CASE REPORT
NON UNION CLOSE FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL
DISUSUN OLEH :
Fazmial Rakhmawati
1102009110
PEMBIMBING :
dr. Eka M, Sp.OT., SH., MKES., MHKES
KEPANITRAAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUBANG
2014
1
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS Nama : Ny. M
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Perumahan puri panji kencana blok B no.14 Subang
Tanggal masuk RS : 21 Januari 2014
Ruang rawat : Dahlia
II. ANAMNESIS
(Autoanamnesis tanggal 22 Januari 2014)
Keluhan utama :
Tidak dapat berjalan
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poiklinik bedah RSUD Subang dengan keluhan tidak bisa
berjalan sejak ± 6 bulan SMRS karena lemas pada kaki kiri. Keluhan ini berawal dari
kecelakaan lalu lintas yang menimpa pasien pada bulan juni 2013.
Menurut pasien, kecelakaan terjadi ketika pasien sedang mengendarai sepeda
motor saat itu pasien berusaha menghindar dari sebuah mobil yang melaju dari arah
berlawanan sehingga menyebabkan pasien jatuh terhempas dari motornya namun,
pasien tidak pasien mengetahui posisi jatuhnya. Pasien sadar, tidak pingsan dan
langsung dibawa ke rumah sakit. Pasien menceritakan saat itu pasien merasakan
pusing dan nyeri yang sangat hebat pada paha kiri pasien terutama saat di tekan dan
2
saat di gerakkan sehingga membuat pasien tidak bisa berdiri dan tidak bisa berjalan,
namun pasien masih bisa menggerakkan kaki bagian bawah. Keluhan ini juga di
sertai bengkak pada paha, namun tidak disertai memar maupun luka terbuka di
sekitar area yang dikeluhkan. Pasien mengatakan Perdarahan yang keluar dari kepala,
hidung dan telinga disangkal.
Setelah sehari mendapat perawatan di RS, keluarga pasien memutuskan
membawa pasien pulang untuk berobat alternative karena pertimbangan biaya.
kemudian setelah itu pasien dibawa ke bengkel tulang di daerah cijoget.
Pasien mengaku melakukan pengobatan alternative selama 6 bulan, 3 bulan
pertama pasien menggunakan spalk, setelah itu pasien mengaku sudah tidak
merasakan nyeri melainkan lemas sehingga pasien belum bisa berjalan. Pasien
merasa kaki kirinya seperti melayang dan dapat digerakan berputar ke segalah arah.
Setelah 6 bulan pengobatan, pasien masih tidak bisa berjalan. karena mulai tidak
yakin, akhirnya pasien dan keluarga memutuskan untuk kembali berobat ke RS.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami patah tulang sebelumnya
Riwayat penyakit hipertensi sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit gula disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada dalam keluarga yang menderita keluhan seperti ini
III.PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 130/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 26 x/ menit
Suhu : 36,5 °3
Status generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Conjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupi bulat isokor, refleks
pupil +/+ normal
Leher : Trakea ditengah, pembesarak KGB (-)
Thoraks :
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga 5 linea mid clavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Pergerakan hemitoraks dalam keadaan statis dan dinamis
simetris kanan dan kiri
Palpasi : Fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri
simetris, tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar simetris
Palpasi : Supel , NT/NL -/- ; hepar dan lien tidak teraba besar
Perkusi : Tympani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+ ) normal
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema -/-, sianosis -/-
4
Status lokalis :
a/r Femoralis sinistra
Look : Swelling (-), pemendekan (+), kulit utuh, cedera terbuka(-), warna
kulit sama dengan warna kulit sekitarnya.
Feel : Arteri dorsalis sinistra teraba, Nyeri tekan (-) sensibilitas baik, suhu
sama dengan bagian lainnya. Pengukuran panjang kaki beda 4 cm
dengan bagian kanan.
Move : ROM aktif dan pasif Tenderness (-), krepitasi(-) ankle joint kiri dapat
digerakan rasa nyeri (-), digiti I-V pedis sinistra bebas digerakan, nyeri
(-)
IV. Diagnosis KlinisSuspect Non Union Fracture Femur Sinistra.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANGFoto Radiologi femur :
(Pre op) Kesan : Tampak fraktur os femur 1/3 distal sinistra.
5
Laboratorium
Darah rutin
Hb 10,6 g/dl
Ht 35,0 vol%
Leukosit 10.200 µl
Trombosit 373.000/ µl
MCV 85,6 µm3
MCH 25,7 pg
MCHC 30,3 g/dl
VI. DIAGNOSIS KERJA Non union frakture femur 1/3 distal sinistra
VII. USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Darah rutin
Persiapan op : Ro thorak, EKG
Rontgen post Skeletal traksi dan ORIF
VIII. PENATALAKSANAANMedikamentosa
Infus RL 20 gtt/menit
Operatif
Skeletal Traksi
ORIF
6
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : ad bonam
POST SKELETAL TRAKSI (23/01/2014) POST SKELETAL TRAKSI (29/01/2014)
7
ORIF dilakukan pada tanggal 03/02/2014
BAB II
8
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI TULANG FEMUR
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi yaitu acetabulum dengan
bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan
batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk
acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah
ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur
bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh
darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher
femur.
FRAKTUR FEMUR
A. DEFINISI
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak
lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu
lengkap dan fragmen tulang bergeser. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan
fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut
9
fraktur tertutup (atau sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang
yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi ini disebut fraktur terbuka. Rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang / osteoporosis.1,3
B. EPIDEMIOLOGI
Klasifikasi alfanumerik pada fraktur, yang dapat digunakan dalam pengolahan komputer,
telah dikembangkan oleh (Muller dkk., 1990). Angka pertama menunjukkan tulang yaitu :3
1. Humerus
2. Radius/Ulna
3. Femur
4. Tibia/Fibula
Sedangkan angka kedua menunjukkan segmen, yaitu :
1. Proksimal
2. Diafiseal
3. Distal
4. Maleolar
Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada fraktur
collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih
dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang dialami oleh
wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita
muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur
supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita
laki – laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur
batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.
10
C. ETIOLOGI
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena;
jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan
lunak yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada.
Fraktur akibat peristiwa trauma tunggal
Kekuatan dapat berupa :
Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur melintang
Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi
disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah
Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur
obliq pendek
Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai
terpisah
Tekanan yang berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat
tekanan berulang – ulang.
Kelemahan abnormal pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget) 1,2,3
11
D. PATOFISIOLOGI
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur
yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan
kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan adanya densitas tulang tulang). Hal yang dapat menyebabkan terjadinya patah
pada tulang bermacam-macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat
keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila
trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini
biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar, membengkok, kompresi bahkan
tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tulang sebelumnya
akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung
pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress
tulang yang terjadi terus menerus misalnya pada orang yang bertugas kemiliteran.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu
terjadi fraktur, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut, aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia
12
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan
sindrom compartment.
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan,
fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak
disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah. Pasien
yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,
iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot.
E . KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :3
13
a. Fraktur collum femur :
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak
langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi
dalam :
Berikut ini adalah klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden1,3
Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.
Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.
Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.
Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.
Gambar 4.1 Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden2
A. Stadium I C. Stadium III
B. Stadium II D. Stadium IV
Fraktur leher femur harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat sekalipun merupakan
fraktur leher femur stadium I. jika tidak, maka akan berkembang dengan cepat menjadi
fraktur leher femur stadium IV. Selain Garden, Pauwel juga membuat klasifikasi
berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur seperti yang tertera pada gambar 4.2, yaitu
sebagai berikut: 2
Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30.
14
Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50.
Tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70.
A B C
Gambar 4.2 Klasifikasi fraktur leher femur menurut Pauwel2
A. Tipe I B. Tipe II C. Tipe III
Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. Fraktur trochanter femur :
Ialah semua fraktur yang terjadi antara trokanter minor dan trokanter mayor. Fraktur
ini bersifat ekstra artikuler dan sering terjadi pada orang tua diatas umur 60th.
Dibagi atas :
1. Fr. Stabil
2. Fr. Tidak stabil
Diklasifikasikan atas empat tipe :
tipe 1 : fraktur melewati trokanter mayor dan trokanter minor tanpa pergeseran
tipe 2 : fraktur melewati trokanter mayor dan disetai pergeseran trokanter minor
tipe 3 : fraktur disertai fraktur komunitif
tipe 4 : fraktur yang disertai dengan fraktur spiral femur.
15
c. Fraktur subtrochanter femur :
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi
dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah
klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
d. Fraktur batang femur (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan
lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam
shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka
yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
- Frakture Tertutup
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
16
Fraktur femur kanan 1/3 distal Fraktur femur kanan 1/3 proksimal
spiraldisplaced tertutup kominutif displaced tertutup
- Frakture Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan
antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam
menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan
dari luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
17
e. Fraktur supracondyler femur :
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior,
hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius,
biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena
kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai
gaya rotasi.
f. Fraktur intercondyler femur :
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
g. Fraktur condyler femur :
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai
dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
F . G AMBARAN KLINIK
RiwayatAnamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan
tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu
pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun
acetabulum. Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat
cedera yang ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah
gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera
jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.1,3
Tanda – tanda local :
a) Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah
18
apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur,
cedera terbuka
b) Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari
fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah
adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan
c) Movement : Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting
untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal
cedera.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk
menetapkan kelainan tulang dan sendi :
Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk
menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan
bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
19
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-
posterior dan lateral
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di
bawah sendi yang mengalami fraktur
Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke
dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis.
Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada
dua daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka
perlu dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang.
Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang
skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan
foto berikutnya 10-14 hari kemudian.2
Gambar 5.1. Fraktur batang femur
*Dikutip dari kepustakaan 7
Pemeriksaan radiologis lainnya :
CT-Scan : suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail
mengenai bagian tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis
demi lapis. Pemeriksaan ini menggunakan pesawat khusus.8
MRI : MRI dapat digunakan untuk memeriksa hampir
semua tulang, sendi, dan jaringan lunak. MRI dapat digunakan untuk
mengidentifikasi cedera tendon, ligamen, otot, tulang rawan, dan tulang.9
20
Gambar 5.2. MRI, kepala femur tampak pipih yang disebabkan fraktur
kompresi.
H . DIAGNOSIS
Terdapat tanda klinis yang menunjang adanya fraktur:
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi
yaitu anterior posterior dan lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada
lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga
diambil foto sinar – x pada pelvis dan tulang belakang.3
I . PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip pengobatan fraktur
1. Pertolongan pertama membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban
yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita
merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans
2. Penilaian klinis nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah trauma
pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit
dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
21
frakturnya sendiri berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta obat-obat
anti nyeri.
Prinsip Pengobatan ada 4, yaitu :
1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)
Awal pengobatan perlu diperhatikan :
Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
Komplikasi yang mungkin selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction
Mengurangi fraktur dengan cara reposisi fraktur. Harus dengan posisi yang baik
yaitu:
Alignment yang sempurna
Aposisi yang sempurna
3. Retention
Imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Tujuan Pengobatan fraktur :
1. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi
Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
Terbuka : Indikasi :
1. Reposisi tertutup gagal
2. Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan
3. Mobilisasi dini
4. Fraktur multiple
5. Fraktur Patologis
22
2. IMOBILISASI / FIKSASI
Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union.
Jenis Fiksasi :
Ekternal / OREF
Gips ( plester cast)
Traksi
Indikasi :
· Pemendekan (shortening)
· Fraktur unstabel : oblique, spiral
· Kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
1. Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur hunerus
2. Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan
kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit
akan lepas.
3. Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut), pada tibia
atau kalkaneus ( fraktur kruris)
Komplikasi Traksi :
1. Gangguan sirkulasi darah à beban > 12 kg
2. Trauma saraf peroneus (kruris) à droop foot
3. Sindroma kompartemen
4. Infeksi à tmpat masuknya pin
Terapi operatif dengan membuka frakturnya
ORIF (Open Reduction internal fixation)
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
Keuntungan :
23
Reposisi anatomis
Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar
Indikasi :
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avaskular nekrosisnya tinggi.
Misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur
Fraktur yang tidak bisa direposisi tetutup, misalnya fraktur avulse dan
fraktur dislokasi
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sullit dipertahankan
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi, misalnya fraktur femur
2. Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excise caput femur dan pemasangan endoprosthesis
c
Gambar. Fiksasi internal
3. UNION24
4. REHABILITASI
J. PROSES PENYEMBUHAN
Penyembuhan tulang terbagi menjadi 5, yaitu :
1. Fase Hematoma
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek, akibatnya, tulang
disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya mati sekitar 1-2 mm.
2. Fase Proliferasi Sel
Pada 8 jam pertama fraktur merupakan masa reaksi inflamasi akut dengan
proliferasi sel di bawah periosteum dan masuk ke dalam kanalis medulla. Bekuan
hematom diserap secara perlahan dan kapiler baru mulai terbentuk.
3. Fase Pembentukan Kalus
Sel yang berproliferasi bersifat kondrogenik dan osteogenik. Sel-sel ini akan
membentuk tulang dan juga kartilago. Selain itu sel yang berproliferasi tersebut
juga membentuk osteoklas yang memakan tulang-tulang yang mati. Massa seluler
yang tebal tersebut dan garam-garam mineralnya terutam kalsium membentuk suatu
25
tulang imatur yang disebut woven bone. Woven bone ini merupakan tanda pada
radiologik bahwa telah terjadi proses penyembuhan fraktur
4. Fase Konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan akan
membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.
5. Fase Remodeling
Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan
membentuk bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi tulang tanpa
kanalis medularis. Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap terjadi dan tetap
terjadi osteoblastik pada tulang.
26
K. KOMPLIKASIKomplikasi fraktur antara lain1,3,4,5:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bisa menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat
terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang
27
membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat
ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak ada nadi, CRT
menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed
union, dan non union.
a. Malunion
b. Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan kelainan penyatuan tulang
karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau
pergeseran.
c. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan
kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
d. Nonunion
28
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang. 3
L. PROGNOSISPenyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.
Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa
jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada
penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan
apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor
mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting
dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang
sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley. A Graham, louis Solomon.Buku Ajar Orthopedi dan fraktur sistem Alpley.
Penerbit widya medika. Jakarta
2. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 1994
3. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.2005
29
4. Schwartz. Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah ed 6. Penerbit buku kedokteran
EGC. Jakarta 2000
5. Doherty G M. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : MC Graw Hill.
2006
6. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal 457-484. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
7. Traksi dan metode pemasangannya yang diunduh dari halaman website
www.emedicine.medscape.com.
30