Upload
hakhanh
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
MANAJEMEN PAJAK TERKAIT PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN KARYAWAN PADA PERUSAHAAN
KONSTRUKSI PT. XYZ
LAPORAN MAGANG
MARCIA KAMBARWATI NPM : 1006813254
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM STUDI (S1) EKSTENSI JAKARTA
2012
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
MANAJEMEN PAJAK TERKAIT PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN KARYAWAN PADA PERUSAHAAN
KONSTRUKSI PT. XYZ
LAPORAN MAGANG
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
MARCIA KAMBARWATI NPM : 1006813254
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI (S1) EKSTENSI
KEKHUSUSAN AKUNTANSI JAKARTA
2012
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan magang ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Marcia Kambarwati NPM : 1006813254 Tanda Tangan : Tanggal : 6 Juli 2012
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Magang ini diajukan oleh : Nama : Marcia Kambarwati NPM : 1006813254 Program Studi : Ekstensi Akuntansi Kekhususan : - Judul Laporan Magang : Manajemen Pajak terkait PPh Pasal 21 atas
Penghasilan Karyawan pada Perusahaan Konstruksi PT. XYZ
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi S1 Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Mafrizal Heppy Ak., MBA. ( ) Pembimbing : Mafrizal Heppy Ak., MBA. ( ) Penguji : Drs. Enan Hasan Sjadili Ak., MBA ( ) Penguji : Tubagus M. Yusuf Khudri S.E., M.T.I.( ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 6 Juli 2012
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur ke hadirat Allah SWT, terima kasih yang tak
terhingga kepada-NYA. Juga atas segala rahmat dan karunia-NYA sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan magang ini memenuhi syarat untuk
mencapai gelar Sarjana pada Program Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Dalam pembuatan laporan magang ini penulis mengalami banyak kesulitan
dan segala keterbatasan, tetapi dengan segala bantuan, dorongan, dan semangat
dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan magang ini.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua penulis Raden Kambar Juliantho dan Masayu Mirnawati, dan
adik-adik penulis Ratih Dewi Sekar Ayu dan Astri Khairunnissa serta
keluarga besar H. Masagus Muhammad Shaleh dan Keluarga Besar H.
Raden Eba Sudarba Wijaya terima kasih yang tak terhingga atas semua
yang telah kalian berikan, mohon doa dan restu kalian selalu.
2. Ibu Sri Nurhayati S.E, M.M., S.A.S selaku ketua program Ekstensi
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
3. Bapak Mafrizal Heppy Ak., MBA. selaku dosen pembimbing. Terima
kasih atas bimbingan, kritik, masukan dan waktu yang telah diberikan
kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan magang ini.
Terima kasih banyak, bapak. Mohon maaf selama bimbingan Penulis
banyak melakukan kesalahan
4. Bapak Tubagus Chairul A. S.E., M.E., S.H selaku dosen pajak. Terima
kasih, Pak atas waktunya untuk menjawab berbagai pertanyaan dari
Penulis mengenai laporan magang.
5. Dosen dan staf pengajar PEFEUI yang telah memberikan pengetahuan
berharga kepada Penulis.
6. Lintang, Okto, Dita, Nidya, Erma, Emil. Thankies a lot, darlas atas
dukungan dan bercandaan gebleknya
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
7. Tidot, Nadia, Marlene, Olive, Niki. Thank’s geeeng atas hari-hari ceria
yang kalian berikan serta dukungannya *hugs n kisses*
8. Maria (dr opk, sekostan sampe salemba), Yohana, Simey, Debora, Tasya,
kaka Dira dan Angel yang hadir last minute di Salemba. Terima kasih
geng Salemba atas bantuannya selama 2 tahun ini, nginep-nginep lagi ya,
geng, tanpa belajar tentunya *peyuk cium*
9. Komisi Disiplin Kece OPK FEUI 2009 dan 2010, salam “GW GA
PEDULI”..hehehe, love u all, special thx to ocong, yessy, daniel, kaban
dan yando doa dan semangatnya mengalir terus, terharu :’)
10. Geng Homo, Ncek, Nesa, Ayu, Adis, Manda dkk..huaa kangen bgt
ngegeblek bareng lagi :’(
11. Pak Herry, Koh Deddy, Ci Monik, Ci Siska, Koh Alvin, Ka Agung, Ka
Mike, Ka Antony, Ka Rado, Ka Dhea, Farid, Chandra, Dimas, Bu Sumi
dan senior-senior lain di KAP BDO Tanubrata. Terima kasaih atas bantuan
dan bimbingannya selama Penulis melaksanakan magang.
12. Nova, Ocel, Winda, Dian, Mella, Sakti, Gen, Ferry, Anggi, Ami, Yoyo,
dan Maria. Geng makan siang BDO, kangen gosip-gosip, berkeluh kesah
bareng selama magang. Thank’s guys.
13. Teman-teman angkatan 2010 PEFEUI baik Salemba maupun Depok, u
rock guys (Anita makasi foto2nya)
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam
laporan magang ini, karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun agar dapat menjadi contoh yang baik untuk kemudian hari. Semoga
laporan magang ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu.
Jakarta, 2012
Marcia Kambarwati
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Marcia Kambarwati
NPM : 1006813254
Program Studi : S1 Ekstensi Akuntansi
Departemen : Akuntansi
Fakultas : Ekonomi
Jenis Karya : Laporan Magang
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive-Royalti-
Fee Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
” Manajemen Pajak terkait PPh Pasal 21 atas Penghasilan Karyawan pada
Perusahaan Konstruksi PT. XYZ”
beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta ijin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 6 Juli 2012
Yang menyatakan
( Marcia Kambarwati )
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................ v ABSTRAK ............................................................................................................. vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix 1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Penulisan Laporan Magang ................................................ 1 1.2 Tujuan Penulisan Laporan Magang .............................................................. 3 1.3 Pelaksanaan Program Magang ..................................................................... 3
1.3.1 Latar Belakang Program Magang ....................................................... 3 1.3.2 Tujuan Program Magang .................................................................... 4 1.3.3 Tempat dan Waktu .............................................................................. 5 1.3.4 Profile KAP BDO Tanubrata Fahmi & Rekan ................................... 6 1.3.5 Ruang Lingkup Kegiatan Magang ...................................................... 7
1.4 Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang ................................................ 7 1.5 Sistematika Penulisan ................................................................................... 8
2. LANDASAN TEORI ....................................................................................... 10 2.1 Perpajakan Secara Umum .......................................................................... 10
2.1.1 Pengertian Pajak ............................................................................... 10 2.1.2 Pembagian pajak menurut golongan, sifat, dan pemungutannya ...... 11 2.1.3 Fungsi Pajak ...................................................................................... 12 2.1.4 Cara Pemungutan Pajak .................................................................... 12
2.2 Manajemen Pajak ....................................................................................... 14 2.2.1 Definisi Manajemen Pajak ................................................................ 14 2.2.2 Tujuan Manajemen Pajak ................................................................. 15
2.3 Perencanaan Pajak (Tax Planning) ............................................................ 15 2.3.1 Definisi Perencanaan Pajak (Tax Planning) ..................................... 15 2.3.2 Upaya Melakukan Penghematan Pajak ............................................. 17 2.3.3 Penghindaran Pajak ........................................................................... 17 2.3.4 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak ...................................... 18 2.3.5 Penghindaran Sanksi Pajak ............................................................... 20 2.3.6 Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak .................................. 20
2.4 Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation) ....................... 21 2.5 Pengendalian Pajak (Tax Control) ............................................................. 22 2.6 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) ................................................ 23
2.6.1 Pendahuluan ...................................................................................... 23 2.6.2 Pemotong Pajak ................................................................................ 24 2.6.3 Subjek Pajak atas PPh 21 .................................................................. 25
2.6.3.1 Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 ............. 25 2.6.3.2 Subjek PPh Pasal 21 .............................................................. 27
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
2.6.4 Penghasilan Terkait dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 ................. 28 2.6.4.1 Benefit in Cash vs Benefit in Kind ........................................ 28 2.6.4.2 Objek PPh Pasal 21 ............................................................... 28
2.6.5 Pengurang yang Diperbolehkan ........................................................ 29 2.6.5.1 Biaya Jabatan, Biaya Pensiun, dan Iuran Pensiun/Jaminan
Pensiun/Jaminan Hari Tua ................................................... 29 2.6.5.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ................................ 30
2.6.6 Metode perhitungan PPh Pasal 21 .................................................... 31 2.6.7 Tarif PPh Pasal 21 ............................................................................. 32 2.6.8 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak ............................................... 32
3. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ........................................................ 34 3.1 Profil PT. XYZ ........................................................................................... 34 3.2 Visi dan Misi PT. XYZ .............................................................................. 35 3.3 Struktur Organisasi ..................................................................................... 35 3.4 Perpajakan Secara Umum Pada PT. XYZ .................................................. 38
3.4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) pada PT. XYZ .............. 40 4. PEMBAHASAN ............................................................................................... 43
4.1 Gambaran Permasalahan ........................................................................... 43 4.2 Tax Planning pada PT. XYZ ..................................................................... 44
4.2.1 Komponen Imbalan atau Kompensasi pada PT. XYZ ...................... 44 4.2.2 Perlakuan Imbalan atau Kompensasi yang diberikan oleh PT. XYZ46 4.2.3 Jenis Karyawan pada PT. XYZ ........................................................ 48 4.2.4 Kebijakan Penerapan Tax Planning PPh Pasal 21 pada PT. XYZ ... 49 4.2.5 Perhitungan PPh Pasal 21 ................................................................. 52
4.2.5.1 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Gross Basis Method (ditanggung oleh karyawan) .................................... 52
4.2.5.2 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Net Basis Method (ditanggung oleh perusahaan) .................................. 55
4.2.5.3 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Gross-Up Method (ditunjang oleh perusahaan) ..................................... 57
4.2.6 Analisa Biaya Menggunakan Gross Basis Method, Net Basis Method dan Gross-Up Method ....................................................................... 60
4.2.7 Analisa Pemotongan PPh Pasal 21 ................................................... 64 4.2.7.1 Pada Saat Kondisi Laba ........................................................ 64 4.2.7.2 Pada Saat Mengalami Kerugian ............................................ 66
4.2.8 Penilaian (Evaluasi) atas Perencanaan Pajak pada PT. XYZ ........... 70 4.3 Tax Implementation pada PT. XYZ ........................................................... 71 4.4 Tax Control pada PT. XYZ ........................................................................ 73
5. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 74 5.1 Simpulan ..................................................................................................... 74 5.2 Saran ........................................................................................................... 75
DAFTAR REFERENSI ....................................................................................... 77
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan metode Gross-Up ............................ 41 Tabel 4.1 Perhitungan Gaji Karyawan A dengan menggunakan Gross Method ... 53 Tabel 4.2 Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan Gross Method ..... 54 Tabel 4.3 Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh
karyawan ................................................................................................ 54 Tabel 4.4 Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan Net Method ......... 55 Tabel 4.5 Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21
ditanggung oleh perusahaan .................................................................. 56 Tabel 4.6 Perhitungan Gaji Karyawan A dengan menggunakan
Gross-Up Method .................................................................................. 57 Tabel 4.7 Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan
Gross-Up Method .................................................................................. 58 Tabel 4.8 Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21
ditunjang oleh perusahaan ..................................................................... 59 Tabel 4.9 Beban Bagi Perusahaan Untuk Karyawan A ......................................... 60 Tabel 4.10 Perbandingan Beban Gaji dan PPh Pasal 21
Seluruh Karyawan PT. XYZ dengan 3 metode ..................................... 62 Tabel 4.11 Perbandingan Laporan Laba Rugi PT. XYZ Tahun
2011 dengan 3 metode ........................................................................... 64 Tabel 4.12 Perbandingan Laporan Laba Rugi PT. XYZ
Tahun 20XX dengan 3 metode .............................................................. 66 Tabel 4.13 Perbandingan kondisi laba dan kondisi rugi ........................................ 68 Tabel 4.14 PPh Badan dan PPh Pasal 21 PT. XYZ Tahun 2011 ........................... 70 Tabel 4.15 Tanggal Setor dan Lapor PPh Pasal 21 PT. XYZ untuk Tahun 2011 . 72
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Struktur Organisasi PT. XYZ pada tahun 2011 ................................ 38
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan Laporan Magang
Pajak merupakan elemen penting dalam penerimaan negara. Pada saat ini
pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar. Bagi
perusahaan, pajak merupakan alat untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada
negara. Pajak merupakan elemen penting bagi negara untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Oleh
sebab itu peran penting akan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak sangat
diharapkan oleh pemerintah. Berdasarkan alasan tersebut maka pemerintah
berusaha untuk memaksimalkan pendapatan yang berasal dari pajak dengan cara
melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang perpajakan. Ekstensifikasi
pajak adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan wajib pajak terdaftar dari hasil
pengamatan atas wajib pajak yang memiliki objek pajak yang dapat dikenakan
pajak tetapi belum terdaftar secara administratif, sedangkan intensifikasi pajak
adalah fiskus mencermati apakah wajib pajak telah melaporkan seluruh objek
pajak yang ada dengan jumlah yang sebenarnya. Usaha ekstensifikasi dan
intensifikasi yang dilakukan pemerintah tentunya berpengaruh terhadap wajib
pajak. Kedua program tersebut dapat mempengaruhi beban pajak yang akan
dipikul oleh wajib pajak, karena beban pajak akan semakin besar baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Wajib pajak khususnya wajib pajak badan membutuhkan suatu manajemen
pajak. Manajemen pajak merupakan suatu upaya untuk penghematan jumlah
pajak, bukan sebagai upaya untuk penghindaran diri atau pengelakkan pajak, jadi
manajemen pajak lebih menekankan bagaimana perusahaan mengelola
perpajakannya sehingga pajak yang dibayar bisa dihemat dan tidak lebih besar
dari jumlah yang seharusnya. Upaya penghematan pajak ada yang disebut dengan
tax evasion dan tax avoidance. Tax evasion lebih kepada upaya penghematan
pajak yang ilegal (penggelapan pajak), perbuatan ini merupakan tindakan
kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku, misalnya melaporkan penjualan
lebih kecil dari yang seharusnya, dan juga menggelembungkan biaya perusahaan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
2
Universitas Indonesia
dengan membebankan biaya fiktif atau melakukan pemalsuan dokumen keuangan
perusahaan. Tax evasion dilakukan di luar ruang lingkup peraturan perpajakan
yang berlaku yang dapat berakibat denda atau pidana. Hal ini akan mengakibatkan
pemborosan baik dari segi keuangan maupun waktu. (Suandy, 2011). Sedangkan
tax avoidance bisa dikatakan penghematan pajak tapi dalam ruang lingkup
peraturan perpajakan dengan melakukan usaha-usaha untuk mengatur jumlah
pajak yang harus dibayar dengan melakukan manajemen pajak. Manajemen pajak
yang baik adalah apabila perusahaan mampu melakukan efisiensi biaya, dengan
melakukan manajemen pajak maka perusahaan bisa menghemat dana sehingga
dapat menggunakannya untuk kegiatan lainnya. Namun demikian terdapat
pendapat lain bahwa mengurangi pajak secara legal melalui penghematan pajak
adalah perbuatan licik yang tidak bermoral atau tidak beretika, sebagai perbuatan
akal bulus atau sama halnya dengan melepaskan kewajiban sebagai seorang warga
negara yang baik. (Zain, 2007).
Salah satu bentuk dari pelaksanaan manajemen pajak yang berhubungan
dengan PPh Pasal 21 yaitu pemilihan metode pemotongan PPh Pasal 21 karyawan
karena secara umum bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari
hubungan kerja akan dikenakan pajak penghasilan dari hubungan kerja pajaknya
akan dipungut oleh pihak pemberi kerja, terdapat tiga metode pemotongan pajak
yang dikenal dan akan dibahas pada bab selanjutnya. Perusahaan dapat
menghemat pajaknya dengan cara menentukan metode pemotongan PPh Pasal 21
yang tepat sesuai dengan kondisi perusahaannya. Penulis tertarik menulis tentang
analisa penerapan manajemen pajak terkait pajak penghasilan 21 pada penghasilan
karyawan sebagai upaya penghematan pajak penghasilan badan pada PT. XYZ
karena ingin mengetahui lebih lanjut tentang manajemen pajak terkait PPh 21.
Penulis berkesempatan untuk membantu Auditor In-Charge untuk
melakukan sebagian prosedur audit atas PPh 21 PT. XYZ, perusahaan yang
bergerak dalam bidang konstruksi dan baja, PT. XYZ memiliki manajemen pajak,
sehingga penulis lebih tertarik untuk melakukan analisa penerapan manajemen
pajak terkait PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan sebagai upaya penghematan
pajak penghasilan badan pada PT. XYZ dibandingkan dengan membahas
perosedur audit atas PPh pasal 21, selain melakukan sebagian prosedur audit (field
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
3
Universitas Indonesia
work) atas PPh pasal 21 penulis mengamati bagaimana perusahaan menerapkan
manajemen pajak pada perusahaan khususnya pada PPh pasal 21 atas penghasilan
karyawan dari segi perencanaan pemberian imbalan kerja, melihat bagaimana
penerapan perhitungannya serta bagaimana pengendalian akan perpajakan dari
PT. XYZ ini. Dimulai dari pemilihan metode perhitungannya dan tax planning
sebagai upaya untuk meminimalisasi beban pajak, dan tak lupa tax
implementation, dan tax control.
I.2 Tujuan Penulisan Laporan Magang
Penulisan laporan magang merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa
tahun terakhir yang mengikuti program magang untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi. Dengan adanya penulisan laporan magang mahasiswa dapat
meningkatkan kemampuan analitisnya serta lebih memahami korelasi antara teori
yang telah diperoleh selama kuliah dengan aktivitas yang dilakukannya selama
program magang berlangsung.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program magang, sesuai dengan
aktivitas yang dilakukan oleh penulis selama program magang berlangsung,
penulis melaporkan kepada pembaca apa yang dikerjakan oleh penulis selama
pelaksanaa program magang dan sekaligus memberikan gambaran kepada
pembaca mengenai penerapan manajemen pajak terkait PPh Pasal 21 atas
penghasilan karyawan sebagai suatu upaya penghematan pajak penghasilan badan
pada PT. XYZ. Dan juga sebagai referensi pengetahuan kepada mahasiswa yang
akan mengambil program magang.
1.3 Pelaksanaan Program Magang
1.3.1 Latar Belakang Program Magang
Sebagai salah satu syarat untuk mecapai kelulusan maka Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia memberikan pilihan kepada para mahasiswanya,
yaitu menyelesaikan suatu tugas akhir berupa karya tulis atau mata kuliah
tambahan. Untuk program studi akuntansi, mahasiswa diberikan pilihan jenis
karya tulis yang ingin dibuat, yaitu skripsi atau program magang. Program
magang ini sebagai salah satu cara untuk mewujudkan misi dari FEUI, dengan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
4
Universitas Indonesia
adanya program magang maka mahasiswa diharuskan untuk membuat laporan
magang. Laporan magang dibuat oleh mahasiswa yang memilih program magang
sebagai tugas akhirnya untuk memperoleh kelulusan.
Selain itu, era globalisasi menyebabkan kompetisi dalam dunia kerja
semakin meningkat mengingat lulusan FEUI tidak hanya bersaing dengan lulusan
universitas lain di Indonesia namun juga dengan lulusan universitas luar negeri,
untuk meningkatkan daya saing lulusannya, FEUI membuka kesempatan bagi
mahasiswa yang telah memenuhi syarat-sayarat yang telah ditentukan untuk dapat
mengikuti program magang sebagai mata kuliah prasyarat seperti yang telah
dijelaskan diatas.
Program magang ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi
sehinggga dapat lebih bersaing dalam dunia kerja nyata mengingat dengan
mengikuti program magang penulis memiliki pengalaman kerja serta dapat
meningkatkan kualitas baik secara teknikal maupun softskill, dan dengan bekal
yang telah didapatkan mahasiswa dalam perkuliahan selama berada di FEUI
diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dengan baik.
Dengan mengikuti program magang maka peserta magang dapat
meningkatkan profesionalismenya dengan menerima banyak manfaat dan ilmu
selama pelaksanaan program magang.
1.3.2 Tujuan Program Magang
Program magang dimaksudkan untuk membuka kesempatan bagi
mahasiswa untuk menerapkan teori dan pengetahuan yang diterima didalam
perkuliahan ke dalam kehidupan kerja nyata. Seringkali, lulusan FEUI mengeluh
karena sulit menemukan korelasi antara teori yang telah dipelajari selama kuliah
dengan dunia kerja yang sesungguhnya. Dengan adanya program magang ini
diharapkan mahasiswa akan lebih mudah untuk beradaptasi dalam menghadapi
kondisi dalam dunia kerja yang sesungguhnya akan dihadapi.
Program magang juga dimaksudkan sebagai program link & match bagi
mahasiswa agar ilmu yang telah dipelajarinya dapat diaplikasikan dengan tepat di
tempat kerja di masa yang akan datang. Dengan adanya kemampuan dari
mahasiswa untuk menghubungkan teori yang telah dipelajarinya dengan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
5
Universitas Indonesia
permasalahan yang dihadapi dalam dunia kerja nyata maka di masa yang akan
datang mahasiswa dapat bekerja dengan lebih efektif dan efisien.
Selain itu, pelaksanaan program magang juga dimaksudkan untuk
mengembangkan soft skill mahasiswa seperti kemampuan untuk berinteraksi
dengan orang lain dan bekerja dalam tim, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan mahasiswa untuk menyelesaikan masalah (problem solving) serta
kemampuan untuk bekerja dibawah tekanan. Soft skill seringkali dianggap lebih
penting dari kemampuan teknikal atau kepandaian sesorang. Oleh karena itu
dengan mengikuti program magang diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan
soft skill yang dimilikinya.
Sebenarnya, manfaat dari program magang tidak hanya dirasakan oleh
mahasiswa yang mengikuti program magang saja, akan tetapi manfaat program
magang juga turut dirasakan oleh tempat dimana mahasiswa melaksanakan
program magang, antara lain perusahaan Perusahaan dapat memanfaatkan tenaga
terdidik dalam proses kegiatan usaha dengan efisien, memperoleh kesempatan
untuk melakukan seleksi calon karyawan yang telah dikenal mutu dan
kredibilitasnya, memperoleh kesempatan untuk dipublikasikan dalam setiap
kegiatan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, perusahaan telah turut serta
dalam program link & match pada sistem pendidikan di Indonesia, lalu
perusahaan dapat menekan cost perusahaanya dalam perekrutan staf baru. Jadi
tujuan serta manfaat dilaksanakannya program magang tidak hanya memiliki nilai
positif bagi mahasiswa dan universitas, akan tetapi juga memberikan nilai dan
pengaruh positif terhadap perusahaan.
1.3.3 Tempat dan Waktu
Program magang yang dijalankan oleh penulis dilaksanakan di salah satu
Kantor Akuntan Publik ( KAP) di Jakarta yang selanjutnya akan disebut KAP
BDO, Prudential Tower, Lt.16 Jln. Jendral Sudirman kav.21, Jakarta Selatan
12920. Dalam pelaksanaan program magang penulis ditempatkan sebagai Junior
Auditor yang ditugaskan untuk melakukan kerja lapangan dan membantu Senior
In-Charge dalam melakukan prosedur audit. Penulis memulai program magang di
KAP BDO dimulai tanggal 6 februari sampai 30 April 2012.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
6
Universitas Indonesia
1.3.4 Profile KAP BDO Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan
KAP Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan merupakan membership of BDO
International. KAP Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan didirikan oleh Drs.
Richard Budisetia Tanubrata pada tanggal 6 Desember 1979, dengan nama KAP
Tanubrata Sutanto & Rekan sebelum berganti nama menjadi KAP Tanubrata
Fahmi & Rekan pada Juni 2007. KAP Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan sendiri
ditunjuk oleh BDO Internasional untuk menjadi afiliasi Internasional pada tahun
1992.
Pada awal berdirinya KAP Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan berlokasi di
Jl. Slamet Riyadi 1 sebelum kemudian menempati Gedung Artamas yang
kemudian berpindah lagi ke Bukit Duri Permai Estate, Jatinegara dan Puri
Imperium, Kuningan. Setelah berpindah-pindah lokasi, KAP BDO Tanubrata
Sutanto Fahmi & Rekan resmi menancapkan bendera BDO di gedung Prudential
Tower Lt. 16, 17 Jl. Jend Sudirman, Jakarta pada tahun 2009.
Ditunjuknya KAP Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan sebagai perwakilan
dari BDO Internasional yang berkantor pusat di Brussel, Belgia pada tahun 1992
merupakan perkembangan yang sangat pesat selama 30 tahun KAP Tanubrata
Sutanto Fahmi & Rekan berdiri. BDO Internasional sendiri memiliki anggota
lebih dari 115 negara di seluruh dunia dan menjadi kantor akuntan publik terbesar
ke-5 di dunia setelah PriceWaterHouse Coopers, Delloite, Ernst & Young dan
KPMG yang lebih dikenal dengan big four accountant public firms.
KAP BDO Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan memiliki 3 orang partners
yang sudah malang-melintang di berbagai kantor akuntan publik selama lebih dari
15 tahun. KAP BDO Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan juga memiliki 8 Group
Koordinator dan lebih dari 10 Manager yang membawahi lebih dari 50 Senior
Auditor. Dalam melakukan tugasnya senior auditor dibantu oleh lebih dari 70
assistant yang berada di bawah naungan Departement HRD.
Jasa-jasa yang ditawarkan oleh KAP BDO Tanubrata Sutanto Fahmi &
Rekan adalah jasa assurance, management, perpajakan, corporate finance,
teknologi informasi, enterprise risk consulting, dan manajemen sumber daya
manusia.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
7
Universitas Indonesia
1.3.5 Ruang Lingkup Kegiatan Magang
Dalam melaksanakan Program Magang di KAP BDO, penulis bersama
peserta magang lainnya difungsikan sebagai staf atau Junior Auditor. Jam kerja di
KAP BDO dimulai dari hari Senin hingga hari Jumat, dengan jam kerja yang
dimulai dari pukul 08.30 hingga pukul 17.30, namun terkadang dilaksanakan
lembur di luar jam kerja tersebut yang dilakukan untuk menyelesaikan laporan
audit tepat pada waktunya. Sebagai staf atau Junior Auditor, penulis bertugas
sebagai asisten yang membantu langsung Auditor In-Charge dan Senior In-
Charge dalam melaksanakan audit lapangan (field work) pada perusahaan yang
diaudit (klien).
Selama kegiatan magang penulis ditempatkan pada 3 (tiga) perusahaan
klien. Dua perusahaan bergerak di bidang konstruksi yaitu PT. XYZ dan PT. DEF,
dan 1 (satu) Perusahan yang bergerak di bidang Pemproduksi Meubel yaitu PT.
ABC. Penulis ditugaskan untuk melakukan beberapa prosedur audit, antara lain:
membuat format working paper (kertas kerja) serta melengkapinya dengan
mengumpulkan supporting document; footing and crossfooting (penjumlahan
secara vertikal dan horizontal); membuat rekapitulasi (misalnya pajak) atau
analisa biaya; vouching (pemeriksaan kelengkapan supporting document);
membuat konfirmasi kepada pihak yang bersangkutan dengan klien tentang
jumlah saldo pada periode tertentu untuk mengaudit akun bank, piutang dan
modal; indexing dan tickmark (memberikan dan mengurutkan kode pada kertas
kerja sesuai dengan skedulnya) serta membuat draft laporan keuangan.
1.4 Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang
Setelah pelaksanaan program magang selesai, mahasiswa peserta program
magang diwajibkan untuk menulis Laporan Magang yang berisikan rangkuman
dari kegiatan selama program magang tersebut. Selain mengaudit, penulis
melakukan pengamatan terhadap manajemen pajak yang dimiliki oleh PT. XYZ,
sehingga penulis lebih tertarik dengan sisi manajemen pajak, bagaimana
penerapan manajemen pajak terkait dengan PPh pasal 21 atas penghasilan
karyawan sebagai upaya penghematan pajak penghasilan badan pada PT. XYZ.
Mengingat luasnya manajemen pajak maka penulis membatasi ruang lingkup
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
8
Universitas Indonesia
hanya terkait manajemen pajak terkait PPh pasal 21 saja, topik yang akan dibahas
oleh penulis dalam Laporan Magang ini adalah mengenai analisa penerapan
manajemen pajak terkait PPh 21 atas penghasilan karyawan sebagai upaya
penghematan pajak penghasilan badan, yaitu: bagaimana tax planning, tax
implementation dan tax control dari PT. XYZ tersebut.
I.5 Sistematika Penulisan
Penulisan Karya Tulis ini dibagi menjadi 5 (lima) bab yang dilengkapi dengan
lampiran sebagai pendukung, dengan rincian sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Pada bab ini, penulis membahas pelaksanaan magang yaitu latar belakang,
tujuan, tempat dan waktu serta ruang lingkup pelaksanaan magang dan laporan
magang. Selain itu, di bab ini juga membahas ruang lingkup dan sistematika
penulisan laporan magang.
BAB 2 : LANDASAN TEORI
Pada bab ini, penulis akan membahas teori yang terdapat di dalam buku,
teori pajak dari berbagai sumber yang terkait dengan pembahasan pada Bab 4.
Tujuan dari bab ini merupakan cermin untuk melihat apakah kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan klien telah sesuai dengan teori yang Penulis pelajari
selama ini.
BAB 3 : PROFIL PERUSAHAAN
Isi dari bagian ini adalah profil singkat tempat penulis mengambil data dan
melakukan analisa atas laporan ini, yang tidak lain bahwa PT. XYZ ini ialah
tempat penulis melakukan audit.
BAB 4 : PEMBAHASAN
Dalam bab ini , penulis melaporkan kegiatan yang dilakukan selama
magang dan membahas tentang analisa penerapan manajemen pajak terkait PPh
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
9
Universitas Indonesia
pasal 21 atas penghasilan karyawan sebagai upaya penghematan pajak
penghasilan badan.
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran kepada
pembaca, KAP, perusahaan klien, maupun teman-teman mahasiswa berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki penulis, serta pengalaman dan ilmu yang didapat
selama melaksanakan program magang tersebut.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
10 Universitas Indonesia
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Perpajakan Secara Umum
2.1.1 Pengertian Pajak
Terdapat beberapa pengertian pajak, diantaranya Pajak menurut
Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir
dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak
mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani
(Santoso, 1991), “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terulang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas
negara yang menyelenggarakan pemerintah.”
Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum
(Soemitro, 1990)
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut:
1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang
sifatnya dapat dipaksakan.
2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
11
Universitas Indonesia
3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public
investment.
5) Pajak juga mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu tujuan untuk mengatur
kebijakan sosial dan kebijakan ekonomi (reguler).
2.1.2 Pembagian pajak menurut golongan, sifat, dan pemungutannya
Pajak dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok (Waluyo, 2009),
adalah sebagai berikut:
1) Menurut golongan, dibagi menjadi dua adalah sebagai berikut:
- Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan
pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang
bersangkutan, contoh: Pajak Penghasilan.
- Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain, contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2) Menurut sifat, dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-
ciri prinsip adalah sebagai berikut:
- Pajak subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti
memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak.
- Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3) Menurut pemungut dan pengelolanya, adalah sebagai berikut:
- Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, contoh: Pajak
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
12
Universitas Indonesia
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
- Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, contoh: pajak reklame,
pajak hiburan.
2.1.3 Fungsi Pajak
Terdapat 2 fungsi pajak (Waluyo, 2009) yaitu sebagai berikut:
1) Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah, contoh: dimasukkannya pajak dalam
APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2) Fungsi mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di
bidang sosial dan ekonomi, contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi
terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang
mewah.
2.1.4 Cara Pemungutan Pajak
Cara pemungutan pajak (Waluyo, 2009) adalah sebagai berikut:
1) Stelsel Pajak, dibagi menjadi 3 stelsel, yaitu:
- Stelsel nyata (riil stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini
adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak
baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
13
Universitas Indonesia
- Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-
undang, sebagai contoh; penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan
tahun sebelumnya sehingga awal tahun pajak telah dapat ditetapkan
besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan, tanpa harus
menunggu akhir tahun.
- Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak yang dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan
yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar
daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah
kekurngannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka
kelebihannya dapat diminta kembali.
2) Sistem Pemungutan Pajak, dibagi menjadi 3, yaitu:
- Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang. Ciri-ciri Official Assessment System adalah sebagai berikut:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada
fiskus.
b. Wajib Pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
- Self Assessment System
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
14
Universitas Indonesia
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang
harus dibayar.
- Withholding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yanng
terutang oleh Wajib Pajak
2.2 Manajemen Pajak
Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan
melalui manajemen pajak. Namun perlu diingat bahwa legalitas manajemen pajak
tergantung dari instrumen yang digunakan. Legalitas baru dapat diketahui secara
pasti setelah ada putusan pengadilan.
2.2.1 Definisi Manajemen Pajak
Manajemen Pajak terdiri dari kata manajemen dan pajak. Manajemen
berawal dari kata manage, yang berarti mengelola. Manajemen adalah proses
merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan
anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya untuk
mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan (Zain, 2007). Dari definisi
manajemen tersebut diketahui bahwa manajemen merupakan proses yang terdiri
dari empat fungsi utama, yaitu:
1) Merencanakan (planning) yaitu proses penetapan sasaran dan tindakan yang
perlu dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
2) Mengorganisasikan (organizing) yaitu proses mempekerjakan dua orang atau
lebih untuk bekerja sama dengan cara berstruktu guna mencapai tujuan spesifik
atau beberapa tujuan.
3) Memimpin (leading) yaitu proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas
yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok atau seluruh
organisasi.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
15
Universitas Indonesia
4) Mengendalikan (controlling) yaitu proses untuk memastikan bahwa aktivitas
sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan.
Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan
dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin
untuk memperoleh laba dan likuidasi yang diharapkan (Suandy, 2011).
Manajemen pajak merupakan bagian dari manajemen keuangan yang
bertujuan memperoleh likuiditas dan laba memadai, upaya menyeluruh yang
dilakukan manajer atau pimpinan organisasi agar hal-hal yang berhubungan
dengan perpajakan dapat dilakukan seefisien mungkin yang pada akhirnya dapat
memberikan kontribusi yang maksimal bagi perusahaan atau organisasi yang
bersangkutan.
2.2.2 Tujuan Manajemen Pajak
Tujuan manajemen pajak adalah menerapkan peraturan perpajakan secara
benar dan untuk efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya.
Manajemen pajak terdiri dari tiga fungsi penting yang merupakan alat
untuk mencapai tujuannya, yaitu (Suandy, 2011):
1) Perencanaan Pajak (Tax Planning)
2) Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation)
3) Pengendalian Pajak (Tax Control)
Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peratauran dan jika
didalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktek
tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.
2.3 Perencanaan Pajak (Tax Planning)
2.3.1 Definisi Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Tax Planning merupakan langkah awal dalam manajemen pajak, pada
tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan,
dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan
dilakukan (Suandy, 2011).
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
16
Universitas Indonesia
Tax Planning biasanya merujuk pada proses merencanakan usaha dan
transaksi Wajib Pajak sehingga utang pajak berada dalam jumlah minimal dan
juga tidak melebihi utang pajak yang seharusnya dan tentu saja sesuai dengan
peraturan pajak. Namun sebetulnya perencanaan pajak dapat pula mempunyai
konotasi positif konstruktif dalam arti perencanaan pemenuhan kewajiban
perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat dihindari
pemborosan sumber daya secara optimal.
Tax Planning selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi
terkena pajak, apabila transaksi tersebut terkena pajak apakah dapat diupayakan
untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya dan apakah pembayaran pajak
tersebut dapat ditunda pembayarannya. Oleh karena itu, setiap Wajib Pajak akan
membuat rencana pengenaan pajak atas setiap tindakan secara seksama. Selain itu,
tax planning (perencanaan pajak) merupakan tindakan penstrukturan yang terkait
dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian
setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana
pengendalian tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan ditransfer ke
pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance)
dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) secara garis besar, pengertian tax
planning adalah proses mengorganisasi usaha Wajib Pajak atau kelompok wajib
pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun
pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini
dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
maupun secara komersial (Zain, 2007).
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa tax planning merupakan upaya
yang legal karena upaya penghematan pajak masih dalam ruang lingkup aturan
perpajakan dan tidak melanggar peraturan perpajakan. Ide dasarnya adalah usaha
pengaturan terlebih dahulu semua aktivitas perusahaan guna menghindari
pengaruh perpajakan yang besar. Pertimbangan pengaruh perpajakan dilakukan
sebelum terjadinya suatu transaksi.
Adapun tujuan perencanaan pajak (tax planning) perusahaan yaitu
membuka kesadaran akan pentingnya manajemen perpajakan perusahaan,
membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku, dan membuat metode perhitungan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
17
Universitas Indonesia
dalam efisiensi pembayaran pajak secara legal yang meminimalkan kewajiban
pajak dengan mengikuti peraturan yang telah diatur
2.3.2 Upaya Melakukan Penghematan Pajak
Upaya untuk penghematan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara, baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful)
maupun yang melanggar peraturan (unlawful), istilah yang sering digunakan
adalah tax avoidance dan tax evasion. Pengertian dari kedua istilah tersebut
(Suandy, 2011) adalah sebagai berikut:
1) Tax Avoidance
Tax Avoidance adalah upaya yang dilakukan untuk penghematan atau
penghindaran pajak tetapi dengan mengikuti peraturan yang ada (masih dalam
ruang lingkup peraturan perpajakan) dengan melakukan usaha-usaha untuk
mengatur jumlah pajak yang harus dibayar dengan melakukan manajemen
pajak, atau upaya mengefisiensikan beban pajak dengan cara mengatur
pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan objek pajak, upaya ini dimulai
dengan tax planning untuk menghemat pajak tanpa harus bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan lain yang berlaku untuk perpajakan.
2) Tax Evasion
Tax Evasion adalah upaya yang dilakukan untuk melakukan penghematan
pajak dengan cara yang ilegal, perbuatan ini merupakan perbuatan kriminal
karena menyalahi aturan yang berlaku, contoh: pembebanan biaya fiktif,
pemalsuan dokumen, pembukuan ganda, faktur pajak fiktif, dan sebagainya.
2.3.3 Penghindaran Pajak
Penghindaran pajak adalah rekayasa ‘tax affairs’ yang masih tetap berada
dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful). Penghindaran pajak dapat terjadi di
dalam bunyi ketentuan atau tertulis di undang-undang dan berada dalam jiwa dari
undang-undang tetapi berlawanan dengan jiwa undang-undang (Suandy, 2011).
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
18
Universitas Indonesia
Komite urusan fiskal dari Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) menyebutkan ada 3 karakter penghindaran pajak, yaitu:
1) Adanya unsur artifisial di mana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di
dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak.
2) Skema macam ini sering memanfaatkan dari undang-undang atau menerapkan
yang sebetulnya dimaksudnya oleh undang-undang.
3) Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini di mana umumnya para
konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak
dengan syarat Wajib Pajak menjaga serahasia mungkin (Council of Excecutive
Secretaries of Tax Organizations, 1991).
2.3.4 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak
Dalam pelaksanaan perencanaan pajak (tax planning), terdapat perbedaan
kepentingan antara Wajib Pajak dengan fiskus (pemerintah). Wajib Pajak
berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar pajak
akan mengurangi kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Di lain pihak, pemerintah
memerlukan dana untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, yang
sebagian besar berasal dari penerimaan pajak. Perbedaan kepentingan ini
menyebabkan Wajib Pajak cenderung untuk mengurangi jumlah pembayaran
pajak, baik secara legal maupun ilegal (Suandy. 2011)
Terdapat tiga motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan
pajak umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu (Suandy, 2011):
1) Kebijakan perpajakan (tax policy);
Merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem
perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak, terdapat faktor-faktor yang
mendorong dilakukannya suatu perencaan pajak (jenis pajak yang akan
dipungut, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, prosedur pembayaran pajak).
2) Undang-undang perpajakan (tax law)
Kenyataan menunjukkan bahwa di mana pun tidak ada undang-undang yang
mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaannya selalu diikuti dengan ketentuan-ketentuan lain (Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Keputusan Dirjen Pajak). Tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut
bertentangan dengan UU karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat
kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akhirnya
terbukalah celah bagi Wajib Pajak untuk menganalisis kesempatan tersebut
dengan cermat untuk perencanaan pajak yang baik.
3) Administrasi perpajakan (tax administration)
Sebagai negara berkembang, Indonesia masih mengalami kesulitan dalam
melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong
perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik agar terhindar
dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran
antara aparat fiskus dengan Wajib Pajak akibat luasnya peraturan perpajakan
yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif.
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk
memaksimalkan laba setelah pajak, karena pajak ikut mempengaruhi pengambilan
keputusan suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi
melalui analisis yang cermat untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas
objek yang secara ekonomi hakikatnya sama dengan memanfaatkan antara lain
(Suandy, 2011):
1) Tarif Pajak (Tax Rate)
Semakin tinggi tax rate maka akan semakin tinggi pula pajak yang terutang
maka Wajib Pajak melakukan antisipasi dengan melakukan tax planning.
2) Dasar Pengenaan Pajak (Tax Base)
Tax base dilakukan atas dasar apa seorang Wajib Pajak dikenakan pajak
apakah dari pendapatan usaha, bunga tabungan atau pendapatan atas pekerjaan
dan pendapatan lainnya. Karena dewasa ini hampir seluruh penghasilan
dikenakan pajak (wider the tax base) maka Wajib Pajak memerlukan tax
planning untuk mengatasi hal tersebut.
3) Loopholes, Shelter dan Havens
Wajib Pajak akan berusaha melakukan penghematan pajak dengan mempelajari
peraturan perpajakan dimana mereka dapat membayar pajak tidak lebih dari
yang ditentukan atau meminimalisasinya.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
20
Universitas Indonesia
2.3.5 Penghindaran Sanksi Pajak
Dalam upaya untuk penghindaran sanksi pajak maka setidak-tidaknya
terdapat 3 hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak, 3 hal
tersebut ialah (Suandy, 2011):
1) Tidak melanggar ketentuan pajak. Bila suatu perencanaan pajak dipaksakan
dengan melanggar ketentuan perpajakan, bagi Wajib Pajak merupakan resiko
pajak yang sangat berbahaya dan justru mengancam keberhasilan perencanaan
pajak tersebut.
2) Secara bisnis masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh (global strategy) perusahaan,
baik jangka panjang maupun jangka pendek. Oleh karena itu, perencanaan
pajak yang tidak masuk akal akan memperlemah perencanaan itu sendiri.
3) Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan perjanjian
(agreement), faktur (invoice), dan juga perlakuan akuntansinya (accounting
treatment).
2.3.6 Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak
Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tinggi,
seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana strategi
perencanaan perusahaan secara keseluruhan harus memperhitungkan adanya
kegiatan yang bersifat lokal maupun internasional. Agar perencanaan pajak dapat
berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan
melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut ini (Suandy, 2011):
1) Menganalisis informasi yang ada
Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah menganalisis
komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan
menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung, biasanya
dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak, baik secara
sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai
perencanaan pajak yang paling efisien. Penting juga untuk memperhitungkan
kemungkinan besarnya penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaran-
pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu seorang manajer
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
21
Universitas Indonesia
perpajakan harus memperhatikan faktor-faktor internal maupun eksternal
(faktor yang relevan, faktor pajak, faktor nonpajak lainnya).
2) Membuat satu model atau rencana kemungkinan besarnya pajak
Dalam membuat model model pengaturan yang paling tepat, penting sekali
untuk mempertimbangkan hal-hal berikut:
- Apakah kepemilikan dari berbagai hak, surat berharga, dan lain-lain harus
dikuasakan kepada satu atau lebih perusahaan, individu, trust, atau
kombinasi dari semua itu.
- Hubungan antara berbagai individu dan entitas.
- Oleh karena belum ditentukan lebih dahulu, dimana entitas tersebut harus
ditempatkan.
3) Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil
dari seluruh perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan
evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak
terhadap beban pajak, perbedaan laba kotor, dan pengeluaran selain pajak atas
berbagai alternatif perencanaan.
4) Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak
Untuk mengetahui bahwa hasil suatu perencanaan pajak baik atau tidak, tentu
harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian,
keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan pajak harus sesuai dengan
bentuk transaksi dan tujuan operasi.
5) Memutakhirkan rencana pajak
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek telah berjalan,
tetap perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi, baik dari undang-
undang maupun pelaksanaannya (negara di mana aktivitas tersebut dilakukan)
yang dapat berdampak terhadap komponen.
2.4 Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation)
Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) adalah
memastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan
perpajakan yang berlaku, apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
22
Universitas Indonesia
faktor-faktor yang dapat dimanfaatkan untuk penghematan pajak, maka langkah
selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun material.
Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi
ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Manajemen pajak tidak
dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika dalam pelaksanaannya
menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktek tersebut telah
menyimpang dari tujuan manajemen pajak (Suandy, 2011).
Untuk dapat mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu
dikuasai dan dilaksanakan, yaitu:
1) Memahami ketentuan perpajakan
Untuk memahami ketentuan perpajakan dapat dilakukan dengan cara
mempelajari peraturan perpajakan seperti Undang-Undang, Keputusan
Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Dirjen Pajak, dan Surat
Edaran Direktur Jendral Pajak juga mengikuti perkembangan atau isu-isu
perpajakan yang baru maka perusahaan dapat mengetahui peluang-peluang
yang dapat dimanfaatkan untuk penghematan pajak.
2) Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat
Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam penyajian informasi
keuangan perusahaan yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan dan
menjadi dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak terutang. Mengingat
pentingnya pembukuan maka Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 16 Tahun
2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, telah menetapkan
bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib melakukan
pembukuan.
2.5 Pengendalian Pajak (Tax Control)
Pengendalian pajak (tax control) adalah memastikan bahwa peraturan
perpajakan telah dilaksanakan. Yang terpenting adalah pengecekan pembayaran
pajak. Pengendalian pajak memiliki dua dimensi, yaitu dimensi pengendalian
pajak (dalam arti bahwa pajak dibayar dengan pilihan efisiensi yang tinggi) dan
dimensi adanya kepastian bahwa peraturan perpajakannya juga telah dilaksanakan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
23
Universitas Indonesia
dengan benar (Gunadi, 1997). Pengendalian pajak juga diarahkan agar setiap
pemenuhan kewajiban (pelaporan, pembukuan, dan kewajiban dalam pemeriksaan
dan sebagainya) telah dilakukan tepat waktu, dengan formulir yang telah diisi
dengan benar dan lengkap sehingga terhindar dari pengenaan sanksi perpajakan.
Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak
telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi
persyaratan formal maupun material (Suandy, 2011).
Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah pemeriksaan pembayaran
pajak oleh perusahaan. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas
sangat penting dalam strategi penghematan pajak, misalnya dalam melakukan
pembayaran pajak pada saat terakhir tentu lebih menguntungkan jika
dibandingkan dengan membayar lebih awal. Pengendalian pajak termasuk
pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak
terutang.
2.6 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21)
2.6.1 Pendahuluan
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000
Pasal 1 angka 1 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Per-15/PJ./2006, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan,
Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh
Pasal 21) merupakan Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 UU No.7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri.
PPh Pasal 21 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh Pemotong Pajak,
yaitu, pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan,
dan penyelenggara kegiatan.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
24
Universitas Indonesia
PPh 21 yang telah dipotong dan disetorkan secara benar oleh pemberi
kerja atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan
dari satu pemberi kerja merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk Tahun
Pajak yang bersangkutan.
Dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 adalah Pasal 21 Undang-Undang
Pajak Penghasilan; Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 31/PJ./2009
tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi telah diubah dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 57/PJ./2009 Tanggal 12 Oktober 2009.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Pemotongan PPh Pasal 21
atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan
Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT) beserta peraturan pelaksanaannya
telah dimuat. Ketentuan aturan pelaksanaannya akan selalu dilakukan pembaruan
sejalan dengan diberlakukannya undang-undang Pajak Penghasilan hasil
reformasi perundang-undangan yang berlaku per 1 Januari 2009 yaitu Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
2.6.2 Pemotong Pajak
Pemotong PPh Pasal 21 dalam Pasal 21 UU PPh Nomor 36 tahun 2008
dan Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 Pasal 2, ditegaskan
bahwa Pemotong PPh Pasal 21 atau disebut Pemotong Pajak terdiri dari:
1) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun,
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh
pegawai atau bukan pegawai;
2) Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang
kaskepada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah
Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya,
dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
25
Universitas Indonesia
dalam bentuk apapun sehubungan dengan oekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan;
3) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-
badan lain yang membayar uang pensiundan tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua;
4) Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar:
- Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek
Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas
nama persekutuannya.
- Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek
Pajak luar negeri;
- Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan
magang;
5) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lebaga lainnya
yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau
penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
2.6.3 Subjek Pajak atas PPh Pasal 21
2.6.3.1 Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
Berdasarkan PMK No.252/PMK.03/2008 Pasal 3, penerima penghasilan
yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu orang pribadi yang merupakan
(Waluyo, 2009):
1) Pegawai;
2) Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
26
Universitas Indonesia
3) Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, anatara lain meliputi:
- Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
- Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya;
- Olahragawan;
- Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
- Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
- Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
- Agen iklan;
- Pengawas atau pengelola proyek;
- Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
- Petugas penjaja barang dagangan;
- Petugas dinas luar asuransi;
- Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya.
4) Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:
- Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga,
seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
- Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
- Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagi penyelenggara kegiatan
tertentu;
- Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
- Peserta kegiatan lainnya.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
27
Universitas Indonesia
2.6.3.2 Subjek PPh Pasal 21
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000
Pasal 1 angka 2 sampai angka 10 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-15/PJ./2006, tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Sehubungan
dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, Subjek Pajak Penghasilan
Pasal 21, yaitu:
1) Pejabat Negara adalah: Presiden dan Wakil Presiden; Ketua, Wakil Ketua, dan
Anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota; Ketua dan
Wakil Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan; Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda
dan Hakim Mahkamah Agung; Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan
Agung; Menteri, Menteri Negara, dan Menteri Muda; Jaksa Agung; Gubernur
dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Propinsi; Bupati dan Wakil Bupati Kepala
Daerah Kabupaten; Walikota dan Wakil Walikota.
2) Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah PNS-Pusat, PNS-Daerah, dan PNS lainnya
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
3) Pegawai adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk
yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara
atau badan usaha milik daerah.
4) Pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang
menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala,
termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara
teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
5) Tenaga lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya
menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.
6) Penerimaan pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima
atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu,
termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua
atau Jaminan Hari Tua.
7) Penerima honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh
imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
28
Universitas Indonesia
8) Penerima upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah
mingguan, upah borongan, atau upah satuan.
2.6.4 Penghasilan Terkait dengan Pajak Penghasilan Pasal 21
2.6.4.1 Benefit in Cash vs Benefit in Kind
Menurut Pasal 4 UU PPh No.36 Tahun 2008, penghasilan didefinisikan sebagi:
1) Setiap tambahan kemampuan ekonomis,
2) Yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis) Wajib Pajak,
3) Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
4) Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh No. 36 Tahun 2008 diatur bahwa
penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya merupakan objek
PPh, dalam hal ini PPh 21,
Pada Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh No. 36 Tahun 2008 disebutkan
bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa tersebut
bukan merupakan objek PPh Pasal 21 sepanjang diterima atau diperoleh dalam
bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.
Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008,
disebutkan bahwa benefit in kind merupakan objek PPh Pasal 21, khususnya
penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun
yang diberikan oleh:
1) Bukan Wajib Pajak;
2) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
3) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma
perhitungan khusus (deemed profit).
2.6.4.2 Objek PPh Pasal 21
Berdasarkan PMK No.252/PMK.03/2008 Pasal 5, penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 21 atau objek PPh Pasal 21 terdiri dari:
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
29
Universitas Indonesia
1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3) Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, dan
pembayaran lain sejenis;
4) Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara
bulanan;
5) Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6) Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapa, honorarium, hadiah, atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
7) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun
yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan
Pajak Penghasilan berdasarkan nama penghitungan khusus (deemed profit).
2.6.5 Pengurang yang Diperbolehkan
2.6.5.1 Biaya Jabatan, Biaya Pensiun, dan Iuran Pensiun/Jaminan Hari Tua
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 57/PJ/2009
Pengurang yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari
biaya jabatan dan iuran pensiun/Jaminan Hari Tua. Untuk penerima pensiun,
pengurang yang diperbolehkan adalah biaya pensiun,
1) Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya
Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp 500.000,00 (lima ratus
ribu rupiah) sebulan.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
30
Universitas Indonesia
2) Iuran pensiun/Jaminan Hari Tua, yaitu iuran-iuran yang terkait dengan gaji
yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua
atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
3) Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya
Rp 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp 200.000,00
(dua ratus ribu rupiah) sebulan.
2.6.5.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Berdasarkan Undang-Undang No. 36/2008 Pasal 7 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, yaitu:
1) Jumlah PTKP
Sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) UU PPh No. 36 Tahun 2008, kepada orang
pribadi Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa PTKP.
Menurut Pasal 7 UU PPh No. 36 Tahun 2008, PTKP pertahun diberikan paling
sedikit sebesar:
- Rp 15.840.000,00 untuk diri Wajib Paja orang pribadi;
- Rp 1.320.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp 15.840.000,00 tambahan untuk sesorang istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami; dan
- Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap
keluarga
2) PTKP Karyawati Kawin
Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
- Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
- Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah
keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
31
Universitas Indonesia
Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari
pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan
suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP
adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan
PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
3) Penghasilan yang tidak memperoleh pengurangan biaya jabatan dan/atau PTKP
Pengurangan berupa biaya jabatan dan tidak berlaku terhadap penghasilan-
penghasilan berupa:
- Upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan;
- Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang tabungan hari tua atau jaminan
hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
- Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
Wajib Pajak.
2.6.6 Metode perhitungan PPh Pasal 21
Terdapat 3 metode perhitungan pajak, yaitu (Waluyo, 2008):
1) Gross Basis Method
Gross basis method adalah metode penghitungan pajak dimana jumlah PPh
Pasal 21 yang terutang ditanggung oleh karyawan sendiri. Penghasilan
karyawan akan berkurang karena pemotongan tersebut. Dari sisi perusahaan
pemotongan ini bersifat nondeductible expense karena PPh Pasal 21 yang
dikenakan dibayar langsungoleh karyawan danmenjadi beban dari karyawan
tersebut, perusahaan dalam hal ini hanya sebagai pemotong pajak.
2) Net Basis Method
Net basis method adalah metode penghitungan pajak dimana perusahaan
menanggung beban PPh Pasal 21 atas karyawan yang dimilikinya. Dari sisi
perusahaan, pajak yang telah dibayarkan tersebut tidak dapat dijadikan biaya
karena bagi karyawan dianggap sebagai natura dan sesuai dengan Pasal 9 ayat
(1) huruf e UU No.36/2008 pemberian dalam bentuk natura tidak dapat
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
32
Universitas Indonesia
digunakan sebagai pengurang penghasilan. Sedangkan dari sisi karyawan ,
penghasilan yang diterima tidak berkurang karena tidak ada pemotong pajak.
3) Gross Up Method
Gross up method merupakan metode alternatif diantara kedua metode yang
telah disebutkan sebelumnya karena metode ini dirasakan menguntungkan bagi
kedua sisi yaitu bagi perusahaan dan juga bagi karyawan. Dalam metode ini
perusahaan memberikan tunjangan pajak (tax allowance) kepada karyawannya
sebesar jumlah pajak yang terutang, dari sisi perusahaan tunjangan pajak
tersebut dapat dijadikan pengurang penghasilan karena bersifat benefit in cash ,
sedangkan bagi karyawan take home pay yang dimilikinya tidak berkurang
walaupun telah dilakukan pemotongan karena sebelumnya penghasilan yang
ada telah di gross up sebesar pajak yang terutang.
2.6.7 Tarif PPh Pasal 21
Berdasarkan UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan dalam Pasal 17,
besarnya tarif pajak atas Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut:
2.6.8 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6, Penghasilan kena pajak yang
berasal dari pekerjaan adalah sebagai berikut:
1) Pengasilan Bruto Pasal 4 ayat (1), tidak termasuk penghasilan yang dipotong
final dan pengecualian objek pajak PPh Pasal 4 ayat (3), dikurangi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
Pajak
sampai dengan Rp 50.000.000 5%
diatas Rp 50.000.000 sampai dengan
Rp 250.000.000 15%
diatas Rp 250.000.000 sampai dengan
Rp 500.000.000 25%
Diatas Rp 500.000.000 30%
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
33
Universitas Indonesia
2) Biaya-biaya yang diperbolehkan (Pasal 6, yang diperbolehkan dijadikan biaya,
dan Pasal 9, yang tidak diperbolehkan dijadikan biaya), menghasilkan
3) Penghasilan Netto, lalu dikurangi
4) PTKP, menghasilkan
5) PKP, dikalikan
6) Tarif Pasal 17, menghasilan
7) PPh Pasal 21 terutang
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
34 Universitas Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
3.1 Profil PT. XYZ
Sebagai salah satu kontraktor terbesar di Indonesia yang umum dan
struktur baja, PT. XYZ telah terlibat dalam berbagai proyek seperti hotel,
apartemen, rumah sakit gedung perkantoran, dan pusat kesehatan, pusat
perbelanjaan dan pusat perdagangan, perumahan, pabrik, fasilitas pendidikan,
pabrik kimia, bandara bangunan, terminal dan hanggar, pembangkit listrik, pabrik
industri, jembatan, dan bangunan komersial lainnya. PT. XYZ berbagi teknologi
inovatif, memberikan kesempatan kerja, dan memelihara beberapa standar industri
tertinggi dibumi.
PT. XYZ adalah pemimpin dalam konstruksi. Operasinya di struktur
kontraktor dan baja umum dirancang untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan. Dalam rangka untuk memberikan kualitas dan nilai kepada pelanggan,
tradisi PT XYZ adalah bertanggung jawab untuk mendekati mitra bisnis. PT. XYZ
fokus pada operasi yang efisien dan inovasi, serta keterampilan untuk
mempertahankan keunggulan kompetitif melalui siklus bisnis.
Sejak didirikan pada tanggal 28 Juni 1974, PT. XYZ telah berhasil
meningkatkan kinerjanya. Dari proyek perumahan untuk bangunan bertingkat dan
mal seperti WTC Mangga Dua Trade Centre dengan 235.000 meter persegi,
proyek-proyek besar seperti "Pekerjaan Kantor, Pabrik, Gudang dan Eksternal"
Jakarta Greenfield untuk PT HM Sampoerna Tbk dengan 570.000 meter persegi
luas total, dan Bergengsi Twin Menara St Regis Apartment PT Duta Anggada
Realty Tbk dengan 240.000 meter persegi, 47 cerita di Jakarta; serta proyek
pabrik sekecil 40 ton baja untuk proyek pabrik besar industri sebagai besar
sebagai 10.000 ton atau lebih.
Pada tahun 1997, meskipun krisis moneter berkepanjangan, PT. XYZ
meningkatkan kapasitas produksi menjadi 20.000 ton dan memperoleh pendapatan
sebesar sekitar 900 miliar rupiah per tahun. Tidak hanya keberhasilan PT. XYZ
sebagai kontraktor tergantung pada keterampilan kita dan memberikan kualitas,
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
35
Universitas Indonesia
tetapi juga pada komitmen PT. XYZ bersama untuk mitra bisnis. Adapun Strategi
PT. XYZ adalah fokus pada nilai pengiriman dengan biaya operasi yang
kompetitif untuk mempertahankan posisi kami dalam kualitas proyek dan nilai
ekonomi jangka panjang. PT. XYZ juga mencari peningkatan efisiensi. Selama
lebih dari 37 tahun di bidang jasa konstruksi di Indonesia, PT. XYZ telah bekerja
dengan kontraktor asing, dan telah menerima banyak manajemen transfer.
3.2 Visi dan Misi PT. XYZ
Visi dari PT. XYZ adalah untuk mempertahankan posisi PT. XYZ sebagai
pemimpin pasar domestik sementara bersaing di era Perdagangan Bebas dengan
meningkatkan penampilan dan menjajaki peluang di pasar regional.
Adapun Misi dari PT. XYZ adalah menciptakan sinergi dengan pelanggan
kami untuk menyediakan lebih dari kepuasan pelanggan belaka. PT. XYZ
mendorong inovasi untuk mempertahankan keunggulan terkemuka dan menjaga
daya saing proyek. Selanjutnya, mempertahankan standar tinggi sumber daya
manusia dan modal, PT. XYZ menyediakan dengan manajer masa depan yang
selalu proaktif adaptif terhadap perubahan di industri. Perubahan yang diciptakan
menyebabkan efisiensi dalam semua departemen dan peningkatan produktivitas
dan kualitas, sehingga mendukung tujuan utama kami untuk bersaing dan
memenangkan bagian terbesar dari pasar
3.3 Struktur Organisasi
Hubungan kerja yang saling berkaitan baik secara langsung maupun tidak
langsung dari satu pihak ke pihak lainnya ditunjukkan pada struktur organisasi,
struktur organisasi perusahaan adalah garis hierarki yang ada dalam perushaan. Di
dalam struktur ini terdapat penggambaran yang jelas berbagai macam tingkatan
posisi yang ada di perusahaan. Masing-masing perusahaan memiliki hak untuk
membuat struktur organisasinya sesuai dengan gaya dan kebutuhan perusahaan.
Pada PT. XYZ terdapat struktur organisasi, sebagai berikut:
1) Komisaris
Komisaris ditunjuk untuk mengawasi kegiatan perusahaan dan memberikan
nasihat kepada manajemen atas kebijakan yang akan diambil oleh manajemen
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
36
Universitas Indonesia
tepatnya Dewan Direksi. Dewan Direksi dalam memantau bisnis perusahaan
bahwa pertimbangan dan persetujuan atas tindakan atau perlakuan yang akan
diambil oleh perusahaan sudah benar.
2) Direktur
Direktur memiliki tugas, sebagai berikut:
- Memimpin seluruh dewan atau komite eksekutif
- Menawarkan visi dan imajinasi di tingkat tertinggi
- Memimpin rapat umum, dalam hal: untuk memastikan pelaksanaan tata-
tertib; keadilan dan kesempatan bagi semua untuk berkontribusi secara
tepat; menyesuaikan alokasi waktu per item masalah; menentukan urutan
agenda; mengarahkan diskusi ke arah konsensus; menjelaskan dan
menyimpulkan tindakan dan kebijakan
- Bertindak sebagai perwakilan organisasi dalam hubungannya dengan dunia
luar
- Memainkan bagian terkemuka dalam menentukan komposisi dari board dan
sub-komite, sehingga tercapainya keselarasan dan efektivitas
- Mengambil keputusan pada siuasi tertentu yang dianggap perlu, yang
diputuskan, dalam meeting-meeting.
- Menjalankan tanggung jawab dari direktur perusahaan sesuai dengan
standar etika dan hukum.
3) Auditor Internal
Tugas dari internal audit menyelidiki dan menilai pengendalian intern dan
efisiensi pelaksanaan fungsi berbagai unit organisasi, ruang lingkup harus
meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan serta efektivitas sistem
pengendalian internal yang dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan
tanggung jawab yang diberikan:
- keandalan informasi
- kesesuaian dengan kebijaksanaan, rencana, prosedur dan peraturan
perundang-undangan,
- perlindungan terhadap harta
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
37
Universitas Indonesia
- penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien dan
- pencapaian tujuan
4) Manajer
Pada PT. XYZ terdapat 3 orang manajer yaitu manajer pemasaran dan
penjualan, manajer divisi operator dan manajer keuangan dan akunting.
- Manager Pemasaran dan Penjualan bertugas memimpin dan bertanggung
jawab atas segala kegiatan atas pemasaran dan penjualan produk dan jasa
yang diberikan oleh perusahaan baik pelaksanaan dan hasil, juga bertugas
untuk membina, membimbing tim pemasaran dan penjualan. Selain bertugas
mengendalikan dan memelihara keadaan pemasaran dan penjualan didalam
tim, manajer juga berfungsi untuk membina dan memelihara hubungan baik
dengan distributor dan customernya. Dan pada akhirnya manajer harus
membuat perencanaan atas pemasaran dan penjualan.
- Manajer Operasional bertanggung jawab untuk melakukan fungsi-fungsi
manajemen baik itu perencanaan, pengorganisasian, pembentukan staf,
kepemimpinan dan pengendalian.
- Manajer Keuangan dan Akuntansi bertanggung jawab untuk
mengordinasikan pengendalian kegiatan keuangan, akuntansi manajemen,
dan sistem informasi keuangan perusahaan. Manajer keuangan dan
akuntansi juga bertugas untuk menganalisa laporan keuangan dan ;aporan
akuntansi manajemen perusahaan, melaksanakan pengendalian dan
pengawasan dibidang keuangan sesuai target yang ditentukan dan
sebagainya.
5) Staf
Para staf di PT. XYZ bertgas dan bertanggung jawab untuk mejalankan fungsi
masing-masing divisi untuk membantu tercapainya tujuan dari masing-masing
divisi.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
38
Universitas Indonesia
Berikut struktur organisasi PT. XYZ:
Gambar 3.1
Struktur Organisasi PT. XYZ pada tahun 2011
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
3.4 Perpajakan Secara Umum Pada PT. XYZ
PT. XYZ menerapkan manajemen pajak untuk memenuhi aspek-aspek
perpajakan dan mentaatinya. Didalam manajemen pajak maka pada tahap
perencanaan pajaklah akan direncanakan bagaimana rencana-rencana untuk
melakukan penghematan pajak akan tetapi masih didalam koridor hukum yang
berlaku dan dengan tidak melanggarnya. Aspek dalam perencanaan pajak dimulai
dengan aspek formal dan administratif. Kewajiban perpajakan bermula dari
Manager
Marketing and sales
Manager
Operational Division
Director
Internal auditor
Manager
Finance and accounting
Staff
Marketing and sales
Staff Operational
Division
Staff finance
and accounting
Commissioners
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
39
Universitas Indonesia
implementasi undang-undang perpajakan. Oleh karena itu, ketidakpatuhan
terhadap undang-undang dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administrasi maupun
sanksi pidana. Sanksi administrasi maupun pidana merupakan pemborosan
sumber daya sehingga perlu dihindari melalui suatu perencanaan pajak yang baik.
Untuk dapat menyusun perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik
diperlukan pemahaman terhadap peraturan perpajakan. Selanjutnya selaras dengan
pengelompokkan hukum pajak aspek formal administratif maupun aspek material
substantif perlu untuk dimengerti dan dipahami untuk dapat menghindari sanksi
administrasi maupun pidana.
Aspek administratif dari kewajiban perpajakan meliputi kewajiban
mendafarkan diri untuk memperoleh NPWP dan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak, menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, membayar pajak,
menyampaikan SPT, disamping memotong atau memungut pajak. Kewajiban
perpajakan berakhir pada saat pelunasan oleh Wajib pajak. Agar pembayaran
pajak sebagi transfer sumber daya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
maka pembayaran pajak harus direncakan secara baik supaya tidak terjadi
pemborosan. Penyediaan dana harus direncanakan supaya pembayaran pajak
dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Begitu juga kewajiban
pelaporan yang juga harus direncanakan supaya dapat selesai dan dilaporkan tepat
pada waktunya.
Aspek material dalam perencanaan pajak. Pajak dikenakan terhadap objek
pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan, maupun peristiwa. Basis perhitungan
pajak adalah objek pajak. Maka untuk mengoptimalkan alokasi sumber dana,
manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih (karena dapat
mengurangi optimalisasi alokasi sumber daya) dan tidak kurang (supaya tidak
membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana). Untuk itu
objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap. Pelaporan objek pajak
yang benar dan lengkap harus bebas dari rekayasa negatif.
Kegiatan perpajakan pada PT. XYZ berjalan sesuai dengan peraturan yang
berlaku, kewajiban perpajakan bersifat mutlak dan memang harus dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana telah diatur di dalam
Undang-Undang dan peraturan yang lainnya dan jika tidak dijalankan sesuai
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
40
Universitas Indonesia
ketentuan yang berlaku maka akan menimbulkan resiko berupa sanksi bagi
perusahaan, sedangkan hak Wajib Pajak sifatnya tidak mutlak, karena jika Wajib
Pajak tidak memenuhi kewajiban pajaknya maka Wajib Pajak tidak memenuhi
syarat sehingga tidak dapat menggunakan haknya, hak tersebut tidak dapat
diminta. Maka dari itu, perusahaan harus mengantisipasi sanksi-sanksi dalam
pelaksanaan kewajiban perpajakannya dalam rangka memenuhi syarat agar hak-
hak Wajib Pajak dapat dipenuhi.
PT. XYZ dalam hal memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak
terutang telah menunjuk orang-orang yang berkompeten dan memiliki keahlian
dibidangnya untuk menghitung jumlah pajak terutang, orang-orang tersebut
memahami dan menguasai perpajakan sesuai dengan peraturan-peraturan yang
berlaku dan terus memperbaruinya (update) karena peraturan sering berubah. Dan
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, PT. XYZ sudah melakukannya
dengan benar secara administratif.
3.4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) pada PT. XYZ
PT. XYZ dalam memotong PPh Pasal 21 menggunakan gross-up method.
Dalam metode perhitungan ini PT. XYZ memberikan tunjangan pajak sebesar
jumlah pajak terhutang karyawan, sehingga tunjangan pajak tersebut dianggap
sebagai tambahan penghasilan bagi karyawan dan dari sisi perusahaan dianggap
sebagai beban yang dapat dikurangkan dalam menentukan besarnya penghasilan
kena pajak untuk menghitung PPh Badan.
Komponen-komponen imbalan atau pemberian yang diberikan oleh PT.
XYZ kepada karyawannya berupa gaji, tunjangan transport, tunjangan pajak
penghasilan pasal 21, jaminan keselamatan kerja, jaminan hari tua, jaminan
kematian, pemberian tidak dalam bentuk uang seperti pemberian makan siang,
dan sebagainya.
Berikut contoh perhitungan PPh Pasal 21 pada PT. XYZ dengan
menggunakan metode perhitungan gross-up, contoh kasus: seorang karyawan A
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
41
Universitas Indonesia
menikah dan memiliki anak 2 orang, dan pemberian yang diberikan oleh PT. XYZ
untuk karyawan A meliputi:
1) Gaji
2) Tunjangan Transportasi
3) Lembur
4) Premi Asuransi dibayarpemberi kerja:
Jaminan Kematian
Jaminan Keselamatan Kerja
5) Tunjangan Hari Raya
6) Tunjangan PPh Pasal 21
Maka perhitungan untuk PPh Pasal 21 untuk Karyawan A adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Perhitungan PPh Pasal 21 dengan metode Gross-Up
(dalam satuan mata uang Rupiah)
Gaji setahun 96.000.000
Tunjangan transportasi 5% gaji setahun 4.800.000
Lembur 2.850.000
Premi asuransi dibayar pemberi kerja:
Jaminan Keselamatan Kerja 1,74% gaji setahun 1.670.400
Jaminan Kematian 0,3% gaji setahun 288.000 1.958.400
Tunjangan Hari Raya 100% gaji sebulan 8.000.000
Tunjangan PPh Pasal 21 9.330.820
Penghasilan Bruto 122.939.220
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
42
Universitas Indonesia
Pengurang:
Biaya Jabatan 5% penghasilan bruto 5.680.420
Jaminan Hari Tua 2% gaji setahun 1.920.000 ( 7.600.420 )
Penghasilan neto setahun 115.338.800
PTKP setahun ( 19.800.000 )
Penghasilan kena pajak setahun 95.538.800
PPh Pasal 21 setahun:
5% x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 45.538.800 = 6.830.820
Total PPh Pasal 21 9.330.820
PPh Pasal 21 sebulan 777.568
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
43 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Permasalahan
Pada Bab ini penulis akan mencoba menganalisa efektifitas penerapan
manajemen pajak terkait PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan pada PT. XYZ,
dimulai dari metode perhitungan, jenis imbalan yang diberikan PT. XYZ kepada
para karyawannya hingga implementasi dan control terhadap penerapan
manajemen pajak hingga dapat menghemat kewajiban pajak yang harus dibayar
oleh PT. XYZ atau paling tidak, tidak melebihi jumlah yang seharusnya akan
dibayar. Pembahasan ini menggunakan tahun buku 2011 pada PT. XYZ.
Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya bahwa sektor perpajakan
merupakan salah satu sumber besar bagi penerimaan negara, maka Pemerintah
berusaha untuk menggalakkan kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan dan
memenuhi kewajibannya sebagai Wajib Pajak, Pemerintah melakukan usahanya
melalui Undang-Undang Perpajakan. Dan Wajib Pajak memenuhi kewajibannya
dengan berbagai macam cara, salah satunya menggunakan manajemen pajak (tax
planning, tax implementation, tax control) untuk meminimalisasi / menghemat
kewajiban pajaknya. Dilihat secara teori, meminimalisasi kewajiban pajak dengan
menggunakan manajemen pajak yang baik tidak melanggar peraturan yang
berlaku. Sedangkan jika dilihat dari sisi etika sebenarnya hal ini masih menjadi
pertanyaan karena sampai saat ini masih belum terdapat peraturan yang
menjelaskan secara detail bahwa manajemen pajak itu legal atau ilegal dalam
penerapannya.
Manajemen pajak dilakukan melalui tiga fungsi, yaitu tax planning, tax
implementation, tax control. Tax Planning pada PPh Pasal 21 dapat dilakukan
dengan berbagai cara diantaranya dengan memilih jenis atau bentuk pemberian
kepada karyawannya apakah karyawan akan diberikan imbalan atau kompensasi
berupa benefit in cash atau benefit in kind, cara lainnya dengan memberikan
tunjangan pajak atau menggunakan perhitungan dengan metode gross up sehingga
dari sisi perusahaan tunjangan pajak tersebut dapat menjadi pengurang
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
44
Universitas Indonesia
penghasilan karena bersifat karena bersifat benefit in cash, sedangkan bagi
karyawan take home pay yang dimilikinya tidak berkurang walaupun telah
dilakukan pemotongan karena sebelumnya penghasilan yang ada telah di gross up
sebesar pajak yang terutang. Pada kasus ini PT. XYZ menggunakan metode gross
up dalam perencanaan pajak tekait PPh Pasal 21 dalam rangka menghemat beban
pajak PPh Badan PT. XYZ.
4.2 Tax Planning pada PT. XYZ
4.2.1 Komponen Imbalan atau Kompensasi pada PT. XYZ
Terdapat beberapa komponen imbalan atau kompensasi pada PT. XYZ
yaitu berupa imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan karyawan yang
ditujukan untuk kesejahteraan karyawan, jenis komponen imbalan atau
kompensasi tersebut meliputi:
1) Gaji
Gaji karyawan dibayarkan pada tanggal 25 setiap bulannya. Jika tanggal 25
merupakan hari libur maka gaji akan dibayarkan pada hari sebelumnya.
Besarnya gaji yang dibayarkan oleh PT. XYZ ialah tegantung dari perjanjian
awal pada waktu perekrutan (recruitment) dan nilai tersebut yang tecantum
pada kontrak kerja karyawan. Pembayaran gaji pada karyawan dilakukan
dengan mentransfer gaji tersebut kedalam rekening karyawannya masing-
masing. Biasanya pada saat menjadi karyawan tetap maka karyawan
diharuskan membuat rekening yang sama dengan karyawan lainnya, dalam
kasus ini para karyawan PT. XYZ harus memiliki rekening BCA untuk
pentransferan gajinya.
2) Penyediaan makanan dan minuman
Setiap makan siang seluruh karyawan PT. XYZ mendapatkan makanan berupa
katering yang telah dipesan oleh PT. XYZ.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
45
Universitas Indonesia
3) Premi asuransi
PT. XYZ bekerja sama dengan PT. Jamsostek, karyawan PT. XYZ
mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan
Jaminan Hari Tua (JHT) dengan dasar perhitungan dari gaji yang diperoleh
karyawan, JKK diberikan oleh PT. XYZ sebesar 1,74% x gaji sebulan, JK
diberikan oleh PT. XYZ sebesar 0,3% x gaji sebulan dan JHT diberikan oleh
PT. XYZ sebesar 3,7% x gaji sebulan dan ditanggung karyawan sebesar 2% x
gaji sebulan.
4) Lembur
Jam kerja lembur ialah jam kerja diluar jam kerja biasa, jika pekerjaan belum
selesai dan mendesak maka karyawan bekerja lembur seperti deadline
pekerjaan sudah harus selesai maka mau tidak mau karyawan diharuskan untuk
bekerja lembur.
5) Other Benefit
Other benefit diberikan kepada karyawan dengan situasi tertentu, misalnya
karyawan yang sedang melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi
maka kebijakan perusahaan ialah memberikan tunjangan berupa uang,
misalnya tunjangan untuk buku dan sebagainya. Tunjangan ini diberikan dan
dimasukkan kedalam penghasilan tiap bulan selama karyawan dikondisikan
berhak mendapatkan bantuan berupa tunjangan tersebut.
6) Bonus
Bonus diberikan oleh PT. XYZ hanya kepada karyawan tertentu dengan level
tertentu, bonus diberikan jika perusahaan memperoleh laba yang cukup besar
pada tahun berjalan.
7) Pemberian natura
Selain bentuk benefit in cash, maka perusahaan juga memberikan benefit in
kind atau biasa kita sebut natura. Misal mobil, reimburse kesehatan dan
sebagainya.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
46
Universitas Indonesia
8) Tunjangan transport
Tunjangan transport ini untuk mengganti transport karyawan, besarnya
ditentukan oleh HRD dan tunjangan tersebut diberikan bersamaan dengan gaji
dan nilainya sudah tercantum didalam kontrak kerja karyawan. Sifat dari
tunjangan transport ialah rutin setiap bulan dan akan menambah jumlah gaji
yang akan diterima karyawan. Tunjangan transport ini adalah deductible untuk
perusahaan dan taxable untuk karyawan. Yang mendapatkan tunjangan ini
ialah semua karyawan kecuali karyawan level tertentu
9) Tunjangan hari raya
Tunjangan hari raya biasa diberikan setahun sekali. Biasanya tunjangan hari
raya ini diberikan kepada karyawa 1 minggu sebelum karyawan merayakan
hari raya menurut kepercayaannya masing-masing dan ditransfer melalui
rekening masing-masing karyawan. Besarnya tunjangan hari raya yang
diberikan PT. XYZ kepada karyawannya ialah sebesar 100% gaji karyawan
selama sebulan.
10) Tunjangan PPh Pasal 21
Karyawan PT. XYZ diberikan tunjangan berupa tunjangan pajak sebesar pajak
penghasilan pasal 21 yang terutang.
11) Kendaraan bagi Komisaris, Direktur dan Manajer
12) Pakaian kerja karyawan
PT. XYZ memberikan pakaian sehubungan dengan lingkungan kerja, seperti
seragam satpam, seragam buruh pabrik.
4.2.2 Perlakuan Imbalan atau Kompensasi yang diberikan oleh PT. XYZ
Menurut Per-15/PJ./2006 Pasal 5 ayat (1) penghasilan yang diterima atau
diperoleh secara teratur berupa gaji, uang lembur, tunjangan transport, tunjangan
pajak, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan yang diterima
atau diperoleh pegawai secara tidak teratur berupa tunjangan hari raya, bonus dan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
47
Universitas Indonesia
penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap merupakan penghasilan yang
dapat dipotong PPh Pasal 21, sedangkan dalam Pasal 7 bahwa iuran pensiun yang
dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada penyelenggara Jamsostek yang
dibayarkan oleh pemberi kerja merupakan penghasilan yang tidak dipotong PPh
Pasal 21.
Menurut UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1) bahwa pemberian kepada
karyawan dalam bentuk uang tunai atau cash tersebut, bagi karyawan merupakan
penghasilan kecuali yang telah disebutkan diatas (JHT) yang dibayarkan
perusahaan) jika dari sisi perusahaan akan dijadikan sebagai beban yang
merupakan deductible expense atau dapat dijadikan pengurang sebagai beban bagi
perusahaan yang akan mengurangi penghasilan bruto pada laporan laba rugi
perusahaan, dan dari sisi karyawan penghasilan ini merupakan taxable income
yang dikenakan pajak atas penghasilan yang didapat.
Menurut Per-15/PJ./2006 Pasal 7 huruf b bahwa penerimaan dalam bentuk
natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak
atau Pemerintah merupakan penghasilan yang tidak dapat dipotong PPh Pasal 21.
Menurut Pasal 9 ayat (1) UU No.36 Tahun 2008, tentang PPh, bahwa pemberian
kepada karyawan dalam bentuk selain uang (natura atau benefit in kind) bagi
perusahaan maka pemberian tersebut tidak dapat dijadikan beban sebagai
pengurang penghasilan pada laporan laba rugi perusahaan atau disebut dengan
non deductible expense, dan bagi karyawan penerimaan tersebut bukan
merupakan penghasilan yang dapat dikenakan pajak atau disebut non taxable
income. Pemberian makanan dan minuman berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) bahwa pemberian makanan dan
minuman bagi seluruh pegawai jika disediakan oleh pemberi kerja bagi seluruh
pegawai secara bersama-sama termasuk dewan direksi dan dewan komisaris
ditempat kerja, maka terhadap kas yang dikeluarkan untuk penyediaan makanan
tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pada laporan laba rugi pemberi
kerja atau disebut sebagai deductible expense karena dapat dijadikan sebagai
beban. Pemberian makanan minuman yang dilakukan oleh PT. XYZ memberikan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
48
Universitas Indonesia
keuntungan bukan hanya dari pihak perusahaan saja akan tetapi karyawan
mendapatkan keuntungan juga, dari sisi perusahaan, PT.XYZ seperti yang telah
dijelaskan diatas bahwa pemberian makanan berbentuk catering tersebut dapat
dijadikan sebagai beban atau sebagai pengurang penghasilan bruto pada laporan
laba rugi perusahaan (deductible expense), dari sisi karyawan catering tersebut
bukan merupakan penghasilan yang akan ditambah dengan penghasilan lainnya
(non taxable income).
Pemberian pakaian kerja kepada karyawan sehubungan dengan lingkungan
kerja menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasialan Pasal 9 ayat (1)
bahwa biaya atas seragam/pakaian untuk keselamatan kerja, pemberian sesuatu
yang merupakan keharusan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat
pekerjaan tersebut mengharuskannya seperti pakaian dan peralatan untuk
keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam) dapat dibebankan
sebagai pengurang penghasilan bruto pada laporan laba rugi perusahaan dan
bukan merupakan penghasilan bagi karyawan yang menerimanya.
4.2.3 Jenis Karyawan pada PT. XYZ
PT. XYZ memiliki karyawan dengan jumlah sekitar 120 orang, 120 orang
terdiri dari karyawan tetap, dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap terdiri dari
karyawan tetap dengan upah bulanan, mingguan, harian dan satuan.
1) Karyawan tetap
Karyawan tetap ialah karyawan yang menerima pendapatan sebagai imbalan
atas pekerjaan yang telah dikerjakan. Pendapatan karyawan tetap terdiri dari
gaji pokok ditambah dengan tunjangan-tunjangan baik itu tunjangan makan
dan transport, premi asuransi, ataupun tunjangan-tunjangan lainnya. Karyawan
tetap terdiri dari karyawan tetap bulanan dan karyawan tetap mingguan.
- Karyawan tetap bulanan ialah karyawan yang menerima pendapatan yang
dibayarkan pendapatannya setiap bulannya, karyawan tetap bulanan terdiri
dari 2 orang komisaris, 1 orang direktur, 3 orang manajer, 5 orang staf
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
49
Universitas Indonesia
marketing dan penjualan, 5 orang satuan pengendalian internal (internal
auditor) 5 orang staf operasional, 10 orang staf keuangan dan akuntansi.
- Karyawan tetap mingguan ialah karyawan yang menerima gaji yang
dibayarkan setiap bulannya, tunjangan yang dibayarkan setiap minggunya
berupa tunjangan makan dan transport, bonus diberikan setiap pertengahan
bulan jika memang berhak mendapatkan bonus. Jumlah karyawan tetap
mingguan 79 orang yang terdiri dari tenaga buruh dan pekerja.
2) Karyawan tidak tetap
Karyawan tidak tetap terdiri dari karyawan lepas harian dan karyawan lepas
upah satuan. Pendapatan dari karyawan lepas harian dihitung berdasarkan
jumlah hari kerja, tergantung kondisi, apabila PT. XYZ membutuhkan
karyawan lepas harian maka akan dipekerjakan sebanyak beberapa hari
dibutuhkannya, yang termasuk kedalam golongan karyawan tidak tetap seperti
karyawan magang, mailing staff, buruh serta pekerja tidak tetap yang hanya
didatangkan sebagai bantuan. Dalam golongan ini karyawan tidak tetap hanya
mendapatkan upah harian dan upah satuan saja, jadi tidak mendapatkan gaji,
akan tetapi karena pada golongan ini karyawan tidak mendapatkan tunjangan
hari raya dan tunjangan lainnya, biasanya karyawan dalam golongan ini
diberikan natura sebagai ganti tidak mendapat tunjangan hari raya, biasanya
berupa bingkisan makanan pokok dan sebagainya.
4.2.4 Kebijakan Penerapan Tax Planning PPh Pasal 21 pada PT. XYZ
PT. XYZ mempunyai kewajiban untuk menghitung, penyetoran dan
pelaporan PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawannya, penghasilan tersebut
berupa gaji, tunjangan- tunjangan dan bonus. Biasanya pada saat pembayaran gaji
maka pihak payroll meminta bantuan mailing staff untuk membagikan payment
slip dimana tercantum rincian gaji karyawannya baik yang bersifat penerimaan
maupun pengurangan terhadap gaji kotor karyawan. Setelah melakukan
pemotongan terhadap pajak karyawan maka PT. XYZ berkewajiban untuk
menyetor dan melaporkannya.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
50
Universitas Indonesia
Dalam meningkatkan efisiensi suatu perusahaan, manajemen pajak sangat
diperlukan untuk mengatur masalah perpajakan perusahaan, seperti
meminimalisasi / menghemat beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan, serta
mengatur agar perusahaan mematuhi kewajiban perpajakannya. Tax planning
biasanya dilakukan dengan cara mengurangi penghasilan atau menambah beban
yang diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto pada laporan laba rugi
perusahaan atau deductible expense. Dalam menerapkan tax planning, PT. XYZ
berusaha untuk tidak hanya memperhatikan keuntungan dari sisi perusahaan saja
akan tetapi juga tetap berusaha untuk memperhatikan kesejahteraan karyawannya.
Terdapat 2 macam penerapan tax planning yang dilakukan PT. XYZ yaitu dari
jenis pemberian kepada karyawan dan metode perhitungan yang digunakan dalam
menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21.
1) Jenis Pemberian
Seperti yang telah dijelaskan pada perlakuan imbalan atau kompensasi yang
telah diberikan oleh PT. XYZ kepada karyawannya, maka PT. XYZ memiliki
strategi untuk memberikan karyawannya imbalan berupa uang (benefit in cash)
dan juga pemberian selain uang (benefit in kind) dan pemberian-pemberian
tersebut diberikan. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh PT. XYZ dapat
menguntungkan dari sisi perusahaan tanpa mengabaikan kesejahteraan
karyawannya, seperti pemberian makanan dan minuman pada siang hari,
pemberian tersebut dapat dijadikan sebagai beban pengurang penghasilan bruto
pada laporan laba rugi perusahaan (deductible expense) apabila pemberian
makanan tersebut diberikan kepada seluruh karyawan tanpa terkecuali dewan
komisaris dan dewan direksi ditempat kerja. Kebijakan lainnya yang diambil
seperti tunjangan hari raya dan bingkisan hari raya, untuk benefit in cash
berupa tunjangan hari raya dapat dijadikan beban pengurang penghasilan bruto
oleh PT. XYZ didalam laporan laba ruginya, dan menjadi taxable income bagi
karyawan, dan untuk bingkisan hari raya merupakan benefit in kind yang tidak
dapat dijadikan sebagai beban oleh PT. XYZ dan juga tidak dapat dijadikan
sebagai penambah penghasilan oleh karyawan (bukan merupakan taxable
income bagi karyawan) karena bersifat tunai atau cash.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
51
Universitas Indonesia
2) Metode perhitungan
Selain mengatur jenis pemberian kepada karyawan, maka PT. XYZ juga
memilih metode mana yang digunakan untuk mengitung pajak terutang atas
karyawan. Bagi perusahaan metode perhitungan untuk meminimalisasi
besarnya pajak terutang merupakan hal yang penting mengingat biasanya
perusahaan manapun ingin agar besarnya pajak terutang yang mereka miliki
dapat diminimalisasi semaksimal mungkin, secara teori terdapat 3 metode
untuk menghitung jumlah pajak terutang atas karyawan (gross method, net
method dan gross-up method), akan tetapi dalam hal penerapan tax planning
pada perusahaan, PT. XYZ memilih untuk menggunakan gross-up method
sebagai dasar pehitungannya untuk memotong PPh Pasal 21 dari karyawannya.
Kebijakan untuk menggunakan metode gross-up dalam perhitungan PPh Pasal
21 karyawan berlaku bagi semua karyawan PT. XYZ. Perusahaan
menggunakan metode ini untuk meminimalisasi beban pajak terutangnya
(penghematan pajak) karena tunjangan pajak tersebut boleh menjadi pengurang
dalam penghasilan bruto perusahaan pada laporan laba ruginya. Penggunaan
metode gross-up biasanya dilakukan jika karyawan ingin menerima gaji bersih
diluar pajak, artinya pajaknya ditanggung oleh perusahaan dalam bentuk
tunjangan pajak. Jika perusahaan menggunakan metode ini, maka tunjangan
pajak tersebut ditambahkan ke dalam penghasilan yang akan diterima oleh
karyawan, sehingga menambah besarnya penghasilan karyawan (menjadi
taxable income).
Jenis pemberian yang diberikan oleh PT. XYZ jika dilihat dari keterangan
diatas mayoritas ialah benefit in cash atau berbentuk tunai, terutama untuk
penerimaan yang jumlahnya cukup besar, kebijakan tersebut diambil oleh PT.
XYZ bertujuan untuk dapat meningkatkan beban yang tidak hanya secara
komersial tetapi juga secara fiskal dapat dijadikan beban yang akan mengurangi
penghasilan bruto pada laba rugi perusahaan dan juga dapat mengurangi beban
pajak perusahaan. Sedangkan benefit in kind diberikan kepada karyawan tertentu,
sehingga walaupun tidak dapat di bebankan tidak terlalu berpengaruh signifikan.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
52
Universitas Indonesia
Lagipula kebijakan yang diambil oleh perusahaan bukan hanya semata-mata untuk
menguntungkan perusahaan saja akan tetapi perusahaan juga mempertimbangkan
kebijakan yang diambil untuk meningkatkan kersejahteraan karyawan juga.
Dalam metode gross-up dimana penerimaan tersebut menambah
penghasilan yang diterima oleh karyawan (take home pay) dan bagi PT. XYZ
sendiri PPh Pasal 21 merupakan beban sebagai pengurang bruto pada laporan laba
rugi perusahaan (deductible expense), maka dari itu perusahaan memilih metode
ini karena bertujuan untuk mengurangi penghasilan bruto perusahaan pada laporan
laba ruginya dan karena biasanya jumlahnya yang cukup besar sehingga dapat
mengurangi jumlah beban pajak yang terutang dari PT. XYZ.
4.2.5 Perhitungan PPh Pasal 21
Pada pembahasan perhitungan PPh Pasal 21 ini penulis akan menyajikan
contoh perhitungan dan pengaruh dengan menggunakan 3 macam metode seperti
pada teorinya (gross method, net method dan gross-up method), yaitu perhitungan
PPh Pasal 21, berikut contoh perhitungan untuk masin-masing metode:
4.2.5.1 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Gross Basis Method
(ditanggung oleh karyawan)
Gross basis method merupakan salah satu metode perhitungan yang
digunakan dengan cara membebankan pajak atas penghasilan yang diterima atau
PPh Pasal 21 kepada karyawan, singkatnya dimana jumlah PPh Pasal 21 atas
penghasilan karyawan yang terutang akan ditanggung oleh karyawan itu sendiri,
maka penghasilan yang diterima oleh karyawan merupakan penghasilan kotor
(gross income) yang belum dikurangi dengan pajak penghasilan dalam setahun.
Berikut contoh perhitungan PPh Pasal 21 pada PT. XYZ dengan menggunakan
gross method.
Karyawan A, dengan status menikah, memiliki 2 anak (K/2), dengan perhitungan
sebagai berikut:
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
53
Universitas Indonesia
Tabel 4.1
Perhitungan Gaji Karyawan A dengan menggunakan Gross Method
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Gaji setahun 96.000.000
Tunjangan transportasi 5% gaji setahun 4.800.000
Lembur 2.850.000
Premi asuransi dibayar pemberi kerja:
Jaminan Keselamatan Kerja 1,74% gaji setahun 1.670.400
Jaminan Kematian 0,3% gaji setahun 288.000 1.958.400
Tunjangan Hari Raya 100% gaji sebulan 8.000.000
Penghasilan Bruto 113.608.400
Pengurang:
Biaya Jabatan 5% penghasilan bruto 5.680.420
Jaminan Hari Tua 2% gaji setahun 1.920.000 ( 7.600.420 )
Penghasilan neto setahun 106.007.980
PTKP setahun ( 19.800.000 )
Penghasilan kena pajak setahun 86.207.980
PPh Pasal 21 setahun:
5% x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 36.207.980 = 5.431.197
Total PPh Pasal 21 7.931.197
PPh Pasal 21 sebulan 660.933
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Bedasarkan tabel 4.1 maka jumlah penghasilan bersih yang diterima oleh
karyawan A (Take Home Pay) ialah sebagai berikut:
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Tabel 4.2
Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan Gross Method
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Penghasilan Bruto 113.608.400
Jaminan Hari Tua (3.552.000)
Jaminan Keselamatan Kerja (1.670.400)
Jaminan Kematian (288.000)
Total Penghasilan karyawan setahun
108.098.000
PPh Pasal 21 setahun (7.931.197)
Take Home Pay (THP) 100.166.803
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Dari tabel 4.2 diatas maka biaya yang dapat diakui oleh PT. XYZ ialah
sebagai berikut:
Tabel 4.3
Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Pengeluaran PT. XYZ yang sebenarnya:
- Penghasilan Bruto 113.608.400
- JHT yang dibayar PT. XYZ 3,7% 3.552.000
Total pengeluaran PT. XYZ sebenarnya 117.160.400
Pengeluaran yang boleh dibiayakan 117.160.400
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
55
Universitas Indonesia
Pengaruh yang timbul jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan adalah:
1) Take Home Pay (THP) yang didapatkan karyawan berkurang. Terlihat dari
tabel 4.3 diatas bahwa THP yang didapatkan karyawan adalah
Rp. 100.166.803,00 sedangkan perhitungan total penghasilan karyawan selama
setahun adalah Rp. 108.098.000,00.
2) PPh Pasal 21 tersebut bukan merupakan biaya bagi perusahaan atau non
deductible expense. Hal tersebut karena PPh Pasal 21 dipotong dari
penghasilan karyawan sendiri, sehingga perusahaan tidak mengeluarkan kas
atas PPh Pasal 21 karyawan.
4.2.5.2 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Net Basis Method
(ditanggung oleh perusahaan)
Didalam Net Basis Method atau pajak ditanggung oleh perusahaan, maka
penghasilan yang diterima oleh karyawan merupakan penghasilan bersih (net
income) tanpa dikurangi dengan pajak penghasilan yang seharusnya dibayarkan.
Berdasarkan data sebelumnya maka THP Karyawan A jika dihitung
dengan menggunakan net method adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4
Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan Net Method
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Penghasilan karyawan setahun 108.098.000
PPh Pasal 21 setahun 0
THP setahun 108.098.000
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, maka biaya yang dapat diakui oleh
perusahaan ialah:
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
56
Universitas Indonesia
Tabel 4.5
Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Pengeluaran PT. XYZ yang sebenarnya:
- Penghasilan Bruto 113.608.400
- JHT yang dibayar PT. XYZ 3,7% 3.552.000
- PPh Pasal 21 7.931.197
Total pengeluaran PT. XYZ sebenarnya 125.091.597
Pengeluaran yang boleh dibiayakan 117.160.400
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Pengaruh yang timbul jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan adalah:
1) THP karyawan yang bersangkutan tetap, terlihat dari perhitungan di atas bahwa
THP karyawan adalah sama dengan total perhitungan penghasilan karyawan
setahun sebesar Rp. 108.098.000,00.
2) PPh Pasal 21 yang bersangkutan bukan merupakan biaya bagi perusahaan
karena merupakan benefit in kind, terlihat dari perhitungan pada tabel 4.5
bahwa total pengeluaran perusahaan sebenarnya adalah Rp. 125.091.597,00
sedangkan pengeluaran yang boleh dibebankan atau yang boleh menjadi
pengurang penghasilan bruto perusahaan pada laporan laba ruginya ialah
sebesar Rp. 117.160.400,00 karena PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan
bukan merupakan beban yang akan mengurangi laba rugi bagi perusahaan.
Jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh PT. XYZ, maka PPh Pasal 21
karyawana bukan merupakan beban (non deductible expense) bagi perusahaan dan
bukan merupakan penghasilan (non taxable income) bagi karyawan maka pada
laporan fiskal akan terdapat koreksi positif yaitu sebesar PPh Pasal 21 yang
ditanggung (Rp. 7.931.197,00).
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
57
Universitas Indonesia
4.2.5.3 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Gross-Up Method
(ditunjang oleh perusahaan)
Metode ini merupakan metode dimana perusahaan memberikan tunjangan
pajak kepada karyawannya. Pada metode gross-up, penghasilan yang seharusnya
diterima oleh karyawan mendapatkan tambahan senilai gross-up dari pajak
penghasilan yang seharusnya dibayar, tambahan tersebut diakui sebagai tambahan
penghasilan bagi karyawan yang disebut dengan tunjangan pajak. Jumlah senilai
tunjangan pajak tersebut merupakan penghasilan bagi karyawan (taxable income)
dan dipotong PPh Pasal 21, hal ini berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Direktur
Jenderal Pajak No. Per-15/PJ./2006 dan Undang-Undang No.36 Tahun 2008
bahwa bagi perusahaan merupakan sebagai beban (deductible expense).
Berdasarkan data yang sebelumnya maka perhitungan PPh Pasal 21
karyawan A dengan menggunakan gross-up method adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6
Perhitungan Gaji Karyawan A dengan menggunakan Gross-Up Method
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Penghasilan bruto 113.608.400
Gross-up PPh Pasal 21 setahun (Tunj. Pajak)
86.207.980 – 47.500.000 x 15/85 + 2.500.000 9.330.820
Penghasilan Bruto setahun + Tunjangan Pajak 122.939.220
Pengurang:
Biaya Jabatan 5% penghasilan bruto 5.680.420
Jaminan Hari Tua 2% gaji setahun 1.920.000 ( 7.600.420 )
Penghasilan neto setahun 115.338.800
PTKP setahun ( 19.800.000 )
Penghasilan kena pajak setahun 95.538.800
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
58
Universitas Indonesia
PPh Pasal 21 setahun:
5% x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 45.538.800 = 6.830.820
Total PPh Pasal 21 9.330.820
PPh Pasal 21 sebulan 777.568
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Gross-up PPh Pasal 21 setahun sebesar Rp. 9.330.820,00 menjadi
tunjangan pajak dari perusahaan dan menambah penghasilan serta dapat dijadikan
beban yang dapat mengurangi penghasilan bruto pada laporan laba rugi
perusahaan.
Berdasarkan data di atas maka take home pay karyawan A ialah sebagai
berikut:
Tabel 4.7
Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan Gross-Up Method
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Penghasilan karyawan setahun 108.098.000
PPh Pasal 21 setahun 9.330.820
THP setahun 117.428.820
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Selisih antara pajak terutang setelah mendapatkan tunjangan pajak dengan
pajak terutang sebelum mendapatkan tunjangan pajak adalah Rp. 9.330.820,00 -
Rp. 7.931.197,00 = Rp. 1.399.623,00 itu berarti ada kenaikan pembayaran PPh
Pasal 21 sebesar Rp. 1.399.623,00 setahun bagi karyawan A tersebut.
Dari tabel 4.7 diatas maka biaya yang dapat diakui perusahaan adalah
sebagai berikut:
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
59
Universitas Indonesia
Tabel 4.8
Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21 ditunjang oleh perusahaan
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Pengeluaran PT. XYZ yang sebenarnya:
- Penghasilan Bruto 113.608.400
- Tunjangan PPh Pasal 21 9.330.820
- JHT yang dibayar PT. XYZ 3,7% 3.552.000
Total pengeluaran PT. XYZ sebenarnya 126.491.220
Pengeluaran yang boleh dibiayakan 126.491.220
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Pengaruh yang timbul jika PPh Pasal 21 ditunjang oleh perusahaan adalah:
1) THP karyawan A tetap, hal ini terlihat bahwa tunjangan PPh Pasal 21 yang
akan menjadi unsur penambah penghasilan bruto karyawan dijadikan sebagai
PPh Pasal 21, sehingga take home pay karyawan jumlahnyaa tetap.
2) PPh Pasal 21 merupakan beban bagi perusahaan, hal ini terlihat dari kenaikan
pengeluaran yang dapat dibebankan sebesar tunjangan pajak yang diberikan
oleh perusahaan.
3) PPh Pasal 21 yang dibayarkan ke Kas Negara menjadi bertambah, hal ini
terlihat pada perbedaan besarnya perhitungan PPh Pasal 21 yang menggunakan
gross basis method dan net basis method dengan menggunakan gross-up
method. PPh Pasal 21 yang menggunakan gross basis method dan net basis
method sebesar Rp. 7.931.197,00 sedangkan dengan menggunakan gross-up
method menjadi sebesar Rp. 9.330.820,00.
Metode pemotongan PPh Pasal 21 yang digunakan oleh PT. XYZ adalah
gross-up method. Kebijakan tersebut dipilih oleh perusahaan karena memberikan
keuntungan dari sisi perusahaan karena tunjangan pajak tersebut dapat dianggap
sebagai tambahan penghasilan dan bagi perusahaan dianggap sebagai beban yang
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
60
Universitas Indonesia
dapat dikurangkan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak untuk
menghitung besarnya PPh Badan dan dengan digunakannya metode gross-up ini
juga memberikan keuntungan dari sisi karyawan karena THP karyawan
bertambah.
4.2.6 Analisa Biaya Menggunakan Gross Basis Method, Net Basis Method dan
Gross-Up Method
Biaya yang akan ditanggung oleh PT. XYZ berdasarkan perhitungan
sebelumnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9
Beban Bagi Perusahaan Untuk Karyawan A
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Metode
Pemotongan
Biaya yang
ditanggung
Perusahaan
Biaya yang diakui
berdasarkan pajak
Selisih (bukan
biaya menurut
pajak)
Gross Method 117.160.400 117.160.400 0
Net Method 125.091.597 117.160.400 7.931.197
Gross-Up Method 126.491.220 126.491.220 0
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Dari tabel 4.9 diatas maka terlihat bahwa apabila perusahaan
menggunakan gross method, biaya yang ditanggung perusahaan dapat dibebankan
seluruhnya pada laba rugi perusahaan karena PPh Pasal 21 ditanggung sendiri
oleh karyawan, sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan dana dalam
pembayaran PPh Pasal 21 karyawannya. Apabila perusahaan menggunakan net
method maka kas yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp. 125.091.597,00 terdiri
dari penghasilan bruto ditambah dengan iuran JHT yang dibayarkan oleh
perusahaan sebesar Rp. 117.160.400,00 dan tanggungan PPh Pasal 21 untuk
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
61
Universitas Indonesia
karyawan sebesar Rp. 7.931.197,00. Beban yang menjadi unsur pengurang dalam
menentukan besarnya penghasilan kena pajak hanya Rp. 117.160.400,00, karena
beban tanggungan untuk PPh Pasal 21 untuk karyawan dianggap sebagai
pemberian dalam bentuk benefit in kind atau natura atau kenikmatan sehingga
tidak dapat dijadikan sebagai pengurang dalam menentukan besarnya penghasilan
kena pajak perusahaan. Dengan begitu maka perusahaan memilih untuk
menggunakan gross-up method, agar kas yang dikeluarkan sebesar
Rp. 126.491.220,00 yang terdiri dari penghasilan bruto ditambah dengan iuran
JHT yang dibayarkan perusahaan Rp. 117.160.400,00 dan tunjangan pajak sebesar
Rp. 9.330.820,00 yang ditunjang oleh perusahaan untuk karyawannya. Beban
tersebut seluruhnya dapat menjadi unsur pengurang dalam menentukan besarnya
penghasilan kena pajak perusahaan.
Jika perusahaan memilih menggunakan gross method dan net method
maka beban perusahaan yang dapat dijadikan pengurang penghasilan kena pajak
adalah sebesar Rp. 117.160.400,00, sedangkan dengan menggunakan gross-up
method perusahaan dapat membebankan pengeluarannya sebesar
Rp. 126.491.220,00. sehingga perusahaan dapat memperkecil income before tax-
nya sebesar Rp. 126.491.220,00 – Rp. 117.160.400,00 = Rp. 9.330.820,00 dan
mengakibatkan PPh Badan akan menjadi kecil. Oleh karena itu apabila
perusahaan memberikan tunjangan pajak bagi seluruh karyawannya, income
before tax perusahaan pun akan menjadi lebih kecil sehingga perencanaan pajak
yang ditepakan untuk menghemat PPh Badan pun akan berhasil dilakukan. Hal ini
dapat dibuktikan dengan membandingkan masing-masing metode pemotongan
dalam menentukan PPh Pasal 21 seluruh karyawan pada PT. XYZ. Berdasarkan
rincian data dari rekapitulasi Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2011 seluruh
karyawan PT. XYZ maka perbandingan perhitungan dengan menggunakan gross
method, net method dan gross-up method adalah seperti tabel 4.10.
Dari tabel 4.10 apabila perusahaan menggunakan net method atau PPh
Pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan untuk 120 karyawannya maka kas yang
dikeluarkan sebesar Rp. 6.409.104.950,00 dengan tanggungan PPh Pasal 21 untuk
karyawan sebesar Rp. 386.880.586,00. Beban yang menjadi unsur pengurang
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
62
Universitas Indonesia
dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak badan hanya sebesar
Rp. 6.409.104.950,00 – Rp. 486.880.586,00 = Rp. 5.922.224.364,00, karena
beban untuk tanggungan PPh Pasal 21 untuk karyaawan dianggap sebagai
pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit in kind), sehingga tidak
dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan pada laporan fiskal. Sedangkan
jika perusahaan memilih gross-up method (karyawan diberikan tunjangan pajak
oleh perusahaan), kas yang dikeluarkan sebesar Rp. 7.177.813.933,00 dengan
tunjangan pajak sebesar Rp. 765.708.983,00. Beban tersebut seluruhnya menjadi
unsur pengurang dalam laporan fiskal.
Tabel 4.10
Perbandingan Beban Gaji dan PPh Pasal 21 Seluruh Karyawan PT. XYZ dengan 3
metode
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Keterangan Gross Method Net Method Gross-Up Method
Gaji setahun 5.087.401.000 5.087.401.000 5.087.401.000
Tunjangan
Transportasi, 5%
dari gaji setahun
200.370.050 200.370.050 200.370.050
Tunjangan Pajak - - 765.708.983
Lembur 405.367.000 405.367.000 405.367.000
JK 0,3% dari gaji
setahun
15.262.203 15.262.203 15.262.203
JKK 1,74% dari
gaji setahun
88.520.777 88.520.777 88.520.777
Tunjangan Hari
Raya 100% dari
423.950.083 423.950.083 423.950.083
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
63
Universitas Indonesia
gaji sebulan
Penghasilan Bruto 6.220.871.113 6.220.871.113 6.986.580.096
JHT dibayar oleh
perusahaan 3,7%
dari gaji setahun
188.233.837 188.233.837 188.233.837
PPh Pasal 21 486.880.586 486.880.586 765.708.983
Jumlah
pengeluaran
sebenarnya
setahun
5.922.224.364 6.409.104.950 7.177.813.933
Jumlah yang boleh
dibiayakan
setahun
5.922.224.364 5.922.224.364 7.177.813.933
Selisih biaya antara gross method dengan gross-up method 1.255.589.569
Selisih biaya antara net method dengan gross-up method 1.255.589.569
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Jika perusahaan memilih net method maka beban perusahaan yang dapat
dijadikan pengurang penghasilan badannya adalah Rp. 5.922.224.364,00,
sedangkan jika perusahaan memilih menggunakan gros-up method perusahaan
dapat membebankan pengeluarannya sebesar Rp. 7.177.813.933,00, dengan begitu
maka perusahaan dapat melakukan penghematan penghasilan badan sebelum
pajak (income before tax) sebesar Rp. 7.177.813.933,00 – Rp. 5.922.224.364,00 =
Rp. 1.255.589.569,00 maka dengan penghematan penghasilan badan sebelum
pajak juga mengakibatkan PPh Badan akan menjadi lebih kecil.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
64
Universitas Indonesia
4.2.7 Analisa Pemotongan PPh Pasal 21
Penulis akan melakukan analisa metode pemotongan PPh Pasal 21 yang
tepat dan efektif digunakan perusahaan apabila perusahaan dalam kondisi laba
ataupun rugi.
4.2.7.1 Pada Saat Kondisi Laba
Pada saat kondisi laba maka perencanaan pajak (tax planning) diperlukan
agar dapat secara efektif menghemat beban pajak dengan menekankan pada
besarnya PPh badan, salah satu perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah
dengan metode yang sebaiiknya digunakan dalam pemotongan PPh Pasal 21 yaitu
gross-up method, meskipun dengan menggunakan gross-up method akan
mengakibatkan kenaikan jumlah beban gaji karena ada unsur penambah
penghasilan bruto karyawan yaitu tunjangan pajak, akan tetapi beban gaji tersebut
dapat diakui seluruhnya sebagai beban yang dapat mengurangi penghasilan
perusahaan yang otomatis akan mengurangi PPh Badan. Berdasarkan Laporan
Laba Rugi PT. XYZ Tahun 2011 dimana perusahaan dalam kondisi laba, maka
dapat dilakukan analisa pengeluaran pajak dengan membandingkan perhitungan
menggunakan masing-masing metode pemotongan PPh Pasal 21 yaitu:
Tabel 4.11
Perbandingan Laporan Laba Rugi PT. XYZ Tahun 2011 dengan 3 metode
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Keterangan Gross Method Net Method Gross-up Method
Pendapatan
Proyek
464.584.328.357 464.584.328.357 464.584.328.357
Beban Pokok
Proyek
393.940.136.936 393.940.136.936 393.940.136.936
Laba Kotor 70.644.191.421 70.644.191.421 70.644.191.421
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
65
Universitas Indonesia
Beban Usaha 25.628.107.033 25.628.107.033 25.628.107.033
Beban Gaji 5.922.224.364 5.922.224.364 7.177.813.933
Laba dari Usaha 39.093.860.024 39.093.860.024 37.838.270.455
Pendapatan
(beban) lain-lain
(4.969.894.276) (4.969.894.276) (4.969.894.276)
Laba (Rugi)
Sebelum Pajak
34.123.965.748 34.123.965.748 32.868.376.179
Pajak Penghasilan
(25%)
8.530.991.437 8.530.991.437 8.217.094.043
Laba (Rugi)
Setelah Pajak
25.592.974.311 25.592.974.311 24.651.282.136
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Dari tabel 4.11 diatas terlihat bahwa dengan menggunakan gross-up
method, laba sebelum pajak perusahaan sebesar Rp. 32.868.376.179,00 dan
didalam angka ini didalamnya sudah termasuk tunjangan pajak PPh Pasal 21 yang
dibayarkan oleh perusahaan selama setahun sebesar Rp. 765.708.983,00, sehingga
berdasarkan laba sebelum pajak maka perhitungan PPh Badannya ialah sebesar
Rp. 8.217.094.043,00, sehingga kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
membayar PPh Pasal 21 atas karyawan dan PPh Badannya ialah sebesar
Rp. 765.708.983,00 + Rp. 8.217.094.043,00 = Rp. 8.982.803.026,00 .
Jika perusahaan menggunakan net method, laba sebelum pajak perusahaan
sebesar Rp. 34.123.965.748,00 dan didalamnya belum termasuk kas yang
dikeluarkan perusahaan untuk membayar PPh Pasal 21 karyawan selama setahun
sebesar Rp. 486.880.586,00, berdasarkan laba sebelum pajak maka perhitungan
PPh Badan untuk net method adalah sebesar Rp. 8.530.991.437,00, sehingga
jumlah kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membayar PPh Pasal 21 dan
PPh Badan perusahaan ialah sebesar Rp. 486.880.586,00 + Rp. 8.530.991.437,00
= Rp. 9.017.872.023,00. Apabila perusahaan menggunakan gross-up method
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
66
Universitas Indonesia
perusahaan akan menghemat pengeluaran pajak dalam melaksanakan kewajiban
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan PPh Badannya sebesar Rp. 9.017.872.023,00 –
Rp. 8.982.803.026,00 = Rp. 35.068.997,00.
4.2.7.2 Pada Saat Mengalami Kerugian
Pada saat perusahaan berada pada tingkat operasi yang kurang
menguntungkan atau telah mengalami kerugian besar maupun kerugian tahun
berjalan ataupun kerugian akumulasi dari tahun sebelumnya, maka dengan
sendirinya beban perpajakan PPh Badan akan berkurang atau bahkan menjadi
nihil sehingga perencanaan pajak yang dilakukan perusahaan bukan untuk
mengurangi penghasilan sebelum pajak akan tetapi perencanaan pajak lebih
menekankan pada besarnya PPh Pasal 21. Perencanaan PPh Pasal 21 bisa dalam
bentuk pemberian natura atau kenikmatan karena pada saat kebijakan diubah dari
pemberian tunai ke pemberian natura maka pemberian tersebut tidak dapat di
jadikan sebagai beban pengurang penghasilan bruto oleh perusahaan dan akan
mengakibatkan meningkatnya laba sebelum pajak. Meskipun laba sebelum pajak
(income before tax) akan meningkat tetapi seandainya pada tahun sebelumnya
perusahaan mengalami kerugian maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan
sehingga PPh Badan akan tetap nihil.
Bila perusahaan dalam keadaan rugi maka dapat dilakukan analisa
pengeluaran pajak dengan membandingkan perhitungan masing-masing metode
pemotongan PPh Pasal 21 dengan asumsi perusahaan dalam keadaan rugi.
Tabel 4.12
Perbandingan Laporan Laba Rugi PT. XYZ Tahun 20XX dengan 3 metode
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Keterangan Gross Method Net Method Gross-Up Method
Pendapatan
Proyek
301.046.413.285 301.046.413.285 301.046.413.285
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
67
Universitas Indonesia
Beban Pokok
Proyek
244.590.129.122 244.590.129.122 244.590.129.122
Laba Kotor 56.456.284.163 56.456.284.163 56.456.284.163
Beban Usaha 39.804.523.327 39.804.523.327 39.804.523.327
Beban Gaji 5.922.224.364 5.922.224.364 7.177.813.933
Laba dari Usaha 10.729.536.472 10.729.536.472 9.473.946.903
Pendapatan
(beban) lain-lain
(19.398.936.326) (19.398.936.326) (19.398.936.326)
Laba (Rugi)
Sebelum Pajak
(8.669.399.854) (8.669.399.854) (9.924.989.423)
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Dari tabel 4.12 terlihat bahwa rugi sebelum pajak perusahaan sebesar
Rp. 8.669.399.854,00 dan pengeluaran kas perusahaan untuk membayar PPh Pasal
21 karyawan adalah Rp. 486.880.586,00. Sedangkan apabila menggunakan gross-
up method, rugi sebelum pajak adalah sebesar Rp. 9.924.989.423,00 dan
pembayaran PPh Pasal 21 atas karyawan Rp. 765.708.983,00, sehingga terlihat
apabila perusahaan menggunakan gross-up method, perusahaan akan dapat
mengkompensasi kerugiannya untuk tahun berikutnya lebih besar dibandingkan
dengan menggunakan net method dan gross method. Apabila perusahaan
diprediksi akan mengalami kerugian pada akhir tahun dan tahun berikutnya
diprediksi mendapatkan laba maka perusahaan dapat melakukan perencanaan
pajak PPh Pasal 21 dengan menggunakan metode pemotongan gross-up karena
rugi fiskal yang dialami oleh perusahaan akan dapat dikompensasi pada tahun
berikutnya. Tetapi karena tingkat kompensasi kerugian hanya dapat dikompensasi
maksimal selama 5 tahun berdasarkan UU No. 7 tahun 1983 Pasal 6 ayat (2)
tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah dalam UU No. 36 Tahun 2008
bahwa kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
68
Universitas Indonesia
berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. Maka apabila perusahaan
diprediksikan akan mengalami kerugian untuk beberapa tahun ke depan (lebih
dari 5 tahun berturut-turut) maka salah satu perencanaan pajak perusahaan adalah
dengan mengalihkan kebijakan manajemen perusahaan dalam pemberian kepada
karyawan yang awalnya diberikan dalam bentuk kas menjadi pemberian dalam
bentuk natura atau kenikmatan dan sebaiknya metode yang digunakan oleh
perusahaan ialah net method agar perusahaan dapat memperoleh laba sehingga
laba PPh Badan tahun tersebut akan bisa menyerap kompensasi kerugian pada
tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, jumlah PPh Pasal 21 dengan menggunakan
net method juga lebih kecil dibandingkan apabila menggunakan gross-up method
karena kesejahteraan karyawan dialihkan dalam bentuk natura atau kenikmatan
sehingga pembayaran kas yang dibayarkan oleh perusahaan untuk PPh Pasal 21
untuk karyawan lebih kecil atau mengurangi pengeluaran kas perusahaan.
Tabel 4.13
Perbandingan kondisi laba dan kondisi rugi
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Kondisi Laba
Keterangan Gross Method Net Method Gross-Up Method
PPh Pasal 21 (Kas
yang perusahaan
keluarkan)
0 486.880.586 765.708.983
PPh Badan 8.530.991.437 8.530.991.437 8.217.094.043
Pengeluaran Pajak 8.530.991.437 9.017.872.023 8.982.803.026
Kondisi Rugi
Keterangan Gross Method Net Method Gross-Up Method
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
69
Universitas Indonesia
PPh Pasal 21 (Kas
yang perusahaan
keluarkan)
0 486.880.586 765.708.983
Jumlah yang dapat
dikompensasi
(8.669.399.854) (8.669.399.854) (9.924.989.423)
Pengeluaran Pajak 0 486.880.586 765.708.983
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Dari tabel 4.13 maka penulis dapat menganalisa metode yang sebaiknya
digunakan baik dari sisi laporan keuangan perusahaan maupun dari sisi pajak.
Apabila perusahaan dalam kondisi mendapatkan laba dan menggunakan gross-up
method maka beban pajak yang dapat diakui lebih besar sehingga income
(penghasilan) perusahaan akan berkurang. Jika dilihat dari sisi laporan keuangan
komersial maka kondisi ini tidak menguntungkan perusahaan karena income yang
dihasilkan perusahaan berkurang dan menjadi lebih kecil dan hal ini memengaruhi
para investor dalam mengambil keputusan investasi yang akan dipilih dan
diputuskannya terhadap perusahaan. Tetapi sebaliknya apabila dilihat dari sisi
perpajakan, dengan perusahaan menggunakan metode gross-up maka pilihan
tersebut dapat menguntungkan perusahaan karena total pengeluaran pajak PPh
Pasal 21 dan PPh Badan yang dikeluarkan oleh perusahaan akan menjadi lebih
kecil tanpa mengesampingkan kesejahteraan karyawannya.
Apabila perusahaan dalam kondisi merugi dan menggunakan gross-up
method maka beban yang diakui oleh perusahaan akan menjadi lebih besar dan
mengakibatkan kerugian pada perusahaan akan semakin besar, dan apabila dilihat
dari sisi laporan keuangan komersial hal ini akan sangat tidak menguntungkan
bagi perusahaan karena kerugian yang besar tersebut akan berdampak negatif bagi
perusahaan dimata pasar. Tetapi sebaliknya apabila dilihat dari sisi perpajakan,
kerugian tersebut dapat menjadi menguntungkan untuk perusahaan karena
kerugian tersebut dapat dikompensasikan dan kompensasi kerugian untuk tahun
berikutnya dapat diakui lebih banyak, akan tetapi dengan catatan kerugian tersebut
tidak lebih dari 5 tahun berturut-turut, karena berdasarkan peraturan perpajakan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
70
Universitas Indonesia
kerugian dapat dikompensasi maksimal selama 5 tahun. Apabila perusahaan rugi
selama lebih dari 5 tahun berturut-turut maka kerugian 5 tahun yang lalu tidak
dapat dikompensasikan lagi atau tidak akan terserap pada laba tahun ini dan akan
hilang.
4.2.8 Penilaian (Evaluasi) atas Perencanaan Pajak pada PT. XYZ
Perbedaan perlakuan akuntansi dan pajak dalam pengakuan pendapatan
dan beban akan mengakibatkan perbedaan laba komersial dan fiskal. Dalam
laporan keuangan komersial setiap pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahan
dalam operasinya dapat dijadikan beban, namun berdasarkan perpajakan tidak
semua beban komersial dapat dijadikan beban secara fiskal. Hal ini mendorong
perusahaan untuk menciptakan dan melaksanakan perencanaan pajak yang efektif
untuk dapat mengoptimalkan beban-beban perusahaan. Suatu perencanaan pajak
dapat dikatakan baik dan memenuhi syarat apabila disusun melalu konsep yang
jelas, perhitungan yang cermat dan tidak melanggar ketentuan perpajakan yang
berlaku.
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan sebagian kecil
dari seluruh perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan
evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak
terhadap beban pajak perusahaan.
Tabel 4.14
PPh Badan dan PPh Pasal 21 PT. XYZ Tahun 2011
(Dalam satuan mata uang Rupiah)
Keterangan Gross Method Net Method Gross-Up Method
PPh Badan 8.530.991.437 8.530.991.437 8.217.094.043
PPh Pasal 21 0 486.880.586 765.708.983
Jumlah 8.530.991.437 9.017.872.023 8.982.803.026
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
71
Universitas Indonesia
Pengeluaran Pajak
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Dalam perhitungan sebelumnya dari tabel 4.14 maka dapat dilakukan
evaluasi pajak atas perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT. XYZ dalam
rangka meminimalisasi beban pajak yang terutang. Berdasarkan hasil dari
perhitungan dengan menggunakan gross-up method dibandingkan dengan net
method, perusahaan dapat melakukan penghematan atas beban pajaknya sebesar
Rp. 9.017.872.023,00 – Rp. 8.982.803.026,00 = Rp. 35.068.997,00 sehingga dapat
dikatakan bahwa manajemen pajak atas PPh 21 terkait dengan penghasilan
karyawan sebagai upaya penghematan PPh Badan yang dilakukan oleh PT. XYZ
telah berhasil.
4.3 Tax Implementation pada PT. XYZ
Dalam pelaksanaan pajak, ada 2 hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan,
yaitu memahami ketentuan perundang-undangan perpajakan dan
menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat.
Sesuai dengan UU PPh No. 17 Tahun 2000, setiap pemberi kerja wajib
untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas pajak penghasilan
karyawannya. PT. XYZ sebagai pihak yang melakukan penghitungan pemotongan
PPh Pasal 21, dan juga sebagai pihak yang memungut potogan tersebut
mempunyai kewajiban melakukan pengelolaaan administrasi pelaksanaan Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas karyawan. Setiap awal tahun takwim, PT. XYZ
melakukan update data karyawan yang mecakup domisili, status, jumlah
tanggungan, dan data lainnya terkait karyawan. Setiap bulannya PT. XYZ
melakukan penghitungan pemotongan atas penghasilan karyawan, menyetorkan
Pajak Penghasilan Pasal 21 ke Bank Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP), biasanya pembayaran ini dilakukan menjelang batas akhir
pembayaran PPh Pasal 21 yaitu tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa
pajak berakhir. Penyetoran dilakukan pada saat-saat terakhir batas pembayaran
dikarenakan uang yang seharusnya dikeluarkan atau disetor akan dapat digunakan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
72
Universitas Indonesia
terlebih dahulu untuk keperluan lainnya, sehingga aliran kas perusahaan dapat
berjalan dengan baik. PT. XYZ juga berkewajiban untuk melaporkan Pajak
Penghasilan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PT. XYZ terdaftar
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT), pelaporan ini dilakukan PT.
XYZ selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak
berakhir.
Tabel 4.15
Tanggal Setor dan Lapor PPh Pasal 21 PT. XYZ untuk Tahun 2011
Masa Pajak Tangga Setor Tanggal Lapor
Januari 10 Februari 2011 18 Februari 2011
Februari 8 Maret 2011 18 Maret 2011
Maret 8 April 2011 18 April 2011
April 9 Mei 2011 20 Mei 2011
Mei 9 Juni 2011 20 Juni 2011
Juni 8 Juli 2011 18 Juli 2011
Juli 8 Agustus 2011 19 Agustus 2011
Agustus 8 September 2011 20 September 2011
September 10 Oktober 2011 20 Oktober 2011
Oktober 10 November 2011 18 November 2011
November 9 Desember 2011 20 Desember 2011
Desember 9 Januari 2012 20 Januari 2012
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Pelaksanaan kewajiban pemotongan pada PT. XYZ dimulai dengan
melakukan perhitungan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21, dilanjutkan dengan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
73
Universitas Indonesia
otorisasi pembayaran oleh pihak yang telah ditentukan dan pembayaran gaji
kepada karyawan serta melakukan penyetoran PPh Pasal 21 dan terakhir
pelaporan atas pemotongan tersebut.
Pelaksanaan pajak yang diselenggarakan oleh PT. XYZ untuk tahun 2011
sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dimana PT. XYZ melakukan
penyetoran, dan pelaporan kewajiban perpajakannya terkait PPh Pasal 21nya
berdasarkan waktu yang telah ditetapkan oleh peraturan perpajakan sehingga tidak
terjadi keterlambatan dan sanksi administrasi yang dapat merugikan perusahaan.
Perusahaan juga menyelenggarakan pembukuan atas kegiatan usahanya
dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Sedangkan catatan-catatan maupun dokumen-dokumen yang menjadi dasar
pencatatan telah disimpan dan diarsip oleh perusahaan.
4.4 Tax Control pada PT. XYZ
PT. XYZ tidak melakukan pengendalian pajak secara tertulis seperti
Standard Operating Procedure (SOP) yang berhubungan dengan ketentuan
penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21nya, pengendalian pajak hanya dilakukan
oleh satu orang saja yaitu pada bagian pajak yang bertugas sebagai taxation
control. Meskipun dalam pelaksanaannya jarang ditemukan kesalahan-kesalahan
yang berarti dan jarang terjadi keterlambatan penyetoran dan pelaporan
perpajakan akan tetapi seharusnya PT. XYZ membuat SOP terkait dengan
perpajakannya agar lebih terorganisir sistem perpajakan pada perusahaan
mengenai pelaksanaan kewajiban pemotongan yang mencakup perhitungan
kewajiban pemotongan PPh Pasal 21, otorisasi pembayaran, pembayaran gaji
karyawan, penyetoran PPh Pasal 21 dan pelaporan PPh Pasal 21.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
74 Universitas Indonesia
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya tentang
manajemen pajak (tax planning, tax implementation dan tax control) pada PPh
Pasal 21 yang diterapkan oleh PT. XYZ, maka penulis mencoba untuk mengambil
beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1) Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT. XYZ dimulai dengan
menetapkan kebijakan-kebijakan yang dipilih perusahaan. Terdapat beberapa
kebijakan yang diambil oleh perusahaan dalam tax planning (perencanaan
pajak) pada Pajak Penghasilan Pasal 21 karyawan, yaitu:
1) Jenis pemberian
Jenis pemberian yang dipilih oleh perusahaan bukan hanya semata-mata
mencari keuntungan dari sisi perusahaan akan tetapi setiap kebijakan yang
dipilih juga mempertimbangkan aspek kesejahteraan karyawannya, maka
kebijakan yang diambil perusahaan mayoritas ialah memberikan benefit in
cash atau uang tunai sehingga dari sisi perusahaan dapat dijadikan sebagai
beban pengurang penghasilan bruto pada laporan laba rugi perusahaan
(deductible expense) dan dari sisi karyawan maka penghasilan mereka
bertambah dan menjadi taxable income, juga pemberian benefit in kind
(kenikmatan atau natura) yang walaupun kebanyakan dari benefit in kind
tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto pada laba rugi
perusahaan.
2) Metode perhitungan PPh Pasal 21
Ada 3 jenis metode didalam perhitungan atau pemotongan PPh Pasal 21
yaitu gross method (ditanggung karyawan), net method (ditanggung
perusahaan) dan gross-up method (ditunjang perusahaan). Metode tersebut
dipilih berdasarkan kebijakan yang diambil oleh perusahaan dan dalam
kasus ini PT. XYZ memilih untuk menggunakan metode gross-up dalam
menghitung jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
75
Universitas Indonesia
karyawannya. Metode grosss-up dipilih karena walaupun beban yang
ditanggung perusahaan akan meningkat akan tetapi beban atau biaya
tersebut dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto pada laporan laba rugi
perusahaan dan berpengaruh kepada laba perusahaan yang menjadi kecil
sehingga jika dilihat dari sudut pandang perusahaan untuk pencapaian laba
menjadi tidak optimal akan tetapi jika secara fiskal jumlah beban pajak yang
ditanggung menjadi lebih kecil (penghematan pajak).
2) Bentuk metode gross-up dipilih oleh perusahaan dalam kondisi laba maupun
kondisi rugi dengan catatan rugi yang dialami perusahaan tidak lebih dari 5
tahun berturut-turut, karena berdasarkan peraturan perpajakan bahwa kerugian
dapat dikompensasi maksimal selama 5 tahun kecuali perusahaan diprediksi
akan mengalami rugi lebih dari 5 tahun maka metode pemotongan PPh Pasal
21 yang sebaiknya digunakan ialah net method agar perusahaan dapat
memperoleh laba, sehingga laba PPh Badan tahun ini akan mendapatkan
kompensasi dengan tahun-tahun yang lalu dan juga jumlah PPh Pasal 21 akan
lebih kecil dengan menggunakan net method. Jika perusahaan mengalami
kerugian lebih dari 5 tahun berturut-turut maka kerugian 5 tahun yang lalu
tidak dapat dikompensasi lagi.
3) Jika perusahaan diprediksi akan mendapatkan laba maka perencanaan pajak
sangat tepat agar beban pajaknya dapat di dihemat dengan menekankan kepada
besarnya PPh Badan misalnya dengan mengurangi pemberian benefit in kind
karena tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto pada laba
rugi perusahaan.
4) Jika perusahaan masih rugi maka perencanaan pajak lebih menekankan kepada
PPh Pasal 21 dengan memperhatikan kas yang dikeluarkan perusahaan, dengan
kondisi rugi maka pemberian natura ini menjadi pilihan yang tepat karena akan
mengurangi pengeluaran kas perusahaan dan memperkecil PPh Pasal 21 atas
penghasilan karyawan sementara PPh Badan masih tetap nihil.
5.2 Saran
Dari beberapa kesimpulan diatas maka penulis mencoba memberikan
beberapa saran mengenai penerapan manajemen pajak pada Pajak Penghasilan
Pasal 21 PT. XYZ atas penghasilan karyawan, yaitu:
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
76
Universitas Indonesia
1) Manajemen pajak yang telah dilakukan oleh PT. XYZ sudah relatif efektif,
namun penulis menyarankan agar perusahaan lebih cermat memilih
kebijakannya misalnya mengganti kebijakan memberikan benefit in kind
karena tidak dapat dijadikan beban sebagai pengurang penghasilan bruto pada
laporan laba rugi perusahaan.
2) Walaupun terlihat bahwa PT. XYZ telah menjalankan kewajiban pajaknya
dengan baik akan tetapi lebih baik lagi apabila perusahaan membuat SOP
(Standard Operating Procedure) akan perpajakannya agar semua orang
diperusahaan mengetahui dengan jelas apa yang seharusnya dilakukan dan
dipatuhi oleh perusahaan akan perpajakannya.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
77 Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Undang-Undang RI No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007.
Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 dan perubahan keempat dengan UU No. 36 Tahun 2008.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-15/PJ./2006, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi.
Peraturan Menteri Keuangan No.252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 31/PJ./2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 57/PJ./2009 Tanggal 12 Oktober 2009.
Zain, Mohammad. (2007). Manajemen Perpajakan (Edisi 3). Jakarta: Salemba Empat
Waluyo. (2009). Perpajakan Indonesia Buku 1 (Edisi 9). Jakarta: Salemba Empat.
Suandy, Erly. (2011). Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012