwa
dari total 85 responden, terdapat 11 responden dengan persentase (12,9%) yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
82
berpendidikan terakhir perguruan tinggi, kemudian terdapat 40 responden (47,2%)
yang berpendidikan terakhir SMA, kemudian sebanyak 20 responden (23,5%)
berpendidikan terakhir SMP, selanjutnya 10 responden (11,7%) yang
berpendidikan terakhir SD dan 4 orang responden (4,7%) yang tidak sekolah dan
tidak tamat SD. Diketahui lebih dominan masyarakat yang tinggal di wilayah
kerja Puskesmas Aek Parombunan memiliki pendidikan SMA/SMK. Pendidikan
SMA ditempuh selama 3 tahun setelah menampatkan pendidikan SMP. Pada
responden yang memiliki pendidikan SMA cenderung memiliki pemikiran yang
lebih rasional daripada responden yang memiliki pendidikan SMP. Hal ini
dikarenakan pembelajaran dalam tingkat pendidikan SMA/SMK lebih tinggi
dalam pengembangan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan
sikap (afektif).
Kemudian pada tabel 4, sebanyak 11 responden atau (12,9%) memiliki
pendidikan tinggi kemudian sebanyak 40 responden atau (47,1%) memiliki
pendidikan menengah dan sebanyak 34 responden atau (40%) memiliki
pendidikan rendah.
Diketahui lebih dominan masyarakat yang tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan memiliki pendidikan menengah. Dari hal ini dapat
disimpulkan bahwa dengan tingkat pendidikan masyarakat tersebut diketahui
masyarakat kelurahan Aek Parombunan dan Aek Muara Pinang akan memiliki
suatu respon yang rasional dalam menerima sebuah gagasan tentang perilaku
kesehatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
83
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan ialah sekumpulan kedudukan (posisi) yang memiliki persamaan
kewajiban atau tugas-tugas pokoknya. Dalam kegiatan analisis jabatan, satu
pekerjaan dapat diduduki oleh satu orang, atau beberapa orang yang tersebar di
berbagai tempat.Dalam arti luas pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan
oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas
atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Pekerjaan adalah aktifitas
sehari-hari yang dilakukan oleh ibu menyusui untuk mendapatkan nafkah.
Pada analisis univariat diketahui bahwa sebanyak 69 responden atau
(81,2%) memiliki status bekerja kemudian sebanyak 16 responden atau (18,8%)
memiliki status tidak bekerja. Dari hal tersebut diketahui masyarakat yang tinggal
di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan dominan sudah memiliki status
bekerja. Kebanyakan pekerjaan masyarakat yang tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan adalah sebagai pedagang, nelayan, dan aparatur sipil
negara. Kemudian responden dengan status tidak bekerja tersebut rata-rata adalah
ibu rumah tangga dan kepala rumah tangga yang memiliki masalah terkait kondisi
fisik sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan mencari nafkah.
Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan
Penghasilan adalah kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
yang dapat digunakan untuk konsumsi dan memenuhi kebutuhan
responden.perilaku manusia mendorongnya untuk memenuhi kebutuhan hidup,
dalam hal ini responden harus memiliki penghasilan yang cukup baik berupa uang
atau barang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
84
Hasil analisis univariat diketahui bahwa responden yang memiliki
penghasilan diatas atau sama dengan UMR Kota Sibolga sebesar Rp. 2.562.000
adalah sebanyak 44 orang (51,8%) dan responden yang memiliki penghasilan
dibawah UMR Kota Sibolga sebanyak 41 orang (48,2%).Dari hal ini dapat
disimpulkan bahwa penghasilan masyarakat yang tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan lebih dominan masyarakatnya berpengasilan yang
cukup. Walaupun sebagaian ada responden yang hanya bekerja sebagai ibu rumah
tangga, tetapi penghasilan ini termasuk penghasilan yang diterima responden dari
suami.
Responden Berdasarkan Pengetahuan
Berdasarkan tabel 7 diketahui pengetahuan responden pada pertanyaan
nomor 3 tentang syarat-syarat dari jamban sehat, lebih dominan responden
memilih jawaban tidak berbau, tersedia air, ventilasi, dinding dan atap pelindung,
dan lantai kedap air, yaitu sebanyak 55 responden (64,71%). Dari pertanyaan ini
diketahui bahwa sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan sudah memiliki pengetahuan yang baik terkait
syarat-syarat jamban sehat atau jamban memenuhi syarat. Kemudian pengetahuan
responden pada pertanyaan nomor 6 tentang jarak septic tank terhadap sumber air
minum yang dianjurkan, lebih dominan responden memilih jawaban (Lebih dari)
> 10 m, yaitu sebanyak 42 orang (49,41%).Dari pertanyaan ini diketahui bahwa
sebagian besar responden sudah memiliki pengetahuan yang baik terkait jarak
septic tank terhadap sumber air minum. Selanjutnya pengetahuan responden pada
pertanyaan nomor 10 tentang tujuan utama dari penggunaan jamban, lebih
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
85
dominan responden memilih jawaban memutus siklus penyebaran penyakit yang
disebabkan dari perlaku buang air besar sembarangan, yaitu sebanyak 64 orang
(75,29%). Dari pertanyaan ini diketahui bahwa sebagian besar responden sudah
memiliki pengetahuan yang baik terkait tujuan utama dari penggunaan jamban itu
sendiri.
Pada tabel 8diketahui bahwaterdapat responden yang memiliki kategori
pengetahuan tinggi sebanyak 37responden dengan persentase 43,5%, sedangkan
responden dengan kategori pengetahuan sedang sebanyak 26 responden dengan
persentase 30,6%, kemudian responden dengan kategori pengetahuan rendah
sebanyak 22 responden dengan persentase 25,9%. Berdasarkan data-data diatas,
sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan dominan memiliki pengetahuan yang tinggi terkait masalah
penggunaan jamban. Hal ini dikarenakan adanya kemamuan dari kepala keluarga
untuk mengikuti setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak Puskesmas khususnya
masalah penggunaan jamban , sehingga mereka mendapat informasi yang belum
diketahui seperti fungsi pemanfaatan jamban, jenis-jenis jamban dan dampak
kesehatan dari perilaku tidak menggunakan jamban.
Responden Berdasarkan Sikap
Menurut Sokidjo (2007) diperlukan suatu kondisi yang memungkinkan
seseorang dapat menerapkan apa yang sudah diketahui, artinya pengetahuan dan
sikap yang baik belum tentu mewujudkan suatu tindakan yang baik. Karena
perubahan sikap ke arah yang lebih baik akan mempengaruhi terjadinya peran
serta masyarakat yang merupakan modal utama keberhasilaln suatu program
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86
kesehatan. Pada tabel 9 diketahui sikap responden pada pertanyaan nomor 1
tentang setiap rumah tangga wajib memiliki dan menggunakan jamban, lebih
dominan responden atau sebanyak 85 orang (100%) memilih sikap setuju. Dari
pertanyaan ini kita ketahui bahwa sikap responden baik dikarenakan semua
responden setuju memiliki dan menggunakan jamban adalah sebuah kebutuhan
bagi mereka. Kemudian sikap responden pada pertanyaan nomor 3 tentang
menegur dan menasehati anggota keluarga jika masih buang air besar di
sembarang tempat, lebih dominan responden atau sebanyak sebanyak 84 orang
(98,82%) memilih sikap setuju, Sedangkan 1 responden (1,18%) memilih sikap
tidak setuju. Responden yang memilih jawaban sikap tidak setuju disebabkan
merasa anggota keluarganya sangat sulit diberikan nasehat akan pentingnya
memiliki jamban karena keputusan dalam setiap kebijakan dalam rumah tangga
akan ditentukan oleh suami sebagai kepala rumah tangga. Selanjutnya sikap
responden pada pertanyaan nomor 5 tentang sikap tidak buang air besar
sembarangan besar di sungai, walaupun kesulitan air bersih / sedang dalam musim
kemarau. Diketahui sebanyak sebanyak 29 orang (34,12%) memilih sikap setuju,
Sedangkan 56 responden (65.88%) memilih sikap tidak setuju. Hal ini disebabkan
karena responden merasa bahwa air adalah kebutuhan utama yang penting
sehingga ketidaktersediaan air akan membuat mereka lebih memilih buang air di
sungai sebagai jalan darurat. Kemudian kondisi air bersih yang ada pada
responden kebanyakan terdiri dari selang-selang kecil yang disambungkan dari
mata air pegunungan yang jaraknya jauh hingga kurang lebih 200 meter. Sebagian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
87
lagi responden mendapatkan sumber air bersih melalui PDAM yang terkadang
tidak lancar saat musim kemarau.
Pada hasil analisis univariattabel 10 diketahui bahwaterdapat responden
yang memiliki kategorisikap baik sebanyak 30 Orang dengan persentase (35.3%),
sedangkan responden dengan kategori sikap sedang sebanyak 36 responden
dengan persentase (42,4%), kemudian responden dengan kategorisikap kurang
sebanyak 19 responden dengan persentase (22,4%). Berdasarkan data-data diatas
diketahui bahwa lebih dominan sikap masyarakat yang tinggal di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan memiliki sikap sedang dan sebagian besar lainnya
memiliki sikap baik.
Responden Berdasarkan Kepemilikan Jamban
Pada hasil analisis univariat diketahui bahwasebanyak 8 responden
(10.53%) menggunakan jamban komunal kemudian sebanyak 25 responden
(32,89%) responden menggunakan jamban leher angsa septic tank. Selanjutnya
sebanyak 29 responden (38,16%) menggunakan jamban leher angsa tidak
berseptic tank dan 14 responden (18,42%) menggunakan jamban cemplung dan
sebanyak 9 responden (10,6%) tidak memiliki jamban. Dari data-data tersebut
dapat disimpulkan bahwa kepemilikan jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan banyak diantaranya sudah memiliki jamban dan hanya 9 responden
dari 85 responden yang diteliti belum memiliki jamban. Kebanyakan dari 9
responden yang belum memiliki jamban tersebut melakukan buang air besar
sembarangan pada aliran sungai dan semak-semak sekitaran rumah. Hal ini dapat
disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kondisi ekonomi masyarakat yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
88
tinggal di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan serta kepemilikan rumah
yang sebagian besar adalah rumah sewa. Hal ini mengakibatkan munculnya rasa
ketidakpedulian untuk memiliki jamban karena merasa bahwa rumah yang tinggal
selama masa penyewaan tersebut bukan miliki pribadi.
Kemudian dari 76 responden yang sudah memiliki jamban terdapat hanya
33 responden yang menggunakan jamban memenuhi syarat yaitu, jamban
komunal dan jamban leher angsa menggunakan septic tank. Kemudian 43
responden masih menggunakan jamban tidak memenuhi syarat yaitu, jamban
cemplung dan jamban leher angsa tidak menggunakan septic tank. Hal ini
disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya sebuah jamban
dapat dikatakan memenuhi syarat kesehatan. Masyarakat yang tinggal di wilayah
kerja Puskesmas Aek Parombunan masih mengangap bahwa sebatas hanya
memiliki jamban adalah sudah dapat dikategorikan perlaku hidup bersih dan
sehat. Hal ini sejalan dengan berdasarkan data profil Puskesmas Aek Parombunan
pada tahun 2016 yang menunjukkan bahwa penyakit diare termasuk 10 penyakit
dengan kasus terbanyak pada urutan kedelapan (8) di wilayah kerja Puskesmas
Aaek Parombunan.
Responden Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan
Pada hasil analisis univariat diketahui bahwasebanyak 53 responden
(62,4%) mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan untuk menggunakan
jamban pada setiap kali buang air besar sedangkan responden yang tidak
mendapat dukungan dari petugas kesehatan sebanyak 32 orang (37,6%). Dari data
diatas diketahui bahwa petugas kesehatan telah melakukan dukungan kepada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
89
sebagaian besar masyarakat yang tinggal di wilayah Puskesmas Aek Parombunan.
Dukungan tersebut masih dalam bentuk pendataan rumah dan kepemilikan jamban
yang didata langsung oleh petugas kesehatan bagian kesehatan lingkungan.
Berdasarkan informasi dari petugas kesehatan di Puskesmas Aek Parombunan,
program kesehatan yang telah dilaksanakan adalah pendataan rumah dan
kepemilikan jamban. Petugas kesehatan menyatakan sudah memberikan
penyuluhan, serta informasi terkait penggunaan jamban pada saat pendataan
rumah. Namun kegiatan ini tidak berlangsung secara terus menerus akibat dari
keterbatasan kemampuan petugas kesehatan serta luasnya jangkauan rumah
penduduk yang akan di data oleh petugas kesehatan. Pada Puskesmas Aek
Parombunan hanya terdapat 1 petugas kesling (kesehatan lingkungan) sebagai
petugas lapangan yang akan mendata setiap kondisi terkait kepemilikan jamban di
wilayah kerja Puskesmas tersebut.
Responden Berdasarkan Dukungan Aparat Kelurahan, Tokoh Masyarakat,
dan Tokoh Agama
Pada hasil analisis univariat diketahui bahwasebanyak 42 responden
(49,4%) mendapatkan dukungan dari aparat kelurahan, tokoh masyarakat, dan
tokoh agama untuk menggunakan jamban pada setiap kali buang air besar
sedangkan responden yang tidak mendapat dukungan dari aparat kelurahan, tokoh
masyarakat, dan tokoh agama sebanyak 43 orang (50,6%). Dari data tersebut
dapat diketahui masih kurangnya dukungan yang diberikan oleh aparat kelurahan,
tokoh masyarakat dan tokoh agama kepada responden terkait penggunaan jamban.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90
Bentuk dukungan mereka diketahui, pada pertanyaan no 1 tentang
keikutsertaan aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama berperan
dalam penyuluhan menggenai penggunaan jamban. sebanyak 74 (87%) responden
menyatakan bahwa aparat keluarahan tidak pernah ikut serta dalam penyuluhan
menggenai penggunaan jamban. Kemudian sebanyak 83 (97%) responden
menyatakan bahwa tokoh masyarakat tidak pernah ikut serta dalam penyuluhan
menggenai penggunaan jamban dan sebanyak 85 (100%) responden menyatakan
bahwa tokoh agama tidak pernah ikut serta dalam penyuluhan menggenai
penggunaan jamban. Hal ini disebabkan kurangnya kerjasama antara petugas
kesehatan dan aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta
ketidakmampuan petugas kesehatan dalam melibatkan tokoh agama dan tokoh
masyarakat tersebut untuk mengatasi masalah kesehatan. Selanjutnya bentuk
dukungan mereka, pada pertanyaan no 2 tentang koordinasi yang dilakukan aparat
kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama kepada setiap kepala rumah tangga
diketahui 48 (56,47%) responden menyatakan bahwa aparat keluarahan tidak
berkoordinasi dengan kepala keluarga untuk mau berpartisipasi dalam
menggunakan jamban. Sebanyak 77 (90,59%) responden menyatakan bahwa
tokoh masyarakat tidak berkoordinasi dengan kepala keluarga untuk mau
berpartisipasi dalam menggunakan jamban dan sebanyak 83 (97,65%) responden
menyatakan bahwa tokoh agama tidak berkoordinasi dengan kepala keluarga
untuk mau berpartisipasi dalam menggunakan jamban. Hal ini kemungkinan
disebabkan aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama merasa bahwa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
91
permasalahan terkait penggunaan jamban adalah masalah kesehatan yang hanya
bisa ditangani oleh petugas kesehatan tersebut.
Responden Berdasarkan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Berdasarkan tabel 17 diketahui sebanyak 9 responden (10.6%) tidak
menggunakan jamban pada setiap kali buang air besar sedangkan responden yang
menggunakan jamban sehat / memenuhi syarat pada setiap kali buang air besar
sebanyak 33 orang (38,8%), sedangkan responden yang tidak menggunakan
jamban sehat / tidak memenuhi syarat pada setiap kali buang air besar sebanyak
43 orang (50,6%). Dari data tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagaian besar
responden yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan
menggunakan jamban yang tidak memenuhi syarat. Sebuah jamban dapat
dikategorikan memenuhi syarat apabila memiliki lubang penampung septic tank
lebih dari 10 meter dari sumber air minum, tidak berbau dan tinja tidak dapat
dijamah oleh serangga maupun tikus, lantai landai ke arah lubang jongkok
sehingga tidak mencemari tanah di sekitarnya, mudah dibersihkan dan aman
digunakan, dilengkapi dinding dan atap pelindung, penerangan yang cukup, lantai
kedap air, ventilasi cukup baik (minimal 10% dari luas lantai), tersedia air dan alat
pembersih.
Perilaku penggunaan jamban yang tidak memenuhi syarat pada responden
kebanyakan memiliki jamban leher angsa tetapi tidak memiliki septic tank.
Responden merasa bahwa jika mereka sudah memiliki jamban dirumahnya
masing-masing, sudah dapat dikatakan baik walaupun jamban yang dimilikinya
tidak memiliki septic tank. Responden merasa tidak perlu menyediakan septic
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
92
tank karena pembuangan kotoran sudah langsung jatuh ke aliran parit atau aliran
sungai. Bagi responden apabila sudah tidak tercium bau dari kotoran maka jamban
tersebut dapat dikategorikan sehat/memenuhi syarat. Kemudian 9 responden yang
tidak menggunakan jamban dikarenakan belum memiliki jamban yang disebabkan
masih terkendala secara ekonomi serta rumah yang mereka tempatin adalah rumah
sewa (bukan miliki sendiri) sehingga mereka merasa rugi andai membangun
sebuah jamban yang memenuhi syarat di rumah yang mereka sewa tersebut.
Hubungan Antara Faktor Karakteristik (Umur) dengan Perilaku
Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Pada penelitian ini analisis bivariat menggunakan uji chi square, hingga
diperoleh p-value (0,982) > (0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban. Sehingga Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada pengaruh antara umur dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Linda Destiya (2015) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur terhadap perilaku
kepala keluarga dalam pemanfaatan jamban di pemukiman Kampung Nelayan
Tambak Lorok Semarang. Linda menyebutkan bahwa responden yang berusia ≥
35 tahun lebih berpeluang 3,9 kali untuk memiliki perilaku pemanfaatan jamban
dibanding responden yang berusia < 35 tahun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan penelitian Sutedjo (2003)
yang menyebutkan bahwa persentase responden umur tua dan muda tidak berbeda
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
93
partisipasinya dalam program kesehatan (p>0,005). Sehingga tidak perlu adanya
penggolongan umur untuk peningkatan partisipasi masyarakat. Dalam jurnal
kesehatan Amalinda dkk (2016) menyatakan bahwa dalam teori L.Green umur
termasuk salah satu faktor predisposing, namun jika tidak diikuti oleh beberapa
faktor lain, kemungkinan tidak akan menimbulkan terjadinya perilaku kesehatan.
Partisipasi responden dalam penggunaan jamban di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan tidak ada kaitannya dengan penggolongan umur.
Responden berusia diatas 35 tahun dan dibawah atau sama dengan 35 tahun
disana cenderung memiliki perilaku yang sama dalam menggunakan jamban.
Dalam mencari informasi, khususnya masalah kesehatan kurang lebih sama antara
berbagai tingkatan umur. Umur biologis seseorang tidak menjamin seseorang
tersebut dapat memiliki mental yang sesuai dengan umur biologis tersebut.
Karena walaupun memiliki kelompok umur yang sama, belum tentu masyarakat
yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Aek parombunan memiliki usia mental
yang sama. Usia mental berbeda perkembangannya pada tiap orang. Ada faktor-
faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan usia mental seseorang
seperti kemapuan berfikir dan pola asuh seseorang tersebut.
Disamping itu kemungkinan masyarakat kelurahan Aek Parombunan dan
Aek Muara Pinang sudah memahami bahwaterjadinya penyakit diare disebabkan
perilaku hidup bersih dan sehat yang buruk tanpa mengenal rentang usia
masyarakat tersebut, seperti perilaku buang air besar sembarangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
94
Hubungan Antara Faktor Karakteristik (Pendidikan) dengan Perilaku
Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Hasil analisis bivariat menggunakan chi square diperoleh p-value (0,0001)
< (0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Linda Destiya (2015) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan terhadap
perilaku kepala keluarga dalam pemanfaatan jamban di pemukiman Kampung
Nelayan Tambak Lorok Semarang. Linda menyatakan bahwa responden yang
berpendidikan tinggi berpeluang 3,6 kali untuk memanfaatkan jamban daripada
responden yang berpendidikan rendah.
Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa tingkat pendidikanyang rendah akan
menyebabkan masyarakat susah mencerna pesan atau informasi yang
disampaikan. Sehingga pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam
pengembangan daya nalar serta sarana untuk menerima pengetahuan. Dengan
demikian pendidikan pada dasarnya merupakan usaha dan tindakan yang
bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan manusia.
Kemampuan menerima seseorang akan lebih cepat jika orang tersebut memiliki
latar belakang pendidikan yang cukup.
Sejalan dengan penelitian Erlinawati (2009) menyatakan bahwa
pendidikan ibu memiliki hubungan erat dengan perilaku keluarga terhadap
penggunaan jamban, dimana ibu dengan pendidikan tinggi memiliki peluang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
95
menggunakan jamban 17,4 kali dibandingakan dengan ibu yang berpendidikan
rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendidikan maka
semakin tinggi pula kesadarannya untuk tetap menjaga kebersihan lingkungannya.
Begitu juga dalam jurnal Maria Fransiska (2011) menyatakan bahwa
berdasarkan hasil uji Chai Square, p-value=0,022 <0,05 maka H0 ditolak dan Ha
diterima, dengan dengan tingkat keeratan hubungan r= 0,253 yang menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan masyarakat dengan
praktek penggunaan jamban.
Masyarakat Aek Parombunan dan Aek Muara Pinang yang berpendidikan
rendah lebih banyak tidak menggunakan jamban dan hanya sedikit kelurga yang
menggunakan jamban, dalam hal ini tingkat pendidikan mempunyai hubungan
bagi seseorang dalam mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat. Pendidikan
yang semakin tinggi akan berdampak pada respon masyarakat kelurahan Aek
Parombunan dan Aek Muara Pinang. Masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi
akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap setiap informasi yang
diterimanya dan berpikir untuk mempertimbangkan seberapa besar keuntungan
yang akan diperoleh dari perilaku tidak buang air besar sembarangan.
Perilaku dipengaruhi oleh pendidikan yang ditempuh oleh responden,
semakin tinggi pendidikan yang ditempuh responden maka semakin baik perilaku
dan etika yang diperbuat oleh responden. Hal ini disebabkan dalam dunia
pendidikan responden akan ditempah menjadi individu yang memiliki
pengetahuan, beretika dan berbudi luhur mulai dari cara berpakaian, berbicara dan
berperilaku. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
96
maka responden yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan
memiliki perilaku cenderung melaksanakan penggunaan jamban memenuhi
syarat.
Hubungan Antara Faktor Karakteristik (Pekerjaan) dengan Perilaku
Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Pada hasil analisis bivariat penelitian ini menggunakan chi square
diperoleh p-value (0,311) > (0,05) sehingga Ho diterima, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan perilaku
masyarakat dalam penggunaan jamban.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Amalinda dkk (2016)
menyatakan bahwa masyarakat yang tidak bekerja mengkondisikan dirinya seperti
merasa tidak perlu berpartisipasi dalam mewujudkan derajat kesehatan. Tetapi
pada penelitian Yanny Dewi (2011) menyatakan bahwa masyarakat dengan status
bekerja mempunyai tindakan yang cenderung sama dengan tindakan masyarakat
yang memiliki status tidak bekerja.
Berdasarkan tabel 18 diketahui sebanyak 6 responden yang bekerja dan
sebanyak 3 responden yang tidak bekerja memiliki perilaku tidak menggunakan
jamban. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang memiliki status bekerja di
wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan memiliki tindakan yang cenderung
sama dengan masyarakat dengan status tidak bekerja.Hal ini disebabkan karena
responden yang bekerja ataupun yang tidak bekerja memiliki kesempatan yang
sama untuk menggunakan jamban sesuai dengan kebutuhannya. Pengunaan
jamban tidak dibatasi hanya dengan status bekerjanya setiap orang. Karena setiap
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
97
orang memiliki kewajiban yang sama untuk menggunakan jamban yang
memenuhi syarat untuk meningkatkan derajat kesehatannya dan penggunaan
jamban adalah kebutuhan mendasar bagi setiap orang tanpa melihat status bekerja.
Dalam menentukan partisipasi seseorang dalam mewujudkan derajat
kesehatan dibutuhkan kesadaran penuh dalam melakukannya. Seseorang harus
tahu, mau, dan mampu agar tercapai perilaku penggunaan jamban yang memenuhi
syarat. Masyarakat yang mengkondisikan dirinya merasa tidak perlu berpartisipasi
dalam menggunakan jamban sehat sebaiknya lebih mendapat dukungan yang lebih
dari pihak Puskesmas Aek Parombunan.
Menurut peneliti bahwa apapun pekerjaan responden, tetap bisa
menggunakan jamban memenuhi syarat.Status bekerja tidak akan menghambat
responden dan tidak mengganggu kondisi responden pada saat menggunakan
jamban memenuhi syarat. Karena memang pada dasarnya seorang akan tetap
membutuhkan jamban memnuhi syarat walaupun tidak semua responden
menggunakan jamban memenuhi syarat.
Hubungan Antara Faktor Karakteristik (Penghasilan) dengan Perilaku
Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Hasil analisis penelitian ini menggunakan chi square diperoleh p-value
(0,0001) < (0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban.
Pada buku Soekidjo dalam teori L.Green (2007) menyatakan bahwa
pendapatan yang tinggi memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
98
kesehatan yang baik jika dibanding dengan seseorang berpenghasilan rendah yang
cenderung kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan serta pemeliharaan
kesehatan.
Dalam pendapat Soemardji (1999) dalam jurnal Amalinda dkk (2016)
menyatakan bahwa perbedaan tingkat partisipasi responden yang tidak bekerja
mengkondisikan dirinya seperti merasa tidak perlu berpartisipasi. Dalam jurnal
Amalinda dkk (2016) menyatakan bahwa perilaku kurang baik terdapat pada
kepala keluarga yang berpenghasilan <UMR dibandingkan dengan kepala
keluarga yang berpenghasilan ≥ UMR. Kemudian pada penelitian Khairurahmi
dalam Amalinda dkk, menyatakan bahwa dalam pendekatan partispatif melalui
kelompok sasaran diklarifikasi atas dasar karakteristik masig-masing kelompok
masyarakat, salah satunya berdasarkan kelompok ekonomi. Dengan
pengembangan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program jamban keluarga didukung oleh masyarakat yang mempunyai
penghasilan cukup atau mampu secara ekonomi.
Dalam jurnal Maria Fransiska (2011) menyatakan bahwa adanya
hubungan yang sedang antara tingkat pendapatan masyarakat dengan praktek
penggunaan jamban. Kecenderungan ini disebabkan masyarakat pesisir pantai
Oesapa sebagian besar menggantungkan hidupnya pada hasil laut sehingga
pendapatan yang diperoleh setiap bulannya tidak tetap dan hanya berkisar antara
Rp. 400.000- Rp. 600.000.Jumlah pendapatan yang rendah ini menyebabkan
masyarakat pesisir pantai kurang memperhatikan perilaku hidup bersih dan sehat
termasuk membangun sarana jamban.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
99
Sebagian besar pendapatan masyarakat yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan berada diatas UMR kota Sibolga. Hal ini ditetapkan
pemerintah agar masyarakatnya bisa lebih sejahtera dalam kehidupan
ekonominya. Kondisi ekonomi yang mencukupi membuat masyarakat mampu
untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Karena pengetahuan dan sikap saja
tidak cukup untuk meningkatkan derajat kesehatan seseorang tanpa dibarengi
dengan kemampuan secara ekonomi.
Penghasilan yang tinggi memungkinkan keluarga untuk memperoleh hal
yang lebih baik seperti kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Demikian
sebaliknya jika penghasilan rendah maka akan ada hambatan dalam pemenuhan
kebutuhan sehari – hari. Dalam membuat sebuah jamban memenuhi syarat
diperlukan biaya yang lumayan besar untuk membangun jamban tersebut. Sebab
sebuah jamban yang memenuhi syarat harus memiliki sebuah penampungan
tinja/kotoran seperti septic tank. Konstruksi sebuah septic tank mempunyai
dinding bata dan diatasnya diberi penutup dengan pelat beton dilengkapi penutup
control dan diberi pipa hawa T sebagai hubungan agar udara ke dalam septic tank.
Oleh karena itu menurut peneliti bahwa penghasilan responden yang
cukup akan memberikan kemudahan bagi responden untuk memenuhi
kebutuhannya yaitu menggunakan jamban memenuhi syarat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
100
Hubungan Antara Faktor Predisposisi (Pengetahuan) dengan Perilaku
Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Hasil analisis bivariat penelitian ini menggunakan chi square, diperoleh p-
value (0,0001) < (0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban.
Sejalan dengan penelitian Nevdi Chandra (2012) menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diketahui dalam
menggunakan jamban. Jika seorang memiliki pengetahuan yang baik tentang
kegunaan jamban maka tindakan untuk menggunakan jamban akan berjalan
dengan baik. Akan tetapi, apabila seorang tidak memiliki pengetahuan yang baik
tentang arti, manfaat, dan jenis-jenis jamban maka tindakan untuk menggunakan
jamban tidak akan berjalan dengan baik. pengetahuan merupakan unsur
yangmemegang peranan paling penting yang menilai kemampuan seseorangdalam
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari utamanya dalam menerimaberbagai hal
yang diterimanya baik melalui media maupun tatap langsungdengan petugas
kesehatan.
Pada penelitian Linda Destiya (2015) menyatakan bahwa responden
dengan pengetahuan baik akan memeiliki perilaku pemanfaatan jamban 3,9 kali
lebih besar daripada responden yang memiliki pengetahuan buruk.
Menurut Soekidjo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah
terjadi pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk suatu tindakan seseorang. Apabila
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
101
pengetahuan yang terbentuk adalah pengetahuan yang cukup untuk kesehatan
maka hal tersebut akan tercermin pada perilaku masyarakatnya.
Dalam Erlinawati (2009) menyatakan bahwa variabel pengetahuan ibu
tentang jamban merupakanvariabel confounder terhadap hubungan pendidikanibu
dengan perilaku keluarga terhadap penggunaanjamban. Kondisi ini dapat
dijelaskan bahwa ibuyang mempunyai pengetahuan tinggi tentang jamban
padaumumnya adalah ibu berpendidikan tinggi. Hal ini kemungkinandisebabkan
karena ibu yang berpendidikantinggi lebih mudah memahami (comprehension)
danmampu menginterpretasikan secara benar objek yang diketahuiyang diikuti
dengan proses aplikasi (application)dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, semakin
tinggi pendidikanibu maka semakin tinggi pula pengetahuannyayang dapat
mempengaruhi perilaku keluarga terhadappenggunaan jamban.
Dalam penelitian Indra Agusamad (2017) Pengetahuan kepala keluarga
juga sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap menuju perilaku hidup bersih
dan sehat. Pengetahuan kepala keluarga yang kurang akan mempengaruhi
keluarga dalam memperoleh dan mencerna informasi untuk kemudian
menentukan pilihan dalam menerapkan hidup sehat. Asumsi peneliti bahwa
pemanfaatan jamban di rumah tangga merupakan salah satu upaya strategis untuk
menggerakkan dan memberdayakan keluarga atau anggota rumah tangga untuk
hidup bersih dan sehat. Melalui ini setiap anggota rumah tangga diberdayakan
agar tahu, mau dan mampu menolong diri sendiri dibidang kesehatan dengan
mengupayakan lingkungan yang sehat, mencegah dan menanggulangi masalah-
masalah kesehatan yang dihadapi, serta memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
102
ada.Begitu juga pada penelitian Yanny Dewi (2012) yang menyatakan bahwa Hal
ini berarti semakin baik pengetahuan seseorang maka perilakunya pun akan
semakin baik pula. Pengetahuan masyarakat tentang perilaku BAB perlu
ditingkatkan antara lain melalui kegiatan penyuluhan/pendidikan oleh petugas
kesehatan, kader, tokoh masyarakat dan tokoh agama, serta melalui media
promosi kesehatan yakni leaflet, booklet, poster dan sebagainya.
Menurut peneliti, pengetahuan masyarakat kelurahan Aek Parombunan
dan Aek Muara Pinang mempengaruhi dalam memutuskan tindakan mana yang
akan mereka lakukan. Jika seseorang yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas
Aek parombunan memiliki pengetahuan yang baik tentang arti, kegunaan, manfaat
dan jenis-jenis jamban, maka tindakan untuk menggunakan jamban yang
memenuhi syarat akan berjalan dengan baik, begitu juga sebaliknya. karena pada
dasarnya penggunaan jamban memenuhi syarat tidak akan terlaksana tanpa
pengetahuan dan informasi yang diterima oleh responden.
Hubungan Antara Faktor Predisposisi (Sikap) dengan Perilaku Masyarakat
dalam Penggunaan Jamban
Hasil analisis bivariat penelitian ini menggunakan chi square, diperoleh p-
value (0,0001) < (0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Amalinda dkk (2016) yang menyatakan
bahwa sikap berkaitan erat dengan pengetahuan. Jika seseorang memiliki
pengetahuan yangbaik tentang sesuatu maka sikap yang dimilikinya pun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
103
cenderung positif. Dalam penelitiannya diketahui nilai p sebesar 0,019 yang
menunjukkanada hubungan antara sikap denganperilaku buang air besar di
jamban. Dapatdiketahui bahwa responden yang memilikiperilaku kurang baik
lebih banyak terdapatpada kepala keluarga dengan sikap yangtidak mendukung
terhadap buang air besardi jamban (51,9) dibandingkan pada kepalakeluarga
dengan sikap yang mendukungterhadap buang air besar di jamban
(24,7).Sebaliknya kepala keluarga yangberperilaku baik lebih banyak
terdapatpada kepala keluarga dengan sikap yangmendukung terhadap buang air
besar dijamban (75,3) dibandingkan pada kepalakeluarga dengan sikap yang
tidakmendukung tehadap buang air besar dijamban (48,1).Sikap belum
merupakansuatu tindakan atau aktifitas, akan tetapimerupakan predisposisi
tindakan atauperilaku (Notoatmodjo).
Dalam Yenny Dewi (2012) menyatakan bahwa sikap yang kurang baik
dari masyarakat tentang perilaku BAB ini juga dapat disebabkan oleh karena
kurangnya pengetahuan dan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh
mayarakat di Desa Sibuntuon Partur. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi
dan membantu meningkatkan keadaan dan kondisi sikap masyarakat tentang
perilaku BAB adalah melaksanakan sosialisasi tentang perilaku BAB yang
dilakukan oleh semua pihak yang terkait.
Dalam penelitian Indra Agusamad (2017) menyatakan bahwa perilaku
buang air besar (BAB) di sembarang tempat dan cenderung tidak memanfaatkan
jamban tersebut merupakan salah satu kebiasaan yang dimiliki individu akibat
dari meniru perilaku orang-orang di sekitarnya. Menurut Andreas (2014), peran
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
104
yang paling dominan dalam sebuah keluarga adalah kepala keluarga. Kepala
keluarga memiliki peran dalam sebuah keluarga dan masyarakat, karena dianggap
dapat mempengaruhi individu dalam sebuah keluarga yang bermasalah, selain itu
kepala keluarga merupakan angota dari kelompok sosialnya dan anggota
masyarakat dari lingkungannya yang diakui keberadaannya.
Menurut Green dan Marshall (1991) dalam penelitian Saut Simatupang
(2013) sikap merupakan presdisposing factor yaitu mempermudah perubahan
perilaku dan menurut Budiono sikap merupakan tanggapan diri sendiri dari hasil
rangsangan orang lain yang menyaakan tepat atau tidak tepat, dimana yang
bersifat lebih baik, yaitu tepat atau setuju akan lebih mudah untuk merubah
perilaku untuk menggunakan jamban keluarga, sehingga responden yang
mempunyai sikap lebih tepat akan mempunyai kemungkinan yang lebih banyak
untuk menggunakan jamban keluarga dari pada responden yang bersikap kurang
tepat.Menurut Sunaryo (2004) dalam penelitian Saut Simatupang (2013) Sikap
tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman
individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Manusia sebagai makhluk
sosial, pembentukan sikap tidak terlepas dari pengaruh interaksi manusia satu
dengan yang lainnya (eksternal). Manusia juga sebagai makhluk individual
sehingga apa yang datang dari dalam dirinya (internal), juga akan mempengaruhi
pembentukan sikap.
Menurut peneliti tingkat pengetahuan responden dalam penelitian ini
terhadap penggunaan jamban mayoritas tinggi, hal ini mempengaruhi sikap
responden dalam penggunaan jamban dengan baik. Masyarakat kelurahan Aek
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
105
Parombunan dan Aek Muara Pinang yang mempunyai sikap lebih baik akan
mempunyai kemungkinan yang lebih banyak untuk menggunakan jamban yang
memenuhi syarat. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan sikap yang baik
masyarakat yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan akan
berpengaruh terhadap terjadinya peran masyarakat tersebut dalam menunjang
keberhasilan sebuah program kesehatan. karena pada dasarnya penggunaan
jamban memenuhi syarat tidak akan terlaksana tanpa pengetahuan dan informasi
yang diterima oleh responden. Kemudian sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi
dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman seseorang sepanjang
perkembangan selama hidupnya.Bila seseorang mempunyai sikap
mendukung/setujuterhadap objek sikap, berarti mempunyai sikap positif terhadap
objek tersebut.Sebaliknya jika seseorang tidak mendukung terhadap objek sikap
berarti mempunyai sikap yang arahnya negatif terhadap penggunaan jamban.
Hubungan Antara Faktor Pendukung (Kepemilikan Jamban) dengan
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Hasil analisis bivariat peneltiian ini menggunakan chi square, diperoleh p-
value (0,0001) < (0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kepemilikan jamban dengan perilaku masyarakat
dalam penggunaan jamban.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Linda Destiya (2015) bahwa ada
hubungan antara kepemilikan jamban dengan perilaku Kepala Keluarga dalam
Pemanfaatan Jamban. Kemudian responden yang memiliki jamban akan memiliki
perilaku memanfaatkan jamban sebesar 5,6 kali dibanding dengan responden yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
106
tidak memiliki jamban. Linda mengindikasikan bahwa perlu adanya upaya
pemberian informasi tentang jamban yang memenuhi syarat kesehatan serta
ajakan untuk menggunakan dan pemanfaatan jamban sehingga masyarakat
Tambak Lorok yang tidak memanfaatkan jamban sebagai tempat untuk
membuang kotoran menjadi tertarik untuk ikut berperan aktif dalam pemanfaatan
jamban.
Menurut peneliti, kepemilikan jamban sangat berhubungan dengan
perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban. Karena pada dasarnya setiap
orang akan membutuhkan jamban sebagai tempat setiap kali melakukan buang air
besar. Kemudian kebutuhan akan jamban yang memenuhi syarat sangat penting,
hal ini dikarenakan penggunaan jamban yang tidak memenuhi syarat walaupun
memiliki jamban akan berdampak kepada kesehatan lingkungan dan kesehatan
dari keluarga yang tinggal disekitar tempat pembuangan kotoran tersebut. Jamban
yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan penularan penyakit seperti diare,
cholera, tifus dan lainnya. Misalnya kasus diare yang menjadi penyakit kedelapan
dengan kasus terbanyak di Puskesmas Aek Parombunan pada tahun 2016.
Kepemilikan jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan
sebagian besar saluran pembuangan kotoran warganya langsung ke sungai
ataupun ke parit walaupun mereka menggunakan jamban leher angsa. Kemudian
sebagian masyarakat yang rumahnya adalah rumah sewa, merasa kurang peduli
akan pentingnya memiliki jamban sehat, dikarenakan rumah yang mereka tempati
tersebut adalah bukan milik mereka sendiri.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
107
Hubungan Antara Faktor Pendorong (Dukungan Petugas Kesehatan)
dengan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Hasil analisis bivariat penelitian ini menggunakan uji chi square, diperoleh
p-value (0,0001) < (0,05) sehingga Ho ditolak,maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara dukungan petugas kesehatan dengan perilaku
masyarakat dalam penggunaan jamban.
Sejalan dengan penelitian Erlinawati (2009) menyatakan bahwa keluarga
yangmendapatpembinaan penggunaan jamban oleh petugas puskesmasmempunyai
peluang untuk menggunakan jamban 4,5 kalidibandingkan dengan keluarga yang
tidak mendapatpembinaan.
Pada penelitian Andrias (2014) menyatakan bahwa faktor yang
menentukan terjadinya perubahan perilaku adalah factor reinforcing atau factor
penguat. Dimana yang termasuk dalam faktor tersebut salah satunya adalah
dukungan tenaga kesehatan. Dukungan tenaga kesehatan dalam melakukan suatu
tindakan akan memperkuat terjadinya seseorang untuk melakukan sebagaimana
yang diinginkan oleh petugas kesehatan. Terjadinya perubahan perilaku tersebut
juga bisa terjadi karena adanyadukungan masyarakat, dukungan praktisi promosi
kesehatan dan pendidik kesehatan (Green).
Menurut peneliti, petugas kesehatan merupakan orangyang sangat
berpengaruh dalam pembentukan persepsi seseorang. Petugas kesehatan dapat
membentuk persepsi seseorang dalam hal ini membentuk persepsi kepala keluarga
tentang penggunaan jamban menuju perdepsi yang positif lewat pendidikan
kesehatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
108
Hal ini menunjukkan bahwa petugas kesehatan Puskesmas Aek
Parombunan memiliki peran penting dalam mengubah pengetahuan, sikap dan
perilaku dari masyarakat terkait dengan penggunaan jamban sehat yang memenuhi
syarat. Kemudian petugas kesehatan adalah sebagai ujung tombak dalam
mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam masyarakat. Dalam hal ini
diharapkan pihak petugas kesehatan seharusnya lebih menjangkau lagi masyarakat
agar dapat meningkatkan derajat kesehatan mereka, khususnya dalam hal
penggunaan jamban sehat memenuhi syarat.
Berdasarkan informasi dari petugas kesehatan di Puskesmas Aek
Parombunan, program kesehatan yang telah dilaksanakan adalah pendataan rumah
dan kepemilikan jamban. Petugas kesehatan menyatakan sudah memberikan
penyuluhan, serta informasi terkait penggunaan jamban pada saat pendataan
rumah. Namun kegiatan ini tidak berlangsung secara terus menerus akibat dari
keterbatasan kemampuan petugas kesehatan serta luasnya jangkauan rumah
penduduk yang akan di data oleh petugas kesehatan. Pada Puskesmas Aek
Parombunan hanya terdapat 1 petugas kesling (kesehatan lingkungan) sebagai
petugas lapangan yang akan mendata setiap kondisi terkait kepemilikan jamban di
wilayah kerja Puskesmas tersebut. Sehingga petugas kesehatan lingkungan
membentuk kader kesehatan di tiap wilayah lingkungan di kelurahan Aek
Parombunan dan Aek Muara Pinang, yang diharapkan kader-kader kesehatan
tersebut akan mampu mengajak dan melibatkan partisipasi masyarakat dalam
berperilaku hidup bersih dan sehat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
109
Begitu juga sebaiknnya petugas kesehatan lebih bekerja sama dengan
melibatkan aparat kelurahan yang terkait serta tokoh masyarakat yang tinggal di
lingkungan masing-masing dan keterlibatan tokoh agama sebagai tokoh yang
akan di ikuti perkataan nya oleh masyarakat dengan cara menjaga kebersihan
lingkungan adalah sebagian dari iman. Selain program program diatas , petugas
kesehatan berupaya meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang lingkungan
khusunya tentang pentingnya kepemilikan jamban bagi setiap masyarakat. Akan
tetapi peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kepemilikan
jamban harus disesuaikan dengan pentingnya syarat syarat agar sebuah jamban itu
dapat dikategorikan memenuhi syarat.
Hubungan Antara Faktor Pendorong (Dukungan Aparat Kelurahan, Tokoh
Masyarakat dan Tokoh Agama) dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Hasil analisisbivariat penelitian ini menggunakan chi square, diperoleh p-
value (0,017)< (0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat,
dan tokoh agama dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban.
Penilitian ini sejalan dengan Soekidjo (2007) dalam penelitian Linda
Destiya (2015) yang mengungkapkan bahwa perilaku kesehatan bertitik tolak
pada ada atau tidaknya dukungan sosial dari tokoh masyarakat, petugas kesehatan
dan ada tidaknya informasi kesehatan. Artinya masyarakat yang mendapat
dukungan dari tokoh masyarakat berpeluang untuk memiliki perilaku kesehatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
110
yang lebih baik dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapat dukungan
dari tokoh masyarakat dan petugas.
Sejalan dengan pendapat Amalinda dkk (2016) yang menyatakan okoh
masyarakat adalahseseorang yang berpengaruh danditokohkan oleh
lingkungannya.Penokohantersebut karena pengaruh posisi,kedudukan,
kemampuan, dankepiawaiannya. Oleh karena itu, segalatindakan, ucapan, dan
perbuatannya akandiikuti oleh masyarakat di sekitarnya.
Pada penelitian Andrias (2014) mengemukakan bahwa faktor penting
dalam proses penerimaan masyarakat terhadap unsur baru adalah prestise
innovator, atau perubahan yang dianjurkan oleh atau didukung oleh pimpinan
politik atau pimpinan agama yang disegani lebih mudah diterima oleh masyarakat.
Atas dasar hal tersebut maka cara pemberdayaan masyarakat yang digerakan oleh
tokoh –tokoh masyarakat, tokoh agama dan didukung oleh kebijakan politis dari
unsur pimpinan mulai dari tingkat Desa sampai Kabupaten dalam bentuk Surat
Keputusan maupun Peraturan Daerah tentang upaya peningkatan kualitas
lingkungan hidup khususnya dalam penggunaan jamban keluarga dipandang
sangat relvan untuk direkomendasikan. Mengingat tokoh masyarakat dan tokoh
agama di Desa sebagai factor pendorong terjadinya perubahan perilaku
masyarakat dalam menggunakan jamban, maka inilah salah satu potensi yang
harus diintervensi oleh pengelola program untuk ikut memberdayakan masyarakat
dalam menggunakan jamban. Peran serta masyarakat/tokoh agama dalam proses
pembangunan khususnya dalam membentuk perilaku penggunaan jamban dapat
dibuat model sebagai “sharing of power” atau kesediaan masyarakat untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
111
berbagi kekuasaan. Peran serta pada hakekatnya mulai dari tahap awal mengetahui
adanya masalah perilaku masyarakat dalam menggunakan jamban baik pada
dirinya sendiri maupun pada lingkungannya. Tetapi dapat pula mulai menaruh
perhatian pada kegiatan kegiatan yang telah ada, misalnya mulai memanfaatkan
sarana pelayanan kesehatan yang telah disediakan dalam bentuk menggunakan
dan memelihara bahkan sampai pada tahap pengembangan terhadap sarana
jamban yang telah dibangun oleh pemerintah.
Keterlibatan para aparat kelurahan dinilai sangat penting oleh masyarakat
Aek Parombunan dan Aek Muara Pinang. Maka dari itu diperlukan adanya
pendekatan dari aparat kelurahan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama, salah satu
contohnya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Dalam membangun
kesehatan di wilayah kelurahan, sangat diperlukan adanya dukungan dari aparat
kelurahan tokoh masyarakat, dan tokoh agama dikarenakan segala tindakan dan
ucapannya akan mendapat perhatian lebih dan diikuti oleh masyarakatnya.
Keterlibatan aparat kelurahan dapat dikatakan cukup baik dengan
mendukung program kepemilikan jamban yang dimana bagi setiap masyarakat
yang belum memilki jamban maka akan segala sesuatu yang terkait pengurusan
administrasi pada bagian kelurahan maka tidak akan dilakukan. Begitu juga pihak
aparat kelurahan sebaiknya lebih berkoordinir dengan pihak Puskesmas Aek
Parombunan yang dimana dalam menunjang keberhasilan program kepemilikan
jamban ini diperlukan bantuan dari setiap kepala lingkungan bekerjasama
menjangkau masyarakat yang belum terdata memiliki jamban serta pemberian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
112
bantuan-bantuan terkait pembangunan jamban baik itu jamban leher angsa
menggunakan septic tank ataupun jamban komunal.
Sejauh ini kepemilikan jamban yang memenuhi syarat masih rendah
dikalangan masyarakat yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan. Hal ini sesuai dengan data profil Puskesmas tahun 2016 yang
menyatakan bahwa kasus diare termasuk 10 penyakit terbesar pada urutan
kedelapan (8) yang berada di Puskesmas Aek Parombunan. Dari data tersebut
disimpulkan bahwa dampak dari tidak menggunakan jamban yang memenuhi
syarat akan berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan didaerah tersebut, seperti
pencemaran air dan pencemaran tanah. Dampak dari pencemaran tersebut akan
menimbulkan penularan penyakit seperti kolera, diare, disentri dan tifus (demam
tifoid). Maka dari hal tersebut sangat dibutuhkan kerjasama yang lebih lagi antara
petugas kesehatan sebagai ujung tombak peningkatan derajat kesehatan
masyarakat dan aparat kelurahan, tokoh masyarakat, tokoh agama sebagai
pendorong terjadinya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang tinggal di
wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan.
Tokoh masyarakat sebagai seseorang yang tingkah lakunya akan
mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat sebaiknya mampu bekerjasama
dengan dengan pihak Puskesmas dengan cara memberikan pembinaan bagi
masyarakat di lingkungannya untuk mengunakan jamban yang memenuhi syarat.
Begitu juga dengan tokoh agama yang berperan sebagai seseorang yang
ucapannya akan menjadi panutan bagi masyarakat yang mendengarkannya,
sebaiknya memberikan pemahaman di setiap ceramah dan khotbahnya kepada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
113
masyarakat yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan bahwa
kesehatan lingkungan itu adalah tanggung jawab sebagai orang yang beriman.
Karena pada dasarnya kebersihan lingkungan adalah sebagian dari iman dan
dampak dari kebersihan lingkungan akan berpengaruh terhaadap kesehatan
jasmani dan rohani seseorang. Karena pada lingkungan yang bersih akan terdapat
tubuh yang kuat serta jiwa yang sehat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
114
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian yang dilakukan
tentangfaktor-faktor yang berhubungan terhadap perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor karakteristik yang menunjukkan adanya hubungan yang siginifikan
dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga adalah pendidikan (p-value =
0,001), dan penghasilan (p-value = 0,001). Sedangkan faktor karakteristik
yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan dengan
perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga adalah umur (p-value = 0,982),
dan pekerjaan (p-value = 0,311).
2. Faktor predisposisi yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolgaadalah pengetahuan (p-value =
0,001), dan sikap (p-value = 0,001).
3. Faktor pendukung yang menunjukkan adanya hubungan yang siginifikan
dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga adalah kepemilikan jamban (p-
value = 0,001).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
115
4. Faktor pendorong menunjukkan adanya hubungan yang siginifikan
dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban di wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolgaadalah dukungan petugas
kesehatan (p-value = 0,001), dan dukungan aparatkelurahan, tokoh
masyarakat, tokoh agama (p-value = 0,017).
Saran
1. Kepadapetugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan
Kota Sibolga diharapkan lebih meningkatkan peran dan kerja samanya
dalam mendorong masyarakat serta melibatkan pihak-pihak yang dianggap
mampu untuk membantupeningkatan program kesehatan terkait
penggunaan jamban yang memenuhi syarat.
2. Kepada aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama diharapkan
lebih meningkatkan perannyasebagai panutan dalam mendorong dan
berpartisipasi pada masyarakat untuk membantupeningkatan program
kesehatan terkait penggunaan jamban yang memenuhi syarat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
116
Daftar Pustaka
Agusamad, I. (2017). Perilaku kepala keluarga dalam pemanfaatan jamban di
Desa Meudang Ara Kecamatan Darul Ikshan Kabupaten Aceh Timur.
(Skripsi). Fakultas Keperawatan. STIKes Bina Nusantara, Aceh.
Amalinda, dkk. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan buang air besar
sembaranagan di Desa Gunung Sari kecamatan Pulosari Kabupaten
Pemalang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1), 1-5. http://e-journal-
s1.undip.ac.id/index.php/jkm.
Andrias, H. (2014). Perilaku kepala keluarga dalam menggunakan jamban di Desa
Tawiri Kecamatan Teluk Ambon Kota Ambon. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia, 9(2), 1-8.http://e-journal-
undip.ac.id/index.php/jpki/article/view/12737.
Arikunto, S. (2012). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Chandra, N. D. D. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
masyarakat tentang penggunaan jamban di Desa Madelamo Kecamatan
Tilong Kabila Kabupaten Bone Bolango (Skripsi). Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Dedi, A & Ratna, M. (2013). Pilar dasar ilmu kesehatan masyarakat. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Dinas Kesehatan Kota Sibolga. (2016). Profil pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan tahun 2016. Sibolga: Anonim
Dinas Kesehatan Kota Sibolga. (2016). Profil kesehatan Kota Sibolga tahun 2016.
Sibolga: Anonim.
Dwi. (2016 Mei). Pengertian masyarakat secara umum. Diakses pada 27 April
2018 dari http://umum-pengertian.blogspot.co.id/2016/05/pengertian-
masyarakat-secara umum.html?m=1.
Green, dkk. (1980). Health education planning a diagnostic approach. California:
Mayfield Publishing Company.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
117
Hamzah, B. (2012). Gambaran pemanfaatan sarana air bersih dan jamban
keluarga yang dilakukan melalui proyek PAB-PLP (Skripsi). Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.
KBBI. (2010, Juli) Kamus besar bahasa Indonesia. Diakses pada 22 April 2018
dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/penggunaan.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Peraturan menteri kesehatan republik
Indonesia No 3 tahun 2014 tentang sanitasi total berbasis masyarakat.
Jakarta: Anonim.
Kementerian Kesehatan RI.(2016). Profil kesehatan Indonesia 2016. Jakarta:
Anonim.
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Peraturan menteri kesehatan republik
Indonesia No 39 tahun 2016 tentang pedoman penyelenggaraan program
kesehatan Indonesia sehat. Jakarta: Anonim.
Kementerian Kesehatan RI.(2009). Profil kesehatan Indonesia 2009. Jakarta:
Anonim.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2003). Undang-undang
kementerian pendidikan dan kebudayaan No 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Jakarta: Anonim.
Linda,D. (2015). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kepala
keluarga dalam pemanfaatan jamban di pemukiman Kampung Nelayan
Tambak Lorok Semarang (Skripsi). Fakultas Keolahragaan, Universitas
Negeri Semarang, Semarang.
Nevdi, C. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tentang
penggunaan jamban di Desa Modelomo Kecamatan Tilang Kabila
Kabupaten Bone Bolango tahun 2012 (Skripsi). Fakultas Ilmu – Ilmu
Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Mubarak, W.I & Chayatin, N. (2010). Ilmu kesehatan masyarakat: Teori dan
aplikasinya. Jakarta: Salemba Medika.
Maria, F. dkk (2011). hubungan antara faktor predisposisi dan faktor pemungkin
dengan praktek penggunaan jamban pada masyarakat pesisir pantai
Kelurahan Oesapa. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 6(1), 1-12
https://mediakesehatanmasyarakat.files.wordpress.com.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
118
Pane, E. (2009). Pengaruh perilaku keluarga terhadap penggunaan jamban.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 3(5), 1-8.
https://journal.fkm.ui.ac.id/index.php/kesmas/article/view/215.
Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga. (2017). Profil Puskesmas Aek
Parombunan tahun 2017. Sibolga : Anonim.
Simatupang, S (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pertisipasi
masyarakat dalam pengadaan jamban Keluarga di Desa Marjandi Tongah
Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Deli Serdang (Skripsi). Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sugiyono. (2003). Metode penelitian bisnis. Bandung: Pusat Bahasa Depdiknas
Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif,
kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sutedjo. (2003). Analisis perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban
keluarga pada dua desa di Kabupaten Rembang (Tesis). Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang.
Soekidjo,N. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Tarigan, E. (2008), Faktor faktor yang mempengaruhi partisipasi keluarga dalam
penggunaan jamban di Kota Kabanjahe tahun 2007 (Tesis). Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Wikipedia Bahasa Indonesia (2012, Mei). Tinja. Diakses pada 30 April 2018 dari
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tinja.
Yanny. 2012. Pengaruh faktor predisposisi, pendukung dan pendorong terhadap
perilaku BAB di Desa Sibuntuon Partur Kecamatan Lintongnihuta
Kabupaten Humbahas tahun 2011(Skripsi). Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
119
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU
MASYARAKAT DALAM PENGGUNAAN JAMBAN DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS AEK PAROMBUNAN KOTA SIBOLGA
I. Keterangan Wawancara
a. No Urut Responden :
II. Identitas Responden
a. Nama :
b. Umur :
III. Pendidikan Terakhir :
a) Tidak Tamat SD/ Tidak Sekolah b.) Tamat SD c.) Tamat SMP
d.) Tamat SMA/SMK e.) Tamat Perguruan Tinggi
IV. Pekerjaan :
a.) Bekerja, ............................. b.) Tidak bekerja / Pengangguran
V. Penghasilan rata-rata tiap bulan :
Rp...............................
VI. Pengetahuan
1. Sebaiknya, ventilasi/lubang angin pada bangunan jamban ?
a. Ditutup rapat c. Dibuka sesuai ukuran 10% dari lantai
b. Dibuka sedikit d. Dibuka selebar-lebarnya
2. Setelah buang ai besar pada jamban, sebaiknya kotoran disiram ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
120
a. Tidak usah disiram c. Disiram sedikit, masih tercium bau
b. Disiram hingga tidak tercium bau d. Ditutup menggunakan pasir
3. Syarat-syarat dari jamban sehat ?
a. Tidak berbau, tersedia air, ventilasi, dinding dan atap pelindung, dan lantai
kedap air.
b. Jarak septic tank dari sumber air < 10 m
c. Saluran pembuangan tinja/kotoran harus terbuka
d. Pembuangan tinja/kotoran langsung ke laut
4. Jika anda mempunyai jamban cemplung, sebaiknya lubang tempat masuknya
tinja/kotoran ?
a. Dibiarkan terbuka
b. Didekatkan dengan sumber air
c. Dibiarkan terbuka asal disiram setiap saat
d. Ditutup rapat setiap setelah menggunakan jamban
5. Setelah selesai menggunakan jamban sebaiknya tangan dicuci pakai ?
a. Dicuci didalam gayung (air tidak mengalir)
b. Dicuci didalam bak mandi dan disabun
c. Dicuci dengan gayung, menggunakan air mengalir tanpa sabun
d. Dicuci dengan gayung, menggunakan air mengalir menggunakan sabun
6. Jika anda mempunyai septic tank, sebaiknya jarak septic tank yang dianjurkan
dengan sumber air adalah minimal berapa meter ?
a. (Kurang dari) < 10 m
b. (Lebih dari) > 10 m
c. (Kurang dari) < 3 m
d. Minimal 5 m
7. Jenis jenis jamban yang sehat/memenuhi syarat ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
121
a. jamban cemplung tertutup, jamban leher angsa, jamban komunal
b. jamban cemplung terbuka
c. jamban plengsengan terbuka
d. jamban yang tidak memiliki saluran pembuangan
8. Dampak dari tidak menggunakan jamban sebagai sarana untuk membuang
tinja/kotoran ?
a. Lingkungan jadi bersih dan sehat
b. Menyebabkan banjir
c. Air parit menjadi hitam
d. Keluarga menjadi mudah terkena penyakit yang ditularkan melalui vektor
9. Sebaiknya membersihkan jamban adalah ?
a. Minimal 1 kali dalam sebulan
b. Minimal 2-3 kali dalam seminggu
c. Maksimal 1 kali dalam 3 minggu
d. Kapan ada waktu saja
10. Tujuan utama dari penggunaan jamban adalah ?
a. Agar tidak jauh ke semak-semak untuk buang air besar
b. Memutus siklus penyebaran penyakit yang disebabkan dari perlaku buang
air besar sembarangan
c. Agar tidak diperingati pihak Puskesmas/petugas kesehatan
d. Agar menghilangkan bau jika buang air besar di semak-semak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
122
VII. Sikap
No Pernyataan Setuju Tidak
Setuju
1 Setiap rumah tangga wajib memiliki jamban.
2 Kebersihan jamban bukan tanggung jawab semua
anggota keluarga.
3 Menegur dan menasehati anggota keluarga jika masih
buang air besar di sembarang tempat.
4 Membiarkan dan tak perduli jika tetangga anda belum
mau menggunakan jamban sebagai sarana untuk buang
air besar.
5 Tidak buang air besar di sungai, walaupun kesulitan air
bersih / sedang dalam musim kemarau.
6 Perilaku buang air besar sembarangan tidak akan
berdampak buruk pada kondisi kesehatan keluarga.
7 Ketika sedang berada di luar rumah walau dalam
kondisi tersesak, tidak akan melakukan aktifitas buang
air besar di laut/sungai/semak-semak dan lebih
memilih untuk pergi ke pemberhentian umum yang
memiliki WC seperti, SPBU.
8 Merasa tidak ikut berpartisipasi jika ada petugas
kesehatan yang sedang memberikan penyuluhan dan
dorongan tentang penggunaan jamban.
9 Berpartisipasi dan saling gotong royong dengan
tetangga untuk membangun jamban umum yang
digunakan bersama jika sama-sama tidak memiliki
jamban.
10 Tidak memelihara bangunan jamban yang sudah
tersedia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
123
VIII. Kepimilikan Jamban :
Apakah Bapak/Ibu Memiliki Jamban ?
- Ya,……….
- Tidak
Jenis Jamban Jamban
Komunal
Jamban
Leher Angsa
Jamban
Cemplung
Jenis jamban
yang digunakan
oleh keluarga
Bapak/Ibu
IX. Dukungan Petugas Kesehatan
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah petugas kesehatan pernah melakukan
penyuluhan mengenai pemanfaatan jamban ?
2 Apakah petugas kesehatan pernah menjelaskan
mengenai penyakit-penyakit yang ditimbulkan dari
perilaku penggunaan jamban yang tidak sehat/tidak
memenuhi syarat ?
X. Dukungan Aparat kelurahan, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama
No. Pertanyaan Aparat
Keluraha
n
Tokoh
Masy.
Tokoh
Agama
Y T Y T Y T
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
124
1 Pernahkah aparat kelurahan
(Lurah/Kepling), tokoh masyarakat dan
tokoh agama ikut berperan dalam
penyuluhan mengenai penggunaan
jamban ?
2 Apakah aparat kelurahan
(Lurah/Kepling), tokoh masyarakat dan
tokoh agama berkoordinasi dengan tiap
kepala keluarga untuk mau
berpartisipasi menggunakan jamban ?
XI. Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
No Pertanyaan Menggunakan Tidak
Menggunakan
Memenuhi
Syarat
Tidak
Memenuhi
Syarat
1 Apakah Bapak/Ibu
menggunakan jamban
sebagai sarana untuk setiap
kali buang air besar ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
125
Lembar Observasi :
Tanggal Observasi :
Jenis jamban yang digunakan :
Jamban Cemplung Jamban Leher Angsa Jamban Komunal
No. Syarat Jamban
Sehat/Memenuhi Syarat
Ya Tidak
1 Letak lubang penampung berjarak
lebih dari 10 meter dari sumber
air minum dan tidak mencemari
sumber air minum.
2 Tidak berbau & tinja tidak dapat
dijamah oleh serangga maupun
tikus.
3 Cukup luas dan landai/miring ke
arah lubang jongkok sehingga
tidak mencemari tanah di
sekitarnya.
4 Mudah dibersihkan dan aman
penggunaannya (bahan kuat).
5 Dilengkapi dinding dan atap
pelindung, dinding kedap air.
6 Cukup penerangan
7 Lantai kedap air
8 Ventilasi cukup baik
9 Tersedia air dan alat pembersih
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
126
Lampiran 2. Master Data
No Kode responden
Perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban
Umur Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
pengetahuan
sikap Kepemilikan jamban
Dukungan petugas kesehatan
Dukungan aparat kelurahan toga toma
1 R-1 3 2 2 1 1 2 2 1 1 2
2 R-2 3 1 2 1 1 2 1 1 1 2
3 R-3 2 2 1 1 1 1 2 1 1 2
4 R-4 3 1 3 1 1 3 2 1 2 2
5 R-5 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1
6 R-6 3 2 2 1 2 2 3 1 2 2
7 R-7 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2
8 R-8 1 2 3 1 2 3 3 2 1 1
9 R-9 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1
10 R-10 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2
11 R-11 2 2 2 1 1 3 2 1 2 2
12 R-12 3 2 2 1 2 3 2 1 2 2
13 R-13 3 1 2 1 1 1 2 1 1 2
14 R-14 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1
15 R-15 2 2 1 1 2 2 1 1 1 2
16 R-16 3 1 2 1 1 1 2 1 1 1
17 R-17 3 2 1 1 2 3 2 1 2 2
18 R-18 3 1 3 2 2 3 3 1 2 2
19 R-19 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1
20 R-20 2 1 2 1 1 1 1 1 1 2
21 R-21 3 1 3 1 2 3 2 1 2 2
22 R-22 2 1 2 2 2 2 2 1 1 1
23 R-23 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1
24 R-24 1 2 3 1 2 3 3 2 2 2
25 R-25 1 1 3 1 2 3 2 2 2 2
26 R-26 3 2 2 2 2 2 3 1 2 1
27 R-27 3 2 3 1 2 2 2 1 1 1
28 R-28 1 2 3 1 2 3 2 2 2 2
29 R-29 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1
30 R-30 3 2 2 1 1 1 2 1 1 1
31 R-31 3 1 3 1 1 1 1 1 1 1
32 R-32 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1
33 R-33 3 1 2 2 2 3 2 1 2 1
34 R-34 3 2 3 1 2 2 2 1 1 1
35 R-35 3 1 3 1 2 2 3 1 2 2
36 R-36 3 1 3 1 2 3 3 1 2 1
37 R-37 2 2 2 1 1 1 2 1 1 2
38 R-38 2 2 2 1 2 1 2 1 1 2
39 R-39 3 1 2 1 1 2 1 1 1 1
40 R-40 3 1 3 1 2 2 3 1 2 2
41 R-41 3 2 2 1 1 1 1 1 1 1
42 R-42 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2
43 R-43 3 2 3 1 1 1 2 1 2 2
44 R-44 3 1 3 2 2 2 2 1 1 1
45 R-45 3 1 3 2 2 3 3 1 2 2
46 R-46 3 1 2 2 1 2 2 1 1 2
47 R-47 3 1 3 1 1 2 3 1 1 2
48 R-48 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1
49 R-49 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1
50 R-50 3 1 3 2 2 3 2 1 2 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
127
51 R-51 3 1 3 1 2 1 1 1 1 2
52 R-52 2 1 3 2 2 1 1 1 1 2
53 R-53 1 1 3 2 2 3 3 2 2 2
54 R-54 1 1 3 1 2 3 3 2 2 2
55 R-55 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1
56 R-56 2 1 2 2 2 1 1 1 1 2
57 R-57 1 1 3 1 2 3 2 2 2 2
58 R-58 1 1 3 2 2 3 3 2 2 2
59 R-59 2 1 3 1 1 1 2 1 1 1
60 R-60 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1
61 R-61 2 1 2 1 2 2 1 1 1 1
62 R-62 3 1 3 1 1 1 1 1 1 2
63 R-63 3 2 3 1 2 3 2 1 2 1
64 R-64 3 1 2 1 1 1 1 1 2 2
65 R-65 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
66 R-66 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1
67 R-67 3 1 3 2 2 2 3 1 2 1
68 R-68 3 2 3 1 2 3 2 1 1 2
69 R-69 3 1 3 1 2 3 3 1 1 1
70 R-70 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1
71 R-71 3 1 2 1 1 2 1 1 1 1
72 R-72 3 1 1 1 1 1 1 1 2 2
73 R-73 3 1 2 1 1 1 2 1 2 1
74 R-74 3 2 2 1 2 2 3 1 1 2
75 R-75 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
76 R-76 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1
77 R-77 3 1 3 1 2 1 2 1 2 1
78 R-78 3 1 3 2 2 2 2 1 1 2
79 R-79 1 1 3 2 2 3 3 2 2 2
80 R-80 3 1 2 1 1 1 2 1 2 1
81 R-81 3 1 3 1 1 2 3 1 2 2
82 R-82 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
83 R-83 3 1 2 1 2 2 3 1 1 1
84 R-84 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1
85 R-85 2 1 2 1 1 1 2 1 1 2
No Kode responden
Perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban
Umur Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
pengetahuan
sikap Kepemilikan jamban
Dukungan petugas kesehatan
Dukungan aparat kelurahan toga toma
1 R-1 3 33 th SMA Bekerja >UMR Sedang Sedang Ada Mendukung T. Mendkn
2 R-2 3 40 th SMA Bekerja >UMR Sedang Baik Ada Mendukung T. Mend
3 R-3 2 35 th S1 Bekerja >UMR Tinggi sedang Ada Mendukung T. Mend
4 R-4 3 49 th SMP Bekerja >UMR buruk sedang Ada T.mend T.Mend
5 R-5 2 56 th S2 Bekerja >UMR Sedang Baik Ada Mendukung Mendukung
6 R-6 3 28 th SMA Bekerja <UMR Sedang buruk Ada T.Mend T.Mend
7 R-7 2 42 th S1 Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukung T.Mend
8 R-8 1 30 th SMP Bekerja <UMR buruk buruk Tdk Ada Mendukung Mendukung
9 R-9 2 60 th SMA Bekerja >UMR Sedang Sedang Ada Mendukung Mendukung
10 R-10 2 53 th SMA Bekerja >UMR Sedang Baik Ada Mendukung T.Mend
11 R-11 2 35 th SMA Bekerja >UMR Buruk Sedang Ada T.mend T.Mend
12 R-12 3 32 th SMA Bekerja <UMR Buruk Sedang Ada T.Mend T.Mend
13 R-13 3 55 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Sedang Ada Mendukung T.Mend
14 R-14 2 36 th S1 Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukung Mendukung
15 R-15 2 31 th D3 Bekerja <UMR Sedang Baik Ada Mendukung T. Mend
16 R-16 3 42 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Sedang Ada Mendukung Mendukung
17 R-17 3 29 th D3 Bekerja <UMR Buruk Sedang Ada T.Mend T.Mend
18 R-18 3 50 th SMP Tdk Bekerja
<UMR Buruk Buruk Ada T.Mend T.Mend
19 R-19 2 31 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukung Mendukung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
128
20 R-20 2 43 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukung T.Mend
21 R-21 3 55 th SMP Bekerja <UMR Buruk Sedang Ada T.Mend T.Mend
22 R-22 2 68 th SMA Tdk Bekerja
<UMR Sedang Sedang Ada Mendukung Mendukung
23 R-23 2 54 th SMA Bekerja >UMR Sedang Baik Ada Mendukung Mendukung
24 R-24 1 37 th SMP Bekerja <UMR Buruk Buruk Tdk Ada T.Mend T.Mend
25 R-25 1 49 th SD Bekerja <UMR Buruk Sedang Tdk Ada T.Mend T.Mend
26 R-26 3 57 th SMA Tdk Bekerja
<UMR Sedang Buruk Ada T.Mend Mendukung
27 R-27 3 29 th SMP Bekerja <UMR Sedang Sedang Ada Mendukung Mendukung
28 R-28 1 33 th SD Bekerja <UMR Buruk Sedang Tdk Ada T.Mend T.Mend
29 R-29 2 69 th S2 Tdk Bekerja
<UMR Tinggi Baik Ada Mendukung Mendukung
30 R-30 3 35 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Sedang Ada Mendukung Mendukung
31 R-31 3 41 th SMP Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukunng Mendukung
32 R-32 2 28 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukunng Mendukung
33 R-33 3 38 th SMA Tdk Bekerja
<UMR Rendah Sedang Ada T.Mend Mendukung
34 R-34 3 34 th SMP Bekerja <UMR Sedang Sedang Ada Mendukunng Mendukung
35 R-35 3 39 th SMP Bekerja <UMR Sedang Buruk Ada T.Mend T.Mend
36 R-36 3 62 th SD Bekerja <UMR Rendah Buruk Ada T.Mend Mendukung
37 R-37 2 30 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Sedang Ada Mendukunng T.Mend
38 R-38 2 28 th SMA Bekerja <UMR Tinggi Sedang Ada Mendukunng T.Mend
39 R-39 3 46 th SMA Bekerja >UMR Sedang Baik Ada Mendukunng Mendukung
40 R-40 3 57 th SD Bekerja <UMR Sedang Buruk Ada T.Mend T.Mend
41 R-41 3 35 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukunng Mendukung
42 R-42 2 32 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada T.Mend T.Mend
43 R-43 3 31 th SMP Bekerja >UMR Tinggi Sedang Ada T.Mend T.Mend
44 R-44 3 44 th SD Tdk Bekerja
<UMR Sedang Sedang Ada Mendukunng Mendukung
45 R-45 3 55 th SD Tdk Bekerja
<UMR Rendah Rendah Ada T.Mend T.Mend
46 R-46 3 59 th SMA Tdk Bekerja
>UMR Sedang Sedang Ada Mendukunng T.Mend
47 R-47 3 40 th SMP Bekerja >UMR Sedang Buruk Ada Mendukunng T.Mend
48 R-48 2 44 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukunng Mendukung
49 R-49 2 39 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukunng Mendukung
50 R-50 3 60 th SMP Tdk Bekerja
<UMR Rendah Sedang Ada T.Mend Mendukung
51 R-51 3 42 th SMP Bekerja <UMR Tinggi Baik Ada Mendukunng T.Mend
52 R-52 2 47 th SMP Tdk Bekerja
<UMR Tinggi Baik Ada Mendukunng T.Mend
53 R-53 1 58 th SD Tdk Bekerja
<UMR Rendah Buruk Tdk Ada T.Mend T.Mend
54 R-54 1 61 th Tdk Sekolah
Bekerja <UMR Rendah Buruk Tdk Ada T.Mend T.Mend
55 R-55 2 46 th SMA Bekerja <UMR Tinggi Sedang Ada Mendukung Mendukung
56 R-56 2 45 th SMA Tdk Bekeja
<UMR Tinggi Baik Ada Mendukung T.mend
57 R-57 1 56 th Tdk Sekolah
Bekerja <UMR Rendah Sedang Tdk Ada T.Mend T.Mend
58 R-58 1 60 th Tdk Sekolah
Tdk Bekerja
<UMR Rendah Buruk Tdk ada T.Mend T.Mend
59 R-59 2 48 th SMP Bekerja >UMR Tinggi Sedang Ada Mendukung Mendukung
60 R-60 2 52 th SMA Bekerja >UMR Sedang Sedang Ada Mendukung Mendukung
61 R-61 2 52 th SMA Bekerja <UMR Sedang Baik Ada Mendukung Mendukung
62 R-62 3 51 th SMP Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukung T.Mend
63 R-63 3 35 th SMP Bekerja <UMR Rendah Sedang Ada T.Mend Mendukung
64 R-64 3 40 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada T.Mend T.Mend
65 R-65 2 48 th S1 Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukung Mendukung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
129
66 R-66 2 56 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Sedang Ada Mendukung Mendukung
67 R-67 3 63 th SD Tdk Bekerja
<UMR Sedang Buruk Ada T.Mend Mendukung
68 R-68 3 30 th SMP Bekerja <UMR Rendah Sedang Ada Mendukung T.Mend
69 R-69 3 42 th SMP Bekerja <UMR Rendah Buruk Ada Mendukung Mendukung
70 R-70 2 61 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukung Mendukung
71 R-71 3 52 th SMA Bekerja >UMR Sedang Baik Ada Mendukung Mendukung
72 R-72 3 49 th S1 Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada T.Mend T.Mend
73 R-73 3 63 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Sedang Ada T.Mend Mendukung
74 R-74 3 33 th SMA Bekerja <UMR Sedang Buruk Ada Mendukung T.Mend
75 R-75 2 48 th S1 Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukung Mendukung
76 R-76 2 35 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukung Mendukung
77 R-77 3 45 th SMP Bekerja <UMR Tinggi Sedang Ada T.Mend Mendukung
78 R-78 3 36 th SD Tdk Bekerja
<UMR Sedang Sedang Ada Mendukung T.Mend
79 R-79 1 57 th Tdk Sekolah
Tdk Bekerja
<UMR Rendah Rendah Tdk Ada T.Mend T.Mend
80 R-80 3 44 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Sedang Ada T.Mend Mendukung
81 R-81 3 52 th SD Bekerja >UMR Sedang Rendah Ada T.Mend T.Mend
82 R-82 2 48 th S1 Bekerja >UMR Tinggi Baik Ada Mendukung Mendukung
83 R-83 3 39 th SMA Bekerja <UMR Sedang Rendah Ada Mendukung Mendukung
84 R-84 2 40 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Sedang Ada Mendukung Mendukung
85 R-85 2 43 th SMA Bekerja >UMR Tinggi Sedang Ada Mendukung T.Mend
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
130
Lampiran 3. Outputs SPSS 15
Statistics
Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
N Valid 85
Missing 0
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Menggunakan Jamban 9 10.6 10.6 10.6
Menggunakan Jamban Sehat
atau Memenuhi Syarat
33 38.8 38.8 49.4
Menggunakan Jamban Tidak
Sehat atau Tidak Memenuhi
Syarat
43 50.6 50.6 100.0
Total 85 100.0 100.0
Umur Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >35 tahun 59 69.4 69.4 69.4
? 35 tahun 26 30.6 30.6 100.0
Total 85 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
131
Pendidikan Terakhir Responden
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Pendidikan Tinggi 11 12.9 12.9 12.9
Pendidikan
Menengah
40 47.1 47.1 60.0
Pendidikan Rendah 34 40.0 40.0 100.0
Total 85 100.0 100.0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Bekerja 69 81.2 81.2 81.2
Tidak Bekerja 16 18.8 18.8 100.0
Total 85 100.0 100.0
Penghasilan
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid DIatas atau sama
dengan UMR kota
Sibolga
44 51.8 51.8 51.8
Dibawah UMR Kota
Sibolga
41 48.2 48.2 100.0
Total 85 100.0 100.0
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulativ
e Percent
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
132
Kepemilikan Jamban
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Memiliki Jamban 76 89.4 89.4 89.4
Tidak Memiliki
Jamban
9 10.6 10.6 100.0
Total 85 100.0 100.0
Dukungan Petugas Kesehatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Mendukung 53 62.4 62.4 62.4
Tidak Mendukung 32 37.6 37.6 100.0
Total 85 100.0 100.0
Dukungan Aparat Kelurahan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama
Valid Pendidikan Tinggi 37 43.5 43.5 43.5
Peendidiakn Menengah 26 30.6 30.6 74.1
Pendidikan Rendah 22 25.9 25.9 100.0
Total 85 100.0 100.0
Sikap
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sikap Baik 30 35.3 35.3 35.3
Sikap Sedang 36 42.4 42.4 77.6
Sikap Kurang 19 22.4 22.4 100.0
Total 85 100.0 100.0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
133
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Mendukung 42 49.4 49.4 49.4
Tidak
Mendukung
43 50.6 50.6 100.0
Total 85 100.0 100.0
Crosstab
Count
Umur Responden
Total >35 tahun ? 35 tahun
Perilaku Masyarakat
dalam Penggunaan
Jamban
Tidak Menggunakan
Jamban
6 3 9
Menggunakan Jamban
Sehat atau Memenuhi
Syarat
23 10 33
Menggunakan Jamban
Tidak Sehat atau Tidak
Memenuhi Syarat
30 13 43
Total 59 26 85
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square .036a 2 .982
Likelihood Ratio .035 2 .983
Linear-by-Linear Association .019 1 .889
N of Valid Cases 85
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2.75.
Crosstab
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
134
Count
Pendidikan Terakhir Responden
Total
Pendidikan
Tinggi
Pendidikan
Menengah
Pendidikan
Rendah
Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Tidak Menggunakan Jamban 0 0 9 9
Menggunakan Jamban Sehat
atau Memenuhi Syarat
9 22 2 33
Menggunakan Jamban Tidak
Sehat atau Tidak Memenuhi
Syarat
2 18 23 43
Total 11 40 34 85
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 35.423a 4 .000
Likelihood Ratio 42.749 4 .000
Linear-by-Linear Association .442 1 .506
N of Valid Cases 85
a. 4 cells (44.4%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.16.
Crosstab
Count
Pekerjaan
Total Bekerja Tidak Bekerja
Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Tidak Menggunakan Jamban 6 3 9
Menggunakan Jamban Sehat
atau Memenuhi Syarat
29 4 33
Menggunakan Jamban Tidak
Sehat atau Tidak Memenuhi
Syarat
34 9 43
Total 69 16 85
Chi-Square Tests
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
135
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 2.335a 2 .311
Likelihood Ratio 2.267 2 .322
Linear-by-Linear Association .027 1 .870
N of Valid Cases 85
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.69.
Crosstab
Count
Penghasilan
Total
DIatas atau
sama dengan
UMR kota
Sibolga
Dibawah UMR
Kota Sibolga
Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Tidak Menggunakan Jamban 0 9 9
Menggunakan Jamban Sehat
atau Memenuhi Syarat
25 8 33
Menggunakan Jamban Tidak
Sehat atau Tidak Memenuhi
Syarat
19 24 43
Total 44 41 85
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 18.256a 2 .000
Likelihood Ratio 22.147 2 .000
Linear-by-Linear Association .202 1 .653
N of Valid Cases 85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
136
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 18.256a 2 .000
Likelihood Ratio 22.147 2 .000
Linear-by-Linear Association .202 1 .653
N of Valid Cases 85
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 4.34.
Crosstab
Count
Pengetahuan
Total
Pendidikan
Tinggi
Peendidiakn
Menengah
Pendidikan
Rendah
Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Tidak Menggunakan Jamban 0 0 9 9
Menggunakan Jamban Sehat
atau Memenuhi Syarat
24 8 1 33
Menggunakan Jamban Tidak
Sehat atau Tidak Memenuhi
Syarat
13 18 12 43
Total 37 26 22 85
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 42.929a 4 .000
Likelihood Ratio 44.581 4 .000
Linear-by-Linear Association .621 1 .431
N of Valid Cases 85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
137
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 42.929a 4 .000
Likelihood Ratio 44.581 4 .000
Linear-by-Linear Association .621 1 .431
N of Valid Cases 85
a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2.33.
Crosstab
Count
Sikap
Total Sikap Baik Sikap Sedang Sikap Kurang
Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Tidak Menggunakan Jamban 0 3 6 9
Menggunakan Jamban Sehat
atau Memenuhi Syarat
21 12 0 33
Menggunakan Jamban Tidak
Sehat atau Tidak Memenuhi
Syarat
9 21 13 43
Total 30 36 19 85
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 30.557a 4 .000
Likelihood Ratio 37.203 4 .000
Linear-by-Linear Association .265 1 .607
N of Valid Cases 85
a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2.01.
Crosstab
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
138
Count
Kepemilikan Jamban
Total
Memiliki Jamban
Tidak Memiliki
Jamban
Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Tidak Menggunakan Jamban 0 9 9
Menggunakan Jamban Sehat
atau Memenuhi Syarat
33 0 33
Menggunakan Jamban Tidak
Sehat atau Tidak Memenuhi
Syarat
43 0 43
Total 76 9 85
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 85.000a 2 .000
Likelihood Ratio 57.429 2 .000
Linear-by-Linear Association 43.157 1 .000
N of Valid Cases 85
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .95.
Crosstab
Count
Dukungan Petugas Kesehatan
Total
Mendukung
Tidak
Mendukung
Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Tidak Menggunakan Jamban 1 8 9
Menggunakan Jamban Sehat
atau Memenuhi Syarat
31 2 33
Menggunakan Jamban Tidak
Sehat atau Tidak Memenuhi
Syarat
21 22 43
Total 53 32 85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
139
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 27.439a 2 .000
Likelihood Ratio 31.637 2 .000
Linear-by-Linear Association .158 1 .691
N of Valid Cases 85
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3.39.
Crosstab
Count
Dukungan Aparat Kelurahan, Tokoh
Masyarakat, Tokoh Agama
Total
Mendukung
Tidak
Mendukung
Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Jamban
Tidak Menggunakan Jamban 1 8 9
Menggunakan Jamban Sehat
atau Memenuhi Syarat
21 12 33
Menggunakan Jamban Tidak
Sehat atau Tidak Memenuhi
Syarat
20 23 43
Total 42 43 85
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 8.098a 2 .017
Likelihood Ratio 8.881 2 .012
Linear-by-Linear Association .498 1 .480
N of Valid Cases 85
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 4.45.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
140
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Survey Pendahuluan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
141
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
142
Lampiran 6. Surat Permohonan Izin Peneltian dari Kantor Kesbang Kota Sibolga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
143
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian dari Kantor Kesbang Kota Sibolga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
144
Lampiran 8. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Sibolga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
145
Lampiran 9. Surat Penelitian dari Puskesmas Aek Parombunan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
146
Lampiran 10. Surat Izin Penelitian dari Bappeda Kota Sibolga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
147
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA