FAKTOR - FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU
of 166/166
FAKTOR - FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGGUNAAN JAMBAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AEK PAROMBUNAN KOTA SIBOLGA SKRIPSI Oleh PUTRA WIKA JAYA LAROSA NIM : 141000167 PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKTOR - FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU
Text of FAKTOR - FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU
PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGGUNAAN
PAROMBUNAN KOTA SIBOLGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGGUNAAN
PAROMBUNAN KOTA SIBOLGA
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGUJI SKRIPSI
Drs. Eddy Syahrial, M.S.
Penggunaan jamban sehat yang memenuhi syarat adalah salah satu
penerapan
perilaku hidup bersih dan sehat pada bidang penyehatan lingkungan.
Jamban
berguna sebagai tempat pembuangan kotoran manusia sehingga bakteri
yang ada
dalam kotoran tersebut tidak mencemari lingkungan. Pada wilayah
yang
masyarakatnya masih BAB sembarangan, maka wilayah tersebut
terancam
beberapa penyakit menular seperti Filariasis, Kolera (Muntaber),
Diare, Tipus,
Disentri, Hepatitis B dan sebagainya. Tujuan penelitian ini adalah
untuk
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku
masyarakat dalam
penggunaan jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota
Sibolga.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitaif yang bersifat
analitik dengan
menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk
menentukan
faktor-faktor yang terkait dengan penggunaan jamban. Populasi dalam
penelitian
ini adalah seluruh kepala keluarga yang tinggal di willayah kerja
Puskesmas Aek
Parombunan. Sampel dalam penelitian ini adalah 85 orang. Data
dikumpulkan
menggunakan kuesioner melalui wawancara yang dianalisis secara
univariat
dengan menggambarkan variabel univariat dan bivariat menggunakan
uji chi-
square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang memiliki
hubungan
signifikan terhadap perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban di
wilayah
kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga adalah pendidikan
(p-value =
0,001), penghasilan (p-value = 0,001), pengetahuan (p-value =
0,001), sikap(p-
value = 0,001), kepemilikan jamban (p-value = 0,001), dukungan
petugas
kesehatan (p-value = 0,001), dan dukungan aparat kelurahan, tokoh
masyarakat
dan tokoh agama (p-value = 0,017). Sedangkan yang tidak berhubungan
adalah
umur (p-value = 0,982) dan pekerjaan (p-value = 0,311). Sesuai
dengan hasil
penelitian di atas, disarankan pihak Puskesmas Aek Parombunan Kota
Sibolga
supaya lebih aktif memberikan informasi kepada masyarakat agar
menambah
pengetahuan dan kesadaran dalam menggunakan jamban sehat yang
memenuhi
syarat dan kepada pihak aparat keluarahan (Lurah) supaya lebih
berkoordinasi lagi
dengan pihak Puskesmas dalam mengatasi permasalahan jamban.
Kata kunci: Penggunaan Jamban, Perilaku Masyarakat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
Abstract
The use of healthy latrines that meet the requirements is one of
the
implementation of clean and healthy living behavior on the field of
environmental
sanitation. Latrines are useful as a place to dispose of human
excrement, so
bacteria that exist in the feces is not pollute the environment. In
the region that
where community still defecate carelessly, the area is threatened
by several
infectious diseases like filaryasis, cholera, diarrhea, typus,
dysentery, hepatitis B
and exc. The purpose of this research is to know the factors that
affect against the
behavior of people in the use of latrines in the workplace of
community health
center in Aek Parombunan, Sibolga city. The kind of this study is
the research
quantitative that are analytic using approach to cross sectional
that which aims to
determine the factors associated with the use of latrines. The
population in this
study is the head of the family that living in the workplace of
community helath
center in Aek Parombunan. Samples in this study are 85 people. The
data
collected using the questionnaire though the interview which are
analized
univariately by dascribing univariat and bivariat using chi square
test . The
results of this research indicate that the variable who have a
significant against
community behavior in the use of latrines in the workplace of
community health
center in Aek Parombunan Sibolga city are education (p-value =
0,001), income
(p-value = 0,001), knowledges (p-value = 0,001), attitudes (p-value
= 0,001), the
ownership of the latrines (p-value = 0,001), support from health
workers (p-value
= 0,001), support from village government, public figures,
religious leader (p-
value = 0,017). While that not having significant relation are the
age (p-value =
0,982) and work (p-value = 0,311). In accordance with the result of
the studies
above, it is recommended that the community health centre to be
more active in
provide information to increase their knowladge and awareness in
using healthy
latrines and to the village government to coordinate more with the
communty
health centre in resolve the latrines problem.
Keywords: Use of latrines, Community behavior
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang
berjudul “Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku
Masyarakat
dalam Penggunaan Jamban di Wilayah Kerja Puskesmas Aek
Parombunan
Kota Sibolga” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas
Sumatera Utara Medan. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis
banyak
mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara
moril
maupun materil. Untuk itu, disampaikan rasa terimakasih dan
penghargaan yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas
Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Lita Sri Andayani S.K.M., M.Kes. selaku Ketua Departemen
Pendidikan
Kesehatandan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas
Sumatera Utara serta selaku penguji I yang telah memberikan
bimbingan,
arahan, petunjuk, dan saran-saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi
ini.
bimbingan, arahan petunjuk dan saran-saran kepada penulis
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Eddy Syahrial, M.S. selaku penguji II yang telah
memberikan
bimbingan, arahan petunjuk dan saran-saran kepada penulis
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. dr. Heldy, M.P.H. selaku dosen pembimbing akademik yang
telah
memberikan dukungan dan arahan kepada penulis selama menjalani
kegiatan
perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
7. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas
Sumatera Utara khususnya di Departemen Pendidikan Kesehatan dan
Ilmu
Perilaku.
Sibolgayang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan
penelitian.
9. Ayahanda Wilson Larosa dan Ibunda Kasiria Gulö yang saya
kasihi,
senantiasa memberikan dukungan doa, moral, kasih sayang, dan
material
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat saya (Randa, Angga, Venny, Khaliza) atas doa
serta
dukungan yang diberikan sampai selesainya skripsi ini.
11. Teman istimewa Tata Meru Regita Sindy Simangunsong atas doa,
semangat
serta dukungan yang diberikan hingga selesainya skripsi ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Halaman Pengesahan ii
Faktor Predisposisi 19
Faktor Pemungkin 22
Faktor Penguat 22
Pengertian Jamban 23
Karakteristik Tinja 26
Populasi dan Sampel 37
Metode Pengumpulan Data 43
Metode Analisis Data 49
Letak Geografis 52
Data Demografi 53
Analisis Data 53
Analisis univariat 53
Analisis bivariat 68
Responden Berdasarkan Pengetahuan 84
Responden Berdasarkan Sikap 85
Responden Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan 88
Responden Berdasarkan Dukungan Aparat Kelurahan,
Tokoh Masyarakat Dan Tokoh Agama 89
Responden Berdasarkan Perilaku Masyarakat
dalam Penggunaan Jamban 91
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hubungan Antara Faktor Pendukung (Kepemilikan Jamban) dengan
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 105
Hubungan Antara Faktor Pendorong (Dukungan Petugas Kesehatan)
dengan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 107
Hubungan Antara Faktor Pendorong (Dukungan Aparat Kelurahan,
Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama) dengan
Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 109
Kesimpulan dan Saran 114
2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur 52
3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 53
4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 53
5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan 54
6. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan 54
7. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang
Pengetahuan 55
9. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang Sikap
59
10. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap 62
11. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang
Jenis Jamban 62
13. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan
63
14. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Aparat Kelurahan,
64
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama
Kelurahan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama 64
16. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Mengenai
Dukungan
Aparat Kelurahan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama 65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penggunaan Jamban 65
Penggunaan Jamban 66
Penggunaan Jamban 67
Penggunaan Jamban 69
Penggunaan Jamban 70
Penggunaan Jamban 71
Penggunaan Jamban 72
dalam Penggunaan Jamban 73
Masyarakat dalam Penggunaan Jamban 74
26. Tabulasi Silang Dukungan Aparat Kelurahan,Tokoh
Masyarakat,
Tokoh Agama dengan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan
Jamban 75
2. Skema Jalur Pemindahan Kuman Penyakit dan Tinja ke Pejamu
yang Baru 26
4. Kerangka Konsep 36
4. Surat Permohonan Izin Survei Pendahuluan 137
5. Surat Izin Penelitian 138
6. Surat Permohonan Izin Peneltian dari Kantor Kesbang
Kota Sibolga 139
7. Surat Izin Penelitian dari Kantor Kesbang Kota Sibolga 140
8. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Sibolga
141
9. Surat Penelitian dari Puskesmas Aek Parombunan 142
10. Surat Izin Penelitian dari Bappeda Kota Sibolga 143
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PDAM Perusahaan Daerah Air Minum
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sanitasi dasar adalah syarat kesehatan lingkungan minimal yang
harus
dipunyai oleh setiap keluarga untuk memenuhi kehidupan sehari-hari
(Kemenkes
RI 2016). Sanitasi dasar terdiri dari : penyediaan air bersih,
pembuangan tinja,
pengelolahan sampah, pembuangan air limbah. Berdasarkan Permenkes
nomor 3
Tahun 2014 tentang STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)
menyatakan
bahwa dalam rangka memperkuat upaya perilaku hidup bersih dan
sehat,
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, serta akses air minum dan
sanitasi dasar
maka perlu diselenggarakan sanitasi total berbasis
masyarakat.
Sanitasi total berbasis masyarakat adalah pendekatan untuk mengubah
perilaku
higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara
pemicuan.
Pemicuan yang dimaksud adalah cara untuk mendorong perubahan
perilaku
higiene dan sanitasi individu/masyarakat atas kesadaran sendiri
dengan
menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan
individu/masyarakat.
Sanitasi total berbasis masyarakat terdiri dari lima pilar, yaitu :
Stop buang air
besar sembarangan; Cuci tangan pakai sabun; Pengelolahan air minum
dan
makanan rumah tangga; Pengamanan sampah rumah tangga; dan
pengamanan
limbah cair. Pilar stop buang air besar sembarangan (Stop BABS)
diwujudkan
dalam membudayakan perilaku buang air besar yang sehat yang dapat
memutus
alur kontaminasi kotoran manusia sebagai sumber penyakit secara
berkelanjutan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan menyediaan serta memelihara sarana buang air besar yang
memenuhi
standar dan persyaratan kesehatan.
Kemudian data dari profil nasional STBM awal tahun 2017
menyatakan
bahwa dari 80.314 desa/kelurahan yang ada di Indonesia, sebanyak
42% atau
mencapai 33.927 desa/kelurahan sudah menjalankan program STBM.
Kemudian
provinsi Sumatera Utara hanya memiliki 18,45% atau sekitar
1.093
desa/kelurahan yang melaksanakan STBM, dan menjadi urutan 6
terendah secara
nasional provinsi yang melaksanakan STBM. Pilar stop buang air
besar
sembarangan berkaitan dengan sanitasi dasar, yaitu pembuangan
tinja. Salah satu
fasilitas sanitasi dasar tersebut adalah jamban. Jamban berguna
sebagai tempat
pembuangan kotoran manusia sehingga bakteri yang ada dalam kotoran
tersebut
tidak mencemari lingkungan. Pada wilayah yang masyarakatnya masih
BAB
sembarangan, maka wilayah tersebut terancam beberapa penyakit
menular seperti
Filariasis, Kolera (Muntaber), Diare, Tipus, Disentri, Hepatitis B
dan sebagainya.
Derajat kesehatan suatu keluarga juga sangat ditentukan oleh PHBS
keluarga
tersebut. Salah satu penerapan PHBS pada bidang penyehatan
lingkungan adalah
menggunakan jamban sehat (Permenkes nomor 39 tahun 2016).
Menurut profil kesehatan RI (2016) secara nasional, rumah tangga
yang
memiliki akses sanitasi layak memiliki persentase sebesar 67,80%.
Kemudian
provinsi Sumatera Utara memiliki sekitar 72,86% rumah tangga yang
memiliki
akses sanitasi layak. Ini menggambar bahwa provinsi Sumatera Utara
sudah
berada diatas angka rata-rata nasional rumah tangga yang memiliki
akses sanitasi
layak. Rumah tangga memiliki akses sanitasi layak apabila fasilitas
sanitasi yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapi dengan
jenis kloset
leher angsa, plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat
pembuangan akhir
tinja tangki (septic tank) dan merupakan fasilitas buang air besar
yang digunakan
sendiri atau bersama.
Kota Sibolga terletak di pantai barat Sumatera Utara, Kota ini
berada pada
sisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke arah lautan
Hindia.Lebar kota yaitu
jarak dari garis pantai ke pegunungan sangat sempit hanya lebih
kurang 500 meter
sedangkan panjangnya adalah 10,77 km. Karena sempitnya daratan yang
tidak
sebanding dengan jumlah penduduk, akhirnya banyak tepian pantai
yang ditimbun
manjadi daratan untuk dijadikan lahan pemukiman.
Wilayah administrasi pemerintahan Kota Sibolga terdiri dari 4
Kecamatan,
16 Kelurahan dan 5 Puskesmas. Keempat kecamatan itu adalah,
Kecamatan
Sibolga Utara, Kecamatan Sibolga Kota, Kecamatan Sibolga Selatan,
dan
Kecamatan Sibolga Sambas. Sedangkan Kecamatan Sibolga Selatan
memiliki 2
Puskesmas, yaitu Puskesmas Aek Habil dan Puskesmas Aek Parombunan.
Hal ini
disebabkan luasnya wilayah geografis Kecamatan Sibolga Selatan
yaitu sebesar
3,138 Km2.
rumah tangga yang telah menggunakan sarana pembuangan tinja yang
memenuhi
syarat/layak, berupa septic tank sebesar 44,95%, Sedangkan rumah
tangga yang
memiliki sarana pembuangan tinja tidak memenuhi syarat/tidak layak
terdiri dari :
tanah lapang (lahan kosong)/ kebun sebesar 3,93%, sawah/ laut
sebesar 24,80%
dan ke aliran got sebesar 26,32%.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penyehatan Lingkungan) Kota Sibolga, persentase rumah tangga
yang
menggunakan fasilitas sanitasi yang layak (Jamban sehat) Komunal
(Umum) 174
penduduk, Leher Angsa 51.328 penduduk, Plengsengan 170 penduduk
dan
cemplung 259 penduduk dari total 86.789 jiwa penduduk Kota Sibolga.
Hal ini
berarti ada sekitar 34.858 jiwa penduduk di Kota Sibolga yang
belum
menggunakan fasilitas sanitasi yang layak. Penggunaan jamban sehat
juga sangat
berpengaruh terhadap derajat kesehatan di suatu wilayah. Kondisi
tersebut juga
didukung oleh tingginya jumlah kasus diare di Kecamatan Sibolga
Selatan pada
tahun 2016, yaitu sebesar 987 kasus. Ini menunjukkan bahwa
Kecamatan Sibolga
Selatan sebagai peringkat pertama dalam jumlah kasus diare.Aek
Parombunan dan
Aek Muara Pinang adalah kelurahan yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Aek
Parombunan. Secara geografis kelurahan Aek Muara Pinang berada di
sekitaran
pinggiran laut sedangkan kelurahan Aek Parombunan berada di daerah
gunung
dengan ketinggian 25 m – 60 m diatas permukaan laut.
Berdasarkan profil Puskesmas Aek Parombunan tahun 2017
Kelurahan
Aek Parombunan dan Aek Muara Pinang memiliki 100% persentase
kualitas
penyelengara air minum yang memenuhi syarat kesehatan dari sampel
yang
diperiksa. Sarana air minum berkualitas (layak) tersebut terdiri
dari Sumur gali
terlindung, Sumur gali dengan pompa, Sumur bor dengan pompa, Mata
air
terlindung, dan Perpipaan (PDAM, BPSPAM). Dalam hal ini kasus diare
yang
tinggi tertular melalui lalat (vektor) yang hinggap pada makanan
akibat dari aliran
pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Data dari Puskesmas Aek Parombunan pada tahun 2017 terdapat
(40,1%)
Kepala keluarga di kelurahan Aek Muara Pinang dan (58,5%) Kepala
keluarga di
kelurahan Aek Parombunan yang sudah memiliki jamban sehat atau
memenuhi
syarat. Hal ini berarti terdapat 797 atau (59,9%) Kepala keluarga
di kelurahan Aek
Muara Pinang dan 700 atau (41,5%) Kepala keluarga di kelurahan
Aek
Parombunan yang memiliki jamban tidak sehat/yang tidak memenuhi
syarat. Jenis
sarana jamban yang ada di wilayah Puskesmas Aek Parombunan terdiri
dari : 40
jamban komunal , 2241 jamban leher angsa, dan 3571 jamban
cemplung.
Sedangkan jumlah sarana jamban yang tidak memenuhi syarat/tidak
sehat terdiri
dari : 0 jamban komunal, 1018 jamban leher angsa, dan 3326
cemplung. Menurut
penelitian Erlinawati dalam Linda Destiya (2015) adanya fasilitas
jamban
memungkinkan tiap anggota keluarga menggunakan jamban sehingga
menjadi
kebiasaan setiap anggota keluarga dalam menggunakan jamban. Kondisi
tersebut
juga didukung dengan kasus diare yang ditangani di Puskesmas Aek
Parombunan
pada tahun 2016 sebesar 498 kasus dari total 16.382 jiwa penduduk.
Kasus diare
juga menjadi 10 penyakit terbanyak pada urutan kedelapan (8) yang
ada di
Puskesmas Aek Parombunan (Profil Puskesmas 2016)
Menurut penelitian Linda Destiya (2015) menyatakan bahwa ada
pengaruh
umur dan pendidikan terhadap perilaku kepala keluarga dalam
pemanfaatan
jamban di pemukiman Kampung Nelayan Tambak Lorok Semarang.
Dalam
penelitian tersebut menyatakan bahwa kelompok umur dewasa akhir
(> 35 tahun)
lebih berpeluang memiliki perilaku pemanfaatan jamban daripada
respoden
berusia dewasa awal (≤ 35 tahun). Begitu juga menurut penelitian
Eunike dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap status kesehatan
mereka.
Sedangkan responden yang memiliki pendidikan tinggi berpeluang
lebih tinggi
untuk memanfaatkan jamban daripada responden berpendidikan
rendah.
Pendidikan yang rendah menyebabkan masyarakat tidak mengetahui
fungsi dari
pemanfaatan jamban.
masyarakat yang tidak bekerja mengkondisikan dirinya seperti merasa
tidak perlu
berpartisipasi dalam mewujudkan derajat kesehatan. Sedangkan
menurut
penelitian Linda Destiya (2015) menyatakan bahwa pekerjaan
dapat
mempengaruhi waktu seseorang untuk memperoleh informasi, termasuk
informasi
kesehatan. Apabila informasi cukup maka seseorang memiliki
pengetahuan yang
cukup pula. Ada dalam Soekidjo dalam teori L. Green (2007)
menyatakan bahwa
pengetahuan dan sikap merupakan domain yang sangat penting
dalam
pembentukan perilaku seseorang.
Parombunan, mengatakan bahwa masih ada beberapa warga yang
belum
menggunakan jamban serta masih rendahnya kesadaran masyarakat
untuk
memiliki akses sanitasi jamban sehat yang layak, serta kepemilikan
rumah/tempat
tinggal yang masih sewa. Kemudian belum dijalankannya program
STBM
(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) pilar pertama (Stop buang air
besar
sembarangan) oleh pihak Puskesmas Aek Parombunan dikarenakan belum
adanya
pemberian anggaran yang diperlukan dalam pelaksanaan program
tersebut. .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hanya sebatas pendataan atau survey keluarga sehat. Setiap petugas
kesehatan
terjun ke lapangan untuk mendata terkait derajat kesehatan
masyarakat di
kelurahan Aek Parombunan dan Aek Muara Pinang.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Puskesmas Aek Parombunan,
masalah kesehatan sanitasi yang layak serta beberapa warga yang
tidak
menggunakan jamban masih menjadi salah satu masalah utama yang ada
di
wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan.Menurut penelitian Andrias
Horhouw
(2014) menyatakan bahwa dukungan petugas kesehatan dan dukungan
dari tokoh
masyarakat, tokoh agama berpengaruh terhadap perilaku keluarga
dalam
menggunakan jamban. Begitu juga menurutteori L.Green dalam
buku
Soekidjo(2007) menyatakan bahwa pendapatan yang tinggi
memungkinkan
seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang baik jika
dibanding
dengan seseorang berpenghasilan rendah yang cenderung kurang
memanfaatkan
pelayanan kesehatan serta pemeliharaan kesehatan. Berdasarkan latar
belakang
diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban di
wilayah
kerja Puskesmas Aek Parombunan.
Apa saja faktor-faktor yang berhubungan terhadap perilaku
masyarakat dalam
penggunaan jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota
Sibolga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terhadap perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban di wilayah
kerja
Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga
Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah
sebagai
berikut :
Pendidikan, Pekerjaan, dan Penghasilanterhadap perilaku
masyarakat
dalam penggunaan jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan
Kota Sibolga
jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga
3. Untuk mengetahui hubungan faktor pendukung (Enabling), yaitu
:
Kepemilikan jamban terhadap perilaku masyarakat dalam
penggunaan
jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota
Sibolga.
4. Untuk mengetahui hubungan faktor pendorong (Reinforcing), yaitu
:
Dukungan petugas kesehatan dan Dukungan aparat kelurahan,
tokoh
masyarakat dan tokoh agama terhadap perilaku masyarakat dalam
penggunaan jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan
Kota
Sibolga.
beberapa pihak :
1. Pihak Puskesmas Aek Parombunan dan Dinas Kesehatan Kota
Sibolga
sebagai bahan informasi serta masukan dan sebagai data untuk
keperluan
penyuluhan dan perencanaan program dimasa yang akan datang
yang
berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban.
2. Sebagai tambahan referensi dan sumbangan ilmiah bagi
kalangan
akademis serta institusi pendidikan khususnya Fakultas
Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
faktor yang berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam
penggunaan
jamban di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
reaksi atau respon dari seseorang terhadap stimulus (rangsang dari
luar). Dilihat
dari bentuk respons terhadap stimulus, Skiner membagi perilaku
menjadi dua
yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behaviour) Bentuk respons ini masih
tertutup,
terbatas hanya pada persepsi, perhatian, pengetahuan/kesadaran, dan
sikap
yang terjadi pada seseorang dan dapat diamati oleh orang
lain.
2. Perilaku terbuka (overt behaviour) Merupakan respon
seseorang
terhadaprangsangan berupa tindakan nyata. Dapat dilihat oleh orang
lain
dalam bentuk tindakan / praktik. Misalnya seorang ibu yang pergi
ke
puskesamas untuk memeriksakan kandungannya.
semua aktivitas manusia yang dapat diamati secara langsung ataupun
tidak
langsung oleh orang lain.
dimaksud perlaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap suatu
rangsangan.
Dari batasan ini, perilaku kesehatan di klasifikasikan menjadi 3
kelompok:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atau tindakan yang dilakukan seseorang untuk menjaga kesehatan
jika
sakit, serta usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan ( Health seeking behaviour). Perilaku kesehatan
berupa
tindakan yang dilakukan apabila menderita suatu penyakit
serta
kecelakaan. Tindakan ini dimulai dari mengobati diri sendiri
hingga
mencari pengobatan ke luar negeri.
3. Perilaku Kesehatan Lingkungan Perilaku seseorang untuk
menjaga
lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial dan budaya agar
tidak
mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakat.
Domain perilaku. Perilaku merupakan aktivitas seseorang yang
merupakan bentuk respons terhadap suatu stimulus dari luar, dan
berbeda beda
tiap respons yang diberikan tergantung pada faktor faktor darin
orang yang
bersangkutan, baik faktor internal ataupun eksternal. Faktor faktor
yang
membedakan respons terhadap rangsangan merupakan determinan
perilaku.
Menurut Bloom (1908) perilaku manusia terbagi menjadi 3 domain
antara lain:
1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupaka hasil dari tahu
setelah
terjadi pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian
besar
pengindraan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk suatu
tindakan
seseorang. Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi
yang
pernah di pelajari sebelumnya. Mulai dari menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
telah di ketahui. Termasuk di dalamnya menjelaskan,
menyimpulkan, meramalkan terhadap suatu objek yang telah
dipelajari.
menggunakan materi yang telah dipelajari ke dalam situasi
atau
kondisi yang sebenarnya.
kedalam komponen - komponen, sepeti mengelompokkan,
menggambarkan, dan sebagainya.
komponen-komponen ke dalam suatu bentuk yang baru.Misalnya
menyusun, meringkas teori yang sudah ada.
f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu objek berdasarkan kriteria
yang
telah ditentukan.
tertentu terhadap suatu objek. Sikap belum tergolong suatu tindakan
tetapi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
reaksi yang masih tertutup. Pengukuran sikap dapat secara langsung
atau
tidak langsung. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
a. Menerima ( Receiving)
b. Merespon ( Responding )
serta menyelesaikan stimulus (tugas) yang diberikan.
c. Menghargai ( Valving )
untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu objek.
d. Bertanggung Jawab ( Responsible )
diplihnya dengan berbagai resiko.
Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan atau
praktik.
Sehingga perlu faktor pendukung atau fasilitas untuk mewujudkan
sikap
menjadi suatu tindakan nyata. Pengukuran praktik atau tindakan
dapat
dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara, dan
secara
langsung dengan observasi kegiatan responden. Praktik atau
tindakan
memiliki beberapa tingkatan:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan.
b. Respons terpimping (Guided response)
Merupakan tindakan yang dilakukan sesuai dengan urutan yang
benar.
c. Mekanisme (Mecanism)
d. Adopsi (Adoption)
baik.
Lamm (1998) Masyarakat adalah sejumlah besar orang yang tinggal
dalam
wilayah yang sama, relatif independen dan orang – orang diluar itu,
dan memiliki
budaya yang relatif sama. Menurut John J. Macionis (1997)
Masyarakat adalah
orang orang yang berinteraksi dalam sebuah wilayah tertentu dan
memiliki
budaya bersama. Sedangkan menurut M.J. Heskovits (1997) Masyarakat
adalah
sebuah kelompok individu yang mengatur, mengorganisasikan, dan
mengikuti
suatu cara hidup tertentu. Menurut S.R. Steinmentz (1998)
Masyarakat
didefinisikan sebagai kelompok manusia yang terbesar meliputi
pengelompokan-
pengelompokan manusia yang lebih kecil yang mempunyai perhubungan
erat dan
teratur.
merupakan suatu reaksi atau respon dari seseorang terhadap stimulus
(rangsang
dari luar). Berdasarkan pendapat para ahli diatas, terdapat
kesimpulan bahwa
perilaku masyarakat adalah reaksi atau respon dari kelompok manusia
yang
tinggal dalam wilayah yang sama, memiliki budaya yang relatif sama
terhadap
suatu stimulus (rangsangan dari luar).
Teori Perilaku Kesehatan
karena perilaku merupakan resultan dari faktor internal maupun
eksternal. Secara
garis besar perilaku manusia terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek
fisik, aspek
psikis, dan sosial. Perilaku manusia merupakan refleksi terperinci
dari
pengetahuan, keinginan, persepsi, kehendak, minat, mpotivasi, sikap
dan
sebagainya. Namun pada kenyataannya sulit dibedakan atau di deteksi
hal hal
yang menentukan perilaku seseorang (Soekidjo, 2007)
Teori PRECEDE/PROCEED
Kreuter pada tahun 1991. Teori ini memberikan cara untuk
mengidentifikasi
faktor-faktor yang behubungan dengan kesehatan perilaku dan
implementasi
program pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah segala
tindakan yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik itu individu,
keluarga,
kelompok, masyarakat untuk melakukan tindakan sesuai yang
diharapkan oleh
pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Sedangkan hasil yang
diharapkan dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan meningkatkan kesehatan masyarakat ( Lawrence Green,2000).
Teori model PRECEDE (Predisposising, Reinforcing, Enabling,
Causes,
Educational, Diagnosis and Evaluation) terdiri dari 8 tahapan yaitu
diagnosis
sosial, diagnosis epidemiologi, identifikasi faktor non perilaku,
identifikasi faktor
yang berhubungan dengan perilaku
(predisposisi,enabling,reinforcing), rencana
intervensi, dan diagnosis administrasi untuk pengembangan dan
pelaksanaan
program intervensi (Green,2000).
individu/ masyarakat dalam penentuan kebutuhan serta kualitas
hidupnnya, selain
itu diagnosis sosial merupakan penekanan pada identifikasi masalah
sosial di
masyarakat. Penilaian indikator sosial didaarkan data sensus atau
dengan
mengumpulkan data langsung dari masyarakat, atau melalui wawancara,
survei
atau FGD.
mengidentifikasi siapa dan kelompok mana yang terkena massalah
kesehatan
(Umur, jenis kelamin, lokasi, suku, lainnya), bagaimana pengaruh
masalah
kesehatan tehadap diri seseorang, bagaimana cara menanggulangi
masalah
kesehatan tersebut (imunisasi/perawatan, perubahan lingkungan dan
perilaku).
Pada diagnosis sosial digambarkan secara lokal, hingga nasional
mengenai faktor
kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berhubungan dengan masalah kesehatan yang ada pada fase fase
sebelumnya.
Faktor lingkungan di identifikasi sebagai faktor luar yang
berhubungan dengan
masalah kesehatan dan kualitas hidup sehingga harus dikontrol untuk
dapat
menanggulangi masalah tersebut.
dampak terhadap perilaku dan lingkungan yang dapat digambarkan
melalui 3
aspek yaitu : faktor predisposisi (terwujud dalam
pengetahuan,sikap, kepercayaan,
keyakinan,nilai nilai dan sebagainya), faktor pendukung (meliputi
sumber daya),
faktor pendorong( meliputi tokoh masyarakat, petugas kesehatan
serta pihak yang
berpengaruh di masyarakat).
sumberdaya dalam pengembangan program.
program intervensi.
Fase Ketujuh : Tahap evaluasi yang terdiri dari evaluasi proses,
dampak
dan outcome yang dilakukan terhadap intervensi dalam perilaku atau
lingkungan.
Fase Kedelapan: Fokus pada evaluasi terakhir sama dengan
evaluasi
dalam kualitas hidup dan derajat kesehatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Teori L.W Green dan Marshal W. Kreuter (2000) mengenai
masalah
kesehatan dapat diteliti dengan mempertimbangkan faktor perilaku
dan non
perilaku yang berhubungan dengan terjadinya masalah
kesehatan.
Sedangkan Green menganalisis bahwa perilaku manusia berangkat
dari
tingkat kesehatan dimana kesehatan ini dipengaruhi oleh dua faktor
pokok yaitu
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non
behavior
causes).Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor,
yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposising factors)
Merupakan faktor dasar yang ada dalam diri individu atau kelompok
yang
dapat mempermudah atau menghalangi individu atau kelompok
tersebut
untuk berubah, yang masuk dalam faktor ini adalahpengetahuan,
sikap,
tradisi, kepercayaan, nilai, persepsi.
Faktor pemungkin atau faktor pendukung yang meliputi
ketersediaan
sumber daya kesehatan, fasilitas dan sarana kesehatan seperti
ketersediaan
jamban yang merupakan faktor keberhasilan atau penghalang
perubahan
perilaku.
Faktor yang dapat memberikan rangsangan atau dukungan
terhadap
terjadianya suatu perubahan perilaku dan faktor ini cukup berperan
dalam
masyarakat. Terwujud dalam peran petugas kesehatan, dukungan
aparat
desa, tokoh masyarakat yang merupakan referensi dari perilaku
masyarakat (Soekidjo,2000).
Setiap individu memiliki perilaku dan karakteristik yang berbeda
satu
dengan yang lain. Pada Umumnya karakteristik penduduk yang tinggal
di
pemukiman pesisir yaitu masyarakat yang memiliki latar belakang
pendidikan
rendah dan terbatasnya kondisi sosial ekonominnya
Karakteristik manusia dan sosiodemografi dalam teori Helath
Belief
Model (HBM) meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
Dalam teori
PRECED/PROCEED faktor sosiodemografi masuk dalam faktor
predisposisi.
Menurut Green (2000) perilaku manusia berangkat dari tingkat
kesehatan
dimana kesehatan itu dipengaruhi dua faktor pokok yaitu faktor
perilaku dan
faktor diluar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk
dari 3 faktor yaitu
faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pemungkin.
Faktor predisposisi (predisposising factors). Merupakan faktor
yang
berasal dari dalam diri individu yang mendorong terjadinya suatu
perilaku yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai, persepsi,
dan motivasi :
a. Umur
umur dewasa akhir (> 35 tahun) lebih berpeluang memiliki
perilaku
pemanfaatan jamban daripada respoden berusia dewasa awal (≤
35
tahun). Menurut penelitian Eunike dalam Linda Destiya (2015)
menyatakan bahwa faktor perkembangan usia dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan terhadap status kesehatan mereka.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
derajat tertinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan berdasar
ijasah
yang diterima dari sekolah formal terakhir dengan sertifikat
kelulusan.
Pendidikan merupakan suatu usaha atau pengaruh yang diberikan
yang
bertujuan untuk proses pendewasaan. Pendidikan dapat
berpengaruh
terhadap tingkat pengetahuan seseorang termasuk pengetahuan
tentang
pentingnya penggunaan jamban keluarga sebagai tempat membuang
tinja dan pemeliharaan jamban dengan baik.
c. Pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan oleh responden sehingga
memperoleh
penghasilan.
dikategorikan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera
Utara
Tahun 2018 Tentang Penetapan Upah Minimun Kabupaten (UMK)
Kota Sibolga yaitu sebesar Rp. 2.562.000,- per bulan
e. Pengetahuan
(2012) menyebutkan pengetahuan merupakan hasil tahu setelah
seseorang melakukan suatu observasi tehadap suatu objek. Maka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
responden pada penelitian Kamria, dkk (2013) menunjukkan
bahwa
tingkat pengetahuan responden mempunyai hubungan dengan
pemanfaatan jamban (ρ=0,006).
massih merupakan faktor predisposisi dari perilaku.Sikap akan
memberikan respon positif atau negatif. Sikap diri seseorang nanti
akan
membentuk suatu tindakan yang positif yaitu menerima dan
tindakan
negatif yaitu menolak.
reaksi terbuka. Karena sikap merupakan kesiapan untuk
menghadapi
suatu objek tertentu. Maka dari itu sikap masih merupakan
faktor
predisposisi tindakan suatu perilaku. Hasil penelitian Erlinawati
(2009)
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu
dengan
penggunaan jamban. Artinya sikap ibu yang positif terhadap
jamban
mempunyai peluang 8.5 kali menggunakan jamban jika
dibandingkan
dengan sikap ibu yang negatif. Suherman menyebutkan bahwa
hubungan sikap kepala keluarga (KK) terhadap ketidakmauan
menggunakan jamban diperoleh hasil yaitu Kepala Keluarga yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibanding sikap negatif tidak mau menggunakan jamban
(37,98%).
Faktor pemungkin (enabling factors). Faktor pemungkinyaitu
faktor-
faktor yang memudahkan individu atau populasi untuk merubah
perilaku dan
lingkungan mereka tinggal. Dalam penelitian ini faktor pemungkin
terwujud
dalam jenis jamban.
keluarga menggunaan jamban sehingga menjadi kebiasaan. Jenis jamban
di lokasi
penelitian terdiri dari jamban sehat/memenuhi syarat dan jamban
tidak memenuhi
syarat kesehatan.Banyak ditemui jamban cemplung langsung ke laut
,lantai
jamban licin dan tergenang oleh air, selain itu sebagian jamban
tidak memiliki
tempat penampungan air.
kontribusi terhadap terjadinya suatu perilaku yang terwujud dalam
kelompok
referensi dari perilaku masyarakat. Perilaku kepala keluarga dalam
memanfaatkan
jamban dipengaruhi oleh dukungan tenaga kesehatan dan dukungan
aparat
kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
a. Dukungan Petugas Kesehatan
merupakan salah satu tugass pokok puskesmas. Keluarga
merupakan
satuan unit terkecil yang memiliki kewenangan mendapatkan
arahan
dari pelaksanaan kegiatan pokok puskesmas tersebut. Hasil
penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
antara pembinaan penggunaan jamban oleh petugas puskesmas
dengan
perilaku nkeluarga terhadap penggunaan jamban (OR= 4,5).
Artinya
keluarga yang telah mendapatkan pembinaan dari petugas
kesehatan
memiliki peluang menggunakan jamban sebesar 4,5 kali
dibandingkan
dengan keluarga yang tidak mendapatkan pembinaan
b. Dukungan Aparat Kelurahan, Tokoh Masyarakat dan Tokoh
Agama
Menurut Erlinawati (2009) dukungan aparat desa, keder
kesehatan,
LSM, serta tokoh masyarakat sangat berpengaruh serta dianggap
penting oleh masyarakat. Hasil penelitiannya menyebutkan
adanya
hubungan yang bemakna antara dukungan aparat desa dengan
perilaku
keluarga terhadap penggunaan jamban (OR=2,8) yaitu keluarga
yang
mendapat dukungan dari aparat desa, kader posyandu, LSM
memiliki
peluang menggunakan jamban 2,8 kali dibanding keluarga yang
tidak
mendapatkan dukungan.
Pengertian Jamban
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk tempat
membuang
dan mengumpulkan kotoran manusia yang lazim disebut kakus atau WC,
dengan
atau tanpa kloset dan dilengkapi sarana penampungan kotoran/tinja
sehingga tidak
menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan
pemukiman
(Permenkes RI No 39 Tahun 2016).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Salah satu upaya untuk mencegah berkembangnya penyakit dan
menjaga
lingkungan menjadi bersih dan sehat dengan cara membangun jamban di
setiap
rumah. Karena jamban merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia.
Maka
diharapkan tiap individu untuk memanfaatkan fasilitas jamban untuk
buang air
besar.
Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia
Tinja atau feses atau dalam bahasa kasarnya disebut tahi adalah
produk
buangan saluran pencernaanyang dikeluarkan melalui anus
(Wikipedia).
Pada manusia, proses pembuangan kotoran dapat terjadi (bergantung
pada
individu dan kondisi) antara sekali setiap satu atau dua hari
hingga beberapa kali
dalam sehari.Tinja manusia adalah buangan atau kotoran manusia yang
bau dan
dapat menimbulkan penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh kotoran
manusia
digolongkan menjadi :
1. Penyakit enterik atau saluran pencernaan dan kontaminasi zat
racun.
2. Penyakit infeksi oleh virus seperti hepatitis dan
infektiosa.
3. Infeksi cacing seperti schitomiasis, ascariasis
Hubungan antara pembuangan tinja dengan status kesehatan bisa
langsung
yaitu mengurangi kejadian penyakit yang diakibatkan karena
kontaminasi dengan
tinja (kolera, disentri, typus, dll), efek tak langsung biasanya
berhubungan dengan
komponen sanitasi lingkungan seperti menurunnya kondisi hygiene
lingkungan..
Menurut Depkes RI (2009) dilihat dari segi kesehatan
masyarakat,
masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok untuk
sedini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mungkin diatasi, karena kotoran manusia adalah salah satu sumber
penularan
penyakit yang multi kompleks. Penyebaran yang bersumber pada feses
dapat
melalui berbagai cara, hal ini dapat diilustrasikan seperti skema
berikut:
Gambar 1. Penyebaran penyakit melalui tinja
Dari skema tersebut dapat dilihat peranan tinja dalam penyebaran
penyakit
sangat jelas. Disamping itu dapat langsung mengkontaminasi makanan,
minuman,
sayuran, air, tanah, serangga dan sebagainya.
Perlu diketahui pola penyakit yang bersumber dari tinja guna
untuk
memutus rantai penularannya. Lingkungan merupakan komponen
utamanya
Proses perpindahan kuman penyakit dari tinja sampai ke inang baru
yaitu dari
anus seseorang ke tubuh orang lain melalui perantara air, tanah,
tangan, serangga,
makanan minuman dan sayuran. Kurangnya pemanfaatan jamban yang baik
serta
laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi akan mempercepat
penyebaran
penyakit oleh tinja.
Apapun rantai penularan penyakit yang ditempuh hingga
mendapatkan
Gambar 2. Skema jalur pemindahan kuman penyakit dan tinja ke pejamu
yang baru
Hal yang terpenting yang harus dilakukan adalah tindakan
pencegahan
sedini mungkin agar penularan penyakit terhenti. Hal ini dapat
dilakukan dengan
mengisolasi tinja sebagai sumber infeksi, sehingga agent tidak
mungkin
menemukan atau mencapai sumber baru ( Sutedjo,2003).
Karakteristik Tinja
gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram.
Air
Mulut
Komponen Kandungan (%)
Air 66-80
Nitrogen (dari berat kering) 5,0-7,0
Fosfor (dari berat kering) 3,0-5,4
Potasium (dari berat kering) 1,0-2,5
Karbon (dari berat kering) 40-55
Kalsium (dari berat kering) 4-5
C/N rasio (dari berat kering) 5-10
Persyaratan Jamban Sehat
Jamban yang sehat adalah salah satu akses sanitasi yang layak.
Akses
sanitasi yang layak apabila penggunaan fasilitas tempat buang air
besar adalah
milik sendiri atau milik bersama, kemudian kloset yang digunakan
adalah jenis
leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinja menggunakan tangki
septic/
saluran pembuangan akhir limbah (SPAL). Berikut syarat pembuatan
jamban
sehat menurut Depkes RI (2009) :
1. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi.
2. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin
memasuki
mata air atau sumur.
4. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
5. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang
benar-benar
diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin.
6. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap
dipandang.
7. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak
mahal.
Sedangkan syarat-syarat jamban sehat/memenuhi syarat menurut
Depkes
RI 2004 dalam Yanny Dewi (2011) adalah :
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung
berjarak 10-
15 meter dari sumber air minum
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun
tikus
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga
tidak
mencemari tanah di sekitarnya
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan
berwarna
6. Cukup penerangan
Menurut Mubarak (2010) pembuatan kotoran harus disesuaikan
dengan
konstruksi jamban, berikut syarat pembuatan jamban yaitu:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Tidak mengakibatkan pencemaran pada sumber sumber air minum,
dan
permukaan tanah yang ada di sekitar jamban.
2. Menghindarkan berkembang biaknya cacing tambang pad
permukaan
tanah
4. Menghindarkan atau mencegah timbulnya bau dan pemandangan
yang
tidak diinginkan.
6. Mengusahakan sistem yang dapat digunakan dan diterima
masyarakat
setempat
a. Jamban Cemplung (Pit Latrine)
Merupakan kakus paling sederhana yang digunakan masyarakat,
namun
kurang sempurna. Dinamakan kakus cemplung karena hanya terdiri
dari
galian dan atasnya diberi lantai sehingga kotoran langsung masuk
ke
tempat penampungan dan dapat mengotori tanah.
b. Jamban Plengsengan.
yg bentuknya miring penghubung antara tempat jongkok ke
tempat
pembuangan kotoran. Kakus plengsengan lebih baik jika
dibandingkan
dengan kakus cemplung karena baunya lebih berkurang dan lebih
aman
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Jamban Bor
dalam jika dibandingkan dengan jamban cemplung dan
plengsengan.
Jamban ini tidak cocok untuk daaerah dengan kontur tanah
berbatu.Keuntungan dari jamban bor adalah bau yang
ditimbulkan
makin berkurang, namun kerugiannya adalah kotoran lebih
mencemari
tanah
Jamban yang bentuknya leher dengan lubang closet melengkung,
lebih
baik jika dibandingkan dengan jamban sebelum sebelumnya
karena
kotoran tidak berbau, hal ini dikarenakan selalu ada air pada
bagian
yang melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan
lalat
dengan kotoran. Sehingga dianjurkan jamban jenis ini didirikan
di
dalam rumah.
Jamban yang dibangun diatas sungai, rawa, empang, dan
sebagainya.
Kotoran dari jamban ini jatuh ke air dan akan di makan oleh ikan
atau
di kumpulkan melalui saluran khusus dari bambu atau kayu dan
ditanam mengelilingi jamban.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
oleh kuman kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Biasanya
jamban
jenis ini menggunakan satu bak atau lebih yang nantinya dipasang
sekat
atau tembokpenghalang. Dalam bak pertama akan terjadi proses
penghancuran, pembususkan dan pengendapan.
Penentuan letak jamban. Dalam penentuan letak jamban menurut
Mubarak (2010), ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu jarak
jamban dengan
sumber air. Faktor faktor yang mempengaruhi daya resapan
tanah:
1. Keadaan daerah datar atau lereng, Bila daerahnya lereng maka
jamban
dibuat di sebelah bawah dari letak sumber air atau jarak tidak
boleh kurang
dari 15 meter dan letak jamban agak ke kanan atau kiri sumur.
Jika
tanahnya datar sebaiknya lokasi jamban harus diluar daerah rawan
banjir.
2. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam.
3. Sifat, macam, dan susunan tanah berpori, padat, pasir, tanah
liat atau
kapur.
4. Arah aliran air tanah.
Di Indonesia umumnya jarak ideal antara sumber air bersih dengan
lokasi
jamban berkisar antara 8 meter sampai 15 meter atau rata rata 10
meter.
Pemeliharaan jamban. Menurut Dedi (2013) pemeliharaan jamban
yang
baik dengan cara:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Tidak ada genangan air di lantai jamban
4. Tidak ada hewan dan serangga dalam rumah jamban.
Penggunaan jamban. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
penggunaan
diartikan sebagai sebagai proses, cara perbuatan memakai sesuatu,
pemakaian
(KBBI,2018). Penggunaan sebagai aktifitas memakai sesuatu berupa
barang atau
jasa. Dalam penelitian ini penggunaan jamban adalah aktifitas
pemakaian suatu
bangunan yang digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan
kotoran
atau najis manusia.
Menurut Hamzah (2012) Penggunaan jamban berarti pemanfaatan
atau
memakai jamban dalam hal buang air besar yang dilakukan oleh
masyarakat untuk
memperoleh lingkungan yang sehat. Dimulai dari bagaimana
masyarakat
mengetahui pengertian jamban, syarat jamban sehat hingga cara
pemeliharaan
jamban serta partisipasi aktif masyarakat untuk memanfaatkannya
.
Menurut Tarigan (2008) upaya pemanfaatan jaman yang dilakukan
oleh
keluarga akan berdampak besar pada penurunan penyakit, karena
setiap anggota
keluarga sudah buang air besar di jamban. Maka dari itu perlu
diperhatikan oleh
kepala keluarga dan setiap anggota keluarga yaitu:
1. Jamban keluarga layak digunakan oleh setiap anggota
keluarga
2. Membiasakan diri untuk menyiram menggunakan air bersih
setelah
menggunakan jamban.
3. Membersihkan jamban dengan alat pembersih minimal 2-3 kali
seminggu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tindakan atau praktik merupakan suatu sikap yang sudah terwujud
(overt
behaviour). Untuk mewujudkan tindakan nyata dari sebuah sikap maka
diperlukan
faktor pendukung yang memungkingkan yaitu fasilitas
(Soekidjo,2007).
Pemanfaatan jamban disertai partisipasi keluarga akan lebih baik,
jika
didukung oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu tersebut
(faktor
internal) antara lain pendidikan, pengetahuan, sikap, tindakan,
kebiasaan,
pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, umur, suku, dan sebagainya.
Kemudian
faktor dari luar individu (faktor eksternal) seperti kondisi
jamban, sarana air
bersih, pengaruh lingkungan (peran petugas kesehatan termasuk tokoh
adat dan
tokoh agama (Depkes RI, 2005).
Sejalan dengan penelitian Andreas Horhouw (2014) yang
menyebutkan
pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan dan
kebiasaan masyarakat. Pemanfaatan jamban di masyarakat belum sesuai
dengan
harapan pemerintah, karena masih ada masyarakat yang buang hajat
/air besar di
tempattempat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan, misalnya di
sungai,
kolam, pinngir laut, ladang. Selain dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan dan
kebiasaan masyarakat, fasilitas yang kurang terpenuhi serta sikap
dan perilaku
masyarakat sendiri ataupun kurangnya informasi yang mendukung
pemanfaatan
jamban dalam keluarga.
penyakit yang disebabkan oleh kotoran tinja manusia akibat dari
perilaku
seseorang dalam memanfaatkan atau tidak memanfaatkan jamban.
Menurut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
Soemirat (2007) penyakit Cholera, Hepatitis A, Polio adalah satu
dari diantara
penyakit menular yang dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya
dapat
masuk ke dalam sumber air yang di gunakan setiap keluarga dalam
memenuhi
kebutuhan sehari hari. Tinja yang tidak tertampung dapat
mengakibatkan penyakit
menular tersebut.
(BAB) di sembarang tempat dengan upaya pemanfaatan jamban, karena
menurut
Candra (2007) tinja yang dibuang di sembarang tempat dapat
menimbulkan
kontaminasi pada air, tanah, dan mendatangkan penyakit yang mudah
terjangkit
seperti waterborne disease antara lain tifoid, diare, paratifoid,
disentri, kolera,
penyakit cacing, hepatitis viral, dan sebagainya.
Membangun dan menggunakan jamban dapat memberikan manfaat
antara
lain:
3. Peningkatan martabat dan hak pribadi.
4. Keselamatan pemakai jamban lebih baik (tidak perlu pergi ke
ladang di
malam hari).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(Sumber : Health Education Planning; Lawrence W. Green 1980)
Phase 1
dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang bertujuan
untuk
mengetahui pengaruh umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
pengetahuan,
sikap, kepemilikan jamban, dukungan petugas kesehatan, dukungan
aparat
kelurahan/tokoh masyarakat/ tokoh agama (variabel bebas)
terhadapperilaku
masyarakat dalam penggunaan jamban (variabel terikat) di wilayah
kerja
Puskesmas Aek Parombunan dan dilakukan pada waktu yang
bersamaan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Aek Parombunan yaitu : Kelurahan Aek Parombunan dan Kelurahan Aek
Muara
Pinang Kecamatan Sibolga Selatan Kota Sibolga.
Waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2018
–
selesai.
keluarga yang tinggal menetap di wilayah Kelurahan Aek Parombunan
dan
Kelurahan Aek Muara Pinang. Kelurahan Aek Parombunan memiliki 1969
kepala
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keluarga yang terdiri dari 10.579 jumlah penduduk, sedangkan
Kelurahan Aek
Muara Pinang memiliki 1.027 kepala keluarga yang terdiri dari 5.803
jumlah
penduduk. Sehingga total jumlah kepala keluarga yang berada di
wilayah kerja
Puskesmas Aek Parombunan adalah 2.996 kepala keluarga.
Sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari kepala
keluarga
atau ibu rumah tangga dalam suatu rumah tangga yang dianggap mampu
mewakili
dan lebih mengetahui perilaku dan kebiasaan anggota keluarga
lainnya dalam
penggunaan jamban sebagai sarana buang air besar.Jumlah responden
yang akan
dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus
besar sampel berdasarkan pendekatan cross sectional sebagai
berikut
(Lemeshow):
2. ( − 1) + 2
P = Target populasi (0,5)
= (1,96)2. 0,5 (1 − 0,5). 2996
(0,1)2. (2996 − 1) + (1,96)2
Maka besar sampel minimal yang diperlukan untuk mengetahui
proporsi
setiap satu anggota keluarga dalam suatu rumah tangga / kepala
keluarga yang
menggunakan jamban sebesar 85 Kepala keluarga/Rumah tangga.
Dikarenakan wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan memiliki
dua
kelurahan, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
Proportional
sampling, yaitu metode pengambilan sampel dengan memperhatikan
proporsi
jumlah sub-sub populasi.Propotional sampling menunjuk pada ukuran
jumlah
yang tidak sama, disesuaikan dengan jumlah anggota tiap kelompok
yang lebih
besar. Dengan pengertian itu maka dalam menentukan anggota sampel,
peneliti
mengambil wakil-wakil dari tiap-tiap kelompok yang ada dalam
populasi yang
jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang ada di
dalam masing-
masing kelompok. (Arikunto 2000). Proporsi dari 85 jumlah sampel
akan
disesuaikan dengan jumlah populasi antara kelurahan Aek Parombunan
dan Aek
Muara Pinang dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
=
N : Jumlah total populasi
Wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan terdiri dari 2 Kelurahan,
yakni
kelurahan Aek Parobunan dan kelurahan Aek Muara Pinang. Jumlah
Kepala
keluarga/Rumah tangga yang akan dijadikan sampel penelitian adalah
sebagai
berikut :
Jadi jumlah sampel penelitian di wilayah Kelurahan Aek Muara
Pinang
adalah 29 orang.
Kelurahan Aek Parombunan :
Untuk sampel penelitian di wilayah Kelurahan Aek Parombunan adalah
56
orang.
teknik penggundian sampel, peneliti akan membuat pengurutan pada
kertas -
kertas kecil berdasarkan penomoran alamat rumah yang berada di
wilayah
Kelurahan Aek Parombunan dan Aek Muara Pinang. Pengundian
dibedakan
menjadi dua bagian, Kelurahan Aek Parombunan dan Aek Muara
Pinang.
Kemudian penelitimengocok dan mengambil undian secara acak sebanyak
56
kertas pada sampel Kelurahan Aek Parombunan dan 29 kertas pada
sampel pada
Kelurahan Aek Muara Pinang.
adalah sebagai berikut :
a. Ayah, sebagai kepala keluarga yang dianggap mengetahui perilaku
dan
kebiasaan setiap anggota keluarga lainnya dalam penggunaan jamban
(Jika
dalam keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan anak.)
b. Ibu, sebagai wakil kepala keluarga yang dianggap mengetahui
perilaku
dan kebiasaan setiap anggota keluarga lainnya dalam penggunaan
jamban
(Jika dalam keluarga tersebut statusnya janda)
Variabel dan Defenisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yaitu:
variabel bebas
dan variabel terikat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengetahuan, Sikap, Kepemilikan jamban, Dukungan petugas
kesehatan,
Dukungan aparat kelurahan/tokoh masyarakat/tokoh agama
Variabel terikat terdiri dari :Perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban
(Menggunakan jamban dan tidak menggunakan jamban).
Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Umur adalah usia responden pada saat diwawancara, berdasarkan
KTP
atau kartu keluarga.
responden berdasarkan wawancara atau ijasah terakhir yang
dimiliki.
3. Pekerjaan adalah aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh
responden
sehingga memperoleh penghasilan.
4. Penghasilan adalah upah rata-rata tiap bulan yang dihasilkan
oleh
responden dengan indikator UMR Kota Sibolga sebesar Rp.
2.562.000.
5. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden
mengenai
pemanfaatan jamban yang meliputi: pengertian, syarat jamban
sehat
hingga pemeliharaan jamban.
responden.
keterlibatan petugas kesehatan dalam mendorong masyarakat
untukmemanfaatkan jamban sebagai sarana buang air besar.
9. Dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama
adalah
pernyataan responden mengenai keterlibatanaparat kelurahan,
tokoh
masyarakat dan tokoh agama dalam mendorong masyarakat
memanfaatkan
jamban sebagai sarana buang air besar.
10. Perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban adalah
tindakan
penggunaan jamban sebagai tempat setiap kali buang air besar.
Metode Pengumpulan Data
Data primer. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung
di
lapangan dan melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang
telah
disiapkan.
Data sekunder. Data sekunder diperoleh dari data yang berada
di
Puskesmas Aek Parombunan dan dari Dinas Kesehatan Kota Sibolga
serta instansi
lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
Metode Pengukuran
biologis yaitu perhitungan umur didasari pada kematangan biologis
yang dimiliki
oleh seseorang (Departemen kesehatan RI, 2009). Masa dewasa awal
yaitu
rentang umur 26-35 tahun dan dewasa akhir yaitu rentang umur 36-45
tahun.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial
baru. Orang
dewasa awal diharapkan menjalani peran baru seperti suami/istri,
orangtua dan
pencari nafkah, mengembangkan sikap-sikap baru dan nilai-nilai baru
sesuai tugas
baru ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini pengkategorian
rentang umur
dewasa awal dan dewasa akhir dipisahkan karena pada masa dewasa
awal
merupakan masa seseorang individu mendapat tanggung jawab sebagai
orang
dewasa, kemudian masa tersebut merupakan usia reproduktif dan
masa
penyesuaian diri dengan cara hidup yang baru sebagai orangtua.
Sedangkan pada
masa dewsa akhir, seseorang akan mulai mengalami penurunan
kemampuan fisik
dan psikologis sebagai transisi ke masa tua dan memiliki kestabilan
dalam hal
sikap dan nilai-nilai yang dipahaminya.
Umur diukur melalui jawaban kuesioner dengan cara
mengkategorikan
kelompok umur menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Kelompok umur >35 Tahun
2. Kelompok umur ≤ 35 Tahun
Pendidikan. Pengukuran variabel pendidikan menggunakan skala
nominal.Pendidikan diukur melalui jawaban kuesioner dengan
cara
mengkategorikan pendidikan menjadi 5 kelompok, yaitu :
1. Tidak tamat SD/tidak sekolah
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA/SMK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UU No 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, yaitu
1. Pendidikan Tinggi : Tamat Perguruan Tinggi (D3/S1),
2. Pendidikan Menengah : Tamat SMA/SMK,
3. Pendidikan Rendah : Tamat SMP/MTs, Tamat SD, Tidak tamat
SD/tidak
sekolah
nominal.Pekerjaan diukur melalui jawaban kuesioner dengan
cara
mengkategorikan pekerjaan responden menjadi 2 kelompok, yaitu
:
1. Bekerja (Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Swasta, Nelayan,
Wiraswasta,
dan lainnya.).
Penghasilan. Pengukuran variabel penghasilan menggunakan
skala
nominal.Penghasilan diukur melalui jawaban kuesioner responden
dengan cara
mengkategorikan menjadi 2 kelompok berdasarkan UMR kota Sibolga
2018
sebesar Rp.2.562.000 yaitu :
kecil daripada upah minimum rata-rata Kota Sibolga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ordinal.Pengetahuan diukur berdasarkan jawaban kusioner dengan
cara
memberikan skor 1 jika benar dan 0 jika salah pada setiap
pertanyaan dari total 10
pertanyaan. Menurut Arikunto (2013)aspek pengukuran pengetahuan
dapat
dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Pengetahuan tinggi apabila jawaban responden benar ≥75% dari
total skor
yang diperoleh. Skor tertinggi pertanyaan adalah 10 maka
pengetahuan
dinyatakan tinggi apabila skor ≥ 8.
2. Pengetahuan sedang apabila jawaban responden benar 40% - 75%
dari
total skor yang diperoleh. Skor pengetahuan dinyatakan sedang
apabila
skor 4 - 7.
3. Pengetahuan rendah apabila jawaban responden benar <40% dari
total
skor yang diperoleh. Skor pengetahuan dinyatakan rendah apabila
skor < 4
(0-3).
diukur melalui jawaban kuesioner dengan cara memberikan skor pada
setiap
pertanyaan. Kuesioner sikap terdiri dari 10 pertanyaan dengan
pilihan jawaban
terdiri dari 2pilihan jawaban, yaitu:
a. Setuju,dengan skor 2
b. Tidak setuju,dengan skor 0
Menurut Arikunto, aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah
nilai yang ada
diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
1. Sikap baik, apabila responden mendapat nilai >75% dari nilai
tertinggi
seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu >15
2. Sikap sedang, apabila responden mendapat nilai 45%-75% dari
nilai
tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu 9-15
3. Sikap kurang, apabila responden mendapat nilai <45% dari
nilai tertinggi
seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu <9
Kepemilikan jamban. Pengukuran variabel kepemilikan
jambanmenggunakan skala ordinal. Jenis jamban dikategorikan
berdasarkan data
jenis jamban yang tersedia di wilayah kerja PuskesmasAek Parombunan
(Profil
Puskesmas Aek Parombunan). Kepemilikanjamban diukur melalui
jawaban
kuesioner dengan cara mengkategorikan ketersediaan dan jenis jamban
menjadi 3
kelompok, yaitu :
2. Jamban leher angsa, dengan jumlah skor 1
3. Jamban cemplung, dengan jumlah skor 1
4. Tidak tersedia, dengan jumlah skor 0
Kemudian ketersedian sarana jamban akan dikategorikan menjadi 2
bagian :
1. Memiliki jamban, dengan jumlah skor 1
2. Tidak memiliki jamban dengan jumlah skor 0
Dukungan petugas kesehatan. Pengukuran variabel dukungan
petugas
kesehatanmenggunakan skala ordinal. Dukungan petugas kesehatan
diukur
berdasarkan jawaban kusioner dengan cara memberikan skor pada
setiap
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjadi 2 kategori, yaitu :
2. Tidak mendukung apabila jawaban responden memiliki skor 0.
Dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Pengukuran variabel dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan
tokoh
agama menggunakan skala ordinal. Dukungan aparat kelurahan, tokoh
masyarakat
dan tokoh agama diukur berdasarkan jawaban kusioner dengan cara
memberikan
skor pada setiap pertanyaan. Pertanyaan terdiri dari dua pertanyaan
yang sama
pada masing masing aparat kelurahan, tokoh masyarakat, tokoh
agama.
Berdasarkan skor variabel dukungan aparat kelurahan, tokoh
masyarakat dan
tokoh agama dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu :
Total keseluruhan skor adalah 12 dengan 4 skor pada
masing-masing
aparat kelurahan, tokoh masyaraat, tokoh agama. Setiap satu
pertanyaan dengan
jawaban “Ya” padaaparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama
terdiri
dari 2 skor&setiap pertanyaan dengan jawaban “Tidak” padaaparat
kelurahan,
tokoh masyarakat dan tokoh agama terdiri dari 1 skor.
1. Dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat dan tokoh
agama
dikategorikan mendukung apabila jawaban responden memiliki skor
>50
% dengan jumlah skor > 6.
dikategorikan tidak mendukung apabila jawaban responden memiliki
skor
≤ 50% dengan jumlah skor ≤ 6.
Perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban. Pengukuran
variabel
dukungan perilaku masyarakat dalam penggunaan jambanmenggunakan
skala
ordinal. Kuesioner terdiri dari 1 pertanyaan dengan total skor 2.
Perilaku
masyarakat dalam penggunaan jamban diukur berdasarkan jawaban
kusioner
dengan cara mengkategorikan jawaban serta pengamatan langsung
terhadap
kondisi jamban. Perilaku masyarakat dalam menggunakan jamban
dikategorikan
menjadi 3 kategori, yaitu :
2. Menggunakan jamban tidak memenuhi syarat memiliki skor 1
3. Tidak menggunakan jamban memiliki skor 0
Metode Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data. Proses pengolahan data dilakukan melalui
tahap
berikut:
dengan pertanyaan dan konsisten dengan jawabannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pemberian kode yang dimaksud untuk mempermudah pada saat
analisa
data dan juga mempercepat pada saat entry data, yaitu dengan
memberikan
kode pada pertanyaan penelitian kuesioner.
3. Pemasukan Data (Entry)
Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan data ke dalam
komputer
untuk diolah dan dianalisis melalui program SPSS for windows.
4. Pengecekan Data (Cleaning)
Adalah pengecekan data yang telah dientry, apakah ada kesalahan
atau
tidak.
1. Dengan Analisa Univariat
variabel yaitu umur,pendidikan, pekerjaan,pengetahuan, sikap,
penghasilan, kepemilikan jamban, dukungan petugas kesehatan,
dan
dukungan aparat desa dan perilaku kepala masyarakat dalam
menggunakan jamban.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
signifikan 95%.
Letak geografis. Kota Sibolga terletak di pantai barat Sumatera
Utara.
Kota ini berada pada sisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap ke
arah lautan
Hindia. Lebar kota yaitu jarak dari garis pantai ke pegunungan
sangat sempit
hanya lebih kurang 500 meter sedangkan panjangnya adalah 10,77 km2.
Karena
sempitnya daratan yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk,
sehingga
banyak tepian pantai yang ditimbun manjadi daratan untuk dijadikan
lahan
pemukiman.
Secara demografi wilayah administrasi pemerintahan Kota Sibolga
terdiri
dari 4 Kecamatan, 16 Kelurahan dan 5 Puskesmas. Keempat kecamatan
itu
adalah, Kecamatan Sibolga Utara, Kecamatan Sibolga Kota, Kecamatan
Sibolga
Selatan, dan Kecamatan Sibolga Sambas. Sedangkan Kecamatan Sibolga
Selatan
memiliki 2 Puskesmas, yaitu Puskesmas Aek Habil dan Puskesmas
Aek
Parombunan. Hal ini disebabkan luasnya wilayah geografis Kecamatan
Sibolga
Selatan yaitu sebesar 3,138 km2.
Secara geografis Kecamatan Sibolga Selatan berbatasan dengan
:
1. Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Tengah
2. Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Tengah
3. Sebelah Selatan : Teluk Tapian Nauli
4. Sebelah Barat : Kecamatan Sibolga Selatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kelurahan Aek Parombunan memiliki luas wilayah sebesar 0,989 km2
dan
Kelurahan Aek Muara Pinang memiliki luas wilayah sebesar 0,392
km2.
Data demografi. Secara administratif, jumlah penduduk di wilayah
kerja
UPTD Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga memiliki total 16.382
jiwa
dengan rincian :
2. Kelurahan Aek Muara Pinang : 5.803 Jiwa
Dengan pengelompokan berdasarkan jenis kelamin :
1. Laki-laki : 8.369 Jiwa
2. Perempuan : 8.013 Jiwa
gambaran distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel
yang diteliti.
Hasil analisis univariat berdasarkan hasil penelitian terhadap 85
responden dapat
dilihat pada uraian berikut :
umur pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan Kota Sibolga :
54
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa responden yang berusia lebih
dari 35 tahun
(> 35 tahun) sebanyak 59 orang (69,4%) dan responden yang
berusia dibawah
atau sama dengan 35 tahun (≤ 35 tahun) sebanyak 26 orang
(30,6%).
b. Pendidikan.
pendidikan pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas
Aek
Parombunan Kota Sibolga :
Tingkat Pendidikan Frekuensi
pendidikan terakhir SMA, yaitu sebanyak 40 responden (47,2%) dan
sebanyak
20 responden (23,5%) berpendidikan terakhir SMP, sedangkan
responden yang
tidak sekolah hanya 4 responden (4,7%).
Tabel 4
Karakteristik Responden Frekuesi
tinggi sebanyak 11 Orang dengan persentase 12,9%, sedangkan
responden dengan
pendidikan menengah sebanyak 40 responden dengan persentase
47,1%,
kemudian responden dengan pendidikan rendah sebanyak 34 responden
dengan
persentase 40,0%.
c. Pekerjaan.
pekerjaan pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek
Parombunan Kota Sibolga :
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa responden yang bekerja sebanyak
69
orang (81,2%) dan responden yang tidak bekerja sebanyak 16 orang
(18,8%).
d. Penghasilan.
penghasilan pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas
Aek
Parombunan Kota Sibolga :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jumlah 85 100
Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa responden yang memiliki
penghasilan diatas atau sama dengan UMR Kota Sibolga sebesar Rp.
2.562.000
adalah sebanyak 44 orang (51,8%) dan responden yang memiliki
penghasilan
dibawah UMR Kota Sibolga sebanyak 41 orang (48,2%).
e. Pengetahuan.
pengetahuan pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas
Aek
Parombunan Kota Sibolga :
Pengetahuan Responden Jawaban Total
jamban
Dibuka selebar-lebarnya
kotoran disiram
Ditutup menggunakan pasir
Syarat-syarat dari jamban sehat
dan atap pelindung, dan lantai kedap air.
Jarak septic tank dari sumber air < 10 m
Saluran pembuangan tinja/kotoran harus
55
28
1
1
64.71
32.94
1.18
1.18
lubang tempat masuknya tinja/kotoran
Ditutup rapat setiap setelah menggunakan
jamban
15
tangan dicuci pakai
Dicuci dengan gayung, menggunakan air
mengalir tanpa sabun
mengalir menggunakan sabun
adalah minimal berapa meter
(Kurang dari) < 10 m
(Lebih dari) > 10 m
(Kurang dari) < 3 m
Jamban cemplung tertutup, jamban leher
angsa, jamban komunal
Jamban cemplung terbuka
Jamban plengsengan terbuka
Pembuangan
61
17
7
sarana untuk membuang tinja/kotoran
Menyebabkan banjir
yang ditularkan melalui vektor
Sebaiknya membersihkan jamban adalah
Maksimal 1 kali dalam 3 minggu
Kapan ada waktu saja
Agar tidak jauh ke semak-semak untuk buang
air besar
disebabkan dari perlaku buang air besar
sembarangan
kesehatan
semak-semak
ventilasi/lubang angin pada bangunan jamban.” diketahui lebih
dominan
masyarakat memilih jawaban dibuka sesuai ukuran 10% dari lantai,
yaitu
sebanyak 49 orang (57,65%),
Kemudian pengetahuan responden pada pertanyaan nomor dua
“Setelah
buang air besar pada jamban, sebaiknya kotoran disiram.” diketahui
sebanyak 83
orang (97,65%) lebih dominan memilih jawaban disiram hingga tidak
tercium
bau.
syarat dari jamban sehat.” diketahui lebih dominan responden
memilih
jawabantidak berbau, tersedia air, ventilasi, dinding dan atap
pelindung, dan lantai
kedap air. Responden, yaitu sebanyak 55 orang (64,71%).
Setelah itu pengetahuan responden pada pertanyaan nomor empat
“Jika
anda mempunyai jamban cemplung, sebaiknya lubang tempat
masuknya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Seterusnya pada pengetahuan responden pertanyaan nomor lima
“Setelah
selesai menggunakan jamban sebaiknya tangan dicuci pakai.”
diketahui lebih
dominan responden memilih jawaban dicuci dengan gayung, menggunakan
air
mengalir menggunakan sabun, yaitu sebanyak 67 orang (78.82%).
Selanjutnya pengetahuan responden pada pertanyaan nomor enam
“Jika
anda mempunyai septic tank, sebaiknya jarak septic tank yang
dianjurkan dengan
sumber airadalah minimal berapa meter” diketahui lebih dominan
responden
memilih jawaban (Lebih dari) > 10 m, yaitu sebanyak 42 orang
(49,41%).
Pengetahuan responden pada pertanyaan nomor tujuh “Jenis jenis
jamban
yang sehat/memenuhi syarat.” diketahui lebih dominan responden
memilih
jawabanjamban cemplung tertutup, jamban leher angsa, jamban
komunal, yaitu
sebanyak 61 orang (71,76%).
“Dampak dari tidak menggunakan jamban sebagai sarana untuk
membuang
tinja/kotoran.” diketahui lebih dominan responden memilih jawaban
keluarga
menjadi mudah terkena penyakit yang ditularkan melalui vektor,
yaitu sebanyak
49 orang (57,65%).
sembilan “Sebaiknya membersihkan jamban adalah.” diketahui memilih
jawaban
minimal 2-3 kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 44 orang
(51,76%).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pertanyaan nomor sepuluh “Tujuan utama dari penggunaan jamban
adalah.”
Diketahui lebih dominan responden memilih jawaban memutus siklus
penyebaran
penyakit yang disebabkan dari perlaku buang air besar sembarangan,
yaitu
sebanyak 64 orang (75,29%).
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
responden dengan persentase 30,6%, kemudian responden dengan
kategori
pengetahuanrendah sebanyak 22 responden dengan persentase
25,9%.
f. Sikap.
pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan
Kota
Sibolga :
Pertanyaan Jawaban
Setuju % Tidak
Kebersihan jamban bukan
tempat.
tetangga anda belum mau
27 31.76
58 68.24
walaupun kesulitan air bersih /
sedang dalam musim kemarau.
rumah walau dalam kondisi
tersesak, tidak akan melakukan
laut/sungai/semak-semak dan
pemberhentian umum
sedang memberikan penyuluhan
dan dorongan tentang
Diketahui sikap responden pada pernyataan sikap nomor satu
“Setiap
rumah tangga wajib memiliki jamban.” sebanyak 85 orang (100%)
memilih sikap
setuju, Sedangkan 10 responden memilih sikap tidak setuju.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
jamban bukan tanggung jawab semua anggota keluarga.” sebanyak 40
orang
(47,06%) memilih sikap setuju, Sedangkan 45 responden (52,94%)
memilih sikap
tidak setuju.
Selanjutnya sikap responden pada pernyataan sikap nomor tiga
“Menegur
dan menasehati anggota keluarga jika masih buang air besar di
sembarang
tempat.” sebanyak 84 orang (98,82%) memilih sikap setuju, Sedangkan
1
responden (1,18%) memilih sikap tidak setuju.
Kemudian sikap responden pada pernyataan sikap nomor empat
“Membiarkan dan tak perduli jika tetangga anda belum mau
menggunakan
jamban sebagai sarana untuk buang air besar.” sebanyak 27 orang
(31,76%)
memilih sikap setuju, Sedangkan 58 responden (68,2%) memilih sikap
tidak
setuju.
Selanjutnya sikap responden pada pernyataan sikap nomor lima
“Tidak
buang air besar di sungai, walaupun kesulitan air bersih / sedang
dalam musim
kemarau.” sebanyak 29 orang (34,12%) memilih sikap setuju,
Sedangkan 56
responden (65.88%) memilih sikap tidak setuju.
Diketahui sikap responden pada pernyataan sikap nomor enam
“Perilaku
buang air besar sembarangan tidak akan berdampak buruk pada kondisi
kesehatan
keluarga.” sebanyak 19 orang (22,35%) memilih sikap setuju,
Sedangkan 66
responden (77.65%) memilih sikap tidak setuju.
Kemudian sikap responden pada pernyataan sikap nomor tujuh
“Ketika
sedang berada di luar rumah walau dalam kondisi tersesak, tidak
akan melakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
aktifitas buang air besar di laut/sungai/semak-semak dan lebih
memilih untuk
pergi ke pemberhentian umum yang memiliki WC seperti, SPBU.”
sebanyak 27
orang (31,76%) memilih sikap setuju, Sedangkan 58 responden (68,2%)
memilih
sikap tidak setuju.
“Merasa tidak ikut berpartisipasi jika ada petugas kesehatan yang
sedang
memberikan penyuluhan dan dorongan tentang penggunaan jamban.”
sebanyak 11
orang (12,94%) memilih sikap setuju, Sedangkan 74 responden
(87,06%) memilih
sikap tidak setuju.
“Berpartisipasi dan saling gotong royong dengan tetangga untuk
membangun
jamban umum yang digunakan bersama jika sama-sama tidak memiliki
jamban.”
sebanyak 75 orang (88.24%) memilih sikap setuju, Sedangkan 10
responden
(11.76%) memilih sikap tidak setuju.
Selanjutnya sikap responden pada pernyataan sikap nomor sepuluh
“Tidak
memelihara bangunan jamban yang sudah tersedia.” sebanyak 0 orang
memilih
sikap setuju, Sedangkan 85 responden (100%) memilih sikap tidak
setuju.
Tabel 10
kategorisikap baik sebanyak 30 Orang dengan persentase 35.3%,
sedangkan
responden dengan kategori sikap sedang sebanyak 36 responden
dengan
persentase 42,4%, kemudian responden dengan kategorisikap kurang
sebanyak 19
responden dengan persentase (22,4%).
kepemilikan jamban pada kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas
Aek
Parombunan Kota Sibolga :
Jenis Jamban Frekuensi Persentase
responden menggunakan jamban leher angsa septic tank. Selanjutnya
sebanyak 29
responden (38,16%) menggunakan jamban leher angsa tidak berseptic
tank dan 14
responden (18,42%) menggunakan jamban cemplung.
Tabel 12
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
Jumlah 85 100
sebanyak 76 responden (89,4%) dan responden yang tidak memiliki
jamban
sebanyak 9 responden dengan prosentase 10,6%.
h. Dukungan petugas kesehatan.
dukungan petugas kesehatan pada kepala keluarga di wilayah
kerja
Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga :
Tabel 13
Karakteristik Responden Frekuensi
mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan untuk menggunakan
jamban pada
setiap kali buang air besar sedangkan responden yang tidak mendapat
dukungan
dari petugas kesehatan sebanyak 32 orang (37,6%).
i. Dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat, tokoh agama
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat
distribusi
dukungan aparat kelurahan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama pada
kepala
keluarga di wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga
:
Tabel 14
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama
mendapatkan dukungan dari aparat kelurahan, tokoh masyarakat, dan
tokoh
agama untuk menggunakan jamban pada setiap kali buang air besar
sedangkan
responden yang tidak mendapat dukungan dari aparat kelurahan,
tokoh
masyarakat, dan tokoh agama sebanyak 43 orang (50,6%).
Tabel 15
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
Tidak
Mendukung
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6 85 100
Tabel 16
Kelurahan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama
Pertanyaan Aparat Kelurahan Tokoh Masyarakat Tokoh Agama
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Pernahkah aparat
Apakah aparat
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat
distribusi
perilaku masyarakat dalam penggunaan jamban pada kepala keluarga
di
wilayah kerja Puskesmas Aek Parombunan Kota Sibolga :
Tabel 17
Jamban
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jumlah 85 100
Berdasarkan tabel 17 diketahui sebanyak 9 responden (10.6%)
tidak
menggunakan jamban pada setiap kali buang air besar sedangkan
responden yang
menggunakan jamban sehat / memenuhi syarat pada setiap kali buang
air besar
sebanyak 33 orang (38,8%), sedangkan responden yang tidak
menggunakan
jamban sehat / tidak memenuhi syarat pada setiap kali buang air
besar sebanyak
43 orang (50,6%)
dengan satu variabel terikat. Berdasarkan uji Chi-Square hasil
analisis bivariat
adalah sebagai berikut:
a. Uji chi square antara umur dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan
jamban.
sebagai berikut :
Tabel 18
Jamban
Umur
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
0,982
≤35
tahun
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6
Berdasarkan tabel 18 diketahui sebanyak 59 responden yang berumur
lebih
dari 35 tahun terdapat 6 responden (7,1% ) yang tidak menggunakan
jamban dan
23 responden (27,1%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak
30
responden (35,3%) yang menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 26 responden berusia kurang dari atau sama
dengan
35 tahun terdiri dari 3 responden yang tidak menggunakan jamban
dengan
persentase 3,5% kemudian 10 responden menggunakan jamban sehat
dengan
persentase 11,8% dan sebanyak 13 responden menggunakan jamban tidak
sehat
dengan persentase 15,3%.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,982)
> (0,05)
sehingga Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang
signifikan antara umur dengan perilaku masyarakat dalam penggunaan
jamban.
b. Uji chi square antara pendidikan dengan perilaku masyarakat
dalam
penggunaan jamban.
diperoleh hasil sebagai berikut :
Penggunaan Jamban
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
0,0001
Pend.
Menegah
Pend.
Rendah
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,63
Berdasarkan tabel 19 diketahui sebanyak 11 responden yang
memiliki
pendidikan tinggi terdapat tidak ada responden yang tidak
menggunakan jamban
dan 9 responden (10,6%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak
2
responden (2,4%) yang menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 40 responden yang memiliki pendidikan
menengah
terdiri dari tidak ada responden yang tidak menggunakan jamban,
kemudian 22
responden menggunakan jamban sehat dengan persentase 25,9 % dan
sebanyak
18 responden menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase
21,2%.
Selanjutnya sebanyak 34 responden yang memiliki pendidikan
rendah
terdiri dari 9 responden yang tidak menggunakan jamban dengan
persentase
10,6% kemudian 2 responden menggunakan jamban sehat dengan
persentase
2,4% dan sebanyak 23 responden menggunakan jamban tidak sehat
dengan
persentase 27,1 %.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,0001)
<
(0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan
jamban.
c. Uji chi square antara pekerjaan dengan perilaku masyarakat
dalam
penggunaan jamban.
diperoleh hasil sebagai berikut :
Penggunaan Jamban
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
0,311 Tidak
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6
Berdasarkan tabel 20 diketahui sebanyak 69 responden yang
bekerja
terdapat 6 responden (7,1% ) yang tidak menggunakan jamban dan 29
responden
(34,1%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 34 responden
(40,0%)
yang menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 16 responden yang tidak bekerja terdiri dari
3
responden yang tidak menggunakan jamban dengan persentase 3,5%
kemudian 4
responden menggunakan jamban sehat dengan persentase 4,7 % dan
sebanyak 9
responden menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase 10,6
%.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,311)
> (0,05)
sehingga Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
jamban.
d. Uji chi square antara penghasilan dengan perilaku masyarakat
dalam
penggunaan jamban.
diperoleh hasil sebagai berikut :
Penggunaan Jamban
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
0,0001
<UMR
Kota
Sibolga
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,65
Berdasarkan tabel 21 diketahui sebanyak 44 responden yang
memiliki
penghasilan diatas atau sama dengan UMR Kota Sibolga sebesar
Rp.2.562.000,
tidak ada responden yang tidak menggunakan jamban dan 25 responden
(29,4%)
yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 19 responden (22,4%)
yang
menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 41 respondenyang memiliki penghasilan
dibawah
UMR Kota Sibolga sebesar Rp.2.562.000 terdiri dari 9 responden yang
tidak
menggunakan jamban dengan persentase 10,6% kemudian 8
responden
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menggunakan jamban sehat dengan persentase 9,4% dan sebanyak 24
responden
menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase 28,2%.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,0001)
<
(0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang
signifikan antara penghasilan dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan
jamban.
e. Uji chi square antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat
dalam
penggunaan jamban.
diperoleh hasil sebagai berikut :
Penggunaan Jamban
Tidak
Menggunakan
Jamban
Menggunakan
0,0001 Pengetahuan
Tabel 22
Penggunaan Jamban
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6
Berdasarkan tabel 22 diketahui sebanyak 37 responden yang
memiliki
pengetahuan tinggi terdapat tidak ada responden yang tidak
menggunakan jamban
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
dan 24 responden (28,2%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak
13
responden (15,3%) yang menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 26 responden yang memiliki pengetahuan
sedang,
tidak ada responden yang tidak menggunakan jamban kemudian 8
responden
menggunakan jamban sehat dengan persentase 9,4% dan sebanyak 18
responden
menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase 21,2%.
Selanjutnya sebanyak 22 responden yang memiliki pengetahuan
rendah
terdiri dari 9 responden yang tidak menggunakan jamban dengan
persentase
10,6% kemudian 1 responden menggunakan jamban sehat dengan
persentase
1,2% dan sebanyak 12 responden menggunakan jamban tidak sehat
dengan
persentase 14,1%.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,0001)
<
(0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan
jamban.
f. Uji chi square antara sikap dengan perilaku masyarakat dalam
penggunaan
jamban.
sebagai berikut :
Tabel 23
Jamban
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sedang 3 3,5 12 14,1 21 24,7
Kurang 6 7,1 0 0 13 15,3
Total 9 10,6 33 38,8 43 50,6
Berdasarkan tabel 23 diketahui sebanyak 30 responden yang
memiliki
sikap baik diketahuitidak ada responden yang tidak menggunakan
jamban dan 21
responden (24,7%) yang menggunakan jamban sehat dan sebanyak 9
responden
(10,6%) yang menggunakan jamban tidak sehat.
Kemudian sebanyak 36 responden yang memiliki sikap sedang terdiri
dari
3 responden yang tidak menggunakan jamban dengan persentase 3,5%
kemudian
12 responden menggunakan jamban sehat dengan persentase14,1% dan
sebanyak
21 responden menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase
24,7%.
Selanjutnya sebanyak 19 responden yang memiliki sikap kurang
terdiri
dari 6 responden yang tidak menggunakan jamban dengan persentase
7,1%
kemudian tidak ada responden yang menggunakan jamban sehat dan
sebanyak 13
responden menggunakan jamban tidak sehat dengan persentase
15,3%.
Hasil analisis menggunakan chi square diperoleh p-value (0,0001)
<
(0,05) sehingga Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang
signifikan antara sikap dengan perilaku