Transcript
Page 1: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 GAMBARAN UMUM DESA

1.1.1 Geografis

Keadaan Umum

Desa Pangkalan terletak di wilayah Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten

Tangerang, Propinsi Banten. Desa Pangkalan adalah Desa yang penduduknya mayoritas

petani. Selain dibidang pertanian penduduknya juga ada yang bekerja menjadi pedagang

baju anak-anak sekolah dan lain-lain. Desa Pangkalan berasal dari kata Penampungan/

Pangkalan. Pangkalan orang-orang pendatang di saat musim panen sehingga nama

pangkalan dijadikan sebuah nama desa yang baku sehingga sampai saat ini nama

pangkalan tidak ada perubahan dari masa ke masa, dari kosakata nama pangkalan

merupakan sinonim dari wadah atau tempat kumpulnya orang-orang pendatang, maka

disebutlah menjadi sebuah desa yaitu desa pangkalan. Desa Pangkalan mempunyai luas

wilayah 789.975 Ha (7,899750 Km2), terdiri dari lahan pertanian seluas 349,180 Ha dan

lahan pemukiman seluas 449,795 Ha, terbagi dalam 11 RW/36 RT. Desa pangkalan

terletak ± 0,5 Km dari pusat Pemerintahan Kecamatan Teluk Naga dengan jarak tempuh

±10 Menit dan ± 50 Km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang, dengan jarak

tempuh ± 2 Jam. Desa Pangkalan merupakan salah satu desa binaan dari Puskesmas Tegal

Angus. Terdapat enam desa binaan Puskesmas :

a. Desa Lemo

b. Desa Tanjung Pasir

c. Desa Tanjung Burung

d. Desa Pangkalan

e. Desa Tegal Angus

f. Desa Muara

1

Page 2: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Gambar 1.1 Peta Desa Pangkalan

Sumber: Puskesmas Tegal Angus Tahun 2015

Batas Wilayah

Batas – batas wilayah Desa Pangkalan seperti yang terlihat pada gambar adalah

sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Tanjung Pasir

2. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Tanjung Burung

3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Tegal Angus, Kampung Besar, Melayu Barat

4. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kampung Melayu Barat

2

Page 3: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Gambar 1.2 Peta Batas Wilayah Desa Pangkalan

Sumber: Laporan Puskesmas Tegal Angus Tahun 2015

1.1.2 Demografi

a. Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Pangkalan sampai dengan tahun 2013 tercatat sebanyak

15.378 jiwa, terdiri dari laki-laki 7672 jiwa dan perempuan 7706 jiwa (tabel 1.1).

Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Tangerang pada tahun 2013 jumlah penduduk

di wilayah kerja Puskesmas Tegal Angus yang tersebar di 6 desa seperti yang

tercantum pada tabel 1.2.

3

Page 4: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tabel 1.1 Klasifikasi jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tegal Angus berdasarkan jenis kelamin 2013

Sumber : Kantor Statistik Puskesmas Tegal Angus, 2013

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan di wilayah kerja Puskesmas Tegal Angus 2013

NO DESA

LUAS

JUMLAH

PENDUDU

K

JUMLAH RATA-RATAKEPADATA

N

WILAYA

HRUMAH

JIWA/

RUMAHPENDUDUK

(km2)TANGG

ATANGGA per km2

1 2 3 4 5 6 7

1 PANGKALAN 7.54 15.378 4,138 4.8 2.040

2TANJUNG

BURUNG 5.24 6.722 2,473 4.5 1.283

3 TEGAL ANGUS 2.83 8.741 2,879 4.6 3.089

4 TANJUNG PASIR 5.64 8.849 1,787 4.6 1686.70

5 MUARA 5.14 2.516 496 4.4 693.77

6 LEMO 3.61 6.138 648 4.4 1850.97

JUMLAH 30.02 53.444 12,421 4.33 1,794

Sumber : Kantor Statistik Puskesmas Tegal Angus, 2013

4

NO DESA/KEL Jumlah Penduduk

Laki-

laki

Perempuan

JUMLAH

1 Pangkalan 7.672 7.706 15.378

2 Tanjung Burung 3.379 3.343 6.722

3 Tegal Angus 4.313 4.428 8.741

4 Tanjung Pasir 4.436 4.413 8.849

5 Muara 1.740 1.776 2.516

6 Lemo 3.061 3.077 6.138

Page 5: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Di desa Pangkalan, mayoritas penduduknya beragama Islam, Budha, dan Kristen

Katolik seperti yang tercantum pada tabel 1.3.

Tabel 1.3 Klasifikasi jumlah penduduk menurut agama di Desa Pangkalan

NO AGAMA JUMLAH PENDUDUK

1 Islam 10750

2 Kristen Protestan 725

3 Kristen Katolik 1648

4 Hindu -

5 Budha 2045

6. Kepercayaan -

Sumber : Kantor Statistik Puskesmas Tegal Angus, 2010

b. Kondisi Sosial Ekonomi

Lapangan pekerjaan penduduk di Desa Pangkalan cukup beragam, hal ini

berhubungan dengan geografis Desa Pangkalan dimana terdapat persawahan dan

secara tidak langsung berbatasan dengan daerah kota Tangerang dan akses ke daerah

Jakarta. Mata pencaharian penduduk didominasi oleh petani, buruh dan pedagang

(tabel 1.4) dengan pendapatan yang tidak tetap. Jumlah penduduk miskin di Desa

Pangkalan pada tahun 2010 sebanyak kurang lebih 50 % dari jumlah jiwa/rumah

tangga.

Tabel 1.4 Lapangan pekerjaan penduduk Desa Pangkalan

No. Lapangan Kerja Penduduk Jumlah

1. Petani 698

2. Buruh 597

3. Nelayan 2

4. Pedagang 452

5. Pengrajin 5

6. PNS 37

7. TNI/POLRI 2

8. Pensiunan PNS, TNI, POLRI 10

9. Pegawai Swasta 249

10. Pengangguran 425

5

Page 6: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

No. Lapangan Kerja Penduduk Jumlah

Sumber : Kantor Statistik Puskesmas Tegal Angus, 2010

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat sangat berperan dalam membentuk sikap dan

perilaku masyarakat terhadap program kesehatan sehingga pendidikan sangat berperan

dalam pembangunan kesehatan. Tingkat pendidikan di Desa Pangkalan masih rendah,

sebagian besar hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar. Rendahnya pendidikan di

Desa Pangkalan berhubungan dengan sedikitnya jumlah sarana sekolah di Desa tersebut

(tabel 1.5).

Tabel 1.5 Sarana Sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Tegal Angus

N

O

NAMA

DESA

JUMLAH SEKOLAH

PAUDT

K

R

A

S

D

M

ISMP MTS SMA SMK MA

1 Pangkalan 1 2 0 5 1 2 1 0 1 0

2 Tanjung

Burung

1 0 0 2 1 0 0 0 0 0

3 Tegal Angus 0 1 0 2 2 2 1 1 0 0

4 Tanjung Pasir 0 2 0 2 1 0 1 0 0 0

5 Muara 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0

6 Lemo 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0

PUSKESMA

S

1 3 0 12 4 2 2 1 0 0

Sumber : Kantor Statistik Puskesmas Tegal Angus, 2013.

Jumlah penduduk yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak/belum tamat SD masih

cukup besar yaitu 672 jiwa atau 10,6 % dari jumlah penduduk (tabel 1.6). Hal ini merupakan

tantangan dalam pembangunan kesehatan, pelaksanaan program-program puskesmas harus

disesuaikan dengan tingkat pendidikan dari penduduk yang menjadi sasaran agar lebih

diterima.

6

Page 7: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

7

Page 8: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tabel 1.6 Jumlah Penduduk menurut jenjang Pendidikan di Desa Pangkalan Tahun

2010

Sumber : Kantor Statistik Puskesmas Tegal Angus, 2010

d. Sarana Kesehatan

Jumlah sarana kesehatan di Desa Pangkalan masih tergolong sedikit, hal ini

tercantum pada tabel 1.7.

Tabel 1.7. Sarana Kesehatan Yang ada di Puskesmas Tegal Angus Tahun 2013

No Jenis Sarana Kesehatan Jumlah

1. RSU -

2. RS Khusus -

3. Rumah Bersalin -

4. Poliklinik 3

5. Balai Pengobatan 2

6. Puskesmas -

7. Pustu -

8. Praktek Dokter 2

9. Klinik (Dokter) Khitan 1

1

0. Apotek/Depot Obat

-

1

1. Dokter

1

1

2. Perawat

-

8

No

.

Jenjang Pendidikan Jumlah

1. Tidak/belum tamat SD 672

2. SD/MI 1820

3. SLTP/MTS 231

4. SLTA/MA 3601

5. Sarjana 15

Page 9: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

No Jenis Sarana Kesehatan Jumlah

1

3. Bidan

3

1

4. Apoteker

-

Sumber : Puskesmas Tegal Angus, 2010

PUSKESMAS

1. Visi dan Misi

Dalam Mendukung terwujudnya Visi Kabupaten Tangerang dan pembangunan

Pemerintah Tangerang dan khususnya Kecamatan Teluk Naga dalam bidang

kesehatan maka dirumuskannya Visi Pembangunan Kesehatan Puskesmas Tegal

Angus yaitu : “MENUJU PELAYANAN PRIMA”

Untuk mewujudkan hal tersebut diatas, ditetapkan 4 Misi pembangunan

kesehatan sebagai berikut:

a. Pusat Pelayanan Tingkat Dasar

b. Pemberdayaan Masyarakat

c. Meningkatkan Kemitraan dengan Berbagai Sektor

2. Wilayah Kerja

Wilayah kerja Puskesmas Tegal Angus berada di wilayah Kecamatan Teluk

Naga  bagian utara yang terdiri dari enam desa binaan yaitu desa Pangkalan, Tanjung

Burung, Tegal Angus, Tanjung Pasir, Muara dan Lemo.

Gambar 1.3 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tegal Angus

9

Page 10: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Sumber : Laporan Kinerja Puskesmas Tegal Angus Tahun 2015

10

Page 11: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

3. Program Kerja

Upaya kesehatan wajib yaitu upaya promosi kesehatan, kesehatan lingkungan,

kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, perbaikan gizi masyarakat,

pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan pengobatan.

Upaya kesehatan pengembangan yang ditetapkan puskesmas bersama dinas

kesehatan kabupaten sesuai dengan permasalahan, kebutuhan dan kemampuan

Puskesmas Tegal Angus seperti lansia, napza, kesehatan remaja dan

pengembangan gigi dan mulut.

Pelaksanaan manajemen puskesmas yang meliputi:

1. Proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan lokakarya mini dan pelaksanaan

penilaian kinerja

2. Manajemen sumber daya termasuk manajemen alat, obat, keuangan, dll.

Mutu pelayanan puskesmas yang meliputi: penilaian input pelayanan berdasarkan

standar yang ditetapkan, penilaian proses pelayanan kesehatan dengan menilai

tingkat kepatuhan terhadap standar pelayanan yang ditetapkan, penilaian output

pelayanan berdasarkan upaya kesehatan yang diselenggarakan, dan penilaian

outcome pelayanan antara lain pengukuran kepuasan pengguna jasa puskesmas.

4. Kesehatan Lingkungan

Kesehatan Lingkungan merupakan aspek yang penting dibidang kesehatan,

upaya peningkatan kualitas lingkungan merupakan langkah yang tepat dalam

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan keluaraga yang lebih baik. Berikut

ini upaya-upaya peningkatan kualitas lingkungan bagi kesehatan yang dilakukan di

Puskesmas Tegal Angus

a) Perilaku Hidup Bersih Sehat

Dalam rangka meningkatkan Rumah Tangga Ber-PHBS di Kabupaten

Tanggerang Dinas Kabupaten Tanggerang melalui Bidang PPK dan puskesmas

melaksanakan pendataan dan penilaian rumah tangga sehat yaitu rumah tangga

yang melaksanakan 10 (sepuluh) indikator PHBS bagi rumah tangga yang

memiliki bayi atau balita dan rumah tangga yang melaksanakan 7 (tujuh) indikator

PHBS bagi rumah tangga yang tidak memiliki bayi atau balita. Sasaran dari

kegiatan ini adalah 778.228 rumah tangga di 274 desa di Kabupaten Tanggerang.

Dan berdasarkan hasil pengkajian, dari 62.371 rumah tangga yang dipantau hanya

11

Page 12: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

29.070 (46,61%) rumah tangga yang dapat dikatakan sebagai rumah tangga sehat.

Adapun hasil pengkajian selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.8.

Nama

Desa

Jumlah

KK

YDT

%

Persa

linan

O/

tks

%

Asi

eks

% By/

blt

dtmbg

%

Cuci

Tang

an

% Air

Bersih

%

Jamb

an

Sehat

%

Bersik

an

Jentik

%

Makan

Sayur

Buah

%

Aktiv

itas

Fisik

%

Tdk

Mero

kok

dlm

Rum

ah

%

Jmlh

(Seha

t)

Pangkalan 210 57.6 42.4 67.1 70 95.7 66.5 51.4 57 33.3 33.5 16.2

Tj. Burung 210 64.6 58.6 65.7 43.3 96.6 46.7 79 61.9 72.8 72.8 16.7

Tegal

Angus

214 35.6 24.3 58.9 87.4 90.2 57 94 39.7 72.4 57 17

Tj. Pasir 210 71.4 49.5 79.5 38.6 91.4 68.8 92.7 72.3 65.6 65.2 17

Muara 210 71.5 43.6 70.6 45.9 99 43 92 73.4 33 71.2 56.5

Lemo 206 63.6 24.8 64 91.6 83.6 44.8 80.8 84 62 45 18

Jumlah 1260 65.2 37.7 67.5 63.6 92.8 54 86 55.3 61.5 54 15.5

Tabel 1.8 Perilaku Hidup Bersih Sehat Yang Ada di Puskesmas Tegal Angus Tahun 2015 Triwulan pertama

Sumber : Puskesmas Tegal Angus, 2010

Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan sehat di Puskesamas dilakukan

melalui program promosi kesehatan yaitu penyebarluasan informasi kesehatan

untuk meningkatkan derajat kesehatan. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di

masyarakat dapat menggambarkan derajat kesehatan wilayah tersebut hal ini dapat

disajikan dengan indikator PHBS,adapun dari hasil kajian PHBS di wilayah

Puskesmas Tegal Angus terutama di Desa Pangkalan pada Tahun 2015 triwulan

pertama dapat digambarkan sebagai berikut :

a) Persalinan Ditolong oleh Tenaga Kesehatan (57,6 %)

b) Rumah yang bebas jentik (51,4 %)

c) Penimbangan Bayi dan Balita (67,1 %)

12

Page 13: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

d) Memberikan Asi Eksklusif (42,4 %)

e) Menggunakan air Bersih (95,7 %)

f) Menggunakan Jamban Sehat (66,5 %)

g) Olah Raga atau melakukan aktifitas fisik setiap hari (33,3 %)

h) Mengkonsumsi makanan seimbang (57 %)

i) Tidak Merokok dalam rumah (33,5% )

j) Mencuci tangan dengan air bersih, mengalir dan sabun (70 % )

Berdasar kajian PHBS diatas didapat ada beberapa yang cakupannya

masih rendah hal ini dikarenakan:

o Penduduk miskin masih banyak, sehingga yang mepunyai akses air bersih

dan jamban sehat sedikit

o Tingkat pendidikan yang masih rendah sehingga kurangnya kesadaran

tentang ASI Eksklusif, aktifitas fisik, merokok dalam rumah

o Kurangnya kader jumantik sehingga kegiatan pemeriksaan jentik berkala

kurang optimal

Untuk meningkatkan pencapaian rumah tangga ber PHBS dilakukan

penyuluhan tentang PHBS yang terus menerus,meningkatkan kerjasama lintas

program dan lintas sector.

b) Penyehatan Perumahan

Rumah merupakan tempat berkumpul dan beristirahat bagi semua anggota

keluarga dan untuk menghabiskan sebagian besar waktunya, sehingga kondisi

kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan penyakit diantara

anggota keluarga atau tetangga sekitarnya.

Rumah sehat adalah rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, hasil

pemantauan selama tahun 2015 triwulan pertama menunjukkkan dari 294 rumah

yang diperiksa sebanyak 21,28% yang memenuhi syarat kesehatan. Adapun hasil

pengkajian selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.9.

13

Page 14: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tabel 1.9 Persentase Rumah Sehat Triwulan I Menurut Kecamatan dan Puskesmas Tahun 2015

NOPUSKES

MASDESA

RUMAH

JUMLAH

SELURUHN

YA

JUMLAH

DIPERIKSA

%

DIPERIKS

A

JUMLA

H

SEHAT

%

SEHAT

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Tegal

Angus

Tanjung

Burung

2685 254 9,46 109 42,91

Pangkalan 5362 298 5,56 123 21,28

Tegal Angus 2900 189 6,52 78 41,27

Tanjung

Pasir

1823 339 18,60 274 80,83

Muara 492 79 16,06 42 52,16

Lemo 655 89 13,59 49 55,06

JUMLAH 13917 1248 70 675 54

Sumber : Data Program KesLing PKM Tegal Angus 2015

Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang ada di

wilayah puskesmas Tegal Angus mempunyai rumah yang tidak sehat, hal ini

dikarenakan tingkat ekonomi dan pendidikan yang masih rendah, pengetahuan

tentang rumah sehat yang kurang. Perlu kerjasama lintas sektoral untuk

meningkatkan jumlah rumah sehat.

c) Pemenuhan Kebutuhan Sarana Sanitasi Dasar

Pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi dasar di wilayah Puskesmas Tegal

Angus sangat kurang sekali seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

14

Page 15: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tabel 1.10 Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar Di wilayah Puskesmas Tegal Angus

N

O

KECAMATAN PUSKESMAS JUMLAH

PENDUDUK

JUMLA

H KK

TEMPAT SAMPAH

JKM JKP JKS %JKM %JKP %JKS

1 PANGKALAN TEGAL

ANGUS

16.871 2.685

1.035 298 123 38,5 28,8 41,3

2 TANJUNG

BURUNG7.754 5.362

618 254 109 11,5 41,1 42,9

3 TEGAL

ANGUS

9.378 2.900

720 189 78 24,8 26,3 41,3

4 TANJUNG

PASIR

9.738 1.823

447 339 274 24,5 75,8 80,8

5 MUARA 3.524 492 124 79 42 25,2 63,7 53,2

6 LEMO 6.557 655 162 89 49 24,7 54,9 55,1

JUMLAH 53.822 13.917 3.106 1.248 3.106 24,9 48,4 52.4

Sumber : Data Program Kesling PKM Tegal Agustus Tahun 2015

Keterangan: JKM : Jumlah KK Memiliki

JKP : Jumlah KK Periksa

JKS : Jumlah KK Sehat

Seperti yang terlihat pada tabel di atas bahwa dari jumlah rumah yang

diperiksa mengalami penurunan, hal ini dikarenakan tidak adanya sanitarian di

Puskesmas Tegal Angus sehingga kurang tenaga untuk memeriksa sanitasi dasar.

Dilihat dari jumlah rumah yang memiliki hanya 38,5% rumah yang memiliki

tempat sampah, kemudian dari jumlah rumah yang diperiksa jumlah yang

memiliki tempat sampah sehat hanya 41,3%, Jumlah tersebut masih kurang karena

tidak mencapau angka target yaitu 50%. Berbagai faktor seperti tingkat

pengetahuan, pendidikan, ekonomi, sosial dan kesadaran penduduk yang masih

rendah menyebabkan sulitnya meningkatkan kesehatan sanitasi masyarakat.

d) Penyehatan Tempat Tempat Umum (TTU)

Pengawasan terhadap TTU dilakukan untuk meminimalkan faktor resiko

sumber penularan bagi masyarakat yang memanfaatkan TTU, Bentuk kegiatan

yang dilakukan antara lain meliputi pengawasan kualitas lingkungan TTU secara

15

Page 16: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

berkala, bimbingan, penyuluhan dan sarana perbaikan. Tidak adanya tenaga

sanitarian dan kurangnya tenaga di Puskesmas Tegal Angus menyebabkan

pembinaan di TTU tidak dapat dilakukan.

e) Penyehatan Makanan dan Minuman

Makanan dan minuman adalah kebutuhan pokok manusia dan sumber

utama kehidupan bagi umat manusia, maka dengan itu makanan yang tidak

dikelola dengan baik justru akan menjadi sumber media yang sangat efektif

didalam penularan penyakit saluran pencernaan.

Upaya Puskesmas Tegal Angus adalah pemeriksaan tempat pengelolaan

air bersih, pengawasan terhadap kualitas penyehatan Tempat tempat Umum

Pengelolaan makanan. Tidak adanya tenaga sanitarian dan kurangnya tenaga di

Puskesmas Tegal Angus menyebabkan pembinaan penyehatan makanan dan

minuman tidak dapat dilakukan

f) Sepuluh Besar Penyakit

Berdasarkan hasil laporan bulanan Penyakit (LB1) Puskesmas Tegal Angus

didapatkan gambaran pola penyakit yang terjadi di Puskesmas Tegal Angus pada

tahun 2013 menurut golongan semua umur. Penyakit terbanyak adalah penyakit-

penyakit menular seperti ISPA,disusul dengan penyakit sakit kepala dan demam yang

tidak diketahui penyebabnya. Penyakit tidak menular (PTM) yang masuk dalam

sepuluh besar penyakit adalah hipertensi dan myalgia seperti grafik berikut ini :

16

Page 17: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Grafik 1.1 Sepuluh Besar Penyakit Puskesmas Tegal Angus Tahun 2013

Sumber : Data Surveilance Puskesmas Tegal Angus, 2013

1.2 GAMBARAN KELUARGA BINAAN

a) Lokasi Keluarga Binaan

Keluarga binaan bertempat di Desa Pangkalan, RT 02/RW 04, Kecamatan Teluk

Naga, Kabupaten Tangerang. Diagnosis komunitas, dilaksanakan dari tanggal 4 Juni

sampai dengan 13 Juni 2015. Adapun lokasi pemukiman keluarga binaan kami adalah

sebagai berikut :

Gambar 1.4 Denah keluarga binaan

17

Page 18: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

1. Keluarga Tn. Cana

a. Data Dasar Keluarga

Keluarga binaan Tn. Cana terdiri dari 4 anggota keluarga, yaitu Tn. Cana/40

tahun sebagai kepala keluarga, istrinya bernama Ny. Kulsum/37 tahun, anak pertama

Tn. Yudi/18 tahun dengan pendidikan terakhir SMK jurusan teknik komputer dan saat

ini sedang mencari pekerjaan karena baru saja lulus 1 bulan yang lalu. Anak kedua

Nn. Eha/13 tahun yang masih menjalanai pendidikan SMP kelas 8.

Tn. Cana bekerja sebagai seorang supir suatu jasa pengiriman di daerah

Tangerang dengan penghasilan perbulan Rp1.600.000,00 dan tunjangan per minggu

Rp210.000,00. Pendapatan Tn. Cana digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari, seperti membeli kebutuhan rumah tangga, kebutuhan sekolah, listrik,

kredit motor dan lain-lain. Tn. Cana mampu membaca dan menulis karena dia sempat

mengenyam pendidikan hingga Sekolah Dasar (SD). Istrinya, Ny. Kulsum bekerja

sebagai ibu rumah tangga. Disamping itu Ny. Kulsum aktif sebagai kader kesehatan di

lingkungan RT 04 kampung Sukasari. Ny. Kulsum mengenyam pendidikan hingga

Sekolah Dasar (SD). Pasangan ini menikah saat Tn. Cana berumur 21 tahun dan Ny.

Kulsum berusia 18 tahun.

Tabel 1.11 Data Dasar Keluarga Tn. Cana

No Nama Status

Keluarga

Jenis

Kelamin

(L/P)

Usia

(tahun)

Pendidikan

terakhir

Pekerjaan

1. Tn. Cana Kepala

Keluarga

L 40 SD Supir

2. Ny. Kulsum Istri P 37 SD Ibu rumah

tangga

3. Tn. Yudi Anak

pertama

L 18 SMK Belum bekerja

4. Nn. Eha Anak kedua P 13 SD Siswi SMP

b. Bangunan Tempat Tinggal

Keluarga Tn. Cana tinggal di daerah yang di depan halaman depannya

berbatasan dengan empang. Rumah ini milik sendiri, dengan luas tanah sekitar 54

m2 dan luas bangunan berukuran 9m x 6m. Bangunan tempat tinggal tidak

bertingkat, berlantaikan keramik, beratap genteng dengan plafon triplek dan

18

Page 19: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

sebagian lagi tanpa plafon, dindingnya terbuat dari batu bata. Ventilasi yang ada

berasal dari pintu depan jendela dan beberapa saluran udara pada ruang tamu.

Sedangkan pada kamar tidur utama terdapat kasur dan lemari pakaian kecil.

Kamar ini dilengkapi 1 lampu penerangan yang agak redup dan 1 kipas angin.

Selain itu terdapat jendela yang tidak pernah dibuka dan ventilasi yang ditutupi

jaring-jaring. Kamar tidur kedua tidak dilengkapi jendela maupun ventilasi.

Terdapat 1 kasur, 1 lampu penerangan yang redup dan 1 kipas angin. Pada ruang

keluarga terdapat TV dan lemari pakaian. Ruangan ini tidak dilengkapi ventilasi

dan hanya mengandalkan 1 lampu penerangan yang agak redup. Dapur di lengkapi

lemari piring dan meja kompor. Kamar mandi dilengkapi kran air dan jamban

yang ruangannya menyatu dengan dapur. Rumah tersebut tampak jarang dimasuki

cahaya matahari karena sangat berdekatan dengan rumah tetangga sekitar.

Proses mencuci alat-alat makan dilakukan di kamar mandi. Kegiatan

memasak dilakukan dengan menggunakan kompor gas. Dalam hal membuang

sampah rumah tangga, keluarga Tn. Cana lebih memilih untuk mengumpulkan

sampah kemudian dibakar di halaman depan rumahnya. Pembakaran sampah ini

dilakukan pada sore hari. Sedangkan untuk sampah basah dibuang langsung ke

kali di samping rumahnya. Keluarga Tn. Cana menggunakan air tanah dengan

bantuan mesin pompa sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari. Untuk

kebutuhan air minum, keluarga ini menggunakan air gallon isi ulang.

Gambar 1.5 Denah rumah Tn. Cana

c. Lingkungan Pemukiman

19

Page 20: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Rumah Tn. Cana terletak di pemukiman yang padat penduduk. Jarak antar

rumah diperkirakan 1 meter, bahkan ada yang hanya berbatas tembok saja.

Dibagian depan terdapat jalan setapak yang langsung menuju kali berdiameter 3

meter. Bagian belakang berbatasan dengan rumah warga lainnya. Tempat

pembuangan dan pembakaran sampah dilakukan di pekarangan samping rumah. 1

meter di depan rumah, terdapat kandang ayam milik tetangga.

d. Pola Makan

Keluarga Tn. Cana memiliki kebiasaan makan tiga hingga empat kali

sehari. Ny. Kulsum memasak makanan yang cukup memperhatikan keseimbangan

gizi, contoh menu yang disajikan sehari-hari ialah nasi, tahu, tempe, sayuran,

terkadang ayam dan ikan. Menurut penuturannya Ny. Kulsum, semua makanan

dimasak sampai matang. Ny. Kulsum tidak membeli makanan diluar. Selain itu,

keluarga sering mengkonsumsi makanan berminyak seperti gorengan.

e. Riwayat Obstetrik dan Pola Asuh Ibu dan Anak

Anak pertama pasangan Tn. Cana dan Ny. Kulsum bernama Yudi, seorang

laki-laki berusia 18 tahun lahir dibantu oleh dukun beranak. Anak kedua bernama

Eha seorang perempuan lahir di tolong oleh dukun beranak. Kedua anaknya di

berikan ASI selama 2 tahun. Selama ini kedua anaknya tidak pernah diberikan

imunisasi. Saat ini Ny. Kulsum menjalani program Keluarga Berencana (KB)

berupa suntik tiga bulan sekali di bidan.

f. Kebiasaan Berobat

Ketika ada anggota keluarga yang sakit, keluarga ini jarang langsung

berobat ke puskesmas setempat. Tn. Cana lebih sering hanya membeli obat di

warung.

g. Riwayat Penyakit

Menurut penuturan keluarga, keluarga Tn. Cana hampir jarang terkena

penyakit serius. Pada tahun 2015, keluarga Tn. Cana pernah menderita diare,

batuk pilek, sakit gigi dan nyeri kepala.

h. Perilaku dan Aktivitas Sehari-hari

Pada keluarga Tn. Cana tidak ada anggota keluarga yang merokok.

Keluarga Tn. Cana mengaku mencuci tangan sebelum makan dan terkadang

menggunakan sabun. Kebiasaan berolahraga tidak ada. Tata cara pengelolaan

sampah yang dilakukan Tn. Cana adalah dengan mengumpulkan sampah basah di

wadah plastik kemudian dibuang ke kali di samping rumah. Sedangkan sampah

20

Page 21: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

kering dikumpulkan dalam plastik dan kemudian dibakar pada sore hari. Sampah

dibuang ke kali setiap hari sedangkan pembakaran bisa dilakukan 3-4 kali

seminggu. Di dalam rumah Tn. Cana tidak dilengkapi oleh tempat sampah.

Dari hasi pre survey dengan responden 4 orang didapatkan seluruh

responden memiliki perilaku yang sama dalam pengelolaan dan pembuangan

sampah.

Tabel 1.12 Faktor Internal Keluarga Tn. Cana

No Faktor Internal Permasalahan

1 Kebiasaan Merokok Tidak ada yang merokok pada keluarga Tn. Cana

2 Olah raga Semua anggota keluarga tidak memiliki kebiasaan

berolahraga.

3 Pola Makan Ny. Kulsum memasak makanan sendiri untuk

keluarganya. Ia sering memasak makanan dengan

menu seperti tahu, tempe, sayuran dan sesekali

ikan dan ayam. Sehari- harinya mereka makan

besar 3-4 kali.

4 Pola Pencarian

Pengobatan

Apabila sakit, mereka membeli obat di warung.

5 Menabung Mereka tidak pernah menabung karena pas untuk

kebutuhan sehari-hari

6 Aktivitas sehari-hari a. Bapak bekerja sebagai buruh, bekerja setiap hari

dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore.

b. Ibu sebagai ibu rumah tangga dan kader

kesehatan setempat.

c. Anak pertama sebagai belum bekerja.

d. Anak kedua masih bersekolah SMP.

7 Alat kontrasepsi Ny. Kulsum menggunakan kontrasepsi hormon

yang di suntik 3 bulan sekali.

Tabel 1.13 Faktor Eksternal Keluarga Tn. Cana

21

Page 22: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

No Kriteria Permasalahan

1. Luas Bangunan Luas rumah 9 x 6 m2

2. Ruangan dalam rumah Didalam Rumah terdapat Ruang Tamu, dua kamar

tidur yang di dalamnya terdapat kasur. Dapur

sekaligus kamar mandi tanpa pembatas yang

dilengkapi jamban jongkok

3. Jamban Keluarga Tn. Cana memiliki jamban di rumahnya

4. Ventilasi Terdapat ventilasi udara hanya pada ruang tamu dan

kamar tidur utama dengan jendela yang tidak pernah

dibuka.

5. Pencahayaan a Terdapat 1 lampu pencahayaan yang kurang baik

pada masing-masing kamar tidur.

b Terdapat 1 lampu pada ruang tamu, 1 lampu di

ruang tengah dan 1 lampu di dapur dan kamar

mandi.

6. MCK Memiliki MCK satu ruangan dengan dapur.

7. Sumber Air Dalam kesehariannya Tn. Cana menggunakan air

sumur yang digunakan untuk mandi dan mencuci

pakaian. Serta membeli air galon isi ulang untuk

kebutuhan air minum sehari-hari.

8. Saluran pembuangan

limbah

Tidak terdapat saluran pembuangan limbah, air

limbah dialirkan ke kali yang berukuran 3 meter.

9. Tempat pembuangan

sampah

Keluarga Tn. Cana tidak memiliki tempat

pembuangan sampah dirumahnya, kemudian mereka

membuang sampahnya di kali dekat dari rumahnya.

Sedangkan sebagian lagi dibakar langsung disamping

rumahnya.

10. Lingkungan sekitar

rumah

Di samping kanan dan kiri, depan dan belakang,

rumah terdapat rumah tetangga yang hanya berjarak

satu meter. 1 meter di depan rumah tersebut terdapat

22

Page 23: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

No Kriteria Permasalahan

kandang ayam tetangga. Lima meter dari rumah

tersebut terdapat kali yang kotor penuh tumpukan

sampah.

2. Keluarga Tn. Sadin

Tabel 1.14 Data Dasar Keluarga Tn. Sadin

No Nama Status

Keluarga

Jenis

Kelamin

Usia Pendidikan Pekerjaan Penghasilan

1 Tn. Sadin Suami Laki – laki 52 tahun SD Penarik

Becak

Rp30.000,00

rupiah/hari

(kadang tidak

tetap)

2 Ny. Ibut Istri Perempua

n

43 tahun SD Pedagang Rp50.000,00 rupiah/

Hari

3 Nn.

Margawati

Anak Perempua

n

17 tahun SMP Pekerja

Pabrik

Rp220.000,00

rupiah/minggu

4 An.

Sahluri

Mupid

Anak Laki – laki 14 tahun SMP - -

5 An. Angga Anak Laki - laki 6 tahun SD - -

Keluarga Tn. Sadin tinggal di Kampung Sukasari RT 02 / RW 04, Desa

Pangkalan Kelurahan Tanjung Pasir, Kecamata Teluk Naga, Kabupaten Tangerang

Provinsi Banten. Keluarga ini terdiri dari sepasang suami istri, dan tiga orang anak

yang tinggal serumah. Tn. Sadin sebagai kepala keluarga berusia 52 tahun dengan

latar belakang pendidikan sekolah dasar. Ny. Ibut sebagai istri berusia 43 tahun

dengan latar pendidikan sekolah dasar. Tn. Sadin dan Ny. Ibut memiliki dua orang

anak perempuan dan tiga orang anak laki – laki, namun yang masih tinggal serumah

hanya 3 dari 5 anaknya. Ny. Ibut sebenarnya memiliki 8 anak namun 3 anaknya

meninggal saat masih bayi, anak pertama meninggal saat usia 4 bulan, , anak keempat

meninggal saat usia 1 hari dan anak kedelapan meninggal saat usia 7 bulan, ketiga

anaknya meninggal tanpa diketahui sebab yang jelas. Anak terakhir merupakan anak

23

Page 24: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

kembar. Ny. Ibut dari ketujuh kehamilannya rutin dan teratur ANC ke bidan terdekat,

namun pada kehamilan ketujuh saat menginjak usia 7 bulan tekanan darahnya

mendadak naik dan sempat mencapai 200/130mmHg padahal sebelumnya tidak ada

riwayat tekanan darah tinggi pada keluarga ataupun sebelumnya. Sehingga bidan pun

merujuk Ny. Ibut ke RS Umum dan sempat dirawat selama beberapa hari. Dari

ketujuh kehamilannya Ny. Ibut melahirkan secara normal dan ditolong oleh bidan

yang dipanggil kerumahnya. Ny. Ibut tidak pernah memakai KB. Dan secara lengkap

imunisasi kelima anaknya sampai usia 9 bulan. Anak anak Ny. Ibut pun tidak pernah

minum susu formula saat kecil dan ASI eksklusif sampai anaknya usia 1,5 tahun.

Anak pertama perempuan bernama Isna sudah berkeluarga dan tinggal di

sebelah rumah Ibu Ibut. Anak kedua laki-laki bernama Ali sudah berkeluarga dan

tinggal berbeda rumah. Anak kelima perempuan bernama Margawati berusia 17 tahun

belum menikah, sudah bekerja dan masih tinggal satu rumah. Anak keenam laki-laki

bernama Sahluri berusia 14 tahun dan masih duduk di bangku SMP. Dan anak yang

ketujuh yaitu laki laki bernama Angga berusia 6 tahun saat ini baru masuk Sekolah

Dasar.

Tn. Sadin berprofesi sebagai penarik becak dengan pendapatan tidak menentu,

namun diperkirakan bisa mencapai Rp900.000,00 tiap bulan. Ny. Ibut bekerja sebagai

pedagang nasi uduk di SDN Pangkalan II dengan pendapatan sebulan dapat mencapai

Rp1.500.000,00. Anak Tn. Sadin bernama Margawati bekerja sebagai buruh pabrik

dan mendapat penghasilan Rp880.000,00 tiap bulan.

Kegiatan sehari hari Tn. Sadin menarik becak dan berangkat pukul 07.00 pagi

dan pulang ke rumah untuk istirahat jam 13.00 siang dan berangkat lagi pada pukul

14.000 siang, begitu setiap harinya. Ny. Ibut yang merupakan pedagang nasi uduk

memulai harinya dengan berbelanja keperluan dagangannya saat sore hari di pasar

dekat rumahnya, dan bangun untuk mulai menyiapkan dagangannya pukul 03.00 pagi

lalu berangkat ke sekolah bersama kedua anaknya pukul 06.00 pagi dan pulang pukul

12.00 siang. Anaknya yang sudah berkerja di pabrik plastik berangkat pukul 07.00

dan pulang lagi kerumah pukul 18.00 setiap harinya.

24

Page 25: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Gambar 1.6 Denah Rumah Keluarga Tn. Sadin

Keluarga Tn. Sadin tinggal di sebuah rumah bangunan permanen diatas tanah

seluas 4 x 5 m2. Dinding rumah terbuat dari tembok, berlantaikan keramik dan pada

bagian dapur serta kamar mandi berlantaikan semen. Atap rumah menggunakan

genteng tetapi tidak dibuat plafon. Rumah Tn. Sadin terdiri dari sebuah ruang tamu

yang merangkap ruang TV, 2 buah kamar tidur, dapur, kamar mandi serta gudang

yang berisi kandang ayam dan barang-barang yang tidak terpakai. Ruang tamu

berukuran 2 x 4 m2 beralaskan keramik dimana terdapat TV dan merupakan tempat

biasanya keluarga berkumpul, di ruangan tersebut terdapat jendela, namun tidak

pernah dibuka. Kedua anak laki lakinya juga lebih sering tidur di ruang TV itu,

sedangkan anak perempuannya di kamar. Keluarga Tn. Sadin juga memelihara ayam

yang jumlahnya >5 ekor yang kandangnya berada di samping rumah.

Di rumah Tn. Sadin terdapat ventilasi jendela namun tidak pernah dibuka dan

cahaya masuk hanya bila pintu terbuka. Untuk siang hari hingga malam keluarga Tn.

Sadin menggunakan lampu sebagai penerangan. Namun lampu jarang digunakan saat

siang sehingga terkesan gelap dan cahaya yang masuk pun tidak banyak.

Di rumah Tn. Sadin terdapat kamar mandi beserta WC (jamban) sehingga

keluarga Tn. Sadin tidak menggunakan jamban umum lagi sebagai pilihan. Namun

kamar mandi, tempat cuci piring serta cuci baju berada di tempat yang sama. Dapur

Tn. Sadin bersebelahan dengan kamar mandinya. Kompor yang digunakan adalah gas,

dikarenakan Ny. Ibut merupakan pedagang nasi uduk yang memasak tiap hari.

Sumber air bersih untuk mandi didapatkan dari air pompa yang keluarga ini gali

sendiri, namun untuk minum membeli air galon. Keluarga Tn. Sadin memiliki tempat

25

Page 26: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

sampah yang diletakkan di kamar mandi, jadi semua sampah rumah tangga langsung

ditaruh dan dikumpulkan dan pada sore hari dan biasanya keluarga Tn. Sadin

membuangnya pada sore hari. Limbah air rumah tangga di buang ke kali samping

rumah yang berjarak 10 meter dari rumahnya sedangkan untuk sampah rumah tangga

Tn. Sadin membakarnya di depan rumah pada sore hari dengan jarak sekitsr 200

meter dari depan rumah. Sebenarnya keluarga Tn. Sadin sudah mengetahui

bagaimana pengelolaan limbah dan sampah rumah tangga yang benar, namun

terkadang 2-3x/seminggu masih suka membuang sisa sampahnya di kali samping

rumahnya.

Rumah keluarga Tn. Sadin terletak di daerah yang padat penduduk dengan

jarak antar rumah 0,5 meter disebelah kanan dan kiri dan 10 meter dengan kali di

samping rumahnya. Keluarga Tn. Sadin memiliki pola makan sebanyak 2 kali dalam

sehari. Biasanya menu yang biasa dimakan adalah tempe, telur dan ikan asin, keluarga

Tn. Sadin jarang mengkonsumsi sayur, biasanya seminggu hanya 2x. Tn. Sadin

memiliki kebiasaan merokok dan mengaku sering merokok didalam rumah, Tn. Sadin

bisa menghabiskan 2 bungkus rokok/hari ditambah dengan kopi hitam yang bisa

diminum sampai 4x. Menurut Ny. Ibut sebelum menikah pun Tn. Sadin sudah

merokok, jadi sudah >29 tahun Tn. Sadin memiliki kebiasaan merokok. Tn. Sadin dan

keluarga mengaku sering mencuci tangan baik sebelum dan sesudah makan namun

tidak menggunakan sabun. Keluarga Tn. Sadin dan Ny. Ibut mengaku tidak pernah

melakukan olahraga selain aktivitas sehari harinya saja. Dalam segi kesehatan, Tn.

Sadin dan Ny. Ibut tidak memiliki masalah kesehatan dalam sebulan terakhir ini, dan

mengaku jarang menderita penyakit. Biasanya apabila sakit mereka berobat dengan

obat dari warung dan apabila sakit tambah parah baru ke puskesmas atau klinik

terdekat. Jarak puskesmas dari rumah Tn. Sadin cukup jauh.

26

Page 27: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tabel 1.15 Faktor Internal Keluarga Tn. Sadin

Tabel 1.16 Faktor Eksternal Keluarga Tn. Sadin

27

No Kriteria Permasalahan

1 Kebiasaan Merokok Tn. Sadin merokok dan dapat

menghabiskan 2 bungkus/hari

2 Pola Makan Makan 2 kali sehari, makanan pokok

berupa nasi, lauk pauk seperti tempe,

telur, ikan asin. Jarang mengkonsumsi

daging-dagingan dan sayur

3 Pola Pencarian Pengobatan Membeli obat warung, jika sudah tidak

kuat baru berobat ke puskesmas atau

klinik terdekat

4 Pola Membuang sampah

sehari hari

Keluarga Tn. Sadin membakar sampah-

sampah rumah tangganya, namun kadang

masih suka membuang ke kali samping

rumahnya

5 Aktivitas Sehari – hari Tn. Sadin bekerja sebagai penarik becak

dan Ibu Ibut sebagai pedagang nasi uduk

Page 28: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

3.

Keluarga Tn. Urip

(a). Data Dasar Keluarga

Keluarga Tn. Urip bertempat tinggal di Kampung Sukasari, Desa Pangkalan,

Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tanggerang. Keluarga tersebut terdiri dari 4

anggota keluarga dengan kepala keluarga Tn. Urip yang berusia 76 tahun. Pasangan

Ny. Salen dan Tn. Urip memiliki 12 orang anak yang semuanya telah memiliki

28

No Kriteria Permasalahan

1 Ruangan Dalam Rumah

Terdapat 2 kamar tidur, 1 ruang TV,

dapur, MCK, serta gudang

2 Ventilasi

Minimal, memiliki jendela namun

tidak pernah dibuka, hanya pergantian

udara dari pintu

3 Pencahayaan Penerangan kurang, ada satu ruangan

yang tidak dipakaikan lampu, dan satu

ruangan lainnya lampunya tidak terang

4 MCK Memiliki kamar mandi dan jamban

yang dalam rumah.

5 Sumber Air Air bersih didapatkan dari sumur

dengan pompa listrik.

6 Saluran Pembuangan Limbah Limbah air dialirkan ke kali di samping

rumah dengan menggunakan pipa

paralon.

7 Tempat Pembuangan

Sampah

Sampah dikumpulkan setiap harinya

dan dibakar sekitar 200 m dari depan

rumah.

8 Lingkungan Sekitar Rumah Rumah berhimpitan dengan rumah

lain, Tn. Sadin memelihara ayam

disamping rumahnya.

Page 29: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

keluarga dan tingal di tempat terpisah. Hanya dua anak terakhirnya saja yang belum

menikah dan masih tinggal dalam satu rumah dengan Tn. Urip.

Ny. Salen berusia 73 tahun, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dengan

pendapatan yang diperoleh dari Tn. Urip yang bekerja sebagai penjual rumput dan

daun-daunan untuk membungkus. Dari uang tersebut, didapatkan hasil yang dapat

membiayai makan keluarga. Pendapatan Tn. Urip tidak menentu setiap harinya,

namun berkisar Rp150.000,00 s.d Rp200.000,00 dalam sebulan penghasilan. Namun,

sejak satu tahun terakhir, Tn. Urip sudah berhenti menjual rumput dan daun, di

karenakan stroke yang telah menyerangnya satu tahun lalu, menyebabkan Tn. Urip

tidak bisa lagi melakukan banyak aktivitas berat, dikarenakan keterbatasan yang

didapatkannya setelah serangan stroke tersebut.

Keluarga Ny. Salen dan Tn. Urip hanya bersekolah sampai kelas 3 SD dan

tidak sampai lulus dikarenakan faktor tidak memiliki biaya. Ny. Salen menikah pada

usia 18 tahun sedangkan Tn. Urip berusia 21 tahun. Keduanya memiliki 12 orang

anak, namun hanya 6 orang saja yang hidup, dan sisanya meninggal saat masih bayi.

Setelah Tn. Urip tidak lagi bekerja, kebutuhan keluarga bergantung dari

penghasilan yang diperoleh oleh anak terakhir Tn. Urip, Tn. M. Dediyono yang

bekerja sebagai buruh pabrik. Pendapatannya tidak tentu, namun berkisar dari

Rp200.000,00 s.d Rp300.000,00 per minggu. Pendapatan Tn. M. Dediyono digunakan

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti membeli beras, lauk pauk, pengobatan

dan lain-lain.

Tabel 1.17 Data Dasar Keluarga Tn. Urip

No Nama Status

Keluarga

Jenis

Kelamin

(P/L)

Usia

(tahun)

Pendidikan Pekerjaan

1 Tn. Urip Kepala

Keluarga

L 76 Kelas 3 SD Pedagang

rumput dan

daun

2. Ny. Salen Istri P 73 Kelas 3 SD Ibu rumah

tangga

3. Ny. Siti Farida Anak ke

sembilan

P 33 Kelas 4 SD Tidak

bekerja

29

Page 30: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

4. Muhamad

Dediyono

Anak ke

dua belas

L 26 Lulus SD Buruh

pabrik

Anak-anak Tn. Urip bersekolah, namun hanya sampai tingkat SD dikarenakan

faktor ekonomi. Hanya anak bungsunya saja yang dapat mengenyam Sekolah

Menengah Pertama (SMP) hingga lulus.

Ny. Salen mengaku dapat membaca dan menulis karena dia sempat

mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) meskipun hanya sampai kelas 3 saja. Hal

ini dikarenakan tidak adanya biaya untuk melanjutkan pendidikan. Ny Salen menikah

saat berusia 18 tahun dan Tn. Urip 21 tahun. Ny. Salen mempunyai anak pertama saat

berusia 19 tahun.

(b). Bangunan Tempat Tinggal

Keluarga Tn. Urip tinggal di sebuah rumah permanen milik sendiri dengan

luas tanah 150m2 dan luas bangunan 10m x 5m sejak 12 tahun yang lalu. Bangunan

tempat tinggal tidak bertingkat, berlantaikan tegel, namun pada bagian dapur dan

tempat mandi berlantai semen. Atap rumah dari genteng serta kayu tanpa plafon, dan

dindingnya terbuat dari batu bata. Terdapat lima buah ventilasi udara berukuran 25cm

x 10cm pada bagian atas pintu dan jendela. Namun rumah tersebut jarang dimasuki

cahaya matahari sehingga kondisi rumahnya gelap dan gelap.

Rumah ini terdiri dari satu ruang tamu yang merangkap sebagai ruang

keluarga, ruang makan yang hanya dibatasi oleh lemari tinggi dari ruang tamu dan

keluarga. Terdapat tiga buah kamar, dua diantaranya digunakan sebagai kamar tidur

dan satu kamar digunakan sebagai gudang. Pada kamar tidur, sirkulasi udara kurang

memenuhi kebutuhan ruangan sehingga kamar cenderung pengap. Tidak terdapat

lampu pada kamar ke dua, terdapat banyak sarang laba-laba, dan banyak barang-

barang bertumpuk berupa baju dan kertas-kertas koran di setiap dindingnya, membuat

kamar menjadi sempit dan sesak.

Keluarga ini memiliki sebuah dapur kecil pada ruang belakang, yang beberapa

meter pada sisi kanannya digunakan sebagai tempat cuci piring dan mandi. Tidak ada

pembatas ataupun sekat antara dapur dan kamar mandi. Terdapat sebuah sumur di

tempat untuk mandi dan mencuci piring. Untuk kebutuhan buang air kecil dan besar,

keluarga ini menggunakan kamar mandi di masjid yang berada di sebelah rumahnya.

Kegiatan memasak menggunakan kompor minyak, namun terkadang menggunakan

kompor yang terbuat dari batu bata berbahan bakar kayu pada sisi kanan rumahnya.

30

Page 31: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Dalam hal membuang sampah rumah tangga, keluarga Tn. Urip memilih untuk

mengumpulkan sampah di ember besar yang sudah berlubang dan tidak terpakai lalu

membuangnya di sungai yang hanya berjarak lima meter dari depan rumahnya, atau

terkadang Ny. Salen membakar sampah-sampah tersebut di depan halaman rumahnya,

pembakaran sampah ini biasanya dilakukan pada sore hari. Keluarga Tn. Urip

menggunakan air pompa untuk memenuhi kebutuhan air keluarganya, namun

terkadang jika air pompa sedang mati, Ny. Salen menggunakan air sumur untuk

memasak, mencuci dan mandi. Terdapat kandang kambing yang menempel pada sisi

kiri rumahnya. Kandang kambing terbuat dari bambu beratapkan asbes, berukuran 1m

x 1 m.

Gambar 1.7 Denah Rumah Tn. Urip

(c). Lingkungan Pemukiman

Rumah Tn. Urip terletak di pemukiman padat penduduk. Rumah satu dengan

rumah lainnya saling berdempetan. Terdapat jalan setapak pada sisi kanan rumah.

Terdapat halaman berukuran 5m x 6m sebelum akhirnya membentang jalanan terbuat

dari pavingblock yang berbatasan langsung dengan sungai yang diepenuhi sampah.

Pada musim hujan sering terjadi banjir pada halaman depan rumah.

(d). Pola Makan

31

Page 32: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Keluarga Tn. Urip memiliki kebiasaan makan dua kali sehari. Ny. Salen biasa

memasak nasi dengan lauk berupa tahu, tempe dan ikan asin. Ny. Salen sangat jarang

memasak ikan, ayam ataupun daging dikarenakan tidak adanya uang. Ny. Salen juga

jarang memasak sayur, namun selalu mengusahakan untuk makan sayuran minimal

setiap seminggu sekali. Dari penuturan Ny. Salen, semua makanan dimasak sampai

matang. Ny. Salen tidak pernah membeli makanan di luar.

(e). Riwayat Obstetrik dan Pola Asuh Ibu dan Anak

Anak pertama Ny. Salen bernama Tn. Sutarman berusia 54 tahun, telah

menikah, memiliki tiga orang anak dan tinggal di Bekasi. Anak kedua bernama Tn.

Solihin, berusia 52 tahun, telah menikah dan memiliki dua orang anak, tinggal di

kampung melayu. Anak keempat dan kelima meninggal dunia saat masih berusia

beberapa hari. Anak keenam Ny. Umi Kulsum berusia 40 tahun, telah menikah dan

memiliki tiga orang anak, tinggal di Serang. Anak ketujuh, kedepalan dan kesembilan

meninggal dunia saat berusia beberapa hari. Anak kesepuluh Ny. Siti Farida berusia

33 tahun, belum menikah dan tinggal dengan kedua orang tuanya di Desa Pangkalan.

Anak kesebelas Tn. Satibi berusia 28 tahun, telah menikah, memiliki satu orang anak

dan bertempat tinggal di Desa Tanjung Pasir. Anak kedua belas Tn. Muhamad

Dediyono berusia 26 tahun, belum menikah dan tinggal bersama kedua orang tuanya

dan kakak perempuannya, yang belum menikah Ny. Siti Farida. Keenam anaknya

yang hidup diberikan ASI sampai berusia dua tahun. Selama ini keenam anaknya

tidak pernah diberikan imunisasi. Setiap kali akan melahirkan Ny. Salen selalu

dibantu oleh dukun beranak. Ny. Salen tidak pernah menggunakan program Keluarga

Berencana (KB) sebelumnya dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang KB

berserta fungsinya.

(f). Kebiasaan Berobat

Ketika ada yang sakit keluarga Tn. Urip jarang pergi ke puskesmas untuk

berobat. Keluarga Tn. Urip biasa membeli obat warung untuk mengatasi sakitnya, dan

terkadang berobat ke mantri di desa. Tn. Urip jarang berobat ke puskesmas

dikarenakan jaraknya yang jauh. Namun, jika keluhan sakit dirasa sangat berat, Tn.

Urip baru berobat ke puskesmas.

(g). Riwayat penyakit

Menurut penuturan keluarga, keluarga Tn. Urip jarang terserang penyakit.

Biasanya Tn. Urip, Ny. Salen dan kedua anaknya hanya terkena batuk atau pilek tiap

32

Page 33: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

perubahan musim. Namun Tn. Urip pernah mengalami stroke satu tahun yang lalu dan

di rawat di rumah sakit kampung melayu.

(h). Perilaku dan Aktivitas Sehari-hari

Di keluarga Tn. Urip, Tn. Urip dan Tn. M. Dediyono saja yang merokok.

Namun hanya Tn. M. Dedimulyono yang merokok di luar rumah. Keluarga Tn. Urip

mengaku mencuci tangan sebelum makan, namun hanya menggunakan air saja dan

tidak pernah menggunakan sabun. Tidak ada kebiasasaan berolahraga di keluarga Tn.

Urip. Pengelolaan sampah dilakukan Ny. Salen dengan mengumpulkan sampah di

sebuah ember tidak terpakai lalu membuanya ke sungai depan rumah setiap pagi.

Dari hasil wawancara oleh keempat anggota keluarga didapatkan keempat responden

memiliki pengetahuan tentang pengelolaan sampah yang baik, namun mereka tetap

melakukan tidakan membuang sampah di sungai sekalipun mereka sudah mengetahui

bahwa hal tersebut tidak benar.

Tabel 1.18 Faktor Internal Keluarga Tn. Urip

No Kriteria Permasalahan

1 Kebiasaan merokok Tn. Urip merokok, dan sehari dapat

menghabiskan satu bungkus. Sedangkan

Tn. M. Dediyono hanya menghabiskan

tiga batang dalam sehari

2 Pola makan Makan dua kali sehari, makanan pokok

berupa nasi, lauk pauk seperti tahu

tempe.jarang mengkonsumsi sayuran,

dan sangat jarang mengkonsumsi ikan,

ayam dan daging.

3 Pola Pencarian Pengobatan Membeli obat warung dan terkadang

matri, jika sakit bertambah parah baru

berobat ke puskesmas.

4 Pola Membuang Sampah Sehari-hari Keluarga Tn. Urip membuang sampah di

sungai depan rumahnya, namun

terkadang membakarnya di halaman

rumah.

5 Menabung Keluarga Tn. Urip tidak memiliki

kebiasaan menabung.

33

Page 34: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

6 Aktivitas Sehari-hari Ny. Salen bekerja sebagai ibu rumah

tangga, sedangkan Tn. Urip sudah tidak

bekerja. Ny. Siti Farida membantu

pekerjaan Ny. Salen di rumah, dan Tn.

M. Dediyono bekerja sebagai buruh

pabrik.

7 Alat Kontrasepsi Ny. Salen tidak pernah menggunakan

alat kontrasepsi dikarenakan kurangnya

pengetahuan mengani kegunaan dan

keuntungan dari alat tersebut.

Tabel 1.19 Faktor Eksternal Keluarga Tn. Urip

No Kriteria Permasalahan

1. Luas Bangunan Luas rumah 10m2 x 5m2

2. Ruangan dalam rumah Didalam Rumah terdapat Ruang Tamu yang

berukuran 4 x 3 m2. Tiga kamar tidur masing-masing

berukuran 2 x 2 m2. Di dalam kamarnya terdapat

kasur dan lemari pakaian serta barang-barang yang

ditumpuk tidak teratur. Ruang makan berukuran 2 x 3

m2. Dapur serta kamar mandi Tn. Urip berukuran 2 x

5 m2, tidak disertai sekat pembatas. Kamar mandi

berukuran 5 x 2 m2. Terdapat sumur berdiameter 1

m, pada tempat yang digunakan sebagai kamar

mandi. Tidak terdapat plafon pada atap-atap rumah

3. Jamban Keluarga Tn. Ian tidak memiliki jamban di rumahnya

4. Ventilasi Terdapat ventilasi udara pada ruang tamu. Terdiri

dari lima buah ventilasi berukuran 25cm x 10 cm,

pada ketiga kamar terdapat masing-masing seuah

ventilasi berukuran 20cm x 5 cm.

34

Page 35: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

No Kriteria Permasalahan

5. Pencahayaan a. Terdapat 1 lampu pencahayaan yang baik di

kamar tidur pertama, namun tidak ada lampu

pada kamar tidur dua dan tiga.

b. Terdapat 2 lampu pada ruang tamu, 1 lampu di

dapur dan kamar mandi.

6. MCK Tidak memiliki MCK di rumah, MCK berada di

depan rumah dan digunakan bersamaan dengan

tetangganya

7. Sumber Air Dalam kesehariannya Ny. Salen menggunakan air

sanyo yang digunakan untuk mandi dan mencuci

pakaian. Dan terkadang jika air sanyo mati, Ny.

Salen menggunakan air sumur di rumahnya untuk

mandi, mencuci dan minum sehari-hari.

8. Saluran pembuangan

limbah

Tidak terdapat saluran pembuangan limbah, air

limbah dialirkan ke selokan yang berukuran 10 cm

yang berakhir di sungai depan rumah.

9. Tempat pembuangan

sampah

Keluarga Tn. Urip tidak memiliki tempat

pembuangan sampah di rumahnya, mereka

mengumpulkan sampah rumah tangga di sebuah

ember tidak terpakai yang nantinya akan dibuang ke

sungai depan rumahnya setiap pagi

10. Lingkungan sekitar

rumah

Di samping kanan, kiri, dan belakang rumah terdapat

rumah tetangga yang hanya berjarak satu meter dan

saling berdekatan. Tiga meter kanan depan

rumahnya terdapat sebuah masjid yang biasanya

digunakan untuk solat dan bisanya keluarganya Tn.

Urip menggunakan MCK di mushola untuk BAB

dan BAK. Lima meter di depab rumah tersebut

terdapat sungai kotor yang dipenuhi tumpukan

sampah.

35

Page 36: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

4. Keluarga Tn. Intin

Keluarga Tn. Intin memiliki empat orang anggota keluarga yang tinggal di

dalam satu rumah. Keempat anggota keluarga tersebut tercantum dalam tabel 1.20

Keluarga Tn. Intin tinggal di Kampung Sukasari No. 78 RT 02 / RW 04, Desa

Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang Propinsi Banten. Keluarga

ini terdiri dari sepasang suami istri, dan dua orang anak yang tinggal serumah. Tn.

Intin sebagai kepala keluarga berusia 29 tahun dengan latar belakang pendidikan

sekolah dasar. Ny. Isna sebagai istri berusia 26 tahun dengan latar pendidikan sekolah

dasar. Tn. Intin dan Ny. Isna memiliki dua orang anak laki – laki. Anak pertama

bernama Indra berusia 12 tahun, seorang pelajar sekolah menengah pertama. Anak

kedua bernama Irman berusia 7 tahun, seorang pelajar sekolah dasar.

36

Page 37: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tabel 1.20 Anggota keluarga Tn. Intin

No Nama Status

Keluarga

Jenis

Kelamin

Usia Pendidikan Pekerjaan Penghasilan

1 Tn. Intin Suami Laki – laki 29 tahun SD Buruh

pabrik

Rp80.000,00

per hari

2 Ny. Isna Istri Perempuan 26 tahun SD Ibu

Rumah

Tangga

-

3 An. Indra Anak Laki-laki 12 tahun SMP Pelajar -

4 An. Irman Anak Laki – laki 7 tahun SD Pelajar -

Tn. Intin berprofesi sebagai buruh pabrik dengan pendapatan Rp80.000,00 per

hari. Dalam seminggu Tn. Intin bekerja selama 5 hari, mulai hari senin sampai hari jumat,

dan dalam sehari Tn. Intin bekerja selama 12 jam, bekerja mulai pukul 08.00 sampai

pukul 20.00 WIB. Ny. Isna sebagai ibu rumah tangga dengan kesehariannya melakukan

kegiatan rumah tangga seperti memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, dan

mengantarkan anak ke sekolah. Anak pertama Tn. Intin bernama Indra sebagai pelajar

sekolah menengah pertama. Dalam seminggu An. Indra bersekolah selama 6 hari, mulai

hari senin sampai hari sabtu, mulai pukul 12.00 sampai pukul 17.00 WIB setiap harinya.

Anak kedua Tn. Intin bernama Irman sebagai pelajar sekolah dasar. Dalam seminggu An.

Irman bersekolah selama 6 hari, mulai hari senin sampai hari sabtu, mulai pukul 07.30

sampai pukul 09.30 WIB setiap harinya. Aktivitas kedua anak Tn. Intin selain sekolah

adalah mengikuti Musabaqah Tilawatil Quran di masjid dekat rumahnya, mulai dari pukul

18.30 sampai pukul 19.00 WIB. Dengan pendapatan sebesar Rp80.000,00 per hari, Tn.

Intin dapat menyisihkan sebagian uangnya untuk menabung dengan cara mengikuti arisan

sebesar Rp50.000,00 per minggu

Keluarga Tn. Intin tinggal disebuah rumah bangunan permanen diatas tanah seluas

8 x 4 m2. Rumah keluarga Tn. Intin terletak di daerah yang padat penduduk dengan jarak

ke rumah di depannya sekitar 1 meter, dan hanya berbatas satu tembok dengan rumah di

samping kanannya.

Rumah Tn. Intin terdiri dari sebuah ruang tamu, dua buah kamar tidur, sebuah

dapur, dan sebuah kamar mandi. Dinding rumah seluruhnya terbuat dari batu bata. Lantai

rumah mulai dari teras, ruang tamu, sampai dua kamar tidur dilapisi oleh keramik

sedangkan mulai dari dapur sampai kamar mandi dilapisi oleh semen. Atap rumah

37

Page 38: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

menggunakan asbes mulai dari teras sampai ruang tamu, dilanjutkan dengan

menggunakan genteng mulai dari ruang tamu sampai dapur, dan dilanjutkan kembali

dengan menggunakan asbes mulai dari dapur sampai kamar mandi, tetapi tidak dibuat

plafon.

Pada rumah Tn. Intin, terdapat sebuah ruang tamu, pada ruangan ini terdapat

sebuah TV dan sebuah lemari utnuk meletakkan TV tersebut. Ruang tamu ini merupakan

tempat berkumpulnya keluarga, di ruangan ini terdapat dua buah jendela dengan ukuran

130 cm yang letaknya berdekatan, ruangan ini memiliki sebuah pintu yang langsung

memberikan akses ke bagian teras rumah. Di ruangan ini tidak terdapat ventilasi sehingga

sirkulasi udara di dalam rumah kurang baik bila pintu di ruangan itu ditutup. Pencahayaan

pada ruangan ini berasal dari sebuah lampu dan juga berasal dari cahaya yang masuk

melewati jendela dan pintu.

Pada rumah Tn. Intin, terdapat dua kamar tidur, pada ruangan masing-masing

terdapat sebuah kasur dan sebuah lemari pakaian. Pada kamar tidur 1 terdapat sebuah

jendela kaca yang tidak dapat dibuka, sehingga menyebabkan sirkulasi udara di ruangan

tersebut tidak baik, sedangkan pada kamar tidur 2 terdapat dua buah jendela kaca yang

juga tidak dapat dibuka, sehingga menyebabkan sirkulasi udara di ruangan ini juga tidak

baik. Pencahayaan pada kedua ruangan ini berasal dari sebuah lampu dan juga sebagian

kecil berasal dari cahaya yang masuk melewati jendela dan ruang tamu.

Terdapat sebuah dapur yang berukuran 2 x 3 m2 , pada ruangan ini terdapat sebuah

rak plastik untuk tempat penyimpanan gelas dan piring, sebuah meja untuk tempat

meletakkan kompor, dan sebuah lemari kaca untuk menyimpan bahan makanan. Ruangan

ini digunakan sebagai tempat memasak, Ny. Isna setiap harinya memasak menggunakan

bahan bakar gas, sumber air yang digunakan untuk memasak dan konsumsi sehari-hari

berasal dari air gallon isi ulang. Ruangan ini memiliki sebuah pintu yang langsung

memberikan akses ke bagian samping rumah. Pencahayaan pada ruangan ini berasal dari

sebuah lampu dan juga berasal dari cahaya yang masuk melewati pintu dan ruang tamu.

Selain digunakan untuk memasak, ruangan ini juga digunakan untuk tempat menumpuk

sampah-sampah rumah tangga sebelum akhirnya dibakar di depan rumah atau dibuang ke

kali, sampah-sampah tersebut ditumpuk di dalam satu wadah yaitu plastik. Untuk

pemisahan sampah biasanya dipisahkan berdasarkan sampah kering dan sampah basah,

setiap hari sampah kering dibakar di halaman depan rumah, sedangkan sampah basah

dibuang ke kali, pembuangan atau pembakaran sampah dilakukan setiap satu kali sehari

dan biasanya dilakukan sore hari. Sebenarnya keluarga Tn. Intin sudah mengetahui

38

Page 39: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

bagaimana cara pengelolaan dan pembuangan sampah yang benar, namun karena

keterbatasan sarana, sampah-sampah tersebut tetap dibakar di halaman depan rumah dan

dibuang ke kali.

Terdapat sebuah kamar mandi, pada ruangan ini terdapat beberapa ember yang

digunakan untuk mencuci baju dan piring, sebuah rak plastik yang digunakan sebagai

tempat menyimpan sikat gigi, sabun, dan perlengkapan mandi lainnya, dan juga terdapat

sebuah tali yang digunakan untuk menggantung baju. Dinding ruangan ini digunakan

untuk menggantung baju dan menggantung alat-alat pembersih rumah. Pada ruangan ini

terdapat sebuah jamban yang terhubung dengan septic tank rumah Tn. Sadin. Air yang

digunakan untuk mandi, mencuci, dan kebutuhan sehari-hari berasal dari air tanah.

Pencahayaan pada ruangan ini berasal dari sebuah lampu dan juga berasal dari cahaya

yang masuk melewati sela-sela atap rumah dan ruang dapur. Limbah cair rumah tangga

dibuang melalui saluran air yang terhubung dengan septic tank.

Gambar 1.8 Denah rumah keluarga Tn. Intin

Keluarga Tn. Intin memiliki kebiasaan makan sebanyak dua sampai tiga kali dalam

sehari. Keseimbangan gizi keluarga Tn. Intin kurang diperhatikan karena dalam sehari-hari

makanan yang mereka konsumsi cenderung sama, yaitu kombinasi antara nasi, mie instan,

dan telur. Keluarga Tn. Intin jarang mengkonsumsi sayur-mayur dan buah-buahan. Tn. Intin

39

Page 40: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

mempunyai kebiasaan mengkonsumsi kopi hitam sebanyak dua gelas dalam satu hari, selain

itu Tn. Intin juga mempunyai kebiasaan merokok sampai enam batang dalam satu hari,

biasanya Tn. Intin merokok di teras rumah dan juga di dalam rumah. Anak kedua Tn. Intin,

An. Irman setiap harinya mempunyai kebiasaan mengkonsumsi susu kental manis sebanyak

dua gelas dalam satu hari, selain itu An. Irman juga memiliki kebiasaan jajan di warung dekat

rumahnya, makanan yang dibeli biasanya berupa makanan ringan. Seluruh anggota keluarga

Tn. Intin memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, tapi tanpa menggunakan

sabun. Selain memiliki kebiasaan mengkonsumsi makan yang buruk, keluarga Tn. Intin juga

memiliki kebiasaan olahraga yang buruk, seluruh keluarga Tn. Intin kecuali anak-anaknya

tidak pernah melakukan olahraga secara teratur, An. Indra dan An. Irman hanya berolahraga

saat ada mata pelajaran tersebut di sekolah, yang biasanya dijadwalkan seminggu sekali.

Dari segi kesehatan, saat ini tidak ada anggota keluarga Tn. Intin yang menderita

penyakit tertentu. Untuk riwayat penyakit keluarga, keluarga Tn. Intin memiliki riwayat

penyakit diare, batuk, dan pilek (ISPA), riwayat penyakit ini terakhir kali diderita kurang

lebih satu bulan yang lalu. Saat sedang sakit, keluarga Tn. Intin memiliki kebiasaan pergi ke

tukang pijat dan urut, setelah pergi ke tukang pijat dan urut biasanya kondisi kesehatan

mereka akan membaik, tetapi jika sudah pergi ke tukang pijat dan urut dan kondisi kesehatan

mereka tidak membaik, mereka akan pergi ke puskesmas atau klinik untuk mencari

pengobatan. Untuk riwayat imunisasi Ny. Isna, An. Indra, dan juga An. Irman mendapatkan

imunisasi lengkap, sedangkan riwayat imunisasi Tn. Intin tidak diketahui. Untuk riwayat

penggunaan Keluarga Berencana (KB), saat ini Ny. Isna menggunakan KB suntik setiap 3

bulan dan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi jenis lainnya.

Dari segi kebersihan, kebersihan diri kelurga Tn. Intin tegolong buruk. Keluarga Tn.

Intin memiliki kebiasaan mandi dua kali dalam sehari, biasanya mereka mandi pada pagi hari

sebelum beraktivitas di luar rumah, dan sore hari setelah selesai melakuan semua aktivitas

sehari-hari. Keluarga ini memiliki kebiasaan menggunakan handuk secara bergantian,

biasanya Tn. Intin dan Ny. Isna menggunakan satu handuk secara bergantian, An. Indra dan

An. Irman juga melakukan hal yang sama. Untuk kebiasaan sikat gigi, seluruh anggota

keluarga Tn. Intin biasanya menyikat gigi dua kali dalam sehari. Untuk kebiasaan mengganti

dan mencuci seprai, Ny. Isna biasanya mengganti dan mencuci seprai setiap satu minggu

sekali, sewaktu mengganti dan mencuci seprai biasanya Ny. Isna juga menjemur kasur

mereka dibawah sinar matahari. Untuk kebiasaan mencuci pakaian, biasanya Ny. Isna

menumpuk semua pakaian kotor terlebih dahulu selama dua hari, lalu dicuci secara bersama-

sama, setelah dicuci pakaian dijemur dibawah sinar matahari hingga kering kemudian

40

Page 41: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

dipanaskan menggunakan setrika listrik, dan setelah itu sebagian dimasukan ke dalam lemari

pakaian dan sebagiannya lagi ditumpuk di luar lemari. Selain kebiasaan-kebiasaan di atas,

Tn. Intin juga memelihara hewan peliharaan di dalam rumah, berupa seekor burung perkutut,

burung ini sudah dipelihara oleh Tn. Intin kurang lebih selama satu bulan, burung ini

dibersihkan setiap hari dan dimandikan seminggu sekali, selama dipelihara burung ini belum

pernah diberikan vaksin.

Untuk kebersihan lingkungan, keluarga Tn. Intin tinggal di lingkungan yang cukup

bersih, tidak terlihat sampah berserakan di sekitar halaman rumah. Tempat pembakaran

sampah yang ada di halaman rumah juga bersih karena sehabis membakar sampah, sisa-sisa

pembakaran akan langsung dibersihkan. Walaupun lingkungan di sekitar rumah cukup bersih,

tetapi tidak jauh dari tempat mereka tinggal terdapat kali yang sering digunakan warga sekitar

untuk membuang sampah, air di kali ini tidak mengalir karena alirannya terhalangi oleh

sampah yang menumpuk, dari kali ini juga timbul bau yang kurang sedap, akibat

pembusukan sampah-sampah yang dibuang disana. Selain sebagai tempat pembuangan

sampah kali tersebut juga digunakan oleh warga sekitar sebagai tempat mencuci dan buang

air besar.

41

Page 42: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tabel 1.21 Faktor Internal Keluarga Tn. Intin

Tabel 1.22 Faktor Eksternal Keluarga Tn. Intin

42

No Kriteria Permasalahan

1 Kebiasaan Merokok Tn. Intin merokok dan dapat

menghabiskan 6 bungkus/hari, Tn. Intin

merokok di dalam dan di luar rumah.

2 Pola Makan Makan 2-3 kali sehari, makanan pokok

berupa nasi, telur, dan mie instant. Jarang

mengkonsumsi sayur-mayur dan buah-

buahan

3 Pola Pencarian Pengobatan Berobat ke tukang pijat dan urut, bila

kondisi kesehatan tidak membaik maka

keluarga Tn. Intin akan berobat ke

puskesmas atau klinik.

4 Pola Membuang sampah

sehari hari

Keluarga Tn. Intin membakar sampah-

sampah rumah tangganya satu kali

sehari, namun kadang masih suka

membuang sampah ke kali depan

rumahnya

5 Olahraga Anggota keluarga Tn. Intin tidak pernah

berolahraga

6 Pendidikan Tn. Intin dan Ny. Isna mempunyai latar

belakang pendidikan sekolah dasar

7 Kebersihan diri Perilaku anggota keluarga Tn. Intin

dalam memakai handuk secara

bergantian

8 Penyakit Kelarga Tn. Intin pernah menderita

penyakit diare akut dan ISPA, penyakit

ini terakhir kali diderita kurang lebih satu

bulan yang lalu

No Kriteria Permasalahan

1 Ventilasi Minimal, memiliki jendela namun

tidak bisa dibuka, pergantian udara

hanya dari pintu dan sela-sela atap

rumah.

2 Tempat Pembuangan

Sampah

Sampah kering dikumpulkan setiap

harinya dan dibakar di halaman depan

rumah, sampah basah dikumpulkan

setiap harinya dan dibuang ke kali.

3 Lingkungan Sekitar Rumah Rumah berhimpitan dengan rumah

lain.

4 Hewan peliharaan Tn. Intin memelihara hewan peliharaan

berupa seekor burung di dalam rumah

Page 43: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Masalah Medis dan Non Medis Pada Keluarga Binaan

a. Keluarga Tn. Cana

Masalah Medis

Penyakit ISPA

Penyakit Diare

Masalah Non Medis

1. Kurangnya pencahayaan dan ventilasi udara di dalam rumah

2. Ketidaktersediaan tempat pembuangan sampah didalam rumah

3. Perilaku mengelola sampah rumah tangga yang buruk

4. Tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah

5. Kurangnya pengetahuan akan pentingnya kebersihan lingkungan

6. Kurangnya kebiasaan berolahraga

b. Keluarga Tn. Sadin

Masalah Medis

1. Penyakit ISPA

2. Diare Akut

Masalah Non Medis

1. Kurangnya pencahayaan dan ventilasi udara di dalam rumah

2. Perilaku mengelola sampah rumah tangga yang buruk

3. Tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah

4. Kurangnya pengetahuan tentang mengelola sampah dan pemeliharaan

ungags di sekitar pemukiman

5. Kebiasaan merokok didalam maupun diluar rumah

6. Kurangnya kesadaran akan pentingnya olahraga

c. Keluarga Tn. Urip

Masalah Medis

Penyakit ISPA

Masalah Non Medis

1. Kurangnya kesadaran keluarga binaan terhadap pentingnya menjaga

kebersihan dan kesehatan lingkungan

2. Kurangnya pencahayaan dan ventilasi udara didalam rumah

43

Page 44: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

3. Ketidaktersediaannya tempat pembuangan sampah di dalam rumah,

sehingga keluarga menumpuk sampah di depan rumah

4. Ketidaktersediaannya jamban keluarga

5. Kurangnya pengetahuan akan pentingnya buang air besar di jamban

6. Perilaku mengelola sampah rumah tangga yang buruk

7. Tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah

8. Kurang sadarnya akan perilaku olahraga

d. Keluarga Tn. Intin

Masalah Medis

1. Diare akut.

2. Panyakit ISPA

Masalah Non Medis

1. Tidak tersedianya tempat pembuangan sampah yang memadai

2. Kurangnya kesadaran tentang kesehatan.

3. Perilaku mengelola sampah rumah tangga yang buruk

4. Kurangnya kesadaran tentang perilaku olahraga

5. Kebiasaan merokok di dalam dan di luar rumah.

6. Tingkat pendidikan yang rendah

7. Kurangnya kesadaran tentang konsumsi makanan dengan gizi yang

seimbang

8. Kurangnya kesadaran tentang kebersihan lingkungan

9. Kurangnya kesadaran tentang kebersihan diri

10. Kurangnya kesadaran untuk mencari pengobatan yang sesuai dengan

anjuran medis

1.3. Usulan area masalah

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang telah kami lakukan kepada

masing-masing keluarga binaan, didapatkan berbagai macam permasalahan yaitu:

1. Penyakit diare akut pada keluarga

2. Penyakit ISPA yang sering di derita seluruh anggota keluarga

3. Kurangnya pencahayaan dan ventilasi udara di dalam rumah

4. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga yang tidak memadai

44

Page 45: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

5. Tidak ada nya sumber air bersih langsung di dalam rumah

6. Tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah

7. Kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan dan diri sendiri

8. Kebiasaan merokok di dalam rumah

9. Tidak tersedianya tempat pembuangan sampah yang memadai

10. Perilaku mengelola sampah rumah tangga yang buruk

11. Kurangnya kesadaran akan pentingnya olahraga dan cuci tangan dengan sabun.

1.4. Penetapan Area Masalah

Dalam pengambilan sebuah masalah kelompok kami menggunakan Metode

Delphi. Metode Delphi merupakan suatu teknik membuat keputusan yang dibuat oleh

suatu kelompok, dimana anggotanya terdiri dari para ahli atas masalah yang akan

diputuskan. Proses penetapan Metode Delphi dimulai degan identifikasi masalah yang

akan dicari penyelesaiannya (Harold, et all, 1975 : 40-55).

Gambar 1.9 Alur penentuan masalah dengan metode Delphi

1.5 Penentuan Area Masalah

45

Page 46: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Berdasarkan wawancara dan pengumpulan data dari kunjungan ke keluarga binaan

yang bertempat tinggal di RT 02/RW 04, Kampung Suka Sari, Desa Pangkalan, maka

ditetapkan area masalah yaitu “Perilaku Mayarakat terhadap Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga Di Keluarga Binaan Kampung Suka Sari RT 02/RW 04 Desa

Pangkalan Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Tangerang Provinsi Banten”.

Masalah ini diangkat karena beberapa alasan, yaitu:

1. Berdasarkan data Puskesmas dari Program Kesling, keluarga yang memiliki tempat

sampah hanya 38,5% dari jumlah seluruh kk di Desa Pangkalan, dari jumlah kk yang

memiliki tempat sampah, keluarga yang memiliki tempat sampah sehat hanya 41,3%.

Hal ini menunjukkan masih kurangnya presentase yang memiliki tempat sampah sehat

jika dibandingkan dengan angka target program Kesling yaitu sebesar 50%.

2. Salah satu penyakit akibat perilaku membuang sampah tidak pada tempatnya ialah

diare. Berdasarkan data 10 besar penyakit di Puskesmas, diare menempati urutan ke-8

(250 kasus). Hal ini menunjukkan masih tingginya jumlah kasus Diare jika

dibandingkan dengan angka target yaitu sebesar 0 tiap tahunnya.

3. Berdasarkan observasi keluarga binaan didapatkan bahwa 75% keluarga binaan yang

tidak memiliki tempat sampah.

46

Page 47: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diagnosis dan Intervensi Komunitas

Diagnosis dan intervensi komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan

adanya suatu masalah kesehatan di komunitas atau masyarakat dengan cara

pengumpulan data di lapangan dan kemudian melakukan intervensi sesuai dengan

permasalahan yang ada. Diagnosis dan intervensi komunitas merupakan suatu prosedur

atau keterampilan dari ilmu kedokteran komunitas. Dalam melaksanakan kegiatan

diagnosis dan intervensi komunitas perlu disadari bahwa yang menjadi sasaran adalah

komunitas atau sekelompok orang sehingga dalam melaksanakan diagnosis komunitas

sangat ditunjang oleh pengetahuan ilmu kesehatan masyarakat (epidemiologi,

biostatistik, metode penelitian, manajemen kesehatan, promosi kesehatan masyarakat,

kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan gizi). (Notoatmodjo, 2007).

2.2 Teori Perilaku

2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku terbentuk didalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni:

stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan

respons merupakan faktor dari dalam diri seseorang yang bersangkutan (faktor

internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan

fisik, maupun non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, polotik, dan

sebagainya. Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal paling besar perannya

dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya, dimana

seseorang tersebut berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu

merespons stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi,

fantasi, sugesti dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku

manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Green (1968) dalam Notoatmodjo (2005), membedakan adanya dua

determinan masalah kesehatan tersebut yakni behavioral factor (faktor perilaku), dan

47

Page 48: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

non behavioral factors (faktor non perilaku). Selanjutnya Green menganalisis, bahwa

faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors), yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,

antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,

tradisi, dan sebagainya. Seorang ibu mau membawa anaknya ke

Posyandu, karena tahu bahwa di Posyandu akan dilakukan penimbangan

anak untuk mengetahui pertumbuhannya. Anaknya akan memperoleh

imunisasi untuk pencegahan penyakit, dan sebagainya. Tanpa adanya

pengetahuan-pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan

membawa anaknya ke Posyandu.

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan, yang

dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau

fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas,

Posyandu, rumah sakit, tempat olah raga, makanan bergizi, uang dan

sebagainya. Sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan,

mengupayakan keluarganya untuk menggunakan air bersih, buang air

besar di WC, makan makanan yang bergizi, dan sebagainya, tetapi

apabila keluarga tersebut tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu

semua, maka dengan terpaksa buang air besar di kali/ kebun,

menggunakan air kali untuk keperluan sehari-hari, makan seadanya, dan

sebagainya.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang,

meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berprilaku sehat, tetapi

tidak melakukannya. Seorang ibu hamil tahu manfaat periksa hamil,

karena ibu lurah dan ibu-ibu tokoh lain tidak pernah periksa hamil,

namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku

sehat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.

2.2.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

48

Page 49: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau

penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari

batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan

bilamana sakit.

2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan,

atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking

behaviour). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan

seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya.

2.2.3 Domain Perilaku

Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu

didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak

mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk

kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga

domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah

affektif (affectife domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain).

Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk

kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari:

1. Pengetahuan (knowlegde)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan

seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang:

a) Faktor Internal

49

Page 50: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Merupakan faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat dan

kondisi fisik.

b) Faktor Eksternal

Merupakan faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, atau

sarana.

Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi

yang telah dipelajari sebelumnya.

2) Memahami (Comprehension)

Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

4) Analisis

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain.

5) Sintesa

Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan baru.

6) Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi / objek.

2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap

mempunyai tiga komponen pokok:

Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

50

Page 51: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (obyek).

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah

fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa

tingkatan:

1) Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2) Respon terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.

3) Mekanisme (mecanism)

51

Page 52: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah

mancapai praktik tingkat tiga.

4) Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau

bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni

dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2003),

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang

tersebut terjadi proses berurutan yakni :

1. Kesadaran (awareness)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus (objek)

2. Tertarik (interest)

Dimana orang mulai tertarik pada stimulus

3. Evaluasi (evaluation)

Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Mencoba (trial)

Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Menerima (Adoption)

Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

2.3 Teori Pengelolaan Sampah

2.3.1 Pengertian Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi

oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan

manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan,

sampah adalah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak

52

Page 53: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak

terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut kamus istilah lingkungan hidup, sampah mempunyai definisi sebagai

bahan yang tidak mempunyai nilai, bahan yang tidak berharga untuk maksud biasa,

pemakaian bahan rusak, barang yang cacat dalam pembikinan manufaktur, materi

berkelebihan, atau bahan yang ditolak.

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya

suatu proses. Sampah merupakan didefinisikan oleh manusia menurut derajat

keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah,

yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam

tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan

konsep lingkungan maka sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.

Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan manusia.

Bila sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada pengelolaan yang

baik, maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius. Tumpukan

sampah rumah tangga yang dibiarkan begitu saja akan mendatangkan tikus got dan

serangga (lalat, kecoa, lipas, kutu, dan lain-lain) yang membawa kuman penyakit.

Sampah yang dibuang di jalan dapat menghambat saluran air yang akhirnya

membuat air terkurung dan tidak bergerak, menjadi tempat berkubang bagi nyamuk

penyebab malaria. Sampah yang menyumbat saluran air atau got dapat menyebabkan

banjir. Ketika banjir, air dalam got yang tadinya dibuang keluar oleh setiap rumah

akan kembali masuk ke dalam rumah sehingga semua kuman, kotoran dan bibit

penyakit masuk lagi ke dalam rumah.

2.3.2 Jenis dan Karakteristik Sampah

a. Jenis Sampah

Pada prinsipnya, sampah dibagi menjadi sampah padat, sampah cair dan

sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). Sampah padat dapat dibagi menjadi

beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya

Sampah anorganik, misalnya logam-logam, pecahan gelas, dan plastic

Sampah organik, misalnya sisa makanan, sisa pembungkus, dan sebagainya

2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar

Mudah terbakar, misalnya kertas, plastik, kain, kayu

53

Page 54: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, besi, gelas

3. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk

Mudah membusuk, misalnya sisa makanan, potongan daging

Sukar membusuk, misalnya plastik, kaleng, kaca.

b. Karakteristik Sampah

1) Garbage,yaitu jenis sampah yang terdiri atas sisa-sisa potongan hewan atau

sayuran dari hasil pengolahan yang sebagian besar terdiri atas zat-zat yang mudah

membusuk, lembap, dan mengandung sejumlah air bebas.

2) Rubbish terdiri atas sampah yang dapat terbakar atau yang tidak dapat terbakar

yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan, kantor-kantor, tetapi

yang tidak termasuk garbage.

3) Ashes (abu), yaitu sisa-sisa pembakaran dari zat-zat yang mudah terbakar, baik di

rumah, di kantor, maupun industri.

4) “Street sweeping” (sampah jalanan) berasal dari pembersihan jalan dan trotoar,

baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin, yang terdiri atas

kertas-kertas dan dedaunan.

5) “Dead animal” (bangkai binatang), yaitu bangkai-bangkai yang mati karena alam,

penyakit, atau kecelakaan.

6) Houshold refuse,yaitu sampah yang terdiri atasrubbish, garbage, dan ashes yang

berasal dari perumahan.

7) Abandonded vehicles (bangkai kendaraan), yaitu bangkai-bangkai mobil, truk, dan

kereta api.

8) Sampah industri terdiri atas sampah padat yang berasal dari industri-industri dan

pengolahan hasil bumi.

9) Demolition wastes,yaitu sampah yang berasal dari pembongkaran gedung.

10) Construction wastes,yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan, perbaikan,

dan pembaharuan gedung-gedung.

11) Sewage solid terdiri atas benda-benda kasar yang umumnya zat organik hasil

saringan pada pintu masuk suatu pusat pengelolahan air buangan.

12) Sampah khusus, yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus, misalnya

kaleng-kaleng cat dan zat radiokatif.

2.3.3 Sumber-Sumber Sampah

54

Page 55: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa sumber

berikut.

1) Pemukiman Penduduk

Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga

yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa atau di kota.

Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses

pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering (rubbish),

perabotan rumah tangga, abu, atau sisa tumbuhan kebun.

2) Tempat Umum dan Tempat Perdagangan

Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang berkumpul dan

melakukan kegiatan, termasuk tempat perdagangan. Jenis sampah yang dihasilkan

dari tempat semacam itu dapat berupa sisa-sisa makanan (garbage), sampah

kering, abu, sisa bangunan, sampah khusus, dan kadang-kadang sampah

berbahaya.

3) Sarana Layanan Masyarakat Milik Pemerintah

Sarana layanan masyarakat yang dimaksud di sini, antara lain tempat hiburan, jalan

umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan (misalnya rumah sakit dan

puskesmas), kompleks militer, gedung pertemuan, pantai empat berlibur, dan

sarana pemerintah lain. Tempat tersebut biasanya menghasilkan sampah khusus

dan sampah kering.

4) Industri Berat dan Ringan

Dalam pengertian ini, termasuk industri makanan dan minuman, industri kayu,

industri kimia, industri logam, tempat pengolahan air kotor dan air minum, dan

kegiatan industri lain, baik yang sifatnya distributif maupun memproses bahan

mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah,

sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus, dan sampah berbahaya.

5) Pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman dan binatang. Lokasi pertanian, seperti kebun,

ladang, ataupun sawah, menghasilkan sampah, berupa bahan-bahan makanan yang

telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga

tanaman.

2.3.4 Pengelolaan Sampah Padat

55

Page 56: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan,

pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya

mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya

dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau

keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam.

Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif dengan

metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat.

Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara

berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda

juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yang tidak

berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi

tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan

industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.

Menurut Notoatmodjo (2003; 188) cara-cara pengelolaan sampah antara lain

sebagai berikut :

1) Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah

tangga atau institusi yang mengahassilkan sampah. Oleh sebab itu, harus

membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah.

Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah. Kemudian dari

masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke tempat

penampungan sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke tempat penampungan

akhir (TPA). Mekanisme, sistem, atau cara pengangkutannya untuk di daerah

perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh

partisipasi masyarakat produksi sampah, khususnya dalam hal pendanaan.

Sedangkan untuk daerah pedesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh

masing-masing keluarga, tanpa memerlukan TPS, maupun TPA. Sampah rumah

tangga daerah pedesaan umumnya didaur ulang menjadi pupuk.

2) Pemusnahan dan Pengolahan Sampah

Pemusnahan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan melalui berbagai

cara, antara lain sebagai berikut: Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan

sampah padat yang baik, di antaranya sebagai berikut:

Ditanam (lanfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di

tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

56

Page 57: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Dibakar (incenaration), yaitu memusnakan sampah dengan jalan membakar

di dalam tungku pembakaran (incenarator)

Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk

(kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan,

dan sampah lain yang dapat membusuk. Di daerah pedesaan hal ini sudah

biasa, sedangkan di daerah perkotaan hal ini perlu dibudayakan. Apabila

setiap anggota rumah tangga dibiasakan untuk memisahkan sampah

organik dan an-organik, kemudian sampah organik diolah menjadi pupuk

tanaman dapat dijual atau dipakai sendiri. Sedangkan sampah an-organik

dibuang, dan akan segera dipungut oleh para pemulung. Dengan demikian

maka masalah sampah akan berkurang.

Di dalam tahap pemusnahan sampah, terdapat beberapa metode yang dapat

digunakan, antara lain sebagai berikut:

a. Sanitary Landfill

Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam metode

ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan tanah

yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada di

ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang

pengerat. Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyatatan, yaitu tersedia

tempat yang luas, tersedia tanah untuk menimbunnya, tersedia alat-alat besar. Semua

jenis sampah diangkut dan dibuang ke suatu tempat yang jauh dari lokasi

pemukiman. Ada tiga metode yang dapat digunakan dalam menerapkan teknik

sanitary landfill ini, yaitu sebagai berikut.

1) Metode galian parit (trench method)

Sampah dibuang ke dalam galian parit yang memanjang. Tanah bekas

galiandigunakan untuk menutup parit tersebut. Sampah yang ditimbun dan tanah

penutup dipadatkan dan diratakan kembali. Setelah satu parit terisi penuh, dibuat

parit baru di sebelah parit terdahulu.

2) Metode area

Sampah yang dibuang di atas tanah, seperti pada tanah rendah, rawa-rawa, atau pada

lereng bukit, kemudian ditutup dengan lapisan tanah yang diperoleh dari tempat

tersebut.

3) Metode ramp

57

Page 58: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Metode ramp merupakan teknik gabungan dari kedua metode di atas. Prinsipnya

adalah penaburan lapisan tanah dilakukan setiap hari dengan tebal lapisan sekitar 15

cm di atas tumpukan sampah. Setelah lokasi sanitary landfillyang terdahulu stabil.

Lokasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana jalur hijau (pertamanan),

lapangan olahraga, tempat rekreasi, tempat parkir, dan sebagainya.

b. Incenaration

Incenaration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah

dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengan menggunakan fasilitas

pabrik. Manfaat sistem ini, antara lain sebagai berikut.

- Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya.

- Tidak memerlukan ruang yang luas.

- Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.

- Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang dapat

diatur sesuai dengan kebutuhan.

Adapun kerugian yang ditimbulkan akibat penerapan metode ini, yaitu biaya

besar dan lokalisasi pembuangan pabrik sukar didapat karena keberatan penduduk.

Peralatan yang digunakan dalam insenarasi, antara lain sebagai berikut.

1) Charging apparatus

Charging apparatus adalah tempat penampungan sampah yang berasal dari

kendaraan pengangkut sampah. Di tempat ini sampah yang terkumpul ditumpuk

dan diaduk.

2) Furnac

Furnace atau tungku merupakan alat pembakar yang dilengkapi dengan jeruji besi

yang berguna untuk mengatur jumlah masuk sampah dan untuk memisahkan abu

dengan sampah yang belum terbakar. Dengan demikian, tungku tidak terlalu

penuh.

3) Combustion

Combustion atau tungku pembakar kedua memiliki nyala api yang lebih panas dan

berfungsi untuk membakar benda-benda yang tidak terbakar pada tungku pertama.

4) Chimmey atau stalk

Chimmey atau stalk adalah cerobong asap untuk mengalirkan asap keluar dan

mengalirkan udara ke dalam

5) Miscellaneous features

58

Page 59: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Miscellaneous features adalah tempat penampungan sementara dari debu yang

terbentuk, kemudian diambil dan dibuang (Chandra, 2007).

c. Composting

Pemusnahan sampah dengan cara proses dekomposisi zat organik oleh kuman-

kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini menghasilkan bahan berupa

kompos atau pupuk hijau. Berikut tahap-tahap di dalam pembuatan kompos.

1. Pemisahan benda-benda yang tidak dipakai sebagai pupuk, seperti gelas, kaleng,

besi, dan sebagainya.

2. Penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (minimal

berukuran 5 cm).

3. Pencampuran sampah dengan memperhatikan kadar karbon dan nitrogen yang

paling baik (C:N=1:30).

4. Penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam. Sampah

dibiarkan terbuka agar terjadi proses aerobik.

5. Pembolak-balikan sampah 4—5kali selama 15—21hari agar pupuk dapat

terbentuk dengan baik.

d. Hog Feeding

Pemberian sejenis garbage kepada hewan ternak (misalnya: babi). Perlu

diingat bahwa sampah basah harus diolah lebih dahulu (dimasak atau direbus) untuk

mencegah penularan penyakit cacing dan trichinosis.

e. Discharge to sewers

Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan air

limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik.

f. Dumping

Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang, atau

tempat sampah.

g. Dumping in water

Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi pencemaran

pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir.

h. Individual Incenaration

Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh penduduk,

terutama di daerah pedesaaan.

i. Recycling

59

Page 60: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai atau

di daur ulang. Contoh bagian sampah yang dapat di daur ulang, antara lain plastik,

kaleng, gelas, besi, dan sebagainya.

j. Reduction

Metode ini digunakan dengan cara menghancurkan sampah (biasanya dari

jenis garbage) sampai ke bentuk yang lebih kecil, kemudian diolah untuk

menghasilkan lemak.

k. Salvaging

Pemanfaatan sampah yang dipakai kembali, misalnya kertas bekas. Bahayanya

adalah metode ini dapat menularkan penyakit.

2.3.5 Prinsip Pengelolaan sampah

1. Pemilahan yaitu memisahkan menjadi kelompok sampah organik dan non organik

dan ditempatkan dalam wadah yang berbeda.

2. Pengolahan dengan menerapkan konsep 3R yaitu:

a) Reuse

(penggunaan kembali) yaitu menggunakan sampah-sampah tertentu yang masih

memungkinkan untuk dipakai [penggunaan kembali botol-botol bekas].

b) Reduce

(pengurangan) yaitu berusaha mengurangi segala sesuatu yang dapat

menimbulkan sampah serta mengurangi sampah-sampah yang sudah ada.

c) Recycle

(daur ulang) yaitu menggunakan sampah-sampah tertentu untuk diolah menjadi

barang yang lebih berguna [daur ulang sampah organik menjadi kompos]

(Widiatmoko, 2002).

Tabel 2.1 Upaya Pengelolaan Sampah 3R di Rumah Tangga

Penanganan 3R

Rumah Tangga

Cara Pengerjaan

Reuse Ø Gunakan kembali wadah / kemasan untuk fungsi yang

sama atau fungsi lainnya

Ø Jual atau berikan sampah yang telah terpilah kepada

pihak yang memerlukan

Reduce Ø Pilih produk dengan pengemas yang dapat didaur ulang

60

Page 61: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Ø Hindari pemakaian dan pembelian produk yang

menghasilkan sampah dalam jumlah besar

Ø Gunakan produk yang dapat diisi ulang (refill)

Ø Kurangi penggunaan bahan sekali pakai

Recycle Ø Pilih produk dan kemasan yang dapat didaur ulang dan

mudah terurai

Ø Lakukan pengolahan sampah organik menjadi kompos

Ø Lakukan pengolahan sampah non-organik menjadi

barang bermanfaat

Hal-hal yang wajib diperhatikan dalam mengelola tempat sampah rumah tangga / tempat

pembuangan sampah pribadi di rumah-rumah:

1. Pisahkan sampah kering / non organik dengan sampah basah / organik dalam

wadah plastik.

2. Tempat sampah harus terlindung dari sinar matahari langsung, hujan, angin,

dan lain sebagainya.

3. Hindari tempat sampah menjadi sarang binatang seperti kecoa, lalat, belatung,

tikus, kucing, semut, dan lain-lain

4. Buang sampah dalam kemasan plastik yang tertutup rapat agar tidak mudah

berserakan dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Selain itu juga

memudahkan tukang sampah dalam mengambil sampah. Jangan biarkan

pemulung mengobrak-abrik sampah yang sudah dibungkus rapi.

5. Tempat sampah harus tertutup aman dari segala gangguan namun mudah

dijangkau petugas kebersihan.

6. Jangan membakar sampah di lingkungan padat penduduk karena dapat

mengganggu kenyamanan dan kesehatan orang lain.

2.3.6 Hambatan Dalam Pengelolaan Sampah

Masalah pengelolaan sampah di Indonesia merupakan masalah yang rumit karena :

Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat

untuk mengelola dan memahami persoalan sampah.

Meningkatnya taraf hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan

pengetahuan tentang persampahan.

61

Page 62: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Kebiasaan pengolahan sampah yang tidak efisien menimbulkan pencemaran udara,

tanah dan air, gangguan estetika dan memperbanyak populasi lalat dan tikus.

Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan peraturan.

Kurangnya partisipasi masyarakat untuk memelihara kebersihan dan membuang

sampah pada tempatnya (Soemirat, 2002).

2.3.7 Hubungan Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan

Pengelolaan sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi

masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada yang

positif dan ada juga yang negatif.

a. Pengaruh Positif

Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap

masyarakat maupun lingkungannya, seperti berikut.

Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan

dataran rendah.

Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses

pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh

buruk sampah tersebut terhadap ternak.

Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang

biak serangga dan binatang pengerat.

Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan

sampah.

Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup

masyarakat.

Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuaan budaya masyarakat.

Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan

suatu negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan lain.

b. Pengaruh Negatif

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi

kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya

masyarakat, seperti berikut.

Pengaruh terhadap kesehatan

62

Page 63: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

i. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah

sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat, tikus,

serangga, dan jamur.

ii. Penyakit demam berdarah meningkatkan insidensinya disebabkan

vektor Aedes aegypty yang hidup berkembang biak di lingkungan,

pengelolaan sampahnya kurang baik (banyak kaleng, ban bekas dan

plastik dengan genangan air).

iii. Penyakit sesak napas dan penyakit mata disebabkan bau sampah yang

menyengat yang mengandung Amonia hydrogen, Solfide, dan

Metylmercaptan.

iv. Penyakit saluran pencernaan (diare, kolera dan typus) disebabkan

banyaknya lalat yang hidup berkembang biak di sekitar lingkungan

tempat penumpukan sampah.

v. Insidensi penyakit kulit meningkat karena penyebab penyakitnya hidup

dan berkembang biak di tempat pembuangan dan pengumpulan sampah

yang kurang baik. Penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung

ataupun melalui udara.

vi. Penyakit kecacingan

vii. Terjadi kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan,

misalnya luka akibat benda tajam, seperti kaca, besi, dan sebagainya

viii. Gangguan psikomatis, misalnya insomnia, stres, dan lain-lain.\

63

Page 64: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Pengaruh terhadap lingkungan

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan estetika

lingkungan menjadi tidak indah dipandang mata, misalnya banyaknya

tebaran-tebaran sampah sehingga mengganggu kesegaran udara

lingkungan masyarakat.

b. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan

menyebabkan aliran air akan terganggu dan saluran air akan menjadi

dangkal.

c. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan

gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.

d. Adanya asam organik dalam air serta kemungkinan terjadinya banjir

menyebabkan cepat terjadinya pengerusakan fasilitas pelayanan

masyarakat antara lain jalan, jembatan, saluran air, fasilitas jaringan,

dan lain-lain.

e. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan

bahaya kebakaran lebih luas.

f. Apabila musim hujan datang, sampah yeng menumpuk dapat

menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air

permukaan atau sumur dangkal.

g. Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat,

seperti jalan, jembatan, dan saluran air.

Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial-

budaya masyarakat setempat.

b. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok akan menurunkan

minat dan hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah

tersebut.

c. Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat

dan pihak pengelola .

d. Angka kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja sehingga

produktivitas masyarakat menurun.

64

Page 65: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

e. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang

besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang.

f. Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah

wisatawan yang diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat

setempat.

g. Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi

menurun dan tidak memiliki nilai ekonomis.

h. Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu

lintas yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa.

2.3.8 Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Menurut Undang-Undang 18

Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Pasal 28

(1) Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan

oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

(2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau

pemerintah daerah;

b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau

c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketapersampahan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan

pemerintah dan/atau peraturan daerah.

2.3.9 Larangan-Larangan mengenai Sampah menurut Undang-Undang 18 Tahun 2008

tentang Pengelolaan Sampah

Pasal 29

(1) Setiap orang dilarang:

a. memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

b. mengimpor sampah;

c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;

d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan;

65

Page 66: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

e. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan

disediakan;

f. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat

pemrosesan akhir; dan/atau

g. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis

pengelolaan sampah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a, huruf c, dan huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf e, huruf f, dan huruf g diatur dengan peraturan daerah

kabupaten/kota.

(4) Peraturan daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat

menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g.

2.3.10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah

Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang

tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi

masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin

beragam, antara lain sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh

proses alam. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah

sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu

dimanfaatkan.

Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir

(end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat

pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di

lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang

dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan 31 memberikan kontribusi terhadap

pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam

diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang

besar.

66

Page 67: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah

saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah.

Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai

ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun

untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang

komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi

menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga

menjadi sampah yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman.

Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan

kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi

kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan

penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan,

dan pemrosesan akhir.

Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan

konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam

pengelolaan sampah. Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah

merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan

sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan

usaha.

Selain itu, organisasi persampahan, dan kelompok masyarakat yang bergerak

di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan

sampah. Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan

komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang

pemerintah dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan pelayanan publik,

diperlukan payung hukum dalam bentuk undang-undang.

Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam undang-undang ini berdasarkan

asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran,

asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.

Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, pembentukan undang-undang

ini diperlukan dalam rangka:

a. kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayananpengelolaan

sampah yang baik dan berwawasan lingkungan;

67

Page 68: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

b. ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor sampah ke

dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah;

d. kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintahan

daerah dalam pengelolaan sampah; dan

e. kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam undangundangini dan

pengertian limbah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2.4 Kerangka Teori

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada teori Notoatmojo,2002

yang menyatakan bahwa teori prilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor:

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Soekidjo Notoatmojo

68

Perilaku Masyarakat terhadap Pengelolaan

Sampah Rumah Tangga

Pengetahuan

Pendidikan

Sikap

Pendapatan

Sosial Budaya

Ketersediaan Sarana

Pelayanan Kesehatan

Lingkungan

Page 69: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori penelitian ini meliputi variable dependen dan

independen. Dari uraian diatas dan sesuai dengan tujuan penelitian maka digunakan

kerangka konsep seperti dibawa ini.

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

2.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah pengukuran atau pengamanan terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan serta mengembangkan instrumen (alat ukur)

(Notoatmodjo, 2003). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini sebagai

berikut:

69

Ketersediaan Sarana

Pendidikan

Pendapatan

Pengetahuan

Sikap

Perilaku Masyarakat terhadap Pengelolaan

Sampah Rumah Tangga

Page 70: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tabel 2.2 Definisi Operasional

NO VARIABEL DEFINISI ALAT UKUR CARA UKUR HASIL UKUR SKALA

PENGUKURAN

1. Pendidikan Pendidikan formal yang

dimiliki responden

Kuesioner Self Assesment Pendidikan Dasar < 12 thn

dikategorikan pendidikan

rendah

Pendidikan Dasar > 12 thn

dikategorikan pendidikan

tinggi

2. Pendapatan Penghasilan rata-rata

yang diterima oleh

keluarga binaan dalam

satu bulan untuk

menghidupi sejumlah

anggota keluarga dalam

sebulan.

Kuesioner Self Assesment Mampu jika penghasilan >

Rp. 2.710.000,-

Kurang mampu jika

penghasilan < Rp.

2.710.000,-

Ordinal

3. Pengetahuan

Responden

Pengetahuan adalah

hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah

seseorang melakukan

penginderaan terhadap

suatu objek tertentu

Kuesioner Self Assesment Baik jika poinnya 25-30

Cukup jika poinnya 16-24

Kurang jika poinnya < 15

Ordinal

70

Page 71: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

dalam hal ini mengenai

sampah, jenis-jenisnya

dan cara

pengelolaannya

4. Ketersediaan

Sarana

Adanya sarana untuk

membuang sampah

yang dimiliki

responden.

Kuesioner Self Assesment Baik jika poinnya 4

Kurang jika poinnya 2-3

Ordinal

5. Sikap Tanggapan atau reaksi

yang dimiliki

responden mengenai

pengertian sampah, cara

pembuangan sampah,

pengelolaan sampah

dan bahaya sampah.

Kuesioner Self Assesment Baik jika poinnya 8

Kurang jika poinnya 4-7

Nominal

6. Perilaku

Responden

Perilaku manusia

adalah semua kegiatan

atau aktivitas

responden, baik yang

dapat diamati langsung

Kuesioner Self Assesment Baik jika poinnya 6

Kurang jika poinnya 3-5

Ordinal

71

Page 72: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

maupun yang tidak

dapat diamati oleh

pihak luar dalam hal ini

meliputi cara responden

membuang sampah, dan

dimana membuang

sampah

72

Page 73: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

BAB III

METODE

3.1 Populasi Pengumpulan Data

Dalam hal ini yang menjadi populasi adalah keluarga di RT/ RW 02/04 Kampung Suka

Sari, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

3.2 Sampel Pengumpulan Data

Dalam hal ini yang menjadi sampel adalah empat keluarga binaan di RT/ RW 02/ 04

Kampung Suka Sari, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi

Banten.

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Data Kualitatif yang didapatkan :

Identitas responden serta keadaan responden mencakup data dasar keluarga,

keadaan rumah, lingkungan pemukiman, perilaku atau aktivitas, serta kebiasaan berobat

dan penyakit yang sering diderita oleh anggota keluarga binaan.

Data Kuantitatif yang didapat :

1. Aspek pendapatan keluarga pada binaan pada 14 responden berpenghasilan dibawah

dari Upah Minimum Regional kota Tangerang (< Rp. 2.730.000,00).

2. Pada tingkat pendidikan dari responden terdapat 100% responden yang memiliki

tingkat pendidikan (< 12 tahun) tidak sesuai dengan peraturan sekolah wajib 12

tahun.

3.3.2 Sumber Data

A. Data primer

Data yang langsung didapatkan dari hasil kuesioner semua anggota warga binaan

di Kampung Suka Sari, RT/RW 02/04, Desa Pangkalan, Teluk Naga melalui wawancara

terpimpin dan observasi.

73

Page 74: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

B. Data sekunder

Data sekunder merupakan laporan ketersediaan tempat pembuangan sampah pada

setiap rumah di keluarga binaan dan mengenai perilaku keluarga binaan yang buruk

terhadap pengelolaan sampah rumah tangga. Data diambil dari kesehatan lingkungan

yang masih rendah di desa Pangkalan pada tahun 2015 yang didapat dari data Puskesmas

Tegal Angus.

C. Data tersier

Data yang didapat dari text book, jurnal ilmiah dan internet.

3.4 Penentuan Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini sebelumnya telah dilakukan presurvey dengan teknik wawancara,

untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan keluarga binaan mengenai seputar masalah

kesehatan yang kemudian kami kumpulkan data dan kami angkat sebagai area masalah bersama.

Selanjutnya kami lakukan survey dengan teknik wawancara, dengan kuesioner sebagai instrumen

untuk mengumpulkan data. Selain itu, dilakukan juga observasi langsung ke lapangan untuk

memperoleh data yang lebih lengkap. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.

Dalam hal ini yang menjadi sampel adalah satu keluarga binaan di Kampung Suka Sari, Desa

Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di Kampung Suka Sari, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk

Naga, Kabupaten Tangerang. Pengumpulan data ini dilakukan selama 10 hari, pada tanggal 12 –

22 Agustus 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terpimpin. Interview jenis ini

dilakukan berdasarkan pedoman - pedoman berupa kuesioner yang telah disiapkan masak –

masak sebelumnya. Sehingga interview hanya membacakan pertanyaan – pertanyaan tersebut

kepada interviewer. Pertanyaan – pertanyaan di dalam kuesioner tersebut disusun sedemikian

rupa sehingga mencakup variabel - variabel yang berkaitan dengan hipotesisnya. Keuntungan

dari wawancara terpimpin ini antara lain:

Pengumpulan dan pengolahannya dapat berjalan dengan cermat/teliti.

74

Page 75: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Hasilnya dapat disajikan kualitatif maupun kuantitatif.

Interviewer dapat dilakukan oleh beberapa orang, karena adanya pertanyaan -

pertanyaan yang uniform.

Sedangkan kelemahan wawancara jenis ini antara lain pelaksanaan wawancara kaku,

interview selalu dibayangi pertanyaan-pertanyaan yang sudah tersusun. Di samping itu

interviewer menjadi terlalu formal, sehingga hubungannya dengan responden kurang

fleksibel.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam

sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel yaitu :

1. Bersedia untuk menjadi informan

2. Merupakan anggota keluarga binaan

3. Usia di atas 13 tahun

4. Sehat jasmani dan rohani

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili

sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian, yaitu :

1. Tidak bersedia menjadi informan

2. Berusia di atas 75 tahun dan kurang dari 13 tahun.

3. Anggota keluarga yang terlalu sibuk bekerja hingga sulit ditemui

4. Memiliki gangguan mental

Adapun kegiatan pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

75

Page 76: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tabel 3.1. Pengumpulan Data

3.6 Pengolahan dan Analisa Data

Untuk pengolahan data tentang “Perilaku Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga Pada Keluarga Binaan Kampung Suka Sari, Desa Pangkalan Kecamatan Teluk

Naga Kabupaten Tangerang Propinsi Banten” digunakan cara manual dan bantuan software

pengolahan data menggunakan Microsoft Word. Untuk menganalisa data-data yang sudah

didapat adalah dengan menggunakan analisa univariat.

76

No Tanggal Kegiatan

1. Rabu, 12 Agustus 2015 Perkenalan dengan keempat keluarga binaan.

Sambung rasa dengan masing – masing anggota

keluarga binaan.

Pengumpulan data dari Puskesmas.

Pengumpulan data dasar dari masing-masing

keluarga binaan dilanjutkan dengan penentuan

area masalah dan dokumentasi rumah keluarga

binaan.

2. Kamis, 13 Agustus 2015 Penentuan dan pembuatan instrumen pengumpul

data

3. Jum’at, 14 Agustus 2015 Pembagian kuesioner ke keluarga binaan

4. Selasa, 17 Agustus 2015 Pengolahan data kuesioner dan pembuatan

laporan.

Page 77: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan untuk mengenali setiap variabel dari

hasil penelitian. Analisa univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data sedemikian rupa

sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Peringkasan tersebut

dapat berupa ukuran statistik, tabel, grafik. Pada diagnosis dan intervensi komunitas ini, variabel

yang diukur adalah :

Pendidikan formal yang dimiliki keluarga binaan

Pendapatan yang dimiliki keluarga binaan

Peegetahuan keluarga binaan tentang pengelolaan sampah

Perilaku keluarga binaan dalam mngelola sampah rumah tangga

Sikap keluarga binaan tentang pengelolaan sampah rumah tangga

Ketersediaan sarana pembuangan sampah rumah tangga pada keluarga binaan

77

Page 78: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

BAB IV

HASIL

4.1 Analisis Univariat

4.1.1. Karakteristik Responden

Hasil analisis ini disajikan melalui bentuk tabel dan diagram yang diambil dari data

karakteristik responden yang terdiri dari 14 dalam empat keluarga binaan di Kampung

Sukasari, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

yakni: Keluarga Tn. Cana, Tn. Sadin, Tn. Urip, dan Tn. Intin.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Usia Pada Keluarga Binaan di Kampung Suka Sari Rt 02/ Rw 04, Desa Pangkalan, Agustus 2015

NO USIA JUMLAH

RESPONDEN

1 13 tahun 2

2 14 – 30 tahun 3

3 31 – 50 tahun 6

4 >50 tahun 3

Total 14

Berdasarkan tabel 4.1 tentang frekuensi berdasarkan usia pada responden di keluarga

binaan didapatkan jumlah responden terbanyak adalah yang berusia 31 – 50 th (6 orang)

Diagram 4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden di Keluarga Binaan, Kampung Suka Sari Rt 02/ Rw 04, Desa Pangkalan, Agustus 2015.

60%20%

10%

10%

Tingkat Pendidikan

SDTidak SekolahSMPSMA

78

Page 79: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Berdasarkan dari diagram 4.1 terlihat tingkat pendidikan terbanyak responden di keluarga binaan

adalah Sekolah Dasar (60%).

Diagram 4.2 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden di Keluarga Binaan, Kampung Suka Sari Rt 02/ Rw 04, Desa Pangkalan, Agustus 2015

Berdasarkan dari diagram 4.2 terlihat jenis pekerjaan terbanyak dari keluarga binaan

adalah tidak bekerja atau masih dalam usia sekolah (43%).

4.1.2 Analisis Univariat

Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan variabel-variabel dalam

kuesioner yang dijawab 14 responden pada bulan Agustus 2015.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Pada Keluarga Binaan Kampung Suka Sari Rt 02/ Rw 04, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang,

Provinsi Banten, Agustus 2015.

79

21%

21%43%

7%7%

Pekerjaan

Buruh PabrikIbu Rumah Tanggatidak bekerja/seko-lahTukang Becakpedagang

Pendidikan Frekuensi Persentase

Tinggi 1 7.1%

Rendah 13 92.9%

Total 14 100%

Page 80: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Berdasarkan dari tabel 4.2 terlihat bahwa sebagaian besar responden memiliki

tingkat pendidikan rendah.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendapatan Responden Pada Keluarga Binaan Kampung Suka Sari Rt 02/ Rw 04, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten

Tangerang, Provinsi Banten, Agustus 2015.Pendapatan Frekuensi Persentase

Mampu 0 0%

Tidak mampu 14 100%

Total 14 100%

Berdasarkan dari tabel 4.3 didapatkan bahwa sebagian besar responden masih memiliki

tingkat pendapatan yang rendah, dengan gaji dibawah Upah Minimum.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Terhadap Pengetahuan Tentang Membuang Sampah di Kampung Suka Sari Rt 02/ Rw 04, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten

Tangerang, Provinsi Banten, Agustus 2015.

Pengetahuan Responden Jumlah Responden Persentase (%)

Baik

Cukup

Buruk

2

5

7

14.28%

35.72%

50%

Total 14 100%

Berdasarkan tabel 4.4 Didapatkan hampir seluruh responden Pengetahuan tentang

membuang sampahnya buruk (42.8%).

80

Page 81: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sarana Tempat Pembuangan Sampah Terhadap Perilaku Membuang Sampah di Kali Pada Keluarga Binaan Kampung Suka Sari Rt 02/ Rw 04, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Agustus 2015

Sarana Frekuensi Persentase

Baik 0 0%

Buruk 14 100%

Total 14 100%

Berdasarkan dari tabel 4.5 didapatkan bahwa hanya 100% responden tidak memiliki

sarana tempat pembuangan sampah yang baik.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap Perilaku Membuang Sampah di Kali Pada Keluarga Binaan Kampung Suka Sari Rt 02/ Rw 04, Desa Pangkalan, Kecamatan

Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Agustus 2015.

Sikap Frekuensi Persentase

Baik 8 57.1%

Buruk 6 42.8%

Total 14 100%

Berdasarkan dari tabel 4.6 didapatkan bahwa sebagian besar yaitu (57.1%) responden

memiliki sikap yang baik terhadap perilaku membuang sampah.

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Perilaku Responden Mengenai Membuang Sampah di Kali Pada Keluarga Binaan Kampung Suka Sari Rt 02/ Rw 04, Desa Pangkalan, Kecamatan

Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Agustus 2015.

Perilaku Frekuensi Persentase

Baik 2 14.3%

Buruk 12 85.7%

Total 14 100 %

Berdasarkan tabel 4.7 Didapatkan sebagian besar responden memiliki perilaku

membuang sampah yang buruk.

81

Page 82: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Variabel Responden Pada Keluarga Binaan Kampung Suka Sari Rt 02/ Rw 04, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang,

Provinsi Banten, Agustus 2015.Variabel Frekuensi/

Jumlah Responden

Persentase

Pendidikan Tinggi 1 7.1 %

Rendah 13 92.9%

Total 14 100 %

Pendapatan Mampu 0 0%

Tidak Mampu

14 100%

Total 14 100%

Pengetahuan Baik 2 14.28%

Cukup 5 35.72%

Buruk 7 50%

Total 14 100%

Sarana Baik 0 0

Buruk 14 100%

Total 100%

Sikap Baik 8 57.1%

Buruk 6 42.8%

Total 14 100 %

Perilaku Baik 2 14.3%

Buruk 12 85.7%

Total 14 100%

82

Page 83: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Tingkat Pendidikan yang rendah

Sulitnya menyisihkan uang dan kebutuhan yang semakin meningkat

Diagram 4.3 Diagram Fishbone

83

Anggapan bahwa bekerja lebih menguntungkan daripada harus sekolah

Tidak adanya penyuluhan oleh tenaga kesehatan atau tokoh masyarakat mengenai sampah

PENGETAHUAN PENDIDIKAN

PERILAKU MASYARAKAT

TERHADAP PENGELOLAAN

SAMPAH RUMAH

TANGGA DI KAMPUNG

SUKA SARI RT 02/RW 04 DESA PANGKALAN, KECAMATAN TELUK NAGA, KABUPATEN TANGERAN,

PROVINSI BANTEN

SEBESAR 100%

Informasi tentang sampah kurang memadai

Buruknya pengetahuan responden

Pendapatan rata-rata responden yang tergolong tidak mampu dalam satu bulan

PENDAPATAN

Pendapatan yang tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari hari

Kebiasaan turun menurun responden membuang sampah dikali

Tidak tersedianya Tempat Penampungan Sampah Sementara milik Responden

Anggapan Responden membuang sampah di kali mudah dan cepat

Kurangnya motivasi utuk Sekolah yang lebih tinggi

Page 84: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Keluarga tidak pernah mengajarkan perilaku dalam membuang sampah

Buruknya sikap responden

Kebanyakan keluarga responden dan lingkungannya memberi contoh membuang sampah di kali

Buruknya sarana di lingkungan tempat tinggal responden

Buruknya perilaku responden

Semua Responden tidak bisa membuang smapah ke tempat sampah yang benar

84

PERILAKUSIKAP KETERSEDIAAN SARANA

Page 85: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Sesuai dengan diagram fishbone tersebut, dapat dilihat akar-akar penyebab masalah yang

ditemukan dapat dilihat melalui Diagram 4.3, kemudian setelah ditemukan akar penyebab

masalah dapat ditentukan alternatif pemecahan masalah dan rencana intervensi

4.1. Rencana Intervensi Pemecahan Masalah

Setelah dilakukan ananalisis data hasil penelitian, untuk menentukan rencana intervensi

pemecahan masalah digunakan diagram fishbone. Tujuan pembuatan diagram fishbone yaitu

untuk mengetahui penyebab masalah sampai dengan akar akar penyebab masalah sehingga

dapat ditentukan rencana intervensi pemecahan masalah dari setiap akar penyebab masalah

tersebut.

Tabel 4.9 Tabel Alternatif Pemecahan Masalah dan Rencana Intervensi Pada Keluarga Binaan, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Agustus 2015.

No.Akar Penyebab

Masalah

Alternatif

Pemecahan MasalahRencana Intervensi

Waktu

pelaksanan

1. Anggapan bahwa

bekerja lebih

menguntungkan

daripada sekolah

Meningkatkan kesadaran

responden tentang

pentingnya pendidikan

Penyuluhan program

pemerintah wajib belajar 12

tahun

Jangka

panjang

2. Penghasilan yang tidak

mencukupi dalam

memenuhi kebutuhan

sehari hari

Meningkatkan penghasilan

yang tidak mencukupi

dalam memenuhi

kebutuhan sehari hari dan

mencari pekerjaan

sampingan

Memberikan edukasi

tentang cara membuat

tempat sampah dari barang

bekas

Jangka

pendek

3. Kurangnya penyuluhan

oleh tenaga kesehatan

atau tokoh masyarakat

mengenai jenis sampah,

cara mengolah sampah

dan dampak sampah

bagi kesehatan

Meningkatkan penghasilan

yang tidak mencukupi

dalam memenuhi

kebutuhan sehari hari dan

mencari pekerjaan

sampingan

1. Memberikan

penyuluhan mengenai

jenis sampah, cara

mengolah sampah dan

dampak sampah bagi

kesehatan

2. Evaluasi berulang

mengenai penyuluhan

Jangka

panjang

85

Page 86: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

No.Akar Penyebab

Masalah

Alternatif

Pemecahan MasalahRencana Intervensi

Waktu

pelaksanan

mengenai sampah

4. Tidak ada nya tempat

penampungan sampah

sementara yang dimiliki

responden

Menyediakan sarana

tempat pembuangan

sampah

1. Memberikan tempat

sampah dan alat kebersihan

lainnya

2. Membuat tempat

ssampah dari barang yang

ada

Jangka

pendek

5. Pandangan Membuang sampah di kali mudah dan cepat

Meningkatkan rasa peduli terhadap kali yang bebas

dari sampah

Memberikan penyuluhan

tentang dampak buruk

membuang sampah

sembarang ke kali

Jangka

pendek

6. Kebiasaan turun menurun sebagian besar warga sekitar yang membuang sampah sembarangan ke kali

Mengubah kebiasaan

buruk membuang sampah

di kali menjadi kebiasaan

yang lebih baik seperti

membuang sampah pada

tempat sampah

Memberikan penyuluhan

tentang membuang sampah

yang baik dan benar agar

mengubah kebiasaan untuk

tidak membuang sampah ke

kali

Jangka

pendek

4.3 Intervensi Pemecahan Masalah

Intervensi dapat diartikan sebagai cara atau stategi memberi bantuan kepada

individu, masyarakat dan komunitas. Dalam hal ini menunjukan kondisi dimana seseorang

dapat berperan sebagaimana seharusnya. Tujuan intervensi adalah membawa perubahan

kearah yang lebih baik sehingga tindakan sesuai dengan peran yang dimilikinya.

86

Page 87: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Merujuk dari beberapa akar masalah yang telah diuraikan didapatkan pada

perencanaan intervensi pemecahan masalah, dipilih beberapa akar masalah yang

diprioritaskan untuk dilakukan pemecahan masalah terhadap perilaku membuang sampah

di kali. Dalam hal ini ada lima keluarga binaan.

Pertimbangannya adalah intervensi yang berupa tindakan nyata yang mampu

dilakukan untuk memecahkan akar permasalahan. Akar penyebab permasalahan yang

didapatkan adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya penyuluhan oleh tenaga kesehatan atau tokoh masyarakat mengenai jenis

sampah, cara mengolah sampah dan dampak sampah bagi kesehatan

2. Penghasilan yang tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan sehari hari

3. Anggapan bahwa kerja lebih penting dan menguntungkan daripada sekolah

4. Kebiasaan turun menurun sebagian besar warga sekitar yang membuang

sampah sembarangan ke kali

5. Tidak ada nya tempat penampungan sampah sementara yang dimiliki

6. Pandangan membuang sampah di kali mudah dan cepat

Dari berbagai akar penyebab masalah yang ada, didapatkan alternatif pemecahan

masalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan penyuluhan berkala tentang jenis sampah, cara mengolah sampah dan

dampak sampah bagi kesehatan

b. Membuat tempat sampah sendiri dari bahan-bahan yang sudah tidak terpakai yang ada

di sekitar warga Meningkatkan kesadaran responden akan dampak buruk kebiasaan

tersebut

c. Meningkatkan kesadaran responden tentang pentingnya pendidikan

d. Meningkatkan kesadaran responden akan dampak buruk kebiasaan tersebut

e. Menyediakan tempat sampah dan membuka lowongan pekerjaan bagi warga sekitar

untuk menjadi petugas kebersihan

87

Page 88: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

f. Mengubah kebiasaan buruk membuang sampah di kali menjadi kebiasaan yang lebih

baik seperti membuang sampah pada tempat sampah

Dari beberapa alternatif pemecahan masalah diatas yang dapat dilakukan intervensi secara

langsung dan disesuaikan berdasarkan akar permasalahan yang ada beserta waktu dan

kemampuan sumber daya yang terbatas. Intervensi yang terpilih yang dapat dilakukan adalah

sebagai berikut:

a. Memberikan penyuluhan yang sesuai dengan tingkat pendidikan

b. Memberikan penyuluhan tentang membuang sampah yang baik dan benar agar

mengubah kebiasaan untuk tidak membuang sampah ke kali

c. Memberikan penyuluhan tentang dampak buruk membuang sampah sembarang ke kali

d. Memberikan tempat sampah dan alat kebersihan lainnya

Mengajukan permintaan pada tokoh masyarakat untuk ikut berperan serta dalam

menjaga lingkungan dari sampah maka intervensi yang dapat dilakukan adalah :

mengadakan penyuluhan kepada keluarga binaan dengan media presentasi, poster,

dan leaflet tentang dampak buruk perilaku membuang sampak ke kali, penyakit akibat

perilaku membuang sampah ke kali dan cara mengolah sampah dengan baik. Serta

memberikan sarana berupa tempat sampah yang layak bagi masing-masing keluarga

binaan.

88

Page 89: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

5.1.1 Area Masalah

Berdasarkan wawancara dan pengumpulan data dari kunjungan ke keluarga binaan yang

bertempat tinggal di RT 002/RW 004, Kampung Sukasari, Desa Pangkalan, Kecamatan

Teluk Naga, Kabupaten Tanggerang, maka dilakukanlah diskusi kelompok dan

merumuskan serta menetapkan area masalah yaitu ”Perilaku Masyarakat Terhadap

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Pada Keluarga Binaan RT 002 / RW 004

Kampung Sukasari, Desa Pangkalan”.

5.1.2 Akar Penyebab Masalah kesehatan yang memadai

a. Anggapan bahwa bekerja lebih menguntungkan daripada sekolah

b. Penghasilan yang tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan sehari hari

c. Kurangnya penyuluhan oleh tenaga kesehatan atau tokoh masyarakat

mengenai jenis sampah, cara mengolah sampah dan dampak sampah bagi

kesehatan

d. Tidak ada nya tempat penampungan sampah sementara yang dimiliki

responden

e. Pandangan Membuang sampah di kali mudah dan cepat

f. Kebiasaan turun menurun sebagian besar warga sekitar yang membuang

sampah sembarangan ke kali

5.1.3. Alternatif Pemecahan Masalah

a.Meningkatkan kesadaran responden tentang pentingnya pendidikan

b. Meningkatkan penghasilan yang tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan sehari hari

dan mencari pekerjaan sampingan

c.Meningkatkan penghasilan yang tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan sehari hari

dan mencari pekerjaan sampingan

89

Page 90: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

d. Menyediakan sarana tempat pembuangan sampah

e.Meningkatkan rasa peduli terhadap kali yang bebas dari sampah

f. Mengubah kebiasaan buruk membuang sampah di kali menjadi kebiasaan yang lebih baik

seperti membuang sampah pada tempat sampah

5.1.3. Intervensi Pemecahan Masalah

Dari beberapa alternatif pemecahan masalah diatas yang dapat dilakukan intervensi secara

langsung dan disesuaikan berdasarkan akar permasalahan yang ada beserta waktu dan

kemampuan sumber daya yang terbatas. Intervensi yang terpilih yang dapat dilakukan adalah

sebagai berikut:

a. Memberikan penyuluhan yang sesuai dengan tingkat pendidikan

b. Memberikan penyuluhan tentang membuang sampah yang baik dan benar agar

mengubah kebiasaan untuk tidak membuang sampah ke kali

c. Memberikan penyuluhan tentang dampak buruk membuang sampah sembarang ke

kali

d. Memberikan tempat sampah dan alat kebersihan lainnya

Mengajukan permintaan pada tokoh masyarakat untuk ikut berperan serta dalam

menjaga lingkungan dari sampah maka intervensi yang dapat dilakukan adalah :

mengadakan penyuluhan kepada keluarga binaan dengan media presentasi, poster,

dan leaflet tentang dampak buruk perilaku membuang sampak ke kali, penyakit akibat

perilaku membuang sampah ke kali dan cara mengolah sampah dengan baik. Serta

memberikan sarana berupa tempat sampah yang layak bagi masing-masing keluarga

binaan.

5.2 Saran

5.2.1.1 Bagi Masyarakat Desa Pangkalan

a. Diharapkan masyarakat Kampung Sukasari memiliki kesadaran tentang pentingnya

pendidikan

b. Menyarankan kepada keluarga binaan untuk menerapkan hasil dari penyuluhan yang

telah didapat dan mengajarkannya kepada seluruh anggota keluarga.

90

Page 91: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

c. Hendaknya mengajak masyarakat sekitar bersama–sama untuk berpartisipasi dalam

mengubah perilaku membuang sampah.

d. Menghimbau masyarakat sekitar untuk sering mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan untuk menambah pengetahuan tentang kesehatan dan lingkungan

e. Memberikan saran kepada tokoh masyarakat, terutama ketua RT dari keluarga binaan

untuk mengajak masyarakatnya mengikuti penyuluhan tentang pengelolaan sampah yang

baik

5.2.1.2 Bagi Puskesmas Tegal Angus

a. Menyarankan pihak pelayanan kesehatan untuk dapat memberikan informasi dan

penyuluhan mengenai pengetahuan yang berkaitan tentang pengelolaan sampah yang

baik

b. Seluruh civitas puskesmas Tegal Angus maupun kader diharapkan dapat bekerjasama

membina warga agar terlaksananya pengelolaan sampah yang baik

c. Pemerintah setempat bersama puskesmas Tegal Angus diharapkan memberikan

dukungan dengan selalu menghimbau pada warganya untuk sadar resiko tinggi yang

ditimbulkan akibat pengelolaan sampah yang buruk

91

Page 92: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2008.Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008. Tentang Pengolahan Sampah

Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta ; EGC

Lasma, Rohani. 2007. Perilaku masyarakat dalam pengolahan sampah di desa medan senembah kabupaten deliserdang dan di kelurahan asam kkumbang kota medan tahun 2007. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan

Depkes. 2011. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Kemenkes RI

Hadiwiyoto, Soewardo. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta: Yayasan I Daru.

Notoatmodjo, S.2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta: 24.

Notoatmodjo (2007) , Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta Depkes Ri (1984), Teknologi Desa. Depkes Ri, Jakarta

Nur Sulistiawan, Insan. 2008. Skripsi. Pengolahan Sampah Terpadu Di Perumahan Pamungkas Yogyakarta. Yogyakarta: Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universiatas Islam Indonesia

Tim Penulis PS. 2008. Penanganan dan Pengolahan Sampah. Bogor: Penebar Swadaya

92

Page 93: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

LAMPIRAN I

KUESIONER DIAGNOSIS DAN INTERVENSI KOMUNITAS

AREA MASALAH PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN

SAMPAH RUMAH TANGGA PADA KELUARGA BINAAN KAMPUNG SUKA SARI,

DESA PANGKALAN, KECAMATAN TELUK NAGA, KABUPATEN TANGERANG,

PROVINSI BANTEN PERIODE 03 AGUSTUS 2015 – 04 SEPTEMBER 2015

IDENTITAS RESPONDEN

a. No. Responden :

b. Nama Responden :

c. Jenis Kelamin : ( L / P )

d. Umur : tahun

e. Latar Belakang Pendidikan :

□ Tidak Sekolah

□ SD

□ SMP

□ SMA

□ Perguruan Tinggi

f. Pekerjaan :

□ Ibu RumahTangga

□ Wiraswasta

□ PNS

□ Pegawai Swasta

□ Pelajar

□ Dll……………………

g. Penghasilan/bulan?

□ < Rp 2.730.000,00

□ > Rp 2.730.000,00

93

Page 94: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Pengetahuan

1. Apa pengertian dari sampah?

a. Sesuatu yang kotor dan tidak berguna

b. Sesuatu yang tidak digunakan, dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang berasal dari

kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya.

c. Sesuatu yang kotor maupun bersih dan tidak berguna

d. Sesuatu yang harus dibuang saja

e. Tidak tahu

2. Apa saja gejala penyakit yang dapat disebabkan oleh sampah?

a. Diare

b. Mual

c. Muntah

d. Pusing

e. Tidak ada

3. Apa saja bahaya membuang sampah di kali?

a. Dapat menyebabkan banjir, mencemari lingkungan, dan merupakan sumber penyakit.

b. Dapat mencemari lingkungan

c. Dapat menyebabkan timbulnya bau tidak enak di lingkungan

d. Dapat membuat air menggenang.

e. Tidak menyebabkan bahaya sama sekali.

4. Bagaimana tempat membuang sampah yang baik ?

a. Tempat cukup sehingga tidak berserakan, mempunyai tutup, dan ada tempat khusus

untuk membuang sampah bahan berbahaya dan beracun

b. Tempat yang berukuran besar

c. Di tanah kosong

d. Halaman rumah

e. Tidak tahu

5. Apa saja jenis-jenis sampah?

a. Sampah padat, sampah cair dan sampah dalam bentuk gas

b. Sampah basah dan sampah kering

c. Sampah rumah tangga dan sampah jalanan

94

Page 95: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

d. Sampah padat dan sampah cair

e. Tidak tahu

6. Bagaimana cara mengolah sampah?

a. Dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah sementara

b. Dibuang ke kantong plastik

c. Dibuang di kebun

d. Didiamkan

e. Dibuang ke kali

Ketersediaan sarana

1. Apakah anda memiliki tempat sampah yang baik di rumah?

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah di daerah tempat anda terdapat sarana Tempat Membuang Sampah Sementara?

a. Ya

b. Tidak

Sikap

1. Menurut pendapat anda, apakah sampah merupakan sesuatu yang kotor dan merusak

lingkungan?

a. Ya

b. Tidak

2. Menurut pendapat anda, apakah membuang sampah di kali adalah hal yang benar?

a. Ya

b. Tidak

3. Menurut pendapat anda, apakah memisahkan sampah sesuai jenisnya adalah tindakan

yang penting dilakukan?

a. Ya

b. Tidak

4. Menurut pendapat anda, apakah tumpukan sampah dapat menyebabkan berbagai macam

penyakit?

95

Page 96: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

a. Ya

b. Tidak

Perilaku Pengelolaan Sampah

1. Bagaimanakah cara anda membuang sampah rumah tangga?

a. Dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian dipisahkan, lalu dibuang ke TPS.

b. Dikumpulkan, kemudian dibuang ke kali

c. Dikumpulkan di samping rumah / kebun

2. Dimanakah anda membuang sampah rumah tangga?

a. Tempat sampah umum

b. Di kebun

c. Di kali

3. Berapa kali anda membuang sampah setiap minggu?

a. >5

b. 3-5

c. <3

96

Page 97: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

LAMPIRAN II

SKORING KUESIONER

VARIABEL PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN SAMPAH

RUMAH TANGGA PADA KELUARGA BINAAN KAMPUNG SUKA SARI, DESA

PANGKALAN, KECAMATAN TELUK NAGA, KABUPATEN TANGERANG,

PROVINSI BANTEN PERIODE 03 AGUSTUS 2015 – 04 SEPTEMBER 2015

Variabel Pendidikan

Pendidikan Dasar < 12 thn dikategorikan pendidikan rendah

Pendidikan Dasar > 12 thn dikategorikan pendidikan tinggi

Variabel Pendapatan

Mampu jika penghasilan > Rp. 2.710.000,-

Kurang mampu jika penghasilan < Rp. 2.710.000,-

Variabel Pengetahuan

No. 1 Jika responden menjawab A, diberikan poin 4

Jika responden menjawab B, diberikan poin 5

Jika responden menjawab C, diberikan poin 3

Jika responden menjawab D, diberikan poin 2

Jika responden menjawab E, diberikan poin 1

No. 2 Jika responden menjawab A, diberikan poin 5

Jika responden menjawab B, diberikan poin 4

Jika responden menjawab C, diberikan poin 3

Jika responden menjawab D, diberikan poin 2

Jika responden menjawab E, diberikan poin 1

No. 3 Jika responden menjawab A, diberikan poin 5

Jika responden menjawab B, diberikan poin 4

Jika responden menjawab C, diberikan poin 3

Jika responden menjawab D, diberikan poin 2

97

Page 98: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

Jika responden menjawab E, diberikan poin 1

No. 4 Jika responden menjawab A, diberikan poin 5

Jika responden menjawab B, diberikan poin 4

Jika responden menjawab C, diberikan poin 3

Jika responden menjawab D, diberikan poin 2

Jika responden menjawab E, diberikan poin 1

No. 5 Jika responden menjawab A, diberikan poin 5

Jika responden menjawab B, diberikan poin 4

Jika responden menjawab C, diberikan poin 3

Jika responden menjawab D, diberikan poin 2

Jika responden menjawab E, diberikan poin 1

No. 6 Jika responden menjawab A, diberikan poin 5

Jika responden menjawab B, diberikan poin 4

Jika responden menjawab C, diberikan poin 3

Jika responden menjawab D, diberikan poin 2

Jika responden menjawab E, diberikan poin 1

Hasil penilaian: Baik jika poinnya 25-30

Cukup jika poinnya 16-24

Kurang jika poinnya < 15

Variabel Ketersediaan Sarana

No. 1 Jika responden menjawab A, diberikan poin 2

Jika responden menjawab B, diberikan poin 1

No. 2 Jika responden menjawab A, diberikan poin 2

Jika responden menjawab B, diberikan poin 1

Hasil penilaian: Baik jika poinnya 4

Kurang jika poinnya 2-3

Variabel Sikap

No. 1 Jika responden menjawab A, diberikan poin 2

Jika responden menjawab B, diberikan poin 1

98

Page 99: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

No. 2 Jika responden menjawab A, diberikan poin 1

Jika responden menjawab B, diberikan poin 2

No. 3 Jika responden menjawab A, diberikan poin 2

Jika responden menjawab B, diberikan poin 1

No. 4 Jika responden menjawab A, diberikan poin 2

Jika responden menjawab B, diberikan poin 1

Hasil penilaian: Baik jika poinnya 8

Kurang jika poinnya 4-7

Variabel Perilaku Pengelolaan Sampah

No. 1 Jika responden menjawab A, diberikan poin 2

Jika responden menjawab B, diberikan poin 1

Jika responden menjawab C, diberikan poin 1

No. 2 Jika responden menjawab A, diberikan poin 2

Jika responden menjawab B, diberikan poin 1

Jika responden menjawab C, diberikan poin 1

No. 3 Jika responden menjawab A, diberikan poin 2

Jika responden menjawab B, diberikan poin 1

Jika responden menjawab C, diberikan poin 1

Hasil penilaian: Baik jika poinnya 6

Kurang jika poinnya 3-5

99

Page 100: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

LAMPIRAN III

1. Foto Rumah Keluarga Tn. Cana

(teras rumah)

(ventilasi)

100

Page 101: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(ventilasi)

(Ruang tamu)

101

Page 102: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Ruang tengah)

(kamar mandi)

102

Page 103: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(tempat sampah)

(Tempat bakar sampah di samping rumah)

103

Page 104: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Tempat membakar sampah bersama warga lain)

(kali di samping rumah)

104

Page 105: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

2. Foto Rumah Keluarga Tn. Sadin

(Rumah tampak depan)

(Ruang keluarga/ruang TV)

105

Page 106: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Kamar tidur 1)

(Kamar tidur 2)

106

Page 107: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Dapur)

(Jamban, tempat mandii dan mencuci)

107

Page 108: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Gudang beserta kandang ayam)

3. Foto Rumah Keluarga Tn. Urip

(Teras dan halaman depan)

108

Page 109: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Ruang tamu dan ruang TV)

(Kamar tidur 1)

109

Page 110: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Kamar tidur 2)

(Ruang makan)

110

Page 111: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Dapur)

(Tempat untuk mandi dan mencuci)

111

Page 112: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Teras samping)

(Kandang kambing)

4. Foto Rumah Keluarga Tn. Intin

112

Page 113: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Teras)

(Ruang Tamu)

113

Page 114: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Kamar Tidur 1)

(Kamar Tidur 2)

114

Page 115: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

(Dapur)

(Kamar Mandi)

115

Page 116: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

LAMPIRAN IV

1. Pamflet

116

Page 117: Diagnosis Komunitas Dan Intervensi

117