Author
vungoc
View
228
Download
3
Embed Size (px)
‘MENGAPA KULIAH di JOGJA’; Menelusur ‘Way of Learning’ Dunia Perguruan Tinggi di Yogyakarta
Penulis: Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec ; Prof. Dr. Bambang Cipto, MA. ; Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti Kusumayuda, M.Sc.
Penyunting: Arif Abdulrakhim
Hak Cipta © 2014 pada penulis
GRAHA ILMURuko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-4462135; 0274-882262; Fax: 0274-4462136 E-mail: [email protected]
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memper-banyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun me-kanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
‘Buku ini didedikasikan untuk Dunia Pendidikan Yogyakarta. Tidak diperjualbelikan’.
ISBN: 978-602-262-267-3 Cetakan ke I, tahun 2014
PENGANTAR
Di sini, di Jogja,ilmu pengetahuan
tak menjadi berhala di ruang-ruang pembelajaran1
Penerbit Graha Ilmu, adalah sebuah intitusi yang beraktivitas menerbitkan buku di Yogyakarta. Se-bagai salah satu pelaku dan penyemarak dunia buku di Yogya karta, Graha Ilmu ingin memberikan ‘sesuatu’ kepada dunia pendidikan dan dunia buku. Keinginan tersebut diwujudkan dalam bentuk program periodik menerbitkan buku yang dibagikan secara cuma-cuma kepada masyarakat luas.
Demi untuk memposisikan buku tersebut semacam media ‘urun rembug’ para stakeholder du-nia pendidikan dan buku, maka dikemas dalam bentuk buku kumpulan tulisan. Tema-tema yang diangkat pun seputar dunia pendidikan, pembelajaran, dan perbu-kuan di Yogyakarta.
Pada buku kumpulan tulisan kali ini, judul yang dipilih adalah ‘MENGAPA KULIAH di JOGJA?’ - Mene lusur ‘way of learning’ Dunia Perguruan Tinggi di Yogyakarta. Tema ini terasa sangat relevan diangkat, karena Jogja sampai saat ini masih menjadi salah satu daerah tujuan favorit untuk mengenyam pendidikan.
1 Terinspirasi oleh Nihilisme (Nietsche): saat agama menjadi ber-hala di tempat-tempat peribadatan
vi Mengapa Kuliah di Jogja
Kita beruntung sekali, buku kumpulan tulisan ini mendapat dukungan dari 3 perguruan tinggi besar di Yogyakarta. Dan tidak tanggung-tanggung, Bapak dan Ibu pimpinan perguruan tinggi sendiri yang berkenan mengabulkan permohonan kami untuk menyumbang-kan tulisannya. Beliau-beliau adalah Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec, Rektor Universitas Islam Indo-nesia (UII) dan sekaligus Ketua Umum APTISI. Penulis kedua, adalah Prof. Dr. Bambang Cipto, MA – Rek-tor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Dan penulis ketiga adalah Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti Kusumayuda, M.Sc. – Rektor Pembangunan Nasional Yogyakarta (UPN).
Tulisan dari beliau bertiga mampu menjawab tema buku ini, ‘Mengapa Kuliah di Jogja?’. Sekaligus mempertegas mengapa Jogja dari dulu sampai saat ini dan masa mendatang layak menjadi tujuan kuliah. Semuanya tidak terlepas dari nilai plus yang dimiliki Jogja, yang tak selalu dimiliki kota atau daerah lain. Mulai aspek historis, kultural, sosiologis, sampai aspek geografis dengan dimilikinya sarana penunjang berupa ‘literatur alam’. Kuliah di Jogja, pada akhirnya tidak hanya belajar di ruang formal kampus, tetapi juga di luar kampus karena telah tercipta ruang-ruang belajar yang saling menunjang.
Setiap mahasiswa yang kuliah di Jogja, tidak ha nya berkesempatan mendapatkan pengalaman aka-demis yang berkualitas. Namun juga pengalaman spiritual atau batin yang berharga dan unik, hasil dari bersentuh an dengan lingkungan. Perpaduan dua hal inilah yang akan semakin melengkapi masing-masing mahasiswa saat nanti menjadi output dunia pendidi-kan dan hadir di masyarakat.
Jogja: Kawah Candradimuka Kaum Muda Indonesia vii
Para alumni PT akan menjadi manusia yang lengkap. Selain memiliki kualitas intelektual yang baik juga akan memiliki ketajaman rasa. Sehingga kehadirannya lebih bermanfaat bagi peningkatan ke-sejahteraan masya rakat. Seperti filosofi yang melandasi pengembangan Budaya Pemerintahan DIY, rahayun-ing bawana kapurba waskitaning manungsa, bahwa kesejahteraan dunia tergantung manusia yang me miliki ketajaman rasa.
Bapak Edy Suandi, Rektor UII sekaligus Ketua Umum Aptisi, menyajikan data yang menarik terkait kualitas perguruan tinggi (PT) di Jogja. Menurut be-liau, jumlah PT di DIY kurang lebih ada 120 PT de-ngan rincian 116 PTS dan 4 PTN. Kemudian 8 PTS di DIY, masuk dalam 44 PTS besar di seluruh Indonesia. Bahkan apabila dirinci secara khusus, dari 12 Koper-tis yang ada di Indonesia dengan jumlah PTS sekitar 3.100, DIY menjadi satu-satunya provinsi yang sudah bisa mewakili 7-8 PTS di 44 besar PTS di Indonesia.
Lalu yang menjadi pertanyaan menarik, menga-pa Jogja sampai bisa memiliki rasio yang tinggi seperti di atas? Bagaimana awal mulanya? Dan sampai saat ini mengapa masih bertahan dan berkembang dunia pen-didikannya?
Ketiga penulis secara konseptif memberikan penjelasan yang sama atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Bahwa aspek historis, visi Sultan Hamengku Bu-wono IX, dan sarana penunjang ‘literatur alam dan so-sial’ begitu dominan pengaruhnya.
Bapak Bambang Cipto, Rektor UMY, beliau menambahkan, bahwa Jogja adalah Kota Kaum Per-gerakan, Kota Kaum Pembelajar, dan Miniatur Indone-
viii Mengapa Kuliah di Jogja
sia. Beliau menuliskan, ‘Sejarah mencatat, pada masa Revolusi, Jogjakarta merupakan “taklukan terakhir” yang ingin dikuasai penjajah Belanda pada waktu itu. Dalam kata-kata Soekarno, Republik tinggal me-nyisakan “selebar daun payung” untuk dikuasai Belan-da sehingga mendorong dilancarkannya agresi militer I (21 Juli 1947) dan agresi militer kedua (19 Desember 1948).
Semangat perjuangan, pergerakan, dan kepelo-poran dari sejarah pergolakan tersebut, mampu me-wariskan way of learning tersendiri bagi segala aspek kehidupan di Jogja. Terutama dunia pendidikannya. Semangat-semangat tersebut yang melandasi mengapa mahasiswa saat menginjakkan kaki untuk kuliah di Jogja, seakan-akan ada ‘kekuatan spiritual’ yang selalu menggoda untuk berpikir eksperimental, kreatif, dan kritis. Jika saya boleh mengalegorikan, kaum pendi-dikan di Jogja, seakan tak rela jika ilmu pengetahuan hanya menjadi ‘berhala’ di ruang-ruang pembelajaran.
Ibu Sari Bahagiarti, lebih lanjut memaparkan ten-tang ‘literatur alam’. Khususnya dari aspek fisiografis dan geologis. Semua literatur alam bertebaran di Jogja dan sekitarnya. Membentang dari utara ke selatan dan dari timur ke barat. Dari Gunung Merapi sampai Laut Selatan. Dari Rawa Bayat sampai Bukit Menoreh. Sela-lu setia menunggu mahasiswa-mahasiswa yang terusik dan tertantang untuk mengeksplorasinya.
Bagi saya pribadi setelah membaca tulisan beliau bertiga, jika meminjam ide Bapak Edy Suandi, kuliah di Jogja nampaknya sebuah episode kehidupan in-telektual mahasiswa dimulai. Maka sayapun tidak ragu menambahkan, bahwa episode tersebut merupakan
Jogja: Kawah Candradimuka Kaum Muda Indonesia ix
episode dimulainya tahap ‘pencarian’. Bahkan, dengan uniknya karakter literatur alam dan sosial yang dimiliki Jogya, memungkinkan lahirnya spirit ‘pencarian’ yang berbeda dibandingkan tempat lain.
Apabila kita perhatikan sedikit mendalam atas gerak-gerik para mahasiswa di Jogja saat beraktivitas, baik di kampus maupun di luar kampus, spirit ‘pencari-an’ tersebut akan terlihat dan terasa. Seakan-akan me-reka ini terus menerus, tiada henti, dan tiada puas un-tuk selalu mencari dan mencari. Sebuah ‘pencarian’ yang tak berujung pada ‘menemukan’ yang dicari. Tetapi lebih penting lagi pada ‘kecanduan’ berselancar di gelombang proses pencariannya. Spirit ini sungguh bagus. Karena saat mahasiswa telah purna secara aka-demik dan kembali secara nyata ke masyarakat, spirit ‘pencarian’ tersebut tak akan padam dan akan terus mencari tiada henti.
Saya teringat akan falsafah hamemayu hayuning bawono, yang mengadung pesan spiritual agar ‘selalu’ memelihara atau menjaga keseimbangan dan keles-tarian ‘alam’. Kata ‘selalu’ di kalimat itu mempunyai substansi sustainable. Dan alam sendiri mempunyai kodrat selalu terancam keseimbangannya. Dengan demikian, bukankah falsafah itu adalah sebuah falsafah hidup dengan pencarian tiada henti?
Bukankah, siapa yang terus menerus mencari, ti-daklah akan menemukan, tetapi akan ditemukan?2
Selamat membaca dan mencari.
Arif Abdulrakhim
2 Terinspirasi oleh tulisan ST Sunardi, Saya Harus Menemukan Zabalawi, Vodka dan Birahi Seorang Nabi, Jalasutra.
Penulis:
Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec Rektor UII dan Ketua Umum APTISI
Prof. Dr. Bambang Cipto, MA Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti K usumayuda, M.Se.Rektor Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta
Penyunting:
Arif Abdulrakhim
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
JOGJA: KAWAH CANDRADIMUKA KAUM MUDA INDONESIA xiiProf. Dr. Bambang Cipto, MA. Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
WAY OF LEARNING DI YOGYAKARTA: PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME MELAHIRKAN TOKOH BANGSA 18Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec Rektor UII dan Ketua Umum APTISI
MENGAPA KULIAH DI JOGJA LITERATUR DAN LABORATORIUM ALAM ADA DI SEKITARNYA 26Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti K usumayuda, M.Se. Rektor Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta
-oo0oo-
JOGJA: KAWAH CANDRADIMUKA KAUM
MUDA INDONESIA
Oleh Prof. Dr. Bambang Cipto, MA.
Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jogja: Kawah Candradimuka Kaum Muda Indonesia 1
SUDAH sejak lama Jogja memiliki magnet yang memiliki daya tarik sangat kuat bagi berbagai kalang-an. Sampai kini, begitu banyak jumlah catatan dan karya seni yang mengupas tentang Jogja yang memiliki keunikan dan keistimewaan. Begitulah, kota ini bagai sumur tanpa dasar. Semakin dalam kita menyelaminya, semakin banyak dimensi dan perspektif baru yang bisa kuak dan temukan.
Berbagai perubahan telah berlangsung secara cepat di Jogja dalam sepuluh tahun terakhir. Perubah-an itu menimpa berbagai aspek, sejak dari ruang kota yang mulai padat, pergulatan identitas masyarakatnya dalam menghadapi arus deras modernisasi, hingga gaya hidup kalangan muda. Kendati demikian, sampai kini, Jogja masih merupakan kota yang berkembang se-cara atraktif dan memancarkan auranya sebagai Kota Budaya. Barangkali karena modernitas berlangsung secara harmonis dengan ikhtiar menjaga tradisi, maka kota ini tetap memiliki pesona yang sulit tergantikan. Ke Jogja, orang-orang terus datang untuk meniti masa depan atau sekedar untuk merayakan nostalgia.
Kota Kaum Pergerakkan
Tak disangsikan lagi, dalam eksemplar sejarah Indonesia, Jogja memiliki posisi dan peran sangat pen-ting. Posisi dan peran masyarakat Jogja bisa kita telu-suri sejak jaman Revolusi hingga era Reformasi. Den-gan kata lain, sejak Republik ini mengalami proses pembentukkan negara (state-making) hingga pemban-gunan bangsa (nation development), dari era pengu-
2 Mengapa Kuliah di Jogja
siran kaum penjajah hingga penurunan rejim Orde Baru, Jogja tak bisa dihilangkan dari lembaran sejarah republik.
Ketika Indonesia menghadapi penguasaan he-bat dan berhasil ditaklukan pemerintah kolonial, pada tanggal 4 Januari 1946, Pemerintah Republik Indonesia memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota dari Jakar-ta ke Jogjakarta. Keputusan ini tentu didasarkan pada pertimbangan, bahwa Jogja adalah kota yang masih memiliki kekuatan revolusioner untuk mengusir penja-jah. Seperti yang kemudian terjadi, Serangan Umum 1 Maret atau serangan 6 jam menjadi sejarah yang amat heroik, disamping meneguhkan Jogja sebagai Kota Per-juangan.
Sejarah mencatat, pada masa Revolusi, Jogja-karta merupakan “taklukan terakhir” yang ingin dikua-sai penjajah Belanda pada waktu itu. Dalam kata-kata Soekarno, Republik tinggal menyisakan “selebar daun payung” untuk dikuasai Belanda sehingga mendorong dilancarkannya agresi militer I (21 Juli 1947) dan agresi militer kedua (19 Desember 1948). Dari sini kemudian muncul sebuah kisah heroik Serangan Umum 1 Maret dengan tokohnya Jendral Besar Soedirman. Serangan Umum itu berhasil meruntuhkan moral Belanda yang sangat optimis bisa menaklukan “daun payung yang tersisa” ini. Alhasil, Indonesia pun berhasil memper-tahankan seluruh wilayahnya karena dari Yogyakarta berhasil dirancang sebuah upaya diplomasi yang ke-mudian sangat penting artinya bagi pengakuan ke-daulatan Indonesia oleh dunia internasional.
Jogja: Kawah Candradimuka Kaum Muda Indonesia 3
Satu hal yang amat unik dari setiap fase sejarah perubahan Republik dimana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat memiliki peran yang tak bisa dikesamping-kan. Setelah Indonesia merdeka, Yogyakarta tetap menjadi basis bagi kaum pergerakkan yang tak henti-hentinya menyuarakan berbagai persoalan bangsa. Dalam berbagai cara, setiap generasi mengekspresikan berbagai keluh kesah dan kritiknya.
Ada semacam anggapan bahwa kehadiran Kraton sebagai penjaga utama budaya Jawa akan membawa dampak bagi kehidupan kampus, khususnya dari sisi kebebasan akademik. Namun kondisi sebaliknya justru tertjadi: dari kampus-kampus di Yogyakarta, dari pusat kebudayaan Jawa, justru pemikiran kritis dan bernas terus bermunculan dari waktu ke waktu. Hal ini bisa kita simak dari peristiwa monumental berikutnya di tanah Republik, yakni saat-saat gelombang massa me-nyampaikan tuntutannya bagi pemerintah Orde Baru tahun 1998. Ghirah perjuangan itu kemudian dilanjut-kan oleh kaum muda di generasi berikutnya.
Pada 20 Mei 1998, ribuan orang – sebagian be-sar adalah mahasiswa -- menyemut di alun-alun Utara Yogyakarta, persis di depan Kraton. Mereka menyam-paikan tuntutan agar penguasa Orde Baru secepatnya lengser. Sultan HB X menjadi tokoh yang memimpin gelombang demontrasi ini. Sebuah panorama me narik: betapa gerakan demokratisasi mengkombinasikan kekuatan moral mahasiswa dari kampus, masyarakat dan juga kekuatan adat bernama Kasultanan.
4 Mengapa Kuliah di Jogja
Fragmen sejarah di atas memberi gambaran ten-tang menyatunya tiga pilar penting dalam pergulatan masyarakat Jogja, yakni Kraton sebagai penjaga kebu-dayaan (Jawa), kampus sebagai penjaga semangat dan nilai-nilai perjuangan, serta masyarakat Jogja sendiri yang ingin selalu melakukan perubahan. Maka, ketika ada tarik-ulur untuk menjadikan Kraton hanya sebagai ikon kebudayaan dan berusaha mereduksi nilai-nilai keistimewaan, masyarakat Jogja pun kembali melaku-kan perlawanan.
Satu hal lagi yang menarik dari model pergerak-kan seperti aksi demonstrasi, protes dan bentuk pe-nyaluran aspirasi lain yang dilakukan oleh masyara-kat dan mahasiswa Jogja adalah caranya yang atraktif dan jarang menggunakan kekerasan. Semua aspirasi disalurkan melalui cara-cara yang kadang amat teatri-kal, jenaka, tanpa melupakan sisi konten yang ingin disampaikan. Inilah barangkali yang membuat demon-strasi di Jogja sangat jarang menimbulkan kerusakan yang cukup parah seperti yang berlangsung di kota lain. Seperti yang berlangsung baru-baru ini, sebagai bentuk protes atas pola pembangunan Kota Jogja yang dianggap terlalu “pro terhadap pedagang”, sejumlah kalangan melakukan demonstrasi dengan cara yang amat unik. Mereka ramai-ramai mendatangi rumah Walikota Jogja dan mereka menyanyi untuk menyin-dir kebijakan-kebijakan sang pemimpin. Tagline dari gerakan ini adalah “Jogja ora Didol” – Jogja tidak Di-jual – untuk menyindir kesemrawutan dan kemacetan serta makin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan di Jogja. Para demonstran itu terus menyanyi lagu-lagu
Jogja: Kawah Candradimuka Kaum Muda Indonesia 5
sindiran. Mereka menyampaikan sebuah keprihatinan tetapi mampu menyajikannya secara cukup menghi-bur tanpa kehilangan konteks yang ingin disampaikan. Gaya-gaya seperti ini barangkali yang kemudian juga sering terlihat dalam aksi-aksi mahasiswa Jogja dimana ada kombinasi antara seni dan gagasan.
Hikayat Jogja sebagai Kota Perjuangan telah di-abadikan dalam berbagai museum di kota ini. Tempat-tempat yang memiliki nilai historis seperti Museum Serangan 6 Jam, Benteng Vredeburg, Gedung Agung, Kantor Pos, Gedung Bank Indonesia, adalah artefak yang menjadi saksi bisu perlawanan. Masih banyak tempat-tempat lain yang menarik untuk dikunjungi karena nilai historisnya yang amat tinggi seperti rute gerilya Jendral Soedirman, Goa Selarong tempat Pa-ngeran Diponegoro bersembunyi. Semua tempat itu berpaut dengan tempat-tempat yang memiliki nilai kebudayaan yang tak terhitung banyaknya. Dan lokasi ketiga tentu saja kampus atau perguruan tinggi, yang menjadi arena pergulatan calon-calon pemimpin bang-sa ini.
Kota Kaum Pembelajar
Begitu banyak atribut yang dilekatkan pada Jog-ja. Hal ini hanya menggambarkan satu hal: betapa dari berbagai aspek, kota ini memang memiliki daya tarik. Namun satu atribusi yang sejak dulu melekat pada Jog-ja, yakni posisinya sebagai Kota Pelajar atau Kota Pen-didikan. Tak disangsikan lagi, pelajar dan mahasiswa adalah komunitas utama masyarakat Yogyakarta.
6 Mengapa Kuliah di Jogja
Predikat yang disandang kota Jogja sebagai kota pendidikan tentu mempertimbangan tidak hanya fak-tor kualitas dan kuantitas lembaga-lembaga pendidi-kan yang ada, namun juga daya dukung lingkungan di Yogyakarta terhadap proses pendidikan. Semakin hari semakin bertambah jumlah perguruan tinggi di kota ini. Memang tidak semuanya sukses dan bertahan. Se-jumlah kampus mengalami mati suri dan gulung tikar. Kini, setiap kampus di Jogja dihadapkan pada persaing-an yang semakin sengit untuk meraih kepercayaan ma-syarakat. Selain itu, standar-standar tentang penyeleng-garaan dan akuntabilitas manajemen kampus saat ini semakin tinggi.
Setiap sekolah dan kampus berupaya mencip-takan “selling point” yang bisa mengundang calon siswa dan mahasiswa. Masyarakat di Jogja pun sa-ngat terbuka dengan kehadiran para mahasiswa yang ber asal dari berbagai daerah bahkan berbagai negara a sing. Interaksi antara mahasiswa dan masyarakat menciptakan nuansa yang harmonis dan dinamis. Hal inilah yang menjadikan Jogja memiliki kekuatannya sendiri sebagai kota pendidikan. Perlu dicatat, bahwa proses pembelajaran tidak hanya berlangsung di dalam tembok kampus-kampus dan lembaga pendidikan lain-nya, namun juga pendidikan di luar kampus yang akan memperkaya pengalaman mahasiswa dalam me-ngarungi kehidupan profesional selanjutnya.
Ratusan jurusan kuliah ditawarkan di tidak kurang dari 116 kampus swasta maupun negeri di berbagai jenjang seperti universitas, akademi, Seko-
Jogja: Kawah Candradimuka Kaum Muda Indonesia 7
lah Tinggi dan Politeknik. Masing-masing kampus ber-upaya menawarkan program-program unggulan yang menjadi program andalan untuk menarik mahasiswa. Jumlah kampus yang besar dan menawarkan beberapa program yang hampir sama dari satu kampus dengan kampus yang lain menciptakan nuansa kompetisi an-tara kampus yang sangat dinamis.
Beberapa kampus di Jogja juga masuk dalam ka-tegori kampus dunia dalam berbagai versi seperti versi 4ICU atau Webometrics. Bahkan di Jogja terdapat be-berapa kampus yang telah mendapatkan Akreditasi A dari BAN PT, yaitu UMY, UGM dan UII.
Di luar eksistensi lembaga pendidikan formal, yang lebih penting adalah, bahwa di Jogja ruang be-lajar sudah menyatu dalam denyut keseharian ma-syarakatnya. Artinya, definisi tentang “ruang belajar” telah mengalami perluasan. Mahasiswa tidak cuma bisa belajar dalam pengertian konvensional, namun juga dalam berbagai komunitas di luar tembok-tembok kampus. Sejak era tahun 70-an, Jogja dikenal sebagai tanah subur bagi tumbuhnya kelompok-kelompok studi mahasiswa atau study club. Ini adalah komunitas yang sangat unik. Para mahasiswa seakan melakukan “migrasi intelektual” dengan jalan membentuk kelom-pok-kelompok studi yang bersifat lintas universitas dan lintas disiplin. Mereka membentuk komunitas diskusi berdasarkan isu-isu tertentu. Pikiran khas mahasiswa yang kritis dan terkadang anti terhadap mainstream seakan dimunculkan dalam forum-forum studi terse-but.
8 Mengapa Kuliah di Jogja
Dari kemunculan berbagai komunitas diskusi tersebut tak jarang lahir beberapa lembaga serius dan juga penerbit alternatif. Beberapa penerbit di Jogja la-hir dari komunitas seperti ini. Di komunitas-komunitas yang mereka bentuk ini, mahasiswa membicarakan banyak hal, menuangkan gagasan mereka ke dalam tulisan di koran-koran, bahkan tak jarang mereka menerbitkan buku-buku alternatif untuk menampung pikiran dan gagasan. Mereka amat kreatif menyusun “kurikulum” untuk diskusi. Topik-topik yang mereka bahas seringkali mencengangkan dan amat kritis, dari mulai persoalan-persoalan mendesak bangsa hingga persoalan-persoalan besar kemanusiaan. Sudah ba-nyak “alumni” kelompok studi ini yang menjadi to-koh intelektual di Indonesia. Amien Rais, Dawam Ra-hardjo, Ahmad Wahib, almarhum Kuntowijoyo, Buya Syafii Maarif serta budayawan Emha Ainun Nadjib – untuk menyebut beberapa nama – adalah sosok-sosok yang dulu menemukan kawah candradimuka melalui kelompok-kelompok diskusi yang mereka bentuk. Ke-hadiran kelompok-kelompok studi ini meneguhkan Jogja sebagai kota tempat lahirnya kaum pemikir.
Banyak kalangan berpendapat bahwa kehadiran kelompok-kelompok studi di Jogja akhir-akhir ini se-makin meredup. Sebagai gantinya, kini muncul ber-bagai komunitas kaum muda yang berbasis pada hobi dan bakat. Pendapat ini boleh jadi benar, namun tidak lantas dianggap makin melunturnya kultur kritis kaum muda di Jogja. Suasana dan lingkungan sosial memang mengalami perubahan yang amat drastis. Seperti juga yang berlangsung di hampir semua kampus di tanah
Jogja: Kawah Candradimuka Kaum Muda Indonesia 9
air, nampaknya mahasiswa saat ini lebih realistis untuk melihat masa depan mereka. Sambil kuliah, tak jarang mereka membentuk komunitas-komunitas yang bisa mengarahkan mereka pada dunia enterpreuner atau wirausaha. Dan di Jogja, kreativitas untuk itu cukup mandapatkan atmosfirnya.
Miniatur Indonesia
Ada aspek pembelajaran lain yang bisa dialami oleh para pelajar dan mahasiswa di Jogja. Mereka akan belajar melakukan relasi lintas etnis dan lintas agama secara harmonis di Jogjakarta. Jogjakarta adalah “Indo-nesia kecil” dimana kaum muda dari berbagai etnis, agama dan golongan datang dan tumbuh bersama. Se-bagian dari mereka ada yang tinggal di asrama-asrama daerah yang ada di Jogja. Sebagian lagi ada yang ting-gal di pesantren, bersama induk semang atau mengon-trak rumah secara bersama-sama. Ada satu dua gesekan dan riak-riak kecil yang pernah terjadi. Namun secara umum, kehidupan lintas etnis dan agama di Jogjakarta berlangsung amat baik dan harmonis.
Kaum muda Indonesia akan mendapat penga-laman kultural dan spiritual yang sangat baik di Jogja. Mereka belajar untuk saling respek satu sama lain, mendiskusikan masalah-masalah bangsa tidak secara sektarian, serta merajut mimpi-mimpi tentang proyek keindonesiaan pada saat mereka kembali ke daerah masing-masing. Ini adalah modal sosial (social capital) yang sangat strategis mengingat masalah kebhinekaan dipastikan akan tetap menjadi problem krusial bagi In-
10 Mengapa Kuliah di Jogja
donesia sebagai negara yang amat heterogen. Problem sentimen kelompok dan gerakan politik yang berbasis pada nilai-nilai sektarian akan mudah timbul jika kaum muda bangsa ini tidak pernah memiliki fase “hidup bersama orang lain” dalam sejarah hidup mereka. Dan lembaga pendidikan merupakan wilayah paling ujung yang bisa menumbuhkan, merawat dan menyebarkan nilai-nilai integrasi sosial dan saling menghargai atas perbedaan ini.
Jogjakarta memiliki hikayat panjang untuk tampil menjadi pioner bagi tempat penyemaian nillai-nilai ke-bangsaan. Seperti disinggung pada bagian awal tulisan ini, Jogjakarta adalah “ruang terakhir” Republik untuk ditaklukan oleh kaum penjajah. Adalah sebuah ironi jika dalam perkembangannya kini, institusi-institusi pendidikan di Yogyakarta gagal merawat nilai-nilai ke-bersamaan hidup berbangsa yang sudah dengan susah payah dilakukan oleh generasi awal kaum muda Yog-yakarta.
Kondisi ini juga seharusnya menjadi konsen dari lembaga-lembaga pendidikan – khususnya universitas – yang ada di Jogja. Barangkali penting untuk mencetak alumni bagi semua universitas. Setiap universitas boleh saja berlomba-lomba mencetak lulusan hebat dengan nilai akademik sangat tinggi. Namun para pengelola universitas di Jogjakarta harus mulia menangkap satu hal dari realitas kultural yang ada, yakni bagaimana melahirkan “alumni pendidikan Yogyakarta” yang di-harapkan akan melahirkan para pembuat keputusan (decision makers), pelaku sejarah dan dinamisator di
Jogja: Kawah Candradimuka Kaum Muda Indonesia 11
setiap daerah di Indonesia yang memiliki wawasan dan orientasi keindonesiaan.
Barangkali lewat kesadaran seperti ini kita ma-sih bisa berharap bahwa Jogjakarta adalah kawah can-dradimuka bagi anak-anak bangsa yang mengusung nilai-nilai toleransi dalam keberagaman. Jogja harus menjadi role model bagi kota-kota lain yang menjadi sentrum baru tempat pertemuan anak-anak muda ta-nah air. Ini niscaya akan sangat dibutuhkan Indonesia mengingat saat ini krisis kebangsaan sedang melanda para pemimpin dan pejabat publik negeri ini. Alum-ni-alumni Jogja, sampai hari ini, telah merambah ber-bagai daerah, menjadi pelaku penting perubahan di setiap ranah yang mereka masuki. Aktor-aktor penting republik – baik politisi, anggota parlemen, aktivis poli-tik – banyak yang merupakan “alumni” Jogja. Aspek ini barangkali yang juga menjadi poin penting mengapa kaum muda di Indonesia banyak yang masih kepincut untuk melanjutkan sekolah di Jogja.
Untungnya, pemerintah Provinsi DIY sangat menaruh perhatian pada pentingnya mengelola ke-ragaman ini. Mereka terus melakukan pembinaan ter-hadap asrama-asrama mahasiswa daerah yang ada di Jogja dengan membentuk Ikatan Kelaurga Pelajar dan Mahasiswa Daerah (IKPMD). Keberadaan IKPMD sa-ngat strategis untuk membangun saling pengertian dan kerjasama budaya di kalangan pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah. Sepanjang yang bisa diikuti dari berbagai program dan event yang diadakan IKPMD, nampaknya ini menjadi kontribusi yang sangat positif
12 Mengapa Kuliah di Jogja
dari pemerintah Provinsi DIY untuk selalu menjaga ke-harmonisan dari keragaman budaya yang ada.
Jogja sebagai Melting Pot Kebudayaan
Jogja hari ini telah mengalami perubahan, bah-kan mungkin perubahan itu terbilang cepat bagi sejum-lah kalangan. Ada banyak keluhan bahwa kota ini tak lagi nyaman, macet, semrawut serta tidak lagi murah sebagaimana impresi kebanyakan orang selama ini. Untuk beberapa hal barangkali benar telah terjadi pe-rubahan. Dan setiap perubahan selalu punya sisi gelap dan sisi terang. Beberapa kritik barangkali pantas untuk didengarkan oleh para pembuat kebijakan di Jogjakarta agar bagaimanapun perubahannya, ruh Jogja sebagai kota yang memiliki keunikan dan keistimewaan tetap bisa dijaga. Tidak mudah memang mengendalikan pe-rubahan itu, apalagi ketika sebuah kota seperti Jogja adalah juga menjadi favorit bagi destinasi wisata.
Akan sangat mudah menemukan jejak-jejak globalisasi telah sampai Jogja hari ini. Didorong oleh dunia yang semakin terintegrasi yang mendorong pergerakkan manusia, orang yang datang ke Jogja ti-dak melulu dari wilayah-wilayah Nusantara. Kini Jogja menjadi kota yang sangat diwarnai oleh kultur global. Turis manca negara semakin banyak, begitu juga de-ngan kehidupan yang mengiringinya. Maka ruang per-gaulan dan ruang interaksi masyarakat Jogjakarta kini semakin meluas dan mendunia. Berbagai komunitas global dengan mudah kita temukan hari-hari ini di se-jumlah sudut di Jogja. Bahkan di beberapa Desa yang
Jogja: Kawah Candradimuka Kaum Muda Indonesia 13
menjadi “Daerah Wisata” tidak jarang kita menemukan interaksi yang intens antara penduduk lokal dan turis mancanegara. Tak diragukan lagi, Jogja kian merepre-sentasikan sebuah global village.
Nuansa internasional juga telah ditangkap oleh dunia kampus. Dalam beberapa tahun terakhir, sejum-lah kampus di Jogja sudah membuka kelas inte rnasional dan juga program pertukaran mahasiswa dengan per-guruan tinggi di manca negara. Di UMY sendiri, pro-gram ini sudah berlangsung cukup baik di beberapa program studi seperti Hubungan Internasional dan Kedokteran. Mahasiswa pun kini semakin berorientasi pada kehidupan global. Didorong oleh pertumbuhan industri penerbangan murah dan kemudahan melaku-kan perjalanan melalui jaringan internet, para maha-siswa semakin mudah melakukan perjalanan ke dunia luar. Mereka kini menjadi generasi yang amat percaya diri untuk menjadi warga dunia.
Jogja kini tidak lagi menjadi “Indonesia Mini”, tetapi telah bertransformasi menjadi tempat bertemu-nya berbagai kultur dari banyak negara (melting-pot). Kondisi ini tidak harus selalu diratapi, namun harus dianggap sebagai sebuah konsekuensi yang harus di-jalani ketika dunia merayakan globalisasi. Bagi se-bagian kalangan, realitas ini bisa saja dianggap akan meng ancam identitas kota dan tergerusnya budaya. Tetapi seperti kata van Peursen, budaya bukan kata benda (noun), tetapi kata kerja (verb). Artinya di dalam-nya ada yang namanya kreativitas, kritik bahkan juga kontrol dan pengendalian.
14 Mengapa Kuliah di Jogja
Kini, bagaimana semua stake-holders yang ada di Jogja bersama-sama membangun mentalitas baru, menyusun strategi kebudayaan baru, agar semua ke-terbukaan dunia yang dihadapi Jogja, tidak mengikis identitas budaya Jogja. Pada sisi lain, bagaimana ruang melting-pot tersebut, bisa ditransformasikan menjadi ruang sosial baru, dan menjadi kawah candradimuka baru, bagi kaum muda Jogjakarta hari ini. Dengan segala pergeseran dan perubahannya, serta dengan menengok riwayat pergulatannya yang panjang, Jogja akan tetap menjadi kota yang istimewa, yang terus me-manggil-manggil generasi baru dari berbagai jazirah dunia untuk datang dan merindukannya….
-oo0oo-
Jogja: Kawah Candradimuka Kaum Muda Indonesia 15
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta(UMY) yang didirikan pada tanggal 1 Maret 1981, saat ini telah memiliki 8 Fakultas yaitu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, Fakultas Teknik, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fakultas Agama Islam dan Fakultas Pendidikan Bahasa, dengan 23 program studi (prodi) untuk strata-1. Empat prodi diantaranya telah memi-liki program internasional, yaitu International Program for International Relations Department (IPIREL), Inter-national Program for Law and Shariah (IPOLS), Inter-national program for Islamic Finances (IPIEF) dan In-ternational Program for Governmental Studies (IGOV). UMY juga telah memiliki 7 program strata-2 atau Pasca Sarjana dan 2 program strata-3 atau Doktoral. Alham-dulillah, sejak 2013 kapasitas institusi dan efektivitas pendidikan di UMY telah diakui pemerintah melalui
16 Mengapa Kuliah di Jogja
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi dengan SK BAN PT No. 061/SK/BAN-PT/Ak-IV/PT/II/2013 dengan status akreditasi A(sangat baik).
UMY mengusung visi menjadi universitas yang Unggul dan Islami, menempatkan kekuatan iman dan takwa sebagai landasan sekaligus cita-cita luhur yang ingin dicapai melalui upaya strategis penyeleng-garaan pendidikan serta upaya mengembangkan ilmu agama, pengetahuan, tekhnologi dan seni yang men-jadi pusat kegiatan. UMY terus berkomitmen untuk melaksanaan Catur Darma Pendidikan Tinggi yaitu sebagai pusat pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, sekaligus sebagai pusat pembinaan karakter generasi muda calon pemimpin bangsa yang memiliki integritas kepribadian dan moralitas yang Islami dalam konteks kehidupan individu dan sosial.Selain itu, UMY juga mengembangkan pendidikan yang kompetitif tidak hanya dilingkup nasional, namun juga internasional. Dengan kredo Muda Mendunia, UMY melaksanakan berbagai program internasionalisasi bagi seluruh civitas akademika baik dosen, mahasiswa maupun karyawan melalui program-program seperti Exchange program, penyelenggaraan konferensiatau seminar internasional, summer school, lex program atau KKN Internasional, Short Course program dan lain-lain yang merupakan hasil kerjasama dengan ber-bagai perguruan tinggi dan institusi di luar negeri.
Untuk mendukung berbagai aktivitas seluruh civitas akademikanya, kampusUMY seluas 25 hektar dilengkapi dengan sarana fisik dan non fisik yang me-
Jogja: Kawah Candradimuka Kaum Muda Indonesia 17
madai. Gedung-gedung perkuliahan telah dilengkapi dengan fasilitas pembelajaran multi media, audio vi-sual, jaringan wi-fi internet dan berpenyejuk udara yang memberikan kenyamanan bagi seluruh civitas akademika. Fasilitas laboratorium, perpustakaan, dan pusat-pusat studi serta berbagai fasilitas olahraga tak luput dari pengembangan. Sistem informasi UMY juga telah dikembangkan menjadi rich media untuk pembe-lajaran, Net Meeting, kelancaran sistem aplikasi seperti sistem keuangan, sumberdaya manusia, sistem kema-hasiswaan, dan website, serta pengembangan kartu RFID (Radio Frequency ID) yang digunakan sebagai kartu mahasiswa atau kartu pegawai sekaligus kartu yang memiliki multi akses untuk sistem perparkiran, perpustakaan bahkan untuk pelayanan perbankan di lingkungan UMY. Informasi lebih lanjut lihat www.umy.ac.id
Way of Learning di Yogyakarta: Pendidikan
Multikulturalisme Melahirkan Tokoh
Bangsa
Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec
[Rektor UII dan Ketua Umum APTISI]
Way of Learning di Yogyakarta 19
Pendidikan dan Multikulturalisme di Dae-rah Istimewa Yogyakarta
Latar belakang kemunculan lembaga pendidikan tinggi yang berdiri di Yogyakarta perlu ditempatkan dalam lingkup keberadaan perjuangan RI sebagai ne-gara baru dan masa sesudahnya. Yogyakarta yang per-nah menjadi Ibukota Negara RI, telah memikat siapa saja di penjuru tanah air untuk datang dan berpartisi-pasi mengisi dan membangun kemerdekaan, namum semua itu diperlukan tenaga-tenaga yang berkompe-ten. Orientasi praktis itulah yang kemudian melatar belakangi pemerintah RI mendirikan sebuah pergu-ruan tinggi yang sekarang kita kenal dengan Universi-tas Gadjah Mada, dan merupakan Universitas Negeri pertama yang lahir pada masa kemerdekaan. Di Yog-yakarta ini juga, merupakan kota kelahiran gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yaitu Muham-madiyah. Gerakan berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik, sampai saat ini telah melahirkan kurang lebih 157 perguruan tinggi (PT) yang tersebar di seluruh pe-losok negeri. Universitas Islam Indonesia (UII), yang merupakan universitas nasional tertua di Indonesia, yang berdiri sebelum Indonesia merdeka yaitu 8 Juli 1945, sejak tahun kedua sampai saat ini juga tumbuh dan berkembang di Yogyakarta. Adanya fakta historis itulah, pada akhirnya Yogyakarta tumbuh menjadi kota pelajar dan pusat pendidikan. Pendidikan yang kental akan nilai-nilai kebudayaan yang menjadikan Yogya-karat berbeda dengan kota-kota lain.
20 Mengapa Kuliah di Jogja
Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan pendi-dikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyara-katnya. Ia pun kemudian menggagas bahwa dalam mengembangkan kodrat manusia harus sempurna melalui pengembangan yang terangkai dalam cipta, karsa, dan karya. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) nampaknya menyadari betul akan konsep pendidikan tersebut, sehingga di tengah derasnya arus globalisasi yang menjelma dalam varian bentuk, seperti canggih-nya teknologi yang kian memposisikan manusia seb-agai makhluk individualis dan kurang humanis, Yogya-karta tetap menjadi kota yang mengajarkan pendidikan intelektual berbasis budaya. Dilihat dari perspektif so-sio-antropologis, pendidikan berbasis budaya yang di-bangun Yogyakarta jelas merupakan upaya untuk terus mengeksistensikan identitas manusia sebagai makhluk yang berakal dan berbudi. Karena kekhasan manusia yang menjadi pembeda dengan makhluk lain adalah dimilikinya nilai-nilai kebudayaan.
Uraian singkat di atas, nampaknya kemudian menjadi nilai plus Yogyakarta dan bagi ribuan pelajar Indonesia memilih Yogyakarta sebagai tempat kuliah. Dengan beragamnya kultur maupun subkultur yang dapat berkembang di Yogyakarta baik yang berbasis etnisitas, golongan, aliran kepercayaan maupun agama tidak berlebihan Yogyakarta menamakan dirinya se-bagai city of tolerance. Animo masyarakat, baik di-inisasi oleh orang tua atau pribadi siswa untuk belajar di Yogyakarta juga terus meningkat.
Way of Learning di Yogyakarta 21
Masyarakat Yogyakarta memandang predikat city of tolerance merupakan upaya untuk terus mewu-judkan toleransi agar tercapainya harmoni, saling pengertian, dan kesediaan untuk saling menerima, sa-ling mengikuti dan mau bekerja sama. Karena itu, tole-ransi dalam konteks ini mengandung makna yang lebih luas melampaui pengertian toleransi antar suku/etnis, agama dan kebudayaan. Tidak mengherankan di tahun 2012, Yogyakarta tidak masuk sebagai daerah yang ke-rap melakukan tindakan intoleransi dalam beragama dan berkeyakinan. The Wahid Institute di tahun 2012 mencatat ada 5 (lima) provinsi dengan jumlah kasus kekerasan atau intoleransi agama tertinggi dan Yogya-karta tidak termasuk didalamnya, yaitu Jawa Barat (43 kasus), Aceh (22 kasus), Jawa Tengah (15 kasus), Jawa timur (15 kasusu), dan Sumatera Barat (3 kasus).
Kualitas PT dan Pendidikan Multikulturalisme di DIY
Secara historis, disematkannya Yogyakarta se-bagai kota pendidikan tidak dilepaskan jejak Sultan Hamengku Buwono IX yang begitu peduli terhadap pendidikan, seperti terlihat ketika tanggal 20 Mei 1949 panitia perintis pendidikan Indonesia sepakat mendiri-kan perguruan tinggi di Yogyakarta, Raja Kraton Yogya-karta bermurah hati meminjamkan ndalem kraton un-tuk dimanfaatkan sebagai tempat kuliah. Pada awal tahun 1946 sampai akhir tahun 1949 juga telah lahir berbagai perguruan tinggi baik negeri dan swasta yang dimaksudkan untuk mencetak tenaga-tenaga ahli, ter-didik dan terlatih dalam membangun bangsa. Sampai
22 Mengapa Kuliah di Jogja
saat ini dinamisasi PT di Yogyakarta kian pesat, se-hingga di Yogyakarta hampir tidak ada cabang ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di kota ini. Hal ini menandakan Yogyakarta bukan hanya kota yang pe-mimpinnya peduli terhadap pentingnya pendidikan, tetapi juga sebagai kota yang komitmen dengan model pendidikan yang mengedepankan kualitas.
Jumlah PT di DIY sendiri, baik untuk PTS dan PTN kurang lebih ada 120 PT dengan rincian 116 PTS dan 4 PTN. Kemudian 8 PTS tersebut masuk dalam 44 PTS besar di seluruh Indonesia. Bahkan apabila dirinci secara khusus, dari 12 Kopertis yang ada di Indonesia dengan jumlah PTS sekitar 3.100, DIY menjadi satu-sa-tunya provinsi yang sudah bisa mewakili 7-8 PTS di 44 besar PTS di Indoensia. Kemudian, predikat Yogyakar-ta sebagai kota pendidikan, berkaitan erat dengan pe-nyelenggaraan proses pendidikannya. Apabila dilihat dari data Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), dari total PT yang berjumlah sekitar 3.200 yang memperoleh akreditasi A (sangat baik) hanya 9 (sembilan) PT dan 3 (tiga) diantaranya diraih oleh PT di DIY. Yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM), Universi-tas Islam Indonesia (UII), dan Universitas Muhammadi-yah Yogyakarta (UMY). Perolehan ini dapat dikatakan juga bahwa DIY menjadi satu-satunya provinsi yang memiliki 3 (tiga) PT sekaligus dengan kualitas unggul dalam sistem pendidikannya.
Berkaca pada hal di atas, reputasi Yogyakarta se-bagai kota pendidikan nampaknya telah menarik per-hatian masyarakat dari berbagai daerah, tercatat untuk
Way of Learning di Yogyakarta 23
tahun 2013 sekitar 310.860 mahasiswa dari 33 provinsi di Indonesia belajar di Yogyakarta. Dari jumlah itu, 244.739 orang atau 78,7% (persen) adalah mahasiswa perantauan dari luar daerah, sehingga di kota inilah berbagai pendatang dari Sabang sampai Merauke ber-kumpul. Tidak berlebihan jika Yogyakarta disebut se-bagai miniaturnya Indonesia, meskipun beragam suku bangsa, etnis, dan agama yang hidup satu kota bukan kemudian Yogyakarta sebagai kota yang resisten akan konflik. Bahkan beragamnya budaya antar daerah telah menjadikan media efektif belajar mahasiswa secara tidak langsung, tentunya selain belajar ilmu pengeta-huan di bangku kuliah.
Adanya ruang pertemuan budaya bagi putra-putri bangsa dari berbagai penjuru nusantara yang datang ke Yogyakarta dan sifat masyarakatnya yang bersifat terbu-ka terhadap masuknya budaya lain, pandangan, mau-pun etnis telah memberikan kesempatan untuk tum-buh kembangnya kebudayaan dari golongan lain dan juga persepsi dari berbagai aliran, ideologi, politik, agama dan juga kepercayaan untuk saling berienter-aksi untuk membangun dan mendorong kontinyuitas hubungan yang harmonis. Fenomena ini yang kemu-dian menjadi tonggak (milestone) pendidikan pelajar di Yogyakarta syarat dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Model pendidikan yang mengusung ideologi un-tuk saling memahami, menghormati, dan menghargai atas perbedaan yang terjadi di Yogyakarta, secara lang-sung atau tidak dialami mahasiswa dalam pergaulan-nya pada akhirnya menjadikan sarana pendidikan efek-
24 Mengapa Kuliah di Jogja
tif dan menjadi bekal penting dalam perjalanan hidup, karir, dan masa depan mahasiswa. Realitas ini yang mengokohkan sikap mahasiswa di masa-masa men-datang akan tetap menjunjung tinggi perilaku toleran di saat sebagian dari yang lain bersikap intoleran dan antikeragaman. Hal yang jarang ditemui di daerah lain itulah, yang menjadi titik sentral mengasah kepriba-dian maupun karakter mahasiswa selama belajar di Yogya karta. Maka dari itu, alumnus yang lahir dari kota Yogyakarta tentu memiliki perbedaan baik dalam pen-sikapan, pemikiran, dan penyelesaian terhadap suatu persoalan.
Struktur erat kohesi sosial dan solidaritas ma-syarakat yang multikultur, menjadikan kota Yogyakarta mampu melahirkan tokoh ataupun pemimpin bangsa yang kini berhasil menduduki tampuk kepemimpinan pusat dan daerah. Capaian karir sukses tokoh yang lahir dari Yogyakarta akan mudah kita temui, baik di level eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Bahkan pada sektor non formal, seperti bussinesman juga tidak sedikit yang berhasil. Semua itu tentu dilalui bukan tanpa proses, Yogyakarta dengan ragam kebudayaan dan kualitas pendidikannya ternyata telah mengasah karak ter pe-lajarnya dan mengantarkan untuk meraih ke suksesan masa depan. Dengan demikian, penghargaan terhadap setiap budaya dan model pendidikan unggul kiranya menjadi daya tarik Yogyakarta untuk dijadikan tempat belajar, sehingga dari sinilah nampaknya episode karir kesuksesan seseorang dimulai.
Yogyakarta, 1 Nopember 2013
Way of Learning di Yogyakarta 25
Referensi
“Magnet Pendidikana DIY Masih Kuat,”adalamahttp://krjogja.com/read/156585/page/tentang_kami, diakses tanggal 20 Oktober 2013
“Pertahankan Indoensia Mini di Yogyakarta,” dalam ht tp : / /nas ional .kompas.com/read/2013/ 04/08/03164776/Pertahankan.Indonesia.Mini.di.Yogyakarta, diakses tanggal 20 Oktober 2013.
“Tabel PTS DI DIY,” dalam http://kopertis5.org/?p=listpts, diakses tanggal 20 Oktober 2013.
“Membangun Yogyakarta Sebagai Kota Multikultural”, dalam http://dprd-jogjakota.go.id/index.php/ber-ita-dan-artikel/artikel/membangun-yogyakarta-sebagai-kota-multikultural, diakses 28 Oktober 2013.
“Sejarah Berdirinya Kota Yogyakarta”, dalam http://ma-dakrama.blogspot.com/2012/07/sejarah-berdiri-nya-kota-yogyakarta.html, diakses 28 Oktober 2013.
“Pertaruhan Multi kulturala Jogja”, dalam http://mnuru-likhsansaleh.blogspot.com/2009/04/pertaruhan-multikultural-jogja.html, diakses 28 Oktober 2013.
-oo0oo-
Mengapa kuliah di Jogja
LITERATUR dan LABORATORIUM ALAM ADA DI SEKITARNYA
Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti K usumayuda, M.Se.
[Rektor Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta]
Mengapa Kuliah di Jogja; Literatur dan Laboratorium ... 27
Jogja Istimewa
Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari empat kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Bantul, dan satu Kotamadya Yogyakarta. Sesuai dengan nama provinsinya, Yogyakarta memang dikenal memiliki be-berapa kekhususan. Selain ada latar belakang sejarah, terdapat pula beberapa hal lain, misalnya adiluhung-nya budaya, berbaurnya berbagai suku, agama, dan etnik masyarakat yang tinggal. Semua itu membuat Jogja menjadi benar-benar istimewa. Berbaurnya ber-bagai etnik, suku bangsa dan agama di Jogja, dikare-nakan daerah ini menjadi salah satu tujuan belajar dan menuntut ilmu. Oleh karena itulah Jogja juga dikenal sebagai kota pelajar dan kota mahasiswa.
Jika menyebut kata “Jogja”, konotasinya tidak lagi merupakan Kotamadya Yogyakarta, melainkan lebih kepada seluruh wilayah DIY. Di DIY, saat ini ter-dapat lebih dari 100 perguruan tinggi, baik berstatus negeri maupun swasta. Lembaga-lembaga penyeleng-gara pendidikan tinggi tersebut menyediakan banyak pilihan program-program studi. Di antara sekian ba-nyak yang ditawarkan, terdapat beberapa program studi yang memiliki kompetensi spesifik di bidang ilmu dan atau teknologi yang untuk menekuninya di-perlukan prasarana penunjang yang khusus, yang ti-dak dapat digantikan oleh sarana lainnya. Penunjang tersebut adalah laboratorium atau literatur alam. Dan ternyata di sekitar Jogja ini berserak lokasi-lokasi yang
28 Mengapa Kuliah di Jogja
dapat berfungsi sebagai laboratorium alam atau litera-tur alam yang cukup bervariasi dan lengkap.
Secara geografik, Jogja berada di posisi sentral Pulau Jawa, meskipun lebih ke arah Selatan. Jogja di-lalui oleh jalan raya dan lintas kereta-api jalur selatan Jakarta – Surabaya, serta jalur Bandung – Surabaya. Pelancong dengan perjalanan darat dari arah Barat ke Timur maupun sebaliknya, acap kali memerlukan sing-gah di Jogja.
Di sisi yang berbeda, Jogja juga merupakan pu-sat kebudayaan Jawa. Hal ini ditandai oleh keberadaan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang hingga sek-arang masih eksis sebagai rujukan budaya Jawa. Ber-bagai warisan mahakarya kunopun mudah ditemui di sekitar Jogja. Di arah barat laut ada candi agung pening-galan dinasti Syailendra, Borobudur, sementara di arah Timur terdapat situs elegan landmark dari dinasti Sanjaya, Candi Prambanan, dan di sebelah Tenggara, berdiri megah, di atas bukit, kompleks Keraton Boko yang dikenal lewat legenda “Bandung Bondowoso”. Belum lagi candi-candi kecil lain seperti Candi Sewu, Candi Plaosan, Candi Sambisari, Candi Kalasan, Candi Sari, serta masih banyak puing-puing yang masih ter-pendam di bawah bumi Ngayogyakarta Hadiningrat. Masih terkait dengan budaya, satu sisi daya tarik Jogja lainnya adalah adanya mitos poros Merapi – Keraton – Laut Kidul (Laut Selatan). Mitos tersebut menyimpan kisah-kisah menarik hubungan antara “penjaga” Gu-nung Merapi, dinasti Kasultanan Mataram Islam, dan
Mengapa Kuliah di Jogja; Literatur dan Laboratorium ... 29
Kanjeng Ratu Kidul sang penguasa Laut Selatan. Inilah sisi lain keunikan Jogja.
Kondisi Fisiografi dan Geologi
Seorang ahli geologi Belanda, bernama Van Bemmelen (1949) membagi kondisi fisiografi Pulau Jawa (khususnya) Jawa Tengah - Jawa Timur menjadi beberapa mandala (zona), yaitu Pantai Utara, Pegu-nungan Serayu Utara, Zona Rembang, Zona Kendeng, Zona Depresi Tengah dengan gunung-gunung api Kuarter, Pegunungan Serayu Selatan, Pegunungan Pro-go (Progo Dome), dan Pegunungan Selatan (Gambar 1). Jogja terletak pada Zona Depresi dan dikitari oleh Gunung Merapi di sebelah Utara, Pegunungan Selatan di Selatan, dan Pegunungan Progo di sebelah Timur. Mandala-mandala fisiografi yang ada di sekeliling Jogja memiliki pranatan (setting) geologi yang cukup kom-plit, yang karenanya acap kali dijadikan sebagai litera-tur alam dan laboratorium alam oleh berbagai pergu-ruan tinggi di Yogyakarta, yang memiliki program studi tertentu.
30 Mengapa Kuliah di Jogja
Can
di S
ambi
sari,
Can
di K
alas
an,
Can
di S
ari,
serta
mas
ih b
anya
k pu
ing-
puin
g ya
ng m
asih
terp
enda
m d
i baw
ah b
umi N
gayo
gyak
arta
Had
inin
grat
. Mas
ih te
rkai
t den
gan
buda
ya, s
atu
sisi
daya
tar
ik J
ogja
lai
nnya
ada
lah
adan
ya m
itos
poro
s M
erap
i –
Ker
aton
– L
aut
Kid
ul (
Laut
Sel
atan
). M
itos
ters
ebut
men
yim
pan
kisa
h-ki
sah
men
arik
hub
unga
n an
tara
“pe
njag
a” G
unun
g
Mer
api,
dina
sti
Kas
ulta
nan
Mat
aram
Isl
am,
dan
Kan
jeng
Rat
u K
idul
san
g pe
ngua
sa L
aut
Sel
atan
. Ini
lah
sisi
lain
keu
nika
n Jo
gja.
Kon
disi
Fis
iogr
afi d
an G
eolo
gi
Seo
rang
ahl
i geo
logi
Bel
anda
, ber
nam
a V
an B
emm
elen
(194
9) m
emba
gi k
ondi
si fi
siog
rafi
Pul
au
Jaw
a (k
husu
snya
) Ja
wa
Teng
ah -
Jaw
a Ti
mur
men
jadi
beb
erap
a m
anda
la (
zona
), ya
itu P
anta
i
Uta
ra,
Peg
unun
gan
Ser
ayu
Uta
ra,
Zona
Rem
bang
, Zo
na K
ende
ng,
Zona
Dep
resi
Ten
gah
deng
an g
unun
g-gu
nung
api K
uarte
r, P
egun
unga
n S
eray
u S
elat
an,
Peg
unun
gan
Pro
go (
Pro
go
Dom
e),
dan
Peg
unun
gan
Sel
atan
(G
amba
r 1)
. Jo
gja
terle
tak
pada
Zon
a D
epre
si d
an d
ikita
ri
oleh
Gun
ung
Mer
api d
i seb
elah
Uta
ra, P
egun
unga
n S
elat
an d
i Sel
atan
, dan
Peg
unun
gan
Pro
go
di s
ebel
ah T
imur
. M
anda
la-m
anda
la f
isio
graf
i ya
ng a
da d
i se
kelili
ng J
ogja
mem
iliki
pra
nata
n
(set
ting)
geo
logi
yan
g cu
kup
kom
plit,
yan
g ka
rena
nya
acap
kal
i dija
dika
n se
baga
i lite
ratu
r al
am
dan
labo
rato
rium
ala
m o
leh
berb
agai
per
guru
an t
ingg
i di Y
ogya
karta
, ya
ng m
emili
ki p
rogr
am
stud
i ter
tent
u.
Gam
bar 1
. Pet
a Fi
siog
rafi
Jaw
a Te
ngah
– J
awa
Tim
ur (V
an B
emm
elen
, 194
9)
Gun
ung
Mer
api
Gam
bar
1. P
eta
Fisi
ogra
fi Ja
wa
Teng
ah –
Jaw
a Ti
mur
(Van
Bem
mel
en, 1
949)
Mengapa Kuliah di Jogja; Literatur dan Laboratorium ... 31
Gunung Merapi
Gunung Merapi dengan ketinggian lebih kurang 2.968 m dari permukaan laut berada di sebelah Utara Yogyakarta (Gambar 2). Jarak dari puncak gunung ini ke pusat kota sekitar 30 km. Gunung Merapi menem-pati titik perpotongan dua jalur deretan vulkanik yang membentuk salib sumbu di Jawa Tengah, dengan orien tasi relatif Barat – Timur dan Utara - Selatan. Poros Barat – Timur terdiri dari gunung-gunung Slamet, Sun-doro, Sumbing, Merapi, Lawu, sedangkan poros Utara – Selatan dibangun oleh Ungaran, Telomoyo, Merba-bu, Merapi. Di antara deretan gunung-gunung tersebut terdapat dataran-dataran dan cekungan-cekungan intra montana. Cekungan Yogyakarta termasuk kategori da-taran/cekungan intra Montana tersebut.
Berdasarkan komposisi material penyusunnya, Gunung Merapi termasuk gunung api komposit. Ia tergolong sangat aktif. Setiap sekitar 3 hingga 4 tahun gunung ini erupsi, biasanya berjuta meter kubik rem-pah vulkanik dikeluarkannya, berupa lelehan lava, pi roklastika, gas dan uap air, serta lahar, yang kemu-dian memberikan tanah subur serta kemakmuran bagi masyarakat di sekitarnya. Bahan rempah vulkanik dari Merapi, diendapkan di sekitar lubang kepundan, pada lereng, dan bagian kaki, yang akhirnya membangun tu-buh gunung ini sebagai sebuah gunung api strato.
Merapi merupakan salah satu literatur dan la-boratorium alam yang tidak akan ada habisnya untuk dipelajari dan dipahami. Dalam sejarah aktivitasnya, gunung ini mengalami perubahan baik karakter erupsi,
32 Mengapa Kuliah di Jogja
maupun sifat batuan yang dihasilkannya. Merapi per-nah memiliki tipe erupsi yang efusif (hanya mengelu-arkan lava) dengan sifat magma basa (basaltic), pernah memiliki tipe erupsi ekxplosif (meledak) menghasilkan endapan abu vulkanik yang tebal, dan erupsi kombi-nasi antara efusif dan eksplosif, menghasilkan batuan berkomposisi andesitic (intermediet). Diduga Merapi pernah mengalami aktivitas besar di masa lalu, yang turut ambil bagian pada keruntuhan Kerajaan Mataram kuno pada sekitar abad ke 9 – 10 yang mengakibatkan pusat kebudayaan yang semula di Jawa Tengah berge-ser ke Jawa Timur. Dahsyatnya erupsi Merapi masa lampau dibuktikan dengan banyaknya candi-candi ter-kubur di sekitar DIY, misalnya Candi Sambisari, Candi Kadisoka, Candi Kedulan, Candi Pustakasala, dan pu-ing-puing situs lain yang hingga kini masih banyak di-ketemukan (Gambar 3).
Merapi dan candi, adalah naskah yang bercerita tentang sejarah kerajaan serta evolusi vulkanik sebuah gunung api. Oleh karena itu, Merapi adalah sumber in-spirasi bagi para ahli geologi, vulkanologi, dan arkeo-logi. Tentu saja tidak hanya itu, hasil kegiatan Merapi yang berupa bebatuan, kerikil, pasir dan abu vulkanik serta tanah yang subur, merupakan referensi tersen diri bagi studi pertambangan, pertanian, sosial-budaya, ekonomi kreatif, serta lingkungan.
Mengapa Kuliah di Jogja; Literatur dan Laboratorium ... 33
Gambar 2. Gunung Merapi, sumber inspirasi
Gambar 3. Candi Sambisari yang dahulu terkubur endapan Gunung Merapi
Cekungan Yogyakarta
Cekungan Yogyakarta termasuk dataran intra montana, wilayahnya mulai dari bagian kaki
Gunung Merapi, ke Selatan hingga di sekitar Pantai Parangtritis. Batuan penyusun mandala ini
Gambar 2. Gunung Merapi, sumber inspirasiGambar 2. Gunung Merapi, sumber inspirasi
Gambar 3. Candi Sambisari yang dahulu terkubur endapan Gunung Merapi
Cekungan Yogyakarta
Cekungan Yogyakarta termasuk dataran intra montana, wilayahnya mulai dari bagian kaki
Gunung Merapi, ke Selatan hingga di sekitar Pantai Parangtritis. Batuan penyusun mandala ini
Gambar 3. Candi Sambisari yang dahulu terkubur endapan Gunung Merapi
34 Mengapa Kuliah di Jogja
Cekungan Yogyakarta
Cekungan Yogyakarta termasuk dataran intra montana, wilayahnya mulai dari bagian kaki Gunung Merapi, ke Selatan hingga di sekitar Pantai Parangtritis. Batuan penyusun mandala ini terdiri dari endapan su-ngai, endapan limpah banjir, serta endapan letusan gu-nung Merapi berupa tufa (abu vulkanik), pasir, kerikil, kerakal, kadang-kadang berbongkah, dan endapan la-har. Batuannya bersifat lepas, lolos air. Di bagian pan-tai atau pesisir Selatan, dapat dijumpai bentang alam gumuk pasir barkhan. Adapun material penyusun gu-muk-gumuk ini sebagian besar dipasok oleh pasir yang bersumber dari Merapi yang dibawa oleh aliran Kali Opak.
Karena batuan penyusun Cekungan Yogyakarta pada umumnya terdiri dari pasir lepas yang lulus air, maka secara umum daerah ini membentuk sistem akui-fer yang baik, yang mampu memberikan air tanah cu-kup bagi masyarakat yang tinggal di Yogyakarta dan sekitarnya. Terdapatnya kemiringan lereng akibat ke-hadiran Gunung Merapi di Utara, menyebabkan air tanah sering terturap ke permukaan sebagai mata air. Kondisi ini tentu saja merupakan daya tarik tersendiri dalam studi hidrogeologi.
Jika kita melintas dari Cekungan Yogyakarta menuju ke Pegunungan Selatan, sebelum sampai di Pi-yungan, di dusun Berbah, di sebuah cabang Kali Opak, dijumpai endapan lava berstruktur bantal di dasar su-ngai tersebut (Gambar 4). Lava ini berbeda dengan lava dari Merapi karena strukturnya yang membentuk
Mengapa Kuliah di Jogja; Literatur dan Laboratorium ... 35
se perti tumpukan bantal-buling raksasa. Lava bantal merupakan penciri aliran lava yang membeku di ling-kungan laut. Lava bantal Berbah ini juga merupakan situs geologi yang langka, yang tak hentinya dijadikan lokasi kunjungan field trip para mahasiswa.
terdiri dari endapan sungai, endapan limpah banjir, serta endapan letusan gunung Merapi
berupa tufa (abu vulkanik), pasir, kerikil, kerakal, kadang-kadang berbongkah, dan endapan
lahar. Batuannya bersifat lepas, lolos air. Di bagian pantai atau pesisir Selatan, dapat dijumpai
bentang alam gumuk pasir barkhan. Adapun material penyusun gumuk-gumuk ini sebagian
besar dipasok oleh pasir yang bersumber dari Merapi yang dibawa oleh aliran Kali Opak.
Karena batuan penyusun Cekungan Yogyakarta pada umumnya terdiri dari pasir lepas
yang lulus air, maka secara umum daerah ini membentuk sistem akuifer yang baik, yang
mampu memberikan airtanah cukup bagi masyarakat yang tinggal di Yogyakarta dan
sekitarnya. Terdapatnya kemiringan lereng akibat kehadiran Gunung Merapi di Utara,
menyebabkan airtanah sering terturap ke permukaan sebagai mata air. Kondisi ini tentu saja
merupakan daya tarik tersendiri dalam studi hidrogeologi
Jika kita melintas dari Cekungan Yogyakarta menuju ke Pegunungan Selatan, sebelum
sampai di Piyungan, di dusun Berbah, di sebuah cabang Kali Opak, dijumpai endapan lava
berstruktur bantal di dasar sungai tersebut (Gambar 4). Lava ini berbeda dengan lava dari
Merapi karena strukturnya yang membentuk seperti tumpukan bantal-buling raksasa. Lava
bantal merupakan penciri aliran lava yang membeku di lingkungan laut. Lava bantal Berbah ini
juga merupakan situs geologi yang langka, yang tak hentinya dijadikan lokasi kunjungan field
trip para mahasiswa.
Gambar 4. Lava bantal di Kali Opak, Brebah, Kabupaten Sleman Gambar 4. Lava bantal di Kali Opak, Brebah, Kabu-paten Sleman
Pegunungan Selatan
Pegunungan Selatan terletak di sebelah Selatan Cekungan Yogyakarta, dimulai dari daerah Piyungan, Patuk, terus ke Selatan. Di sebelah Barat, dimulai dari tebing terjal di sebelah Timur Parangtritis, menerus ke Timur hingga ke Jawa Timur. Pegunungan Selatan yang berada di DIY, secara fisiografi masih dapat dibagi lagi menjadi 3 (tiga) subzone, yaitu subzone Pegunungan Batur Agung – Plopoh di bagian Utara yang memben-tuk punggungan (Gambar 5), Plato Wonosari di bagian
36 Mengapa Kuliah di Jogja
tengah berupa dataran, dan Gunungsewu di bagian Se-latan, yang membentuk perbukitan karst (Gambar 6).
Subzona Batur agung disusun oleh batu pasir, tufa, batu apung, aglomerat, batu lempung, batu lanau, serpih, breksi, dan lava (Formasi Kebo – Butak, Semilir, dan Nglanggran) napal, batu lempung, dan batu pasir tufaan (Formasi Sambipitu). Subzona Wonosari terdiri dari batu gamping pasiran berlapis, kalkarenit, dan batu pasir napalan-tufaan (Formasi Oyo), batu gamping (Formasi Wonosari) serta napal dan batu gamping (For-masi Kepek). Sedangkan Subzona Gunung sewu terdiri dari sebagian besar batu gamping Formasi Wonosari. Di Gunung sewu, sering dijumpai endapan terrarosa yang berwarna kemerahan, biasanya terdapat pada cekungan-cekungan di antara bukit-bukit karst.
Pegunungan Selatan
Pegunungan Selatan terletak di sebelah Selatan Cekungan Yogyakarta, dimulai dari
daerah Piyungan, Patuk, terus ke Selatan. Di sebelah Barat, dimulai dari tebing terjal di sebelah
Timur Parangtritis, menerus ke Timur hingga ke Jawa Timur. Pegunungan Selatan yang berada
di DIY, secara fisiografi masih dapat dibagi lagi menjadi 3 (tiga) subzone), yaitu subzone
Pegunungan Batur Agung – Plopoh di bagian Utara yang membentuk punggungan (Gambar 5),
Plato Wonosari di bagian tengah berupa dataran, dan Gunungsewu di bagian Selatan, yang
membentuk perbukitan karst (Gambar 6).
Subzona Baturagung disusun oleh batupasir, tufa, batuapung, aglomerat, batulempung,
batulanau, serpih, breksi, dan lava (Formasi Kebo – Butak, Semilir, dan Nglanggran)
napal, batulempung, dan batupasir tufaan (Formasi Sambipitu). Subzona Wonosari terdiri dari
batugamping pasiran berlapis, kalkarenit, dan batupasir napalan-tufaan (Formasi Oyo),
batugamping (Formasi Wonosari) serta napal dan batugamping (Formasi Kepek). Sedangkan
Subzona Gunungsewu terdiri dari sebagian besar batugamping Formasi Wonosari. Di
Gunungsewu, sering dijumpai endapan terrarosa yang berwarna kemerahan, biasanya terdapat
pada cekungan-cekungan di antara bukit-bukit karst.
Gambar 5. Subzona Baturagung, Pegunungan Selatan Gambar 5. Subzona Baturagung, Pegunungan Selatan
Subzona Gunung sewu memiliki pesona tersen-diri, karena dibangun oleh puluhan ribu bukit berben-tuk kerucut, kerucut terpancung, kubah, lensa cem-
Mengapa Kuliah di Jogja; Literatur dan Laboratorium ... 37
bung, dan punggungan batu gamping. Di daerah ini didapatkan pula ribuan dolina, uvala, lokva, polje, gua-gua, dan sungai bawah tanah. Karena tersusun oleh batu gamping karstik, maka mandala ini memi-liki sistem akifer yang unik. Sistem akifer dibentuk oleh batu gamping yang mengalami pelarutan, sehingga berongga-ronga dan mampu meluluskan air. Air tanah bergerak dan mengalir melalui pembuluh, saluran, rongga, bahkan terowongan, kadang-kadang seperti layaknya air sungai yang mengalir di permukaan.
Subzona Gunungsewu memiliki pesona tersendiri, karena dibangun oleh puluhan ribu bukit
berbentuk kerucut, kerucut terpancung, kubah, lensa cembung, dan punggungan batugamping.
Di daerah ini didapatkan pula ribuan dolina, uvala, lokva, polje, gua-gua, dan sungai bawah
tanah. Karena tersusun oleh batugamping karstik, maka mandala ini memiliki sistem akifer yang
unik. Sistem akifer dibentuk oleh batugamping yang mengalami pelarutan, sehingga berongga-
ronga dan mampu meluluskan air. Airtanah bergerak dan mengalir melalui pembuluh, saluran,
rongga, bahkan terowongan, kadang-kadang seperti layaknya air sungai yang mengalir di
permukaan.
Banyaknya aliran sungai di bawah permukaan di Gunungsewu acapkali tidak tersentuh
oleh masyarakat. Terbukti dari didapatkannya muara-muara sungai bawah tanah ke laut,
dengan debit aliran yang cukup besar. Contoh muara sungai bawah tanah yang membuang
airtanahnya ke alut antara lain terdapat di Pantai Baron, Pantai Ngobaran, Pantai Drini dan
Pantai Sundak, serta Pantai Ngungap di Kabupaten Gunungkidul (Gambar 7).
Gambar 6. Gunungsewu yang terdiri dari bukit-bukit karst di Kabupaten Gunungkidul
Karena bukaan saluran biasanya besar, maka air yang mengalir di dalamnya bergerak
dengan kecepatan cukup tinggi, dan tanpa mengalami penyaringan. Oleh sebab itu airtanah
pada mandala kars sangat rentan terhadap pencemaran. Hal ini dapat dibuktikan dari besarnya
kandungan bakteri koli pada air sungai bawah tanah yang ada di mandala-mandala tersebut.
Di dalam beberapa gua di Gunungsewu menyimpan sisa-sisa kehidupan manusia purba,
berupa artefak dan kerangka. Contoh gua yang memendam bukti-bukti prasejarah adalah Gua
Berhala di Kecamatan Tepus. Uniknya mandala Gunungsewu tidak saja menarik untuk
dipelajari oleh para ahli dan mahasiswa di bidang ilmu geologi, geografi, pertambangan,
Subzona Gunungsewu memiliki pesona tersendiri, karena dibangun oleh puluhan ribu bukit
berbentuk kerucut, kerucut terpancung, kubah, lensa cembung, dan punggungan batugamping.
Di daerah ini didapatkan pula ribuan dolina, uvala, lokva, polje, gua-gua, dan sungai bawah
tanah. Karena tersusun oleh batugamping karstik, maka mandala ini memiliki sistem akifer yang
unik. Sistem akifer dibentuk oleh batugamping yang mengalami pelarutan, sehingga berongga-
ronga dan mampu meluluskan air. Airtanah bergerak dan mengalir melalui pembuluh, saluran,
rongga, bahkan terowongan, kadang-kadang seperti layaknya air sungai yang mengalir di
permukaan.
Banyaknya aliran sungai di bawah permukaan di Gunungsewu acapkali tidak tersentuh
oleh masyarakat. Terbukti dari didapatkannya muara-muara sungai bawah tanah ke laut,
dengan debit aliran yang cukup besar. Contoh muara sungai bawah tanah yang membuang
airtanahnya ke alut antara lain terdapat di Pantai Baron, Pantai Ngobaran, Pantai Drini dan
Pantai Sundak, serta Pantai Ngungap di Kabupaten Gunungkidul (Gambar 7).
Gambar 6. Gunungsewu yang terdiri dari bukit-bukit karst di Kabupaten Gunungkidul
Karena bukaan saluran biasanya besar, maka air yang mengalir di dalamnya bergerak
dengan kecepatan cukup tinggi, dan tanpa mengalami penyaringan. Oleh sebab itu airtanah
pada mandala kars sangat rentan terhadap pencemaran. Hal ini dapat dibuktikan dari besarnya
kandungan bakteri koli pada air sungai bawah tanah yang ada di mandala-mandala tersebut.
Di dalam beberapa gua di Gunungsewu menyimpan sisa-sisa kehidupan manusia purba,
berupa artefak dan kerangka. Contoh gua yang memendam bukti-bukti prasejarah adalah Gua
Berhala di Kecamatan Tepus. Uniknya mandala Gunungsewu tidak saja menarik untuk
dipelajari oleh para ahli dan mahasiswa di bidang ilmu geologi, geografi, pertambangan,
Gambar 6. Gunungsewu yang terdiri dari bukit-bukit karst di Kabupaten Gunungkidul
38 Mengapa Kuliah di Jogja
Banyaknya aliran sungai di bawah permukaan di Gunung sewu acapkali tidak tersentuh oleh masyara-kat. Terbukti dari didapatkannya muara-muara sungai bawah tanah ke laut, dengan debit aliran yang cukup besar. Contoh muara sungai bawah tanah yang mem-buang air tanahnya ke alut antara lain terdapat di Pan-tai Baron, Pantai Ngobaran, Pantai Drini dan Pantai Sundak, serta Pantai Ngungap di Kabupaten Gunung-kidul (Gambar 7).
hidrogeologi, pertanian, arkheologi, namun juga di bidang kepariwisataan, karena pesona gua
dan pantai karst yang cantik merupakan daya tarik yang eksotik
Gambar 7. Pantai Ngobaran, Kabupaten Gunungkidul
Gambar 8. Gua Braholo menyimpan sisa-sisa pra sejarah
Bayat dan Perbukitan Jiwo
Gambar 7. Pantai Ngobaran, Kabupaten Gunungkidul
Karena bukaan saluran biasanya besar, maka air yang mengalir di dalamnya bergerak dengan kecepat-an cukup tinggi, dan tanpa mengalami penyaringan. Oleh sebab itu air tanah pada mandala kars sangat rentan terhadap pencemaran. Hal ini dapat dibuktikan dari besarnya kandungan bakteri koli pada air sungai bawah tanah yang ada di mandala-mandala tersebut.
Mengapa Kuliah di Jogja; Literatur dan Laboratorium ... 39
Di dalam beberapa gua di Gunung sewu me-nyimpan sisa-sisa kehidupan manusia purba, berupa artefak dan kerangka. Contoh gua yang memendam bukti-bukti prasejarah adalah Gua Berhala di Ke-camatan Tepus. Uniknya mandala Gunungsewu tidak saja menarik untuk dipelajari oleh para ahli dan maha-siswa di bidang ilmu geologi, geografi, pertambangan, hidrogeologi, pertanian, arkheologi, namun juga di bidang kepariwisataan, karena pesona gua dan pantai karst yang cantik merupakan daya tarik yang eksotik
hidrogeologi, pertanian, arkheologi, namun juga di bidang kepariwisataan, karena pesona gua
dan pantai karst yang cantik merupakan daya tarik yang eksotik
Gambar 7. Pantai Ngobaran, Kabupaten Gunungkidul
Gambar 8. Gua Braholo menyimpan sisa-sisa pra sejarah
Bayat dan Perbukitan Jiwo
Gambar 8. Gua Braholo menyimpan sisa-sisa pra sejarah
Bayat dan Perbukitan Jiwo
Daerah Bayat dan Perbukitan Jiwo yang terletak di wilayah Kabupaten Klaten juga merupakan geo-heritage yang selalu dikunjungi dan dipelajari oleh para mahasiswa ilmu dan teknologi kebumian. Meski-
40 Mengapa Kuliah di Jogja
pun lokasinya berada di wilayah Jawa Tengah, namun situs ini sangat mudah dijangkau dari Jogja. Biasanya hanya memerlukan 60 hingga 90 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor.
Di daerah Bayat, terdapat singkapan batuan-ba-tuan yang berumur sangat tua, dan termasuk tertua di Pulau Jawa. Di daerah ini semua jenis batuan, yaitu batuan beku, batuan malihan, dan batuan sedimen dapat dijumpai. Variasi dari ketiga jenis batuan tersebut juga cukup beragam. Perbukitan Jiwo merupakan salah satu kawah candradimukanya para mahasiswa Teknik Geologi dari berbagai Perguruan Tinggi yang ada di Jogja. Tidak hanya mahasiswa geologi, mahasiswa per-tambangan, geofisika, dan ilmu lingkunganpun meng-gunakan daerah ini untuk melaksanakan praktek dan kuliah lapangan.
Selain dijumpai berbagai jenis batuan dan struk-tur geologi yang kompleks, di Bayat, Perbukitan Jiwo terdapat warisan rawa-rawa purba, umurnya lebih dari satu juta tahun, yang hingga saat ini masih dapat ditemui, yaitu Rawa Jombor (Gambar 9). Saat ini kon-disi rawa cukup memprihatinkan, karena terancam lenyap akibat dari proses pendangkalan yang cepat. Proses pelenyapan rawa juga dipicu oleh pemanfaatan yang kurang pas, antara lain digunakan untuk warung makan apung yang turut mempercepat pendangkalan dan kerusakan rawa.
Mengapa Kuliah di Jogja; Literatur dan Laboratorium ... 41
Daerah Bayat dan Perbukitan Jiwo yang terletak di wilayah Kabupaten Klaten juga merupakan
geoheritage yang selalu dikunjungi dan dipelajari oleh para mahasiswa ilmu dan teknologi
kebumian. Meskipun lokasinya berada di wilayah Jawa Tengah, namun situs ini sangat mudah
dijangkau dari Jogja. Biasanya hanya memerlukan 60 hingga 90 menit perjalanan dengan
kendaraan bermotor.
Di daerah Bayat, terdapat singkapan batuan-batuan yang berumur sangat tua, dan
termasuk tertua di Pulau Jawa. Di daerah ini semua jenis batuan, yaitu batuan beku, batuan
malihan, dan batuan sedimen dapat dijumpai. Variasi dari ketiga jenis batuan tersebut juga
cukup beragam. Perbukitan Jiwo merupakan salah satu kawah candradimukanya para
mahasiswa Teknik Geologi dari berbagai Perguruan Tinggi yang ada di Jogja. Tidak hanya
mahasiswa geologi, mahasiswa pertambangan, geofisika, dan ilmu lingkunganpun
menggunakan daerah ini untuk melaksanakan praktek dan kuliah lapangan.
Selain dijumpai berbagai jenis batuan dan struktur geologi yang kompleks, di Bayat,
Perbukitan Jiwo terdapat warisan rawa-rawa purba, umurnya lebih dari satu juta tahun, yang
hingga saat ini masih dapat ditemui, yaitu Rawa Jombor (Gambar 8). Saat ini kondisi rawa
cukup memprihatinkan, karena terancam lenyap akibat dari proses pendangkalan yang cepat.
Proses penlenyapan rawa juga dipicu oleh pemanfaatan yang kurang pas, antara lain
digunakan untuk warung makan apung yang turut mempercepat pendangakalan dan kerusakan
rawa.
Gambar 9. Rawa Jombor di Bayat Gambar 9. Rawa Jombor di Bayat
Pegunungan Menoreh
Pegunungan Menoreh di Kulonprogo (Gambar 10), atau yang oleh Van Bemmelen disebut the Progo Dome, dibangun oleh batuan lempungan, baru pasir kuarsa (Formasi Nanggulan), baru pasir dan breksi vulkanik (Formasi Dukuh), breksi dan lava andesit (Formasi Kaligesing), batu gamping terumbu (Formasi Jonggrangan), serta batu gamping kalkarenit berselang-seling napal tufaan (Formasi Sentolo). Pegunungan ini membentuk morfologi perbukitan dengan beberapa kerucut terisolasi. Batuan vulkanik yang menyusun Pe-gunungan Menoreh pada umumnya sudah mengalami pelapukan dan membentuk tanah dengan ketebalan solum mencapai 10 m.
Batuan segar di Pegunungan Menoreh yang di-dominasi oleh endapan vulkanik dan batuan beku, se-cara umum dirajam oleh rekahan-rekahan dan patah-
42 Mengapa Kuliah di Jogja
an-patahan, sehingga secara hidrogeologis daerah ini membentuk sistem akifer celah. Permukaan air tanah di daerah ini pada umumnya tidak berhubungan antara satu tempat dengan tempat lainnya. Bila perangkap-perangkap air tanah ini terpotong sesar atau topografi, akan terturap sebagai mata air. Di sisi lain, variasi ke-miringan lereng yang berbeda tajam, terdapatnya tu-buh tanah yang tebal, dan dipicu oleh air hujan yang meresap ke dalam tanah, mengakibatkan daerah Pe-gunungan Menoreh sering mengalami kejadian long-soran. Itulah sebabnya daerah Progo Dome merupa-kan literature yang baik bagi para mahasiswa dan ahli geologi teknik serta geomekanik, khususnya tentang longsoran.
Pegunungan Menoreh
Pegunungan Menoreh di Kulonprogo (Gambar 9), atau yang oleh Van Bemmelen
disebut the Progo Dome, dibangun oleh batuan lempungan, batupasir kuarsa (Formasi
Nanggulan), batupasir dan breksi vulkanik (Formasi Dukuh), breksi dan lava andesit (Formasi
Kaligesing), batugamping terumbu (Formasi Jonggrangan), serta batugamping kalkarenit
berselang-seling napal tufaan (Formasi Sentolo). Pegunungan ini membentuk morfologi
perbukitan dengan beberapa kerucut terisolasi. Batuan vulkanik yang menyusun Pegunungan
Menoreh pada umumnya sudah mengalami pelapukan dan membentuk tanah dengan
ketebalan solum mencapai 10 m.
Batuan segar di Pegunungan Menoreh yang didominasi oleh endapan vulkanik dan batuan
beku, secara umum dirajam oleh rekahan-rekahan dan patahan-patahan, sehingga secara
hidrogeologis daerah ini membentuk sistem akifer celah. Permukaan airtanah di daerah ini pada
umumnya tidak berhubungan antara satu tempat dengan tempat lainnya. Bila perangkap-
perangkap airtanah ini terpotong sesar atau topografi, akan terturap sebagai mata air. Di sisi
lain, variasi kemiringan lereng yang berbeda tajam, terdapatnya tubuh tanah yang tebal, dan
dipicu oleh air hujan yang meresap ke dalam tanah, mengakibatkan daerah Pegunungan
Menoreh sering mengalami kejadian longsoran. Itulah sebabnya daerah Progo Dome
merupakan literature yang baik bagi para mahasiswa dan ahli geologi teknik serta geomekanik,
khususnya tentang longsoran.
Gambar 10. Perbukitan Menoreh di Kabupaten Kulonprogo Gambar 10. Perbukitan Menoreh di Kabupaten Kulo-nprogo
Selain tempat-tempat yang telah diceritakan di atas, di Kabupaten Kebumen, daerah Lukula, Ka-
Mengapa Kuliah di Jogja; Literatur dan Laboratorium ... 43
rangsambung, juga didapatkan geologi yang sangat bernilai tinggi (Gambar 11). Di sana terdapat batuan berumur paling tua yang ada di Pulau Jawa. Di dae-rah tersebut dijumpai pula batuan yang asalnya dari te ngah-tengah lantai samudera yang sangat dalam. Tempat ini lebih kurang terjangkau dalam waktu 3 jam dengan kendaraan bermotor. Jadi tidak terlalu jauh pula. Inilah kawah candradimuka kedua setelah Bayat, bagi para mahasiswa ilmu kebumian yang berada di Yogyakarta.
Selain tempat-tempat yang telah diceritakan di atas, di Kabupaten Kebumen, daerah
Lukula, karangsambung, juga didapatkan geologi yang sangat bernilai tinggi (Gambar 10). Di
sana terdapat batuan berumur paling tua yang ada di Pulau Jawa. Di daerah tersebut dijumpai
pula batuan yang asalnya dari tengah-tengah lantai samudera yang sangat dalam. Tempat ini
lebih kurang terjangkau dalam waktu 3 jam dengan kendaraan bermotor. Jadi tidak terlalu jauh
pula. Inilah kawah candradimuka kedua setelah Bayat, bagi para mahasiswa ilmu kebumian
yang berada di Yogyakarta.
Gambar 11. Daerah Karangsambung, Kawah Candradimuka para geologiwan
Ilmu-teknologi Kebumian
Sebagaimana telah disebutkan di atas, di Jogja terdapat lebih dari seratus perguruan tinggi.
Beberapa perguruan tinggi tersebut menyediakan program-program studi yang memerlukan
praktek lapangan, contohnya yang berhubungan dengan ilmu dan teknologi kebumian, antara
lain geologi, geografi, geofisika, pertambangan, perminyakan, dan ilmu lingkungan. Di dalam
kurikulum program-program studi tersebut, pada umumnya terdapat mata kuliah geologi dasar,
geomorfologi, mineralogi, petrologi, paleontology dan geologi struktur. Semua mata kuliah
tersebut di atas tidaklah cukup apabila hanya dipelajari melalui kuliah di dalam klas dan
membaca textbook. Untuk kompeten dalam ilmu-ilmu ini, diperlukan pengamatan, penyelidikan
dengan melihat langsung di alam. Itulah sebabnya diperlukan laboratorium alam, literature
alam, atau kampus lapangan.
Gambar 11. Daerah Karangsambung, Kawah Candra-dimuka para geologiwan
Ilmu-Teknologi Kebumian
Sebagaimana telah disebutkan di atas, di Jogja terdapat lebih dari seratus perguruan tinggi. Beberapa perguruan tinggi tersebut menyediakan program-pro-gram studi yang memerlukan praktek lapangan, con-tohnya yang berhubungan dengan ilmu dan teknolo-gi kebumian, antara lain geologi, geografi, geofisika, pertambangan, perminyakan, dan ilmu lingkungan.
44 Mengapa Kuliah di Jogja
Di dalam kurikulum program-program studi tersebut, pada umumnya terdapat mata kuliah geologi dasar, geomorfologi, mineralogi, petrologi, paleontology dan geologi struktur. Semua mata kuliah tersebut di atas ti-daklah cukup apabila hanya dipelajari melalui kuliah di dalam kelas dan membaca textbook. Untuk kompe-ten dalam ilmu-ilmu ini, diperlukan pengamatan, pe-nyelidikan dengan melihat langsung di alam. Itulah se-babnya diperlukan laboratorium alam, literature alam, atau kampus lapangan.
Ketika belajar mineralogy, di Perbukitan Jiwo, Bayat, Klaten dapat dijumpai berbagai mineral yang terkandung di dalam batuan yang menyusun daerah tersebut. Di Gunungsewu dapat dijumpai mineral-mineral karbonat. Bagi yang belajar petrologi, Gunung Merapi, Perbukitan Menoreh, Pegunungan Selatan, Perbukitan Jiwo, Gunungsewu menyediakan berbagai variasi jenis batuan yang dapat diamati dan dipelajari secara langsung di lapangan. Demikian pula bagi yang ingin memelajari geologi struktur. Bagi yang ingin belajar geomorfologi, di dekat Pantai Parangtritis dan Pantai Depok, terdapat bentangan morfologi gumuk pasir, di Gunungsewu dapat dijumpai perbukitan karst, di Utara, Gunung Merapi juga menyediakan contoh geomorfologi gunung api yang cukup lengkap terma-suk kerucut parasit seperti bukit-bukit Plawangan dan Turgo.
Gunung Merapi, Perbukitan Menoreh, Pe-gunung an Selatan, Bayat, Gunungsewu, Parangtritis merupa kan tempat-tempat yang selalu digunakan un-
Mengapa Kuliah di Jogja; Literatur dan Laboratorium ... 45
tuk praktek lapangan, kuliah lapangan, atau field trip mata kuliah tertentu. Tempat-tempat tersebut juga merupakan wahana ideal untuk belajar mitigasi ben-cana alam, khususnya bencana letusan gunung api, gempa bumi, dan longsoran. Setiap mandala fisiografi pada umumnya memiliki karakteristik tanah yang spe-sifik pula. Oleh karena itu tempat-tempat ini juga baik untuk studi pertanian dan ilmu tanah. Tidak hanya itu, kondisi tanah, batuan, dan topografi berbeda juga erat hubungannya dengan social-budaya yang berbe-da pula. Jadi mandala-mandala fisiografi tersebut juga mampu menjadi literature alam bagi ilmu-ilmu social-humaniora.
Kemudahan mengakses lokasi-lokasi yang memi-liki kondisi fisiografi dan geologi menarik, dan unik di sekitar DIY itulah salah satu nilai tambah Jogja sebagai tempat untuk menuntut ilmu. Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan untuk mengakses literatur dan labora-torium alam tersebut relatif lebih murah dibandingkan dengan ketika menempuh program studi yang sama, tetapi di kota lain. Hal yang tak kalah penting adalah hendaknya semua pihak yang berkepentingan dengan situs-situs tersebut dapat menjaga dengan berbagai cara, agar mereka tidak rusak dan dirusak oleh pihak-pihak yang tidak paham betapa berharganya literature dan laboratorium alam tersebut, lebih dari sejuta kali literatur maupun laboratorium buatan manusia.
================
46 Mengapa Kuliah di Jogja
DA
TA A
KRED
ITA
SI IN
STIT
UT
PRO
GRA
M S
TUD
I DI L
ING
KUN
GA
N “
VET
ERA
N”
YOG
YAKA
RTA
NO
.N
AM
A IS
NTI
TUSI
NO
MO
R KE
P. K
ETU
A B
AN
-PT
PERI
NG
KAT
AKH
IR K
EP.
NIL
AI
NO
MO
RKE
TERA
NG
AN
1U
PN “
VET
ERA
N”
YOG
YAKA
RTA
023/
SK/B
AN
-PT/
Akr
ed/P
T/I/2
014
16 Ja
nuar
i 201
4B
16 Ja
nuar
i 201
931
313
516
Janu
ari 2
014
−
DA
TA A
KRED
ITA
SI IN
STIT
UT
DA
N P
ROG
RAM
STU
DI D
I LIN
GKU
NG
AN
UPN
“V
ETER
AN
” YO
GYA
KART
A
NO
.N
AM
A P
ROD
IN
OM
OR
KEP.
KET
UA
BA
N-P
TPE
RIN
G-
KAT
AKH
IR K
EPKE
TUA
BA
N-P
TN
ILA
IN
OM
OR
SERT
IFIK
AT
(SPM
)KE
TERA
NG
AN
1M
agis
ter M
anaj
emen
(MM
)09
3/SK
/BA
N-P
T/A
k-X/
M/II
/201
321
Feb
ruar
i 201
3B
21 F
ebru
ari 2
018
315
1640
21 F
eb 2
013
2M
agis
ter A
grib
isni
s (M
A)
025/
SK/B
AN
-PT/
Ak-
X/M
/I/20
1325
Janu
ari 2
013
B25
Janu
ari 2
018
326
1569
25 Ja
n 20
13−
3M
agis
ter
Tekn
ik
Perta
mba
ngan
(M
TA)
193/
SK/B
AN
-PT/
Ak-
XI/M
/IX/2
013
21 S
epte
mbe
r 201
3B
21 S
epte
mbe
r 201
832
317
2221
Spt
201
3−
4M
agis
ter T
ekni
k G
eolo
gi (M
TG)
005/
SK/B
AN
-PT/
Akr
ed/M
/I/20
14Ta
ngga
l 9 Ja
nuar
i 201
4C
9 Ja
nuar
i 201
927
818
869
Janu
ari 2
014
−
5M
agis
ter I
lmu
Ekon
omi (
MIE
)00
5/BA
N-P
T/A
k-V
III/S
2/V
I/201
0Ta
ngga
l 24
Juni
201
0C
24 Ju
ni 2
015
3,4
755
24 Ju
ni 2
010
−
6M
agis
ter T
ekni
k In
dust
ri (M
TI)
011/
BAN
-PT/
Ak-
IX/S
2/V
III/2
011
Tang
gal 1
2 A
gust
us 2
011
C12
Agu
stus
201
624
699
712
Ags
t 201
1−
7Te
knik
Geo
logi
(TG
)24
7/SK
/BA
N-P
T/A
k-XV
I/S/X
II/20
13Ta
ngga
l 13
Des
embe
r 201
3A
13 D
esem
ber 2
018
366
1272
713
Des
201
3−
8Te
knik
Per
tam
bang
an (T
A)
237/
SK/B
AN
-PT/
Ak-
XVI/S
/XI/2
013
Tang
gal 2
2 N
ovem
ber 2
013
B22
Nop
embe
r 201
835
612
444
22 N
ov 2
013
−
9Te
knik
Per
min
yaka
n (T
M)
025/
BAN
-PT/
Ak-
XI/S
1/X/
2008
Tang
gal 1
7 O
ktob
er 2
008
B17
Okt
ober
201
333
724
8617
Okt
201
3Su
dah
Men
gaju
kan
Reak
redi
tasi
ke
BAN
-PT
dan
men
ungg
u V
isita
si
Mengapa Kuliah di Jogja; Literatur dan Laboratorium ... 47
10Te
knik
Lin
gkun
gan
(TL)
061/
BAN
-PT/
Ak-
XIV
/S1/
VI/2
012
Tang
gal 2
9 Ju
ni 2
012
B29
Juni
201
730
383
6829
Juni
201
2−
11Te
knik
Geo
fisik
a (G
F)01
8/BA
N-P
T/A
k-XI
I/S1/
VII/
2009
Tang
gal 1
0 Ju
li 20
09C
10 Ju
li 20
1429
637
2610
Junl
i 200
9−
12Te
knik
Kim
ia (T
K)23
7/SK
/BA
N-P
T/A
k-XV
I/S/X
I/201
3Ta
ngga
l 22
Nov
embe
r 201
3B
22 N
opem
ber 2
018
331
1244
522
Nov
201
3−
13Te
knik
Indu
stri
(TI)
044/
BAN
-PT/
Ak-
XIII/
S1/II
/201
1Ta
ngga
l 4 F
ebru
ari 2
011
B04
Feb
ruar
i 201
632
462
594
Feb
2011
−
14Te
knik
Info
rmat
ika
(IF)
042/
BAN
-PT/
Ak-
XV/S
1/XI
/201
223
-Nop
-12
B23
Nop
embe
r 201
731
396
8423
Nov
201
2−
15D
-3 T
ekni
k Ki
mia
(D3
TK)
012/
BAN
-PT/
Ak-
IX/D
pI-II
I/VII/
200
9Ta
ngga
l 17
Juli
2009
C17
Juli
2014
247
424
17 Ju
li 20
09−
16A
grot
ekno
logi
(PA
T)02
4/SK
/BA
N-P
T/A
k-XV
/S/I/
2013
25 Ja
nuar
i 201
3B
25 Ja
nuar
i 201
834
910
056
25 Ja
n 20
13−
17A
grib
isni
s (P
AB)
044/
SK/B
AN
-PT/
Ak-
XV/S
/II/2
013
7 Fe
brua
ri 20
13B
07 F
ebru
ari 2
018
359
1032
77
Feb
2013
Suda
h M
enga
juka
n Re
akre
dita
si k
e BA
N-
PT d
an m
enun
ggu
Vis
itasi
18M
anaj
emen
(EM
)22
7/SK
/BA
N-P
T/A
k-XV
I/S/X
I/201
3Ta
ngga
l 9 N
ovem
ber 2
013
A09
Nop
embe
r 201
836
612
274
9 N
ov 2
013
−
19A
kunt
ansi
(EA
)17
4/SK
/BA
N-P
T/A
k-XV
I/S/V
III/2
013
Tang
gal 2
4 A
gust
us 2
013
B24
Agu
stus
201
832
811
423
24 A
gst 2
013
−
20Ek
onom
i Pem
bang
unan
(EP)
257/
SK/B
AN
-PT/
Ak-
XVI/S
/XII/
2013
Tang
gal 2
6 D
esem
ber 2
013
B26
Des
embe
r 201
835
012
850
26 D
es 2
013
−
21Ilm
u H
ubun
gan
Inte
rnas
iona
l (H
I)05
3/BA
N-P
T/A
k-XI
II/S1
/III/2
011
Tang
gal 1
8 M
aret
201
1B
18 M
aret
201
635
364
5518
Mar
et 2
011
−
22Ilm
u A
dmin
istra
si B
isni
s (A
B)04
3/BA
N-P
T/A
k-XI
II/S1
/I/20
11Ta
ngga
l 28
Janu
ari 2
011
A28
Janu
ari 2
016
361
6200
28 Ja
n 20
11−
23Ilm
u Ko
mun
ikas
i (IK
)14
0/SK
/BA
N-P
T/A
kred
/S/V
/201
4Ta
ngga
l 14
Mei
201
4A
13 M
ei 2
019
366
−
48 Mengapa Kuliah di Jogja
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
Alamat: Kontak:
Jalan SWK 104 (Lingkar Utara) Condongcatur, Sleman, Yogyakarta 55283.
Telp. (0274) 486733, Fax. (0274) 486400Website: www.upnyk.ac.id, Email: [email protected]
Visi : Menjadi Universitas Pioner Pembangunan yang dilandasi Jiwa Bela Negara di Era Global
Misi : 1. Menghasilkan lulusan yang unggul dan berbudaya, memiliki jiwa Widya Mwat Yasa, tanggung jawab, dilandasi nilai-nilai disiplin, kejuangan dan kreativitas cinta kepada Tanah Air dan Bangsa.
2. Meningkatkan penyelenggaraan Tridarma Perguruan Tinggi yang mengedepankan mutu pelayanan.
3. Menyelenggarakan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat atas dasar kemajuan IPTEK serta tanggung jawab sosial demi kepentingan masyarakat dalam rangka menunjang Pembangunan Nasional
Pimpinan Rektor Wakil Rektor I Wakil Rektor II Wakil Rektor III
::::
Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti K., M.ScIr. Nur Indrianti, MT, D.EngDr. Ir. H. Teguh Kismantoro Adji, M.SiDr. Ir. H. Mohammad Nurcholis, M.Agr
YayasanNama YayasanPembinaPembina HarianPengawasKetuaSekretarisBendahara
:::::::
Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan PerumahanMenteri Pertahanan Republik IndonesiaSekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan RIInspektur Jenderal Kementerian Pertahanan RILaksda TNI (Purn) Harry Yuwono, S.MnMayjen TNI (Purn) Ir. Mulhim AsyrofDrs. Joeliarso Boedhisetyo, MM
Akreditasi Institusi Terakreditasi B Berdasarkan Surat Keputusan Ketua BAN PT Nomor: 023/SK/BAN-PT/Akred/PT/I/2014
Status Badan HukumPengesahan akta notaris oleh Menkumhan / Dirjen AHU Nomor AHU-Ah.01.08-21 tanggal 17 Januari 2008