Upload
mata-suci
View
280
Download
8
Embed Size (px)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus menerus
berusaha untuk memajukan kesejahteraan masyarakatnya melalui pembangunan
yang menyeluruh, terarah dan terpadu di segala bidang. Salah satunya adalah
tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat Indonesia dengan
menyediakan obat-obatan yang bermutu tinggi dan aman, dengan harga yang
relatif terjangkau bagi masyarakat luas sehingga pada akhirnya dapat memberi
pelayanan kesehatan yang maksimal bagi masyarakat Indonesia.
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan yang cepat dan signifikan
pada industri yang bergerak dibidang farmasi. Dengan dukungan kemajuan
teknologi dan menipisnya entry barrier dalam perdagangan internasional, maka
produk yang dihasilkan dari industri-industri farmasi tersebut dalam waktu yang
singkat menyebar ke berbagai negara dan mampu menjangkau seluruh strata
masyarakat. Konsumsi masyarakat terhadap produk tersebut juga semakin
meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat. Sementara itu,
pengetahuan masyarakat untuk memilih dan menggunakan suatu produk secara
tepat, benar dan aman belumlah memadai. Di lain pihak, iklan dan promosi secara
gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan
terkadang tidak rasional. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko yang luas
mengenai kesehatan dan keselamatan konsumen. Salah satu cara untuk mencegah
hal tersebut adalah dengan melakukan pengawasan produk sebelum dan sesudah
beredar. Institusi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap peredaran sediaan
farmasi di seluruh Indonesia adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia (Badan POM RI).
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia adalah sebuah
lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat dan makanan di
Indonesia. Badan POM telah memiliki jaringan nasional dan internasional,
kewenangan penegakan hukum, dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.
Selain itu Badan POM memiliki suatu sistem yang disingkat SISPOM (Sistem
1 Universitas Indonesia
2
Pengawasan Obat dan Makanan) yang efektif dan efisien yang mampu
mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk yang akan diedarkan
maupun yang beredar dengan tujuan melindungi keamanan, keselamatan dan
kesehatan masyarakat.
Berdasarkan Keputusan Presiden No.166 tahun 2000 yang kemudian
diubah dengan Keppres No. 103/2001 tentang tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan ditetapkan sebagai Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden.
Peranan Badan POM RI haruslah menyeluruh terhadap berbagai produk
yang dapat mempengaruhi atau membahayakan konsumen. Untuk memudahkan
dalam pelaksanaan fungsinya terdapat tiga kedeputian, yaitu kedeputian Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, kedeputian Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, dan kedeputian Bidang
Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
Sumber daya manusia yang berkompeten diperlukan agar pelaksanaan
tugas badan pengawas obat dan makanan berjalan secara professional. Disini
Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang memiliki dasar pengetahuan di bidang
obat dan makanan diharapkan memberikan kontribusi yang positif bagi
perkembangan industri obat dan makanan khususnya. Menyadari pentingnya hal
tersebut, maka Program Profesi Apoteker bekerja sama dengan Badan Pengawas
Obat Dan Makanan menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
yang diikuti oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker yang berasal dari
Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Sains dan
Teknologi Nasional (ISTN), Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta (UTA) dan
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka (UHAMKA).
Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini kami mendapat tugas
untuk mengamati langsung dan mempelajari kegiatan di Direktorat Penilaian Obat
dan Produk Biologi, yang berada di bawah kedeputian I Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan Narkotik, Psikotropika dan Zat Adiktif, Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia-Jakarta. Kegiatan PKPA ini dilaksanakan
Universitas Indonesia
3
di Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) berlangsung dari
tanggal 4 - 26 Februari 2013.
Dengan demikian diharapkan mahasiswa calon Apoteker mampu
memahami dan menerapkan ilmu yang telah didapatkan setelah pelaksanaan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).
1.2 Tujuan
1. Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker dapat memahami dan
mengetahui peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
2. Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker dapat memahami dan
mengetahui tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Penilaian Obat dan
Produk Biologi.
3. Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker dapat memahami alur registrasi
dan evaluasi obat dan produk biologi di Direktorat Penilaian Obat dan
Produk Biologi.
1.3 Manfaat
Mampu memahami peraturan-peraturan dan ikut berperan dalam membantu
pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan.
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
2.1 Sejarah Singkat Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia
Pengaturan di Bidang Farmasi dimulai sejak didirikannya Dv.G (De
Dients van De Valks Gezonheid) yang dalam organisasi tersebut ditangani oleh
Inspektorat Farmasi hingga tahun 1964. Dilanjutkan oleh Inspektorat Urusan
Farmasi sampai tahun 1967 dan oleh direktorat jenderal farmasi hingga tahun
1976, dengan tugas pokok mencukupi kebutuhan rakyat akan perbekalan farmasi.
Dalam melaksanakn tugas pokok tersebut direktorat jenderal farmasi dibantu oleh:
1. Lembaga Farmasi Nasional dengan tugas melaksanakan tugas pengujian dan
penelitian di bidang kefarmasian.
2. Pabrik Farmasi Departemen Kesehatan.
3. Depot Farmasi Pusat.
4. Sekolah menengah Farmasi Departemen Kesehatan
Pada tahun 1975, pemerintah merubah Direktorat Jenderal farmasi
menjadi Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan, dengan tugas pokok
melaksanakan pengaturan dan pengawasan obat, makanan, kosmetik dan alat
kesehatan, obat tradisional, narkotika serta bahan berbahaya. Untuk melaksanakan
tugas tersebut pada direktorat ini dibentuk Unit Pelaksanaan Teknis yaitu Pusat
Pemeriksaan Obat dan Makanan di pusat dan Balai Pengawas Obat dan Makanan
di seluruh propinsi.
Berdasarkan Keputusan Presiden No.166 tahun 2000 yang kemudian
diubah dengan Keppres No. 103/2001, tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan
sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab
kepada Presiden. Pembentukan Badan POM ini ditindaklanjuti dengan Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor : 02001/SK/KBPOM, tanggal
26 Februari 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan
Universitas Indonesia
Makanan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor : 34/M.PAN/2/2001 Tanggal 1 Februari 2001.
Seiring perkembangan zaman tidak dapat dipungkiri bahwa pengawasan
obat dan makanan merupakan bagian integral dalam pembangunan di bidang
kesehatan, globalisasi ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
diiringi dengan terbentuknya kesepakatan global– regional seperti WTO, ASEAN,
AFTA, dan ACFTA menyebabkan arus keluar masuk antar negara untuk produk
obat dan makanan dapat semakin mudah untuk dilakukan.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun
2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun
2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan tugasnya Badan POM dikoordinasikan
oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan
dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaian permasalahan yang timbul
dalam pelaksanaan kebijakan dimaksud. Selanjutnya lingkup tugas dan fungsi
lebih spesifik Badan POM tercakup dalam Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Lembaga Pemerintah Non Departemen.
2.2 Visi dan Misi
2.2.1 Visi
Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang inovatif, kredibel, dan
diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.
2.2.2 Misi
1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional
2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten
3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini
4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan
makanan yang berisiko terhadap kesehatan
5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization)
Universitas Indonesia
2.3 Tugas Pokok dan Fungsi
Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengacu pada model suatu lembaga regulasi yang efektif ditingkat
internasional, maka dalam melaksanakan tugas sebagaimana disebut di atas Badan
Pengawas Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsinya yang mencakup
pengawasan full spectrum, melalui berbagai kegiatan sebagai berikut:
a. Penyusunan kebijakan, pedoman dan standar;
b. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang Obat dan Makanan berdasarkan
Cara-cara Produksi yang Baik;
c. Penilaian produk sebelum beredar (pre market evaluation) terhadap
persyaratan keamanan terhadap tubuh manusia, manfaat bagi kesehatan, dan
mutunya;
d. Pengamatan produk setelah beredar (post market vigilance) melalui sampling
dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi/ritel;
e. Penilaian (pre-review) dan pemantauan (pasca-audit) iklan dan promosi
produk;
f. Riset untuk mendukung kebijakan terkait pengawasan obat dan makanan;
g. Komunikasi, informasi dan edukasi masyarakat utamanya peringatan publik
(public warning);
h. Penyidikan dan penegakan hukum.
2.4 Kewenangan Badan POM RI
Dalam menyelenggarakan fungsinya, Badan POM RI memiliki
kewenangan sebagai berikut :
1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan
makanan.
2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk
mendukung pembangunan secara makro.
3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan.
Universitas Indonesia
4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk
makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan.
5. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri
farmasi.
6. Penetapan pedoman penggunaan, konversi, pengembangan dan pengawasan
tanaman obat.
2.5 Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus
dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan
tugas. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh kembang dalam organisasi
menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya.
1. Profesional
Menegakan professionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan
komitmen yang tinggi.
2. Kredibel
Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
3. Cepat tanggap
Antisipasi dan responsif dalam mengatasi masalah
4. Kerjasama tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
5. Inovatif
Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.6 Prinsip Dasar Sistem Pengawas Obat dan Makanan (SISPOM)
1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional.
2. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-bukti
ilmiah.
3. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses.
4. Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
5. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
Universitas Indonesia
6. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang
berkolaborasi dengan jaringan global.
7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk
2.7 Kerangka Konsep SISPOM
Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi
luas dan kompleks. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan
yang komprehensif, awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar
ditengah masyarakat.
Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi,
dilakukan SISPOM tiga lapis yakni:
1. Sub-sistem Pengawasan Produsen
Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-
cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar setiap
bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara
hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang
dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap
standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi, baik
administratif maupun pro justicia.
2. Sub-sistem Pengawasan Konsumen
Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui
peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas
produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional.
Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada
akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan
menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat
pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu
sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk
yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan
mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya.
3. Sub-sistem Pengawasan Pemerintah/Badan POM
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan
standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum
Universitas Indonesia
diizinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian
laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang
didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan
produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi,
informasi dan edukasi.
Lingkup wilayah SISPOM dapat dilihat pada lampiran I.
2.8 Target Kinerja
1. Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan NAPZA
2. Terkendalinya mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan
makanan termasuk klim pada label dan iklan di peredaran;
3. Tercegahnya risiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat
pengelolaan yang tidak memenuhi syarat;
4. Penurunan kasus pencemaran pangan; Peningkatan kapasitas organisasi yang
didukung dengan kompetensi dan keterampilan personil yang memadai;
5. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antar sesama dan
pihak terkait.
2.9 Struktur Organisasi
Penyesuaian organisasi dan tata kerja Badan POM dilakukan berdasarkan
Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 tentang Perubahan
Atas Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Penyesuaian juga
terjadi dengan terbitnya Keputusan Kepala Badan POM Nomor
HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas
Obat dan Makanan. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagaimana tersebut di
atas, dilakukan oleh unit-unit Badan Pengawas Obat dan Makanan di pusat,
maupun oleh Balai Besar/Balai POM yang ada diseluruh Indonesia.
Sesuai dengan struktur yang ada, secara garis besar unit-unit kerja Badan
POM dapat dikelompokkan sebagai berikut: Sekretariat, Deputi Bidang
Universitas Indonesia
Pengawasan Teknis (I, II, dan III) dan unit penunjang teknis (pusat-pusat) yang
melaksanakan tugas sebagai berikut:
1. Sekretariat Utama
Melaksanakan koordinasi perencanaan strategis dan organisasi,
pengembangan pegawai, pengelolaan keuangan, bantuan hukum dan legislasi,
hubungan masyarakat dan kerjasama internasional, serta akses masyarakat
terhadap Badan POM melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen yang
menerima dan menindaklanjuti berbagai pengaduan dari masyarakat di
bidang obat dan makanan. Di samping itu dilakukan pembinaan administratif
beberapa Pusat yang ada di lingkungan Badan POM dan unit-unit pelaksana
teknis yang tersebar di seluruh Indonesia.
2. Deputi I (Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif)
Melaksanakan penilaian dan evaluasi khasiat, keamanan dan mutu obat,
produk biologi dan alat kesehatan sebelum beredar di Indonesia dan juga
produk uji klinik. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran produk
terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Disamping itu
melakukan sertifikasi produk terapetik, inspeksi penerapan Cara Pembuatan
Obat yang Baik dan inspeksi penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik,
inspeksi sarana produksi dan distribusi, sampling, penarikan produk, public
warning sampai pro justicia. Didukung oleh Komite Nasional Penilai Obat
Jadi, Tim Penilai Khasiat dan Keamanan Obat, Tim Penilai Mutu Obat, Tim
Penilai Penandaan Obat, Tim Penilai Periklanan Obat Bebas, dan Obat Bebas
Terbatas. Deputi I terdiri dari beberapa direktorat yaitu:
1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
2. Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT
3. Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT
4. Direktorat Pengawasan NAPZA
5. Direktorat Standar PT dan PKRT
Universitas Indonesia
3. Deputi II (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan
Produk Komplemen).
Melaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik dan
suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia. Selanjutnya melakukan
pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen,
termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan
inspeksi cara produksi yang baik, sampling, penarikan produk, public
warning sampai pro justicia. Didukung oleh Tim Penilai Obat
Tradisional dan Tim Penilai Kosmetik, Tim Penilai Periklanan Obat
Tradisional dan Suplemen Makanan. Deputi II terdiri dari beberapa direktorat
yaitu:
1. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik.
2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen.
3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen
4. Direktorat Obat Asli Indonesia.
4. Deputi III (Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya).
Melaksanakan penilaian dan evaluasi keamanan pangan sebelum
beredar di Indonesia dan selama peredaran seperti pengawasan terhadap
sarana produksi dan distribusi maupun komoditinya, termasuk penandaan dan
periklanan, dan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Disamping itu
melakukan sertifikasi produk pangan. Produsen dan distributor dibina untuk
menerapkan Sistem Jaminan Mutu, terutama penerapan Cara Produksi
Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis Critical Control Points
(HACCP), Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) serta Total Quality
Management (TQM). Di samping itu diselenggarakan surveilan, penyuluhan,
dan informasi keamanan pangan dan bahan berbahaya. Didukung oleh Tim
Penilai Keamanan Pangan Deputi III terdiri dari beberapa direktorat yaitu:
1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
2. Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Universitas Indonesia
3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan
4. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya.
5. Unit Pelaksana Teknis Badan POM di daerah
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Badan POM terdiri atas:
a. 19 (sembilan belas) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
(BBPOM), dan
b. 12 (dua belas) Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Badan POM mempunyai
tugas melaksanakan kebijakan dibidang pengawasan produk terapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika,
produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.
6. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN)
Melakukan pemeriksaan secara laboratorium, pengembangan prosedur
pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen, pangan dan bahan bahan berbahaya. Di samping merupakan
rujukan dari 31 laboratorium pengawasan obat dan makanan di seluruh
Indonesia, telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, Badan
Standardisasi Nasional tahun 1999 serta merupakan WHO Collaborating
Center sejak 1986 dan anggota International Certification Scheme. Selain
ditunjang dengan laboratorium bioteknologi, laboratorium baku pembanding,
laboratorium kalibrasi serta laboratorium hewan percobaan, juga didukung
dengan peralatan laboratorium yang canggih untuk analisis fisikokimia
seperti kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas, spektrofotometer
serapan atom, spektrofotometer infra merah; analisis fisik seperti alat uji
disolusi otomatis dan smoking machine; analisis mikrobiologi dan biologi.
7. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan
terhadap perbuatan melawan hukum dibidang produk terapetik, narkotika,
Universitas Indonesia
psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya.
8. Pusat Riset Obat dan Makanan
Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi,
keamanan pangan dan produk terapetik.
9. Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM)
Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi
obat, informasi keamanan pangan, informasi keracunan dan teknologi
informasi.
10. Inspektorat
Mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan
POM.
Struktur Organisasi Badan POM dapat dilihat pada Lampiran II.
Universitas Indonesia
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI
3.1 Tugas Pokok
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
memiliki tugas pokok yaitu penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian,
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penilaian obat dan produk biologi.
3.2 Fungsi Direktorat
1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan dan pembinaan di bidang penilaian obat baru.
2. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan dan pembinanaan di bidang penilaian obat copy dan produk biologi
3. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan dan pembinaan di bidang evaluasi produk terapetik penggunaan
khusus.
4. Penyusunan rencana dan program penilaian obat dan produk biologi
5. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang
penilaian obat dan produk biologi.
6. Evaluasi dan penyusunan laporan penilaian obat dan produk biologi
7. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi
Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif.
Universitas Indonesia
3.3 Susunan Organisasi
Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi terdiri dari :
1. Sub Direktorat Penilaian Obat Baru
2. Sub Direktorat Penilain Obat Copy dan Produk Biologi
3. Sub Direktorat Evaluasi Produk Terapetik penggunaan Khusus
Struktur organisasi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dapat dilihat
pada Lampiran III.
3.3.1 Sub Direktorat Penilaian Obat Baru
Sub Direktorat Penilaian Obat Baru mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan penilaian obat baru.
3.3.1.1 Fungsi Sub Direktorat Penilaian Obat Baru
Sub Direktorat Penilaian Obat Baru, menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program penilaian obat baru
2. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta
pelaksanaan penilaian Obat Baru Jalur I dan Obat Baru Jalur III.
3. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijamkan teknis,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta
pelaksanaan penilaian Obat Baru Jalur II.
4. Evaluasi dan penyusunan laporan penilaian obat baru.
3.3.1.2 Seksi–Seksi Sub Direktorat Penilaian Obat Baru
Sub Direktorat Penilaian Obat baru terdiri dari 2 seksi yang
masing-masing mempunyai tugas pokok sebagai berikut :
a. Seksi Penilaian Obat Baru Jalur I dan III
Seksi Penilaian Obat Baru Jalur I dan III mempunyai tugas
menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana
dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,
evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian obat
baru jalur I dan obat baru jalur III.
Universitas Indonesia
b. Seksi Penilaian Obat Baru Jalur II
Seksi Penilaian Obat Baru Jalur II mempunyai tugas menyiapkan
bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan
program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,
evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian Obat
Baru Jalur II.
3.3.2 Sub Direktorat Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi
Sub Direktorat Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi serta
pelaksanaan penilaian Obat Copy, Produk Biologi dan Reevaluasi Obat.
3.3.2.1 Fungsi Sub Direktorat Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi
Sub Direktorat Penilaian Obat Copy, Produk Biologi dan Reevaluasi
Obat menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program penilaian Obat Copy, Produk Biologi,
dan Reevaluasi Obat.
2. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian
obat copy.
3. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian
produk biologi.
4. Evaluasi dan penyusunan laporan penilaian Obat Copy, Produk Biologi
dan Reevaluasi Obat
5. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan reevaluasi
obat.
Universitas Indonesia
3.3.2.2 Seksi–Seksi Sub Direktorat Penilaian Obat Copy dan Produk
Biologi
Sub Direktorat Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi terdiri dari
a. Seksi Penilaian Obat Copy
Seksi Penilaian Obat Copy mempunyai tugas menyiapkan bahan
perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan
penyusunan laporan, serta melakukan penilaian obat copy.
b. Seksi Penilaian Produk Biologi
Seksi Penilaian Produk Biologi mempunyai tugas menyiapkan
bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan
program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,
evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penilaian
produk biologi.
c. Seksi Reevaluasi Obat
Mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis,
penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta
melakukan reevaluasi obat.
3.3.3 Sub Direktorat Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus
Sub Direktorat Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan
teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta
pelaksanaan evaluasi produk terapetik penggunaan khusus.
3.3.3.1 Fungsi Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus
Sub Direktorat Evaluasi Produk Terapeutik Penggunaan Khusus
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan rencana dan program evaluasi produk terapetik
penggunaan khusus
Universitas Indonesia
2. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta
pelaksanaan evaluasi produk terapetik penggunaan khusus.
3. Evaluasi dan penyusunan laporan evaluasi produk terapetik
penggunaan khusus.
4. Pelaksanaan tata operasional di lingkungan direktorat.
3.3.3.2 Seksi–Seksi Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus
Sub Direktorat Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus
membawahi 3 seksi yaitu
a. Seksi Evaluasi Produk dan Uji Klinik
Seksi Evaluasi Produk dan Uji Klinik mempunyai tugas
menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan
rencana, program, penyusunan pedoman, standar, kriteria, prosedur,
evaluasi dan laporan, serta melakukan evaluasi produk uji klinik.
b. Seksi Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus
Seksi ini bertugas melakukan penyiapan bahan perumusan
kebijakan teknis, dan penyusunan rencana, program, pedoman, standar,
kriteria, prosedur, evaluasi dan laporan, serta melakukan evaluasi
produk terapetik penggunaan khusus.
c. Seksi Tata Operasional
Mempunyai tugas melakukan urusan ketataoperasionalan di
lingkungan direktorat. Fungsi pokok Seksi Tata Operasional adalah:
1. Fungsi penunjang seluruh kegiatan Direktorat Penilaian Obat
dan Produk Biologi
2. Fungsi pelayanan loket
Terdapat 3 loket yang mencakup loket penerimaan surat
masuk, pra-registrasi, dan registrasi, loket penerimaan
tambahan data, dan loket penyerahan surat konsultasi dan
format aplikasi.
3. Fungsi administratif (pengarsipan, pendataan, dan persurat-
suratan)
Universitas Indonesia
3.4 Kebijakan Mutu
Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi telah mendapatkan sertifikat
ISO 9001:2008 pada 7 Februari 2012. Kebijakan mutu Direktorat Penilaian Obat
dan Produk Biologi, yaitu :
1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi (DPOPB) berkomitmen untuk
melindungi masyarakat dari obat yang berisiko terhadap kesehatan melalui
penilaian khasiat, keamanan, dan mutu secara profesional dan memenuhi
regulasi yang berlaku.
2. Segenap pegawai DPOPB berkomitmen senantiasa meningkatkan sistem
manajemen mutu secara berkelanjutan untuk memberikan pelayanan prima
kepada seluruh pemangku kepentingan.
3.5 Dasar Hukum dan Pedoman
Beberapa ketentuan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Peraturan Pemerintah Kesehatan No. 1010/MENKES/2008 dan
1120/MENKES/2009 tentang Registrasi Obat.
3. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.03.1.23.06.10.10.5166 tahun 2010
tentang Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan
Batas Kadaluwarsa pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen
Makanan, dan Pangan.
4. Keputusan Kepala Badan POM No. HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011
tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
5. Keputusan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor. 02002/SK/KBPOM tentang Tata laksana uji klinik
6. Peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK.
00.05.3.4991 tahun 2004 tentang inspeksi uji klinik.
7. Pedoman teknis internasional : WHO, EMA, ICH
8. Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Instruksi Kerja (IK)
Universitas Indonesia
BAB IV
PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
4.1 Badan POM RI
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM RI berlangsung
pada tanggal 4 – 26 Februari 2013. Pelaksanaan PKPA diawali dengan
pembukaan pelaksanaan PKPA pada tanggal 4 Februari 2013 yang dilanjutkan
dengan presentasi dan diskusi kuliah umum tentang Badan POM RI, Direktorat
Standardisasi Produk OT, Kosmetik, dan Produk Komplemen, Direktorat
Standardisasi Produk Terapeutik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga,
Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi, Direktorat Penilaian Produksi Obat
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan presentasi serta diskusi tentang
Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapeutik dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
Pada hari kedua pelaksanaan PKPA (5 Februari 2013) dilanjutkan dengan
pemaparan dan diskusi beberapa materi diantaranya presentasi Direktorat
Pengawasan NAPZA, Direktorat Penilaian OT, Suplemen Makanan, dan
Kosmetik, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik, dan Produk
Komplemen, Direktorat Obat Asli Indonesia, Biro Hukum dan Hubungan
Masyarakat, Pusat Riset Obat dan Makanan, Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional, dan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan.
Hari ketiga pelaksanaan PKPA (6 Februari 2013) dilanjutkan dengan
presentasi dan diskusi dari Direktorat Standardisasi Produk Pangan, Direktorat
Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, Direktorat Penilaian Keamanan
Pangan, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Direktorat Surveilan dan
Penyuluhan Keamanan Pangan, dan presentasi Pusat Informasi Obat dan
Makanan.
4.2 Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) berlangsung pada
tanggal 7 – 22 Februari 2013 di Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi.
PKPA diawali dengan pendalaman buku pedoman Tata Laksana dan Kriteria
Universitas Indonesia
Registrasi Obat. Selain itu, dilakukan pengenalan kepada seluruh staf Direktorat
Penilaian Obat dan Produk Biologi. Pelaksaanaan harian PKPA, mahasiswa
dibagi pada beberapa tempat yang terdapat di masing-masing Sub Direktorat di
bawah Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi.
a. Sub Direktorat Penilaian Obat Baru
Seksi Penilaian Obat Baru Jalur I, III, dan Jalur II sebanyak 1 orang,
b. Sub Direktorat Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi
Seksi Penilaian Obat Copy dan Reevaluasi Obat sebanyak 2 orang,
Seksi Penilaian Produk Biologi sebanyak 1 orang,
c. Sub Direktorat Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus
Seksi Evaluasi Produk dan Uji Klinik dan Seksi Evaluasi Produk Terapetik
Penggunaan Khusus sebanyak 1 orang, sedangkan Seksi Tata Operasional
diikuti oleh semua peserta PKPA di Direktorat Penilaian Obat dan Produk
Biologi (5 orang).
Adapun uraian mengenai berbagai kegiatan yang dilakukan selama
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker sebagai berikut.
4.2.1. Sub Direktorat Penilaian Obat Baru
Kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan PKPA di Sub Direktorat
Penilaian Obat Baru yaitu:
1. Mempelajari, memahami, dan berdiskusi tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat.
2. Diskusi tentang alur pra-registrasi dan registrasi
3. Pengenalan bagian gedung D dan B, serta pengenalan staf subdit
4. Mempelajari IK Penilaian Pra-registrasi Obat Baru
5. Mempelajari IK Penilaian Pra-registrasi Variasi Obat
6. Mengisi form pengkajian pra-registrasi obat baru
7. Mengkaji dokumen pra-registrasi variasi obat baru
8. Mempelajari dan berdiskusi mengenai dokumen HPR, lembar
konsultasi, dan lembar disposisi
9. Mengevaluasi dokumen registrasi ulang dan membuat surat
permintaan tambahan data
10. Pembahasan tugas umum dengan Kasubdit
Universitas Indonesia
11. Membuat tugas umum dan tugas khusus
4.2.2 Sub Direktorat Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi
Pelaksanaan PKPA di Sub Direktorat Penilaian Obat Dan Produk
Biologi dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
a. Seksi Penilaian Obat Copy
b. Seksi Reevaluasi Obat
c. Seksi Penilaian Produk Biologi
Kegiatan yang dilakukan di seksi masing – masing yaitu :
a. Seksi Penilaian Obat Copy
1. Membaca dan memahami serta berdiskusi tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat.
2. Perkenalan staf seksi penilaian obat copy
3. Penelusuran literatur penunjang yang terkait dengan registrasi obat
4. Mempelajari dan menyiapkan Formulir registrasi Obat
5. Menata arsip SOP dan IK
6. Diskusi tentang proses pra-registrasi obat copy
7. Mengkaji dokumen pra-registrasi obat copy
8. Memahami dan membuat draft HPR
9. Mengkaji dokumen registrasi obat copy
b. Seksi Reevaluasi Obat
1. Perkenalan staf seksi reevaluasi obat
2. Penjelasan singkat tentang seksi reevaluasi obat oleh kepala seksi
reevaluasi
3. Diskusi tentang proses pra-registrasi dan registrasi variasi
4. Penjelasan tentang kategori dan jalur evaluasi oleh kepala seksi
reevaluasi.
5. Membaca Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia No.HK.03.1.23.12.11.10217 Tanggal 30
Desember 2011 Tentang Obat Wajib Uji Ekivalensi
6. Mengkaji pra-registrasi obat kategori variasi mayor
Universitas Indonesia
7. Verifikasi informasi yang tercantum pada HPR dengan surat
pengantar registrasi.
8. Mengkaji pra-registrasi obat kategori variasi minor
9. Menyusun dokumen hasil evaluasi untuk dikirim ke bagian
finalisasi izin edar.
10. Mempelajari dan memahami dokumen pra-registrasi dan registrasi.
11. Membuat tugas umum dan tugas khusus.
c. Seksi Penilaian Produk Biologi
1. Mempelajari buku Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat
2. Diskusi dengan Kepala Seksi mengenai alur tata laksana registrasi
obat dan produk biologi
3. Mempelajari SOP pra-registrasi serta registrasi obat dan produk
biologi
4. Mempelajari IK terkait registrasi obat.
5. Membuat kerangka tugas khusus biosimilar
6. Diskusi dengan Kepala Seksi mengenai biosimilar yang diikuti oleh
semua peserta PKPA
7. Melakukan pengkajian pra-registrasi variasi perubahan shelf-life zat
aktif produk biologi
8. Membuat laporan pra-registrasi variasi perubahan shelf-life zat aktif
produk biologi
9. Membuat Hasil Pra-Registrasi (HPR) variasi perubahan shelf-life zat
aktif produk biologi
10. Mengetahui dokumen registrasi variasi salah satu produk biologi
11. Membuat tugas umum dan tugas khusus
4.2.3 Sub Direktorat Produk Terapetik Penggunaan Khusus
Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di Subdirektorat Evaluasi
Produk Terapetik Penggunaan Khusus, yaitu :
Universitas Indonesia
a. Seksi Evaluasi Produk dan Uji Klinik
1. Pengenalan tentang seksi evaluasi produk dan uji klinik meliputi tugas-
tugas seksi Evaluasi Produk dan Uji Klinik
2. Membaca dan diskusi tentang pedoman Cara Uji Klinik yang Baik di
Indonesia
3. Membaca SOP tentang Evaluasi Registrasi Produk Terapetik
Penggunaan Khusus Nomor. SOP POM-02.SOP.03 dan SOP tentang
Inspeksi Uji Klinik Nomor. SOP POM-02.SOP.04.
4. Memeriksa kelengkapan elemen dalam informed consent
5. Mengevaluasi protokol uji klinik
6. Mengevaluasi dokumen obat uji klinik
7. Membuat tugas umum dan tugas khusus.
b. Seksi Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus
1. Pengenalan tentang seksi Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan
Khusus.
2. Membaca SOP tentang Evaluasi Registrasi Produk Terapetik
Penggunaan Khusus Nomor. SOP POM-02.SOP.03
3. Mengevaluasi dokumen pemasukan obat untuk pengembangan produk.
4. Membuat tugas umum dan tugas khusus.
c. Seksi Tata Operasional (diikuti oleh semua peserta PKPA)
1. Pengenalan area loket dan penyimpanan arsip
2. Pengenalan dan diskusi kegiatan Tata Operasional (TOP)
3. Menerima penjelasan dan diskusi mengenai alur pelayanan loket
4. Menerima penjelasan dan diskusi mengenai database FERO dan
database regulator
5. Menerima penjelasan dan diskusi mengenai cara pemberian nomor
identitas FERO
6. Menerima penjelasan dan diskusi mengenai cara penomoran NIE
Universitas Indonesia
BAB V
PEMBAHASAN
Kegiatan utama yang dilakukan di Direktorat Penilaian Obat dan Produk
Biologi terangkum dalam bisnis proses registrasi dan evaluasi obat yang mengacu
pada pedoman kriteria dan tata laksana registrasi obat sesuai dengan Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat yang
diterbitkan pada tahun 2011. Selain itu, terdapat pula SOP dan IK yang digunakan
untuk menjaga konsistensi pelaksanaan kegiatan di Direktorat Penilaian Obat dan
Produk Biologi. SOP merupakan suatu standar tertulis yang telah dibakukan
sebagai pedoman pelaksanaan suatu kegiatan agar dapat dilaksanakan dengan baik
dan konsisten. Pelaksanaan kerja ditunjang dengan 4 jenis SOP, yaitu SOP pra-
registrasi, SOP registrasi, SOP registrasi produk terapetik penggunaan khusus, dan
SOP inspeksi pelaksanaan uji klinik. Setiap SOP dijabarkan lebih rinci pada IK
(instruksi kerja) sesuai proses yang dilakukan. Terdapat pula ketentuan mengenai
format surat masuk, surat keluar, dan laporan-laporan kegiatan pra-registrasi
maupun registrasi sehingga lebih memudahkan kinerja pegawai. Beberapa
pedoman nasional dan internasional digunakan juga sebagai acuan untuk penilaian
efikasi, keamanan, dan mutu.
5.1 Format dan Lingkup Registrasi
Melalui proses harmonisasi ASEAN, telah disepakati adanya harmonisasi
diantara negara-negara ASEAN dalam menyusun dokumen registrasi obat dan
produk biologi. Format dan susunan dokumen registrasi tersebut dikenal dengan
ACTD (Asean Common Technical Dossier). Proses registrasi obat terbagi menjadi
3 (tiga), yaitu registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang. Registrasi
baru adalah registrasi untuk produk yang belum memiliki nomor izin edar,
meliputi obat baru, obat copy dan produk biologi. Obat baru meliputi zat aktif
baru, indikasi baru, posologi baru, kekuatan baru, bentuk sediaan baru, serta rute
pemberian baru yang belum terdaftar di Indonesia. Obat copy atau obat jadi
sejenis adalah obat yang mengandung zat aktif sama dengan obat yang sudah
terdaftar. Registrasi variasi adalah registrasi terhadap variasi atau perubahan pada
Universitas Indonesia
obat yang sudah mendapatkan izin edar sebelumnya. Sedangkan registrasi ulang
adalah registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar.
5.2 Alur Registrasi
Registrasi obat dilakukan oleh pendaftar dengan menyerahkan dokumen ke
loket. Pendaftar merupakan industri farmasi yang berlokasi di Indonesia dan telah
memiliki izin industri farmasi sesuai ketentuan perundang-undangan.
1. Pra-registrasi
Proses pra-registrasi dimulai dengan penyerahan dokumen pra-
registrasi. Pra-registrasi adalah prosedur registrasi yang dilakukan untuk
menentukan kategori registrasi, jalur evaluasi, dan biaya evaluasi dokumen
registrasi. Tujuan dari pra-registrasi adalah untuk melihat seberapa jauh
kesiapan industri farmasi untuk mendaftarkan produknya. Pelaksanaan pra-
registrasi harus dilakukan dengan prosedur tetap untuk menjaga konsistensi
pengkajian dokumen tersebut. SOP dan IK tersebut disusun oleh suatu tim
dan di revisi secara berkala.
Pengkajian dokumen pra-registrasi dimaksudkan untuk
mempersiapkan kelengkapan dokumen pada saat registrasi sehingga
diharapkan obat tersebut telah memenuhi persyaratan untuk dievaluasi lebih
lanjut. Sebelumnya proses pra-registrasi tidak dikenakan biaya evaluasi,
tetapi dengan adanya Peraturan Pemerintah No.48 tahun 2010 “Tentang Jenis
dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak”, pra-registrasi
dikenakan biaya evaluasi. Pengkajian pra-registrasi dikelompokan menjadi
pengkajian pra-registrasi obat baru, pengkajian pra-registrasi obat copy, serta
pengkajian pra-registrasi variasi mayor. Output dari proses pra-registrasi
berupa Hasil Pra-Registrasi (HPR) yang diberitahukan secara tertulis kepada
pendaftar paling lama dalam jangka waktu 40 HK dan bersifat mengikat.
Surat HPR memberikan keterangan mengenai kategori obat, jalur evaluasi
obat, serta biaya evaluasi yang akan dikenakan untuk proses registrasi. Hasil
Pra-Registrasi (HPR) termasuk laporan pra-registrasi didokumentasikan dan
diarsipkan secara manual/komputerisasi untuk mempermudah penelusuran.
Apabila diperlukan tambahan data saat pengkajian dokumen pra-registrasi,
maka pendaftar diberikan surat permintaan tambahan data. Dalam jangka
Universitas Indonesia
waktu maksimal 20 HK setelah surat permintaan tambahan data, pendaftar
harus menyampaikan tambahan data. Bila dalam waktu tersebut, pendaftar
tidak dapat memenuhi tambahan data, maka pra-registrasi ditolak dan biaya
yang telah dibayar tidak dapat diambil kembali oleh pendaftar. Alur pra-
registrasi dapat dilihat pada lampiran IV
2. Registrasi
Setelah diterbitkan HPR, proses selanjutnya adalah penyerahan
dokumen registrasi. Penyerahan dokumen selambat-lambatnya satu tahun
setelah penerbitan HPR. Jika melebihi satu tahun, maka registrasi tidak dapat
dilanjutkan dan pendaftar harus mengajukan pra-registrasi kembali. Dokumen
registrasi obat yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis akan
dievaluasi sesuai ketentuan yang berlaku. Penetapan jalur evaluasi merupakan
tahap penting karena hal tersebut akan berkaitan dengan lamanya proses
registrasi dan biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Badan POM
RI memfasilitasi pendaftar melalui kegiatan konsultasi (dengan hasil
tertulis), bila hal tersebut diperlukan oleh pihak pendaftar untuk kejelasan
masalah.
Evaluasi dokumen registrasi dikelompokkan berdasarkan registrasi
obat baru, obat copy, produk biologi dan variasi. Untuk registrasi obat baru
dan produk biologi, hasil evaluasi data ilmiah penunjang khasiat dan
keamanan dibahas dalam rapat pleno Komite Nasional (KOMNAS) Penilai
Obat untuk mendapatkan pertimbangan dan rekomendasi. Tim KOMNAS
Penilai Obat terdiri dari pakar dari berbagai bidang yaitu farmakologi klinik,
farmasi, biologi yang direkrut dari institusi relevan dan klinisi yang terkait.
KOMNAS Penilai Obat mengadakan rapat secara periodik dalam rangka
pembahasan hasil penilaian khasiat dan keamanan obat.
Hasil evaluasi khasiat dan keamanan dalam rapat KOMNAS Penilai
Obat akan menjadi rekomendasi bagi kepala Badan untuk memberikan
keputusan. Hasil pembahasan evaluasi khasiat dan keamanan pada rapat
KOMNAS Penilai Obat disampaikan kepada pendaftar secara tertulis. Dalam
hal adanya keberatan terhadap hasil evaluasi tersebut maka pendaftar dapat
mengajukan permohonan dengar pendapat (hearing) secara tertulis kepada
Universitas Indonesia
Kepala Badan yang diajukan paling lama 20 hari sejak tanggal surat
pemberitahuan hasil evaluasi khasiat dan keamanan. Terhadap hasil evaluasi
efikasi dan keamanan yang ditolak oleh Kepala Badan POM berdasarkan
rekomendasi hasil rapat KOMNAS Penilai Obat, pendaftar dapat
mengajukan keberatan (proses appeal) dengan menyertakan dokumen
ataupun tambahan data yang baru. Proses appeal diperkenankan satu kali dan
diajukan paling lama 6 bulan setelah penolakan.
Setelah KOMNAS Penilai Obat merekomendasikan disetujuinya hasil
evaluasi khasiat dan keamanan obat, maka dilakukan evaluasi mengenai mutu
dan teknologi serta penandaan. Kepala Badan dapat memberikan keputusan
berupa permintaan tambahan data, diterima, atau ditolak. Untuk obat copy
terdapat perbedaan dalam hal evaluasi khasiat dan keamanan, di mana obat
copy pada umumnya tidak membutuhkan data uji nonklinik dan uji klinik.
Evaluasi khasiat dan keamanan obat copy berdasarkan informasi yang telah
disetujui untuk inovator. Obat copy tertentu dipersyaratkan uji bioekivalensi.
Jika keputusan hasil evaluasi efikasi, keamanan, dan mutu diterima,
maka persetujuan izin edar dapat diberikan dan berlaku selama kurun waktu 5
(lima) tahun. Selanjutnya pendaftar yang telah memiliki izin edar wajib
memproduksi atau mengimpor dan mengedarkan obat selambat-lambatnya 1
tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan. Pelaksanaan kegiatan produksi
wajib dilaporkan dan menyerahkan kemasan siap edar kepada Kepala Badan
POM RI. Penyerahan kemasan siap edar dilakukan selambat-lambatnya 1
bulan sebelum pelaksanaan produksi, impor atau peredaran obat.
Yang perlu diperhatikan oleh pendaftar adalah waktu yang
dibutuhkan pendaftar untuk memenuhi tambahan kelengkapan data tidak
dimasukkan dalam hitungan hari kerja (proses clock off) sehingga semakin
lama pendaftar melengkapi kelengkapan dokumen semakin lama juga proses
registrasi berlangsung.
Alur registrasi dapat dilihat pada lampiran V.
Universitas Indonesia
5.3 Kriteria Penilaian Obat
Untuk mendapatkan izin edar, suatu obat harus memenuhi kriteria utama,
yaitu:
1. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui uji
nonklinik dan uji klinik atau bukti lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan yang bersangkutan
2. Memiliki mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi, dan metode pengujian
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sahih.
3. Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap dan objektif yang
dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional, dan aman
4. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
5. Khusus untuk psikotropika baru harus memiliki keunggulan manfaat dan
keamanan dibandingkan dengan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia,
dan untuk kontrasepsi atau obat lain yang digunakan dalam program nasional
dapat dipersyaratkan uji klinik di Indonesia.
Penilaian awal obat dilakukan dengan menilai kelengkapan dan kesesuaian
dokumen yang diajukan dalam registrasi. Sesuai dengan Lampiran IV Keputusan
Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 tentang Kriteria
dan Tata Laksana Registrasi Obat, dokumen registrasi obat terdiri dari 4 bagian
sebagai berikut.
1. Bagian I : Dokumen Administratif dan Informasi Produk yang terdiri dari:
A. Daftar Isi Keseluruhan
B. Dokumen Administratif
C. Informasi Produk dan Penandaan
2. Bagian II : Dokumen Mutu terdiri dari:
A. Ringkasan Dokumen Mutu (RDM)
B. Dokumen Mutu
C. Daftar Pustaka
3. Bagian III : Dokumen Nonklinik terdiri dari:
A. Tinjauan Studi Nonklinik
Universitas Indonesia
B. Ringkasan dan Matriks Studi Nonklinik
C. Laporan Studi Nonklinik (jika perlu)
D. Daftar Pustaka
4. Bagian IV : Dokumen Klinik terdiri dari:
A. Tinjauan Studi Klinik
B. Ringkasan Studi Klinik
C. Matriks Studi Klinik
D. Laporan Studi Klinik
E. Daftar Pustaka
5.4 Kategori Registrasi Obat
Proses registrasi obat di bagi menjadi 3, yaitu :
1. Registrasi Baru
Registrasi baru adalah registrasi untuk produk yang belum mendapat
nomor izin edar di Indonesia. Registrasi baru meliputi obat baru, obat copy
dan produk biologi. Obat baru meliputi zat aktif baru, zat tambahan baru,
yang belum terdaftar di Indonesia. Obat copy adalah obat yang mengandung
zat aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian,
indikasi dan posologi sama dengan obat yang telah disetujui. Sedangkan
produk biologi adalah vaksin, imunosera, antigen, hormon, enzim, produk
darah, dan produksi hasil fermentasi lainnya (termasuk antibodi monoklonal
dan produk yang berasal dari teknologi rekombinan DNA) yang digunakan
untuk mempengaruhi dan menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan
kesehatan.
2. Registrasi Variasi
Registrasi variasi adalah registrasi perubahan aspek apapun pada obat
yang telah memiliki izin edar di Indonesia, termasuk tetapi tidak terbatas pada
perubahan formulasi, metode, proses pembuatan, spesifikasi untuk obat dan
bahan baku, wadah, kemasan, dan penandaan.
3. Registrasi Ulang
Registrasi ulang adalah registrasi perpanjangan masa berlaku izin
edar. Permohonan registrasi ulang paling cepat 120 (seratus dua puluh) hari
Universitas Indonesia
sebelum berakhir masa berlaku izin edarnya. Permohonan registrasi ulang di
ajukan dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen registrasi ulang.
Persetujuan atas permohonan registrasi ulang secara otomatis berlaku sejak
berakhir masa izin edar, yang terkait dengan keamanan obat, khasiat obat,
dan/atau kerasionalan formula obat.
5.5 Penentuan Jalur Evaluasi
Jalur evaluasi terdiri atas :
1. Jalur 40 (empat puluh) hari meliputi :
a. Registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan.
b. Permohonan CPP registrasi obat khusus ekspor
2. Jalur 100 (seratus) hari meliputi :
a. Registrasi obat baru dan produk biologi yang diindikasikan untuk
terapi penyakit serius yang mengancam nyawa manusia (live saving),
dan/atau mudah menular kepada orang lain, dan/atau belum ada atau
kurangnya pilihan terapi lain yang aman dan efektif.
b. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang berdasarkan
justifikasi diindikasikan untuk penyakit serius dan langkah (orphan
drug).
c. Registrasi obat baru dan produk biologi ditujukan untuk program
kesehatan masyarakat.
d. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang telah melalui proses
obat pengembangan baru yang dikembangkan oleh industri farmasi
atau institusi riset di Indonesia dan seluruh tahapan uji klinisnya
dilakukan di Indoneia.
e. Registrasi baru obat copy esensial generik yang dilengkapi dengan
dokumen penunjang kebutuhan program atau data pendukung sebagai
obat esensial.
f. Registrasi baru obat copy dengan standar informasi elektronik (Stinel)
g. Registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru untuk obat yang
ditujukan sebagaimana ditujukan pada poin a, b, c, dan d.
h. Registrasi variasi major yang tidak termasuk pada poin g.
3. Jalur 150 (seratus lima puluh) hari meliputi :
Universitas Indonesia
a. Registrasi obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major
indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui dinegara yang telah
menerapkan sistem evaluasi terharmonisasi dan dinegara dengan
sistem evaluasi yang telah dikenal baik
b. Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major
indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui paling sedikit 3 (tiga)
negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik.
c. Registrasi baru obat copy tanpa stinel.
4. Jalur 300 (tiga ratus) hari meliputi registrasi baru obat baru, produk
biologi, produk biologi sejenis , atau registrasi variasi major indikasi
baru/posologi baru yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi 2 dan 3.
5.6 Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Registrasi
Dalam pelaksanaan registrasi tidak jarang ditemukan adanya kendala, baik
yang datang dari pihak industri maupun pihak badan POM RI.
1. Dari pihak industri:
a. Kurangnya pemahaman mengenai hal-hal teknis yang berkaitan
dengan data-data atau dokumen registrasi
b. Staf industri yang mengikuti training tidak mensosialiasikan informasi
yang diperoleh kepada rekan kerja lainnya di instansi yang sama
c. Kurangnya kedisiplinan pihak industri dalam memenuhi persyaratan
atau ketentuan yang berlaku
2. Dari pihak Badan POM RI:
a. Kurangnya jumlah personil evaluator untuk menilai dokumen,
sehingga tidak sebanding dengan jumlah dokumen yang masuk.
b. Adanya jenis perubahan tertentu pada dokumen yang tidak masuk ke
dalam kategori pada buku Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat
5.7 Usaha untuk Mengatasi Kendala yang Dihadapi dalam Registrasi
Obat
1. Badan POM RI memfasilitasi konsultasi mengenai proses registrasi yang
dilakukan oleh pendaftar.
Universitas Indonesia
2. Mengadakan sosialiasi tentang registrasi yang diikuti oleh industri
farmasi
3. Menyebarluaskan informasi Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat
melalui website Badan POM agar mudah diperoleh oleh pihak yang
membutuhkannya.
4. Menambah jumlah personil evaluator
5. Mendata dan menyusun perubahan-perubahan yang tidak terdapat dalam
buku Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat yang dapat digunakan
sebagai acuan oleh petugas loket maupun evaluator
6. Pemutakhiran Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat sesuai
perkembangan terkini.
5.8 Registrasi Produk Terapetik Pengunaan Khusus
1. Pemasukan Produk Obat Terapetik Penggunaan Khusus (SAS)
Mekanisme Pemasukan Produk Terapetik untuk Penggunaan Khusus atau
Special Access Scheme (SAS) adalah mekanisme pemasukan/impor obat, alat
kesehatan dan makanan kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan
kesehatan tetapi tidak memiliki izin edar. Mekanisme ini merupakan tugas yang
pelaksanaannya melibatkan 2 institusi yaitu Badan POM dan Kementerian
Kesehatan. Regulasi yang mengatur pelaksanaan SAS adalah sebagai berikut:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1010/Menkes/Per/XI/2008 Tentang Registrasi Obat.
b. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.005.3.00914 tanggal 2 April 2002 tentang Pemasukan Obat Jalur Khusus.
c. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1379A/MENKES/SK/X1/2002 tanggal 13
Nopember 2002 tentang Pengelolaan dan penggunaan Obat, Alat kesehatan
dan Makanan Kesehatan Khusus.
Pada awal tahun 2008, kewenangan persetujuan SAS diberikan kepada
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alkes, Kementerian Kesehatan RI dan
Badan Pengawas Obat dan Makanan yaitu:
a. Surat Persetujuan Pemasukan Obat/Makanan/Alat Kesehatan Khusus untuk
keperluan pribadi atau kebutuhan rumah sakit berdasarkan justifikasi dokter
Universitas Indonesia
penanggung jawab serta surat persetujuan donasi selain vaksin/produk
biologi dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
b. Surat Persetujuan Pemasukan vaksin/produk biologi, bahan baku, dan
sampel obat untuk pengembangan produk berkaitan dengan registrasi obat,
obat uji klinik termasuk untuk uji bioekivalensi serta donasi vaksin/produk
biologi dikeluarkan oleh Kepala Badan POM RI melalui Deputi Bidang
Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA.
Pemasukan obat dalam rangka donasi harus sesuai dengan Pedoman Obat
Donasi Badan Pengawas Obat dan Makanan. Donasi dimaksudkan hanya untuk
penggunaan terbatas. Obat untuk penggunaan terapi khusus adalah obat yang
dibutuhkan pasien berdasarkan justifikasi ilmiah dokter dalam jumlah terbatas.
Justifikasi yang dimaksud harus mempertimbangkan kriteria berikut:
a. Obat untuk mengatasi penyakit yang mengancam jiwa atau serius
b. Obat yang tersedia tidak dapat mengatasi atau mengontrol kondisi pasien
secara memadai.
c. Obat tidak tersedia karena produksi/suplai peredaran obat yang sama
mempunyai izin edar terhenti.
Obat untuk penggunaan terapi khusus merupakan jenis obat yang telah
diketahui profil khasiat, keamaanan dan mutunya. Pemasukan obat untuk
penggunaan terapi khusus dilakukan berdasarkan permintaan dokter dan
penanggung jawab. Dalam mengajukan permohonan pemasukan obat untuk
penggunaan terapi khusus harus dilengkapi dengan:
a. Justifikasi dokter penanggung jawab untuk obat yang dibutuhkan oleh pasien.
b. Informasi khasiat dan keamana obat yang memadai yang dapat menunjang
aspek keamanan penggunaan obat.
c. Informasi mutu obat yang meliputi sertifikat analisa dari batch obat dan
ringkasan protokol batch produksi khusus untuk produk biologi atau vaksin
yang akan didatangkan.
d. Informasi jumlah kebutuhan obat
Pemasukan obat untuk uji klinik sebagaimana diatur oleh keputusan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02002/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang
Universitas Indonesia
Tata Laksana Uji Klinik. Pemasukan obat dalam rangka donasi harus sesuai
dengan Pedoman Obat Donasi Badan Pengawas Obat dan Makanan. Donasi
dimaksudkan hanya untuk penggunaan terbatas.
Alur proses Permohonan Pemasukan Obat Penggunaan Khusus (SAS)
sebagai berikut: pemohon menyerahkan berkas pemasukan obat penggunaan
khusus pada loket registrasi obat. Setelah itu kelengkapan berkas diperiksa oleh
petugas loket, jika berkas yang diserahkan tidak lengkap maka akan dikembalikan
kepada pemohon untuk dilengkapi jika berkas yang diserahkan lengkap maka
berkas akan diterima dan dilakukan pendataan dan kemudian dilakukan proses
evaluasi oleh evaluator. Jika dalam proses evaluasi, ditemukan adanya kekurangan
data, maka evaluator berhak meminta tambahan data. Tetapi jika dalam proses
evaluasi tidak ditemukan kekurangan data maka akan dikeluarkan Surat
Persetujuan SAS. Surat persetujuan diterbitkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh)
hari kerja sejak dokumen dinyatakan lengkap dan sesuai dengan persyaratan.
Persyaratan teknis dan administratif yang harus diserahkan pemohon
diantaranya:
a. Untuk SAS sampel penelitian untuk pengembangan produk
1. Protokol penelitian atau pengembangan produk
2. Justifikasi jumlah kebutuhan
3. Certificate of Analysis
4. Airway Bill/Bill of Landing
5. Invoice
6. Surat pernyataan
b. Untuk SAS Uji BE
1. Protokol Uji BE dan Surat Persetujuan PPUBE (jika sudah disetujui)
atau surat bukti pengajuan protokol BE ke Badan POM
2. Justifikasi jumlah kebutuhan
3. Certificate of Analysis
4. Airway Bill/Bill of Landing
5. Invoice
6. Surat pernyataan
Universitas Indonesia
Persyaratan khusus untuk vaksin dan produk biologi:
1. Summary batch protocol of production and testing (dari 3 batch berturut-
turut)
2. Sertifikat lot release dari laboratorium yang berwenang di negara asal
2. Evaluasi Produk dan Uji Klinik
Uji klinik adalah setiap penelitian pada subjek manusia yang
dimaksudkan untuk menemukan atau memastikan efek klinik, farmakologik dan
atau farmakodinamik lainnya dari produk yang diteliti dan atau untuk
mengidentifikasi setiap reaksi yang tidak diinginkan terhadap produk yang diteliti
dan untuk mempelajari absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi dari produk
yang diteliti dengan tujuan untuk memastikan keamanan dan efektivitasnya.
Pelaksanaan uji klinik di Indonesia diatur oleh Keputusan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 02002 Tahun 2001 tentang Tata Laksana
Uji Klinik. Tugas Badan POM dalam pengawasan uji klinik di Indonesia
(Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 02002 Tahun
2001 Tentang Tata Laksana Uji Klinik) :
a. Evaluasi Dokumen Permohonan Pelaksanaan Uji Klinik di Indonesia.
Dalam pelaksanaan uji Klinik di Indonesia harus mengikuti ketentuan
dalam Pedoman CUKB di Indonesia dimana Pedoman CUKB di Indonesia
yang diterjemahkan dari ICH-GCP E6 (The International Conference on
Harmonization Good Clinical Practice) dan harus memberikan manfaat
nyata bagi kepentingan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Uji klinik dapat berupa uji klinik pra-pemasaran, uji klinik pasca-
pemasaran dan uji klinik terbatas untuk pendidikan. uji klinik pra-
pemasaran adalah uji klinik yang menggunakan obat uji yang belum
mendapat izin edar di Indonesia dan meliputi uji klinik fase I, fase II, fase
III. Dalam pelaksanaan uji klinik pra-pemasaran, diperlukan Pengajuan
Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) oleh pihak sponsor kepada Kepala Badan
POM. Uji klinik pasca-pemasaran adalah uji klinik yang menggunakan obat
uji yang sudah mendapat izin edar di Indonesia dan meliputi penelitian fase
IV. Uji klinik pasca-pemasaran diperlukan pemberitahuan pelaksanaan uji
klinik pasca-pemasaran yang dilakukan oleh sponsor kepada Kepala Badan
Universitas Indonesia
kecuali untuk kondisi uji klinik yang memerlukan pertimbangan khusus. Uji
klinik terbatas untuk pendidikan adalah uji klinik yang dilakukan di
lingkungan terbatas seperti universitas atau lingkungan rumah sakit untuk
tujuan pendidikan.
b. Inspeksi
Inspeksi adalah suatu tindakan otoritas regulatori yang dilaksanakaan
dengan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen, fasilitas, rekaman dan
sumber lainnya yang ada hubungannya dan yang terdapat di tempat uji
klinik, pada, sponsor atau ditempat organisasi riset kontrak (ORK) atau
ditempat lain yang berkaitan dengan uji klinik. Sponsor adalah perorangan,
perusahaan, industri farmasi, institusi atau organisasi yang mengambil
tanggung jawab untuk memprakarsai, mengelola, atau membiayai suatu Uji
Klinik atau Uji Bioekivalensi (BE). Organisasi Riset Kerja (ORK) adalah
seorang atau organisasi (komersial, akademik, atau lainnya) yang dikontrak
oleh sponsor untuk melaksanakan satu atau lebih tugas dan fungsi sponsor
dan uji klinik atau uji BE.
c. Pemberian Keputusan
Untuk pelaksanaan uji klinik pra-pemasaran dan uji klinik pasca-
pemasaran tertentu, Kepala Badan dapat meminta tanggapan Tim Penasehat
Uji Klinik Nasional terhadap persetujuan dari Komisi Ilmiah dan Komisi
Etik.
d. Penghentian Pelaksanaan Uji Klinik
Jika uji klinik dilaksanakan tanpa persetujuan komisi etik terlebih
dahulu maka Kepala Badan mempunyai wewenang untuk menangguhkan
atau menghentikan uji klinik yang telah dilakukan atau sedang berjalan.
Kepala Badan dapat menangguhkan, menghentikan atau tidak mengizinkan
pelaksanaan uji klinik suatu obat di Indonesia bila ada alasan kuat dari segi
non-ilmiah atau keamanan, dan setelah berkonsultasi dengan Tim Penasehat
Uji Klinik Nasional walaupun protokol uji kliniknya mendapat persetujuan
dari Komisi Etik.
3. Pengadaan Obat untuk Uji Klinik
a. Obat untuk Uji Klinik
Universitas Indonesia
Dalam melakukan uji klinik obat yang akan digunakan harus dapat
dijamin memenuhi persyaratan mutu dan telah melalui tahapan uji pra-
klinik sesuai ketentuan yang berlaku. Sedangkan obat yang akan
digunakan sebagai obat uji dan obat pembanding dalam pelaksanaan suatu
uji klinik dapat berupa produk luar negeri atau produk dalam negeri, baik
yang sudah memperoleh izin edar maupun yang belum memperoleh izin
edar. Untuk penggunaan obat produk luar negeri dan produk dalam negeri
yang belum memperoleh izin edar harus mendapatkan persetujuan dari
Kepala Badan POM.
b. Izin Pemasukan Obat untuk Uji Klinik
Untuk pengajuan izin pemasukan obat produk dari luar negeri,
keperluan uji klinik dilakukan oleh sponsor atau Organisasi Riset Kontrak
(ORK) kepada Kepala Badan POM. Pengajuan izin pemasukan obat
diajukan bersamaan dengan pengajuan Pelaksanaan Uji Klinik, dan
dilengkapi dengan persetujuan Komisi Ilmiah dan Komisi Etik, waktu
pelaksanaan, sumber obat, sertifikat CPOB diluar negeri, jenis serta jumlah
obat yang diperlukan, sertifikat analisa, nomor batch obat yang digunakan
dalam uji klinik, dan pernyataan tertulis bahwa sponsor serta peneliti
bersedia untuk memenuhi standar Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB).
Kepala Badan akan memberikan persetujuan terhadap pengajuan
pemasukan obat produk luar negeri untuk uji klinik produsen yang telah
disertai dokumen lengkap dalam waktu sepuluh (10) hari kerja, yaitu:
1. GMP Certificate produsen
2. Certificate of Analysis
3. Airway Bill/Bill of Landing
4. Invoice
5. Surat Rekomendasi Program (untuk program)
5.9 Seksi Tata Operasional
Dalam pelaksanaan kegiatan, Seksi Tata Operasional ditunjang dengan
sistem komputerisasi dan aplikasi database. Aplikasi database yang digunakan
adalah sebagai berikut.
1. Drugbase
Universitas Indonesia
Merupakan database yang digunakan sejak tahun 1991 hingga saat ini.
Database ini sering disebut sebagai database regulator dan softwarenya
disebut PharmaSoft Drug Base. Database ini berisi informasi produk obat
secara lengkap, termasuk nama produk, nama zat aktif dan eksipien, bentuk
sediaan, status peredaran, tanggal disetujui.
2. Fasilitas Elektronik Registrasi Obat (FERO)
Merupakan suatu aplikasi database yang digunakan untuk melihat
status atau tahapan penanganan dokumen pendaftaran (tracking system)
sehingga dapat dimonitor oleh pihak pendaftar. Sistem ini baru dimulai pada
tahun 2000. Setelah mengisi aplikasi FERO, pendaftar akan mendapatkan
nomor ID.
Informasi obat yang telah mendapat Nomor Izin Edar (NIE) dapat
diakses melaui situs Badan POM dengan alamat www.pom.go.id.
3. Aplikasi e-Registrasi Obat (AeRO)
Merupakan suatu aplikasi yang saat ini dikembangkan oleh Badan POM,
menggunakan program PHP dengan database SQL. Melalui aplikasi ini
proses pra-registrasi dan registrasi dapat dilakukan secara online.
Loket Registrasi Obat berada di bawah koordinasi seksi tata operasional.
Pelayanan loket dibuka pada hari Senin-Kamis pada jam kerja yaitu jam 8.30 –
16.00. Sebelum melakukan pra-registrasi atau registrasi, pendaftar terlebih dahulu
mendaftar via email ke alamat email Direktorat Penilaian Obat dan Produk
Biologi untuk mendapatkan jadwal (nomor urut) yang nantinya akan ditayangkan
di website BPOM. Sesuai jadwal yang telah ditentukan, pendaftar menyerahkan
dokumen pra-registrasi atau registrasi ke evaluator di loket untuk diperiksa
kelengkapan dokumen tersebut. Bila dokumen telah dinyatakan lengkap, akan
diterbitkan Surat Perintah Bayar (SPB) sesuai ketentuan PP No.48 tahun 2010.
Selanjutnya, pendaftar menyerahkan dokumen, SPB, dan bukti bayar kepada
petugas loket. Penyerahan dokumen dilakukan sesuai nomor antrian elektronik.
Petugas loket akan melakukan input/entry dokumen. Setelah dilakukan entry data
ke database BPOM, pendaftar akan mendapatkan nomor identitas (ID) dalam
waktu 1 HK. Dokumen yang diterima di loket akan didistribusikan ke seksi
Universitas Indonesia
penilaian obat terkait dalam waktu 1 HK untuk kemudian didata dan dievaluasi.
Dokumen dilengkapi dengan kartu kendali untuk memantau timeline.
Pengelolaan arsip di gudang penyimpanan, dilakukan khusus untuk
dokumen yang telah disetujui/memiliki NIE. Pemusnahan arsip dikoordinir oleh
staf TOP dengan persetujuan kepala seksi TOP. Dokumen yang dimusnahkan
adalah dokumen yang telah habis masa simpannya sesuai ketentuan atau dokumen
yang tidak digunakan lagi. Dalam 1 tahun, umumnya frekuensi pemusnahan
adalah 1 hingga 3 kali, tergantung pada permintaan setiap seksi.
Salah satu kegiatan rutin Seksi Tata Operasional adalah pendataan nomor
izin edar. Nomor izin edar/nomor registrasi terdiri atas 15 digit.
Tabel 5.1 Penomoran izin edar obat dan produk biologi
Digit ke- pada NIE
Kode Keterangan
1 ProdukGD
Nama generikNama dagang
2 Golongan obat
KBTPN
Obat kerasObat bebasObat psikotropikaObat bebas terbatasNarkotika
3Status
produksi
LIXEJS
Obat produksi lokal / lisensiObat imporObat program tertentuObat khusus eksporObat program obat terjangkauObat program desa siaga
4 & 5Tahun
penerbitan NIE
6, 7 & 8Industri farmasi
Produk lokalProduk impor
Kode pemilik produkKode industri yang melakukan batch release
9, 10 & 11Nomor urut produk yang didaftarkan
12 & 13Bentuk
sediaan obat14 Kekuatan obat A Kekuatan pertama
Universitas Indonesia
BC, dst.
Kekuatan keduaKekuatan ketiga, dst.
15Nomor urut
kemasan yang terdaftar
12
3, dst.
Jenis kemasan pertamaJenis kemasan keduaJenis kemasan ketiga, dst.
5.10 E-Registrasi
Dalam rangka meningkatkan pelayanan, Badan POM RI telah
mengembangkan aplikasi untuk pra-registrasi dan registrasi secara online yang
disebut e-registrasi. Proses e-registrasi menggunakan Aplikasi e-Registrasi Obat
(AeRO) yang berbasis web. AeRO telah disosialisasikan pada tahun 2012 dan
diluncurkan pada tanggal 31 januari 2013.
Pengembangan e-registrasi obat diawali untuk registrasi obat copy.
Selanjutnya, terus dikembangkan untuk kategori registrasi lainnya sampai tahun
2014 sehingga nantinya seluruh pendaftaran obat dilakukan secara online. Saat
ini merupakan masa transisi registrasi obat copy secara online dan selama masa
transisi tersebut pendaftaran dokumen pra-registrasi dan registrasi obat copy
masih dilakukan secara manual dan online. Sebelum melakukan pra-registrasi
dan registrasi obat copy pada AeRO, pendaftar harus melakukan registrasi akun
AeRo terlebih dahulu untuk dapat login ke dalam aplikasi e-Registrasi. Setelah
memiliki akun AeRo, pendaftar dapat melakukan pra-registrasi maupun registrasi
obat copy dengan mengisi data sesuai ketentuan yang terdapat pada AeRo.
Jika data yang diisi sudah benar, maka akan dikeluarkan Surat Perintah
Bayar (SPB) biaya pra-registrasi dan pendaftar melakukan pembayaran di Bank
BNI. Pendaftar yang telah melakukan pembayaran, kesesuaian SPB dan file bukti
bayar telah diverifikasi oleh administrator Badan POM, maka pendaftar dapat
melanjutkan pra-registrasi dengan kembali mengisi data sesuai ketentuan yang
terdapat pada AeRO.
Universitas Indonesia
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi merupakan bagian dari sistem
pengawasan pre market (registrasi) terhadap produk terapetik termasuk
produk biologi yang beredar di masyarakat. Direktorat ini melakukan
penilaian terhadap aspek efikasi, keamanan, serta mutu obat dan produk
biologi yang akan diedarkan di wilayah Indonesia untuk melindungi
konsumen atau masyarakat dari produk yang berisiko terhadap kesehatan.
2. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Direktorat Penilaian Obat dan
Produk Biologi dapat bekerjasama dengan berbagai pihak, yaitu lintas
sektor/nasional, regional, dan internasional.
3. Apoteker/evaluator yang bekerja di Direktorat Penilaian Obat dan Produk
Biologi harus memahami alur pelaksanaan pra-registrasi dan registrasi,
termasuk proses penilaian produk terapetik penggunaan khusus serta
memiliki pengetahuan yang memadai agar dapat melakukan penilaian
terhadap produk obat dan produk biologi, meliputi mutu, keamanan, dan
efikasi produk yang didaftarkan.
6.2 Saran
1. Meningkatkan fasilitas kerja di Direktorat Penilaian Obat dan Produk
Biologi, antara lain tempat penyimpanan arsip dan tempat kerja yang kurang
memadai.
2. Agar pelaksanaan PKPA dapat berjalan efektif dan efisien, setiap Subdit
tempat pelaksanaan PKPA perlu mempersiapkan dan menginformasikan ke
setiap staf mengenai materi yang akan diberikan kepada peserta PKPA.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2001). Keputusan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Nomor: 103/SK/KBPOM Tahun 2001
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM RI. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2011). Keputusan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Nomor: HK.03.1.23.10.11.08481 Tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. (2001). Pedoman Cara Uji Klinik yang
Baik (CUKB) di Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2013). Petunjuk Teknis Registrasi Akun
Aplikasi e-Registrasi Obat (AeRO).
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2013). Petunjuk Teknis Pra-Registrasi
Aplikasi e-Registrasi Obat (AeRO).
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2004). Surat Keputusan Kepala Badan
POM RI Nomor: HK.00.05.21.4321 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor: 02001/SK/KBPOM Tahun
2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM RI. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008. Tentang Registrasi
Obat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Universitas Indonesia