Transcript

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesuai perkembangan penyelenggaraan pemerintahan dalam

mewujudkan tujuan negara, telah diundangkan peraturan yang

mengarahkan kepada setiap penyelenggara pemerintahan dalam

menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan keseimbangan antara prinsip

kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum, sehingga segala bentuk

keputusan dan/atau tindakan administrasi pemerintahan harus sesuai

dengan harapan dan kebutuhan masyarakat dengan berlandaskan

peraturan perundang-undangan.

Peraturan administrasi pemerintahan dimaksud yakni Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Ketentuan dalam peraturan ini menjamin hak-hak dasar dan perlindungan

kepada warga masyarakat atas suatu keputusan dan/atau tindakan

penyelenggara pemerintahan sekaligus menjamin perlindungan kepada

penyelenggara pemerintahan dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Dengan demikian, Indonesia sebagai negara hukum tidak selayaknya lagi

menjadikan warga masyarakat sekedar menjadi objek, melainkan menjadi

subjek yang aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Untuk itu, setiap

keputusan dan/atau tindakan administrasi pemerintahan harus dilandasi

dengan alasan/pertimbangan yang kuat sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan.

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai badan pelaksana

dalam pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dalam upaya penguasaan

teknologi nuklir khususnya untuk pembangkit listrik, sedang melaksanakan

pembangunan Reaktor Daya Non Komersial (RDNK) berupa Reaktor

Daya Eksperimental (RDE) atau Reaktor Daya Serba Guna (RDSG).

2

Pembangunan RDNK dimaksudkan sebagai langkah awal pembangunan

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia dalam bentuk mini

sebelum melangkah ke tahap pembangunan PLTN dengan skala besar.

Dengan dibangunnya RDNK, kelak dapat meningkatkan kepercayaan dan

pemahaman masyarakat serta pemangku kepentingan termasuk

pengambil kebijakan di bidang energi, bahwa RDNK mampu

menghasilkan listrik yang aman. Pembangunan RDNK diharapkan dapat

memberikan penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia

sekaligus menjadi pembelajaran dalam mendesain, membangun,

mengoperasikan dan merawat reaktor nuklir jenis pembangkit listrik.

Keputusan atau tindakan BATAN dalam pembangunan RDNK yang

sedang berjalan didasarkan pada kewenangan BATAN dengan

berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan Asas-asas Umum

Pemerintahan yang Baik (AUPB). Sebagai upaya pemenuhan terhadap

ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang

Administrasi Pemerintahan menuntut adanya landasan yuridis, sosiologis

dan filosofis dalam pengambilan keputusan pembangunan RDNK.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada Latar Belakang Masalah dan untuk

membatasi pembahasan, maka identifikasi masalah dalam dokumen ini

dibatasi pada:

1. Asas Legalitas, yakni asas yang mengedepankan dasar hukum dari

keputusan dan/atau tindakan, sehingga keputusan dan/atau tindakan

BATAN untuk membangun RDNK dilakukan atas pertimbangan

yuridis, sebagaimana diuraikan pada BAB II;

2. Asas Kemanfaatan, yakni asas yang memperhatikan secara seimbang

berbagai kepentingan antar berbagai pihak seperti kepentingan

pemerintah dengan warga masyarakat, kepentingan antara generasi

yang sekarang dan akan datang, termasuk kepentingan manusia dan

3

ekosistemnya, sehingga keputusan dan/atau tindakan BATAN untuk

membangun RDNK dilakukan atas pertimbangan sosiologis,

sebagaimana diuraikan pada BAB III;

3. Asas tidak menyalahgunakan kewenangan, yakni asas yang

mewajibkan penggunaan kewenangan sesuai dengan tujuan

pemberian kewenangan, sehingga keputusan dan/atau tindakan

BATAN untuk membangun RDNK dilakukan atas pertimbangan

filosofis yang menjadi dasar kesesuaian pembangunan RDNK dengan

tujuan penetapan keputusan, sebagaimana diuraikan pada BAB IV.

C. Tujuan

Tujuan penyusunan dokumen ini diharapkan mampu untuk:

1. Menjamin pembangunan RDNK telah berpedoman pada peraturan

perundang-undangan dan menjamin tidak terjadinya penyalahgunaan

wewenang BATAN dalam menjalankan AUPB;

2. Memberikan analisis terhadap pembangunan RDNK sebagai suatu

keputusan atau tindakan yang bersifat strategis, sehingga perlu

diberikan landasan dan pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis

yang menjadi dasar penetapan keputusan pembangunan RDNK;

3. Menjawab pembangunan RDNK sebagai suatu keputusan atau

tindakan yang bersifat strategis untuk mewujudkan kemampuan

bangsa dalam merencanakan, membangun, mengoperasikan dan

merawat reaktor nuklir untuk pembangkit listrik dan kogenerasi di masa

mendatang.

4

BAB II

LANDASAN YURIDIS PEMBANGUNAN RDNK

A. Dasar Hukum Pengambilan Keputusan

Sebagaimana diketahui, tenaga nuklir merupakan salah satu

sumber daya energi yang sudah digunakan di 31 (tiga puluh satu) negara

sebagai pembangkit listrik. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan

listrik yang semakin meningkat, pemerintah merencanakan untuk

memanfaatkan PLTN dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional.

Rencana untuk membangun PLTN di Indonesia sebenarnya sudah cukup

lama, namun terkendala oleh berbagai masalah sehingga belum

terlaksana hingga saat ini. Adanya kendala tersebut, kemudian BATAN

menginisiasi untuk membangun RDNK sebagai sarana penguasaan

teknologi sebelum melangkah ke tahap pembangunan PLTN dengan

skala besar.

Mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pembangunan RDNK pada

dasarnya adalah merupakan suatu keputusan atau tindakan administrasi

pemerintahan yang harus didasarkan atas kedaulatan rakyat dan hukum,

yang dalam dokumen ini direfleksikan dalam 3 (tiga) pertimbangan pokok,

yaitu landasan yuridis, sosiologis, dan filosofis.

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang

melandasi/mendasari diambilnya keputusan atau tindakan pembangunan

dan pengoperasian RDNK yang mengemukakan lingkup dasar

pertimbangan hukum tentang pembangunan RDNK, mulai dari konstitusi

negara (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945)

hingga peraturan pelaksanaannya, dengan uraian sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

sebagaimana telah diamandemen sebanyak 4 (empat) kali

5

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa tujuan pembangunan

nasional adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mempercepat terwujudnya

tujuan pembangunan nasional dapat dilakukan melalui penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi (Iptek) termasuk Iptek nuklir.

UUD 1945 merupakan norma dasar (grundnorm) dalam kegiatan

memajukan Iptek nasional. Ketentuan UUD 1945 yang terkait

pelaksanaan program kegiatan RDNK adalah:

a. Pasal 28C menyatakan:

“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat

manusia”. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

memperhatikan hak warga negara untuk mendapatkan manfaat dari

ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Pasal 31 ayat (5) menyatakan:

“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk

memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dimaknai bahwa pemerintah

berkewajiban memajukan Iptek, agar dapat memberikan manfaat bagi

bangsa dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, kemajuan peradaban

dan kesejahteraan bangsa. BATAN sebagai salah satu lembaga

pemerintah turut bertanggung jawab atas terselenggaranya kemajuan

Iptek dalam hal ini pembangunan RDNK, sehingga BATAN akan selalu

mengupayakan gagasan terkait memajukan Iptek, khususnya Iptek nuklir,

6

dengan tetap berlandaskan pada ketentuan peraturan perundang-

undangan.

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

Undang-undang ini merupakan landasan formal (formell gezets)

BATAN dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan

penelitian dan pengembangan Iptek nuklir, khususnya terkait dengan

pembangunan dan pengoperasian RDNK. Ketentuan dalam Undang-

Undang Ketenaganukliran mengenai kewenangan BATAN sebagai Badan

Pelaksana diatur sebagai berikut:

a. Pasal 3 ayat (1) menyatakan:

Pemerintah membentuk Badan Pelaksana yang berada di bawah dan

bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang bertugas

melaksanakan pemanfaatan tenaga nuklir.

b. Pasal 13 ayat (1) menyatakan:

Pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning reaktor nuklir non

komersial dilaksanakan oleh Badan Pelaksana.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dimaknai bahwa BATAN

sebagai badan pelaksana, adalah satu-satunya lembaga pemerintah yang

diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melaksanakan

pemanfaatan tenaga nuklir. Pemanfaatan tenaga nuklir harus

memperhatikan asas pembangunan nasional, keselamatan, keamanan,

ketenteraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta

pemanfaatan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Diantara tugas-

tugas yang harus diemban oleh BATAN, salah satunya adalah

melaksanakan pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning reaktor

nuklir nonkomersial.

7

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.

Rencana pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, merupakan

penjabaran dari tujuan negara ke dalam visi, misi, dan arah pembangunan

nasional.

Undang-undang ini juga mengamanatkan PLTN beroperasi 2015-

2019 dengan persyaratan keamanan secara ketat. Ketentuan dalam

undang-undang ini yang mendasari pembangunan RDNK adalah:

a. Bab IV.1.2. Mewujudkan Bangsa yang Berdaya Saing

Huruf D. angka 32 berbunyi “Pembangunan sarana dan prasarana

energi dan ketenagalistrikan diarahkan pada pengembangan sarana

dan prasarana energi untuk meningkatkan akses dan pelayanan

konsumen terhadap energi melalui: ... (3) pengembangan diversifikasi

energi untuk pembangkit listrik yang baru terutama pada pembangkit

listrik yang berbasis batubara dan gas secara terbatas dan bersifat

jangka menengah agar dapat menggantikan penggunaan bahan bakar

minyak dan dalam jangka panjang akan mengedepankan energi

terbarukan, khususnya bioenergi, geothermal, tenaga air, tenaga angin,

tenaga surya, bahkan tenaga nuklir dengan mempertimbangkan

faktor keselamatan secara ketat”.

b. Bab IV.2.3. RPJM ke-3 (2015-2019) berbunyi: “… serta mulai

dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan

mempertimbangkan faktor keselamatan secara ketat”.

Kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggi adalah kunci bagi

tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Daya saing yang tinggi,

akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan globalisasi dan

mampu memanfaatkan peluang yang ada. Salah satu unsur yang

terpenting dalam mewujudkan daya saing bangsa adalah dengan

8

membangun infrastruktur yang maju, PLTN adalah suatu pembuktian

untuk mewujudkan itu semua. Dalam RPJM ke-3 (2015-2019) secara

tegas dinyatakan bahwa Pemerintah akan mulai memanfaatkan tenaga

nuklir untuk pembangkit listrik, dengan senantiasa mempertimbangkan

faktor keselamatan secara ketat.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan

Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir

Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir, yang

melandasi pembangunan RDNK adalah:

Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini menyatakan bahwa:

“Pembangunan, Pengoperasian, dan Dekomisioning Reaktor Daya

nonkomersial atau Reaktor Nondaya nonkomersial dilaksanakan oleh

BATAN”

Dalam Pasal ini kembali ditegaskan kewenangan BATAN dalam

melaksanakan pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning Reaktor

Daya nonkomersial atau Reaktor Nondaya nonkomersial, bahwa BATAN

diberi kuasa penuh dalam melaksanakan kegiatan ini, baik dengan

melibatkan pihak lain ataupun tidak.

5. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 tentang Badan Tenaga

Nuklir Nasional

Peraturan Presiden ini menjadi dasar hukum bagi BATAN untuk

menjalankan tugasnya sebagai Badan Pelaksana. Ketentuan ini merujuk

pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran,

sehingga dapat disimpulkan bahwa BATAN adalah satu-satunya lembaga

pemerintah yang dapat melaksanakan kegiatan pembangunan,

pengoperasian, dan dekomisioning reaktor nuklir nonkomersial.

9

6. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

Dalam Lampiran (Buku II) dijelaskan bahwa BATAN melaksanakan

penyiapan pembangunan PLTN dalam bentuk: (1) peningkatan

penguasaan teknologi PLTN untuk mewujudkan (deployment) PLTN

komersial; (2) peningkatan kapasitas SDM PLTN; (3) pelatihan

manajemen proyek untuk proyek PLTN komersial; dan (4) peningkatan

penerimaan publik terhadap PLTN. Penyiapan ini juga termasuk

meningkatkan kemampuan BATAN memproduksi bahan bakar nuklir dan

mengelola limbah nuklir PLTN.

Dalam Tabel 9.2 Sasaran RPJMN 2015-2019 Bidang Infrastruktur

disebut juga: “Pelaksanaan pilot project reaktor daya PLTN dengan

kapasitas sekitar 10 MW, beserta penyusunan roadmap, kelembagaan

dan sosialisasinya”.

Butir 6.6.7 Peningkatan Kapasitas Inovasi dan Teknologi: “Arah Kebijakan

dan Strategi di bidang energi, akan dimulai pembangunan Pembangkit

Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), serta inovasi dan layanan Teknologi

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) berskala kecil (100 kW – 5

MW)”;

Butir 6.7.3. Kedaulatan Energi: “Sasaran peningkatan bauran energi baru

dan terbarukan (EBT) terdiri atas: ... (iii) pelaksanaan pilot project reaktor

daya PLTN dengan kapasitas sekitar 10 MW (iv) ...”.

Berdasarkan hal tersebut di atas, terlihat bahwa pemerintah sudah

fokus terhadap pembangunan PLTN yang secara tegas dinyatakan dalam

arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional sebagaimana tertuang

dalam RPJMN 2015 - 2019. Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah

10

untuk melakukan persiapan pembangunan PLTN termasuk didalamnya

untuk memproduksi bahan bakar nuklir dan mengelola limbah nuklir PLTN.

B. Peraturan Perundang-Undangan Lain terkait RDNK

Berkaitan dengan pembangunan RDNK yang akan dilaksanakan

oleh BATAN, perlu juga memperhatikan ketentuan peraturan perundang-

undangan lain terkait dengan pembangunan RDNK diantaranya sebagai

berikut:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional

Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi;

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi;

4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan

Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2009 tentang Batas

Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan

dan Keamanan Instalasi Nuklir;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2013 tentang Pengelolaan

Limbah Radioaktif;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan

Energi Nasional;

13. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

11

14. Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2012 tentang Pertanggung

jawaban Kerugian Nuklir;

15. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang

Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 7 Tahun

2013 tentang Nilai Batas Radioaktivitas di Lingkungan; dan

17. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 3 Tahun

2014 tentang Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan di Bidang Ketenaganukliran.

C. Pertimbangan Yuridis

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang telah diuraikan

di atas bahwa rencana pembangunan RDNK yang menjadi keputusan

BATAN telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan program pembangunan nasional yang telah dicanangkan

oleh pemerintah, dengan pertimbangan yuridis sebagai berikut:

1. Kesesuaian dengan Konstitusi

Bahwa rencana pembangunan RDNK telah sesuai dengan tujuan

pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan, Pasal

28C dan Pasal 31 ayat (5) UUD 1945 sebagaimana telah diamandemen

sebanyak 4 (empat) kali yang merupakan norma dasar (grundnorm)

dalam memajukan kegiatan Iptek nasional.

2. Kesesuaian dengan Undang-Undang sebagai landasan formal

Langkah BATAN yang berinisiatif melakukan pembangunan RDNK telah

sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran yang

merupakan landasan formal (formell gezets) BATAN dalam

melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan penelitian dan

pengembangan Iptek nuklir. Langkah BATAN melakukan pembangunan

12

RDNK untuk menunjukkan bahwa teknologi nuklir adalah aman dan

bermanfaat bagi pemangku kepentingan di Indonesia, sehingga nantinya

dapat menerima PLTN yang telah menjadi program pembangunan

nasional sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

2005 - 2025.

3. Kesesuaian dengan Peraturan Pelaksana di bawah Undang-Undang

Kewenangan BATAN untuk melakukan pembangunan RDNK telah

sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun

2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir

juncto Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 tentang Badan Tenaga

Nuklir Nasional, yang memberikan landasan untuk BATAN dalam

melaksanakan pembangunan RDNK dengan tetap memperhatikan

peraturan teknis terkait sebagaimana diuraikan dalam Subbab Peraturan

Perundang-Undangan Lain terkait RDNK di atas.

13

BAB III

LANDASAN SOSIOLOGIS PEMBANGUNAN RDNK

A. Kesesuaian Kepentingan Pemerintah dan Masyarakat

Tujuan dari suatu kegiatan pembangunan pasti memiliki nilai

manfaat bagi bangsa dan negara, utamanya bagi masyarakat luas.

Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa pada tahun 2015-

2019 BATAN akan membangun RDNK di Kawasan Puspiptek Serpong,

Tangerang Selatan. Tujuan pembangunan RDNK secara khusus adalah

untuk meningkatkan penguasaan teknologi Bangsa Indonesia dalam

merencanakan, mendesain, membangun, mengoperasikan dan merawat

reaktor nuklir untuk pembangkit listrik. Tujuan yang lebih luas adalah

meyakinkan kepada seluruh elemen masyarakat bahwa energi nuklir layak

dan aman digunakan untuk membangun kemandirian listrik secara

nasional. Dengan penguasaan teknologi PLTN diharapkan pemerintah

dapat memenuhi kebutuhan listrik dengan harga yang murah untuk

masyarakatnya. Keberadaan fasilitas dengan teknologi canggih

diharapkan juga akan memberikan dampak positif bagi generasi muda di

sekitarnya untuk lebih termotivasi meraih pendidikan yang tinggi, sehingga

bisa melibatkan diri pada aktivitas tersebut.

Sebagaimana lazimnya terjadi, setiap ada aktivitas pembangunan

yang bersifat mega proyek maka akan berpotensi menimbulkan dampak

secara sosial. Pembangunan RDNK yang direncanakan berlokasi di area

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong

juga dimungkinkan berpotensi menimbulkan dampak sosiologis terhadap

masyarakat yang tinggal di sekitar Puspiptek dan lebih luas lagi kepada

masyarakat yang tinggal di wilayah Kota Tangerang Selatan, Kabupaten

Bogor, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. Dampak sosial yang

mungkin terjadi bisa dalam bentuk kekhawatiran terhadap resiko radiasi

dan terjadinya kecelakaan, benturan budaya antara masyarakat lokal

14

dengan pekerja pendatang, ketidaknyamanan pada saat proses

pembangunan atau konflik sosial secara horisontal karena ada

masyarakat yang tidak dilibatkan dalam proses pembangunan.

Terhadap adanya perbedaan interpretasi antara BATAN sebagai

pemrakarsa pembangunan dan masyarakat yang akan menerima dampak

pembangunan tersebut harus dilakukan pendekatan agar tercapai

pemahaman yang sama. Masyarakat harus diberi penjelasan yang

lengkap tentang tujuan dan manfaat dari pembangunan RDNK.

Oleh karena itu, perlu dilakukan rekayasa sosial (social

engineering) secara menyeluruh kepada setiap segmen masyarakat

terutama kepada masyarakat di sekitar Puspiptek, sejak proses

perencanaan, pelaksanaan, hingga setelah pelaksanaan pembangunan

RDNK. Konsep rekayasa bukan dalam bentuk manipulasi yang kemudian

menciptakan subordinasi masyarakat atas kepentingan pembangunan,

atau bahkan manipulasi kepentingan masyarakat yang semata-mata demi

kepentingan negara, akan tetapi lebih ditekankan pada pola

pemberdayaan yang menciptakan posisi kesetaraan antara kepentingan

dan kognisi masyarakat lokal di satu pihak dan proses pembangunan di

pihak lain. Rekayasa sosial dapat juga dilakukan dengan sebanyak-

banyaknya melibatkan masyarakat (stakeholder involvement) untuk

menimbulkan rasa memiliki yang tinggi terhadap pembangunan tersebut.

Keterlibatan tidak hanya diartikan secara fisik sebagai pekerja tetapi juga

bisa meliputi saran atau pendapat dan dukungan untuk menyukseskan

pembangunan RDNK.

Proses partisipasi yang saling menguntungkan dalam konteks

pembangunan RDNK akan mampu mendiskripsikan beberapa penjelasan,

yaitu:

a. Pembangunan diharapkan berimplikasi positif kepada masyarakat, baik

menyangkut manusia dan lingkungan;

15

b. Hubungan antara proyek pembangunan dan nilai tambah yang didapat

oleh masyarakat idealnya berimbang;

c. Untuk mencapai keberimbangan dalam proses pembangunan baik

perencanaan, pelaksanaan, maupun paska pembangunan diharapkan

bisa berjalan atas dasar saling menghormati dan saling memberi ruang,

dan tercipta titik temu atas kepentingan bersama.

Rencana pemerintah untuk membangun PLTN di Indonesia

mengalami proses yang panjang. PLTN sudah mulai digagas sejak tahun

1970-an oleh para ahli dari berbagai perguruan tinggi ternama di

Indonesia, diantaranya Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung

dan Universitas Gadjah Mada, dengan menyampaikan usulan kepada

pemerintah agar Indonesia membangun PLTN untuk menjamin

pemenuhan kebutuhan pasokan listrik dalam jangka panjang. Usulan

tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Komisi Persiapan

Pembangunan PLTN (KP2PLTN) pada tahun 1972.

Namun dalam perkembangannya, keinginan tersebut belum

terwujud sampai sekarang. Berbagai kendala dihadapi oleh Pemerintah

yang menyebabkan program tersebut terhambat. Berbagai isu

dikembangkan oleh kelompok yang tidak setuju dengan PLTN, dan oleh

media yang lebih banyak menginformasikan nuklir dari aspek negatifnya.

Isu yang berkembang lebih menyoroti terhadap kemampuan bangsa

Indonesia dalam menguasai teknologi nuklir, tingkat kedisiplinan Sumber

Daya Manusia (SDM) yang masih rendah, permasalahan korupsi yang

bisa menurunkan tingkat keselamatan dan kemampuan dalam pendanaan

hingga dampak kecelakaan yang dapat ditimbulkan.

Isu tersebut pada akhirnya yang lebih dipercayai oleh masyarakat,

sehingga setiap kali dilaksanakan diskusi selalu berakhir dengan

kesimpulan bahwa Indonesia belum layak untuk membangun PLTN.

Diseminasi pemanfaatan tenaga nuklir untuk energi dilakukan pemerintah

16

dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat tentang perlunya

Indonesia memiliki PLTN. Strategi komunikasi telah dilaksanakan

pemerintah untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat Indonesia

yang sangat beragam. Sampai saat ini penolakan terhadap pembangunan

PLTN masih ada melalui berbagai bentuk, berupa seminar, tulisan,

kelompok diskusi dan demonstrasi anti pembangunan PLTN.

Tipikal masyarakat Indonesia yang tidak mudah percaya sebelum

melihat bukti nyata menyebabkan sulitnya pemerintah meyakinkan

masyarakat terhadap kemanfaatan pembangunan PLTN. Hal tersebut

perlu adanya bukti nyata yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat

akan kegunaan dan manfaat PLTN.

Untuk menjawab keraguan masyarakat terhadap PLTN, pemerintah

melalui BATAN merencanakan membangun RDNK berskala kecil.

Keberadaan RDNK diharapkan bisa menjadi sarana edukasi dan

diseminasi kepada semua pihak yang masih memiliki rasa khawatir dan

takut terhadap dampaknya. Selain itu, RDNK juga bisa menjadi fasilitas

penguatan kompetensi SDM dalam pembangunan dan pengoperasian

reaktor sebagai pembangkit listrik dan sekaligus sebagai sarana

meningkatkan kemampuan dalam membangun PLTN dengan skala besar

untuk tujuan komersial.

B. Kesesuaian Kepentingan antar Generasi

Kondisi kelistrikan di Indonesia selalu dibayang-bayangi oleh

ketidakcukupan dalam penyediaan, ketergantungan dengan bahan bakar

fosil, dan kian terbatasnya cadangan sumberdaya energi yang ada. Hal

tersebut kemudian mendatangkan kekhawatiran pada generasi

mendatang yang akan mewarisi masalah akibat dari kesalahan generasi

sebelumnya dalam menetapkan kebijakan energi.

17

Pembangunan RDNK merupakan sasaran antara yang dapat

dilakukan sebelum pemerintah menetapkan kebijakan penggunaan tenaga

nuklir untuk pembangkit listrik dengan skala besar. Dengan cara itulah

bangsa Indonesia akan mampu menyelesaikan permasalahan kelistrikan

untuk memenuhi kebutuhan bagi pembangunan nasional yang akan

dilaksanakan oleh generasi mendatang.

Kondisi sosiologis masyarakat Indonesia terhadap pembangunan

PLTN di Indonesia didasarkan pada banyak aspek, yaitu teknologi dan

keselamatan, ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, lingkungan dan

politik.

a. Aspek Teknologi dan Keselamatan

Ditinjau dari aspek teknologi, PLTN bagi kebanyakan masyarakat

masih dianggap teknologi hitam (black technology), dalam arti lebih

banyak menyebabkan kerugian daripada keuntungan. Selama ini yang

mereka tahu, lihat dan dengar dari berbagai informasi yang ada

kebanyakan bernuansa negatif saja, yaitu berupa kerusakan yang

diakibatkan bom atom seperti di Hiroshima dan Nagasaki, kerusakan

dan bahaya radiasi akibat kecelakaan PLTN Chernobyl Rusia dan

Fukushima Jepang.

Selain itu, dari aspek keselamatan masyarakat masih memandang

PLTN adalah teknologi tinggi dan para ahli nuklir Indonesia belum

mampu menguasainya. Hal tersebut akan mengakibatkan adanya

ketergantungan kepada pihak asing karena sebagian besar komponen

PLTN masih akan dipasok dari luar negeri.

b. Aspek Budaya

Secara umum masyarakat Indonesia masih minim pemahamannya

mengenai nuklir. Rendahnya pemahaman tersebut, maka nuklir lebih

mudah hadir dalam sosok yang menakutkan. Pernyataan rasa takut

seperti itu, dapat dilihat sebagai pernyataan di depan panggung (front

stage), karena itu perlu dicari penjelasan nalarnya di balik panggung

(back stage). Perasaan lebih mengedepankan rasa takut atas

18

musibah yang mungkin terjadi daripada keuntungan atau kemajuan

yang bisa diperoleh, merupakan prototip budaya petani yang

jumlahnya masih sekitar 80 % dari seluruh penduduk Indonesia.

Dalam budaya petani tradisional, cenderung mengutamakan selamat

(safety first) meskipun tidak berbuat apa-apa, daripada ada inovasi

baru tetapi beresiko. Kata beresiko merupakan kata kunci yang

dipakai oleh berbagai kalangan masyarakat untuk melihat sisi negatif

PLTN.

c. Aspek Ekonomi

Dari aspek ekonomi, masyarakat mempertanyakan apakah dengan

adanya PLTN yang dibangun di daerahnya, warga masyarakat dan

pemerintah daerah akan mendapatkan keuntungan. Selanjutnya kalau

terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada PLTN, siapa yang harus

bertanggung jawab.

d. Aspek Sosial dan Keagamaan

Dari aspek sosial, masyarakat Indonesia mempertanyakan kalau

PLTN dibangun, apakah pembangunan PLTN itu berdampak positif

atau sebaliknya, apakah PLTN membawa berkah atau musibah,

apakah pembangunan PLTN akan menimbulkan konflik sosial. Konflik

sosial biasanya muncul selama pembebasan tanah dari masyarakat

ke pemilik PLTN, ada ketidakpastian terkait dengan tempat tinggal

baru setelah pembebasan tanah dan mungkin konflik sosial akan

muncul dari sebab-sebab lain terkait pembangunan PLTN diantaranya

masalah tenaga kerja.

Dari sisi tenaga kerja, bagaimana dengan kesempatan yang bisa

diperoleh oleh warga masyarakat sekitar. Apakah masyarakat sekitar

hanya menjadi penonton atau bisa terlibat di dalamnya. Selain itu,

pembangunan PLTN akan melibatkan sumber daya manusia dari

berbagai tingkat keahlian, dari jenis pekerjaan yang sederhana hingga

yang memerlukan keahlian tinggi. Orang yang tidak mempunyai

keahlian biasanya direkrut dari pekerja lokal dan mendapatkan

penghasilan yang rendah. Tetapi pekerja yang terdidik mungkin

19

sebagian direkrut dari orang lokal dan paling banyak adalah pekerja

pendatang yang akan mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Perbedaan

penghasilan antara pekerja lokal dan pendatang ini bisa menimbulkan

masalah serius yang selanjutnya akan menimbulkan konflik sosial di

masyarakat.

Selain itu, dengan adanya PLTN akan terjadi perpindahan manusia

mendekati pembangkit yang akan menyebabkan peningkatan

kepadatan penduduk dan akan menimbulkan perubahan perilaku

masyarakat dan kerawanan sosial berupa konflik dan kriminalitas.

Dari aspek keagamaan, banyak masyarakat yang berprasangka buruk

(su’udzon), bahwa dengan keberadaan PLTN akan menyebabkan

perubahan di daerah sekitar PLTN yang bersifat negatif yang akan

mengganggu atau mengurangi kerelijiusan masyarakat lokal.

Bagaimana pula dengan dampak terhadap budaya masyarakat

setempat dengan kehadiran orang-orang asing (yang tidak

sepenuhnya positif).

e. Aspek Lingkungan

Dari aspek lingkungan, masyarakat mempertanyakan dampak

lingkungan PLTN, seperti pencemaran tanah, air dan udara. Adakah

jaminan bahwa PLTN tidak merusak kondisi lingkungan. Masyarakat

memiliki gambaran seperti halnya terjadi di PLTN Fukushima Jepang.

Masyarakat melihat Jepang adalah sebuah negara yang terkenal

dengan kedisiplinan, negara yang mempunyai budaya penanganan

bencana yang sangat siap serta sistem peringatan dini yang sangat

handal, namun masih menghadapi kesulitan dalam mengatasi

masalah tersebut.

20

f. Aspek Politik

Penolakan masyarakat terhadap rencana pembangunan PLTN di

Indonesia telah dimanfaatkan oleh berbagai pihak, diantaranya dari

unsur partai politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik di

tingkat nasional maupun daerah. Seringkali isu PLTN dijadikan

sebagai sarana untuk merebut hati masyarakat demi kepentingannya

sendiri. Isu yang banyak dihembuskan dari segi negatifnya ini akan

lebih dipercaya oleh masyarakat.

Dari keenam aspek di atas pembangunan RDNK dapat

memberikan jawaban terhadap seluruh masalah yang belum dipahami

masyarakat. RDNK adalah bentuk PLTN mini yang dapat menunjukkan

kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa bangsa Indonesia mampu

menguasai teknologinya dan dapat dijadikan pijakan keyakinan bahwa

Indonesia sangat memerlukan demi kelangsungan pembangunan yang

berkelanjutan antar generasi.

C. Kesesuaian Kepentingan Ekosistem

Berdasarkan kebijakan nasional yang telah ditetapkan diuraikan

bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan tidak diperbolehkan

mengganggu keseimbangan ekosistem lingkungan. Dengan kata lain,

pembangunan yang dilaksanakan harus tetap mempertahankan

kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, aspek-aspek yang terkait dengan

kelestarian lingkungan harus mendapatkan perhatian yang sangat penting

dalam perencanaan pembangunan RDNK.

Sesuai dengan mandat yang telah ditetapkan pada Peraturan

Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan

Pemanfaatan Bahan Nuklir, semua ketentuan mengenai

pembangunan/konstruksi dan operasi reaktor nuklir harus dipenuhi untuk

memperoleh izin pembangunan dan operasi fasilitas nuklir.

21

Perencanaan pembangunan dan pengembangan RDNK

memerlukan dukungan data dan informasi kewilayahan

(keruangan/spasial) yang komprehensif dan mutakhir. Salah satu data dan

informasi kewilayahan yang sangat penting adalah Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) kawasan sekitar RDNK. Informasi ini sangat penting dan

menjadi bagian pertimbangan perencanaan sebelum pelaksanaan

pembangunan dan pengembangan RDNK. RTRW akan memberikan

arahan pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu atau memberikan

dampak yang buruk terhadap ekosistem yang telah ada, yang selanjutnya

dapat digunakan untuk berbagai macam analisis seperti dampak bencana

(hazard assessment) dari RDNK, termasuk analisis lain ketika arahan

pemanfaatan ruang ini diintegrasikan dengan data spasial lain seperti

administrasi dan penggunaan lahan yang kemudian dapat dilanjutkan

pada analisis distribusi sebaran integrasi informasi dari tiap wilayah

tersebut. Selain itu, informasi kesesuaian dengan penataan ruang

diperlukan sebagai salah satu persyaratan administratif izin tapak RDNK

di BAPETEN.

Daerah terpilih untuk dibangun RDNK yang selanjutnya disebut

”daerah tapak”, adalah kawasan Puspiptek Serpong di wilayah Kelurahan

Muncul, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.

Pembangunan RDNK direncanakan terletak di wilayah Kota

Tangerang Selatan, dan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor.

Sebagai gambaran, radius dari lokasi RDNK dibagi menjadi tiga yaitu

radius 10 km, radius 15 km, dan radius 20 km. Setiap radius dari lokasi

RDNK mencakup wilayah yang berbeda-beda, berikut merupakan radius

dari lokasi RDNK beserta cakupan wilayah:

Radius 10 km : Kabupaten Bogor, Kota Depok Provinsi Jawa Barat; Kota

Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang Provinsi

Banten.

22

Radius 15 km : Kabupaten Bogor, Kota Depok Provinsi Jawa Barat; Kota

Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang Provinsi

Banten; Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta.

Radius 20 km : Kabupaten Bogor, Kota Depok Provinsi Jawa Barat; Kota

Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang Provinsi

Banten; Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Barat Provinsi

DKI Jakarta.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

menetapkan bahwa kawasan yang termasuk dalam kawasan strategis

adalah kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan

keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, pendayagunaan

sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung

lingkungan hidup.

a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan,

antara lain, adalah kawasan perbatasan negara, termasuk pulau kecil

terdepan/kawasan pesisir, dan kawasan latihan militer;

b. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi,

antara lain, adalah kawasan metropolitan, kawasan ekonomi khusus,

kawasan pengembangan ekonomi terpadu, kawasan tertinggal, serta

kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas;

c. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya, antara

lain, adalah kawasan adat tertentu, kawasan konservasi warisan

budaya, termasuk warisan budaya yang diakui sebagai warisan dunia.

d. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber

daya alam dan/atau teknologi tinggi, antara lain adalah kawasan

pertambangan minyak dan gas bumi termasuk pertambangan minyak

dan gas bumi lepas pantai, serta kawasan yang menjadi lokasi

instalasi tenaga nuklir;

e. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung

lingkungan hidup, antara lain, adalah kawasan perlindungan dan

23

pelestarian lingkungan hidup, termasuk kawasan yang diakui sebagai

warisan dunia seperti Taman Nasional Ujung Kulon.

Menurut Pasal 79 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kawasan strategis

nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam

dan/atau teknologi tinggi ditetapkan dengan kriteria:

a. diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis

nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir;

b. memiliki sumber daya alam strategis nasional;

c. berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa;

d. berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau

e. berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

Oleh sebab itu, Kawasan Puspiptek Serpong yang menjadi lokasi

penggunaan teknologi tinggi strategis termasuk pusat pengendalian

tenaga atom dan nuklir, memenuhi kriteria sebagai Kawasan Strategis

Nasional.

1. Tata Ruang Provinsi Banten

Menurut Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 2 Tahun

2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2010 -

2030, Kawasan Puspiptek Serpong termasuk kawasan strategis nasional

ditinjau dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam

dan/atau teknologi tinggi, karena kawasan yang menjadi lokasi instalasi

tenaga nuklir.

Dalam penentuan Kawasan Strategis Pendayagunaan Sumber

Daya Alam dan/atau Teknologi Tinggi dilakukan dengan strategi

mengembangkan kegiatan penunjang dari pemanfaatan sumber daya dan

teknologi tinggi, meningkatkan keterkaitan kegiatan pemanfaatan sumber

24

daya dan teknologi dengan kegiatan penunjang, mencegah dampak

negatif pemanfaatan sumber daya dan teknologi tinggi terhadap fungsi

lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat.

Provinsi Banten telah menetapkan kawasan strategis dari sudut

kepentingan Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan/atau Teknologi

Tinggi seperti terlihat pada Gambar 1, diantaranya adalah Kawasan

Puspiptek Serpong di Kota Tangerang Selatan.

Gambar 1. Peta Rencana Kawasan Strategis Provinsi Banten

2. Tata Ruang Kota Tangerang Selatan

Menurut Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang Selatan Nomor

15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota

Tangerang Selatan Tahun 2011 – 2031 pada Bab V, penetapan Kawasan

Strategis Kota, Kota Tangerang Selatan ditetapkan termasuk kawasan

strategis Provinsi sebagai kawasan strategis dari sudut kepentingan

pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi di Puspiptek

pada Kecamatan Setu.

25

Pada Gambar 2 ditunjukkan peta rencana pola ruang Kota

Tangerang Selatan tahun 2011 – 2031.

Gambar 2. Peta Rencana Pola Ruang Pemerintah Kota Tangerang Selatan

Kota Tangerang Selatan sendiri berbatasan dengan 5 (lima)

wilayah, yaitu:

1. Provinsi DKI Jakarta;

2. Kabupaten Tangerang;

3. Kabupaten Bogor;

4. Kota Tangerang; dan

5. Kota Depok.

3. Master Plan Pengembangan Kawasan Puspiptek

Kementerian Riset dan Teknologi RI sebagai pengelola kawasan

Puspiptek telah mengeluarkan Keputusan Menteri Riset dan Teknologi

Nomor 20/M/Kp/IV/2014 tentang Master Plan Revitalisasi Pusat Penelitian

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Pengembangan Indonesia Science

and Technology Park (I-STP).

26

Puspiptek memiliki visi kedepan “Menjadi Pusat Iptek dan Inovasi

Kelas Dunia di Tahun 2025”. Untuk mencapai visi tersebut, konsep

revitalisasi Puspiptek dan pengembangan I-STP diarahkan pada 5 (lima)

fungsi yaitu:

1. Menjadi pusat penguasaan dan pengembangan Iptek nasional

(center of excellence);

2. Menjadi pusat pelayanan pengembangan produk nasional;

3. Menjadi pusat alih teknologi dan pusat informasi Iptek (advokasi

teknologi, pelayanan teknologi, difusi, diseminasi dan komersialisasi

teknologi);

4. Menjadi pusat pengembangan kewirausahaan berbasis teknologi

(technopreneurship) dan inkubasi industri baru/Usaha Kecil

Menengah dan Koperasi (UKMK) berbasis teknologi (inkubator bisnis

teknologi, klaster inovasi);

5. Menjadi pusat pendidikan dan pelatihan untuk SDM industri.

Pada pengembangannya untuk mendukung 5 (lima) fungsi

tersebut, maka beberapa fasilitas yang direncanakan diantaranya adalah

BATAN merencanakan membangun RDNK. Sesuai Peta Pengembangan

Kawasan Puspiptek yang ditunjukkan pada Gambar 3, tempat lokasi

pembangunan RDNK telah ditentukan (A).

27

Gambar 3. Peta Pengembangan Kawasan Puspiptek

Terhadap kepentingan ekosistem yang saat ini telah ada dan

perkembangannya dikemudian hari serta dengan memperhatikan RTRW

di wilayah Tangerang Selatan pada khususnya dan Provinsi Banten pada

umumnya, pembangunan RDNK diharapkan dapat memberikan gambaran

kepada masyarakat bahwa RDNK itu aman dan tidak memberikan

dampak yang buruk terhadap keberlangsungan ekosistem yang telah ada,

sehingga nantinya dapat memberikan keyakinan kepada masyarakat

bahwa apabila RDNK dibangun di Indonesia tidak akan merusak bagi

keberlangsungan ekosistem di wilayah atau lokasi pembangunan.

D. Pertimbangan Sosiologis

Berdasarkan uraian di atas, secara ringkas pertimbangan sosiologis

dalam pembangunan RDNK ini adalah:

a. Pembangunan dan pengoperasian RDNK mampu memberikan rasa

aman, meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran dan meningkatkan

capaian budaya Iptek Nuklir;

b. Pembangunan RDNK dapat meyakinkan kepada pemerintah, DPR,

penentu kebijakan energi dan pemangku kepentingan lainnya bahwa

RDNK dapat dioperasikan secara aman dan tidak menimbulkan resiko

negatif sebagaimana banyak ditakutkan kebanyakan masyarakat,

sehingga persepsi dan penerimaan publik terhadap pemanfaatan

tenaga nuklir untuk energi (PLTN) semakin meningkat;

c. Pembangunan RDNK mampu menyerap tenaga kerja yang cukup

besar, dan dapat menggerakkan roda perekonomian serta

meningkatkan kemampuan SDM dalam mendesain, membangun,

mengoperasikan, dan merawat reaktor daya, sekaligus sebagai

pembuktian penguasaan teknologi nuklir oleh putra putri bangsa

Indonesia;

d. Pembangunan RDNK aman dan tidak memberikan dampak yang

buruk terhadap keberlangsungan ekosistem yang telah ada, sehingga

nantinya dapat memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa

28

apabila PLTN dibangun di Indonesia tidak akan merusak bagi

keberlangsungan ekosistem di wilayah atau lokasi pembangunan;

e. Pembangunan RDNK akan mendorong kontribusi industri domestik

melalui penggunaan komponen produksi dalam negeri;

f. Energi nuklir mempunyai peranan penting dalam mendukung

pembangunan nasional, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

meningkatkan daya saing bangsa;

g. Pengembangan RDNK kedepan diharapkan menjadi master PLTN

Indonesia yang dapat memberikan dampak yang lebih luas dan

merata untuk mengurangi kesenjangan antar daerah, kelayakan harga

(affordability) bagi semua warga negara, ketersediaan listrik baik

generasi saat ini maupun yang akan datang, dan perlindungan

terhadap keselamatan lingkungan;

h. Unjuk kerja SDM Indonesia dalam mendesain, membangun dan

mengoperasikan RDNK akan meningkatkan kepercayaan masyarakat

terhadap kemampuan bangsa sendiri dalam mengelola teknologi

canggih;

i. Kemampuan dalam menguasai teknologi canggih akan mendatangkan

rasa bangga sebagai bangsa Indonesia yang bisa bersaing dengan

negara lain;

j. Keberadaan RDNK akan dapat memotivasi generasi muda untuk

mengambil bagian dalam pengembangan dirinya di dalam bidang

keilmuan nuklir.

29

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS PEMBANGUNAN RDNK

A. Kewenangan Mengambil Keputusan Terhadap RDNK

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

Ketenaganukliran dan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013 tentang

Badan Tenaga Nuklir Nasional, BATAN berwenang melaksanakan tugas

pemerintahan dibidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan

tenaga nuklir sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BATAN menyelenggarakan

fungsi, diantaranya adalah:

pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian,

pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir, dan

fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di

bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir.

Oleh sebab itu, secara filosofis BATAN mempunyai kewenangan

dalam pengambilan keputusan terkait penelitian, pengembangan dan

pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia.

Saat ini BATAN sedang merencanakan untuk membangun RDNK

yakni reaktor riset yang dapat menghasilkan daya listrik atau panas.

Pembangunan RDNK berkapasitas kecil ini menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dengan rencana pemerintah untuk membangun PLTN

berkapasitas besar. Dengan kata lain, pembangunan RDNK ini sebagai

batu loncatan untuk pembangunan PLTN. Salah satu tujuan dibangunnya

RDNK ini adalah untuk meyakinkan kepada pemerintah, DPR, penentu

kebijakan energi dan pemangku kepentingan lainnya termasuk

masyarakat luas bahwa RDNK dapat dioperasikan secara aman dan tidak

menimbulkan resiko negatif sebagaimana ditakutkan kebanyakan

30

masyarakat, sehingga persepsi dan penerimaan publik terhadap PLTN

semakin meningkat.

Kewenangan BATAN dalam pengambilan keputusan untuk

membangun RDNK didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

1. Jaminan Keamanan Pasokan Energi Nasional

Energi merupakan bagian penting yang tak terpisahkan dari

kehidupan manusia, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

menyatakan bahwa permasalahan energi merupakan salah satu

permasalahan dunia yang harus diantisipasi sejak dini disamping

permasalahan pangan dan air. Pertumbuhan ekonomi, penduduk, dan

industri serta peningkatan kualitas hidup seiring dengan perkembangan

jaman tidak bisa dilepaskan dari peran energi. Energi merupakan

infrastruktur utama dan urat nadi bagi tumbuh berkembangnya ekonomi

suatu bangsa.

Indonesia, sebagai negara yang sedang dan terus melaksanakan

pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya

tidak terlepas dari kebutuhan akan energi. Oleh karenanya pemerintah

berkewajiban untuk menjamin keamanan pasokan energi (security of

supply) yang diperlukan agar pembangunan berkelanjutan tersebut tetap

terlaksana, hingga tercapainya cita-cita bangsa yakni makmur yang

berkeadilan dan adil yang berkemakmuran.

Indonesia memiliki sumber daya energi yang beragam, namun

perlu disadari bahwa bangsa ini tidak boleh “terninabobokkan” oleh

nyanyian bahwa Indonesia adalah kaya raya. Bangsa ini harus bangkit

dan sadar bahwa sumber daya energi yang ada, tidak tak terbatas. Saat

ini pasokan energi sangat tergantung pada energi fosil (gas, minyak dan

batubara), yakni lebih dari 95% yang tidak lama lagi akan segera habis.

31

Maka harus segera dikembangkan penggunaan sumber daya energi lain

agar memberikan jaminan pasokan yang juga menjamin pembangunan

yang berkelanjutan (sustainable development).

Perlu menjadi catatan bahwa dalam permasalahan energi, yang

harus diperhatikan tidak hanya penyediaan energinya, akan tetapi juga

dari sisi penguasaannya harus terus dikembangkan. Perlu disadari bahwa

penguasaan energi merupakan cerminan kekuatan suatu bangsa (power

of nation). Hal ini bisa dipahami bahwa sumber daya energi yang kita miliki

tanpa adanya penguasaan akan sumber daya tersebut, maka negara dan

bangsa ini akan terus bergantung kepada negara dan bangsa lain. Cermin

penguasaan akan sumber daya energi adalah bagaimana pengelolaan

energi tersebut dilakukan dan tertuang dalam peraturan yang ada.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi,

menyebutkan bahwa Pemerintah menetapkan Kebijakan Energi Nasional

(KEN), yang mengatur antara lain pengelolaan energi yang berdasarkan

prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna

terciptanya kemandirian dan ketahanan energi nasional.

Sebagai pelaksanaan undang-undang tersebut, Pemerintah telah

menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang

Kebijakan Energi Nasional. Di dalam KEN tersebut, ditetapkan target

bauran energi nasional dan diharapkan dapat dicapai secara optimal,

seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Bauran Energi Nasional sampai dengan Tahun 2050

(Sumber: Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional)

32

Pada tahun 2025, peran energi baru dan energi terbarukan ditargetkan

minimal dapat mencapai 23% dari total bauran energi primer nasional, dan

pada tahun 2050 paling sedikit naik menjadi 31% sepanjang

keekonomiannya terpenuhi. Sedangkan peran minyak bumi harus

diturunkan ke bawah level 25% pada tahun 2025, dan pada tahun 2050

diturunkan lagi menjadi 20%. Peran batubara harus mencapai minimal

30% pada tahun 2025 dan pada tahun 2050 minimal 25%. Pada tahun

2025 peran gas bumi harus dinaikkan menjadi minimal 22% dan pada

tahun 2050 naik menjadi minimal 24%.

Penetapan kebijakan energi tersebut merupakan upaya untuk tetap

memberikan usaha pengelolaan dan penyediaan energi, baik dengan

upaya memaksimalkan konservasi energi maupun dengan mendorong

kebijakan diversifikasi sumber daya energi, demikian pula untuk energi

listrik.

Listrik merupakan bentuk energi yang banyak dimanfaatkan untuk

kehidupan manusia dan merupakan infrastruktur bagi pertumbuhan

ekonomi suatu bangsa. Ketersediaan energi listrik yang cukup dan

terjangkau akan mendorong tumbuhnya sektor ekonomi yang ada.

Bahkan dengan listrik yang murah akan mampu memberikan dorongan

inovasi bagi pelaku industri dan ekonomi sehingga akan meningkatkan

daya saing bangsa.

Tahun 2015 Indonesia membuka pintu dan memasuki kawasan

perdagangan bebas Asean-China (Asean-China Free Trade Area

(ACFTA)). Persaingan perdagangan bebas seperti ini hanya akan

dimenangkan oleh negara dan bangsa yang memiliki daya saing tinggi

pada segala lini sektor ekonomi. Untuk itu jaminan ketersediaan energi,

khususnya energi listrik yang mampu mendorong inovasi dan

meningkatkan daya saing menjadi faktor penting yang harus dijamin

keamanan pasokannya. Disamping itu ketersediaan energi listrik juga

33

menjadi prasyarat bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di

berbagai sektor.

Disadari bahwa penyediaan dan pembangunan infrastruktur bidang

ketenagalistrikan memerlukan investasi yang besar. Saat ini belum semua

rakyat Indonesia bisa menikmati listrik. Harga listrik belum dapat mencapai

harga keekonomian, dan masih diperlukan subsidi yang sangat besar

sehingga membebani anggaran negara, meski secara bertahap

pemerintah mulai melepaskan subsidi tersebut. Di sisi lain, untuk

mengimbangi pertumbuhan penduduk dan ekonomi serta mencapai target

peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperlukan peningkatan

pasokan energi, khususnya listrik.

Permasalahan sektor penyediaan tenaga listrik yang masih

dihadapi saat ini, antara lain:

a. Rasio elektrifikasi nasional tahun 2014 sebesar 84,35%, bahkan

seperti ditunjukkan pada Gambar 5, di wilayah timur Indonesia rasio

elektrifikasinya masih rendah (NTB 68,05%, NTT 58,91% dan

Sultra 66,78%), dan sangat rendah (Papua 43,46%);

b. Kekurangan pasokan listrik masih terdapat di beberapa daerah

bahkan ada daerah terpaksa mengimpor listrik (Provinsi Kalimantan

Barat dari Serawak);

c. Penggunaan energi fosil masih sangat dominan dalam

pembangkitan listrik, salah satunya adalah Pembangkit Listrik

Tenaga Diesel, sehingga ketergantungan terhadap Bahan Bakar

Minyak (BBM) masih sangat besar yang berdampak pada besarnya

subsidi. Di sisi lain, penggunaan energi fosil ini akan menyebabkan

peningkatan pemanasan global akibat meningkatnya emisi gas

rumah kaca;

d. Pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan (hidro,

biomassa dan geotermal) belum dapat mengejar pertumbuhan

kebutuhan listrik;

34

e. Penggunaan energi terbarukan, seperti angin, matahari, ombak

masih banyak mengalami kendala dalam hal stabilitas pasokan,

kapasitas, efisiensi, dan harga keekonomian.

Gambar 5. Rasio Elektrifikasi Nasional 2014

(Sumber: Statistik PLN 2014)

2. Kebutuhan Energi yang Terus Meningkat

Kebutuhan energi semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan

penduduk dan ekonomi. Kebutuhan energi primer pada tahun 2010

sebesar 148 Setara Juta Ton Minyak (Million Tones Of Oil

Equivalent/MTOE) dan kapasitas pembangkit listrik pada tahun 2010

sebesar 35 GWe. Hasil proyeksi kebutuhan energi primer dan listrik pada

tahun 2025 dan 2050 sesuai konsep KEN adalah sebagai berikut:

- Kebutuhan energi primer pada tahun 2025 mencapai sekitar 400 MTOE

dan pada tahun 2050 sekitar 1000 MTOE;

- Kapasitas pembangkit listrik pada tahun 2025 menjadi sekitar 120 GWe

dan pada tahun 2050 sekitar 500 GWe.

35

3. Potensi dan Peran Energi Baru dan Energi Terbarukan,

Khususnya Nuklir

Potensi energi baru dan energi terbarukan di Indonesia sangat

besar, seperti ditunjukkan dalam Tabel 1, namun pengembangannya

belum optimal, contohnya pemanfaatan energi hidro sebagai salah satu

energi terbarukan. Sungai dan air terjun di Indonesia sangat banyak, dan

sangat berpotensi sebagai pembangkit listrik tenaga air, namun baru 9%

yang dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik.

Potensi panas bumi di Indonesia diperkirakan mencapai 28.910

MWe yang terbentang dari Sumatera sampai Nusa Tenggara Timur,

namun dari potensi yang besar itu baru dimanfaatkan sekitar 1.403,5

MWe, atau kurang dari 10%. Hal ini jauh bila dibandingkan dengan

Amerika Serikat yang menggunakan energi panas bumi sekitar 3.442

MWe dan Filipina sekitar 1.848 MWe.

Tabel 1. Potensi Energi Baru dan Energi Terbarukan di Indonesia

NO ENERGI BARU DAN ENERGI

TERBARUKAN

SUMBER DAYA (SD)

KAPASITAS TERPASANG

(KT)

RASIO KT/SD

(%)

1 2 3 4 5 = 4/3

1 Hidro/air 75.000 MWe 7.572 MWe 9,13%

2 Panas Bumi 28.910 MWe 1.403,5 MWe 4,8 %

3 Biomass 49.810 MWe 1.644,1 MWe 3,3%

4 Tenaga Surya 4,80

kWh/m2/hari

42,8 MWe -

5 Tenaga Angin 3 – 6 m/s 1,3 MWe -

6 Samudera 61 GWe *) 0,01 MWe

**) 0%

Sumber : Ditjen EBTKE KESDM, 2014

*Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM, 2014 **Prototype BPPT

Namun demikian, pembangunan instalasi pemanfaatan energi baru

dan energi terbarukan untuk pembangkit listrik menghadapi beberapa

36

kendala lingkungan dan sosial, sehingga membutuhkan waktu yang lama

untuk penyelesaiannya. Merujuk pada data Tabel 1, kapasitas terpasang

pembangkit listrik berbasis energi baru dan energi terbarukan belum

optimal dengan potensi yang ada.

Energi nuklir, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun

2014 tentang Kebijakan Energi Nasional termasuk dalam energi baru dan

energi terbarukan yang diamanatkan untuk dikembangkan dan

dimanfaatkan untuk memberikan jaminan keamanan pasokan energi di

Indonesia. Sumber daya energi nuklir dapat berupa uranium dan thorium.

Indonesia memiliki potensi kedua sumber daya bahan bakar nuklir

tersebut sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2. BATAN mencatat total

cadangan uranium di Indonesia tercatat sebesar 63.000 ton U3O8, yang

dapat digunakan untuk mengoperasikan ± 7 unit PLTN @1.000 MWe

(umur operasi 40 tahun), sedangkan total cadangan thorium di Indonesia

sebesar 121.500 ton dapat untuk mengoperasikan ± 150 unit PLTN

@1.000 MWe (umur operasi 40 tahun).

Tabel 2. Data Potensi Sumberdaya Nuklir di Indonesia

Jenis Sumberdaya

Jenis Cadangan Total

Spekulatif Hipotetik

Uranium 59.200 ton U3O8 3.800 ton U3O8 63.000 ton

U3O8

Thorium 1.500 ton 120.000 ton 121.500 ton

Sumber : Indonesia Nuclear Energi Outlook-BATAN, 2014

Pemanfaatan potensi energi baru dan energi terbarukan masih jauh

dari optimal, belum secara masif didorong untuk menggantikan peran

energi fosil yang segera akan habis. Hal ini karena adanya kendala teknis

di lapangan baik yang berupa kendala perizinan maupun lokasi yang tidak

memungkinkan. Dari segi kesiapan teknologi dan infrastrukturnya, energi

nuklir dapat menjadi solusi pemenuhan kebutuhan energi listrik Indonesia,

namun kebijakan implementasinya hingga saat ini belum ada.

37

Untuk memberikan sumbangsih bagi solusi permasalahan energi

yang dihadapi bangsa, BATAN telah dan terus melakukan penelitian dan

pengembangan di bidang energi nuklir. Persiapan infrastruktur untuk

pembangunan PLTN secara bertahap telah dilaksanakan dan telah

direview oleh International Atomic Energi Agency (IAEA) pada tahun 2009.

Secara ringkas disampaikan bahwa Indonesia telah melakukan persiapan

yang luas pada sebagian besar aspek infrastruktur yang memungkinkan

untuk mempertimbangkan pemanfaatan energi nuklir, dan dapat

melangkah pada persiapan untuk fase 2, yakni persiapan pelaksanaan

konstruksi.

Salah satu hasil kajian BATAN di bidang energi nuklir dituangkan

dalam dokumen Outlook Energi Nuklir Indonesia (Indonesian Nuclear

Energy Outlook, INEO) 2014. Secara umum INEO 2014 ini mengulas

kondisi dan permasalahan energi baik saat ini maupun proyeksinya,

dengan bahasan khusus pada energi nuklir dalam kurun 2014-2050.

Dalam dokumen ini, nuklir diproyeksikan mulai masuk ke dalam sistem

kelistrikan Jawa-Madura-Bali (Jamali) pada tahun 2027, yaitu sebesar

2.000 MWe (21.000 MWe) dan bertambah sampai tahun 2050 sebesar

12.000 MWe. Untuk wilayah Sumatera, nuklir akan masuk mulai tahun

2031 yaitu sebesar 2.000 MWe dan pada akhir tahun 2050 menjadi

sebesar 8.000 MWe. Pada tahun yang sama, PLTN mulai memasok listrik

di sistem Kalimantan dengan 100 MWe dan meningkat menjadi 800 MWe

di tahun 2050. Sedangkan untuk pulau-pulau lain, nuklir mulai dapat

berkontribusi tahun 2041 dengan kapasitas 35 MWe, seperti ditunjukkan

dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Proyeksi Kapasitas PLTN sampai tahun 2050 (MWe)

Tahun Jamali Sumatera Kalimantan Pulau Lainnya Total

2013 - - - - -

- - - - -

2027 2.000 - - - 2.000

2028 2.000 - - - 2.000

38

2029 2.000 - - - 2.000

2030 2.000 - - - 2.000

2031 2.000 2.000 100 - 4.100

2032 2.000 2.000 100 - 4.100

2033 2.000 2.000 100 - 4.100

2034 2.000 2.000 100 - 4.100

2035 2.000 2.000 200 - 4.200

2036 4.000 2.000 200 - 6.200

2037 4.000 2.000 200 - 6.200

2038 4.000 2.000 200 - 6.200

2039 4.000 2.000 200 - 6.200

2040 4.000 4.000 200 - 8.200

2041 6.000 4.000 400 35 10.435

3042 6.000 4.000 400 35 10.435

2043 6.000 4.000 400 35 10.435

2044 6.000 4.000 400 35 10.435

2045 6.000 6.000 400 35 12.435

2046 8.000 6.000 600 70 14.670

2047 10.000 8.000 600 70 18.670

2048 12.000 8.000 600 70 20.670

2049 12.000 8.000 600 140 20.740

2050 12.000 8.000 800 140 20.940

4. Keberhasilan Negara Pembangun PLTN

Berdasarkan data dari IAEA seperti ditunjukkan pada Gambar 6,

pada April 2014 terdapat 435 unit PLTN yang dioperasikan oleh 31 negara

(termasuk Taiwan), dengan total kapasitas terpasang sebesar 372.751

MWe. Lima negara paling banyak mempunyai PLTN, yaitu Amerika

Serikat berada pada urutan teratas dengan 100 unit PLTN, disusul

Perancis dengan 58 unit, Jepang mempunyai 48 unit, Rusia di posisi

keempat dengan 33 unit serta Korea di posisi kelima dengan 23 unit.

39

Gambar 6. Jumlah PLTN Beroperasi di Dunia

Sumber : IAEA, http://www.iaea.org/pris/

Seperti ditunjukkan dalam Tabel 4, PLTN paling banyak beroperasi

di wilayah Eropa dengan total 185 unit, Amerika Latin dan Amerika Utara

sebesar 125 unit, dan Asia 123 unit. Jumlah PLTN di Asia sudah hampir

menyamai jumlah PLTN di Amerika, dan terdapat 2 unit PLTN yang

beroperasi di benua Afrika.

40

Tabel 4. Jumlah Reaktor Menurut Wilayah

Wilayah Jumlah PLTN Pangsa

(%) Kapasitas

(MWe)

Afrika 2 0.46 1.860

Amerika 125 28.74 116.730

Asia 123 28.28 92.049

Eropa 185 42.53 162.112

Total 435 100 372.751

Sumber : IAEA, 2014

Saat ini tercatat 72 unit PLTN sedang dibangun di seluruh dunia,

60 unit diantaranya bertipe reaktor air bertekanan (Pressurized Water

Reactor/PWR). Sebanyak 47 unit atau sekitar 65% jumlah PLTN dibangun

di Asia, sedangkan untuk wilayah Asia Timur terdapat sekitar 51%

(Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa Asia menjadi pusat pertumbuhan

pemanfaatan PLTN dalam upaya meningkatkan ekonomi.

Gambar 7. Jumlah PLTN yang sedang dibangun di dunia per benua

Keberhasilan suatu negara yang memanfaatkan energi nuklir

sebagai infrastruktur pengembangan dan pembangunan ekonomi dapat

dilihat dalam korelasinya dengan peningkatan Produk Domestik Bruto

(PDB). Korea dapat dijadikan contoh yang memberi gambaran lebih rinci

mengenai dampak ekonomi dari pembangunan PLTN. Tabel 5.

menunjukkan dampak PLTN terhadap ekonomi Korea Selatan.

41

Tabel 5. Peningkatan PDB Korea Selatan terhadap Kapasitas Listrik Terpasang

Tahun PDB per

kapita (US $)

Kapasitas Listrik Terpasang

(MW)

Jumlah PLTN

1958 82 280 -

1964 150 600 -

1967 190 880 -

1968 220 1.080 -

1978 1.381 5.120 1 unit

2008 20.045 71.990 20 unit

2012 22.590 81.800 23 unit

5. Teknologi Maju PLTN

PLTN merupakan suatu pembangkit listrik yang memanfaatkan

reaktor nuklir untuk memproduksi listrik. Reaktor nuklir merupakan suatu

tempat terjadinya reaksi nuklir dari bahan bakar nuklir yang akan

menghasilkan panas. Energi panas yang dihasilkan dalam reaktor nuklir

ini selanjutnya dikonversi menjadi energi listrik.

Dengan mempertimbangkan peningkatan kebutuhan energi, isu

pemanasan global, isu perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan,

energi nuklir akan dibutuhkan untuk memenuhi permintaan energi global

di masa depan. Perkembangan teknologi PLTN dari awal sampai saat ini

dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.

42

Gambar 8. Evolusi PLTN

Gambar 8. menunjukkan bahwa perkembangan teknologi PLTN

dibagi menjadi 4 (empat) generasi, yaitu:

a. Generasi I

PLTN generasi pertama dikembangkan pada rentang waktu tahun 50-

an hingga tahun 60-an. PLTN generasi pertama ini merupakan

prototipe awal dari reaktor pembangkit daya yang bertujuan untuk

membuktikan bahwa energi nuklir dapat dimanfaatkan dengan baik

untuk tujuan damai. Contoh PLTN generasi pertama ini adalah

Shippingport (tipe PWR), Dresden (tipe BWR), Fermi I (tipe FBR) dan

Magnox (tipe GCR), dan lain-lain.

b. Generasi II

PLTN generasi kedua dikembangkan setelah tahun 70-an. PLTN

Generasi II dijadikan sebagai reaktor daya komersial acuan dalam

pembangunan PLTN sampai akhir tahun 90-an. Prototipe reaktor daya

Generasi II adalah PLTN tipe PWR, CANDU, BWR, AGR dan VVER.

PLTN Fukushima yang mengalami kecelakaan akibat tsunami pada

tahun 2011 adalah PLTN Generasi II.

43

c. Generasi III

PLTN Generasi III adalah reaktor daya generasi lanjut (advanced)

yang dikembangkan pada akhir tahun 1990. PLTN generasi ini

mengalami perubahan desain evolusioner (perubahan yang tidak

radikal) yang bertujuan untuk meningkatkan faktor keselamatan dan

ekonomi. Jenis PLTN Generasi III banyak dibangun negara-negara

Asia Timur. Contoh dari PLTN generasi III adalah AP1000 (buatan

Westinghouse), ABWR (yang dikembangkan oleh Westinghouse-

Toshiba, GE-Hitachi), System80+ (Combustion Engineering),

APR1400 (KHNP), dan lain-lain. Pengembangan PLTN Generasi III

terus berlanjut dan bersamaan dengan itu dilakukan perbaikan desain

yang evolusioner untuk meningkatkan faktor ekonomi dan keselamatan

dengan cukup signifikan. Saat ini sudah dan sedang dikembangkan

PLTN SMR yang ditempatkan di laut baik terapung (KLT-40) maupun

di dasar laut (Flexblue).

d. Generasi IV

PLTN Generasi IV adalah reaktor daya hasil pengembangan inovatif

dari PLTN generasi sebelumnya. Kriteria seleksi adalah aspek

ekonomi yang tinggi, tingkat keselamatan melekat (inherent),

menghasilkan limbah dengan kuantitas yang sangat rendah (burn-up

tinggi), dan relatif tidak rentan terhadap aturan Non-Proliferation Treaty

(NPT), suatu perjanjian untuk tidak menyebarluaskan senjata nuklir.

Sebagian PLTN Generasi IV (HTGR) dirancang tidak hanya berfungsi

sebagai pemasok listrik saja, tetapi dapat pula digunakan sebagai

pemasok energi termal bagi proses industri. Termasuk dalam kategori

ini antara lain: SVBR (Rusia), HTR-PM (Tiongkok), PFBR-500 (India),

dan 4S (Jepang).

Tujuan sistem energi nuklir Generasi IV dapat diklasifikasikan dalam

empat aspek, yaitu: keberlanjutan, keekonomian, keselamatan dan

kehandalan, serta pencegahan pemanfaatan senjata nuklir dan

proteksi fisik. Tujuan aspek keberlanjutan terfokus pada pemanfaatan

44

bahan bakar dan pengelolaan limbah. Tujuan aspek ekonomi terfokus

pada biaya operasional pembangkit yang kompetitif, biaya produksi

energi dan risiko keuangan. Tujuan aspek keselamatan dan

kehandalan terfokus pada operasi yang aman dan andal, perbaikan

pengelolaan kecelakaan dan minimalisasi konsekuensi, perlindungan

investasi, dan pada dasarnya, menghilangkan kebutuhan teknis untuk

penanganan darurat di luar lokasi pembangkit (off-site). Tujuan aspek

pencegahan pemanfaatan senjata nuklir dan proteksi fisik terfokus

pada pengendalian dan pengamanan bahan nuklir dan fasilitas nuklir.

PLTN mengalami beberapa perkembangan yang sangat signifikan,

terutama desain sehingga PLTN generasi berikutnya menjadi lebih andal,

aman, ekonomis, serta lebih mudah dioperasikan. Peningkatan keandalan

dan keamanan diperoleh pada penyederhanaan sistem pipa primer,

perbaikan mekanisme batang kendali, dan optimasi pendinginan inti

dalam keadaan darurat. Perbaikan kemudahan operasi dan pemeliharaan

diupayakan dengan cara perbaikan sistem instrumentasi dan

pengendalian. Penurunan biaya konstruksi dan operasi diharapkan dapat

meningkatkan unjuk kerja secara ekonomis. Peningkatan desain maju dan

sistem keselamatan pasif saat ini telah memungkinkan standar

keselamatan ditingkatkan dari 10-4 Kemungkinan Leleh Teras (KLT) per

tahun menjadi 10-6 KLT/tahun.

6. Secara Ekonomi, Energi Nuklir Kompetitif

Pada Gambar 9 ditunjukkan perbandingan biaya pembangkitan

listrik dari batubara, gas, minyak, dan nuklir di Amerika Serikat. Pada

gambar terlihat bahwa biaya pembangkitan listrik dari energi nuklir sekitar

2,4 sen/kWh, sementara batubara sebesar 3,27 sen/kWh, gas 3,4

sen/kWh, dan minyak mengalami ketidakstabilan harga dari tahun ke

tahun. Hal ini menunjukkan bahwa PLTN memiliki biaya yang kompetitif

bila dibandingkan dengan jenis pembangkit listrik yang lain.

45

Gambar 9. Perbandingan Biaya Pembangkitan Listrik di Amerika Serikat (Sumber : World Nuclear Association, 2014)

Selain itu, pada Tabel 6 ditunjukkan perbandingan biaya

pembangkitan listrik di negara-negara OECD. Dari tabel tersebut, terlihat

bahwa biaya pembangkitan energi nuklir memiliki harga yang paling

murah bila dibandingkan pembangkit listrik lain yang digunakan di masing-

masing negara tersebut.

Tabel 6. Perbandingan Biaya Pembangkitan Listrik di Negara-Negara OECD

No. Negara

Harga Biaya Pembangkitan Listrik (sen/kWh)

Nuklir Batubara Batubara dengan Carbon Capture Storage (CCS)

Gas CCGT

Onshore wind

1 Belgia 6,1 8,2 - 9 9,6

2 Republik Ceko 7 8,5-9,4 8,8-9,3 9,2 14,6

3 Prancis 5,6 - - - 9

4 Jerman 5 7,0-7,9 6,8-8,5 8,5 10,6

5 Hungaria 8,2 - - - -

6 Jepang 5 8,8 - 10,5 -

7 Korea 2,9-3,3 6,6-6,8 - 9,1 -

8 Belanda 6,3 8,2 - 7,8 8,6

9 Slovakia 6,3 12 - - -

10 Swiss 5,5-7,8 - - 9,4 16,3

11 Amerika Serikat 4,9 7,2-7,5 6,8 7,7 4,8

12 China 3-3,6 5,5 - 4,9 5,1-8,9

13 Rusia 4,3 7,5 8,7 7,1 6,3

Sumber: World Nuclear Association, 2014

46

Dalam studi kelayakan PLTN aspek non tapak yang dilaksanakan

oleh PT. PLN (Persero) dengan dibantu konsultan luar negeri pada tahun

2014, diperoleh biaya investasi PLTN adalah sekitar 6.000 USD/kWe.

PT. PLN (Persero) telah melakukan studi keekonomian dan

perencanaan energi serta kelistrikan. Hasil studi tersebut menunjukkan

bahwa biaya pembangkitan listrik untuk PLTN berdaya 1.000 MWe berada

di kisaran 6 sen USD per kWh, termasuk biaya jaringan listrik. Bila faktor

risiko kecelakaan dipertimbangkan, akan ada kenaikan biaya sekitar 0,16

sen USD/kWh. Sementara itu, jika inflasi untuk biaya operasi dan

pemeliharaan (operation and maintenance/O&M) dan biaya bahan bakar

diperhitungkan, akan ada kenaikan biaya pembangkitan sekitar 0,43 sen

USD/kWh. Jika dibandingkan dengan pembangkit non-nuklir, maka harga

listrik PLTN kompetitif.

Di beberapa negara, biaya pembangkitan listrik nuklir dari tahun ke

tahun menunjukkan kecenderungan lebih rendah dari harga pokok

penjualan listrik. Hal ini menunjukkan prospek yang menjanjikan bagi

PLTN untuk memasok listrik di Indonesia. Biaya pembangkitan listrik nuklir

telah memperhitungkan biaya eksternalitas yang meliputi penyimpanan

dan pengolahan limbah radioaktif serta dekomisioning.

Biaya pembangkitan listrik nuklir sangat stabil, tidak rentan

terhadap fluktuasi harga bahan bakar uranium, karena porsi bahan bakar

dalam biaya pembangkitan relatif kecil, yaitu 11%, dengan porsi harga

uraniumnya hanya 5%. Sementara itu, porsi biaya bahan bakar pada

pembangkitan listrik dari PLT Batubara, adalah sebesar 40%, PLT Minyak

sebesar 78%, dan PLT Gas 69%.

Pembangunan PLTN selain akan membantu mengamankan

pasokan listrik nasional juga akan menjanjikan adanya efek tetesan air

(trickle down effect). Hal ini dimungkinkan karena pembangunan PLTN

47

yang berseri akan memberikan peluang industri nasional untuk

berpartisipasi dan meningkatkan penguasaan teknologi terkait yang pada

akhirnya akan dapat mendorong perkembangan industri nasional.

Peningkatan partisipasi nasional akan mengurangi ketergantungan pada

pihak luar, sekaligus mengurangi porsi pendanaan luar negeri.

Perlu diketahui bahwa masa operasi PLTN mencapai lebih dari 40

tahun. Saat ini masa operasi sebagian besar PLTN di Amerika Serikat

sudah diperpanjang hingga 60 tahun. Hal ini sangat menguntungkan

secara ekonomi.

Dalam pengoperasian PLTN, waktu shutdown yang diperlukan

untuk perawatan dan pengisian bahan bakar cukup singkat dan periode

operasi antar shutdown cukup panjang (Generasi III sekitar 18 bulan,

untuk SMR generasi baru tertentu bisa 10 tahun), sehingga PLTN sangat

tepat untuk dimanfaatkan sebagai pemikul beban dasar (base load).

Faktor kapasitas PLTN cukup tinggi biasanya mencapai lebih dari 85%.

Hal ini sangat menguntungkan dari aspek keekonomiannya.

7. Permintaan Pemerintah Daerah

Beberapa pemerintah daerah telah mengajukan diri untuk menjadi

pioner dalam pembangunan PLTN.

a. Bangka Belitung

Bangka Belitung merupakan daerah yang dari awal meminta kepada

pemerintah pusat untuk melaksanakan studi kelayakan pembangunan

PLTN di Pulau Bangka. Permintaan ini ditindaklanjuti dengan

pelaksanaan kegiatan Pra-Studi Kelayakan dan Studi Kelayakan

(Feasibility Study/FS) secara komprehensif (studi tapak dan non tapak)

mulai tahun 2011 dan selesai pada akhir tahun 2013. Hasil studi

menunjukkan bahwa PLTN layak dibangun di Pulau Bangka,

diharapkan pemerintah dapat segera menindaklanjutinya. Ada 2 (dua)

48

calon tapak yang siap untuk pembangunan PLTN, yaitu di Kabupaten

Bangka Barat dan Kabupaten Bangka Selatan.

b. Kalimantan Barat

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat juga telah meminta pemerintah

pusat untuk melakukan studi kelayakan PLTN. Permintaan ini

ditindaklanjuti melalui kerjasama dengan BATAN tentang “Pemanfaatan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir Untuk Kesejahteraan

Masyarakat Provinsi Kalimantan Barat”. Kegiatan kerjasama berupa

penyusunan rencana kegiatan pemanfaatan energi nuklir, studi

pemanfaatan energi nuklir, sosialisasi dan edukasi tentang sistem

energi nuklir, dan pemanfaatan fasilitas penelitian kedua belah pihak.

Pada tahun 2013 telah dilaksanakan Studi Non-Tapak PLTN SMR yang

terwujud berkat kerjasama yang baik antara anggota Tim Studi yang

terdiri dari BATAN dan Pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.

Hasil studi sementara menunjukkan bahwa PLTN layak untuk

dikembangkan di Kalimantan Barat. Studi Pra-kelayakan non-tapak

ditindaklanjuti dengan studi tapak guna mendapatkan tapak terpilih

yang aman.

c. Kalimantan Timur

Berdasarkan surat Gubernur se-Kalimantan No. 050/02/IV/-

SEKBERKAL tanggal 21 Nopember 2005 yang ditujukan kepada

Presiden Republik Indonesia, salah satu prioritas pembangunan di

Kalimantan dalam bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam

adalah “percepatan penyelesaian pembangunan jaringan listrik sistem

interkoneksi Kalimantan dengan mempergunakan sumber daya energi

yang tersedia dan dalam jangka panjang perlu dilakukan pra-studi

kelayakan PLTN oleh BATAN”.

Surat tersebut ditindaklanjuti dengan studi atau penelitian awal

pemanfaatan nuklir untuk pembangkitan listrik di Kalimantan,

khususnya Kalimantan Timur. Hasil studi menunjukkan bahwa secara

49

ekonomi PLTN skala kecil dalam sistem jaringan Mahakam dapat

bersaing dan berdampingan dengan pembangkit lain untuk memasok

listrik ke dalam jaringan. Pra-survei tapak juga telah dilakukan dan

beberapa daerah potensial untuk tapak PLTN telah diperoleh.

B. Pencapaian Tujuan RDNK

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

Ketenaganukliran, penyediaan listrik yang memanfaatkan teknologi nuklir

secara komersial dilakukan oleh pihak swasta, BUMN maupun koperasi.

BATAN, dalam hal pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkitan listrik

komersial, berperan penting sebagai organisasi pendukung teknis

(Technical Supporting Organization/TSO). BATAN sejauh ini telah

melakukan berbagai studi dan sosialisasi terkait persiapan pembangunan

PLTN komersial dalam rangka memperkuat posisi infrastruktur nasional

sebagai pemangku kepentingan.

Sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

Ketenaganukliran, penyediaan listrik yang memanfaatkan teknologi nuklir

secara non komersial dilakukan oleh BATAN sebagai Badan Pelaksana.

BATAN dapat melakukan pembangunan, pengoperasian dan

dekomisioning reaktor nuklir non komersial, termasuk dalam hal ini adalah

RDNK. Dalam melaksanakan tugas tersebut BATAN dapat bekerjasama

dengan instansi pemerintah lain atau perguruan tinggi termasuk juga

dengan industri nasional.

Pembangunan RDNK diharapkan menjadi landasan untuk

mendorong pemanfaatan energi nuklir secara komersial dan sekaligus

merupakan pionir dalam proses hilirisasi litbang di sektor energi untuk

memenuhi amanat Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).

50

Selain itu pembangunan RDNK akan memberikan manfaat bagi

Indonesia antara lain sebagai berikut:

1. Indonesia dapat mendemonstrasikan dan mengoperasikan reaktor

daya yang menghasilkan listrik dengan selamat dan aman;

2. Secara internasional, Indonesia akan masuk dalam komunitas

internasional untuk pengembangan teknologi reaktor Generasi IV

(International Community for Gen IV Reactor). Ini akan memberikan

keuntungan dan manfaat besar bagi perkembangan teknologi nuklir

di Indonesia maupun untuk penguatan posisi Indonesia di kancah

internasional;

3. Terselenggaranya program penelitian dan pengembangan (litbang)

terpadu di bidang sistem energi nuklir untuk kogenerasi, serta dapat

mengembangkan energi baru dan terbarukan dengan fasilitas yang

akan dibangun;

4. Meningkatkan penguasaan teknologi PLTN generasi baru yang

aman mulai tahap pembuatan desain, konstruksi, operasi dan

pemeliharaan;

5. Meningkatkan penguasaan manajemen proyek pembangunan

PLTN;

6. Memperoleh kemampuan mengoperasikan dan memelihara PLTN;

7. Mengembangkan RDNK sebagai master PLTN komersial di

Indonesia dengan daya yang sesuai dengan kondisi unik Indonesia

sebagai negara kepulauan, terutama untuk daya kecil menengah;

8. Dengan penguasaan teknologi ini diharapkan Indonesia akan

mendapatkan solusi kemandirian (kedaulatan) energi di masa

depan;

9. Mendukung program pembangunan kelautan (poros maritim) yang

memerlukan pasokan energi (listrik dan panas) yang besar dan

stabil;

10. Komersialisasi RDNK setelah mempertimbangkan kapasitas daya

dan keekonomiannya, akan memberikan nilai tambah dalam

mendukung pembangunan kelautan, melalui pasokan energi yang

51

stabil di pusat-pusat pembangunan kelautan (poros maritim)

dimana diperlukan listrik yang cukup besar untuk dermaga, Industri

pasca panen hasil laut (pabrik es, iradiator untuk mengawetkan

hasil laut), industri lain terkait hasil laut dan pariwisata.

Manfaat khusus pembangunan RDNK terkait pengembangan SDM

meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. HTGR (jenis teknologi RDNK yang dipilih) adalah teknologi maju

dan multi disiplin, akan menciptakan kesempatan peningkatan

kapasitas SDM di Indonesia.

2. RDNK termasuk fasilitas laboratorium pengembangan Energi Baru

dan Energi Terbarukan (EBT) memerlukan SDM (engineer, master,

PhD) dalam bidang reaktor nuklir (netronik, termohidrolik,

keselamatan, bahan bakar), mesin, panas proses, material,

instrumentasi dan kendali (Instrumentation and Control/I&C), listrik

dan lain-lain, sehingga dapat mendorong pengembangan kapasitas

SDM yang luas dan beragam dengan kualitas yang lebih baik.

3. Pembangunan RDNK ini akan mendorong pemanfaatan yang

optimal SDM BATAN dalam bidang reaktor dan proses

pembangkitan listrik serta aplikasi panas proses.

4. Penelitian bidang Reaktor nuklir dan EBT diharapkan akan

menghasilkan paten dan publikasi internasional.

5. Pembangunan RDNK akan menyediakan SDM PLTN komersial

siap pakai.

Manfaat pembangunan RDNK lainnya, antara lain:

1. Meningkatkan Jejaring Internasional/Komunitas Nuklir

Internasional/Regional (Workshop, Seminar, Technical Meeting);

2. Indonesia akan menjadi center of excelence dalam bidang reaktor

daya inovatif paling tidak di kawasan regional ASEAN;

3. Memberikan sarana edukasi bagi pelajar, mahasiswa dan

masyarakat umum;

52

4. Penerimaan publik terhadap PLTN melalui layanan kunjungan

prima dan desain yang ramah;

5. Meningkatkan kepercayaan bangsa Indonesia dalam bidang ilmu

pengetahuan dan teknologi;

6. Memberikan kesempatan yang luas bagi industri nuklir untuk

berperan dalam memberikan pasokan energi nasional, khususnya

di luar Pulau Jawa, menuju kedaulatan energi;

7. Dapat memanfaatkan listrik keluaran RDNK untuk konsumsi

kawasan Puspiptek;

8. Potensi pengembangan pemanfaatan thorium sebagai bahan bakar

nuklir untuk suplai energi masa depan.

C. Peluang Energi Nuklir Untuk Kelistrikan dan Kogenerasi

Indonesia adalah negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau

terbentang dari Sabang sampai Merauke dan penduduknya meliputi

berbagai macam suku, agama, ras, golongan serta mempunyai jumlah

penduduk terpadat nomor 5 (lima) di dunia. Oleh karena luas wilayah dan

padatnya penduduk mengakibatkan keterbatasan persediaan listrik,

khususnya di pulau Jawa, Madura dan Bali. Berkaitan dengan hal tersebut

di atas, pemerintah dalam hal ini BATAN merencanakan membangun

RDNK di Wilayah Puspiptek Serpong dengan tujuan sebagai batu

loncatan pembangunan PLTN untuk meminimalisir keterbatasan

tersedianya listrik di Indonesia.

Tujuan pembangunan bidang ketenagalistrikan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan adalah

untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup,

kualitas yang baik, dan harga yang wajar, meningkatkan kesejahteraan

dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan

pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan kebijakan

pengelolaan energi yang didasarkan pada prinsip keadilan, berkelanjutan

dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan

53

ketahanan energi nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Tenaga listrik mempunyai peranan penting bagi negara dalam

mewujudkan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Mengingat arti

penting tenaga listrik bagi negara dalam mewujudkan kesejahteraan

masyarakat, maka usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kebijakan energi nasional berorientasi pada ketahanan energi

nasional dengan memperhatikan asas ketersediaan (availability),

kemudahan mengakses (accessibility), dan keterjangkauan (effordability)

oleh rakyat. RDNK kelak setelah memasuki tahap komersial diharapkan

dapat membantu mengatasi permasalahan energi nasional. Tahapan

komersial dapat dilakukan di wilayah Indonesia bagian tengah dan

Indonesia bagian timur dimana wilayah tersebut memiliki kepadatan

penduduk yang tidak merata, tentunya setelah mempertimbangkan aspek

tekno-ekonominya. Sementara untuk pengembangan PLTN yang

berkapasitas besar dilakukan untuk wilayah Indonesia barat yang memiliki

jumlah penduduk besar dan tingkat kepadatan merata.

Disamping menghasilkan listrik, RDNK akan memberikan manfaat

lain, seperti pemanfaatan panas untuk kogenerasi. Pemanfaatan panas

untuk kogenerasi akan digunakan untuk pengembangan riset terpadu

Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT). Pada tahap ini RDNK

diharapkan akan menjadi pusat riset EBT seperti pengembangan

hidrogen, pencairan batubara, gasifikasi batubara dan lain-lain melalui

pemanfaatan panas proses RDNK dan akan menjadi sinergi riset bagi

Lembaga Pemerintah Non Kementerian di bawah koordinasi Kementerian

Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

54

Berikut akan dijelaskan peluang RDNK untuk kelistrikan dan

kogenerasi:

I. Peluang Kelistrikan RDNK

Dalam rangka mendukung tujuan pembangunan bidang

ketenagalistrikan dan kebijakan energi nasional, BATAN berencana

melaksanakan pembangunan dan pengoperasaian RDNK dengan pilihan

teknologi HTGR 10 MWth. Teknologi HTGR dipilih karena dapat

menghasilkan listrik dan panas. Listrik yang keluar dari reaktor akan

digunakan untuk kepentingan sendiri di Kawasan Nuklir Serpong (KNS),

sementara panas yang keluar dari reaktor akan digunakan untuk aplikasi

panas tinggi kogenerasi. Untuk saat ini, tenaga listrik yang dihasilkan oleh

RDNK, seperti tersirat dalam namanya tidak akan dikomersialkan, akan

tetapi dimanfaatkan untuk kepentingan lingkungan sendiri di Kawasan

Puspiptek. Pada masa mendatang, pembangunan dan pengoperasian

RDNK dimaksudkan untuk membantu pemerintah dalam menyediakan

dan memenuhi energi listrik bagi masyarakat melalui pemanfaatan energi

nuklir, khususnya di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.

Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir menyebutkan

bahwa untuk membangun dan mengoperasikan reaktor nuklir harus

memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan meliputi antara lain: “izin usaha penyediaan tenaga listrik dari

menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi

dalam hal Reaktor Nuklir akan digunakan untuk pengusahaan tenaga

listrik”.

Oleh karena pembangunan dan pengoperasian RDNK

menghasilkan listrik, maka juga harus berpedoman pada Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan peraturan

perundang-undangan dibawahnya sebagai pelaksanaan UU

55

Ketenagalistrikan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2013

tentang Usaha Ketenagalistrikan.

Dijelaskan dalam Undang-Undang tentang Ketenagalistrikan

tersebut bahwa ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang

menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha

penunjang tenaga listrik. Usaha penyediaan tenaga listrik merupakan

pengadaan tenaga listrik yang meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi,

dan penjualan tenaga listrik kepada konsumen. Pembangkitan tenaga

listrik adalah kegiatan memproduksi tenaga listrik. Transmisi tenaga listrik

adalah penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan ke sistem distribusi

atau ke konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antar sistem. Distribusi

tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari sistem transmisi atau

dari pembangkitan ke konsumen.

Usaha penyediaan tenaga listrik terdiri atas: usaha penyediaan

tenaga listrik untuk kepentingan umum dan usaha penyediaan tenaga

listrik untuk kepentingan sendiri. Terkait dengan tenaga listrik yang

dihasilkan dari RDNK yang akan dibangun dan dioperasikan BATAN,

adalah termasuk kategori usaha penyediaan tenaga listrik untuk

kepentingan sendiri. Hal ini tertuang dalam ketentuan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan Peraturan

Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan

Pemanfaatan Bahan Nuklir yang menyatakan bahwa BATAN selaku

Badan Pelaksana dapat melaksanakan kegiatan pembangunan,

pengoperasian dan dekomisioning RDNK. Kedua ketentuan tersebut

sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagalistrikan, yang

memungkinkan instansi pemerintah seperti BATAN untuk melaksanakan

usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri atau bersifat

non komersial. Yang dimaksud dengan “kepentingan sendiri” adalah

penyediaan tenaga listrik untuk digunakan sendiri dan tidak untuk

diperjualbelikan, termasuk dalam rangka menunjang kegiatan usaha.

56

Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dapat

dilaksanakan oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha

milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi,

perseorangan, dan lembaga/badan usaha lainnya.

Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri meliputi:

• pembangkitan tenaga listrik;

• pembangkitan tenaga listrik dan distribusi tenaga listrik; atau

• pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, dan distribusi

tenaga listrik.

1. Sistem Kelistrikan RDNK

Pembangkitan listrik dan panas HTGR 10 MWth ditunjukkan pada

Gambar 10 berikut:

Gambar 10. Skema Sistem Teknologi RDNK Yang Menghasilkan Listrik

Sementara itu, secara umum proses transmisi dan distribusi listrik

dari pembangkit ke pengguna akhir (end user) ditunjukkan pada Gambar

11 berikut:

57

Gambar 11. Skema Penyaluran Listrik

Akan tetapi karena RDNK adalah pembangkit non komersial, yang

hanya akan digunakan untuk kepentingan sendiri di sekitar pembangkit,

maka proses transmisi dan distribusi listrik dari pembangkit ke pengguna

akhir tidak memerlukan jalur yang panjang. Berikut ini akan dijelaskan

sistem kelistrikan RDNK untuk kepentingan sendiri.

Sistem kelistrikan RDNK terdiri dari Main Transformer yang

memberi catu daya ke jaringan hasil kopling dengan Main Generator dan

Auxiliary Transformer sebagai catu daya internal plant atau house load

power. Sistem lainnya adalah Emergency Transformer sebagai catu daya

pada saat start up, shutdown dan perawatan periodik serta memberikan

catu daya komponen internal yang berkaitan dengan keselamatan dan

non-keselamatan.

Sistem kelistrikan RDNK didukung oleh redundansi sistem

generator diesel darurat yang mandiri serta berfungsi sebagai catu daya

darurat terhadap sistem keselamatan pada saat terjadi kehilangan daya

luar atau Loss Of Offsite Power (LOOP). Sistem kelistrikan RDNK juga

didukung oleh beberapa sistem catu daya arus searah (Direct Current/DC)

yang mandiri serta berfungsi sebagai catu daya yang kontinyu pada saat

terjadi darurat dan LOOP serta sebagai catu daya instrumentasi dan

58

kontrol dalam kondisi operasi normal maupun operasi darurat. Secara

garis besar sistem kelistrikan RDNK dapat dilihat dalam diagram jalur

tunggal (single line diagram) seperti pada Gambar 12 berikut.

Gambar 12. Single Line Diagram Sistem Kelistrikan RDNK

Jaringan sistem kelistrikan instalasi nuklir yang ada di Kawasan

Nuklir Serpong (KNS) mendapat catu daya 20 kV dari Gardu Induk (GI)

PLN yang didistribusikan melalui Gardu Hubung (GH) milik PLN. Dari GH

tersebut, didistribusikan lagi sebagai catu daya listrik 20 kV menuju

masing-masing instalasi yang dimiliki BATAN seperti ditunjukkan pada

Gambar 13 berikut:

Gambar 13. Blok Diagram Jaringan Listrik Kawasan BATAN Puspiptek Serpong

59

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam interkoneksi RDNK

dengan jaringan terpasang adalah:

1. ketersediaan regulasi yang mendukung interkoneksi jaringan PLN yang

komersial dengan jaringan RDNK melalui GH milik PLN;

2. jika regulasinya mendukung, kapasitas GH PLN harus ditingkatkan

akibat tambahan beban dari RDNK.

Total kebutuhan listrik di Puspiptek adalah 15 MWe yang dipasok

oleh Gardu Induk Serpong yang terletak di dekat pintu masuk Puspiptek.

Kebutuhan total listrik di KNS bervariasi dari 3 sampai dengan 10 MWe

tergantung pada kegiatan eksperimen yang dibutuhkan. Sebagai reaktor

eksperimen, daya RDNK yang akan dibangun cukup untuk memenuhi

kebutuhan minimal yaitu 10 MWth atau setara dengan daya listrik 3 MWe.

2. Izin Operasi RDNK

Dalam kerangka usaha penyediaan tenaga listrik untuk

kepentingan sendiri dari listrik yang dihasilkan RDNK, BATAN harus

memperoleh izin operasi (IO). IO adalah izin untuk melakukan penyediaan

tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dengan kapasitas lebih dari 200

kVA (200 kWe). Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan

sendiri dengan kapasitas tertentu dilaksanakan setelah mendapatkan IO.

IO diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan

kewenangannya:

a. Menteri untuk yang fasilitas instalasinya mencakup lintas provinsi;

b. Gubernur untuk yang fasilitas instalasinya mencakup lintas

kabupaten/kota;

c. Bupati/walikota untuk yang fasilitas instalasinya mencakup dalam

kabupaten/kota.

IO ditetapkan setelah memenuhi persyaratan administratif, teknis,

dan lingkungan.

Persyaratan administratif meliputi:

a. identitas pemohon;

60

b. profil pemohon; dan

c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Persyaratan teknis meliputi:

a. lokasi instalasi;

b. diagram satu garis;

c. jenis dan kapasitas instalasi penyediaan tenaga listrik;

d. jadwal pembangunan; dan

e. jadwal pengoperasian.

Persyaratan lingkungan berlaku ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Tata cara permohonan IO mengikuti prosedur yang sederhana

seperti Gambar 14 berikut:

Gambar 14. Prosedur permohonan izin operasi

Pemegang IO dapat menjual kelebihan tenaga listrik untuk

dimanfaatkan bagi kepentingan umum setelah mendapat persetujuan dari

Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pemegang IO yang mempunyai kelebihan tenaga listrik dapat menjual

kelebihan tenaga listriknya kepada pemegang izin usaha penyediaan

tenaga listrik atau masyarakat. Penjualan kelebihan tenaga listrik kepada

masyarakat dapat dilakukan dalam hal wilayah tersebut belum terjangkau

oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik. Penjualan wajib

61

mendapat persetujuan dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai

dengan kewenangannya.

IO dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh)

tahun dan dapat diperpanjang dengan melaporkan kegiatan usahanya

setiap 6 bulan.

IO diberikan menurut sifat penggunaannya, yaitu:

a. penggunaan utama;

b. penggunaan cadangan;

c. penggunaan darurat; dan

d. penggunaan sementara.

Pada akhirnya setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib

memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan termasuk listrik yang

akan dihasilkan oleh RDNK kelak juga harus memenuhi ketentuan

keselamatan, yang meliputi pemenuhan standardisasi peralatan dan

pemanfaatan tenaga listrik, pengamanan instalasi tenaga listrik dan

pengamanan pemanfaatan tenaga listrik. Ketentuan keselamatan

ketenagalistrikan diperlukan dengan tujuan untuk mewujudkan kondisi

andal dan aman bagi instalasi, aman bagi manusia dan makhluk hidup

lainnya dari bahaya dan ramah lingkungan, sebagaimana tertuang dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi

Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir.

II. Peluang Kogenerasi Listrik dan Panas RDNK

1. Pemanfaatan Energi Panas

Di seluruh dunia, sekitar 17,7% dari total energi yang dihasilkan

digunakan untuk listrik. Sebagian besar dari 82,3% sisanya digunakan

baik untuk sektor transportasi, industri atau dikonversi menjadi air panas,

uap dan panas. Hal ini menunjukkan bahwa pasaran non listrik terutama

untuk air dan uap cukup besar.

62

Saat ini energi nuklir (PLTN) telah berkontribusi sekitar 12,9% (atau

2.756 TWh) terhadap energi listrik dunia dan telah digunakan pada lebih

dari 31 negara. Sebanyak 435 pembangkit tenaga nuklir dengan total

kapasitas sekitar 373 GWe sedang beroperasi dan sekitar 72 pembangkit

tenaga nuklir sedang dibangun, dan hanya sebagian kecil dari pembangkit

tenaga nuklir tersebut digunakan untuk memasok air panas dan uap. Dari

total kapasitas tersebut, pemanfaatan energi panas untuk aplikasi non

listrik kurang dari 5 GWth, yang kebanyakan di negara eropa.

Gambar 15. Kebutuhan Temperatur Panas Aplikasi

Gambar 15 menunjukkan kebutuhan temperatur spesifik yang

sangat bervariasi untuk berbagai aplikasi panas kogenerasi. Kebutuhan

temperatur spesifik mempunyai batasan mulai dari temperatur rendah,

yaitu sekitar 80-200oC untuk aplikasi seperti pemanasan wilayah dan

pemekatan etanol. Untuk suhu yang lebih tinggi dapat dimanfaatkan untuk

desalinasi air laut, penyulingan minyak, gasifikasi batubara, proses

pemisahan air (water splitting), dan produksi hidrogen. Berbagai aplikasi

panas yang lain adalah uap injeksi bertekanan tinggi untuk enhanced oil

recorvery (EOR), oil shale dan oil sand processing, proses pengilangan

minyak dan produksi olefin dan pengilangan batubara dan lignite.

63

2. Energi panas yang dihasilkan reaktor nuklir

Pada semua pembangkit tenaga nuklir, proses utama dalam teras

reaktor adalah konversi energi nuklir menjadi panas. Karena itu pada

prinsipnya, semua reaktor nuklir dapat digunakan untuk menghasilkan

panas. Namun, secara praktis ada dua kriteria yang menentukan yaitu

temperatur panas yang dihasilkan dari pendingin primer dan tekanan uap

yang dihasilkan.

Berkenaan dengan kriteria yang pertama, reaktor berpendingin air

(water - cooled reactor) memberikan panas sampai 300oC. Jenis reaktor

ini termasuk Pressurized Water Reactor (PWR), Boiling Water Reactor

(BWR), Pressurized Heavy Water Reactor (PHWR) dan reaktor

bermoderator grafit yang berpendingin air ringan (LWGR).

Reaktor bermoderator air berat dan berpendingin organik (Organic

Cooled Heavy Water Reactor, OCHWR) mencapai temperatur sekitar

400oC, sementara reaktor pembiak/Liquid Metal Fast Breeder Reactor

(LMFBR) menghasilkan panas sampai dengan 540oC. Reaktor

berpendingin gas (Advanced Gas-cooled Reactor, AGR) mencapai

temperatur yang lebih tinggi, sekitar 650oC untuk reaktor bermoderator

grafit yang berpendingin gas maju dan reaktor bermoderator grafit yang

berpendingin gas temperatur tinggi 950oC (HTGR).

Berkenaan dengan kriteria yang kedua, tekanan dari uap yang

dihasilkan adalah penting jika digunakan untuk Enhanced Oil Recorvery

(EOR), hal ini terkait dengan kedalaman sumber minyak dan tekanan uap

injeksi yang lebih tinggi. Jenis reaktor yang berpendingin primer selain air

(OCHWR, LMFBR, AGR dan HTGR) mempunyai keuntungan karena

dengan mudah dapat menghasilkan uap injeksi dengan tekanan yang

lebih tinggi (10 MPa) untuk kedalaman ladang minyak sekitar 500 meter.

Untuk reaktor berpendingin air, proses mencapai tekanan seperti ini

membutuhkan kompresi uap sebagai langkah tambahan.

64

Gambar 16. Prinsip pemanfaatan uap panas nuklir untuk EOR

3. Kopel panas dan listrik

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, proses konversi utama

di dalam reaktor nuklir adalah konversi energi nuklir menjadi panas,

sehingga dalam banyak aspek, penggunaan reaktor nuklir sebagai

penghasil listrik secara teknis juga dapat digunakan sebagai penghasil

panas, baik dalam bentuk uap panas atau air panas. Perbedaannya

adalah kenyataan bahwa uap tidak dapat ditransportasikan pada jarak

yang panjang secara lebih ekonomis dibandingkan untuk listrik, tetapi

akan lebih ekonomis jika digunakan untuk proses industri terutama di

sekitar pembangkit . Untuk memberikan hasil yang optimal, penggunaan

panas untuk industri harus disesuaikan dengan ukuran dan tipe reaktor

nuklir. Ada beberapa alternatif kopel yang dapat dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan khusus suatu industri dan pembangkitan listrik yang

diinginkan.

Secara umum tiga metode dasar alternatif kopel sumber panas

reaktor nuklir adalah sebagai berikut:

a. Kopel panas langsung (direct steam coupling)

65

Di dalam kopel panas langsung, reaktor nuklir memproduksi panas

dan memasok langsung kebutuhan proses industri tanpa ada listrik

yang dihasilkan sebagai hasil samping.

Gambar 17. Kopel panas langsung

b. Kogenerasi paralel (parallel cogeneration)

Di dalam kogenerasi paralel, uap yang dihasilkan digunakan untuk

listrik bersamaan untuk kebutuhan proses industri. Uap yang

dihasilkan, secara paralel digunakan untuk produksi listrik dan

memenuhi kebutuhan industri. Kopel semacam ini banyak disukai dan

meningkat penggunaannya karena sifatnya yang mudah disesuaikan

dalam pemanfaatan energi. Konsumsi energi keseluruhan akan sama,

jika uap dan listrik diproduksi secara terpisah.

Gambar 18. Kogenerasi paralel

c. Kogenerasi seri (series cogeneration)

Dalam kogenerasi seri, uap yang dihasilkan digunakan untuk listrik

kemudian digunakan untuk kebutuhan proses industri. Uap yang

dihasilkan digunakan secara seri.

66

Gambar 19. Kogenerasi seri

4. Penerapan kopel panas dan listrik

Dewasa ini, sejumlah negara mempunyai pembangkit tenaga nuklir

yang digunakan untuk produksi air panas dan uap panas dengan jumlah

total kapasitas kurang dari 5 GWth.

Pengalaman pemanfaatan kogenerasi listrik dan panas semakin

meningkat di beberapa negara, seperti Tiongkok, Kanada, Slovakia,

Hongaria, Bulgaria, Swiss, Jerman, dan Kazakhstan.

Sebuah tinjauan teknis dari beberapa aplikasi kogenerasi panas

dan listrik adalah sebagai berikut :

a. Reaktor Panas di Tiongkok

Di Institute of Nuclear Energy Technology (INET) Universitas

Tsinghua, Beijing, Tiongkok, reaktor panas nuklir dengan kapasitas 5

MWth beroperasi selama musim dingin 1989-1990 dan digunakan

67

untuk memasok panas ke pusat INET. Prinsip desain reaktor

mengikuti desain dari PWR.

b. Kogenerasi paralel uap proses dan panas di Kanada

Pemakaian yang terbesar dari uap panas proses dihasilkan di Bruce

Nuclear Power Development Facility di Ontario, Kanada. Reaktor

dengan tipe PHWR Candu pada lokasi ini berkapasitas lebih dari

6.000 MWe yang mampu menghasilkan listrik dan uap panas yang

digunakan oleh stasiun Ontario Hydro dan industri energi yang

terdekat.

Untuk PLTN Bruce-A terdiri dari 4 unit pembangkit listrik dengan

kapasitas sebesar 825 MWe, membangkitkan panas proses 720

MWth uap untuk produksi air berat, 70 MWth digunakan di internal

PLTN Bruce-A dan 3 MWth untuk pelayanan lainnya.

c. Kogenerasi listrik dan uap panas di Slovakia

Bohunice Nuclear Power Plant terdiri dari 4 unit PWR yang masing-

masing berkapasitas 440 MWe dan menghasilkan energi panas

sebesar 1.375 MWth.

Bohunice Nuclear Power Plant menghasilkan energi listrik dan panas

temperatur rendah untuk tujuan pemanasan wilayah dan proses

industri di Kota Bohunice, Slovakia.

d. Kogenerasi listrik dan panas di Hongaria

Paks Nuclear Power Plant terdiri dari 4 unit PWR yang masing-masing

berkapasitas 440 MWe.

Pembangunan fasilitas pemanasan wilayah dari lokasi PLTN ke Kota

Paks, Hongaria dimulai tahun 1974 dan suplai air panas pertama

dimulai sejak 1977. Air panas dengan temperatur 130°C dialirkan dari

lokasi PLTN ke Kota Paks melalui pipa berdiameter 350 mm dan

panjang 6 km. Kapasitas panas pipa air panas ini sebesar 55 MWth,

68

dengan temperatur masuk 130°C dan temperatur keluar 70°C. Volume

sirkulasi air panas di sistem ini 800 ton/jam.

e. Kogenerasi listrik dan uap panas di Bulgaria

Kozloduj Nuclear Power Plant yang terletak di Kozloduj, Bulgaria terdiri

dari 4 unit PWR 440 MWe dan 2 unit PWR 1000 MWe. Uap panas

untuk tujuan pemanasan diambil dari uap panas hasil kondensasi

turbin uap. Kapasitas uap panas keluaran maksimum untuk sistim

pemanasan adalah 230 MWth, yang disalurkan dalam bentuk air

panas melalui pemipaan dengan temperatur masuk 150°C dan

temperatur keluar 70°C.

f. Kogenerasi listrik dan uap panas di Swiss

Beznau Nuclear Power Plant yang terletak di Kota Beznau, Swiss

terdiri dari 2 unit PWR yaitu Beznau I dan II yang masing-masing

berkapasitas 350 MWe.

Sistim pemanasan wilayah di Kota Beznau dimulai pada 1983. Pada

awalnya uap panas hanya dipasok ke dua lokasi institut penelitian

nuklir Swiss, yaitu EIR (Eidgenössisches Institut für Reaktor-forschung)

dan SIN (Schweizerisches Institut für Nuklearforschung). Selanjutnya

pada tahun 1989, dihasilkan panas sekitar 100 GWth dari PLTN

Beznau dan disalurkan ke ratusan konsumen oleh jaringan pemanasan

wilayah yaitu REFUNA (Regionales Fernwärmenetz Unteres Aaretal).

Jaringan utama REFUNA berupa pemipaan ganda memiliki panjang

keseluruhan 20 km.

Gambar 20. Pemipaan uap panas di Beznau

69

g. Kogenerasi listrik dan uap panas di Jerman

Stade Nuclear Power Plant yang berada di Kota Stade, Jerman

mempunyai kapasitas keluaran listrik 630 MWe dan keluaran panas

1.892 MWth dioperasikan sejak 1972. Sejak Desember 1983, PLTN

Stade memasok uap panas untuk pabrik garam yang berlokasi 1,5 km

dari lokasi PLTN.

h. Kogenerasi untuk desalinasi air laut di Kazakhstan

Pemanfaatan energi nuklir pada daerah kering di Kazakhstan dapat

memecahkan permasalahan penyediaan listrik dan air. Penyumbang

penting pada usaha ini sudah ada di Kompleks Nuklir Shevchenko

yaitu fast breeder reactor jenis BN-350, tiga stasiun daya termal dan

fasilitas desalinasi air laut dengan peralatan destilasi termal. Kompleks

ini merupakan pembangkit uji coba pertama di dunia, dimana sebuah

reaktor nuklir digunakan dalam desalinasi air laut.

Kompleks Nuklir Shevchenko adalah pusat terluas dari fasilitas

desalinasi termal komersil di Kazakhstan. Ada 12 unit desalinasi yang

beroperasi pada kompleks dengan total kapasitas 140.000 M3/air

destilat setiap hari.

5. Masalah ekonomi dari kogenerasi nuklir

PLTN maupun pabrik kogenerasi merupakan teknologi padat modal

(mahal). Secara ekonomi, PLTN yang menghasilkan listrik, biaya

pembangkitannya bisa kompetitif (bersaing) dengan pembangkit lain

seperti pembangkit batubara.

Sementara itu, dalam perhitungan ekonomi untuk pabrik kogenerasi

terdapat aturan yang dapat digunakan, yaitu biaya panas kogenerasi

sama dengan biaya listrik dibagi dengan koefisien kinerja alat, yaitu

sebuah faktor yang tergantung pada jenis reaktor dan parameter-

parameter lain yang bisa dipertimbangkan.

70

Dengan menggunakan aturan tersebut, gambaran biaya untuk

kogenerasi sudah dapat dihitung, sebagai contoh kogenerasi untuk

reaktor Modular High-Temperature Gas Cooled Reactor (MHTGR) di

Jerman. Dalam contoh ini, biaya listrik sama dengan 5 sen US $/KWh-

electric, biaya uap sama dengan 1,7 sen US $/KWh-thermal dan biaya air

panas sama dengan 0,5 sen US $/KWh-thermal. Biaya ini adalah biaya

yang diperhitungkan untuk waktu hidup MHTGR selama 40 tahun.

6. Gabungan dari energi nuklir dan energi fosil

Lebih dari 80% dari penggunaan energi dunia didasarkan pada

sumber energi fosil, yaitu batubara, minyak dan gas. Pembakaran bahan

bakar ini dapat menyebabkan masalah lingkungan yang disebabkan dari

emisi sulfur oksida, nitrogen oksida dan karbon dioksida.

Untuk memecahkan masalah seperti ini, satu pendekatan yang

diajukan adalah penggabungan sistem energi. Sebuah contoh untuk suatu

sistem penggabungan di masa datang adalah aplikasi panas nuklir untuk

proses reformasi gas alam dengan menggunakan proses reformasi

HTGR. Dalam proses ini, gas alam terurai menjadi hidrogen dan karbon

monoksida. Hasil utama berupa methanol, hidrokarbon cair dan hidrogen,

sedangkan hasil sampingnya adalah panas dan listrik.

Contoh lain dari pendekatan yang telah digabungkan ini adalah

terlihat dalam industri minyak. Beberapa studi sudah dilakukan pada

pemanfaatan tenaga nuklir sebagai sumber panas untuk eksploitasi

minyak berat. Studi ini telah menunjukkan bahwa pilihan pada tenaga

nuklir memberikan keuntungan ekonomi dan lingkungan sebagai

perbandingan terhadap metode konvensional, pada kondisi pasar minyak

yang menguntungkan.

Contoh lainnya adalah penggabungan dari batubara dan energi

nuklir dalam industri baja. Dilihat dari sudut pandang teknologi, contoh

71

tersebut merupakan penggabungan yang paling ambisius. Hal ini meliputi

gasifikasi batubara keras yang dipanaskan oleh helium panas dari HTGR.

D. Pertimbangan Filosofis

Berdasarkan uraian di atas, secara ringkas pertimbangan filosofis

dalam pembangunan RDNK ini sebagai berikut:

1. Pembangunan RDNK diharapkan mampu berkontribusi terhadap

kedaulatan energi nasional di masa yang akan datang guna

membantu mengatasi kelangkaan cadangan energi;

2. Mampu mengurangi eksploitasi mineral dan batu bara, guna

kepentingan rakyat Indonesia di masa yang akan datang;

3. Memperoleh kemampuan dalam manajemen pembangunan PLTN,

dalam hal membangun, mengoperasikan dan memelihara PLTN

dengan baik serta penguasaan teknologi;

4. Mampu memberikan sumbangsih dalam penyediaan tenaga listrik dan

kogenerasi di masa yang akan datang.

72

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan:

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah disampaikan pada

bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Landasan Yuridis: bahwa keputusan dan kewenangan BATAN

untuk melakukan pembangunan RDNK adalah telah sesuai dan

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB),

baik dari segi kesesuaian dengan konstitusi, kesesuaian dengan

undang-undang sebagai landasan formal (formell gezets) dan

kesesuaian dengan peraturan pelaksana di bawah undang-undang

sebagaimana yang tercantum dalam pertimbangan yuridis Bab II

dokumen ini.

2. Landasan Sosiologis: pembangunan RDNK yang dilaksanakan

oleh BATAN dapat memberikan manfaat yang besar apabila dilihat

dari sisi kepentingan antara pemerintah dan masyarakat,

kepentingan antar generasi serta kepentingan ekosistem adalah

dapat dilaksanakan. Pembangunan dan pengoperasian RDNK

mampu memberikan rasa aman, dan di masa depan diharapkan

dapat meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran, meningkatkan

capaian budaya Iptek nuklir, dan manfaat lainnya sebagaimana

yang tercantum dalam pertimbangan sosiologis Bab III dokumen ini.

3. Landasan Filosofis: pembangunan dan pengoperasian RDNK

yang dilaksanakan BATAN dapat digunakan untuk mendorong

terwujudnya pembangunan PLTN, pada akhirnya diharapkan dapat

mewujudkan kedaulatan energi dan peningkatan kemampuan SDM

dalam penguasaan teknologi. Kedaulatan dan kemandirian energi

merupakan cita-cita bangsa Indonesia di masa yang akan datang

sebagaimana yang telah dijabarkan dalam pertimbangan filosofis

Bab IV dokumen ini.

73

B. Saran

Berdasarkan uraian, pembahasan dan kesimpulan di atas, dalam

pelaksanaan pembangunan dan pengoperasian RDNK agar selalu

berpedoman kepada peraturan perundang-undangan dan AUPB,

sehingga setiap keputusan yang diambil dapat dilaksanakan dengan baik

dan tidak menimbulkan potensi permasalahan hukum di kemudian hari.

74

DAFTAR PUSTAKA

1. PTKRN - BATAN. 2014. Justifikasi Teknis Pembangunan Reaktor

Daya Eksperimental. Tangerang Selatan: PTKRN – BATAN

2. PTKRN – BATAN. 2014. Spesifikasi Teknis Reaktor Daya

Eksperimental. Tangerang Selatan: PTKRN – BATAN

3. BATAN. 2014. Outlook Energi Nuklir Indonesia. ISBN 978-602-71166-

0-3. Jakarta: BATAN

4. Kementerian ESDM. 2014. Buku Putih PLTN 5000 MW di Indonesia.

Jakarta: Kementerian ESDM

5. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. 2014.

Kompedium/Kodifikasi Hukum Bidang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan. Jakarta: Biro Hukum dan informasi Publik,

Sekretaris Jenderal, Kementerian Pertanian

6. Republik Indonesia. 2002. Perubahan Keempat Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta

7. Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang No. 10 Tahun 1997

tentang Ketenaganukliran. Lembaran Negara RI, No. 23. Jakarta

8. Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007

tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-

2025. Jakarta

9. Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009

tentang Ketenagalistrikan. Jakarta

10. Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun

2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan Bahan

Nuklir. Jakarta

11. Republik Indonesia. 2013. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2013

tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional. Jakarta

12. Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun

2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik

(UPTL). Jakarta