Tugas Besar Perancanaan Prasarana

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    1/129

    i

    TUGAS AKHIR

    ANALISIS PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA PADA

    PERMUKIMAN KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI

    (Studi Kasus : Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri)

    Oleh:

    CAHYA FURQON PRATAMA

    NIM. I 0608016

    Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai

    Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota

    PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

    JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2013

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    2/129

    ii

    PENGESAHAN

    ANALISIS PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA PADA PERMUKIMAN

    KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI

    (Studi Kasus : Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri)

    Oleh

    CAHYA FURQON PRATAMA

    NIM. I 0608016

    Surakarta, Januari 2013

    Menyetujui,

    Pembimbing I

    Istijabatul Aliyah ST, MT

    NIP. 19690923 199702 2 001

    Pembimbing I I

    Ir. Soedwiwahjono. MT

    NIP. 19620306 199003 1 001

    Mengetahui,

    Ketua Jurusan Arsitektur

    Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT

    NIP. 19620610 199103 1 001

    Ketua Program Studi

    Perencanaan Wilayah dan Kota

    Ir. Galing Yudana, MT

    NIP. 19620129 198703 1 002

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    3/129

    iii

    ABSTRAK

    ANALISIS PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA PADA PERMUKIMAN

    KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI

    (Studi Kasus : Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri)

    Sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan Pojok, Mojoroto, Kediri

    dianggap kurang layak. Peran pemerintah dalam pemenuhan sarana dan prasarana pun tidak

    seperti yang diharapkan. Berdasarkan fenomena tersebut, maka bagaimanakah pemenuhan

    sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan Pojok, Mojoroto, Kediri dalam

    memenuhi kebutuhan pemulung?. Sehingga dapat mengidentifikasi karakteristik komunitas dan

    permukiman pemulung, upaya pemerintah kota dalam memenuhi kebutuhan sarana dan

    prasarana komunitas pemulung, karakteristik kebutuhan pemulung terhadap pemenuhan sarana

    dan prasarana serta menganalisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana permukiman melalui

    analisis karakteristik permukiman pemulung dan analisis tingkat pemenuhan sarana dan

    prasarana komunitas pemulung. Hasilnya diketahui karakteristik permukiman pemulung berupa

    pola permukiman memusat dengan kondisi fisik bangunan non-permanen sedangkan pola

    permukiman menyebar sebagian besar kondisi f isik bangunanya permanen meskipun beberapa

    semi permanen. Pemerintah pun belum optimal menyediakan sarana dan prasarana namun

    mencoba memenuhi kebutuhan aktivitas bermukim dan aktivitas bekerja berupa sarana dan

    prasarana.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    4/129

    iv

    ABSTRACT

    ANALYSYS FACILITIES AND INFRASTRUCTURE IN THE SCAVENGERS

    SETTLEMENTS AT KEDIRI

    ( Study Case : Pojok Village, Mojoroto Distric, Kediri City )

    Facilities and infrastructure in the scavengers settlements in the Pojok Village, Mojoroto, Kediri

    deemed less worthy. The role of government in fulfilling the infrastructure was not as expected.

    Based on this phenomenon, the "how fulfillment facilities and infrastructure in scavengers

    settlements in the Pojok Village, Mojoroto, Kediri in case to fulfill the needs of the scavengers?".

    So as to identify the characteristics of the communities and settlements of the scavenger, the city

    government's efforts fulfill the needs of scavenger`s community facilities and infrastructure,

    scavenger characteristics needs the fulfillment infrastructure and analyze the degree of

    fulfillment of the settlement infrastructure through the analysis of settlement characteristics and

    analysis of the level of compliance scavengers infrastructure scavenger community. The result is

    known to be a scavenger settlements characteristic form as settlement patterns converge with the

    physical condition of a non-permanent settlement pattern spread while most permanent physical

    condition settlement although some remain semi-permanent. The government has not optimal

    supplying the infrastructure, however they still trying to fulfill it in form as activity and work

    needs.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    5/129

    v

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahirrobilalamin puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa penulis

    panjatkan atas perkenan-Nya jualah tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir dengan judul

    ANALISIS PEMENUHAN SARANA DAN PRASARA PADA PERMUKIMAN

    KOMUNITAS PEMULUNG DI KOTA KEDIRI (Studi Kasus : Kelurahan Pojok

    Kecamatan Mojoroto Kota Kediri) merupakah sebuah penelitian untuk mengetahui analisis

    pemenuhan sarana dan prasarana permukiman pada komunitas pemulung. Dimana komunitas

    pemulung memiliki ke khasan dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang dibuthkanpada saat melakukan aktivitas bermukim maupun bekerja. Penelitian ini dilakukan untuk

    mengetahui apakah sarana dan prasarana eksisting sekarang sudah mampu memenuhi kebutuhan

    komunitas pemulung, jika belum mengapa hal itu bisa terjadi serta bagaimana ukuran yang pas

    bagi komunitas pemulung untuk memenuhi ketersediaan sarana dan prasarana pada

    permukimanya mengingat adanya keterbatasan lahan pada kawasan permukiman komunitas

    pemulung.

    Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang

    telah membantu dan memperlancar dalam memberi arahan, dorongan, bantuan teknis, danmotivasi yang sangat berarti bagi penulis sehingga peneliti mampu menyelesaikan tugas akhir

    ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

    1. Bapak Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur yang telah menjadi

    pendukung dalam setiap kompetisi yang diikuti penulis.

    2. Bapak Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

    3. Ibu Istijabatul Aliyah, ST, MT selaku dosen pembimbing, yang telah memberi banyak

    sekali memberikan bantuan, perhatian dan arahan sampai terselesaikannya tugas akhir ini.

    4.

    Bapak Ir. Soedwiwahjono MT selaku dosen pembimbing, yang telah memberi banyak

    sekali memberikan bantuan, perhatian dan arahan sampai terselesaikannya tugas akhir ini.

    5. Ayah dan ibu yang telah memberikan dukungan kepada penulis dan selalu memanjatkan

    doa doanya ketika penulis sedang menghadapi kesulitan serta adik-adik penulis yang

    selalu memberikan keceriaan dan semangat untuk selalu mengejar cita-cita. Bule, Om dan

    Budhe n Pakde yang mengajarkan banyak ilmu hidup. Terimakasih telah menjadi bagian

    terindah dalam hidup penulis. AKU SAYANG KALIAN.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    6/129

    vi

    6. Ibu dan bapak dosen program studi Perencanaan Wilayah dan Kota dan jurusan Arsitektur

    yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.

    7. Ibu Isti Andini ST, MT terimakasih telah banyak memberikan pengetahuan ketika penulis

    sedang merasakan kebingungan pada saat mengerjakan tugas akhir.

    8. Yusnita Aulia Nurani, ST. terimakasih banyak sudah menemani saya selama ini, mulai dari

    pertama kali saya masuk kuliah sampai akhirnya SAYA LULUS. Terimakasih banyak atas

    doa dan usahanya diwaktu sedih dan senang karena kamu selalu ada buat saya. Cukup saya

    yang tau arti spesialnya kamu, aku sayang kamu beh.

    9. Teman Teman yang paling istimewa, My Best Friend Sulistyo Nugroho n Scholastica

    Y.H yang selama ini saya anggap se-visi dalam hidup dan pemikiran, banyak pemikiran

    brilian yang saya dapat dari kalian dan rahasia diantara kalian, sssttttcukup saya yang

    tau. Begitu juga buat Pramudya, Ita, Muftia, Dhoni, Adri Agung, Eko Ardianto, Gian WC,

    Dicky. Kalian semua sangat berharga buat saya dan ga akan pernah saya lupain kebaikan

    kalian yang selalu ada disaat saya butuh, Best Friend Always.

    10.

    My Gank Dewa-Dewi : Annas, Agastya, Galih, Ahmam, Apep, Aya, Era, Prima, Bue,

    TM, Ida, Toni, Ibnu, Andon, Teo dan Rosalia. Makasih banyak sudah menjadi keluarga

    baru saya selama saya merantau, beruntung bisa kenal kalian semua.

    11.Teman teman PWK 2008 Universitas Sebelas Maret.

    Dalam penelitian ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dikarenakan

    keterbatasan ilmu dan waktu yang dimiliki penulis. Akhir kata, penulis berharap, penelitian ini

    dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan wilayah dan dapat menjadi referensi bagi

    penelitian berikutnya yang lebih mendalam mengenai kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta

    sebagai metropolitan yang berkelanjutan. Tidak lupa, penulis mengharapkan saran yang

    membangun demi perbaikan penulis.

    Surakarta, Januari 2013

    Peneliti

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    7/129

    vii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL.................................................................................................................i

    HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................ii

    ABSTRAKSI..............................................................................................................................iii

    KATA PENGANTAR..............................................................................................................v

    DAFTAR ISI..............................................................................................................................vii

    DAFTAR TABEL.....................................................................................................................x

    DAFTAR GAMBAR................................................................................................................xi

    DAFTAR PETA........................................................................................................................xii

    DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................xiii

    DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................xiv

    Bab 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................1

    A.

    Latar Belakang ........................................................................................................1

    B. Rumusan Masalah Penelitian.................................................................................4

    C. Tujuan dan Sasaran Penelitian ...............................................................................4

    1.Tujuan .................................................................................................................4

    2.Sasaran................................................................................................................5

    D. Batasan Penelitian ....................................................................................................5

    1.Batasan Substansial ...........................................................................................5

    2.Batasan WIlayah ................................................................................................5

    E. Manfaat Penelitian..................................................................................................6

    1. Bagi Akademisi..................................................................................................6

    2. Bagi Praktisi .......................................................................................................6

    F. Sistematika Penulisan.............................................................................................6

    Bab 2 TINJAUAN TEORI .......................................................................................................8

    A.

    Gambaran Umum Pemulung .................................................................................8

    1. Pemulung Merupakan Sektor Informal ............................................................9

    2. Karakteristik Pemulung .....................................................................................11

    3. Aktivitas Pemulung ...........................................................................................14

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    8/129

    viii

    B. Pengertian Permukiman .........................................................................................16

    1. Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman..................................18

    2. Kebutuhan dasar minimal suatu rumah ............................................................19

    3. Karakteristik Permukiman Informal .................................................................20

    4. Review Pola Permukiman .................................................................................25

    C. Pengertian Sarana dan Prasarana ...........................................................................28

    1.Penyediaan Sarana dan Prasarana.....................................................................29

    2.Akses Pemulung Terhadan Sarana dan Prasarana ...........................................31

    3.Review Kebutuhan Sarana dan Prasarana ........................................................32

    Bab 3 METODE PENELITIAN ..............................................................................................38

    A. Pendekatan Penelitian ............................................................................................38

    B. Jenis Penelitian .......................................................................................................38

    C. Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................39

    D. Konsep Penelitian ...................................................................................................44

    E.

    Teknik Analisis .......................................................................................................48

    Bab 4 KAJIAN WILAYAH STUDI ........................................................................................53

    A. Lokasi dan Kawasan Studi .....................................................................................53

    B. Sebaran dan Jangkauan Sarana Eksisting .............................................................54

    C. Prasarana dan Utilitas Eksisting ............................................................................61

    D. Karakteristik Pemulung..........................................................................................64

    1. Klasifikasi Pemulung.........................................................................................64

    2. Akivitas Pemulung.............................................................................................72

    3. Karakteristik Hunian Pemulung........................................................................80

    E.

    Upaya Pemerintah Kota dalam Pemenuhan Sarana dan Prasarana.....................85

    1. Sikap Pemerintah ...............................................................................................85

    2. Program Pemerintah ..........................................................................................87

    F. Karakteristik Kebutuhan Sarana dan Prasarana Permukiman Pemulung ...........89

    1. Karakteristik Kebutuhan minimum sarana dan prasarana bermukim

    komunitas pemulung ........................................................................................89

    2. Karakteristik kebutuhan minimum sarana dan prasarana bekerja

    komunitas pemulung ........................................................................................91

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    9/129

    ix

    Bab 5 ANALISIS TINGKAT PEMENUHAN SARANA DAN PRASARANA

    KOMUNITAS PEMULUN ...........................................................................................93

    Bab 6 PENUTUP ......................................................................................................................114

    A. Kesimpulan ........................................................................................................114

    B. Saran ...................................................................................................................115

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    10/129

    x

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Tabel Perbedaan Sektor Informal dan Sektor Formal ........................................11

    Tabel 2.2 Tabel Kebutuhan Sarana dan Prasarana Permukiman ........................................35

    Tabel 2.3 Penyediaan Prasarana Permukiman .....................................................................37

    Tabel 3.1 Tabel Kebutuhan Data ..........................................................................................42

    Tabel 3.2 Tabel Variabel Penelitian .....................................................................................45

    Tabel 3.3 Analisis Penelitian ................................................................................................51

    Tabel 4.1 Luas tanah Menurut Penggunaa nya .....................................................................54

    Tabel 4.2 Jumlah Rumah di Kelurahan Pojok .....................................................................55

    Tabel 4.3 Sarana Pendidikan di Kelurahan Pojok ...............................................................55

    Tabel 4.4 Sebaran Sarana Peribadatan di Kelurahan Pojok ................................................58

    Tabel 4.5 Data Jalan di Kelurahan Pojok Kota Kediri ........................................................62

    Tabel 4.6 Sebaran Sumber air bersih di Kelurahan Pojok ..................................................63

    Tabel 4.7 Pola keuangan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok ..................................67

    Tabel 4.8 Pendidikan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok .......................................68

    Tabel 4.9 Tingkat Pendidikan Anak Anak Komunitas Pemulung ..................................68

    Tabel 4.10 Klasifikasi Komunitas Pemulung di Kelurahan Pojok .......................................69

    Tabel 4.11 Keluhan kesehatan komunitas pemulung di Kelurahan Pojok...........................72

    Tabel 4.12 Jumlah Pemulung Menurut Daerah Asal di Kelurahan Pojok ...........................73

    Tabel 4.13 Penggunaan Sarana transportasi penunjang menurut klasifikasi

    pekerjaan................................................................................................................78

    Tabel 4.14 Rencana Program Pemerintah Kota Kediri .........................................................88

    Tabel 4.15 Kebutuhan minimum sarana dan prasarana bermukim ......................................89

    Tabel 4.16 Kebutuhan minimum sarana dan prasarana bekerja ...........................................91

    Tabel 5.1 Analisis Tingkat Pemenuhan Sarana dan Prasarana Komunitas

    Pemulung ...............................................................................................................94

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    11/129

    xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Tipe- tipe pola permukiman menurut Wiraatmaja .........................................26

    Gambar 2.2 Tipe pola permukiman menurut Sri Narni ......................................................27

    Gambar 2.3 Bentuk pola permukiman memusat.................................................................28

    Gambar 3.1 Kerangka analisis .............................................................................................50

    Gambar 4.1 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana pendidikan di Kelurahan

    Pojok .................................................................................................................56

    Gambar 4.2 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana kesehatan di Kelurahan

    Pojok .................................................................................................................58Gambar 4.3 Sebaran dan jangkauan pelayanan sarana peribadatan di Kelurahan

    Pojok .................................................................................................................59

    Gambar 4.4 Sebaran dan gambaran sarana pariwisata, sarana pertahanan dan

    kantor Kelurahan Pojok ...................................................................................60

    Gambar 4.5 Sebaran dan gambaran sarana kebersihan dan sarana perdagangan

    dan jasa di Kelurahan Pojok ............................................................................61

    Gambar 4.6 Gambaran Prasarana Jalan di Kelurahan Pojok .............................................62

    Gambar 4.7 Gambaran Jaringan Listrik dan Telepon di Kelurahan Pojok .......................64

    Gambar 4.8 Siklus pola pekerjaan pertama di kawasan penelitian....................................65Gambar 4.9 Siklus pola pekerjaan kedua di kawasan penelitian .......................................65

    Gambar 4.10 Siklus pola pekerjaan ketiga di kawasan penelitian .......................................66

    Gambar 4.11 Diagram tingkat pendapatan menurut klasifikasi pekerjaan..........................69

    Gambar 4.12 Diagram tingkat pengeluaran uang menurut klasifikasi pekerjaan ...............70

    Gambar 4.13 Aktivitas sosial komunitas pemulung di Kelurahan Pojok ............................74

    Gambar 4.14 Morfologi pola bermukim komunitas pemulung di Kelurahan Pojok ..........75

    Gambar 4.15 Sarana transportasi pendukung komunitas pemulung di Kelurahan

    Pojok .................................................................................................................95

    Gambar 4.16 Interaksi Sosial Komunitas Pemulung ............................................................96

    Gambar 4.17 Kondisi dan jenis bangunan di Permukiman Pemulung Kelurahan

    Pojok .................................................................................................................97

    Gambar 4.18 Peruntukan Hunian Pemulung di Kelurahan Pojok .......................................81

    Gambar 4.19 Kebutuhan Sarana dan Prasarana Bekerja Komunitas Pemulung .................93

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    12/129

    xii

    DAFTAR PETA

    Peta 01 Peta Sebaran Permukiman Pemulung di Kelurahan Pojok ................................76

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    13/129

    1

    BAB IPENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Perkembangan kotakota di Indonesia pada umumnya senantiasa menuai kompleksitas

    permasalahan ketika dihadapkan pada proses penyusunan rencana tata ruang wilayah

    (RTRW). Salah satu permasalahan yang mengemuka dalam beberapa dasawarsa terakhir

    adalah kemunculan sektor informal yang sangat rumit pengendaliannya. Hal ini disebabkan

    arus urbanisasi penduduk dari desa ke kota tidak terkendali sehingga mengakibatkanpeningkatan jumlah penduduk di suatu kota. Di Indonesia urbanisasi sering diidentikan

    dengan migrasi ke kota karena realitanya memang hanya berupa perpindahan penduduk dari

    desa ke kota tanpa disertai dengan perubahan sosial budaya maupun aktivitas ekonominya.

    Migrasi yang demikian itu terjadi bukan karena terbukanya lapangan kerja oleh

    perkembangan industri atau jasa melainkan karena ajakan kerabat atau menaruh harapan

    bahwa kota akan memberikan sumber penghidupan yang lebih baik. Banyak diantara mereka

    yang tidak mampu mencapai hal tersebut sehingga menciptakan lapangan kerjanya sendiri

    yang kita sebut sektor informal (Kuswartojo, 2005).

    Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan ekonomi yang lebih

    cenderung menyandarkan pada strategi pertumbuhan telah memberikan kesempatan yang

    lebih besar pada kegiatan-kegiatan sektor ekonomi formal atau modern untuk berkembang

    dan memberikan kontribusi yang terus meningkat pada Produk Domestik Regional Bruto

    (PDRB). Namun langkah dan strategi ini telah menimbulkan berbagai implikasi, salah

    satunya adalah masalah kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah penduduk yang menggeluti

    sektor ekonomi formal baru terasa pasca terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 lalu,

    banyak sekali pekerja formal yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga

    jumlah pengangguran meningkat. Hal ini mengakibatkan, masyarakat yang sebelumnya

    bekerja di sektor formal banyak yang pindah ke sektor informal demi mempertahankan

    hidupnya (Wirakartakusumah, 1998).

    Bagi para pekerja informal, keberadaan ruangruang terbuka hijau di tengah kota yang

    sebelumnya berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan dan taman bermain bagi anak anak

    merupakan alternatif bagi mereka untuk dijadikan sebagai tempat tinggal dan sarana untuk

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    14/129

    2

    menjajakan barang daganganya. Hal ini juga terjadi pada kawasan pinggiran kota, misalnyaseperti di tempat tempat pembuangan sampah, banyak diantara para pekerja informal yang

    membangun rumah untuk bermukim sekaligus bekerja dengan cara mengambil sampah

    sampah yang sekiranya mampu dimanfaatkan kembali (Wirakartakusumah, 1998).

    Pemulung merupakan salah satu contoh kegiatan sektor informal. Para pemulung

    melakukan pengumpulan barang - barang bekas karena adanya permintaan dari para industri -

    industri pendaur ulang bahan bekas. Adapun bahan-bahan bekas yang sering diminta biasanya

    berupa plastik, kertas bekas, bahan bekas dari kaca, besi tua dan sebagainya. Dalam realitas di

    masyarakat, keberadaan pemulung dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda. Disatu sisi,profesi pemulung ini mampu memberikan peluang kerja kepada pemulung itu sendiri ketika

    pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk mereka yang sangat

    membutuhkan pekerjaan. Keterbatasan akan pendidikan dan keterampilan, bukan menjadi

    hambatan bagi para pemulung untuk berusaha. Namun di sisi lain, keberadaan pemulung

    dianggap mengganggu kebersihan, keindahan, ketertiban, kenyamanan, dan keamanan

    masyarakat. Seringkali mereka dipukuli atau diusir dari tempat mereka mencari nafkah, tanpa

    memberikan solusi yang terbaik bagi mereka (Chandrakirana & Sadoko 1994).

    Keberadaan pemulung biasanya membentuk suatu komunitas pada suatu kawasan yang

    berada didalam suatu kota, walaupun keberadaanya kurang diperhitungkan akan tetapi

    eksistensinya tetap ada di setiap kota meskipun secara spasial komunitas ini hanya mendapat

    tempat di pinggiran kota karena keberadaanya memang sangat berbanding lurus dengan

    keberadaan tempat pembuangan akhir sampah. Selain itu komunitas mereka juga dianggap

    sebagai kaum marginal yang eksistensinya kurang diharapkan bagi beberapa komunitas

    masyarakat kota karena sebagian masyarakat umum beranggapan bahwa perilaku mereka

    yang terkadang mencerminkan perilaku kriminalitas seperti mencuri barang barang bekas /

    besi tua yang sudah usang. Namun ada juga sebagian masyarakat yang mengakui pentingnya

    keberadaan pemulung, misalnya dengan mengelompokan barang barang yang sekiranya

    tidak dapat mereka gunakan lagi untuk diberikan kepada pemulung, selain itu karena tidak

    semua kawasan permukiman memiliki petugas sampah yang mau mengambil sampah setiap

    paginya sehingga bisa dengan cara membayar pemulung untuk mengangkut sampahnya.

    Komunitas pemulung juga merupakan bagian dari komunitas yang berada didalam suatu

    kota yang kebutuhan akan sarana permukiman juga harus terpenuhi, terutama bagi para

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    15/129

    3

    pemulung yang secara administrasi dikatakan sah sebagai penduduk asli kota / atau kabupatentersebut, sehingga dari sisi perencanaan kota keberadaanya harus tetap diperhitungkan. Tri

    Rismaharini / Walikota Surabaya menjelaskan pada dasarnya komunitas pemulung sama

    halnya dengan masyarakat informal lainnya, mereka membentuk komunitas untuk tinggal di

    suatu kawasan tertentu karena perbedaan persepsi antar sesama masyarakat menganggap

    bahwa mata pencarian mereka tidak lazim (Republika, 16 september 2011). Aksesibilitas

    mereka untuk mencapai sarana dan prasarana yang disediakan pemerintahpun terkesan

    kurang memihak, sarana prasarana yang ada pada kawasan permukiman pemulung juga tidak

    seperti kawasan permukiman formal yang akses terhadap sarana dan prasarana dapatterpenuhi dengan mudah karena pemerintah mendukung kawasan permukiman formal hal ini

    dibuktikan dengan adanya peraturan yang mengatur tentang ketersediaan sarana dan

    prasarana di dalam permukiman formal didalam SNI.

    Permukiman informal merupakan kumpulan perumahan yang dibangun dengan cara

    perorangan dengan sistem kerja sederhana tanpa perorganisasian yang resmi dalam

    penyediaan fasilitas lingkungan dan permukimannya. Lahan permukiman biasanya berupa

    lahan kosong yang status kepemilikanya tidak jelas atau milik negara dengan fasilitas

    lingkungan yang seadanya atau sudah diolah secara sederhana (Johan Silas, 1993).

    Permukiman informal muncul karena aktivitas yang dilakukan oleh komunitas didalamnya

    tidak bisa membuat para penghuninya berada di permukiman formal. Kondisi seperti ini dapat

    dijumpai di permukiman pemulung, dimana para penghuninya melakukan aktivitas yang

    jarang dijumpai di permukiman formal. Dari beberapa preseden yang ada komunitas

    pemulung biasanya melakukan kegiatan pemilahan sampah disekitar rumahnya.

    Penanganan penyediaan sarana dan prasarana perumahan yang dilakukan oleh

    pemerintah maupun swasta sepertinya belum mampu menyentuh sebagian besar masyarakat

    kota yang tinggal di suatu kawasan, khusunya permukiman informal seperti permukiman

    pemulung, karena banyak pihak yang beranggapan bahwa pemenuhan sarana dan prasarana

    pada kawasan tersebut sangat rentan sekali akan terjadinya konflik sosial. Secara tidak

    langsung penanganan sarana dan prasarana lebih mengkomersialkan perumahan sebagai

    komoditi dagang sehingga harga rumah semakin tinggi dan semakin tidak terjangkau oleh

    masyarakat yang bekerja di bidang ekonomi informal.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    16/129

    4

    Pada permukiman pemulung khususnya di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto KotaKediri yang memang jaraknya tidak jauh dari eksisting TPA Pojok, merupakan kawasan

    permukiman pemulung dimana kurang terdapat sarana dan prasarana permukiman yang layak

    seperti kondisi jalan yang rusak, belum adanya tempat penampungan barang bekas dan

    pemilahan barang yang layak serta tidak tersedianya MCK umum. Harusnya hal hal

    semacam itu mampu disediakan oleh para stakeholder yang bertanggung jawab dalam

    memenuhi kebutuhan komunitas pemulung terhadap sarana dan prasarana. Kurangnya sarana

    dan prasana pendukung yang ada membuat komunitas ini menimbun barang barang yang

    dihasilkan di teras depan rumahnya masing - masing. Peran pemerintah dalam memberikanbantuan terutama dalam pemenuhan sarana dan prasarana terhadap komunitas pemulung juga

    tidak seperti apa yang pemulung harapkan, minimnya perhatian menjadikan komunitas ini

    membuat sarana penunjang yang mereka butuhkan secara swadaya namun tidak diimbangi

    dengan perwatan, karena biaya perawatan sarana yang ada membutuhkan dana yang cukup

    besar bagi komunitas ini, apalagi mayoritas dari komunitas ini selalu mendapatkan hasil yang

    kurang menentu setiap harinya.

    B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN

    Bagaimanakah pemenuhan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan

    Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri dalam memenuhi kebutuhan pemulung ?

    C. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN

    1. TUJUAN

    a. Mengidentifikasi karakteristik komunitas pemulung dan permukiman pemulung yang ada

    di Kelurahan Pojok Kota Kediri.

    b.

    Mengidentifikasi upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah kota dalam

    memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana didalam permukiman informal bagi komunitas

    pemulung.

    c. Menemukenali karakteristik kebutuhan pemulung terhadap pemenuhan sarana dan

    prasarana di permukiman pemulung yang ada d i Kediri.

    d. Menganalisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana permukiman yang ada dalam

    permukiman pemulung di Kota Kediri.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    17/129

    5

    2. SASARANa.1) Dikenalinya klasifikasi komunitas pemulung.

    2) Dikenalinya aktivitas dari komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kota Kediri.

    3) Dikenalinya karakteristik permukiman komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kota

    Kediri.

    b.1) Teridentifikasinya sikap pemerintah terhadap komunitas pemulung dalam memenuhi

    kebutuhannya dalam penyediaan sarana dan prasarana.

    2) Diketahuinya program pemerintah dalam penyediaan sarana dan prasarana

    permukiman bagi komunitas pemulung di Kota Kediri.c.1) Dikenalinya karakteristik kebutuhan minimum komunitas pemulung terhadap

    pemenuhan sarana dan prasarana permukiman dalam hal melakukan pekerjaan.

    2. Dikenalinya karakteristik kebutuhan minimum komunitas pemulung terhadap

    pemenuhan sarana dan prasarana permukiman dalam hal bermukim di Kediri.

    d.1)

    Diketahuinya hasil analisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana permukiman

    didalam komunitas pemulung menurut standart / regulasi yang ada.

    2) Diketahuinya hasil analisis tingkat pemenuhan sarana dan prasarana menurut peran

    dari komunitas pemulung di kota Kediri.

    D. BATASAN PENELITIAN

    1. Batasan Substansial

    Batasan substansial pada penelitian ini yaitu analisis pemenuhan sarana dan prasarana pada

    permukiman komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri.

    Dengan mengetahui karakteristik pemulung, upaya yang dilakukan pemerintah kediri dalam

    pemenuhan sarana dan prasarana permukiman, kebutuhan sarana dan prasarana komunitas

    pemulung serta peran pemerintah dan pemulung dalam hal penyediaan sarana dan prasarana

    permukiman.

    2. Batasan Wilayah

    Batasan wilayah pada penelitian ini merupakan permukiman pemulung yang secara

    administratif berada di Kota Kediri tepatnya berada di Kelurahan Pojok Kecamatan

    Mojoroto serta keberadaan pemulung sebagai warga asli dari Kota Kediri yang mempunyai

    identitas diri berupa kartu tanda penduduk (KTP).

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    18/129

    6

    E. MANFAAT PENELITIAN1. Bagi Akademisi

    Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi peneliti sehingga lebih

    mengenali peran objek yang diteliti dalam komunitas perkotaan serta bagaimana cara

    komunitas pemulung memenuhi kebutuhannya terhadap sarana dan prasarana dan upaya

    pemerintah dalam mendukung eksistensi dari komunitas pemulung. Selain itu juga

    diharapkan mampu memberikan khasanah ilmu pengetahuan dalam studi perencanaan

    wilayah dan kota.

    2. Bagi PraktisiPenelitian ini diharapkan pula dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dalam

    menetapkan dan melaksanakan kebijakan tertentu serta membantu pemerintah dalam

    merumuskan program terhadap komunitas pemulung yang lebih sesuai dengan kebutuhan

    dalam rangka pemenuhan sarana dan prasarana di permukiman pemulung. Selain itu

    penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat

    sehingga masyarakat dapat mengenali, menyadari dan mengakui keberadaan pemulung.

    Kemudian, bagi LSM sebagai mitra yang biasa dekat dengan kaum bawah diharapkan

    dapat menjadi rujukan dalam merancang program untuk pemulung, baik dengan program

    berupa bantuan-bantuan materil ataupun immateril yang dapat meningkatkan kemandirian

    dan menjembatani komunikasi antara pemulung dengan akademisi, pemerintah dan

    masyarakat luas.

    F. SISTEMATIKA PENULISAN

    Sistematika Penulisan dalam penelitian Analisis Pemenuhan Sarana dan Prasarana pada

    permukiman pemulung di Kota Kediri adalah sebagai berikut :

    BAB I PENDAHULUAN

    Pada tahapan ini berisikan tentang : Latar Belakang, Rumusan Permasalahan,

    Tujuan dan Sasaran Penelitian, Batasan Penelitian, Manfaat Penelitian dan

    Sistematika Penulisan Laporan.

    BAB II TINJAUAN TEORI

    Pada Tahapan ini berisikan tentang panduan dan teori yang terkait dengan

    penelitian yang dikerjakan oleh peneliti yaitu analisis pemenuhan sarana dan

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    19/129

    7

    prasarana pada permukiman komunitas pemulung di Kota Kediri. Pedoman dantinjauan teori yang ada dapat digunakan sebagai alat untuk acuan dan kontrol pada

    bab analisis dalam penyusunan laporan penelitian tugas akhir.

    BAB III METODE PENELITIAN

    Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang

    mempunyai langkah langkah sistmatis. Metodelogi adalah suatu pengkajian dalam

    memperoleh peraturan peraturan suatu metode. Prosedur membantu peneliti

    dalam memberikan urutan urutan pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu

    penelitian sedangkan teknik penelitian memberikan alat ukur apa saja yangdigunakan dalam suatu penelitian.

    BAB IV GAMBARAN UMUM KAWASAN STUDI

    Data yang disajikan pada tahap ini disusun berdasarkan indikator penelitian yang

    menjadi dasar dalam proses pembahasan sehingga mampu menjawab tujuan dan

    sasaran penelitian. Data yang disajikan antara lain adalah karakteristik pemulung,

    kebutuhan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung di Kelurahan Pojok

    Kecamatan Mojoroto Kota Kediri.

    BAB V PEMBAHASAN

    Pembahasan merupakan bagian yang mengemukakan mengenai analisis dan

    pembahasan teoritis untuk memperoleh jawaban dari perumusan masalah. Dalam

    tahapan ini kan dilakukan analisis mengenai pemenuhan sarana dan prasarana

    permukiman pada komunitas pemulung di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto

    Kota Kediri. Hasil dari pembahasan ini diharapkan mampu menjawab rumusan

    permasalahan yaitu pemenuhan sarana dan prasarana pada permukiman pemulung.

    BAB VI PENUTUP

    Penutup merupakan bagian akhir dari penelitian yang berisi kesimpulan dan

    rekomendasi. Kesimpulan merupakan gambaran singkat hasil penelitian, baik

    yang berkaitan tentang hal yang di temui di lapangan maupun hasil sintesis

    pembahasan. Rekomendasi merupakan usulan dan masukan untuk penulis, objek

    penelitian maupun untuk penelitian selanjutnya.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    20/129

    8

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    A. Gambaran Umum Pemulung

    Pemulung adalah orang yang memungut barang-barang bekas atau sampah tertentu

    seperti : plastik, kertas bekas, kaleng, dsb. untuk proses daur ulang. Secara umum hidup

    Pemulung berpindah-pindah dari satu TPA (Tempat Pembuangan Akhir) ke TPA lain karena

    lokasinya berada di berbagai tempat. Dimanapun lokasi Tempat Pembuangan Akhir berada

    pemulung senantiasa mengikutinya dengan caranya sendiri. Gambaran tersebut juga terjadi

    pada pemulung yang berada di pemukiman penduduk, sekitar stasiun dan pasar. Bagi

    sebagian besar pemulung Tempat Pembuangan Akhir adalah "ladang" dalam

    menggantungkan hidup sehari-hari. Alasan pemulung melakukan pekerjaan memulung

    sasarannya sudah jelas dan tidak ada peluang untuk mendapatkan pekerjaan lain. Sebagian

    besar pemulung cenderung lebih memilih bekerja disekitar TPA dari pada harus berjalan

    jauh menuju rumah rumah penduduk untuk mendapatkan nafkah. Hal ini juga menjadi

    alasan untuk mengajak saudara, teman dan orang lain mengikuti jejak menjadi pemulung.

    Pemulung berani tinggal di sebuah gubuk reot, berdinding kardus dan beratap plastik.

    Walaupun tempat tinggalnya tidak layak namun kenyataannya para pemulung mampu

    bertahan menghadapi berbagai masalah dalam kondisi apapun1.

    Dinas Kebersihan Daerah Khusus Ibukota Jakarta (1990) dalam Simanjuntak (2002)

    memberikan kesepakatan cara pandang mengenai pemulung, yaitu:

    a. Pemulung adalah bagian masyarakat atau Warga Negara Indonesia (WNI) yang

    mempunyai hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan Undang-Undang Dasar

    (UUD) 1945.

    b. Pemulung adalah pelaku penting dalam proses daur ulang (recycling) sampah sebagai

    salah satu bagian dalam penanganan sampah perkotaan maupun pedesaan.c.

    Pemulung adalah salah satu pemelihara lingkungan hidup yang menyerap sebagian

    sampah untuk dapat diolah menjadi barang yang berguna bagi masyarakat.

    d.

    Pemulung adalah orang yang bekerja memunguti dan mengumpulkan sampah dan

    memanfaatkan sampah-sampah tersebut untuk menambah penghasilan.

    1 Dikutip dari Kajian model pengembangan usaha di kalangan pemulung oleh Deputi bidang pengkajian sumberdaya

    UKMK Dr. Ir. Pariaman Sinaga MM. Jakarta.2008.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    21/129

    9

    Ada berbagai macam hal yang perlu diketahui tentang keberadaan pemulung di

    perkotaan. Dalam bagian ini akan dijelaskan secara mendetail tentang kelompok sosial

    pemulung, pemulung merupakan sektor informal, karakteristik pemulung, sudut pandang

    masyarakat dan pemerintah terhadap pemulung.

    1. Pemulung merupakan Sektor Informal

    Konsep mengenai sektor informal mulai diperbincangkan semenjak penelitian yang

    dilakukan oleh Keith Hart di Acra (Ghana) pada tahun 1971. Ia menyebut sektor informal ini

    sebagai kegiatan ekonomi periperal yang mana sektor ini menyediakan pelayanan pokok

    yang dibutuhkan dalam kehidupan kota. Menurut Hart, kesempatan dalam memperoleh

    penghasilan dapat dibagi menjadi t iga bagian, yaitu sektor formal, sektor informal sah, dansektor informal tidak sah. Namun karena sulitnya memberikan batasan antara sektor

    informal yang sah dengan yang tidak sah, maka banyak peneliti yang cenderung hanya

    menggunakan konsep sektor formal dan informal dalam memperoleh kesempatan bekerja

    (Hart, 1985).

    Sjahrir (1986) menyebutkan bahwa sektor informal sebagai unit kegiatan ekonomi

    dengan skala usaha yang besar maupun kecil serta dapat memberikan peluang pada setiap

    individu-individu untuk memaksimalisasi sumberdaya dan tenaga kerja yang ada dengan

    biaya seminim mungkin. Sementara itu paradigma lainnya yang dikemukakan oleh Anis

    Ananta dalam Muhyidin (2009:2), menyebutkan bahwa sektor informal sering dilihat

    sebagai sektor sisa atau alternatif terakhir bagi pencari kerja, namun pekerja pada sektor

    informal belum tentu terdiri dari orang yang putus asa dalam mencari pekerjaan di sektor

    formal. Muzakir (2010:1) mengemukakan bahwa sektor informal merupakan salah satu

    alternatif kesempatan kerja yang mampu menampung tenaga kerja tanpa persyaratan tertentu

    seperti tingkat pendidikan dan keterampilan kerja. Hal ini merupakan salah satu faktor utama

    yang memudahkan tenaga kerja untuk memasuki sektor informal dan semakin mengukuhkan

    kehadirannya sebagai penyangga terhadap kelebihan tenaga kerja.

    Hans-Dietr Evers (1991) dalam bukunya menyebutkan bahwa sektor informal sebagai

    ekonomi bayangan atau ekonomi bawah tanah (underground economy) yang didefinisikan

    sebagai kegiatan apa saja mulai dari kegiatan didalam rumah tangga, jual beli yang tidak

    dilaporkan dinas pajak, wanita bekerja yang tidak dibayar, sampai dengan penggelapan

    pajak, pekerja gelap, serta berbagai kegiatan perekonomian yang bertentangan dengan

    praktik ekonomi legal. Tampaknya tidak ada batasan yang pasti untuk mendefinisikan sektor

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    22/129

    10

    informal, karena hal ini tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakoninya. Namun secara

    umum, batasan mengenai sektor informal dapat dilihat dari ciri-ciri sektor informal, berikut

    ini untuk mempermudah mengenali bentuk wajah dari sektor informal, beberapa ahli

    membuat generalisasi pencirian yang berbeda beda dari suatu sektor informal. Beberapa

    ciri sektor informal antara lain:

    a. Seperti yang dimiliki oleh setengah penganggur, yaitu pada umumnya pelaku bekerja

    sendiri tanpa bantuan orang lain atau bekerja dengan dibantu anggota rumah tangga

    atau buruh tidak tetap, bekerja dengan jam kerja yang tidak teratur dan jumlah jam

    yang jauh dari kewajaran atau di atas kewajaran, melakukan bermacammacam

    kegiatan yang tidak sesuai dengan pendidikan atau keahliannya (Wirosarjono, 1982

    dalam Damanhuri, 1983),

    b. Skala usaha yang relatif kecil (dalam konteks ekonomi makro) dan kecenderungan

    beroperasi di luar sistem regulasi (Sethurahman, 1985),

    c.

    Untuk menopang aktifitasnya cenderung digunakan teknologi yang tepat guna dan

    memiliki sifat yang padat karya (Subangun 1994: 53-54),

    d. Tenaga kerja yang bekerja dalam aktivitas sektor ini umumnya terdidik atau terlatih

    dalam pola pola yang tidak resmi sehingga tidak membutuhkan keahlian khusus,

    serta secara luwes dapat menyerap berbagai tingkat pendidikan ketenagakerjaan,

    (Subangun 1994: 53-54),

    e. Umumnya setiap satuan usaha memperkerjakan tenaga yang sedikit yang biasanya

    dari lingkungan hubungan kekeluargaan, kenalan, atau berasal dari daerah yang sama,

    (Subangun 1994 : 53-54)

    f.

    Seluruh aktivitas dalam sektor ini berada diluar jalur yang diatur pemerintah sehingga

    belum tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan pemerintah (Subangun

    1994 : 53-54),

    g.

    Sektor yang tidak terproteksi dan tidak memiliki hubungan kerja kontrak jangkapanjang (Chandrakirana & Sadoko 1994),

    h. Pada umumnya dilakukan untuk melayani golongan masyarakat yang berpenghasilan

    rendah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Swasono, 1994),

    i. Belum mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan, dan lain sebagainya

    (Sukesi, 2002).

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    23/129

    11

    Masih banyak ahli lain yang memaparkan ciri ciri sektor informal seperti Hidayat

    (1988), Bognasco (1990:161), Budiyono (1985: 26-29), Roberts (1985), Gershuny dan Phal

    (1980 : 7), Swasno (1994), Departemen Tenaga Kerja RI (1985: 1-2) yang semua

    definisinya tidak jauh berbeda dengan deskripsi diatas. Untuk mengetahui lebih dalam lagi

    ciri ciri sektor informal maka berikut ini adalah perbedaan antara sektor formal dengan

    sektor informal :

    Tabel 2.1 Perbedaan antara sektor formal dan informal

    No Karakteristik Sektor Formal Sektor Informal1 Teknologi Capital Intensive Labour Intensive

    2 Organisasi Birokratis Hubungan Kekeluargaan

    3 Waktu Kerja Teratur Tidak teratur4 Modal Berlebih Cenderung pas-pasa n /

    kurang5 Upah Kerja Teratur Tidak Teratur

    6 Kualitas Barang Berkualitas Tidak Berkualitas

    7 Harga Pas Cenderung bisa negosiasi8 Sistim Pinjaman Dari bank atau institusi

    yang sama dengan bank.

    Pribadi dan bukan bank

    9 Keuntungan Tinggi Menengah kebawah

    10 Hubungan dengan mitra Secara formal Secara Pribadi

    11 Promosi / Iklan Penting Kurang Penting

    12 Pemanfaatan barang bekas Tidak berguna Berguna

    13 Modal Tambahan Indispensable Dispansable

    14 Peran Pemerintah Besar Hampir tidak tau15 Ketergantungan Terhadap

    dunia luar (Ekspor)

    Besar Kecil

    Sumber : Gery (1987)

    Merujuk dari beberapa sumber data dan pernyataan diatas yang dirumuskan oleh para ahli

    maka dapat teridentifikasi bahwa pemulung juga merupakan bagian dari sektor informal.

    2. Karakteristik Pemulung

    Pemahaman posisi pelaku-pelaku sektor informal dalam struktur yang lebih luas, hanya

    dapat diperoleh dengan menggali dinamika yang berlaku spesifik pada suatu bidang usaha

    tertentu (Chandrakirana & Sadoko 1994). Dalam hal ini, pelaku sektor informal yang dikaji

    adalah pemulung. Menurut Nelson (1991) dalam Pramuwito (1992), pemulung dibatasi

    sebagai seorang atau sekelompok manusia yang penghidupannya diperoleh dari mencari atau

    mengumpulkan barang-barang bekas yang telah terbuang di tempat pembuangan sampah

    sebagai barang dagangan.

    Wurdjinem, (2001) dalam bukunya Interaksi Sosial dan Strategi Survival Para Pekerja

    Sektor Informal merumuskan pemulung adalah bentuk aktivitas dalam mengumpulkan

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    24/129

    12

    bahan-bahan bekas yang masih bisa dimanfaatkan (daur ulang). Aktivitas tersebut terbagi ke

    dalam tiga klasifikasi diantaranya, agen, pengepul, dan pemulung. Definisi dari pengepul

    adalah orang yang mempunyai modal atau dukungan modal untuk membeli beberapa jenis,

    atau satu jenis barang bekas dari pemulung. Jasa lapak selain sebagai pembeli tetap adalah ia

    menanggung sarana transportasi untuk mengambil barang bekas dari pemukiman liar,

    sehingga para pemulung yang menjadi anak buahnya tidak perlu menanggung biaya

    angkutan sementara Agen merupakan pelaku industri daur ulang yang bahan bakunya

    berasal dari sampah yang sudah dipilah oleh pemulung.2

    Faktor yang menentukan seseorang bekerja sebagai pemulung antara lain adalah

    tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan aksesbilitas dalam bidang pekerjaan juga

    rendah, disamping itu cakrawala pemikiran relatif sempit. Pendidikan rendah merupakan

    salah satu ciri penduduk miskin (Wurdjinem, 2001). Selain itu, modal yang dimiliki sangat

    terbatas, sehingga sarana yang digunakan oleh para pemulung sangat sederhana yaitu karung

    plastik dan gancu untuk menyungkit sampah atau barang bekas. Pada umumnya pendapatan

    para pemulung jika diakumulasi kurang lebih dibawah Rp. 200.000/bulan (Wurdjinem,

    2001). Pada umumnya tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi hasil pendapatan yang

    diperoleh seperti penelitian yang dikemukakan Sinaga (2008:127) bahwa semakin tinggi

    tingkat pendidikan, maka semakin tinggi peluang kerja sehingga semakin tinggi pendapatan

    dan status sosialnya. Sehingga dapat diasumsikan bahwa pendapatan pemulung rata rata

    berpenghasilan rendah karena tingkat pendidikan yang rendah.

    Pilihan bekerja sebagai pemulung merupakan alternatif utama bagi para migran yang

    ingin bekerja namun tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang memadai walaupun

    dipandang sebelah mata, profesi ini masih tetap diminati karena kemudahan akses para

    migran untuk diterima bekerja. Beberapa faktor lainnya adalah:

    a. Tidak memerlukan keahlian tertentu (Sjahrir, 1986). Hanya dengan modal tenaga, para

    pekerja di sektor informal sudah dapat menghasilkan sesuatu. Sebagai contohpekerjaan memulung. Menurut keterangan seorang pemulung karena sumberdaya

    manusianya rendah, usaha yang paling mudah mendapatkan uang adalah memulung.

    Pekerjaan tersebut tidak memerlukan pemikiran yang berat, asalkan tidak malu, dapat

    dipastikan mendapatkan uang (Permanasari, 2003).

    2 Dikutip dari Jurnal Pemanfaatan Daur Ulang Limbah Plastik Dan Logam sebagai Sumber Pembuatan Peraga

    Pendidikan Inovatif dalam Rangka Peningkatan Pendapatan masyarakat Pemulung Di Desa Jatisarono Kulonprogo

    oleh Sugi Rahayu, Diyah Purwaningsih dan Pujianto. 2009.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    25/129

    13

    b. Tidak memerlukan persyaratan atas tingkat pendidikan tertentu. Menurut penelitian

    dari Simanjuntak (2002), secara keseluruhan para pemulung di Bantar Gebang

    mengenyam pendidikan sampai pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

    (SLTP), yaitu sebesar 14,5 %, tamat Sekolah Dasar (SD) sebesar 73,6 %, tidak tamat

    SD sebesar 19,6 %, dan sisanya tidak sekolah sebesar 4 %. Pemulung di Luar Bantar

    Gebang paling banyak merupakan tamatan dari Sekolah Dasar yaitu sebesar 43,75 %,

    tidak pernah sekolah 27 %, tidak tamat SD 18, 75 %, pemulung yang menyelesaikan

    SLTP 8,33 % dan yang tamat Sekolah Menengah Umum (SMU) sebesar 2,0 %.

    Penelitian ini menunjukkan bahwa pemulung yang bekerja di sektor ini pada

    umumnya berpendidikan rendah. Dengan demikian dapat dipahami bila para pemulung

    sulit untuk diterima di sektor formal karena memiliki tingkat pendidikan yang sangat

    rendah.

    Upah kerja para pemulung didasarkan atas jumlah dalam bentuk berat kertas dan

    kardus bekas serta barang lain yang dikumpulkan. Menurut hasil penelitian Sinaga (2008;58)

    bahwa pemulung tidak independen dalam menentukan harga, bahkan dapat dikatakan untuk

    membeli pembeli yang terbaikpun tidak bisa. Pemulung harus menyetor penghasilannya

    kepada penadah/lapak hanya Rp 500,00/kg dengan hasil yang didapat kurang lebih 30-40

    kg/hari atau dengan kata lain pendapatan pemulung berkisar antara Rp15.000 Rp 20.000.

    Perolehan bahan daur ulang yang dihasilkan oleh pemulung tidak tentu setiap harinya

    sehingga pendapatan mereka bersifat fluktuatif.3

    Rendahnya tingkat pendapatan membuat pemulung menguras otak untuk mengatur

    pengeluaran keuangannya agar mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Menurut Azhari

    (2009:698-699) menjelaskan bahwa diperkirakan pendapatan rata rata pemulung mencapai

    Rp 300.000 / bulan. Pengeluaran harian pemulung digunakan untuk keperluan makan, air

    minum, rokok, dan lain-lain. Pengeluaran rata rata pemulung kurang dari Rp 50.000/hari.

    Rendahnya pendapatan dari para pemulung tidak sesuai dengan pengeluaran untukkebutuhan pokok. Dari hasil penelitian dalam Azhari (2009:67) untuk mempertahankan

    hidup, para pemulung terkadang meminjam uang kepada tetangganya untuk memenuhi

    kebutuhan sehari hari. Namun jika mereka mampu mendapatkan kelebihan uang mereka

    3 Dikut ip dari penelitian Profil Pemulung Sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur Kelurahan

    Argasunya Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon oleh Moch. Maulana Hidayat, 2012. Universitas Pendidikan

    Indonesia.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    26/129

    14

    akan menyimpan uang itu untuk keperluan mendadak, jika sewaktu waktu ada keperluan

    mendesak.

    Kemudian jika dilihat dari kondisi kesehatan pada komunitas pemulung, berdasarkan

    penelitian yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan Kota Bekasi

    pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang menyebutkan :

    Sebanyak 40 % derajat keasaman air sudah diambang batas.

    Sebanyak 95 % ditemukan bakteri e-coli air tanah (bakteri yang dapat menyumbat

    saluran nafas).

    Sebanyak 35 % tercemar salmonella (virus penyebab thypus).

    Sebanyak 34 % hasil foto rontgen ditemukan penduduk positif menderita TBC.

    Sebanyak 99 % mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) serta 6 % pendudukmengalami tukak lambung.

    Sementara itu penyakit yang ada pada Tempat Pembuangan Akhir Sumur Batu antara lain :

    ISPA, penyakit yang dibawa virus/bakteri yang berasal dari udara yang realtif kotor.

    Alergi Kulit,bisa indogen atau endogen sebagai akibat kualitas air dan lingkungan.

    Infeksi Paru Paru (TBC).

    Infeksi Kulit, Muntaber yang diakibatkan dari pencemaran air pada saat musim

    penghujan. Serta Pusing Kepala dan Flu.

    3. Aktivitas Pemulung

    Pada umumnya, profesi pemulung ini lebih banyak dilakukan oleh masyarakat miskin,

    hampir secara keseluruhan para pemulung merupakan migran yang berasal dari pedesaan

    (Simanjuntak, 2002). Latar belakang yang menyebabkan para pemulung memilih pekerjaan

    ini dikarenakan mereka tidak mempunyai modal baik dalam pendidikan / keahlian mapun

    modal seperti uang, hal yang dibutuhkan hanyalah tenaga dan kemauan untuk memulung

    barang barang daur ulang. Pemulung tidak hanya melakukan pekerjaan memulung barang

    barang bekas, tetapi ada juga yang memiliki pekerjaan lain dengan karakteristik pekerjaan

    yang hampir sama dengan memulung misalnya sebagai tukang semir sepatu, kuli bangunan,

    tukang cuci dan lain - lain (Aisyah Ameriani,2006 : 58 - 60).

    Dalam melakukan aktivitasnnya komunitas pemulung mempunyai peralatan khusus

    untuk melakukan aktivitasnya misalnya karung, gancu, gerobak, dan lain sebagainya

    peralatan tersebut digunakan oleh pemulung supaya memudahkanya dalam mendapatkan

    barang barang daur ulang, demikian pula dengan lapak dan agen yang memiliki fasiitas

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    27/129

    15

    pendukung seperti truk atau mobilpick up untuk menjual barang barang bekas yang sudah

    didapati oleh para pemulung kepada industri daur ulang.4

    Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Aisyah Ameriani,2006 : 60-61) dijelaskan

    bahwa keberadaan pemulung pada suatu kawasan dibuktikan dengan dimilikinya Kartu

    Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga pada setiap pemulung. Hal ini bertujuan agar apabila

    terjadi suatu hal yang tidak diinginkan seperti sakit atau meninggal dunia, pemerintah

    setempat dapat memberikan bantuan kepada pemulung yang membutuhkan. Namun

    kepemilikan Kartu Tanda penduduk dan Kartu Keluarga tidak berjalan dengan baik

    khususnya bagi para pemulung yang merupakan warga pendatang, mereka cukup kesulitan

    untuk mendapatkan syarat administrasi pokok tersebut, karena banyak yang beranggapan

    bahwa untuk mendapatkan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga di lingkungannya

    pemulung harus mengeluarkan uang sebesar Rp 50.000 Rp 250.000 serta melalui birokrasi

    yang rumit. Hal ini sudah pasti memberatkan mereka yang latar belakangnya memiliki

    penghasilan yang rendah. Bagi beberapa pemulung yang berasal dari luar daerah kawasan

    dari pada harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 50.000 Rp 250.000 untuk keperluan

    mengurus syarat administrasi lebih baik mereka mengirimkan uang yang mereka miliki

    kepada sanak saudara mereka yang ada di kampung halaman, seperti yang dikemukakan oleh

    Sutarji (2009:125-126) bahwa pemulung pulang kampung ke daerah asalnya untuk

    menengok atau sekedar membawakan oleh oleh dan mengirimkan uang untuk keluarga

    yang ditinggalkan pada saat pemulung melakukan mobilitas.

    Dilihat dari kondisi sosialnya Simanjuntak (2002) memaparkan bahwa pada umumnya,

    profesi pemulung lebih banyak digeluti oleh laki-laki. Laki-laki menempati posisi yang

    terbesar yaitu sebanyak 93,6 % sedangkan sisanya 6,4 % adalah pemulung wanita. Pemulung

    di luar Bantar Gebang pun didominasi oleh laki-laki yaitu sebesar 91%, sedangkan sisanya

    8,33 % adalah pemulung wanita. Dilihat dari segi usianya, para pemulung rata-rata termasuk

    pada angkatan kerja. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar usia pemulung di BantarGebang merupakan tenaga kerja usia produktif yang usianya kurang dari 40 tahun.

    persentase terbesar (41,2 %) berada pada selang usia 21 tahun - 30 tahun, kemudian diikuti

    pemulung dengan usia dibawah 20 tahun sebesar 35,6 %, usia 31 tahun - 40 tahun sebesar

    18,4 % dan sisanya adalah pemulung yang usianya 40 tahun ke atas sebesar 4,8 %. Pada

    pemulung yang berada di luar Bantar Gebang, usia terbesar berada pada selang 31 tahun - 40

    4Dikutip dari penelitian Manusia Gerobag Oleh lembaga Penelitian Smeru. 2009.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    28/129

    16

    tahun sebesar 33,3 %, kemudian diikuti oleh pemulung dengan kelompok usia 21 - 30 tahun

    sebesar 31,25 %. Usia pemulung di atas 40 tahun sebesar 22,9 % dan sisanya pemulung

    dengan usia dibawah 20 tahun sebesar 12,5 %.

    Untuk mengetahui dan mendalami interaksi sosial pada komunitas pemulung dapat

    diamati dari pola komunikasi. Dengan memahami interaksi sosial pada komunitas pemulung

    akan membantu para penyusun kebijakan dalam merancang program pemberdayaan

    kelompok pemulung secara lebih baik bahkan dapat mengurangi resistensi dari mereka. Pola

    komunikasi dari komunitas pemulung menurut penelitian dari Aisyah Ameriani (2006:75-

    83) menjelaskan bahwa hampir sebagian besar komunitas pemulung cukup sering

    melakukan pertemuan baik dengan sesama pemulung maupun pemulung dengan lapaknya.

    Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas permasalahan permasalahan yang ada di

    sekitar permukimannya. Sedangkan komunikasi yang terjalin antara komunitas pemulung

    dengan pemerintah setempat terbilang kurang baik, karena tidak terjalin komunikasi dua

    arah secara intensif. Pemulung beranggapan hanya bertemu pemerintah jika ada keperluan

    saja terutama terkait dengan administrasi, sedangkan pemerintah beranggapan pemulung

    hanya komunitas yang bekerja diwilayahnya jika tidak mengganggu dan bekerja secara

    wajar pemerintah tidak mempermasalahkan keberadaanya.

    B. Pengertian Permukiman

    Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang

    berupa kawasan perkotan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat

    tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan

    penghidupan. Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan

    kawasan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan

    pelaksanaan yang bertahap. (UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman).

    Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Pemukiman berasal darikata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human

    settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau

    kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitiberatkan

    pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan pemukiman

    memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya

    di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang bukan

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    29/129

    17

    bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human). Dengan demikian perumahan dan

    pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat hubungannya,

    pada hakekatnya saling melengkapi (Kurniasih, 2007).

    Menurut Sinulingga (1999:187), permukiman adalah gabungan 4 elemen

    pembentuknya (lahan, prasarana, rumah dan fasilitas umum) dimana lahan adalah lokasi

    untuk permukiman. Kondisi tanah mempengaruhi harga rumah, didukung prasarana

    permukiman berupa jalan lokal, drainase, air kotor, air bersih, listrik dan telepon, serta

    fasilitas umum yang mendukung rumah.

    Dalam membangun suatu kawasan permukiman pada dasarnya mempertimbangkan

    beberapa aspek guna menunjang keberlangsungan hidup masyarakat yang tinggal di kawasan

    permukiman tersebut, seperti : Aspek Lokasi(Untuk menetapkan lokasi daerah permukiman

    yang baik dalam artian bebas dari bahaya bencana alam, mudah mendapatkan sumber air

    bersih, kondisi tanah baik dan relatif datar, tidak dekat dengan kawasan industry,dll ). Aspek

    Kesehatan (Setiap rumah terbangun wajib memperhatikan aspek ini, karena diharapkan

    rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal tetapi juga dapat memberikan perlindungan

    terhadap penularan penyakit dan pencemaran yang meliputi tersedianya penyediaan air

    bersih yang memenuhi persyaratan, adanya fasilitas pembuangan air kotor, tersedianya

    fasilitas untuk menyimpan makanan, terhindar dari serangga atau hama-hama lain yang

    mungkin dapat berperan dalam penyebaran penyakit, dan sebagainya). Aspek Ekonomi

    (Aspek ini meliputi pertimbangan terhadap kemampuan ekonomi calon penghuninya dalam

    membeli atau menyewa rumah sehingga pembangunan rumah sesuai dengan kelompok

    sasaran yang dituju). Aspek teknologi (Aspek ini meliputi pertimbangan terhadap pengadaan

    material sebagai aplikasi fisik bangunan dan penerapan pada struktur dan konstruksi

    bangunan yang akan digunakan nantinya, sehingga mampu memberikan kenyamanan bagi

    para penghuninya kelak). Permukiman pada umumnya terbagi menjadi dua yaitu

    permukiman formal dan permukiman informal, jika dilihat kembali dari penjabaran tinjauanteori sebelumnya yang menyatakan bahwa pemulung merupakan sektor informal yang

    mempunyai pendapatan yang rendah maka kemungkinan besar pemulung tinggal di

    permukiman informal.

    1. Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman

    Memiliki rumah yang layak huni adalah hak setiap warga Negara tanpa terkecuali yang

    telah diamanatkan oleh UUD 1945 maupun aturan Perundang-undangan lainnya.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    30/129

    18

    UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 H Ayat 1 menyatakan dengan lugas Setiap orang

    berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan yang

    baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. UU No. 39 Tahun 1999

    Pasal 40 menyebutkan Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan

    yang layak. PP No. 38 Tahun 2007 Pasal 7 Ayat 2 menyatakan Perumahan sebagai salah

    satu urusan wajib bagi pemerintahan Daerah (Kab/Kota berkaitan dengan pelayanan dasar).

    Berdasarkan UUD 1945 maupun UU No. 39 Tahun 1999 serta PP No. 38 Tahun 2007 jelas

    sekali bahwa Pemerintah Pusat maupun daerah harus bertanggungjawab atas terpenuhinya

    kebutuhan rumah bagi setiap warganya ataupun masyarakat nya

    Menurut UU nomor 1 Tahun 2011, Untuk mewujudkan rumah yang layak dalam

    lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur, maka pembangunan rumah atau perumahan

    wajib mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif serta wajib melakukan

    pemantauan dan pengelolaan lingkungan.

    Persyaratan teknis berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan bangunan, dan

    keandalan sarana serta prasarana lingkungannya.

    Persyaratan ekologis berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik antara

    lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan sosial budaya, termasuk

    nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan.

    Persyaratan administratif berkaitan dengan pemberian izin usaha, izin lokasi, dan izin

    mendirikan bangunan serta pemberian hak atas tanah.

    Pemantauan lingkungan bertujuan untuk mengetahui dampak negatif yang terjadi

    selama pelaksanaan pembangunan rumah atau perumahan, sedangkan pengelolaan

    lingkungan bertujuan untuk dapat mengambil tindakan koreksi bila terjadi dampak negatif

    dari pembangunan rumah atau perumahan.

    Menurut UU nomor 5 tahun 1990, untuk mewujudkan rumah yang layak huni

    khususnya di kawasan permukiman informal diperlukan adanya peremajaan kawasanmisalnya, dengan cara dilakukan pembongkaran rumah secara sebagian atau keseluruhan

    yang berada diatas tanah milik negara dan ditempat yang sama di bangun sarana dan

    prasarana yang sesuai dengan RTRK. Tujuan dari peremajaan ini pada dasarnya adalah

    pertama, untuk meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, kedua kota tertata lebih

    baik sesuai dengan fungsinya didalam RTRK, ketiga mendorong pembangunan yang lebih

    efisien dalam pembangunan rumah susun.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    31/129

    19

    Elemen dasar yang d igunakan sebagai acuan untuk mencapai tujuan permukiman yang

    ideal, antara lain kombinasi antara alam, manusia, bangunan, masyarakat dan sarana

    prasarana. Adapun elemen dasar lingkungan perumahan menurut Dirjen Cipta Karya,

    seluruhnya secara garis besar dapat dikelompokkan dalam sarana dan prasarana fisik, yaitu

    antara lain :

    Jalan Lingkungan Penyediaan air bersih

    Jalan Setapak Pengumpulan dan pembuangan sampah

    Sistem drainase Fasilitas penyehatan lingkungan (MCK)

    2. Kebutuhan Dasar Minimal Suatu Rumah

    Menurut Turner (1976), ada beberapa Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam upayamenyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Beberapa aspek dasar

    yang perlu diperhatikan dalam perencanaan permukiman adalah :

    Lokasi yang tidak terlalu jauh dari tempat yang dapat memberikan pekerjaan

    Memiliki status kepemilikan lahan dan rumah

    Bentuk dan kualitas bangunan rumah yang memenuhi standart

    Harga rumah yang dapat terjangkau oleh pendapatan.

    Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam

    rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi,

    kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per

    orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2.80 m.

    Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapathidup sehat, dan menjalankan

    kegiatan hidup sehari-hari secara layak.

    Menurut Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor:

    403/Kpts/M/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat,

    kebutuhan dasar minimal suatu rumah adalah sebagai berikut :

    Atap yang rapat dan tidak bocor

    Lantai yang kering dan mudah dibersihkan

    Penyediaan air bersih yang cukup

    Pembuangan air kotor yang baik dan memenuhi persyaratan kesehatan

    Pencahayaan alami yang cukup

    Udara bersih yang cukup melalui pengaturan sirkulasi udara sesuai dengan

    kebutuhan

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    32/129

    20

    Untuk menentukan luas minimum rata rata perpetakan tanah didasarkan pada faktor

    faktor kehidupan manusia (faktor alam dan faktor bangunan) serta aktivitas yang dilakukan

    setap harinya. Menurut SNI 03-1733-2004 luasan lantai per orang dapat dihitung dengan

    rumusan sebagai berikut :

    L

    Berdasarkan kegiatan yang terjadi di dalam rumah hunian, yaitu tidur, makan

    memasak, mandi, duduk - duduk, dan kebutuhan udara segar per orang dewasa per jam 16

    m2 24 m2dan per anak anak per jam 8 -12 m2 , dengan pergantian udara dalam ruang

    sebanyak banyaknya dua kali perjam dan tinggi plafon rata rata 2,5 m maka luas kebutuhan

    lantai per orang adalah

    L dewasa,

    9.82

    L anak,

    4,82

    Jadi dapat disimpulkan bahwa luas lantai standart untuk orang dewasa dalam

    penyediaan hunian sebesar 9,8 m2 sedangkan untuk anak anak sebesar 4,8 m2.

    3. Karakteristik Permukiman informal

    Menurut UN-Habitat PBB, (1996) pengertian permukiman informal didefinisikan

    sebagai suatu kawasan dimana didalamnya terdapat komunitas yang membangun

    sekelompok unit rumah diatas tanah yang tidak memiliki keabsahan secara hukum dengan

    tujuan untuk bermukim dan membina keluarga.

    Banyak beberapa ahli yang menyatakan bahwa permukiman informal merupakan

    nama lain dari permukiman kumuh (slum settlement), permukiman tidak resmi

    (unauthorized settlement), dan permukiman yang tidak terencana atau terkontrol(unplanned or uncontroled settlement). Hal ini dikarenakan masyarakat yang menghuni

    kawasan permukiman ini mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah yang biasanya

    memiliki tingkat kualitas hidup yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan kualitas

    lingkungan tempat tinggalnya seperti kondisi perumahan yang buruk, terlalu padatnya

    penduduk, fasilitas lingkungan yang kurang memadai, tingkah laku masyarakat yang

    menyimpang, budaya kumuh dari para penghuninya, terisolasinya kawasan tersebut, begitu

    Keterangan :

    L = luas lantai hunian per orang

    U = Kebutuhan udara segar (m3)

    Tp = Tinggi Plafon rumah

    Keterangan :

    L = luas lantai hunian per orang

    U = Kebutuhan udara segar (m3)

    Tp = Tinggi Plafon rumah

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    33/129

    21

    yang diungkapkan oleh Clinard (dalam Kurniasih 1968 : 9). Latar belakang tumbuhnya

    permukiman informal menurut Komarudin (1999 : 105) adalah :

    a.

    Tingginya tingkat urbanisasi

    Urbanisasi merupakan suatu hal yang sangat kompleks dan persoalannya harus didekati

    dari berbagai sudut, baik ekonomi, sosial, budaya, politik, serta dari sudut dan dari

    sudut religi, serta keamanan jiwa dan harta.

    b. Para pendatang umumnya berpendidikan rendah

    Kurangnya pengetahuan dan pendidikan dari sebagian besar kaum urban, membuat

    para kaum urban tidak mendapatkan pekerjaan yang semestinya didambakan bahkan

    mungkin sama sekali tidak mendapatkan pekerjaan karena persaingan untuk

    mendapatkan pekerjaan di kota sangant ketat. Dengan keadaan seperti itu membuat

    kondisi para kaum urban semakin terpuruk sehingga membangun tempat untuk

    bermukim di tempat tempat yang tidak diperuntukan sebagai tempat tinggal.

    c.

    Pengawasan Pemerintah kurang ketat

    Pengawasan atas tanah yang kurang ketat dari para stakeholder merupakan salah satu

    dampak dari tumbuhnya permukiman informal di kota. Ruang kosong yang semestinya

    dibangun sebagai sarana penunjang dari aktivitas suatu kota, misalnya taman atau

    hutan kota justru malah digunakan para kaum urban sebagai tempat tinggal.

    d. Kurangnya Pengetahuan atas Hukum

    Kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum dari para penghuni permukiman

    informal membuat rumah dibangun seenaknya tanpa mencari tahu akibat dari apa yang

    telah dilakukanya bahwa akan berakibat pada kemerosotan lingkungan.

    e.

    Keterbatasan penghasilan

    Penghasilan yang sangat kecil membuat kemampuan penghuni permukiman informal

    untuk membeli rumah sebagai tempat tinggal hanyalah sebuah harapan yang sangat

    kecil terpenuhi apalagi lahan di kota harganya sangat tinggi sekali.f.

    Keterbatasan lahan

    Lahan merupakan sumberdaya alam yang sagat berharga terutama di kawasan

    perkotaan, dimana lahan merupakan salah satu komponen pokok pembangunan fisik di

    kawasan perkotaan yang sedianya kebutuhan lahan semakin terbatas akibat kebutuhan

    pembangunan yang semakin meningkat terus menerus.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    34/129

    22

    Keberadaan permukiman informal dapat di asumsikan sangat erat sekali dengan

    kekumuhan yang ada didalamnya, sehingga menurut Luthfi (1997 : 16-21)

    mengklasifikasikan kekumuhan yang ada di permukiman informal dari segi fisik atau

    kondisi bangunan :

    a. Kumuh Permanen

    Permukiman informal dengan tingkat kekumuhan permanen dapat ditandai dengan

    beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut :

    1) Kondisi bangunan buruk, status kepemilikan rumah dan tanah adalah milik sendiri.

    2) Tingkat penghasilan masyarakat rendah.

    3) Rata rata kondisi bangunan rumah non permanen.

    4)

    Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggal didalamnya cukup tinggi, tata

    letak bangunan yang t idak teratur serta t idak layak huni.

    5) Keberadaan sarana dan prasarana penunjang permukiman (Jalan, air bersih,

    jaringan drainase, MCK, Sistem persampahan,dll) masih kurang, bahkan tidak ada

    sama sekali, serta Kondisi lingkungan sekitarnya kotor dan jorok.

    b. Kumuh Semi Permanen

    Permukiman informal dengan tingkat kekumuhan semi permanen dapat ditandai

    dengan beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut :

    1) Kondisi bangunan buruk serta status kepemilikan rumah dan tanah adalah berstatus

    sewa atau menumpang milik keluarga.

    2) Rata rata kondisi bangunan rumah non permanen dan/atau semi permanen.

    3) Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggal didalamnya cukup tinggi, tata

    letak bangunan yang kurang teratur.

    4) Keberadaan sarana dan prasarana penunjang permukiman (Jalan, air bersih,

    jaringan drainase, MCK, Sistem persampahan,dll) masih kurang, meskipun ada tapi

    masih belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat yang tinggal (dibawahstandart) serta Kondisi lingkungan sekitarnya kotor dan jorok.

    c. Kumuh Liar

    Permukiman informal dengan tingkat kekumuhan yang liar (squater) dapat ditandai

    dengan beberapa kondisi lingkungan permukiman sebagai berikut :

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    35/129

    23

    1) Kondisi Bangunan sangat buruk jika melihat kondisi fisiknya nampak seperti ingin

    rubuh serta status kepemilikan rumah dan tanah berstatus tidak sah biasanya berada

    di tanah negara atau milik orang lain.

    2) Rata rata kondisi bangunan rumah non permanen terkadang terbuat dari triplek

    atau kardus sebagai dinding bangunan.

    3) Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggal didalamnya sangat tinggi, tata

    letak bangunan yang tidak teratur serta tidak layak huni.

    4) Keberadaan sarana dan prasarana penunjang permukiman (Jalan, air bersih,

    jaringan drainase, MCK, Sistem persampahan,dll) masih kurang, bahkan tidak ada

    sama sekali serta Kondisi lingkungan sekitarnya kotor dan jorok.

    Secara umum Karakteristik permukiman informal yaitu tidak memadainya kondisi

    sarana dan prasarana dasar seperti suplai air bersih, jalan,drainase, jaringan sanitasi, listrik,

    sekolah, pusat pelayanan kesehatan, ruang terbuka,pasar dan sebaginya. Bahkan hampir

    sebagian besar rumah tangga di lingkungan permukiman kumuh ini mampunyai akses yang

    sangat terbatas terhadap pelayanan sarana dan prasarana dasar tersebut, Mulyawan (2010).

    Biasanya permukiman ini dikatakan ilegal karena berada di daerah yang peruntukan

    lahanya bukan digunakan sebagai permukiman penduduk.

    Permukiman informal sering kali disebut sebagai permukiman kampung kota karena

    banyak dihuni oleh orang-orang dengan pekerjaan yang bergerak di b idang informal serta

    biasanya ter letak di pinggiran kota, walaupun tidak menutup kemungkinan permukiman ini

    berada di tengah kota. Lingkungan permukiman informal sebagai suatu lingkungan fisik

    arsitektural sering digambarkan sebagai lingkungan yang miskin, tidak teratur, dan terkesan

    kumuh yang mengancan kesehatan bagi para penghuninya. Hal itu terjadi, karena

    permukiman ini seringkali t idak tersentuh pola kebijakan tata ruang kota, sehingga akses

    masyarakat terhadap kepentingannya kurang terakomodasi. Di sisi lain kesadaran

    masyarakat dan latar belakang masyarakat setemoat sendiri seringkali kurang memahamipentingnya lingkungan permukiman yang berkualitas, baik secara fisik maupun sosial

    (Daldjoeni, 2003: 198). Ciri-ciri permukiman informal Menurut Wiryomartono (1999) lebih

    sering disorot karena dianggap menimbulkan permasalahan bagi kawasan kota antara lain :

    a. Tingginya kepadatan penduduk menyebabkan kurangnya ruang untuk fungsi sosial Hal

    ini mengakibatkan rendahnya ketersediaan ruang terbuka bagi sarana berinteraksi antar

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    36/129

    24

    warga. Akibatnya tidak jarang fasilitas umum beralih fungsi menjadi pendukung fungsi

    sosial yang diperlukan ma syarakat.

    b.

    Tingkat ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang rendah.

    Kurangnya fasilitas sosial karena kepadatan penduduk yang tinggi mengakibatkan

    diversifikasi fungsi gang/jalan di kampung kota yang sekaligus menjadi tempat untuk

    meletakkan properti dan tempat bersosialisasi warga masyarakat. misalnya tidak jarang

    masyarakat menjadikan gang sebagai dapur pribadi.

    c. Kurangnya infrastruktur

    Tingginya kepadatan bangunan di permukiman informal tidak jarang mengakibatkan

    minimnya lahan yang tersedia bagi jaringan infrastruktur. Kondisi ini merupakan salah

    satu c iri rendahnya kualitas suatu lingkungan permukiman informal.

    d. Tataguna lahan yang tidak teratur

    Pemanfaatan lahan hendaknya direalisasikan sesuai rencana peruntukannya. Hal ini

    merupakan strategi untuk mencapai keteraturan tata guna lahan. Pemanfaatan lahan

    secara tidak teratur dapat mengakibatkan tumpang tindihnya fungsi lahan yang pada

    akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan fungsi ruang secara luas.

    e. Kondisi rumah yang kurang sehat Hunian yang kurang memadai mengakibatkan

    kondisi yang tidak sehat bagi penghuninya. Jendela-jendela tidak lagi berfungsi

    sebagai bukaan untuk memasukkan sinar matahai dan udara ke dalam hunian tetapi

    beralih fungsi sebagai tempat jemuran karena hunian tidak lagi memiliki lahan kosong.

    Sebagai suatu komunitas, permukiman informal dapat mempertahankan kelestariannya

    karena berinteraksi dengan struktur bagian kota lainnya dengan fungsi-fungsi spesifik yang

    terdapat di dalamnya. Kampung kota berfungsi sebagai perantara kehidupankota dengan

    keluarga yang hidup di kampung, yang dilakukan antara lain dengan pertukaran sumber

    daya antara komunitas dengan masyarakat kota pada umumnya. Menurut Wiryomartono

    (1999) Sebagai sub-sistem dari kota, permukiman informal dengan sifat komunitasnyaadalah :

    a. Sistem perantara antara makro sistem masyarakat dengan mikro sistem keluarga,

    b.

    Terdiri dari penduduk yang dapat diidentifikasi dengan jelas, karena memiliki rasa

    kebersamaan dan kesadaran sebagai warga suatu kesatuan,

    c. Mengembangkan dan memiliki suatu keteraturan sosial dan spatial, yang ditumbuhkan

    dari komunitas itu sendiri (disamping ketentuan oleh kota),

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    37/129

    25

    d. Menunjukkan differensiasi dalam fungsi-fungsi, sehingga bukan merupakan wilayah

    hunian saja namun di dalamnya terdapat warung, bengkel, salon, dsb.

    e.

    Menyesuaikan diri dengan lingkungan yang lebih luas melalui pertukaran SDA.

    f. Menciptakan dan memelihara berbagai bentuk organisasi dan kelembagaan, yang

    akhirnya memenuhi kebutuhan makrosistem masyarakat dan mikrosistem keluarga.

    Permukiman informal pada sekarang ini banyak dihuni oleh masyarakat dengan

    penghasilan tidak tetap atau lebih tepatnya berpenghasilan menengah kebawah. Karena

    memang keberadaan penghuni permukiman informal sepertinya kurang diperhatiakan oleh

    para pemangku kepentingan.

    4. Review Pola Permukiman

    Norberg Schulz dalam Sasongko (2002:117) menyatakan bahwa hubungan antara

    masyarakat dengan lingkungan akan membentuk organisasi ruang yang di dalamnya

    mengandung makna komposisi elemen-elemen pembentuk ruang dengan batasan tertentu.

    Komposisi ruang ini menunjukkan suatu pola tertentu seperti square, rectangle, circle,

    atau oval. Setiap pola ini bukan hanya menunjukkan tatanan saja, akan tetapi juga

    memiliki rangka struktur pembentuk ruang dan di dalamnya mengandung makna centres

    dan axes.

    Wiriaatmadja (1981:23-25) didalam bukunya menjelaskan tentang pola spasial

    permukiman, antara lain :

    a. Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama lain, terutama terjadi

    dalam daerah yang baru dibuka. Hal ini disebabkan karena belum ada jalan besar,

    sedangkan orang-orangnya mempunyai sebidang tanah yang selama suatu masa

    tertentu harus diusahakan secara terus-menerus.

    b.

    Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, memanjang

    mengikuti jalan lalu lintas (jalan darat/sungai), sedangkan tanah garapan berada di

    belakangnya.

    c. Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah kampung/desa, sedangkan

    tanah garapan berada di luar kampung.

    d. Berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan. Pola permukiman dengan cara

    berkumpul dalam sebuah kampung/desa, mengikuti jalan yang melingkar, sedangkan

    tanah garapan berada di belakangnya.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    38/129

    26

    Gambar 2.1 Tipe Tipe Pola Permukiman

    Sumber : Wiraatmaja (1981)

    Sedangkan Sri Narni dalam Mulyati (1995), memiliki sudut pandang sendiri terkait

    dengan bentuk pola permukiman, antara lain:

    a. Pola permukiman memanjang (linier satu sisi) di sepanjang jalan baik di sisi kiri

    maupun di sisi kanan saja.

    b. Pola permukiman sejajar (linier dua sisi) merupakan permukiman yang memanjang di

    sepanjang jalan.

    c.

    Pola permukiman cul de sacmerupakan permukiman yang tumbuh di tengah - tengah

    jalan melingkar.

    d. Pola permukiman mengantong merupakan permukiman yang tumbuh di daerah seperti

    kantong yang dibentuk oleh jalan yang memagarinya.

    e. Pola permukiman curvaliniermerupakan permukiman yang tumbuh di daerah sebelah

    kiri dan kanan jalan yang membentuk kurva.

    f. Pola permukiman melingkar merupakan permukiman yang tumbuh mengelilingi ruang

    terbuka kota.

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    39/129

    27

    Gambar 2.2 Tipe Tipe Pola Permukiman

    Sumber : Sri Narni dalam Mulyati (1995)

    Leibo dalam Tulistyantoro (1990) menyebutkan . desa-desa yang terdapat di Pulau

    Jawa pada umumnya berpolakan seperti The Scattered Farmstead Community dan The

    Cluster Village, sedangkan pola The Line Village berada atau banyak terdapat di daerah

    Sulawesi dan Kalimantan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kondisi geografis yang

    menunjang untuk terjadi pola permukiman yang seperti ini. Selain itu pendapat Yudono

    Pribadi dalam Tulistyantoro (1990) membagi pola tersebut, antara lain : bentuk linear;

    bentuk radial; bentuk desa yang mengelilingi lapangan / alun alun; bentuk desa pantai

    (tersebar memanjang atau terkonsentrasi). Pertimbangan ini didasarkan pada

    pengelompokan rumah-rumah yang terdapat dalam suatu kompleks permukiman yang

    berindikator pada mata pencarian, ekologi dan bangunan pusat.

    Pola-pola yang demikian ini pada umumnya terjadi karena sarana yang ada, kemudian

    timbul permukiman-permukiman tersebut, seperti misalnya pola yang mengikuti sungai

    adalah pola yang terbentuk karena sungai tersebut. Menurut Jayadinata (1999:61-65),

    permukiman di perdesaan secara umum terbagi menjadi dua, antara lain :

    a. Permukiman memusat, yaitu yang rumahnya mengelompok (agglomerated rural

    settlement) dan merupakan dukuh atau dusun (hamlet) yang terdiri atas puluhan

    bahkan ratusan rumah. Di sekitar kampung atau dusun terdapat tanah bagi pertanian,

    perikanan, peternakan, pe rtambangan, kehutanan, tempat penduduk bekerja sehari-hari

    untuk mencari nafkahnya. Dalam perkembangannya, suatu kampung dapat mencapai

    berbagai bentuk, tergantung kepada keadaan fisik dan sosial. Perkampungan pertanian

    umumnya mendekati bentuk bujur sangkar. Beberapa pola permukiman memusat

    terlihat pada Gambar 2.3

  • 7/25/2019 Tugas Besar Perancanaan Prasarana

    40/129

    28

    b. Permukiman terpencar, yaitu rumahnya terpencar menyendiri (disseminated rural

    settlement) terdapat di Negara Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan

    sebagainya. Perkampungan terpencar di negara itu hanya terdiri atas farmstead, yaitu

    sebuah rumah petani yang terpencil tetapi lengkap dengan gudang alat mesin,

    penggilingan gandum, lumbung, kandang ternak. Kadang-kadang terdapat homestead,

    yaitu rumah terpencil.

    Gambar 2.3 Bentuk Pola Permukiman memusat

    Sumber : jayadinata (1999:61-65)

    C. Pengertian Sarana dan PrasaranaMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:880) Sarana adalah fasilitas penunjang

    yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan

    budaya dalam mencapa i maksud dan tujuan.Prasarana lingkungan pemukiman merupakan

    kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan pemukiman da